hidrorengkah tir batubara menggunakan …... · fraction was 14.32% from basic product. keywords :...

63
HIDRORENGKAH TIR BATUBARA MENGGUNAKAN KATALIS Mo-Ni/ZEOLIT Y Disusun Oleh : Andi Nurhasan M 0304023 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Upload: lydat

Post on 31-Mar-2018

216 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

i

HIDRORENGKAH TIR BATUBARA

MENGGUNAKAN KATALIS Mo-Ni/ZEOLIT Y

Disusun Oleh :

Andi Nurhasan

M 0304023

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan

gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing I

I.F. Nurcahyo, M.Si

NIP. 19780617 200501 1 001

Pembimbing II

Yuniawan Hidayat, M.Si

NIP. 19790605 200501 1 001

Dipertahankan di depan tim penguji pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 3 November 2009

Anggota Tim Penguji:

1. Dr. rer. nat. Atmanto Heru Wibowo, M.Si 1. …………………………

NIP. 19730605 200003 1001

2. Ahmad Ainurofiq, M.Si, Apt. 2.………………………....

NIP. 19780319 200501 1001

Disahkan Oleh

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ketua Jurusan Kimia,

Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D NIP. 19560507 198601 1001

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul

“HIDRORENGKAH TIR BATUBARA MENGGUNAKAN KATALIS Mo-

Ni/ZEOLIT Y” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Oktober 2009

ANDI NURHASAN

iv

ABSTRAK

Andi Nurhasan, 2009. HIDRORENGKAH TIR BATUBARA MENGGUNAKAN KATALIS Mo-Ni/ZEOLIT Y. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret.

Hidrorengkah tir batubara menggunakan katalis Mo-Ni/Zeolit Y telah dilakukan. Proses hidrorengkah tir batubara dilakukan dalam reaktor sistem dengan variasi suhu dan berat katalis. Umpan dipanaskan hingga menjadi uap kemudian dialirkan ke reaktor hidrorengkah. Cairan Hasil Perengkahan kemudian ditampung dan dianalisis dengan Kromatografi Gas untuk mengetahui penambahan fraksi ringan yang dihasilkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan jumlah katalis berpengaruh terhadap proses hidrorengkah tir batubara yang terjadi. Kenaikan suhu dan berat katalis akan meningkatkan aktivitas katalis. Kondisi optimum perengkahan diperoleh pada suhu 350oC dan berat katalis 5 gram dengan penambahan hasil produk 14,32% dari produk awal. Kata kunci : perengkahan, tir batubara, katalis, kromatografi gas

v

ABSTRACT

Andi Nurhasan, 2009. HYDROCRACKING OF COAL TAR OVER Mo-Ni/ZEOLITE Y CATALYST. Thesis. Department of Chemistry. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University. Hydrocracking of coal tar over MoNi/Zeolit Y catalyst has been carried out. The hydrocracking process was carried out in flow reactor system by variating temperature and catalyst weight. Product was collected and analyzed using Gas Chromatography to determine light fraction increase. The results showed that temperature and catalyst weight have effect to the reaction. Generally, increasing of temperature will increase catalyst activity until optimum condition reached. Optimum condition for hydrocracking of coal tar was obtained in 350oC and catalyst weight was 5 grams where increasing of light fraction was 14.32% from basic product. Keywords : cracking, coal tar, catalyst, Gas Chromatography

vi

MOTTO

Hidup untuk memberi sebanyak-banyaknya bukan untuk menerima sebanyak-

banyaknya.

Memberi tanpa berharap dan menerima tanpa prasangka.

Every success begins with hardwork

Every hardwork begins with a necessity

Every necessity comes from a dream

Never doubt a dream (Anonymous).

There is no secret to success

It’s the result of preparation, hardwork, and learning from mistakes made a long

the way (Anonymous).

Success is a journey, not a destination.....

vii

PERSEMBAHAN

Hanyalah sebuah karya kecil namun besar artinya dalam sejarah hidupku.

Karya kecil sebagai wujud perjuangan, kerja keras, curahan pikiran, waktu, dan tenaga.

Karya kecil yang terwujud dari beragam pembelajaran dan pengalaman yang kudapati.

Pada akhirnya teriring rasa syukur yang mendalam, karya kecil ini kupersembahkan untuk :

Ibu dan bapak (alm) tercinta,

Terima kasihku untuk cinta, kasih sayang, perhatian,pengertian, perjuangan, serta segenap

pengorbanan yang senantiasa menyertai langkah hidupku.

Mbak2 dan mas2Q serta keponakan-keponakan tercinta

Terima kasih untuk cinta, kehangatan kaluarga, dan support yang selalu hadir untukku.

Hasan, partnerQ

Akhirnya selesai juga semua ini

Seseorang dengan semangatnya…..

Terima kasih …..

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanya kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia

yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga pada akhirnya penulis berhasil

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Hidrorengkah Tir Batubara

Menggunakan Katalis Mo-Ni/Zeolit Y”. Shalawat beriring salam senantiasa

penulis haturkan kepada Rasulullah SAW sebagai pembimbing dan teladan

seluruh umat manusia.

Skripsi ini bukanlah hasil kerja keras penulis semata, melainkan terdapat

bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk pemikiran, kerja, bimbingan,

motivasi, serta inspirasi. Berkenaan dengan hal tersebut penulis merasa senang

untuk bisa menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Sutarno, M.Sc, Ph.D selaku Dekan FMIPA UNS.

2. Bapak Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D selaku Ketua Jurusan Kimia

FMIPA UNS beserta seluruh stafnya serta selaku Pembimbing Akademis

yang telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di Jurusan

Kimia FMIPA UNS.

3. Bapak I. F. Nurcahyo, M.Si. selaku Pembimbing I yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis selama pelaksanaan penelitian dan

penyusunan skripsi serta selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar FMIPA

UNS beserta seluruh stafnya Mas Anang dan Mbak Nanik atas

bantuannya.

4. Bapak Yuniawan Hidayat, M.Si. selaku pembimbing II yang juga telah

memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, terima kasih atas waktu,

tenaga, dan pikiran demi keberhasilan penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Khoirina Dwi Nugrahaningtyas, M.Si. yang telah membiayai

penelitian ini hingga selesai.

6. Bapak Dr. rer. nat. Atmanto Heru Wibowo, M.Si selaku Ketua Sub

Laboratorium Kimia Pusat UNS beserta seluruh stafnya.

ix

7. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, atas ilmu dan pengetahuan

yang telah diberikan.

8. Saudara-saudaraku Kimia ’04, atas kebersamaan dan bantuannya.

9. Temen-temen “Sak2e..”, semoga tetap terus terjalin kebersamaan.

10. Temen-temen kost SINAR, “makasih wat dukungannya...”

11. Semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak

langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis sangat berharap semoga Allah SWT memberikan balasan atas jerih

payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan balasan yang sebaik-baiknya.

Amiin.

Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang

membangun untuk memperbaikinya. Namun demikian, penulis berharap semoga

sebuah karya kecil ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Surakarta, Oktober 2009

Penulis

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iii

HALAMAN ABSTRAK ....................................................................... iv

HALAMAN ABSTRACT ..................................................................... v

MOTTO ................................................................................................. vi

PERSEMBAHAN .................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ........................................................................... viii

DAFTAR ISI .......................................................................................... x

DAFTAR TABEL .................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiv

TABEL LAMPIRAN ............................................................................. xv

GAMBAR LAMPIRAN ........................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................ 3

1. Identifikasi Masalah ....................................................... 3

2. Batasan Masalah ............................................................ 3

3. Rumusan Masalah .......................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian .............................................................. 4

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................ 5

A. Tinjauan Pustaka ................................................................ 5

1. Reaksi Perengkahan …………………………………. 5

2. Batubara ....................................................................... 8

3. Katalis ........................................................................... 11

4. Zeolit ............................................................................. 16

xi

Halaman

5. Kromatografi Gas .......................................................... 25

6. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) ...................... 26

B. Kerangka Pemikiran ........................................................ 27

C. Hipotesis .......................................................................... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 28

A. Metode Penelitian ............................................................ 28

B. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 28

C. Alat dan Bahan ................................................................ 28

1. Alat yang Digunakan ..................................................... 28

2. Bahan yang Diperlukan ................................................. 29

D. Prosedur Penelitian .......................................................... 29

1. Pembuatan Katalis Mo-Ni/Zeolit Y ............................. 29

2. Pembuatan Tir Batubara .................................................. 31

3. Perengkahan Tir Batubara ............................................. 31

E. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 33

F. Teknik Analisis Data ............................................................ 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………... 35

A. Karakterisasi Katalis MoNi2%/Zeolit Y …………………... 35

B. Pembuatan Tir Batubara ....................................................... 35

C. Perengkahan Tir Batubara .................................................... 36

1. Variasi Suhu .................................................................. 36

2. Variasi Berat Katalis ..................................................... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 42

A. Kesimpulan ...................................................................... 42

B. Saran ................................................................................ 42

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 43

LAMPIRAN ........................................................................................... 46

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi dan Formula dari Zeolit yang Bertipe

Kalsik…………………………………………………

19

Tabel 2. Komposisi dan Formula Zeolit yang Bertipe Alkalik 19

Tabel 3. Karakter Katalis Mo-Ni/Zeolit Y…………………….. 35

Tabel 4. Hasil Pirolisis Batubara ................................................ 36

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Reaksi Pembentukan Radikal Bebas............................... 5

Gambar 2. Mekanisme Reaksi Perengkahan Melalui Pembentukan

Ion Karbonium Siklopropana .........................................

7

Gambar 3. Filosofi Pengembangan Batubara Cair pada Proses

NEDOL ………………………………………………..

10

Gambar 4. Pembentukan Situs Asam lewis ………………………. 17

Gambar 5. Situs Lewis Sebenarnya .................................................. 17

Gambar 6. Struktur Zeolit Y dengan Pembukaan Cincin-12 ........... 20

Gambar 7. Unit Pembangun Primer Zeolit (UPP) ............................ 21

Gambar 8. Unit Pembangun Sekunder Zeolit (UPS)........................ 21

Gambar 9. Diagram Unit Struktur Dasar dan Model Kombinasi

Zeolit A, X dan Y …………………...............................

22

Gambar 10. Bentuk Na-Zeolit Y ....................................................... 22

Gambar 11. Bentuk Ca-Zeolit Y ........................................................ 23

Gambar 12. Bentuk H-Zeolit Y ......................................................... 25

Gambar 13. Prinsip dasar dari AAS ................................................... 26

Gambar 14. Diagram Alat Kalsinasi, Oksidasi dan Reduksi ............. 30

Gambar 15. Diagram Reaktor Pirolisis .............................................. 31

Gambar 16. Diagram Alat Perengkahan ............................................ 32

Gambar 17. Hubungan Suhu dan Peningkatan Fraksi Ringan Total

Hasil Perengkahan dalam Variasi Suhu .........................

37

Gambar 18. Distribusi Peningkatan Fraksi Ringan Hasil

Perengkahan pada Tiap Variasi Suhu Tiap Waktu .........

38

Gambar 19. Peningkatan Fraksi Ringan Total Hasil Perengkahan

dengan Variasi Berat Katalis .........................................

40

Gambar 20. Distribusi Peningkatan Fraksi Ringan Hasil

Perengkahan dalam Variasi Berat Katalis Tiap Waktu

41

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian ………………………. 46

Lampiran 2. Perhitungan Keasaman Total Sampel ............ 49

Lampiran 3. Perhitungan Hasil Persentase Tir Batubara 50

Lampiran 4. Perhitungan Peningkatan Luas Area Fraksi

Ringan dari Spektra GC untuk Variasi Suhu

51

Lampiran 5. Perhitungan Peningkatan Fraksi Ringan

dengan Konversi Berat Cairan Hasil

Perengkahan (CHP) untuk Variasi Suhu

53

Lampiran 6. Perhitungan Peningkatan Luas Area Fraksi

Ringan dari Spektra GC untuk Variasi Berat

Katalis ……………………………………..

