farmakokinetika_klinik.pdf

Upload: alfamiftahulkhoir

Post on 10-Feb-2018

422 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    1/72

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    2/72

    International Standard Serial Number: 0125 -913X

    Tulisan dalam majalah ini merupakan pandang-an/pendapat masing-masing penulis dan tidakselalu merupakan pandangan atau kebijakaninstansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis.

    Karya Sriwidodo

    Diterbitkan oleh :

    Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma

    Daftar Isi :

    Artikel :

    3 Pengantar Farmakokinetika

    8 Farmakokinetika Klinik

    13 Monitoring Kadar Terapeutik Obat

    18 Ketersediaan Hayati Obat

    21 Pengukuran Klirens Ginjal Obat

    26 Teknik Analisis Obat Dalam Cairan Biologis Dengan GLCdan HPLC32 Farmakoterapi Rasional

    37 Ketersediaan Hayati Sediaan Pelepasan Lambat

    41 Strategi Penelitian Farmakokinetika

    49 Bioavailabilitas Obat

    53 Bagaimana Pengaruh Tubuh Terhadap Obat

    55 Konsultasi Farmakologikdi Samping Penderita

    58 Sekilas Tentang Sub Bagian Farmakokinetika Bagian Pene-litian dan Pengembangan PT Kalbe Farma

    62

    65 Perkembangan Bunuh Diri Bersama

    Mastektomi : Sedikit Mungkin Sa-

    ma Dengan Banyak

    67 Hukum & Etika : Tepatkah Tindakan Saudara ?

    69 Catatan Singkat

    70 Humor Ilmu Kedokteran

    72 Abstrak abstrak

    Cara Menentukan Kualitas Protein Suatu Bahan Makanan

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    3/72

    Artikel

    Pengantar Farmakokinetika

    Dr Yeyet Cahyati S Apt

    PENDAHULUAN

    Sejak beberapa tahun yang lalu, pola pengontrolan kualitasdan pemakaian klinik obat dipengaruhi oleh suatu disiplinilmu yang mempelajari nasib obat dalam tubuh. Disiplin ilmutersebut kita kenal dengan nama "Fammakokinetika".

    Kata " farmakokinetika" berasal dari kata-kata"pharma-

    con"

    , kata Yunani untuk obat dan racun, dan "kinetic".

    Jadi"

    farmakokinetika" adalah ilmu yang mempelajari kinetikaobat, yang dalam hal ini berarti kinetika obat dalam tubuh.Proses-proses yang akan menentukan kinetika obat dalam tu-

    buh meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme danekskresi. Untuk memahami kinetika obat dalam tubuh tidakcukup hanya dengan menentukan dan mengetahui perkem-bangan kadar atau jumlah senyawa asalnya saja (unchangedcompound), tetapi juga meliputi metabolitnya.

    Bagian tubuh di man konsentrasi/jumlah obat dan ataumetabolitnya ditentukan biasanya darah (plasma/serum),ekskreta (urin, faeses, ludah, dan lain - lain), atau jaringan tubuhlain.

    PEMODELAN DALAM FARMAKOKINETIKA

    Da lam suatu penelitian/studi farmakokinetika, perkembarig-an kadar/jumlah obat (senyawa asal dan atau metabolitnya)dalam tubuh dilakukan pada titik-titik waktu yang diskon-tinyu (misalnya pada waktu-waktu 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3

    jam, 6 jam dan 8 jam setelah pemberian obat), karena sampai

    Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam Institut Teknologi Bandung

    Konsultan pada Sub Bidang Farmakokinetika, Bidang Farina-kologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farina,

    Jakarta

    dengan saat ini memang tidak mungkin untuk dapat menentu-kan kinetika obat dalam tubuh secara eksperimental dalamwaktu yang kontinyu. Dengan demikian, data eksperimental

    yang akan kita peroleh hanyalah untuk waktu-waktu tersebuttadi. Sebagai contoh dapat dilihat gambar 1.

    Jika data tersebut dibiarkan apa adanya, tidak banyak man-faat yang bisa ditarik. Oleh karena itu, dalam dunia farina-kokinetika akan dijumpai apa yang disebut dengan "model

    ".

    "Model"yang paling sering dipakai adalah model komparte-mental, di mana keadaan tubuh direjpresentasikan ke dalam

    bentuk kompartemen: satu kompartemen atau pluri-komparte-men. Tiap kompartemen mempunyai besarai volume (isi) yang

    disebut "volume distribusi"

    . Model-model tadi hanyalah suatu

    representasi matematika yang tidak bisa dihubungkan dengan

    Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 3

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    4/72

    keadaan fungsi - fungsi tubuh secara tegas. Oleh karena itu"volume distribusi" tadi disebut "volume distribusi yang

    timbul" (apparent volume of distribution). Beberapa contohmodel kompartemental dalam farmakokinetika dapat dilihatpada gambar2.

    Gambar 2. Representasi model Satu kompartemen dan masing-masing satu contoh dari model dua kompartemen dan tiga komparte-

    men dari model kompartemental tinier terbulca.

    Berdasarkan ketepatan regresi kurva yang diperoleh, kon-stanta-konstanta transfer antar kompartemen dan konstantakecepatan eliminasi (dan juga konstanta kecepatan absorpsi)dari model tadi mendekati kinetika proses tingkat satu, se-hingga persamaan kinetika obat dapat diselesaikan ke dalam

    persamaan umum :

    Untuk model satu kompartemen misalnya, jika obat diberi-kan secara injeksi intravena (dalam dosis tunggal), perkem-bangan kadar obat dalam darah dapat direpresentasikan de-ngan persamaan :

    Sedangkan untuk model 2 kompartemen, dan obat diberi-

    kan secara ekstravaskular, persamaan kinetika yang cocokadalah :

    4 Ccrmin Dunia Kedokteran No. 37 1985

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    5/72

    WaktuGambar 3. Bentuk umum kurva perkembangan kadar obat dalamdarah menurut model satu kompartemen setelah pemberian obat secarainjeksi intravena (A), infus dimana infus dihentikan sebelum kesetim-

    bangan dicapai (B1), infus dimana infus dihentikan setelah kesetim-bangan dicapai (B2), dan secara ekstravaskular (oral, rektal, dan lain-lain) (C).

    PROFIL PERKEMBANGAN KADAR OBAT DALAM TU-BUH (DARAH)

    Sebagaimana telah dikatakandi muka, darah (plasma atauserum) merupakan cairan tubuh yang paling sering dipakaidalam penelitian farmakokinetika. Ini mudah dimengertikarena: (a) kebanyakan obat sampai ke reseptornya melaluidarah, dan (b) tidak mudah mendapatkan jaringan tubuhlain

    dari organisme hidup, khususnya manusia.Profil perkembangan kadar obat dalam darah dapat dibagike dalam tiga kategori :(a) Profil kinetika, di mana obat dimasukkan sekaligus ke

    dalam sistem peredaran darah (misalnya cara injeksi intra-vena).

    (b) Profil kinetika,di mana obat diberikan secara infus.(c) Profil kinetika,di mana obat diberikan secara ekstravasku-

    lar(oral, rektal, dan lain-lain).Untuk obat yang diberikan secara injeksi intravena, semua

    obat akan masuk sekaligus ke dalam sistem peredaran darah,kemudian jumlah obat dalam darah akan menurun karena obatmengalami proses distribusi dan eliminasi (metabolisme danekskresi).

    Untuk obat yang diberikan secara infus, kadar obat dalamdarah akan naik secara perlahan-lahan sesuai dengan kecepataninfus, dan akan naik terus sampai infus dihentikan atau sampaisuatu saat di mana kecepatan eliminasi sama dengan kecepataninfus. Setelah infus dihentikan, kadar obat akan turun kembaliseperti halnya setelah pemberian secara injeksi intravena.

    Pada pemberian obat secara ekstravaskular(oral, rektal,dan lain-lain), obat akan masuk ke dalam sistem peredaran da-rah secara perlahan-lahan melalui suatuproses absorpsi sampai

    mencapai puncaknya, kemudian akan turun.

    Gambaran umum bentuk kurva kinetika untuk masing-masing cara pemberian dapat dilihat padagambar 3, sedangkan

    bentuk kurva kinetika untuk tiap model kompartementaldapat dilihat pada gambar4. Adanya suatu kinetikayang

    pluri-kompartemental biasanya hanya dapat terlihat dengannyata pada pemberian obat secara injeksi intravena.

    Waktu

    Gambar 4. Bentuk umum kurva perkembangan kadar obat dalam

    darah menurut model satu kompartemen (A),model dua kompartemen(B), dan model tiga kompartemen (C), pada pemberian obat secarainjeksi intravaskular.

    KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA

    Pengetahuan farmakokinetika berguna dalam berbagai bi-dang farmasi dan kedokteran, seperti untuk bidang farmako-logi, farmasetika, farmasi klinik, toksikologi dan kimia medi-sinal.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 5

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    6/72

    Bidang farmakologi

    Pertama kali, dengan penelitian farmakokinetika dapat di-bantu diterangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh,khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana yang se-benarnya bekerja dalam tubuh; apakah senyawa asalnya, meta-bolitnya atau kedua-duanya.

    Jika efek obat dapat dinilai secara kuantitatif, data kinetikaobat dalam tubuh sangat penting artinya untuk menentukanhubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan in-tensitas efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian daerahkerja efektif obat (therapeutic window) dapat ditentukan.

    Bidang farmasetica

    Dalam bidang farmasetika, farmakokinetika berguna untukmenilai ketersediaan biologis (bioavailability) suatu senyawaaktif terapeutik dari sediaannya (sediaan yang diberikan se-cara ekstravaskular). Seperti sudah banyak dibuktikan, kualitaszat aktif, jenis dan komposisi bahan pembantu serta teknikpembuatan sediaan yang dipakai dalam pembuatan suatu se-diaan dapat mempengaruhi ketersediaan biologis zat aktif dari

    sediaan tersebut. Sedangkan ketersediaan biologis zat aktifakan menentukan efektivitas terapeutik dari sediaan yang ber-sangkutan.

    Selain itu, farmakokinetika dapat membantu menentukanpilihan bentuk sediaan yang paling cocok/baik untuk dibuat.

    Bidang farmasi klinik

    Untuk bidang farmasi klinik, farmakokinetika memilikibeberapa kegunaan yang cukup penting, yaitu :a) Untuk memilih route pemberian obat yang paling tepat.Apakah harus secara injeksi intravena, atau bisa dengan routelain seperti secara oral, rektal, dan lain-lain. Ini dapat dilaku-kan dengan menilai ketersediaan biologis obat setelah pem-

    berian dalam berbagai route pemberian, dan dengan memper-

    timbangkan profil kinetika obat yang dihasilkan oleh berbagairoutepemberian tersebut.

    b) Dengan cara identifikasi farmakokinetika dapat dihitungaturan dosis yang tepat untuk setiap individu (dosage regimenindividualization). Sampai dengan saat ini cara identifikasifarmakokinetika merupakan cara yang paling tepat untuk

    pengindividualisasian dosis, khususnya untuk obat-obat dengandaerah keija terapeutik yang sempit seperti teofilin, dan lain-lain.c) Data farmakokiketika suatu obat diperlukan dalam penyu-sunan aturan dosis yang rasional.d) Dapat membantu menerangkan mekanisme interaksi obat,

    baik antara obat dengan obat maupun antara obat denganmakanan atau minuman.

    Bidang toksikologi

    Dalam bidang ini farmakokinetika dapat membantu mene-mukan sebab-sebab terjadinya efek toksik dari pemakaiansuatu obat.

    Bidang kimia medisinal

    Dalam bidang kimia medisinal, pengetahuan farmakokine-tika dan data farmakokinetika suatu senyawa obat dapat mem-bantu memberikan arah terhadap sintesis senyawa-senyawaobat baru yang lebih unggul: potensi lebih tinggi, stabilitas

    6 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985

    dalam tubuh lebih terjamin, dan profil kinetika yang lebihmenguntungkan untuk pemakaian klinik sesuai dengan indi-kasinya.

    Sebagai contoh, sintesis senyawa-senyawa obat dari golong-an benzodiazepin. Benzodiazepin mempunyai beberapa indi-kasi seperti untuk pengimbas tidur, sebagai penenang, anti-

    konvulsan, dan lain-lain. Untuk penggunaan sebagai penenangsekarang telah disintesis beberapa senyawa dengan waktu pa-

    ruh eliminasi yang cukup besar (50 jam ke atas) seperti etilo-flazepat, dan lain-lain.

    FARMAKOKINETIKA DI INDUSTRI FARMASI

    Secara garis besar, industri-industri farmasi dapat dibagi kedalam dua kelompok, yaitu :I. Industri farmasi yang memproduksi bahan baku (baik se-

    nyawa aktif terapeutik maupun bahan pembantu), dansekaligus memproduksi sediaan jadi (tablet, kapsul, obatsuntik, dan lain-lain).

