hadits maudhu' (imam susanto)
TRANSCRIPT
MAKALAH
HADITS MAUDHU’
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata KuliahSTUDI HADITS: METODOLOGI DAN TEMATIK
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Enizar, M. Ag
Oleh:
NAMA : IMAM SUSANTONPM : 1403691JURUSAN : TARBIYAHPRODI : PAI
PROGRAM PASCASARJANA (PPs) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO
1436 H / 2015 M
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan mengucap puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT karena
berkat rahmat dan hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Studi Hadits: Metodologi dan Tematik, dengan pokok bahasan “Hadits
Maudhu’”
Penulis menyadari dalam membuat makalah ini banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu saran dan kritik sangat penulis harapkan
guna memperbaiki dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Metro, Maret 2015
Penulis
Imam SusantoNPM. 1403691
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Pengertian Hadits Maudhu’.................................................................. 3
B. Motif dan Latar Belakang Pemalsuan Hadits....................................... 3
C. Dampak Pemalsuan Hadits................................................................... 10
D. Ciri-ciri Hadits Maudhu’...................................................................... 10
E. Kitab yang Memuat Hadits Maudhu’................................................... 14
F. Upaya Penyelamatan Hadits dari Maudhu’.......................................... 14
BAB III KESIMPULAN................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis Nabi SAW sebagaimana telah diyakini- merupakan sumber
ajaran yang kedua bagi umat Islam. Kedudukannya sebagai sumber ajaran
agama, memiliki legitimasi langsung dari Allah Swt. melalui Al-Quran.
Bahkan disatu sisi Hadis memiliki kedudukan yang sejajar dengan Al-Quran,
mengingat antara keduanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu bangunan
pemahaman agama dan implementasi ajarannya.
Namun secara hierarkis posisi Hadis tetaplah berada dibawah Al-
Quran, sebagaimana dalam banyak ayat Al-Quran menggambarkan demikian.
Apalagi dilihat dari segi proteksi terdapat perbedaan yang mendasar antara
Hadis dengan Al-Quran, tidak seperti halnya Al-Quran, Hadis tidak memiliki
garansi langsung dari Allah SWT atas pemeliharaanya. Sehingga sangat
memungkinkan terjadinya penyelewengan dan pemalsuan.
Masalah hadits maudhu atau hadits palsu berawal dari pertentangan
politik yang terjadi pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib yang berujung
pada pembuatan hadits-hadits palsu yang tujuannya adalah untuk
mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang tertentu. Akibat
perpecahan politik ini, hampir setiap golongan membuat hadits maudhu untuk
memperkuat golongannya masing-masing.
Ulumul hadits merupakan suatu ilmu pengetahuan yang komplek dan
sangat menarik untuk diperbincangkan, salah satuanya adalah mengenai
hadits maudhu yang menimbulkan kontrofersi dalam keberadaannya. Suatu
pihak menanggapinya dengan apa adanya, ada juga yang menanggapinya
dengan beberapa pertimbangan dan catatan, bahkan ada pihak yang
menolaknya secara langsung.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadits maudhu’ ?
2. Apa motif dan bagaimana latar belakang timbulnya pemalsuan hadits ?
3. Apa dampak dari pemalsuan hadits ?
4. Bagaimana ciri-ciri hadits maudhu’ ?
5. Apa nama kitab yang memuat hadits maudhu’ ?
6. Bagaimana upaya penyelamatan hadits dari maudhu’ ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits Maudhu’
Pengertian Hadits maudhu’ secara etimologis (kebahasaan) adalah berasal
dari kata wado`a-yado`u. Kata wado’a memiliki beberapa makna
diantaranya: menggugurkan, meninggalkan, mengada-ada, dan membuat-
buat. Maudu’ berasal dari isim maf’ul dari وضع يضع اوضع menurut
bahasa seperti (meletakkan atau menyimpan).1 Sedangkan pengertian Hadits
maudu’ secara terminologi (istilah) adalah Sesuatu yang dinisbatkan kepada
rasulullah SAW secara mengada-ada dan dusta, yang tidak beliau sabdakan,
beliau kerjakan ataupun beliau taqrirkan.2 Dapat disimpulkan bahwa hadits
maudu’ adalah hadits palsu yang dibuat-buat dan mengatasnamakan Nabi
SAW.
