emboli udara pada kasus forensik
DESCRIPTION
ForensikTRANSCRIPT
EMBOLI UDARA PADA KASUS FORENSIK
I. PENDAHULUAN
Pengertian emboli mengacu pada defek atau massa besar yang bergerak di
dalam pembuluh darah. Emboli udara adalah terperangkapnya udara didalam
struktur pembuluh darah. Emboli udara vascular telah dikenal sejak abad ke 19.
Namun ketertarikan terhadap kasus ini dan tercatatnya laporan tentang kasus
emboli vaskular baru meningkat secara signifikan selama 3 abad terakhir.1
Karena emboli udara jarang sekali ditemukan dalam autopsi rutin, maka
gambaran emboli udara membutuhkan suatu persiapan dan teknik autopsi khusus.
Emboli udara harus diperkirakan pada wanita, terutama pada wanita hamil yang
tiba-tiba tidak memberikan respon selama atau sesaat setelah melakukan seks
oral-vaginal yang disertai peniupan udara, pada kasus operasi (selama melakukan
prosedur bedah saraf, bedah toraks, atau bedah abdominal), pada kasus luka tusuk
(terutama di leher dan thoraks superior), terutama jika dilakukan pemotongan atau
perobekan pada struktur vena besar. Udara juga dapat secara sengaja atau tidak
sengaja masuk saat melakukan injeksi melalui kateter intravena.2
Emboli udara secara garis besar terbagi atas dua, yaitu arteri dan vena,
dimana dibedakan berdasarkan mekanisme masuknya udara dan lokasi udara
tertinggal.3
II. EPIDEMIOLOGI
Emboli udara mungkin adalah emboli yang paling sering terjadi dalam
proses pembedahan. Pada pasien bedah saraf insiden terjadinya emboli udara
berbeda-beda dimulai dari 10% sampai 80%. Sedangkan insiden pada pasien
obstetri ginekologi yang dilakukan tindakan pembedahan mencapai 11% hingga
97%. Pada pasien yang menjalani laparoskopi insiden yang terjadi dilaporkan
mencapai lebih dari 69%. Pada pasien bedah orthopedi 57%, pada pemasangan
kateter kurang dari 2%, dan pada pasien dengan trauma penetrasi ke dada
diperkirakan insidennya mencapai 7%. Beberapa kasus emboli udara dilaporkan
terjadi akibat barotrauma dan penggunaan alat penekan kantung infus. Pada
1
penyelam yang menggunakan alat scuba, emboli udara adalah kecelakaan fatal
kedua yang paling sering terjadi, insidennya adalah 7/100,000.1
III. ETIOLOGI
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, emboli udara vaskular
kemungkinan besar merupakan kejadian emboli yang sering terjadi selama
prosedur operasi. Etiologi pertama dan yang utama adalah prosedur pembedahan
yang lokasinya terletak di atas jantung, seperti prosedur bedah saraf, Insidensi
embolisme udara sekitar 10% untuk tindakan laminektomi servical dan 80% untuk
tindakan bedah fossa posterior, prosedur obstetri, dan bedah ortopedi. Etiologi
yang kedua adalah faktor iatrogenic yang menimbulkan perbedaan tekanan
sehingga udara bisa masuk ke pembuluh darah, seperti pada pemasangan kateter
vena sentral, kateter arteri pulmoner, kateter hemodialysis, dan penggunaan
kateter sentral dalam jangka panjang, seperti kateter Hickman. Etiologi ketiga
adalah insuflasi mekanik atau sistem infus bertekanan seperti pada bedah
laparoskopi dan endoskopi gastrointestinal. Etiologi keempat adalah penyelaman
skuba, penerbangan, astronot (karena adanya disbarisme atau perubahan tekanan
barometric ambien) dan ventilasi tekanan positif. 2,4,5
Harus terdapat dua kondisi agar emboli udara dapat terjadi:
1. Terdapat jalur komunikasi pada sistem pembuluh darah sehingga udara
dapat masuk.
