etika dan moral
DESCRIPTION
etikaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan Islam pada intinya adalah sebagai wahana pembentukan manusia yang
bermoralitas tinggi. Di dalam ajaran Islam moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari
keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak adalah pantulan iman yang
berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan kata lain akhlak adalah amal saleh. Iman
adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk
perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata.
Berkaitan dengan pernyataan di atas bahwa akhlak tidak akan terpisah dari keimanan,
dalam al-Qur'an juga sering dijelaskan bahwa setelah ada pernyataan “orang-orang yang
beriman,” maka langsung diikuti oleh “beramal saleh.” Dengan kata lain amal saleh
sebagai manifestasi dari akhlak merupakan perwujudan dari keimanan seseorang.
Pemahaman moralitas dalam bahasa aslinya dikenal dengan dua istilah yaitu al-akhlaq al-
karimah dan al-akhlaq al-mahmudah. Keduanya memiliki pemahaman yang sama yaitu
akhlak yang terpuji dan mulia, semua perilaku baik, terpuji, dan mulia yang diridlai Allah.
Satu masalah sosial/kemasyarakatan yang harus mendapat perhatian kita bersama dan perlu
ditanggulangi dewasa ini ialah tentang kemerosotan akhlak atau dekadensi moral.
Di samping kemajuan teknologi akibat adanya era globalisasi, kita melihat pula arus
kemorosotan akhlak yang semakin melanda di kalangan sebagian pemuda-pemuda kita.
Dalam surat-surat kabar sering kali kita membaca berita tentang perkelahian pelajar,
penyebaran narkotika, pemakaian obat bius, minuman keras, penjambret yang dilakukan oleh
anak-anak yang berusia belasan tahun, meningkatnya kasus-kasus kehamilan dikalangan
remaja putrid dan lain sebagainya.
Hal tersebut adalah merupakan suatu masalah yang dihadapi masyarakat yang kini semakin
marak, Oleh kerena itu persoalan remaja seyogyanya mendapatkan perhatian yang serius dan
terfokus untuk mengarahkan remaja ke arah yang lebih positif, yang titik beratnya untuk
terciptanya suatu sistem dalam menanggulangi kemerosotan akhlak dan moral dikalangan
remaja.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui Pengertian dan perbedaan dari akhlak, etika, dan moral
b. Mengetahui modernisasi dan globalisasi serta dampaknya terhadap akhlak, etika, dan
moral remaja
c. Mengetahui kondisi akhlak remaja saat ini dan permasalahan yang ditimbulkan
d. Dapat menentukan solusi yang tepat untuk menangani permasalahan akhlak, etika,
dan moral remaja berdasar atas dalil naqli dan aqli
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang
berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut
sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan
amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika
membahasa tentang tingkah laku manusia.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan
itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang
baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena
itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku
manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku
manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut
baik dan buruk .
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika
normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
Adapun Jenis-jenis Etika adalah sebagai berikut:
1. Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan
berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya
adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
Ada dua sifat etika, yaitu:
a. Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah
ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah
demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah
menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika.
Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan,
tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b. Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya
filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada
itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian
etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Etika tidak bersifat teknis
melainkan reflektif, dimana etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti
hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika
masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya.
2. Etika Teologis
Terdapat dua hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan
hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya
masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum,
karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum,
dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara
etika filosofis dan etika teologis.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang
diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama
yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika
teologisnya.
2.2 Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral adalah hal-hal
yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik
dan mana yang wajar.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral
disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara
ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam
kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan
masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber
interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang
berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
2.3 Modernisasi
Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan
yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang
modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat para ahli adalah sebagai berikut.
Menurut Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan
bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah
pola-pola ekonomis dan politis. Sedangkan Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah
modernisasi memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu sebagai berikut.
a. Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun masyarakat.
