emfisema.doc
TRANSCRIPT
BAB I
1.2 Latar Belakang
Pada Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) 1986 emfisema menduduki peringkat ke-5
sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT DepKes RI
menunjukkan angka kematian karena emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab
tersering kematian di Indonesia. Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industri.
Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan mencolok tetapi
menimbulkan pula pencemaraan lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan masalah
merokok yang dapat menyebabklan penyakit bronkitis kronik dan emfisema.Di Amerika
Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita .Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara
penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65%
laki-laki dan 15% wanita.
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan
dinding alveolus. Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Biasanya pada
pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada
saluran napas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada
umur 45-55 tahun terjadi sesak napas, hipoksemia, dan perubahan spirometri. Pada umur
55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan napas dan
meninggal dunia. Menurut dr. Pradjna Paramita, Sp. P dari Rumah Sakit Mitra Keluarga
Kelapa Gading, Jakarta Utara ini, “Emfisema adalah kelainan paru yang terletak di kantong
udara. Jadi, udara di dalam paru-paru tidak bisa keluar dan masuk dengan semestinya,”
katanya. Akibat udara dari dalam paru-paru tidak bisa keluar dan masuk maka kantong
udara akan membesar akibat dari penumpukan udara di dalamnya.
1.3 Rumusan Masalah
Mahasiswa dapat memahami tentang pengertian,
1.4 Tujuan
Mengetahui adanya gangguan perkembangan paru yang di tandai dengan pelebaran ruang
udaradi dalam paru-paru. Untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk
mengatasi obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan
Kata Pengantar
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
1.Review Anfis
2.Definisi
3.Etiologi
4.Patofisiologi
5.Manifestasi Klinis
6.Komplikasi
7.Pemeriksaan
8.Penatalaksanaan
9. WOC
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
3. Daftar Isi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Review Anatomi & Fisiologi
Pernapasaan adalah suatu proses pertukaran gas oksigen (O2) dari udara oleh organisme
hidup yang dgunakan untuk serangkaian metabolisme yang akan menghasilkan
karbondioksida (CO2) yang harus dikeluarkan, karena tidak dibutuhkan oleh tubuh. Setiap
makluk hidup melakukan pernafasan untuk memperoleh oksigen O2 yang digunakan untuk
pembakaran zat makanan di dalam sel-sel tubuh. Alat pernafasan setiap makhluk tidaklah
sama, pada hewan invertebrata memiliki alat pernafasan dan mekanisme pernafasan yang
berbeda dengan hewan vertebrata.
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah : hidung→ faring→
laring→trakhea→ bronkus→ dan bronkiolus.
Mekanisme Pernafasan Manusia. Pada saat bernafas terjadi kegiatang inspirasi dan ekspirasi.
Inspirasi adalah pemasukan gas O2 dan udara atmosfer ke dalam paru-paru, sedangkan
espirasi adalah pengeluaran gas CO2 dan uap air dari paru-paru ke luar tubuh.setiap
menitnya kita melakukan kegiatang inspirasi dan espitrasi kurang lebih 16-18 kali.
Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
1. Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot tulang
rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan dalam
mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau
mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi,
maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada bertanbah besar. Bertambah
besarnya akan menybabkan tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari pada tekanan
rongga dada luar. Karena tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara
mengalir dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses ’inspirasi’
Sedangkan pada proses ekspirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk
kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat.
Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke
luar tubuh, proses ini disebut ’espirasi’
2. Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding rongga
perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu
menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin
kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara
mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi).
Bila otot diafragma bereaksi dan otot dinding perut berkontraksi, isi rongga perut akan
terdesak ke diafragma sehingga diafragma cekung ke arah rongga dada. Sehingga volume
rongga dada mengecil dan tekanannya meningkat. Meningkatnya tekanan rongga dada
menyebabkan isi rongga paru-paru terdesak ke luar dan terjadilah proses ekspirasi.
Kelainan yang terjadi pada sistem pernapasan yang terjadi pada organ paru-paru seperti
emfisema.
2.2 Definisi Emfisema
Emfisema adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara
abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan dinding
alveolus yang ireversibel. Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan
pada asinus. Emfisema adalah pengurangan daya balik (recoil) elastis dan disentigrasi
dinding alveolus dengan pembentukan bulla, kolap jalan nafas ekspirasi dengan
terperangkapnya udara dan hiperinflansi (pengarang,th)
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus
terminal dengan kerusakan dinding alveoli.Emfisema paru merupakan bentuk paling berat
dari PPOM dikarakteristikkan oleh inflamasi berulang yang melukai dan akhirnya merusak
dinding alveolar menyebabkan banyak blab atau bula (ruang udara) kolaps bronkiolus pada
ekspirasi (jebakan udara).Emfisema paru juga dapat didefinisikan sebagai suatu distensi
abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi
ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama
beberapa tahun.
