fikosianin_dhara benita n._13.70.0061_d3_unika soegijapranata
DESCRIPTION
Alga hijau dan alga biru-hijau merupakan mikroalga yang banyak ditemukan di laut dan di air tawar. Cahaya matahari yang ada digunakan oleh makhluk hidup ini untuk berfotosintesis, karbon dioksida, serta mineral-mineral yang berada didalam air untuk tumbuh.TRANSCRIPT
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirrer, alat
pengering (oven), dan plate stirrer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah biomassa Spirulina basah/kering,
aquades, dan dekstrin.
1.2. Metode
Biomassa Spirulina ditimbang dalam cawan
Dimasukkan dalam Elenmenyer.
Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10).
Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan dan supernatant.
Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2 dan diukur kadar fikosianinnya
pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm
Diaduk dengan stirrer ± 2 jam
Dicampur merata dan dituang ke wadah
Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan :
dekstrin = 1 : 1 (kelompok D1-D3), sedangkan kelompok D4-D5 menggunakan
perbandingan 8 : 9
Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%
Didapat adonan kering yang gempal
Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder
Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan yang diperoleh pada praktikum fikosianin ini dapat dilihat pada tabel 1.
Keterangan Warna: + Biru Muda++ Biru+++ Biru Tua
Dari hasil yang didapatkan dalam praktikum fikosianin ini, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai OD 615 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
OD652. Untuk nilai KF yang diperoleh masing-masing kelompok berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Nilai KF tertinggi ada pada
kelompok D4 yaitu 0,211 mg/ml, sedangkan untuk nilai KF terkecil ada pada kelompok D5 sebesar 0,136 mg/ml. Untuk nilai yield yang
diperoleh antara kelompok yang satu dengan yang lain berbeda. Nilai yield terbesar ada pada kelompok D4 sebesar 1,451 mg/ml,
sedangkan untuk nilai yield terkecil ada pada kelompok D5 sebesar 0,935 mg/ml. Untuk warna sebelum dioven yaitu biru (untuk kelompok
D1 hingga D5), dan untuk sesudah dioven berwarna biru muda (untuk kelompok D1 hingga D5).
Kel
Berat Bio
Massa
Kering(g)
Jumlah Aquades yang
ditambahkan(ml)
Total Filtratyang
diperoleh
OD 615
OD 652
KF(mg/ml)
Yield(mg/ml)
Warna
Sebelum dioven
Sesudah dioven
D1 8 80 55 0,1854 0,1733 0,193 1,327 ++ +D2 8 80 55 0,1914 0,1797 0,199 1,368 ++ +D3 8 80 55 0,1863 0,1843 0,185 1,272 ++ +D4 8 80 55 0,1980 0,1803 0,211 1,451 ++ +D5 8 80 55 0,1687 0,2029 0,136 0,935 ++ +
3. PEMBAHASAN
Alga hijau dan alga biru-hijau merupakan mikroalga yang banyak ditemukan di laut dan
di air tawar. Cahaya matahari yang ada digunakan oleh makhluk hidup ini untuk
berfotosintesis, karbon dioksida, serta mineral-mineral yang berada didalam air untuk
tumbuh. Laju pertumbuhan mikroalga-mikroalga ini sangat cepat. Disisi lain,
mikroalga-mikroalga ini dapat memproduksi beberapa produk yang dihasilkan selama
proses fotosintesis (Seo et al, 2013).
Spirulina merupakan organisme yang termasuk dalam golongan ganggang atau alga
hijau biru. Tubuh Spirulina tersusun atas filamen berwarna hijau biru dan tidak
memiliki cabang (Richmond, 1988). Menurut Tietze (2004), Spirulina ini memiliki
ukuran tubuh yang lebih besar yaitu 100 kali dari sel darah merah manusia. Pada jumlah
koloni yang besar, Spirulina akan terlihat berwarna hijau tua yang disebabkan karena
adanya klorofil dengan jumlah yang tinggi. Beliau juga menambahkan, Spirulina ini
tumbuh pada danau yang bersifat basa atau alkali dan memiliki suhu yang hangat, atau
kolam-kolam dangkal yang berada di wilayah tropis. Menurut Richmond (1992) yang
diacu dalam Devanathan & Ramanathan (2012), Spirulina merupakan sumber protein
yang sangat menarik baik untuk manusia maupun hewan, karena Spirulina memiliki
kandungan protein yang tinggi, yaitu sebesar 50 % -70 % dari berat keringnya
(Richmond, 1988).
