enews indonesia edisi iv rev ver 15 - rimbawan.com

6
The Headlines Indonesian Forest Update aphi_forest www.rimbawan.com APHI_forest aphi.forest APHI Forest [email protected] ©Humas APHI 2020 Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia e-Newsletter Edisi 004/X/2020 Masa Depan Energi Biomassa Indonesia HUTAN TANAMAN ENERGI Undang-undang No.30/Th.2007 Tentang Energi mengamanatkan bahwa pada tahun 2025 mendatang 23% bauran energi nasional harus datang dari sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Hingga saat ini, sumbangan EBT untuk bauran energi Nasional baru mencapai 9.1%. Sumberdaya kehutanan, melalui Hutan Tanaman Energi (HTE), dapat memberikan sumbangsihnya untuk meningkatkan penggunaan energi biomasa di tanah air, baik berupa pellet kayu, serpih kayu maupun serbuk gergajian. Demikian disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo usai menyampaikan materi presentasi pada FGD Cofiring Biomassa pada PLTU: Kesiapan Teknologi, Industri Penunjang Penyediaan Pasokan Biomassa dan TKDN yang diselenggarakan Kementerian ESDM di Depok, dengan kombinasi melalui virtual pada hari Jumat (16/10). Menurutnya, sedikitnya 34 Perusahaan Anggota APHI saat ini sudah berminat berinvestasi untuk penerapan energi biomasa melalui Program Hutan Tanaman Energi (HTE), 10 perusahaan diantaranya sudah memasukkannya kedalam Rencana Kerja Usaha (RKU) mereka. “Hutan Tanaman Energi merupakan masa depan energi biomassa Indonesia, karena menjadi sumber bahan baku energi biomasa secara berkelanjutan bagi pembangkit tenaga listrik sendiri, memasok kelebihan energi listrik ke PLN dan diekspor” ungkapnya. Guna mendukung target bauran energi 23% pada tahun 2025, saat ini Perum Perhutani, salah satu anggota APHI, merencanakan melakukan ujicoba program co-firing, yaitu menggabungkan pasokan batubara dan sumberdaya biomasa, untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Paiton, Jawa Timur, dan dalam waktu dekat akan diujicobakan pula di PLTU Cikarang Listrindo, Jawa Barat. Disamping itu, menurutnya APHI juga siap mendukung program de-dieselisasi pembangkit tenaga listrik yang masih menggunakan minyak solar, terutama di kawasan timur Indonesia, dan digantikan dengan bahan baku energi biomasa yang biayanya lebih murah dibandingkan dengan harga minyak solar. “Kami sedang melakukan penjajakan untuk uji coba penggunaan energi biomasa untuk program de-dieselisasi pembangkit listrik di Pulau Bawean, Jawa Timur” ujar Indroyono. Saat ini, dunia tengah menuju ke energi bersih dan ramah lingkungan, sehingga energi biomasa menjadi salah satu pilihan utama. Pada tahun 2030, Jepang dan Korea telah mentargetkan untuk mengganti PLTU Batubara menjadi PLTU Energi Biomasa. Permintaan bahan baku pellet kayu, serpih kayu serta briket arang dari Indonesia terus meningkat, walaupun nilai ekspor energi biomasa Indonesia ke luar negeri baru mencapai US$ 50 juta. Keunggulan positif penggunaan EBT diantaranya lebih sustainable dibanding energi fosil, industri-industri kehutanan terdorong untuk melakukan transformasi menjadi integrated industries, sehingga bisnis hutan bisa segera pulih dan bangkit kembali. “Dengan penggunaan energi biomasa yang bahan bakunya 100% ada di Indonesia dan upaya menanam, memelihara dan memanen Hutan Tanaman Energi merupakan program berkelanjutan, maka diharapkan Indonesia akan menjadi pusat energi biomasa dunia, dapat menarik investasi serta membuka lapangan kerja yang luas, sesuai amanat UU Cipta Kerja”pungkas Indroyono. (*)

Upload: others

Post on 31-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ENews Indonesia Edisi IV Rev Ver 15 - rimbawan.com

