fungsi pengawasan dprd kabupaten...
TRANSCRIPT
FUNGSI PENGAWASAN DPRD KABUPATEN BOGOR
TERHADAP EFISIENSI ADMINISTRASI PELAYANAN KESEHATAN DAERAH
(Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Zikri Muliansyah
1110048000021
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435 H/2014 M
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (SI) di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika suatu saat terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Mei 2014
Zikri Muliansyah
1110048000021
iv
ABSTRAK
Fungsi Pengawasan merupakan salah satu fungsi yang dimiliki oleh DPRD
Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini, penulis untuk memamparkan dampak dari
pelaksanaan fungsi pengawasaan DPRD Kabupaten Bogor terhadap efisiensi
administrasi pelayanan kesehatan daerah, khususnya yang dilakukan oleh RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor, serta memaparkan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan tersebut. Oleh
karena itu, penelitian ini melingkupi dan melibatkan beberapa instansi terkait, yaitu
DPRD Kabupaten Bogor, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, dan RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian socio-legal, merupakan suatu metode penelitian yang mengkombinasikan
dua sudut pandang yang berbeda dalam suatu isu hukum, yaitu sudut pandang
normatif yang lebih mengarah pada peraturan perundang-undangan dan kebijakan
pemerintah, serta sudut pandang empirik yang lebih mengarah pada fakta di lapangan
sebagai wujud penerapan peraturan perundang-undangan dan kebijakan tersebut.
Hasil dari penelitian yang diperoleh adalah bahwa dampak fungsi pengawasan DPRD
Kabupaten Bogor terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah
khususnya yang dilakukan oleh RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor berupa adanya
penambahan anggaran bagi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dalam rangka
peningkatan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan. Sementara terkait dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah kualitas dan kuantitas petugas dan beban
tugas administrasi, sarana pendukung kinerja petugas administrasi, serta Standar
Operational Procedure kinerja petugas adminstrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten
Bogor.
Kata kunci: Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor, Efisiensi
Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah, Pelayanan Publik dan RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor.
Dosen Pembimbing : Nahrowi, SH., MH.,
Nur Habibi, SH.I., MH,.
Daftar Pustaka : Tahun 1984 s.d Tahun 2013
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat
serta anugerahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “FUNGSI
PENGAWASAN DPRD KABUPATEN BOGOR TERHADAP
EFISIENSI ADMINISTRASI PELAYANAN KESEHATAN DAERAH
(Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor)”.
Sholawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan alam semesta Nabi
Muuhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke
zaman yang terang benderang ini.
Untuk dapat terselesainya penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :
1. Dr. H. JM. Muslimin, MA, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs.
Abu Tamrin, SH., M.Hum., sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta;
3. Nahrowi, SH., MH., dan Nur Habibi, SH.I., MH., selaku Dosen Pembimbing
penulis yang telah bersedia membimbing penulis dengan penuh kesabaran,
vi
perhatian, dan senantiasa memberikan masukan serta meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan kepada penulis hingga skripsi ini selesai;
4. Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, SH, MH dan Nur Rohim Yunus, LLM
selaku Dosen Penguji Sidang Munaqasah penulis, yang telah bersedia menguji
penulis dan memberikan banyak masukan kepada penulis untuk memperbaiki
dan menyempurnakan skripsi ini;
5. Segenap staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidataullah
Jakarta, staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan staff
Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini;
6. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya dosen program studi ilmu hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat
bermanfaat dan menjadi keberkahakan bagi penulis dan semoga Allah SWT
senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua kebaikan ini
sebagai amal jariyah untuk beliau semua;
7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor, khususnya Bapak
H. Hasanabe selaku Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor yang telah
bersedia untuk meluangkan waktu dan menjawab semua pertanyaan dari penulis,
sehingga penulis dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang ada;
vii
8. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, khususnya Ibu Dini dan Ibu Dita selaku staff
administrasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yang telah bersedia untuk
meluangkan waktu dan menjawab semua pertanyaan dari penulis, sehingga
penulis dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang ada;
9. RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, khususnya Bapak Bambang, selaku
Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dan Bu Ade Sri,
selaku salah satu petugas loket administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten
Bogor yang telah bersedia untuk meluangkan waktu dan menjawab semua
pertanyaan dari penulis, sehingga penulis dapat menemukan jawaban dari
permasalahan yang ada;
10. Kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Marzuki dan Ibunda Siti Mulyati dan
kakak-kakak tersayang yaitu Alm. Ahmad Darmansyah, Arief Gunawansyah,
SH., MH., Retno Sudiarti, S.Si., dan Andre Gunawan, S.Si serta keluarga besar
penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang senantiasa memberi
dukungan moril, materil, dan spiritual bagi penulis dalam segala kegiatan penulis
khususnya dalam penyelesaian penulisan skripsi ini;
11. Sahabat-sahabat penulis yaitu Abdul Muhi, Fahmi Hermawan, Yusup Supriadi,
Fariz Kahfi, Fahria Dahlia Talaohu, Hayuningtias Arumdaru, Aulia Citra Utami,
dan Ina Agistina, serta khususnya untuk Anggita Nissa Devi Indriani yang
selama penulis menempuh jenjang pendidikan Strata Satu telah menemani dan
mendukung penulis dalam belajar;
viii
12. Seluruh keluarga besar Ilmu Hukum Angkatan 2010, terima kasih atas segala
bentuk dukungan dan ilmu yang telah kalian berikan. Khususnya Setyo Nugroho,
Ahmad Kahfi, Andi Komara, Muhammad Rizky, Satyawan Pari Kresno, Kendri
Wahyuningsih, Endah Sulastri, Ainul Arifatul Ulum, Cantika Nurdiani, Hopsah
Varah Dini, Liza Tri Kusuma, Atiek Af’idata, Nurfika, dan lainnya yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi pembaca. Sekian terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Mei 2014
Zikri Muliansyah
ix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………….………………...
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ……………………………..……….
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………..
ABSTRAK …………………………………..………………………………...
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
DAFTAR ISI ………………………………...………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN …………..…………………………………………..
i
ii
iii
iv
v
ix
xii
BAB 1 : PENDAHULUAN ……………………………………………….
A. Latar Belakang ………………………………………………..
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………...
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………….
D. Kajian (Review) Studi Terdahulu …………………………….
E. Kerangka Teori dan Konseptual ……………………………...
F. Metode Penelitian …………………………………………….
G. Sistematika Penulisan ………………………………………...
1
1
5
6
7
9
12
15
BAB II : TINJAUAN UMUM PENGAWASAN PELAYANAN
PUBLIK OLEH PEMERINTAHAN DAERAH DI
INDONESIA……………………………………………………..
A. Pemerintahan Daerah di Indonesia …………………………...
1. Pengertian Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan ……
2. Landasan Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia ……
3. DPRD Dalam Pemerintahan Daerah ……………………...
B. Pelayanan Publik Daerah ……………………………………..
1. Pengertian Pelayanan Publik Daerah ……………………..
2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik Daerah ………………...
3. Peran Pemerintah Dalam Pelayanan Publik Daerah ………
18
18
18
22
23
24
24
28
31
x
C. Pengawasan Pelayanan Publik Daerah ……………………….
1. Pengertian Pengawasan Pelayan Publik Daerah ………….
2. Syarat Pengawasan Pelayanan Publik Daerah …………….
3. Jenis-jenis Pengawasan Pelayanan Publik Daerah ………..
34
35
37
39
BAB III : KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN DI
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR …………
A. Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ……...
1. Landasan Hukum Pembentukan Dinas Kesehatan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ……………………..
2. Tugas dan Wewenang Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor ………………………………………….
B. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten
Bogor ……………………………………………………….....
1. Landasan Hukum Pembentukkan RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor ………………………………………….
2. Tugas dan Fungsi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ….
C. Kebijakan Mengenai Standar Pelayanan Kesehatan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ……………………….
D. Kebijakan Mengenai Retribusi Pelayanan Kesehatan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ……………………….
41
41
40
43
44
44
45
47
50
xi
BAB IV : ANALISA FUNGSI PENGAWASAN DPRD KABUPATEN
BOGOR TERHADAP EFISIENSI ADMINISTRASI
PELAYANAN KESEHATAN DAERAH (Studi Pelayanan
Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor) ……………...
A. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor .....
1. Mekanisme Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD
Kabupaten Bogor ………………………………..……...…
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Fungsi
Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor ……………………
B. Penyelenggaraan Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan
Daerah di RSUD Leuwiliang Kabuapaten Bogor …………….
1. Kualitas Kerja Petugas Administrasi Pelayanan Kesehatan
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ……………………..
2. Kuantitas Kerja dan Petugas Administrasi Pelayanan
Kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor …………
3. Ketepatan Waktu Penyelesaian Proses Administrasi
Pelayanan Kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten
Bogor………………………………………………………
C. Analisa Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor
Terhadap Efisiensi Admninistrasi Pelayanan Kesehatan
Daerah di RSUD Leuwilliang Kabupaten Bogor ……………..
52
52
52
56
57
57
61
63
66
BAB V : PENUTUP ……………………………………………………….
A. Simpulan ………………..…………………………………….
B. Saran……………………………………………………..…….
73
73
75
DAFTAR PUSTAKA…………..…………………………………………….. 76
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Permohonan Data/Wawancara DPRD Kabupaten Bogor
2. Surat Balasan Wawancara DPRD Kabupaten Bogor
3. Hasil Wawancara Dengan H. Hasanabe Anggota Komisi D DPRD Kabupaten
Bogor
4. Surat Permohonan Data/Wawancara Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
5. Surat Balasan Wawancara Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
6. Hasil Wawancara Dengan Dini dan Dita Staff Administrasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor
7. Surat Permohonan Data/Wawancara RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
8. Surat Balasan Wawancara RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
9. Hasil Wawancara Dengan Bambang Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor dan Ade Sri Petugas Loket Administrasi RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor
10. Hasil Wawancara Dengan Masyarakat Pengguna Jasa RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya
interaksi dengan manusia yang lain. Pada hakikatnya manusia butuh manusia
yang lain, oleh karena itu mereka hidup bersama dalam suatu wilayah untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka.1 Salah satu kebutuhan manusia yang hidup
bersama adalah adanya organisasi pengaturan tentang tata kehidupan mereka
sehari-hari, dan negara merupakan salah satu wujud dari organisasi pengaturan
tersebut.2
Negara dapat diidentikkan dengan kekuasaan, sebab dimana ada negara
maka disitu ada kekuasaan yang menyertainya.3 Ajaran mengenai kekuasaan
negara yang paling populer dan menjadi acuan negara-negara di dunia saat ini
adalah ajaran Trias Politica (Montesquieu), yang membagi kekuasaan negara ke
dalam tiga bagian, yaitu kekuasan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan
yudikatif. Pembagian ini pada hakikatnya merupakan cara untuk mewujudkan
check’s and balance’s dalam kehidupan bernegara.
1
Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, Teori, Konsep dan
Pengembangannya, cet. II, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 64
2Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet.VI, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,
2013), h. 47
3Ibid, h. 48
2
Di Indonesia, dalam UUD NRI Tahun 1945, ditegaskan bahwa negara
Indonesia merupakan sebuah negara yang berkedaulatan rakyat, dan dalam
konstitusi tertulis negara Indonesia tersebut pun menentukan bahwa kedaulatan
rakyat dibagi secara horizontal dengan memisahkan (Separation of Power)
menjadi kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara
yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip
checks and balances.4
Pengawasan merupakan salah satu cara untuk mewujudkan check’s and
balance’s dalam kehidupan bernegara, agar pelaksanaan kekuasaan negara tetap
terkontrol sehingga tidak merugikan masyarakat sebagai unsur penting dalam
negara. Pengawasan diperlukan untuk memperbaiki manajemen pemerintahan
melalui penataan kelembagaan pemerintah secara sistematis dan komprehensif,
meliputi struktur, kultur, dan aparaturnya. Penataan kelembagaan tersebut
merupakan esensi dari pelaksanaan good governance5 di lingkungan
pemerintahan yang berlaku untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Keberadaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia
merupakan konsekuensi dianutnya asas desentralisasi dalam pemerintahan di
Indonesia. Selama beberapa dekade terakhir, desentralisasi telah menjadi pusat
4Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, cet.II, (Jakarta: Konpress,
2005), h. 72
5Encep Syarief Nurdin, “Pembangunan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good
Governance) dan Pemberantasan Korupsi”, Negarawan, No.18 (November 2010): h. 109
3
perhatian berbagai negara di dunia. Bahkan beberapa diantaranya telah
melakukan perubahan struktur pemerintahan ke arah desentralisasi.6
Secara teoritis, adanya desentralisasi merupakan bagian dari pelaksanaan
otonomi daerah. Menurut Philipus M. Hadjon, seperti yang dikutip oleh Titik
Triwulan Tutik, bahwa hakikat otonomi daerah ialah berasal dari unsur
kebebasan (bukan kemerdekaan: independence, onafhankelijkheid) yang
merupakan sub-sistem dari negara kesatuan. Sedangkan menurut Bagir Manan,
otonomi daerah sebagai kebebasan dan kemandirian (vrijheid en zelftandigheid)
satuan pemerintahan yang lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian
urusan pemerintah.7
Seluruh daerah di Indonesia telah diberikan kewenangan untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, meliputi daerah tingkat
provinsi dan daerah tingkat kabupaten/kota. Dan Kabupaten Bogor merupakan
salah satu daerah yang telah diberikan kewenangan tersebut.
Kabupaten Bogor adalah kabupaten terluas di Propinsi Jawa Barat.8
Secara historis Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang menjadi pusat
6
M.R Khairul Muluk, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, cet. III (Jawa Timur:
Bayumedia Publishing, 2007), h. 101
7Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, cet. I, (Jakarta:
Prestasi Pustaka Raya, 2010), h. 129
8Dengan luas wilayah 298.838.304 Ha dan koordinat 6
0 18’ 6
0 47’10 LS dan 106
0 23’45 -
1070
13’30, Sumber : Admin. “Selayang Pandang”, artikel diakses pada 4 Oktober 2013 dari
http://www.bogorkab.go.id/selayang-pandang/sub-menu/
4
kerajaan tertua di Indonesia.9 Berdasarkan Catatan Dinasti Sung di Cina dan
prasasti yang ditemukan di Tempuran Sungai Ciaruteun dan Sungai Cisadane,
memperlihatkan bahwa pada paruh awal abad ke-5 M di wilayah ini telah ada
sebuah bentuk pemerintahan.10
Pemerintahan di Kabupaten Bogor, berkembang seiring dengan
perkembangan ketatanegaraan Indonesia. Perkembangan tersebut juga disertai
dengan peningkatan tingkat kompleksitas permasalahan yang terjadi di
Kabupaten Bogor, terutama terkait hubungan pemerintah daerah dengan
masyarakat dalam hal pelayanan publik, khususnya pelayanan publik di bidang
kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kabupaten Bogor11
merupakan salah satu penyelenggara pelayanan publik di bidang tersebut.
Selain karena lokasi penelitian yang lebih dekat dengan penulis, RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor merupakan rumah sakit dengan tingkat intensitas
kunjungan pasien paling banyak di Kabupaten Bogor, dan dalam
perkembangannya muncul berbagai keluhan terhadap pelayanan yang diberikan
oleh pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, salah satunya adalah efesiensi
administrasi pelayanan kesehatan yang diberikan, terutama dalam kaitannya
9
R. Hilman Hapid, Bogor dari Periode ke Periode, cet.I, (Bogor: PT Inti Getar Pakuan,
2012), h. 5
10
Admin. “Selayang Pandang”, artikel diakses pada 4 Oktober 2013 dari
http://www.bogorkab.go.id/selayang-pandang/sub-menu/
11Untuk selanjutnya penulis menuliskannya dengan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
5
dengan waktu penyelesaian administrasi pelayanan kesehatan yang dinilai lebih
lambat dibanding dengan rumah sakit lain yang ada di Kabupaten Bogor.