55

Lampiran 7. Perhitungan Peningkatan Fraksi Ringan

dengan Konversi Berat Cairan Hasil

Perengkahan (CHP) untuk Variasi Berat

Katalis ………………………………………

57

Lampiran 8. Data Hasil Analisis Kandungan Logam

dengan AAS ....................................................

59

xv

TABEL LAMPIRAN

halaman

Tabel Lampiran 1. Perhitungan Peningkatan Luas Area Fraksi Ringan dari

Spektra GC untuk Variasi Suhu………………………...

60

Tabel Lampiran 2. Peningkatan Fraksi Ringan dengan Konversi Berat

Cairan Hasil Perengkahan untuk Variasi Suhu ………...

60

Tabel Lampiran 3. Peningkatan Fraksi Ringan Total dengan Konversi

Berat Cairan Hasil Perengkahan untuk Variasi Suhu …..

60

Tabel Lampiran 4. Perhitungan Peningkatan Luas Area Fraksi Ringan dari

Spektra GC untuk Variasi Berat Katalis ……………….

61

Tabel Lampiran 5. Perhitungan Peningkatan Fraksi Ringan dengan

Konversi Berat Cairan Hasil Perengkahan untuk Variasi

Berat Katalis……………………………….....................

61

Tabel Lampiran 6. Perhitungan Peningkatan Fraksi Ringan Total dengan

Konversi Berat Cairan Hasil Perengkahan untuk Variasi

Berat Katalis……………………………….....................

61

xvi

GAMBAR LAMPIRAN

Halaman

Gambar Lampiran 1. Rangkaian Alat-Alat yang Digunakan Selama

Penelitian ………………………………………....

62

Gambar Lampiran 2. Hasil Pengukuran Luas Permukaan NH4-Zeolit Y 63

Gambar Lampiran 3. Hasil Pengukuran Volume Pori dan Rerata Jejari

Pori NH4-Zeolit Y ...................................................

64

Gambar Lampiran 4. Hasil Pengukuran Luas Permukaan MoNi/Zeolit Y 65

Gambar Lampiran 5. Hasil Pengukuran Volume Pori dan Rerata Jejari

Pori MoNi/Zeolit Y .................................................

66

Gambar Lampiran 6. Spektra GC Tir Batubara Awal ............................... 67

Gambar Lampiran 7. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan Pada Suhu

200oC ……………………………………………..

69

Gambar Lampiran 8. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan Pada Suhu

250oC ……………………………………………..

74

Gambar Lampiran 9. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan Pada Suhu

300oC ……………………………………………..

79

Gambar Lampiran 10. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan Pada Suhu

350oC ……………………………………………..

84

Gambar Lampiran 11. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan Pada Suhu

400oC ……………………………………………..

89

Gambar Lampiran 12. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan dengan

Berat Katalis 1 Gram Pada Suhu 350oC ………….

94

Gambar Lampiran 13. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan dengan

Berat Katalis 3 Gram Pada Suhu 350oC ………….

99

Gambar Lampiran 14. Spektra GC Cairan Hasil Perengkahan dengan

Berat Katalis 5 Gram Pada Suhu 350oC ………….

104

Gambar Lampiran 15. Spektra GC-MS Tir Batubara Awal ……………... 109

Gambar Lampiran 16. Hasil Analisa MS untuk C12 ……………………… 110

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cadangan sumber daya energi di Indonesia saat ini sudah semakin

terbatas. Sebagai gambaran, Indonesia saat ini hanya memiliki 4.300 juta ton

cadangan minyak atau hanya sekitar 0,36% dari total cadangan minyak dunia

tahun 2006 sebesar 1.208.200 juta ton. Dengan tingkat produksi sebesar 390 juta

ton per tahun, produksi minyak bumi di Indonesia diperkirakan hanya dapat

bertahan dalam 11 tahun ke depan.

Sementara itu, gas alam yang juga merupakan salah satu sumber energi

utama di Indonesia hanya memiliki cadangan yang ekuivalen dengan masa

produksi selama 35,54 tahun. Demikian pula batubara, Indonesia saat ini hanya

memiliki cadangan yang relatif terbatas, yaitu sebesar 4.968 juta ton atau 0,55%

dari total cadangan batubara dunia. Dengan tingkat produksi mencapai 120 juta

ton per tahun, diperkirakan batubara di Indonesia dapat diproduksi selama 41,43

tahun.

Menyadari hal tersebut, pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan

di bidang pengembangan sumber energi alternatif pada awal tahun 2006.

Kebijakan tersebut tertuang dalam 3 ketentuan, yaitu Perpres Nomor 5 Tahun

2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Perpres No 1/2006 tentang Bahan Bakar

Nabati, dan Inpres No 2/2006 tentang batubara yang dicairkan sebagai bahan

bakar lain. Dengan kebijakan tersebut, pemerintah ingin mendorong peran dunia

usaha dalam pengembangan bahan bakar alternatif sebagai substitusi terhadap

bahan bakar minyak. Salah satu yang diinginkan oleh pemerintah adalah

pengembangan batubara cair (Jauhary, 2007).

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan nilai guna

dan nilai ekonomis batubara dengan jalan mengolah batubara menjadi bahan yang

mudah dalam pengangkutan, mudah dalam penggunaan dan aman bagi

lingkungan. Salah satu cara untuk mendapatkan batubara yang dimaksud adalah

2

dengan pirolisis. Hasil pirolisis berupa gas, cairan (tir batubara) dan residu

(arang) (Suyati, 2000).

Proses perengkahan yaitu pemecahan hidrokarbon dengan berat molekul

besar menjadi fraksi lebih ringan. Tujuan perengkahan adalah untuk mendapatkan

fraksi- fraksi ringan hidrokarbon, agar memungkinkan untuk dapat digunakan

sebagai bahan bakar. Proses perengkahan membutuhkan waktu relatif lama dan

kurang ekonomis karena harus dilakukan pada suhu yang relatif tinggi. Oleh

karena itu diperlukan katalis untuk mempercepat reaksi. Selain itu, katalis juga

dapat memberi hasil lebih besar nilai ekonomisnya dan hasil reaksi bisa lebih

optimal.

Pada proses perengkahan katalitik, aktivitas katalis sangat mempengaruhi

berlangsungnya suatu reaksi perengkahan. Salah satu katalis yang banyak

digunakan saat ini adalah zeolit. Zeolit mempunyai beberapa keunggulan dalam

proses aktivitas katalitik. Keunggulan tersebut adalah konsentrasi yang tinggi dari

situs aktif dimana jumlah dan kekuatan asamnya dapat dimodifikasi hingga

jangkauan maksimum, kestabilan hidrotermal dan aktivitas termal yang tinggi

serta bentuk selektivitas yang memberikan jalan reaksi kearah pembentukan

produk yang diinginkan. Zeolit punya situs asam dalam kerangkanya yaitu situs

asam bronsted dan situs asam lewis.

Modifikasi untuk meningkatkan keasaman dapat dilakukan dengan

pengembanan logam transisi pada zeolit. Pengembanan katalis bimetal pada zeolit

semakin meningkatkan situs aktif asam sehingga aktivitas perengkahan juga

meningkat (Simamora, 2008).

Mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah berhasil membuktikan

bahwa logam Ni dan Mo merupakan logam dengan sifat hidrogenasi dan

dehidrogenasi serta hidrodesulfurasi yang cukup tinggi, sedangkan zeolit Y adalah

padatan asam dengan tingkat keasaman yang cukup tinggi, maka pengembanan

logam Ni dan Mo pada zeolit Y diperkirakan akan diperoleh kombinasi situs

asam-hidrogenasi dan dehidrogenasi serta hidrodesulfurasi yang dapat

meningkatkan efektivitas katalitik zeolit Y.

3

Ginanjar (2002), telah melakukan reaksi perengkahan tir batubara dengan

katalis Cr/ZAAH dan hasilnya menunjukkan bahwa tir batubara dapat menjadi

sumber hidrokarbon pembentukan fraksi bensin.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini, masalah diidentifikasi meliputi :

a. Tir batubara terdiri dari banyak senyawa baik hidrokarabon fraksi ringan

maupun hidrokarbon fraksi berat.

b. Reaksi perengkahan tir batubara dipengaruhi oleh suhu, waktu, laju alir

reaktan dan berat katalis.

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka dibuat batasan masalah

sebagai berikut :

a. Katalis yang digunakan untuk reaksi perengkahan tir batubara adalah Mo-

Ni/Zeolit Y.

b. Reaksi perengkahan dilakukan pada variasi suhu 200oC, 250oC, 300oC, 350oC

dan 400oC untuk mencari kondisi optimum reaksi perengkahan.

c. Reaksi perengkahan dilakukan dengan variasi berat katalis 1 gram, 3 gram dan

5 gram untuk mengetahui pengaruh berat katalis terhadap produk hasil reaksi

yang dihasilkan.

d. Proses perengkahan dilakukan dengan volume tir batubara yang tetap

sebanyak 5 ml serta laju gas pembawa reaktan (H2) adalah 10 ml/menit.

e. Asumsi yang digunakan adalah hidrokarbon fraksi ringan merupakan

hidrokarbon C4 sampai C12, sedangkan C13 ke atas dianggap sebagai

hidrokarbon fraksi berat.

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pengaruh suhu pada reaksi perengkahan tir batubara menggunakan

katalis Mo-Ni/Zeolit Y terhadap produk hidrokarbon fraksi ringan yang

dihasilkan?

4

b. Bagaimana pengaruh yang ditunjukkan berat katalis pada reaksi perengkahan

tir batubara menggunakan katalis Mo-Ni/Zeolit Y terhadap produk

hidrokarbon fraksi ringan yang dihasilkan?

C. Tujuan Penelitian

a. Mempelajari pengaruh suhu dan berat katalis pada reaksi perengkahan tir

batubara dengan katalis Mo-Ni/ zeolit Y terhadap jumlah hidrokarbon fraksi

ringan yang dihasilkan.

b. Mempelajari distribusi produk hidrokarbon fraksi ringan yang dihasilkan dari

reaksi perengkahan tir batubara setiap 15 menit selama proses reaksi

perengkahan terjadi.

D. Manfaat Penelitian

a. Meningkatkan pemanfaatan zeolit sebagai sebagai katalis reaksi perengkahan.

b. Meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis batubara.

c. Membantu pemerintah memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya mengenai

bahan bakar alternatif.

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Reaksi Perengkahan

a. Pengertian Reaksi Perengkahan

Reaksi perengkahan adalah proses pemecahan ikatan karbon-karbon pada

hidrokarbon yang mempunyai berat molekul besar menjadi berat molekul rendah

sehingga lebih berguna. Reaksi perengkahan dilakukan dengan 3 cara yaitu

termal, katalitik dan perengkahan dengan menggunakan gas H2 (Olah and Molnar,

1995).