The Headlines The Headlines Indonesian Forest Update

aphi_forest www.rimbawan.comAPHI_forestaphi.forestAPHI Forest [email protected] ©Humas APHI 2020

Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia

e-Newsletter Edisi 004/X/2020

Masa Depan Energi Biomassa Indonesia

HUTAN TANAMAN ENERGI

Undang-undang No.30/Th.2007 Tentang Energi mengamanatkan bahwa pada tahun 2025 mendatang 23% bauran energi nasional harus datang dari sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Hingga saat ini, sumbangan EBT untuk bauran energi Nasional baru mencapai 9.1%.

Sumberdaya kehutanan, melalui Hutan Tanaman Energi (HTE), dapat memberikan sumbangsihnya untuk meningkatkan penggunaan energi biomasa di tanah air, baik berupa pellet kayu, serpih kayu maupun serbuk gergajian. Demikian disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo usai menyampaikan materi presentasi pada FGD Cofiring Biomassa pada PLTU: Kesiapan Teknologi, Industri Penunjang Penyediaan Pasokan Biomassa dan TKDN yang diselenggarakan Kementerian ESDM di Depok, dengan kombinasi melalui virtual pada hari Jumat (16/10).

Menurutnya, sedikitnya 34 Perusahaan Anggota APHI saat ini sudah berminat berinvestasi untuk penerapan energi biomasa melalui Program Hutan Tanaman Energi (HTE), 10 perusahaan diantaranya sudah memasukkannya kedalam Rencana Kerja Usaha (RKU) mereka.

“Hutan Tanaman Energi merupakan masa depan energi biomassa Indonesia, karena menjadi sumber bahan baku energi biomasa secara berkelanjutan bagi pembangkit tenaga listrik sendiri, memasok kelebihan energi listrik ke PLN dan diekspor” ungkapnya.

Guna mendukung target bauran energi 23% pada tahun 2025, saat ini Perum Perhutani, salah satu anggota APHI, merencanakan melakukan ujicoba program co-firing, yaitu menggabungkan pasokan batubara dan sumberdaya biomasa, untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Paiton, Jawa Timur, dan dalam waktu dekat akan diujicobakan pula di PLTU Cikarang Listrindo, Jawa Barat.

Disamping itu, menurutnya APHI juga siap mendukung program de-dieselisasi pembangkit tenaga listrik yang masih menggunakan minyak solar, terutama di kawasan timur Indonesia, dan digantikan dengan bahan baku energi biomasa yang biayanya lebih murah dibandingkan dengan harga minyak solar.

“Kami sedang melakukan penjajakan untuk uji coba penggunaan energi biomasa untuk program de-dieselisasi pembangkit listrik di Pulau Bawean, Jawa Timur” ujar Indroyono.

Saat ini, dunia tengah menuju ke energi bersih dan ramah lingkungan, sehingga energi biomasa menjadi salah satu pilihan utama. Pada tahun 2030, Jepang dan Korea telah mentargetkan untuk mengganti PLTU Batubara menjadi PLTU Energi Biomasa. Permintaan bahan baku pellet kayu, serpih kayu serta briket arang dari Indonesia terus meningkat, walaupun nilai ekspor energi biomasa Indonesia ke luar negeri baru mencapai US$ 50 juta.

Keunggulan positif penggunaan EBT diantaranya lebih sustainable dibanding energi fosil, industri-industri kehutanan terdorong untuk melakukan transformasi menjadi integrated industries, sehingga bisnis hutan bisa segera pulih dan bangkit kembali.

