faktor -fakto r yang berhubungan dengan stres...
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA
PEKERJA PERTOLONGAN KECELAKAAN PENERBANGAN DAN
PEMADAM KEBAKARAN (PKP-PK) DI BANDAR UDARA
SOEKARNO-HATTA JAKARTA TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh
AHMAD RIVAI
NIM : 107101001696
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
i
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Juli 2014
Ahmad Riva’i, NIM : 107101001696
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pertolongan
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Di Bandar Udara
Soekarno-Hatta Jakarta Tahun 2014
xix + 121 Halaman, 17 Tabel, 2 Gambar, 2 Bagan, Lampiran
ABSTRAK
Stres kerja adalah satu bentuk tanggapan seorang, baik fisik maupun mental
terhadap satu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan
mengakibatkan dirinya terancam. Petugas pemadam kebakaran dan petugas penyelamat
(rescue workers) merupakan pekerjaan dengan resiko stres yang tinggi karena terpajan
dengan berbagai kejadian yang bersifat traumatis sebagai bagian dari pekerjaannya.
Salah satu jenis pekerjaan seperti itu adalah unit kerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di suatu bandar udara.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-
sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah pekerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta
Jakarta yang berjumlah 96 responden. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Chi-square. Variabel yang diteliti yaitu, faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban
kerja, rutinitas dan kebisingan), pengembangan karier (promosi kerja, kepuasan gaji dan
pendidikan dan pelatihan) dan faktor pekerja (umur, pendidikan, masa kerja dan status
pernikahan). Stres kerja diukur dengan menggunakan metode pengukuran life event
scale.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pekerja yang mengalami stres kerja
berat yaitu sebesar 21,9% (21 orang), mengalami stres kerja ringan sebesar 68,8% (66
orang) dan yang tidak mengalami stres sebesar 9,4% (9 orang). Kemudian dari hasil
analisis bivariat, diperoleh dua faktor yang berhubungan dengan stres kerja yaitu beban
kerja dengan p value 0,011 dan kebisingan dengan p value 0,020.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka ada beberapa saran yang
dapat direkomendasikan kepada unit kerja PKP-PK dan para pekerjanya agar mengisi
waktu standby dengan hal-hal yang positif seperti berolahraga ringan, membaca buku
dan kegiatan lainnya yang mendukung dalam pelaksanaan tugas. Pihak instansi dapat
menyediakan alat pelindung telinga yang sesuai dengan standar yang ada sehingga
kebisingan di tempat kerja dapat dikurangi yang pada akhirnya tidak menimbulkan efek
yang buruk terhadap pendengaran para pekerjanya.
Kata Kunci : Stres Kerja, Bandar Udara, Cross Sectional, Kebisingan
Daftar bacaan : 35 (1985 - 2013)
iii
JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY
THE FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH
Undergraduate, July 2014
Ahmad Riva’i, NIM : 107101001696
FACTORS ASSOCIATED WITH JOB STRESS ON AIRPORT RESCUE AND
FIREFIGHTING SERVICES (ARFS) WORKERS IN SOEKARNO-HATTA
AIRPORT JAKARTA IN 2014
xix + 121 pages, 17 tables, 2 pictures, 2 charts, attachments
ABSTRACT
Job stress is one form of responses, either physical or mental to a change in their
environment are perceived annoying and resulting in himself threatened. Firefighters and
rescue workers is a job at the risk of a stress that high because is exposed to a variety of
an occurrence that is spatially traumatic as part of the job. One of the types of work as it
is a unit of Airport Rescue and Firefighting Services (ARFS) in an airport.
This research is the kind of research quantitative with a design the study of cross-
sectional. A sample in this research is Airport rescue and firefighting Services (ARFS)
workers in Soekarno-Hatta Airport Jakarta which totaled 96 respondents. Statistical test
used in this research is chi-square. The variables examined is an intrinsic factors in work
(workload, routines and noise), it is a further career (employment promotion, salary
satisfaction, education and training) and workers (age, education, past employment and
marital status). Job stress measured by using the method of life event scale.
Based on the results of the study revealed that workers who experience stress that
amounted to 37.5% (36 people) and are not subjected to the stress of 62.5% (60 people).
Then from bivariat analysis results, obtained two factors related to stress of work it is the
workload with a p value 0,020 and noise with a p value 0.042.
Based on the results of the research conducted, then there are some suggestions
that can be recommended to the working unit of ARFS and his workers in order to fill
the time standby with positive things such as mild exercise, read books and other
activities that support the implementation of the task. The Agency can provide the
appropriate ear protectors with existing standards so that the noise in the workplace can
be reduced that ultimately did not result in bad effects against hearing his workers.
Keywords : Job Stress, Airport, Cross Sectional, Noise
References : 35 (1985 - 2013)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NAMA : Ahmad Riva’i
TTL : Jakarta, 9 April 1989
JENIS KELAMIN : Laki-laki
AGAMA : Islam
ALAMAT : Jalan Manunggal 2 No. 59 Rt. 003 Rw. 02
Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan
KEWARGANEGARAAN : Indonesia
AGAMA : Islam
NO. TELEPON : +6285694404744
EMAIL : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
2007 – 2014 : S1 – Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2004 - 2007 : Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Jakarta
2001 – 2004 : Madrasah Tsanawiyah (Mts) Darunnajah Petukangan, Jakarta Selatan
1995 – 2001 : Madrasah Ibtidaiyah (MI) Darunnajah Petukangan, Jakarta Selatan
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Puji Syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan
limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam tidak lupa tercurah limpahkan kepada
junjungan kita Baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat
manusia dari zaman kejahiliyahan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Skripsi dengan judul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di
Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kesulitan dan
hambatan yang dihadapi. Keberhasilan penyusunan laporan skripsi ini tentu tidak luput
dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Kedua orangtua, ayahanda dan ibunda yang selalu mendoakan dan memberikan
kasih sayang serta dukungannya kepada penulis.
2. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Prof. Dr. (HC) dr. M. K.
Tadjuddin, Sp. And.
viii
3. Ibu Ir. Febrianti, M. Si, sebagai ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS sebagai pembimbing I, yang selalu bersedia
menyediakan waktu dan memberikan masukan, kritik dan saran dalam proses
penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM sebagai pembimbing II, yang dengan setianya
memberikan bimbingan saran dan motivasi kepada penulis.
6. Ibu Fase Badriah Ph.D sebagai penguji I, terimakasih atas saran, masukan dan
bimbingan selama penyusunan skripsi.
7. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK sebagai penguji II sekaligus dosen panutan,
terimakasih atas nasehat, motivasi dan kesempatan yang telah ibu berikan selama ini
kepada saya dan mohon maaf atas keterlambatan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bapak Alibin, Amd. dan Bapak Enten Rostendi, Amd. yang telah memberikan izin
dalam melaksanakan penelitian di unit kerja PKP-PK.
9. Seluruh pekerja PKP-PK Bandar Udara Soekarno-Hatta yang telah membantu dan
bekerjasama dalam rangka penyusunan skripsi ini.
10. Komandan Jaga dan Personel Delta Force, yang selalu memberikan izin, dukungan
dan semangat dikala penulis melaksanakan penyusunan skripsi.
11. Teman-teman seperjuangan magang SUCOFINDO, Thanks bro Hasyim & Said,
semoga kita bisa menjadi orang-orang yang sukses!!!
ix
12. Sahabatku “Profesor” Nur Najmi Laila, SKM, terimakasih atas jerih payah, bantuan
dan andil yang luar biasa kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Untuk Tim “veteran” angkatan 2007 (arif, hadi, faiz, ambang, riki, fadlie, yogi,
agista, hara, rita, tiwi, zakia) terimakasih atas perjuangannya selama ini yang pada
akhirnya kita bisa sampai pada tahapan ini bersama.
14. Sahabat-sahabatku angkatan OPUS 2007, selamat berjuang untuk menuju
kesuksesan..!!!
15. Dan untuk semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan secara keseluruhan.
16. Yang teramat spesial, untuk mutiara hatiku (Lu’luil Maknuun) yang telah
memberikan anugerah yang sangat luar biasa bagi keluarga kita (Alula Khairiyah
Az-Zahra), terimakasih atas kesabarannya, dukungan semangat serta kasih sayang
yang sangat luar biasa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Pada akhirnya, skripsi ini telah disusun sedemikian rupa, tentunya dengan
segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna.
Kritik dan saran sangat diharapkan, semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis maupun bagi pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Jakarta, Juli 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ i
ABSTRAK .................................................................................................. ii
ABSTRACT ............................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvii
DAFTAR BAGAN ..................................................................................... xviii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................ 8
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 9
1.5 Manfaat Penelitian............................................................................. 11
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Stres ................................................................................ 13
2.2 Pengertian Stres Kerja ...................................................................... 15
2.3 Tahapan Stres ................................................................................... 16
2.4 Pembangkit Stres .............................................................................. 19
2.4.1 Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan ................................ 19
2.4.2 Peran Individu dalam Organisasi ........................................... 24
xi
2.4.3 Pengembangan Karir ............................................................. 27
2.4.4 Hubungan dalam Pekerjaan ................................................... 32
2.4.5 Struktur dan Iklim Organisasi ............................................... 33
2.4.6 Tuntutan dari Luar Organisasi/ Pekerjaan .............................. 34
2.4.7 Karakteristik Individu .......................................................... 34
2.5 Dampak Stres Kerja .......................................................................... 41
2.6 Pengukuran Stres .............................................................................. 43
2.7 Manajemen Stres Kerja .................................................................... 49
2.8 Kerangka Teori ................................................................................ 55
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 57
3.2 Definisi Operasional .......................................................................... 59
3.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 61
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian ............................................................................... 62
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 62
4.3. Populasi dan Sampel ......................................................................... 62
4.4. Alat dan Cara Pengumpulan Data ......................................................
1. Data Primer ................................................................................ 65
2. Data Sekunder ........................................................................... 66
4.5. Pengolahan Data................................................................................
1. Data Editing................................................................................ 67
2. Data Coding................................................................................ 67
3. Data Entry .................................................................................. 68
4. Data Cleaning ............................................................................. 69
4.6. Analisis Data .....................................................................................
1. Analisis Univariat ....................................................................... 69
2. Analisis Bivariat ......................................................................... 70
xii
BAB V HASIL
5.1. Gambaran Umum Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Bandar Udara Soekarno-Hatta ......... 71
5.1.1. Gambaran Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran Bandar Udara Soekarno-Hatta .............. 71
5.1.2. Tugas dan Fungsi Unit PKP-PK .............................................. 73
5.1.3. Struktur Organisasi PKP-PK Bandar Udara Soekarno-Hatta .... 73
5.1.4. Tugas dan Tanggung Jawab dalamStruktur Organisasi PKP-PK 74
5.2. Analisis Univariat .............................................................................. 79
5.2.1. Gambaran Stres Kerja pada Pekerja PKP-PK di Bandara
Soekarno-Hatta Tahun 2014..................................................... 79
5.2.2. Gambaran Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan ............................ 80
a. Beban Kerja ...................................................................... 81
b. Rutinitas ............................................................................ 81
c. Kebisingan ....................................................................... 81
5.2.3. Gambaran Pengembangan Karir .............................................. 82
a. Promosi kerja .................................................................... 82
b. Kepuasan Gaji ................................................................... 82
c. Pendidikan dan Pelatihan ................................................... 83
5.2.3. Gambaran Faktor Pekerja ........................................................ 83
a. Umur ................................................................................ 84
b. Pendidikan ......................................................................... 84
c. Masa Kerja ........................................................................ 84
d. Status Pernikahan .............................................................. 84
5.3. Analisis Bivariat ................................................................................
5.3.1. Hubungan antara Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
(Beban Kerja, Rutinitas dan Kebisingan) ................................. 85
a. Beban Kerja ...................................................................... 85
b. Rutinitas ............................................................................ 86
c. Kebisingan ....................................................................... 87
xiii
5.2.3. Hubungan antara Pengembangan Karir (Promosi Kerja,
Kepuasan Gaji dan Pelatihan Keterampilan) ........................... 88
a. Promosi kerja .................................................................... 88
b. Kepuasan Gaji ................................................................... 89
c. Pendidikan dan Pelatihan ................................................... 90
5.2.3. Hubungan antara Faktor Pekerja (Umur, Pendidikan,
Masa Kerja dan Status Pernikahan ......................................... 91
a. Umur ................................................................................ 91
b. Pendidikan ......................................................................... 92
c. Masa Kerja ........................................................................ 93
d. Status Pernikahan .............................................................. 94
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian .................................................................... 95
6.2. Gambaran Stres Kerja ....................................................................... 96
6.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja ........................ 98
1. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan ................................................... 98
a. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja .................... 98
b. Hubungan antara Rutinitas dengan Stres Kerja........................... 100
c. Hubungan antara Kebisingan dengan Stres Kerja ....................... 102
2. Pengembangan Karir ..................................................................... 105
a. Hubungan antara Promosi Kerja dengan Stres Kerja ................. 105
b. Hubungan antara Kepuasan Gaji dengan Stres Kerja .................. 107
c. Hubungan antara Pendidikan dan Pelatihan dengan Stres Kerja . 108
3. Faktor Pekerja ............................................................................... 109
a. Hubungan antara Umur dengan Stres Kerja ............................... 109
b. Hubungan antara Pendidikan dengan Stres Kerja ....................... 110
c. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja ...................... 111
c. Hubungan antara Status Pernikahan dengan Stres Kerja ............ 112
xiv
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan ..................................................................................... 114
7.2. Saran ................................................................................................ 116
1. Bagi Pekerja .................................................................................. 116
2. Bagi Instansi .................................................................................. 116
3. Bagi Penelitian Selanjutnya .......................................................... 117
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 118
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Daftar Pertanyaan untuk Metode Life Event Scale ................. 45
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................... 59
Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda
Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu ............... 63
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan
Kecelakaan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di bandara
Soekarno-Hatta Tahun 2014 ................................................... 80
Tabel 5.2 Distribusi Responden menurut Faktor Intrinsik Pekerjaan
pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta
Tahun 2014 ............................................................................. 81
Tabel 5.3 Distribusi Responden menurut Pengembangan Karier pada
Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta Tahun
2014 ........................................................................................ 82
Tabel 5.4 Distribusi Responden menurut Faktor Pekerja pada Pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta Tahun
2014 ........................................................................................ 83
Tabel 5.5 Distribusi Responden menurut Beban Kerja terhadap Stres
Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan
dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-
Hatta Tahun 2014 .................................................................... 85
Tabel 5.6 Distribusi Responden menurut Rutinitas terhadap Stres Kerja
pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta
Tahun 2014 ............................................................................. 86
Tabel 5.7 Distribusi Responden menurut Kebisingan terhadap Stres
Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan
dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-
Hatta Tahun 2014 .................................................................... 87
xvi
Tabel 5.8 Distribusi Responden menurut Promosi Kerja terhadap Stres
Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan
dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-
Hatta Tahun 2014 .................................................................... 88
Tabel 5.9 Distribusi Responden menurut Kepuasan Gaji terhadap Stres
Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan
dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-
Hatta Tahun 2014 .................................................................... 89
Tabel 5.10 Distribusi Responden menurut Pendidikan dan Pelatihan
terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di
Bandara Soekarno-Hatta Tahun 2014 ..................................... 90
Tabel 5.11 Distribusi Responden menurut Umur terhadap Stres Kerja
pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta
Tahun 2014 ............................................................................. 91
Tabel 5.12 Distribusi Responden menurut Pendidikan terhadap Stres
Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan
dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-
Hatta Tahun 2014 .................................................................... 92
Tabel 5.13 Distribusi Responden menurut Masa Kerja terhadap Stres
Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan
dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-
Hatta Tahun 2014 .................................................................... 93
Tabel 5.14 Distribusi Responden menurut Status Pernikahan terhadap
Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di
Bandara Soekarno-Hatta Tahun 2014 ..................................... 94
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Unit Kerja PKP-PK Bandar Udara Soekarno-Hatta; (a)
North Fire Station, (b) South Fire Station dan (c) Main Fire
Station ..................................................................................... 72
Gambar 5.2 Struktur Organisasi Unit Kerja PKP-PK di Bandar Udara
Soekarno-Hatta Jakarta ........................................................... 74
xviii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ....................................................................... 56
Bagan 3.1 Kerangka Konsep .................................................................... 58
xix
DAFTAR SINGKATAN
PKP-PK : Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
ICAO : International Civil Aviation Organization
NIOSH : National Institute for Occupational Safety and Health
1
BAB I
PENDAHULAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional kini memasuki era industrialisasi yang menuntut
produktivitas kerja yang tinggi. Produktivitas dan efisiensi kerja baik bagi pekerja
maupun perusahaan merupakan landasan kuat dalam memacu produktivitas
nasional. Namun, pembangunan berteknologi tinggi memiliki resiko bahaya dan
penyakit akibat kerja yang dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja,
efisiensi perusahaan dan juga menghambat laju kemajuan nasional. Era
industrialisasi yang disertai dengan modernisasi industri dan pembangunan
teknologi canggih, diantaranya juga dapat memberikan dampak negatif terhadap
keselamatan dan kesehatan bagi para tenaga kerja (Nugrahani, 2008).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat,
membawa perubahan pula dalam kehidupan manusia. Perubahan-perubahan itu
mambawa akibat yaitu tuntutan yang lebih tinggi terhadap setiap individu untuk
lebih meningkatkan kinerja mereka sendiri dan masyarakat luas. Agar eksistensi
tetap terjaga, maka setiap individu akan mengalami stres terutama bagi individu
yang kurang dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut (Novitasari,
2003). Stres kerja merupakan masalah yang sering dijumpai serta menjadi
perhatian di bidang kesehatan dan keselamatan kerja. Masalah yang dialami
pekerja dapat menghasilkan ketidakstabilan psikologis dan mempengaruhi
produktivitas. Berdasarkan “model stres kerja dan kesehatan” dari National
2
Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), berbagai stressor di
lingkungan kerja dapat menimbulkan reaksi psikis, fisiologis dan perilaku yang
dapat mempengaruhi kesehatan (Afrianti dkk, 2011).
Penyebab utama stres kerja adalah tuntutan pekerjaan yang tidak sesuai
dengan kemampuan atau keterampilan pekerja, keinginan atau aspirasi yang tidak
tersalurkan, dan ketidakpuasan dalam bekerja. Stres kerja merupakan tahap awal
terjadinya penyakit pada individu yang rentan. Sebagai akibatnya, stres dapat
menimbulkan gangguan psikosomatik, neurotik, dan psikosis yang dapat dilihat
dengan meningkatnya angka absenteisme, angka terlambat kerja, pergantian
karyawan, kecelakaan kerja dan besarnya angka kerugian sehubungan dengan
ketidakhadiran pekerja. Di samping itu, stres kerja selain dapat menurunkan
tingkat kesehatan dapat pula mempengaruhi tingkat produktivitas kerja dan
akhirnya mempengaruhi kualitas performa kerja (Fatmah, 1993 dikutip oleh
Airmayanti, 2009).
Kebanyakan pekerjaan dengan waktu yang sangat sempit ditambah lagi
dengan tuntutan harus serba cepat dan tepat membuat orang hidup dalam keadaan
ketegangan atau stres (Hawari, 1999). Salah satu pekerjaan yang menuntut
pelaksanaan tugas tersebut adalah seorang pemadam kebakaran. Organisasi
pemadam kebakaran tidak hanya di miliki oleh daerah pada umumnya, tetapi juga
dimiliki oleh instansi atau perusahaan untuk melindungi aset yang dimiliki dari
bahaya kebakaran termasuk di dalam suatu bandar udara.
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 420
Tahun 2011, setiap bandar udara wajib membentuk organisasi Pertolongan
3
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) sesuai dengan
kategori bandar udara untuk Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK). Pelayanan Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK) dilaksanakan secara cepat dan tepat untuk
penyelamatan dan pertolongan kecelakaan penerbangan serta pemadaman
kebakaran di bandar udara dan sekitarnya. Tugas dan fungsi unit Pertolongan
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di bandar udara,
yaitu :
a. memberikan pelayanan Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) untuk menyelamatkan jiwa dan harta benda dari suatu
pesawat udara yang mengalami kejadian (incident) atau kecelakaan (accident)
di bandar udara dan sekitarnya
b. mencegah, mengendalikan, memadamkan api, melindungi manusia dan
barang yang terancam bahaya kebakaran pada fasilitas di bandar udara
Pada dasarnya, tugas dan tanggung jawab PKP-PK tidak jauh berbeda
dengan pemadam kebakaran pada umumnya yaitu untuk menyelamatkan jiwa dan
harta masyarakat yang mengalami musibah terutama kebakaran. Kebakaran adalah
proses kimia yaitu reaksi antara bahan bakar (fuel) dengan oksigen dari udara atas
bantuan sumber panas (heat). Ketiga unsur api tersebut dikenal sebagai segitiga
api (fire triangle). Oleh karena itu, bencana kebakaran selalu melibatkan bahan
mudah terbakar dalam jumlah yang besar baik yang berbentuk padat seperti kayu,
kertas atau kain maupun bahan cair seperti bahan bakar dan bahan kimia (Ramli,
2010).