B. Motif dan Latar Belakang Pemalsuan Hadits
Banyak pendapat yang telah diungkapkan oleh para ahli mengenai motif
dan latar belakang pemalsuan hadits. Satu pendapat mengatakan bahwa
pemalsuan Hadis telah terjadi sejak zaman Rasulullah Saw. Adapula yang
berpendapat bahwa pemalsuan Hadits mulai terjadi pada tahun 40 Hijriah.
Sedangkan pendapat lainnya menyatakan bahwa pemalsuan Hadis baru
terjadi pada akhir abad kesatu Hijriah.3 Ada pula pendapat yang mengatakan
bahwa pemalsuan hadits sejak zaman Rasulullah SAW tidak mungkin terjadi,
apalagi jika dilakukan oleh para sahabat, sangat tidak logis. Ia
menggambarkan bagaimana perjuangan para sahabat mendampingi
Rasulullah SAW berkorban dengan harta dan jiwa demi tegaknya agama
Allah SWT serta menghadapi berbagai siksaan. Disamping itu para sahabat
hidup dibawah bimbingan Rasulullah SAW dan mereka menjalani hidup
1 Munzier Suprapto, Utang Ranuwijaya. Ilmu Hadits. Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1993, h. 191.
2 Muhamad `Ajjaj Al-khsthib. Ushul al-hadits.terj.H.M. Qadirun dan Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama, tt. h.352.
3 Mohamad Najib. Pergolakan Politik Umat Islam dalam Kemunculan Hadits Maudhu’. Bandung, 2001, hal. 49
dengan penuh ketaqwaan. Sehingga tidak mungkin jika ada salah seorang
diantara mereka yang melakukan kedustaan atas nama Rasulullah SAW
Sementara pendapat lainnya menyebutkan bahwa Hadis Mauḍū’ telah
muncul sejak masa kekhalifahan ‘Uṡmān bin ‘Affān. Diantara yang
berpendapat demikian adalah Akram al-Umari, Abū Syuhbah, dan Abū Zahu4.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh para ahli, setidaknya dapat
dideskripsikan adanya beberapa faktor yang melatar belakangi dan motif
kemunculan Hadis Mauḍū’.
1. Pertentangan Politik Umat Islam
Apabila saat ini kita menyaksikan perpecahan dalam tubuh umat Islam
didominasi oleh perbedaan-perbedaan pemikiran dalam masalah-masalah
keagamaan. Pada mulanya justru perpecahan muncul bukan dalam ranah
teologi, melainkan dalam ranah politik. Namun tidak memerlukan waktu
yang lama perpecahan itu merambat pada aspek-aspek yang lain.5
Sebagaimana telah banyak dikemukakan didalam referensi-referensi
sejarah politik Islam, sejak masa kekhalifahan ‘Uṡmān hingga masa
kekhalifah ‘Alī bin Abī Ṭālib umat Islam mengalami perpecahan.
Pertentangan diantara umat islam timbul setelah terjadinya pembunuhan
terhadap khalifah Usman bin Affan oleh para pemberontak dan
kekhalifahan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib.6 Sehingga umat Islam
terbagi kepada beberapa kelompok, diantara kelompok tersebut adalah
kelompok pendukung ‘Alī bin Abī Ṭālib (Syi’ah), kelompok pendukung
Mu’āwiyah, kelompok pendukung ‘Alī bin Abī Ṭālib yang melakukan
desersi (Khawārij), dan kelompok yang tidak berpihak kepada ketiga
kelompok tersebut (Jumhur al-Muslimin).
4 Ibid. hal. 51 5 Harun Nasution. Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta,
1986, hal. 3. 6 M. Solahuddin. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia, 2009. h. 176.