“Dengan penggunaan energi biomasa yang bahan bakunya 100% ada di Indonesia dan upaya menanam, memelihara dan memanen Hutan Tanaman Energi merupakan program berkelanjutan, maka diharapkan Indonesia akan menjadi pusat energi biomasa dunia, dapat menarik investasi serta membuka lapangan kerja yang luas, sesuai amanat UU Cipta Kerja”pungkas Indroyono. (*)

Page 2: ENews Indonesia Edisi IV Rev Ver 15 - rimbawan.com

Dalam rangka mempercepat pemenuhan kebutuhan tenaga profesional di industri kehutanan, Persatuan Insinyur Indonesia (PII) menggandeng Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) untuk menyelenggarakan Program Profesi Insinyur. Nota Kesepahaman Kerjasama antara Ketua Badan Kejuruan Teknik Kehutanan-Persatuan Insinyur Indonesia (BKTK-PII) dengan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) telah ditandatangani di Jakarta pada hari Rabu (19/08/2020).

Penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut disaksikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurabaya, dan Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia, Heru Dewanto, di tengah pengukuhan 520 Insinyur Profesional Teknik Kehutanan.

Dalam sambutannya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyatakan betapa pentingnya sumber daya manusia (SDM) yang unggul dalam mendukung pembangunan nasional khususnya pengelolaan sumber daya alam. "Untuk mendukung sasaran strategis dalam pengelolaan sumber daya alam, SDM profesional yang menguasai pengetahuan dan teknologi tentunya sangat diperlukan" ujarnya.

"Pengukuhan Insinyur Profesional di bidang Kehutanan yang diselenggarakan saat ini, saya harap mampu mendukung akselerasi program profesi insinyur yang sangat strategis di era persaingan global saat ini" ujarnya. Ditambahkannya, upaya ini juga dalam rangka mengantisipasi dan melindungi tenaga kerja lokal agar tetap mampu bersaing dalam pasar global.

Siti Nurbaya menyambut baik ditandatanganinya Nota Kesepahaman antara BKTK-PII dengan APHI. "Praktisi kehutanan lingkup APHI harus didorong untuk memperoleh registrasi Insinyur, agar hutan dikelola secara professional, lestari dan berkeadilan serta menjaga kesinambungan pemanfaatan untuk generasi yang akan datang," kata Siti.

Mendukung pernyataan Menteri LHK, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo menyatakan bahwa APHI mendukung penuh upaya peningkatan profesionalisme melalui program Profesi Insinyur di bidang kehutanan, khususnya bagi para praktisi. Ia menambahkan, nantinya sekitar 520 kandidat akan dikukuhkan sebagai profesi insinyur sebagai langkah awal.

"Pekerjaan praktisi kehutanan , khususnya di lapangan, penuh resiko dan tantangan, dan oleh karenanya, profesi insinyur kehutanan semestinya menjadi titik tolak untuk memperoleh penghargaan yang layak untuk jenjang karirnya serta untuk menghadapi persaingan di pasar yang terbuka ,"kata Indroyono.

APHI akan memfasilitasi percepatan program profesi Insinyur Kehutanan untuk para praktisi kehutanan yang bekerja di lingkungan pemegang izin pemanfaatan hutan. "Sebagai tindak lanjut Nota Kesepahaman dengan BKTK, APHI akan segera merancang program khusus untuk mengadopsi program profesi Insinyur Kehutanan ini," tutup Indroyono.*

Tandatangan

APHI – BKTK PII

Penyelenggaraan Program Profesi Insinyur Kehutanan

Nota Kesepahaman

Page 3: ENews Indonesia Edisi IV Rev Ver 15 - rimbawan.com

aphi_forest www.rimbawan.comAPHI_forestaphi.forestAPHI Forest [email protected] ©Humas APHI 2020

Pandemi COVID-19 yang melanda dunia saat ini telah memukul perdagangan dan perekonomian hampir di semua Negara, tidak terkecuali Japang dan Indonesia. Peningkatan ekspor sektor usaha kehutanan tentunya akan berperan penting dalam pemulihan ekonomi nasional pasca COVID-19, dan untuk itu KBRI Tokyo siap bermitra untuk mendukung peningkatan ekspor produk kayu olahan Indonesia khususnya plywood ke Jepang melalui peningkatan teknologi dan diversifikasi produk. Demikian disampaikan Kuasa Usaha Ad-Interim KBRI Tokyo, Tri Purnajaya pada pidato sambutan pembukaan diskusi Indonesia – Japan Virtual Forum On Wood Products "Meet The Demand and Supply of Plywood Products" pada hari Kamis, 10 September 2020.