Dari beberapa pengertian di atasdapat disimpulkan
2.3 Etiologi
1. Rokok
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada jalan napas,
menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar
mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya
perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus
dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan
alveoli pecah.Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear
melepaskan enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti
tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya.
2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan
angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi
udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat
fungsi makrofag alveolar.
3. Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi
saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah pada
obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4. Faktor genetic
Defisiensi Alfa-1 antitripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin dapat
menimbulkan emfisema masih belum jelas.
5. Obstruksi jalan napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga terjadi
mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi
tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen
dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital. Pada jenis yang
terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang rawan bronkus.
2.4 Patofisiologi
Berikut adalah skema Patofisiologi Emfisema menurut Brunner dan Suddarth. 2001. hal 602 :
Mengiritasi jalan nafas
( hipersekresi mukus ) pengeluaran lendir berlebihan / peradangan ( inflamasi )
Peningkatan pengeluaran kelenjar mukosa
Bronkhiolus menyempit dan menyumbat ( obstruksi )
Alveoli rusak dan membentuk fibrosis
Dinding alveoli mengalami kerusakan di tandai dengan perubahan anatomis parenkim paru,
di mana terjadi pembesaran alveolus
Peningkatan ruang area paru
Kerusakan difusi oksigen
Aliran darah pulmonal meningkat
Gagal jantung kanan
2.5 Manifestasi Klinis
a. Penampilan umum
• Kurus, warna kulit pucat, dan flattened hemidifragma.
• Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir.
b. Usia 65-75 tahun
c. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Pada klien emfisema paru akan di temukan tanda dan gejala seperti berikut :
• Nafas pendek persisten dengan peningkatan dispenia
• Infeksi sistem respirasi
• Wheezing ekspirasitidak ditemukan dengan jelas
• Produksi sputum dan batuk jarang
• Hematikrit <60%
d. Pemeriksaan jantung.
Tidak terjadi pembesarab jantung. Kor pulmonal timbul pada stadium akhir.
e. Riwayat merokok
Biasanya di dapat,tetapi tidak selalu ada riwayat merokok.
2.6 Komplikasi
Terdapat empat perubahan patologik yang dapat di timbulkan pada klien emfisema yaitu:
a. Hilangnya elastis paru
Protease (enzim paru) mengubah alveoli dan saluran nafas kecil dengan cara merusakka
serabut elastin, sebagai akibatnya adalah kantong alveolar kehilangan elastisnya dan jalan
nafas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya
mungkindapat menjadi membesar.
b. Hiperinflasi paru
Pembesaran alveoli mencegah paru-paru kembali kepada posisi istirahat normal selama
ekspirasi.
c. Terbentuknya bullae
Dinding alveolar membengkak dan sebagi kompensasinya membentuk suatu bullae
(ruangan tempat udara0 yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-X.
d. Kolaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap
Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan
menyebabkan kolapsnya jalannafas(alveoli).
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
a.Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukan kapasitas paru total (TLC) dan volume
residual(RV).terjadi penurunan dalam kapasitas vital(VC) dan volume ekspirasi pakasa (FEV).
Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang di alami klien dalam mendorong udara kluar
dari paru.
b. Pemeriksaan Laboratorium
hemoblobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Dengan
berkembangnya penyakit, pemeriksaan gas darah arteri dapat menunjukkan adanya
hipoksia ringan dengan hiperkapnea.
c.Pemeriksaan Radiologis
Rontgen thoraxs menunjukkan adanya hiperinplaksi,pendataran diapragma, pelebaran
margin interkosa,dan jantung sering di temukan bagai tergantung(heart till drop).
2.8 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan utama pada klien emfisema adalah meningkatkan kualitas hidup,
memperlambat perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran nafasagar
tidak terjadi hipoksia. Pendekatan terapi mencangkup:
• Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja nafas
• Mencegah dan mengobati infeksi
• Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru
• Memelihara kondisi lingkungsn yang memungkinkan untuk memfalisitasi pernafasan yang
adekuat
• Dukungan psikologis
• Eduksi dan rehibilitasi klien
Jenis obat yang diberikan:
• Bronkodilators
• Terapiaerosol
• Terapi infeksi
• Kortikosteroid
• oksigenasi
2.8 WOC
BAB I
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Anamnesis
Klien biasanya mempunayai riwayat merokok dan riwayat batuk kronis, bertempat tinggal
atau bekerja di area dengan polusi udara berat, adanya riwayat alergi pada keluarga adanya
riwayat asma pada saat anak-anak.Perawat perlu mengkaji riwayat atau adanya faktor
pencetus eksaserbasi yang meliputi alergen, stres emosional, peningkatan aktivitas fisik
yang berlebihan , terpapar dengan polusi udara, serta infeksi saluran napas . perawat juga
perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien, memeriksa kembali setiap jenis obat
apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
Pengkajian pada tahap lanjut penyakit ,didapatkan kadar oksigen yang rendah
(hipoksemia)dan kadar karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea). Klien rentan terhadap
reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpilan sekresi. Setelah infeksi terjadi, klien
mengalami mengiik yang berkepanjangan saat ekspirasi Anoreksia, penurunan berat badan,
dan kelemahan adalah hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distensil
selama ekspirasi.