2. Gradien tekanan membantu jalur udara masuk ke dalam sirkulasi
Pasien di Intensive Care Unit (ICU) juga mempunyai resiko tinggi untuk
menderita emboli udara, karena pasien di ICU biasanya mendapatkan prosedur
penanganan dimana dua kondisi diatas saling bertemu.6 Di ICU Penanganan
khusus harus dilakukan untuk mencegah embolisme udara melalui kateter
intravena dan arterial, kateter arteri pulmonal dan kateter balon intra-thorakal.4,5
Faktor etiologi lain dari emboli udara vaskular antara lain berupa trauma
tumpul dan penetrasi pada dada dan kepala 2
2
Surgical Procedures
Neurosurgery (craniotomy, shunt placement)
Otolaryngological procedures
Orthopedic surgery (arthroscopy, endoprosthesis placement)
Ob-Gyn procedures (hysteroscopy/laparoscopy, cesarean section)
Cardiothoracic surgery (lung resection, YAG laser, lung transplantation, needle
biopsy of lung)
Intravenous Catheterization
Central lines
Hemodialysis
CABG/ angioplasty
Pacemaker or defibrillator placement
Radiologic Procedures
Intravenous contrast injection
Arthrography
Trauma
Head and neck injuries
Penetrating and blunt chest trauma
Blunt abdominal trauma
Positive Pressure Ventilation
Decompression Sickness
Tabel 1. Kondisi yang berhubungan dengan Emboli Udara
(Diambil dari kepustakaan 6)
3
IV. PATOFISIOLOGI
Gambar 1. Gelembung udara mengobstruksi aliran arteri pada pembuluh darah serebral
dengan diameter 30-60 m. menyebabkan iskemik distal. Obstruksi menyebabkan
kegagalan dari proses metabolik. Sodium dan air memasuki pembuluh darah, yang
menyebabkan edema sitotoksik. Permukaan dari gelembung udara menyebabkan tubuh
mengaktifkan mekanisme respon imun selular dan humoral. Secara mekanik, gelembung
udara juga mengiritasi dinding endotel arteri. Kedua proses ini mengakibatkan edema
vasogenik dan kegagalan perfusi. Kerusakan saraf tersebar melewati area obstruksi.
(Diambil dari kepustakaan 3)
Pada tahun 1974 , Durant meneliti embolisme udara pada anjing dan
melaporkan bahwa faktor paling penting yang menentukan mortalitas adalah
jumlah udara yang memasuki aliran darah, kecepatan udara saat memasuki aliran
darah, dan posisi tubuh saat terjadinya embolisme. Masuknya udara secara cepat
ke dalam sirkulasi dapat menyebabkan instabilitas hemodinamik. Dosis yang
dianggap fatal adalah 300-500 mL udara dalam kecepatan 100 mL/detik; suatu
Cell injury and edema
Na+ H2O
AffectedNeuron
Artery Gas Bubble
Endothelial Iritation Flow
Inflammation & vasogenic edema
Affected Neurons
4
kecepatan yang dapat diberikan dengan jarum kaliber 14 dan perbedaan tekanan
antara udara dan darah vena yang hanya 5 cm H2O. Selain itu, pada pasien sakit
berat, maupun pasien tidak stabil, maka volume udara yang lebih kecil juga tetap
dapat berakibat fatal.