Kuasa Usaha a.i. Tri Purnajaya menyampaikan bahwa total ekspor komoditas kehutanan Indonesia ke Jepang pada tahun 2019 mencapai US$ 1,55 Miliar dimana Indonesia termasuk 5 besar pemasok kayu terbesar ke Jepang, khususnya untuk HS 44 (komoditas kayu dan olahan kayu) dengan market share 8,21 %.

Namun demikian, pandemi COVID-19 yang melanda dunia saat ini tidak dapat dipungkiri telah memukul perdagangan dunia dan menghadirkan tantangan tersendiri. Tercatat, impor komoditas kayu dan olahannya dari Indonesia ke Jepang per Semester I 2020 mengalami penurunan sebesar -4,34% atau mencapai US$ 20,38 Juta.

Akan tetapi, Tri Purnajaya tetap optimis seiring demand di Jepang yang masih tinggi untuk produk kayu dan olahannya, nilai perdagangan kayu Indonesia dan Jepang dapat meningkat lagi ke depannya.

Mendukung pernyataan Kuasa Usaha a.i. KBRI Tokyo, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), yang juga Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI), Indroyono Soesilo menyampaikan bahwa akibat pandemi covid19, ekspor produk kehutanan Indonesia ke Jepang mengalami penurunan.

Makoto Daimon dari Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang menyatakan bahwa ekspor produk kehutanan Indonesia ke Jepang masih terbuka dengan penerapan UU Perkayuan Jepang yang dikenal dengan Clean Wood Act.

Handjaja dari APKINDO menyampaikan bahwa plywood kita mendapatkan tempat khusus di pasar Jepang, mengingat plywood kita memenuhi kualitas yang dipersyaratkan (JAS Factory), selain itu juga plywood kita mempunyai nilai lebih karena memiliki sertifikat legalitas kayu (SVLK) dimana bahan bakunya berasal dari hutan yang dikelola secara lestari.

Menurut Kiyotaka Okada, Direktur Eksekutif Asosiasi Importir kayu Jepang (JLIA) ada peluang Indonesia disini mengingat ekspor kayu lapis dari Malaysia dan Filipina ke Jepang cenderung menurun karena negara-negara tadi kesulitan bahan baku. Dalam hal ini, para pengusaha kayu lapis Indonesia mengharapkan kiranya kebijakan impor mesin tidak baru untuk industri kayu lapis, yang tengah disiapkan Pemerintah, dapat segera terbit sehingga dapat membalikan ekspor produk kayu lapis Indonesia kearah yang positif.

Atase Kehutanan KBRI Tokyo Riva Rovani menyebutkan terdapat potensi besar untuk meningkatkan lagi nilai ekspor kayu lapis ke Jepang, namun diperlukan strategi lebih lanjut. Dalam jangka panjang, terdapat sejumlah produk plywood tertentu yang permintaannya semakin meningkat di Jepang, seperti kayu lapis tipis, ukuran tebal 2.4 mm, yang dikenal sebagai kayu lapis Usumono. Selain itu, terdapat potensi ekspor untuk produk non-plywood yaitu serpih kayu, parquet flooring dari kayu dan arang kayu yang sangat dibutuhkan oleh konsumen Jepang saat ini.

Produk Kayu Lapis Diversifikasi

BERPELUANG PERLUAS BERPELUANG PERLUAS Pangsa Pasar di Jepang

Page 4: ENews Indonesia Edisi IV Rev Ver 15 - rimbawan.com

Pengelolaan Hutan Alam Mendongkrak Kinerja

Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia

Berbasis InovasiPandemi COVID-19 telah berdampak pada pelemahan perekonomian nasional, termasuk

kinerja sektor kehutanan. Karena itu, perlu didorong sinergi para pemangku kepentingan untuk bahu- membahu mengatasi masa-masa sulit ini. Inovasi, produktivitas dan efisiensi menjadi kata kunci, khususnya dalam pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan alam, yang saat ini menjadi penyangga pasokan industri kayu olahan unggulan Indonesia. Demikian disampaikan Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Bambang Hendroyono pada pembukaan Diskusi Nasional "Inovasi Praktik-Praktik Peningkatan Produktivitas Dan Efisiensi Pengelolaan Hutan Alam" yang diselenggarakan secara daring pada Jumat (04/09/2020).

