hadanah 2

23
BAB I PENDAHULUAN Penikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Pernikahan dan perwujudannya merupakan hasrat alami manusia yang terbaik dengan naluri. Hal ini merupakan salah satu berkah terbesar dari Allah. Pernikahan dapat membuat mereka menemukan pasangan yang baik dan serta yang mau berbagi rasa dalam masa-masa susah dan bahagia. Namun, tidak sedikit ternyata harapan dan cita- cita perkawinan kandas ditengah jalan. Padahal “ Perkara halal sangat dibenci oleh Allah adalah talaq “. Begitulah hadist rasul. Kendati demikian walau ada ungkapan seperti itu ternyata banyak juga kehidupan berkeluarga yang mengalami perceraian. Suami yang menjatuhkan talaq pada istrinya berarti telah melakukan perkara yang sangat dibenci Allah Swt, meskipun hal itu boleh dilakukan karena alasan tertentu. Sebaliknya, seorang istri yang minta talaq kepada suaminya sangat dikecam oleh islam. Rosululloh bersabda “ Siapa saja perempuan yang minta ditalaq oleh suaminya tanpa sebab maka haramlah perempuan itu mencium wewangian surga”.

Upload: ucok-nasution

Post on 22-Jun-2015

21 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: hadanah 2

BAB I

PENDAHULUAN

Penikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal. Pernikahan dan perwujudannya merupakan hasrat alami manusia yang

terbaik dengan naluri. Hal ini merupakan salah satu berkah terbesar dari Allah.

Pernikahan dapat membuat mereka menemukan pasangan yang baik dan serta

yang mau berbagi rasa dalam masa-masa susah dan bahagia.

Namun, tidak sedikit ternyata harapan dan cita-cita perkawinan kandas

ditengah jalan. Padahal “ Perkara halal sangat dibenci oleh Allah adalah talaq “.

Begitulah hadist rasul. Kendati demikian walau ada ungkapan seperti itu ternyata

banyak juga kehidupan berkeluarga yang mengalami perceraian. Suami yang

menjatuhkan talaq pada istrinya berarti telah melakukan perkara yang sangat

dibenci Allah Swt, meskipun hal itu boleh dilakukan karena alasan tertentu.

Sebaliknya, seorang istri yang minta talaq kepada suaminya sangat dikecam oleh

islam. Rosululloh bersabda “ Siapa saja perempuan yang minta ditalaq oleh

suaminya tanpa sebab maka haramlah perempuan itu mencium wewangian

surga”.

Ketika perceraian terjadi dalam sebuah hubungan pernikahan, yang

sebenarnya terjadi adalah perceraian tersebut tidak akan menyelesaikan segala

bentuk masalah yang terjadi, akan tetapi dengan perceraian itu akan lahir masalah-

masalah baru, diantaranya hak asuh anak ( hadhanah), iddah, pembagian harta

gono gini, putusnya hubungan silaturahmi dan sebagainya.

Untuk itu kami mengangkat tema dengan bahasan Hadhanah akibat

perceraian yang mana seorang isteri maupun suami masih mempunyai kewajiban

untuk mengasuh anak dari buah pernikahan mereka sehingga anak hasil

perkawinan mereka terpelihara dengan baik. Hadhanah yaitu melakukan

Page 2: hadanah 2

pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan

ataupun sudah besar namun belum mumayyiz, menjaganya dari sesuatu yang

menyakiti dan merusaknya sehingga mampu berdiri sendirib menghadapi hidup

dan memikul tanggung jawab. Selain hadhanah masalah yang akan kami bahas

dalam makalah ini adalah tentang Iddah. Iddah ialah satu masa dimana

perempuan yang telah di ceraikan, baik cerai hidup maupun cerai mati, harus

menunggu untuk meyakinkan apakah rahimnya kosong atau berisi kandungan.

Page 3: hadanah 2

BAB II

PEMBAHASAN

A. HADHANAH

1. Pengertian Hadhanah

           Hadhanah berasal dari kata “Hidhan” yang berarti lambang. Seperti kata

Hadhanah atl-thaairu baidhahu ‘burung itu mengapit telur di bawah sayapnya’.