    II. Industri farmasi yang hanya memproduksi obat jadi.Untuk industri farmasi yang termasuk ke dalam kelompok

    I, khususnya yang mensintesis senyawa-senyawa aktif tera-peutik baru, penelitian farmakokinetika perlu dilakukan un-tuk mengetahui/menentukan beberapa hal : mekanisme kerja obatarah sintesis senyawa baru selanjutnyadaerah kerja terapeutika obataturan dosis standar (standard dosage regimen)routepemberian dan bentuk sediaan yang paling cocokkualitas obat jadidan lain-lain.

    Untuk industri farmasi yang termasuk kelompok II sepertilazimnya industri-industri farmasi yang ada di Indonesia dewa-sa ini, fungsi penelitian farmakokinetika lebih terbatas, ter-utama untuk menilai kualitas sediaan obat jadi yang dihasil-

    kan, yaitu ditinjau dari segi ketersediaan biologisnya (bio-availability). Fungsi lain yang bisa dikembangkan adalah untukmenilai kembali atau untuk menghaluskan aturan dosis standaryang sudah ditentukan, dengan memperhitungkan data kine-tika senyawa aktif dari sediaan obat yang bersangkutan.Dengan ketersediaan biologis yang tinggi, dosis obat bisa di-

    perkecil sehingga penggunaan obat bisa lebih ekonomis. Un-tuk industri-industri farmasi di Indonesia, fungsi yang keduain i semestinya bisa benar-benar dikembangkan, mengingataturan dosis standar yang dipakai yaitu yang sudah ditetapkan

    berdasarkan data kinetika obat yang diamati pada orang-orangBarat. Padahal, obat akan digunakan untuk orang-orang Indo-nesia yang belum tentu memiliki respon farmakokinetika yangsama dengan orang Barat terhadap obat-obat yang dipakai.

    MASALAH YANG DIHADAPI OLEH INDUSTRI-INDUSTRIFARMASI DI INDONESIA

    Untuk melaksanakan penelitian farmakokiketika terdapatbeberapa masalah yang harus dipecahkan.

    Yang pertama adalah masalah tenaga ahli. Untuk penelitianini diperlukan tenaga ahli khusus untuk analisis farmakokine-tika. Berdasarkan pengalaman penulis, dalam program pen-didikan tinggi farmasi stratum 1 (Sl) di Indonsia, disiplinilmu ini belum diberikan secara mendalam.

    Masalah yang kedua adalah masalah peralatan, khususnya

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    7/72

    peralatan untuk penentuan kadar obat dalam cairan biologis.

    Cara penentuan kadar untuk keperluan studi farmakokinetikaharus memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang cukup tinggi,karena: (a) dalam sampel terdapat senyawa lain (baik senyawaendogen maupun metabolit obat sendiri) yang dapat berinter-frensi, dan (b) kadar obat yang harus ditentukan kadarnya re-latif sangat rendah (rata-rata sampai di bawah 1 mcg/ml).Masalah ini bisa dijawab dengan menggunakan peralatan anali-

    sis yang ber-performance tinggi seperti kromatograf cair penam-pilan- tinggi ("HPLC

    "), kromatograf gas, TLC-scanner, dan

    lain-lain, di samping juga diperlukan peralatan ekstraksi danderivatisasi untuk skala mikro. Untuk senyawa-senyawa anti-

    biotika dengan tujuan studi tertentu (misalnya untuk studibioavailabilitas), cara niikrobiologis masih bisa dipakai danmasih merupakan alternatif pilihan.

    Masalah yang ketiga adalah masalah biaya operasional yang

    cukup tinggi; yang diperlukan untuk penyiapan sampel, untukanalisis kuantitatif dan untuk pemeliharaan alat.

    Dengan adanya masalah-masalah itulah maka belum semuaindustri farmasi di Indonesia mampu untuk melakukan pene-litian farmakokinetika. Pada saat ini memang ketersediaan

    biologis suatu sediaan belum ditetapkan sebagai persyaratansediaan obat, tetapi kalau nanti persyaratan ini ditetapkan,mau tidak mau semua industri farmasi harus melaksanakan pe-nelitian farmakokinetika ini.

    PENUTUP

    Pengetahuan farmakokinetika bermanfaat dan diperlukandalam berbagai bidang pekerjaan farmasi dan kedokteran, se-perti dalam bidang farmasetika, farmakologi klinik, farmasiklinik, toksikologi dan kimia medisinal. Karena cukup banyakmasalah yang dihadapi untuk melaksanakannya, sampai de-ngan saat ini belum semua industri farmasi di Indonsia mam-

    pu melakukan penelitian farmakokinetika ini (khususnya ujiketersediaan biologis atau bioavailabilitas), padahal pelaksana-annya cukup penting dalam rangka pelayanan kesehatan yanglebih rasional, efisien dan efektif.

    KEPUSTAKAAN

    1. Aiache JM, Devissaguet JPh and Guyot-Herrmann AM (Eds.) Ga-lenica 2 Biopharmacie, Technique et Documentation, Paris, 1978.

    2. Rowland M and Tozer TN. Clinical Pharmacokinetics: Conceptsand Applications, Lea & Febiger, Philadelphia, 1980.

    3. Wagner JG. History of pharmacokinetic, Pharmac Ther, 1981; 12 :537 562.

    4. Wagner JG. Do you need a pharmacokinetic model, and, if so, which

    one?, J Pharmacokin Biopharm, 1975; 3(6) : 457 477.5. Wagner JG. Fundamentals of Clinical Pharmacokinetics, 1st ed.,

    Illinois; Drug Intelligence Publications, Inc, Hamilton, 1979.

    Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 7

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    8/72

    Farmakokinetika Klinik

    dr Budiono Santoso

    Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas GajahMada, Yogyakarta

    PENDAHULUAN

    Semenjak Dost l mengajukan istilah farmakokinetika kira-kira 30 tahun yang lalu, yang kurang lebih diartikan sebagai"ilmu mengenai analisis kuantitatif antara organisma danobat", maka kita telah melihat perkembangan yang begitu

    pesat bidang ilmu ini sampai sekarang. Pengertian yang di-cakup dalam definisi dari Dost tadi sebenarnya kalau ditelaahlebih dalam meliputi "analisis matematika dari jumlah dan ak-tifitas obat dalam badan dalam hubungannya dengan waktu".

    Namun demikian tulisan ini tidak akan membahas panjanglebar mengenai "analisis matematka" seperti yang dimaksud

    dalam pengertian di atas, tetapi lebih banyak membicarakantempat dan manfaat dari farmakokinetika dalam klinik, teruta-ma sehubungan dengan perawatan penderita. Ini didasarkan

    pada kenyataan, analisis matematika dalam badan terutamamengenai jumlah maupun aktifitasnya telah banyak sekalidibahas dalam berbagai tulisan dan penerbitan. Di lain pihak,kemanfaatan farmakokinetika dalam kepentingan klinik se-cara luas sering tidak mendapat perhatianyang layak.

    Pengaruh klinik atau terapeutik suatu obat pada seorangpasien sebenarnya merupakan hasil dari daya farmakologikobat tersebut, di man hal yang terakhir ini akan sangat ter-gantung pada kadar yang bisa dicapai pada tempat kerja obat(reseptor). Sayangnya, pengukuran kadar obat pada reseptorhampir selalu tidak dimungkinkan. Namun demikian, karena

    setiap perubahan kadar obat yang terukur dalam cairan darahsecara praktis akan mencerminkan perubahan pada reseptor,dengan pengukuran kadar obat dalam cairan darah akan bisadiperhitungkan atau diramalkan tingkat aktifitas farmakolo-gik yang tercapai (lihat Bagan 1). Tinggi rendahnya kadar obatdalam cairan darah merupakan hasil dari besarnya dosisyang diberikan, dan pengaruh-pengaruh proses -proses alami

    dalam tubuh mulai dari absorpsi, distribusi, metabolisme sam-pai ekskresi obat.

    Dengan melihat alur peristiwa yang tergambar pada bagansatu, sebenarnya farmakokinetika merupakan analisis mate-matika dari proses-proses absorpsi, distribusi, metabolisme danekskresi obat. Namun demikian, jika kita kembali kepada defi-

    8 Cermin DuniaKedokteran No. 37 1985

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    9/72

    nisi dari Dost tadi, sebenarnya lingkup farmakokinetika seha-

    rusnya juga mencakup analisis matematika dari aktifitas obat.

    Perlu dicatat, walaupun perkembangan teknologi modern saatini telah memungkinkan kuantifikasi kadar sebagian besar obatdalam cairan biologik, misalnya saja dengan teknik kromato-grafi gas, kromatografi cairan tekanan tinggi (high pressure li-quid chromatography; HPLC), spektrometri massa (mass spec-

    trometry) dan lain-lain, tetapi kuantifikasi aktifitas maupunpengaruh klinik obat bukan merupakan pekerjaan yang gam-pang, kalau tidak bisa dikatakan sangat sulit. Sehingga sampaisaat ini farmakokinetika hampir selalu diartikan sebagai studikuantitatif dari proses absorpsi, distribusi, metabolisme danekskresi obat seperti yang diajukan oleh Greenblatt danKoch-Weser(1975)

    2 Penerapan prinsip -prinsip farmakokine-tika dalam penanganan penderita secara langsung atau tidakdikenal sebagai farmakokinetika klinik. Permasalahan yang se-lalu dihadapi oleh klinikus yang berminat terhadap farmako-kinetika adalah, bagaimanakah memanfaatkan secara maksimal

    pengetahuan tentang kinetika obat untuk kepentingan pena-nganan penderita?

    MANFAATDALAM PENERAPAN KLINIK

    Walaupun kepentingan dari penerapan farmakokinetikakepada masalah-masalah klinik telah banyak sekali diingatkandan ditekankan selama bertahun-tahun terakhir ini, tetapisuatu penelaahan terhadap publikasi -publikasi mengenai far-makokinetika dalam berkala -berkala terkemuka di dunia3

    telah mengungkapkan, penelitian -penelitian yang berkaitan

    langsung dengan penanganan masalah -masalah yang dihadapi

    dalam klinik kebanyakan hanya menjadi tujuan sekunder.Misalnya, dalam keadaan klinik yang sesungguhnya maka

    pemberian obat pada pasien lebih sering dengan dosis ganda

    (multiple dosing) dibanding dengan pemberian dosis tunggal

    (single dosing), namun penelitian -penelitian justru lebih ba-

    nyak dengan pemberian dosis tunggal baik pada orang sehatmaupun penderita. Bagi para klinikus yang berminat dalamfarmakokinetika, mungkin akan lebih mudah menerima danmenelaah hasil penelitian dosis berganda dibanding dengan do-sis tunggal untuk menerapkan hasil tersebut bagi kepentingan

    penderita.Manfaat penerapan farmakokinetika bagi kepentingan pena-

    nganan penderita adalah untuk tuntunan penentuan aturan do-

    sis (dosage regimen) yang menyangkut besarnya dosis dan in-

    tervalpemberian dosis, terutama untuk obat-obat dengan ling-

    . kup terapeutik yang sempit seperti teofilina, digoksin, feni-toina, fenobarbital, lidokain, prokainamida dan lain-lain.

    Contoh kasus 1

    Misalnya: jika dalam suatu unit darurat dihadapi seorangpenderita status asmatikus berat, di mana sebagai tindak lanjut

    diagnosis dan evaluasi klinik diputuskan untuk memberi-

    kan terapi teofilina per infus. Dengan melihat beratnya serang-

    an asma yang diderita, klinikus menginginkan kadar teofilina

    dalam keadaan tunak (steady state = C s) sebesar 12 ug/ml.Untuk menentukan berapa kecepatan infus yang perlu diberi-kan, dan berapa besarnya bolus yang diperlukan bisa diper-hitungkan dari perhitungan-perhitungan farmakokinetika:

    Kecepatan infus = Clx Css (rumus 1)

    Cl adalah klirens tubuh total, yakni menggambarkan ke-mampuan individu untuk mengeliminasi obat yang ditunjuk-kan dengan besarnya volume darah yang dibersihkan dari

    Vd= volume distribusiyang merupakan volumehipotetis penyebaran obat dalam cairan tu

    buh.ke1

    = tetapan kecepatan eliminasi obat per unitwaktu.