4
Menurut data National Fire Protection Association (NFPA), jumlah kasus
kebakaran yang terjadi di 50 negara bagian Amerika Serikat pada tahun 2006
sebanyak 524.000 kasus, tahun 2007 sebanyak 530.500 kasus dan pada tahun 2008
jumlah kebakaran yang terjadi sebanyak 515.000 kasus (Ramli, 2010).
Menurut penelitian CareerCast, secara global pemadam kebakaran
menempati peringkat ketiga dalam pekerjaan yang paling rawan stres. Di Amerika
Serikat pada 2011 dilaporkan ada 81 orang yang meninggal saat bertugas.
Sedangkan pada 2012 ada 77 orang meninggal saat menjalankan tugas pemadaman
kebakaran. Secara global biasanya jam shift pemadam kebakaran hingga 48 jam.
Jumlah jam kerja yang panjang ini memberikan kontribusi pada kelelahan fisik
dan dapat menjadi beban psikis pada kehidupan keluarga dan kesejahteraan
emosional.
Menurut Hurell dalam Munandar (2006), faktor-faktor di pekerjaan yang
berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam
lima kategori besar, yaitu faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi,
pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim
organisasi. Terkait faktor-faktor penyebab stres kerja ini, Siu et al (1997) dalam
Nugrahani (2008) melakukan penelitian tentang stres kerja di beberapa pabrik di
Cina dengan jumlah sampel 342 orang. Tujuan studinya adalah untuk
menginvestigasi stres kerja pada pekerja pabrik. Hasil penelitian tersebut
diantaranya menunjukkan bahwa sumber utama stres kerja adalah faktor intrinsik
pekerjaan.
5
Pada penelitian yang dilakukan oleh Aulya (2013) pada polisi lalu lintas di
Polres Jakarta Pusat tahun 2013, menyatakan bahwa dari 65 responden yang
diteliti, 16 responden (24,6%) mengalami stres berat, 34 responden (52,3%)
mengalami stres ringan dan 15 responden (23,1%) tidak mengalami stres.
Menurut penelitian Airmayanti (2009) pada pekerja di Bagian Produksi PT
ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tahun 2009, diketahui bahwa dari 100 responden
yang menyatakan beban kerja berat, 73,3% mengalami stres kerja berat.
Sebaliknya responden yang menyatakan beban kerja ringan, 65,6% juga
mengalami stres kerja ringan. Berdasarkan teori Robert L Kahn (dalam Desy,
2002), yang termasuk dalam faktor intrinsik pekerjaan diantaranya adalah:
pekerjaan rutin yang menimbulkan kejenuhan karena bersifat monoton, shift kerja
(kerja gilir), beban kerja terlalu berat atau terlalu ringan, dan lain-lain.
Petugas pemadam kebakaran dan petugas penyelamat (rescue workers)
lainnya merupakan pekerjaan dengan resiko stres yang tinggi karena terpajan
dengan berbagai kejadian yang bersifat traumatis sebagai bagian dari
pekerjaannya. Kejadian kebakaran merupakan peristiwa yang tidak dapat
diprediksi sebelumya, sehingga petugas kebakaran dituntut untuk selalu siaga
ketika bertugas. Pekerjaan memadamkan api yang berkobar tidak jarang membuat
petugas mengalami kecelakaan dan bahkan menjadi korban. Di sejumlah negara
sudah banyak pemadam kebakaran yang menjadi korban karena pekerjaan mereka.
Beban pekerjaan yang keras menjadikan pemadam kebakaran sebagai profesi
rawan stres.
6
PKP-PK adalah suatu unit di bandar udara yang bertugas untuk memberikan
pelayanan pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadaman kebakaran
terhadap pesawat udara yang mengalami kecelakaan (incident dan accident)
dan/atau yang disertai dengan kebakaran di bandar udara dan sekitarnya dengan
mengutamakan keselamatan jiwa dan harta penumpang yang ada di dalam pesawat
tersebut, serta mengendalikan, memadamkan api, dan melindungi manusia dan
barang yang dibawa yang terancam oleh api yang terdapat di fasilitas lain yang ada
di bandar udara. Bandar udara Soekarno-Hatta sendiri jumlah pergerakan pesawat
mencapai > 700/harinya. Jelas, pelayanan keselamatan penerbangan yang prima
dan berkelas dunia wajib disediakan oleh unit PKP-PK sesuai ketentuan ICAO.
Berdasarkan hasil studi pendahulan yang telah dilakukan pada 12 pekerja di
unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-
PK) di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dengan menggunakan metode pengukuran
life event scale, di dapatkan hampir 66,7% pekerja mengalami stres kerja. Seperti
yang diketahui bahwa stres kerja selain dapat menurunkan tingkat kesehatan dapat
pula mempengaruhi tingkat produktivitas kerja yang akhirnya mempengaruhi
kualitas dan performa kerja sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap
stres kerja. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya, diharapkan
proses pencegahan dapat lebih mudah dilakukan. Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta
Jakarta.
7
1.2. Rumusan Masalah
Petugas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama halnya dengan petugas
pemadam kebakaran pada umumnya, mereka adalah karyawan yang dilatih dan
bertugas untuk menganggulangi kebakaran dan penyelamatan (rescue). Selain
terlatih untuk memadamkan api, menyelamatkan korban dari kebakaran, para
petugas juga dilatih untuk menyelamatkan korban dari kecelakaan pesawat udara,
gedung runtuh dan lain sebagainya.
Jika melihat deskripsi pekerjaannya, petugas PKP-PK merupakan pekerjaan
yang berbahaya dan memiliki tingkat risiko kecelakaan kerja yang tinggi.
Pekerjaan ini dianggap berisiko tinggi karena dapat menyebabkan luka ringan,
luka sedang, luka parah, kecatatan bahkan kematian dari pekerjaannya.
Berdasarkan hasil studi pendahulun yang dilakukan terhadap 12 pekerja di
unit kerja PKP-PK, diketahui bahwa 8 orang diantaranya mengalami gejala stres
dan 4 orang lainnya tidak mengalami stres.
Risiko pekerjaan yang tinggi dan tuntutan untuk menyelesaikan perkerjaan
dalam waktu yang singkat dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Selain itu
beban kerja yang fluktuatif dan paparan kebisingan di tempat kerja menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi kejadian stres kerja. Menurut hasil observasi
langsung dan pengamatan lapangan yang telah dilakukan pada petugas PKP-PK di
bandar udara Soekarno Hatta, banyak faktor-faktor lainnya yang dapat
menimbulkan stres kerja. Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti ingin melakukan
penelitian tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada
8
pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-
Hatta Jakarta pada tahun 2014?
2. Bagaimana gambaran faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja,
rutinitas dan kebisingan) pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-
Hatta Jakarta pada tahun 2014?
3. Bagaimana gambaran faktor-faktor pengembangan karier atau jabatan
(promosi kerja, kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan) pada pekerja di
unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014?
4. Bagaimana gambaran faktor-faktor pekerja (umur, masa kerja, pendidikan dan
status pernikahan) pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-
Hatta Jakarta pada tahun 2014?
5. Apakah ada hubungan antara faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban
kerja, rutinitas dan kebisingan) dengan stres kerja pada pekerja di unit kerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di
Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014?
9
6. Apakah ada hubungan antara faktor-faktor pengembangan karier (promosi,
kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan) dengan stres kerja pada pekerja
di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014?
7. Apakah ada hubungan antara faktor-faktor pekerja (umur, masa kerja,
pendidikan dan satatus pernikahan) dengan stres kerja pada pekerja di unit
kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-
PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stress kerja
pada unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta tahun
2014.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran stres kerja pada pekerja di unit kerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-
PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014.
b. Diketahuinya gambaran faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban
kerja, rutinitas, kebisingan) pada pekerja di unit kerja Pertolongan
10
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di
Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014.
c. Diketahuinya gambaran faktor-faktor pengembangan karier jabatan
(promosi kerja, kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan) pada
pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno- Hatta
Jakarta pada tahun 2014.
d. Diketahuinya gambaran faktor-faktor pekerja (umur, masa kerja,
pendidikan dan status pernikahan) pada pekerja di unit kerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-
PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014.
e. Diketahuinya hubungan antara faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan
(beban kerja, rutinitas dan kebisingan) dengan stres kerja pada pekerja
di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada
tahun 2014.
f. Diketahuinya hubungan antara faktor-faktor pengembangan karier
(promosi kerja, kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan) dengan
stres kerja pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara
Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014.
g. Diketahuinya hubungan faktor-faktor pekerja (umur, masa kerja,
pendidikan dan status pernikahan) dengan stres kerja pada pekerja di
11
unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada
tahun 2014.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Institusi
a. Memperoleh informasi tambahan mengenai stress yang dialami oleh
pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
b. Sebagai acuan dalam program peningkatan performa dan produktivitas
kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta
1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
a. Hasil penelitian dapat dijadikan tambahan kepustakaan yang bermanfaat
bagi keilmuan di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
b. Terciptanya kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat
dengan institusi lainnya.
1.5.3. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian dapat dijadikan acuan bagi peneliti lainnya yang akan
melakukan penelitian terkait kejadian stress kerja.
b. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait stress kerja yang
telah di dapat diperkuliahan dan tempat kerja yang sesungguhnya
12
c. Meningkatkan kemampuan penulis khususnya dalam proses identifikasi
terkait masalah stress kerja yang terjadi di lingkungan kerja
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3), Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Adapun hal yang ingin diteliti adalah tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-
Hatta Jakarta Tahun 2014.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni tahun 2014.
Populasi penelitian ini adalah Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran yang berjumlah 195 orang. Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada
12 pekerja PKP-PK di Bandar Udara Soekarno Hatta, diketahui 8 pekerja
mengalami stres kerja. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer yang diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Stres
Manusia merupakan anggota lebih dari satu kelompok sosial. Dalam
melakukan kegiatan di setiap kelompok, manusia dapat mengalami stres. Stres yang
dialami sebagai hasil kegiatannya di setiap kelompok saling menunjang, saling
menguatkan. Pada umumnya kita merasakan bahwa stres merupakan suatu kondisi
yang negatif, suatu kondisi yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik atau pun
mental, atau mengarah ke perilaku yang tak wajar (Munandar, 2006).
Menurut Ficham dan Rhodes (1988) dalam Munandar (2006) mengasumsikan
bahwa stres, yang disimpulkan dari gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku,
psikologikal dan somatik, adalah hasil dari atau kurang adanya kecocokan antara
orang (dalam arti keprbadiannya, bakatnya dan kecakapannya) dan lingkungannya,
yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan
terhadap dirinya secara efektif.
Sedangkan yang dimaksud dengan stres menurut Hans Style (1950) dalam
Hawari (2001) adalah respons tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap
tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respons tubuh seseorang manakala
yang bersangkutan mengalami beban kerja yang berlebihan. Bila ia sanggup
mengatasinya itu berarti tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka
dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila ternyata
14
ia mengalami gangguan pada satu / lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan
tidak lagi menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia mengalami
distres.
Mendefinisikan stres merupakan masalah yang tidak mudah. Namun menurut
Hasan (2008), setidaknya terdapat tiga macam pendekatan tentang stres yaitu stres
dapat dipandang sebagai stimulus, sebagai tanggapan psikologis atau fisiologis
terhadap stimulus, atau interaksi antara keduanya.
a. Stres sebagai stimulus
Pendekatan stres sebagai stimulus terfokus pada lingkungan, yakni bila
individu yang bersangkutan mengidentifikasikan sumber atau penyebab stres
yang dialaminya adalah karena kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa
disekitarnya. Kejadian atau peristiwa yang dianggap mengancam atau
merugikan, dengan sendirinya, akan menghasilkan perasaan tertekan yang
disebur stresor.
b. Stres sebagai respons atau tanggapan
Fokus pendekatan stres, sebagai respons atau tanggapan, adalah pada
reaksi inidividu terhadap stresor. Ketika sesorang menggunakan kata stres,
maka yang dimaksudkannya adalah keadaan tegangnya itu sendiri. Respons atau
reaksi individu tersebut mengandung dua komponen yang saling berhubungan,
yaitu psikologis dan fisiologis. Reaksi psikologis meliputi perilaku, pola pikir
dan emosi dalam ruang lingkup yang luas. Sementara, reaksi fisiologis meliputi
15
reaksi tubuh yang meningkat, seperti jantung berdebar-debar, mulut terasa
kering, perut kembung dan sebagainya.
c. Stres sebagai interaksi antara stimulus dan respons
Stres dapat dilihat sebagai proses yang mencakup stresor dan ketegangan
dengan ditambah dimensi penting lain, yaitu hubungan di antara individu dan
lingkungannya. Proses ini mencakup interaksi dan penyesuaian yang terus
menerus yang disebut transaksi. Menurut pendekatan ini, stres bukan hanya
merupakan stimulus atau respons, tetapi lebih merupakan suatu proses di mana
seseorang adalah agen yang aktif yang dapat mempengaruhi dampak stresor
melalui strategi perilaku, kognitif, dan emosional yang dimilikinya. Oleh sebab
itu, setiap individu akan memberikan reaksi stres yang berbeda terhadap stresor
yang sama karena dipengaruhi oleh berbagai perbedaan yang dimiliki masing-
masing individu, baik dari aspek biologi, mental, spiritual maupun sosialnya.
2.2. Pengertian Stres Kerja
Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses
berpikir dan kondisi seseorang. Jika seseorang / karyawan mengalami stres yang
terlalu besar maka akan dapat menganggu kemampuan seseorang / karyawan
tersebut untuk menghadapi lingkungannya dan pekerjaan yang akan dilakukannya
(Handoko, 1997).
16
Menurut Pandji Anoraga (2001), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan
seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya
yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Gibson dkk (1996), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan
penyesuaian diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses
psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar
(lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan
atau fisik berlebihan kepada seseorang.
Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002), mendefinisikan stres
kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman
atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.
Yoder dan Staudohar (1982) mendefinisikan stres kerja adalah Job stres refers
to a physical or psychological deviation from the normal human state that is caused
by stimuli in the work environment, yang kurang lebih memiliki arti suatu tekanan
akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik
seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerjaan tempat individu
tersebut berada.
2.3. Tahapan Stres
Gejala-gejala stres pada diri sesorang seringkali tidak disadari karena perjalanan
awal tahapan stres timbul secara lambat. Baru akan dirasakan bilamana tahapan
17
gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah,
di tempat kerja atau pun di pergaulan lingkungan sosialnya (Hawari, 2001).
Menurut Dr. Robert J. Van Amberg (1979) dalam Hawari (2001), membagi
tahapan-tahapan stres menjadi enam tahapan, sebagai berikut :
a. Stres tahap I
Pada tahap ini, merupakan tahapan stres yang paling ringan yang disertai
dengan perasaan semangat dalam bekerja, mampu menyelesaikan pekerjaan
lebih dari biasanya dan merasa senang dengan pekerjaannya, namun tanpa
disadari energi yang dikeluarkan terlampau berlebihan.
b. Stres tahap II
Pada tahapan ini, perasaan yang awalnya menyenangkan berubah dengan
timbulnya keluhan-keluhan yang diakibatkan energi tidak lagi cukup sepanjang
hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat seperti merasa letih sewaktu
bangun pagi, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman dan tidak bisa
merasa santai
c. Stres tahap III
Pada tahapan ini, akibat dari terlalu memaksakan diri dalam
pekerjaannya, maka keluhan-keluhan yang terjadi akan semakin nyata dan
mengganggu, seperti gangguan lambung dan usus semakin terasa, perasaan
ketidak-tenangan dan ketergangan emosional semakin meningkat serta
mengakibatkan gangguan pola tidur.
18
d. Stres tahap IV
Pada tahapan ini, gejala stres yang timbul akan semakin bertambah parah
seperti pekerjaan teramat membosankan dan sulit untuk diselesaikan, pola tidur
semakin terganggu dengan disertai mimpi-mimpi yang menegangkan, daya
konsentrasi dan daya ingat menurun serta timbul perasaan ketakutan dan
kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.
e. Stres tahap V
Bila keadaan berlajut, maka akan ditandai dengan kelelahan fisik dan
mental yang semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion), sulit
menyelesaikan pekerjaan yang terbilang mudah dan sederhana, terjadinya
gangguan pencernaan yang semakin berat dan timbul perasaan ketakutan serta
kecemasan (bingung dan panik).
f. Stres tahap VI
Tahapan ini merupakan tahap klimaks, tidak jarang orang yang
mengalami tahap ini berulangkali dibawa ke UGD bahkan ke ICCU. Keluhan
yang terjadi seperti debaran jantung teramat keras, sesak napas, tubuh gemetaran
bahkan pingsan atau kolaps (collapse).
Bila disimpulkan, maka keluhan atau pun gejala-gejala dari setiap tahapan stres
yang ada didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan
faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat stresor psiko-sosial yang melebihi
kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
19
2.4. Pembangkit Stres (Stressors)
Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Tenaga kerja
dalam interaksinya di pekerjaan, dipengaruhi pula oleh hasil interaksinya di tempat
lain, di rumah, di sekolah, di perkumpulan dan sebagainya. Faktor-faktor di
pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat
dikelompokkan ke dalam lima katergori besar, yaitu faktor-faktor intrinsik dalam
pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam
pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi (Hurrell, dkk. 1988).
2.4.1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
1. Beban Kerja
Salah satu yang menjadi faktor seorang pekerja mengalami stres
adalah akibat dari beban kerja. Menurut Munandar (2006) beban kerja
berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres.
Beban kerja dibedakan lebih lanjut ke dalam beban kerja berlebih/ terlalu
sedikit ‘kuantitatif’, yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang
terlalu banyak/ sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan
dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih/ terlalu sedikit
‘kualitatif’, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu
tugas, atau tugas tidak menggunakan keterampilan dan/ atau potensi dari
tenaga kerja.
20
Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan
menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan
kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia
bagi karyawan.
Bentuk lain yang merupakan pembangkit stres adalah adanya
fluktuasi dalam beban kerja. Untuk jangka waktu tertentu bebannya
sangat ringan, tetapi untuk saat-saat lain bebannya malah berlebihan.
Faktor waktu juga perlu dipertimbangkan, makin singkat waktu yang
diberikan dalam proses pengambilang keputusan suatu pekerjaan, makin
dirasakan desakan waktu, maka akan semakin besar stresnya. Waktu
merupakan salah satu ukutan efisiensi. Pedoman yang banyak didengar
adalah “Cepat dan Selamat”. Atas dasar ini orang sering harus bekerja
berkejaran dengan waktu.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aulya (2013) pada Polisi
Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat, menyatakan bahwa tingkat
stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden dengan beban kerja
berat. Sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara beban kerja
dengan stres kerja dengan p value 0,030. Namun menurut Desy (2002),
berdasarkan penelitian yang dilakukan PT. Unilever Indonesia Tbk.
diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat
beban kerja dengan stres kerja.
21
2. Waktu Kerja
Menurut standar HIPERKES, rata-rata jam kerja adalah 8 jam per
hari. Sehingga penambahan jam kerja diluar standar dapat meningkatkan
ekskresi katokholamin yaitu hormon adrenalin dan non-adrenalin
(Munandar, 2006).
Hasil penelitian membuktikan bahwa kerja lembur yang
berlebihan tidak hanya meragukan akan keluaran per jamnya, tetapi juga
akan diikuti dengan meningkatnya kemangkiran karena sakit atau
kecelakaan kerja. Perbandingan antara konsumsi energi dan penggantian
kembalinya, atau penggantian antara bekerja dan pemulihannya berlaku
sama bagi semua fungsi tubuh. Hal tersebut diperlukan oleh semua
pegawai. Waktu istirahat merupakan kebutuhan fisiologis yang tidak
dapat dihindarkan dalam rangka mempertahankan kapasitas kerja
(Sedamayanti, 2009).
Menurut penelitian Airmayanti (2009) diketahui bahwa responden
yang bekerja > 8 jam sebagian besar (55,8%) mengalami stres kerja
berat. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara jam kerja dengan stres kerja dengan p value 0,037.
3. Rutinitas
Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari
terlampaunya sedikit tugas yang harus dilakukan dapat menghasilkan
22
berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika
tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.
Masa lama tidak adanya aktivitas, yang mungkin merupakan ciri
dari pekerjaannya sehingga memerlukan rancangan ulang, merupakan
suatu alasan yang yang tepat dari peningkatan kecemasan, depresi dan
ketidakpuasan kerja. George Everly dan Daniel Girdano (1980), dua
orang ahli dari Amerika memperkenalkan istilah deprivational stres
untuk menjelaskan kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang, atau
tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya keluhan yang muncul adalah
kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung
unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial).