Begitu pula seorang perempuan (ibu) yang mengapit anaknya. karma ibu

menyusukan anaknya dipangkuanya, seakan-akan ibu melindungi dan memelihara

anaknya, sehingga hadhanah di jadikan istilah yang dimaksud.

Dalam bukunya Abd. Rahman Ghazaly. M.A. Hadhanah menurut bahasa

berarti “meletakkan sesuatu dekat tulang rusuk atau di pangkuan”, karena ibu

waktu menyusukan anaknya meletakkan anak itu di pangkuannya, seakan-akan

ibu di saat itu melindungi dan memelihara anaknya, sehingga “Hadhanah”

dijadikan istilah yang maksudnya: “pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari

lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh

kerabat anak itu”.1

Para ulama’ fiqih mendefinisikan hadhanah, yaitu melakukan

pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki ataupun perempuan, atau

yang sudah besar tetapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu yang menjadikan

kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik

jasmani, rohani, dan akalnya agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan

memikul tanggung jawabnya.2

1Ghazaly Rahman. Fikih Munakahat. Jakarta: Kencana. Hal. 175

2Aminuddin, Slamet Abidin. Fikih Munakahat 2. Bandung: cv Pustaka Setia. Hal. 17

Page 4: hadanah 2

Dengan demikian, mengasuh artinya memelihara dan mendidik. Maksudnya

adalah mendidik dan mengasuh anak-anak yang belum mumayyiz atau belum

dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, belum pandai menggunakan

pakaian dan bersuci dan sebagainya.

2. Status Hukum Dan Dasar Hadhanah

Para ulama menetapkan bahwa pemeliharaan anak itu hukumnya wajib,

sebagaimana wajib memeliharanya selama berada dalam ikatan perkawinan.

Adapun dasar hukumnya mengikuti umum perintah Allah untuk membiayai anak

dan istri dalam firman Allah pada surat Al-Baqarah (2) ayat 233:

اع�ة� ض� الر� ي ت�م� نأ� اد� ر�

أ� ل�م�ن� ل�ي�ن� ك�ام� ل�ي�ن� و� ح� و�ال�د�ه ن�أ� ع�ن� ض� ي ر� ال�د�ات ال�و� و�

ا ع�ه� و س� إ�ال� ن�ف�س% ت ك�ل�ف ال� وف� ع�ر ب�ال�م� ن� ت ه و� و�ك�س� ن� ه ق ر�ز� ل�ه ل ود� و� ال�م� و�ع�ل�ى

اد�ا ر�أ� إ�ن� ف� ذ�ل�ك� ث�ل م� ال�و�ار�ث� و�ع�ل�ى ل�د�ه� ب�و� ل�ه ل ود و� م� و�ال� ا ل�د�ه� ب�و� ال�د�ة و� آر� ت ض� ال�

أ�ن د�ت م� ر�أ� إ�ن� و� ا م� ع�ل�ي�ه� ن�اح� ج ال� ف� Bر او ت�ش� و� ا م� ن�ه Dم Bاض ت�ر� ع�ن Fاال ف�ص�

وف� ع�ر ب�ال�م� آء�ات�ي�ت م م� ت م ل�م� س� إ�ذ�ا ع�ل�ي�ك م� ن�اح� ج ال� ف� و�ال�د�ك م�أ� ع وا ض� ت�ر� ت�س�

{ ير ب�ص� ل ون� ت�ع�م� ا ب�م� الله� ن�أ� و�اع�ل�م وا الله� وا ات�ق {233و�

 

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah: 233).

Begitu juga dalam Al-Qur’an yang lain yaitu: Surat At-Tahrim ayat 06:

نـاراوقودهـاالـناسوأهـليكمآمـنواقـواأنـفسكميـاأيهاالـذين

(التحريم (6والحجارة

Page 5: hadanah 2

“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api

neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….. ”

Kewajiban membiayai anak yang masih kecil bukan hanya berlaku selama

ayah dan ibu masih terkait dalam tali perkawinan saja, akan tetapi juga berlanjut

setelah terjadinya perceraian dalam perkawinan.3

Nabi Muhammad bersabda:

القيامة يوم أحبته بين و بينه الله فرق وولدهـا والدة بين فرق من

ماجه) ( ابن و الترمذي أخرجه

“Barang siapa memisahkan antara seorang ibu dengan anaknya, maka Allah

akan memisahkan antara dia dan keaksih-kekasihnya pada hari kiamat.” (HR.

Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Pemeliharaan atau pengasuhan anak itu berlaku antara dua unsur yang

menjadi rukun dalam hukumnya, yaitu orang tua yang mengasuh yang disebut

hadhin dan anak yang diasuh disebut mahdhun. Keduanya harus memenuhi syarat

yang ditentukan untuk wajib dan sahnya tugas mengasuh itu. Dalam masa ikatan

perkawinan ibu dan ayah secara bersama berkewajban untuk memelihara anak

hasil dari perkawinan itu. Setelah terjadinya perceraian dan keduanya harus

berpisah, maka ibu atau ayah berkewajiban memelihara anaknya secara sendiri-

sendiiri.

Ayah dan ibu yang akan bertindak sebagai pengasuh disyaratkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Sudah dewasa. Orang yang belum dewasa tidak akan mampu melakukan

tugas yang berat itu, oleh karenanya belum diketahui kewajiban dan

tindakan yang dilakukannya itu belum dinyatakan memenuhi persyaratan.

2. Berpikir sehat. Orang yang kurang akalnya seperti idiot tidak mampu

berbuat untuk dirinya sendiri dan dengan keadaanya itu tentu tidak akan

mampu berbuat untuk orang lain.

Page 6: hadanah 2

3Syarifiddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat Dan

Undang-undang Perkawinan. Jakarta: hal. 328

3. Beragama islam. Ini adalah pendapat yang dianut oleh jumhur ulama,

karena tugas pengasuhan itu termasuk tugas pendidikan yang akan

mengarahkan agama anak yang diasuh. Kalau diasuh oleh orang yang

bukan islam dikhawatirkan anak yang diasuh akan jauh dari agamanya.

4. Adil dalam arti menjalankan secara baik, dengan meninggalkan dosa besar

dan menjahui dosa kecil. Kebalikan dari adil dalam hal ini disebut fasiq

yaitu tidak konsisten dalam beragama. Orang yang komitmen agamanya

rendah tidak dapat diharapkan untuk mengasuh dan memelihara anak yang

masih kecil.

Adapun syarat untuk anak yang akan diasuh (mahdhun) itu adalah:

1. Ia masih berada dalam usia kanak-kanak dan belum dapat berdiri sendiri

dalam mengurus hidupnya sendiri.

2. Ia berada dalam keadaan tidak sempurna akalnya dan oleh karena itu tidak

dapat berbuat sendiri, meskipun telah dewasa, seperti orang idiot. Orang

yang telah dewasa dan sehat sempurna akalnya tidak boleh berada di bawah

pengasuhan siapapun.

3. Hadhanah Menurut Pandangan Fuqaha’.

Para fuqaha’ sepakat bahwa hak pemeliharaan anak (hadhanah) ada pada

ibu selama ia belum bersuami lagi. Apabila ia telah bersuami lagi dan sudah

disetubuhi oleh suami yang baru maka gugurlah pemeliharaannya. Sedangkan

para Imam Mazhab berbeda pendapat tentang suami istri yang bercerai, adapun

mereka mempunyai seorang anak atau lebih. Siapakah yang berhak memelihara

anaknya?

a. Imam Hanafi dalam salah satu riwayatnya: Ibu lebih berhak atas anaknya

hingga anak itu besar dan dapat berdiri sendiri dalam memenuhi keperluan

Page 7: hadanah 2

sehari-hari seperti makan, minum, pakaian, beristinjak, dan berwudhu.