Untuk mendukung golongannya masing-masing, mereka membuat hadits
palsu, yang pertama yang paling banyak membuat hadits Maudhu’ adalah
golongan Syiah (Pendukung Ali).7
ل�ى و�إ �ق�و�اه� ت ف ى �و�ح� ن �ى ل و�إ �م ه ل ع ف ى �د�م� ا �ى إل �ظ�ر� �ن ي �ن� أ اد� �ر� ا م�ن�
ف ي �س�ى ي ع ل�ى و�إ ه �ت �ب ه�ي ف ى م�و�س�ى ل�ى و�إ �م ه ل ع ف ي �م� اه ي �ر� ب إ
ي1 ع�ل ل�ى إ �ظ�ر� �ن �ي ف�ل ه �اد�ت ب ع
“ Barang siapa tyang ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya,
ingin melihat Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang
kebaikan hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat
isa tentang ibadahnya, hendaklah melihat Ali”.
�و�ه� �ل ف�اق�ت �ه� م�ع�او ي �م� �ت �ي أ ر3 ذ� إApabila kamu melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia.
Demikian pula kelompok pendukung Mu’āwiyah, orang-orang fanatik
diantara mereka tidak luput dari pemalsuan Hadis dalam rangka mencari
pembenaran atas kebijakan politik Mu’āwiyah yang bersebarangan dengan
sikap politik kelompok lain.8 Diantara Hadis yang mereka ciptakan
misalnya:
: ا �ة� م�ع�او ي و� �ل� �ر ي ب و�ج �ا �ن أ �ة8 �ث �ال ث �اء� �م�ن ألOrang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril Dan Muawwiyah.
Sementara mengenai kelompok Khawārij, masih menjadi perbedaan
pendapat dikalangan ahli terkait partisipasinya dalam memunculkan
Hadis-hadis palsu. Sebagian berpendapat bahwa sekalipun mereka
termasuk kelompok pengikut hawa nafsu, dalam hal perkataan mereka
tetap yang paling benar dan paling ṣaḥīḥ Hadisnya. Apalagi mereka
memiliki keyakinan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir. Sedangkan
7 M. Hasbi Ash-Shiddiqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang, 1987, h. 246.
8 Mohamad Najib. Op.Cit. hal. 95
perbuatan dusta termasuk kedalam kategori dosa besar. Disamping itu
tidak ada riwayat yang secara tegas menunjukan keterlibatan mereka
dalam menciptakan Hadis palsu.
Namun beberapa riwayat menunjukan pengakuan seorang tokoh Khawārij
bahwa ia membuat Hadis. Sebagaimana riwayat berikut:
: الحديث هذا إن3 الخوارج من رجل لي قال الكريم عبد عن
أمرا هوينا إذا 3ا كن 3ا إن دينكم تأخذون من عن فانظروا دين
حديث فى جعلناه
Dari ‘Abdu al-Karīm, telah berkata kepadaku salah seorang dari kelompok Khawārij: Sesungguhnya Hadis ini adalah bagian dari agama, maka perhatikanlah dari mana Anda mengambil ajaran agamamu. Sesungguhnya jika aku berkeinginan terhadap sesuatu, maka aku jadikan sesuatu itu kedalam Hadis.9
2. Musuh-musuh Islam
Golongan ini adalah dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani
yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama Islam. Mereka tidak
mampu untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka maka mereka
mengambil jalan yang buruk ini. Mereka menciptakan sejumlah besar
hadits Maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam. Sejarah
mencatatAbdullah Bin Saba’ adalah seorang Yahudi yang berpura-pura
memeluk Agama Islam. Oleh sebab itu, dia berani menciptakan hadits
Maudhu’ pada saat masih banyak sahabat utama masih hidup. Diantara
hadits Maudhu’ yang diciptakan oleh orang-orang zindiq tersebut, adalah:
, و� �ان� �ب ك Iالر �ص�اف ح� ي ق� �و�ر� ا ج�م�ل� ع�ل�ى MةN ي ع�ش �ا Iن ب ر� �ز ل� �ن ي
اة� �م�ش� ال ق� �ع�ان يTuhan kami turunkan dari langit pada sore hari, di Arafah dengan
bekendaraan Unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang
yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan.