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga
atau badan tertentu.
d. Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan cara
penggunaan alat-alat komunikasi massa.
e. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak
berarti pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
TEORI ETIKA
PERKEMBANGAN PERILAKU MORAL
Beberapa konsep yang memerlukan penjelasan, antara lain: perilaku moral (moral
behavior), perilaku tidak bermoral (immoral behavior), perilaku di luar kesadaran moral
(unmoral behavior), dan perkembangan moral (moral development) itu sendiri. Perilaku
moral adalah perilaku yang mengikuti kode moral kelompok masyarakat tertentu. Moral
dalam hal ini berarti adat kebiasaan atau tradisi. Perilaku tidak bermoral berarti perilaku
yang gagal mematuhi harapan kelompok sosial tersebut. Ketidakpatuhan ini bukan karena
ketidakmampuan memahami harapan kelompok tersebut, tetapi lebih disebabkan oleh
ketidaksetujuan terhadap harapan kelompok sosial tersebut, atau karena kurang merasa
wajib untuk mematuhinya. Perilaku di luar kesadaran moral adalah perilaku yang
menyimpang dari harapan kelompok sosial yang lebih disebabkan oleh ketidakmampuan
yang bersangkutan dalam memahami harapan kelompok sosial. Perkembangan moral
bergantung pada perkembangan intelektual seseorang.
BEBERAPA TEORI ETIKA
Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan,
nilai-nilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Dalam
etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan,
sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan.
Berikut ini beberapa teori etika:
1. Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme.
Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua
tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori
ini, orang bolah saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban,
namun semua tindakan yang terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut
hanyalah sebuah ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri.
Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitusuatu
tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain
dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang
dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Tindakan berkutat diri ditandai
dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan
mementingkan diri sendiri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain. Berikut adalah
pokok-pokok pandangan egoisme etis:
a. Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri
maupun kepentingan orang lain.
b. Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tuga adalah kepentingan diri.
c. Meski egois etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela kepentingan diri,
tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa anda harus menghindari tindakan
menolong orang lain
d. Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai
tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain tersebut
bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain sebenarnya
juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri.
e. Inti dari paham egoisme etis adalah apabila ada tindakan yang menguntungkan orang lain,
maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar. Yang
membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan diri
sendiri.
Alasan yang mendukung teori egoisme:
a. Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri. Tindakan peduli
terhadap orang lain merupakan gangguan ofensif bagi kepentingan sendiri. Cinta kasih
kepada orang lain juga akan merendahkan martabat dan kehormatan orang tersebut.
b. Pandangan terhadap kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan
moralitas akal sehat. Pada akhirnya semua tindakan dapat dijelaskan dari prinsip
fundamental kepentingan diri.
Alasan yang menentang teori egoisme etis:
a. Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan. Kita
memerlukan aturan moral karena dalam kenyataannya sering kali dijumpai kepentingan-
kepentingan yang bertabrakan.
b. Egoisme etis bersifat sewenang-wenang. Egoisme etis dapat dijadikan sebagai pembenaran
atas timbulnya rasisme.
2. Utilitarianisme
Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak
mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Paham
utilitarianisme sebagai berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat,
konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak, (2) dalam
mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah
jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap orang sama
pentingnya. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada
siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan
individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang kepentingan
orang banyak (kepentingan orang banyak).
Kritik terhadap teori utilitarianisme:
a. Utilitarianisme hanya menekankan tujuan/mnfaat pada pencapaian kebahagiaan
duniawi dan mengabaikan aspek rohani.
b. Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu /minoritas demi
keuntungan mayoritas orang banyak.
3. Deontologi
Paradigma teori deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme, yang
keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan memberikan manfaat entah untuk
individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme),
maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu
atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori
yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan
tersebut disebut teori teleology Sangat berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis
atau tidaknya suatu tindakan berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari tindakan
tersebut, paham deontologi justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak
ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan
tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjdi pertimbangan untuk menilai etis
atau tidaknya suatu tindakan.
