epilepsi

35
DISKUSI TOPIK EPILEPSI Pembimbing: Dr. Hastari Soekardi, Sp.S Disusun oleh: Dhea Rachmawati (1110103000036) KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

Upload: sarah-martinauli-harahap

Post on 10-Apr-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

epilepsi dt

TRANSCRIPT

Page 1: epilepsi

DISKUSI TOPIK

EPILEPSI

Pembimbing:

Dr. Hastari Soekardi, Sp.S

Disusun oleh:

Dhea Rachmawati (1110103000036)

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: epilepsi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-nya kami dapat

menyelesaikan makalah diskusi topik ini yang berjudul “Epilepsi”.

Makalah diskusi topik ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam

kepaniteraan klinik di stase Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang

telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada :

1. Dr. Hastari Soekardi, Sp.S selaku pembimbing diskusi topik ini.

2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati Jakarta.

3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Jakarta.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah diskusi topik ini masih banyak terdapat

kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan

makalah diskusi topik ini sangat kami harapkan.

Demikian, semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan

bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita, terutama dalam bidang neurologi.

Jakarta, 10 Juni 2014

Penyusun

Page 3: epilepsi

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 48 tahun

Agama : Islam

Alamat : Kampung Citeurep RT 02 RW 02 Gunung Sari

Suku : Jawa

Status Pernikahan : Sudah menikah

Pasien kontrol ke poli saraf RSUP Fatmawati pada tanggal 9 Juni 2014 pukul 10.30

WIB

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 9 Juni 2014.

a. Keluhan Utama

Riwayat epilepsi sejak 40 tahun lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli saraf sendiri untuk kontrol mengenai penyakit epilepsi

yang dideritanya sejak 40 tahun lalu. Pasien mengalami bangkitan epilepsi dalam

keadaan berbaring dan tidak sadarkan diri. Sebelum terjadi bangkitan pasien tidak

merasa adanya keluhan yang khas seperti gerakan atau sensasi awal. Pasien dikatakan

lemas tanpa gerakan selama muncul epilepsinya. Setelah bangkitan berakhir, pasien

kembali terjaga tanpa keluhan seperti sakit kepala atau gaduh gelisah namun merasa

agak lemas. Kejadian bangkitan dirasakan timbul hampir setiap bulan dan berlangsung

selama kurang lebih 15-20 menit yang hanya sekali bangkitan setiap kalinya.

Bangkitan dirasakan sering terjadi di lingkungan sekolah terutama saat ujian atau

dimanapun saat kondisi tubuh letih.

Page 4: epilepsi

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku pernah terjatuh dengan posisi kepala terbentur beberapa bulan

sebelum keluhan epilepsi ini dirasakan. Riwayat infeksi pada sistem saraf pusat,

kejang demam, tumor atau kanker otak, gangguan perkembangan saat masih kecil,

kejang saat hamil, gangguan saat dalam kandungan, ataupun gangguan saat proses

kelahiran disangkal. Riwayat memiliki penyakit sistem saraf sebelumnya ataupun

gangguan psikis disangkal. Pasien sudah minum obat anti epilepsi sejak 50 tahun lalu

secara teratur. Sudah 3 tahun terakhir ini keluhan bangkitan epilepsi menghilang.

Riwayat penyakit asma, penyakit gula, alergi, penyakit hati, dan jantung disangkal.

Saat ini pasien memiliki penyakit darah tinggi sudah 10 tahun dan minum obat serta

kontrol secara teratur.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit epilepsi, penyakit sistem saraf, stroke, atau gangguan psikis

di keluarga disangkal. Riwayat asma, penyakit gula, alergi, penyakit hati, dan jantung

disangkal. Ayah kandung pasien memiliki penyakit darah tinggi.

e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Pasien makan 3 kali sehari dengan makanan bervariasi. Saat ini pasien

merupakan ibu rumah tangga. Pasien tidak merokok. Konsumsi alkohol dan

penggunaan jarum suntik disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik di ruangan poli tanggal 9 Juni 2014.

I. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Nadi : 88x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup

Napas : 20x/menit, reguler

Suhu : 36,8 oC

Berat badan : 80 kg

Tinggi badan : 165 cm

Page 5: epilepsi

BMI : 29 kg/m2

Mata

- Inspeksi : alis mata cukup, warna hitam, enoftalmus (-)/(-),

eksoftalmus (-)/(-), nistagmus (-)/(-), ptosis (-)/(-), lagoftalmus

(-)/(-), edema palpebra (-)/(-), bulu mata lentik, Konjungtiva

Anemis (-)/(-), Sklera Ikterik (-)/(-), sekret (-)/(-), tampak

berair, pterigium (-)/(-), ulkus kornea (-)/(-), pupil isokor dengan

diameter 3 ml, RCL (+)/(+), RCTL (+)/(+), kekeruhan lensa (-),

- Palpasi : tekanan bola mata secara manual normal

Telinga, Hidung,Tenggorokan

Hidung :

- Inspeksi : Deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret (-)/(-), deviasi

septum (-)/(-), konka nasal hiperemis (-)/(-), edema (-)/(-), NCH (-)/(-),

terpasang kanul oksigen

- Palpasi : nyeri tekan pada sinus maksilaris (-)/(-), etmoidalis(-)/(-),

frontalis(-)/(-)

Telinga :

- Inspeksi :

- Preaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-),

skar (-)/(-),

- Aurikuler : normotia, hiperemis (-)/(-), cauli flower (-)/(-),

pseudokista (-)/(-),

- Postaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-),

skar (-)/(-),

- Liang telinga : lapang, serumen (-)/(-), Ottorhea (-)/(-),

membran timpani intak

Tenggorokan dan Rongga mulut :

- Inspeksi :

- Bucal : warna normal, ulkus (-),

- Lidah : pergerakan simetris, massa (-), ulkus (-), plak (-)

- Palatum : mole dan uvula simetris pada keadaan diam dan

bergerak, arkus faring simetris, penonjolan (-)

Page 6: epilepsi

- Tonsil : T1/T1, kripta (-)/(-), detritus(-)/(-), membran (-)/(-)

- Dinding anterio faring licin, hiperemis (-),

- Dinding posterior faring licin, hiperemis (-), Post nasal drip (-)

- Pursed lips breathing (-), karies gigi (+), Kandidisasis oral (-)

Leher

- Inspeksi : bentuk simetris, warna normal, penonjolan vena jugularis

(-), tumor (-), retraksi suprasternal (-), tidak tampak perbesaran

KGB

- Palpasi : pulsasi arteri carotis normal, perbesaran thyroid (-), posisi

trakea ditengah, KGB tidak teraba membesar

- Auskultasi : bruit (-),

- Tekanan vena jugularis tidak meningkat, 5+2

Thoraks Depan

- Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), Retraksi sela iga

(-/-), bentuk dada normal, barrel chest (-), pectus carinatum (-)/(-),

pectus ekskavatum (-)/(-), pelebaran sela iga (-)/(-), tumor (-)/(-),

skar (-), emfisema subkutis (-)/(-), spider naevi (-)/(-), pergerakan

kedua paru simetris statis dan dinamis, pola pernapasan normal

- Palpasi : massa (-)/(-), emfisema subkutis (-)/(-), ekspansi dada

simetris, vocal fremitus sama di kedua lapang paru, pelebaran sela

iga (-)/(-)

- Perkusi :

- Sonor di kedua lapang paru

- Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga 6,

peranjakan hati sebesar 2 jari

- Batas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga

8

- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)

Thoraks Belakang

- Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), Retraksi sela iga

(-/-), pelebaran sela iga (-)/(-), tumor (-)/(-), emfisema subkutis

(-)/(-), Pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, pola

Page 7: epilepsi

pernapas normal, scar (-), luka operasi (-), massa (-), gibus (-),

kelainan tulang belakang (-)

- Palpasi : massa (-)/(-), emfisema subkutis(-)/(-), ekspansi dada

simetris, vocal fremitus sama di kedua lapang paru

- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)

Jantung

- Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terihat

- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba 2 jari medial dari linea

midklavikula sinistra ICS V, thrill (-), heaving (-), lifting (-),

tapping (-)

- Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas

jantung kiri ICS V 2 jari medial linea midklavikulasinistra,

Pinggang jantung ICS II linea parasternalis sinistra

- Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : simetris, datar, striae (-), skar (-), penonjolan (-), bekas

operasi (-), kaput medusa (-)