Perbaikan dalam efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor perlu dilakukan. Namun, apabila perbaikan hanya
mengandalkan inisiatif pemerintah daerah Kabupaten Bogor saja dirasa kurang
memadai. Perlu adanya peran lembaga lain yang kedudukannya sejajar dengan
pemerintah daerah Kabupaten Bogor, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kabupaten Bogor. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengajukan
suatu judul yaitu “Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor Terhadap
Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah (Studi Pelayanan
Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor)”.
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah:
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu meluas, maka
penelitian ini hanya dibatasi pada dampak pelaksanaan fungsi pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor terhadap
perwujudan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor.
6
2. Perumusan Masalah
Untuk memperjelas masalah dalam pembahasan ini, maka dirumuskan
masalah-masalah sebagai berikut:
a. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan efisiensi
administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor?
b. Apa dampak pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor
dalam mewujudkan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah
di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin penulis capai melalui penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor.
b. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD
Kabupaten Bogor dalam mewujudkan efisiensi administrasi pelayanan
kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang penulis lakukan adalah :
a. Manfaat Teoritis
7
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan mengenai fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah, terutama dalam kaitannya dengan pelayanan
publik yang diberikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bogor
khususnya di bidang administrasi pelayanan kesehatan daerah.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi seluruh
komponen pemerintahan daerah Kabupaten Bogor untuk senantiasa
menerapkan prinsip efisiensi dalam pelayanan publik daerah
khususnya di bidang administrasi pelayanan kesehatan daerah
Kabupaten Bogor.
D. Kajian (Review) Studi Terdahulu
Kajian terkait dengan DPRD baik dari segi peran, fungsi dan kewenangan
pasca reformasi khususnya, tengah menjadi bahan diskusi hangat dan mengalami
perkembangan yang cukup signifikan, berbagai karya ilmiah lahir membahas hal
ini. Namun, terkait dengan pembahasan fungsi pengawasan DPRD dalam
kaitannya dengan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan pemerintah daerah
Kabupaten Bogor, sejauh penelusuran penulis belum ada yang pernah
melakukannya. Maka untuk memposisikan skripsi ini kiranya perlu memaparkan
8
penelitian-penelitian sebelumnya agar kemungkinan terjadinya pengulangan
penelitian dapat dihindari.
Skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Petugas Administrasi
Berdasarkan Persepsi Petugas Puskesmas dan Masyarakat Pada Puskesmas
Sukmajaya Kota Depok Tahun 2009”, ditulis oleh Agung Setiadi Wijaya dari
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia pada tahun 2009.
Skripsi ini membahas tentang kinerja petugas administrasi puskesmas Sukmajaya
dalam persepsi petugas administrasi dan masyarakat Sukmajaya Kota Depok
pada tahun 2009. Selain, perbedaan lokasi penelitian, objek dari penelitian
penulis pun berbeda. Dimana penulis mengkhususkan diri pada fungsi
pengawasan DPRD Kabupaten Bogor.
Skripsi tentang “Tinjauan Yuridis Fungsi dan Peranan DPRD Terhadap
Pertanggungjawaban Kepala Daerah di Era Reformasi”, ditulis oleh Yulia Ayu
Rizki dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013. Skripsi ini menjelaskan tentang fungsi dan
peranan DPRD pada umumnya dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban
kepala daerah. Sedangkan penelitian penulis fokus pada DPRD Kabupaten Bogor
terkait pelaksanaan fungsi pengawasannya dalam hubungannya dengan efisiensi
administrasi pelayanan kesehatan daerah khususnya di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor.
Skripsi yang berjudul “Optimalisasi Peran dan Fungsi Dewan
Perwakilan Daerah Dalam Peningkatan Otonomi Daerah Kabupaten
9
Bojonegoro”, ditulis oleh Harum Qorinatuz Zahro dari Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013.
Skripsi ini membahas tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Bojonegoro, dalam upaya peningkatan otonomi daerah Bojonegoro. Selain,
perbedaan lokasi penelitian, objek dari penelitian skripsi penulis pun berbeda.
Dimana penulis mengkhususkan diri pada salah satu fungsi DPRD Kabupaten
Bogor yaitu fungsi pengawasan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpukan bahwa skripsi yang penulis
ajukan tidak sama dengan ketiga skripsi atas.
E. Kerangka Teori dan Konsep
Negara adalah suatu masyarakat yang diorganisasikan secara politik
karena negara ini merupakan sebuah komunitas yang dibentuk oleh suatu tatanan
yang bersifat memaksa dan tatanan pemaksa ini adalah hukum.12
Menurut teori organ, negara merupakan suatu organisme yang
mempunyai alat-alat perlengkapan seperti eksekutif, parlemen dan yang rakyat
yang keseluruhannya memiliki fungsi masing-masing dan saling bergantung satu
dengan yang lainnya. Dalam konteks ini rakyat pemilih dan mereka yang
mewakili berhubungan ketika mereka membentuk lembaga perwakilan yang
memang diinginkan. Ketika lembaga itu berdiri, rakyat pemilih tidak perlu lagi
12
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerjemah Raisul Muttaqien, cet
IV, (Bandung: Nusa Media, 2009), h. 272
10
turut campur dalam pelbagai kerja institusional legislatif karena mereka secara
otomatis akan menjalankan fungsinya masing-masing.13
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah diterangkan bahwa pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga perwakilan
rakyat daerah yang berkedudukan sejajar dengan kepala daerah sebagai
pemerintah daerah.14
Hal ini ditegaskan pada Pasal 342 UU No.27 Tahun 2009
Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, yang menyatakan bahwa DPRD
kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki 3 (tiga) fungsi pokok
sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 343 UU No.27 Tahun 2009
13Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, cet.VII, (Jakarta: Gaya Media Pratama
Jakarta, 2008), h. 255
14Baban Sobandi, dkk., Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah, cet.I,
(Bandung: Humaniora, 2006), h.117
11
Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran,
dan fungsi pengawasan.
Berdasarkan teori mandat imperatif yang mengemukakan bahwa suatu
wakil dalam lembaga perwakilan merupakan wakil yang tidak mengenal siapa
yang diwakilinya. Ia menjabat sebagai wakil karena dirinya ditunjuk oleh
lembaga perwakilan dimana ia bergabung. Dalam konteks ini adalah mereka
yang kemudian diwakili memandatkan suaranya kepada lembaga perwakilan
tertentu, selanjutnya lembaga perwakilan itulah yang menunjuk anggotanya
untuk mewakili konstituen lembaga perwakilan tersebut, sehingga wakil tidak
ada hubungannya dengan pemilih.15
.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dalam Black’s Law Dictionary menyebutkan bahwa Administration is the
management or performance of the executive duties of government, institution or
public. In public law, administration is the practical management and direction
15Bintan R Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, cet.I, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1988), h. 82
12
of the executive departement and it’s agencies,16
(Administrasi adalah
pengaturan atau pelaksanaan tugas penyelenggara negara, institusi atau
masyarakat. Dalam hukum publik, administrasi adalah pengaturan pelaksanaan
dan arah dari penyelenggara departemen dan instansinya).
Sementara terkait dengan efisiensi, Kamus Besar Bahasa Indonesia
menerangkan bahwa efisiensi adalah ketepatan cara (usaha kerja) dalam
menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya).17
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengawasan ialah penilikan dan
pengarahan kebijakan jalannya perusahaan. Dalam kehidupan bernegara tentu hal
ini terkait dengan jalannya kebijakan suatu negara atau pemerintah baik di
tingkat pusat maupun daerah.18
F. Metode Penelitian
Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian
ini, digunakan suatu metode penelitian dengan pemaparan sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
socio-legal. Socio-legal adalah suatu pendekatan alternatif yang menguji studi
16Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Edisi VIII, (United States of America: West
Group, 1999), h. 46
17Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.352
18
Ibid, h. 104
13
doktrinal terhadap hukum,19
sementara dari sifatnya maka penelitian ini
termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif20
yang berbentuk diagnostik dan
evaluatif21
dengan menggunakan pemaparan secara kualitatif.
Metode yang digunakan untuk memahami masalah yang diteliti pada
skripsi ini, tidak melakukan pengukuran secara statistik, melainkan hasil dari
pemaparan pihak responden yang jelas dan rinci terhadap masalah yang
diteliti sehingga memberikan pemahaman yang mendalam terhadap masalah
yang diteliti tersebut.
2. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
a. Data Primer
Data Primer antara lain: data yang diperoleh dari hasil wawancara
kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten
Bogor, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, RSUD Leuwiliang Kabupaten
Bogor dan masyarakat terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan
DPRD terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah.
b. Data Sekunder
19Sulistyowati Irianto dan Shidarta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Ed. I,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 175
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.III, (Jakarta: Universitas Indonesia,
1986), h. 50.
21Singarimbun, Masri dan Effendi Soffian, Penyunting, Metode Penelitian Survey, cet.VI,
(Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), 1985), h. 3
14
Data Sekunder antara lain: data yang diperoleh melalui data-data yang
telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian ini baik berupa buku, koran, jurnal hukum,
majalah maupun melalui media internet.
3. Pengolahan dan Teknik Analisis Data
Berdasarkan bahan-bahan hukum yang diperoleh, meliputi bahan
hukum primer dan sekunder, kemudian penulis mengkelompokkannya sesuai
dengan isu hukum yang akan dibahas. Lalu penulis mengolah bahan-bahan
hukum tersebut secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dengan
menggambarkan permasalahan secara umum ke permasalahan yang khusus
atau lebih konkret.22
Setelah bahan hukum tersebut diolah, penulis kemudian
memaparkannya dalam berbagai aspek serta menuangkannya dalam bentuk
tulisan dengan bahasa penulisan ilmiah guna menjawab isu hukum yang telah
dirumuskan dalam rumusan masalah
4. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
22Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet.VII, (Jakarta: Kencana, 2011), h.42
15
G. Sistematika Penulisan
Untuk dapat menuangkan hasil penelitian kedalam bentuk penulisan yang
teratur dan sistematis, maka skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan
yang terdiri dari lima bab.
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab satu membahas tentang latar belakang, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian (review)
studi terdahulu, kerangka teori dan konseptual, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM PENGAWASAN PELAYANAN PUBLIK
OLEH PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA
Bab dua membahas tentang pemerintahan daerah di Indonesia
(meliputi pengertian otonomi daerah dalam negara kesatuan,
landasan hukum pemerintahan daerah di Indonesia, dan DPRD
dalam pemerintahan daerah), pelayanan publik daerah (meliputi
pengertian pelayanan publik daerah, ruang lingkup pelayanan
publik daerah dan peran pemerintah dalam pelayanan publik
daerah), pengawasan pelayanan publik daerah (meliputi pengertian
pengawasan pelayanan publik daerah, syarat pengawasan
pelayanan publik daerah, dan jenis-jenis pengawasan pelayanan
16
publik daerah).
BAB III : KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN DI
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR
Bab tiga membahas tentang dinas kesehatan pemerintah daerah
Kabupaten Bogor (meliputi landasan hukum pembentukan dinas
kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor dan tugas dan
wewenang dinas kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor),
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten
Bogor (meliputi landasan hukum pembentukan RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor dan tugas dan fungsi RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor), kebijakan standar pelayanan kesehatan
pemerintah daerah Kabupaten Bogor, dan kebijakan retribusi
pelayanan kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor.
BAB IV : ANALISA FUNGSI PENGAWASAN DPRD KABUPATEN
BOGOR TERHADAP EFISIENSI ADMINISTRASI
PELAYANAN KESEHATAN DAERAH (STUDI
PELAYANAN PUBLIK DI RSUD LEUWILIANG
KABUPATEN BOGOR).
Bab empat membahas tentang pelaksanaan fungsi pengawasan
DPRD Kabupaten Bogor (meliputi mekanisme pelaksanaan fungsi
17
pengawasan DPRD Kabupaten Bogor dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten
Bogor), penyelenggaraan efisiensi administrasi pelayanan
kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor (meliputi
kualitas kinerja petugas administrasi pelayanan kesehatan RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor, kuantitas kerja dan petugas
administrasi pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten
Bogor, dan ketepatan waktu penyelesaian proses administrasi
pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor) dan
analisa fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor terhadap
efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor.
BAB V : PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran penulis
18
BAB II
TINJAUAN UMUM PENGAWASAN PELAYANAN PUBLIK OLEH
PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA
A. Pemerintahan Daerah di Indonesia
Kehadiran pemerintahan daerah di Indonesia merupakan salah satu bentuk
upaya untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan.
1. Pengertian Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan
Negara adalah agen atau kewenangan yang mengatur dan
mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat (The state
is an agency or authority managing or controlling these (common) affairs on
behalf of and in the name of the community).1 Negara kesatuan adalah bentuk
negara dimana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan
legislatif nasional/pusat.2
1Roger Soltau, An Introduction to Politics, (London: Longmans, 1961), h. 1, sebagaimana
dikutip oleh Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, cet VI, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2008), h. 48
2C.F Strong, Modern Political Constitutions: An Introduction to the Comparative Study of
Their History and Axisting Form, (London: Sidgwick dan Jackson, 1963), h. 84, sebagaimana dikutip
oleh Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, cet VI, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008), h. 49
18
19
Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa
negara, melainkan hanya ada satu negara. Di dalam negara kesatuan hanya
ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai
kewenangan tertinggi dalam segala hal lapangan pemerintahan. Pemerintahan
pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala
sesuatu dalam negara tersebut.3
Sebagai negara kesatuan, Indonesia memiliki pusat kekuasaan yang
berada di Pemerintah Pusat. Namun, karena heterogenitas yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia, yaitu meliputi kondisi sosial, ekonomi, budaya dan
keragaman tingkat pendidikan masyarakat, maka perlu suatu konsep yang
mampu menaungi keberagaman tersebut dalam bingkai negara kesatuan.
Melalui otonomi daerah atau desentralisasi yang merupakan distribusi
kekuasaan/kewenangan dari pemerintah pusat,4 diharapkan konsep tersebut
dapat terwujud.
Pasca reformasi yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto,
bergulir era yang mendesak pemerintahan pusat untuk mendesentralisasikan
beberapa kewenangannya kepada daerah. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 2001
lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan
3Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, cet.I, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 1990), h. 64
4J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal
dan Tantangan Global, cet.I, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 1
20
Daerah yang menegaskan kembali kepada pelaksanaan otonomi daerah.5 Jika
pada masa sebelumnya pemerintah daerah lebih tunduk pada keinginan pusat,
maka pasca reformasi kewenangan daerah otonom menjadi lebih luas dan
tidak bergantung pada kebijakan pemerintah pusat.6
Otonomi pada dasarnya merupakan sebuah konsep politik,7 menurut
Deliar Noer, politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam
kehidupan bersama atau masyarakat.8 Dalam kamus politik, otonomi adalah
hak untuk mengatur kepentingan urusan internal daerah atau organisasinya
menurut hukum sendiri.9 Sementara menurut J. Barents, Ilmu Politik
mempelajari kehidupan bermasyarakat... dengan negara sebagai bagiannya (en
maatschappelijk leven.... waarvan de staat ee onderdeel vornt).10
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan perundang-
5Syaukani, dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara, cet.I, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007),
h. 14
6Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial Politik FISIP Universitas Indonesia dengan
Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jakarta, dalam penelitian Peran dan Fungsi DPRD di era
Reformasi, (Jakarta: Depok, 2003)
7RDH Koesoemahatmadja, Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia,
cet.I, (Jakarta: Bina Cipta, 1979), h. 45
8Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik, cet.I, (Medan: Dwipa, 1965), h. 56
9BN. Marbun, Kamus Politik, Edisi III, (Jakarta: Pustaka Harapan, 2007), h. 350
10
J.Barents, Ilmu Politika: Suatu Perkenalan Lapangan, terjemahan L.M. Sitorus, cet.I,
(Jakarta: PT Pembangunan,1965), h. 23
21
undangan yang berlaku.11
Dengan adanya otonomi daerah, maka secara
berangsur-angsur beberapa kewenangan pemerintah pusat dialihkan kepada
pemerintah daerah.12
Menurut M. Turner dan D. Hulme dalam Dede Rosyada, berpandangan
bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah transfer kewenangan
untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada publik dari agen
pemerintah pusat kepada agen lain yang lebih dekat kepada publik yang
dilayani, landasan yang melandasi transfer ini adalah teritorial dan
fungsional.13
Otonomi daerah dapat berhasil bila orientasi kepentingan publik
melandasi pengambilan kebijakan. Sebaliknya, otonomi daerah akan gagal
menyejahterakan masyarakat manakala kepentingan elit mendominasi
kebijakan-kebijakan strategis daerah.14
Sri Soemantri berpandangan bahwa substansi dari pemerintahan
daerah adalah adanya pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada
daerah-daerah otonom bukanlah hal itu ditetapkan dalam konstitusinya, akan
11Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, cet.I, (Jakarta: Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997), h. 759
12Ateng Syafrudin, Kapita Selekta, Hakikat Otonomi dan Desentralisasi Dalam
Pembangunan Daerah, cet.I, (Yogyakarta: Citra Media, 2006), h. 5
13
Rosyada, dkk., Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia
dan Masyarakat Madani, cet.I, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 151
14Mariana Dede dan Caroline Paskarina, Demokrasi dan Politik Desentralisasi, cet.I,
(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008), h. 335
22
tetapi karena masalah itu adalah merupakan hakikat dari Negara kesatuan.15
Indonesia sebagai negara kesatuan butuh akan hadirnya otonomi daerah
sebagai upaya untuk memelihara harmoni sosial dan pada saat yang sama juga
memelihara nilai-nilai lokalnya.16
2. Landasan Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia
Pengaturan pemerintahan daerah di Indonesia sudah ada sejak masa
awal kemerdekaan negara Indonesia, yaitu melalui pembentukkan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1945. Dalam undang-undang tersebut, pemerintahan
daerah adalah Komite Nasional Daerah yang berkedudukan sebagai pembantu
pemerintah. Tiga tahun berselang pengaturan mengenai pemerintahan daerah,
diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 yang mendefinisikan
pemerintahan daerah melalui pembagian pemerintahan daerah kedalam
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah,
merupakan peraturan yang menegaskan kembali kepada pelaksanaan otonomi
daerah. Secara eksplisit pada pasal 1 huruf d disebutkan bahwa Pemerintahan
Daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi.