Jika udara dalam dosis besar memasuki sistem vena dalam waktu yang
cepat, maka hal tersebut dapat menyebabkan terperangkapnya udara di atrium dan
ventrikel kanan sehingga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah keluar dari
ventrikel kanan dan akhirnya menyebabkan kematian. Jika udara masuk secara
lambat pada ventrikel kanan, maka obstruksi terjadi di tingkat vaskularisasi
pulmoner, sehingga terjadi vasokonstriksi dan hipertensi pulmoner. Udara dalam
jumlah minimal masih dapat ditoleransi, karena udara dapat terserap dari sirkulasi,
namun jika jumlah udara sudah berlebihan, maka ventrikel kanan tidak mampu
lagi mengkompensasi, sehingga menurunkan curah jantung, syok dan kematian.4,5
IV.i Emboli Udara Pada Vena
Bentuk embolisme gas vena yang paling sering ditemukan adalah
aeroembolisme vena yang tersembunyi, di mana ada serangkaian gelembung gas
yang menyerupai mutiara memasuki sistem vena. Masuknya volume gas dalam
jumlah besar secara cepat dapat menyebabkan tahanan pada ventrikel kanan
karena adanya migrasi emboli menuju sirkulasi pulmoner. Tekanan arterial
pulmoner mengalami peningkatan, dan hal tersebut akan semakin meningkatkan
tahanan ke aliran ventrikel kanan sehingga menurunkan aliran balik vena
pulmoner. Karena terjadi penurunan aliran balik pulmoner, maka terjadi pula
penurunan preload ventrikel kiri, sehingga hal tersebut akan menurunkan curah
jantung dan terakhir mengkibatkan kolaps kardiovaskuler sistemik. Takiaritmia
sering kali juga dapat terjadi, begitu juga dengan bradikardia. Jika gas dalam
jumlah besar diinjeksikan secara tiba-tiba (lebih dari 50 mL), maka akan terjadi
cor pulmonale akut, asistol, atau kombinasi keduanya. Perubahan dalam resistensi
vaskuler paru-paru dan ketidaksesuaian antara ventilasi dan perfusi dapat
menyebabkan pintasan aliran darah dari kanan-ke-kiri di paru-paru, meningkatkan
ruang mati alveolar, sehingga mengakibatkan hipoksia arterial dan hiperkapnia.3,7
5
IV.ii Embolisme Udara Paradoksal
Embolisme paradoksal dapat terjadi ketika udara atau gas yang telah
memasuki sirkulasi vena, berhasil memasuki sirkulasi arterial sistemik dan
menyebabkan gejala-gejala obstruksi arteri. Ada beberapa mekanisme yang
dapat menyebabkan hal tersebut. Salah satunya adalah masuknya gas melalui
foramen ovale paten ke dalam sirkulasi sistemik. Foramen ovale paten, yang
dapat terdeteksi pada sekitar 30 persen populasi umum, memungkinkan
timbulnya pintasan gelembung gas dari kanan-ke-kiri atrium. Jika ada
foramen ovale paten dan jika tekanan atrium kanan melebihi tekanan di
atrium kiri, maka pintasan dari kanan-ke-kiri melalui foramen ovale dapat
terjadi. Selain itu, penurunan tekanan atrium kanan yang disebabkan
ventilasi terkontrol dan penggunaan positive end-expiratory pressure (PEEP)
dapat menimbulkan perbedaan tekanan yang melalui foramen ovale,
sehingga gas dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik.3
6
Gambar 2. Ekokardiogram transesofageal dari pasien dengan paten foramen
ovale. Cairan saline disuntikkan dengan cepat melalui kateter vena sentral.
Gelembung udara terlihat sebagai area echodense pada atrium kanan (panah
ganda). Jika pasien memiliki paten foramen ovale, gelembung udara akan terlihat
menyebrangi septum intraatrial (panah pendek) dan memasuki atrium kiri (panah
merah). (Echocar- diogram provided courtesy of S. Streckenbach.)