Pelaksanaan perengkahan tergantung pada alat, bahan dan cara

pemanasan. Perengkahan dengan reaktor secara batch sering digunakan untuk

mengolah bahan dalam jumlah kecil atau untuk proses katalitik. Umpan dan

katalisator bersama-sama dipanaskan dalam reaktor dan uap yang dihasilkan

diembunkan dengan alat pendingin. Kelemahan perengkahan dengan reaktor ini

adalah katalis sulit untuk diregenerasi dan cepat terjadi penutupan pada pori

katalis (Fatmawati, 2003).

b. Perengkahan Termal

Reaksi pembentukan radikal bebas untuk reaksi perengkahan termal

menurut Gates (1992) adalah sebagai berikut:

5

6

H

R 1

H

H

H

R 2 CR 1

H

H

C R 2

H

H

R 1

H 2C

H 2C C H 2 R C H 2 H 2 C C H 2

C H 3 + R C H 2 ( C H 2 ) 5 C H 3 C H 4 + R C H 2 ( C H 2 ) 3 C H C H 2 C H 3

R C H 2 C H 2 C H 2 + H 2 C C H C H 2 C H 2

.......(1)

.......(2)

.......(3)

Gambar 1. Reaksi pembentukan radikal bebas

Hidrokarbon akan mengalami perengkahan termal melalui pembentukan

radikal bebas pada temperatur tinggi. Tahap awalnya adalah pemecahan homolitik

pada ikatan C-C yang diperlihatkan pada reaksi 1.

Radikal-radikal tersebut dapat membentuk etilena dan radikal primer

selanjutnya. Menurut aturan β empiris, pemutusan ikatan terjadi pada ikatan C-C

yang posisinya β terhadap atom C yang memiliki elektron tidak berpasangan.

Reaksi 2 menggambarkan terjadinya pemutusan ikatan C-C.

Radikal primer yang baru terbentuk akan mengalami pemutusan β

sehingga menghasilkan etilena dan radikal dengan jumlah atom C yang lebih kecil

sampai radikal metil terbentuk. Radikal metil akan mengambil radikal hidrogen

sehingga terbentuk metana dan radikal sekunder. Radikal sekunder ini akan

menghasilkan olefin dan radikal primer kembali yang diperlihatkan pada reaksi 3

(Gates, 1992).

c. Perengkahan Katalitik

Reaksi perengkahan dengan katalis merupakan reaksi yang sangat

kompleks karena reaksi tersebut terjadi pada permukaan padatan dan reaktan akan

saling berkompetisi dengan reaktan yang lain untuk menempati situs aktif dari

permukaan padatan katalis. Reaksi perengkahan dimulai dengan pembentukan ion

7

R1 CH2 CH2 R2 + H R1 CH2 CH R2 + H2

Asam Bronsted

RH + L LH + RAsam Lewis

karbonium yang merupakan zat antara reaksi pembentukan dan pemutusan C-C.

Ion karbonium terbentuk melalui reaksi hidrokarbon dengan asam Brönsted dan

asam Lewis.

Ion karbonium juga dapat terbentuk melalui interaksi ion karbonium lain dengan

hidrokarbon jenuh, dimana terjadi transfer ion hidrida.

(Corma and Martinez, 2001)

Mekanisme reaksi perengkahan diusulkan Sie (1992), melalui

pembentukan ion karbonium siklopropana, dengan reaksi sebagai berikut:

Asam Brönsted

Asam Lewis

8

C C C C C C C HH

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

n m n-parafin

C C C C C C C HH

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

HH

n m ion karbonium klasik

C C C C C C HH

H

H

H

H

H

H

H

HHH

n

C

H H

Hm ion karbonium non klasik

C C CH

H

HH

n

C

H

H H

H

H

+ C C C H

H

HHH

H

m

C C CH

H

HH

n

C

H

H H

H

H

H

produk hidrorengkah

Gambar 2. Mekanisme reaksi perengkahan melalui pembentukan ion karbonium

siklopropana

9

2. Batubara

a. Komposisi Batubara

Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian

umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan

organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses

pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.

Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan

kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur

memberikan rumus formula empiris seperti : C137H97O9NS untuk bituminus dan

C240H90O4NS untuk antrasit (Wikipedia, 2009).

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,

panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus,

sub-bituminus, lignit dan gambut.

1. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan

(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan

kadar air kurang dari 8%.

2. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%

dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.

3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh

karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan

bituminus.

4. Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang

mengandung air 35-75% dari beratnya.

5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang

paling rendah (Wikipedia, 2009).

b. Pirolisis Batubara

Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses

pemanasan tanpa oksigen, dimana material mentah akan mengalami pemecahan

struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis

10

ekstrim, yang hanya meninggalkan karbon sebagai residu, disebut karbonisasi

(Wikipedia, 2009).

Menurut Maryani (2004), ada dua perubahan yang terjadi saat batubara

dikenai panas, yaitu perubahan kimia dan perubahan fisika. Pada perubahan

fisika, beberapa batubara akan menjadi cair saat pemecahan secara pirolitik dan

ini disertai pelepasan secara cepat produk degradasi organik volatil. Pada

perubahan kimia, terjadi dekomposisi batubara yang dapat dibagi atas tiga

tahapan. Tahap pertama dimulai pada temperatur dibawah 200oC dan dekomposisi

berjalan lambat. Tahap kedua, dimulai pada temperatur antara 350o-400o C dan

berakhir pada temperatur 550oC. Pada tahap ini laju maksimum kehilangan berat

dialami batubara dan berbeda untuk masing-masing peringkat. Umumnya 75%

dari total zat volatil dihasilkan pada range temperatur ini, termasuk tir dan semua

hidrokarbon ringan yang terkondensasi. Tahap terakhir dinamakan degasifikasi

sekunder dicirikan dengan eliminasi secara bertahap dari heteroatom yang

terkandung dalam batubara khususnya hidrogen dan oksigen. Tahap ini berakhir

saat char berubah menjadi padatan.

Analisis spektroskopi massa menunjukkan bahwa produk utama pirolisis

batubara adalah gas, cair dan padatan. Salah satu produk cair adalah tir batubara

yang dapat menjadi sumber hidrokarbon. Tir batubara berwarna hitam kecoklatan

dan pada suhu kamar kental, mengandung senyawa dengan jumlah karbon C7-C20

(Suyati, 2000).

Pada 1983, NEDO (the New Energy Development Organization),

organisasi yang memfokuskan diri dalam pengembangan teknologi untuk

menghasilkan energi baru juga berhasil mengembangkan suatu teknologi

pencairan batubara bituminus dengan menggunakan tiga proses, yaitu solvolysis

system, solvent extraction system dan direct hydrogenation to liquefy bituminous

coal. Selanjutnya ketiga proses tersebut terintegrasi dalam proses NEDOL

(NEDO Liquefaction), suatu proses pencairan batubara yang dikembangkan oleh

NEDO, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil pencairan yang lebih tinggi

(Jauhary, 2007)

11

Gambar 3. Filosofi pengembangan batubara cair pada proses NEDO Liquefaction (NEDOL)

c. Tir Batubara

Tir batubara merupakan suatu cairan hitam atau coklat dengan kekentalan

tinggi, yang memiliki aroma menyerupai hidrokarbon aromatik dan naftalena. Tir

batubara dihasilkan pada proses gasifikasi untuk membuat gas batubara. Tir

batubara merupakan suatu kompleks dengan campuran dari fenol, hidrokarbon

aromatik polisiklis dan campuran heterosiklis.

Karena mudah terbakar, tir batubara dapat digunakan dalam pemanasan.

Seperti kebanyakan minyak kental, tir batubara harus dipanaskan sebelumnya

sehingga akan mudah mengalir. Seperti terpentin, tir batubara dapat digunakan

pada salep, sabun dan shampo anti ketombe sama baiknya dengan digunakan

sebagai anti kutu. Tir batubara juga dapat digunakan dalam sintesis paracetamol.

Menurut International Agency for Research on Cancer, penggunaan tir

batubara dengan konsentrasi lebih dari 5% dapat bersifat karsinogen. Menurut

National Psoriasis Foundation (NPF) tir batubara aman dan pilihan yang murah

untuk jutaan orang yang menderita penyakit kulit. Tir batubara dengan

konsentrasi antara 0,5-5% efektif untuk penyakit kulit dan tidak ada bukti ilmiah

yang menyatakan bahwa tir batubara dengan konsentrasi tersebut dapat memicu

12

timbulnya kanker. NPF menyatakan bahwa tir batubara mengandung kira-kira

10000 bahan kimia yang berbeda, dengan baru sekitar 50% dari bahan tersebut

yang teridentifikasi dan komponen yang terdapat pada tir batubara mempunyai

variasi sesuai dengan batubara yang digunakan untuk membuatnya

(Wikipedia,2009).

3. Katalis

a. Pengertian Katalis

Definisi katalisator, pertama kali ditemukan oleh Oswald, yaitu suatu

substansi yang mengubah laju suatu reaksi kimia tanpa mengubah besarnya energi

yang menyertai reaksi tersebut. Lebih lanjut, Oswald (1902) mendefinisikan

katalisator sebagai suatu substansi yang mengubah laju suatu reaksi tanpa terdapat

sebagai produk akhir reaksi. Bell (1941), menjelaskan substansi yang dapat

disebut sebagai katalisator suatu reaksi adalah ketika sejumlah tertentu substansi

ditambahkan maka akan mengakibatkan laju reaksi bertambah dari laju pada

keadaan stoikiometri biasa. Semua definisi diatas memasukkan kategori

katalisator sebagai substansi yang menaikkan laju reaksi dan hal ini tidak

mengganggu kesetimbangan (Triyono, 1994).

Menurut Triyono (1994), penggolongan katalisator didasarkan pada fase-

fasenya yaitu homogen (dalam fase) dan heterogen (pada antar muka dari dua

fase). Umumnya katalis heterogen lebih disukai daripada homogen karena

pemisahan dan penggunaan kembali katalis setelah reaksi dengan katalis homogen

sering sulit dilakukan.

Pada katalis heterogen, variabel telah terpusatkan pada sifat-sifat kimia

permukaan. Pertama-tama yang perlu ditentukan sebelum menentukan katalisator

yang akan dipakai dalam suatu reaksi adalah sifat-sifat reaktan, produk yang

terlibat pada reaksi dan sifat-sifat permukaan katalisator yang mencakup sifat

kimia dan fisikanya.

13

b. Katalis Bimetal

Katalis logam campuran biasanya adalah senyawa intermetalik dari 2

logam yang bersifat katalis aktif (Augustine, 1996). Satu diantara kedua

komponen berada dalam jumlah yang relatif besar. Dari pengertian ini terdapat 2

jenis katalis logam campuran, yaitu logam tambahan memiliki sifat katalitik sama

dengan logam utama atau logam tambahan tersebut hanya menjadi promotor dari

logam utama (Sarifudin, 2004).

Banyak hal yang ditunjukkan dalam penggunaan katalis campuran logam

untuk berbagai reaksi. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa katalis campuran

logam dapat menunjukkan reaktivitas dan selektivitas yang lebih besar daripada

apabila logam tersebut digunakan secara sendiri-sendiri.

Pengaruh geometri dan elektronik merupakan pertimbangan penting dalam

katalis campuran logam. Kepentingan masing-masing faktor dipengaruhi oleh

sifat dan reaksi yang akan dikatalisis (Augustine, 1996).

Orbital d yang kosong dapat berfungsi sebagai situs asam lewis. Situs ini

akan menangkap atom H dari gas hidrogen yang akan ditransfer pada senyawa

yang akan direngkah. Atom H akan tersubstitusi pada senyawa hidrokarbon yang

telah direngkah oleh situs asam bronsted pada katalis (Gates, 1992).

c. Katalisis Sistem Logam Pengemban

Logam-logam golongan transisi sangat aktif untuk katalis, tetapi dalam

keadaan murni diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk mendapatkan

perbandingan luas permukaan dan volume yang besar. Cara yang mudah untuk

mendapatkan katalis yang mempunyai luas permukaan komponen aktif yang luas

dan mudah dalam pemakaian adalah dengan mendispersikan komponen aktif pada

pengemban (bahan yang mempunyai luas permukaan yang tinggi). Cara ini dapat

menghasilkan katalis dengan efisiensi yang tinggi, luas permukaan spesifik logam

maksimum, menaikkan stabilitas termal sehingga waktu hidup katalis menjadi

lebih lama dan menghasilkan katalis yang mudah diregenerasi (Triyono, 1994).