Menurut hasil penelitian Vinallia (2009), diketahui bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja
pada pekerja di bagian Weaving PT. Unitex dengan p value sebesar
0,003.
4. Kebisingan
Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan
mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan menurunnya
produktivitas kerja. Bayangkan saja, jika ruangan kerja tidak nyaman,
panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja terlalu padat,
23
lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada
kenyamanan kerja karyawan.
Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi faal
dan psikologis diri seorang tenaga kerja. Salah satu kondisi fisik dalam
pekerjaan yang merupakan pembangkit stres di dalam suatu pekerjaan
adalah kebisingan.
Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau
tetap pada alat pendengaran kita, juga dapat merupakan sumber stres
yang menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan
psikologis kita. Paparan (exposure) terhadap bising berkaitan dengan
rasa lelah, sakit kepala, lekas tersinggung, dan ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi. Akibat paparan terhadap bising dalam bentuk perilaku,
misalnya penurunan unjuk-kerja/ produktivitas, terjadinya kecelakaan,
penurunan perilaku membantu, bersikap lebih negatif terhadap orang
lain, rasa bermusuhan yang lebih terbuka dan agresi terbuka.
Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang
dapat menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan
ambang pendengaran) maupun kualitatif (penyempitan spektrum
pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan
pola waktu. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki
24
dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan
ketulian (Buchori, 2007 dalam Nadhiroh, 2011)
Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja
(occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau
tidak diinginkan (Tigor, 2009 dalam Nadhiroh, 2011) secara :
1) Fisik (menyakitkan telinga pekerja)
2) Psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi)
Hasil penelitian Airmayanti (2009), menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres kerja dengan p
value 0,005 dan diperoleh OR sebesar 3.429, artinya responden yang
menyatakan kebisingan mengganggu memiliki peluang 3,429 kali untuk
mengalami stres kerja berat dibandingkan dengan responden yang
menyatakan tidak mengganggu.
2.4.2. Peran Individu dalam Organisasi
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi,
artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus
dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang
diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu
berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masaiah.
25
Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres
yaitu meiiputi: konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity).
1. Konflik Peran
Ada sebuah penelitian menarik tentang stres kerja menemukan
bahwa sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat
besar, atau yang kurang memiliki struktur yang jelas, mengalami stres
karena konflik peran. Mereka stres karena ketidakjelasan peran dalam
bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen (Rice,
1992). Kenyataan seperti ini mungkin banyak dialami pekerja di
Indonesia, dimana perusahaan atau organisasi tidak punya garis-garis
haluan yang jelas, aturan main, visi dan misi yang seringkali tidak
dikomunikasikan pada seluruh karyawannya. Akibatnya, sering muncul
rasa ketidakpuasan kerja, ketegangan, menurunnya prestasi hingga
akhirnya timbul keinginan untuk meninggalkan pekerjaan.
Konflik peran timbul jika seorang tenaga kerja mengalami
adanya:
Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan antara
tanggung jawab yang ia miliki,
Tugas-tugas yang harus ia lakukan menurut pandangannya bukan
merupakan bagian dari pekerjaannya,
26
Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya,
atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya,
Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu
melakukan tugas pekerjaanya.
2. Ketaksaan Peran
Ketaksaan peran dirasakan jika seorang tenaga kerja tidak
memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau
tidak mengerti atau merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan
peran tertentu.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketaksaan peran menurut
Everly dan Girdano dalam Munandar (2001) ialah:
Ketidakjelasan dari sasaran-sasaran (tujuan-tujuan) kerja,
Kesamaran tentang tanggung jawab,
Ketidakjelasan tentang prosedur kerja,
Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain,
Kurang adanya balikan, atau ketidakpastian tentang unjuk-kerja
pekerjaan.
Menurut Khan dkk. dalam Munandar (2006), stres yang timbul
karena ketidakjelasan sasaran akhirnya mengarah ke ketidakpuasan
27
pekerjaan, kurang memiliki kepercayaan diri, rasa diri tidak berguna,
rasa harga diri yang menurun, depresi, motivasi rendah untuk bekerja,
peningkatan tekanan darah dan detak nadi, dan kecenderungan untuk
meninggalkan pekerjaan.
2.4.3. Pengembangan Karier
1. Promosi Kerja
Setiap orang pasti punya harapan-harapan ketika mulai bekerja di
suatu perusahaan atau organisasi. Bayangan akan kesuksesan karier,
menjadi fokus perhatian dan penantian dari hari ke hari. Namun pada
kenyataannya, impian dan cita-cita mereka untuk mencapai prestasi dan
karier yang baik seringkali tidak terlaksana. Alasannya bisa bermacam-
macam seperti ketidakjelasan sistem pengembangan karier dan penilaian
prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan, atau
karena sudah "mentok" alias tidak ada kesempatan lagi untuk naik
jabatan.
Everly dan Girdano dalam Munandar (2006) menganggap bahwa
untuk menghasilkan kepuasan pekerjaan dan mencegah timbulnya
frustasi pada para tenaga kerja (yang merupakan bentuk reaksi terhadap
stres), perlu diperhatikan tiga unsur yang penting dalam pengembangan
karier, yaitu:
Peluang menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya,
28
Peluang mengembangkan keterampilan baru
Penyuluhan karier untuk memudahkan keputusan-keputusan yang
menyangkut karier
Pengembangan karier merupakan pembangkit stres potensial yang
mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang
kurang.
1. Job Insecurity
Perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru
yang dapat mempunyai dampak pada perusahaan. Reorganisasi
dirasakan perlu untuk dapat mcnghadapi perubahan lingkungan dengan
lebih baik. Sebagai akibatnya ialah adanya pekerjaan lama yang
hilang dan adanya pekerjaan yang baru. Dapat terjadi bahwa pckerjaan
yang baru memerlukan ketrampilan yang baru. Setiap reorganisasi
menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres
yang potensial.
2. Over dan Under-promotion
Setiap organisasi industri mempunyai proses pertumbuhan
masing-masing. Ada yang tumbuhnya cepat dan ada yang lambat, ada
pula yang tidak tumbuh atau setelah tumbuh besar mengalami
penurunan, organisasi menjadi lebih kecil. Pola pertumbuhan
29
organisasi industri berbeda-beda. Salah satu akibat dari proses
pertumbuhan ini ialah tidak adanya kesinambungan dari mobilitas
vertical dari para tenaga kerjanya. Peluang dan kecepatan promosi
tidak sama setiap saat.
Peluang yang kecil untuk promosi, baik karena keadaan tidak
mengijinkan maupun karena mungkin ‘dilupakan’, dapat merupakan
pembangkit stres bagi tenaga kerja yang tidak memiliki aspirasi karier.
Perilaku yang mengganggu, semangat kerja yang rendah dan hubungan
antarpribadi yang bermutu rendah, berkaitan dengan stres dari
kesenjangan yang dirasakan antara kedudukannya sekarang di
organisasi dengan kedudukan yang diharapkan. Sedangkan stres yang
timbul karena over-promotion memberikan kondisi beban kerja yang
berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan ketrampilan yang
tidak sesuai dengan bakatnya.
Promosi sendiri dapat merupakan sumber stres, jika peristiwa
tersebut dirasakan sebagai perubahan drastis yang mendadak, misalnya
jika tenaga kerjanya kurang dipersiapkan untuk promosi. Everly dan
Girdano dalam Munandar (2006) mengajukan tiga faktor yang
menyebabkan promosi dirasakan sebagai stres, yaitu:
Perubahan-perubahan nyata dari fungsi pekerjaan, misalnya
menjadi fungsi pemantau;
30
Penambahan tanggung jawab terhadap manusia, produksi dan
uang;
Perubahan dalam peran sosial yang ‘menemani’ promosinya,
misalnya menjadi ketua dari berbagai macam panitia, mewakili
menjadi anggota dari delegasi organisasi dalam negosiasi dengan
pihak-pihak lain.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Aulya (2013), pada
65 responden yang dilakukan penelitian, tingkat stres kerja lebih
banyak dialami oleh responden yang tidak puas atas promosi yang
berlaku di perusahaan, hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara promosi kerja dengan stres kerja.
2. Kepuasan Gaji
Gaji merupakan kompensasi yang diterima oleh pekerja apabila ia
telah menyelesaikan pekerjaannya (Munandar, 2006). Sedangkan
menurut Schultz (1998) salah satu penyebab tingginya turn over pekerja
disebabkan gaji yang mereka terima sewaktu bekerja tidak sesuai dengan
yang diharapkannya. Selain itu gaji dapat mempengaruhi motivasi
pekerja. Berdasarkan teori dua faktor oleh Heizberg (1990) dalam
Munandar (2006) menyatakan kepuasan bekerja sangat menentukan
motivasi untuk bekerja, salah satu komponennya adalah upah.
31
Menurut penelitian Setyani (2013), dari 40 responden yang
memiliki gaji yang tidak sesuai sebanyak 35,0% mengalami stres kerja,
berdasarkan hasil uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara
gaji dengan stres kerja dengan p value 0,045. Namun menurut penelitian
Nugroho (2004), menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara gaji
dengan stres kerja.
3. Pendidikan dan Pelatihan
Munandar (2006) menjelaskan bahwa risiko dan bahaya jika
digandengkan dengan jabatan tertentu merupakan sumber dari stres.
Kelompok-kelompok jabatan yang dianggap memliki risiko tinggi,
dalam arti kata secara fisikal berbahaya, antara lain polisi, pekerja
tambang, tentara, pegawai di lembaga permasyarakatan, pegawai mobil
kebakaran, pekerja pada eskplorasi gas dan minyak, dan pada instalasi
produksi.
Berbagai kajian menunjukkan bahwa para pekerja melihat risiko
dan bahaya berkaitan dengan pekerjaan sebagai sumber stres. Makin
besar kesadaran akan bahaya dan akibat pembuatan kesalahan, makin
besar depresi dan kecemasan pada seorang pekerja.
Risiko dan bahaya berkaitan dengan banyak jabatan yang tidak
dapat diubah, tetapi persepsi karyawan terhadap risiko dapat dikurangi
melalui pelatihan dan pendidikan. Para pekerja yang cemas, memiliki
32
obsesi dan takut, kurang bermotivasi untuk bekerja, mempunyai
semangat rendah dan lebih mudah menimbulkan kecelakaan, dan dalam
jangka panjang dapat menderita akibat-akibat dari penyakit yang
berhubungan dengan stres, termasuk sakit jantung dan perut.
2.4.4. Hubungan dalam Pekerjaan
Stres akan cenderung muncul pada para karyawan yang tidak mendapat
dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di sini bisa
berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga.
Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami
stres kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan (khususnya
moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua, anak, teman dan
semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan
dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung
lebih mudah terkena stres. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya
dukungan sosial yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan
pekerjaan dan tugasnya.
Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya
kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang rendah dan minat
yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan
secara positif berhubungan dengan ketaksaaan peran yang tinggi, yang
mengarah ke komunikasi antarpribadi yang tidak sesuai antara para tenaga
33
kerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang
rendah, penurunan dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan
rekan-rekan (Khan dkk. dalam Munandar, 2006).
Hubungan sosial yang menunjang (supportive) dengan rekan-rekan kerja,
atasan, dan bawahan di pekerjaan, tidak menimbulkan tekanan-tekanan antar
pribadi yang berhubungan dengan persaingan. Kelompok kerja dapat
memberikan tekanan yang besar kepada anggota kelompoknya untuk
berperilaku konform, sesuai dengan norma-norma kelompok kerjanya.
Kondisi ini dapat merupakan sumber dari stres jika individu memliki
keyakinan, nilai dan norma yang berbeda. Tenaga kerja yang penuh
semangat kerja akan merasakan stres dalam situasi kerja dimana semua
rekan-rekan kerjanya bekerja secara santai.
2.4.5. Struktur dan Iklim Organisasi
Gambaran perusahaan Asia dewasa ini masih diwarnai oleh kurangnya
struktur organisasi yang jelas. Salah satu sebabnya karena perusahaan di
Asia termasuk Indonesia, masih banyak yang berbentuk family business.
Kebanyakan (family) business dan bisnis-bisnis lain di Indonesia yang masih
sangat konvensional dan penuh dengan budaya nepotisme, minim akan
kejelasan struktur yang menjelaskan jabatan, peran, wewenang dan tanggung
jawab. Tidak hanya itu, aturan main yang terlalu kaku atau malah tidak jelas,
iklim politik perusahaan yang tidak sehat serta minimnya keterlibatan atasan
34
membuat karyawan jadi stres karena merasa seperti anak ayam kehilangan
induk - segala sesuatu menjadi tidak jelas.
Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini terpusat pada sejauh mana
tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta pada support sosial. Penelitian
menunjukkan bahwa kurangnya peran serta atau partisipasi dalam
pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku
negatif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan
peningkatan kinerja dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.
2.4.6. Tuntutan dari Luar Organisasi/ Pekerjaan
Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur
kehidupan seorang yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan
dan kerja di dalam satu organisasi, dan dengan demikian memberi tekanan
pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan
keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan,
konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat
merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaanya, sebagaimana halnya
stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan
keluarga dan pribadi.
2.4.7. Karakteristik Individu
Menurut pandangan interaktif dari stres, stres ditentukan pula oleh
individunya scndiri, sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres.
35
Reaksi-reaksi sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres.
Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap
stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri-
ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada
sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan
kecakapan (antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran).
Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor
pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit
stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan
bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit
stres potensial.
a) Kepribadian
Mereka yang berkepribadian introvert bereaksi lebih negatif dan
menderita ketegangan yang kebih besar daripada mereka yang
berkepribadian extrovert, pada konflik peran. Kepribadian yang flexible
(orang yang lebih terbuka terhadap pengaruh dari orang lain sehingga
lebih mudah mendapatkan beban yang berlebihan) mengalami
ketegangan yang lebih besar dalam situasi konflik, dibandingkan dengan
mereka yang berkepribadian rigid.
36
b) Kecakapan
Kecakapan merupakan variabel penting dalam menentukan stres
tidaknya seorang individu menghadapi situasi yang dihadapinya. Jika
seseorang tidak mampu memecahkan sebuah masalah, sedangkan
masalah yang dihadapinya sangat penting, maka hal tersebut dapat
memicu terjadinya stres. Ketidakmampuan individu menyelesaikan
masalah tersebut, sehingga menyebabkan terjadinya stres, berkaitan
dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing individu (Munandar,
2006).
c) Nilai dan Kebutuhan
Setiap organisasi dan perusahaan memiliki budaya dan nilai
masing-masing. Para tenaga kerja diharapkan dapat mengikuti nilai dan
budaya yang dimiliki perusahaan tersebut. Proses sosialisasi pekerja
dalam mengikuti nilai dan budaya yang dimiliki oleh perusahaan tidak
sepenuhnya berjalan lancar, ada yang sepenuhnya berhasil, ada yang
setengah, adapula yang gagal menyesuaikan diri. Bagi pekerja yang
gagal tersebut biasanya akan mengundurkan diri. Bila ia tidak
mengundurkan diri, karena tidak ada pekerjaan lain atau sebab lain
maka tenaga kerja tersebut akan mengalami stres (Munandar, 2006)
37
d) Masa Kerja
Masa kerja mempunyai potensial untuk terjadinya stres kerja.
Baik masa kerja yang sebentar ataupun lama dapat memicu terjadinya
stres kerja serta diperberat dengan adanya beban kerja yang besar
(Munandar, 2006).
Selain itu menurut Munandar (2006) bahwa masa jabatan yang
berhubungan dengan stres kerja sangat berkaitan dengan kejenuhan
dalam bekerja. Pekerja yang telah bekerja di atas 5 tahun biasanya
memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada pekerja yang baru
bekerja. Sehingga dengan adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat
menyebabkan stres kerja.
Sedangkan menurut Wantoro (1999) mengatakan bahwa pekerja
dengan masa kerja lebih lama, lebih mempunyai pengalaman yang luas,
kematangan berfikir dan bersikap, sehingga dapat bertindak lebih
bijaksana. Semakin lama masa kerja seorang pekerja berarti semakin
tinggi pengalamannya di tempat kerja. Dengan demikian semakin tinggi
pula kepuasan kerjanya, mereka lebih berpengalaman sehingga
mempunyai kemampuan untuk mengatasi berbagai situasi pekerjaan,
lebih mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan
disekitarnya dan adanya kesempatan untuk pengembangan kemampuan
dan keterampilan kerjanya, sehingga lebih terhindar dari stres.
38
Berdasarkan penelitian Suprapto (2008) pada polisi lalu lintas
menunjukkan bahwa responden yang memiliki masa kerja > 5 tahun
sebesar 40,6% mengalami stres kerja berat. Sementara itu responden
yang memiliki masa kerja < 5 tahun hanya sebesar 36,7% yang
mengalami stres kerja. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Setyani (2013), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara masa kerja dengan stres kerja dengan p value sebesar 0,034.
Sedangkan menurut penelitian Aulya (2013) menyatakan bahwa tidak
ada hubungan antara faktor individu (masa kerja) dengan stres kerja.
e) Umur
Hubungan antara umur dengan stres memiliki kesamaan dengan
hubungan antara masa kerja dengan stres. Namun, tidak selamanya
umur dengan stres kerja dihubungkan dengan masa kerja. Ada beberapa
jenis pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan umur, terutama yang
berhubungan dengan sistem indera dan kekuatan fisik. Biasanya pekerja
yang memiliki umur yang lebih muda memiliki penglihatan yang dan
pendengaran yang lebih tajam, gerakan yang lebih lincah dan daya tahan
tubuh yang kuat. Namun, untuk beberapa jenis pekerjaan lain, faktor
umur yang lebih tua biasanya memiliki pengalaman dan pemahaman
bekerja yang lebih banyak, sehingga pada jenis pekerjaan tertentu umur
dapat menjadi kendala dan dapat memicu terjadinya stres (Munandar,
2006).
39
Penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University (2000) yang
dikutip dalam Suprapto (2008) terhadap faktor-faktor demografi yang
mempengaruhi timbulnya stres kerja, dapat disimpulkan bahwa umur
memiliki hubungan dengan timbulnya stres kerja. Dalam penelitian ini,
umur dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu usia 18-32 tahun, 33-40 tahun
dan di atas usia 51 tahun. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa
kategori usia 41-50 tahun memiliki persentase terbesar untuk terkena
stres kerja tinggi (20,8%). Sedangkan untuk kategori usia yang memiliki
persentase terbesar yang mengalami stres tingkat rendah adalah usia 18-
32 tahun dan usia 51 tahun ke atas (83%). Hal ini disebabkan pada usia
awal perkembangan keadaan emosi seseorang masih lebih labil.
Sedangkan pada usia lanjut biasanya daya tahan tubuh seseorang sudah
mulai berkurang sehingga sangat berpotensi untuk terkena stres.
Berdasarkan penelitian Airmayanti (2009) yang dilakukan pada
pekerja bagian produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk diketahui
bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan stres kerja. Sementara
itu, penelitian Suprapto (2008) yang dilakukan pada polisi lalu lintas di
kawasan puncak Bogor diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna
antara umur dengan stres kerja.
40
f) Pendidikan
Baik disadari atau tidak, pendidikan mempunyai pengaruh dalam
stres kerja. Hal ini disebabkan seorang pekerja harus memiliki
kualifikasi sebagai gambaran keserasian seseorang dengan pekerjaan
dan lingkungan kerjanya yang secara internal dipengaruhi oleh
kemampuan, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki
(Effendi, 2003).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Utami (2009)
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pendidikan dengan kejadian stres kerja. Namun pada hasil penelitian
Lelyana (2003) diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara
tingkat pendidikan dengan stres kerja dengan p value 0,002.
g) Status Pernikahan
Status pernikahan dapat pula berpengaruh terhadap pekerjaan.
Menurut Handy dalam Appelbaum (1981) menyatakan bila seseorang
pekerja mendapat dukungan dalam karier dari istri maka ia akan
mendapatkan kepuasan kerja, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu,
hubungan pernikahan yang baik membantu pekerja untuk mencegah
atau mengurangi stres kerja.
Evayanti (2003) menyatakan bahwa bagi pekerja yang berstatus
menikah, keadaan keluarga bisa menjadi penghambat, mempercepat
41
atau menjadi penangkal proses terjadinya stres. Bila sesorang
mempunyai masalah gawat di rumah, kecenderungan untuk
mendapatkan stres di tempat kerja akan lebih besar. Sebaliknya, bila
rumah tangga dirasakan aman, nyaman dan menyenangkan maka
masalah-masalah di tempat kerja dapat dihadapi dengan lebih baik.
Hasil studi penelitian yang dilakukan oleh Utami (2009) pada
perawat di RS Pelni Petamburan, menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara status pernikahan dengan kejadian stres kerja dengan p
value sebesar 0,031. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Hidayat (2012) pada pengemudi bus yang ada di Terminal
Kampung Rambutan Jakarta, yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan stres kerja.