Diskusi nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian LHK, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Badan Kejuruan Teknik Kehutanan, Persatuan Insinyur Indonesia (BKTK-PII) menghadirkan narasumber Muhammad Jasin dari PT. Wijaya Sentosa (Sinar Wijaya Group), Untung Agus Pramono dari PT. Sarmiento Parakantja Timber (Kayu Lapis Indonesia Group), Sudarmadji dari PT. Bina Utama Murni Wood Industries dan Lasmari dari PT. Dwima Jaya Utama Lasmari, dengan pembahas dari Peneliti Ahli Utama Badan Litbang & Inovasi KLHK, Dr. Haruni Krisnawati dan Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM, Prof. Mohammad Na'iem.

Dalam konteks ini, Dirjen PHPL mengungkapkan, Kementerian LHK telah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait pengelolaan hutan produksi khususnya pada pemegang izin hutan alam, agar hutan alam dapat terus dipertahankan bahkan ditingkatkan potensinya. Pengelolaan hutan alam secara lestari, kata Bambang, menjadi pilar penting dalam aksi mitigasi penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

"Produktivitas dan efisiensi diarahkan melalui penerapan teknik silvikultur, pembalakan ramah lingkungan (Reduced Impact Logging/RIL), pengelolaan hutan mangrove lestari serta optimalisasi pemanfaatan kayu jenis komersial dengan nilai tinggi, seperti Merbau " ungkap Bambang.

Bambang menjelaskan bahwa implementasi Silin berdampak positif dalam meningkatkan tutupan hutan alam produksi dan mendorong kenaikan produksi kayu bulat, PNBP, serapan tenaga kerja, investasi sektor kehutanan, ekspor produk kayu olahan serta serta menurunnya emisi karbon.

Sementara itu, penerapan RIL terbukti mampu mengurangi kerusakan tegakan tinggal dan tanah hingga 50% dan menurunkan limbah penebangan hingga 30 %. Selain itu, kegiatan penebangan lebih efisien dan meningkatkan volume produksi hingga 10 %. Di aspek lain, pengelolaan hutan mangrove dan pemanfaatan jenis komersial dengan nilai tinggi, seperti Merbau, perlu didukung dengan penelitian yang intensif agar pemanfaatannya dapat berkelanjutan.

Ketua Umum APHI, Indroyono Soesilo menyampaikan bahwa upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi pemanfaatan hutan alam, yang didukung insentif kebijakan menjadi aspek penting untuk menggenjot ekspor kayu olahan di semester II tahun 2020, karena kayu alam adalah penopang bahan baku utama industri kayu olahan unggulan Indonesia yakni plywood, veneer dan wood working.

Indroyono menyampaikan apresiasi atas berbagai insentif kebijakan yang saat ini sedang diupayakan Kementerian LHK untuk mendorong peningkatan kinerja hulu hilir berbasis hutan alam. Beberapa diantaranya seperti keringanan pembayaran DR, PSDH, PBB, penurunan pajak ekspor veneer, perluasan penampang kayu olahan untuk diekspor, serta kemudahan importasi mesin plywood yang kondisinya tidak baru.

Dalam upaya peningkatan ekspor, asosiasi lingkup kehutanan terus bersinergi untuk memperkuat market intelligence dan digital marketing/E-commerce, serta menjalin dialog intensif dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara tujuan ekspor utama Indonesia.

"Paralel dengan upaya menggenjot ekspor, penggunaan kayu dan olahannya untuk domestik perlu didorong, diusulkan antara lain melalui procurement policy penggunaan kayu alam berbasis Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)," kata Indroyono.