(Diambil dari kepustakaan 3)
Pada situasi lain, gas vena dapat memasuki sirkulasi arterial dengan
cara memintasi mekanisme yang normalnya dapat mencegah embolisme gas
arterial. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa bolus gas dalam jumlah
besar (20 mL atau lebih) atau gas dalam jumlah kecil yang diberikan secara
terus-menerus (11 mL per menit) ke dalam sistem vena dapat menimbulkan
gelembung intraarterial. Bahkan ada laporan yang menyebutkan embolisme
gas arterial serebral fatal yang disebabkan oleh emboli gas vena dalam
jumlah besar, meskipun tidak ada defek intrakardial atau mekanisme
pintasan yang ditemukan pada pasien tersebut. Beberapa agen anestetik
dapat menurunkan kemampuan sirkulasi pulmoner untuk menyaring emboli
gas. Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan bahwa anestetik volatil,
dapat meningkatkan ambang batas kebocoran gelembung vena ke dalam
arteri sistemik. Temuan ini memiliki relevansi dengan prosedur pembedahan
yang beresiko menimbulkan emboli gas vena.3
IV.iii Embolisme Udara Pada Arteri
Masuknya gas ke dalam aorta menyebabkan distribusi gelembung gas ke
hampir semua organ. Emboli yang berukuran kecil di vaskuler otot rangka atau
organ dalam masih bisa ditoleransi, namun embolisasi di otak atau koroner dapat
menyebabkan morbiditas berat dan bahkan kematian.
Embolisasi ke dalam arteri koronaria dapat menginduksi perubahan
elektrokardiografi yang menyerupai iskemia dan infark; disaritmia, supresi
7
miokardial, gagal jantung, dan henti jantung, tergantung jumlah gas yang
terembolisasi. Respon sirkulasi juga dapat ditemukan pada embolisasi di vaskuler
serebral.
Embolisasi gas arterial serebral pada umumnya melibatkan proses migrasi
gas ke arteri kecil (diameter rata-rata 30 hingga 60 μm). Emboli menyebabkan
perubahan patologi melalui dua mekanisme yakni: penurunan perfusi distal akibat
obstruksi dan respon inflamasi terhadap gelembung.3
V. KASUS EMBOLI UDARA
Seorang wanita berumur 54 tahun dibawa ke unit gawat darurat dengan
ulcer nekrotik pada tangan sebelah kanan disertai demam tinggi. Pasien telah
menjalani hemodialysis melalui shunting pada pembuluh darah lengan kanannya,
karena lupus nefritis yang telah ia derita selama 34 tahun. Pasien juga menerima
perawatan untuk gangren pada tangan kanannya, yang telah diderita selama dua
minggu terakhir. Namun setelah 1 hari pengobatan, pasien datang kembali dengan
keluhan gangren yang lebih buruk. Segera dilakukan tindakan amputasi pada
tangan kanannya, dan dilakukan perawatan intensif akibat shock sepsis yang
disebabkan oleh hipotensi (68/37 mmHg). Double lumen kateter ukuran 7f
dimasukkan pada vena jugularis interna sebelah kanan sebagai tindakan
managemen operatif hemodinamik. Kondisi pasien meningkat setelah dilakukan
tindakan ini.7
Pada post-operatif hari ke-6, pasien melepas kateter vena sentralnya
sendiri dalam posisi duduk. Setelah kateter dilepas, pasien kemudian hilang
kesadarannya selama lima menit, diikuti ketidakseimbangan kardiopulmoner, dan
henti jantung. Pasien dilaporkan meninggal segera setelah tindakan resusitasi
dianggap gagal.7
Postmortem Imaging Findings
Sebelum autopsi, pemeriksaan radiologi postmortem dengan
menggunakan CT-Scan dilakukan satu jam setelah pasien meninggal. CT-scan
pada otak memperlihatkan udara pada arteri cerebral dengan area yang luas. CT-
8
scan thoraks memperlihatkan udara yang tampak pada arteri pulmoner, atrium,
dan ventrikel kanan, ventrikel kiri, aorta, arteri koroner, dengan udara yang
tertinggal di aorta. Temuan ini menyimpulkan iskemia akut dari otak dan jantung
yang disebabkan oleh inflow udara massive dari kanan ke kiri jantung menuju
arteri serebral dan koroner.7
Hasil Autopsi
Autopsi dilakukan di hari yang sama dengan kematian pasien.