- Auskultasi : BU (+) normal, metalic sound (-), borborigmi (-), bruit

(-)

- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+), massa (-)

- Hepar dan lien tidak teraba

- Ginjal : Ballotemen (-)/(-),

- Perkusi : timpani, shifting dullnes (-), undulasi (-), fenomena papan

catur (-), nyeri ketok CVA (-)/(-),

Ekstremitas

Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik, edema (-)/(-), jari

tabuh (-), koilonikia (-), hiperemis (-), deformitas (-)

Status neurologis

Page 8: epilepsi

II. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan EEG

Interpretasi hasil EEG : EEG dalam batas normal

V. Resume

Pasien datang untuk kontrol penyakit epilepsi yang dideritanya sudah 40 tahun.

Pasien mengalami bangkitan epilepsi dalam keadaan berbaring tidak sadar. Tidak ada

aura sebelum bangkitan. Pasien hanya terlihat lemas selama bangkitan. Pasca

bangkitan pasien merasa agak lemas. Frekuensi hampir tiap bulan dengan durasi 15-20

menit hanya sekali setiap bangkitan. Bangkitan timbul saat stress atau letih. Riwayat

trauma kepala beberapa bulan sebelum keluhan epilepsi. Pasien minum obat anti

epilepsi teratur. Sudah 3 tahun terakhir ini keluhan bangkitan epilepsi menghilang.

Saat ini pasien hipertensi sudah 10 tahun dan minum obat serta kontrol secara teratur.

Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, HR 88x/menit, RR

20x/menit, suhu 36,80 C. Status generalis dalam batas normal. Status neurologis:

GCS: E4M6V5

Mata: PBI, diameter 3 mm/3mm, RCL (+/+, RCTL (+/+)

TRM: (-)

Nervus kranialis: parese (-)

Motorik: Baik

Sensorik: Baik

Otonom: Baik

Pemeriksaan EEG dalam batas normal.

VI. DIAGNOSIS

- Diagnosis klinis : Bangkitan umum epilepsi atonik

Hipertensi grade I

Page 9: epilepsi

- Diagnosis etiologi : Idiopatik

- Diagnosis topis : Korteks cerebri

VII. Rencana Tata Laksana

Asam valproat 3 x 500 mg

Asam folat 2 x 1 mg

Amlodipin 1 x 5 mg

VII. Prognosis

Ad vitam : Bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Page 10: epilepsi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsy berulang

berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi. Bangkitan epilepsi adalah (epileptic

seizure) adalah manifestasi klinik yang disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang abnormal

dan berlebihan dari sekelompok neuron. Manifestasi ini datang tiba-tiba dan sementara dalam

bentuk perubahan perilaku stereotipik yang dapat menimbulkan gangguan kesadaran,

gangguan motorik, gangguan psikis, gangguan sensorik, dan gangguan otonom.

Klasifikasi

Klasifikasi epilepsi berdasarkan oleh ILAE (International League Against Epilepsy)

terdiri dari 2 klasifikasi:

a. Klasifikasi ILAE 1981

a. Bangkitan parsial/fokal

i. Bangkitan parsial sederhana

1. Dengan gejala motorik

2. Dengan gejala somatosensorik

3. Dengan gejala otonom

4. Dengan gejala psikis

ii. Bangkitan parsial kompleks

1. Diikuti dengan penurunan kesadaran

2. Disertai gangguan kesadaran sejak awal kebangkitan

iii. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

b. Bangkitan umum

i. Lena (absence)

1. Tipikal lena

2. Atipikal lena

ii. Mioklonik

iii. Klonik

iv. Tonik

v. Tonik-klonik

vi. Atonik/astatik

Page 11: epilepsi

c. Bangkitan tak tergolongkan

b. Klasifikasi ILAE 1989

a. Fokal/partial (localized related)

i. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)

1. Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah

sentrotemporal (childhood epilepsy with centrotemporal spikes)

2. Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah

oksipital

3. Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)

ii. Simtomatik

1. Epilepsi parsial kontinus yang kronik progresif pada anak

(Kojenikow’s Syndrome)

2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu

rangsangan (kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi,

refleks epilepsi, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)