O Carra & O Heocha (1976) dan Song et al (2013) berpendapat bahwa fikosianin adalah
pigmen berwarna biru tua dan ditambahkan oleh Richmond (1988), pigmen ini banyak
terdapat pada ganggang hijau-biru, terutama Spirulina. Fikosianin adalah komponen
utama dari fikobiliprotein pada Spirulina (Song et al, 2013). Fikosianin termasuk ke
dalam kelompok biliprotein atau fikobiliprotein yang merupakan pigmen yang banyak
ditemukan pada Cyanophyta (ganggang hijau-biru), Cryptophyta (ganggang
crytomonad), dan Rhodophyta (ganggang merah) serta memiliki fungsi dalam
membantu proses fotosintesis yang berperan sebagai penyerap cahaya (Hall & Rao,
1999). Vonshak (1997) yang diacu dalam Urek & Tarhan (2012), menambahkan bahwa
pigmen fikosianin ini digunakan oleh alga untuk melakukan fotosintesis didalam
perairan karena pigmen ini dapat menyerap banyak cahaya matahari pada lokasi dimana
klorofil yang dimiliki hanya dapat menyerap sedikit cahaya matahari (misalnya didalam
perairan dimana cahaya tidak langsung mengenai alga).
Richmond (1988) menyatakan bahwa fikosianin memiliki berat molekul sebesar 134
kDa. Ditambahkan juga oleh Song et al (2013) bahwa fikosianin memiliki berat
molekul 140-210 kDa. Namun Richmond (1988) juga menambahkan bahwa terdapat
pula fikosianin yang memiliki berat molekul yang lebih besar, yaitu sebesar 262 kDa,
dimana berat molekul yang lebih besar tersebut dikarenakan adanya fragmen
fikobilisom.
Gambar 1. Struktur Fikosianin(O Carra & O Heocha, 1976)
Menurut Song et al (2013) panjang gelombang yang dapat diserap secara maksimal oleh
fikosianin berkisar antara 610-620 nm. Fikosianin yang digunakan dalam bahan
makanan memiliki tingkat kemurnian 0.7. Beberapa metode telah dikembangkan untuk
pemisahan dan pemurnian dari fikosianin seperti metode kromatografi, presipitasi
amonium sulfat, ekstraksi dua fase dan sentrifugasi. Duangsee et al (2009) menyatakan
bahwa fikosianin digunakan sebagai perwarna makanan, nutraceutical dan untuk
aplikasi diagnosa sistem imun. Fikosianin ini utamanya diekstrak dari Spirulina.
Berdasarkan struktur selnya, Spirulina dikelompokan ke dalam bakteri prokariot. Ada
beberapa pigmen utama dalam sel Spirulina seperti klorofil, karotenoid, dan fikosianin,
yaitu dapat mencapai sebesar 0.4-14% dari berat keringnya. Menurut Becker (1994)
yang diacu dalam Devanathan & Ramanathan (2012) menambahkan bahwa fikosianin
tidak hanya digunakan sebagai pewarna alami saja untuk makanan maupun kosmetik,
namun dapat digunakan pula untuk diagnosa, terapi, dan riset kesehatan.
Biomasa Spirulina dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang kemudian dilarutkan dengan
menggunakan aquades dengan perbandingan 2 : 25 (Spirulina : aquades), kemudian di
stirrer selama kurang lebih 2 jam, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm
selama 10 menit. Dalam hal ini fungsi aquades adalah untuk membantu melarutkan
pigmen fikosianin dari Spirulina, penggunaan aquades juga tidak mempengaruhi
apapun, karena aquades bersifat netral (Lorenz, 1998). Selain itu biomassa sel dari
Spirulina lebih mudah larut di dalam pelarut polar (misalnya air) jika dibandingkan
dengan pelarut yang non-polar (Boussiba & Richmond, 1980).