15
Sri Soemantri M, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, cet.I, (Jakarta:
Rajawali Press, 1981), h. 52
16
M. Ryaas Rasyid, “Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya” dalam
Syamsuddin Haris, ed., Desentralisaasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi,
Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, cet.I, (Jakarta: LIPI, 2007), h. 10
23
Saat ini pengaturan mengenai pemerintahan daerah di Indonesia diatur
dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang ini memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menggali
potensi lokalnya sekaligus memberikan perubahan dan keluasan wewenang
bagi lembaga perwakilan daerah, yaitu DPRD (provinsi dan kabupaten).17
3. DPRD Dalam Pemerintahan Daerah
Dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah, diterangkan bahwa “DPRD merupakan lembaga
perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan
pemerintahan daerah”, ini hampir serupa dengan isi Pasal 13 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pemerintahan Daerah, yang berbunyi
“Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah”.
Sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, DPRD memiliki beberapa
kewenangan, diantaranya membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan
kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama, membahas dan
menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD bersama kepala
daerah, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaran
pemerintahan di daerah, mengajukan usulan pengangkatan dan pemberhentian
kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD
17Ketentuan Pasal 40, 42 dan 43 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah
24
Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD
Kabupaten/Kota, serta memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi
kekosongan jabatan wakil kepala daerah dan berbagai kewenangan lainnya.18
Dalam menjalankan kewenangan tersebut, DPRD memiliki beberapa
hak, yaitu hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Namun,
dalam ketentuan Pasal 43 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah, tidak dirumuskan secara jelas sanksi yang dapat
dikenakan kepada pejabat yang tidak menjalankan saran dan rekomendasi dari
DPRD. Padahal, Sanksi diperlukan untuk menanggulangi dan memperbaiki
kinerja pemerintah yang dianggap belum sesuai dengan apa yang dikehendaki
oleh rakyat.
B. Pelayanan Publik Daerah
Pelayanan publik daerah merupakan konsep yang sering digunakan oleh
banyak pihak, baik kalangan praktisi maupun akademisi dengan makna yang
berbeda-beda. Semula pelayanan publik daerah dimaknai sebagai integrasi
pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat di daerah.
1. Pengertian Pelayanan Publik Daerah
Untuk memberi pengertian dari pelayanan publik daerah, maka perlu
kita bahas terlebih dahulu pengertian masing-masing kata pembentuknya,
yaitu pelayanan, publik dan daerah.
18
Intisari tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah
25
Pengertian dari pelayanan itu sendiri adalah perihal/cara melayani.19
Dalam konteks pemerintahanan, pelayanan berkenaan dengan usaha
pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan kondisi yang menjamin warga
masyarakat dapat melaksanakan kehidupan mereka secara wajar.20
Menurut Albrecht, pelayanan dirumuskan sebagai A total
organizational approach that makes quality of service as perceived by the
customer, the number one driving force for the operation of the
business21
(Keseluruhan pendekatan organisasi yang membuat kualitas
pelayanan berdasarkan persepsi pelanggan, sebagai kekuatan pendukung
utama untuk menyelenggarakan pekerjaan).
Dari rumusan tersebut setidaknya ada integrasi dari tiga hal penting,
yaitu bahwa pelayanan merupakan pendekatan yang lengkap yang
membuahkan kualitas pelayanan; kualitas pelayanan ini haruslah berdasarkan
persepsi dari pelanggan/masyarakat dan bukan persepsi dari pemberi
19
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 797
20
M. Ryaas Rasyid, Makna Pemerintahan: Tinjauan Dari Segi Etika dan Kepemimpinan,
cet.I, (Jakarta: Watampone, 1997) , h.116
21
Christopher H Lovelock, Managing Service, (New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliff,
1992), h. 10 sebagaiman dikutip oleh Amin Ibrahim, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta
Implementasinya, cet.I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2008), h. 2
26
pelayanan; dan pelayanan merupakan penggerak utama bagi operasional
kegiatan organisasi pemberi pelayanan apapun nama dan jenisnya.22
Sedangkan definisi dari publik adalah orang banyak (umum).23
Dalam
Random House sebagaimana dikutip oleh Amin Ibrahim,24
Publik adalah
Public, yang mengandung rumusan pengertian berupa : Pertaining to or
affecting a population or a company as a whole; Open to all person; Owned
by a community; Performed on behalf of a community; and Serving a
community as an official (Berkaitan dengan pengaruh kelompok atau
perusahaan secara keseluruhan; terbuka untuk semua orang; dimiliki oleh
masyarakat; dilakukan atas nama masyarakat; dan melayani masyarakat
sebagai pejabat).
Dari berbagai rumusan tersebut, maka pengertian istilah publik
sangatlah bergantung pada konteks mana kita melihatnya. Publik dapat
diartikan sebagai masyarakat luas, sebagai pemerintahan, serta dapat pula
diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum yang
diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintahan.
22Amin Ibrahim, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta Implementasinya, cet.I,
(Bandung: CV. Mandara Maju, 2008), h. 2
23
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1110
24
Amin Ibrahim, Pokok-Pokok Analisis Kebijakan Publik, cet.I, (Bandung: Mandar Maju,
2004), h. 3
27
Kemudian yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah segala
bentuk kegiatan pelayanan kepada publik/umum yang dilaksanakan oleh
instansi Pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik
Negara/Daerah (BUMN/BUMD) dalam bentuk barang dan/atau jasa sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan, yang meliputi tata laksana, tata kerja, prosedur dan
sistem kerja, penerima dan pemberi pelayanan serta kewenangan dan rincian
biaya pelayanan.25
Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik, diterangkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.26
Ismail HM mengemukakan bahwa Pelayanan Publik merupakan
sebuah layanan yang diberikan kepada publik oleh pemerintah baik berupa
barang dan jasa publik.27
Pelayanan publik dapat pula diartikan sebagai
25Disarikan dari Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 81
Tahun 1993, dalam Pedoman Pelayanan Umum , Pasca Sarjana Unpad, 2005
26
Ketentuan umum, Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik
27
Ismail HM, Menuju Pelayanan Prima, Konsep dan Strategi Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik, cet. I, (Malang: Averroes Press, 2010), h, 1
28
pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang
mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan
tata cara yang telah ditetapkan.28
Sementara yang dimaksud dengan daerah adalah lingkungan
pemerintah atau wilayah.29
Dari pemaparan berbagai pengertian diatas maka
dapat ditarik suatu simpulan bahwa pelayanan publik daerah adalah pelayanan
yang diberikan oleh pemerintah/pemerintahan daerah kepada
publik/masyarakat di daerahnya yang meliputi barang dan jasa publik.
2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik Daerah
Ruang lingkup pelayanan publik secara umum (termasuk daerah di
dalamnya) diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik, yang menyebutkan sebagai berikut:
Ayat (1) : Ruang Lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan
barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Ayat (2) : Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal,
komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial,
28
Agung Kurniawan, Tranformasi Pelayanan Publik, cet.I, (Yogyakarta: Pembaruan, 2005),
h. 4
29
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 283
29
energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor
strategis lainnya.
Ayat (3) : pelayanan barang publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh
instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah;
b. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu
badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang
dipisahkan; dan
c. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya
tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang
modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari
kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi
ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
Ayat (4) : pelayanan atas jasa publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi :
30
a. Penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. Penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan
negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. Penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan
dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi
misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Ayat (5) : Pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus memenuhi skala kegiatan yang didasarkan pada ukuran besaran biaya
tertentu yang digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan
publik untuk dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik.
Ayat (6) : Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur
lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Ayat (7) : Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi :
31
a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan
diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka
mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda warga negara;
b. Tindakan adminstratif oleh instansi non pemerintah yang
diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-
undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima
pelayanan.
3. Peran Pemerintah Terhadap Pelayanan Publik Daerah
Pemerintah adalah segenap alat perlengkapan negara atau lembaga-
lembaga kenegaraan yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan
negara.30
Pemerintah juga dapat didefinisikan sebagai organisasi yang
memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-
undang di wilayah tertentu.31
Maka dapat diberi simpulan bahwa pemerintah
merupakan alat negara yang mempunyai kewenangan membuat dan
menerapkan hukum atau undang-undang guna mencapai tujuan negara.
30
Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi, cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 56
31I. Nyoman Sumaryadi, Sosiologi Pemerintahan Dari Perspektif Pelayanan, Pemberdayaan,
Interaksi, dan Sistem Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, cet.II, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013),
h. 16
32
Pemerintah memiliki dua fungsi dasar,32
yaitu fungsi primer atau
fungsi pelayanan dan fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan. Fungsi
primer yaitu fungsi pemerintah sebagai provider jasa-jasa publik yang tidak
diprivatisasikan termasuk jasa layanan civil dan layanan birokrasi. Sementara,
fungsi sekunder yaitu fungsi pemerintah sebagai provider kebutuhan dan
tuntutan masyarakat akan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi
sendiri karena masih lemah dan tak berdaya, termasuk penyediaan dan
pembangunan sarana dan prasarana.
Dalam konteks pemerintahan daerah, kebutuhan akan campur tangan
pemerintah daerah dalam rangka pengaturan dan pelayanan publik sangat
diperlukan. Keterlibatan pemerintah dalam penyelenggaraan fungsi pelayanan
semakin berkembang seiring dengan munculnya pandangan tentang falsafah
negara kesejahteraan (Welfare State).33
Prawirahardjo mengungkapkan bahwa semenjak dilaksanakannya cita-
cita negara kesejahteraan, maka pemerintah semakin intensif melakukan
campur tangan terhadap interaksi kekuatan-kekuatan kemasyarakatan, dengan
tujuan agar setiap warga negara dapat terjamin kepastian hidup minimalnya.
Oleh karena itu secara berangsur-angsur, fungsi awal dari pemerintahan yang
32
Taliziduhu Ndraha, Fungsi Pemerintahan, cet. I, (Jakarta: IIP, 2004), h. 37
33
M.Busrizalti, Hukum Pemda, Otonomi Daerah dan Implikasinya, cet.I, (Yogyakarta: Total
Media, 2013), h. 144
33
bersifat represif, kemudian berkembang dengan fungsi-fungsi lainnya yang
bersifat melayani.34
Keterlibatan pemerintah daerah sebagai penyedia jasa pelayanan
publik, dimaksudkan untuk melindungi dan memenuhi kepentingan
masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep ilmu pemerintahan modern, yang
menyebutkan bahwa ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari
bagaimana pemerintah bekerja memenuhi dan melindungi tuntutan yang
diperintah, akan jasa publik dan layanan sipil dalam hubungan
pemerintahan.35
Terdapat empat jenis kebijakan yang menuntut keterlibatan pemerintah
yang berbeda, yaitu : 36
a) Protective Regulatory Policy merupakan kebijakan yang
dimaksudkan untuk melindungi kelompok minoritas, rentan,
miskin dan mereka yang terisolasi;
b) Competitive Regulatory Policy, yaitu kebijakan yang
dimaksudkan untuk mendorong kompetisi antarpelaksana
kebijakan guna mewujudkan efisiensi pelayanan publik.
34Prawirohardjo, State of The Art dari Ilmu Pemerintahan, cet.I, (Jakarta: Karya Dharma IIP,
1993), h. 8
35
M.Busrizalti, Hukum Pemda, Otonomi Daerah dan Implikasinya, cet.I, (Yogyakarta: Total
Media, 2013), h. 145
36
Randall B Rippley, Policy Analysis in Political Science, (Chicago, Nelson-Hall, 1986) h.
47-48, sebagaimana dikutip dalam buku Lijan Poltak Sinambela, dkk, Reformasi Pelayanan Publik,
Teori, Kebijakan dan Implementasi, cet.V, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 15
34
Umumnya pemerintah akan menyerahkan pelaksanan kebijakan
kepada pihak swasta serta membiarkan antarpelaku (swasta)
bersaing guna tercapai efisiensi optimal;
c) Distributive Regulatory Policy, jenis kebijakan ini dimaksudkan
untuk melakukan distribusi sumber daya kepada masyarakat.
Pendidikan dan kesehatan biasanya digunakan sebagai instrumen
untuk melakukan hal tersebut;
d) Redistributive, jenis kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan
alokasi ulang sumber daya yang ada di masyarakat. Alokasi
ulang perlu dilakukan, guna meminimalisir terjadinya
ketimpangan.
Semakin berkembangnya kehidupan masyarakat, maka tuntutan akan
pelayanan yang harus diberikan oleh pemerintah kepada masyarakatnya pun
akan semakin besar, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari
pemerintah.
C. Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Daerah
Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik daerah merupakan
salah satu upaya agar penyelenggaraan pelayanan publik daerah dilakukan sesuai
dengan apa yang telah ditetapkan sebelumnya. Berikut pemamparan lebih lanjut
mengenai pengawasan pelayanan publik daerah.
35
1. Pengertian Pengawasan Pelayanan Publik Daerah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan
pengawasan adalah penilikan dan pengarahan kebijakan perusahaan,37
dalam
hubungannya dengan penyelenggaraan pelayanan publik daerah, tentu hal ini
terkait dengan kebijakan dari pemerintah daerah.
Menurut George R. Terry, controlling can be defined as the process of
determining what’s to be accomplished, that is the standard, what’s being
accomplished that’s the performance, evaluating the performance, and if
neccesary applying corrective measure so that performance takes place
according to plans, that’s conformity with the standard38
(pengendalian dapat
didefinisikan sebagai proses penentuan apa yang harus diselesaikan, yaitu
standar, apa yang sedang dicapai kinerja, evaluasi kinerja, dan jika perlu
menerapkan tindakan korektif sehingga kinerja yang terjadi sesuai dengan
rencana yang sesuai dengan standar).