9 Ibid, hal. 117
�اد3ة8 ب ع �ل �ج�م ي ال �و�ج�ه ال ل�ى إ Nظ�ر� النMelihat (memandang) muka yang indah adalah ibadah.
3. Fanatisme Kebangsaan
Pada masa pemerintahan Banī Umayyah, sebagian penguasa diantara
mereka memiliki sikap fanatik terhadap bangsa Arab. Sehingga kalangan
non-Arab merasakan sikap rasis dan terdorong untuk mengadakan sebuah
gerakan dengan tujuan untuk menunjukan persamaan mereka dengan
bangsa Arab. Bahkan orang-orang yang fanatik diantara mereka terdorong
pula untuk menciptakan Hadis demi mengangkat martabat mereka
dihadapan bangsa Arab. Faktor inilah yang juga merupakan salah satu
alasan yang mendorong mereka untuk membuat hadits-hadits palsu, di
antaranya adalah sebagai berikut :
3ة بالفارسي العرش حول 3ذين ال كالم إن3
“Sesungguhnya kalam mereka yang ada disekitar ‘Arasy adalah dengan
bahasa Parsi”.
أنزل رضي وإذا 3ة بالعربي الوحي أنزل غضب إذا الله إن3
3ة بالفارسي الوحي
“Sesungguhnya Allah itu apabila marah Dia menurunkan wahyu dalam
bahasa Arab, dan apabila ridha, Dia menurunkan wahyu dalam bahasa
Persia”.10
Sebagai balasan, etnis lain juga membuat hadits palsu, yakni :
الشياطين وكالم الفارسية الله إلى الكالم أبغض
الجنة أهل وكالم البخارية النار أهل وكالم الخوزية
.العربية
10 Hasbi Ash-Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang, 2010, h. 194
“Bahasa yang paling dibenci oleh Allah adalah bahasa Persia, bahasa
Setan adalah bahasa Khauzi, bahasa penghuni neraka adalah bahasa
Bukhara, dan bahasa penghuni surga adalah bahasa Arab”.
4. Fanatisme Keimaman Perbedaan Madzhab Fiqih dan Teologi
Selain fanatisme kebangsaan, pada abad ketiga Hijriah kemunculan Hadis
palsu dipicu pula oleh adanya sikap fanatik terhadap Imam tertentu. Para
pengikut madzhab fiqih dan pengikut ulama` kalam, yang bodoh dan
dangkal ilmu agamanya, membuat pula hadits-hadits palsu untuk
menguatkan paham pendirian imannya. Kalangan jahil yang fanatik
terhadap Imam Abū Ḥanīfah misalnya menciptakan Hadis yang berbunyi:
على أضر3 إدريس ابن محم3د له يقال رجل أم3تي في يكون
. حنيفة أبو له يقال رجل أم3تي في يكون إبليس من أم3تي
أم3تي سراج هو
“Akan ada pada umatku seseorang bernama Muḥammad bin Idris yang
lebih berbahaya daripada iblis. Akan ada dari umatku seseorang bernama
Abū Ḥanīfah yang merupakan pelita bagi umatku”.
Disamping kelompok fanatis terhadap Imam Abū Ḥanīfah, kelompok
pengikut imam yang lain terlibat pula dalam memalsukan Hadis untuk
membela dan membagus-baguskan kedudukan Imam yang diikutinya.