Stirrer adalah suatu alat pengaduk otomatis yang akan bekerja dengan adanya energi
panas (Hadioetomo, 1993). Menurut Andarwulan & Koswara (1992), penggunaan
stirrer disini adalah untuk memisahkan fikosianin dari Spirulina. Sentrifuge adalah alat
yang digunakan untuk memisahkan padatan yang terdapat pada suatu larutan atau
campuran (Mahaputra et al, 2012). Menurut Mahaputra et al (2012), prinsip kerja dari
proses sentrifugasi ini adalah memisahkan padatan berdasarkan perbedaan berat
molekul dan dengan bantuan gaya gravitasi, dimana zat yang molekulnya lebih berat
akan terlempar dan menempel pada dinding tabung. Pada proses sentrifugasi ini
diperoleh 2 bagian, yaitu padatan yang disebut dengan endapan dan cairan yang disebut
dengan supernatan. Tujuan dilakukannya sentrifugasi dalam percobaan ini adalah untuk
memisahkan fikosianin dari Spirulina, selain itu dilakukannya sentifugasi ini pula untuk
memisahkan Spirulina dengan fikosianin yang sudah larut dalam aquades, karena yang
dibutuhkan hanyalah pigmennya saja untuk membuat zat warna.
Kemudian supernatan diambil, lalu di uji dengan menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm, namun sebelumnya harus dilakukan
pengenceran pada supernatan tersebut yaitu pengenceran 10-1 (1 ml supernatan
ditambahkan dengan 9 ml aquades). Metode analisa yang digunakan dalam hal ini
adalah metode analisa spektrofotometri, dan alat yang digunakan dalam analisa
spektrofotometri ini adalah spektrofotometer, alat ini digunakan untuk mengukur
transmitan atau absorban dari suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang
(Basset,1994). Analisa spektrofotometri ini menggunakan prinsip kerja berdasarkan
hukum Lambert Beer, bila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka
sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian lagi dipancarkan
(Ewing, 1976). Kelebihan dari analisa spektrofotometri ini yaitu, analisa ini merupakan
analisa yang sederhana dan sangat mudah untuk dilakukan, serta memiliki tingkat
akurasi yang cukup tinggi (Sastrohamidjojo, 1992). Dalam pengujian fikosianin ini,
panjang gelombang yang digunakan adalah 615 nm dan 652 nm, karena menurut Hadi
(1986), panjang gelombang 610 - 710 nm dapat digunakan untuk mengukur warna
komplementer biru-hijau. Menurut Prabuthas et al (2011), tujuan dilakukannya analisa
spektrofotometri pada fikosianin ini adalah untuk mengetahui tingkat kemurnian dari
fikosianin yang diekstrak dari Spirulina dengan menggunakan rasio absorbansi.
Sedangkan tujuan dilakukannya pengenceran pada sampel, karena fikosianin yang
didapatkan terlalu pekat, dan menurut Ewing (1976), spektrofotometer tidak dapat
menyerap zat warna yang terlalu pekat, sehingga diperlukannya pengenceran sebelum
pengujian.
Selanjutnya supernatan yang belum diencerkan, dimasukan ke dalam 6 alas dengan
permukaan rata yang tahan panas (loyang), masing-masing sebanyak 8 ml, lalu
ditambahkan dekstrin ke dalam supernatan tersebut dengan perbandingan 1 : 1
(fikosianin : deksrtin), lalu diaduk rata dan diamati warnanya. Menurut Reynold (1982),
dekstrin merupakan salah satu unit dari polisakarida yang dihasilkan melalui proses
hidrolisa pati pada kondisi asam atau dibantu dengan enzim-enzim tertentu. Dekstrin ini
memiliki 6-10 unit glukosa dan memiliki rumus molekul yaitu (C6H10O5)n. Dekstrin
memiliki warna putih sampai kekuningan, dan memiliki bentuk amorf.
Dalam hal ini, dekstrin yang ditambahkan pada fikosianin yang sudah diekstrak
mempunyai tujuan untuk mempertahankan keaslian warna pigmen karena dekstrin dapat
mengurangi kerusakan pigmen yang terjadi karena adanya reaksi oksidasi, hal ini
disebabkan karena dekstrin tersusun atas unit-unit glukosa yang dapat mengikat air,
sehingga oksigen yang terlarut dapat dikurangi, maka proses oksidasi akan terhambat
(Fennema, 1976). Menurut Arif (1987), fungsi penambahan dekstrin yang lainnya
adalah untuk meningkatkan berat produk atau rendemen produk, karena dekstrin dapat
digunakan sebagai agen entrapment atau agen pengisi (berkaitan dengan struktur
molekul dekstrin yang berbentuk spiral helix), karena dalam hal ini pigmen fikosianin
akan dijadikan pewarna dalam bentuk bubuk. Suparti (2000) juga menambahkan bahwa
dekstrin merupakan senyawa yang tahan panas atau stabil terhadap panas serta dapat
memerangkap senyawa penting pada pigmen fikosianin, sehingga stabilitas pigmen dan
stabilitas flavor dapat dipertahankan, bahkan setelah melalui proses pengeringan
(pengovenan).
Kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 45oC selama 1
malam. Setelah kering, sampel tersebut dikeruk, lalu dihancurkan dengan menggunakan
mortar dan alu hingga halus, kemudian diamati warnanya. Tujuan dilakukannya
pengovenan dalam hal ini adalah untuk mengurangi kadar air dari produk (Candra,
2011), karena produk akhir yang dihasilkan berbentuk bubuk. Suhu yang digunakan
dalam pengeringan ini tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah, yaitu 45oC, hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada fikosianin akibat
suhu yang terlalu tinggi, karena jika suhu terlalu tinggi maka fikosianin akan mengalami
resiko degradasi lebih tinggi (Desmorieux & Decaen, 2006). Metode yang dilakukan
dalam praktikum ekstraksi fikosianin tidaklah sulit dan cukup sederhana, hal ini
disebabkan oleh tipisnya dan lembutnya membran sel dari Spirulina, sehingga tidak
membutuhkan proses pengolahan yang khusus (Richmond, 1988).
Menurut Duangsee et al (2009), ada 3 cara lain yang dapat dilakukan untuk
mengekstraksi fikosianin dari spirulina, yaitu dengan menggunakan sonikasi, freezing
and thawing, dan dengan menggunakan enzim. Namun beliau juga menyampaikan
bahwa dari ketiga cara tersebut, cara ekstraksi dengan metode sonikasi jauh lebih efektif
dibandingkan dengan yang lainnya, meskipun sebenarnya metode ekstraksi dengan
menggunakan enzim lebih baik, namun metode ini membutuhkan biaya tinggi dan
membutuhkan penanganan yang sulit. Duangsee et al (2009) menuliskan bahwa metode
sonikasi ini dilakukan dengan menggunakan prosesor gelombang ultrasonik dengan
frekuensi 20 KHz.
Berbeda dengan Duangsee et al (2009), Seo et al (2013) juga menyatakan bahwa
adanya metode efektif lain dalam mengekstraksi fikosianin dari spirulina, yaitu dengan
menggunakan high-pressure process yang akan menghasilkan yield lebih tinggi dan
resiko kerusakan karena denaturasi lebih rendah. Beliau juga menambahkan bahwa jika
ekstraksi ini dilakukan dengan bantuan heksana, maka fikosianin yang didapatkan juga
akan lebih stabil dan memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, dan keuntungan lainnya
adalah waktu yang dibutuhkannya jauh lebih sedikit.
Dari hasil yang didapatkan dari praktikum ini dapat diketahui bahwa pigmen fikosianin
adalah pigmen yang berwarna biru. Hal ini sesuai dengan pernyataan Song et al (2013),
bahwa fikosianin memiliki warna biru tua. Pigmen ini mengalami perubahan warna
menjadi lebih muda setelah dioven atau dikeringkan. Hal ini dapat terjadi karena adanya
degradasi warna dari pigmen fikosianin akibat pengeringan (Gaman & Sherrington,
1994). Namun hal tersebut juga dapat disebabkan karena terjadinya perubahan struktur
pigmen dari cair menjadi padat, sehingga mempengaruhi warnanya.
Pada tabel 1 juga dapat diketahui bahwa nilai absorbansi fikosianin pada OD652 lebih
rendah jika dibandingkan dengan pada OD615. Hal tersebut dikearenakan panjang
gelombang yang dapat diserap secara maksimal oleh fikosianin berkisar antara 610-620
nm (Song et al, 2013), sehingga hasil absorbansi dengan panjang gelombang 615 lebih
besar jika dibandingkan dengan nilai absorbansi dengan panjang gelombang 652 nm.
Pada tabel tersebut juga dapat dilihat adanya perbedaan tipis dari nilai absorbansi yang
dihasilkan meskipun dengan bahan dan panjang gelombang yang sama. Perbedaan hasil
tersebut dapat disebabkan oleh cuvet yang kotor (pencucian cuvet yang tidak bersih),
penempatan cuvet yang tidak sesuai, adanya gelembung udara dalam larutan yang
diukur absorbansinya, ukuran cuvet yang tidak sama, kurang sempurna dalam
menyiapkan larutan sampel dan blanko (Pomeranz & Meloan, 1994).