Setelah itu, bapaknya lebih berhak memeliharanya. Untuk anak

perempuan, ibu lebih berhak memeliharanya hingga ia dewasa, dan tidak

diberi pilihan.

b. Imam Miliki berkata: ibu lebih berhak memelihara anak perempuan

hingga ia menikah dengan orang laki-laki dan disetubuhinya. Untuk anak

laki-laki juga seperti itu, menurut pendapat Maliki yang masyhur, adalah

hingga anak itu dewasa.

c. Imam Syafi’i berkata: Ibu lebih berhak memeliharanya, baik anak itu laki-

laki maupun perempuan, hingga ia berusia tujuh tahun. Apabila anak

tersebut telah mencapai usia tujuh tahun maka anak tersebut diberi hak

pilih untuk ikut diantara ayah atau ibunya.

d. Imam Hambali dalam hal ini mempunyai dua riwayat: Pertama, ibu lebih

berhak atas anak laki-laki sampai ia berumur tujuh tahun. Setelah itu, ia

boleh memilih ikut bapaknya atau masih tetap bersama ibunya. Sedangkan

untuk anak perempuan, setelah ia berumur tujuh tahun, ia terus tetap

bersama ibunya, tidak boleh diberi pilihan. Kedua, seperti pendapatnya

Imam Hanafi, yaitu ibu lebih berhak atas anaknya hingga anak itu besar

dan berdiri sendiri dalam memenuhi keperluan sehari-hari sepeti makan,

minum, pakaian, beristinjak, dan berwuduk. Setelah itu, bapak lebih

berhak memeliharanya. Untuk anak perempuan, ibu yang lebih berhak

memeliharanya hingga ia dewasa dan tidak diberi pilihan.4

4. Masa Hadhanah       

Didalam Al-qur’an serta hadist secara tegas tidaklah terdapat tentang masa

hadhanah, hanya saja terdapat isyarat-isyarat yang menerangkan ayat tersebut.

Oleh karena itu hanya saja para ulama berijtihad sendiri-sendiri, seperti halnya

mazhab Hanafi berpendapat bahwa hadhanah anak laki-laki habis pada waktu dia

tidak memerlukan penjagaan serta dapat mengurus kepentingan pribadinya,

sedangkan wanita habis pada saat haid pertamanya. Sedangkan pendapat para

mazhab Imam Syafi’i, hadhanah itu berkhir ketika sianak telah mumayyiz atau

berumur lima ataupun enam tahun, dengan dasar hadits sbb :

Page 8: hadanah 2

Muhammad bin Abdurrahman. 2004. Fikih Empat Mazhab. Bandung: hal. 416

“Rasulullah SAW bersabda: anak ditetapkan antara bapak dan ibunya

sebagaimana anak (anak yang belum mumayyiz) perempuan di tetapkan antara

bapak dan ibunya”5.

Berakhirnya masa asuhan adalah pada waktu anak itu sudah bisa ditanya

kepada siapa dan akan terus ikut. Batas usia anak dalam pengawasan orang tuanya

adalah sampai usia anak 21 tahun selama belum melakukan pernikahan (pasal 98

KHI). Kalau anak tersebut memilih ibunya maka si ibu tetap berhak mengasuh

anak itu, kalau anak itu memilih ikut bapaknya maka hak mengasuh pindah pada

bapak.

5. Upah Hadhanah

Ibu tidak berhak atas upah hadhanah seperti menyusui, selama ia masih

menjadi istri dari anak itu, atau masih dalam masa iddahnya. Karena dalam

keadaan tersebut ia masih dalam keadaan dinafkahi, firman Allah S.W.T. yang

artinnya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anak selam dua tahun penuh,

yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya, dan kewajiban ayah

memberikan nafkah lahir bathin kepada ibu dengan cara yang makruf.

6. Hadhanah Dalam Perspektif KHI

Kompilasi Hukum Islam kaitannya dengan masalah ini membagi ada dua

periode bagi anak yang perlu dikemukakan yaitu:

a. Periode Sebelum Mummayiz

Apabila terjadi perceraian dimana telah diperoleh keturunan dalam

perkawinan itu dan pada masa tersebut seorang anak belum lagi mumayyiz

atau belum bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang berbahaya

bagi dirinya, maka anak tersebut dikatakan belum mummayiz.

Page 9: hadanah 2

5Abdurahman Ghodzali Fiqih munhakat, hal 186

KHI menyebutkan pada bab 14 masalah pemeliharaan anak pasal 98

menjelaskan bahwa “ batas usia anak dalam pengawasan orang tuanya adalah

sampai usia anak 21 tahun selama belum melakukan pernikahan ”. Pada pasal

105 ayat (a) bahwa pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum

berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Kemudian KHI lebih memperjelas lagi

dalam pasal 156. 6

b. Periode Mummayiz

Pada masa ini seorang anak secara sederhana telah mampu

membedakan mana yang berbahaya dan mana yang bemanfaat bagi dirinya.