Menggarisbawahi upaya-upaya tersebut, Indroyono menekankan urgensi inovasi agar kayu alam dan produk olahannya bisa bersaing. "Secara sederhana, dapat diformulasikan bahwa inovasi adalah fungsi dari invensi (penelitian dan penemuan baru) dan economic values (melalui nilai tambah, optimalisasi kandungan lokal dan aplikasi teknolog) terhadap praktik-praktik pengelolaan hutan alam dan pengolahannya," tegas Indroyono.*)

Page 5: ENews Indonesia Edisi IV Rev Ver 15 - rimbawan.com

SUSTAINABLE INDONESIA Produk Kayu

Semakin Dipercaya Pasar Inggris

“Komitmen dan standar legalitas produk kayu Indonesia memudahkan importir dan konsumen Inggris untuk melakukan sourcing kayu berkelanjutan”, ungkap Lord Goldsmith, Minister of State for Pacific and the Environment Inggris, dalam webinar “UK Market Update for FLEGT Timber Product: Indonesia's Timber as Sustainable Partner for UK Market”, 23 September 2020.

Lord Goldsmith melanjutkan, "kepemimipinan Indonesia dalam mendorong ekspor kayu legal dan berkelanjutan melalui penerapan secara nasional Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) patut dicontoh oleh negara-negara eksportir kayu lainnya".

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Dr. Alue Dohong dalam sambutannya menegaskan "Sistem SVLK menjamin legalitas kayu dan sustainability hutan guna memenangkan kepercayaan dan meyakinkan pasar internasional bahwa produk kayu Indonesia berasal dari sumber yang legal dan berkelanjutan”.

Webinar diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di London bekerja sama dengan Foreign Commonwealth and Development Office beserta Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Timber Trade Federation, dan British Retail Consortium. Dipandu oleh Dr. Ida Bagus Putera Parthama, webinar panelis yang mewakili asosiasi bisnis dan pelaku usaha kayu dari Indonesia dan Inggris, yaitu Indroyono Soesilo (Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia), David Hopkins (Managing Director, Timber Trade Federation), Leah Riley Brown (Sustainability Policy Advisor, British Retail Consortium), serta pengusaha Budi Hermawan (Marketing Director, PT Kayu Lapis Indonesia), dan Shaun Hannan (Sales Director, Pacific Rim).

Skema Voluntary Partnership Agreement on Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT-VPA) menjamin produk kayu Indonesia yang masuk ke Eropa telah terverifikasi bebas illegal logging. Sejak 2002, Indonesia dan Inggris telah bekerja sama dalam penanganan illegal logging yang di awali dengan penandatangangan MoU on Addressing Illegal Logging, kemudian ditindaklanjuti dengan kerja sama Multistakeholder Forestry Programme (MFP) yang turut merumuskan pembentukan SVLK. Seiring dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, Indonesia dan Inggris telah menandatangani kesepakatan bilateral implementasi FLEGT melalui VPA Indonesia-Inggris pada Maret 2019.

Dalam sesi diskusi, Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo menyatakan turunnya ekspor kayu Indonesia ke Inggris hingga sebesar 24% ke USD 144 juta selama periode Januari-Agustus 2020 dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Tren penurunan serupa juga terjadi hampir di seluruh wilayah Eropa, yang secara umum diakibatkan karena pandemi Covid-19. Namun, secara umum, sejak diterapkannya SVLK, ekspor kayu Indonesia mengalami peningkatan khususnya di Inggris.

Lebih lanjut, importir Inggris yang diwakili oleh Timber Trade Federation dan British Retail Consortium menyampaikan mengenai meningkatnya kepedulian konsumen terhadap produk yang legal dan berkelanjutan. Pasar Inggris secara umum suka dengan kayu bersertifikasi karena mempermudah proses impor serta memiliki story value bagi konsumen yaitu produk kayu Indonesia ramah bagi lingkungan hidup.