2.5. Dampak Stres Kerja
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis
maupun fisik. Biasanya karyawan yang stres akan menunjukkan perubahan perilaku
dan terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres
dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau berdiam diri (freeze). Dalam
kehidupan sehari-hari kedua reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian,
tergantung situasi dan bentuk stres.
42
Pada umumya, stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun
perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya
gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya.
Sedangkan bagi perusahaan, konsekuensinya adalah meningkatnya tingkat
absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan
komitmen organisasi, hingga turnover.
Selain itu, reaksi individu terhadap stres, secara umum dikelompokkan dalam
berbagai segi, yaitu kognitif, emosi dan tingkah laku sosial (dalam Herawaty, 2005).
1. Dampak Stres Terhadap Kognitif
Stres yang tingkahnya sudah tinggi bisa mengganggu ingatan dan
perhatian seseorang dalam melakukan kegiatan yang melibatkan kognitif
2. Dampak Stres Terhadap Emosi
Emosi cenderung hadir ketika seseorang sedang stres dan orang juga
sering menggunakan emosinya untuk mengevaluasi stres yang sedang
dialaminya. Salah satu reaksi emosional yang sering muncul ketika stres adalah
rasa takut (fear). Rasa takut merupakan kombinasi ketidaknyamanan psikologis
(psychological discomfort) dan physical arousal dalam situasi yang mengancam.
Ada dua kategori takut, yaitu phobia dan anxiety. Phobia merupakan takut yang
berlebihan dan tidak masuk akal yang diasosiasikan dengan peristiwa atau situasi
tertentu. Sedangkan anxiety adalah perasaan tidak nyaman yang sering terjadi
pada situasi mengancam yang tidak pasti.
43
Stres juga bisa menyebabkan terjadinya perasaan sedih atau depresi.
Perasaan seperti ini merupakan hal yang normal. Perbedaan antara depresi yang
normal dan yang tidak normal terletak pada tingkat depresi itu sendiri. Depresi
bisa menjadi gangguan psikologis apabila tingkatnya parah terjadi pada kurun
waktu yang lama dan frekuensi terjadinya sering. Perasaan sedih yang terjadi
pada karyawan masih pada tingkat yang normal, karena stres yang dialami
karyawan tidak menyebabkannya menjadi depresi berat. Reaksi emosional
lainnya adalah rasa marah (anger), yang sering terjadi ketika situasi yang ada
dinilai membahayakan atau membuat frustrasi.
3. Dampak Stres Terhadap Tingkah Laku Sosial
Stres bisa mengubah perilaku seseorang terhadap orang lain. Dalam
situasi yang menyebabkan stres, seperti bencana alam, orang-orang yang bekerja
sama untuk bisa menolong orang lain. Hal ini dilakukan karena mereka
mempunyai tujuan yang sama dan hanya bisa diwujudkan dengan bekerja sama.
Tapi dalam situasi lain, orang lain bisa menjadi tidak sensitif, kurang peduli dan
lebih agresif terhadap orang lain. Ketika stres diikuti dengan rasa marah, maka
akan terjadi perilaku sosial yang negatif. Dampak stres terhadap tingkah laku
sosial dapat terlihat dari tingkah laku yang menjauhi sesamanya.
2.6. Pengukuran Stres
Teknik pengukuran stres yang banyak digunakan dalam studi di Amerika
menurut Karoley (dalam Hawari, 2001) dapat digolongkan ke dalam 4 cara, yaitu :
44
1. Self report measure
Cara ini mencoba mengukur stres dengan menanyakan melalui kuesioner
tentang intensitas pengalaman psikologis, fisiologis dan perubahan fisik yang
dialami dalam peristiwa kehidupan seseorang. Teknik ini disebut “life event
scale”.
2. Performane measure
Teknik ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi
perubahan-perubahan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang, seperti
misalnya penurunan prestasi kerja yang tampak dalam gejala-gejala seperti :
a. Cenderung berbuat salah
b. Cepat lupa, kurang perhatian terhadap detail
c. Lamban dalam bereaksi
3. Physiological measure
Pengukuran ini berusaha untuk melihat perubahan yang terjadi pada fisik
sesorang seperti perubahan tekanan darah, ketegangan otot-otot bahu, leher dan
pundak, dan sebagainya. Cara ini sering dianggap memiliki reabilitas paling
tinggi, namun sangat bergantung pada alat yang digunakan dan pengukur itu
sendiri.
45
4. Biochemical measure
Teknik pengukuran dengan cara ini adalah berusaha melihat respon kimia
lewat perubahan kadar hormon kotekolamin dan kortikosteroid setelah
pemberian suatu stimulus. Walaupun cara ini dianggap memiliki reabilitas yang
tinggi, namun mempunyai kelemahan yaitu seandainya subjek penelitian adalah
perokok, peminum alkohol dan sering mengkonsumsi kopi, karena pemberian
stimulus tersebut juga akan meningkatkan kadar kedua hormon tersebut.
Dari keempat cara pengukuran stres seperti yang telah disebutkan di atas, yang
paling sering digunakan dalam penelitian adalah life event scale karena dianggap
manageable dan biayanya relatif lebih murah walaupun dengan keterbatasan
tertentu.
Tabel 2.1.
Daftar Pertanyaan untuk Metode Life Event Scale
Tidak
Pernah
(0)
Jarang
(1)
Kadang-
kadang
(2)
Sering
(3)
Setiap
Hari
(4)
Jantung berdebar
Gemetar
Menggertakan gigi pada
saat tidur
Tidak bisa tidur
Rentan terhadap
penyakit
Sakit perut
Sakit kepala
Sakit kepala sebelah
(migrain)
46
Merasa lelah terus-
menerus
Sembelit
Maag
Percaya diri menurun
Hilang nafsu makan
Keringat berlebihan
Telapak tangan
berkeringat
Lesu
Lupa
Linglung
Merasa jengkel
Merasa muak
Merasa ingin bunuh diri
Pesimis
Cemburu
Murung
Sakit pada bagian
punggung
Depresi
Gelisah
Kehilangan minat
dalam berbagai hal
Nyeri otot
Sensitif/ peka
Ragu-ragu
Memeriksa pekerjaan
yang berlebihan
Sulit bernapas
Berjuang untuk
mengatasi penyakit
minor (misalnya dingin)
Bersikap curiga
Rambut rontok
Gangguan konsentrasi
Perut mulas/ rasa panas
dalam perut
47
Menurunkan berat
badan
Iritasi pada tenggorokan
Hilang rasa humor
Penyakit kulit
Mengambil inisiatif
terlebih dahulu
Mimpi buruk
Mulut kering
Mengonsumsi tonik
(Bioplus, liviton,
lucozade, pharmathon)
Diare
Gugup
Putus asa
Mudah kaget
Meningkatnya nafsu
makan
Gangguan koordinasi
Ketidakpastian
Cepat frustrasi
Kurang keterlibatan
dengan orang lain
Menggigit kuku
Kurang motivasi
Peningkatan motivasi
Peningkatan konsumsi
kafein (kopi, teh)
Resah
Pengambilan keputusan
yang buruk
Merokok
Merasa di luar kendali
Merasa bingung
Tidur yang berlebihan
Menggunakan Obat
tidur
Merasa lelah ketika
bangun
48
Merasa kewalahan
dengan banyak
pekerjaan
Mengedipkan mata
secara berlebihan
Melamun
Menunda pekerjaan
Merasa panik
Mengurangi
produktivitas
Membuang-buang
waktu pekerjaan
Sulit untuk
mengidentifikasikan
penyebab nun kinerja
Tidak bisa
mendiskusikan masalah
dengan orang lain
Sumber : http://bfec.kenyon.edu/Healthy_Kenyon/stres_psymptoms.pdf di akses
melalui situs Brown family environmental center at Kenyon college
Berdasarkan pernyataan di atas, bobot skor 0 jika responden menjawab “tidak
pernah”, bobot skor 1 jika responden menjawab “jarang”, bobot skor 2 jika
responden menjawab “kadang-kadang”, bobot skor 3 jika responden menjawab
“sering”, bobot skor 4 jika responden menjawab “setiap hari”. Untuk melakukan
penilaian indikator stres kerja, dapat dilakukan penelitian sendiri (self assesment)
Sistem skoring/ penilaian yang digunakan sebagai indikator untuk masing-masing
kelompok sebagai berikut :
Nilai > 91 : mengalami stres berat
Nilai 21 - 90 : mengalami stres ringan
Nilai < 20 : tidak mengalami stres
49
2.7. Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampak yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir
sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang
harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering
melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara
efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari
stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang
lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa
pedoman untuk memacu perubahan dan penanggulangan. Pemahaman prinsip dasar,
menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah
yang muncul terutama yang berkaitan dengan penyebab stres dalam hubungannya di
tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul dalam
beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan
tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak
adanya keterampilan (khusus keterampilan manajemen) hingga sekedar tidak
menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999).
Suprihartono dkk. (2003) mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi,
manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan.
Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, karena
hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada
50
tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat
menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan
bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan
hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan
tugas yang menyertakan stres ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan
bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si
pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, yaitu
pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
1. Pendekatan Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level
stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu: pengelolaan
waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan
waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan
baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat
meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi
tuntutan tugas yang berat. Selain untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja
perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Sebagai strategi terakhir untuk
mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang
akan dapat memberikan dukungan dan saran bagi dirinya.
2. Pendekatan Organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta
struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga
51
faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin
digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres kerja karyawannya melalui
seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan
keputusan partisipatif, komunikasi organisasional dan program kesejahteraan.
Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang
mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta
perawatan terhadap kondisi fisik dan mental. Secara umum strategi manajemen
stres kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penganganan individual,
organisasional dan dukungan sosial.
a. Strategi Penanganan Individual
Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual.
Strategi individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
- Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif.
Artinya, jika seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan ketegangan,
para karyawan tersebut seharusnya time out terlebih dahulu. Cara time out
ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam
ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi
sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudhu
bagi orang Islam, dan sebagainya.
52
- Melakukan relaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan mediasi ini bisa
dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libu kerja. Dengan
melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan
nyaman. Dengan demikian karyawan yang melakukan relaksasi
diharapkan dapat mentransfer kemampuan dalam membangkitkan
perasaan rileks ke dalam perusahaan di mana mereka mengalami situasi
stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan
menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang
mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.
- Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah
mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung
lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-
buahan dan sayur-sayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari
secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya (Baron & Greenberg
dalam Margiati, 1999:78).
b. Strategi-strategi penanganan organisasional
Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau
mengontrol penekan tingkat organisasional untuk mencegah atau
mengurangi stres kerja untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui
organisasi dapat dilakukan dengan :
53
- Menciptakan iklim organisasional yang mendukung. Banyak organisasi
besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi
dengan menyertakan infleksibel, iktim impersonal. Ini dapat membawa
pada stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi pengaturan
mungkin membuat struktur lebih terdesentralisasi dan organik dengan
pembuatan keputusan partisipatif dan aliran komunikasi ke atas.
Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan Iklim
yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mcreka lebih
banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau
mengurangi stres kerja mereka.
- Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja
baik dengan meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung
jawab, pengakuan, dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan,
dan pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan
pusat seperti variasi skill, identitas tugas, Signifikansi tugas, otonomi,
dan timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau
pengalaman berani, tanggung jawab, pengetahuan hasil-hasil.
- Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional. Konflik
peran dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai sebuah
penekan individual utama. Ini mengacu pada manajemen untuk
mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional sehingga
penyebab stres ini dapat dihilangkan atau dikurangi. Masing-masing
54
pekerjaan mempunyai ekspektansi yang jelas dan penting atau sebuah
pengertian yang ambigious dari apa yang dia kerjakan. Sebuah strategi
klarifikasi peran yang spesifik memungkinkan seseorang mengambil
sebuah peranan menemukan sebuah catatan ekspektansi dari masing-
masing pengirim peran. Catatan ini kemudian akan dibandingkan
dengan ekspektansi fokal seseorang, dan banyak perbedaan akan
secara terbuka didiskusikan untuk mengklarifikasi ketidakjelasan dan
negoisasikan untuk memecahkan konflik.
- Rencana dan pengembangan jalur karier dan menyediakan konseling.
Secara tradisional, organisasi telah hanya menunjukkan melalui
kepentingan dalam perencanaan karier dan pengembangan pekerja
mercka. Individu dibiarkan untuk memutuskan gerakan dan slrategi
karier sendiri.
c. Strategi dukungan sosial
Untuk mengurangi stres kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama
orang yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang
lain. Agar diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang
baik pada semua pihak, sehingga dukungan sosial dapat diperoleh
seperti dikatakan Landy (dalam Margiati, 1999) dan Goldberger &
Breznitz (dalam Margiati, 1999). Karyawan dapat mengajak berbicara
orang lain tentang masalah yang dihadapi, atau setidaknya ada tempat
mengadu atas keluh kesahnya (Minner dalam Margiati, 1999).
55
2.8. Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan oleh Hurrell, dkk (1988) dalam
Munandar (2001) diketahui bahwa faktor-faktor di pekerjaan yang dapat
menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar, yaitu:
faktor-faktor intrinsik pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karier,
hubungan dalam pekerjaan serta struktur dan iklim kerja. Faktor-faktor intrinsik
dalam pekerjaan meliputi beban kerja, waktu kerja, rutinitas dan kebisingan. Peran
dalam organisasi merupakan kecakapan dan kejelasan peran individu dalam suatu
organisasi untuk memenuhi tuntutan dan berbagai harapan terhadap dirinya.
Pengembangan karier terkait dengan adanya promosi, gaji dan pendidikan serta
pelatihan dalam pengembangan ketrampilan. Hubungan dalam pekerjaan
merupakan hubungan antara pekerja dengan atasan, rekan kerja/ sejawat dan juga
bawahan. Sementara itu struktur dan iklim organisasi terpusat pada sejauh mana
tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dan pada support sosial.
Teori lainnya dikemukakan oleh Cooper (1989), bahwa faktor lainnya yang dapat
menimbulkan stres adalah tuntutan dari luar organisasi atau pekerjaan dan faktor
individu pekerja itu sendiri.
56
Variabel Independen Variabel Dependen
Sumber: Hurrell,dkk (1988) & Cooper (1989) dalam Munandar (2006)
Bagan 2.1
Kerangka Teori
1. Faktor Intrinsik Pekerjaan
a. Beban Kerja
b. Waktu kerja
c. Rutinitas
d. Kebisingan
2. Peran dalam organisasi
3. Pengembangan karier
a. Promosi Kerja
b. Kepuasan Gaji
c. Pendidikan dan Pelatihan
4. Hubungan dalam pekerjaan
5. Struktur dan iklim organisasi
6. Tuntutan dari luar organisasi
atau pekerjaan
7. Faktor pekerja
a. Umur
b. Pendidikan
c. Masa kerja
d. Status pernikahan
STRES KERJA
57
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Dari kerangka teori di atas menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab
stres kerja cukup bervariasi berdasarkan tempat dan situasi yang berada di dalam
suatu perusahaan atau industri. Berdasarkan dari teori-teori yang telah
dikemukakan tersebut, maka peneliti hanya akan meneliti beberapa faktor yang
berperan sebagai penyebab stres di tempat kerja yaitu seperti faktor intrinsik
dalam pekerjaan (beban kerja, rutinitas dan kebisingan), faktor pengembangan
karier (promosi kerja, kepuasan gaji, pendidikan dan pelatihan) dan faktor
individu atau pekerja (umur, pendidikan, masa kerja dan status pernikahan).
Untuk lebih jelasnya, kerangka konsep dapat di lihat pada bagan 3.1
58
Variabel Independen Variabel Dependen
Bagan 3.1.
Kerangka Konsep
1. Faktor Intrinsik Pekerjaan
a. Beban Kerja
b. Rutinitas
c. Kebisingan
2. Pengembangan Karier
a. Promosi Kerja
b. Kepuasan Gaji
c. Pendidikan dan Pelatihan
3. Faktor Pekerja
a. Umur
b. Pendidikan
c. Masa Kerja
d. Status Pernikahan
STRES KERJA
PADA PETUGAS
PKP-PK
59
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1.
Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasioonal Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen
1. Stres Kerja
Kondisi yang dipersepsikan oleh responden
dimana faktor-faktor dalam pekerjaan
berinteraksi dengan pekerja, menimbulkan
tekanan pada pekerja, sehingga dapat
mengganggu keseimbangan emosi,
fisiologis, perilaku kognitif, yang ditandai
dengan 3 indikator; perilaku, emosi dan
fisik.
Kuesioner 1. Stres Berat ( > 91 )
2. Stres Ringan ( 21 - 90)
3. Tidak Mengalami Stres ( < 20 )
(Kenyon, dalam Hawari 2001)
Ordinal
Variabel Independen
Faktor Intrinsik Pekerjaan
1. Beban Kerja
Persepsi responden terhadap jumlah
kegiatan yang harus diselesaikan oleh
responden selama periode waktu tertentu
dalam keadaan normal, yang diukur dengan
jawaban kuesioner.
Kuesioner 1. Berat
2. Tidak Berat
Ordinal
2. Rutinitas
Persepsi responden terhadap pekerjaan yang
dilakukan secara berulang dan sama
sehingga menimbulkan kebosanan.
Kuesioner 1. Membosankan
2. Tidak Membosankan
Ordinal
3. Kebisingan
Persepsi responden terhadap suara yang
tidak disukai di tempat kerja dan dirasakan
mengganggu
Kuesioner 1. Mengganggu
2. Tidak Mengganggu
Ordinal
60
Pengembangan Karier
4. Promosi Kerja
Persepsi responden terhadap perhatian
perusahaan untuk memberikan kenaikan
jabatan fan keberhasilan jenjang karier di
perusahaan
Kuesioner 1. Tidak Memuaskan
2. Memuaskan
Ordinal
5. Kepuasan Gaji Persepsi responden tentang hasil yang
diterima responden berupa uang terhadap
pekerjaan yang telah dilakukan.
Kuesioner 1. Tidak Sesuai
2. Sesuai
Ordinal
6. Pendidikan dan
Pelatihan
Persepsi responden terhadap perusahaan
untuk memberikan pendidikan dan pelatihan
keterampilan tambahan dalam melaksanakan
tugas
Kuesioner 1. Tidak Memuaskan
2. Memuaskan
Ordinal
Faktor Pekerja
7. Umur Lamanya responden hidup yang dihitung
dalam tahun sejak lahir sampai penelitian ini
berlangsung.
Kuesioner 1. ≥ 34 tahun (nilai median)
2. < 34 tahun (nilai median)
Ordinal
8. Pendidikan
Jenjang sekolah formal yang telah ditempuh
responden yang disertai dengan ijazah atau
surat kelulusan
Kuesioner 1. SMA
2. D3
3. Sarjana (S1)
Ordinal
9. Masa Kerja Lamanya waktu responden bekerja terhitung
sejak awal masuk kerja hingga penelitian
berlangsung.
Kuesioner 1. < 12 tahun (nilai median)
2. > 12 tahun (nilai median)
Ordinal
10. Status Pernikahan Keadaan responden mengenai pendamping
hidup yang disertai pengesahan secara
hukum dan agama
Kuesioner 1. Belum menikah
2. Sudah menikah
Ordinal
61
3.3. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban
kerja, rutinitas dan kebisingan) dengan stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-
PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta tahun 2014.
2. Ada hubungan antara faktor-faktor pengembangan karier (promosi kerja,
kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan) dengan stres kerja pada
pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta tahun 2014.
3. Ada hubungan antara faktor-faktor pekerja (umur, pendidikan, masa
kerja dan status pernikahan) dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar
Udara Soekarno-Hatta Jakarta tahun 2014.
62
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan bersifat analitik yang bertujuan untuk
melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel
dependen. Dengan menggunakan desain studi cross-sectional yaitu mencari
faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel dependen (informasi atau
gambaran analisis mengenai situasi yang ada) dalam waktu yang bersamaan.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada rentang waktu bulan Januari sampai dengan Juni
2014 dengan lokasi penelitian bertempat di unit kerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Bandar Udara Soekarno–Hatta.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Bandar Udara Soekarno–Hatta,
dengan jumlah 195 petugas. Sedangkan sampel penelitian ini dipilih secara
random, dengan menggunakan metode simple random sampling dan menggunakan
rumus perhitungan sampel uji hipotesis dua proporsi, karena untuk mendapatkan
sampel kasus yang dapat mewakili populasi induknya.