3. Epilepsi lobus temporal

4. Epilepsi lobus frontal

5. Epilepsi lobus parietal

6. Epilepsi lobus oksipital

iii. Kriptogenik

b. Epilepsi umum

i. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)

1. Kejang neonatus familial benigna

2. Kejang neonatus benigna

3. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi

4. Epilepsi lena pada anak

5. Epilepsi lena pada remaja

6. Epilepsi mioklonik pada remaja

7. Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga

8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di

atas

9. Epilepsi tonik klonik yang diprepitasi dengan aktivasi yang

spesifik

ii. Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai dengan peningkatan usia)

Page 12: epilepsi

1. Sindrom West (spasme infantile dan spasme salam)

2. Sindrom lennox-Gaustat

3. Epilepsi mioklonik astatic

4. Epilepsi mioklonim lena

iii. Simtomatik

1. Etiologi non spesifik

a. Ensefalopati mioklonik dini

b. Ensefalopati pada infantil dini denagn burst supresi

c. Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk

di atas

2. Sindrom spesifik

3. Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain

c. Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat ditentukan fokal atau umum

i. Bangkitan umum dan fokal

1. Bangkitan neonatal

2. Epilepsi mioklonik berat pada bayi

3. Epilepsi dengan gelombang paku kontinu selama tidur dalam

4. Epilepsi afasia yang didapat (sindrom Landau-Kleffner)

5. Epilepsi yang tidak termasuk klasifikasi di atas

ii. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

d. Sindrom khusus

i. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu

1. Kejang demam

2. Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali

(isolated)

3. Bangkitan yang janya terjadi bila terdapat kejadian metabolic

akut, toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemia non

ketotik

4. Bangkitan berkaitan dengan pemcetus spesifik (epilepsi

reflektorik)

Etiologi

Penyebab dari epilepsi dikategorikan menjadi 3:

1. Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologik dan diperkirakan

mempunyai predisoposisi genetik serta berhubungan dengan usia pada umumnya

Page 13: epilepsi

2. Kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui

3. Simtomatik: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi struktural pada otak

seperti cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan

perdarahan darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, dan kelainan

neurodegeneratif.

Patogenesis

Diagnosis

Cara mendiagnosis epilepsi adalah memastikan terlebih dahulu apakah kejadian

tersebut merupakan bangkitan epilepsi, lalu menentukan tipe bangkitan berdasarkan

klasifikasi ILAE 1981 dan etiologi, sindrom, atau penyakit epilepsi apa yang diderita pasien

berdasarkan klasifikasi ILAE 1989. Diagnosis epilepsi sendiri ditegakkan atas dasar adanya

bangkitan epilepsi berualng (minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya

gambaran epileptiform pada EEG.

Anamnesis

a. Gejala sebelum, selama, dan pascabangkitan

Keadaan pasien saat bangkitan: duduk/berdiri/berbaring/tidur/berkemih

Gejala awitan (aura, gerakan/sensasi awal/speech arrest

Apa yang tampak selama bangkitan (pola/bentuk bangkitan): gerakan

tonik/klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat,

berkeringat, deviasi mata

Keadaan setelah kejadian: bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah,

Todd’s paresis

Factor pencetus: alkohol, kurang tidur, stress, hormonal

Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan atau terdapat perubahan pola

bangkitan

b. Ada/tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang maupun riwayat penyakit

neurologic, dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik yang mungkin

menjadi penyebab

c. Usia awitan, durasi, frekuensi bnagkitan, interval terpanjang antar bangkitan

d. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap terapi (dosis, kadar OAE,

kombinasi terapi)

e. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

f. Riwayat keluarga dengan penyakit neurologic lain, penyakit psikiatrik, atau sistemik

Page 14: epilepsi

g. Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran, dan perkembangan bayi atau anak

h. Riwayat bangkitan neonatal atau kejang demam

i. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP, dll.

Pemeriksaan fisik

A. Pemeriksaan umum

Pemeriksaan umum tanda-tanda vital dan tanda-tanda yang berhubungan

dengan epilepsi. Tanda-tanda yang berhubungan dengan epilepsi adalah trauma

kepala, infeksi telinga atau sisus, gangguan kongenital, kecanduan alkohol atau obat

trelarang, kelainan pada kulit (neurofakomatosis), kanker, dan defisit neurologik fokal

atau difus.