Sondang Siagian mengatakan bahwa pengawasan adalah proses
pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar
semua pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah
37
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 104
38M.Manullang, Dasar-dasar Manajemen, cet.XV, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996), h. 34
36
ditentukan sebelumnya.39
Dengan pengawasan, jaminan tercapainya tujuan
dengan mengetahui perbedaan-perbedaan antara rencana dan pelaksanaan
dalam waktu yang tepat, itu lebih mudah tercapai disertai dengan berbagai
usaha perbaikan dan pencegahan pengulangan kesalahan yang sama.40
Newman mengatakan bahwa Control is assurance that the
performance conform to plan41
(Pengawasan adalah jaminan bahwa kinerja
sesuai rencana). Pengawasan merupakan suatu proses terus menerus yang
dilaksanakan dengan jalan mengulangi secara teliti dan periodik.42
Terkait dengan pemerintahan daerah, maksud dari adanya pengawasan
adalah untuk menjaga pelaksanaan otonomi daerah dengan sebenar-benarnya
dan mencegah jangan sampai daerah bertindak melebihi wewenangnya.43
Pengawasan tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan ekskutif,44
sebab
penyelenggaraan pemerintahan oleh eksekutif itu rentan dari penyalahgunaan
39
W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, cet.I, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2013), h.155
40
Josep Riwu Kaho, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, cet.I,
(Jakarta: Bina Aksara, 1982), h.193
41
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata
Usaha Negara di Indonesia, cet. I, (Yogyakarta: Liberty, 1992), h. 37
42
Y.W. Sunindhia, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, cet II, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1996), h.112
43
Soehino, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, cet.I, (Yogyakarta: Liberty, 1983), h.147
44Y.W. Sunindhia, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, cet II, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1996), h. 112
37
kekuasaan, maka kehadiran pengawasan menjadi suatu hal yang urgen untuk
diselenggarakan.
2. Syarat-syarat Pengawasan Pelayanan Publik Daerah
Untuk dapat melakukan serta mendapatkan hasil pengawasan yang
baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni:45
1) Pengawasan harus bersifat khas.
Syarat pertama yang harus dipenuhi pada pengawasan ialah
pengawasan tersebut harus bersifat khas, artinya jelas sasaran dan
tujuan yang ingin dicapai serta ditujukan hanya untuk hal-hal yang
bersifat pokok saja, misalnya hanya mengawasi penyimpangan-
penyimpangan saja;
2) Pengawasan harus mampu melaporkan setiap penyimpangan.
Syarat kedua yang harus dipenuhi adalah pengawasan harus mampu
melaporkan setiap penyimpangan yang terjadi secara tepat, cepat,
dan benar. Dengan demikian, dalam pengawasan harus ada umpan
balik yang dapat dimanfaatkan dengan segera. Segera dalam arti,
tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menindak lanjuti
adanya penyimpangan;
3) Pengawasan harus fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
45Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi III, (Jakarta: Binarupa Aksara,
1996), h. 318
38
Yang dimaksud dengan fleksibel disini ialah harus tanggap terhadap
segala perubahan yang terjadi di masa yang akan datang;
4) Pengawasan harus mencerminkan keadaan organisasi.
Syarat keempat yang harus dipenuhi adalah pengawasan tersebut
harus mencerminkan keadaan organisasi, terutama yang
menyangkut hubungannya dengan struktur organisasi yang telah
ada;
5) Pengawasan harus mudah dilaksanakan.
Kerumitan dalam hal pelaksanaan pengawasan hanya akan
menghambat pencapaian sasaran dari pengawasan itu sendiri. Oleh
karena itu, tata laksana pengawasan haruslah dibuat sesederhana
mungkin, agar lebih mudah dilaksanakan;
6) Hasil pengawasan harus mudah dimengerti
Syarat lain yang harus diperhatikan ialah hasil pengawasan harus
mudah dimengerti dan harus dapat dimanfaatkan untuk menyusun
rekomendasi guna memperbaiki suatu hal yang dipandang tidak
tepat.
Syarat-syarat tersebut diberlakukan bagi setiap objek pengawasan.
Objek pengawasan adalah hal-hal yang akan diawasi dari pelaksanaan suatu
program.46
Terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik daerah, maka
46Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi III, (Jakarta: Binarupa Aksara,
1996), h. 319
39
objek pengawasannya adalah Peraturan Daerah, SK Kepala Daerah, dan
Peraturan Perundang-undangan lainnya.47
3. Jenis-jenis Pengawasan Pelayanan Publik Daerah
Menurut Fachruddin, ia mengemukakan bahwa pengawasan dari sudut
lembaganya dibagi menjadi dua, yaitu48
:
1) Pengawasan Internal, dilakukan oleh badan/organ secara
struktural. Pengertian struktural disini adalah pengawasan yang
dilakukan oleh atasan atau pimpinan suatu organisasi terhadap
bawahannya;
2) Pengawasan Eksternal, dilakukan oleh badan/organ yang secara
struktur berada diluar pemerintah/eksekutif, seperti
kontrol/pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah.
Berdasarkan sifatnya, pengawasan dibedakan atas49
:
1) Pengawasan Preventif, dilakukan sebelum terjadinya
pelaksanaan kegiatan. Preventif berarti mencegah agar tidak
terjadi apa-apa (hal yang tidak diinginkan).50
Sejak masa
47Ade Cahyat, Sistem Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Kabupaten, artikel diakses pada 3 Desember 2013 dari
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/govbrief
48
Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah,
cet.I, (Bandung: Alumni, 2004), h. 92
49M.Soebagio, Hukum Keuangan Negara, cet II, (Jakarta: Rajawali Press,1991), h. 94
50Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1101
40
pemerintahan daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pemerintahan Daerah, pengawasan jenis ini lebih
banyak dilakukan oleh DPRD;51
2) Pengawasan Represif, dilakukan setelah terjadinya pelaksanaan
dan ditemukan adanya kesalahan. Dalam konteks pemerintahan
daerah, wujud dari pengawasan jenis ini berupa penangguhan atau
pembatalan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah, bila
terbukti bertentangan dengan kepentingan umum, dan hal ini
dilakukan oleh pejabat yang berwenang.52
51Irawan Soejito, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, cet.I, (Jakarta:
Bina Aksara, 1984), h.13
52
Musanef, Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, cet.I, (Jakarta: PT Gunung Agung,
1985), h. 205
41
BAB III
KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN DI PEMERINTAH DAERAH
KABUPATEN BOGOR
A. Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor
Dinas Kesehatan merupakan salah satu dinas yang berada di bawah
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, yang dibentuk dalam rangka pelaksanaan
urusan pemerintah daerah di bidang kesehatan. Berikut pemaparan lebih lanjut
mengenai Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
1. Landasan Hukum Pembentukan Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor
Dalam ketentuan Pasal 2 butir a Peraturan Daerah Kabupaten Bogor
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Dinas Daerah, diterangkan
bahwa Dinas Kesehatan merupakan salah satu dinas daerah di pemerintah
daerah Kabupaten Bogor.1
Sebagai salah satu dinas daerah, dinas kesehatan Kabupaten Bogor
mempunyai susunan organisasi yang terdiri atas :2
a. Kepala Dinas;
1
Pembentukan dinas kesehatan merupakan pelaksanaan dari amanat Peraturan Daerah
Kabupaten Bogor Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Susunan dan Kedudukan Organisasi Perangkat
Daerah, yang menyatakan bahwa perlu dibentuknya dinas daerah sebagai pelaksana urusan
pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi daerah .
2Pasal 21 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan
Dinas Daerah
41
42
b. Sekretariat, yang membawahi :
1. Sub Bagian Program dan Pelaporan;
2. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; dan
3. Sub Bagian Keuangan;
c. Bidang Promosi dan Sumber Daya Kesehatan, yang membawahi :
1. Seksi Pengembangan Sumber Daya Kesehatan;
2. Seksi Promosi Kesehatan; dan
3. Seksi Data dan Informasi Kesehatan
d. Bidang Pelayanan Kesehatan, yang membawahi :
1. Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan;
2. Seksi Farmasi dan Pengawasan Obat dan Makanan (POM);
dan
3. Seksi Pelayanan Upaya Kesehatan;
e. Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat, yang membawahi :
1. Seksi Gizi;
2. Seksi Kesehatan Ibu, Anak, dan Keluarga Berencana; dan
3. Seksi Kesehatan Remaja dan Lanjut Usia;
f. Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit dan Kesehatan
Lingkungan, yang membawahi :
1. Seksi Penyehatan Lingkungan;
2. Seksi Pemberantasan Penyakit; dan
3. Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi;
43
g. UPT; dan
h. Kelompok Jabatan Fungsional
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor merupakan unsur pelaksana
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor3 yang berkedudukan sebagai
koordinator penyelenggara pelayanan kesehatan kepada masyarakat daerah
Kabupaten Bogor. Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan
publik yang harus diberikan kepada masyarakat sebagai perwujudan dari
hakikat penyelenggaraan pemerintahan daerah,4
2. Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah
Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Dinas
Daerah, diterangkan bahwa :
1) Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok membantu Bupati
dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan
asas otonomi di bidang kesehatan dan tugas pembantuan;
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dinas kesehatan mempunyai fungsi :
3
Konsideran Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 26 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
4M. Ryaas Rasyid, Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam
Pembangunan Administrasi di Indonesia, cet. I, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1998), h. 139
44
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan;
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di
bidang kesehatan;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kesehatan; dan
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai
dengan tugas dan fungsinya
Namun, rincian lebih lengkap mengenai tugas dan fungsi Dinas
Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, terdapat pada tugas dan
fungsi masing-masing bidang dalam struktur organisasi Dinas Kesehatan
Pemerintah Derah Kabupaten Bogor.
B. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor
Rumah sakit umum daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor,
merupakan salah satu rumah sakit umum yang ada di daerah Kabupaten Bogor.
Namun berbeda dengan rumah sakit umum lainnya, RSUD Leuwiliang
Kabupaten merupakan rumah sakit umum yang pendanaannya bersumber pada
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Bogor. Berikut
pemaparan lebih lanjut mengenai RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
1. Landasan Hukum Pembentukan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor
didirikan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas
C. Rumah sakit ini didirikan sebagai bentuk tindak lanjut dari Peraturan
45
Daerah Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pembentukan
Lembaga Teknis Daerah. Sebagai sebuah organisasi, RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor memiliki struktur organisasi yang terdiri atas : 5
1) Direktur;
2) Bagian Tata Usaha, yang membawahi :
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
b. Sub Bagian Keuangan; dan
c. Sub Bagian Rekam Medik;
3) Bidang Medik, terdiri atas :
a. Seksi Pelayanan dan Pengembangan Medik; dan
b. Seksi Penunjang Medik;
4) Bidang Keperawatan, terdiri atas :
a. Seksi Asuhan dan Mutu Keperawatan; dan
b. Seksi Penunjang Keperawatan
5) Instalasi; dan
6) Kelompok Jabatan Fungsional.
2. Tugas dan Fungsi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor
merupakan unsur pendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
5
Ketentuan Pasal 7 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C
46
dipimpin oleh seorang Direktur yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor
mempunyai tugas pokok untuk membantu Bupati dalam menyelenggarakan
tugas-tugas pemerintah daerah di bidang pelayanan kesehatan dengan
mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilakukan secara
serasi, terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan upaya rujukan.6
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor mempunyai beberapa fungsi, yaitu : 7
1) Penyelenggaraan kebijakan operasional pelayanan medik;
2) Penyelenggaraan kebijakan operasional pelayanan penunjang
medik dan non medik;
3) Penyelenggaraan kebijakan operasional pelayanan dan asuhan
keperawatan, dan lain-lain.
Pemaparan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi pokok tersebut
terdapat pada tugas dan fungsi masing-masing bagian dalam struktur
organisasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
6
Pasal 4 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C
7Pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C
47
C. Kebijakan Mengenai Standar Pelayanan Kesehatan Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang
harus diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor kepada rakyatnya
sebagai bagian dari usaha pembangunan masyarakat. Pembangunan masyarakat
merupakan serangkaian upaya sadar untuk membebaskan masyarakat dari
segala bentuk ketertindasan.8 Di era desentralisasi saat ini pembangunan
cenderung berbasis pada kemandirian lokal sehingga fokus pembangunan lebih
kepada pengembangan potensi lokal.9
Selain itu, desentralisasi juga menuntut adanya kehadiran Pemerintah
Daerah Kabupaten Bogor untuk memainkan peranan pentingnya dalam usaha
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Berbagai sarana untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat telah ditempuh, salah
satunya melalui pendirian rumah sakit.10
Rumah sakit merupakan lembaga
yang langsung memberikan pelayanan publik di bidang kesehatan kepada
masyarakat, sehingga peranannya sangat besar bagi peningkatan derajat
kesehatan masyarakat.
8
A. Mappadjantji, Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan
Dari Perspektif Sains Baru, cet. I, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 158
9Mohammad Takdir Ilahi, Nasionalisme Dalam Bingkai Pluralitas Bangsa Paradigma
Pembangunan dan Kemandirian Bangsa, cet. I, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 75
10
Suparto Adikoesoemo, Manajemen Rumah Sakit, cet. VI, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2012), h. 15
48
Peranan rumah sakit dapat terwujud apabila ditunjang oleh sumber
daya yang mumpuni, meliputi sumber daya manusia dan sumber daya lain
berupa fasilitas kesehatan. Oleh karena itu perlu ditetapkan standar bagi
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang diberlakukan bagi setiap rumah
sakit di Kabupaten Bogor.
Dalam menetapkan standar pelayanan kesehatan, Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor masih mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota, yang meliputi jenis pelayanan beserta indikator
kerja dan target pelayanan (khusus untuk tahun 2010-2015).11
Berikut
pemaparan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kesehatan tersebut :12
1. Pelayanan Kesehatan Dasar
a. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 95% pada tahun 2015;
b. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80% pada tahun
2015
c. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi kebidanan 90% pada tahun 2015;
d. Cakupan pelayanan nifas 90% pada tahun 2015;
11
Wawancara Dita, Staf administrasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Bogor, 12 Febuari
2014
12
Ketentuan Pasal 2 butir (a), (b), (c), (d) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota
49
e. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80%
pada tahun 2010, dan lain-lain.
2. Pelayanan Kesehatan Rujukan
a. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat
miskin 100% pada tahun 2015;
b. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan
sarana kesehatan di Kabupaten/Kota 100 % pada tahun 2015
3. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar
Biasa/KLB cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan
penyelidikan epidemiologi < 24 jam 100% pada tahun 2015; dan
4. Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat cakupan Desa
Siaga Aktif 80% pada tahun 2015
Pelaksanaan standar pelayanan kesehatan minimal tersebut merupakan
tanggung jawab dari Bupati Bogor, yang secara operasional dikoordinasikan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.13
Dan dalam pelaksanaannya
penerapan standar pelayanan minimal ini harus diselenggarakan sesuai dengan
Pedoman/Standar Teknis yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota.14
13Wawancara Dini, Staf administrasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Bogor, 12 Febuari
2014
14
Ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota
50
D. Kebijakan Mengenai Retribusi Pelayanan Kesehatan Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
yang merupakan tanggung jawab diadakannya otonomi daerah di Kabupaten
Bogor. Maka, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor membentuk Peraturan
Daerah Kabupaten Bogor Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan
Kesehatan. Peraturan daerah ini merupakan penyempurnaan dari peraturan
daerah yang telah dikeluarkan sebelumnya yaitu Peraturan Daerah Kabupaten
Bogor Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan dan
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Retribusi
Pelayanan Kesehatan.
Penyempurnaan ini didasarkan pada perlunya biaya yang memadai
dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan disertai dengan adanya
penyesuaian tarif retribusi dengan berdasarkan pada kemampuan Dinas
Kesehatan dalam menyediakan layanan yang bersangkutan.
Retribusi pelayanan kesehatan adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas pelayanan atau jasa yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pribadi atau badan.15
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1)
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Retribusi
Pelayanan Kesehatan, Retribusi diberikan kepada pelayanan kesehatan di :
15Ketentuan umum Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 16 Tahun 2010 Tentang
Retribusi Pelayanan Kesehatan
51
a. Puskesmas;
b. Puskesmas DTP;
c. Puskesmas Pembantu;
d. Puskesmas keliling, dan lain-lain.