63
Rumus besar sampel uji hipotesis dua proporsi:
Sampel (n) = [Z1-α/2 √2P (1-P) + Z1-β √P1 (1-P1) + P2 (1-P2)]2
(P1-P2)2
Keterangan:
n = besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
Z1-α/2 = derajat kepercayaan, CI 95% = 1,96 ; 5% (two tail)
Z1-β = kekuatan uji 95%
P = rata-rata proporsi pada populasi
P1 = proporsi yang mengalami stres kerja berat akibat dari beban
kerja berat (P1) adalah 0,37 (Aulya, 2013)
P2 = proporsi yang mengalami stres kerja berat namun beban
kerjanya ringan (P2) adalah 0,10 (Aulya, 2013)
Perhitungan sampel dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu
dengan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi yang kemudian diperoleh
hasil seperti pada tabel 4.1. berikut:
Tabel 4.1.
Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi
Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu
Variabel P1 P2 α (%) β (%) N
Beban Kerja
P1: Berat
P2: Sedang
(Aulya, 2013) 0,37 0,10
1
80
57
5 38
10 30
1
95
85
5 63
10 51
64
Kebisingan
P1: Mengganggu
P2: Tidak Mengganggu
(Airmayanti, 2009) 0,56 0,27
1
80
66
5 45
10 35
1
95
100
5 73
10 60
Rutinitas
P1: Membosankan
P2: Tidak Membosankan
(Yunus, 2011) 0,65 0,34
1
80
60
5 40
10 32
1
95
90
5 65
10 54
Promosi Kerja
P1: Tidak Memuaskan
P2: Memuaskan
(Siswanti, 2004) 0,64 0,43
1
80
131
5 88
10 69
1
95
198
5 144
10 120
Kepuasan Gaji
P1: Tidak Sesuai
P2: Sesuai
(Suprapto, 2008) 0,47 0,19
1
80
65
5 44
10 34
1
95
97
5 71
10 59
Masa Kerja
P1: > 5 tahun
P2: ≤ 5 tahun
(Vierdelia, 2008) 0,80 0,40
1
80
34
5 23
10 18
1
95
50
5 36
10 30
Status Pernikahan
P1: Belum menikah
P2: Sudah menikah
(Utami, 2009) 0,71 0,33
1
80
39
5 26
10 21
1
95
59
5 42
10 35
65
Berdasarkan hasil perhitungan sampel pada tabel 4.1, jumlah sampel (Aulya,
2013) yang akan diambil adalah 63 orang (P1 = proporsi beban kerja kategori berat
pada stres kerja dan P2 = proporsi beban kerja kategori sedang pada stres kerja).
Dari hasil tersebut, kemudian dilakukan penghitungan sampel minimal dengan
menggunakan perbandingan dari hasil penelitian Yunus (2011) yaitu hasil dari
responden yang tidak stres sebesar 65,7% :
63 = 65,7/100 x n
n = 63 x 100/65,7
n = 96 responden
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka sampel dalam penelitian ini
yaitu sebesar 96 sampel pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta.
4.4. Alat dan Cara Pengumpulan Data
Alat dan cara pengumpulan data yaitu melalui data primer dan data sekunder
yang diuraikan sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK)
dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang disebarkan dan diisi
oleh para pekerja.
66
Isi dari kuesioner memuat pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
variabel independen yang berupa faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja
seperti faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja, rutinitas dan kebisingan),
pengembangan karier (promosi kerja, kepuasan gaji dan pendidikan dan
pelatihan), faktor individu atau pekerja (umur, pendidikan, masa kerja dan
status pernikahan), serta pertanyaan yang berisi indikator dalam menentukan
stres kerja yang merupakan variabel dependen. Dimana nantinya indikator-
indikator tersebut digunakan untuk menilai tingkatan stres pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran di Bandar
Udara Soekarno-Hatta.
Variabel dependen (stres kerja) diukur dengan indikator yang telah
ditetapkan sesuai dengan metode self report measurement. Metode self report
measurement menggunakan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan
adanya perubahan fisiologis, psikologis dan perilaku yang dialami dalam
peristiwa kehidupan seseorang.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen,
catatan dan laporan perusahaan, seperti profil unit kerja PKP-PK dan jumlah
karyawan di bagian tersebut.
67
4.5. Pengolahan Data
1. Data Editing
Pada langkah ini peneliti akan melakukan pengecekan isian formulir atau
kuesioner apakah jawaban dikuesioner sudah:
a. Lengkap: semua pertanyaan sudah terisi jawabannya
b. Jelas: jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca
c. Relevan: jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaannya
d. Konsisten: apakah antara beberapa pertanyaan yang berlaitan isi
jawabannya konsisten.
Jika isian kuesioner sudah sesuai dengan poin-poin tersebut (poin a
sampai d) maka pengolahan data dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
Proses editing/ pengecekan ini dapat peneliti lakukan sebelum meninggalkan
responden penelitian atau setelahnya.
2. Data Coding
Coding merupakan kegiatan memberikan kode pada jawaban kuesioner
yang ada untuk mempermudah proses pengolahan dalam komputerisasi.
Mengkode jawaban adalah merubah data berbentuk huruf menjadi data berupa
angka. Pada proses coding ini, variabel independen dan dependen akan diberi
kode untuk memudahkan dalam menganalisis yaitu:
a. Variabel stres kerja Stres berat
Stres ringan
Tidak mengalami stres
[1]
[2]
[3]
68
b. Beban kerja Berat
Tidak berat
[1]
[2]
c. Rutinitas Membosankan
Tidak membosankan
[1]
[2]
d. Kebisingan Mengganggu
Tidak mengganggu
[1]
[2]
e. Promosi kerja Tidak Memuaskan
Memuaskan
[1]
[2]
f. Kepuasan gaji Tidak sesuai
Sesuai
[1]
[2]
g. Pendidikan dan Pelatihan Tidak Memuaskan
Memuaskan
[1]
[2]
h. Umur > 34 tahun
< 34 tahun
[1]
[2]
i. Pendidikan SMA
D3
Sarjana (S1)
[1]
[2]
[3]
j. Masa Kerja < 12 tahun
> 12 tahun
[1]
[2]
k. Status pernikahan Belum menikah
Sudah menikah
[1]
[2]
3. Data Entry
Memproses data yang telah didapat dari hasil kuesioner agar dapat
dianalisis dengan menggunakan program komputer.
69
4. Data Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kergiatan pengecekan kembali
untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data yang sudah
dimasukkan/ entry, baik dalam pengkodean maupun kesalahan dalam
membaca kode, kemudian mencari apakah ada data entry yang salah, melihat
responden serta memeriksa ulang di kuesioner. Untuk melihat apakah terdapat
kesalahan dalam meng-entry maka akan dilakukan dengan cara distribusi
frekuensi sehingga akan muncul kesalahan dalam meng-entry data. Misalnya
0= laki-laki, 1= perempuan, ketika dilakukan pengecekan kembali ternyata
ada kesalahan dalam meng-entry misalnya ada angka 2 sedangkan pada
pengkodean tidak ada angka tersebut. Maka untuk mengeluarkan angka 2
tersebut dengan cara mengklik angka yang dalah pada entry data kemudian
mereset pada tabel frekuensi lalu diganti dengan kode yang benar. Kemudian
data baru siap untuk dianalisis.
4.6. Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan beberapa analisa data, yaitu:
1. Analisis Univariat
Untuk melihat distribusi frekuensi pada variabel independen dan variabel
dependen. Variabel independen terdiri dari faktor intrinsik pekerjaan (beban
kerja, waktu kerja, rutinitas dan kebisingan), pengembangan karier (promosi,
kepuasan gaji, pendidikan dan pelatihan) dan faktor individu atau pekerja
70
(umur, pendidikan, masa kerja dan status pernikahan), sedangkan variabel
dependennya adalah stres kerja.
2. Analisis Bivariat
Analisis dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen. Karena semua data berbentuk kategori, uji yang
digunakan untuk analisis pada penelitian ini yaitu uji Chi-square, dengan
menggunakan CI 95% derajat kemaknaan 5%. Metode ini digunakan untuk
mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika p value > 0,05 maka Ho diterima
dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua
variabel tersebut. Sebaliknya, jika p value < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha
diterima yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel
tersebut.
71
BAB V
HASIL
5.1. Gambaran Umum Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) Bandar Udara Soekarno-Hatta
5.1.1. Gambaran Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) Bandar Udara Soekarno-Hatta
Dalam era low Cost carrier sekarang ini, transportasi udara menjadi
pilihan utama transportasi massal di Indonesia yang mengakibatkan
tingginya jumlah penumpang dan padatnya air traffic di Bandar Udara.
Bandar Udara Soekarno-Hatta sendiri jumlah pergerakan pesawat
mencapai > 700/harinya. Jelas, pelayanan keselamatan penerbangan
yang prima dan berkelas dunia wajib disediakan oleh unit PKP-PK sesuai
ketentuan ICAO.
PKP-PK adalah suatu unit di Bandar Udara yang bertugas untuk
memberikan pelayanan pertolongan kecelakaan penerbangan dan
pemadaman kebakaran terhadap pesawat udara yang mengalami
kecelakaan (incident dan accident) dan/atau yang disertai dengan
kebakaran di bandar udara dan sekitarnya dengan mengutamakan
keselamatan jiwa dan harta penumpang yang ada di dalam pesawat
tersebut, serta mengendalikan, memadamkan api, dan melindungi
manusia dan barang yang dibawa yang terancam oleh api yang terdapat
di fasilitas lain yang ada di bandar udara.
72
Bandar Udara Soekarno-Hatta memiliki tiga Fire Station. South Fire
Station bertanggung jawab bila terjadi emergency aircraft accident di
Runway Selatan. Sementara itu, North Fire Station mengatasi emergency
aircraft accident di Runway Utara. Kedua Fire Station ini dibangun
berdekatan dengan tiap Runway agar dapat mencapai Response Time
sesuai ketentuan ICAO. Main Fire Station selain sebagai pendukung dari
kedua Fire Station juga bertanggung jawab untuk mengatasi domestic
fire.
(a) (b)
(c)
Gambar 5.1
Unit Kerja PKP-PK Bandar Udara Soekarno-Hatta; (a) North Fire
Station, (b) South Fire Station dan (c) Main Fire Station
73
Selain tugas utama, unit PKP-PK memiliki misi pelayanan
keselamatan penerbangan (safety service mission) diantaranya: aircraft
evacuation drill, removal of fuel hazard, bad weather standby, bird strike
inspection, bomb treat standby, dan domestic fire. Dengan demikian
keberadaan unit PKP-PK di Bandar Udara jelas begitu vital karena
mampu memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap terciptanya
pelayanan keselamatan penerbangan di bandar udara.
5.1.2. Tugas dan Fungsi unit PKP-PK
Pelayanan PKP-PK dilaksanakan secara cepat dan tepat untuk
penyelamatan dan pertolongan kecelakaan penerbangan serta
pemadaman kebakaran di bandar udara dan sekitarnya. Tugas dan fungsi
unit PKP-PK di bandar udara, yaitu :
a. Memberikan pelayanan PKP-PK untuk menyelamatkan jiwa dan harta
benda dari satu pesawat udara yang mengalami kejadian (incident)
atau kecelakaan (accident) di bandar udara dan sekitarnya.
b. Mencegah, mengendalikan, memadamkan api, melindungi manusia
dan barang yang terancam bahaya kebakaran pada fasilitas di bandar
udara.
5.1.3. Struktur Organisasi PKP-PK Bandar Udara Soekarno-Hatta
Penyelenggara bandar udara harus mempertahankan organisasi
dalam bentuk unit PKP-PK sesuai dengan struktur manajemen yang baik
dan efektif serta dikaitkan dengan keberadaan dan kondisi pelayanan
yang diberikan. Personel PKP-PK Bandar Udara Soekarno-Hatta terdiri
74
dengan 195 orang, masing-masing individu mempunyai tingkat jabatan
terterntu sesuai dengan struktur organisasi yang ada.
Gambar 5.2
Struktur Organisasi Unit Kerja PKP-PK di Bandar Udara
Soekarno-Hatta Jakarta
5.1.4. Tugas dan Tanggung Jawab dalam Struktur Organisasi PKP-PK
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor
KP. 420 Tahun 2011 tentang Persyaratan Standar Teknis Operasional
Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 Volume IV,
Pelayanan Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK), tugas dan tanggung jawab struktur organisasi
PKP-PK adalah sebagai berikut :
75
1. Kepala Unit PKP-PK
a. Bertanggung jawat kepada kepala divisi PKP-PK
b. Menyiapkan standar prosedur operasi PKP-PK
c. Menyiapkan standar prosedur latihan PKP-PK serta pencegahan
bahaya kebakaran
d. Menyiapkan standar prosedur pemeliharaan kendaraan dan
peralatan PKP-PK
e. Melaksanakan bimbingan unit PKP-PK
f. Memimpin pelaksanaan operasi, latihan dan pemeliharaan
kendaraan dan peralatan PKP-PK
g. Menyiapkan program kerja unit PKP-PK
h. Melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan
operasi, pelatihan dan pemeliharaan kendaraan PKP-PK
i. Menentukan pelaksanaan tugas kerja harian unit PKP-PK apabila
berhalangan
j. Menyiapkan laporan unit PKP-PK
k. Melaksanakan urusan administrasi
l. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasa langsung
2. Komandan Unit Operasi
a. Bertanggung jawab kepada kepala unit PKP-PK
b. Membantu menyiapkan standar prosedur operasi PKP-PK
c. Melaksanakan bimbingan bidang operasi PKP-PK
d. Memimpin pelaksanaan operasi PKP-PK
e. Menyiapkan program kerja operasi unit PKP-PK
f. Melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan
operasi PKP-PK
g. Menentukan pelaksana tugas kerja harian apabila berhalangan
h. Menyiapkan laporan operasi PKP-PK
i. Melaksanakan urusan administrasi
j. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung
76
3. Komadan Unit Latihan
a. Bertanggung jawab kepada kepala dinas PKP-PK
b. Menyiapkan standar prosedur latihan PKP-PK
c. Membantu menyiapkan standar latihan PKP-PK
d. Melaksanakan bimbingan bidang latihan PKP-PK
e. Memimpin pelaksanaan latihan PKP-PK
f. Menyiapkan program kerja pelatihan PKP-PK
g. Melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan
pelatihan PKP-PK
h. Menentukan pelaksana tugas kerja harian apabila berhalangan
i. Menyiapkan laporan latihan PKP-PK
j. Melaksanakan urusan administrasi
k. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung
4. Komandan Unit Perawatan
a. Bertanggung jawab kepada kepala dinas PKP-PK
b. Membantu menyiapkan standar prosedur teknik pemeliharaan
PKP-PK
c. Melaksanakan bimbingan bidang teknik pemeliharaan PKP-PK
d. Memimpin pelaksanaan teknik pemeliharaan PKP-PK
e. Menyiapkan program kerja teknik perawatan unit PKP-PK
f. Melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan
teknik perawatan PKP-PK
g. Menentukan pelaksana tugas kerja harian apabila berhalangan
h. Menyiapkan laporan teknik perawatan PKP-PK
i. Melaksanakan urusan administrasi
j. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung
77
5. Komandan Jaga Operasi
a. Bertanggung jawab kepada komandan unit operasi
b. Melaksanakan pembagian tugas harian kegiatan
c. Melakukan komando kegiatan
d. Memimpin operasional harian
e. Melaksanakan kordinasi kegiatan
f. Melaksanakan pengawasan kegiatan
g. Membuat laporan kegiatan
h. Membantu urusan administrasi
i. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung
6. Komandan Regu Operasi
a. Bertanggung jawab kepada komandan jaga
b. Bertanggung jawab terhadap kesiapan kendaraan dan peralatan
operasi serta anggotanya
c. Memimpin operasi dalam regunya
d. Mengoperasikan kendaraan dan peralatan operasi PKP-PK
e. Memimpin latihan dalam regunya dan membuat laporan
kemajuan personil
f. Memeriksa dan bertanggung jawab untuk melaporkan kerusakan-
kerusakan peralatan operasi yang menjadi tanggung jawabnya
g. Berkoordinasi dengan komandan regu lain
h. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung
7. Pelaksana
a) Pelaksana Operasi
1. Melaksanakan tugas kerja harian yang ditentukan
2. Memeriksa dan merawat semua peralatan/ perlengkapan
operasi yang digunakan dalam regunya
3. Melaporkan kerusakan-kerusakan serta kekurangan kepada
atasan
78
4. Menjaga disiplin dan memupuk kerjasama sesama anggota
dalam menjalankan tugas operasi/ latihan/ pemeliharaan
5. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan
langsung
b) Pelaksana Pencegahan
1. Melaksanakan tugas kerja harian yang ditentukan
2. Memeriksa dan merawat semua peralatan/ perlengkapan
3. Melaporkan kerusakan-kerusakan sera kekurangan kepada
atasan
4. Menjaga disiplin dan memupuk kerjasama sesama anggota
dalam menjalankan tugas pencegahan
5. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung
c) Pelaksana Perawatan
1. Melaksanakan tugas kerja harian yang ditentukan
2. Memeriksa dan merawat semua kendaraan/ perlengkapan
3. Melaporkan kerusakan kendaraan/ peralatan kepada atasan
serta melakukan tindakan perbaikan
4. Menjaga disiplin dan memupuk kerjasama sesama anggota
dalam menjalankan tugas perawatan
5. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung
Dari penjabaran mengenai tugas dan tanggung jawab struktur
organisasi PKP-PK di Bandar Udara Soekarno-Hatta, dapat disimpulkan
bahwa secara umum pembagian dalam pelaksanaan tugas di dalam PKP-
PK terbagi menjadi 2 macam, yaitu pada tingkat jabatan pelaksana dan
tingkat jabatan komandan.
Pada tingkat jabatan pelaksana, kegiatan-kegiatan yang dilakukan
lebih menekankan kepada kemampuan dan keterampilan fisik, karena
79
pada saat kejadian kebakaran maupun keadaan darurat lainnya pelaksana
menjadi garda terdepan yang bertugas untuk melaksanakan pemadaman
dan juga pertolongan, sehingga membutuhkan kemampuan fisik yang
prima. Oleh karena itu, memungkinkan persepsi beban kerja pada tingkat
jabatan pelaksana menjadi berat. Berbeda halnya pada tingkat jabatan
komandan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan lebih kepada kemampuan
berfikir untuk bisa melaksanakan operasi pemadaman maupun keadaan
darurat lainnya berjalan baik dan lancar. Untuk tingkat jabatan komandan
ke atas, beban kerja yang dirasakan mungkin lebih kepada beban kerja
secara psikis, karena kesuksesan dari suatu operasi pemadaman
kebakaran maupun keadaan darurat bergantung bagaimana memimpin
dan merencanakan teknik dan taktik operasi.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa
gambaran tingkat jabatan hampir sama antara pelaksana dan komandan.
Sehingga membuat persepsi beban kerja dalam penelitian ini memiliki
persentase yang sama besar (lihat tabel 5.2).
5.2. Analisis Univariat
5.2.1. Gambaran Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta
Tahun 2014
Pada variabel stres kerja dilakukan pengelompokkan menjadi 3
kategorik dengan menggunakan standar skor, yaitu jika total skor
jawaban yang diperoleh > 91 dikategorikan mengalami stres, skor
80
jawaban antara 21 – 90 dikategorikan mengalami stres ringan sedangkan
untuk skor jawaban < 20 dikategorikan tidak mengalami stres. Sehingga
dapat diketahui distribusi responden berdasarkan stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar
Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 seperti terlihat pada tabel sebagai
berikut :
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan
Kecelakaan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara
Soekarno-Hatta Tahun 2014
No. Gambaran Stres Kerja Jumlah Prosentase (%)
1. Stres Berat 21 21,9
2. Stres Ringan 66 68,8
3. Tidak Mengalami Stres 9 9,4
Jumlah 96 100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1 dari 96 responden yang
dijadikan sampel, diketahui gambaran pekerja yang mengalami stres
ringan memiliki jumlah yang paling besar yaitu sebesar 68,8%.
5.2.2. Gambaran Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
Hasil penelitian mengenai stres kerja pada pekerja Pertolongan
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam kebakaran (PKP-PK) di Bandar
Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014 diperoleh data bahwa, jumlah stres
kerja berdasarkan faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja, rutinitas
dan kebisingan) adalah seperti yang tercantum dalam tabel 5.2.
81
Tabel 5.2
Distribusi Responden menurut Faktor Intrinsik Pekerjaan pada
Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
No. Variabel Faktor Kategori Jumlah Prosentase
(%)
1. Beban kerja Berat 48 50,0
Tidak Berat 48 50,0
2. Rutinitas Membosankan 26 27,1
Tidak membosankan 70 72,9
3. Kebisingan Mengganggu 75 78,1
Tidak mengganggu 21 21,9
a. Beban Kerja
Berdasarkan tabel 5.2 dari 96 responden yang diambil, diketahui
gambaran bahwa pekerja yang menjawab beban kerja berat dan tidak
berat memiliki jumlah yang sama besar yaitu sebesar 50,0%.
b. Rutinitas
Berdasarkan tabel 5.2 dari 96 responden yang diambil, diketahui
gambaran bahwa pekerja yang menyatakan rutinitas kerja tidak
membosankan memiliki jumlah yang paling besar yaitu sebesar
72,9%.
c. Kebisingan
Berdasarkan tabel 5.2 dari 96 responden yang diambil, diketahui
gambaran bahwa pekerja yang menyatakan kebisingan di tempat
kerja mengganggu memiliki jumlah yang paling besar yaitu sebesar
78,1%.