Kant berpendapat bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu
sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga karena
kewajiban moral iu diperintahkan oleh Tuhan. Moralitas hendaknya bersifat otonom dan
harus berpusat pada pengertian manusia berdasarkan akal sehat yang dimiliki manusia
itu sendiri, yang berarti kewajiban moral mutlak itu bersifat rasional.
Walaupun teori deontologi tidak lagi mengkaitkan kriteria kebaikan moral dengan
tujuan tindakan sebagaimana teori egoisme dan tlitarianisme, namun teori ini juga mendapat
kritikan tajam terutama dari kaum agamawan. Kant mencoba membangun teorinya
hanya berlandaskan pemikiran rasional dengan berangkat dari asumsi bahwa karena
manusia bermartabat, maka setiap perlakuan manusia terhadap manusia lainnya harus
dilandasi oleh kewajiban moral universal. Tidak ada tujuan lain selain mematuhi
kewajiban moral demi kewajiban itu sendiri.
4. Teori Hak
Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut
sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak merupakan suatu aspek dari
deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Bila
suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama
merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori hak sebenarnya didsarkan atas asumsi
bahwa manusia mempunyai martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama.
Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu
a. Hak hukum (legal right), adalah hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi hukum suatu
negara, di mana sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang-Undang Dasar
negara yang bersangkutan.
b. Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right), dihubungkan dengan pribadi manusia
secara individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok bukan dengan
masyarakat dalam arti luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu sepanjang
kepentingan individu itu tidak melanggar hak-hak orang lain
c. Hak kontraktual (contractual right), mengikat individu-individu yang membuat
kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing kontrak. Teori
hak atau yang lebih dikenal dengan prinsip-prinsip HAM mulai banyak mendapat
dukungan masyarakat dunia termasuk dari PBB. Piagam PBB sendiri merupakan salah satu
sumber hukum penting untuk penegakan HAM. Dalam Piagam PBB disebutkan
ketentuan umum tentang hak dan kemerdekaan setiap orang. PBB telah mendeklarasikan
prinsip-prinsip HAM universal pada tahun 1948, yang lebih dikenal dengan nama Universal
Declaration of Human Rights. (UdoHR). Diaharapkan semua negara di dunia dapat
menggunakan UdoHR sebagai dasar bagi penegakan HAM dan pembuatan berbagai undang-
undang/peraturan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Pada intinya dalam UdoHR diatur
hak-hak kemanusiaan, antara lain mengenai kehidupan, kebebasan dan keamanan,
kebebasan dari penahanan, peangkapan dan pengasingan sewenang-wenang, hak
memperoleh memperoleh peradilan umum yang bebas, independen dan tidak memihak,
kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, menganut agama, menentukan sesuatu yang
baik atau buruk menurut nuraninya, serta kebebasan untuk berkelompok secara damai.
5. Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan tidak
menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak lagi
mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat
atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama,
dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Karakter/sifat utama
dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh
seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai
baik. Mereka yang selalu melakukan tingkah laku buruk secar amoral disebut manusia
hina. Bertens (200) memberikan contoh sifat keutamaan, antara lain: kebijaksanaan,
keadilan, dan kerendahan hati. Sedangkan untuk pelaku bisnis, sifat utama yang perlu
dimiliki antara lain: kejujuran kewajaran (fairness), kepercayaan dan keuletan.
6. Teori Etika Teonom
Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang ingin
dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk memperoleh
kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat kristen, yang
mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian
hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika
sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak
mengikuti aturan/perintah Allah sebagaiman dituangkan dalam kitab suci.
Sebagaimana teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat diperlukan
untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak. Kelemahan teori etika Kant teletak
pada pengabaian adanya tujuan mutlak, tujuan tertinggi yang harus dicapai umat
manusia, walaupun ia memperkenalkan etika kewajiban mutlak. Moralitas dikatakan
bersifat mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan dengan tujuan tertinggi umat manusia.
Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak dapat diperdebatkan dengan pendekatan
rasional karena semua yang bersifat mutlak melampaui tingkat kecerdasan rasional yang
dimiliki manusia.