    Persamaan(3)juga bisa ditulis seperti berikut,

    t adalah waktu paroh obat yang menggambarkan lamanya

    jumlah obat (kadar obat) dalam badan turun menjadi separuh-nya. Karena jika infus diberikan dengan kecepatan yang sudah

    diperhitungkan tadi, kadar obat dalam keadaan tunak (steady

    state) baru akan tercapai 4xt, maka untuk kasus-kasus beratseperti di atas perlu diberikan suatu dosis pengisi(loading) agar

    tercapai Css dalam waktu cepat.Besarnya dosis pengisi diperhitungkan,

    Contoh kasus 2

    Untuk penderita asma yang tidak begitu berat diinginkankadar teofilina dalam darah sebesar 5 ug/ml dalam keadaantunak. Berapa dosis yang diperlukan dapat diperhitungkan

    dari

    Cermin Dunia KedokteranNo. 37 19859

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    10/72

    Untuk kedua keadaan klinik yang digambarkan pada con-toh kasus 1 dan 2 di atas, kadar terapeutik bisa dicapai denganmemperhitungkan kecepatan infus (contoh 1) atau besarnyadosis oral (contoh 2), jika bisa diketahui nilaivolume distribusi(Vd) maupun waktu paroh (t'%) dan ketersediaan hayati (F)untuk dosis oral.

    Salah satu manfaat farmakokinetika dalam klinik, sepertihalnya digambarkan pada ke dua contoh di atas adalah untuk

    menentukan aturan dosis dan pemberiannya setelah parameter-parameter kinetika yang diperlukan bisa diketemukan. Persoal-annya, apakah setiap parameter kinetika harus ditentukan dulusebelum menentukan aturan dosis dan pemberiannya pada se-tiap penderita? Jelas hal ini tidak dimungkinkan karena akankehilangan nilai praktis terapeutiknya. Dalam buku-bukustandar farmakologi klinik atau farmakokinetika, sebenarnyadata mengenai parameter-parameter farmakokinetika dari ber-

    bagai obat bisa dicari dan dijadikan pedoman untuk memper-kirakan nilai parameter kinetika yang diperlukan (approximatevalue).Namun demikian perlu dicatat hal-hal sebagai berikut:

    1). Sebagian besar (hampir semua) data kinetika obat di-dapatkan pada orang-orang Barat (ras Kaukasoid), dan makin

    banyak diketahui adanya variasi antar etnik yang cukup ber-

    makna untuk beberapa obat.

    2). Keaneka-ragaman antar individu dalam satu populasidari satu kelompok etnik untuk berbagai obat sering terlalu

    besar untuk bisa diambil suatu nilai perkiraan rata-rata yangdapat diterapkan pada setiap individu.

    Manfaat lain dari farmakokinetika adalah mempelajari fak-tor-faktor yang dapat menipengaruhi proses -proses biologikyang dialami oleh obat dalam tubuh mulai dari absorpsi, dis-tribusi, metabolisme maupun ekskresi. Termasuk di sini misal-nya faktor-faktor genetik maupun lingkungan baik lingkunganinternal maupun eksternal tubuh. Misalnya dengan mengukur

    parameter kinetika eliminasi (khusus untuk metabolisme)

    suatu obat dalam satu populasi, dapat diidentifikasi kemung-.kinan adanya sub populasi yang lain dari umumnya anggota

    populasi dalam hal kemampuan metabolisme obat tertentu.Pengukuran waktu paroh (5%) INH dalam suatu populasi

    akan memberikan gambaran distribusi frekuensi yang poli-modal, di mana individu -individu dalam populasi terbagi se-cara genetik ke dalam kelompok -kelompok asetilator cepatdan asetilator lambat4

    Contoh lain, peristiwa-peristiwa saling mempengaruhi(antar aksi obat) dalam tingkat proses -proses biologik ab-sorpsi, distribusi, metabolisme maupun ekskresi dipelajaridan dievaluasi secara in vivo, baik pada orang sakit atau-

    pun penderita, dengan pendekatan farmakokinetika yaknidengan pengukuran -pengukuran parameter -parameter kine-

    tika peristiwa -peristiwa di atas5 . Misalnya, hambatan meta-bolisme primidon oleh karena INH dibuktikan secara klinikdengan adanya pemanjangan t primidon sesudah pra-perlaku-an INH dibandingkan tanpa pra-perlakuan INH6.

    KEANEKA RAGAMAN ANTAR ETNIK

    Seperti telah disinggung di muka, salah satu permasalah-

    an yang sering menjadi bahan pertanyaan dalam berbagai ke-adaan itu apakah data kinetika suatu obat dari satu kelom-

    pok etnik (dalam hal ini umumnya didapat dari ras Kauka-soid) bisa dipakai sebagai dasar untuk pembuatan pedomanaturan dosis dan pemberian pada kelompok etnik lain (ras

    Negroid dan Mongoloid)? Jawabannya bisa dua kemungkin-an, ya dan tidak. Ini mungkin karena tidak ada perbedaanyang bermakna secara klinik dalam parameter -parameterfarmakokinetika antara masing -masing kelompok etnik. Ke-mungkinan lain, untuk beberapa obat ternyata perbedaan-

    perbedaan antar kelompok etnik ini cukup bermakna kliniksehingga memerlukan penyesuaian aturan -aturan dosis padakelompok etnik lain sesuai dengan parameter-parameter kine-tik yang didapat pada populasi yang bersangkutan.

    Keaneka ragaman antar etnik ini mungkin disebabkankarena adanya perbedaan dalam frekuensi gen dalam popula-siyang bersangkutan untuk variasi obat yang di bawah penga-ruh gen monogenik (polimorfisme genetik) atau oleh karena

    perbedaan-perbedaan dalam faktor -faktor lingkungan internalmaupun eksternal yang bisa berpengaruh terhadap proses-

    proses kinetika (terutama metabolisme).Misalnya, keaneka ragaman metabolisme isoniazid yangbe-

    rupa reaksi asetilasi menjadi asetil -isoniazid. Individu-individudalam populasi terbagi menjadi asetilator cepat dan asetilator

    lambat, dimana ciri genetik masing-masing di bawah gen do-

    minan (R) dan resesif (r). Frekuensi asetilator pada masing-masing kelompok etnik sangat berbeda. Pada ras Mongoloidsebagian besar tergolong ke dalam asetilator cepat dengan ni-

    lai waktu paro (t)'kurang dari 2 jam, sedangkan pada ras

    Kaukasoid atau Negroidfrekuensi asetilator cepat sedikit lebihrendah dari pada asetilator lambat7.

    Pada gambaran histogram, frekuensi distribusi waktu paroINH dalam kepustakaan nilai antimode yang memisahkanasetilator cepat dan lambat disebutkan 2 jam, di mana nilaiwaktu paro INH kurang dari 2 jam adalah asetilator cepat 4.Penelitian terhadap orang-orang Indonesia suku Jawag menun-

    jukkan; nilai antimode t- INH yang memisahkan asetilatorcepat dan lambat tidak terletak pada nilai 2 jam, tetapi antara

    2 - 3 jam. Mengapa bisa terjadi pergeseran distribusi nilait - INH ini sulit diterangkah. Tetapi analisis lebih lanjutdari data kinetika yang didapat menunjukkan, nilai rata-ratavolume distribusi (Vd) pada subyek -subyek Indonesia Jawa tadi sebesar 89% SEM 3%berat'badan.

    Nilai volume distribusi pada kepustakaan4,9

    rata-rata dilapor-kan sebesar 61%.

    Jika dilihat rumus,

    maka kemungkinan pergeseran ke kanan nilai antimode yang

    memisahkan asetilator cepat &lambat pada populasi Indonesia

    - Jawa menjadi antara 2 - 3 jam dibandingkan dengannilai 2 jam pada ras Kaukasoid (Gambar 1), disebabkan oleh

    karena tingginya nilaivolumedistribusi (Vd).Jika dilihat kecepatan metabolisme rifampisin, pada buku-

    buku standar disebutkan, nilai t sesudah pemberian dosis600mg bervariasi antara 1- 4 jam. kadar puncak obat aktif

    yang dicapai sesudah pemberian 600 mg disebutkan berkisar

    antara 7 - 10 ug/ml. Penelitian sementara pada subyek-subyek

    Indonesia - Jawa (Santoso & Suryawati, 1984, belum di-

    10 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    11/72

    N

    INH T1/2

    Gambar 1. Gambaran histrogram frekuensi distribusi dari waktuparo INH pada populasi Kaukasoid (atas) dan pada populasi IndonesiaJava (bawah).

    Antimode yang memisahkan asetilator cepat (dengan genotipe RRdan Rr) dan asetilator lambat (dengan genotipe rr) terletak pada nilai

    t 2 jam pada orang Kaukasoid dan antara 2 - 3 jam pada orang-orang Indonesia Jawa.

    publikasi) menunjukkan sesudah pemberian dosis600 mg,nilai t beragam antara4 - 12 jamdengan kadar puncak an-tara 17 29 ug/ml. Perbedaan data kinetika yang didapat se-

    perti ini mungkin mengharuskan untuk mempertimbangkankembali aturan dosis pada subyek- subyekIndonesia - Jawa,

    jika diingat kemungkinan pengaruh-pengaruh toksis dari ri-

    fampisin.Masih banyak lagi contoh-contoh tentang adanya perbeda-

    an antar kelompok etnik dalam parameter-parameter kinetikadari obat. Perbedaan ini mungkin relatif kecil, mungkin bisa

    juga besar dan mempunyai makna klinikyang mengharuskan

    penyesuaian aturan dosis. Perlu dicatat bahwa perlu tidak-nya untuk melakukan penyesuaian aturan dosis pada suatu

    populasi tidak hanya dengan melihat perbedaanparameterki-netika (misalnya t) tetapi juga mempertimbangkan lebar&

    sempitnya lingkup terapeutik(therapeutic range) kadar obat.

    Untuk obat-obat dengan lingkup terapeutikyang lebar, ber-

    arti jarak antara kadar efektifminimal dan kadar toksikmini-mal lebar, perbedaanparameterkinetik tertentu tidak mem-

    bawa konsekuensi apa-apa. Tetapi untuk obat-obat dengan

    lingkup terapeutikyang sempit, adanya variasi kinetika se-dikit sudah membawa konsekuensiyang sangat penting.

    KEANEKA-RAGAMAN ANTAR INDIVIDU

    Kalau dikatakan di muka bahwa untuk beberapa obat ter-nyata didapati perbedaanyang cukup bermakna klinik dalam

    parameter-parameter kinetika antara kelompok-kelompok

    etnik, maka pada individu-individu dalam satu populasipun

    akan didapati keaneka- ragaman kinetikayang mungkin cukupberarti, terutama untuk obat-obat dengan lingkup terapeutik

    yang sempit.Seperti telah dikatakan, keaneka-ragaman biologik antar in-

    dividu dalam proses--proses kinetika (terutama metabolisme)mungkin berasal dari faktor- faktor genetik(genetic make-up)

    atau faktor-faktor lingkungan (lingkunganinternal dan ekster-nal)10 . Faktor-faktor non-genetik meliputi penyakit -penyakit,

    keadaan kurang gizi, umur, pengaruh obat-obatyang diguna-

    kan bersamaan (antar aksi obat) dan lain-lain, termasuk faktorkebiasaan (merokok), dan kontak dengan cemaran - cemaran

    lingkungan (misalnya pestisida).

    Penyakit-penyakit pada organ eliminasi misalnya hepar

    atau ginjal akan mengurangi kemampuan eliminasi obat dengan

    akibat turpnnya nilai klirens (Cl) obat, atau memanjangnyanilai Ph. Bagaimanakah aturan dosis obat pada keadaan gang-guan-gangguan fungsiorgan seperti ini? Jelas akan diperlukan

    suatu penyesuaian dosisyang tepat dengan kemampuan eli-

    minasi tubuh terhadap obat yangbersangkutan. Pada keada-an gangguan fungsi ginjal, penyesuaian dosis bisa dikerjakan

    dengan memberikan dosis obat yang sesuai dengan kemam-

    puan faal ginjalyang diukur dengan nilai klirens kreatinin.Nilai klirens kreatinin memang memberikan gambaran kuan-

    titatif faal ginjal. Aturan-aturan atau rumus-rumus penyesuai-an dosis pada gangguan faal ginjal banyak dijumpai dalambuku-buku standar dan dibuat berdasarkan menurunnya nilai

    klirens kreatinin.Jika pada gangguan faal ginjal, adaparameterkuantitatif

    yang bisa dipakai untuk mengukur faal ginjal sehingga penye-suaian dosis bisa dilakukan berdasarkan baik buruknya faalsaat itu, maka tidak demikian halnya dengan gangguan faal

    hati. Tidak adaparameterkuantitatifyang bisa dipakai untukmengukur fungsi hati, sehingga pada keadaan gangguan fungsihati jika akan melakukan penyesuaian dosis obat tidak ada

    petunjukyang tepat. Sayangnya, sampai sekarang orang tidak

    bisa menentukan satu obat ujiyang bisa dipakai untuk meng-ukur kemampuan metabolisme hati untuk segala macamobat

    11

    . Walaupun pada mulanya orang banyak menaruh harap-an bahwa dengan mengukur parameter-parameter eliminasiantipirin sebagai substratmodel metabolismedi hati, dapat di-ketahui kemampuan fungsi metabolisme hati untuk obat-obatlain, ternyata korelasi antara parameter- parameter eliminasiantipirin dengan obatlain terlalu kecil.