Oleh sebab itu, ia sudah dianggap dapat menjatuhkan pilihannya sendiri

apakah ikut ibunya atau ikut ayahnya. Dengan demikan ia diberi hak pilih

menentukan sikapnya. Hal ini telah diatur dalam KHI pasal 105 ayat (b)

bahwa “Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak

untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak

pemeliharaannya”, dan juga terdapat dalam pasal 156 ayat (b) yang

menyebutkan bahwa anak diberi pilihan untuk ikut dalam asuhan ibu atau

ayat.7

B. IDDAH

1. Pengertian Iddah

Menurut bahasa, kata iddah berasal dari kata ’adad (bilangan dan ihshaak

(perhitungan), seorang wanita yang menghitung dan menjumlah hari dan masa

haidh atau masa suci. Menurut istilah, kata iddah ialah sebutan/nama bagi suatu

masa di mana seorang wanita menanti/menangguhkan perkawinan setelah ia

ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu

kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’, atau berakhirnya beberapa

bulan yang sudah ditentukan.

Page 10: hadanah 2

6Kompilasi Hukum Islam, Surabaya: Kesindo Utama.7ibid.

2. Dasar Hukum Iddah

Seluruh kaum muslimin sepakat atas wajibnya iddah, pada sebagian

landasan pokoknya diambil dari Kitabullah dan Sunnah Rasul.

Firman allah SWT :

Artinya : Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga

kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah

dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-

suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)

menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan

kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu

tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana. ( Q:S Albaqarah 228) 8

Page 11: hadanah 2

Artinya : Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan

isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat

bulan sepuluh hari.

8Al-Quran dan terjemahan Depag RI, 2005 QS. (al-Baqoroh [2]: 228

Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali)

membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah

mengetahui apa yang kamu perbuat. (Q:S al baqarah 234). 9

NAbi Muhammad bersabda kepada Fatimah binti Qais:

مكتوم أم ابن بيت في إعتدي

Artinya: “Beriddahlah kamu di rumah Ibnu ummi maktum”…

3. Macam – Macam Iddah

a. Iddah Talak

Iddah talak adalah terjadi karena perceraian, perempuan yang berada

dalam iddah talak antara lain:

1) Perempuan yang telah di campuri dan ia belum putus dalam masa haid.

Iddahnya 3 kali suci (3 kali haid atau 3 kali Quru’). (Q:S al baqarah 228).

2) Perempuan yang dicampuri dan tidak haid baik ia perempuan belum balig

atau perempuan tua yang tidak haid, maka iddahnya untuk 3 bulan

menurut penggalan, jika tertalak dapat bertemu pada permulaan bulan.

(Q:S At talak 4).

3) Perempuan-perempuan yang tertalak dan belum di setubuhi, perempuan

ini, tidak ada iddahnya. (Q:S al ahzab 49).

b. Iddah Hamil

Yaitu iddah yang terjadi apabila perempuan-perempuan yang

diceraikan itu sedang hamil, iddahnya samapai melahirkan.(Q:S At talak4)

c. Iddah Mati

Adalah: Iddah yang terjadi apabila seseorang (perempuan) di

tinggal mati suaminya.iddahnya selama 4 bulan 10 hari. (Q:S Al Baqarah

234)

Page 12: hadanah 2

d. Iddah wanita yang kehilangan suami.

Seseorang perempuan yang kehilangan suaminya (tidak di ketahui

keberadaan suami, apakah dia telah mati atau hidup) maka wajiblah di

9Al-Quran dan terjemahan Depag RI, 2005 QS(Q.S. Al-Baqoroh 2 : 234)

menunggu selama 4 tahun lamanya sesudah itu hendaknya dia beriddah bulan

10 hari.

e. Iddah perempuan yang di Ila’

Bagi perempuan yang di ila’ timbul perbedaan pendapat apakah ia harus

menjalani iddah atau tidak. Bagi fuqoha’ yang lebih memperhatikan segi

kemaslahatan, mereka tidak memandang perlu adanya iddah, sedangkan fuqoha’

yang lebih memperhatikan segi ibadah maka mereka mewajibkan iddah atasnya.