Dikonfirmasi terdapat paten foramen ovale, yang diketahui menyebabkan
terjadinya embolisme udara paradoksikal. Secara mikroskopik, amioloidosis
dengan jumlah yang tinggi yang berhubungan denga hemodialisis dapat terlihat
pada arteri pulmoner, paru-paru, jantung, hati dan kedua ginjal. Hasil ini
mengindikasikan bahwa pasien meninggal akibat emboli udara paradox pada
arterti koroner melalui paten foramen ovale.7
VI. PROSEDUR AUTOPSI
Jika kita sudah mengantisipasi akan adanya suatu embolus udara, maka
kita harus melakukan suatu pemeriksaan foto thoraks sebelum autopsy dilakukan.
Suatu embolus udara akan nampak sebagai suatu distensi radiolusen pada ruang
kanan jantung (gambar 3).2
9
Gambar 3. Foto thoraks dengan gambaran distensi radiolusen pada ruang kanan
jantung yang menandakan emboli udara
Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, tidak
jarang terjadi. Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang
ada di paru-paru.
Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui
pembuluh-pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher
bagian bawah, lipat paha atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil), dapat
pula pada daerah lain, misalnya pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu
diinfus, dan udara masuk melalui jarum infus tadi. Fiksasi ini penting,
mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari tekanan udara luar, sehingga jika
ada robekan pada vena, vena tersebut akan menguncup, hal ini ditambah lagi
dengan pergerakan pernapasan, yang ”menyedot”.
Buat sayatan ”I”, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai ke
simphisis pubis,
10
Potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga
dan tulang dada ke atas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3,
Potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3,
Setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung
jantung dengan
insisi ”I”, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter, kedua ujung sayatan tersebut
dijepit dan diangkat dengan pinset (untuk mencegah air yang keluar),
Masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat
tadi, sampai jantung terbenam, akan tetapi bila jantung tetap terapung,
maka hal ini merupakan pertanda adanya udara dalam bilik jantung,
Tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung
kanan, yang berbatasan dengan pangkal a.Pulmonalis, kemudian putar
pisau itu 90 derajat, gelembung-gelembung udara yang keluar
menandakan tes emboli hasilnya positif,
Bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a.Pulmonalis, ke
arah bilik jantung, untuk melihat keluarnya gelembung udara,
Bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan dengan
prinsip yang sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir pada jantung,
Semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli pulmoner,
untuk tes emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak perbedaannya
adalah: pada tes emboli sistemik tidak dilakukan penusukan ventrikel,
tetapi sayatan melintang pada a.Coronaria sinistra ramus desenden, secara
serial beberapa tempat, dan diadakan pengurutan atas nadi tersebut, agar
tampak gelembung kecil yang keluar,
Dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk
emboli sistemik hanya beberapa ml.8
VII. KESIMPULAN
Emboli udara vaskuler merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan
medis yang dapat dicegah. Selain dengan prosedur bedah saraf dalam posisi
duduk, emboli udara vaskuler juga sering ditemukan pada pembedahan
11
obstetrik dan laparoskopik. Emboli udara vaskuler merupakan salah satu
komplikasi yang paling ditakutkan pada para penyelam skuba. Udara dalam
jumlah yang sedikit pada sirkulasi akan segera terserap namun udara dalam
bolus yang lebih besar dapat menyebabkan penyumbatan udara sehingga
mengakibatkan kematian tiba-tiba. Manifestasi klinis emboli udara vaskuler
pada umumnya menyerang sistem respirasi, kardiovaskuler, dan sistem vena
sentral. Pada penyelam skuba, perubahan tekanan barometrik dapat
mengakibatkan perubahan dalam kelarutan gas dan ekspansi pernapasan
sehingga menimbulkan pembentukan gelembung pada jaringan tubuh dan
sirkulasi.
Kebanyakan embolisme udara kecil yang masuk ke dalam vena setelah
tindakan manipulasi intravena minimal menjadi perhatian kecil, karena
emboli udara kecil pada vena, atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan
vena pulmoner didapatkan tidak mempunyai gejala.