    Kesulitan yang sama juga dihadapi jika menjumpai kasus-kasus malnutrisi.Walaupun secara umum sering ada anggap-an bahwa pada keadaan malnutrisi selalu terjadi penurunankemampuan eliminasi obat, tetapi perubahan-perubahan pato-fisiologik pada malnutrisiyangbisa mempengaruhi kemampu-an eliminasi obat sangat kompleks12 . Perubahan-perubahan

    juga meliputi proses- proses absorpsi, distribusi, metabolismemaupun ekskresi obat. Perubahan kinetikayang dialami olehsatu obat belum tentu sama dengan perubahanyang dialami

    Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 11

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    12/72

    obat lain. Sebab contoh, pada kwashiorkor terjadi penurunankemampuan eliminasi isoniazid

    13, tetapi sebaliknya dengan

    sulfa-diazin justru terjadi kenaikan kecepatan eliminasi 14

    Klirens (Cl) isoniazid pada 8 orang penderita tbc yang disertaihipoproteinemia, dengan rehabilitasi nutrisi selama 4 minggunaik dari 16.0 SEM 2.6 1/jam menjadi 19.9 1/jam8 (lihatgambar 2). Ini menunjukkan adanya penurunan kemampuanmetabolisme INH pada keadaan malnutrisi, yang kemudiankembali membaik sesudah perbaikan gizi.

    Gambar2. Klirens INH pada 8 orang penderita tbc dengan hipo-albuminemia pada saat masuk (I) sebesar 16.0 SEM 2.6 L/jarn dan se-sudah rehabilitasi nutrisi dan terapi anti tbc selama 4 minggu (II)sebesar 19.9

    12 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985

    Dari uraian di atas, maka tidak mungkin untuk membuatpedoman penyesuaian dosis pada keadaan malnutrisi untuksemua obat. Setiap obat akan mengalami perubahan-perubah-an kinetik (kalau ada) sesuai dengan sifat-sifat fisiko kimiawidan kinetik masing-masing.

    Individualisasi dosis obat pada setiap pasien dengan kondisi

    khusus yang potensial bisa merubah parameter -parameterkinetika . obat, harus dibarengi dengan monitoring terapi.Besarnya dosis yang diberikan, efek terapeutik yang didapat-kan, dan efek toksik yang mungkin timbul harus selalu di-timbang-timbang. Jika memungkinkan, pengukuran kadar obatdalam plasma akan sangat membantu individualisasi dosis,terutama untuk obat-obat dengan lingkup terapeutik yangsempit. Walaupun pendekatan-pendekatan farmakokinetika su-dah diambil untuk individualisasi dosis, hal ini tidak bisa me-ngesampingkan pentingnya tindakan monitoring terapi baiksecara klinik terhadap tercapainya terapeutik dan timbulnyaefek toksik, maupun secara laboratorik.

    PENELITIAN FARMAKOKINETIK DI INDONESIA

    Salah satu hambatan dalam penelitian farmakokinetikadi Indonesia umumnya yaitu kurangnya sarana untuk peng-ukuran kadar obat dalam cairan biologik. Namun demikiankalau toh alat-alat yang canggih memang di luar kemampuansetiap laboratorium untuk mengadakannya, maka alat-alatyang relatif lebih murah seperti spektrofotometer maupunspektrofluorometer masih banyak bermanfaat.

    Salah satu masalah yang dihadapi saat ini, seperti diuraikandi depan adalah perlunya data kinetika dari populasi (popula-tion kinetics) orang-orang Indonesia untuk obat-obat ter-tentu. Sehingga penelitian -penelitian kinetika pada populasidari berbagai kelompok etnik di Indonesia mungkin perlumendapatkan perhatian.

    Kalau data parameter kinetika obat biasanya didapatkan

    dari orang sehat dengan cara pemberian dosis tunggal (singledose study), maka untuk penerapan dalam klinik perlu ditelitikinetika obat-obat pada kondisi -kondisi klinik khusus dengancara pemberian dosis berulang (multiple dosing). Ini nantinyaakan lebih mudah diterima dan dipakai oleh klinikus dalampertimbangan-pertimbangan terapi pada kondisi yang bersang-kutan. Pengaruh -pengaruh dari cemaran-cemaran lingkungan,

    pengaruh penyakit -penyakit, pengaruh status gizi dan lain-lain terhadap kinetika obat mungkin menarik untuk diteliti.

    KEPUSTAKAAN

    1. Dost FH. Der Blutspiegel : kinetik der konsentration Sablaufo inder kreislauffussigheit. Leipzig : Thieme. 1953.

    2. Greenblatt DJ. & Koch Wosser J Clinical Pharmacokinetics. N EngJ Mod 293 : 702 - 705.

    3. Tognoni G Bellantuono C Bonati M D'Incalli M Gerna M LatiniR Mandelli M Porro MG and Riva E. Clinical relevance of Pharma-cokinetics. Clinical Pharmacokinetics. 1980; 5 : 105 - 136.

    4. Weber WW & Hein DW. Clinical pharmacokinetics of isoniazid.Clinical Pharmacokinetics, 4 : 401 - 422.

    5. Park BK & Brockonridge AM. Clinical implications of enzyme in-

    duction and enzyme inhibition. Clinical Pharmacokinetics, 1981;6 : 1 - 24.

    (bersambung ke halaman 66)

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    13/72

    Monitoring Kadar Terapeutik Obat

    dr Armen Muchtar

    Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indo-

    nesia, Jakarta

    PENDAHULUAN

    Yang dimaksud dengan monitoring kadar terapeutik obatadalah pemeriksaan secara berkala kadar obat dalam darahguna membantu klinisi dalam menetapkan dosis obat yang da-

    pat menyembuhkan atau mengobati penyakit penderita. Per-lunyamonitoring kadar obat dalam tubuh sudah lamadikemu-kakan, antara lain oleh WilliamWethering, ketika fox glove

    yang mengandung glikosida kuat mulai digunakan, ia meng-himbau agarobat yang manjur ini tidak dengan begitu saja di-tolak penggunaannya, semata-mata karena adanya efek sam-

    pingyang berbahaya dan sukar dkendalikan.

    Dasar-dasarmonitoring kadar terapeutik obat mulai dirin-tis oleh Brodie dan kawan-kawan ketika mereka berhasil me-ngukur kadar quinidine dalamplasmamanusia dengan menggu-nakan fluarometer1

    '. Arti klinis dari pemeriksaan ini kemudian

    diungkapkan oleh Sokolow 2 , ketika ia dapat memperlihatkanadanya perbedaan interindividuil kadar quinidin plasma se-

    banyak 5 kali pada dosis3 gram perhari pada pengobatan arit-mia. Berdasarkan pengalamannya dalam memonitor kadar qu-inidin dalam serum, ia menyimpulkan sebagai berikut3

    * Efektivitas quinidin dalam pengobatan aritmia atrium kro-nik dan pencegahan aritmia rekuren, serta timbulnya intoksi-kasi quinidine terlihat mempunyai korelasi yang lebih dekatdengan kadar ketimbang dosis.

    * Karena kadar quinidin dalam serum dapat bervariasi lebihbesar dari variasi dalam dosis, maka kadar dalam serum meru-pakan indilcasiyang lebih terpercaya bila diduga ada toksisitas.

    * Walaupun lebih penting dari dosis, sebaiknya kadar dalamserumtidak dianggap sebagai satu-satunya faktor yang mempe-ngaruhi toksisitas. Keparahan penyakit, deplesi elektrolit, in-feksi, ikut pula menentukan toksisitas.

    Semenjak itu, sejalan dengan penemuan alat-alat baru yangsensitif untuk pemeriksaan kadar obat dalam darah, terjadi

    perkembangan pesat dalam penelitian dan analisis hubunganantara dosis -kadar-respon penderita. Secara konsepsionil, de-wasa ini hubungan tertera dalam Gambar I. Secara matematis,hubungan itu oleh Wagner dirumuskan sebagai berikut :

    Css = kadar dalam keadaansteady state, fD = fraksi dosis yangmasuk dalam sirkulasi sistemik, t = waktu paruh obat dalam plasma,Vd = volume distribusi, T = interval pemberian Obat.

    INDIVIDUALISASI DOSIS DALAM FARMAKOTERAPI

    Dalam praktek, pemberian obat pada umumnya didasarkanatas dosis rata-rata, yaitu dosis yangdiperkirakan memberikanefek terapeutik dengan efek samping minimal. Bila dosis rata-rata itu tidak menimbulkan efek sama sekali atau sudah me-nimbulkan efek yang berlebihan, biasanya dokter dengan se-gera menghentikan pengobatan karena dianggap 'tidak cocok'

    bagi penderita, tanpa perlu mempertimbangkan apakah do-sis yang diberilcan itu memang sudah sesuai dengan kebutuhan

    penderita. Pentingnya individualisasi dosis menjadi semakinberalasan ketika Brodie dkk. memperlihatkan bahwa ada per-bedaan spesies, strain dan individual dalam kecepatan meta-bolisme obat4 . Kemudian, Hammer dan Sjoqvist menemukanada perbedaan individual sebesar 30 x lipat dari kadar "ste-

    ady state" desmetil imipramin yang diresepkan pada suatu do-sis tertentu 5 . Perbedaan individuil kadar obat dalam keadaan"steady state" ini barangkali tidak menimbulkan masalah da-lam penentuan besar dosis bila 'Therapeutic window" dariobat yang bersangkutan cukup besar. Tetapi bila "therapeuticwindow" suatu obat sempit, individualisasi dosis menjadi pen-ting, karena perbedaan dosis yang kecil saja (dalam mg/kgBB) sudah dapat menimbulkan perbedaan nyata dalam res-

    pons. Individualisasi dosis dengan mudah dapat dilakukan bi-

    Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 13

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    14/72

    Gambar 1. Faktor-faktor yang menentukan hubungan antara dosisdan efek obat.

    la efek obat mudah diukur, sehingga besar dosis dapat dititra-si sesuai dengan intensitas respons yang sedang diamati. Bilarespons penderita sukar diamati dengan segera, misalnya kare-na tujuan pengobatan bersifat profilaksis, atau sukar membe-dakan efek akibat dosis berlebihan dengan gejala penyakit,titrasi dosis hanya dapat dilakukan dengan baik berdasarkan

    panduan kadar obat dalam darah. Dengan demikian dapat di-ringkaskan bahwa monitoring kadar terapeutik obat berman-faat dilakukan guna menentukan dosis dari obat-obat yang :

    * kecepatan metabolismenya berbeda nyata secara individual* mempunyai "therapeutic window" yang sempit* efek terapeutiknya sukar atau tidak segera dapat diukur* gejala penyakit sukar dibedakan dengan efek samping obat* kecepatan metabolisme mudah jenuh

    OBAT-OBAT YANG KADARNYA PERLU DIMONITOR

    Monitoring kadar obat dilakukan atas persyaratan respon

    sekelompok penderita mempunyai korelasi yang lebih baikdengan dosis, dan korelasi itu cukup kuat sehingga dapat diper-lihatkan pada setiap penderita. Sebelum monitoring itu diker-

    jakan secara rutin, terlebih dahulu perlu ada penelitian klinisyang terkontrol guna memperlihatkan adanya hubungan an-tara kadar plasma dengan respon klinis. Disain dari penelitianseperti ini tergantung pada respon yang dituju, yaitu mungkinefek terapeutik atau efek toksik atau kedua-duanya. Obat-obatyang telah diuji pada percobaan klinik yang terkontrol meme-

    nuhi persyaratan tersebut di atas tidak banyak, tetapi merupa-kan obat-obat penting, sebagian diantaranya masih diperdebat-

    14 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985

    kan manfaat untuk memonitoring kadarnya, karena bila cer-mat, respon klinis penderita masih dapat diamati. (Tabel 1).

    Tabel 1. Obat-obat yang kadarnya sering dimonitor secara rutin.

    Obat Kesaran kadarterapeutik

    Penjelasan

    Fenitoin 10-20 mcg/ml Esensial untuk terapi yang ra-sional karena adanya satu rati-

    on kenetik

    Teofilin 5-20 mg/ml Esensial untuk terapi rasional

    sewaktu serangan akut.Variasi

    kenetl individual yang sangat

    besar; toksisitas hebat pada ka-

    dar 25 mg/ml.

