gbs diagnosis & tatalaksana 1

13
Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Guillain-Barre Disusun oleh: Eltari Sisvonny Saragih (11.2013.273) Mohamad Faisal (11.2013.038) Pembimbing: dr. Tri Budiyono, Sp. S 1

Upload: shazni-afandi-rusli

Post on 16-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

jxj

TRANSCRIPT

Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Guillain-Barre

Disusun oleh:Eltari Sisvonny Saragih(11.2013.273)Mohamad Faisal (11.2013.038)

Pembimbing:dr. Tri Budiyono, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAFFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAPERIODE 13 JUNI 2015 18 JULI 2015RUMAH SAKIT BAYUKARTAKARAWANG

BAB IPendahuluan

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik.Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.1Parry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.1

BAB IIPembahasan

Epidemiologi Angka kejadian Sindroma Guillain Barre adalah sekitar 1 sampai 3 per 100.000 penduduk sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Eropa, USA dan Australia. Penyakit ini dapat mengenai semua umur dengan puncaknya pada dewasa muda dan dewasa. Laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan. Tidak ada variasi yang konsisten mengenai geografi, namun demikian ada variasi yang sesuai dengan musim. Data epidemiologis mengenai Sindroma Guillain Barre di Indonesia belum didapatkan. Perbandingan antara penderita laki-laki dan perempuan yang terkena Sindroma Guillain Barre sekitar 1,3 sampai 1,5 dibanding 1. Pada penelitian ini perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 57,9% dibanding 42,1%.2Dilaporkan bahwa di China Selatan Sindroma Guillain Barre predominan terjadi pada anak dibawah umur 7 tahun sebanyak 33%, sedangkan di Taiwan 21% terjadi pada anak dibawah umur 10 tahun. Sekitar 70 persen kasus Sindroma Guillain Barre ada hubungannya dengan infeksi sebelumnya. Biasanya Sindroma Guillain Barre terjadi 2 sampai 3 minggu setelah infeksi saluran pernafasan dan pencernaan.2

Etiologi Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain: 1. Infeksi2. Vaksinasi3. Pembedahan4. Penyakit sistematik: keganasan, systemic lupus erythematosus, tiroiditis, penyakit Addison 5. Kehamilan atau dalam masa nifas SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Selain itu, mungkin dapat ditelusuri risiko infeksi oleh virus atau bakteri sebelum terjadinya SGB, dan beberapa virus atau bakteri yang mungkin bisa menimbulkan SGB adalah :1

Tabel 1. Infeksi Akut yang Berhubungan Dengan SGB

Patogenesis Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi.1Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:11.Didapatkan antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi. 2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi 3. Didapatkan penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi. Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.1

DiagnosisBerikut jumlah kasus SGB ini yang agak jarang ditemukan, maka perlu diketahui kriteria diagnosis yang tepat supaya diagnosis dapat dibuat dengan tepat dan benar hingga akhirnya dapat membantu dalam menentukan penatalaksanaan yang sesuai untuk kasus SGB.Kriteria diagnosis yang dapat digunakan adalah : 3 Gejala yang diperlukan untuk diagnosis SGB Kelemahan progresif pada kedua tangan dan kedua kaki. Areflexia Gejala yang mendukung diagnosis SGB Perjalanan penyakit progresif, beberapa hari hingga 4 minggu Simptom yang hampir simetris Gejala sensorik ringan Keterlibatan saraf kranial Penyembuhan sekitar 2 minggu setelah periode progresif Disfungsi otonomik Tidak ada demam sewaktu onset Peningkatan protein LCS dengan hitung leukosit LCS < 10 x 106/L Uji elektrofisiologi tipikal Gejala yang tidak mendukung diagnosis SGB Gejala sensori tanpa gejala motorik Diagnosis penyakit lain seperti : Myasthenia Botulism Poliomyelitis Diphteria Porphyria Neuropati Toksik

Dari sumber yang lain, membahas diagnosis SGB dengan kriteria yang sama dengan yang telah dibahas sebelumnya dengan terdapat tambahan seperti nyeri ringan sewaktu onset dan konduksi lambat atau terhambat pada elektomyografi.