B. Pemeriksaan neurologis

Hasil pemeriksaan neurologis bergantung pada interval antara saat dilakukannya

pemeriksaan dengan bangkitan terakhir

a. Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka akan

tampak tanda pascaiktal terutama tanda fokal seperti Todd’s paresis, transient

aphasic symptoms, yang tidak jarang dapat menjai petunjuk lokalisasi

b. Jika dilakukan beberapa waktu setelah bangkitan terakhir berlalu, sasaran

utama adalah untuk menentukan apakah ada tanda-tanda disfungsi sistem saraf

permanen (epilepsi simtomatik) dan walaupun jarang apakah ada tanda-tanda

peningkatan intrakranial

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan disesuaikan dengan keadaan apakah

memungkinkan atau tidak.pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa electro-

encephalography (EEG) dan pencitraan otak (brain imaging).

Rekaman EEG akan membantu menunjang diagnosis, menentukan jenis bangkitan

maupun sindorm epilepsi, menentukan prognosis serta perlu tidaknya pengobatan dengan

AED. Pemeriksaan CT scan dan MRI membantu mendeteksi lesi epileptogenik di otak secara

non-invasif seperti meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak, dan ensefalitis herpes.

Pada pemeriksaan dengan MRI beresolusi tinggi dapat diperoleh hasil medial temporal

sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi kavernosus, DNET (dysembryoplastic

neuroepithelial tumor) yang dapat menambah pilihan terapi pada epilepsy yang refrakter

terhadap OAE. Functional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET),

Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT), dan Magnetic Resonance

Page 15: epilepsi

Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam menyediakan informasi tambahan mengenai dampak

perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak berkaitan dengan bangkitan.

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah pemeriksaan hematologik dan

pemeriksaan kadar OAE. Pemeriksaan hematoogik yang dibutuhkan antara lain hemoglobin,

leukosit, hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium,

magnesium), kadar, gula, fungsi hati, ureum, dan kreatinin. Pemeriksaan hematologic ini

dilakukan pada awal pengobatan, beberapa bulan kemudian, diulang bila timbul gejala klinik,

dan rutin setahun sekali.

Pemeriksaan kadar OAE dilakukan untuk melihat target level setelah tercapai steady

state, pada saat bangkitan terkontrol baik, tanpa gejala toksik. Pemeriksaan ini diulang setiap

tahun untuk memonitor kepatuhan pasien. Pemeriksaan ini dilakukan pula bila bangkitan

muncul, bila terdapat gejala toksisitas, bila sedang kombinasi dengan obat lain, atau bila

terdapat perubahan fisiologi tubuh seperti kehamilan, luka bakar, dan gangguan fungsi ginjal.

Terapi

Terapi epilepsi bertujuan untuk mengupayakan tercapainya kualitas hidup optimal

sesuai perjalanan penyakit dan disabilitas fisik maupun mental pasien. Pasien diharapkan

bebas bangkitan tanpa efek samping sehingga diupayakan untuk menghentikan bangkitan,

mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping atau dengan efek samping minimal, serta

menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Prinsip terapi farmakologi

Obat Anti Epilepsi (AOE) diberikan bila:

Diagnosis epilepsi sudah dipastikan

Dipastikan menghindari faktor pencetus

Terdapat minimum 2 bangkitan dalam setahun

Penyandang dan/atau keluarga sudah mengetahui tujuan dan efek samping pengobatan

Terapi awal yang diberikan adalah monoterapi yang menggunakan OAE pilihan sesuai jenis

bengkitan dan jenis sindrom epilepsi. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan

dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping. Jika pada dosis

efektif bangkitan tidak terkontrol, maka pemeriksaan kadar obat dalam plasma perlu

ditentukan. Bila dengan dosis maksimum OAE bangkitan tidak terkontrol, perlu ditambahkan

OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan

Page 16: epilepsi

bertahap (tapering off) perlahan-lahan. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan jika

bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pada penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi

bila kemungkinan kekambuhan tinggi bila:

Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG

Ditemukan lesi yang berkorelasi dengan bangkitan pada CT scan atau MRI

Ditemukan kelainan yang mengarah pada kerusakan otak pada pemeriksaan

neurologik

Terdapat riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orangtua)

Riwayat bangkitan simtomatik

Terdapat sindrom epilepsi berisiko tinggi seperti JME (Juvenile Myoclonic Epilepsy)

Riwayat trauma kepala terutama disertai penurunan kesadaran, stroke, dan infeksi SSP

Bangkitan pertama berupa status epileptikus

Strategi untuk mencegah efek samping:

Pengobatan diberikan dengan meperhitungkan keuntungan dan kerugiannya

Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang

Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil

Pemilihan OAE berdasarkan bentuk bangkitan

OAE Bangkitan

fokal

Bangkitan

Umum

Sekunder

Bangkitan

Tonik

Klonik

Bangkitan

Lena

Bangkitan

Mioklonik

Phenytoin + + + - -

Carbamazepin

e

+ + + - -

Vaproic Acid + + + + +

Phenobarbital + + + 0 ?+

Gabapentin + + ?+ 0 ?-

Lamotrigine + + + + +-

Topiramate + + + ? ?+

Zonisamide + + ?+ ?+ ?+

Leveti acetam + + ?+ ?+ ?+

Oxcarbazepine + + + - -

Page 17: epilepsi

Dosis OAE untuk dewasa

OAE Dosis

awal

(mg/hari)

Dosis

rumatan

(mg/hari)

Jumlah

dosis per

hari

Titrasi

OAE

Waktu

paruh

plasma

(jam)

Waktu

tercapainya

steady

state

(hari)

Carbamazepin

e

400-600 400-1600 2-3x

(untuk

yang CR

2x)

Mulai

100/200

mg/hari

↑ sampai

target

dalam 1-

4

minggu

15-25 2-7

Phenytoin 200-300 200-400 1-2x Mulai

100

mg/hari

↑ sampai

target

dalam 3-

7 hari

10-80 3-15

Valproic acid 500-1000 500-2000 2-3x Mulai

500

mg/hari

↑ bila

perlu

setelah 7

hari

12-18 2-4

OAE Dosis awal

(mg/hari)

Dosis

rumatan

(mg/hari)

Jumlah

dosis per

hari

Titrasi

OAE

Waktu

paruh

plasma

Waktu

tercapainya

steady

Page 18: epilepsi

(jam) state

(hari)