    Litium 0,6-1,2 mcg/1 untuk mencegah efek toksik

    Fenobarbital 15-20 mg/ml mencegah therapeutic failurepada febrile convulsion.

    Karbama zepin 5-10 mcg/ml membedakan "therapeutic fa-ilure" dengan efek toksik (pu-sing, ataksia, diplopia)

    Valproate 50-100 mcg/ml Farmakokinetikanya kom-

    pleks, masih perlu uji klinik

    Quinidin 4-6 mcg/ml Masih perlu diteliti dengan

    alat yang lebih sensitif (HPLC)

    Prokainamida 4-6 mcg/ml membedakan therapeutic fai-lure dengan efek toksik

    Aminoglikosida- Gentamisin 5-10 mcg/ml untuk mencegah ototoksisitas

    yang irreversibel

    Antidepresantrisiklik

    Amitriptilin AT+NT Hanya untuk depresi(AT)

    Nortriptilin120-250 mcg/ml endogen

    (NT) 50-150 mcg/ml untuk segera mencapai

    kadar terapeutik

    Imipraimin (I) 150-300 mcg/mlDigoksin 0,5-2 mcg/ml Untuk diagnosis intoksikasi

    INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN KADAR

    Haruslah disadari bahwa pemeriksaan kadar obat dalam ca-iran biologik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari "phar-maco therapeutic audit" yang tujuannya untuk memperbaikikualitas terapi obat. Tujuan ini hanya dapat dicapai bila ada'dialog' antara klinisi yang meminta pemeriksaan dengan la-

    boratorium pemeriksa. Dalam praktek, tujuan dari monito-ring akan tercapai dengan baik bila permintaan itu dilengkapidengan data klinis yang diperlukan untuk interpretasi (Tabel2), dan pemeriksaan dilakukan secara berulang selama terapi

    pemeliharaan. (Gambar 1). Interpretasi hasil pemeriksaan ka-dar obat dalam plasma memerlukan berbagai macam data kli-nis yang lebih banyak dari data klinis yang diperlukan untukmenginterpretasikan hasil pemeriksaan kimia klinik untuk di-agnostik. Kecuali untuk tolerasi glukosa, pemeriksaan kimiaklinik bila perlu hanya memerlukan puasa malam hari. Waktuuntuk pengambilan sampel darah tidak perlu ketat sekali,

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    15/72

    karena zat yang hendak di periksa dalam knnia klinik relatifkadarnya stabil dari jam kejam berkat adanya peranan heme-ostasis tubuh. Dilain pihak interpretasi pemeriksaan kadarterapeutik obat memerlukan data klinis yang berguna untukmemperhitungkan secara matematis besarnya dosis dan atu-ran pemberian, bila resimen dosis harus diubah agarmencapaikadar terapeutik (Gambar2).

    Gambar2 . "Flow chart" monitoring kadar terapeutik obat.

    UJI KUALITAS DALAMMONITORING

    Uji kualitas dalam analisis kadar obat terdiri atas duabentuk, yaitu uji kualitas internal (control) dan uji kualitasexternal (inter laboratory quality control). Uji kualitas internal

    bertujuan untuk mengawasi keseksamaan (precision, relibili-ty, reproducibility), sedangkan uji kualitas external terutama

    bertujuan untuk menguji ketepatan (accuracy) dari metodepengukuran. Dalam uji kualitas internalyang dimonitor adalahpenyimpangan hasil pengukuran yang jauh dari harga rata-rata, yang barangkali terjadi karena kekurangcermatan peme-riksa atau gangguan keandalan (performance) dari alat-alatyang digunakan, sedangkan dalam uji kualitas externalyang di-monitor adalah sensitifitas serta spesifisitas alat, serta kean-dalan prosedur ekstraksi dari masing-masing laboratorium.

    Uji kualitas dalam monitoring kadar terapeutik obat mulaimenarik perhatian ketika Richens 6 melihat adanya perbedaan

    besar dari hasil pengukuran kadar fenitoin dari sampel darahyang sama sumbernya yang dikirim ke enam laboratorium.Pada tahun 1976, Pippenger dkk7 mempublikasikan hasiluji kualitas yang dilakukan secara tersamar dengan menggu-nakan 3 pooledsera yang masing-masing berisi 4 macam anti-konvulsan. Sampel dikirim ke laboratorium yang melayani

    pemeriksaan kadar obat, dan hasilnya dibandingkan dengan ha-sil pengukuran oleh 5 laboratorium yang luas pengalaman-

    nya dalam pengukuran kadar obat anti konvulsan. Ternyataada perbedaan yang sangat besar, di mana pada beberapa ka-sus ditemui coefficient of variation sebesar504% (Tabel 3).

    Dengan demikian, uji kualitas merupakan hal yang pentingdalam monitoring kadar obat, karena hasil pengukuran yang

    2 Data penderita yang diperlukan untuk menjawab permin-taan monitoring

    Nama obat yang akan dianalisisNama penderita, umur, kelamin dan berat badanNama pengirim dan alamat

    Riwayat singkat penyakitKehamilanAlasan untuk memerlsa kadarAnalsis yang terakhirTanggal dan jam pengambilan sampelTanggal dan jam terakhir minum obatKadar kreatininserumDaftar dari semua obat yang diminum pada waktu yang sa-ma (dosis, bentuk sediaan,interval pemberian, awal pengoba-tan/perubahan dosis)Tanda-tanda perbafican oleh pengobatan atau tanda-tandaefek sampingData lain yang dirasa perlu

    tidak tepat akan menuntun pengobatan kearah yang salah.

    Pengertian yang sesungguhnyadari uji kualitas yaitu pengece-kan terhadap setiap langkah pemeriksaan, mulai dari pengam-

    bilan sampel sampai pada penyerahan hasil pemeriksaan daninterpretasinya kepada dokter yang meminta. Meskipun demi-kian, uji kualitas seringkali diartikan secara sempit, yaitu ujikualitas yang terbatas pada prosedur dan teknik pemeriksaanlaboratorik saja.

    SUMBER KEKELIRUAN DALAM MONITORING KADAR

    OBAT

    Seringkali tidak disadari bahwa kealpaan atau kekeliruandapat terjadi pada tahap-tahap yang mendahului analisis la-

    boratorik. Pemberian obat yang waktunya tidak sesuai denganyang diintruksikan, pengambilan sampel darah yang tidak te-

    pat waktunya, sampel darah yang tidak cukup dan terjadi-nya hemolisis karena hisapan darah ke dalam tabung yangterlalu cepat adalah kesalahan yang sering terjadi. Karet pe-nutup tabung reaksi dan kanula dapat menimbulkan persoalankarena mengandung zat yang dapat menggeser obat dari ika-tan protein, dan alat yang terlepas diikat oleh sel darah me-rah8.

    Satu titik lemah dalam monitoring ialah perubahan yangterjadi selama obat disimpan secara invitro dalam tabung plas-tik. Berapa lama sampel darah dapat dibiarkan sebelum dipu-sing? Bagaimana pengaruh kecepatan pusingan terhadap kadarobat dalam plasma? Apakah sampel harus disimpan pada su-hu kamar atau dalam lemari es? Apakah sampel harus dibeku-kan dan apa pengaruh pencairan kembali dengan cara pemana-

    san?Perbedaan individualdalam ikatan obat -protein plasma per-

    lu diperhitungkan dalam menginterpretasikan hasil pemerik-saan kadar obat dalam plasma. Seringkali dikemukakan bahwayang penting untuk diukur adalah kadar obat bebas, yangtidak terikat protein plasma, karena jumlahnya lebih mencer-minkan kadar obat pada reseptor. Kenyataannya, kebanyakanmetoda pengukuran yang ada saat ini adalah mengukur kadarobat total, balk terikat maupun yang bebas. Perbedaan indi-vidual dalam jumlah obat yang tak terikat protein plasma se-

    Tabel

    Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 15

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    16/72

    ringkali terjadi karena adanya perbedaan sifat protein,penga-

    ruh obat lain yang diberikan bersama, pengaruh penyakit,

    serta sifat fisik dari obat yang diberikan.

    Metabolit aktif dapat mempersulit interpretasi kadar obatdalam darah, karena sifat-sifat farmakokinetika dan farmakodi-namika metabolit tidak dkctahui. Kesulitan dengan metabo-

    lit adalah belum semuanya dapat diukur serentak dengan me-ngukur kadar zat asalnya.

    Tabel 3. Hasil uji kualitas external obat antikonvulsan oleh Pip-

    penger dkk7

    O b a tJumlah labo- Rata2 Coefficient Kisaran

    torium yang of variation (meg/ml)

    ikut (%)

    Fenitoin 109 13,1 57,3 00 - 70,0

    5 12,8 15,7 10,7 - 16,0

    Fenobarbital 108 49 50,8 0,0 - 64,0

    5 48,1 17,1 34,9 -57,0

    Primodon 93 12,3 77,2 0,0 -83

    5 12,5 11,5 100-13,5

    Etasuksemid 71 14,9 504,7 0,0 - 633,3

    5 1,4 156,4 0,0-5.0

    PERSONIL D AN PERALATAN DALAM MONITORING.

    Sesuai dengan kemampuan personil, kegiatan monitoringkadar terapeutik obat dapat dibagi atas dua kelompok; perta-ma yang mengeijakan pengukuran dan kemudian melaporkanhasilnya, dan yang kedua selain melakukan pengukuran danpelaporan hasil, mempunyai kemampuan untuk berdialog de-

    ngan dokter pengirim sehubungan dengan statusklinik dan far-makologik penderita. Sesungguhnya yang diharapkan adalahmonitoring yang terintegrasi ke dalam therapeutic audit yangbertujuan memperbaiki kualitas farmakoterapi. Dalam hal ini,seorang ahli farmakologi klinik mempunyai peranan sentraldalam kegiatan monitoring kadar terapeutik obat, karena la-tar belakang pendidlkannya dalam kedokteran dan farmako-kinetika klinik (Tabel 4).

    Tabel 4 Pengukuran kadar obat dalam plasma sebagai bagian daritherapeutic audit(Sjogvist) 9

    Pihak yang

    terlibat

    Keahlian dalam Farmako-

    kologi Klink.

    Analisis obat Terapi

    Analisis obat

    Ahli farmako-logi klinik

    Dokter prak-tek

    ya

    Mengetahui prin-sip

    tidak

    tidak

    Prinsip danpandanganglobal

    ya, dalambidangnya

    tidak

    ya

    tidak

    Peralatan yang digunakan untukmonitoringkadar obat me-ngalami banyak kemajuan dalam waktu 10 tahun yang ter-akhir (Tabel 5). Antara tahun 1950-1960,fotometer merupa-kan alat utama untuk pengukuran kadar obat. Dengan alat inidiperlukan volume sampel yangbesar, teknik estraksi membu-tuhkan waktu dan majemuk, kurang sensitif dan banyak gang-guan, sehingga kurang disukai untukmonitoring.

    Tabel 5. Metode pengukuran kadar obat dalam darah

    Sfektrofotometri dan kalorimetriFlame fotometry

    Bioassay

    FluarometryKromatografi: TLC, CLC, HPLC

    Ligand assays: RIA, EIA,

    Mass fragmentography (GC-MS)

    Pada permulaan tahun 1960 kromatografi gas-cair (GLC)mulai diperkenalkan. Kelebihan dari fotometri yaitu pemerik-saan lebih spesifik, karena alat ini mampu memisahkan danmerlgukur kadar lebih dari satu macam obat. Kekurangannyaalat ini memerlukan penanganan oleh teknisi yang terlatih.Perkembangan baru dalam GLC adalah pemanfaatan detektor,terutama detektor nitrogen-fosfor yangbertujuan untuk me-ningkatkan sensitifitas alat, sehingga hanya sedikit sampeldarah yang diperlukan.

    Kemudian muncul teknkradioimmunoassay yang memung-kinkan pengukuran kadar obat dalam volume kecil. Satu tero-

    bosan dalam teknilc radioimmunoassay adalah pengembangan

    enzyme immunoaasay (EMIT) dapat memeniksa kadar obatdari sediaan sebanyak 50 mcl. Setelah kurva harian selesai di-

    buat, pengukuran setiap sediaan dapat dilakukan dalam waktubeberapa menit saja. Kelebihan EMIT adalah sampel darahyang diperlukah cukup kecil, prosedur sederhana dan hasilnyacepat diperoleh, serta akurat (Tabel 6).

    Tabel 6. Uji kualitas pengukuran kadar fenitoin dengan menggunakanberbagai metoda (Page dan Richens)

    M e t o d aJumlah

    laboratorium

    Jumlah hasilpemeriksaan

    Jumlah percoba-

    an yang di luar95% confidence

    limits (%).