Katalis logam pengemban umumnya disiapkan dengan memaksa logam

bergabung dengan bahan pengemban. Garam pengemban kemudian dikeringkan,

14

dikalsinasi untuk memodifikasi komposisi kimianya. Tahap terakhir adalah

reduksi untuk mendapatkan logam-pengemban (Augustine, 1996).

Logam-logam Ni dan Mo di dalam reaksi katalisis mempunyai salah satu

fungsi penting untuk mengatomkan atau mengaktifkan molekul-molekul diatomik

atau poliatomik dan kemudian memberikan atom-atom atau molekul-molekul

aktif tersebut ke molekul reaktan yang lain.

Kemampuan logam Ni dan Mo dalam mengkatalisis reaksi sangat

berkaitan dengan keberadaan elekton pada orbital d yang berbaur dengan keadaan

elektronik orbital s dan p yang terdekat, sehingga timbul keadaan elektronik

berenergi rendah dalam jumlah yang besar dan orbital kosong yang sangat ideal

untuk reaksi katalis. Situs-situs yang memiliki keadaan elektronik degenerasi

dalam jumlah yang besar adalah situs-situs paling aktif dalam pemutusan dan

pembentukan ikatan. Keadaan elektronik seperti ini mempunyai muatan,

konfigurasi dan spin yang fluktuatif dan hal ini terjadi pada situs-situs logam

dengan bilangan koordinasi yang besar (Hegedus, 1987).

Logam Ni merupakan logam transisi golongan VIIIB pada Sistem Periodik

Unsur (SPU), dengan orbital 3d yang belum penuh. Karena distribusi elektron

pada orbital-orbital atom Ni harus mengikuti aturan Hund, maka terdapat elektron

yang tidak berpasangan dalam orbital d. Berdasarkan sifat-sifat logam Ni tersebut,

sehingga sebagai komponen aktif sistem katalis, Ni sangat efektif dalam

menjamin keberhasilan reaksi katalitik. Penggunaan secara luas sebagai katalis

hidrorengkah pada temperatur dan tekanan rendah membuat Ni menjadi salah satu

dari beberapa katalis yang biasa digunakan (Augustine, 1996). Logam Ni dalam

sistem periodik unsur mempunyai nomor atom 28 dan mempunyai elektron terluar

pada orbital d dengan kofigurasi elektron [Ar] 3d8 4s2.

Logam Ni mudah membentuk ikatan kovalen koordinat, maka

pembentukan intermediet pada permukaan katalis menjadi lebih mudah. Logam

Ni mempunyai valensi dua membentuk dua macam bentuk kompleks utama.

Umumnya adalah kompleks spin bebas (ion atom orbital terluar) logam dengan

ligan H2O dan NH3 membentuk kompleks seperti Ni(H2O)62+ dan Ni(NH3)6

6+.

15

Pada kenyataannya Ni(NH3)66+ biasanya dibuat dengan mereaksikan

Ni(NO3)2.6H2O dengan persamaan:

Ni(NO3)2.6H2O + 6NH4OH → Ni(NH3)62+(NO3)2 + 12H2O

Fenomena seperti ini terjadi karena kemampuan komponen aktif logam pada

permukaan katalis untuk mengadsorpsi reaktan yang telah terdifusi pada

permukaan katalis. Kemampuan mengadsorpsi ini berkaitan dengan adanya

karakteristik orbital d yang memiliki elektron tidak berpasangan atau orbital yang

belum penuh.

Pada mekanisme reaksi yang menggunakan katalis padatan, terjadi

adsorpsi molekul-molekul reaktan pada permukaan padatan logam yang memiliki

elektron yang tidak berpasangan pada orbital d merupakan dasar yang tepat dalam

aksi katalitik permukaan logam.

Penempatan komponen aktif logam ke dalam sistem pori pengemban

dengan menggunakan garam-garam logamnya, seperti garam klorida, sulfat, nitrat

atau oksalat, dan untuk logam Ni biasanya digunakan garam nitratnya yaitu

Ni(NO3)2.6H2O.

Selain logam Ni, logam transisi lainnya yang biasa digunakan sebagai

katalis adalah Mo. Mo merupakan unsur transisi golongan VIB. Mo merupakan

logam yang relatif inert atau sedikit bereaksi dengan larutan asam dan alkali.

Logam ini memiliki titik leleh 2610°C. Mo mempunyai konfigurasi elektron [Kr]

4d5 5s1.

Mo sebagai katalis tidak seluas logam-logam transisi lain. Hal ini dapat

dilihat dari konfigurasi elektron valensinya. Mo memiliki konfigurasi elektron

valensi setengah penuh. Hal ini menyebabkan Mo memliki sifat yang stabil

sehingga sulit untuk dapat menerima pasangan elektron dari reaktan (Rodiansono,

2004). Pengembanan logam Mo ke dalam sistem pori pengemban biasanya

menggunakan garam amoniumnya yaitu (NH4)6Mo7O24.4H2O (Li, 1999).

Pada umumnya katalis logam campuran Ni-Mo diembankan pada suatu

mineral padatan berpori. Mo terbentuk sebagai suatu lapisan pada permukaan

pengemban, sedangkan Ni yang ada dalam bentuk oksidanya terdistribusi antara

lapisan Mo dan matriks pengemban (Sarifudin, 2004).

16

d. Metode Pengembanan Logam

Ada beberapa macam metode preparasi untuk menempatkan komponen

aktif logam ke dalam pengemban. Moss mengelompokkan metode preparasi

menjadi 4 macam yaitu metode impregnasi, pertukaran ion, kopresipitasi dan

deposisi (Anderson, 1976). Dua metode yang paling umum digunakan adalah

impregnasi dan pertukaran ion.

Prinsip impregnasi adalah memasukkan katalis logam secara paksa ke

dalam rongga-rongga pengemban. Impregnasi juga merupakan prosedur yang

umum untuk membuat katalis bimetal. Katalis bimetal dapat dibuat dengan

koimpregnasi yaitu kedua garam logam dimasukkan dalam waktu yang sama atau

dengan impregnasi terpisah yaitu garam logam pertama dimasukkan kemudian

diikuti garam logam yang kedua. Dalam koimpregnasi, letak dan sifat logam

dalam pengemban tergantung pada jenis garam prekursor yang digunakan dan

kecenderungan untuk membentuk paduan dua komponen (Augustine, 1996).

Impregnasi dilakukan dengan mengisi pori-pori penyangga dengan larutan

garam diikuti penguapan pelarut dan reduksi garam logam atau preparasi katalis

dengan pembasahan penyangga menggunakan larutan yang mengandung

komponen aktif (impregnan) dan dilanjutkan dengan pengeringan serta

immobilisasi komponen aktif.

Pertukaran ion atau juga sering disebut metode pada larutan yang pada

prinsipnya adalah menukarkan kation-kation yang terdapat pada situs-situs aktif

pada pengemban dengan katalis logam. Pertukaran ion dapat juga digunakan

untuk membuat katalis bimetal (Triyono, 1994).

e. Aktivasi Katalis

Tahap aktivasi yang meliputi pengeringan, kalsinasi, oksidasi, dan reduksi

digunakan untuk meratakan distribusi logam dalam pengembanan. Pengeringan

bertujuan untuk menghilangkan pelarut yang digunakan dengan perlakuan termal.

Kalsinasi merupakan perlakuan panas pada suhu yang relatif tinggi di

dalam furnace (Hamdan, 1992). Kalsinasi bertujuan untuk menghilangkan

pengotor-pengotor organik, menguraikan senyawa logam serta memperbesar

17

struktur permukaan pengemban. Kalsinasi mempengaruhi mobilitas logam dalam

pengemban dan interaksi antar logam dan pengemban. Aliran gas inert seperti gas

nitrogen diperlukan untuk memperoleh mobilitas logam yang merata di setiap

struktur permukaan katalis. Menurut Augustine (1996), kalsinasi yang dilakukan

sebelum reduksi akan memberikan logam yang lebih tersebar daripada direduksi

secara langsung.

Oksidasi bertujuan untuk merubah garam prekursor yang mungkin masih

tersisa pada proses kalsinasi diubah menjadi bentuk oksida. Oksidasi juga

diperlukan agar komponen aktif logam membentuk oksida sehingga terdistribusi

lebih baik dalam pengembanan. Proses oksidasi dilakukan menggunakan aliran

gas oksigen pada temperatur dan waktu tertentu.

Reduksi merupakan proses aktivasi yang terakhir dengan menggunakan

gas hidrogen pada temperatur 400-600°C, untuk mengubah senyawa logam atau

oksidanya menjadi logam (bilangan oksidasi = 0) sebagai situs asam Lewis.

Reduksi diperlukan karena senyawa logam yang terdapat dalam pengembanan

merupakan oksida yang terbentuk dari garam logam selama tahap kalsinasi atau

berupa garam itu sendiri. Proses reduksi berlangsung seperti pada reaksi berikut:

MO(s) + H2(g) → M(s) + H2O

Dimana: M = Logam

(Augustine, 1996)

4. Zeolit

a. Zeolit Y

Zeolit adalah kristal alumino silikat dari elemen grup IA dan grup IIA

seperti natrium, kalium magnesium, dan kalsium. Secara kimia zeolit dapat ditulis

dengan rumus empirik :

M2/nO.Al2O3.ySiO2.wH2O

Dimana :

y adalah 2 atau lebih besar

n adalah valensi kation

w melambangkan air yang terkandung di dalamnya.

(Ulfah, 2006)

18

O

Si

O

O

O

Al

O

Si

O

Al

O

Si

O

O O O O OO O O

H H

O

Si

O

O

O

Al Si

O

Al

O

Si

O

O O O O OO O O

+ H2O- H2O

situs bronsted

situs lewis

* +

Zeolit dapat digunakan sebagai pengemban katalis logam karena

mempunyai struktur yang berongga dengan ukuran seragam. Selain sebagai

pengemban, zeolit juga dapat berperan sebagai katalis karena punya situs asam

pada permukaannya. Keasaman zeolit berasal dari situs asam Brönsted dan situs

asam Lewis. Situs asam Brönsted berupa proton yang merekat pada kerangka

oksigen yang berikatan dengan kerangka silika disekitar alumunium. Bila zeolit

dipanaskan 5500C maka asam Bronsted dapat menjadi situs asam Lewis

sebagaimana terlihat pada gambar 4 (Dyer, 1998).

Gambar 4. Pembentukan situs Asam Lewis

Situs Lewis tersebut belum stabil, karena masih adanya uap air dan dapat

distabilkan dengan mengeluarkan Al dari kerangka membentuk situs Lewis

sebenarnya, seperti disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Situs Lewis sebenarnya (Dyer, 1988)

Situs Brönsted

Situs Lewis

19

Menurut Saputra (2006), berdasarkan pada asalnya zeolit dapat dibedakan

menjadi dua macam yaitu:

1. Zeolit alam

Pada umumnya, zeolit dibentuk oleh reaksi dari air pori dengan berbagai

material seperti gelas, poorly cristalline clay, plagioklas ataupun silika. Bentukan

zeolit mengandung perbandingan yang besar dari M2+ dan H+ pada Na+, K+ dan

Ca2+. Pembentukan zeolit alam ini tergantung pada komposisi dari batuan induk,

temperatur, tekanan, tekanan parsial dari air, pH dan aktivitas dari ion-ion

tertentu.

2. Zeolit sintetis

Mineral zeolit sintetis yang dibuat tidak dapat persis sama dengan mineral

zeolit alam, walaupun zeolit sintetis mempunyai sifat fisik yang jauh lebih baik.