Dari tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa konsentrasi pigmen fikosianin dari
Spirulina adalah sebesar 0.136-0.211 mg/ml, sedangkan yield yang dihasilkan dari 1
gram Spirulina adalah sebanyak 0.935-1.451 mg. Menurut Bennet & Bogorad (1973),
nilai konsentrasi fikosianin (KF) dan yield dari fikosianin yang diperoleh dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
Konsentrasi Fikosianin/KF (mg/ml) =
Yield (mg/g) =
Bennet & Bogorad (1973) juga menyatakan bahwa nilai KF dan yield yang diperoleh
sangat dipengaruhi oleh nilai absorbansi dari fikosianin, maka dari itu perbedaan nilai
konsentrasi fikosianin dan yield disebabkan karena nilai absorbansi yang berbeda-beda
tiap-tiap kelompok.
Menurut jurnal yang berjudul Maximising phycocyanin extraction from a newly
identified Egyptian cyanobacteria strain: Anabaena oryzae SOS13 (Salama et al, 2014),
cyanobacteria adalah photoautotrophs prokariotik mampu secara bersamaan
melaksanakan fotosintesis dan fiksasi nitrogen. Mikroorganisme ini hanya berisi
klorofil sementara hampir 50% dari cahaya yang diperlukan ditangkap oleh
phycobiliproteins yang mewakili sekitar 20% dari berat kering . Anabaena adalah
cyanobacterium berfilamen luas didistribusikan di alam yang memiliki kebutuhan gizi
yang relatif sederhana seperti itu dapat memperbaiki nitrogen atmosfer.
Menurut jurnal yang berjudul Effect of Hg (II) and Pb (II) Ions on C-Phycocyanin
(Spirulina plantesis) (Gelagutashvili et al, 2013), ganggang biru-hijau Spirulina
platensis, seperti cyanobacteri yang menggunakan protein yang disebut
phycobiliproteins untuk dipanen dan masuk sebagai cahaya rompi untuk fotosintesis.
Phycobiliproteins, dapat digunakan dalam terapi photodynamic. Salah satu protein dasar
Spirulina platensis adalah C-phycocyanin (C-PC), yang digunakan sebagai probe
protein fluorescent dalam sel hidup. Phycocyanin, pigmen biru alam yang utama
biliprotein cahaya-panen dalam alga Spirulina biru-hijau platensis, mengurangi
fotosensitifitas jaringan normal karena metabolisme yang cepat in vivo. Phycocyanins
diekstrak dari Spirulina digunakan sebagai pewarna industri dan makanan agen.
Menurut jurnal berjudul Study of Phycocyanin Production from Spirulina plantesis
Under Different Light Spectra (Walter et al, 2011), alga yang hidup di habitat bawah
iradiasi matahari tinggi memiliki pigmen aksesori yang melindungi mereka dari
kerusakan radiasi dan juga dari oksidasi, karena ikatan ganda terkonjugasi hadir dalam
kromofor . Ini adalah komposisi ini dan susunan pigmen aksesori yang memberikan
untuk ganggang berbagai macam warna dan untuk beberapa kelompok , nama-nama
yang biasa mereka seperti "ganggang coklat", "ganggang merah", "ganggang emas" dan
"ganggang hijau".
Menurut jurnal berjudul Blue Light Enhance The Pigment Synthesis in Cyanobacterium
Anabaena ambigua Rao (Nostacales) (Vijaya et al, 2009), budaya alga dipengaruhi oleh
berbagai faktor ofenvironmental dan mereka memainkan peran penting inthe produksi
dan komposisi photosyntheticpigments. Kebanyakan cyanobacteria adalah organisme
naungan beradaptasi, memiliki mekanisme yang efisien untuk counteractthe efek
berbahaya dari radiasi matahari, terutama freshwaterforms terkena irradiances tropis
yang tinggi. Hencecyanobacteria akan mengoptimalkan panen cahaya untuk tersedia
radiasi dan komposisi spektral oleh modulasi komposisi antena pigmen mereka.