Disamping itu, pemalsuan Hadis terjadi pula dalam perbedaan pandangan
dalam persolan fikih. Misalnya orang-orang jahil yang menganggap tidak
sahnya shalat dengan mengangkat kedua tangan, memunculkan Hadis
Mauḍū’ yang isinya:
له صالة فال الصالة في يديه رفع من
“Barangsiapa yang mengangkat kedua tangannya ketika shalat, maka
tidak ada shalat baginya”.11
11 M. Solahuddin. Op. Cit, h. 180
5. Para Pendongeng (Pembuat Cerita Fiktif)
Pada masa-masa akhir pemerintahan Khulafaurrasyidin muncul kelompok-
kelompok pendongeng dan penasehat yang jumlahnya terus bertambah
pada masa-masa selanjutnya di masjid-masjid kekuasaan Islam. Sebagian
dari pendongeng itu mengumpulkan banyak orang kemudian membuat
hadits untuk menggugah perasaan mereka dengan berdusta
mengatasnamakan Rasulullah SAW. Demikianlah yang dilakukan oleh
sebagian tukang cerita, mereka memunculkan hadis-hadis palsu demi
menarik perhatian pendengarnya. Selain bertujuan agar cerita mereka
didengar, sebagian melakukannya demi memperoleh upah yang banyak.
Sebagai contoh perilaku membuat-buat hadis yang dilakukan oleh tukang
cerita misalnya:
من منقاره طيرا كلمة كل3 من الله خلق الله 3 إال إله ال قال من
مرجان من وريشه ذهب
“Barangsiapa yang membaca “Lā ilāha illallāh”, maka Allah akan
menciptakan dari setiap katanya seekor burung, yang paruhnya dari emas
dan bulunya dari marjan”.
6. Sikap Menjilat Kepada Penguasa
Terdapat pula latarbelakang pemalsuan hadis yang diakibatkan
tertanamnya sikap menjilat. Hal itu dilakukan demi menyenangkan hati
penguasa dan memperoleh penghargaan darinya. Seperti kisah Ghiyats Bin
Ibrahim An-Nakha’i yang datang kepada Amirul mukminin Al-Mahdi,
yang sedang bermain merpati. Lalu ia menyebutkan hadis bahwa Nabi
SAW pernah bersabda :
ن�اح� ج� و�أ� ر� اف� ح� و�
أ� خ�ف� و�أ� ل� ن�ص� ف�ي� إ�ال� ب�ق� س� ال�
Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan,
menunggang kuda, atau burung yang bersayap.
Ia menambahkan kata, ‘atau burung yang bersayap’, untuk meyenagkanAl-
Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh dinar. Setelah ia berpaling,
sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk
pendusta atas nama Rasulullah SAW.” Lalu memerintahkan untuk
menyembelih merpati itu.12
C. Dampak Pemalsuan Hadits
Pengaruh dan dampak dari hadits-hadits palsu yang banyak beredar di
tengah masyarakat kita memberi dampak dan sangat buruk pada masyarakat
Islam diantaranya:
1. Penyimpangan dalam beribadah
2. Munculnya ibadah-ibadah dan keyakinan yang salah
3. Matinya sunnah.
D. Ciri-ciri Hadits Maudhu’
Para ulama` muhadditsin, disamping membuat kaidah-aidah untuk
mengetahui hadis sahih, hasan, atau dhaif, mereka juga menentukan ciri ciri
untuk mengetahui ke-maudhu`-an suatu hadits. Kepalsuan suatau hadits dapat
dilihat pada kriteria yang terdapat pada sanad dan matan.
1. Ciri-ciri yang terdapat pada sanad
Dari segi sanad, ke-mauḍū’-an dapat diketahui melalui beberapa indikasi,
yaitu:
a. Pengakuan dari pembuatnya
Para muḥaddiṡīn menilai, pengakuan seorang rawi merupakan indikasi
yang paling kuat untuk menetapkan ke-mauḍū’-an suatu Hadis. Seperti
pangakuan seorang guru taswwuf, ketika ditanya oleh Ibnu Ismail
tentang keutamaan ayat ayat al-qur`an, maka dijawab, “tidak seorang
pun yang meriwayatkan hadits ini kepadaku. Akan tetapi, kami melihat
manusia membenci Al-qur’an, kami ciptakan untuk mereka hadits ini
(tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an), agar mereka menaruh
perhatian untuk mencintai Al-Qur’an”.13
12 Hasbi Ash-Shiddieqy. Op. Cit, h. 19713 M. Agus Solahudin, Agus Suyadi. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia, 2009, h. 182
b. Rawi tersebut terkenal berdusta
Apabila suatu Hadis diriwayatkan oleh seorang rawi yang telah dikenal
sebagai pendusta dan tidak ada rawi lain yang meriwayatkan Hadis
tersebut, maka sudah dapat dipastikan bahwa Hadisnya itu palsu.