Beberapa ahli menamakan zeolit sintetis sama dengan nama mineral zeolit alam

dengan menambahkan kata sintetis di belakangnya, dalam dunia perdagangan

muncul nama zeolit sintetis seperti zeolit A, zeolit K-C dll. Zeolit sintetis

terbentuk ketika gel yang ada terkristalisasi pada temperatur dari temperatur

kamar sampai dengan 200oC pada tekanan atmosfer ataupun autogenous. Metode

ini sangat baik diterapkan pada logam alkali untuk menyiapkan campuran gel

yang reaktif dan homogen. Struktur gel terbentuk karena polimerisasi anion

alumina dan silika. Komposisi dan struktur gel hidrat ini ditentukan oleh ukuran

dan struktur dari jenis polimerisasi. Zeolit dibentuk dalam kondisi hidrotermal,

bahan utama pembentuknya adalah alumina silika (gel) dan berbagai logam

sebagai kation. Komposisi gel, sifat fisik dan kimia reaktan, serta jenis kation dan

kondisi kristalisasi sangat menentukan struktur yang diperoleh.

Zeolit sintetis sangat bergantung pada jumlah Al dan Si, sehingga ada 3

kelompok zeolit sintetis:

1. Zeolit sintetis dengan kadar Si rendah

Zeolit jenis ini banyak mengandung Al, berpori, mempunyai nilai ekonomi

tinggi karena efektif untuk pemisahan dengan kapasitas besar. Volume porinya

dapat mencapai 0,5 cm3 tiap cm3 volume zeolit.

2. Zeolit sintetis dengan kadar Si sedang

20

Zeolit modernit mempunyai perbandingan Si/Al = 5 sangat stabil, maka

diusahakan membuat zeolit Y dengan perbandingan Si/Al = 1-3. Contoh zeolit

sintetis jenis ini adalah zeolit omega.

3. Zeolit sintetis dengan kadar Si tinggi

Zeolit jenis ini sangat higroskopis dan menyerap molekul non polar

sehingga baik untuk digunakan sebagai katalisator asam untuk hidrokarbon. Zeolit

jenis ini misalnya zeolit ZSM-5, ZSM-11, ZSM-21, ZSM-24 (Saputra, 2006).

Tabel 1. Komposisi dan formula dari zeolit yang bertipe kalsik

Tabel 2. Komposisi dan formula zeolit yang bertipe alkalik

(Saputra, 2006)

Zeolit sintetis memiliki sifat yang lebih baik dibanding dengan zeolit alam.

Perbedaan terbesar antara zeolit sintetis dengan zeolit alam adalah:

1. Zeolit sintetis dibuat dari bahan kimia dan bahan-bahan alam yang kemudian

diproses dari tubuh bijih alam.

2. Zeolit sintetis memiliki perbandingan silika dan alumina yaitu 1:1 dan

sedangkan pada zeolit alam hingga 5:1.

3. Zeolit alam tidak terpisah dalam lingkungan asam seperti halnya zeolit sintetis

(Saputra, 2006).

21

Struktur zeolit Y, salah satu contoh zeolit sintetis, merupakan kristal

mineral alumino-silikat yang terbentuk dari koordinasi polihedral [SiO4]4- dan

[AlO4]3- dengan sistem kerangka terbuka dengan rongga-rongga dan pori-porinya

yang ditempati oleh kation/logam dan molekul air. Setiap ion silikon mempunyai

muatan 4+ yang dinetralkan oleh 4 oksigen tetrahedral yang mengelilinginya,

sehingga tetrahedral dari silika bermuatan netral. Tetrahedral alumina mempunyai

muatan 1-, karena ion aluminium yang bermuatan 3+ berikatan dengan empat ion

oksigen. Muatan negatif tersebut dinetralkan oleh kation penyeimbang yang

terdapat di luar kerangka.

Zeolit Y dilihat dari struktur asalnya, merupakan salah satu jenis zeolit

yang tersusun atas sangkar-sangkar sodalit yang disatukan melalui perluasan

cincin-6 dan bergabung melalui bidang heksagonal, seperti ditunjukkan pada

Gambar 6. Struktur dalam sangkar besar berdiameter 1,3 nm, mempunyai

tetrahedral setiap pembukaan cincin-12. Diameter cincin-12 berukuran 0,74 nm,

yang memungkinkan molekul yang lebih besar masuk dalam sangkar. Unit

substruktur dasar sangkar sodalit tersebut dibentuk dengan kombinasi beberapa

bujur sangkar dan beberapa heksagonal. Polihedral-polihedral dapat mengandung

lebih dari 24 tetrahedral.

Gambar 6. Struktur zeolit Y dengan pembukaan cincin-12 (Augustine, 1996)

Unit struktur zeolit yang merupakan penyusun zeolit Y adalah gabungan

dari banyak unit bangun sekunder dan unit bangun polihedral. Unit Pembangun

Sekunder (UPS) tersebut dapat dibentuk dari Unit Pembangun Primer (UPP). Unit

pembangun primer merupakan unit terkecil dalam struktur zeolit yang berupa

22

tetrahedral TO4 dengan T merupakan Si4+ atau Al3+ seperti ditunjukkan pada

Gambar 7. Dalam zeolit Y rasio Si/Al antara 2 dan 5 (Augustine, 1996).

Gambar 7. Unit Pembangun Primer Zeolit (UPP); (a) Model kerangka, (b) Model ruang, (c) Model bola tongkat, (d) Model bola.

Sedangkan Unit Pembangun Sekunder ditunjukkan pada Gambar 8

Gambar 8. Unit Pembangun Sekunder Zeolit (UPS)

Empat tetrahedral berhubungan membentuk bujur sangkar (atom T pada

pusat) dan enam tetrahedral akan membentuk heksagonal. Empat UPP bergabung

menjadi ring 4 bujur sangkar, 6 UPP membentuk ring 6, 8 UPP membentuk

ring 8. Bentuk 4-4 adalah hasil penggabungan 4 buah ring 4, 6-6 adalah gabungan

6 buah ring dan seterusnya, sedangkan 5-1 adalah gabungan satu ring dan satu

UPP dan seterusnya. Zeolit tipe Y juga terjadi dengan penghubung sangkar sodalit

dapat digambarkan seperti disajikan pada Gambar 9 (Chambellan, 1984).

23

Gambar 9. Diagram unit struktur dasar dan model kombinasi zeolit A, X dan Y.

Zeolit Y merupakan kristal mineral alumino-silikat yang terbentuk dari

koordinasi polihedral [SiO4]4- dan [AlO4]

5- dengan sistem kerangka terbuka

dengan rongga-rongga dan pori-porinya ditempati oleh kation dan molekul air.

Kerangka tersusun dari ion silikon mempunyai muatan 4+ yang dinetralkan oleh

empat oksigen tetrahedral yang mengelilinginya sehingga tetrahedral dari silika

bermuatan netral. Adanya tetrahedral alumina yang mempunyai muatan 1-, karena

ion aluminium yang bermuatan 3+ berikatan dengan empat ion oksigen, sehingga

ikatan dengan kation dari logam alkali atau alkali tanah terjadi pada tetrahedral

alumina (Gates, 1992).

Molekul air yang menempati kerangka zeolit Y dapat dihilangkan dan

kation dalam zeolit Y dapat dipertukarkan. Jumlah molekul air menunjukkan

jumlah pori-pori atau volume ruang hampa yang terbentuk saat unit sel kristal

tersebut dipanaskan, sedangkan jumlah kation dapat ditentukan oleh jumlah

tetrahedral [AlO4]5- di dalam kerangka. Kation dalam zeolit Y berfungsi untuk

menetralkan muatan negatif pada kerangka oksigen yang disebabkan oleh

substitusi Al3+ ke Si4+ (Dyer, 1988), seperti ditunjukkan pada Gambar 10 dan

Gambar 11.

Gambar 10. Bentuk Na-Zeolit Y (Gates, 1992)

24

Gambar 11. Bentuk Ca-Zeolit Y (Gates, 1992)

Struktur porus (pori-pori mikro) dan dimensi tiga zeolit Y memungkinkan

zeolit Y menyerap bahan lain yang ukuran molekulnya lebih kecil dari pori

mikronya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai penyerap (adsorben). Di sisi lain

adanya rongga-rongga yang terisi ion-ion logam (kation) seperti kalium dan

natrium menyebabkan zeolit Y dapat digunakan sebagai penukar ion dan saringan

molekuler. Struktur zeolit Y juga memiliki sifat asam Brönsted dan asam Lewis,

sehingga zeolit Y dapat digunakan sebagai pengemban logam katalis. Logam

dapat menempel pada seluruh permukaan zeolit Y, baik permukaan luar maupun

yang di dalam pori (Syarifah, 2000).

Keasaman merupakan salah satu karakter penting dari suatu padatan yang

berfungsi sebagai katalis dalam proses katalitik (Bekkum, et al., 1991). Penentuan

keasaman padatan atau katalis dapat dilakukan secara gravimetri yaitu dengan

menimbang padatan sebelum dan sesudah mengadsorpsi basa. Basa yang sering

digunakan sebagai zat teradsorpsi adalah quinolin, piridin, piperidin, trimetilamin,

n-butilamin, pirol, dan amonia. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Yin

dkk (1999) melaporkan bahwa NH3 dapat digunakan sebagai molekul uji

keasaman suatu padatan, dimana basa organik teradsorpsi pada padatan yang

terjadi melalui transfer pasangan elektron dari molekul adsorbat ke situs asam

Lewis (Satterfield, 1980). Jumlah basa yang teradsopsi secara kimia pada

permukaan padatan merupakan jumlah gugus aktif pada permukaan padatan

tersebut (Trisunaryanti, 1986).

Analisis luas permukaan spesifik, volume total pori dan rerata jari pori

dilakukan dengan metode yang dikembangkan oleh Brunauer, Emmet dan Teller

(BET) didasarkan pada fenomena adsorpsi gas lapis tipis tunggal yang

berlangsung pada temperatur tetap (Augustine, 1996). Instrumen yang digunakan

adalah Surface Area Analyzer NOVA-1000. Penentuan luas permukaan spesifik

25

juga dapat ditentukan dengan metode adsorpsi methylen blue. Luas permukaan

spesifik ditentukan oleh banyaknya methylen blue yang dapat diserap oleh katalis,

pengukurannya dengan menggunakan absorbansi yang diperoleh setelah methylen

blue diadsorp oleh katalis pada kurun waktu tertentu.

b. Zeolit Y Sebagai Katalis Perengkahan

Penggunaan zeolit Y yang pertama pada tahun 1959, yaitu ketika zeolit Y

digunakan oleh Union Karbida. Penggunaan zeolit Y sebagai promotor untuk

perengkahan minyak yaitu produksi minyak dari minyak mentah, sangat

meningkatkan hasil daya guna dan penghematan baik waktu maupun biaya.