Besaran tarif retribusi pelayanan kesehatan yang diberikan, ditetapkan
dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan
masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan
tersebut. Secara rinci berdasarkan ketentuan Pasal 9 Peraturan Daerah Kabupaten
Bogor Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan, ada 6
golongan struktur tarif retribusi pelayanan kesehatan yang didasarkan pada :
a. Unit pelayanan (meliputi unit rawat jalan, gawat darurat, rawat
inap dan pemeriksaan diagnostik laboratorium klinik);
b. Jenis pelayanan;
c. Kelas perawatan;
d. Keahlian pelaksana;
e. Asal rujukan; dan
f. Jarak tempuh ambulans.
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor
Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan, pembayaran retribusi
dilakukan di kas daerah atau di tempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan
dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen lain yang
dipersamakan.
52
BAB IV
ANALISA FUNGSI PENGAWASAN DPRD KABUPATEN BOGOR
TERHADAP EFISIENSI ADMINISTRASI PELAYANAN KESEHATAN
DAERAH (STUDI PELAYANAN PUBLIK DI RSUD LEUWILIANG
KABUPATEN BOGOR)
A. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor
Fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi yang dimiliki oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor. Fungsi ini mempunyai
peranan yang sangat penting dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dari
pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Berikut pemaparan
lebih lanjut mengenai fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor.
1. Mekanisme Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor
merupakan lembaga perwakilan rakyat atau parlemen lokal yang berada di
Kabupaten Bogor. Di Indonesia, kehadiran parlemen lokal melalui DPRD
merupakan bagian integral dari proses perancangan kelembagaan politik
paling awal menyusul lahirnya Indonesia sebagai sebuah negara merdeka.1
Dalam peranannya sebagai lembaga perwakilan, DPRD Kabupaten
Bogor menempatkan diri selaku kekuasaan penyeimbang (balanced power)
1Cornelis Lay, Parlemen Lokal di Indonesia, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Edisi 40 (September
2013), h.2
52
53
yang mengimbangi dan melakukan kontrol efektif terhadap Kepala Daerah
serta seluruh jajaran pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Demi
mewujudkan peranan tersebut DPRD Kabupaten Bogor memiliki 3 (tiga)
fungsi utama, yaitu :
a. Fungsi Legislasi;
b. Fungsi Anggaran; dan
c. Fungsi Pengawasan.
Khusus fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPRD Kabupaten
Bogor, merupakan salah satu fungsi management untuk menjamin agar
pelaksanaan kegiatan pemerintah sesuai dengan kebijakan dan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya, serta memastikan agar tujuan pemerintah dapat
tercapai secara efektif dan efisien.
Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, fungsi pengawasan ini
merupakan suatu mekanisme peringatan dini untuk mengawal pelaksanaan
aktivitas pencapaian tujuan dan sasaran. Sedangkan bagi DPRD Kabupaten
Bogor, fungsi pengawasan merupakan tugas mulia untuk memberikan
telaahan dan saran, berupa tindakan perbaikan.2
Dalam pelaksanaan fungsi pengawasannya, DPRD Kabupaten Bogor
tentu sangat membutuhkan peran aktif masyarakat sebagai konstituennya
untuk memberikan penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah
2
Wawancara Hasanabe, Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor, Fraksi Partai Golongan
Karya, Bogor, 14 Februari 2014
54
Daerah Kabupaten Bogor. Wujud dari kebijakan Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor tersebut adalah berupa peraturan daerah yang dibuat
bersama dengan DPRD Kabupaten Bogor, dan peraturan bupati yang
merupakan kewenangan khusus yang dimiliki oleh Bupati Kabupaten Bogor
serta peraturan teknis lainnya yang dibuat oleh seluruh dinas pemerintah
daerah Kabupaten Bogor.
Peran aktif masyarakat untuk membantu fungsi pengawasan DPRD
Kabupaten Bogor dapat disalurkan melalui 2 (dua) cara, yaitu 1) Melalui
musrenbang (merupakan jalur birokrasi dimana masyarakat harus melalui
prosedur tertentu yang ditetapkan oleh DPRD Kabupaten Bogor untuk
menyalurkan aspirasinya) dan 2) Melalui masa reses yang dimiliki oleh
setiap anggota DPRD Kabupaten Bogor (merupakan jalur politis, dimana
setiap anggota DPRD Kabupaten Bogor menemui konstituennya pada masa
tertentu, untuk menerima segala aspirasi dari konstituennya tersebut
termasuk penilaian mereka terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah
Daerah Kabupaten Bogor).3
Namun, khusus untuk jalur birokrasi (musrenbang), penyaluran
aspirasi masyarakat haruslah terlebih dahulu disampaikan kepada suatu
organisasi kemasyarakatan atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
3
Wawancara Hasanabe, Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor, Fraksi Partai Golongan
Karya, Bogor, 14 Februari 2014
55
Untuk kemudian aspirasi akan disampaikan kepada DPRD Kabupaten Bogor
dengan mengatas-namakan organisasi tersebut.4
Berdasarkan aspirasi-aspirasi yang disampaikan terutama dalam
kaitannya dengan ketidakpuasan masyarakat atas pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, maka DPRD
Kabupaten Bogor, melalui komisi yang berwenang melakukan penyelidikan
terlebih dahulu atas payung hukum dari penyelenggaraan pelayanan publik
yang dikeluhkan tersebut (peraturan daerah, peraturan bupati dan peraturan
teknis lainnya).5
Setelah itu, anggota DPRD Kabupaten Bogor kemudian
menyampaikannya dalam rapat paripurna bersama dengan Pemerintah
Daerah Kabupaten Bogor, disertai dengan saran untuk melakukan perbaikan
demi menjawab keluhan yang dialami oleh masyarakat daerah Kabupaten
Bogor.
4
Wawancara Hasanabe, Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor, Fraksi Partai Golongan
Karya, Bogor, 14 Februari 2014
5Ibid
56
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Fungsi Pengawasan
DPRD Kabupaten Bogor
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi
pengawasan DPRD Kabupaten Bogor. Menurut Bapak Drs. H. Hasanabe,
faktor-faktor tersebut adalah : 6
a. Pengetahuan masyarakat atas adanya kebijakan Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor;
b. Sosialisasi kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor;
c. Peran aktif masyarakat untuk memberikan penilaian atas kinerja
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam pelaksanaan kebijakan
pemerintah daerah Kabupaten Bogor;
d. Peran aktif dari masing-masing anggota DPRD Kabupaten Bogor,
untuk senantiasa menerima serta menyalurkan aspirasi rakyatnya
kepada pemerintah daerah dalam rangka melakukan perbaikan
pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogorr; dan
e. Keterbukaan informasi dari pihak Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor, atas peraturan pelaksana dari peraturan daerah Kabupaten
Bogor yang dibuat bersama DPRD Kabupaten Bogor.
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat diketahui bahwa ada 3
(tiga) pihak yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan fungsi
6
Wawancara Hasanabe, Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor, Fraksi Partai Golongan
Karya, Bogor, 14 Februari 2014
57
pengawasan DPRD Kabupaten Bogor, yaitu masyarakat, pemerintah daerah
dan DPRD Kabupaten Bogor.
B. Penyelenggaraan Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah di
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
Penilaian terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor, dapat menggunakan beberapa indikator,
diantaranya kualitas kinerja petugas administrasi, kuantitas kerja dan petugas
administrasi, dan ketepatan waktu penyelesaian proses administrasi pelayanan
kesehatan.
Namun, agar penilaian yang diberikan lebih objektif maka perlu diberikan
penilaian dari 2 sudut pandang berbeda yaitu dari sudut pandang petugas
administrasi dan dari sudut pandang masyarakat pengguna jasa petugas
administrasi. Berikut pemaparan lebih lanjut terkait hal-hal tersebut.
1. Kualitas Kinerja Petugas Administrasi Pelayanan Kesehatan RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor
Kualitas merupakan bagian terpenting dan tidak terpisahkan dalam
rangka mengukur keberhasilan pencapaian sasaran suatu organisasi, hal ini
dapat dilihat dari pencapaian hasil kerja yang diperoleh dalam kurun waktu
tertentu. Selain itu, kualitas juga dijadikan sebagai nilai ideal untuk menilai
kinerja pelaksana kegiatan suatu organisasi, dalam ini adalah RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor.
58
Dilihat dari kualitas kerja yang telah dilakukan oleh petugas
administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, dapat dikatakan sudah
memenuhi aspek-aspek tugas yang diberikan oleh direktur RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor. Aspek-aspek tersebut lebih mengarah pada aturan-aturan
yang ada dan standar-standar yang telah ditetapkan oleh RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor.7
Berdasarkan pernyataan salah satu petugas administrasi di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor, bahwa pola pengerjaan tugas berupa
penyelenggaraan administrasi pelayanan kesehatan dan penyelesaian
pelaporan administrasi pelayanan kesehatan sudah dilakukan dengan
mengikuti Standar Operating Procedure (SOP) dan tata kerja yang ada di
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor8
Disamping itu, sistem kerja yang dilakukan petugas administrasi selalu
menekankan pada keadaan data yang ada di lapangan. Maka, sekalipun SOP
telah diterapkan dengan sebaik-baiknya, namun belum tentu hasil yang
diperoleh akan sesuai dengan harapan dan target yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, baik tidaknya kualitas kerja yang dilakukan oleh petugas
7
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medis RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, Bogor,
19 Februari 2014
8Wawancara Ade Sri, Petugas Loket RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, Bogor, 19
Februari 2014
59
administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, selain dipengaruhi oleh
penerapan SOP, juga dipengaruhi oleh keadaan data di lapangan.9
Dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja petugas administrasi,
pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor selalu mengusahakan adanya
pelatihan yang harus diikuti oleh petugas administrasi, meliputi petugas
administrasi umum dan kepegawaian, keuangan maupun rekam medik.10
Penyelenggaraan pelatihan tidak selalu dilaksanakan pada bulan yang
sama untuk tiap tahunnya, melainkan disesuaikan dengan kesiapan dari pihak
rumah sakit dan pihak lain selaku pendukung terlaksananya kegiatan
pelatihan. Namun, sejak RSUD Leuwiliang ini berdiri, pelatihan belum pernah
tidak dilaksanakan dan selalu dicantumkan dalam anggaran yang diajukan
oleh pihak rumah sakit kepada pemerintah daerah Kabupaten Bogor.11
Pelatihan yang telah diikuti oleh petugas administrasi juga tidak dapat
menjamin pelaksanaan tugas mereka sesuai dengan yang diharapkan dan
dapat mencapai target yang telah ditetapkan. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi hal tersebut, diantaranya adalah pola kerja yang dilakukan oleh
petugas administrasi dalam mengambil data, yang tidak hanya berasal dari
9Wawancara Ade Sri, Petugas Loket RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, Bogor, 19
Februari 2014
10
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor,
Bogor, 19 Februari 2014
11Ibid
60
RSUD Leuwiliang saja. Akan tetapi, petugas administrasi diharuskan juga
mengambilnya dari pihak luar, misalnya dari pengobatan klinik swasta yang
termasuk dalam wilayah kerja RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Contoh dalam hal perekapan data, di satu sisi petugas administrasi
diharuskan melakukan perekapan datanya sendiri di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor, namun di sisi lain ia juga diharuskan untuk menunggu data
yang berasal dari pihak pengobatan swasta untuk kelengkapan data RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dengan demikian, target yang seharusnya
dapat diselesaikan sesuai rencana menjadi terhambat akibat adanya data
pelaporan yang belum masuk ke pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.12
Di sisi lain, masyarakat menilai bahwa beberapa petugas administrasi
di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor belum mumpuni dalam hal
kompetensi pelaksanaan tugas administrasi di rumah sakit.13
Sebab, apabila
petugas tersebut memiliki kompetensi yang mumpuni, tentu pelayanan yang
diberikan akan memuaskan sehingga pasien di rumah sakit tidak banyak yang
terlantar akibat pelayanan administrasi yang kurang berkualitas.14
Dari pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa secara
normatif petugas administrasi telah menjalankan tugasnya sesuai dengan 12
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor,
Bogor,19 Februari 2014
13Wawancara Yusup, Wiraswasta, Bogor, 05 Mei 2014
14Wawancara Syamsul, Wiraswasta, Bogor, 19 Februari 2014
61
prosedur dan standar-standar yang telah ditetapkan. Namun, hambatan dari
berbagai hal menjadi penyebab pelaksanaan tugas tersebut tidak berjalan
sebagaimana mestinya sehingga memunculkan berbagai keluhan dari
masyarakat.
2. Kuantitas Kerja dan Petugas Administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten
Bogor
Kuantitas kerja merupakan istilah yang digunakan sebagai bagian dari
banyaknya jumlah atau unit pekerjaan yang harus dikerjakan oleh petugas
administrasi. Baik itu menyangkut pada pekerjaan rutin yang dilakukan oleh
petugas administrasi berupa tugas-tugas yang harus diselesaikan per harinya,
maupun tugas-tugas yang sifatnya non rutin yang pengerjaannya dapat ditunda
terlebih dahulu.
Sedangkan untuk mengukur kuantitas pekerjaan petugas administrasi
secara umum, itu lebih mengacu pada pekerjaan yang sifatnya rutin saja, dan
jumlahnya sangat bergantung pada kondisi di lapangan. Akan tetapi, setiap
pekerjaan petugas administrasi selalu berdasarkan tugas pokok dan fungsi
yang diberikan oleh Direktur RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Berdasarkan pernyataan dari salah satu petugas administrasi di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor, jumlah pekerjaan rutin yang dilakukan oleh
petugas administrasi secara umum tidak dapat dipastikan jumlahnya namun ia
tidak terlepas dari pencatatan surat masuk, surat keluar, setor restribusi,
pembuatan administrasi pelaporan dan pelaksana laboratorium. Maka dapat
62
disimpulkan bahwa jumlah pekerjaan rutin yang selalu dilaksanakan oleh
petugas administrasi pada umumnya berjumlah lima jenis pekerjaan setiap
harinya.15
Dengan demikian, pola kerja yang dilakukan oleh petugas administrasi
sangat mengacu pada pengalaman yang ada di lapangan. Namun pada
prinsipnya, petugas administrasi harus memiliki pandangan mengenai
bagaimana cara mengkondisikan suatu tugas yang diberikan oleh Direktur
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor supaya dapat diselesaikan dengan tepat
waktu.
Sementara terkait dengan kuantitas petugas administrasi yang ada di
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, meliputi petugas adminstrasi umum dan
kepegawaian, keuangan dan rekam medik itu berjumlah sekitar 76 orang.
Jumlah ini tentu tidak sebanding dengan beban pekerjaan yang harus mereka
kerjakan tiap harinya. Sebab berdasarkan kondisi di lapangan, masyarakat
penggunan jasa pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
itu terlampau banyak. Hal ini terbukti dari banyaknya kunjungan pasien
rumah sakit tiap harinya.
Namun demikian, ada kiat-kiat khusus yang diterapkan oleh pihak
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor untuk menanggulangi permasalahan
tersebut, yaitu melalui penerapan kebijakan rangkap beban kerja dan
15
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor,
Bogor, 19 Februari 2014
63
diperbolehkannya petugas administrasi untuk menyelesaikan tugas mereka di
rumahnya masing-masing.16
Di lain pihak, masyarakat atau pasien tentu tidak banyak yang
mengetahui jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh masing-masing
petugas administrasi khususnya petugas yang sering mereka temui yaitu
petugas loket.17
Maka, seharusnya petugas administrasi terutama petugas loket
diharapkan mampu untuk memberikan pengertian mengenai beban kerja
mereka kepada pasiean agar pasien pun mengerti dan keluhan dapat
diminimalisir.18
3. Ketepatan Waktu Penyelesaian Proses Administrasi Pelayanan
Kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Ketepatan waktu dapat diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan
petugas administrasi untuk menyelesaikan pekerjaannya. Baik itu pekerjaan
administrasi yang bersifat rutin maupun yang tidak rutin dilaksanakan. Untuk
itu ketepatan waktu dipandang sebagai salah satu aspek penting untuk
mengukur efisiensi kinerja petugas administrasi. Ketepatan waktu juga
merupakan wujud dari kedisplinan petugas administrasi dalam menjalankan
tugasnya.