82
5.2.3. Gambaran Pengembangan Karier
Hasil penelitian mengenai stres kerja pada pekerja Pertolongan
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam kebakaran (PKP-PK) di Bandar
Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014 diperoleh data bahwa, jumlah stres
kerja berdasarkan pengembangan karir (promosi kerja, kepuasan gaji dan
Pendidikan dan Pelatihan) adalah seperti yang tercantum dalam tabel 5.3.
Tabel 5.3
Distribusi Responden menurut Pengembangan Karir pada Pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
No. Variabel Faktor Kategori Jumlah Prosentase
(%)
1. Promosi Kerja Tidak memuaskan 54 56,2
Memuaskan 42 43,8
2. Kepuasan Gaji Tidak sesuai 39 40,6
Sesuai 57 59,4
3. Pendidikan dan Pelatihan Tidak memuaskan 45 46,9
Memuaskan 51 53,1
a. Promosi Kerja
Berdasarkan tabel 5.3 dari 96 responden yang diambil, diketahui
gambaran bahwa pekerja yang menyatakan promosi kerja tidak
memuaskan memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 56,3%.
b. Kepuasan Gaji
Berdasarkan tabel 5.3 dari 96 responden yang diambil, diketahui
gambaran bahwa pekerja yang menyatakan kepuasan gaji sesuai
memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 59,4%.
83
c. Pendidikan dan Pelatihan
Berdasarkan tabel 5.3 dari 96 responden yang diambil, diketahui
gambaran bahwa pekerja yang menyatakan Pendidikan dan Pelatihan
sudah memuaskan memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar
53,1%.
5.2.4. Gambaran Faktor Pekerja
Hasil penelitian mengenai stres kerja pada pekerja Pertolongan
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam kebakaran (PKP-PK) di Bandar
Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014 diperoleh data bahwa, jumlah stres
kerja berdasarkan faktor pekerja (umur, pendidikan, masa kerja dan
status pernikahan) adalah seperti yang tercantum dalam tabel 5.4.
Tabel 5.4
Distribusi Responden menurut Faktor Pekerja pada Pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
No. Variabel Faktor Kategori Jumlah Prosentase
(%)
1. Umur ≥ 34 tahun 48 50,0
< 34 tahun 48 50,0
2. Pendidikan SMA 79 82,3
D3 7 7,3
Sarjana 10 10,4
3. Masa Kerja < 12 tahun 40 41,7
≥ 12 tahun 56 58,3
4. Status Pernikahan Belum menikah 28 29,2
Sudah menikah 68 70,8
84
a. Umur
Berdasarkan tabel 5.4, dengan umur tertinggi adalah 56 tahun
dan terendah adalah 21 tahun, nilai mean 35,46 dan median 33,50.
Untuk kepentingan analisis data, umur dikelompokkan menjadi 2
kategori berdasarkan nilai median yaitu 33,50. Berdasarkan kategori
tersebut, diketahui gambaran pekerja yang memiliki umur ≥ 34 tahun
dan < 34 tahun memiliki jumlah yang sama besar, yaitu sebesar 50%.
b. Pendidikan
Berdasarkan tabel 5.4 dari 96 responden yang diambil,
diketahui gambaran pekerja yang berpendidikan SMA memiliki
jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 82,3%.
c. Masa Kerja
Berdasarkan tabel 5.4, dengan masa kerja tertinggi adalah 34
tahun dan terendah adalah 2 tahun, nilai mean 13,55 dan median
12,00. Untuk kepentingan analisis data, masa kerja dikelompokkan
menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu 12,00.
Berdasarkan kategori tersebut, diketahui gambaran pekerja dengan
masa kerja ≥ 12 tahun memiliki jumlah yang paling besar, yaitu
sebesar 58,3%.
d. Status Pernikahan
Berdasarkan tabel 5.4, dari 96 responden yang diambil,
diketahui gambaran bahwa pekerja yang sudah menikah memiliki
jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 70,8%.
85
5.3. Analisis Bivariat
5.3.1. Hubungan Antara Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan (Beban Kerja,
Rutinitas dan Kebisingan)
a. Beban Kerja
Hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat
pada tabel 5.5.
Tabel 5.5
Distribusi Responden menurut Beban Kerja terhadap Stres Kerja
pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Beban
Kerja
Stres Kerja Total
P value Berat Ringan Tidak Stres
N % N % N % N %
Berat 16 33,3 30 62,5 2 4,2 48 100
0,011 Tidak
Berat 5 10,4 36 75,0 7 14,6 48 100
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa responden yang
menyatakan beban kerja berat, diperoleh bahwa ada sebanyak 16 dari
48 (33,3%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan
diantara pekerja yang menyatakan beban kerja tidak berat, ada 5 dari
48 (10,4%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji
statistik diperoleh p value sebesar 0,011 (p value < 0,05) sehingga
86
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban
kerja dengan stres kerja.
b. Rutinitas
Hubungan antara rutinitas dengan stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat
pada tabel 5.6.
Tabel 5.6
Distribusi Responden menurut Rutinitas terhadap Stres Kerja pada
Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Rutinitas
Stres Kerja Total
P value Berat Ringan Tidak Stres
N % N % N % N %
Membosankan 9 34,6 14 53,8 3 11,5 26 100
0,137 Tidak
Membosankan 12 17,1 52 74,3 6 8,6 70 100
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa responden yang
menyatakan rutinitas kerja membosankan, diperoleh bahwa ada
sebanyak 9 dari 26 (34,4%) pekerja yang mengalami stres kerja berat.
Sedangkan diantara pekerja yang menyatakan rutinitas kerja tidak
membosankan, ada 12 dari 70 (74,3%) yang mengalami stres kerja
berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,137
(p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja.
87
c. Kebisingan
Hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat
pada tabel 5.7.
Tabel 5.7
Distribusi Responden menurut Kebisingan terhadap Stres Kerja
pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Kebisingan
Stres Kerja Total
P value Berat Ringan Tidak Stres
N % N % N % N %
Mengganggu 19 25,3 52 69,3 4 5,3 75 100
0,020 Tidak
Mengganggu 2 9,5 14 66,7 5 23,8 21 100
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa responden yang
menyatakan kebisingan di tempat kerja mengganggu, diperoleh
bahwa ada sebanyak 19 dari 75 (25,3%) pekerja yang mengalami
stres kerja berat. Sedangkan diantara pekerja yang menyatakan
kebisingan di tempat kerja tidak mengganggu, ada 2 dari 21 (9,5%)
yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik
diperoleh p value sebesar 0,020 (p value < 0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebisingan
dengan stres kerja.
88
5.3.2. Hubungan Antara Pengembangan Karir (Promosi Kerja, Kepuasan
Gaji dan Pendidikan dan Pelatihan)
a. Promosi Kerja
Hubungan antara promosi dengan stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat
pada tabel 5.8.
Tabel 5.8
Distribusi Responden menurut Promosi Kerja terhadap Stres Kerja
pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Promosi
Kerja
Stres Kerja Total
P value Berat Ringan Tidak Stres
N % N % N % N %
Tidak
Memuaskan 14 25,9 36 66,7 4 7,4 54 100
0,469
Memuaskan 7 16,7 30 71,4 5 11,9 42 100
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa responden yang
menyatakan promosi kerja tidak memuaskan, diperoleh bahwa ada
sebanyak 14 dari 54 (25,9%) pekerja yang mengalami stres kerja
berat. Sedangkan diantara pekerja yang menyatakan promosi di
tempat kerja memuaskan, ada 7 dari 42 (16,7%) yang mengalami
stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value
sebesar 0,469 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna antara promosi kerja dengan stres
kerja.
89
b. Kepuasan Gaji
Hubungan antara kepuasan gaji dengan stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat
pada tabel 5.9.
Tabel 5.9
Distribusi Responden menurut Kepuasan Gaji terhadap Stres Kerja
pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Kepuasan
Gaji
Stres Kerja Total
P value Berat Ringan Tidak Stres
N % N % N % N %
Tidak Sesuai 10 25,6 25 64,1 4 10,3 39 100 0,709
Sesuai 11 19,3 41 71,9 5 8,8 57 100
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa responden yang
menyatakan bahwa gaji tidak sesuai, diperoleh bahwa ada sebanyak
10 dari 39 (25,6%) pekerja yang mengalami stres kerja berat.
Sedangkan diantara pekerja yang menyatakan gaji telah sesuai, ada
11 dari 57 (19,3%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan
hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,709 (p value > 0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara kepuasan gaji dengan stres kerja.
90
c. Pendidikan dan Pelatihan
Hubungan antara Pendidikan dan Pelatihan dengan stres kerja
pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014
dapat dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10
Distribusi Responden menurut Pendidikan dan Pelatihan terhadap
Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta
Tahun 2014
Pendidikan
dan Pelatihan
Stres Kerja Total
P value Berat Ringan Tidak Stres
N % N % N % N %
Tidak
Memuaskan 11 24,4 30 66,7 4 8,9 45 100
0,848
Memuaskan 10 19,6 36 70,6 5 9,8 51 100
Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa responden yang
menyatakan Pendidikan dan Pelatihan tidak memuaskan, diperoleh
bahwa ada sebanyak 11 dari 45 (24,4%) pekerja yang mengalami
stres kerja berat. Sedangkan diantara pekerja yang menyatakan
Pendidikan dan Pelatihan sudah memuaskan, ada 10 dari 51 (19,6%)
yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik
diperoleh p value sebesar 0,848 (p value > 0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
Pendidikan dan Pelatihan dengan stres kerja.
91
5.3.3. Hubungan Antara Faktor Pekerja (Umur, Pendidikan, Masa Kerja
dan Status Pernikahan)
a. Umur
Hubungan antara umur dengan stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat
pada tabel 5.11.
Tabel 5.11
Distribusi Responden menurut Umur terhadap Stres Kerja pada
Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Umur
Stres Kerja Total
P value Berat Ringan Tidak Stres
N % N % N % N %
> 34 tahun 12 25,0 33 68,8 3 6,3 48 100 0,490
< 34 tahun 9 18,8 33 68,8 6 12,5 48 100
Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa responden yang
memliki umur > 34 tahun, diperoleh bahwa ada sebanyak 12 dari 48
(25,0%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan
diantara pekerja yang memiliki umur < 34 tahun, ada 9 dari 48
(18,8%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji
statistik diperoleh p value sebesar 0,490 (p value > 0,05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
umur dengan stres kerja.
92
b. Pendidikan
Hubungan antara pendidikan dengan stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat
pada tabel 5.12.
Tabel 5.12
Distribusi Responden menurut Pendidikan terhadap Stres Kerja
pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Pendidikan
Stres Kerja Total
P value Berat Ringan Tidak Stres
N % N % N % N %
SMA 20 25,3 54 68,4 5 6,3 79 100
0,075 D3 0 0 6 85,7 1 14,3 7 100
Sarjana 1 10,0 6 60,0 3 30,0 10 100
Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa responden dengan
tingkat pendidikan SMA, diperoleh bahwa ada sebanyak 20 dari 79
(25,3%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan
diantara pekerja dengan tingkat pendidikan D3 tidak ada yang
mengalami stres kerja berat, sementara itu pekerja dengan tingkat
pendidikan Sarjana ada 1 dari 10 (10,0%) yang mengalami stres kerja
berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,075
(p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan stres kerja.
93
c. Masa Kerja
Hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat
pada tabel 5.13.
Tabel 5.13
Distribusi Responden menurut Masa Kerja terhadap Stres Kerja
pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Masa
Kerja
Stres Kerja Total
P value Berat Ringan Tidak Stres
N % N % N % N %
< 12 tahun 8 20,0 26 65 6 15 40 100 0,277
> 12 tahun 13 23,2 40 71,4 3 5,4 56 100
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa responden yang
memliki masa kerja < 12 tahun, diperoleh bahwa ada sebanyak 8 dari
40 (20,0%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan
diantara pekerja yang memiliki masa kerja > 12 tahun, ada 13 dari 56
(23,2%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji
statistik diperoleh p value sebesar 0,277 (p value > 0,05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
masa kerja dengan stres kerja.
94
d. Status Pernikahan
Hubungan antara status pernikahan dengan stres kerja pada
pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014
dapat dilihat pada tabel 5.14.
Tabel 5.14
Distribusi Responden menurut Status Pernikahan terhadap Stres
Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta
Tahun 2014
Status
Pernikahan
Stres Kerja Total
P value Berat Ringan Tidak Stres
N % N % N % N %
Belum
Menikah 4 14,3 19 67,9 5 17,9 28 100
0,130 Sudah
Menikah 17 25,0 47 69,1 4 5,9 68 100
Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa responden dengan
status belum menikah, diperoleh bahwa ada sebanyak 4 dari 28
(14,3%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan
diantara pekerja dengan status sudah menikah, ada 17 dari 68 (25%)
yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik
diperoleh p value sebesar 0,130 (p value > 0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status
pernikahan dengan stres kerja.
95
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat mempengaruhi
hasil penelitian, keterbatasan-keterbatasan tersebut yaitu :
1. Pengukuran indikator stres kerja yang sangat banyak, membuat responden
merasa terbebani untuk menjawab kuesioner tersebut sehingga timbul perasaan
malas untuk menjawab.
2. Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini hanya menghubungkan
variabel-variabel yang diperkirakan memiliki hubungan dengan variabel
dependen, sehingga masih terdapat kemungkinan variabel-variabel lain yang
belum masuk dalam kerangka konsep.
3. Uji coba kuesioner dilakukan pada tempat yang sama dilakukannya penelitian
yang memungkinkan dapat menyebabkan terpilihnya kembali sebagai responden
penelitian.
4. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner penelitian bersifat subjektif dan relatif
sesuai dengan persepsi individu masing-masing, sehingga membuat responden
memilih jawaban sesuai dengan keinginannya.
5. Waktu pengisian kuesioner dilakukan pada saat responden bekerja
(melaksanakan kegiatan standby) sehingga mempengaruhi kualitas dari hasil
pengukuran stres kerja terkait beban kerja.
96
6. Pengukuran variabel kebisingan dilakukan dengan pertanyaan persepsi, tidak
dilakukan dengan pengukuran objektif.
6.2. Gambaran Stres Kerja
Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan
reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai
stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang
dipersepsikan karyawan sebagai satu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja
(Widyasari, 2007)
Stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan, tanggapan setiap individu dalam
menghadapinya dapat berbeda. Akibat adanya stres kerja tersebut, orang menjadi
nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi,
proses berfikir dan perubahan kondisi fisik individu. Sebagai hasil dari adanya stres
kerja pekerja mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan
mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti mudah marah dan agresif, emosi
yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mau terlibat dan
kesulitan masalah tidur (Agungpia, 2008).
Hasil yang didapat dari penelitian yang dilakukan terhadap 96 pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di
Bandar Udaraa Soekarno-Hatta tahun 2014 ini menunjukkan sebagian besar pekerja
mengalami stres kerja ringan yaitu sebesar 68,8%, sementara itu untuk stres kerja
berat sebesar 21,9% dan sisanya 9,4% tidak mengalami stres kerja. Dari hasil
97
penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pekerja PKP-PK dengan sejumlah
tanggung jawab pekerjaannya, berpotensi mengalami stres kerja.
Berbagai faktor penyebab terjadinya stres merupakan bagian terintegrasi dalam
kehidupan manusia yang tidak dapat dihilangkan begitu saja. Faktor penyebab
terjadinya stres tersebut sangatlah kompleks dan bervariasi serta sangat sulit untuk
diidentifikasi secara pasti apa yang menjadi penyebab stres sesungguhnya. Sehingga
sering ditemui bahwa seseorang yang terkena stres biasanya tidak menyadari
terhadap apa yang sedang dialaminya.
Sauter, et a.l (1990) dikutip dari National Institute for Occupational Safety and
Health (dalam Tarwaka, 2004) memberikan rekomendasi tentang bagaimana cara
untuk mengurangi atau meminimalisasi stres akibat kerja. Rekomendasi ini juga
bisa diaplikasikan sebagai upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan
meminimalisasi stres kerja pada pekerja PKP-PK. Upaya-upaya tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Beban kerja fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan atau
kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya
beban kerja berlebih maupun beban kerja yang terlalu ringan.
2. Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung
jawab di luar pekerjaan.
3. Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier,
mendapatkan promosi dan pengembangan kemampuan keahlian.
98
4. Membentuk lingkungan sosial yang sehat, hubungan antar tenaga kerja yang satu
dengan yang lain, tenaga kerja-supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi
akan membuat situasi yang nyaman.
5. Kejadian stres kerja harus di desain untuk dapat menyediakan stimulasi dan
kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya. Rotasi tugas
dapat dilakukan untuk meningkatkan karier dan pengembangan usaha.
Kejadian stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK) dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam
penelitian ini, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di
Bandar Udaraa Soekarno-Hatta Tahun 2014 adalah faktor intrinsik pekerjaan (beban
kerja, rutinitas dan kebisingan), pengembangan karier (promosi kerja, kepuasan gaji
dan pendidikan dan pelatihan) dan faktor pekerja (umur, masa kerja, pendidikan dan
status pernikahan). Berikut akan dibahas satu persatu mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan
dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK).
6.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja
1. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
a. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja
Pada variabel beban kerja, dapat disimpulkan bahwa antara pekerja yang
memiliki beban kerja yang berat dan tidak berat memiliki persentase yang
99
sama yaitu sebesar 50,0% baik pada pekerja yang menjawab beban kerja
yang mereka merasakan itu berat maupun tidak berat. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa masing-masing individu memiliki persepsi yang tidak
sama mengenai beban kerja yang harus mereka lakukan di tempat kerja. Hal
ini disebabkan karena sebagai seorang petugas pertolongan dan pemadam
kebakaran, para pekerja PKP-PK di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta
dihadapkan pada situasi kerja dimana ada kalanya harus menunggu dengan
tetap siap siaga dan tidak jarang dihadapkan pada situasi kerja yang
menuntut pada kesiapan fisik yang prima dengan waktu yang ditargetkan
apabila terjadi panggilan tugas. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan stres kerja
dengan p value sebesar 0,011.
Menurut Munandar (2006) beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu
sedikit merupakan pembangkit stres. Beban kerja dibedakan lebih lanjut ke
dalam beban kerja berlebih/ terlalu sedikit ‘kuantitatif’, yang timbul sebagai
akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/ sedikit diberikan kepada tenaga
kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih/
terlalu sedikit ‘kualitatif’, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk
melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan keterampilan dan/
atau potensi dari tenaga kerja.
Menurut Davis dan Newstrom dalam Margiati mengemukakan bahwa
stres kerja disebabkan karena terbatasnya waktu dalam mengerjakan
pekerjaan. Dalam kondisi tertentu, pada beberapa pekerjaan seringkali
100
memberikan tugas dengan waktu yang terbatas. Akibatnya, pekerja
dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang
ditetapkan.
Bentuk lain yang merupakan pembangkit stres adalah adanya fluktuasi
dalam beban kerja. Untuk jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan,
tetapi untuk saat-saat lain bebannya malah berlebihan. Faktor waktu juga
perlu dipertimbangkan, makin singkat waktu yang diberikan dalam proses
pengambilan keputusan suatu pekerjaan, makin dirasakan desakan waktu,
maka akan semakin besar stresnya. Waktu merupakan salah satu ukuran
efisiensi. Pedoman yang banyak didengar adalah “Cepat dan Selamat”. Atas
dasar ini orang sering harus bekerja berkejaran dengan waktu.
Dari hasil tersebut diharapkan bagi para pekerja mampu menyesuaikan
diri dengan beban kerja yang harus dikerjakan dengan kemampuan dan
kapasitas kerja pada pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan
adanya beban kerja berlebih maupun beban kerja yang terlalu ringan.
Dengan cara mengisi waktu standby dengan hal-hal yang positif seperti
berolahraga ringan, membaca buku dan kegiatan lainnya yang mendukung
dalam pelaksanaan tugas.
b. Hubungan antara Rutinitas dengan Stres Kerja
Untuk variabel rutinitas kerja, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
pekerja yang merasakan rutinitas pekerjaannya membosankan mencapai
101
27,1% dari 96 pekerja yang diteliti, sedangkan sisanya sebanyak 72,9%
merasakan rutinitas pekerjaannya tidak membosankan.