Saat udara yang masuk dalam jumlah besar memblok sistem
kardiovaskular, akan terjadi kolaps kardiovaskular pada pasien , bahkan
dapat menyebabkan kematian. Pada embolisme udara yang parah seperti itu,
bahkan pemeriksaan foto polos x-ray thoraks dapat memperlihatkan
gambaran air fluid level pada ventrikel jantung, atau kumpulan gas pada vena
jugularis. Di sisi lain, gas pada arteri lebih berbahaya karena udara dalam
jumlah kecil pada arteri dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler, sekuele
neurologik, bahkan kematian. Meskipun begitu, pada proses autopsi
tradisional dan X-ray normal, emboli udara pada arteri sulit ditemukan.
Emboli udara di arteri koroner dapat luput ditemukan saat autopsi meskipun
pemeriksaan jantung telah dilakukan dibawah air. Jika emboli udara
ditemukan pada bagian tubuh lainnya, emboli ini tidak bisa ditemukan pada
autopsi karena tidak ada teknik yang dapat digunakan untuk menemukan
udara di dalam vaskular.
Embolisme arterial paradoks terjadi melalui foramen ovale paten
yang mana hal ini dapat mengakibatkan kerusakan organ yang signifikan.
12
Ultrasonografi doppler prekordial merupakan metode yang paling sensitif
untuk mendeteksi embolisme udara, namun upaya meningkatkan indeks
kecurigaan pada pasien yang beresiko tinggi dan pengetahuan mengenai
emboli udara vaskuler merupakan pilar utama dalam mendiagnosis
embolisme udara vaskuler. Tujuan penatalaksanaan emboli udara vaskuler
adalah untuk mencegah masuknya lebih banyak udara ke dalam sirkulasi,
mengurangi volume udara yang terjebak dalam sirkulasi dan memberi
dukungan hemodinamik. Aspirasi udara dari jantung akan langsung
meningkatkan parameter hemodinamik, namun penggunaan posisi
Trendeleburg hingga saat ini masih menjadi kontroversi. Penggunaan terapi
oksigen hiperbarik secara dini merupakan penatalaksanaan yang vital untuk
emboli udara vaskuler. Untuk mencegah terjadinya emboli udara vaskuler
maka hal yang dapat dilakukan antara lain dengan cara memberikan posisi
yang tepat pada pasien selama operasi berlangsung, hidrasi yang optimal,
dan melakukan tindakan yang hati-hati selama pemasangan dan pelepasan
kateter vena sentral. Penggunaan komputer penyelam, latihan yang tepat dan
pengetahuan akan mencegah terjadinya sindrom dekompresi pada para
penyelam scuba.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shaikh, N. Ummunisa, F. (2009). “Acute management of vascular air
embolism”. [Online]. Tersedia:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2776366/
13
2. Dolinak. D. M.D, Evan. W. M.D, Emma. O. “Forensic Patholog Principles
and Practice”. (2005). Burlington: Elsevier. p: 667-668
3. Muth, C, M.D. Erik, S. Shank, M.D. (2000). “Gas Embolism”. The New
England Journal of Medicine. 342: 476-482. [Online]. Tersedia:
www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM200002173420706
4. Mirshki. A. M.D, et.al. (2007). “Diagnosis and Treatment of Vascular Air
Embolism”. The American Society of Anesthesiologist. 106: 164-177.
5. Knight. B. “Simpson’s Forensics Medicine”. New York: Arnold. (2001).
p: 102
6. O’Dowd, L, M.D. Mark, K, M.D. (2004). “Air Embolism”. UpToDate.
12.3: 2-13. [Online]. Tersedia:
http://www.sassit.co.za/Journals/Physiology/Haematology/air
%20embolismUPTODATE.pdf
7. Fujioka, M, M.D. et.al. (2012). “Fatal Paradoxical Air Embolism
Diagnosed by Postmortem Imaging and Autopsy”. Journal of Forensic
Science. 57:1118-1119. [Online]. Tersedia: onelibrary.wiley.com
8. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Abdul Mun'im,
Sidhi, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997
14