Menurut jurnal berjudul Extraction and Separation of Phycocyanin from Spirulina using
Aqueous Two-Phase Systems of Ionic Liquid and Salt (Zhang et al, 2014), budidaya
Spirulina mikroalga adalah proses yang efektif untuk memperoleh beberapa biokimia
yang berharga, seperti sebagai polisakarida, γ - linolenicacid, β - karoten, Chlorophylla
dan phycobiliproteins. Phycobiliproteins, yang pigmen berwarna cerah, fungsi sebagai
penerima cahaya untuk mengemudi fotosintesis pada yang mikroalga Spirulina .
phycobiliproteins mikroalga diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama :
phycoerythrin, allophycocyanin, dan phycocyanin. Pigmen yang dominan dalam
keluarga phycobiliprotein adalah phycocyanin. Phycocyanin umumnya digunakan
sebagai pewarna alami di makanan dan industri kosmetik karena secara inheren biru .
4. KESIMPULAN
Spirulina termasuk ke dalam kelompok alga hijau-biru.
Warna hijau-biru tersebut didominasi oleh pigmen fikosianin dan adanya klorofil.
Pigmen fikosianin ini memiliki warna biru yang dapat ditangkap secara optimal
pada panjang gelombang 610-620 nm.
Pigmen fikosianin ini dapat digunakan sebagai zat pewarna makanan maupun
kosmetik.
Biomassa sel dari spirulina lebih larut pada pelarut polar.
Spirulina memiliki membran sel yang halus dan tipis.
Spirulina memiliki kandungan protein yang tinggi.
Warna dari fikosianin dipengaruhi oleh suhu.
Sama seperti klorofil, fikosianin juga digunakan spirulina untuk melakukan
fotosintesis.
Berbeda dengan klorofil, fikosianin dapat menyerap sinar matahari secara maksimal
meskipun di dalam perairan.
Nilai KF dan yield sangat dipengaruhi oleh nilai absorbansi dari fikosianin.
Fikosianin termasuk ke dalam kelompok biliprotein.
Suhu yang terlalu tinggi saat pengeringan akan beresiko merusak fikosianin lebih
tinggi.
Dekstrin merupakan salah satu unit dari polisakarida.
Dekstrin digunakan untuk menambah yield dari produk fikosianin berbentuk bubuk.
Dekstrin dapat menjaga kestabilan fikosianin saat dikeringkan.
Dekstrin dihasilkan dari hidrolisa pati dengan asam.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengekstraksi fikosianin dari
spirulina, seperti sonikasi, freezing and thawing, secara enzimatis, sentrifugasi, dan
high-pressure proces.
Selain digunakan sebagai pewarna alami, fikosianin juga dapat digunakan sebagai
obat.
Dekstrin digunakan sebagai agen entrapment.
Semarang, 28 Oktober 2015
Praktikan D3, Asisten dosen,
- Deana Suntoro
- Ferdiyanto Juwono
Dhara Benita N.
13.70.0061
5. DAFTAR PUSTAKA
Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori Dan Praktek. Universitas Gajahmada Press. Yogyakarta.
Andarwulan, N & S. Koswara. (1992). Kimia Vitamin. CV Rajawali. Jakarta.
Basset, J. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.
Becker, E.W. Microalgae: biotechnology and microbiology. Cambridge: Cambridge University Press, 1994.
Bennett, A.; Bogorad, L.; J. Cell. Biol. 1973, 58, 419.
Boussiba S and Richmond A. (1980). c-Phycocianin as a storage protein in the blue-green alga Spirulina plantesis. Archives of Microbiology 125, 143-147.
Candra B.A. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang Dikeringkan dan Diamobilisasi. Insitut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47184/C11bac.pdf?seque
nce=1 . Diakses tanggal tanggal 8 September 2014.
Desmorieux H. Decaen N. (2006). Convective drying of Spirulina in thin layer. Journal Of Food Engineering, 77:64-70.
Devanathan, J & Ramanathan, N. 2012. Pigment production from Spirulina platensis using seawater supplemented with dry poultry manure. Journal of Algal Biomass Utilization (ISSN: 2229- 6905). India. Diakses pada tanggal 31 Agustus 2014.
Duangsee, R; Phoopat, N & Ningsanond, S. 2009. Phycocyanin extraction from Spirulina platensis and extract stability under various pH and temperature. Asian Journal of Food Agro- Industry. Thailand. Diakses pada tanggal 31 Agustus 2014.