Sebagai contoh misalnya Hadis berikut:
, األمراء الن!اس صلح صلحا إذا أم!تى من صنفان
والفقهاء
Dua kelompok dari umatku apabila keduanya beres, niscaya bereslah manusia seluruhnya, ialah ‘Umara dan Fukaha.14
Hadis ini dinilai mauḍū’, karena pada sanad Hadis ini, seorang rawi
bernama Muḥammad bin Ziyād dinyatakan sebagai pendusta dan
pemalsu Hadis oleh para ulama seperti Aḥmad Ibn Mu’in, dan
Dāruquṭni.15
c. Kenyataan sejarah mereka tidak mungkin bertemu
Misalnya ada pengakuan seorang rawi bahwa ia menerima hadits dari
seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut
atau ia lahir sesudah guru tersebut meninggal. Adapun contoh kasus
rawi yang tidak sempat bertemu misalnya pengakuan Ma’mun Ibn
Aḥmad al-Sarawy kepada Ibn Hibban, bahwa ia menerima Hadis dari
Hisyām Ibn ‘Amr yang berada di kota Syām. Padahal ia (Ma’mun) pergi
ke Syām pada tahun 250 H, sedangkan Hisyām telah wafat pada tahun
245 H.16
2. Ciri-ciri yang terdapat pada matan
Selain dari segi sanad, terdapat pula indikasi ke-mauḍū’-an suatu Hadis
yang ditunjukan oleh matan. Dilihat dari segi matan, ke-mauḍū’-an
suatu Hadis dapat dilihat dari beberapa indikasi yaitu:
1. Kejanggalan Redaksi
14 A. Zakarya. Al-Hidayah. Garut, ttp, th, h. 266 15 Ibid 16 Hasbi Ash-Shiddieqy. Op. Cit, h. 185
Apabila redaksi suatu Hadis tidak mencerminkan sebagai ucapan
Rasulullah Saw., tidak memiliki rasa bahasa seperti halnya bahasa
Rasulullah Saw., atau redaksinya rancu dan kacau, maka faktor
tersebut dapat dijadikan sebagai tolok ukur ke-mauḍū’-annya.
Indikasi yang pertama ini tentu hanya dapat diketahui oleh para
pakar bahasa. Sebagai contoh adalah Hadis berikut:
بعث و سكرانا القبر دخل سكران وهو الد!نيا فارق من
جبل إلى سكرانا الن!ار إلى به وأمر له من يقال
...سكران
Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan mabuk, maka ia akan memasuki alam kubur dalam keadaan mabuk, dibangkitkan dalam keadaan mabuk, kemudian diperintahkan masuk kedalam neraka dan hidup dalam keadaan mabuk, dan ditempatkan di suatu gunung yang disebut gunung mabuk….17
2. Kerusakan Makna
Yaitu apabila redaksinya bertentangan dengan akal sehat dan norma
agama. Sebagai contoh:
شيئ كل! من الباذنجانشفاء
Terong adalah obat bagi segala penyakit
نفسها فعرقتفخلق الفرسفأجراها خلق الله إن!
منها
Sesungguhnya Allah menciptakan kuda betina, kemudian Dia
memacunya, lalu berpeluklah kuda itu, kemudian Allah menciptakan
diri-Nya darinya.18
3. Kontradiktif dengan Al-qur’an dan Hadits Mutawatir
17 Mohamad Najib. Op.Cit. h. 6718 Hasbi Ash-Shiddieqy. Op. Cit, h. 186
Sebagai contoh riwayat yang berindikasi mauḍū’ dikarenakan
bertentangan dengan nash Al-Quran, Hadis Mutawwatir,
sebagaimana riwayat-riwayat berikut:
أب�ن�اء� ب�ع�ة� س! �ل�ى إ ن�ة� الج� ل� خ� ال�ي�د� ن�ا Gالز ل�د� و�
Anak zina itu tidak dpat masuk syurga sampai tujuh turunan.