16
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor,
Bogor, 19 Februari 2014
17Wawancara Rizky, Wiraswasta, Bogor, 05 Mei 2014
18Wawancara Jerry, Pegawai Swasta, Bogor, 05 Mei 2014
64
Khusus untuk petugas loket administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten
Bogor, jika dilihat dari tingkat kedisiplinan yang dimiliki oleh petugas
administrasi, dedikasi dari masing-masing petugas telah nampak ketika
mereka datang lebih awal ke RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Sehingga
mereka pun lebih awal untuk memulai tugas mereka.19
Namun, kondisi tersebut tidak diimbangi oleh petugas administrasi
medis dan petugas medisnya. Hal ini nampak dari pintu-pintu poli pelayanan
kesehatan yang masih terkunci dan tertutup. Meskipun sudah ada petugas
administrasi medis dan petugas medis yang datang, namun pelayanan tetap
belum dimulai. Padahal, masyarakat atau pasien sudah banyak yang
menunggu untuk menerima pelayanan kesehatan.20
Dan hal inilah yang
seringkali dikeluhkan oleh masyarakat atau pasien.
Kemudian dilihat dari proses pengumpulan administrasi pelaporan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor belum sepenuhnya petugas administrasi
dapat menyerahkannya tepat waktu. Meskipun jarang terjadi, namun hal ini
perlu mendapat perhatian khusus dari pihak rumah sakit dan harus segera
ditanggulangi. Secara umum, keterlambatan terjadi diakibatkan oleh
19
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor,
Bogor, 19 Februari 2014
20Ibid
65
kurangnya koordinasi antara petugas administrasi dengan petugas lainnya
selaku pemegang progam pelayanan RSUD Leuwiliang.21
Di sisi lain, masyarakat atau pasien menilai bahwa tak jarang beberapa
petugas administrasi terutama di loket yang bekerja agak santai, sehingga
petugas administrasi terkesan mengulur-ulur waktu penyelesaian proses
administrasi pelayanan kesehatan yang diberikan.22
Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
ketidaktepatan penyelesaian proses pelayanan administrasi, semata-mata
bukanlah berasal dari kelalaian petugas administrasi. Banyak faktor yang
berpengaruh didalamnya. Sementara hal ini jarang diketahui oleh masyarakat
atau pasien. Oleh karena itu, penjelasan dari petugas administrasi atas
keterlambatan penyelesaian proses administrasi pelayanan kesehatan mutlak
diperlukan agar masyarakat atau pasien lebih bijak dalam menghadapi
kondisi tersebut
Namun demikian, petugas administrasi juga diharapkan untuk tidak
memanfaatkan kebijaksanaan masyarakat dengan sengaja mengulur-ulur
waktu penyelesaian proses administrasi pelayanan kesehatan, karena kepuasan
masyarakat merupakan tujuan utama dari pemberian pelayanan kesehatan
secara keseluruhan.
21Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor,
Bogor, 19 Februari 2014
22Wawancara Marzuki, Wiraswasta, Bogor, 19 Februari 2014
66
Selanjutnya, diperlukan tindakan tegas yang harus diberikan oleh
pihak rumah sakit kepada faktor-faktor penyebab keterlambatan penyelesaian
administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Sehingga efisiensi waktu dalam pelayanan kesehatan dapat terwujud.
C. Analisa Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor Terhadap Efisiensi
Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten
Bogor.
Pada dasarnya, fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPRD Kabupaten
Bogor adalah untuk menunjang pelaksanaan fungsi-fungsi DPRD Kabupaten
Bogor lainnya, yaitu fungsi anggaran dan fungsi legislasi. Fungsi pengawasan ini
diberlakukan terhadap kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam
melaksanakan kebijakan yang telah ia buat.
Dalam hal pengawasan terhadap efisiensi administrasi pelayanan
kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, merupakan suatu
permasalahan yang sifatnya teknis. Dan pengawasan yang diberlakukan atas
pelaksanaannya cenderung kepada pengawasan internal yang dilakukan oleh
inspektorat dibawah Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.23
Namun, bukan berarti pengaruh fungsi pengawasan DPRD Kabupaten
Bogor terhadap hal tersebut menjadi tidak ada. Sebab, efisiensi administrasi
pelayanan kesehatan merupakan bagian dari kinerja Pemerintah Daerah
23Wawancara pribadi dengan Dini, Staf administrasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor,
Bogor, 12 Febuari 2014
67
Kabupaten Bogor yang merupakan objek dari pelaksanaan fungsi pengawasan
DPRD Kabupaten Bogor.
Menurut Bapak Hasanabe (anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor),
penyebab utama keluhan masyarakat lebih cenderung kepada kurangnya
pengetahuan atas tipe rumah sakit yang ada di Kabupaten Bogor khususnya
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Masyarakat cenderung menuntut
pelayanan dan fasilitas yang sama bagi setiap rumah sakit yang ada di Kabupaten
Bogor. Padahal, perlu diketahui tiap-tiap rumah sakit itu memiliki tipenya
sendiri.24
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C, maka kemampuan
RSUD Leuwiliang baik dari segi fasilitas maupun sumber daya manusia
(karyawan) itu sangatlah terbatas, hal ini disesuaikan dengan kategori RSUD
Leuwiliang yang masih kelas C dan sumber pendanaan yang masih berasal dari
APBD Kabupaten Bogor.
Jumlah pengguna jasa rumah sakit yang tidak sebanding dengan jumlah
petugas rumah sakit khususnya petugas administrasi pelayanan kesehatan,
merupakan pangkal penyebab munculnya penilaian negatif terhadap efisiensi
administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
24Wawancara Hasanabe, Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor, Fraksi Partai
Golongan Karya, Bogor, 14 Februari 2014
68
Di lain pihak, masyarakat tentu tidak banyak yang mengetahui kondisi
tersebut, mulai dari tipe rumah sakit hingga pada keterbatasan jumlah petugas
rumah sakit. Yang masyarakat inginkan adalah kepuasan terhadap pelayanan
yang diberikan, sehingga pihak rumah sakit dituntut untuk tetap memberikan
pelayanan prima meskipun dalam kondisi yang serba terbatas.
Indikator pelayanan prima yang diberikan oleh pihak rumah sakit, dapat
terwujud apabila pihak rumah sakit sudah memberikan pelayanan yang tepat
daya, tepat guna dan tepat waktu. Ketiga hal tersebut merupakan esensi dari
efisiensi dalam pemberian pelayanan kesehatan. Namun, hal ini tentu sulit
tercapai apabila keterbatasan sumber daya manusia dan fasilitas belum dapat
ditanggulangi dengan baik oleh pihak rumah sakit.
Sebagai bagian dari instansi daerah yang sumber pendanaannya berasal
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Bogor, tentu
pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor tidak dapat dengan leluasa untuk
melakukan perubahan dalam rangka menanggulangi keterbatasan tersebut.
Misalnya, untuk penambahan jumlah petugas administrasi yang
pelayanannya dikeluhkan oleh masyarakat atau pasien. Pihak RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor, harus terlebih dahulu mengajukan anggaran kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, untuk kemudian dibahas bersama dengan
DPRD Kabupaten Bogor. Begitu pun dalam hal penyelenggaraan pelatihan guna
peningkatan kualitas kompetensi petugas administrasi RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor. Dengan demikian, maka peranan DPRD Kabupaten Bogor
69
untuk menunjang efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor menjadi jelas.
Melalui fungsi pengawasannya sebagai tindak lanjut dari penyaluran
aspirasi masyarakat, DPRD Kabupaten Bogor dapat meminta keterbukaan data
atau informasi dari pemerintah daerah Kabupaten Bogor terkait penyelenggaraan
administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
(berdasarkan laporan pengawasan inspektorat pemerintah daerah Kabupaten
Bogor). Setelah data diperoleh, maka DPRD Kabupaten Bogor mengkaji data
tersebut dan menyesuaikannya dengan keadaan di lapangan serta dengan
pertimbangan aspirasi masyarakat.
Pengkajian pada mulanya difokuskan pada penyerapan anggaran yang
telah dialokasikan untuk pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Kemudian,
pengkajian dilanjutkan pada tahap kinerja pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten
Bogor, khususnya kinerja petugas administrasinya.
Dari hasil pengkajian tersebut, DPRD Kabupaten Bogor dapat membuat
rencana penanggulangannya. Salah satunya adalah dengan menambah jumlah
anggaran yang dialokasikan untuk pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor,
guna menambah jumlah petugas administrasi rumah sakit dan sarana pendukung
kinerjanya serta untuk penyelenggaraan pelatihan bagi petugas administrasi
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Usulan penanggulangan tersebut kemudian disampaikan oleh pihak
DPRD Kabupaten Bogor kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.
70
Selanjutnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menyampaikannya kepada
pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Setelah itu, pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor mulai
merumuskan pengajuan tambahan anggaran untuk menambah jumlah petugas
administrasi dan fasilitas pendukung kinerjanya serta tambahan anggaran untuk
penyelenggaraan pelatihan bagi petugas administrasi dalam rangka peningkatan
kinerja (efisiensi termasuk didalamnya) RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Setelah rumusan pengajuan tambahan anggaran selesai dibentuk, maka
rumusan tersebut akan disampaikan kepada pihak Pemerintah Daerah Kabupaten
Bogor, untuk dicantumkan dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja
daerah (RAPBD) Kabupaten Bogor tahun anggaran berikutnya. RAPBD ini
selanjutnya akan dibahas bersama dengan DPRD Kabupaten Bogor untuk
memperoleh persetujuan bersama.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka adanya fungsi pengawasan DPRD
Kabupaten Bogor ini, tentu akan berdampak bagi pengembangan efisiensi
administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor,
dampak-dampak tersebut antara lain :
1) Adanya anggaran tambahan untuk pengembangan RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor, berupa :
a) Penambahan jumlah petugas administrasi pelayanan kesehatan di
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor;
71
b) Penambahan fasilitas pendukung kinerja petugas administrasi
pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor;
c) Penambahan anggaran untuk penyelenggaraan pelatihan bagi
petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor.
2) Pihak inspektorat dapat mengetahui dan memperbaiki cara kerja dan
pengaturan beban kerja petugas administrasi pelayanan kesehatan di
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Sehingga efisiensi dapat segera
terwujud.
Dampak-dampak positif tersebut dapat tercapai apabila ada koordinasi
aktif dan rutin dari para pihak terkait (Masyarakat, Pemerintah Daerah, DPRD
dan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor). Apabila koordinasi tidak berjalan
dengan baik, maka tidak mengherankan jika keluhan dari masyarakat atas
efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten
Bogor akan tetap terjadi.
Tanggungjawab untuk melakukan koordinasi yang baik diantara para
pihak terkait tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan amanat yang diberikan
oleh rakyat. Sebagai daerah yang mayoritas penduduknya muslim, pelaksanaan
amanat merupakan kewajiban dan perintah agama, sebagaimana termaktub dalam
QS:Al-Anfal:27
72
Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui”
Kesadaran akan tanggung jawab besar diemban oleh Pemerintah Daerah,
DPRD dan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor selaku pemegang amanat
rakyat daerah Kabupaten Bogor, mutlak diperlukan. Maka, jika terjadi
penyelewenangan, maka pihak-pihak tersebut tidak hanya harus bertanggung
jawab terhadap rakyat, tetapi juga terhadap Allah SWT. Dengan demikian,
maka diharapkan keluhan masyarakat terhadap administrasi pelayanan
kesehatan yang dianggap belum efisien dapat teratasi.
73
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan efisiensi administrasi
pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah :
a. Standar Operating Procedure (SOP) dan Tata Kerja RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor yang masih berbelit-belit;
b. Jumlah petugas administrasi pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor yang masih terbatas;
c. Jumlah beban kerja petugas administrasi pelayanan kesehatan RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor yang terlampau banyak dan tidak
sebanding dengan jumlah petugas administrasi RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor;
d. Sumber kelengkapan data administrasi pelayanan kesehatan RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor yang tidak seluruhnya ada di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor; dan
e. Fasilitas pendukung kinerja petugas administrasi pelayanan kesehatan
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor yang kurang memadai.
73
74
2. Dampak dari pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor
terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah ditemukannya beberapa faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan
(sebagaimana telah dipaparkan pada simpulan point pertama diatas),
sehingga tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh pihak DPRD Kabupaten
Bogor adalah berupa :
a. Penambahan anggaran untuk pengembangan RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor, meliputi :
1. Penambahan jumlah petugas administrasi pelayanan kesehatan di
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor;
2. Penambahan fasilitas pendukung kinerja petugas administrasi
pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor; dan
3. Penambahan anggaran untuk penyelenggaraan pelatihan bagi
petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor.
b. Pemberitahuan kepada pihak inspektorat akan hal tersebut, sehingga
pihak inspektorat dapat mengetahui dan memperbaiki cara kerja serta
pengaturan beban kerja petugas administrasi pelayanan kesehatan di
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
75
B. SARAN
Berdasarkan simpulan tersebut maka penulis menyarankan kepada
pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor untuk : 1) Menyederhanakan pola
tata kerja petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor; 2) Menambah jumlah petugas administrasi pelayanan
kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor agar mampu menangani beban
kerja petugas yang selama ini dianggap terlalu banyak dan tidak sebanding
dengan jumlah petugas administrasi yang ada saat ini; 3) Mempercepat
pengumpulan kelengkapan data administrasi pelayanan kesehatan yang berada di
luar RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor; 4) Menambah fasilitas pendukung
kinerja petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor.
Kemudian, terkait dengan DPRD Kabupaten Bogor, penulis
menyarankan agar pihak DPRD Kabupaten Bogor senantiasa bertindak aktif
untuk menyuarakan aspirasi rakyatnya, seperti dengan menyediakan kotak saran
dan lain-lain, dengan demikian DPRD dapat mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang.
Selain itu, DPRD Kabupaten Bogor juga dapat melakukan evaluasi
langsung terhadap RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dengan cara memanggil
direktur RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor sebagai wujud pelaksanaan fungsi
pengawasan terhadap pelayanan publik.
76
DAFTAR PUSTAKA
Kitab suci Al-Qur’an
Buku
Adikoesoemo, Suparto, Manajemen Rumah Sakit, Cet.VI, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2012
Asshidiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Cet.II, Jakarta:
Konpress, 2005
Azwar, Azrul, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi III, (Jakarta: Binarupa
Aksara, 1996)
Barents, J, Ilmu Politika: Suatu Perkenalan Lapangan, terjemahan L.M. Sitorus,
Cet.I, Jakarta: PT Pembangunan,1965
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cet.VI, Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama, 2013
Busroh, Abu Daud, Ilmu Negara, Cet.I, Jakarta: PT.Bumi Aksara, 1990
Busrizalti, M, Hukum Pemda, Otonomi Daerah dan Implikasinya, Cet.I,
Yogyakarta: Total Media, 2013
Dagun, Save M., Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Cet.I, Jakarta: Lembaga
Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997
Dede, Mariana dan Caroline Paskarina, Demokrasi dan Politik Desentralisasi,
Cet.I, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008
77
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
Edisi IV, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008
Fachruddin, Irfan, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan
Pemerintah, Cet. I, Bandung: Alumni, 2004
Garner, Bryan A., Black’s Law Dictionary, Edisi VIII, United States of America:
West Group, 1999
Hapid, R. Hilman, Bogor dari Periode ke Periode, Cet.I, Bogor: PT Inti Getar
Pakuan, 2012
HM, Ismail, Menuju Pelayanan Prima, Konsep dan Strategi Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik, Cet. I, Malang: Averroes Press, 2010
Ibrahim, Amin, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta Implementasinya,
Cet.I, Bandung: CV. Mandar Maju, 2008
Ibrahim, Amin, Pokok-Pokok Analisis Kebijakan Publik, Cet.I, Bandung: Mandar
Maju, 2004
Ilahi, Mohammad Takdir, Nasionalisme Dalam Bingkai Pluralitas Bangsa
Paradigma Pembangunan dan Kemandirian Bangsa, Cet.I, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012
Irianto, Sulistyowati dan Shidarta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan
Refleksi, Edisi I, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009
Kaho, Josep Riwu, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di
Indonesia, Cet.I, Jakarta: Bina Aksara, 1982
78
Kaloh, J, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab
Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Cet.I, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2007
Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerjemah Raisul
Muttaqien, Cet.IV, Bandung: Nusa Media, 2009
Koesoemahatmadja, RDH, Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di
Indonesia, Cet.I, Jakarta: Bina Cipta, 1979
Kurniawan, Agung, Tranformasi Pelayanan Publik, Cet.I, Yogyakarta:
Pembaruan, 2005
Kusnardi, Mohammad dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Cet.VII, Jakarta:
Gaya Media Pratama Jakarta, 2008
Labolo, Muhadam, Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, Teori, Konsep
dan Pengembangannya, Cet. II, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007
Lay, Cornelis, Parlemen Lokal di Indonesia, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Edisi 40
September 2013
Manullang, M, Dasar-dasar Manajemen, Cet.XV, Jakarta: Ghalia Indonesia,
1996
Mappadjantji, A, Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan
Pendidikan Dari Perspektif Sains Baru, Cet I, Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama, 2005
Marbun, BN, Kamus Politik, Ed. III, Jakarta: Pustaka Harapan, 2007
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Cet.VII, Jakarta: Kencana, 2011
79
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Cet.I, Yogyakarta: Liberty,
1992
Musanef, Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Cet.I, Jakarta: PT Gunung
Agung, 1985
Muluk, M.R Khairul, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Cet.III, Jawa
Timur: Bayumedia Publishing, 2007
Ndraha, Taliziduhu, Budaya Organisasi, Cet. I, Jakarta: Rineka Cipta, 1997
Ndraha, Taliziduhu, Fungsi Pemerintahan, Cet. I, Jakarta: IIP, 2004
Noer, Deliar, Pengantar ke Pemikiran Politik, Cet.I, Medan: Dwipa, 1965
Nurdin, Encep Syarief, “Pembangunan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
(Good Governance) dan Pemberantasan Korupsi”, Negarawan, No.18
(November 2010)
Prawirohardjo, State of The Art dari Ilmu Pemerintahan, cet.I, Jakarta: Karya
Dharma IIP, 1993
Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial Politik FISIP Universitas Indonesia
dengan Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jakarta, dalam penelitian
Peran dan Fungsi DPRD di era Reformasi, (Jakarta: Depok, 2003)
Rasyid, M. Ryaas, Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah
Dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia, Cet.I, (Jakarta: Pustaka
LP3ES, 1998), h. 139
80
Rasyid, M. Ryaas, Makna Pemerintahan: Tinjauan Dari Segi Etika dan
Kepemimpinan, Cet.I, Jakarta: Watampone, 1997
Rasyid, M. Ryaas, “Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya”
dalam Syamsuddin Haris (editor), Desentralisaasi dan Otonomi Daerah
Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah
Rosyada, dkk., Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani, Cet.I, Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah, 2003
Sinambela, Lijan Poltak, dkk, Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan dan
Implementasi, Cet.V, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010
Soehino, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, Cet.I, Yogyakarta: Liberty,
1983
Saragih, Bintan, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Cet.I,
Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988
Sobandi, Baban, dkk., Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan
Daerah, Cet.I, Bandung: Humaniora, 2006
Soebagio, M, Hukum Keuangan Negara, Cet II, Jakarta: Rajawali Press,1991
Soehino, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, Cet.I, Yogyakarta: Liberty,
1983
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia,
Cet.III, 1986
81
Soejito, Irawan, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah,
Cet.I, Jakarta: Bina Aksara, 1984
Soemantri M, Sri, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Cet.I,
Jakarta: Rajawali Press, 1981
Singarimbun, Masri dan Effendi Soffian, Penyunting, Metode Penelitian Survey,
Cet.VI, Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan
Ekonomi dan Sosial (LP3ES), 1985
Sumaryadi, I. Nyoman, Sosiologi Pemerintahan Dari Perspektif Pelayanan,
Pemberdayaan, Interaksi, dan Sistem Kepemimpinan Pemerintahan
Indonesia, Cet.II, Bogor: Ghalia Indonesia, 2013
Sunindhia, Y.W, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, Cet II,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996
Syaukani, dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara, Cet.I, Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 2007
Syafrudin, Ateng, Kapita Selekta, Hakikat Otonomi dan Desentralisasi Dalam
Pembangunan Daerah, Cet.I, Yogyakarta: Citra Media, 2006
Tjandra, W. Riawan, Hukum Keuangan Negara, Cet.I, Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2013
Tutik, Titik Triwulan, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, Cet.I,
Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010
82
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Susunan dan
Kedudukan Organisasi Perangkat Daerah
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan
Dinas Daerah
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 26 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Retribusi
Pelayanan Kesehatan
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 81 Tahun
1993
83
Internet
http://www.bogorkab.go.id/selayang-pandang/sub-menu/
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/govbrief
KEMENTERIAN AGAMAuNrvERsrrAs rsLAM I\rEGERr (UIN)SYARIF IIIDAYATULLAII JAKARTA
F'AKULTAS SYARIAII DAN HUKUM
Jln. lr. H. Juanda No. 95 Ciputat J akarta 1 5412, I ndonesiateto.' t62-211 74?11537, 7 401925 Fax. (62-21) 7 491421wdus'ite : wrirw.uinjkt.ac.id E-mail : syar-hukuin@yahoo-com
Nomor :
Lampiran :
Hal :
Un.$/Fa/KM.00.02l 3Et /201'4 ]akarta, 27 Janaati20l'4
Permohonan Data / Wawanc,ua
Kepada Yth,Keiua DPRD Kabupaten Bogordi
Tempat
A s s al amu' al aikum Wr,W .
Dekan Fakultas syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah
]akarta menerangkan bahwa:
NamaNomor PokokTempat/Tanggal LahirSemester
Jurusan/KonsentrasiAlamatTelp
e ph*cdq*;E$ p
adalah benar mahasiswa Fakultas syariah dan Hukum UIN syarifHidayatullah jakarta yang sedang menyusun skripsi dengan judul:
,,Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Efisiensi Administrasi Pelayanan
Kesehatan Daerah (studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang
. Kabupaten Bogor)"
untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapak/{bydapat *"r,".iiru yang bersangkutan untuk wawancara serta memperoleh
data guna penulisan skripsi dimaksud.Ltas ke4asama dan-bantuannya, kami ucapkan terima kasih.
Wassalam,
Zikri Muliansyah1110048000021Bogor, 1.1uru1992VIII (Delapan)Ilmu Hukum / Hukum Kelembagaan Negara
Kp. Mekarsari, Rt04/02 Leuwiliang-Bogor085719126638
Bidang Akademik
21985031003
Tembusan :
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta2.Ka/Sekprodi Ilmu Hukum / Hukum Kelembagaan Negara'
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN BOGOR
Jln. Tegar Beriman Telp./Fax. oz1 - g7s4zl6, grs47\l cibinong 16914
Yung bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa :
Nama : ZIKRI MULIANSYAH
Pekerjaan : MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UIN SYARIF' IIIDAYATULLAH JAKARTA
Benar telah melakukan wawancara dengan saya pada 14 Februari 2014 dalam
rangka menyusun skripsi dengan judul ,,tr'ungsi pengawasan DpRD Kabupaten
Bogor Terhadap Elisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah (Studi
Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor),, sebagai tugas
akhir untuk kelulusan sarjana.
Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
2AU
AnggotaKomisi D
Fraksi Golkar
DPRD Kabupaten Bogor
Hasil Wawancara DPRD Kabupaten Bogor
Narasumber : Drs. H. Hasanabe
1. Menurut bapak, apa makna dari adanya fungsi pengawasan yang dimiliki oleh
lembaga perwakilan rakyat (DPRD Kabupaten Bogor)?
Jawaban : Menurut saya fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPRD
Kabupaten Bogor, merupakan salah satu fungsi management untuk menjamin
agar pelaksanaan kegiatan pemerintah sesuai dengan kebijakan dan rencana
yang telah ditetapkan, serta memastikan agar tujuan pemerintah dapat
tercapai secara efektif dan efisien. Sementara khusus pemerintah daerah
Kabupaten Bogor, fungsi pengawasan ini merupakan suatu mekanisme
peringatan dini, untuk mengawal pelaksanaan aktivitas pencapaian tujuan
dan sasaran. Sedangkan bagi DPRD Kabupaten Bogor, fungsi pengawasan
merupakan tugas mulia untuk memberikan telaahan dan saran, berupa
tindakan perbaikan
2. Mekanisme apa yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan
DPRD Kabupaten Bogor?
Jawaban : Sebenarnya tidak ada mekanisme khusus yang diterapkan dalam
pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor, masyarakat cukup
menyampaikan aspirasinya terkait dengan kinerja Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor, yang selanjutnya akan ditindak-lanjuti oleh pihak DPRD
Kabupaten Bogor. Ada dua cara yang dapat ditempuh oleh masyarakat
Kabupaten Bogor apabila ingin menyampaikan aspirasinya, yaitu melalui
MUSREMBANG yang biasa disebut dengan jalur formal atau birokrasi dan
melalui masa RESES yang biasa disebut dengan jalur politis. Bila ingin
menempuh jalur MUSREMBANG, aspirasi masyarakat baru akan ditindak-
lanjuti apabila dilaporkan secara kolektif, yaitu melalui LSM atau organisasi
kemasyarakatan lainnya. Setelah itu baru ditindak-lanjuti oleh pihak DPRD
melalui komisi yang berwenang, namun yang menjadi fokusnya adalah
payung hukum yang melandasi kinerja pemerintah tersebut, meliputi perda,
perbup dan lain-lain. Setelah diketahui kesalahannya barulah dirapatkan
oleh komisi yang berwenang untuk kemudian disampaikan saat rapat
paripurna.
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi pengawasan
DPRD Kabupaten Bogor?
Jawaban : Menurut saya, faktor-faktor tersebut antara lain : Pengetahuan
masyarakat atas adanya kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bogor,
Sosialisasi kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bogor, Peran aktif
masyarakat untuk memberikan penilaian atas kinerja pemerintah daerah
Kabupaten Bogor dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah
Kabupaten Bogor, Peran aktif dari masing-masing anggota DPRD
Kabupaten Bogor untuk senantiasa menerima serta menyalurkan aspirasi
rakyatnya kepada pemerintah daerah dalam rangka melakukan perbaikan
pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bogor atau pun
perbaikan substansi kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bogor,
Keterbukaan informasi dari pihak pemerintah daerah Kabupaten Bogor, atas
peraturan pelaksana dari peraturan daerah Kabupaten Bogor yang dibuat
bersama DPRD Kabupaten Bogor
4. Bagaimana pengaruh fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor terhadap
pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor?
Jawaban : Perlu diketahui bahwa persoalan administrasi merupakan
persoalan yang sifatnya teknis, dan fungsi pengawasan DPRD tidak sampai
kepada persoalan yang sifatnya teknis, namun sebagai bentuk tanggung
jawab atas suara rakyat yang mengeluhkan hal tersebut, maka DPRD
berkewajiban untuk menyampaikannya pada pihak pemerintah daerah yang
kewenangannya lebih luas untuk melakukan pengawasan dalam hal ini
(pengawasan internal). Sebab fungsi pengawasan DPRD hanya sebatas
melihat ketidaksesuaian antara payung hukum kinerja pemerintah daerah
dengan pelaksanaannya di lapangan. Lalu, setelah hal tersebut disampaikan
ketika rapat paripurna, maka pihak pemerintah daerahlah melalui
inspektoratnya yang akan melakukan perbaikan dalam hal pengawasan
administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Dari hasil pengawasan tersebut, apabila memang letak permasalahannya
adalah kurangnya sumber daya dalam pelaksanaan tugas administrasi
pelayanan kesehatan. Maka pihak terkait, dalam hal ini RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor dapat segera mengajukan anggaran tambahan demi
menunjang pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan kepada
pemerintah daerah yang kemudian dibahas bersama dengan DPRD
Kabupaten Bogor. Sehingga disini lah letak kontribusi DPRD melalui fungsi
legislasi dan anggarannya untuk membantu mewujudkan efisiensi
administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Ketika payung hukum telah dibuat untuk memberikan tambahan anggaran
kepada pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, namun pelaksanaan
kurang memuaskan, maka disinilah hadir fungsi pengawasan DPRD tersebut,
untuk menilai penyerapan anggaran yang telah disediakan sebelumnya.
5. Menurut bapak, apa penyebab utama munculnya keluhan masyarakat terhadap
efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten
Bogor?
Jawaban : Menurut saya penyebab utama keluhan masyarakat muncul
adalah kurangnya pengetahuan masyarakat atas tipe rumah sakit yang ada di
Kabupaten Bogor khususnya RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Masyarakat cenderung menuntut pelayanan dan fasilitas yang sama bagi
setiap rumah sakit. Padahal, perlu diketahui tiap-tiap rumah sakit itu
memiliki tipenya sendiri dengan segala keterbatasannya termasuk
keterbatasan petugas adminitrasinya. Khusus untuk RSUD Leuwiliang itu
sendiri, ia merupakan rumah sakit tipe C, sehingga sangat terbatas anggaran
yang disediakan untuk rumah sakit tersebut yang berimbas pada fasilitas dan
sumber daya yang ada di RSUD Leuwilian. Sosialisasi yang kurang akan hal
ini merupakan tanggung jawab bersama, bersama seluruh elemen-elemen
yang mengetahuinya, agar masyarakat tidak mudah tersulut emosinya ketika
memperoleh pelayanan yang terbatas.
Narasumber
Drs. H. Hasanabe
Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor
I(EMENTERIAN AGAMAUNTYERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF' HIDAYATULLAII JAKARTA
FAKULTAS SYARIAH DAN IIUKUM
Jln. lr. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarla 1 5412, lndonesialetp. (62-211 74V'11537, 7401925 Fax (62-21 ) 7491821Website : www.uinjld.ac.ld E-mail : [email protected]
NomorLampiranHal
: Un.01/F4lKM.00.02 / S sz/ 201,4
: Permohonan Data/Wawancara
Kepada Yth,Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogordi
Tempat
Ass al amu' alaikum Wr.W.
Jakarta, 27 Jan'uari 201,4
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif HidayatullahJakarta menerangkan bahwa:
NamaNomor PokokTempat/Tanggal LahirSemester
JurusanlKonsentrasiAlamatTelp
Zikri Muliansyah1110048000021Bogor,1.Jw1992VIII (Detapan)Ilmu Hukum / Hukum Kelembagaan NegaraKp. Mekarsari, Rt 04/07, Leuwiliang-Bogor085719726638
adalah benar mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN SyarifHidayatullahJakarta yang sedang menyusun skripsi dengan judul:
,,Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Efisiensi Administrasi PelayananKesehatan Daerah (Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor)"
untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapak/Ibydapat menerima yang berJangkutan untuk wawancara serta memperolehdata guna penulisan skripsi dimaksud.
Atas lerjasama dan bantuannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalam,
Akademik
Tembusan :
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta2. Ka/Sekprodi Ilmu Hukum / Hukum Kelembagaan Negara'
t)tF;W'':r"r--l-.i l..l
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR
DINAS KESEHATANJalan Ratp Tegar Beriman Kelurahan Pakansari Kecamatan Cibinong - 15914
NomorSifatLampiranPerihal
$4 ltbr- ftolrt4 -WBiasa
ljin Menggunakan Data
NamaNPMPrcgram StudiPeminatanJudul
Cibinong, 03 Februan 2014
KEPADAYth. Dekan Fakultas Syadah dan Hukum
Univercitas lslam Negeri (UlN) SyarifHidayatullah Jakarta
Di
JA KA RTA
ZkriMuliansyah111098000021llmu HukumHukum kelem@aan NegaraFungsi Pengawasan DPRD' Terhadap EfisiensiAdministrasi Pelayanan Kesehatan Daerah (StudiPelayanan Publik di RSUD Leuwiliang kabupaten
Februari 2014Sekretariat Dinas Kmehatan lGb. Bogor
Berkenaan dengan su rat Saudara Nomor: Un.O1 lF 41KM.00.02/3621201 4tanggal 27 ianuan2014, perihal permohonan data dan wawancara atas nama:
WalduTempat
Tembusan:1. Bupati Bogor(sebagai laporan)2. lnspeHur Kabupaten Bogor
Dengan ini diberitahukan bahwa pada prinsipnya kami tidak berkeberatandan memberikan iiin untuk dilakanakannya ketiatan tersebut. Untuk kelancarankegiatan, harap yang bersangkutan berkoordinasi langsung dengan SekretarisDinas Kesehatan Kabupaten . Bogor. Setelah selesai kegiatan agar yangbersangkutan melaporkan hasilnya ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
Demikian untuk meniadi maklum, atas perhatiannya diucapkanterimakasih.
KESEHATAN
tuda
Hasil Wawancara Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
Narasumber : Bu Dita dan Bu Dini (Staff Administrasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor)
1. Bagaimana kedudukan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Kabupaten Bogor?
Jawaban : Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor berkedudukan sebagai
koordinator dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, baik yang
diselenggarakan oleh puskesmas-puskesmas ataupun yang diselenggarakan
oleh RSUD di Kabupaten Bogor. Dinas Kesehatan juga bertugas untuk
memberikan pelatihan bagi para petugas puskesmas atau RSUD yang ada di
Kabupaten Bogor
2. Siapakah pihak yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor?
Jawaban : Pihak yang berwenang untuk melakukan pengawasan itu adalah
Inspektorat yang rutin melakukan sidak minimal 6 bulan sekali, baik di Dinas
Kesehatan maupun di Puskesmas-puskesmas atau RSUD-RSUD yang ada di
Kabupaten Bogor. Sebab, administrasi itu sifatnya teknis, sehingga
pengawasan yang diterapkan cenderung pada pengawasan internal yang
dilakukan oleh inspektorat yang bertanggungjawab pada Bupati Bogor.
3. Bagaimanakah peran DPRD Kabupaten Bogor sejauh ini dalam menunjang
pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di Kabupaten Bogor?
Jawaban : Sejauh ini anggota dewan hanya sebatas menyampaikan keluhan
konstituennya terkait dengan administrasi pelayanan kesehatan yang dinilai
kurang baik. Namun tindak lanjutnya sangat bergantung pada pihak
Inspektorat, sebab sifatnya yang teknis. DPRD lebih banyak bermain pada
persetujuan anggaran, sehingga apabila efisiensi dapat terwujud dengan
adanya penambahan anggaran, disinilah letak DPRD akan memainkan
peranannya.
4. Bagaimana peranan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dalam menunjang
pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor?
Jawaban : Biasanya kami mengadakan pelatihan rutin bagi para petugas,
tidak hanya bagi petugas administrasi sebenarnya. Agar mereka dalam
melaksanakan tugasnya menjadi lebih baik dan lebih mahir. Dan dalam
pelatihan tersebut pun, para petugas disosialisasikan mengenai payung
hukum bagi pelaksanaan tugasnya, SOP nya dan lain sebagainya. Kami pun
senantiasa memberikan peluang bagi setiap puskesmas dan rumah sakit
(RSUD) untuk mengajukan anggaran bagi peningkatan pelayanan di tempat
mereka, termasuk pelayanan administrasinya entah penambahan jumlah
petugas administrasi, petugas medis, farmasi dan lain-lain. Sebab anggaran
dari masing-masing puskesmas dan rumah sakit (RSUD) merupakan bagian
dari anggaran pemerintah daerah yang akan diajukan dan dibahas bersama
dengan anggota Dewan dalam rapat paripurna.
Narasumber I
Bu Dini
Staff Administrasi DINKES
Narasumber II
Bu Dita
Staff Administrasi DINKES
KEMENTERIAN AGAMAUNI\TERSITAS ISLAM NEGERI (IJIN)SYARIF HIDAYATULLAII JAIGRIA
FAKULTAS SYARIAI{ DAN HUKUM
Jln. lr. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakafta 15412, lndonesia
NomorLampiranHal
: Un.01/F4lKM.00.02 /9bo /201,4 Jakarta, 27 Jan,uari?:O1,{4
: Permohonan Data/Wawancara, - - ----
Kepada Yttr,Kepala RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogordi
Tempat
As s alamu' alaikum Wr,W.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif HidayatullahJakarta menerangkan bahwa:
Telp. (62-211 74V-11537, 7 401925 Fax. (62-211 7 491 821Website : wirnrv.uinjkt.ac.id E-mail : syar_hukuin@yahoo
Zikri Muliansyah11L0048000021Bogor,1,Juru1992VIII (Delapan)Ilmu Hukum / Hukum Kelembagaan NegaraKp. Mekarsari, Rt 04/07, Leuwiliang-Bogor085719126638
NamaNomor PokokTempat/Tanggal LahirSemester
Jurusan/KonsentrasiAlamatTelp
adalah benar mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN SyarifHidayatullah Jakarta yang sedang menyusun skripsi dengan judul:
"Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Efisiensi Administrasi PelayananKesehatan Daerah (Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor)"
Untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapak/Ibudapat menerima yang bersangkutan untuk wawancara serta memperolehdata guna penulisan skripsi dimaksud.
Atas kerjasama dan bantuannya, kami ucapkan terima kasih.
Wassalam,
Ternbusan :
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta2. Ka/Sekprodi llmu Hukum / Hukum Kelembagaan Negara.
Aii, MA
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LEUWILIANGJl. Raya Cibeber - Leuwitiang Bogor Kode pos 16640
Telp. ( 0251 ) 8643290 fax. (0251) 8643291 Email : [email protected]
Nomor
Sifat
tarnpiran
Perihal
t 44st lGfnso-r
Bogor, Februari 2014
Kepada Yth,
Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah
Di -
lakarta
dT RSUD
Biasa
: Pengambilan Data
Menindaklanjuti surat dari universitas Islam Negeri (uIN) syarif
Hidayatullah Jakarta, Nomor : un.ALff4lKM.00.02/3 6A.2Ot4 tanggal
27 lanuari 2014 Perihal Permohonan Data/wawancara ,dengan ini kami
memberikan ijin kepada :
Nama : Zikri Muliansyah
Nomor Pokok : 1110048000021
: Ilmu Hukum
Nama tersebut-diatas-untuk melakukan Wawancara
Leuwiliang guna bah4n penulisan penulisan skripsi.
Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
a.n.DirekturBagian Tata Usaha
..i ^ :Pembina
tr$Ep. r s 64oz24L9s6o2 1 oo 1
Tembusan
1. Bupati Bogor ( Sebagai Laporan );2. Inspektur Kab.Bogor;3. Kepala BKPP Kab.Bogor.
Hasil Wawancara RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
Narasumber : Bapak Bambang (Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor) dan Bu Ade Sri (Petugas Loket Administrasi RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor)
1. Menurut bapak, bagaimana kualitas kerja petugas loket administrasi RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor?
Jawaban : Sejauh ini saya rasa, kinerja petugas sudah baik, sudah memenuhi
aspek-aspek tugas yang telah diberikan oleh direktur, baik itu mengenai
standar pelayanan maupun penerapan aturan operasional lainnya. Namun,
keluhan memang sering kami dapati dari pasien, tapi hal tersebut semata-
mata bukan karena petugas kami yang lalai atau kurang berkompeten. Ada
faktor-faktor lain diluar kemampuan individu petugas yang menyebabkan
kurang puasnya pasien atas pelayanan administrasi yang diberikan dan hal
ini sangat bergantung pada keadaan di lapangan. Misalnya, kelengkapan
data pasien yang kurang, sebab berada di pihak lain, seperti rumah sakit
swasta dan lainnya. Hal ini tentu tidak banyak diketahui oleh pasien, namun
kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pengertian pada
pasien.
2. Menurut ibu selaku petugas loket administrasi, bagaimana sebenarnya pola
pengerjaan tugas pelayanan administrasi di loket ini?
Jawaban : Kalau berbicara mengenai pola, sebenarnya kita bekerja mengacu
pada standar operasional atau SOP dan tata kerja yang ada di rumah sakit.
Dan sejauh ini, kami selalu berusaha menerapkan standar-standar tersebut
dengan sebaik-baiknya.
3. Selain penerapan SOP, hal apa lagi yang mempengaruhi kinerja ibu dan
petugas loket administrasi lainnya?
Jawaban : Ya, pekerjaan kami selaku petugas loket, sebenarnya sangat
bergantung pada keadaan data pasien di lapangan yang kami dapati. Maka,
sekalipun kami sudah menerapkan SOP dengan sebaik-baiknya, itu bukan
jaminan bagi tercapainya target yang ada.
4. Sepengetahuan bapak, apakah ada pelatihan yang rutin diselenggarakan oleh
pihak rumah sakit bagi para petugas administrasinya?
Jawaban : Sejak rumah sakit ini berdiri, alhamdulillah pelatihan dapat terus
terselenggara, meskipun tidak pada waktu yang sama untuk tiap tahunnya,
misalnya ditahun 2012 pelatihan diselenggarakan di bulan Maret dan
Agustus sementara ditahun 2013 tidak pada bulan Maret dan Agustus. Semua
bergantung pada kesiapan pihak-pihak pendukung dari penyelenggaraan
pelatihan. Selain waktu yang tidak selalu sama, pelatihan pun diberikan
secara bergiliran, misalnya ditahun 2012 pada bulan Maret pelatihan
diberikan untuk petugas administrasi keuangan, sementara dibulan Agustus
untuk petugas administrasi rekam medik dan lain-lain. Terlepas dari itu,
pelatihan pasti diselenggarakan, sebab kami selalu mengajukan serta
mencantumkannya dalam anggaran (APBD) yang ditetapkan tiap tahun oleh
pemerintah daerah
5. Menurut penilaian bapak, secara umum bagaimana pencapaian target petugas
administasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor?
Jawaban : Hal ini bergantung pada bagian mana petugas administrasi
tersebut ditempatkan, misal untuk petugas administrasi rekam medik, secara
umum target petugas sudah tercapai, namun kami sering terkendala pada
perolehan data yang bersumber dari pihak lain, misal dalam hal perekapan
data, di satu sisi petugas administrasi diharuskan melakukan perekapan
datanya sendiri di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, namun di sisi lain ia
juga diharuskan untuk menunggu data yang berasal dari pihak pengobatan
swasta untuk kelengkapan data RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dengan
demikian, target yang seharusnya dapat diselesaikan sesuai rencana menjadi
terhambat akibat adanya data pelaporan yang belum masuk ke pihak RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor.
6. Sepengetahuan bapak, ada berapa jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan
oleh petugas administrasi dalam setiap harinya?
Jawaban : Berbicara tentang jumlah pekerjaan itu relatif dan berubah-ubah
sesuai dengan keadaan lapangan, namun jumlah pekerjaan yang dilakukan
oleh petugas administrasi secara umum tidak terlepas dari pencatatan surat
masuk, surat keluar, setor restribusi, pembuatan administrasi pelaporan dan
pelaksana laboratorium. Maka dapat dikatakan bahwa jumlah pekerjaan
rutin yang selalu dilaksanakan oleh petugas administrasi pada umumnya
berjumlah lima jenis pekerjaan setiap harinya. Kelima jenis pekerjaan ini
berbeda-beda kuantitasnya, namun seringkali terlampau banyak, akibat
banyaknya jumlah pasien dan pihak lain yang harus dilayani.
7. Lalu, ada berapa jumlah petugas administrasi yang ada di RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor?
Jawaban : Untuk petugas administrasi umum sendiri ada sekitar 34 orang,
secara keseluruhan mungkin sekitar 76 orang
8. Kemudian, berdasarkan pengalaman bapak, bagaimana cara pihak RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor untuk mengatur kerja petugas administrasinya
ketika terjadi overload jumlah tugas yang harus diselesaikan oleh petugas
administrasi?
Jawaban : Pihak rumah sakit sebenarnya telah memberikan keleluasaan bagi
para petugas administrasi untuk menyelesaikan tugasnya terutama dalam hal
pelaporan administrasi, dengan memperbolehkan petugas untuk membawa
dan menyelesaikan tugasnya dirumahnya masing-masing. Serta kami juga
terkadang menerapkan kebijakan rangkap beban kerja dimana ada kalanya
petugas administrasi memegang dua beban atau lebih pekerjaan sekaligus,
demi mencapai target penyelesaian tugas dengan tepat waktu.
9. Kapan pelayanan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dimulai tiap harinya?
Jawaban : Pendaftaran dibuka sejak pukul 08.00 WIB, namun petugas
administrasi (loket khususnya) biasanya sudah datang sebelum pukul 08.00
WIB, sehingga mereka sudah memulai tugas mereka sebelum petugas lain
datang dan memulai tugasnya. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan
petugas yang lain, misalnya petugas medis, sehingga seringkali pasien
mengeluhkannya dan cenderung menyalahkan pihak administrasi pada
umumnya.
10. Apakah pernah terjadi keterlambatan dalam penyelesaian pelaporan
administrasi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor oleh pihak RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor?
Jawaban : Keterlambatan tentu pernah terjadi, banyak hal yang dapat
menjadi penyebabnya, namun pada pokoknya hal ini lebih banyak disebabkan
oleh kurangnya koordinasi antara petugas peloparan administrasi dengan
pemegang program di RSUD Leuwiliang, selaku pihak yang menjadi sumber
data pelaporan administrasi.
Narasumber I
Bapak Bambang
Kasubag Rekam Medik RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor
Narasumber II
Ibu Ade Sri
Petugas Loket Administrasi RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor
Hasil Wawancara Masyarakat Pengguna Jasa RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor
Narasumber : Bapak Marzuki (Wiraswasta), Bapak Syamsul (Wiraswasta),
Bapak Yusup (Wiraswasta), Bapak Jerry (Pegawai Swasta), Bapak Rizky
(Wiraswasta)
1. Menurut bapak Yusup, bagaimana kinerja petugas administrasi RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor?
Jawaban : Saya rasa kemampuan petugas administrasi belum mumpuni,
kurang kompeten dalam menjalankan tugas administrasi rumah sakit, lihat
saja cara kerja mereka yang terkesan tergesa-gesa dan seperti orang bingung
2. Menurut bapak Yusup, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor ini?
Jawaban : kurang berkualitas
3. Menurut bapak Syamsul, bagaimana kinerja petugas administrasi RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor?
Jawaban : Saya rasa kemampuan petugas administrasi kurang terampil,
kurang layaka, pelayanan yang mereka berikan pun kurang memuaskan,
banyak pasien yang terlantar akibat pelayanan administrasi yang kurang
berkualitas
4. Menurut bapak Syamsul, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ini?
Jawaban : kurang memuaskan
5. Menurut bapak Jerry, bagaimana kinerja petugas administrasi RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor?
Jawaban : Saya rasa kurang berkualitas kurang memuaskan
6. Apakah petugas administrasi pernah memberikan penjelasan terkait dengan
jumlah pekerjaan mereka kepada bapak, lalu apakah bapak Jerry tahu
mengenai jumlah pekerjaan petugas administrasi?
Jawaban : Tidak pernah dan tidak tahu, padahal seharusnya ada penjelasan
akan hal itu agar kita selaku pasien lebih mengerti sehingga tidak banyak
mengeluh
7. Apakah bapak Rizky mengetahui jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan
oleh masing-masing petugas administrasi?
Jawaban : Tidak tahu.
8. Menurut bapak Rizky, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor ini?
Jawaban : terkesan sibuk sendiri, bukan melayani pasien
9. Menurut bapak Rizky, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor ini?
Jawaban : agak membingungkan, mereka terlihat sibuk tapi pelayanan yang
diberikan lambat, jadi kita menunggu lama
10. Menurut bapak Marzuki, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ini?
Jawaban : ya, mereka agak santai bahkan terkesan mengulur-ulur waktu
penyelesaian proses administrasi pelayanan kesehatan, sekalipun mereka
sibuk, itu malah terkesan sibuk sendiri untuk urusan yang tidak kami mengerti
Narasumber I
Bapak Marzuki
Wiraswasta
Narasumber II
Bapak Yusup
Wiraswasta
Narasumber III
Bapak Rizky
Wiraswasta
Narasumber IV
Bapak Jerry
Pegawai Swasta
Narasumber V
Bapak Syamsul
Wiraswasta