Pada pengkajian yang dilakukan tangan sering didapatkan adanya jari tabung(clubbing
finger)sebagai dampak dari hipoksemia yang berkepanjangan.
Dispnea adalah keluhan utama emfisema dan mempunyai serangan (onset) yang
membahayakan. Klien biasanya mempunyai riwayat merokok, batuk kronis yang lama,
mengi, serta nafas pendek dan cepat (takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi
pernapasan. Perawat pelu mengkaji obat-obat yang bisa diminum klien, memberikan
kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
1. Pemeriksaan Fisik Fokus
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan serta penggunaan obat bantu napas. Pada infeksi, klien biasanya tampak
mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan masa
otot, dan pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak efektif dan
pengunaan otot-otot bantu napas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea
terjadi saat aktifitas bahkan pada aktifitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan minum.
Pengkajian batuk produktif dengan spuktum purulen disertai demam mengindikasikan
adanya tanda pertama infeksi pernapasan.Infeksi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan tatil fremitus biasanya menurun.Palpasi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menurunPerkusi
Sering didapatkan adanya bunyi napas bronki dan wheezing sesuai tingkat beratnya
obstruktif pada bronkeolus. Pada pengkajian lain didapatkan kadar oksigen yang rendah
(hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi (Hiperkapnea) terjadi pada tahap
penyakit. Pada waktunya, bahkangerakan ringan sekali pun seperti membungkuk untuk
meningkatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispneaeksersional). Paru
yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus tidak
dikosongkansecara efektif dan sekresi yang dihasilkannya. Klien rentan terhadap reaksi
inflamasi dan infeksi akibatpengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini terjadi, klien
mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan,
dan kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami
distensi selama ekspiras.Aukskultasi
2. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukan peningkatan kapasitas paru total (TLC) dan
fungsi residual (RV). Terjadi penurunan dalm kapasitad vital (VC) dan volume ekspirasi paksa
(FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang dialami klien dalm mendorong udara
keluar dari paruPangukuran Fungsi Paru (Spirometri)
2. Pemeriksaan Laboratorium Hemeglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal
penyakit. Dengan berkembangnya penyakit, pemeriksaan gas darah arteri dapat
menunjukan adanya hipoksia ringan dengan hiperkapnea.
3. Pengkajian Radiologis Rontgen thoraks menunjukan adanya hiperinflasi, pendataran
diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung sering ditemukan bagai tergantung
(heart till drop).
A. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan
sekunder, penyakit kronis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan,
efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang di bayangkan
(ketidakmampuan untuk bernapas).
7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
mengenai proses penyakit dan pengobatan.
B. Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya
sekresi.
Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas.
Hasil yang diharapkan :
1. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas.
2. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas.Misal : Batuk efektif dan
mengeluarkan secret.
Intervensi :
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels, ronki.
Rasional : Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan tidak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal: krekels basah (bronkhitis),bunyi
nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema).
2. Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema).
Rasional : takipnea ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan /
selama stress / adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan ferkuensi
ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat tidur, duduk dan
sandaran tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi, namun pasien dengan slifres berat akan mencari posisi yang paling
mudah untuk bernafas.
4. Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll.
Rasional : Pencitus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentrigen episode akut.
5. Bantu latihan nafas abdomen / bibir.
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea
dan menurunka jebakan udara.
6. Ajarkan teknik nafas dalam batuk efektif.
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya bila pada lansia,sakit akut, atau
kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi / kepala dibawah setelah perkusi
dada.
7. (Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer).Berkolaborasi dalam
memberikan obat sesuai indikasi Brokodilator mis, B-agonis, Epinefrin (adrenalin,
vaponefrim) albuterol (Proventil, Ventolin) terbulatin
Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme
jalan nafas mengi, dan produksi mukosa, obat-obat mungkin per oral, injeksi / inhalasi.-
Xantin, mis aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin (Bonkoddyl, Theo-Dur)
Rasional : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan meningkatkan
langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot / kegagalan pernafasan
dengan meningkatkan kontraktilitis diafragma.