Diagnosis BandingBeberapa penyakit lain dapat mempunyai gejala atau manifestasi yang mirip seperti SGB sehingga harus diketahui apa saja kelainan yang bisa menyebabkan gejala tersebut hingga akhirnya dapat dibedakan dengan SGB.Antara diagnosis banding SGB adalah :4 SSPParalisis histerikal CerebellumAtaxia cerebelli akut Medula SpinalisMyelitis TransversaKompresi Medula Spinalis Sel Kornu AnteriorPoliomyelitis Saraf PeriferParalisis Tick (US)Neuropati ToksikDiphtheriaPorphyria Neuromuskular JunctionBotulismMyasthenia GravisParalisis Tick (Australia) OtotMyositis VirusMyopati InflamasiMyopati Metabolik

Pemeriksaan penunjangPemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, glukosa darah, dan elektrolit untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain.5Pada pemeriksaan CSS ditemukan peningkatan konsentrasi protein pada beberapa pasien setelah 2 sampai 3 minggu. Fraksi -globulin biasanya meningkat. Sel-sel, terutama monosit, ditemukan pada 20 % kasus, tetapi yang khas adalah peningkatan salah satu fraksi protein tanpa peningkatan jumlah sel (disosiasi sitoalbuminik).5Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (Nerve Conduction Velocity) untuk menilai potensial aksi yang dikeluarkan oleh akson. Gambaran pada pasien sindrom Guillain-Barre adalah melambatnya kecepatan hantar saraf sensorik dan motorik, memanjangnya latensi motorik distal, serta kecepatan hantaran gelombang F melambat yang menggambarkan adanya perlambatan pada segmen proksimal dan radiks saraf. Melambatnya konduksi saraf merupakan gejala yang muncul pada akhir perjalanan penyakit.5Pemeriksaan EMG (Electromyography) untuk menilai aksi potensial otot.5

Penatalaksanaan Terapi imunomodulator seperti plasmaferesis atau imunoglobulin intravena (IVIg) sering digunakan. Dapat diberikan vitamin neurotropik. Keputusan untuk menggunakan terapi imunomodulator adalah berdasarkan pada derajat keparahan penyakit, progresifitas dan lamanya waktu antara gejala pertama dengan manifestasi klinisnya.51. IVIg : bekerja menghambat reseptor makrofag, menghambat komplemen pengikat, dan menetralisir antibodi patologis. Dosis : dewasa atau anak 400 mg/kgBB IV, umumnya dibagi dalam 5 dosis selama 5 hari. Kontraindikasi : reaksi anafilaktik dapat terjadi pada pasien defisiensi IgA yang berinteraksi dengan antibodi anti-IgA. Jika hal ini terjadi, pemberian IVIg dapat disertai dengan preparat IgA dosis rendah.52. Plasmaferesis atau plasma ekspander : mekanismenya adalah membuang imunoglobulin dan antibodi dari serum dengan cara memindahkan darah tubuh dan menggantinya dengan fresh frozen plasma, albumin, atau salin. Dosis dewasa atau anak : 3-5 kali penggantian, 50 ml/kgBB plasma secara IV selama 1-2 minggu. Kontraindikasi : septikemi, perdarahan aktif dan instabilitas kardiovaskular yang berat.5

Prognosis Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Kematian berkisar antara 2 10 % dengan penyebab kematian karena gagal napas, gangguan fungsi otonom, infeksi dan emboli paru. Sembilan puluh lima persen terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan 6 bulan (maksimal yang pernah dilaporkanadalah 4 tahun). Lima persen dari pasien dapat mengalami relaps. Dua puluh sampai tiga puluh persen pasien akan mengalami gejala sisa berupa kesemutan atau kelumpuhan yang permanen.

BAB IIIKesimpulan

Sindroma Guillain-Barre adalah penyakit langka yang menyebabkan tubuh menjadi lemah kehilangan kepekaan yang sering terjadi pada usia dewasa muda. Kesulitan dari terapi SGB ini salah satunya adalah sulitnya didiagnosis pada fase-fase awal.Penderita SGB biasanya didahului oleh infeksi pernapasan seperti influenza selama kurang lebih 1 4 minggu.Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe LMN.Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis.Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.SGB mempunyai prognosis yang baik tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa.Kematian berkisar antara 2 10 % dengan penyebab kematian karena gagal napas, gangguan fungsi otonom, infeksi dan emboli paru.95% terjadipenyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan 6 bulan.

Daftar Pustaka1. Japardi Iskandar. Sindroma guillain-barre. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah, USU Medan 2002. 2. Masdar Muid. Manifestasi klinis dan laboratoris penderita sindroma guillain barre di ruang perawatan anak RSU Dr. Saiful Anwar. Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXI, No. 2 Agustus 2005.3. Murray Longmore, Ian B. Wilkinson, Edward H. Davidson, et. al, Oxford Handbook of Clinical Medicine. Oxford University Press Inc, New York 2010. p 716 -717.4. Himpunan Mahasiswa Pendidikan Dokter, Guillain-Barre Syndromehttp://hmpd.fk.uns.ac.id/guillain-barre-syndrome/. Diakses 1 Juli 2015.5. Dewanto George, et. al. Panduan praktis diagnosis dan tata laksana penyakit saraf. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2007.10