Phenobarbital 50-100 50-200 1x Mulai 30-

50 mg

malam

hari ↑ bila

perlu

setelah

10-15 hari

50-170 8-30

Clonazepam 1 4 1 atau 2 - 20-60 2-10

Clobazam 10 10-30 1-2x Mulai 10

mg/hari

bila perlu

↑ sampai

20

mg/hari

setelah 1-

2 minggu

10-30 2-6

Oxcarbazepine 600-900 600-3000 2-3x Mulai 300

mg/hari ↑

sampai

target

dalam 1-3

minggu

8-15 2-4

Levetiracetam 1000-2000 1000-3000 2x Mulai

500-1000

mg/hari

bila perlu

setelah 2

minggu

6-8 2

Topiramate 100 100-400 2x Mulai 25

mg/hari ↑

25-50

mg/hari

tiap 2

20-30 2-5

Page 19: epilepsi

minggu

Gabapentine 900-1800 900-3600 2-3x Mulai

300-900

mg/hari ↑

sampai

target

dalam 5-

10 hari

5-7 2

Lamotrigine 50-100 50-200 1-2x Mulai 25

mg/hari

selama 2

minggu ↑

sampai 50

mg/hari

selama 2

minggu ↑

50 mg/2

minggu

15-35 2-6

Zonisamid 100-200 100-400 1-2x Mulai

200-400

mg/hari ↑

sampai 1-

2 minggu

60 7-10

Pregabalin 50-75 50-600 2-3x - 6,3 1-2

Mekanisme kerja dan efek samping obat anti epilepsi

Carbamazepin

o Blok Na-channel konduktan pada neuron, bekerja juga pada reseptor NMDA,

monoamine, dan asetilkolin

o Anemia aplastik, hepatotoksik, SJS, lupuslike syndrome

Phenytoin

o Blok Na-channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida dan

nneurotransmitter yang voltage dependent

Page 20: epilepsi

o Anemia aplastik, gangguan fungsi hati, SJS, lupuslike syndrome,

pseudolyphome

Phenobarbital

o Meningkatkan aktivitas reseptor GABA, menurunkan eksibilitas glutamate,

menurunkan konduktan natrium, kalium, dan kalsium

o Hepatotoksik, gangguan jaringan ikat dan sumsum tulang, SJS

Valproic acid

o Diduga aktivitas GABA glutaminergik menurunkan ambang konduktan

kalsium dan kalium

o Hepatotoksik, niperamonemia, leukopenia, trombositopenia, pankreatitis

Levetiracetam

o Belum diketahui mekanisme kerjanya

o Mual, nyeri kepala, dizziness (yang mengancam jiwa belum diketahui)

Gabapentin

o Modulasi Ca-channel tipe N, aktivitas GABAergik

o Teratogenik

Lamotrigine

o Blok konduktan natrium yang voltage dependent

o SJS, gangguan hepar akut, kegagalan multi organ, teratogenik

Oxcarbazepine

o Blok N-channel, menignkatkan konduktan kalium, modulasi aktivitas Ca-

channel

o Ruam, teratogenik

Topiramate

o Blok N-channel, meningkatkan influx GABA-mediated chloride, modulasi

efek reseptor GABA, bekerja pada reseptor AMPA

o Batu ginjal, hipohidrosis, gangguan fungsi hati, teratogenik

Zonisamide

o Blok Na, K, Ca channel, inhibisi glutamat

o Batu ginjal, hipohidrosis, anemia aplastik, skin rash

Pregabalin

o Belum diketahui mekanisme kerjanya

o Peningkatan berat badan

Page 21: epilepsi

Penghentian OAE

Setelah beberapa lama bangkitan terkontrol, OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan

pada 60% pasien. Pada dewasa, penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan

setelah 3-5 tahun bebas bangkitan. Syarat umum penghentian OAE:

Penghentian OAE didiskusikan dengan penyandang epilepsi atau keluarganya setelah

minimal 2 tahun bebas bangkitan

Gambaran EEG normal

Harus dilakukan bertahap, pada umumnya 25% dosis semula setiap bulan dalam

jangka waktu 3-6 bulan

Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari OAE yang bukan

utama

Terapi pada epilepsi refrakter

Epilepsi refrakter adalah epilepsi dengan bangkitan berulang meskipun telah dicapai

kadar terapi OAE dalam satu tahun terakhir setelah awitan. Bangkitan tersebut benar-benar

akibat kegagalan OAE mengontrol fokus epileptikus, bukan karena dosis yang tidak tepat,

ketidaktaatan minum OAE, atau kesalahan pemberian formulasi pengobatan. Penanganan

epilepsi refrakter mencakup:

Terapi bedah

Stimulasi nervus vagus

Modifikasi tingkah laku

Relaksasi

Mengurangi dosis OAE

Kombinasi OAE

Terapi bedah

Kriteria terapi bedah:

Sindrom epilepsi fokal dan simtomatik yang refrakter terhadap OAE

IQ > 70

Tidak ada kontraindikasi pembedahan

Usia < 45 tahun

Tidak ada kelainan psikiatrik yang jelas

Page 22: epilepsi

Indikasi terapi bedah

Epilepsi refrakter

Menganggu kualitas hidup

Manfaat operasi lebih besar dari risiko operasi

Status epileptikus

Status epileptikus adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit, atau adanya

dua bangkitan atau lebih dimana di antara bangkitan tersebut tidak terdapat pemulihan

kesadaran. SE merupakan kegawatdaruratan yang memerlukan menanganan terapi segera

untuk menghentikan bangkitan (dalam waktu 30 menit). Se dikatakan pasti jika pemberian

benzodiazepine awal tidak efektif dalam menghentikan bangkitan.

Klasifikasi SE:

SE konvulsif (bangkitan umum tonik-klonik)

SE non-konvulsif (bangkitan bukan tonik-klonik)

Pemberian benzodiazepine rektal merupakan terapi utama selama perjalanan menuju rumah

sakit.