FLEGT juga merupakan framework yang penting bagi retailers di Inggris karena menekankan transparansi. Semakin banyak konsumen Inggris yang mengadopsi “ethical purchasing”, yakni mengharapkan legalitas dalam produk kayu, memastikan sumber produknya, serta jaminan produk yang dibeli tidak menyebabkan deforestasi. Konsumen Inggris bahkan rela membeli produk tersertifikasi sustainable dengan harga premium. Dengan perubahan perilaku ini, para importir berharap Pemerintah Inggris dapat memberikan insentif bagi penggunaan kayu berkelanjutan oleh industri kayu Inggris, seperti yang telah diterapkan di sektor lainnya terkait lingkungan hidup, yaitu kendaraan listrik.

Dari sisi supply, eksportir mengapresiasi komitmen pemerintah RI melalui implementasi SVLK dalam ekspor produk kayu Indonesia. Proses audit SVLK tidak hanya memudahkan eksportir untuk memenuhi kriteria transparansi legal dan berkelanjutan yang dipersyaratkan di bisnis kayu, namun juga di saat yang sama juga memudahkan eksportir untuk meyakinkan dan menjangkau konsumen di luar negeri.

Para panelis sepakat masih terdapat tantangan, khususnya dalam promosi ekspor kayu legal dan berkelanjutan. Menyikapi kondisi ini, para panelis sepakat pentingnya Indonesia, Inggris dan pelaku usaha di Inggris serta Uni Eropa untuk secara terus menerus melakukan penguatan komunikasi publik, promosi, dan policy framework mengenai atribut positif produk kayu bersertifikat FLEGT guna meningkatkan awareness produk kayu berkelanjutan Indonesia di pasar global. Lebih lanjut, komunikasi perlu menonjolkan aspek sustainability dari produk kayu Indonesia, tidak hanya legality.

Tidak berhenti disitu, para panelis juga mendorong kemitraan yang erat antara eksportir Indonesia dengan sisi downstream di Inggris, termasuk desainer dan UMKM, untuk lebih pahami selera konsumen. Khususnya bagi UMKM Inggris, yang sering kali “working under tight budget” seperti usaha konstruksi kecil di Inggris, para panelis mendorong pemerintah Inggris untuk memberikan insentif-insentif untuk lebih banyak gunakan produk kayu berkelanjutan.

Dalam sambutan penutup, Charge d'Affaires KBRI London Duta Besar Adam M. Tugio menegaskan kembali kriteria legalitas dan keberlanjutan pada produk kayu ekspor Indonesia menjadikan Indonesia sebagai low risk source of tropical timber. Ditegaskan pula komitmen Pemerintah Indonesia untuk mendukung upaya untuk melakukan continuous improvement terhadap SVLK serta promosi SVLK sebagai norma tidak hanya di negara yang menerapkan FLEGT sebagai standar namun juga di negara-negara dimana FLEGT belum menjadi norma baku impor kayu. (*)

Page 6: ENews Indonesia Edisi IV Rev Ver 15 - rimbawan.com

aphi_forest www.rimbawan.comAPHI_forestaphi.forestAPHI Forest [email protected]

Untuk Tingkatkan Tata Kelola Hutan Yang Lebih Baik

Pelatihan

LINGKUNGAN HIDUP

Komisariat Daerah (Komda) Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Riau bekerjasama dengan PT Mitra Enviro Holistik sebagai partner, menyelenggarakan pelatihan/training bidang Lingkungan Hidup Ke Satu bagi anggota Komda APHI Riau. Pelatihan dilakukan secara online/daring pada hari Sabtu (29/08/2020).

Ketua Komda APH Riau, Muller Tampubolon menyatakan bahwa tujuan pelaksanaan training ini adalah dalam rangka meningkatkan pemahaman dan wawasan peserta atas aspek legal dan mekanisme perizinan lingkungan hidup, aspek teknis serta aspek manajemen dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup .

“Pada akhirnya, melalui praktek pengelolaan hutan yang baik dan sesuai aturan yang ditetapkan diharapkan dapat memperoleh keuntungan baik ekonomi, lingkungan maupun sosial demi kelangsungan usaha dan/atau kegiatan operasional perusahaan” ujarnya.