    GLC

    senyawa

    asal 34 691 64 (9,3%)

    Turunan 51 904 47 (5,2%)

    Spektro-

    fotometri 10 138 41 (30 %)

    Kromato- 3 83 13 (16 %)grafi lapis

    tipis (TLC)

    EMIT 8 68 2 (2,9%)

    16 Cermin Mania Kedokteran No. 37 1985

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    17/72

    Suatu metoda baru yang praktis dan banyak disukai dewasaini adalah kromatografi cair bertekanan tinggi (HPLC).Kelebihannya dari kromatografi gas-cair adalah dalam keteta-

    patan, kesederhanaan dan ketepatan analisis, serta pemeriksaanserentak dari zat asal dan metabolitnya.

    Dalam memilih peralatan dan metoda mana yang hendak

    digunakan dalam monitoring, tidak ada patokan yang mudahuntuk diikuti. Biasanya hal itu tergantung pada:

    - pengetahuan tentang kebaikan dan kekurangan masing-ma-sing metoda

    - kecakapan personil untuk mengatasi hambatan yangmung-kin dihadapi

    - nilai klinisdari obat yanghendak diukur kadarnya

    - sistem penyediaan, pemeliharaan dari servisdari alat danreagensiayang diperlukan.

    Berdasarkan kriteria tersebut, dewasa ini dianggap EMITada-

    lah alat yang baik untuk pelayanan rutin yang banyak, sedang-kan HPLC lebih cocok untuk penelitian dan untuk pelayananyang permintaanya tidak banyak.

    Masalah dana untuk pengadaan alat laboratorium ini seyog-

    yanya tidak menjadi persoalan bila kebutuhannya ada, dan

    Disajilcan pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi dan Simpo-sium Farmakokinetika Klinik - Yogyakarta, 3 - 4 Desember 1984.

    berdasarkan cost-benefit analysis ada manfaatnya buat pende-rita.

    KEPUSTAKAAN

    1. Brodie BB and Underfriend S. Estimation of quinine in humanplasma, with note on estimation of quinidine. J. Pharmacol andExper. Therap. 1943; 78: 154.

    2. Sokolow M and Edgar AL. Blood quinidine concentration as aguide in the treatment of cardiac arrythmias. Circulation 1950;1:576-592.

    3. Sokolow M. SOme quantitative aspects of treatment with qui-nidene. Ann Int Med, 1956; 45:482-588.

    4. Brodie BB. On mice, microsomes, and man. Pharmacologist

    1964;6:12-26.

    5. Hammer, W. Sjoqvist F. Plasma levels of monomethy lated tri-cyclic antidepresants during treatment with imipramine-likecompounds. Life sci 1967; 6: 1895-1903.

    6. Richens A. Results of a phenytoin quality control scheme Cli-nical Pharmacology of Antiepileptic Drugs, Springer, 1975 p293.

    7. Pippenger CE, et al. Interlaboratory variability in determinationof plasma antiepileptic drug concentration.

    Arch Neurol. 1976; 33: 351-355.

    8. Piafsky KM, Borga O. Inhibitor of drug protein binding in 'Va-cutainer'. Lancet 1976; 2: 963-964

    9. Sjoqvist F. Therapeutic Drug Monitoring Twenty Years Expe-

    rience. 2nd World Conference of Clinical Pharmacology andTherapeutics (Lemberger L and Reidenberg M: eds), 1983; Ju-ly 31-August 5: 38-63

    10. Page J and Richens A. Quality Control of Routine Drug Assays.Syva Monitor. The Bulletin of Therapeutic Drug Monitoring1982;11: 1-4..

    Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 17

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    18/72

    Ketersediaan Hayati Obat

    Dr M. Masri Apt

    Jurusan Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada,Yogyakarta

    PENDAHULUAN

    Kegiatan industri farmasi di Indonsia yang telah ada sejakpuluhan tahun yang lalu, telah mendapatkan momentum per-kembangan yang pesat. Ini karena prioritas yang telah diberi-kan Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka Pembangun-an Nasional mulai tahun 1969. Sebagai hasil nyata selama 15 tahun perkembangannya, yaitu banyaknya produk-

    produk obat yang diperdagangkan (specielite) baik ragam

    maupun jenisnya untuk mencukupi kebutuhan kuantitatifmasyarakat. Arti penting kuantitatif produk obat ini tidak

    dapat terlepas dari segi kualitatifnya, yaitu tinjauan dari kuali-tas terapeutik produk obat itu sendiri, yang dalam hal ini ke-tersediaan hayati (bioavailabilitas) obat ikut menjamin keber-hasilan pengobatan, sebagai salah satu variabel dalam kualitas

    terapeutik obat.Dalam praktek pengobatan, seringkali terjadi bahwa pem

    beri obat yang dengan berbagai dasar pertimbangannya telahmempertukarkan atau menggantilcan pemakaian suatu produkobat dengan produk lainnya yang ekivalen kimiawi dan ekiva-len farmasetik. Telah banyak publikasi menyatakan timbulnyakejadian baik yang bersifat takefektif maupun timbulnyatoksisitas obat, yang mungkin tidak diketahui kecuali melalui

    pengujian klinik mendalam. Masalah biokivalensi obat merupa-kan masalah serius yang memerlukan penanganan, apabiladikehendaki suatu situasi yang Iebih balk agar kita tidak men-

    jadi korban dari pemakaian obat, sesuatu yang bertentangandengan tujuan pembuatan obat dan pengobatan yaitu untukmemberiican efek terapi optimal kepada pemakai obat. Uraiandi dalam paper ini bersifat umum, dengan harapan dapat di-

    kembangkan suatu kerja sama multidisipliner dalam pengem-

    bangan bioavailabilitas dan bioekivalensi obat, dan bertujuanmeningkatkan kualitas terapeutik produk obat pada umum-nya.

    Disajikan pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi dan Simpo-

    dum Farmakokinetika Klinik - Yogyakarta, 3 - 4 Desember 1984.

    18 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985

    KETERSEDIAAN HAYATI SEBAGAI KONSEP PENGEM-

    BANGAN KUALITAS PRODUK OBAT.

    Melihat kembali publikasi penelitian pada tahun 1945 dimana Oser, Melniek dan Hoehberg mengemukakan caramengukur vitamin-vitamin dari suatu produk obat yang di-absorpsi oleh tubuh manusia. Hasil ini telah membawa per-ubahan besar dalam konsep farmasi dari The Art of Compoun-

    ding dalam pembuatan produk obat menjadi saat ini sebagaidrug delivery system yang menurut Wagner1, hampir setiapsesuatu yang dilakukan terhadap sistem ini dapat merubah

    kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk dan jumlah yangdiberikan/tersedia pada tempat yang dituju di dalam tubuh.Keberhasilan pengobatan tidak ditentukan semata-mata olehtakaran zat aktif di dalam unit dose akan tetapi bentuk obatdalam arti keseluruhan. Bentuk obat yang dipandang sebagai

    drug delivery system harus dapat menjamin ketersediaan opti-mal obat di dalam tubuh. Dalam hal ini konsep bioavailabilitasobat yang menurut Academy of Pharmaceutical Sciencesdiartikan sebagai "kecepatan dan besarnya zat aktif utuh

    dari suatu bentuk obat yang masuk ke dalam sirkulasi umumdarah", akan merupakan faktor penentu dan merupakan

    parameter keberhasilan pembuatan suatu produk obat.Definisi yang lebih mendalam dari F.D.A. yaitu, bioavailabi-

    litas suatu (beberapa) zat aktif dari suatu produk obat di-

    definisikan sebagai "kecepatan dan banyaknya yang diabsorpsidan menjadi tersedia pada tempat aksi (site of action)

    ".

    D efi-

    nisi ini mengarahkan pengertian bioavailabilitas obat kepada

    konsep interaksi obat-reseptor, dan membawa arti bioavailabi-litas menjadi suatu pengertian yang lebih kompleks dan luas.Bioavailabilitas merupakan karakteristik sesuatu produk obatterhadap sistem biologis yang menggunakannya, dan men-cakup juga segi farmakokinetika obat di dalam darah atau

    cairan- cairan biologis,yaitu sebagai respons atau reaksi tubuh

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    19/72

    terhadap zat kimia yang masuh ke dalam sistemnya.Farmakokinetika obat mengandung banyak parameter

    yang dapat dipakai untuk menginterpretasi respons biologisatau reaksi organ terhadap obat, sehingga cara-cara pengobatanterhadap pasien akan menjadi lebih rasional, mengandung segikuantitatif dan kualitatif.

    Dengan pengembangan konsep ini secara keseluruhan, se-suatu produk obat akan mencapai tingkat yang sebaik-baik-

    nya untuk aplikasi klinik.

    KETERSED IAAN HAYATI OBAT SEBAGAI SALAH SATUVARIABEL PENJAMIN KUALITAS TERAPEUTIK.

    Tujuan bioavailabilitas obat sesungguhnya antara lain agarsuatu produk obat mampu memberikan suatu efek terapioptimal kepada pemakai obat, dalam arti suatu produk obatakan cepat dan mempunyai kemampuan dalam mengobatisesuatu penyakit yang diderita seseorang. Dengan ini effektivi-tas pengobatan akan dicapai dengan baik. Selain itu, bio-availabilitas juga menekankan tentang pembatasan atau peng-aturan pemakaian obat agar keamanan (safety) pemakaianobat dapat dijamin, dan terhindar dari pengaruh toksik atauefek-efek yang tidak dikehendaki. Untuk itu perlu diketahuisejauh mana dan bagaimana obat telah tersedia di dalam darahuntuk mampu memberikan respons klinik yang sesuai, baiksebagai zat aktif tunggal ataupun kombinasi beberapa zat aktifdari suatu bentuk obat.

    Seringkali penyimpangan dari tujuan-tujuan ini tidak di-ketahui dengan baik, kecuali melalui analisis klinik yang men-dalam terhadap pemakai obat, hingga dapat diketahui sebab-sebab fenomena toksik karena pemberian obat. Terutama un-tuk obat-obat yang potensinya tergolong keras, sedangkan

    bioavailabilitasnya dan profil farmakokinetika bentuk obattersebut terhadap populasi pemakai obat belum diketahui.Seyogyanya bagi obat-obat tertentu tersebut didapatkan datatentang bioavailabilitas beserta profil farmakokinetikanya.

    Selanjutnya, apabila hal ini telah terpenuhi, perlu ditekan-kan tentang cara-cara pemberian atau pemakaian obat yangdidasarkan atas penggunaan prinsip farmakokinetika obat,agar dicapai suatu kualitas terapeutik yang optimal setelahmemperhatikan keadaan atau kondisi penerima obat.

    ESTIMASI KETERSEDIAAN HAYATI OBAT.

    Pada dasarnya, estimasi bioavailabilitas obat dapat dilaku-kan menurut metode - metode farmakokinetika dan klinik

    '.

    Metode farmakokinetika mencoba memperkirakan availabilitasfisiologis obat melalui pengukuran obat unchangeddi dalamdarah/urin atau metabolit-metabolit yang terbentuk, sedang-kan metode klinik didasarkan atas percobaan -percobaanklinik. Dalam hal ini diperlukan variabel klinik untuk meng-

    ukur efikasitas obat atau mengukur besarnya efek obat, se-perti penurunan kadar gula darah, aktifitas komplek protrom-bin, dan sebagainya.

    Selain kedua metode tersebut di atas, bioavailabilitas obatdapat juga diperkirakan dari segi farmakologis seperti yang di-lakukan oleh beberapa peneliti2, 3 .

    Data farmakologis yangdiperlukan untuk mengevaluasi danmengoptimasi bioavailabilitas produk obat adalah pengukuranintensitas respons farmakologis yang berupa signal-signal,dipersyaratkan suatu respons bertingkat dalam fungsinya ter-hadap dosis. Respons ini tidak lain hasil interaksi antara zat

    aktif dan reseptor di tempat aksi, sehingga akan diperolehavailabilitas biofasik obat. Dalam hal ini, kemungkinan me-lakukan samplinguntuk menentukan kadar obat di tempataksi, dari mana dapat di1corelasikan antara dosis dan responsfarmakologisnya.

    Dengan uraian sederhana di atas, bioavailabilitas obat padahakekatnya mempunyai arti luas dan terutama mempelajariefek-efek obat yangberasal dari suatu produk obat. Estimasi

    dan penilaian bioavailabilitas obat dari segi klinik memintabiaya yang tinggi dan membutuhkan banyak waktu, sedang-kan secara farmakologis relatif juga mahal.

    Estimasi availabilitas fisiologis dengan mengukur plasma-level obat atau ekskresi uriner zat aktif unchanged, atau ke-mungkinan lain yaitu saliva level obat merupakan cara yangcukup ekonomis dan relatif singkat. Asalkan cara ini dapatdidisain, dikelola dan dievaluasi dengan baik, diharapkanhasil-hasilnya akan relatif dekat dengan potensi obat yang se-benarnya.

