epidemiologi pjk
DESCRIPTION
penyakit pjkTRANSCRIPT
Epidemiologi PJK
Senin, 27 oktober 2008 by HIMAPID
Penyakit kardiovaskuler (PKV) terutama
penyakit jantung koroner merupakan penyakit
revalen dan menjadi pembunuh utama di
negara-negara industri. Penyakit jantung
koroner merupakan permasalahan kesehatan
yang dihadapi sebagian besar negara di
dunia. Oleh karena itu, diagnosis dan terapi
penyakit yang menjadi pembunuh nomor satu
di banyak negara tersebut terus berkembang. Selama bertahun-tahun epidemiologi
kesehatan umumnya berkecimpung dalam menangani masalah penyakit menular.
Hal ini tidak dapat disangkal dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri, yang
berkaitan dengan penanggulangan penyakit menular. Namun, perkembangan
kesehatan melaju begitu cepat seiring dengan perkembangan dunia industri dan
teknologi di era modernisasi dan globalisasi.
Berbagai transisi yang ada, baik transisi demografik, sosio-ekonomi maupun
epidemiologi telah menimbulkan pergeseran-pergeseran, termasuk dalam bidang
kesehatan. Angka kematian menurun dan usia harapan hidup secara umum makin
panjang, pola penyakit dan penyebab kematian telah berubah. Penyakit-penyakit
yang mematikan bukan lagi penyakit menular, namun telah bergeser kearah
Penyakit-penyakit tak menular, misalnya stroke, penyakit jantung koroner dan
lainnya. Beberapa publikasi menyebutkan Penyakit-penyakit infeksi (akut) telah
makin sedikit prevalensinya, sedangkan penyakit kronik justru meningkat.
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan sosok penyakit yang sangat
menakutkan dan masih menjadi masalah, baik di negara maju maupun berkembang
Di belahan negara dunia, penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor
satu pada orang Amerika dewasa. Setiap tahunnya, di Amerika Serikat 478000
orang meninggal karena penyakit jantung koroner, 1,5 juta orang mengalami
serangan jantung, 407000 orang mengalami operasi peralihan, 300000 orang
menjalani angioplasti. Di Eropa diperhitungkan 20.000-40.-000 orang dari 1 juta
penduduk menderita PJK. Penyakit jantung, stroke, dan aterosklerosis merupakan
penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus
bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang
sehat, yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia
(World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab
utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78%
kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin
dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terpuruk maka
upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan penyakit
kardiovaskuler pada 2010. Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020,
angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-
laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah
yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit
kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena
itu, penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomer satu
di dunia.
Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan
beragam. Tentu saja mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta
penyakit psikososial yang menjadikan Indonesia saat ini yang menghadapi " threeple
burden diseases". Namun tetap saja penyebab angka kematian terbesar adalah
akibat penyakit jantung koroner – "the silence killer". Tingginya angka kematian di
Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir
angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka
kematian akibat PJK adalah 16 %. kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak
menjadi 26,4 %. Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per
100.000 penduduk di negara kita.
Di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan laporan dari Rumah Sakit, kasus
tertinggi Penyakit Jantung Koroner adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 4.784
kasus (26,00%) dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus Penyakit Jantung
Koroner di kabupaten/kota lain di Jawa Tengah. Apabila dilihat berdasarkan jumlah
kasus keseluruhan PTM lain di Kabupaten Klaten adalah 3,82%. Sedangkan kasus
tertinggi kedua adalah Kabupaten Banyumas yaitu sebesar 2.004 kasus (10,89%)
dan apabila dibanding dengan jumlah keseluruhan PTM lain di Kabupaten
Banyumas adalah sebesar 9,87%. Kasus ini paling sedikit dijumpai di Kabupaten
Tegal yaitu 2 kasus (0,01%). Sedangkan kabupaten Semarang dan Kabupaten
Cilacap belum melaporkan. Rata-rata kasus Jantung Koroner di Jawa Tengah
adalah 525,62 kasus.
Beberapa hasil penelitian telah dilakukan terkait dengan penyakit jantung
koroner dan factor-faktor yang berpengaruh. Salah satunya yaitu, penelitian tentang
Pengembangan Model Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner (PJK)
pada Kelompok Pengambil Keputusan (Lanjutan ). Para pejabat pengambil
keputusan di Indonesia adalah kelompok masyarakat penting karena kelompok
inilah otak dari baik tidaknya situasi dan kondisi pembangunan. Namun, kelompok ini
sering terpapar pada faktor risiko penyakit jantung koroner. Untuk mendapatkan
suatu model dalam menurunkan faktor risiko tersebut di atas telah dilakukan suatu
survei sehingga diperoleh data dasar mengenai keadaan (a). fisik(elektrokardiografik
= EKG dan tekanan darah); (b). antropometrik (tinggi dan berat badan); (c).
pemeriksaan darah terhadap kadar kolesterol, gula darah, asam urat; dan (d).
paparan asap rokok. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa faktor risiko
terhadap terjadinya penyakit jantung koroner yang paling mencolok ditunjukan oleh
kadar kolesterol tinggi (70,4%) disusul oleh kegemukan (28,6%); kadar asam urat
tinggi (27,7%) dan EKG tidak normal (21,4%). Data tentang kadar kolesterol darah
tinggi, kegemukan, kadar asam urat darah tinggi dan EKG tidak normal digunakan
sebagai data dasar untuk membuat model menurunkan faktor risiko terhadap
terjadinya. (Ganda Siburian, 2001).