Materi dalam pelatihan kali ini meliputi; 1) Peraturan kebijakan di bidang lingkungan hidup terkait Amdal/UKL-UPL; 2) Penapisan Amdal & UKL-UPL; 3) Tatalaksana penyusunan dan penilaian Amdal dan UKL-UPL; 4) Mekanisme perubahan izin lingkungan; 5) Pelaporan izin lingkungan/RKL-RPL Amdal; 6) Sistem informasi pelaporan elektronik lingkungan hidup (Simpel); 7) Penegakan hukum lingkungan; 8) Diskusi dan solusi bidang kajian dampak lingkungan (Amdal & UKL-RPL).

Muller menyatakan, pada intinya kegiatan ini merupakan bentuk penyegaran kepada para pemegang izin merespon dinamika peraturan perundangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan dapat mematuhi/compliance terhadap ketentuan-ketentuan tersebut.

Direktur Eksekutif APHI, Purwadi Soeprihanto dalam sambutannya mewakili Dewan Pengurus APHI menyampaikan penghargaan dan selamat atas penyelenggaraan training Bidang Lingkungan Hidup yang mencakup aspek Legal dan Mekanisme Perizinan Lingkungan Hidup, Aspek Teknis serta Aspek Manajemen, yang direncanakan akan dilaksanakan dalam beberapa batch/atau paket.

“Kami sangat mengapresiasi dan penghargaan kepada Pak Muller dan jajaran Pengurus Komda APHI Riau yang tetap semangat untuk meningkatkan kapasitas anggota di tengah pandemi Covid-19 ini” kata Purwadi.

Purwadi mengingatkan dalam masa pandemi Covid-19 ini untuk tetap mengikuti tatanan hidup normal yang baru, yang mencakup kedispilinan diri untuk menjaga kesehatan (pemakaian masker, cuci tangan, hidup sehat) serta perubahan tata cara dan budaya berinteraksi.

“Karena itu, inisitiaf dari Komda Riau pada pagi ini adalah cerminan dan menginspirasi bagaimana kita semua beradaptasi untuk tetap menyelenggarakan aktivitas dalam kerangka tatatan hidup normal baru” ujar Purwadi.

Purwadi menyatakan, rangkaian training di bidang Lingkungan Hidup yang diselenggarakan Komda APHI Riau secara berseri ini sangat penting dan memiliki urgensi yang mendasar ditinjau dari berbagai perspektif.

“Peraturan di bidang Lingkungan Hidup sangat dinamis dan menuntut pemahaman yang komprehensif dan update terhadap perkembangan regulasi, sehingga memerlukan penyegaran dan peningkatan kapasitas secara terus menerus” kata Purwadi.

Selanjutnya, komitmen pemegang izin untuk memenuhi kewajiban pasca dokumen ANDAL, RKL, dan RPL disetujui perlu terus menerus diingatkan, karena pengelolaan dan pemantauan lingkungan menjadi basis utama dari kegiatan operasional, sebagai pilar penting dalam pengelolaan hutan lestari. “Training ini diharapkan sekaligus menjadi wahana edukasi dan pendekatan preventif, sehingga penegakan hukum yang sifatnya perdata maupun pidana dapat dihindari” imbuhnya.

Disadari sepenuhnya bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan pemenuhan kewajban pengelolaan lingkungan akan semakin ketat ke depan. Dinamika persoalan lingkungan dan preferensi masyarakat terhadap pengelolaan hutan lestari semakin menguat. Juga terhadap tuntutan atas produk-produk yang ramah lingkungan.

Oleh karena itu, APHI senantiasa mendorong para anggotanya untuk mengembangan tata kelola dan praktik-praktik pengelolaan hutan yang baik, tidak saja semata-mata karena tuntutan menggugurkan kewajiban (atau mandatory), tetapi juga diupayakan beyond compliance. (*)

Team

Ketua : Wakil : Redaktur Pelaksana : Trisia MegawatiAnggota Redaksi : Herry Prayitno & Vivid VDesign & Layout : Fajar Mart Setyawan

SugijantoPurwadi Soeprihanto

©Humas APHI 2020

Editorial