    Penilaian availabilitas fisiologis obat dapat ditarik daribeberapa variabel farmakokinetika, seperti luas area di bawahkurva, konsentrasi puncak, waktu mencapai konsentrasi pun-cak, jumlah ekskresi uriner, jumlah zat yang diserap, dansebagainya.

    Sasaran studi bioavailabilitas obat

    Di samping memperkirakan bioavailabilitas suatu produkobat, selanjutnya perlu dipelajari faktoryang mempengaruhi-nya, faktor yang menjaga atau mempertahankan bioavailabili-tas, dan faktor kondisi yang diperlukan obat agarbioavailabili-tasnya dapat berfungsi se-efektif mungkin. Ini merupakan

    jangkauan studi bioavailabilitas obat.Cakupan sasaran - sasaran studi bioavailabilitas suatu produk

    obat, seperti tertera pada tabel berikut 4 :

    Tabel : Sasaran-sasaran studi bioavailabilitas obat

    I. Ekivalensi

    A. Bentuk obat.B. Syarat-syarat pengaturanC. Pemasaran (lawan produk saingan)

    II. Penentuan "waktu pemakaian".A. Tentang dosis : jumlah dan bentukB. RoutepemakaianC. Pertimbangan-pertimbangan temporal.

    III. Interaksi-interaksi.A. Kompatibilitas (absorpsi)

    1. Eksipien-eksipien, bahan pemanis, dan sebagainya2. Makanan3. Obat-obat yang dikombinasikan atau dipakai bersamaanB. Perlakuan terhadap over dosisC. Interferensi/Potensiasi1. Inhibisi metabolisme2. Induksi Enzim

    IV. Korelasi -korelasi in vivo - in vitro.V. Korelasi-korelasi in vivo - binatang.

    VI. Korelasi-korelasi bioavailabilitas - aktivitas (farmakologis).Kesemua studi ini adalah bagian dari studi bioavailabilitassuatu produk obat. Ini memerukan juga studi tentang bio-availabilitas produk obat lain yang sama untuk menentukan

    bioekivalensinya.

    BIOEKIVALENSI BEBERAPA PRODUK OBAT.

    Sejumlah penelitian mengungkapkan, beberapa produk obat

    Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 19

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    20/72

    yang mempunyai ekivalensi kimiawi dan ekivalensi farmase-tika, namun di antara beberapa produk-produk itu tidak mem-

    berikan bioekivalensi. Hal ini telah diselidiki misalnya ter-hadap zat-zat aktif digoksin 5 , oksitetrasiklin

    6, dan lain-lain.

    Ketidak-bioekivalensi ini menimbulkan problem serius da-lam bidang pengobatan, yaitu apabila masing -masing produkobat belum diketahui bioavailabilitasnya, sehingga pengganti-

    an suatu specialite dengan specialite lain dapat membawarisiko kepada pemakai obat. Selain itu, telah diketahui juga

    adanya ketidak -bioekivalensi obat dari batch-ke-batch suatuspecialiteobat daripabrik yang sana5 .

    Ketidak-bioekivalensiyang dapat terjadi baik antar produkobat atau antar batch dari suatu specialiteobat ini seharusnyamenjadi pemikiran dan tindakan berhati-hati produsen obatdalam memproduksi obat, yang harus menjaga stabilitas fisis-khemis dan bioavailabilitas secara bersamaan.

    Studi bioekivalensi

    Studi bioekivalensi produk obat pada umumnya denganmaksud membandingkan bioavailabilitas antara7 : suatu for-mulasi baru obat standar dibandingkan terhadap formulasi

    asli/lama, atau suatu bentuk pemakaian baru obat dibanding-kan terhadap formulasi yangdiperdagangkan.

    Karena sifatnya merupakan pembandingan bioavailabilitasantar produk obat yang berasal dari beberapa pabrik, diperlu-kan :1. Peralatan analitik yang mempunyai kemampuan tinggi.Alat harus mampu menentukan kadar obat bahkan sampai

    beberapa mg/ml cairan biologis. Diperlukan alat-alat denganpresisi, ketelitian, kepekaan dan selektifitas yang tinggi. Alat-alat seperti HPLC,GLC,Radioimmune assays, teknik-teknikfluoresensi, Mass Spectrometry dan sebagainya akan sangatmembantu untuk tugas-tugas tersebut.2. Prosedur yang seragam (standar) tentang syarat atau cara

    bagaimana suatu percobaan bioekivalensi dikerjakan terhadap

    zat aktif, mencakup : disain eksperimental; dipilih model yang palingtepat untukkeperluan percobaan dengan mengingat jumlah produk obatyang diuji. Model yang dipilih nantinya harus mampu mem-

    perkirakan adanya variabilitas-variabilitas inter/antar subyek,batch-ke-batch, interval waktu percobaan atau perlakuan.

    subyek yang dikenala percobaan dan syarat-syaratnya.3. Metode Statistik.Dalam hal ini perlu dipilih metode yang tepat setelah memper-

    timbangkan efek-efek yang ditimbulkan oleh adanya variasi-variasi, baik dari masing-masing individu di dalam kelompok,maupun variasi batch dari suatu produk.ukuran sampel merupakan persoalan sangat penting yang

    harus diperhitungkan atau dipertimbangkan dengan tepat,

    sebagai faktor penentu untuk dapat membedakan bila di an-tara produk obat terdapat perbedaan yang berarti.

    Prosedur sampling perlu digariskan atau ditentukan agarhasil-hasilnya berguna dalam pengolahan data secara statistik.

    Cara analisis statistik dipilih yang paling sesuai, apakah

    studi membandingkan 2, 3 atau lebih produk obat. Selainitu, apakah yang diukur variabel karakteristik atau beberapavariabel. Semua ini merupakan kriteria yang perlu ditentukanatau digariskan bersama untuk percobaan bioekivalensi obat.

    Sasaran studi bioekivalensi produk obat

    Dari sekian banyakspecialite yangberedar, tentu saja tidaksemua obat harus mengalami uji kesetaraan bioavailabilitasnya.Dikenal adanya obat-obat poten dengan risiko yang cukup

    besar bagi kehidupan manusia, obat-obat yang mudah me-nimbulkan efek kematian karena overdosis, atau lainnya, akanmerupakan prioritas penelitian bioavailabilitas dan bioekiva-lensi obat.

    Studi bioavailabilitas obatdi Indonesia Di lingkungan Industri farmasi

    Riset bioavailabilitas obat atau produk obat di beberapaindustri memberikan arti sangat penting bagi perkembanganindustri farmasi tersebut di masa yang akan datang, dan ke-

    pentingan masyarakat pemakai obat di fihak lainnya. Peneliti-an ini perlu digalakkan terhadap semua industri farmasi baikyang menghasilkan produk obat jadi, bahan baku obat dan

    juga kosmetika. Hal ini akan semakin perlu, baik untuk kepen-

    tingan masyarakat di dalam negeri, maupun untuk kemungkin-an pemasaran ke luar negeri, di mana tuntutan bioavailabilitasobat akan merupakan persyaratan utama.

    Pengembangan dan pengaturan bioavailabilitas obat

    Masalah bioavailabilitas obat bukan mempakan masalah se-suatu fihak, namun merupakan persoalan semua fihakyang

    berkepentingan terhadap obat. Di dalam hal ini perlu dikelola,dikembangkan dan diatur segala informasi tentang bioavailabi-

    litas dan biekivalensi obat dalam satu sistem terpadu. Untukitu diperlukan satu wadah resmi dengan tujuan semata-matauntuk membantu meningkatkan kualitas bioavailabilitas /terapeutik produk -produk obat Organ yang mampu menam-

    pung, mengolah dan mendistribusi informasi bioavailabilitasdan bioekivalensi obat, di samping Drug Monitoring yangtelah ada.

    KESIMPULAN DAN SARAN.Bioavailabilitas produk obat diakui merupakan salah satu

    faktor yang sangat penting untuk menjamin efektifitas peng-obatan dan kualitas terapeutik produk obat itu sendiri.

    Bioavailabilitas obat mempunyai pengertian luas, namundapat ditentukan beberapa kriteria yang diperlukan untukkepentingan evaluasi dan hal ini tergantung dari kesepakatanilmiah. Riset bioavailabilitas obat perlu lebih digalakkan kesegenap industri farmasi, pengembangan produk obat dari segiin vitro dan in vivo. Di samping itu, diperlukan suatu petun-

    juk atau pedoman tentang studi bioavailabilitas dan bioekiva-lensi obat pada manusia.

    Dibutuhkan suatu sistem atau organ resmi yang melaksana-kan sistem informasi dari hasil riset bioavailabilitas obat, ber-ada di bawah pengawasan POM, organ resmi yang anggota-

    anggotanya terdiri dari ilmuwan-ilmuwan berkompeten untukkeperluan tersebut, seperti ahli-ahli farmakologi, biostatistika,klinis, kimia. Diperlukan bantuan dari segenap industri far-masi.

    Sebelum itu, diperlukan serangkaian diskusi panel tentangbioavailabilitas dan bioekivalensi obat, membahas tentangpedoman, prosedur dan hal-hal yang bersifat penilaian bio-availabilitas dan bioekivalensi obat.

    KEPUSTAKAAN

    1. JG Wagner. Biopharmaceutics and Relevant Pharmacokinetics,

    ed. I, Illinois : Drug Intelligence Publications, 1971.

    (Bersambung ke halaman 61)20 Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    21/72

    Pengukuran Klirens Ginjal Obat

    Dra Sri Suryawati Apt

    Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran

    Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

    PENDAHULUAN

    Dalam menentukan dosis obat suatu individu, seringkaliperhatian khusus perlu diberikan, sehubungan dengan kemam-puan tubuh individu untuk mengeliminasi obat yang diberikan.Ini dapat dijumpai misalnya pada individu dengan usia lanjut,bayi, kelainan fungsi alat-alat eliminasi, atau karena terjadiinteraksi dengan obat lain sehingga eliminasinya terhambatl-2

    Untuk mengetahui kemampuan tubuh mengeliminasi obattertentu, pengukuran parameter -parameter kinetika eliminasimerupakan metoda yang telah banyak dikenal dan diperguna-kan. Pengukuran parameter - parameter ini meliputi kecepataneliminasi (kel), waktu paro biologik(t0,5) dan klirens tubuhtotal (Cl) yang memerlukan pengambilan sampel darah secaraserial selama waktu tertentu. Tentu saja ini merupakan metodeyang rumit dan kurang menyenangkan bagi pasien.

    Untuk obat-obat tertentu, terutama yang mengalamieliminasi dengan cara ekskresi melalui ginjal, dengan meng-ukur nilai klirens ginjal kita telah mendapatkan gambarankemampuan tubuh untuk mengeliminasi obat tersebut. Iniberdasarkan asumsi bahwa :

    Cltotal= Clrenal + Clnonrenal

    Apabila ekskresi ginjal merupakan cara eliminasi utama untuksuatu obat, maka :

    Cltotal = ClrenalKlirens ginjal suatu obat didefinisikan sebagai volume

    darah yang dapat dibersihkan dari obat tersebut oleh ginjalper satuan waktu, sehingga sebenarnya nilai klirens ginjal inimerupakan suatu ukuran yang menggambarkan kemampuanginjal untuk membersihkan obat dari tubuh. Secara lebih se-derhana klirens ginjal dapat didefinisikan, dalam hubungan-nya dengan pembuangan obat melalui ginjal, sebagai hasildari kecepatan aliran darah ginjal (Qr) dan extraction ratioginjal (E r);

    Disajikan pada Seminar Berkala I Ikatan Ahli Farmakologi dan Simpo-sium Farmakokinetla Klinik - Yogyakarta, 3 - 4 Desember 1984.

    Cl r= Q r x Er (volume/unit waktu), sedangkan E r adalahselisih kadar obat dalam plasma arteri dan vena per kadarobat dalam plasma arteri, atau

    Dapat dikatakan pula, sebenarnya nilai klirens ginjal tersebutmerupakan tetapan yang menggambarkan hubungan antara

    kecepatan ekskresi obat pada waktu t (= dAe/dt) dengankonsentrasi obat dalam plasma Dada waktu t (= C). atau

    Perlu diperhatikan bahwa sebenarnya klirens ginjal merupakanhasil dari proses -proses filtrasi glomeruler dan sekresi maupunreabsorpsi di sepanjang tubuli renis.