Ewing, G. W. (1976). Instrumental Method of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA.
Fennema, O.R. (1976). Principles of Foods Science. Marcel Dekker. Inc. New York.
Gelagutashvili Eteri & Ketevan Tsakadze. (2013). Effect of Hg(II) and Pb (II) Ion on C-Phycocyanin (Spirulina plantensis). Optics and Photonics Journal, 3, 122-127.
Hadi, S. (1986). Analisa Kuantitatif. Gramedia. Jakarta.
Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia. Jakarta.
Hall DO, Rao KK. 1999. Photosynthesis Six edition. Cambridge: ,Cambridge university press.
Lorenz RT. 1998. Quantitative Analysis of C-phycocyanin from Spirulina pasifica (low teperature method). www.cyanotech.com. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2015.
Mahaputra L, dkk. 2012. Pemisahan Spermatozoa Sapi Limousin yang Memiliki Kromosum X dan Y dengan Percoll dan Putih Telur Ayam. 14: 3. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2015.
Ó Carra P, Ó hEocha C 1976. Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic press inc. Hal 328-371.
Pomeranz, Y & C. E. Meloan. (1994). Food Analysis Theory and Practice, 3rd Ed. Publishing Company Inc. USA.
Prabuthas, P et al. (2011). Standardization of Rapid and Economical Method for Neutraceuticals Extraction from Algae. Journal of Stored Products and Postharvest Research. India.
Richmond A. 1988. Spirulina. Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor. Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Richmond, A. Efficient utilization of high irradiance for production of photoautotrophic cell mass: a survey. Journal of Applied Phycology, 8: 381–6, 1992.
Reynolds, James E.F. (1982). Martindale The Extra Pharmacopolia, Edition Twenty Eigth. The Pharmacentical Press. London.
Seo Chang, Y; Choi Woo, S; Park Jong, H; Park Jin, O; Jung Kyung, H dan Lee Hyeon, Y. 2013. Stable Isolation of Phycocyanin from Spirulina platensis Associated with High-Pressure Extraction Process. International Journal of Molecular Sciences. www.mdpi.com/journal/ijms. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2015.
Song, W; Zhao, C & Wang, S. 2013. 2013. A Large-Scale Preparation Method of High Purity C-Phycocyanin. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol. 3, No. 4. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2015.
Salama. A, et. Al. (2015). Maximising Phycocyanin Extraction from a newly Identified Egyptian Cyanobacteria Strain ; Anabaena oryazae SOS13. International Food Research Journal 22(2) : 517-525 (2014).
Suparti, W. (2000). Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: pengaruh Suhu, Tekanan dan Konsentrasi Dekstrin. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Brawijaya. Malang.
Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta. Liberty Yogyakarta.
Tietze HW. 2004. Spirulina Micro Food Macro Blessing. Ed ke-4. Australia: Harald W. Tietze Publishing. Hal 8-10.
Urek, RO dan Tarhan, L. 2012. The relationship between the antioxidant system and phycocyanin production in Spirulina maxima with respect to nitrate concentration. Biochemistry Division, Chemistry Department, Science Faculty, Dokuz Eylül University, Turkey. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2015.
Vijaya Velu, et. al. (2009). Blue Light Enhance The Pigment Synthesis in Cyanobacterium Anabaena ambigua Rao (NOSTACALES). ISSN 1990-6145.
Vonshak A (1997). Spirulina platensis (Arthrospira): Physiology, Cell-Biology and Biotechnology. London: Taylor & Francis.
Walter Alfredo, et. al.(2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra. ISSN 1516-8913.
Zhang, Xifeng, et. Al.(2015). Extraction and Separation of Phycocyanin from Spirulina using Aqueous Two-Phase Systems of Ionic Liquid and Salt. Journal of Food and Nutrition Research. Vol. 3. No. 1, 15-19.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus perhitungan :
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = x
Yield (mg/g) =
Kelompok D1
KF =
= 0,193 mg/ml
Yield = = 1,327 mg/g
Kelompok D2
KF =
= 0,199 mg/ml
Yield = = 1,368 mg/g
Kelompok D3
KF =
= 0,185 mg/ml
Yield = = 1,272 mg/g
Kelompok D4
KF =
= 0,211 mg/ml
Yield = = 1,451mg/g
Kelompok D5
KF =
= 0,136 mg/ml
Yield = = 0,935 mg/g
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal