gambaran demografis penyakit perlemakan hati...
TRANSCRIPT
i
GAMBARAN DEMOGRAFIS PENYAKIT
PERLEMAKAN HATI NON-ALKOHOLIK DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE II DI RSUP FATMAWATI
TAHUN 2013-2014
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH:
Nadya Magfira
1112103000033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/ 2015 M
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Segal puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa
karena hanya dengan rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan penelitian yang berjudul “GAMBARAN DEMOGRAFIS PENYAKIT
PERLEMAKAN HATI NON-ALKOHOLIK DENGAN DIABETES
MELITUS TIPE II DI RSUP FATMAWATI TAHUN 2013-2014" sebagai
salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang program sarjana kedokteran di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari dalam laporan penelitian ini terwujud karena adanya bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
penghargaan, rasa hormat dan terimakasih kepada:
1. Prof. DR. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD, KGEH, dr. Dyah Ayu Woro, SpPA, dan
dr. Edi Mulyana SpPD, KGEH selaku Pembimbing Penelitian yang telah
meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan bimbingan,
arahan, kritikan, dan perbaikan dalam penelitian ini.
4. dr. Ahmad Azwar Habibi, M. Biomed dan dr. Edi Mulyana Sp.PD, KGEH
selaku penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak
masukan dalam penelitian ini.
5. Para dosen dan staff Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. dr. Endang Poedjiningsih, M.Epid, selaku komisi etik yang telah
meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan bimbingan,
saran dan kritikan serta memberikan izin kepada peneliti untuk dapat
melakukan penelitian di RSUP Fatmawati Jakarta.
vi
7. Kedua orang tua penulis, dr. Teti Endriani dan Ir. Devia Bernady, MM,
MH yang senantiasa mendoakan, memberi semangat, dan mendukung
penulis dalam penelitian ini. Semoga segala sesuatu yang telah diberikan
dapat menjadi kebaikan di mata Allah SWT serta digantikan dengan
pahala yang tidak ada putusnya.
8. Kakak dan adik-adik tercinta, Selly Viani, Fariz Kamal Muhammad dan
Muhammad Rifqi terimakasih atas segala dukungan dan semangat yang
telah diberikan kepada penuis dalam menjalankan pendidikan.
9. Teman-teman, Nadiyah Zafirah Luvi, Dinan Azmimuthia, Noor Shabrina,
Hylman Mahendra dan teman-teman sejawat Program Studi Pendidikan
Dokter angkatan 2012 yang ikut memberikan dukungan dalam penulisan
laporan penelitian ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan, perhatian serta dukungan sehingga penulis bisa
menyelesaikan penelitian ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari dalam pembuatan
laporan penelitian ini terdapat banyak kekhilafan dan tak luput dari
kekurangan serta jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan. Semoga penulisan proposal ini memiliki
manfaat untuk hari kedepan dan segala sesuatu yang telah diberikan guna
pembuatan laporan penelitian ini dapat menjadi kebaikan di mata Allah SWT.
Jakarta, 29 September 2015
Nadya Magfira
vii
ABSTRAK
Nadya Magfira. Program Studi Pendidikan Dokter. Gambaran Demografis
Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus Tipe II di
RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014
Latar Belakang: Indonesia, negara dengan pasien Diabetes Melitus (DM) tipe II
ke-7 terbanyak di dunia diperkirakan akan terus mengalami peningkatan penderita
penyakit perlemakan hati non alkoholik (PPHNA) yang merupakan salah satu
bentuk manifestasi klinis sindroma metabolik (termasuk di dalamnya diabetes
melitus dan resistensi insulin) yang menyerang hati. Tujuan: Mengetahui
gambaran demografis penyakit perlemakan hati non alkoholik dengan diabetes
melitus tipe II. Metode: penelitian ini menggunakan metode observasional dengan
pendekatan cross sectional deskriptif dari data rekam medis pasien PPHNA
dengan DM tipe II yang diambil secara total sampling dengan jumlah 28 sampel.
Hasil: Frekuensi PPHNA dengan DM tipe II adalah 40%, dengan DM tipe II
tidak terkontrol dijumpai pada 90% sampel, kelompok usia >45-55 (35.7%), jenis
kelamin perempuan (57.14%), pekerjaan ibu rumah tangga (35.7%), riwayat
pendidikan perguruan tinggi (39.3%).
Kata kunci: Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik, Diabetes Melitus Tipe II
ABSTRACT
Nadya Magfira. Medical Education Study Program. The Demographic
Description of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease with Diabetes Mellitus Type
II in Fatmawati Hospital year 2013-2014
Background: Indonesia, the 7th
rank of country with the largest diabetes
population in the world is expected to continue to increase the number of patients
with non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). That was because this disease is
known as one of the clinical manifestations of metabolic syndrome (including
diabetes mellitus and insulin resistance) that attacks liver. Aim: To determine a
demographic overview of nonalcoholic fatty liver disease with diabetes mellitus
type II. Methods: This study used observational method with cross sectional
descriptive approach. Data were collected using total sampling that including 28
samples. Results: The frequency of NAFLD patients with diabetes mellitus type II
in Fatmawati Hospital in 2013-2014 was about 40%. The groups with highest
incidence are age > 45-55 (35.7%), female (57.14%), housewives (35.7%), and
graduate from universities (39.3%). NAFLD patients with poorly controlled type
II diabetes was found in 90% of samples.
Keyword: Non-Alcoholic Fatty Liver Disease, Diabetes Mellitus Type II
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL............................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... iv
KATA PENGANTAR....................................................................................... v
ABSTRAK………………………………………………………………….... vii
DAFTAR ISI..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..... x
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………........ xi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..... xii
DAFTAR ISTILAH……………………………………………………...…... xiii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Masalah Penelitian................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum............................................................ 3
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian................................................................. 3
1.4.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti................................ 3
1.4.2 Manfaat Penelitian bagi Perguruan Tinggi................ 3
1.4.3 Manfaat Penelitian bagi RSUP Fatmawati................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 5
2.1 Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik............................ 5
2.1.1 Definisi PPHNA………………………………….... 5
2.1.2 Epidemiologi PPHNA……………………………... 6
2.1.3 Klasifikasi PPHNA………………………………… 8
2.1.4 Faktor Resiko dan Kondisi yang berhubungan
dengan PPNA….....………………………………… 9
2.1.5 Patogenesis PPHNA…………............…………...... 10
2.1.6 Perjalanan Alamiah PPHNA…………............…...... 15
2.2 Diabetes Melitus………………………………………….... 15
2.2.1 Definisi Diabetes Melitus………………………...... 15
2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus……………………….. 16
2.2.3 Diagnosis Diabetes Melitus……………...……........ 17
2.3 Hubunangan PPHNA dengan DM tipe II………………...... 19
2.3.1 Etiologi PPHNA…………..……………………...... 19
2.3.2 PPHNA pada DM tipe II………............................... 20
2.4 Diagnosis PPHNA…............………………………………. 22
ix
2.4.1 Riwayat Pasien dan Manifestasi Klinis..................... 22
2.4.2 Pemeriksaan Laboratorium dan Pencitraan Hati....... 23
2.4.3 Biopsi Hati.………………........................................ 28
2.5 Kerangka Teori…………………………….......................... 28
2.6 Kerangka Konsep………………….......……………........... 30
BAB III METEDOLOGI PENELITIAN...................................................... 30
3.1 Desain Penelitian................................................................... 30
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian............................................... 30
3.3 Populasi dan Sample.............................................................. 30
3.4 Kriteria Sample………………………………….................. 31
3.5 Cara Kerja.............................................................................. 31
3.6 Manajemen Data………........................................................ 32
3.7 Definisi Operasional……………………………………...... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………................... 35
4.1 Gambaran Pasien Diabetes Melitus Tipe II dengan
Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik Berdasarkan
Kadar Gula Darah.................................................................. 35
4.2 Gambaran Karakteristik Demografis Subjek Penelitian di
RSUP Fatmawati Jakarta………........................................... 35
4.3 Keterbatasan Penelitian……............………………..…....... 37
BAB V SIMPULAN DAN SARAN……..................…………….............. 42
5.1 Simpulan………………………………………………….... 42
5.2 Saran…………………............…………………………...... 42
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 43
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penyebab Utama Steatosis Hepatik Sekunder…………….......... 5
Tabel 2.2 Prevalensi Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik (PPHNA)
pada Populasi Dewasa di Negara Asia-Pasifik…......................... 7
Tabel 2.3 Prevalensi Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik pada
Populasi Beresiko Tinggi di Asia Pasifik……............................. 8
Tabel 2.4 Faktor Resiko PPHNA…………………….................................. 9
Tabel 2.5 Kategori Perlemakan Hati Non-Alkoholik (PPHNA)
Berdasarkan Temuan Histologis………………………............... 15
Tabel 2.6 Klasifikasi Diabetes…………………………….......................... 16
Tabel 2.7 Efek Insulin dalam Sistem Endokrin…………………................ 20
Tabel 2.8 Derajat Perlemakan Hati Secara Ultrasonografi……………....... 25
Tabel 2.9 Uji Diagnostik Untuk Perlemakan Hati……………………….... 27
Tabel 4.1 Gambaran Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik
dengan Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014
Berdasarkan Diabetes Melitus Tipe II Tidak
Terkontrol..................................................................................... 35
Tabel 4.6 Gambaran Kadar Gula Darah Puasa Pasien Gambaran Pasien
Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes
Melitus di RSUP Fatmawati Tahun 2013-
2014...........................................................…………………........ 36
Tabel 4.1 Gambaran Demografis Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-
Alkoholik dengan Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati Tahun
2013-2014 Berdasarkan Usia dan Jenis
Kelamin……………………........................................................ 37
Tabel 4.2 Gambaran Demografis Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-
Alkoholik dengan Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati Tahun
2013-2014 Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan
Pendidikan……………................................................................ 39
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Two Hit Hypothesis……………………………………….............. 11
Gambar 2.2 Modified 2-Hit Hypothesis………………………………............... 11
Gambar 2.3 Mekanisme Akumulasi Lemak dalam Hepatosit…………............. 12
Gambar 2.4 Three Hit Hypothesis……………………………………………... 13
Gambar 2.5 Histological Spectrum and Estimated Prevalence of Liver Lesions
in Non-alcoholic Fatty Liver Disease…........................................... 14
Gambar 2.6 Langkah-Langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi
Glukosa............................................................................................. 19
Gambar 2.7 Efek Insulin pada Sel…………………………………………….... 21
Gambar 2.8 Grades of Fatty Liver on Visual Analaysis.................................. 25
Gambar 2.9 Gambaran Histopatlogis PHNA dan SHNA…………………….... 26
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Penelitian………………………………………........ 47
Lampiran 2. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik…………………………….. 48
Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian………………………................................ 49
Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup…………............................…………… 50
xiii
DAFTAR ISTILAH
ADA : American Diabetic Association
ALT : Alanine Aminotransferase
Apo-B : Apolipoprotein B
AST : Aspartate Aminotransferase
CT : Computed Tomography
DM : Diabetes Melitus
DNL : De Novo Lipogenesis
FFA : Free fatty acids
GD2PP : Gula Darah 2 Jam Post-Prandial
GDP : Gula Darah Puasa
GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu
GDS : Gula Darah Sewaktu
GLUT-4 : glucose transporter-4
HDL : High Density Lipoprotein
HPC : Hepatic Progenitor Cell
IDF : International Diabetic Federation
IRS : Insulin Reseptor Substrates
LDL : Low Density Lipoprotein
MRI : Magnetic Resonance Imaging
MRS : Magnetic Resonance Spectroscopy
NAFLD : Non-Alcoholic Fatty Liver Disease
NASH : Non-Alcoholic Steatohepatosis
PI3K : Phophoinositide 3-Kinase
PPHNA : Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
SHA : Steatohepatitis Alkoholik
SHNA : Steatohepatitis Non-Alkoholik
SHNA : Steatohepatitis Non Alkoholik
SREBP-1c : strerol regulatory element binding protein 1-c
TGT : Toleransi Glukosa Terganggu
xiv
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
USG : Ultrasonography
VLDL : Very Low Density Lipoprotein
WGO : World Gastroenterology Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit perlemakan hati non alkoholik (PPHNA) atau non-alcoholic fatty
liver disease (NAFLD) merupakan suatu spektrum penyakit hati yang
bersifat progresif pada orang yang tidak mengkonsumsi alkohol.1
Perlemakan hati merupakan suatu kondisi yang didefinisikan sebagai
akumulasi lemak yang berlebihan dalam bentuk trigliserida (steatosis) di
dalam hati (secara histologis mengenai >5% hepatosit di dalam hati).2
Pada sebagian pasien perlemakan hati ditemukan adanya kerusakan sel
hepatosit yang disertai dengan respons inflamasi terhadap penumpukan
lemak, kondisi tersebut dikenal dengan nama steatohepatitis non alkoholik
(SHNA) atau non-alcoholic steatohepatosis (NASH).3
Penelitian yang dialakukan oleh Hasan pada tahun 2002, prevalensi
perlemakan hati dengan bukti adanya gambaran perlemakan hepar secara
ultrasonografi pada populasi dewasa umum di Jakarta dijumpai pada 30%
populasi.4 Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Gabriella di RSUP
Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2009-2010 dijumpai 50 orang pasien
perlemakan hati dengan 72% diantaranya memenuhi kriteria sindroma
metabolik.5 Jumlah ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan
mengingat perlemakan hati merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis
dari sindroma metabolik (termasuk di dalamnya diabetes melitus dan
resistensi insulin) yang menyerang hati.2
International Diabetic Federation (IDF) pada tahun 2013 mendefinisikan
diabetes mellitus tipe II (DM) sebagai penyakit kronik yang terjadi pada
saat tubuh tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh
tidak dapat menggunakan insulin secara efisien.6 Hasil riset kesehatan
dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013, prevalensi pasien DM di Indonesia
berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter dijumpai pada 1,5% populasi
2
dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala dijumpai pada 2,1%
populasi.7 Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan
pasien DM ke-7 terbanyak di dunia dengan jumlah pasien sebanyak 8,5
juta jiwa.6
Peningkatan angka kejadian perlemakan hati yang terjadi dewasa ini tidak
terlepas dari meningkatnya angka kejadian diabetes melitus dan resistensi
insulin.5 Resiko terjadinya perlemakan hati pada pasien DM meningkat 2-3
kali lipat dibandingkan pasien non-DM.8 Penelitian yang dilakukan oleh
Gabriella di RSUP. Dr Kariadi pada tahun 2009-2010 dari 50 orang pasien
perlemakan hati 24% diantaranya diketahui memiliki riwayat DM.5 Di
negara barat prevalensi perlemakan hati pada pasien DM tipe II dijumpai
pada 28% populasi sementara pada belahan dunia bagian timur prevalensi
perlemakan hati pada pasien DM tipe II di jumpai pada 34% populasi.4
Penelitian yang dilakukan di China pada tahun 1998 perlemakan hati
menyerang 10% pasien diabetes melitus tipe II dan 60% pasien dengan
intolerasi glukosa terganggu, sementara di India pada tahun 2001
perlemakan hati menyerang 33% pasien DM tipe II dan 35% di Sri Lanka
pada tahun yang sama.4
Sulitnya pemeriksaan, gejala klinis yang tidak spesifik, dan kurangnya
pendataan diperkirakan merupakan salah satu penyebab ketidak adaanya
data prevalensi perlemakan hati pada poulasi umum di Indonesia.5 Pada
penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran penyakit perlemakan
hati non alkoholik pada pasien diabetes melitus yang datang berobat ke
RSUP Fatmawati Jakarta.
1.2 Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, permasalahan yang dibahas
adalah bagaimanakah gambaran perlemakan hati non alkoholik pada
pasien diabetes melitus tipe II?
3
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran demografis penyakit perlemakan hati non
alkoholik dengan diabetes melitus tipe II.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui gambaran Penyakit Perlemakan Hati non Alkoholik di
RSUP Fatmawati berdasarkan;
a. Karakteristik Diabetes Melitus tipe II
b. Karakteristik Demografis
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti
1.4.1.1 Menjadi salah syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
kedokteran di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.4.1.2 Menjadi salah satu bentuk perwujudan peneliti dalam
melaksanakan kewajiban mahasiswa Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
1.4.1.3 Memberi pengetahuan kepada peneliti tentang gambaran
demografis penyakit perlemakan hati non alkoholik
dengan diabetes melitus tipe II.
1.4.2 Manfaat penelitian bagi Perguruan Tinggi
1.4.2.1 Menambah referensi penelitian di FKIK UIN Syraif
Hidayatullah Jakarta di bidang kedokteran.
1.4.2.2 Menjadi dasar untuk melakukan penelitian dengan tema
serupa di masa depan.
4
1.4.3 Manfaat bagi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Memberikan informasi kepada RSUP Fatmawati tetang gambaran
demografis penyakit perlemakan hati non-alkoholik dengan
diabetes melitus tipe II di RSUP Fatmawati tahun 2013-2014.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Perlemakan Hati non-Alkoholik (PPHNA)
2.1.1 Definisi PPHNA
World Gastroenterology Organization pada tahun 2012 mendefinisikan
perlemakan hati sebagai suatu kondisi akibat akumulasi lemak berlebihan dalam
bentuk trigliserida (steatosis) dalam hati ( secara histologis >5% dari hepatosit).2
Perlemakan hati ditegakan bila didapati (a) adanya bukti steatosis hepatis
baik secara pencitraan atau secara histologis (b) tidak ditemukan adanya penyebab
perlemakan hati sekunder seperti konsumsi alkohol yang signifikan, (>20
gram/hari) penggunaan obat-obatan steatogenik atau kelainan hati yang bersifat
herediter (tabel 2.1).9
Tabel 2.1 Penyebab Utama Steatosis Hepatik Sekunder
1 Macrovascular
steatosis
a. Konsumsi alkohol yang berlebihan
b. Hepatitis C (genotype 3)
c. Penyakit Wilson
d. Lipodistrofi
e. Kelaparan
f. Nutrisi parenteral
g. Abetaliprproteinemia
h. Obat-obatan (contoh; amiodarone,
methotrexate, tamoxifen,
kortikosteroid)
2 Microvascular
steatosis
a. Sindrom reye
b. Obat-obatan (valproate, obat anti
retroviral)
c. Penyakit perlemakan hepar akibat
kehamilan
6
d. Sindrom HELLP
e. Gangguan metabolisme bawaan
(contoh; defisiensi LCAT,
penyakit penyimpanan kolesterol
ester, penyakit wolman)
Sumber: Chalasani N, Younossi Z, Lavine J, et al. 2012.9
American Gastroenterology Association pada tahun 2012 mendefinisikan
perlemakan hati sebagai suatu spektrum penyakit perlemakan hati pada individu
yang tidak mengkonsumsi alkohol secara signifikan (>14 gelas pada wanita dan
>21 gelas pada pria atau >20 gr ethanol per hari), dengan rentang yang meliputi
perlemakan hati hingga steatohepatitis dan sirosis.8,9
2.1.2 Epidemiologi PPHNA
Prevalensi perlemakan hati yang dikeluarkan oleh WGO adalah sebanyak
6,437 juta jiwa dengan jumlah pria lebih banyak dibanding wanita yakni 3,244
berbanding 3,193 juta jiwa.2
Penelitian Amarapukar DN et.al, pada tahun 2007 prevalensi pasien
perlemakan hati di Jepang berkisar antara 9-10%, di Cina 5-24%, 18% di Korea,
5-28% di India, 15-17% di Malaysia dan 30% di Indonesia.10
Berdasarkan
berbagai penelitian yang telah dilakukan penyakit perlemakan hati diketahui telah
menjadi masalah baru yang muncul di asia pasifik.
7
Table 2.2 Prevalensi Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik (PPHNA)
pada Populasi Dewasa di Negara Asia-Pasifik
Negara Pasien PPHNA (%)
Jepang 9-30%/ 9-10%
China 5-24%
Korea ~18%
India 5-28%
Indonesia ~30%
Malaysia 17%/ 15-17%
Singapura 5%
Sumber: Amarapurkar DN, Hashimoto E, Lesmana LA, et.al. 2007 10
Pada pendertita DM tipe II didapati adanya peningkatan jumlah
perlemakan hati sebanyak 2-3 kali lipat.8 Penyakit perlemakan hati telah
menyerang sepertiga pasien diabetes melitus dan dua per tiga pasien obesitas di
Amerika, pada 19% pasien tersebut dijumpai adanya SHNA yang merupakan
respon inflamasi terhadap perlemakan hati tersebut.11
Perlemakan hati merupakan gangguan hati yang sangat lazim dijumpai di
negara-ngeara barat, berdasarkan hasil publikasi penelitian yang dilakukan oleh
Farrel G et.al pada tahun 2008 jumlah pasien perlemakan hati mencapai 20-30%
dari populasi umum.8
Di Indonesia berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hasan
didapatkan bukti USG adanya steatosis sebanyak 30% pada populasi urban di
Jakarta dengan jumlah pasien DM tipe II sebanyak 8,1 juta jiwa dan di perkirakan
prevalensi perlemakan hati ini akan terus mengalami peningkatan selaras dengan
meningkatnya angka kejadian diabetes mellitus tipe II.5
8
Table 2.3 Prevalensi Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik pada
Populasi Beresiko Tinggi di Asia Pasifik
Negara Diabetes (%) Obesitas (%) Dyslipidemia (%)
Jepang 40-50% 50-80% 42-58%
Cina 35% 70-80% 57%
Korea 35% 10-50% 26-35%
India 30-90% 15-20% N/R
Indonesia ~52% ~47% ~56%
Sumber: Amarapurkar DN, Hashimoto E, Lesmana LA et.al. 2007 11
2.1.3 Klasifikasi PPHNA
Secara umum perlemakan hati di bagi menjadi dua yakni penyakit
perlemakan hati alkoholik dan penyakit perlemakan hati non alkoholik.
Terminologi “perlemakan hati non alkoholik” menggambarkan berbagai kondisi
termasuk didalamnya etiologi, perjalanan alamiah, dan respon terapi yang terkait
dengan perlemakan hati pada penderita yang tidak mengkonsumsi alkohol.12
Luasnya pengertian penyakit perlemakan hati mengakibatkan penyakit
perlemakan hati ini semakin sulit untuk dipelajari dan hingga saat ini belum ada
konsensus yang dapat mengklasifikasikan gangguan perlemakan pada hati dengan
jelas.12
Secara histologis perlemakan hati dikategorikan menjadi perlemakan hati
non alkohlik (PHNA) dan steatohepatitis non alkoholik (SHNA):
a. PHNA didefinisikan sebagai adanya steatosis hepatik tanpa adanya
bukti cedera hepatocellular dalam bentuk balloning dari sel hepatik.
b. SHNA didefinisikan sebagai adanya steatosis hepatik yang disertai
inflamasi dengan cedera hepatosit (ballloning) dengan atau tanpa
fibrosis.13
9
2.1.4 Faktor Resiko dan Kondisi yang Berhubungan dengan PPHNA
Menurut WGO, pada tahun 2012 faktor resiko terkecil seseorang untuk
menderita perlemakan hati adalah pada orang dengan usia muda, sehat, tidak
mengkonsumsi alkohol, dan tidak obesitas, sementara itu faktor resiko dan kondisi
yang berhubungan dengan perlemakan hati dijelaskan pada tabel 2.2.2
Table 2.4 Faktor Resiko PPHNA
Faktor resiko Progresivitas penyakit Kondisi yang berhubungan
Resistensi insulin/
sindroma metabolik
Obesitas,
peningkatan IMT
dan lingkar
pinggang
Diabetes yang tidak
terkontrol,
hiperglikemia,
hipertrigliseridemia
Gaya hidup yang
tidak sehat,
aktivitas fisik yang
kurang
Resistensi insulin
Sindroma
metabolik
Usia
Faktor genetik
Hiperlipidemia
Resistensi/metabolik
sindrom
Diabetes melitus tipe 2
Hepatitis C
Penurunan berat badan
yang cepat
Nutrisi parenteral total
Penyakit wilson,
penyakit weber-
christian,
lipoproteinemia beta,
diverticulosis, sindrom
polikistik ovarian,
obstructive sleep
apnea
Operasi Jejunoileal
bypass
Usia; 40-65 tahun
(dapat terjadi pada
anak diabawah 10
tahun)
Etnik: asia dan
hispanik (resiko
tinggi), afrika dan
amerika (resiko
rendah)
Predisposisi
genetik;adnya
riwayat dalam
keluarga
Obat-obatan dan
toxin; amiodarone,
coralgit, tamoxifen,
perhexiline maleate,
kortikosteroid,
10
estrogen sintetik,
methotrexate,
tetrasiklin IV, obat-
obatan antiretroviral
aktivitas tinggi atau
highly active
antiretroviral drugs
(HAARD)
Sumber: World Gastroenterology Organisation, 2012.2
2.1.5 Patogenesis PPHNA
Patogenesis perlemakan hati merupakan suatu mekanisme yang kompleks
dan rumit. Saat ini telah banyak penelitian yang melaporkan adanya peranan
resistensi insulin dalam patogenesis perlemakan hati. Salah satu penelitian
tersebut ialah penelitian yang dilakukan oleh Day dan James pada tahun 1998,
kedua peneliti tersebut merupakan peneliti pertama yang mengasumsikan adanya
hubungan antara resistensi insulin dengan perlemakan hati dan dikenal sebagai “
two hit hypothesis”.14
Kondisi “hit” pertama merujuk kepada akumulasi trigliserida dalam sel
hati atau steatosis sedangkan kondisi “hit” yang ke dua menggambarkan
peningkatan sitokin proinflamasi/adipokines, disfungsi mitokondrial dan stress
oksidatif berupa peroksidasi lipid, yang meningkatan sensitivitas sel hati terhadap
cedera sehingga mengakibatkan terjadinya inflamasi dan nekrosis pada sel hati
atau steatohepatitis dan/atau fibrosis.15
11
Gambar 2.1 Two Hit Hypothesis
Sumber: Dowman JK, Tomlinson JW, Newsome PN. 2010.15
Namun, meskipun “two hit hypothesis” sangat populer dan banyak di
terima, pada perkembangan selanjutnya terdapat berbagai penemuan baru dalam
patogenesis perlemakan hati. Free fatty acids (FFA) ditemuakan peranannya
secara tidak langsung dalam mekanisme cedera pada hepatosit. Hal ini
menyebabkan adanya modifikasi dari teori “two-hit hypothesis” menjadi
“modified two-hit hypothesis”.15
Gambar 2.2 Modified 2-Hit Hypothesis
Sumber:Dowman JK, Tomlinson JW, Newsome PN. 2010.15
12
Pada pasien yang menderita obesitas dan resistensi insulin dijuumpai
adanya peningkatan influx FFA kedalam hati. Peningkatan ini dapat melalui tiga
cara:
1. Lipolisis (hidrolisis FFA dan gliserol dari trigliserida) dalam jaringan
adiposa sebanyak 60%
2. Asupan lemak dalam diet sebanyak 15%
3. Lipogenesis de novo (DNL) sebanyak 26%, dimana pada orang
normal yang sehat jumlahnya <5%.15
Didalam hati FFA akan mengalami β-oksidasi atau re-esterifikasi dengan
gliserol untuk membentuk trigliserida. Trigliserida yang dibentuk dalam hati dapat
mengalami dua hal yakni:
1. Disimpan dalam droplet lemak yang mengakibatkan steatohepatis
2. Dikemas bersama apolipoprotein B (apo-b) dan disekresikan ke dalam
sirkulasi dalam bentuk very low density lipoprotein (VLDL). 15
Gambar 2.3 Mekanisme Akumulasi Lemak dalam Hepatosit
Sumber: Dowman JK, Tomlinson JW, Newsome PN. 2010.15
Timbulnya steatosis hepatik dikarenakan adanya hal-hal berikut yang
terjadi secara bersamaan, yakni:
13
1. Peningkatan sintesis trigliserida dalam hepatosit
2. Peningkatan distribusi lipid ke hepatosit
3. Penurunan sekresi VLDL oleh karena perubahan dalam sintesis dan
sekresi apob
4. Penurunan oksidasi lipid.15
Saat ini ditemukan adanya bukti bahwa secara langsung FFA yang masuk
ke dalam hepatosit merupakan zat toksik bagi hepatosit, hal ini dikarenakan FFA
dapat meningkatkan stress oksidatif dengan cara mengaktivasi jalur inflamasi.
Oleh sebab itu pengubahan FFA menjadi trigliserida yang menimbulkan
timbulnya perlemakan pada hepatosit merupakan mekanisme protektif untuk
mencegah efek toksik yang disebabkan unesterified FFA.15
Pada perkembangan selanjutnya ditambahkan kondisi “hit ke-3” dalam
patogensis perlemakan hati. Kondisi “hit ke tiga” ini merefleksikan proliferasi
hepatosit yang inadequat.15
Gambar 2.4 Three Hit Hypothesis
Sumber: Dowman JK, Tomlinson JW, Newsome PN. 2010.15
14
Dalam kondisi hati yang sehat, adanya kematian hepatosit atau nekrosis sel
menstimulasi replikasi dari hepatosit yang matur yang nantinya menggantikan
hepatosit yang mengalami nekrosis dan merekonstruksi fungsi jaringan yang
normal. Namun, stress oksidatif yang merupakan kunci utama dalam patogenesis
perlemakan hati, menginhibisi replikasi hepatosit tersebut, sehingga
mengakibatkan terjadinya ekspansi dari populasi hepatic progenitor cell (HPC)
atau sel oval.15
Selanjutnya pada cedera hati kronik, perkembangan hati menuju fibrosis
atau sirosis bergantung pada kemampuan regenerasi hepatosit tersebut, sehingga
kematian sel yang disertai dengan adanya gangguan dalam proliferasi hepatosit
progenitor merepresentasi “hit ke tiga” dalam patogenesis perlemakan hati.15
2.1.6 Perjalanan Alamiah PPHNA
Gambar 2.5 Histological Spectrum and Estimated Prevalence of Liver
Lesions in Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD).
Sumber: Hubscher SG. 2006.16
15
PPHNA merupakan istilah yang diggunakan untuk menggambarkan
kondisi penyakit hati mulai dari:
1. Bentuk beningna; perlemakan hati sederhana, yang dapat reversibel
2. Steatohepatitis non-alkohlik (SHNA) yang ditandai dengan adanya
inflamasi, degenerasi balooning dan fibrosis pada sel hati
3. Bentuk akhir; karsinoma hepatoseluler (KHS).17
Tabel 2.5 Kategori Perlemakan Hati Non Alkoholik (PPHNA) Berdasarkan
Temuan Histologis
Kategori Patologi Hubungan dengan patologi klinis
Tipe 1 Steatosis sederhana Non-progresive
Tipe 2 Steatosis dengan inflamasi
lobular
Kemungkinan benigna (tidak di
anggap sebagai SHNA)
Tipe 3 Steatosis, inflamasi lobular
dan degenerasi ballooning
SHNA tanpa fibrosis – dapat
progresif menjadi sirosis
Tipe 4 Steatosis, degenerasi
ballooning dan badan
Mallory, dan/atau fibrosis
SHNA dengan fibrosis – dapat
progresif menjadi sirosis dan gagal
hati
Sumber: Miele L, Forgione A, Hernandez AP, et. Al, 2005.17
2.2. Diabetes Melitus
2.2.1 Definisi Diabetes Melitus
International Diabetic Federation (IDF) pada tahun 2013 mendefinisikan
diabetes sebagai penyakit kronik yang terjadi pada saat tubuh tidak memproduksi
insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin
secara efisien.6
Menurut American Diabetes Association (ADA) pada tahun 2010,
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
16
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya.18
Menurut World Health Organization pada tahun 2010 diabetes merupakan
penyakit kronik, yang terjadi pada saat pankreas tidak dapat memproduksi insulin
dalam jumlah yang cukup, atau pada saat tubuh tidak dapat menggunakan insulin
yang diproduksi secara efektif. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi
glukosa dalam darah (hiperglikemia).19
Dari beberapa definisis diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes
merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronis akibat kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya yang ditandai dengan peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia).
2.2.2 Klasifikasi Diabetes
Tabel 2.6 Klasifikasi Diabetes
Diabetes melitus tipe I (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolut)
A. Immunologik
B. Idiopatik
Diabetes melitus tipe II
(bervariasi mulai dari yang dominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relative sampai
yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin )
Diabetes melitus tipe lain
A. Defek Genetik fungsi sel β
Kromosom 12, HNF-1α (MODY3)
Kromosom 7, glucokinase (MODY2)
Kromosom 20, HNF-4α (MODY1)
Kromosom 13, insulin promoter factor-1
(IPF-1; MODY4)
Kromosom 17, HNF-1β (MODY5)
Kromosom 2, neurod1 (MODY6)
DNA Mitokondria
Lainnya
B. Defek genetik kerja insulin: Resistensi
insulin tipe A, Leprechaunism, Sindrom
17
Rabson-Mendenhall, Diabetes Lipoatrophic,
Lainnya
C. Penyakit eksokrin pakreas: Pancreatitis,
Trauma/pancreatectomy, Neoplasia, Cystic
fibrosis, Hemochromatosis, Fibrocalculous
pancreatopathy, Lainnya
D. Endocrinopathies: Acromegaly, Cushing's
syndrome, Glucagonoma,
Pheochromocytoma, Hyperthyroidism,
Somatostatinoma, Aldosteronoma, Lainnya
E. Karena obat/ zat kimia: Vacor, Pentamidine,
Nicotinic acid, Glucocorticoids, Thyroid
hormone, Diazoxide, β-adrenergic agonists,
Thiazides, Dilantin, γ-Interferon,lainnya
F. Infeksi: Congenital rubella,
Cytomegalovirus, Lainnya
G. Imunologi (jarang): “Stiff-man” syndrome,
Anti-insulin receptor antibodies, Lainnya
H. Sindroma genetik lain: Down syndrome,
Klinefelter syndrome, Turner syndrome,
Wolfram syndrome, Friedreich ataxia,
Huntington chorea, Laurence-Moon-Biedl
syndrome, Myotonic dystrophy, Porphyria,
Prader-Willi syndrome, Lainnya
Gestational diabetes
mellitus
Sumber: ADA, 201018
2.2.3 Diagnosis Diabetes Melitus
Keluhan yang dapat ditemukan pada penyandang diabetes melitus:
1. Keluhan klasik diabetes melitus: Poliuria, polifagia, polidipsia dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya
2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata
kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita.20
18
Menurut PERKENI pada tahun 2011 diagnosis diabetes melitus dapat
ditegakan dengan cara:
1. Keluhan klasik DM + Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl
2. Keluhan klasik DM + Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dk
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO).20
Sedangkan menurut ADA pada tahun 2010, diagnosis diabetes dapat
ditegakan dengan cara:
1. Hba1c ≥6,5%. Tes dilakukan di laboratorium menggunakan metode
yang telah terstandarisasi dan bersertifikat DCCT assay.
Atau
2. GDP≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/L). Puasa didefinisikan pasien tidak
mendapat kalori tambahan sedikitnya dalam waktu 8 jam.
Atau
3. GD2PP ≥ 200 mg/dl pada saat TTGO. TTGO dilakukan dengan
standar WHO, menggunakan beban glukosa setara dengan 75 gr
glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Atau
4. Pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis
hiperglikemia GDS ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L) 18
Apabila hasil tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada
hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).20
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl
(7,8-11,0 mmol/L)
2. GDPT: diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dl
19
Gambar 2.6 langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa
Sumber: PERKENI, 2011.20
2.3 Hubungan Penyakit Perlemakan Hati non-Alkoholik dengan Diabetes
Melitus Tipe II (DM tipe II)
2.3.1 Etiologi PPHNA
Penyebab steatohepatis pada pasien perlemakan hati dapat dibagi kedalam
dua kelompok besar:
A. Steatosis makrovaskular:
1. Obesitas
2. Diabets melitus tipe II, hiperlipidemia
3. Malnutrisi protein kalori (MPK)
4. Bedah pintas jejuno-ileal
5. Nutrisi parenteral total (NPT)
6. Obat-obatan; (kortikosteroid, estrogen dosis tinggi, dsbnya). 21
20
B. Steatosis mikrovaskular:
1. Perlemakan hati akut pada kehamilan
2. Obat-obatan; tetrasiklin
3. Keadaan lain yang jarang di temukan (reye’s syndrome). 21
2.3.2 Penyakit Perlemakan Hati non-Alkoholik pada Diabetes Melitus tipe II
2.3.2.1 Peranan Insulin dalam Proses Metabolisme
Insulin merupakan suatu hormon yang disintesis oleh sel beta pankreas.
Secara struktural insulin merupakan suatu protein yang terdiri atas 51 asam amino
dan tersusun dalam dua rantai peptida yakni rantai A; 21 asam amino dan rantai
B; 31 asam amino, kedua rantai ini dihubungkan melalui ikatan disulfida.22
Dalam kondisi normal, peningkatan kadar glukosa dalam plasma akan
memicu sintesis dan sekresi insulin yang secara umum bertujuan untuk
menurunkan kadar glukosa dalam plasma tersebut dengan cara mengatur sistem
metabolisme tubuh.22
Efek insulin dalam sistem endokrin dapat dilihat pada tabel 2.7
Tabel 2.7 Efek Insulin dalam Sistem Endokrin
No Organ Target Efek Insulin
1 Hati - Inhibisi glikogenolisis
- Inhibisi konversi asam lemak dan asam amino menjadi
asam keton (meningkatkan sintesis protein dan
trigliserida dan pembentukan VLDL)
- Inhibisi konversi asam lemak menjadi glukosa
- Memicu penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen
(induksi glukokinase dan glikogen sintase, inhibisi
fosforilase)
2 Otot - Meningkatkan sintesis protein (meningkatkan transport
asam amino dan sintesis protein oleh ribosom)
21
- Meningkatkan sintesis glikogen ( meningkatkan
transport glukosa ke dalam otot, induksi glikogen
sintetase dan inhibisi fosforilase)
3 Jaringan
adiposa
- Meningkatan simpanan trigliserida ( aktivasi dan
induksi lipoprotein insulin, inhibisi intraseluler lipase,
meningkatkan transpot lipoprotein dan glukosa ke
dalam adiposit)
Sumber: Gardner D, Shoback D. 2011.22
2.3.2.2 Penyakit Perlemakan Hati non-alkoholik pada pasien DM tipe II
Pada orang yang sehat, ikatan insulin dengan reseptornya menyebabkan
fosforilasi berbagai substrat termasuk insulin reseptor substrates (IRS)-1, -2, -3
dan -4 (gambar 2.3). Stimulasi insulin pada IRS-1 dan IRS-2 akan menyebabkan
aktivasi PI3K intraseluler (phophoinositide 3-kinase) dan jalur AKT/PKB (protein
kinase B), yang kemudian secara langsung berperan dalam efek metabolisme
insulin.22
Pada dasarnya, aktivasi AKT/PKB menyebabkan translokasi dari vesikel
yang mengandung glucose transporter (GLUT4) ke membran plasma, sehingga
memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel.22
Gambar 2.7 Efek Insulin pada Sel
Sumber: greenspan endocrinology 9th ed. 2011.22
22
Selain itu melalui pengaturan dari forkhead (FOXO) transcription factor
activity, insulin memegang peranan dalam metabolisme sel lemak berupa
peningkatan ekspresi gen lipogenik dan penurunan ekspresi gen glukoneogenik.
Insulin memiliki aksi yang poten untuk menghambat lipolisis dari jaringan
adiposa. Namun pada kondisi resitensi insulin dan diabetes melitus, kemampuan
insulin dalam menghambat lipolisis terganggu, hal ini mengakibatkan peningkatan
efflux FFA dari jaringan adipposa.22
Kondisi hiperinsulinemia pada resistensi insulin mengakibatkan;
1. Up-regulasi dari faktor transkripsi strerol regulatory element binding
protein 1-c (SREBP-1c) yang merupakan regulator transkripsional
utama pada gen yang berperan dalam DNL
2. Inhibisi proses β-oksidasi FFA yang merupakan salah satu penyebab
timbulnya akumulasi lemak pada hepatosit.22
Pada pasien diabetes melitus tipe II tergagnggunya fungsi kerja insulin
menyebabkan metabolisme lemak dalam tubuh khususnya dalam hepatosit
terganggu berupa peningkatan timbunan lemak dalam hepatosit atau yang dikenal
dengan steatosis hepatis.
2.4 Diagnosis Perlemakan Hati non-Alkoholik
2.4.1 Riwayat Pasien dan Manifestasi Klinik
Pada kebanyakan kasus pasien dengan Perlemakan Hati non-Alkoholik
tidak menunjukan adanya manifestasi klinis apapun atau disebut juga dengan
asimtomatik. Namun dapat pula dijumpai gejala gejala ringan berupa lemah,
malaise, dan rasa tidak nyaman pada regio abdomen terutama di kuadran kanan
atas.2
Pasien dengan riwayat penyakit dibawah ini dan dijumpai adanya
abnormalitas pada nilai SGPT/SGOT diharuskan untuk mengikuti prosedur
pemeriksaan PHNA atau SHNA;2
23
1. Obesitas, khusunya obesitas yang dengan morbiditas yang tinggi
(BMI> 35)
2. Diabetes Mellitus tipe II
3. Sindroma Metabolik
4. Riwayat obstructive sleep apnea
5. Riwayat resistensi insulin
6. Peningkatan SGPT/SGOT yang bersifat kronik
Pada pasien perlemakan hati non alkoholik perlu didapatkan adanya
riwayat konsumsi alkohol < 20g/hari pada wanita dan < 30g/hari pada pria. Hal ini
penting dikarenakan tidak adanya tes diagnostik yang dapat membedakan
perlemakan hati alkoholik dengan perlemakan hati non-alkoholik. 2
Pada pemeriksaan fisik pasien perlemakan hati progresif atau lanjut dapat
ditemukan adanya bentuk progresif pada penyakit hati lanjut lainnya yakni berupa
spider angioma, asites, hepatomegali, splenomegali, eritema palmar, jaundice, dan
ensefalopati hepatik. 2
2.4.2 Pemeriksaan laboratorium dan pencintraan hati
Beberapa hal dibawah ini perlu diperhatikan untuk menegakan diagnosis
perlemakan hati non-alkoholik: 2
a. Hepatitis virus: hepatitis B surface antigen, hepatitis virus antibody
atau HCV-RNA, antibodi Ig M terhadap hepatitis A, antibodi terhadap
hepatitis E
b. Penyakit hati yang berhubungan dengan konsumsi alkohol; termasuk
steatohepatitis alkoholik
c. Penyakit hati yang disebabkan proses autoimun
d. Penyakit hati kronik akibat kelainan kongenital; hemokromatosis
herediter, penyakit wilson, defisiensi alpha-1 antitripsin, sindrom
ovarium polisiklik
e. Penyakit hati yang disebabkan penggunaan obat-obatan2
24
Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan hati dalam penegakkan
diagnosis penyakit perlemakan hati non-alkoholik;
1. Penigkatan SGPT dan SGOT:
Pada pasien perlemakan hati dan 10 % pasien dengan
SHNA, nilai SGPT dan SGOT dapat dijumpai dalam keadaan
normal. Rasio SGOT/SGPT pada pasien perlemakan hati menurut
WGO dapat membedakan perlemakan hati pada pasien yang
mengkonsumi alkohol dan yang tidak. Pada pasien perlemakan hati
non alkoholik dijumpai rasio SGOT/SGPT <1 sementara pada
pasien dengan alkoholik hepatitis rasio tersebut didapati >2. 2
2. Pencitraan hati yang dapat menggambarkan akumulasi lemak pada
hepatosit:
a. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat memberikan
nilai quantitatif derajat perlemakan hepar namun tidak
dapat membedakan antara SHNA dan SHA.
b. Ultrasound atau USG merupakan pemeriksaan screening
utama yangdigunakan untuk mendiagnosis perlemakan
hati.2
Pada pemeriksaan ultrasound, tingkat keparahan steatosis dapat diukur
mulai dari ringan, sedang, atau berat (berdasarkan penilaian subjektif dari
“kecerahan” hati atau “bright liver” dan intensitas dari “atenuasi posterior”). 23
25
Table 2.8 Derajat perlemakan hati secara ultrasonografi
No. Derajat Gambaran pada USG
1. Derjat
ringan
(mild)
Peningkatan ekogenitas difus parenkim hati dibandingkan
dengan korteks ginjal, tetapi pembuluh darah intrahepatic
masih tervisualisasi normal
2. Derjat
sedang
(moderate)
Peningkatan ekogenitas difus moderat parenkim hati
dengan visualisasi pembuluh darah intraheik sedikit kabur
3. Derajat
berat
(severe)
Peningkatan ekogenitas hati nyata dengan sulitya
visualisasi dari dinding vena porta dan diafragma. Bagian
hati yang lebih dalam juga mungkin sulit divisualisasikan
Sumber: Bisset RAL, Khan AN. 2002.23
Sporea I, Sirli R, Basa E, Corianu M,
Popescu A, et al. 2009.24
Gambar 2.8 Grades of Fatty Liver on Visual Analaysis
Gambaran ultrasonografi memperlihatkan (a) ekogenitas hati normal (b)
perlemakan hati derajat 1 dengan peningkatan ekogenitas hati (c) perlemakan
hati derajat 2 dengan ekogenitas hati mengaburkan percabangan dinding vena
porta (d) perlemakan hati derajat 3 dengan garis diafragma kabur. Sumber:
Singh D, Das CJ, Baruah MP. 2013.25
26
Menurut world gastroentrology organization pada tahun 2012 belum ada
pencitraan yang dapat mengidentifikasi lemak pada hati secara akurat bila
kadarnya <33% atau membedakan SHNA dengan SHA.2
Penelitian yang dilakuakn oleh saporea I, et.al. Tahun 2009, sensitivitas
ultrasound dalam mendiagnosis steatosis setidaknya pada tingkat moderate adalah
64% sementara spesifisitasnya 77%. Pada penelitan tersebut disimpulkan
pemeriksaan ultrasound dapat dijadikan sebagai predictor yang baik dalam
diagnosis steatosis hepatis terutama jika pemeriksaan tersebut dilakukan oleh
ultrasonograper yang berpengalaman.23
2.4.3 Biopsi Hati
PPHNA/SHNA merupakan diagnosis eksklusi, dan biopsi hati seringkali
dibutuhkan untuk menegakan diagnosis penyakit tersebut. Biopsi hati juga
dibutuhkan dalam staging penyakit, mengeksklusi penyakit hati lain, dan
memutuskan apakah dibutuhkan terapi agresif segera. 2
Gambar 2.9. Gambaran Histopatologis PHNA dan SHNA
Gambar A. Perlemakan Hati Non-Alkoholik (PHNA). Gambar B.
Steatohepatitis Non-Alkoholik (SHNA). (Haematoxylin and eosin. H, Vena
Hepatika). Sumber: Hubscher SG. 2006.16
Biopsi hati dan pemeriksaan histologis diindikasikan untuk
mengkonfirmasi diagnosis SHNA, mengetahui keparahan penyakit serta
mengeksklusi diagnosis lain dengan satu atau lebih temuan dibawah ini:
B A
27
1. Ferritin serum yang abnormal tanpa peningkatan saturasi transferrin
2. Sitopenia
3. Spleenomegali
4. Adanya gejala klinis yang mennjukan penyakit hati kronik
5. Diabetes dan peningkatan abnormal AST/ALT presisten
6. Obesitas dan usia > 45 tahun atau abnormal AST/ALT
7. Hepatomegali yang tidak dapat dijelaskan.2
Tabel 2.9 Uji Diagnostik untuk Penyakit Perlemakan Hati
Tes Sensitivitas Spesifisitas Remarks
Histologis,
biopsi hati
Gold standar Tidak dapat
membedaka
n SHNA
dengan
SHA
Dapat dijumpai perbedaan yang
signifikan antar klinisi dalam
membaca sampel yang sama;
dibutuhkan hepatophatologist
yang berpengalaman dalam
menentukan diagnosis
Enzim hati Rendah Rendah AST/ALT biasanya <1,0;
nilainya dapat normal
Pencitraan
USG Terbatas Terbatas Tidak sensitive terkecuali bila
steatosis telah mencapai >33%;
bergantung operator
MRI, MRS,
CT scan ±
contrast
enhancement
Hasilnya dapat beragam
dan tidak dapat dipastikan
(not well verified)
Tes nya mahal, tidak mudah
dijumpai, tidak dapat
membedakan steatosis dan
fibrosis atau SHNA dengan
SHA atau keparahan penyakit,
dan 0tidak sensitive bila
steatosis <33%
Sumber: World Gastroenterology Organization. 2012.2
28
2.5 Kerangka Teori
29
2.6 Kerangka Konsep
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian observasional
dengan pendekatan cross sectional deskriptif untuk mengetahui Gambaran
Demografis Penyakit Perlemakan Hati non-Alkoholik dengan Diabetes
Melitus Tipe II.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati selama 6
bulan yaitu pada bulan April-September tahun 2015 dengan waktu
pengambilan data selama satu bulan yaitu bulan Juni
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah rekam medis pasien
diabetes melitus tipe II dewasa dengan penyakit perlemakan hati
non alkoholik.
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien diabetes
melitus tipe II dewasa dengan Penyakit Perlemakan Hati non-
Alkoholik yang datang berobat ke RSUP Fatmawati pada tahun
2013-2014.
3.3.3 Sampel Penelitian
Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah Pasien Diabetes
Melitus tipe II dewasa dengan Penyakit Perlemakan Hati non-
Alkoholik yang dipilih dengan metode total sampling dan
memenuhi kriteria sampel
31
3.4 Kriteria Sampel
3.4.1 Kriteria Inklusi
a. Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik yang telah
terdiagnosa oleh dokter RSUP Fatmawti
b. Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik yang
memiliki riwayat kadar gula darah diatas normal dalam > 2
kali pertemuan (GDP ≥ 126 mg/dl dan atau GD2PP ≥200
mg/dl dan atau kadar hba1c ≥ 6,5%)
c. Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik yang
memiliki riwayat Diabetes Melitus tipe II
d. Usia dewasa ≥ 18 tahun
3.5 Cara Kerja
32
3.6 Manajemen Data
3.6.1 Pengolahan Data
Pengolahan data penelitian menggunakan SPSS 16.0 yaitu
melakukan pemeriksaan seluruh data yang terkumpul (editing),
memberi angka-angka atau kode-kode tertentu yang telah
disepakati terhadap data primer yang diambil dari pasien (coding),
memasukkan data sesuai dengan angka atau kode yang telah
ditentukan menjadi suatu data dasar (entry), mengurutkan, serta
menyederhanakan data sehingga mudah dibaca dan diinterpretasi
(cleaning).
3.6.2 Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah mendapatkan data dasar dari proses
pengolahan data lalu dilakukan analisis univariat dengan SPSS
16.0
33
3.7 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional, Metoda
Pengukuran dan Kriteria
Alat
Ukur
Cara
Ukur
Skala
1 Dibates
Melitus
Diagnosis DM tipe II oleh dokter
RSUP Fatmawati atau riwayat
DM tipe II postif
Rekam
Medis
Baca Kategorial
2 Penyakit
Perlemakan
Hati Non-
Alkoholik
(PPHNA)
Diagnosis PPHNA secara USG
(peningkatan difus ekhogenitas
parenkhim hati dibandingkan
ekhogenitas ginjal).
Rekam
Medis
Baca Kategorial
3 Jenis
Kelamin
Jenis kelamin yang tercantum pada
rekam medis pasien.
Rekam
Medis
Baca Nominal
4 Kelompok
Umur
Umur pasien yang dihitung sejak
lahir sampai dengan waktu
terdiagnosis PPHNA yang
dinyatakan dalam tahun.
Dikategorikan menjadi:
a. 18-44
b. 45-64
c. 65+
Rekam
Medis
Baca Kategorial
5 Tingkat
Pendidikan
Tingkat pendidikan pasien adalah
pendidikan formal terakhir yang
diselesaikan pasien pada saat
terdiagnosis PPHNA. Dikategorikan
menjadi:
a. Tidak sekolah
b. Tidak tamat SD/tamat SD
c. Tamat SMP
d. Tamat SMA
e. Perguruan tinggi
Rekam
Medis
Baca Kategorial
34
6 Riwayat
Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau
aktivitas responden sehari-sehari
saat terdiagnosis PPHNA.
Dikategorikan menjadi:
a. tidak bekerja
b. PNS/ABRI
c. karyawan swasta
d. wiraswasta
e. petani
f. pedagang
g. lain-lain
Rekam
Medis
Baca Kategorial
7 Gula Darah
Puasa
Diukur pada saat pasien terdiagnosis
PPHNA pada pagi hari setelah 8 jam
puasa, ukuran dalam mg/dl,
dikategorikan menjadi:
a. >126 mg/dL
b. > 126 mg/dL
Rekam
Medis
Baca Rasio
8 Diabetes
Melitus tipe
II tidak
terkontrol
Pasien dengan riwayat DM tipe II
dengan kadar gula darah GDP <70
atau >130 mg/dL, GD2PP ≥180
mg/dL, dan HbA1C ≥7 %.
Rekam
Medis
Baca Rasio
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian di RSUP Fatmawati Jakarta
Selama periode penelitian didapatkan populasi penderita PPHNA yang
berkunjung ke RSUP Fatmawati dalam kurun waktu 2 tahun (2013-2014)
sebanyak 70 orang. Dari populasi tersebut didapatkan kasus PPHNA
dengan DM tipe II yang memenuhi kriteria inklusi dan tanpa kriteria
eksklusi sebanyak 28 orang. Dengan demikian kejadian PPHNA dengan
DM tipe II di RSUP Fatmawati pada tahun 2013-2014 adalah sebanyak
40%.
4.2 Gambaran Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik dengan
Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati Tahun 2013-2014 Berdasarkan
Kadar Gula Darah
Berdasarkan target kadar GDP, GD2PP, dan HbA1C pada pasien DM tipe
II yang direkomendasikan oleh ADA tahun 2013 yaitu 70-130 mg/dL,
<180 mg/dL, dan <7 %. Gambaran pasien PPHNA dengan DM tipe II
tidak terkontrol digambarkan pada tabel 4.1
Table 4.1 Gambaran Pasien Penyakit Perlemakan Hati Non-
Alkoholik dengan Diabetes Melitus Tidak Terkontrol di RSUP
Fatmawati Tahun 2013-2014
Variabel Frekuensi
(N =20)
Presentase
(%)
Diabetes Melitus Tipe II Tidak
Terkontrol
18 90.0
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien PPHNA dengan DM tipe II di
RSUP Fatmawati tahun 2013-2014 didapatkan jumlah pasien DM tipe II
36
tidak terkontrol adalah 18 orang (90 %) sedangkan jumlah pasien DM tipe
II terkontrol adalah 2 orang (10 %). Berdasarkan data tersebut gambaran
pasien DM tipe II dengan PPHNA tahun 2013-2014 di RSUP Fatmawati
memiliki DM tipe II yang tidak terkontrol lebih banyak dibandingkan DM
tipe II yang terkontrol.
Tabel 4.2 Gambaran Kadar Gula Darah Puasa Pasien Penyakit
Perlemakan Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus di RSUP
Fatmawati Tahun 2013-2014
Variabel Frekuensi
(N=17)
Presentase
(%)
Mean
(Min-Max)
GDP 174.24
(83-327)
● 70-130 mg/dL 5 29.4
● >130 mg/dL 12 70.6
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pasien PPHNA dengan
DM tipe II di RSUP Fatmawati pada tahun 2013-2014 berdasarkan kadar
GDP didapatkan rata-rata 174.24 mg/dL dengan kadar GDP tertinggi 327
mg/dL dan terendah 83 mg/dL. Jumlah subjek dengan kadar GDP >130
mg/dL sebanyak 12 orang (70.6%), jumlah ini jauh lebih banyak
dibandingkan subjek dengan kadar GDP 70-130 mg/dL yaitu sebanyak 5
orang (29.4%). Sementara itu dikarenakan sedikitnya sampel yang
diperiksa kadar GD2PP dan HbA1C-nya pada penelitian ini kedua
parameter tersebut tidak dianalisa.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Bajaj tahun 2009 di India dan
Huang tahun 2012 di Cina dimana subjek dengan PPHNA memiliki kadar
gula darah puasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek tanpa
PPHNA (p<0.01).26,27
37
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Lindroos tahun 2002
penimbunan lemak didalam hati berhubungan dengan kejadian resistensi
insulin dan produksi glukosa endogen.28
Hasil penelitian serupa juga
didapatkn oleh Bugianesi tahun 2005, pada pasien PPHNA didapatkan
kadar adiponectin yang rendah dibandingkan subjek tanpa PPHNA
(p<0.01).29
Adiponectin merupakan protein plasma yang dihasilkan oleh adiposit. Di
dalam hati adiponectin berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas insulin
sehingga menghambat glukoneogensis. Penurnan kadar adiponectin pada
pasien PPHNA menyebabkan terjadinya resistensi insulin intrahepatic dan
peningkatan gluconeogenesis dalam hati.29
Hal ini menjelaskan
peningkatan kadar glukosa darah puasa dan lebih banyaknya pasien DM
tipe II yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe II dengan PPHNA.
4.3 Gambaran Demografis Subjek Penelitian di RSUP Fatmawati
Jakarta
Tabel 4.3 Gambaran Demografis Pasien Penyakit Perlemakan
Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati
Tahun 2013-2014 Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Usia
(tahun)
Laki-laki Perempuan Total
N % N % N %
18-44 1 8.3 2 12.5 3 10.7
45-64 8 66.7 11 68.75 19 67.9
65+ 3 25 3 18.75 6 21.4
Total 12 42.85 16 57.14 28 100
Berdasarkan usia (table 4.3) pasien PPHNA dengan DM tipe II di RSUP
Fatmawati didapatkan usia terendah 18 tahun dan usia tertinggi 71 tahun
dengan median pada usia 56.5 tahun dan rata-rata 55.25 tahun. Pasien DM
tipe II dengan PPHNA terbanyak terdapat pada kategori usia 45-64 tahun
38
dengan usia <45 tahun sebanyak 10.7% dan usia ≥ 45 tahun sebanyak
89.3%.
Penelitian oleh King tahun 1998 dan Wild tahun 2004 menunjukan bahwa
populasi DM tipe II dengan kelompok usia terbanyak baik di negara
berkebang maupun secara global dijumpai pada kelompok usia 45-64
tahun, hal ini menunjukan tidak adanya perbedaan pada kelompok usia
antara pasien DM tipe II secara global dengan pasien DM tipe II yang
menderita PPHNA.30,31
Proses penuaan berhubungan dengan terjadinya DM tipe II melalui proses
resistensi insulin, disfungsi sel beta dan intoleransi glukosa.32
Penurunan
produksi TNF-α, inflamasi dan disfungsi mitokondria pada orang lanjut
usia menyebabkan penurunan sensitivitas insulin yang merupakan awal
terjadinya DM tipe II.33
Berdassarkan jenis kelamin (table 4.3) jumlah pasien DM Tipe II dengan
PPHNA yang berkunjung ke RSUP Fatmawati tahun 2013-2014 berjenis
kelamin wanita sedikit lebih banyak dibandingkan pria yakni 16 orang
(57.14%) berbanding 12 orang (42,85%). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekpenyong tahun 2012 di Nigeria
dan Hilwae tahun 2011 di Afrika dimana prevalensi DM tipe II pada
wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu 11.20% berbanding 9.60%,
dan 5.9% berbanding 5.5%.34
Adanya pengaruh hormone estrogen dan progesterone pada wanita yang
berdampak pada menurunnya sensitivas insulin, pada penelitian ini
dibandingkan dengan pria, subjek berjenis kelamin wanita lebih banyak
memiliki riwayat obesitas, dyslipidemia, dan hipertensi, hal ini
menjelaskan adanya perbedaan jumlah penderita DM tipe II dengan
PPHNA pada wanita dan pria pada penelitian ini.
39
Tabel 4.4 Gambaran Demografis Pasien Penyakit Perlemakan
Hati Non-Alkoholik dengan Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati
Tahun 2013-2014 Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Pendidikan.
Variable Total
N (28) %
Pekerjaan
Tidak bekerja 14 50.0
PNS/ABRI 4 14.3
Karyawan Swasta 4 14.3
Petani 0 0
Pedagang 1 3.6
Lain-lain 5 17.9
Pendidikan
Tidak tamat SD 1 3.6
Tamat SD 3 10.7
Tamat SMP 3 10.7
Tamat SMA 10 35.7
Perguruan Tinggi 11 39.3
Pada penelitian ini jumlah pasien DM tipe II dengan PPHNA terbanyak
dijumpai pada ibu rumah tangga yakni 10 orang (35.7%) dan terendah
pada pedagang yakni 1 orang (3.6%), sementara untuk jenis pekerjaan
tertinggi dijumpai pada populasi yang tidak bekerja (50%) sedangkan jenis
pekerjaan terendah dijumpai pada pedagang (3.6%).
Jenis pekerjaan erat kaitannya dengan kecenderung melakukan aktivitas
fisik, aktivitas fisik yang kurang meningkatan resiko terjadinya DM tipe II
dan menurunkan sensitivitas insulin pada otot rangka. Kurangnya aktivitas
fisik juga mengakibatkan peningkatan intrahepatic fat (IHF) dalam tubuh
yang menyebabkan terjadinya PPHNA.
40
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani tahun 2012 di banten
menunjukan hasil yang sama dimana sebagian responden adalah kelompok
yang tidak bekerja (83%) namun tidak ditemukan adanya hubungan antara
jenis pekerjaan dengan kejadian DM tipe II (p=0.399).35
Berdasarkan tingkat pendidikan jumlah pasien DM tipe II dengan PPHNA
terbanyak dijumpai pada subjek dengan riwayat pendidikan terakhir di
perguruan tinggi yakni sebanyak 11 orang (39.3%), dengan angka kejadian
DM tipe II dengan PPHNA meningkat berdasarkan tingkat pendidikan
yakni 3.6%, 10.7%, 10.7%, 39.3% untuk tingkat pendidikan tidak sekolah,
tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan perguruan tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mamangkey tahun 2014
di Manado tidak dijumpai adanya hubungan antara tingkat pendidikan
dengan kejadian DM tipe II (p=0.802).36
Hasil penelitian serupa juga
ditemukan dalam penelitian trisnawati & setyonegoro tahun 2013 di
Jakarta Barat (p=0.503).37
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin besar kepedulian
terhadap kesehatan. Orang berpendidikan tinggi cenderung lebih
mengkhawatirkan kesehatannya sehingga diindikasikan lebih
memeriksakan kondisi kesehatannya ke rumah sakit. Namun adanya
peningkatan pendidikan akan diikut dengan peningkatan pendapatan
sehingga mengakibatkan kecenderungan untuk terjadinya peningkatan
dalam asupan lemak dan protein hewani serta gula, diikuti dengan
penurunan lemak dan protein nabati karbohidrat yang merupakan resiko
untuk terjadinya DM tipe II dan PPHNA.38,39
41
4.5 Keterbatasan Penilitian
Dalam penilitian ini masih terdapat banyak kekurangan hal ini mengingat
waktu pengerjaan penelitian sangat singkat sehingga jumlah sampel yang
diperoleh tidak mencukupi jumlah sampel yang dibutuhkan untuk dapat
dilakukan uji analitik. Selain itu, penggunaan data sekunder berupa rekam
medis dalam penilitian ini menyebabkan sedikitnya variable yang dapat
diteliti dan adanya data yang tidak ada.
42
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan
sebagai berikut;
5.1.1 Frekuensi pasien PPHNA dengan DM tipe II di RSUP Fatmawati
tahun 2013-2014 adalah sebanyak 40%
5.1.2 Karakteristik pasien PPHNA dengan DM tipe II pada penelitian ini
adalah:
a. Pasien PPHNA dengan DM tipe II tidak terkontrol dijumpai
pada 90% sampel dengan kadar GDP lebih dari 130
mg/dL ditemukan pada 70.6% sampel.
b. Berdasarkan demografis frekuensi terbanyak pada:
kelompok usia >45-64 tahun (67.9%)
jenis kelamin perempuan (57.14%)
tidak bekerja (50%)
riwayat pendidikan perguruan tinggi (39.3%).
5.2 Saran
5.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode dan sampel
yang adekuat agar dapat menggambarkan keadaan populasi dan
mencari hubungan antar variabel
5.2.2 Menggunakan data primer untuk mendapatkan
variabel dan data yang lengkap
5.2.3 Perlu dilakukan pengecekan kadar gula darah pada pasien PPHNA
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Hallsworth K, Thoma C, Moore S, Ploetz T, Anstee Q, Taylor R. Non-
alcoholic Fatty Liver Disease is Asociated with Higher Level of Objectively
Measured Sedentary Behaviour and Lower Levels of Physical Activity than
Matched Healthy Controls. UK: Frontline Gastroenterology. 2014; 0: 1-8
2. World Gastroenterology Organization. World gastroenterology organization
global guideline; Non-Alcoholic Fatty Liver Disease and Non-Alcoholic
Steatohepatitis. USA: World Gastroenterology Organisation. 2012
3. Kumar V, Abbas AK, Fauston N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathological
Basic of Disease. 8th
ed. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier inc.
2010
4. Chitturi S, Farrell G, George J. Non-alcoholic fatty liver disease in asia pacific
region; future shock?. Australia: journal of gastroenterology and hepatoogy.
2004; 19: 368-374
5. Sari G. Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Pada Sindroma Metabolic
Dewasa; Gambaran Klinik dan Hubungan antara Jumlah Komponen Sindroma
Metabolik yang Terganggu dengan Derajat Ultrasonografi. Semarang:
Universitas Diponegoro, 2012. Skripsi
6. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas: What is Diabetes?. 6th
ed. International Diabetes Federation. 2013; 22.
7. RISKESDAS 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013.
8. Farrell G. Non-alcoholic fatty liver disease; what is it, and why is it impostant
in Asia Pacific Region?. Australia: journal of gastroenterology and hepatology.
2003; 18: 124-138
9. Chalasani N, Younossi Z, Lavine J, et al. The Diagnosis and Management
Non-Alcoholic Fatty Liver Disease; Practice Guideline bt The American
Gastroenterological Association, American Association for The Study of Liver
Disease, and American Collage of Gastroenterology. Gastroenterology. 2012;
142: 1592-1609
44
10. Amarapurkar DN, hashimoto E, Lesmana LA, et.al. How Common is non-
alcoholic fatty liver disease in asia-pasific region and are there local
differences? Journal of enterology and hepatology, vol. 22. Issue 6. India. 2007
11. Cheah WL, Lee PY, Chang CT, et.al. Prevalence of Ultrasound Diagnosed
Non-alcoholic Fatty Liver Disease Among Rural Indigenous Community of
Sarawak and It’s Association with Biochemical and Anthropometric Measure.
South East Asian J Trop Med Public Health. 2013; 44: 309-316
12. Sass DA, Chang P, Chopra KB. Non-Alcoholic Fatty Liver Disease: A Clinical
Review. Digestive disease and Science. 2005; 50:171-180
13. Salt WB. Non-alcoholic fatty liver disease; a comprehencive review. Ohio:
Journal of insurance medicine. 2004; 36: 27-41
14. Day CP, James OF. Steatohepatitis: A Tale of Two “Hits” ?. Gastroenterology
1998; 114:842–5.
15. Dowman JK, Tomlinson JW, Newsome PN. Pathogenesis of Non-Alcoholic
Fatty Liver Disease. QJ Med. 2010; 103: 71-83
16. Hubscher SG. Histological assessment of non-alcoholic fatty liver disease. UK:
Histopathology. 2006; 49: 450–465
17. Miele L, Forgione A, Hernandez AP, Gabrieli ML, Vero V, Di Rocco P, Greco
AV, et. Al. The natural history and risk factors for progression of non-alcoholic
fatty liver disease and steatohepatitis. Rome. European Review for Medical and
Pharmacological Science. 2005; 273-277
18. American Diabetes Association. Diabetes Care: Diagnosis and Clacification of
Diabetes. 2010; 33
19. World Health Organization. Diabetes: The problem. WHO; 2010
20. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di Indonesia 2011. PERKENI. 2011.
21. Soegondo S, Gustaviani R. Sindroma Metabolik. In: Sudoyo AW, Setyohadi
B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S.(Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
4ed , Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. 2006; 1871-188
22. Gardner D, Shoback D. Greenspan’s Basic and Clinical Endocrinology, 9th ed.
Mc. Graw-Hill. China. 2011.
45
23. Bisset RAL, Khan AN. Liver, biliary system, pancreas and spleen. In:
Differential Diagnosis In Abdominal Ultrasound. 2ed. Saunders WB. London.
2002; 38-41.
24. Sporea I, Sirli R, Basa E, et al. The value of transabdominal ultrasound for
assessment of the severity of liver steatosis as compared to liver biopsy. Cent.
Eur. J. Med. 2009.
25. Singh D, Das CJ, Baruah MP. Imaging of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease:
A Road Less Travelled. Indian J Endocrinol Metab. India. 2013
26. Bajaj S, Nigam P, Luthra A, et.al. A case-control study on insulin resistance,
metabolic co-variates & prediction score in non-alcoholic fatty liver disease.
Indian J Med Res 129. 2009; 285-292
27. Huang Y, Bi Y, Xu M, et.al. Nonalcoholic Fatty Liver Disease Is Associated
With Atherosclerosis in Middle-Aged and Elderly Chinese. Arterioscler
Thromb Vasc Biol. China. 2012;32:2321-2326.
28. Lindroos AS, Vehkavaara S, Kkinen AM. et.al. Fat Accumulation in the Liver
Is Associated with Defects in Insulin Suppression of Glucose Production and
Serum Free Fatty Acids Independent of Obesity in Normal Men. J Clin
Endocrinol Metab. USA. 2002: 87; 3023–3028
29. Bugianesi E, Pagotto U, Manini R, et.al. Plasma Adiponectin in Nonalcoholic
Fatty Liver Is Related to Hepatic Insulin Resistance and Hepatic Fat Content,
Not to Liver Disease Severity. J Clin Endocrinol Metab. USA. 2005.
90(6):3498–3504
30. King H, Aubert RE, Herman WH. Global burden of diabetes, 1995-2025:
prevalence, numerical estimates and projections. Diabetes Care 1998;21:1414-
1431
31. Wild S, Roglic G, Green A. Global Prevalence of Diabetes, Estimates for The
Year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Care. 2004. Vol. 27. No 5. p.
1047-1053
32. Suastika K, Dwipayana P, Semadi M, et.al. Age is Important Risk Factor for
Type 2 Diabetes Melitus and Cardiovascuar Disease. Intech. 2012; p.67-80
46
33. Ekpenyong C, Akpan U, Ibu J, Nyebuk D. Gender and Age Specific
Prevalence and Associated Risk Factors of Type 2 Diabetes Mellitus in Uyo
Metropolis, South Eastern Nigeria. Diabetologia Croatica 2012; 41-1
34. Hilawe E, Yatsuya H, Kawaguchi L & Aoyama A. Differences by sex in the
prevalence of diabetes mellitus, impaired fasting glycaemia and impaired
glucose tolerance in sub-Saharan Africa: a systematic review and meta-
analysis. WHO 2013
35. Fitriana. Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan
Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon. FKMUI. 2012
36. Mamangkey IV, Kapantow NH, Ratag BT. Hubungan Antara Tingkat
Pendidikan dan Riwayat Keluarga Menderita DM dengan Kejadian DM Tipe II
Pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Universitas Samratulangi. 2014
37. Trisnawati SK, Setyonegoro S. Faktor Resiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe
II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal
Ilmiah Kesehatan 5(1). 2013
38. Tarigan R, Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Pendapatan
Perbandingan Antara Empat Hasil Penelitian. Jurnal Wawasan. 2006; 11:3
39. Parengkuan R, Mayulu N, Ponidjan T. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan
Kejadian Obesitas pada Anak Sekolah Dasar Dikota Manado. Universitas
Samratulangi. 2013
47
Lampiran 1
FORMULIR PENELITIAN
No. RM
Nama
Tempat
Tanggal Lahir
Riwayat
pendidikan
Alamat Riwayat
Pekerjaan
Suku Riwayat
Perkawinan
Agama
Tanggal
terdiagnosa
PPHNA
Riwayat DM GDP Tanggal pengecekan
laboratorium GD2PP
HbA1C
Tanggal
terdiagnosis DM
Riwayat Keluarga
DM
Tidak ada/ ada
Riwayat
Obesitas
Tidak ada/ ada BB IMT
TB
Riwayat
dislipidemia
Tidak ada/ ada HDL Tanggal
Pengecekan
Laboratorium
LDL
Trigliserida
Kolesterol
total
Riwayat
Kebiasaan
Olah raga Tidak ada/ ada
Rokok Tidak ada/ ada
Alkohol Tidak ada/ ada
48
Lampiran 2
SURAT KETERANGAN LOLOS KAJI ETIK
49
Lampiran 3
SURAT IJIN PENELITIAN
50
Lampiran 4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nadya Magfira
Tempat, tanggal lahir : Serang, 06 Juni 1996
Alamat : Komplek Bumi Agung Permai 1 RW 11/RT 06 D1 No.8
Serang, Banten
No. HP : 087771270628
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. TK Islam Al-Azhar 10 Serang : 2000-2001
2. SD Islam Al-Azhar 10 Serang : 2001-2007
3. SMP Islam Al-Azhar 11 Serang : 2007-2010
4. SMA Negeri 1 Serang : 2010-2012
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2012-Sekarang