8. pada bronkus.Berikan humidifikasi tambahan mis nubuter nubuliser, humidiper aerosol
ruangan dan membantu menurunkan / mencegah pembentukan mukosa tebal
Rasional : Menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan membantu
menurunkan / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bonrkus.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen.
Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada tubuh.
Kriteria hasil yang diharapkan :
1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat yang bila dalam rentang
normal + bebas gejala distres pernafasan.
2. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafass bibir,
ketidakmampuan bicara / berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi, dan latihan
nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
3. Dorong mengeluarkan sputum : Penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal, banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran
gas pada jalan nafas kecil, penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
4. Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir /
daun telinga) keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
5. Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional : Takikarena, disritimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
6. Kolaborasi : Awasi / gambaran seri GDA dan nadi, oksimetri.
Rasional : PaCO2. Biasanya meningkat (bronkhitis, emfisema) dan PaCO2 secara umum
menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih / lebih besar. Catat : PaCO2
normal / meningkat menandakan kegagalan pernafasan yang akan datang selama osmatik.
7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien..
Rasional : Dapat memperbaiki / mencegah buruknya hipoksia.
3. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat
pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil yang diharapkan :
1. Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu.
2. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi.
3. Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
1. Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi.
2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan
adekuat.
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan
resiko terjadi infeksi paru.
3. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan.
4. Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat.
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki
pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi.
5. Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur /
sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan
terhadap berbagai anti mikrobia.
6. Berikan anti mikrobia sesuai indikasi.
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan
sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.
4. Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dispnea, kelemahan efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara adekuat.
Kriteria hasil yang diharapkan :
1. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
2. Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / mempertahankan
berat yangtepat.
Intervensi :
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan, evalusi BB
dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi
sputum dan obat. Selain itu banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk,
meskipun kegagalan pernafasan membuat status hipermetalik dengan meningkatkan
kebutuhan kalori.
2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan
adekuat.
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan
resiko terjadi infeksi paru.
3. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan.
4. Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat.
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki
pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
Kolaborasi.
5. Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur /
sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan
terhadap berbagai anti mikrobia.
6. Berikan anti mikrobia sesuai indikasi.
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan
sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.
5. Diganosa Keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keseimbangan antara
suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
Tujuan : Mengembalikan aktifitas klien seperti semula.
Kriteria hasil yang diharapkan :
1. Melaporkan / Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang dapat diukur
dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan
/ kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
2. Bantu aktivitas perawatan dini yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
- Ajarkan klien untuk mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.
6. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi
yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
Tujuan : Klien mampu untuk mengetahui tentang pengertian / informasi PPOM.
Kriteria hasil yang diharapkan :
1. Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan.
2. Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan
menghubungkan dengan faktor penyebab.
Intervensi :
1. Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu.
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada
rencana pengobatan.
2. Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi
umum.
Rasional : Nafas bibir + nafas abdominal / diafragmatik menguatkan otot pernafasan,
membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan memberikan individu arti untuk
mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot
dan rasa sehat.
3. Diskusikan obat pernafasan, efek samping + reaksi yang tak diinginkan.
Rasional : Pasien ini sering mendapat obat pernafasan banyak sekaligus yang mempunyai
efek samping hampir sama + potensial interaksi obat, penting bagi pasien memahami
perbedaan antara efek samping mengganggu dan efek samping merugikan.
4. Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat menimbulkan
infeksi saluran nafas atas.
5. Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi mis: udara terlalu kering, angin,
lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol, polusi udara.
Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronkial menimbulkan
peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas.
6. Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik dan kultur sputum.
Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi
perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi.
C. Implementasi
Sesuai dengan intervensi
D. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan COPD adalah untuk mengembalikan kemampuan
dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan. Klien Lansia
mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor
kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi
sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien Lansia
membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi yang diajarkan.
Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai pemahaman yang
baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup mereka.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Emfisema adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara
abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan dinding
alveolus yang ireversibel. Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan
pada asinus.
Faktor utama dari penyebab emfisema adalah rokok, karena secara patologis rokok dapat
menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag
alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus. Setelah rokok
yakni polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Selain rokok dan polusi
udara, adanya infeksi pada alat pernapasan ini juga bisa menjadi pemicu emfisema. Karena
infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat.
3.2. SARAN
Menghindari asap rokok adalah langkah terbaik untuk mencegah penyakit ini. Berhenti
merokok sangat penting untuk kesehatan. Patuhi perturan keamanan di tempat kerja seperti
memakai masker.
3.3 DAFTAR PUSTAKA
Broughman,Diane C.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.EGC
Brasher,L valentina.2007.Aplikasi klinis patofisiologi.Jakarta.EGC
Djojodibroto,R Darmanto.2009.Respirologi (Respiratory Madicine).Jakarta.EGC
Patel,Pradip.2006.Radiologi.Jakarta.Erlangga