Penanganan SE konvulsivus

Stadium I (0-10 menit)

o Memperbaiki fungsi kardio-respirasi

o Memperbaiki jalan napas, pemberian oksigen, resusitasi jika perlu

Stadium II (1-60 menit)

o Pemeriksaan status neurologic

o Pengukuran tekanan darah, nadi, dan suhu

o Monitor status metabolik, AGC, dan status hematologi

o Pemeriksaan EKG

o Memasang infus pada pembuluh darah besar dengan NaCl 0,9%. Bila

digunakan 2 macam OAE, pakai 2 jalur infus.

o Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan laboratorium (AGD, glukosa,

fungsi hati dan ginjal, kalsium, magnesium, DPL, waktu pembekuan, kadar

AED, dll)

Page 23: epilepsi

o Pemberian OAE emergency (diazepam 0,2 mg/kgBB dengan kecepatan

pemberian 5 mg/menitIV dapat diulang bila kejang masih berlangsung setelah

5 menit)

o Memasukkan glukosa 50% 50 cc pada keadaan hipoglikemia

o Pemberian thiamin 250 mg intravena pada penyandang alkoholisme

o Menangani asidosis dengan bikarbonat

Stadium III (0-60/90 menit)

o Menentukan etiologi

o Bila kejang berlangsung terus setelah pemberian lorazepam, beri fenitoin IV

15-20 mg/kgBB dengan kecepatan kurang dari sama dengan 50 mg/menit

(monitor tekanan darah dan EKG pada saat pemberian) bila kejang masih

berlangsung dapat diberi fenitoin tambahan 5-10 mg.kgBB. Bila kejang

berlanjut berikan fenobarbital 20 mg/kgBB dengan kecepatan 50-75 mg/menit

monitor respirasi pada saat pemberian). Dapat diulang 5-10 mg/kgBB.

o Memulai terapi dengan vasopressor (domapin) jika perlu

o Mengoreksi komplikasi

Stadium IV (30-90 menit)

o Bila kejang tetap tidak teratasi selam 30-60 menit, kaa pindahkan penyandang

epilepsi ke ICU, beli propofol (2 mg/kgBB bolus IV diulang bila perlu) atau

midazolam (0,1 mg/kgBB dengan kecepatan pemberian 4 mg/menit) atau

tiopenton (100-250 mg bolus IV pemberian dalam 20 menit, dilanjutkan

dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah

bangkitan klinik atau bangkitan EEG terakhir, lalu dilakukan tapering off

o Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intrakranial, memulai pemberian

OAE dosis rumatan

Prognosis

Komplikasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A. Patofisiologi, volume 2. Edisi 6. Jakarta : EGC.2006.

Page 24: epilepsi

2. Sudoyo W, Aru. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid II Edisi IV. Pusat penerbitan

departemen ilmu penyakit dalam FKUI: Jakarta, 2006

3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. 2011

4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian

Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.

2011

5. Katzung, Betram G. Basic and Clinical Pharmacology. Ed 10. Lange.

6. Mahan, Katleen L, Sylvia Escott. Krause Food and Nutrition Therapy. Ed 12. Elsevier.

7. Yusup Subagio Sutanto Eddy Surjanto,Suradi A Farih RaharjoSMF Pulmonologi dan

Ilmu kedokteran RespirasiRSUD Dr Moewardi/ FK UNS Surakarta Tuberkulosis paru

sebagai penyebab tertinggi kasus pneumotoraks di bangsal paru RSUD Dr Moewardi

(RSDM)Surakarta tahun 2009

8. Pneumothorax Author: Brian James Daley, MD, MBA, FACS, FCCP, CNSC; Chief

Editor: Mary C Mancini, MD, PhD http://emedicine.medscape.com/article/424547-

overview#a0156

9. Collapse lung http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000087.htm

10. Spontaneus Pneumotoraks. Steven A. Sahn, M.D., and John E. Heffner, M.D. N Engl J

Med 2000; 342:868-874March 23, 2000DOI: 10.1056/NEJM200003233421207

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM200003233421207

11. Koentjahja, Abiyoso, Agung S, Muktyati S. Pneumotoraks dan Penatalaksanaannya. Kumpulan Makalah Simposium Dokter Umum Gawat Darurat Paru, Surakarta, 3 Juli 1993; 3945.