Pada penelitian ini, juga telah dilakukan analisis bivariat yang
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
rutinitas kerja dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udaraa
Soekarno-Hatta Jakarta dengan p value sebesar 0,137. Dari hasil analisis
bivariat diketahui bahwa pekerja yang merasakan rutinitas pekerjaannya
membosankan dan mengalami stres kerja berat sebesar 34,6%, namun ada
juga pekerja yang merasakan rutinitas pekerjaannya tidak membosankan dan
mengalami stres kerja berat prosentasenya mencapai 17,1%.
Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari
terlampaunya sedikit tugas yang harus dilakukan dapat menghasilkan
berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga
kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat (Cooper dan Kelly,
1984 dalam Munandar, 2008).
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa rutinitas kerja yang dirasakan
adalah tidak membosankan oleh sebagian besar responden yang diteliti, hal
ini disebabkan karena para pekerja sudah terbiasa dan mampu beradaptasi
dengan rutinitas kerja yang ada. Walaupun dihadapkan pada rutinitas kerja
yang bersifat monoton, para pekerja menyiasati keadaan yang ada dengan
diisi kegiatan seperti latihan harian pada saat bekerja dan kegiatan lainnya
102
untuk menghilangkan kejenuhan yang nantinya dapat berakibat terhadap
timbulnya stres kerja.
Hal ini perlu diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna
antara rutinitas dengan stres kerja dapat disebabkan karena stressor yang
sama dapat dipersepsikan secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang
positif dan berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan
mengancam. Penilaian individu dalam hal ini sangat menentukkan apakah
stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut
sangat berpengaruh terhadap respons yang akan muncul (Selye, 1956 dalam
Widyasari, 2005). Hal lainnya yang dikemukakan oleh Mangkunegara
(2002) bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stres
kerja terkait rutinitas pekerjaan salah satunya yaitu pola harmonis, yaitu
dengan kemampuan mengakali waktu dan kegiatan secara harmonis dan
tidak menimbulkan hambatan. Dengan pola ini, individu mampu
mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur
waktu secara teratur.
c. Hubungan antara Kebisingan dengan Stres Kerja
Kebisingan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan stres
kerja. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian
besar responden yang diteliti menyatakan kebisingan mengganggu yaitu
sebesar 78,1%.
103
Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres kerja pada
pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta.
Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi faal dan
psikologis diri seorang tenaga kerja. Salah satu kondisi fisik dalam pekerjaan
yang merupakan pembangkit stres di dalam suatu pekerjaan adalah
kebisingan.
Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap
pada alat pendengaran kita, juga dapat merupakan sumber stres yang
menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis
kita. Paparan (exposure) terhadap bising berkaitan dengan rasa lelah, sakit
kepala, lekas tersinggung, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
Akibat paparan terhadap bising dalam bentuk perilaku, misalnya penurunan
unjuk-kerja/ produktivitas, terjadinya kecelakaan, penurunan perilaku
membantu, bersikap lebih negatif terhadap orang lain, rasa bermusuhan yang
lebih terbuka dan agresi terbuka.
Menurut Nawawinetu dan Adriyani (2007) efek kebisingan dengan
intensitas tinggi terhadap pendengaran berupa ketulian syaraf (Noise
Induced Hearing Loss) tersebut telah banyak diteliti. Namun kebisingan
selain memberikan efek terhadap pendengaran (Auditory Effects) juga dapat
menimbulkan efek bukan pada pendengaran (Non Auditory Effects) dan efek
ini bisa terjadi walaupun intensitas kebisingan tidak terlalu tinggi. Efek non
104
auditori terjadi karena bising dianggap sebagai suara yang mengganggu
sehingga respon yang timbul adalah akibat stres bising tersebut.
Kebisingan terbukti berhubungan dengan terjadinya stres kerja pada
pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) di Bandar Udaraa Soekarno-Hatta Jakarta. Hal tersebut dapat
terjadi karena tempat mereka bekerja berada di lingkungan yang secara
langsung terkena paparan kebisingan pesawat udara, posisi kerja mereka
berada di dekat landasan pacu atau di sekitar pergerakan pesawat udara.
Ditambah lagi kurangnya fasilitas alat pelindung telinga dengan standar
baik, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sudah ada beberapa bentuk
pengendalian yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan untuk dapat
mengurangi paparan kebisingan yang diterima oleh pekerja di unit kerja
PKP-PK, salah satunya adalah dengan memasang kaca kedap suara pada
ruangan-ruangan tertentu yang digunakan pekerja untuk standby. Namun,
ketika para pekerja berada di luar ruangan, maka paparan kebisingan tetap
terasa.
Agar paparan kebisingan dapat direduksi maka diharapkan pihak
instansi dapat menyediakan alat pelindung telinga sesuai dengan standar
yang ada sehingga kebisingan di tempat kerja dapat dikurangi dan tidak
mengganggu pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari dan
terutama tidak memberikan efek yang buruk terhadap pendengaran para
pekerja akibat terpapar kebisingan.
105
Pilihan alat pelindung pendengaran sangat tergantung pada sejumlah
faktor termasuk tingkat kebisingan, kenyamanan dan kesesuaian alat
pelindung pendengaran bagi pekerja dan lingkungannya. Faktor paling
penting, alat pelindung pendengaran harus memberikan pengurangan
kebisingan yang diinginkan. Jika paparan kebisingan adalah intermiten
(sesuai dengan lingkungan kerja di PKP-PK), maka ear muff lebih tepat
digunakan. Kemampuan pengurangan kebisingan dari alat pelindung
pendengaran dikenal dengan NRR (Noise Reduction Rating). Pemilihan alat
pelindung pendengaran untuk PKP-PK harus disesuaikan dengan kondisi
pekerjaannya, dengan kata lain pekerja harus menggunakan alat pelindung
pendengaran agar suara yang diterima pada kisaran yang diinginkan (di
bawah atau sama dengan 85 desibel), sehingga pada saat pekerja sedang
melakukan standby dan menggunakan alat pelindung pendengaran panggilan
darurat masih dapat terdengar.
2. Pengembangan Karir
a. Hubungan antara Promosi Kerja dengan Stres Kerja
Promosi merupakan salah satu usaha perusahaan dalam meningkatkan
kemampuan pekerjanya. Peluang pekerja untuk mendapatkan promosi
berbeda-beda tergantung kepada kebutuhan perusahaan. Bentuk promosi
pada pekerja bermacam-macam, seperti kenaikan pangkat/ jabatan,
mendapatkan pendidikan atau pelatihan, mengikuti seminat atau simposium
dan lain-lain (Munandar, 2006).
106
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, diketahui bahwa sebagian
besar responden menyatakan bahwa promosi kerja tidak memuaskan yaitu
sebesar 56,2%. Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan,
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara promosi
kerja dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan
dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta
Jakarta.
Menurut Hurrel, dkk (1988) dalam Munandar (2006) mengatakan bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah pengembangan
karier yaitu promosi. Selain itu dari hasil penelitian Siswanti (2004) yang
menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sistem promosi
dengan stres kerja atau dapat dikatakan bahwa pekerja yang tidak puas
terhadap promosi yang diberlakukan, memiliki potensi terkena stres.
Dari hasil analisis bivariat yang dilakukan menunjukkan tidak adanya
hubungan antara promosi kerja dengan stres kerja, namun dari hasil
gambaran frekuensi sebagian besar responden menyatakan tidak puas
dengan sistem promosi kerja yang ada. Dari hasil pengamatan yang
dilakukan memang belum adanya mekanisme yang baik dan sesuai standar
dalam memberikan promosi kepada seorang di lingkungan unit kerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK).
Berdasarkan hasil tersebut disarankan untuk instansi agar memberikan
reward yang sesuai bagi pekerja yang memang berprestasi dan membuat
sebuah mekanisme yang baik di dalam memberikan promosi/ kenaikan
107
jabatan bagi seorang pekerja sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki dengan standar penilaian yang sudah disesuaikan.
b. Hubungan antara Kepuasan Gaji dengan Stres Kerja
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, diketahui bahwa sebagian
besar responden menyatakan bahwa gaji telah sesuai yaitu sebesar 59,4%.
Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara kepuasan gaji dengan stres kerja pada
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK)
di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Cooper yang mengatakan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah pemebangan
karir yaitu gaji (Munandar, 2008). Sementara itu, menurut Hezberg dalam
Munandar (2008) menyatakan bahwa jika seorang menganggap gajinya
terlalu rendah, tenaga kerja akan merasa tidak puas.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nugroho (2004) yang
menyatakan tidak ada hubungan antara gaji dengan stres kerja, karena
responden merasa bahwa gaji yang diperoleh telah sesuai dengan tanggung
jawab kerja yang dibebankan kepada mereka dan gaji bukan merupakan
motivasi utama bagi mereka, melainkan terdapat hal lainnya seperti adanya
rasa senang dalam melaksanakan pekerjaannya karena responden merasa
dapat membantu dan bermanfaat bagi orang lain, dengan begitu responden
108
lebih merasa puas akan pekerjaannya yang pada akhirnya dapat mengurangi
stres kerja yang mungkin timbul.
c. Hubungan antara Pendidikan dan Pelatihan dengan Stres Kerja
Sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kerja setiap
organisasi perlu memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para
pekerjanya. Pendidikan dan pelatihan pekerja tidak hanya terbatas
menambah wawasan dan keterampilan saja, tetapi lebih dari itu diharapkan
dapat merubah kemampuan seorang pekerja, sehingga dapat menciptakan
kerja yang lebih baik. Lebih-lebih bagi seorang pekerja yang menduduki
jabatan tertentu atau pekerja baru yang belum memiliki dasar pengetahuan
pakerjaan yang diemban.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, diketahui bahwa sebagian
besar responden menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan yang ada
sudah cukup memuaskan yaitu sebesar 53, 1%. Dari hasil analisis bivariat
yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan dan pelatihan dengan stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK)
di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta.
Dari sistem pendidikan dan pelatihan yang diterapkan untuk unit kerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK)
sudah cukup baik dan menunjang untuk pelaksanaan kerja.
109
3. Faktor Pekerja
a. Hubungan antara Umur dengan Stres Kerja
Penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University (2000) yang dikutip
dalam Suprapto (2008) terhadap faktor-faktor demografi yang
mempengaruhi timbulnya stres kerja, dapat disimpulkan bahwa umur
memiliki hubungan dengan timbulnya stres kerja.
Pada umumnya umur dan pengalaman kerja lebih meningkatkan
keyakinan, kemampuan, penghargaan dan tanggung jawab pekerja. Umur
juga mempengaruhi kondisi tubuh seseorang yang berusia muda sanggup
melakukan pekejaan berat dan sebaliknya jika seseorang berusia lanjut akan
merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan
tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4, diketahui bahwa gambaran
distribusi umur responden memiliki jumlah prosentase yang sama yaitu
sebesar 50,0% antara responden yang memiliki umur ≥ 34 tahun dan < 34
tahun. Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan dikatahui bahwa
responden yang berumur ≥ 34 tahun sebesar 25,0% mengalami stres kerja
berat dibandingkan dengan responden yang berumur < 34 tahun yang
mengalami stres kerja berat dengan prosentase hanya 18,8%. Berdasarkan
hasil uji statistik, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara umur dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Udara
Soekarno-Hatta Jakarta dengan p value sebesar 0,490.
110
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Cooper yang mengatakan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah umur
(Munandar, 2006). Dikarenakan ada beberapa jenis pekerjaan yang sangat
berpengaruh dengan umur, terutama yang berhubungan dengan sistem indera
dan kekuatan fisik. Biasanya pekerja yang memiliki umur yang lebih muda
memiliki penglihatan yang dan pendengaran yang lebih tajam, gerakan yang
lebih lincah dan daya tahan tubuh yang kuat. Namun, untuk beberapa jenis
pekerjaan lain, faktor umur yang lebih tua biasanya memiliki pengalaman
dan pemahaman bekerja yang lebih banyak, sehingga pada jenis pekerjaan
tertentu umur dapat menjadi kendala dan dapat memicu terjadinya stres
(Munandar, 2006).
b. Hubungan antara Pendidikan dengan Stres Kerja
Baik disadari atau tidak, pendidikan mempunyai pengaruh dalam stres
kerja. Hal ini disebabkan seorang pekerja harus memiliki kualifikasi sebagai
gambaran keserasian seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya
yang secara internal dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan
dan pengetahuan yang dimiliki (Effendi, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4, diketahui bahwa sebagian
besar responden memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu sebesar 82,3%.
Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara penddidikan dengan stres kerja pada
pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
111
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta. Dari seluruh pekerja
yang tingkat pendidikannya SMA dan mengalami stres kerja berat
prosentasenya sebesar 25,3%, lalu yang tingkat pendidikannya D3 tidak ada
yang mengalami stres kerja berat dan pekerja dengan tingkat pendidikan S1
yang mengalami stres kerja berat sebesar 10,0%.
Hasil yang diperoleh menunjukkan ketiadaksesuaian dengan teori yang
ada bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi kejadian stres kerja. Pekerja
dengan tingkat pendidikan rendah tidak selalu mengalami stres kerja dan
pekerja yang mempunyai pendidikan tinggi pun tidak bisa dipastikan bahwa
mereka akan terbebas dari kemungkinan mengalami stres kerja. Dari hasil
uji statistik diperoleh hasil p value 0,075 yang menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan para pekerja dengan
stres kerja
c. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja
Masa kerja mempunyai potensial untuk terjadinya stres kerja. Baik masa
kerja yang sebentar ataupun lama dapat memicu terjadinya stres kerja serta
diperberat dengan adanya beban kerja yang besar (Munandar, 2006).
Berdasarkan penelitian pada tabel 5.4, diketahui bahwa sebagian besar
responden memiliki masa kerja ≥ 12 tahun yaitu sebesar 58,3%. Dari hasil
analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja pada pekerja
112
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK)
di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta.
Seperti teori yang diungkapkan oleh Cook (1997) yang dikutip dalam
Utami (2009) bahwa stres dapat dipacu oleh buruknya hubungan antara
sesama pekerja. Apabila hubungan antar sesama pekerja telah dibangun
dengan baik, maka masa kerja lama ataupun sebentar tidak menjadi masalah
meskipun bagi pekerja yang masa kerjanya lebih singkat tentu punya beban
sedikit lebih besar karena harus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan kerjanya.
Upaya yang mungkin dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stres
kerja sebagai akibat dari masa kerja yang sebentar atau lama adalah dengan
menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman serta meningkatkan
hubungan dalam pekerjaan agar lebih baik lagi dapat mengurangi tingkat
kejenuhan akibat masa kerja yang relatif lama. Selain itu program rotasi
pekerja juga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya stres kerja karena
lingkungan yang baru akan menimbulkan semangat baru serta tantangan
baru dalam bekerja.
d. Hubungan antara Status Pernikahan dengan Stres Kerja
Status pernikahan dapat pula berpengaruh terhadap pekerjaan. Menurut
Handy dalam Appelbaum (1981) menyatakan bila seseorang pekerja
mendapat dukungan dalam karir dari istri maka ia akan mendapatkan
kepuasan kerja, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, hubungan
113
pernikahan yang baik membantu pekerja untuk mencegah atau mengurangi
stres kerja.
Berdasarkan penelitian pada tabel 5.4, diketahui bahwa sebagian besar
responden berstatuskan sudah menikah dengan prosentase sebesar 70,8%.
Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan dengan stres kerja
pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta.
Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan teori yang ada, hal ini
mungkin dikarenakan pekerja yang sudah menikah maupun yang belum
menikah mendapat dukungan baik istri maupun keluarganya, mereka merasa
termotivasi untuk terus bekerja dengan baik. Sehingga dalam hal ini, status
pernikahan ataupun hubungan keluarga yang baik mampu mengatasi
timbulnya stres kerja yang akan terjadi.
114
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pekerja Pertolongan
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara
Soekarno-Hatta Jakarta bulan Januari sampai Juni 2014, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Gambaran stres kerja, faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja, rutinitas
dan kebisingan), pengembangan karir (promosi kerja, kepuasan gaji dan
pelatihan keterampilan) dan faktor pekerja (umur, pendidikan, masa kerja dan
status pernikahan) pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta bulan
Februari – Juni 2014 adapun distribusinya adalah sebagai berikut :
a. Dari 96 pekerja PKP-PK yang diteliti, 21,9% pekerja mengalami stres kerja
berat, 68,8% mengalami stres kerja ringan dan 9,4% tidak mengalami stres.
b. Persentase pekerja yang menyatakan beban kerja berat dan tidak berat
adalah sama yaitu sebesar 50%.
c. 27,1% pekerja menyatakan rutinitas kerjanya membosankan dan 72,9%
lainnya menyatakan rutinitas kerjanya tidak membosankan
d. 78,1% pekerja menyatakan kebisingan di tempat kerja mengganggu dan
21,9% lainnya menyatakan kebisingan di tempat kerja tidak mengganggu
115
e. 56,2% pekerja menyatakan promosi kerja tidak memuaskan dan 43,8%
lainnya menyatakan promosi kerja memuaskan.
f. 40,6% pekerja menyatakan kepuasan gaji tidak sesuai dan 59,4% lainnya
menyatakan kepuasan gaji telah sesuai
g. 46,9% pekerja menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan tidak
memuaskan dan 53,1% lainnya menyatakan pendidikan dan pelatihan telah
memuaskan.
h. Persentase pekerja dengan kategori umur ≥ 34 tahun dan < 34 tahun adalah
sama yaitu sebesar 50,0%
i. 82,3% pekerja memiliki tingkat pendidikan SMA, sedangkan pekerja yang
memiliki tingkat pendidikan D3 dan Sarjana masing-masing persentasenya
sebesar 7,3% dan 10,4%.
j. 41,7% pekerja memiliki masa kerja < 12 tahun dan 58,3% lainnya memiliki
masa kerja ≥ 12 tahun.
k. 29,2% pekerja berstatus belum menikah dan 70,8% lainnya berstatus sudah
menikah
2. Faktor yang menunjukkan adanya hubungan dengan stres kerja pada pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di
Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 adalah hanya pada faktor intrinsik
dalam pekerjaan yaitu beban kerja dan kebisingan.
116
7.2. Saran
1. Bagi Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK)
a. Diharapkan bagi para pekerja mampu menyesuaikan diri dengan beban kerja
yang harus dikerjakan dengan kemampuan dan kapasitas kerja pada pekerja
yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban kerja berlebih
maupun beban kerja yang terlalu ringan. Dengan cara mengisi waktu
standby dengan hal-hal yang positif seperti berolahraga ringan, membaca
buku dan kegiatan lainnya yang mendukung dalam pelaksanaan tugas.
b. Pekerja diharapkan mampu melakukan pemerkayaan pekerjaan (job
enrichment), sebagai upaya untuk mengatasi stres kerja yang dipengaruhi
oleh faktor pengembangan karir.
2. Bagi Instansi
a. Pihak instansi dapat menyediakan alat pelindung telinga sesuai dengan
standar yang ada sehingga kebisingan di tempat kerja dapat dikurangi dan
tidak mengganggu pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari
dan terutama tidak memberikan efek yang buruk terhadap pendengaran para
pekerja akibat terpapar kebisingan.
b. Pihak instansi agar dapat membuat sebuah mekanisme penilaian yang baik
di dalam melaksanakan promosi kerja, sehingga penilaian objektif dapat
diberikan bagi para pekerja yang memang memiliki prestasi, kemampuan
dan pengetahuan.
117
c. Pihak instansi lebih mengoptimalkan pelatihan dan pendidikan terkait
dengan resiko dan bahaya pekerjaan yang merupakan bagian dari
keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan, sehingga persepsi terhadap
resiko dan bahaya pekerjaan dapat dikurangi dan pekerja dapat bekerja tanpa
adanya kecemasan dan ketakutan yang apabila berlangsung dalam jangka
panjang berpotensi menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan stres.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel-variabel
lainnya sehingga tidak hanya terbatas pada variabel-variabel dalam
penelitian ini saja, seperti variabel waktu kerja, hubungan dalam pekerjaan,
kondisi lingkungan kerja dan sebagainya.
b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan metode pengukuran
stres kerja yang lainnya, sehingga ada perbandingan antara penggunaan
metode pengukuran stres kerja pada penelitian ini dengan penelitian
selanjutnya seperti menggunakan metode pengukuran stres kerja dari
NIOSH atau yang lainnya.
c. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengukuran yang objektif
pada variabel-variabel yang ada, contohnya pada variabel beban kerja dan
kebisingan, sehingga hasil yang diperoleh akan lebih sesuai dengan keadaan
yang ada.
118
DAFTAR PUSTAKA
Airmayanti, Diah. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada Pekerja
Bagian Produksi PT. ISM. Bogasari Flour Mills Tbk. Skripsi. UIN
Andraeni, Ni Nyoman Novitasari. 2003. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi Kerja
dan Kinerja Karyawan PT. H. M. Sampoerna Tbk. Surabaya. Tesis. Universitas
Airlangga, Surabaya
Anoraga, P. 2005. Psikologi Kerja. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Appelbaum H. Steven. 1981. Stress Management For Health Care Profesionals. An
Aspen Publication. London.