TEORI ETIKA DAN PARADIGMA HAKIKAT MANUSIA
Dengan menggunakan model pengembangan teori etika berdasarkan paradigma/pemahaman
atas hakikat manusia, dapat dipahami mengapa sampai saat ini telah berkembang
beragam teori dengan argumentasi /sudut pandang penalaran yang berbeda.
Paradigma/pemahaman tentang hakekat manusia akan menentukan tujuan hidup atau nilai-
nilai yang ingin dicapai. Nilai-nilai tersebut malatarbelakangi setiap paham/teori etika dan
norma moral yang ada. Teori dan norma moral ini selanjutnya menjadi pedoman dalam setiap
tindakan yang dilakukan. Tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang akan membentk
kebiasaan, kebiasaan akan membentuk karakter, dan karakter menentukan seberapa efektif
nilai-nilai yang diharapkan dapat tercapai.
Nilai-nilai yang telah direalisasi akan menjadi bahan refleksi untuk mengkaji kembali
paradigma sebagai manusia dan tujuan hidup yang ingin direalisasikan.
Teori egoisme berangkat dari pemikiran para penganutnya bahwa makna hidup setiap
orang adalah untuk merealisasikan kepentingan diri secara individu. Di sini yang dikejar
adalah nilai-nilai kenikmatan duniawi secara individu. Untk depat merealisasikan
kepentingan individu ini, setiap orang harus menghormati hak dan kebebasan setiap orang.
Sejalan dengan teori egoisme, muncul teori hak. Manusia diciptakan bukan untuk menikmati
kebahagiaan duniawi, tetapi untk mencapai nilai-nilai tertinggi dalam bentuk kebahagiaan
surgawi. Pola pikir inilah yang melatarbelakangi munculnya teori teonom, suatu teori yang
lebih menekankan pada pencapaian kebahagiaan di akhirat. Teori utilitarianisme juga
dilandasi oleh pola pikir hakikat manusia untuk mencapai kebahagiaan duniawi, sama
seperti teori egoisme. Teori egoisme lebih menekankan pada kepentingan individu,
sedangkan teori utilitarianisme lebh menekankan pada kepentingan kelompok/masyarakat.
Makin banyak anggota kelompok/masyarakat yang memperoleh manfaat dari suatu tindakan,
berarti tindakan tersebut makin baik dan makin bermoral.
BAB III
PEMBAHASAN
Apabila kita menelusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan
dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek
yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah
laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak
mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al-
Quran.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan
itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang
baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai
berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan
yang dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal
pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan
tidak pula universal. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai,
penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia,
terhormat, terhina dsb. Dan keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni
dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman. Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika
lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan
yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah
aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah
sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan
mana yang wajar.
Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni
etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut
pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal
(umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran
itu.
Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama,
kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk
menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak
ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di
masyarakat.
Dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam
pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan
tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah
norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan
demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan
etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di
masyarakat.
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan.
Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai
untuk pengkajian system nilai yang ada.
Namun, etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian
tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasala dari produk
rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik
bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan
yang berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jika etika, moral dan susila
berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.
3.1 Dampak modernisasi dan globalisasi terhadap akhlak, etika, dan moral remaja
Modernisasi merupakan suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih
maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan, globalisasi
yang berasal dari kata global atau globe artinya bola dunia atau mendunia. Jadi, globalisasi
berarti suatu proses masuk ke lingkungan dunia.
Modernisasi dan globalisasi dapat memperngaruhi sikap masyarakat dalam bentuk positif
maupun negatif. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Sikap Positif
1) Penerimaan secara terbuka (open minded); lebih dinamis, tidak terbelenggu hal-hal
lama yang bersikap kolot
2) Mengembangkan sikap antisipatif dan selektif kepekaan (antisipatif) dalam menilai
hal-hal yang akan atau sedang terjadi.