Makna hadits diatas bertentangan dengan kandungan Q. S. Al-
An’am: 164 yaitu:
ى ر� خ�أ� ر� ز� و� Kة از�ر� و� و�ال�ت�ز�ر�
Dan seorang yang berdosa tidak akanmemikul dosa orang lain.
, فخذوابه الحق! يوافق بحديث عن!ي حدثتم إذا
أحد!ث لم أم به حد!ثت
Apabila diriwayatkan suatu Hadis yang sesuai dengan kebenaran,
maka ambilah, baik aku mengatakannya maupun tidak.
Hadis ini bertentangan dengan Hadis lain yang keshahihannya tidak
dapat diragukan lagi (Hadis Mutawwatir), yaitu Hadis yang
berbunyi:
الن!ار من مقعده فليتبو!أ متعم!دا علي! كذب من
Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka
hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.(HR. Bukhari)19
4. Bersifat Politis dan Ta’aṣub
Terdapat banyak riwayat yang kontennya terkesan bersifat
membagus-baguskan atau menjelek-jelekan golongan (partai)
tertentu. Sebagai contoh:
19 Ibid. h. 188
لقاحها وعلي! فرعها أو أصلها فاطمة و شجرة أنا
فالشجرة ورقها وشيعتنا ثمرتها والحسين والحسن
الجن!ة فى والل!قاح والفرع األصل عدن جن!ة من أصلها
Aku adalah pohonnya, Fātimah adalah akar dan cabangnya, Alī adalah intisarinya, al-Hasan dan al-Husain adalah buahnya, kaum Syi’ah adalah daunnya. Pohon dan akar berasal dari syurga ‘Adn. Pangkal, cabang, intisari, daun dan buahnya, semuanya berada di syurga.20
5. Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-
perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap
perbuatan yang kecil.21 Contohnya:
ف�ى د�ه� ل�و� و� و�م� و� ه� ك�ان� د]ا، م� ح� م� اه� م� ف�س� Kل�د و� ل�ه� ل�د� و� م�ن�
ن�ة� ال�ج�
Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallh) maka Allah
menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000
lisan, dan setiap lisan yang mempunyai 70.000 bahasa yang dapat
memintakan ampun kepadanya.
E. Kitab yang Memuat Hadits Maudhu’
Para ulama muhaditsin, dengan menggunakan berbagai kaidah studi kritis
hadits, berhasil mengumpulkan hadits-hadits maudhu’ dalam sejumlah karya
yang cukup banyak, di antaranya;22
1. Kitab Al-Mabda’ (karya Ishaq Bin Bisyr)
2. Kitab Ahwalu Yaumil Qiyamah (karya Mujasyi’ Bin Amr)
3. Kitab Kitabul Asrar Was Sirrul Iskar, Mathiyatun Naqli Wa Athiyatul Aqli,
Al-Farqu Bainas Shufi Wal Faqir, Jamhatun Nuha Fi Lamhatil Maha
(karya Muhammad Bin Ibrahim)
20 Mohamad Najib. Op.Cit. h. 7221 M. Solahuddin. Op. Cit. h. 18622 Iqra’ Firdaus, Moh. Fathor Rois. Para Pemalsu Hadits. Yogyakarta: DIVA Press, 2014,
h. 88-117
4. Kitab As-Suruj Wal Lijam, Gharibul Quran, Al-Muqtabas (karya
Muhammad Bin Hasan Bin Duraid)
5. Kitab Al-Mukhtalif Wal Mu’talif, Al-Mansyur (karya Muhammad Bin
Thahir).