Beberapa karakter penting dari zeolit Y yang dapat menjadikannya sebagai

katalis perengkah yang mempunyai aktivitas dan selektifitas tinggi adalah sebagai

berikut:

a) Mempunyai Situs Asam Aktif

Zeolit Y digunakan secara industri sebagai katalis perengkah didasarkan

situs asam Brönsted. Situs asam Brönsted yang berasal dari gugus hidroksil dalam

struktur pori zeolit Y menentukan aktivitas zeolit Y sebagai katalis. Gugus

hidroksil biasanya dibentuk dengan pertukaran dengan ammonium atau kation

polivalen diikuti dengan kalsinasi (Dyer, 1988). Mekanisme pembentukan asam

Brönsted melalui pertukaran dengan ammonium atau ion polivalen adalah sebagai

berikut :

Pertukaran dengan ion ammonium :

NaZeolit Y(s) + NH4+

(aq) NH4-Zeolit Y(s) + Na+(aq)

Kalsinasi NH4-Zeolit Y(s) NH3(g) + H-Zeolit Y(s)

Pertukaran dengan ion polivalen :

NaZeolit Y(s) + M(H2O)n+(aq) M(H2O)n+Zeolit Y(s) + n Na+

(aq)

kalsinasi M(H2O)n+Zeolit Y(s) MOH(n - 1)

(s) + H-Zeolit Y(s)

26

Bentuk terprotonasi dari H-Zeolit Y mengandung gugus hidroksil dimana

proton berhubungan dengan muatan negatif kerangka oksigen dalam tetrahedral

alumina, seperti disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Bentuk H-Zeolit Y (Gates, 1992)

b) Mempunyai selektivitas yang tinggi untuk menghasilkan produk.

Katalis zeolit Y mempunyai selektivitas yang tinggi untuk menghasilkan

produk fraksi bensin (gasolin) dari perengkahan fraksi berat minyak bumi.

c) Mempunyai struktur kristal yang sangat teratur.

Ukuran pori yang seragam mengakibatkan hanya molekul reaktan dengan

ukuran yang lebih kecil dari ukuran tertentu dapat bereaksi.

d) Mempunyai kestabilan panas yang tinggi

Zeolit Y mempunyai kestabilan panas yang tinggi, menghasilkan sedikit

karbon, sehingga mudah diregenerasi kembali dan mempunyai umur pakai yang

panjang.

Zeolit Y sebagai katalis mempunyai keunggulan karena struktur kristal

yang sangat teratur, ukuran pori yang seragam dan adanya gugus hidroksil yang

sangat asam yang merupakan situs aktif dalam katalisis. Penggunaan zeolit Y

sebagai katalis perengkahan mempunyai beberapa keuntungan antara lain aktivitas

katalis yang tinggi dan mampu menghasilkan bensin lebih banyak dan lebih stabil

pada suhu yang tinggi. Peningkatan daya guna zeolit khususnya zeolit Y dapat

dilakukan salah satunya sebagai pengemban katalis logam yang banyak

dibutuhkan oleh kalangan industri.

5. Kromatografi Gas

Metode kromatografi merupakan metode analisis yang banyak digunakan

khususnya untuk analisis produk hidrorengkah. Kromatografi merupakan suatu

metode pemisahan yang didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi komponen-

komponen dalam sampel diantara 2 fase (fase diam dan fase gerak).

27

Gas Chromatography (GC) merupakan instrumen yang paling berguna

dalam memisahkan dan menganalisa senyawa-senyawa organik yang dapat

diuapkan tanpa mengalami dekomposisi. Sampel yang telah teruapkan pada GC

akan dibawa oleh aliran gas pembawa sebagai fase gerak ke dalam kolom. Setiap

komponen yang ada pada sampel akan terpisahkan dalam kolom dan terdistribusi

diantara fase gerak dan fase diam. Setiap komponen dalam sampel memiliki

koefisien distribusi yang berbeda-beda sehingga komponen-komponen tersebut

akan tertahan dalam kolom dengan waktu yang berbeda-beda pula. Fase diam

akan menahan komponen secara selektif berdasarkan koefisien distribusinya.

Setelah mengalami proses pemisahan, setiap senyawa yang keluar dari kolom

akan dideteksi oleh detektor dan sinyal yang terdeteksi akan dicatat oleh rekorder

sehingga diperoleh output berupa puncak-puncak kromatogram (Pavia, 1995).

6. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)

Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) merupakan salah satu alat analisa

yang sering digunakan untuk analisis logam-logam. Prinsip dasar dari AAS secara

singkat dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 13. Prinsip dasar dari AAS

Besarnya logam katalis yang teremban dalam pengemban zeolit Y dapat

dianalisis dengan menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Jumlah

logam yang dapat diukur dengan AAS ini kurang lebih 60 logam termasuk logam

alkali dan alkali tanah. Metode ini memerlukan waktu yang cepat untuk

M+X- (larutan) M+X-

(kabut) MX (padatan)

MX (gas) M (gas) + X(gas)

Penyerapan energy radiasi hυ

M* (gas)

28

melakukan percobaan (Hendayana, 1994). Zeolit Y mempunyai kandungan logam

Si dan Al. Di samping itu terdapat molekul air dan ion-ion yang dapat

dipertukarkan seperti Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Ba2+, Sr2+ dan Fe3+. Selain itu unsur-

unsur yang ditentukan dengan AAS yaitu kandungan logam Ni dan Mo yang

terdapat dalam katalis. Setiap unsur logam yang dideteksi menggunakan AAS

mempunyai kondisi optimum yang berbeda-beda.

B. Kerangka Pemikiran

Perubahan energi Gibbs dan laju raksi kimia sangat dipengaruhi oleh suhu.

Reaksi-reaksi dekomposisi hidrokarbon tidak dapat berlangsung pada suhu kamar

karena reaksi dekomposisi pada suhu kamar mempunyai harga ΔG positif

sehingga reaksi tidak dapat terjadi secara spontan. Peningkatan suhu akan

mengakibatkan harga ΔG menjadi semakin negatif, maka pada suhu tinggi reaksi

dekomposisi suatu senyawa hidrokarbon dapat berlangsung.

Tir batubara mengandung hidrokarbon fraksi ringan dan hidrokarbon

fraksi berat. Pada dasarnya reaksi dekomposisi juga terjadi pada keduanya. Reaksi

yang terjadi adalah reaksi dekomposisi hidrokarbon fraksi berat menjadi

hidrokarbon dan reaksi reduksi hidrokarbon fraksi ringan menjadi gas. Suhu dan

berat katalis akan mempengaruhi laju reaksi keduanya sehingga dengan variasi

suhu dan berat katalis yang digunakan akan diperoleh hidrokarbon fraksi ringan

optimum yang dihasilkan dari reaksi perengkahan tir batubara.

C. Perumusan Hipotesa

a. Pembentukan hidrokarbon fraksi ringan dari reaksi perengkahan tir batubara

dipengaruhi oleh suhu. Dengan variasi suhu akan diperoleh kondisi optimum

terbentuknya hidrokarbon fraksi ringan.

b. Dengan variasi berat katalis maka akan diperoleh kondisi optimum

terbentuknya hidrokarbon fraksi ringan pada proses reaksi perengkahan tir

batubara.

c. Dengan mengetahui distribusi produk hasil reaksi perengkahan tir batubara

dapat diketahui waktu dicapai kondisi optimum reaksi perengkahan terjadi.

29

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental di

laboratorium untuk memperoleh data hasil. Penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu

preparasi katalis Mo-Ni/zeolit Y untuk reaksi perengkahan, pirolisis batubara

menjadi tir batubara dan perengkahan tir batubara. Selanjutnya sifat yang

mendukung zeolit sebagai katalis dan tir batubara dianalisis.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Fakultas MIPA

Universitas Sebelas Maret dan Laboratorium Pusat Universitas Sebelas Maret Sub

Laboratorium Kimia dan Sub Laboratorium Biologi yang dilakukan mulai bulan

Agustus sampai dengan September 2009.

C. Alat dan Bahan

1. Alat –alat yang digunakan dalam penelitian ini :

a. Seperangkat alat refluks

b. Seperangkat alat pembuat pellet katalis

c. Rotary evaporator IKA RV05 basic dengan Vacuum Pump V-700

d. Seperangkat alat-alat gelas

e. Desikator

f. Neraca analitik Sartorius A6 Gottingen

g. Reaktor Kalsinasi, Oksidasi, Reduksi dan uji katalitik

h. Furnace Thermoline 48000

i. Dual Thermometer RS-232 Computer Interface TM-915 A

j. Pemanas listrik

k. Gas Chromatography (GC) merk Hewlet Packard 5890 Series II

l. Surface Area Analyzer (SAA) NOVA Ver 20

m. Hitachi Z-8000 Polarized Zeeman Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)

30

2. Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini :

a. Batubara (Bukit Asam Kalimantan Timur)

b. Zeolit NH4Y dari Tosoh Corporation Jepang

c. Akuades (Sub Lab Biologi Lingkungan UNS)

d. NH3 p.a E. Merck.

e. Na2SO4 anhidrat

f. Amonium heptamolibdat tetrahidrat [(NH4)6Mo7O24.4H2O] p.a E. Merck.

g. Nikel (II) nitrat heksahidrat [Ni(NO3)2.6H2O] p.a E. Merck.

h. Gas N2, O2, H2 dari PT Samator, Surabaya

i. Kertas saring Whatman 42

j. Silika Gel blue

k. Glasswool

l. Es dan garam

D. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Katalis Mo-Ni/Zeolit Y

a. Preparasi Zeolit Y Awal

Material pengemban yang digunakan dalam penelitian ini adalah zeolit

NH4Y yang berasal dari Tosoh Corporation, Jepang. Preparasi dilakukan dengan

tujuan untuk mengubah material pengemban zeolit NH4Y menjadi zeolit Y

melalui proses kalsinasi, yaitu dengan memanaskan zeolit NH4Y pada temperatur

550oC selama 1 jam di dalam furnace.

b. Pengembanan Logam Mo dan Ni Pada Zeolit Y Secara Impregnasi

Terpisah

Pembuatan katalis bimetal dengan metode impregnasi terpisah dilakukan

dengan memasukkan atau merendam zeolit Y ke dalam larutan prekursor Mo

[(NH4)6Mo7O24.4H2O] dan Ni [Ni(NO3)2.6H2O] satu persatu dengan logam Mo

terlebih dahulu secara berurutan. Selanjutnya direfluks selama 4 jam pada

temperatur 60oC dengan rincian 2 jam untuk merefluks 10 gram zeolit Y dalam

larutan garam prekursor pertama yaitu Mo [(NH4)6Mo7O24.4H2O] sebanyak 0,98

gram, kemudian ditambahkan dengan larutan garam prekursor yang kedua yaitu

31

Ni [Ni(NO3)2.6H2O] sebanyak 0,78 gram dan direfluks selama 2 jam lagi.

Penambahan garam prekursor dengan jumlah tertentu tersebut karena katalis Mo-

Ni/Zeolit Y mempunyai karakteristik paling bagus dengan perbandingan tersebut

berdasarkan pada penelitian sebelumnya. Sebagai pelarut ditambahkan aquades

sebanyak 12 mL pada proses refluks yan pertama dan 3 mL aquades pada proses

refluks yang kedua. Setelah direfluks, langkah selanjutnya adalah pengeringan

katalis dari pelarut dengan alat rotary evaporator pada tekanan 72 mbar dan

temperatur 85oC sampai katalis kering dan menjadi serbuk selama 10 jam.

Kemudian dilakukan aktivasi terhadap katalis yang diperoleh, yaitu dengan

kalsinasi yang dialiri gas N2 selama 3 jam, oksidasi dialiri gas O2 selama 2 jam

dan reduksi dengan dialiri gas H2 selama 2 jam.

Gambar 14. Diagram alat kalsinasi, oksidasi dan reduksi

a. Pengukur Temperatur

b. Pengatur Temperatur

c. Reaktor

d. Furnace

e. Gas

f. Regulator

g. Flow meter

a

b

d

c

g f

e

32

2. Pembuatan Tir Batubara

Proses pirolisis batubara dikerjakan dengan cara memanaskan reaktor yang

berisi batubara dengan berbagai ukuran, dengan temperatur 800oC. Hasil pirolisis

berupa gas, cairan dan padatan (gas dan padatan tidak diteliti). Cairan yang terdiri

dari tir batubara dan air dipisahkan dengan corong pisah. Tir batubara yang

diperoleh kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat untuk mengikat air yang masih

terkandung dalam tir untuk selanjutnya tir digunakan sebagai umpan (feed) pada

reaksi perengkahan.