4. Tujuan Disyariatkan 'Iddah

a. Tujuan Islam mensyariatkan 'iddah ke atas kaum wanita ialah untuk

memastikan rahim wanita tersebut suci dari air mani suaminya pada saat ia

diceraikan dan juga memastikan ia tidak hamil daripada lelaki yang

menyetubuhinya sebagai langkah mencegah percampuran nasab dan

keturunan.

b. Bagi wanita yang diceraikan dengan talak yang boleh dirujuk, ini

memberikan peluang kepada suaminya untuk memikirkan kembali saat-

saat manis ketika mereka bersama dan kembali rujuk kepada isterinya

setelah fikirannya kembali tenang.

c. Masa menunggu yang agak panjang ini memberikan peluang kepada

pasangan suami isteri untuk menginsafi kembali kesalahan masing-masing

dan mencari punca perselisihan antara mereka dan semoga itu mereka

dapat bersatu semula.

d. Tujuan 'iddah juga supaya ikatan sesuatu perkahwinan itu dapatlah

dipanjangkan waktunya dan pada tempoh itu adalah diharapkan kewarasan

dan kematangan fikiran pasangan suami isteri yang berselisih dapat

Page 13: hadanah 2

dipulihkan dan menghubungkan kembali persefahaman dan kasih sayang

mereka.

e. Sewaktu melalui proses 'iddah banyak peluang yang boleh direbut oleh

wakil dari kedua-dua belah pihak suami isteri bagi mencari jalan keluar

dan perdamaian antara mereka dari perselisihan dan semoga dengan cara

ini diharapkan dapatlah mempersatukan mereka semula serta menjauhi

dari berlakunya perceraian.

f. Agama Islam meletakkan institusi kekeluargaan adalah sesuatu yang tinggi

dan mulia terutama bagi pasangan suami isteri dimana hubungan kelamin

bagi pasangan suami isteri tetap mendapat ganjaran pahala yang besar di

sisi Tuhan. Agama Islam amat benci kepada perceraian dan keruntuhan

institusi kekeluargaan di mana ia boleh membawa kepada lebih banyak

lagi permasalahan sosial.

g. Bagi perceraian yang berlaku kerana kematian suami, tujuan 'iddah ialah

untuk isteri menjaga hak-hak suaminya, kaum kerabat, menzahirkan

perasaan sedih dan dukacita, membuktikan kesetiannya kepada bekas

suami serta menjaga ama baik dan maruah diri dan keluarga agar tidak

diperkatakan oleh orang lain.

h. 'Iddah adalah anugerah dari Allah untuk hamba-Nya yang membuktikan

kasih sayang dan kesungguhan bagi memelihara dan menjaga keutuhan

institusi kekeluargaan dalam Islam.

5. Hak dan Kewajiban Suami Istri Dalam Masa Iddah

Fuqoha’ telah sepakat dalam masa iddah tala’ roj’I berhak mendapat

nafkah dan tempat tinggal. Istri-istri yang di talak dalam keadaan hamil masih

berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal.

Firman Allah SWT:

وه�ن� �ض�ار� ت و�ال ��م و�ج�د ك �م ن ��م �ت �ن ك س� �ث� ح�ي �م ن �وه�ن� ك ن �س� أ

ح�ت�ى �ه ن� �ي ع�ل �ف ق�وا �ن ف�أ ح�م�ل- �والت أ �ن� ك �و�إ ن �ه ن� �ي ع�ل 2ق�وا �ض�ي ل ت

الطالق ( : �ه�ن� ح�م�ل �ض�ع�ن� )6ي

Page 14: hadanah 2

Artinya : “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal

menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk

menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah

ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya

hingga mereka bersalin” (Q.S. At-Thalaq :6)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hadhanah adalah memelihara atau merawat dan membekali anak secara

material maupun spritual, mental maupun fisik agar anak mampu berdiri sendiri

dalam mengahadapi kehidupannya sebagai seorang muslim yang dewasa.