F. Upaya Penyelamatan Hadits dari Maudhu’
Pemalsuan hadis dalam pentas sejarah perkembangan Islam merupakan
kenyataan yang tak dapat terelakkan. Hal ini memiliki implikasi yang sangat
besar bagi pemahaman umat Islam. Oleh karena itu, upaya pemberantasan
pemalsuan hadis dipandang merupakan suatu keniscayaan, di samping
pemeliharaan terhadap otentisitasnya. Dalam rangka memberikan solusi
terhadap persoalan pemalsuan hadis yang muncul, ulama telah menawarkan
konsep-konsep dasar yang bersifat metodologis yang memungkinkan secara
akurat mampu mendeteksi pemalsuan hadis tersebut. Artinya, prosedur yang
ditempuh dalam menerima hadis adalah berupa pengujian dan penelitian
hadis sebagai upaya mengatasi pemalsuan hadis adalah sebagai berikut: 23
1. Pembukuan Hadits dan Mengukuhkan hadits-hadits;
2. Meneliti sanad hadits;
3. Meneliti rawi hadits dalam menetapkan status kejujurannya/menghimpun
biografi para periwayat hadits;
4. Menetapkan kaidah-kaidah umum untuk mengklasifikasikan hadits/
perumusan istilah-istilah hadits;
5. Pembentukan ilmu-ilmu hadits.
23 Mustafa Al-Siba’i. Al-Sunnah; Makanatuha fi al-tasyri al-Islamy, terjemahan Djafar Abd. Muchith, Al-Hadis Sebagai Sumber Hukum, Bandung: Dipanegoro, 1993, h. 143-154
BAB III
KESIMPULAN
Hadits maudhu’ adalah hadits palsu yang dibuat-buat b dan
mengatasnamakan Nabi SAW. Faktor-faktor yang melatarbelakangi hadits
maudhu, yaitu: 1) Pertentangan politik umat Islam, 2) Musuh-musuh Islam,
3) Fanatisme kebangsaan, 4) Fanatisme Keimaman Perbedaan Madzhab Fiqih dan
Teologi, 5) Para Pendongeng (Pembuat Cerita Fiktif), 6) Sikap Menjilat Kepada
Penguasa.
Dampak dari pemalsuan hadits adalah penyimpangan dalam beribadah,
munculnya ibadah-ibadah dan keyakinan yang salah, matinya sunnah. Sedangkan
ciri-ciri hadits maudhu’ ada dua yaitu terdapat pada sanad (pengakuan dari
pembuatnya, Rawi tersebut terkenal berdusta, dan kenyataan sejarah mereka tidak
mungkin bertemu) dan terdapat pada matan (kejanggalan redaksi, kerusakan
makna, kontradiktif dengan Al-qur’an dan hadits mutawatir, bersifat politisi dan
ta’asub, serta menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-
perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap perbuatan yang
kecil).
Upaya penyelamatan hadits dari maudhu’ adalah menggunakan pengujian
dan penelitian yaitu: Pembukuan Hadits dan Mengukuhkan hadits-hadits, meneliti
sanad hadits, meneliti rawi hadits dalam menetapkan status
kejujurannya/menghimpun biografi para periwayat hadits, menetapkan kaidah-
kaidah umum untuk mengklasifikasikan hadits/ perumusan istilah-istilah hadits,
pembentukan ilmu-ilmu hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Al-khathib Muhamad `Ajjaj. Ushul al-hadits.terj.H.M. Qadirun dan Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama,tt
Ash-Shiddiqy M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang, 1987
A. Zakarya. Al-Hidayah. Garut, ttp, th
Harun Nasution. Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta, 1986
Hasbi Ash-Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang, 2010
Iqra’ Firdaus, Moh. Fathor Rois. Para Pemalsu Hadits. Yogyakarta: DIVA Press, 2014
Mohamad Najib. Pergolakan Politik Umat Islam dalam Kemunculan Hadits Maudhu’. Bandung, 2001
Munzier Suprapto, Utang Ranuwijaya. Ilmu Hadits. Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1993