    Banyak manfaat yang dapat diambil dari pengukuran kadar

    obat dalam urin. Keterbatasan kemampuan ekskresi ginjalsuatu obat misalnya, dapat diketahui dari nilai klirens ginjalyang terukur setelah pemberian dosis bertingkat. Manfaatyang sangat besar dalam hubungannya dengan terapi obat ituuntuk mengetahui kemampuan tubuh mengeliminasi obat

    yang diberikan, bila obat tersebut dieliminasi terutama denganekskresi ginjal. Untuk obat-obat ini, perubahan kemampuanekskresi ginjal akan memberikan akibat yang nyata pada efekfarmakologiknya. Selain itu, pengukuran klirens ginjal jugabermanfaat untuk kepentingan monitoring terapi obat, ter-utama pada keadaan-keadaan dimana overdosis perlu dicurigai,mengingat :

    dimana t0,5 adalah waktu paro obat, kel adalah tetapan ke-cepatan eliminasi, dan kr adalah tetapan kecepatan ekskresi

    Cermin Dunia Kedokteran No. 37 1985 21

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    22/72

    ginjal.Selain hal di atas, untuk obat-obat yang eliminasi utama-

    nya adalah ekskresi ginjal ini, pengukuran jumlah obat dalamurin dapat memberikan gambaran kemampuan absorpsinyatanpa harus memberikan obat secara intravenosa.

    MEKANISME EKSKRESIEkskresi obat melalui ginjal dipengaruhi oleh sifat-sifat

    fisiko-kimia obat, ikatan dengan protein plasma dan faalginjal. Nefron merupakan unit utama fungsi ginjal, terdiri atasglomerulus, tubulus proksimalis, ansa Henle, tubulus distalisdan duktus kolektikus. Glomerulus menyaring darah danfiltrat mengalir ke tubulus. Hampir semua air dari filtratdireabsorpsi, dan hanya 12 ml/menit saja yang menjadiurin. Sementara itu terjadi pula sekresi dan reabsorpsi di se-panjang tubuli proksimalis dan distalis.

    Jumlah obat yang diekskresi ke dalam urin merupakanhasil filtrasi, sekresi dan reabsorpsi. Filtrasi dan sekresi mem-perbesar jumlah obat, sedangkan reabsorpsi mengurangi.Dengan kata lain :

    Filtrasi giomeruler

    Kira-kira 25% volume semenit jantung, yaitu 1,2 1,5 literdarah permenit, mengalir ke ginjal. Sepuluh persen dari jumlahtersebut difiltrasi di glomerulus. Hanya obat dalam bentukbebas yang terfiltrasi. Molekul obat yang terikat pada makro-molekul atau sel-sel darah tak dapat melalui membran glo-meruler. Dengan demikian filtrat mengandung obat dengankadar yang identik dengan kadarnya di cairan plasma, yaitufraksi obat yang bebas (= Cb).

    Kecepatan filtrasi pada orang dewasa normal adalah sebesar

    kira-kira 125 ml/menit, dan disebut sebagai kecepatan filtrasiglomeruler atau GFR (glomenilar filtration rate), sehingga :

    Mengingat hanya obat dalam bentuk bebas yang dapat ter-filtrasi, dan fraksi obat yang bebas sebesar fb, maka :

    kecepatan filtrasi = fb x GFR x C

    C adalah kadar obat di dalam darah.Bila ekskresi obat ke dalam urin terutama dengan meng-

    gunakan cara filtrasi glomeruler, dan mengingat bahwa

    dianggap bahwa kecepatan ekskresi ginjal sama dengan k.e-cenatan filtrasi. sehingga :

    Kreatinin, suatu senyawa endogen dan inulin, suatu poli-sakarida eksogen, tidak terikat pada protein plasma dantidak mengalami sekresi maupun reabsorpsi. Dikatakan bahwajumlah yang terfiltrasi, seluruhnya berada dalam urin sehingganilai klirens ginjal kedua obat ini dapat digunakan untuk meng-ukur besarnya kecepatan filtrasi glomeruler.

    22 Cumin Dunia Kedokteran No. 37 1985

    Sekresi aktif

    Filtrasi berlangsung terus. Sekresi dapat diketahui bilaternyata kecepatan ekskresi melebihi kecepatan filtrasi obat.Mengingat persamaan :

    sehingga

    maka terlihat, apabila nilai klirens ginjal ternyata melebihiklirens yang disebabkan filtrasi, tentu terjadi pula sekresi.Mungkin pula terjadi reabsorpsi, namun lebih kecil daripadasekresinya.

    Reabsorpsi

    Reabsorpsi diduga pasti terjadi, apabila klirens ginjal yangterukur ternyata nilainya lebih kecil daripada klirens yangdisebabkan filtrasi glomeruler (yang ditunjukkan dengan nilai

    klirens kreatinin). Mungkin pula berlangsung sekresi aktif,namun besarnya tidak melebihi reabsorpsi. Reabsorpsi dapatbervariasi dari nol sampai sempurna. Reabsorpsi aktif terjadipada beberapa senyawa endogen misalnya vitamin -vitamin,elektrolit, glukosa dan asam-asam amino, namun untuk ke-banyakan obat reabsorpsi berlangsung secara pasif. Derajatreabsorpsi tergantung pada sifat-sifat obat, misalnya polaritas,derajat ionisasi dan berat molekulnya. Obat-obat yang sangatlipofilik akan mengalami reabsorpsi sempurna. Reabsorpsi di-pengaruhi pula oleh faktor- faktor fisiologik seperti misalnyapH dan kecepatan pembentukan urin.

    PENGUKURAN KLIRENS GINJAL

    Untuk mengukur klirens ginjal suatu obat, dikenal duametode dengan kelebihan dan kelemahan masing- masing.Dasar ke dua metode ini adalah pengertian yang telah dijelas-kan di muka, hahwa :

    Metode I

    Karena tidak mungkin untuk mengukur kecepatan ekskresiobat ke dalam urin pada waktu sesaat, persamaan di atasdijabarkan menjadi :

    yaitu berdasarkan pengukuran yang dilakukan dalam intervalwaktu tertentu.

    A Ae/ A t adalah kecepatan ekskresi ginjal obat yang diukurselama At, dan Cmidadalah konsentrasi obat dalam plasma pathpertengahan interval waktu tersebut.

    A Ae/ A t dapat dihitung dari :

    A Ae/ A t = Qu x Cu

    sehingga :

  • 7/22/2019 farmakokinetika_klinik.pdf

    23/72

    Qu

    adalah kecepatan pembentukan win dalam interval waktu

    tertentu dan Cu adalah kadar obat (dalam bentuk babas) dalam

    sampel win tersebut.

    Nampaknya metode ini sangat sederhana dan praktis untukdilaksanakan, namun sebenarnya banyak hal-hal yang perludipertimbangkan pada pelaksanaannya. Penyimpangan hasilpengukuran klirens ginjal dapat terjadi misalnya pada peng-

    ambilan sampel. Pada pengambilan sampel darah misalnya,idealnya diambil dari arteri4 . Penggunaan darah venosa perifer

    akan memberikan kadar obat yang lebih rendah daripadaarteri, sehingga nilai klirens yang terukur lebih besar. Namuntentunya sangat sulit untuk mengambil sampel darah arterisehingga umumnya digunakan darah venosa perifer. Kesulitanlain yaitu dalam mengumpulkan urin, terutama bila tidakmenggunakan kateter. Untuk melancarkan produksi urin,dapat diberikan minum air putih 400 ml 12 jam sebelum mi-num obat, 200 ml pada waktu minum obat dan diteruskandengan 200 ml tiap 1 jam.

    Perhatian khusus perlu diberikan pada penentuan intervalpengambilan sampel urin, karena tergantung pada sifat-sifat

    farmakokinetika masing-masing obat. Pengambilan sampel

    urin dilakukan pada fase eliminasi (pada model satu komparte-men), atau fase terminal (pada model dua kompartemen).Pengukuran klirens yang dilakukan pada fase absorpsi maupundistribusi akan memberikan hasil yang menyesatkan. Selainhal di atas, lama interval pengumpulan urin juga perlu diper-timbangkan. Bila kecepatan ekskresi obat mengikuti orde 1,

    interval sepanjang waktu paro obat pun tidak akan memberi-kan kesalahan yang berarti. Untuk obat-obat yang ekskresiginjalnya tidak mengikuti orde 1, kesalahan pengukuran dapatdiperkecil dengan cara memperpendek interval pengumpulan

    urin. Namun perlu diperhatikan bahwa interval di bawah 0,5jam akan memberikan hasil yang kurang tepat.

    Metode II

    Telah diterangkan di muka, metode ini berdasarkan penger

    tian bahwa Cl r=dA__ dt, maka pada waktu 0 sampai tC

    Aet adalah jumlah obat yang telah diekskresi dalam bentuk

    tetap ke urin sampai waktu t, dan AUC t adalah luas daerahdi bawah kurva kadar obat dalam plasma versus waktu dari0 sampai t. Pada waktu 0 sampai tak terhingga, maka

    A e~adalah jumlah total obat dalam bentuk tetap yang di-

    temukan kembali di urin, dan AUCt

    adalah luas daerah dibawah kurva kadar obat dalam plasma versus waktu dari 0sampai tak terhingga. Ae~dapat dihitung berdasarkan volume

    urin yang ditampung dari waktu 0 sampai kira-kira 10 kaliwaktu paro obat, dikalikan kadar obat dalam sampel urintersebut. Bila semua dosis obat yang diberikan masuk sirkulasisistemik dan ekskresi ginjal merupakan cara eliminasi utama,

    maka :

    Metode pengukuran ini jelas memerlukan waktu yang lebihpanjang daripada metode I, dan sedikitpun tidak boleh ada

    urin yang terlewatkan, tetapi mudah dikerjakan karena tidakdirepotkan dengan kesalahan-kesalahan misalnya karena pe-ngosongan kandung kencing yang tidak sempurna, kurangtepatnya interval dan lain-lain yang kadang-kadang sulit untukdiatasi.

    Analisis kadar obat dalamurin

    Ketepatan pengukuran klirens ginjal obat sangat dipenga-ruhi metode yang digunakan untuk penetapan kadar obatdalam sampel. Perlu diperhatikan pula stabilitas obat tersebutdalam sampel urin maupun plasma, karena seperti telah di-katakan di muka, klirens dihitung berdasarkan kadar obat tak

    berubah. Metabolit-metabolit yang tidak stabil, misalnyakonjugat glukuronida 3 memberikan hasil pengukuran yangkurang tepat. Selain itu diperlukan pula metode analisis yangcukup sensitif untuk membedakan obat dengan metabolit-metabolitnya.

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADAEKSKRESI GINJAL

    Hemodinamika ginjal

    Perubahan kecepatan aliran darah ginjal umumnya akanmempengaruhi proses-proses filtrasi glomeruler, sekresi mau-pun reabsorpsi tubuler, meskipun perubahan di bawah 10 20% mungkin tidak akan memperlihatkan akibat yang nyataPengurangan konsumsi natrium mungkin dapat menurunkanaliran darah ginjal dan kecepatan filtrasi glomeruler, sedang

    pemberian infus larutan salin dan diuretik osmotik dapatmemperbesar aliran darah ginjal dan ekskresi air5 . Tentu sajahal ini akan berpengaruh pada proses reabsorpsi obat. Bebe-rapa obat diketahui dapat menurunkan ke-cepatan aliran darah ginjal, misalnya propranolol 6 . Dalam gam-bar 1 terlihat bahwa pemberian propranolol 1 jam sebelumnya,menyebabkan turunnya nilai klirens kreatinin dari 70,9( SEM 5.3) ml/menit menjadi 58,6 ( SEM 3.4) ml/menit.

    Untuk obat-obat yang ekskresinya tergantung pada ke-cepatan aliran darah ginjal, seperti misalnya salisilat dosistinggi, penurunan kecepatan aliran darah ginjal menyebabkanturunnya nilai klirens ginjal obat tersebut. Pada gambar 2dapat dilihat, pra pemberian propranolol mengakibatkanmenurunnya klirens ginjal salisilat (setelah pemberian aspirin1000 mg) dari 4,6 ( SEM 0.56) ml/menit menjadi 3,26 (SEM 0.35) ml/menit6 .

    Usia

    Kemampuan ekskresi ginjal pada umumnya lebih rendahpada bayi dan anak-anak7, dan pada usia lanjut 8 bila diban-dingkan dengan orang dewasa normal. Ini disebabkan karenalebih rendahnya kemampuan filtrasi glomeruler pada anak-

    anak dan usia lanjut, ditambah dengan belum sempurnanyasistem sekresi pada bayi baru lahir, meskipun hal ini diim-bangi dengan ikatan protein yang lebih rendah dan jugarendahnya kemampuan reabsorpsi

    5.

    pH urin

    Untuk obat-obat yang bersifat elektrolit lemah, klirensginjal sangat dipengaruhi oleh pH urin. Untuk asam lemahmisalnya, lingkungan urin yang asam akan mengakibatkan

    berkurangnya jumlah obat yan