Gambar 15. Diagram reaktor pirolisis

3. Perengkahan Tir Batubara

Proses perengkahan tir batubara dilakukan dengan reaktor sistem alir

dengan katalis dan umpan (feed) diletakkan pada reaktor yang berbeda. Satu gram

katalis MoNi/Zeolit Y diletakkan dalam reaktor katalis dan sebanyak 5 ml tir

gas

a

b

c

d

e

f f

Air Masuk

Air Keluar a. Pengukur Temperatur

b. Pengatur Temperatur

c. Reaktor

d. Furnace

e. Kondensor

f. Penampung

33

batubara dimasukkan ke dalam reaktor umpan. Reaktor katalis dipanaskan pada

suhu 200oC, kemudian setelah panasnya konstan, reaktor umpan dipanaskan

sampai temperatur 700oC sambil dialiri gas H2 dengan kecepatan alir 10 ml/menit.

Proses perengkahan dilakukan hingga tidak ada lagi produk yang terbentuk. Hasil

perengkahan kemudian dilewatkan pada sistem pendingin berupa campuran es

dan garam. Proses ini diulang dengan variasi suhu reaktor katalis 250oC, 300oC,

350oC dan 400oC. Digunakan variasi suhu dengan rentang seperti tersebut

dikarenakan zeolit akan teraktifkan untuk dapat menjadi suatu katalis pada suhu

yang tinggi, sekitar 300oC. Sebelum dilakukan analisa terhadap Cairan Hasil

Perengkahan (CHP) dengan Gas Chromatography (GC), pada CHP tersebut

ditambahkan Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan kandungan air yang

terkandung dalam CHP. perengkahan tir batubara diulangi lagi dengan variasi

berat katalis 3 gram dan 5 gram dengan perlakuan yang sama. Variasi berat katalis

dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pengaruh berat katalis terhadap reaksi

perengkahan.

Gambar 16. Diagram alat perengkahan

a

b

a

b

i i

gas

f

g

h

j d

d d

c e

a. Pengukur Temperatur b. Pengatur Temperatur c. Reaktor Umpan d. Furnace e. Reaktor Katalis f. Gas H2 g. Regulator h. Flow meter i. Penampung j. Pemanas Nikelin

34

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Karakterisasi Katalis

a. Keasaman total diukur menggunakan metode gravimetri uap basa amonia.

Analisis ini dilakukan dengan pengukuran basa amonia yang mampu diserap

oleh situs asam yang terdapat pada katalis untuk mengetahui pengaruh

pengembanan logam Ni dan Mo terhadap keasaman katalis.

b. Kandungan logam zeolit diukur menggunakan alat Atomic Absorption

Spectroscopy (AAS) di Balai Penyelidikan dan Pengembangan

Kegunungapian Yogyakarta. Kandungan logam dalam katalis diperoleh

berupa data porsentase logam dalam katalis. Data persentase berat kandungan

logam Ni dan Mo hasil analisis digunakan untuk mengetahui kenaikan

persentase berat logam Ni dan Mo dari zeolit Y awal dengan zeolit Y setelah

diembani dengan logam Ni dan Mo.

c. Luas permukaan volume pori total dan rerata jejari pori diukur menggunakan

alat Surface Area Analyzer (SAA) di BATAN Yogyakarta.

2. Pirolisis Batubara

Tir batubara hasil pirolisis dianalisis menggunakan Gas Chromatography

(GC) di Laboratorium Kimia Organik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tir

batubara yang didapat dianalisis dengan GC untuk mendapatkan spektra

kromatogram yang digunakan sebagai acuan untuk pembanding dalam

menghitung kenaikan fraksi ringan pada produk yang dihasilkan dari reaksi

perengkahan.

3. Reaksi Perengkahan

Hasil reaksi perengkahan dianalisis menggunakan Gas Chromatography

(GC) di Laboratorium Kimia Organik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Cairan Hasil Perengkahan yang didapat dianalisis untuk setiap variasinya untuk

memperoleh spektra kromatogram GC dari masing-masing variasi. Dari masing-

masing spektra kemudian dihitung kenaikan fraksi ringan dari hasil perengkahan

35

dengan cara membandingkan spektra produk hasil perengkahan dengan spektra tir

batubara awal sehingga dari masing-masing variasi akan diketahui kondisi

optimum reaksi perengkahan.

F. Teknik Analisa Data

a. Pengaruh aktivasi, modifikasi dan pengembanan logam Mo dan Ni terhadap

peningkatan kualitas zeolit sebagai katalis perengkah dilakukan dengan

analisis keasaman total, luas permukaan, rerata jejari pori dan volume pori.

Keasaman total yaitu dengan

b. Kemampuan tir batubara hasil pirolisis sebagai umpan pada reaksi

perengkahan, diketahui dengan analisa tir batubara menggunakan Gas

Chromatography (GC).

c. Pengaruh pengembanan logam Mo dan Ni terhadap selektivitas reaksi

perengkahan tir batubara hasil pirolisis, dilakukan dengan membandingkan

kromatogram Cairan Hasil Perengkahan (CHP) dengan kromatogram tir

batubara.

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Karakterisasi Katalis Mo-Ni/Zeolit Y

Karakter katalis dapat diketahui dengan melakukan karakterisasi terhadap

katalis yang telah melalui proses aktivasi sebelumnya. Yusnani (2008) telah

melakukan penelitian terhadap aktivasi katalis Mo-Ni/Zeolit Y dengan karakter

katalis ditunjukan pada tabel 3.

Tabel 3. Karakter katalis Mo-Ni/Zeolit Y

Parameter H-Zeolit Y Mo-Ni/Zeolit Y Mo 0,42 7,74 Ni 0,16 1,54 Kandungan Logam (%b/b)

Mo + Ni 0,58 9,28 Keasaman Total (mmol/g) 5,089 ± 0,268 7,713 ± 0,382

Luas Permukaan Spesifik (m2/g) 409,286 269,211

Volume Pori Total (10-3 cm3/g) 207,786 137,635 Rerata Jejari Pori (A0) 10,154 10,225

(Yusnani, 2008)

Berdasarkan hasil karakterisasi menunjukan karakter katalis Mo-Ni/Zeolit

Y mempunyai keasaman yang tinggi sehingga dimungkinkan mempunyai

aktivitas katalitik yang tinggi terhadap reaksi perengkahan

2. Pembuatan Tir Batubara

Produk pirolisis batubara ternyata masih banyak mengandung senyawa air.

Batubara yang digunakan untuk pirolisis hingga temperatur 800oC hanya

menghasilkan tir batubara sebanyak 300 ml yang ditunjukkan dalam perhitungan

pada lampiran 2. Hasil pirolisis lengkap terdapat pada Tabel 4.

37

Tabel 4. Hasil pirolisis batubara

Parameter Jumlah

batubara awal 2500 gram

air 1800 ml destilat

tir batubara 300 ml

arang batubara 1650 gram

persentase tir batubara 11,316%

Pirolisis 2500 gram batubara yang digunakan menghasilkan destilat yang

berupa tir batubara sebanyak 300 ml atau hanya 11,316% dibandingkan berat awal

dari batubara yang digunakan perhitungan terdapat pada lampiran 3. Pirolisis yang

dilakukan lebih banyak menghasilkan air sebagai hasil pirolisis karena batubara

yang digunakan merupakan batubara golongan sub bituminus yang mengandung

banyak air.

Analisa Gas Chromatography (GC) tir batubara menunjukkan

kemungkinan terdapat fraksi ringan dari hidrokarbon didalamnya, namun dalam

jumlah kecil. Tir batubara dimungkinkan banyak mengandung fraksi berat, sebab

senyawa dalam batubara sangat komplek, sehingga perengkahan batubara perlu

dilakukan untuk mendapatkan fraksi ringan dari batubara dengan tujuan untuk

meningkatkan nilai guna dari batubara. Hasil penelitian Fatmawati (2003)

menunjukkan bahwa tir batubara mempunyai karbon dengan rantai karbon C7-C20

yang dapat menjadi sumber hidrokarbon untuk reaksi pembentukan fraksi bensin

(C7-C12) yang lebih banyak pada perengkahan tir batubara.

3. Perengkahan Tir Batubara

a. Variasi Suhu

Cairan hasil perengkahan dianalisis menggunakan Gas Chromatography

(GC) kemudian dibandingkan dengan kromatogram tir batubara untuk mengetahui

besarnya pergeseran luas area fraksi ringan dari cairan hasil perengkahan. Spektra

hasil analisa GC dapat dilihat pada lampiran. Kandungan fraksi ringan dalam

38

produk cair diketahui dari besar luas area yang berada di bawah hidrokarbon

dengan rantai C12. Peningkatan fraksi ringan yang diperoleh dari hasil

perengkahan dapat diketahui dari persamaan:

Gambar 17. Hubungan suhu dan peningkatan fraksi ringan total hasil perengkahan dalam variasi suhu

Gambar 17 menunjukkan hubungan antara suhu dengan peningkatan fraksi

ringan hasil perengkahan untuk tiap variasi suhu dari 200oC hingga 400oC dengan

berat katalis yang digunakan seberat 1 gram. Waktu yang digunakan untuk reaksi

perengkahan adalah 75 menit. Penambahan luas area fraksi ringan terbesar

diperoleh pada suhu 350oC dengan penambahan fraksi ringan sebesar 9,78% dari

total fraksi awal. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa reaksi perengkahan

memang memerlukan suhu tinggi, namun tidak selamanya suhu tinggi dapat

menjamin perengkahan akan terjadi optimum. Hal ini terlihat dari menurunnya

besar peningkatan fraksi ringan pada reaksi yang terjadi pada suhu 400oC.

luas area GC fraksi ringan berat produk peningkatan fraksi ringan (%b/b) =

luas area GC keseluruhan X

berat awal X 100%

39

Perkembangan distribusi hasil perengkahan yang terjadi setiap waktu

ditunjukkan pada Gambar 18 membuktikan bahwa reaksi perengkahan banyak

terjadi pada awal-awal reaksi, artinya bahwa reaksi pembentukan fraksi ringan

dari reaksi perengkahan efektif terjadi pada awal reaksi. Hal ini dikarenakan

seiring bertambahnya waktu maka reaktan tersisa merupakan fraksi berat dengan

berat molekul lebih besar dan katalis sudah tertutup kokas yang menyebabkan

pori-pori katalis menyempit sehingga menyebabkan reaktan yang akan

melewatinya terhambat. Selain itu, semakin bertambahnya waktu maka

kemampuan katalis untuk merengkahkan batubara juga semakin turun karena

berhubungan dengan umur katalis.

Gambar 18. Distribusi peningkatan fraksi ringan hasil perengkahan pada tiap variasi suhu tiap waktu

Distribusi peningkatan fraksi ringan hasil perengkahan dipengaruhi oleh

suhu dan waktu atau lama proses perengkahan. Kondisi optimum distribusi fraksi

ringan pada setiap suhu berubah seiring dengan bertambahnya waktu dan hasil

yang ditunjukkan berbeda untuk setiap suhu seperti terlihat pada Gambar 18.

Dari Gambar 18 dapat dijelaskan perkembangan distribusi untuk masing-

masing suhu. Pada suhu 200oC, kondisi optimum perengkahan diperoleh pada 15

menit pertama reaksi perengkahan. Seiring dengan bertambahnya waktu, produk

yang dihasilkan akan semakin turun dengan penurunan yang cukup drastis.

40

Pada suhu 250oC dan 300oC diperoleh pola hasil perengkahan yang sama,

yaitu kondisi optimum diperoleh pada waktu 15 menit kedua (setelah 30 menit).