Sikap Negatif
1) Tertutup dan was-was (apatis)
2) masyarakat yang telah merasa nyaman dengan kondisi kehidupan masyarakat yang
ada
3) Acuh tah acuh
4) masyarakat awam yang kurang memahami arti strategis modernisasi dan globalisasi
5) Kurang selektif dalam menyikapi perubahan modernisasi
6) dengan menerima setiap bentuk hal-hal baru tanpa adanya seleksi/filter
Modernisasi dan globalisasi dapat masuk ke kehidupan masyarakat melalui berbagai media,
terutama media elektronik seperti internet. Karena dengan fasilitas ini semua orang dapat
dengan bebas mengakses informasi dari berbagai belahan dunia. Pengetahuan dan kesadaran
seseorang sangat menentukan sikapnya untuk menyaring informasi yang didapat. Apakah
nantinya berdampak positif atau negatif terhadap dirinya, lingkungan, dan masyarakat. Untuk
itu, diperlukan pemahaman agama yang baik sebagai dasar untuk menyaring informasi.
Kurangnya filter dan selektivitas terhadap budaya asing yang masuk ke Indonesia, budaya
tersebut dapat saja masuk pada masyarakat yang labil terhadap perubahan terutama remaja
dan terjadilah penurunan etika dan moral pada masyarakat Indonesia.
Jika dilihat pada kenyataannya, efek dari modernisasi dan globalisasi lebih banyak mengarah
ke negatif. Kita dapat kehilangan budaya negara kita sendiri dan terbawa oleh budaya barat,
jika masyarakat Indonesia sendiri tidak mempelajari pengetahuan tentang kebudayaan
Indonesia dan tidak menjaga kebudayaan tersebut. Ada baiknya budaya barat yang kita serap
disaring terlebih dahulu. Karena tidak semua budaya barat adalah baik. Jika kita terus
menerima dan menyerap budaya asing yang tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia,
dapat terjadi penyimpangan etika dan moral bangsa Indonesia sendiri. Melalui penyimpangan
etika dan moral tersebut, dapat tercipta pola kehidupan dan pergaulan yang menyimpang.
Tidak hanya akibat negatif yang dihasilkan modernisasi dan globalisasi. Proses ini juga
menghasilkan akibat positif, yaitu terciptanya masyarakat yang lebih intelek dan melek
terhadap perubahan dan perkembangan dunia.
3.2 Kondisi akhlak remaja saat ini dan permasalahan yang ditimbulkan
Berikut ini adalah beberapa fakta mengenai penurunan akhlak masyarakat yang diadapat
dari berbagai masyarakat.
15-20 persen dari remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan hubungan
seksual di luar nikah
15 juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya
hingga Juni 2009 telah tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV positif di
Indonesia, dengan 78,8 persen dari kasus-kasus baru yang terlaporkan berasal dari
usia 15-29 tahun
Diperkirakan terdapat sekitar 270.000 pekerja seks perempuan yang ada di Indonesia,
di mana lebih dari 60 persen adalah berusia 24 tahun atau kurang, dan 30 persen
berusia 15 tahun atau kurang
setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia di mana 20 persen
diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja
Berdasarkan data kepolisian, setiap tahun penggunaan narkoba selalu naik. Korban
paling banyak berasal dari kelompok remaja, sekitar 14 ribu orang atau 19% dari
keseluruhan pengguna.
jumlah kasus kriminal yang dilakukan anak-anak dan remaja tercatat 1.150 sementara
pada 2008 hanya 713 kasus. Ini berarti ada peningkatan 437 kasus. Jenis kasus
kejahatan itu antara lain pencurian, narkoba, pembunuhan dan pemerkosaan.
Sejak Januari hingga Oktober 2009, Kriminalitas yang dilakukan oleh remaja
meningkat 35% dibandingkan tahun sebelumnya, Pelakunya rata-rata berusia 13
hingga 17 tahun.
Kemorosotan akhlak di atas disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Salah pergaulan, apabila kita salah memilih pergaulan kita juga bisa ikut-ikutan untuk
melakukan hal yang tidak baik.