Hadahanah mencakup aspek pendidikan, penncukupan kebutuhan, usia.

Untuk menjadi seorang hadhanah harus mempunyai syarat-syarat yakni :

1. Berakal

2. Merdeka

3. Menjalankan Agama

4. Dapat menjaga Kehormatan dirinya

5. Orang yang dipercaya

6. Orang yang menetap didalam negri anak yang di didiknya

7. Keadaan perempuan tidak bersuami, kecuali bersuami denga keluarga dari

anak yang memang berhak pula yang untuk mendidik anak itu, maka

haknya tetap

Adapun syarat untuk anak yang akan diasuh (mahdhun) itu adalah:

1. Ia masih berada dalam usia kanak-kanak dan belum dapat berdiri sendiri

dalam mengurus hidupnya sendiri.

2. Ia berada dalam keadaan tidak sempurna akalnya dan oleh karena itu tidak

dapat berbuat sendiri, meskipun telah dewasa, seperti orang idiot.

Page 15: hadanah 2

Iddah ialah sebutan/nama bagi suatu masa di mana seorang wanita

menanti/menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya

atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya, atau

berakhirnya beberapa quru’, atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah

ditentukan. Seluruh kaum muslimin sepakat atas wajibnya iddah, pada sebagian

landasan pokoknya diambil dari Kitabullah dan Sunnah Rasul.

Ada beberapa macam iddah, yaitu :

1. Perempuan yang telah di campuri dan ia belum putus dalam masa haid.

Iddahnya 3 kali suci (3 kali haid atau 3 kali Quru’).

2. Perempuan yang dicampuri dan tidak haid baik ia perempuan belum balig

atau perempuan tua yang tidak haid, maka iddahnya untuk 3 bulan

menurut penggalan, jika tertalak dapat bertemu pada permulaan bulan.

3. Perempuan-perempuan yang tertalak dan belum di setubuhi, perempuan

ini, tidak ada iddahnya.

4. Iddah wanita hamil Yaitu iddah yang terjadi apabila perempuan-

perempuan yang diceraikan itu sedang hamil, iddahnya samapai

melahirkan.

5. Iddah wanita yang ditinggal mati Adalah: Iddah yang terjadi apabila

seseorang (perempuan) di tinggal mati suaminya.iddahnya selama 4 bulan

10 hari. (Q:S Al Baqarah 234)

6. Iddah wanita yang kehilangan suami. Seseorang perempuan yang

kehilangan suaminya (tidak di ketahui keberadaan suami, apakah dia telah

mati atau hidup) maka wajiblah di

7. Iddah wanita yang di ila’.

Salah satu tujuan disyareatkannya iddah dalam islam yaitu ,'Iddah

merupakan anugerah dari Allah untuk hamba-Nya yang membuktikan kasih

sayang dan kesungguhan bagi memelihara dan menjaga keutuhan institusi

kekeluargaan dalam Islam. Agama Islam amat benci kepada perceraian dan

Page 16: hadanah 2

keruntuhan institusi kekeluargaan di mana ia boleh membawa kepada lebih

banyak lagi permasalahan sosial. Kemudian bagi perceraian yang berlaku karena

kematian suami, tujuan 'iddah ialah untuk isteri menjaga hak-hak suaminya, kaum

kerabat, menzahirkan perasaan sedih dan dukacita, membuktikan kesetiannya

kepada bekas suami.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, Slamet Abidin. Fikih Munakahat 2. Bandung: Pustaka Setia.

Kompilasi Hukum Islam, Surabaya: Kesindo Utama.

Muhammad , Abdurrahman. 2004. Fikih Empat Mazhab. Bandung.

Nienda. 2011.Hak Asuh Anak Akibat Perceraian.(online)( http:// nindyaprisca.

wordpress.com/) diakses pada 31 desember 2011.

Rahman Ghozali Abdul,MA .2008. Fiqih Munhakhat. Jakarta: Kencana.

Rasyd Sulaiman, H, .1994. Fiqih Islam. Bandung: Sinar baru Algensindo.

Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqih

Munakahat dan Undang-undang Perkawinan. Jakarta: Kencana.