Hal ini dimungkinkan reaksi perengkahan pada 15 menit pertama, produk yang

dihasilkan banyak yang terpecah menjadi fraksi ringan yang berwujud gas dengan

jumlah karbon C1 hingga C4 sehingga tidak dapat tercairkan karena terlalu ringan.

Setelah itu reaksi berlangsung seperti sebelumnya dengan produk yang dihasilkan

semakin sedikit seiring bertambahnya waktu reaksi.

Pada suhu 350oC dicapai kondisi optimum reaksi perengkahan yang

dibuktikan dengan produk atau peningkatan fraksi ringan yang paling besar

dibandingkan reaksi dengan variasi suhu yang lain. Produk terbanyak juga

dihasilkan pada 15 menit awal reaksi. Pada 15 menit kedua produk yang

dihasilkan turun, namun pada 15 menit ketiga produk yang dihasilkan bertambah

kembali. Kemudian seiring bertambahnya waktu reaksi, produk yang dihasilkan

mengalami penurunan yang cukup drastis.

Pada suhu 400oC reaksi yang terjadi menunjukkan pola yang sama, yaitu

kondisi optimum akan dicapai pada awal reaksi kemudian produk yang dihasilkan

semakin turun seiring dengan bertambahnya waktu. Dengan kondisi seperti ini

dapat disimpulkan bahwa reaksi perengkahan tir batubara membutuhkan suhu

yang tinggi yaitu 350oC untuk memperoleh hasil optimum yang ditunjukkan

dengan menghasilkan fraksi ringan hasil perengkahan yang paling besar.

Pada variasi suhu 200oC hingga 300oC penurunan produk hasil

perengkahan terjadi sangat drastis. Hal ini terjadi karena katalis yang digunakan

belum teraktivasi karena panas yang diberikan masih kurang. Sedangkan pada

variasi suhu 350oC dan 400oC walaupun terjadi penurunan produk hasil reaksi

perengkahan namun penurunan tersebut tidak terjadi secara drastis. Hal ini terjadi

disebabkan karena katalis yang ada sudah teraktivasi sehingga reaksi perengkahan

fraksi berat menjadi fraksi ringan lebih optimal yang menyebabkan terjadinya

penambahan fraksi ringan yang cukup signifikan.

41

b. Variasi Berat Katalis

Pada penelitian ini, dari kondisi optimum yang diperoleh, yaitu reaksi

perengkahan pada suhu 350oC dapat dilakukan variasi berat katalis dengan tujuan

untuk mengetahui pengaruh penambahan berat katalis terhadap produk hasil

perengkahan yang dihasilkan. Reaksi hanya dilakukan pada suhu 350oC karena

kondisi optimum reaksi perengkan dicapai pada suhu tersebut sehingga

diharapkan hasil maksimal terjadi pada variasi suhu tersebut. Pengaruh ini dapat

dilihat dari besar konversi berat fraksi ringan yang dihasilkan dari perengkahan

dengan menggunakan variasi berat katalis yang ditunjukkan pada Gambar 19.

Perhitungan yang dilakukan sama dengan perhitungan dengan variasi suhu.

Gambar 19. Peningkatan fraksi ringan total hasil perengkahan dengan variasi berat

katalis

Dari Gambar 19 dapat terlihat bahwa peningkatan fraksi ringan hasil

perengkahan sebanding dengan bertambahnya berat katalis yang digunakan. Jadi

semakin banyak katalis yang digunakan maka produk hasil reaksi perengkahan

juga akan semakin banyak. Dari penelitian ini diperoleh hasil optimal pada

penggunaan katalis sebanyak 5 gram dengan penambahan fraksi ringan sebanyak

14,32% dari total fraksi awal. Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6 dan 7.

42

Distribusi dari peningkatan fraksi ringan hasil reaksi perengkahan masing-

masing variasi suhu untuk setiap 15 menit selama proses perengkahan

berlangsung hingga selesai ditunjukkan pada Gambar 20.

Gambar 20. Distribusi peningkatan fraksi ringan hasil perengkahan dalam variasi berat katalis tiap waktu

Dari Gambar 20 dapat dilihat distribusi peningkatan fraksi ringan hasil

reaksi perengkahan dengan variasi berat katalis tiap 15 menit selama reaksi

perengkahan berlangsung. Reaksi perengkahan optimum dapat diketahui terjadi

pada 15 menit pertama dan semakin lama produk yang dihasilkan semakin turun.

Hal ini menunjukkan bahwa reaksi perengkahan juga dipengaruhi oleh lama

waktu hidup katalis. Semakin lama produk yang dihasilkan juga semakin

berkurang jumlahnya.

44

44

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil

kesimpulan:

1. Pembentukan hidrokarbon fraksi ringan dari reaksi perengkahan tir batubara

dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu, reaksi perengkahan semakin

optimal. Setelah mencapai kondisi optimum reaksi akan kembali turun.

Perengkahan tir batubara menghasilkan produk hidrokarbon fraksi ringan

terbaik pada suhu 350oC, yaitu dengan penambahan fraksi ringan sebesar

9,78% dari jumlah fraksi total tir batubara awal.

2. Berat katalis yang digunakan berpengaruh terhadap hasil reaksi perengkahan.

Semakin banyak katalis yang digunakan, produk yang dihasilkan dari reaksi

perengkahan juga semakin meningkat. Dari penelitian ini, kondisi optimum

reaksi perengkahan diperoleh pada saat katalis yang digunakan sebanyak 5

gram dengan peningkatan jumlah produk fraksi ringan yang dihasilkan

sebanyak 14,32% dari jumlah fraksi total tir batubara awal.

3. Distribusi hasil reaksi perengkahan terjadi pada awal reaksi. Seiring dengan

bertambahnya waktu reaksi perengkahan, jumlah produk yang dihasilkan juga

akan semakin menurun.

B. Saran

1. Perlu dilakukan perengkahan tir batubara dengan variasi laju alir gas pembawa

reaktan untuk mengetahui pengaruh dari laju alir gas.

2. Perlu dilakukan proses perengkahan dengan sumber hidrokarbon yang lain.

45

DAFTAR PUSTAKA

Augustine, R.L., 1996, Heterogeneus Catalyst for The Synthesis Chemist, Marcel

Dekker Inc, New York.

Anderson and Boundart, 1981, Catalysis Science and Technology, Volume 6,

Springer Verlag, Heidelberg.

Bekkum, V.H., Flanige, E.M, and Jansen, J.C., 1991, Studies in Surface and

Catalysis: Introduction to Zeolite Science and Practice, Catalysis Today 77

(1991) 299-314, New York.

Chambellan, A., Cornet, D., 1984, Transition Ions Exchanged Zeolites As

Cracking Catalysis by Acid and Bases, Catalysis today 101 (1984) 238-

242, Amsterdam.

Corma, A. and Martinez, A., 2001, Zeolit for Cleaner Technologies, The

Chemistry of Catalytic Processes, Imperial College Press, Covent Garden,

London.

Dyer, A., 1988, An Introduction to Zeolite Molecular Sieves, John Willey and

Sons, New York.

Gates, B.C., 1992, Catalytic Chemistry, John Willey and Sons, USA.

Ginanjar, G., 2003, Efektivitas Katalis Cr/ZAAH pada Perengkahan Tir Batubara

Menjadi Fraksi Bensin, Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Sebelas Maret.

Fatmawati.S.I., 2003, Reaksi Perengkahan Tir Batubara Menggunakan Katalis

Zeolit Alam Aktif Hidrotermal (ZAAH) Cr 5% dengan Variasi Temperatur,

Skripsi, FMIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Hamdan, H., 1992, Introduction to Zeolite Synthesis, Characterization and

Modifications, University Teknologi Malaysia.

Hegedus, L.L., 1987, Catalyst Design Progress and Prespective, John Willey and

Sons.

Hendayana, S., 1994, Kimia Analitik Instrumen, IKIP Semarang Press.

45

46

Jauhary, M., 2007, Potensi Industri Pengolahan Batubara Cair, economic Review

No.208, Jakarta. http://www.rossysw.staff.gunadarma.ac.id/down-

load/files/13971/batubara.pdf. Diakses Tanggal 15 Juli 2009

Li, D.; Xu, Huifang; George D.G., Jr., 1999, Zeolite-Supported Ni and Mo

Catalysts for Hydrotreatment, Department of Earth and Planetary

Sciences, University of New Mexico.

Maryani, 2005, Perbandingan Efektivitas Metode Koimpregnasi dengan Metode

Impregnasi Terpisah pada Pembuatan Katalis Bimetal Ni-Mo/Zeolit,

Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret.

Olah, G. A. and Molnar, K.,1995, Hydrocarbon Chemistry, John Wiley and Sons

Inc.

Oudejans, J. C., 1984, Zeolite Catalyst in Some Organic Reaction, First Edition,

Chemical Research, Holland.

Pavia, D. L., 1995, Introduction In Organic Techniques, A Micro Scale Approach,

2nd Edition, Saunders College Publishing, Philadelphia.

Rodiansono dan Trisunaryati, W., 2005, Uji Aktivitas dan Regenerasi Katalis

NiMo/Zeolit pada Reaksi Hidrorengkah Fraksi Sampah Plastik Menjadi

Fraksi Bensin, Indo. J. Chem.

Saputra, R., 2006, Pemanfaatan Zeolit Sintesis Sebagai Alternatif Pengolahan

Limbah Industri, Paper. http://warmuda.staff.ugm.ac.id/articles/rodhie-

zeolit.pdf. Diakses Tanggal 15 Juli 2009

Sarifudin, K., 2004, Pengaruh Rasio Ni/Mo dan Kandungan Nb2O5-γ-Al2O3 dan

Modifikasinya untuk Proses Perengkahan Fraksi Aspalten dari Aspal

Buton, Tesis S-2, Jurusan Kimia FMIPA UGM.

Satterfield, 1980, Heterogeneous Catalysis In Practice, Mc Graw-Hill Book

Company, New York.

Sie, S. T., 1992, Acid Catalyzed Cracking of Paraffinic Hydrocarbons Discussion

of Existing Mechanisms and Proposal of a New Mechanism, Ind. Eng.

Chem. Des, Vol. 31, no.8, 1881-1889.

47

Simamora, J., 2008, Hidrorengkah Pelumas Bekas Menggunakan Katalis

ZnO/NbO5 Diembankan pada Zeolit Alam Teraktivasi EDTA, Skripsi S-1,

Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Gajah Mada.

Suyati, L., 2000, Kinetika Reaksi Pirolisis Tir Batubara dengan Katalis Ni-Zeolit,

Tesis S-2, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Gajah Mada.

Syarifah. I., 2000, Modification of Natural-Zeolites and Their Characterization

For Cracking Catalysis of Petroleum Fraction, Tesis S-2, Jurusan Kimia

FMIPA, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Trisunaryanti, W., 1986, Penentuan Keasaman Padatan dan Pengaruh

Temperatur Kalsinasi, Skripsi S-1, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas

Gajah Mada, Yogyakarta.

Triyono, 1994, Kimia Fisika: Dasar-Dasar Kinetika dan Katalis, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat pendidikan Tinggi.

Ulfah, E. M., F. A. Yasnur, Istadi, 2006, Optimasi Pembuatan Katalis Zeolit X

dari Tawas, NaOH dan Water Glass dengan Response Surface

Methodology, Bulletin of Chemical Reaction Engineering & Catalysis,

1(3), 2006, 26-32, Semarang.

Yusnani.A., 2008, Rasio Optimum Konsentrasi Prekursor pada Sintesis Katalis

Ni-Mo/Zeolit Y, Skripsi, FMIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

http://www. wikipediaindonesia.com/batubara/wikipedia/ensiklopedi/bebas.htm.

Diakses Tanggal 15 Maret 2009

46