Orang tua yang kurang perhatian, apabila orang tua kuran memperhatikan anaknya,
bisa-bisa anaknya merasa tidak nyaman berada di rumah dan selalu keluar rumah. Hal
ini bisa menyebabkan remaja terkena pergaulan bebas.
Ingin mengikuti trend, bsia saja awalmya para remaja merokok adalah ingin terlihat
keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalu sudah mencoba merokok dia
juga akan mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks bebas.
Himpitan ekonomi yang membuat para remaja stress dan butuh tempat pelarian.
Kurangnya pendidikan Agama dan moral.
Faktor-faktor di atas sebagian besar dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Dengan
berkembang pesatnya teknologi pada zaman sekarang ini, arus informasi menjadi lebih
transparan. Kemampuan masyarakat yang tidak dapat menyaring informasi ini dapat
mengganggu akhlak. Pesatnya perkembangan teknologi dapat membuat masyarakat
melupakan tujuan utama manusia diciptakan, yaitu untuk beribadah.
Untuk mengatasi masalah ini, penulis memeberikan beberapa solusi berdasarkan dalil naqli
dan akli sebagai berikut.
Untuk meghindari salah pergaulan, kita harus pandai memilah dan memilih teman
dekat. Karena pergaulan akan sangat berpengaruh terhadap etika, moral, dan akhlak.
Peran orang tua sangat penting dalam pembentukan karakter seseorang, terutama
dalam mengenalkan pendidikan agama sejak dini. Perhatian dari orang tua juga sangat
penting. Karena pada banyak kasus, kurangnya perhatian orang tua dapat
menyebabkan dampak buruk pada sikap anak.
Memperluas wawasan dan pengetahuan akan sangat berguna untuk menyaring
pengaruh buruk dari lingkungan, misalnya kebiasaan merokok. Dewasa ini, orang-
orang menganggap bahwa merokok meningkatkan kepercayaan diri dalam pergaulan.
Padahal jika dilihat dari sisi kesehatan, merokok dapat menyebabkan banyak
penyakit, baik pada perokok aktif maupun pasif. Sehingga kebiasaan ini tidak hanya
akan mempengaruhi dirinya sendiri, melainkan juga orang-orang di sekelilingnya.
Meningkatkan iman dan takwa dengan cara bersyukur, bersabar, dan beramal sholeh.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perbedaaan antara akhlak, moral, dan etika adalah terletak pada sumber yang
dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Pada etika, penilaian baik buruk
berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral berdasarkan kebiasaan yang
berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk
menentukan baik buruk
2. Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih
maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan
globalisasi adalah suatu proses masuk ke lingkungan dunia, dimana semua informasi
dari berbagai belahan dunia dapat diakses dengan mudah dan cepat. Kedua hal ini
dapat memberi pengaruh positif dan negatif tergantung pada kemampuan masyarakat
untuk menyaring informasi tersebut.
3. Berdasarkan fakta yang ada, dapat dilihat bahwa terjadi kemerosotan nilai akhlak,
seperti tingkat kriminalitas yang tinggi, tingkat aborsi yang tinggi, dan lain-lain. Jika
hal-hal seperti ini tidak diperbaiki, hal ini akan menyebabkan rusaknya generasi
masyarakat di masa yang akan datang. Sehingga tidak mungkin zaman akan berganti
lagi seperti zaman jahiliyah dahulu.
4. Untuk mencegah dan atau memperbaiki kemorosotan akhlak ini, ada berbagai macam
solusi yang dapat dilakukan seperti yang telah disebutkan di atas. Namun pada
dasarnya, semua solusi tersebut mengarah pada pemahaman dan pengamalan
DAFTAR PUSTAKA
http:// grms.multiply.com /2007/08/akhlak-etika-moral.html
http://grms.multiply.com/journal/item/26
http:// grms.multiply.com /2007/11/03/kategori-19/
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Amanita%20Novi%20Yushita,%20S.E./
TEORI%20ETIKA.pdf