Aulya, Diana. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Stres Kerja pada Polisi
Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Aguatus Tahun 2013.
Skripsi. UIN
Bida, Putu. 1995. Hubungan Faktor Instrinsik dalam Pekerjaan dan Faktor Rumah
Tangga dengan Stres Kerja pada Karyawan Bagian Canoco dan Kontraktor di
Block B Kepulauan Natuna. Tesis. FKM UI
Budi Utami, Gitalia. 2009. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stres
Kerja Pada Perawat Instalasi Rawat Inap B RS. Pelni Petamburan. Skripsi. UIN.
Cook, et. al. 1997. Management and Organisational Behavior. McGraw-Hill
Companies, Inc.
Cooper Cary & Straw Alison, 1995. Stres Management yang Sukses. Jakarta: Kesain
Blanc
119
Desy, Vita Helia. 2002. Tingkat Stres Kerja dan Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Stres Kerja pada Karyawan Bagian Marketing Services PT. Unilever
Indonesia Tbk. Skripsi. FKM UI
Evayanti. 2003. Gambaran Keluhan Stres Kerja pada Pengemudi Bus Kota PPD
Jakarta Tahun 2002. Skripsi. FKM UI.
Fatmah, 1993. Identifikasi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Karyawan Unit Produksi Langsung PT. Barata Indonesia Cabang Jakarta.
Skripsi. FKM UI
Gibson, et, al. 1985. Organisasi: Perilaku Struktur Proses. Jakarta: Erlangga.
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FK UI
Hidayat, Firman. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Pekerja, Kondisi Pekerjaan dan
Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja pada Pengemudi Mini Bus di Terminal
Kampung Rambutan Jakarta Tahun 2012. Skripsi. UIN
Lelyana, Margareta. 2003. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Perawat
RS. X Tahun 2003. Skripsi UI.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Margiati, Lulus. 1999. Stres Kerja: Latar Belakang Penyebab dan Alternatif
Pemecahannya. Jurnal Masyarakat, kebudayaan dan politik, Surabaya: FKM
Universitas Airlangga.
Munandar, Ashar Sunyoto. 2006. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press
120
Nadhiroh, Mirza Hardiyatun. 2011. Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stress Kerja
Pada Tenaga Kerja Di Bagian Weaving PT. Triangga Dewi Surakarta. Skripsi.
Universitas Sebelas Maret.
Nawawinetu, Erwin Dyah dan Adriyani, Retno. 2007. Stres Akibat Kerja pada Tenaga
Kerja yang Terpapat Bising. The Indonesian Journal Of Public Health. 4 : 59-63.
Nurgahani, Salafi. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Operasiona PT. Gunze Indonesia. Skripsi. FKM UI
Handoko, Hani T. 1992. Management Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Liberty
Hawari, Dadang. 1999. Al-Qur’an: Ilmu kedokteran Jiwa dan Kesehatan
Jiwa.Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa
Karoley, Paul. 1985: Measurement Strategic in Health Psychology. P. 49-51 dan 100
Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001. Jakarta: Dian Rakyat
Rini, Jacinta. 2000. Stres Kerja. Http://www.Team e-psikologi.com/www.google.com/.
Siswanti, Nevita. 2004. Keluhan Stres dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Terjadinya Stres Kerja pada Karyawan Bagian Produksi PT. Pandu Dayatama
Patria. Skripsi. FKM UI. Depok.
Sedarmayanti. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
CV.Mandar Maju
Suprapto, Prasetyo Herniawan. 2008. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Stres
Kerja Pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Puncak-Cianjur tahun 2008. Skripsi.
UIN
121
Tarupolo, Bambang. 2002. Warta Kesehatan Kerja Media Komunikasi Kesehatan Kerja
edisi 2.
Tarwaka, et. al. 2004. Ergonomi: Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Produktivitas. Surakarta: Uniba Press.
Purwakania Hasan, Aliah B. 2008. Pengantar Psikoligi Kesehatan Islami. Jakarta:
Rajawali Pers.
Vinallia, Bugen. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Weaving PT. Unitex Tbk. Tahun 2011. Skripsi. UIN
Yunus, Muhammad. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stres
Kerja Pada Pegawai Unit Kerja Laundry RSUD Pasar Rebo Tahun 2011. Skripsi.
UIN.
KUESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Saya mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Program Studi
Kesehatam Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
sedang mengadakan penelitian untuk tugas akhir saya (skripsi) tentang “Faktor-faktor
yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan
Penerbangan-Pemadam Kebakaran di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Tahun
2014”.
Di tengah-tengah kesibukan bapak saat ini, izinkanlah saya meminta waktu selama
kurang lebih 10 menit untuk mengisi daftar pertanyaan/ angket penelitian yang bersama
ini saya lampirkan.
Saya mengharapkan kesediaan bapak untuk mengisi kuesioner ini dengan sejujur
mungkin tanpa ada rasa takut, karena tidak ada penilaian benar atau salah untuk jawaban
yang telah diberikan. Kami menjamin kerahasiaan data jawaban yang bapak berikan.
Atas kesediaannya, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Mei 2014
Hormat Saya,
Ahmad Riva’i
107101001696
No. Responden
Petunjuk Pengisian Angket
1. Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan teliti
2. Pilihlah jawaban yang dianggap paling sesuai dengan pendapat anda, dengan cara
melingkari (O) pada jawaban yang telah disediakan.
3. Pada kuesioner poin E (Indikator Stres Kerja) mohon diberi tanda ceklist ( √ ) untuk
jawaban yang dipilih
NAMA : ..................................................
A. FAKTOR PEKERJA
1. Usia (tanggal/ bulan/ tahun) : ........../ ........../ .......... [ ] A.1
2. Masa Kerja : ........................ tahun [ ] A.2
3.
Status Pernikahan
1. belum menikah
2. sudah menikah
[ ] A.3
4.
Apa pendidikan terakhir anda?
1. SMA
2. D3
3. Sarjana (S1)
[ ] A.4
B. FAKTOR INTRINSIK PEKERJAAN
B1. BEBAN KERJA
B1.1.
Dalam mengerjakan suatu pekerjaan, apakah anda dituntut
untuk bekerja cepat dalam menyelesaikannya?
1. Ya
2. Tidak
[ ] B.1.1
B1.2.
Apakah jumlah pekerjaan yang harus anda kerjakan pada
saat bekerja sangat banyak?
1. Ya
2. Tidak
[ ] B1.2
B1.3.
Apakah anda merasa bosan dengan pekerjaan anda yang
terlalu sedikit ?
1. Ya
2. Tidak
[ ] B1.3
B2. RUTINITAS
B2.1.
Bagaimana dengan rutinitas dalam bekerja yang anda
rasakan?
1. Membosankan
2. Tidak Membosankan
[ ] B2.1
B3. KEBISINGAN
B3.1.
Apakah anda merasakan kebisingan di sekitar tempat kerja?
1. Ya
2. Tidak
[ ] B3.1
B3.2.
Apakah anda merasa pusat perhatian terhadap pekerjaan
menjadi berkurang dengan adanya suara yang bising?
1. Ya
2. Tidak
[ ] B3.2
B3.3.
Apakah anda merasa sulit berkomunikasi dengan orang lain
dengan adanya suara yang bising?
1. Ya
2. Tidak
[ ] B3.3
C. PENGEMBANGAN KARIR
C.1. PROMOSI KERJA
C.1.1.
Apakah anda merasa puas terhadap kesempatan promosi
kerja/ kenaikan jabatan yang ada?
1. Tidak
2. Ya
[ ] C.1.1
C.2. KEPUASAN GAJI
C.2.1.
Apakah anda merasa gaji yang berlaku di perusahaan anda
sesuai?
1. Tidak
2. Ya
[ ] C.2.1
C.3. PELATIHAN KETERAMPILAN
C.3.1.
Apakah anda sudah pernah mendapatkan kesempatan
memperoleh pendidikan dan pelatihan (diklat ) selain basic,
junior dan senior?
1. Tidak
2. Ya
[ ] C.3.1
E. INDIKATOR STRES KERJA
Berilah tanda ( √ ) pada kolom indikator perubahan akibat stres kerja dalam 6
bulan terakhir!
Tidak
Pernah
(0)
Jarang
(1)
Kadang-
kadang
(2)
Sering
(3)
Setiap
Hari
(4)
Jantung berdebar
Gemetar
Menggertakan gigi pada saat
tidur
Tidak bisa tidur
Rentan terhadap penyakit
Sakit perut
Sakit kepala
Sakit kepala sebelah (migrain)
Merasa lelah terus- menerus
Sembelit
Maag
Percaya diri menurun
Hilang nafsu makan
Keringat berlebihan
Telapak tangan berkeringat
Lesu
Lupa
Linglung
Merasa jengkel
Merasa muak
Merasa ingin bunuh diri
Pesimis
Cemburu
Murung
Sakit pada bagian punggung
Depresi
Gelisah
Tidak
Pernah
(0)
Jarang
(1)
Kadang-
kadang
(2)
Sering
(3)
Setiap
Hari
(4)
Kehilangan minat dalam
berbagai hal
Nyeri otot
Sensitif/ peka
Ragu-ragu
Memeriksa pekerjaan yang
berlebihan
Sulit bernapas
Berjuang untuk mengatasi
penyakit minor (misalnya
dingin)
Bersikap curiga
Rambut rontok
Gangguan konsentrasi
Perut mulas/ rasa panas dalam
perut
Menurunkan berat badan
Iritasi pada tenggorokan
Hilang rasa humor
Penyakit kulit
Mengambil inisiatif terlebih
dahulu
Mimpi buruk
Mulut kering
Mengonsumsi tonik (zat yang
digunakan untuk mengembalikan
kondisi normal jaringan atau
untuk perangsang nafsu makan)
Diare
Gugup
Putus asa
Mudah kaget
Meningkatnya nafsu makan
Gangguan koordinasi
Ketidakpastian
Tidak
Pernah
(0)
Jarang
(1)
Kadang-
kadang
(2)
Sering
(3)
Setiap
Hari
(4)
Cepat frustrasi
Kurang keterlibatan dengan
orang lain
Menggigit kuku
Kurang motivasi
Peningkatan motivasi
Peningkatan konsumsi kafein
(kopi, teh, dll.)
Resah
Pengambilan keputusan yang
buruk
Merokok
Merasa di luar kendali
Merasa bingung
Tidur yang berlebihan
Menggunakan obat tidur
Merasa lelah ketika bangun
Merasa kewalahan dengan
banyak pekerjaan
Mengedipkan mata secara
berlebihan
Melamun
Menunda pekerjaan
Merasa panik
Mengurangi produktivitas
Membuang-buang waktu
pekerjaan
Tidak bisa mendiskusikan
masalah dengan orang lain
Sulit untuk mengidentifikasikan
penyebab non-kinerja
Sumber : http://bfec.kenyon.edu/Healthy_Kenyon/stress_psymptoms.pdf di akses
melalui situs Brown family environmental center at Kenyon college
HASIL OUTPUT ANALISIS DATA
A. HASIL ANALISIS DATA UNIVARIAT
1. Stres Kerja
Streskerja_kelompok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid stres berat 21 21.9 21.9 21.9
stres ringan 66 68.8 68.8 90.6
tidak stres 9 9.4 9.4 100.0
Total 96 100.0 100.0
2. Beban Kerja
beban_kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid berat 48 50.0 50.0 50.0
tidak berat 48 50.0 50.0 100.0
Total 96 100.0 100.0
3. Rutinitas
rutinitas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid membosankan 26 27.1 27.1 27.1
tidak membosankan 70 72.9 72.9 100.0
Total 96 100.0 100.0
4. Kebisingan
kebisingan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid mengganggu 75 78.1 78.1 78.1
tidak mengganggu 21 21.9 21.9 100.0
Total 96 100.0 100.0
5. Promosi Kerja
promosi_kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak memuaskan 54 56.2 56.2 56.2
memuaskan 42 43.8 43.8 100.0
Total 96 100.0 100.0
6. Kepuasan Gaji
kepuasan_gaji
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak sesuai 39 40.6 40.6 40.6
sesuai 57 59.4 59.4 100.0
Total 96 100.0 100.0
7. Pendidikan dan Pelatihan
diklat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak memuaskan 45 46.9 46.9 46.9
memuaskan 51 53.1 53.1 100.0
Total 96 100.0 100.0
8. Umur
umur_kelompok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid > = 34 tahun 48 50.0 50.0 50.0
< 34 tahun 48 50.0 50.0 100.0
Total 96 100.0 100.0
9. Pendidikan
pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SMA 79 82.3 82.3 82.3
D3 7 7.3 7.3 89.6
Sarjana 10 10.4 10.4 100.0
Total 96 100.0 100.0
10. Masa Kerja
masakerja_kelompok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 12 tahun 40 41.7 41.7 41.7
> = 12 tahun 56 58.3 58.3 100.0
Total 96 100.0 100.0
11. Status Pernikahan
status_pernikahan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid belum menikah 28 29.2 29.2 29.2
sudah menikah 68 70.8 70.8 100.0
Total 96 100.0 100.0
B. HASIL ANALISIS DATA BIVARIAT
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
beban_kerja *
stres_kelompok
96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
rutinitas * stres_kelompok 96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
kebisingan * stres_kelompok 96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
promosi_kerja *
stres_kelompok
96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
kepuasan_gaji *
stres_kelompok
96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
diklat_keterampilan *
stres_kelompok
96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
pendidikan * stres_kelompok 96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
status_pernikahan *
stres_kelompok
96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
umur_kelompok *
stres_kelompok
96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
masakerja_kelompok *
stres_kelompok
96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
1. Beban Kerja
beban_kerja * stres_kelompok
Crosstab
stres_kelompok
Total stres berat stres ringan tidak stres
beban_kerja berat Count 16 30 2 48
% within beban_kerja 33.3% 62.5% 4.2% 100.0%
tidak berat Count 5 36 7 48
% within beban_kerja 10.4% 75.0% 14.6% 100.0%
Total Count 21 66 9 96
% within beban_kerja 21.9% 68.8% 9.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 9.085a 2 .011
Likelihood Ratio 9.548 2 .008
Linear-by-Linear Association 8.889 1 .003
N of Valid Cases 96
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 4,50.
2. Rutinitas
rutinitas * stres_kelompok
Crosstab
stres_kelompok
Total stres berat stres ringan tidak stres
rutinitas membosankan Count 9 14 3 26
% within rutinitas 34.6% 53.8% 11.5% 100.0%
tidak membosankan Count 12 52 6 70
% within rutinitas 17.1% 74.3% 8.6% 100.0%
Total Count 21 66 9 96
% within rutinitas 21.9% 68.8% 9.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 3.976a 2 .137
Likelihood Ratio 3.794 2 .150
Linear-by-Linear Association 1.330 1 .249
N of Valid Cases 96
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2,44.
3. Kebisingan
kebisingan * stres_kelompok
Crosstab
stres_kelompok
Total stres berat stres ringan tidak stres
kebisingan mengganggu Count 19 52 4 75
% within kebisingan 25.3% 69.3% 5.3% 100.0%
tidak mengganggu Count 2 14 5 21
% within kebisingan 9.5% 66.7% 23.8% 100.0%
Total Count 21 66 9 96
% within kebisingan 21.9% 68.8% 9.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 7.865a 2 .020
Likelihood Ratio 7.076 2 .029
Linear-by-Linear Association 6.429 1 .011
N of Valid Cases 96
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1,97.
4. Promosi Kerja
promosi_kerja * stres_kelompok
Crosstab
stres_kelompok
Total stres berat stres ringan tidak stres
promosi_kerja tidak memuaskan Count 14 36 4 54
% within promosi_kerja 25.9% 66.7% 7.4% 100.0%
memuaskan Count 7 30 5 42
% within promosi_kerja 16.7% 71.4% 11.9% 100.0%
Total Count 21 66 9 96
% within promosi_kerja 21.9% 68.8% 9.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.514a 2 .469
Likelihood Ratio 1.532 2 .465
Linear-by-Linear Association 1.490 1 .222
N of Valid Cases 96
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 3,94.
5. Kepuasan Gaji
kepuasan_gaji * stres_kelompok
Crosstab
stres_kelompok
Total stres berat stres ringan tidak stres
kepuasan_gaji tidak sesuai Count 10 25 4 39
% within kepuasan_gaji 25.6% 64.1% 10.3% 100.0%
sesuai Count 11 41 5 57
% within kepuasan_gaji 19.3% 71.9% 8.8% 100.0%
Total Count 21 66 9 96
% within kepuasan_gaji 21.9% 68.8% 9.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square .687a 2 .709
Likelihood Ratio .682 2 .711
Linear-by-Linear Association .182 1 .670
N of Valid Cases 96
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 3,66.
6. Pendidikan dan Pelatihan
diklat * stres_kelompok
Crosstab
stres_kelompok
Total stres berat stres ringan tidak stres
diklat tidak
memuaskan
Count 11 30 4 45
% within diklat 24.4% 66.7% 8.9% 100.0%
memuaskan Count 10 36 5 51
% within diklat 19.6% 70.6% 9.8% 100.0%
Total Count 21 66 9 96
% within diklat 21.9% 68.8% 9.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square .330a 2 .848
Likelihood Ratio .330 2 .848
Linear-by-Linear Association .264 1 .608
N of Valid Cases 96
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 4,22.
7. Umur
umur_kelompok * stres_kelompok
umur_kelompok * streskerja_NEW2 Crosstabulation
stres_kelompok
Total stres berat stres ringan tidak stres
umur_kelompok > = 34 tahun Count 12 33 3 48
% within
umur_kelompok
25.0% 68.8% 6.3% 100.0%
< 34 tahun Count 9 33 6 48
% within
umur_kelompok
18.8% 68.8% 12.5% 100.0%
Total Count 21 66 9 96
% within
umur_kelompok
21.9% 68.8% 9.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.429a 2 .490
Likelihood Ratio 1.449 2 .484
Linear-by-Linear Association 1.250 1 .264
N of Valid Cases 96
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 4,50.
8. Pendidikan
pendidikan * stres_kelompok
Crosstab
stres_kelompok
Total stres berat stres ringan tidak stres
pendidikan SMA Count 20 54 5 79
% within pendidikan 25.3% 68.4% 6.3% 100.0%
D3 Count 0 6 1 7
% within pendidikan .0% 85.7% 14.3% 100.0%
Sarjana Count 1 6 3 10
% within pendidikan 10.0% 60.0% 30.0% 100.0%
Total Count 21 66 9 96
% within pendidikan 21.9% 68.8% 9.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 8.509a 4 .075
Likelihood Ratio 8.561 4 .073
Linear-by-Linear Association 5.933 1 .015
N of Valid Cases 96
a. 5 cells (55,6%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,66.
9. Masa Kerja
masakerja_kelompok * stres_kelompok
Crosstab
stres_kelompok
Total stres berat stres ringan tidak stres
masakerja_kelompo
k
< 12 tahun Count 8 26 6 40
% within
masakerja_kelompok
20.0% 65.0% 15.0% 100.0%
> = 12 tahun Count 13 40 3 56
% within
masakerja_kelompok
23.2% 71.4% 5.4% 100.0%
Total Count 21 66 9 96
% within
masakerja_kelompok
21.9% 68.8% 9.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 2.565a 2 .277
Likelihood Ratio 2.535 2 .282
Linear-by-Linear Association 1.286 1 .257
N of Valid Cases 96
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 3,75.
10. Status Pernikahan
status_pernikahan * stres_kelompok
Crosstab
stres_kelompok
Total stres berat stres ringan tidak stres
status_pernikahan belum menikah Count 4 19 5 28
% within
status_pernikahan
14.3% 67.9% 17.9% 100.0%
sudah menikah Count 17 47 4 68
% within
status_pernikahan
25.0% 69.1% 5.9% 100.0%
Total Count 21 66 9 96
% within
status_pernikahan
21.9% 68.8% 9.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 4.079a 2 .130
Likelihood Ratio 3.851 2 .146
Linear-by-Linear Association 3.403 1 .065
N of Valid Cases 96
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2,63.
Descriptives
Statistic Std. Error
umur Mean 35.46 1.051
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 33.37
Upper Bound 37.54
5% Trimmed Mean 35.25
Median 33.50
Variance 106.040
Std. Deviation 10.298
Minimum 21
Maximum 56
Range 35
Interquartile Range 20
Skewness .250 .246
Kurtosis -1.390 .488
masa_kerja Mean 13.55 1.033
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 11.50
Upper Bound 15.60
5% Trimmed Mean 13.22
Median 12.00
Variance 102.376
Std. Deviation 10.118
Minimum 2
Maximum 34
Range 32
Interquartile Range 19
Skewness .345 .246
Kurtosis -1.386 .488
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
umur 96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
masa_kerja 96 100.0% 0 .0% 96 100.0%
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
umur .159 96 .000 .911 96 .000
masa_kerja .234 96 .000 .845 96 .000
a. Lilliefors Significance Correction