ho nila askeb 2 bu nasih
DESCRIPTION
askeb 2TRANSCRIPT
2.1 Keadaan normal dan keabnormalan dari partograf
Untuk menurunkan angka kematian ibu dari 450 per 100.000 kelahiran hidup,
maka kita harus mengembangkan suatu sstem atau metoda yang tepat. Sistem ini
diharapkan dapat memantau keadaan ibu maupun janin yang dikandungnya selama
dalam persalinan. Dengan memantau keadaan ibu dan janin tersebut dari waktu ke
waktu, maka kita daat melahirkan secara normal, atau harus segera dirujuk ke tingkat
pelayanan yang lebih lengkap, serta kapan persalinannya harus diakhiri. Jadi dengan
metoda yang baik dapat diketahui lebih awal adanya persalinan yang abnormal dan
dapat dicegah terjadinya persalinan lama. Pengembangan metoda baru ini, diharapkan
dapat menurunkan resiko erdarahan postpartum dan sepsis, mecagah persalinan macet,
pecah rahim, dan infeksi bayi baru lahir.
Dengan dasar inilah WHO menciptakan sistem “PARTOGRAF” yang telah
digunakan oleh banyak negara karena harganya tidak mahal, dan dapat dipakai pada
tingkat pelayanan yang lebih rendah. Dapat dipakai di puskesmas, ataupun oleh petugas
– petugas seperti bidan yang bertugas di daerah. Dengan adanya pertograf ini, maka
kalau diperlukan dapat dengan tepat merujuk pasien ke tingkat pelayanan yang lebih
tinggi. (Mochtar, Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta : Buku Kedokteran
ECG)
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinn dan
informasi untuk membuat keputusan klik. Tujuan untama dari penggunaan partograf
adalah untuk:
Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui pemeriksaan dalam.
Mendeteksi apakah proses persalna berjalan secara normal. Dengan emikan juga dapat
mendeteksi secara dini keungkinan terjadinya partus lama.
Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan
dimana semua itu di catatkan secra rinci pada status atau rekam medik bu bersaln dan
bayi baru lahir.
Partograf harus digunakan:
Untuk semua bu dalam fase aktif kala satu persalinan merupakan elemen penting dari
asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua persalinan, baik normal
maupun patologis. Partograf sangat membantu penolong persalinan dalam memantau,
mengevaluasi dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan penyulit maupun
yang tidak disertai dengan penyulit.
Selama persalinan dan kelahiran bayi disemua tempat (rumah, puskesmas, klinik, bidan
swasta, rumah sakit dll)
Secara rutin dapat memastikan semua penolong persalinan yang memberikan asuhan
persalinan keada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri, Bidan, Dokter
Umum, Residen dan Mahasiswa kodekteran)
Penggunaan partograf dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya mendapatkan asuhan
yang aman, adekuat, dan tepat waktu serta membantu mecegah terjadinya penyulit
yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.(Jaringan Nasional Pelatihan Klinik –
Kesehatan Reproduksi. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia )
Hal – hal yang diamati pada pencatatan kemajuan persalinan atau partograf adalah:
A. Kemajuan Persalinano Pembukaan serviks
o Penurunan bagian terdepan, dalam hal ini kepala
o His (kontraksi uterus)
B. Keadaan Janino Denyut Jantung Janin
o Warnah dan jumlah air ketuban
o Moulage kepala janin
C. Keadaan Ibuo Nadi, tekanan darah dan suhu
o Urin : volume, kadar protein dan aseton
o Obat- obatan , dan cairan yang diberikan
o Pemberian oksitosin
Di jelaskan lebih rinci sebagai berikut:
A. Kemajuan Persalinano Pembukaan Serviks
1. Pada grafik partograf kemajuan persalinan pada garis horizontal atau sumbu Y dibagi
menjadi 24 kotak. Setiap kotak mewakili 1 jam jadi semuanya untuk 24 jam; 8 jam untuk
fase laten. Pada garis vertikal atau sumbu X, tercatat 1 – 10 cm pembukaan (dilatasi)
serviks, dan 0 – 5 cm untuk penurunan kepala; untuk tiap 1 kotak mewakili pembukaan 1
cm.
2. Fase laten (kurun lambat pembukaan) berlangsung dari pembukaan 0 sampai 3 cm
disertai penipisan bertahap dari serviks (effacement), sedangkan fase aktif (kurun cepat
pembukaan) dari pembukaan 3 sampai 10 cm (pembukaan lengkap)
3. Besarnya pembukaan dalam cm dicatat kedalam partograf dengan tanda silang “X”
4. Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam kecuali bila ada indikasi.
5. Ada fase aktif kecepatan pembukaan sekurang – kurangnya 1 cm/jam
6. Pada persalina yang berlangsung normal pebukaan idak boleh berada i sebalah kanan
garis waspada
7. Bila pada pemeriksaan dalam di dapati pembukaan serviks berada pada fase aktif (≥
3cm), besarnya pembukaan langsung dicatat pada garis waspada
8. Ketika persalinan beralih dari fase laten ke fase aktif, catatan pembukaan langsung
dipindahkan dari daerah fase laten ke garis waspada, perama garis lurus dari
pembukaan masuk (fase laten), kemudian ke besarnya pembukaan pada pemeriksaan 4
jam berikutnya (fase aktif), kemudian dipindahkan ke garis waspada melalui garis garis
yang terputus – putus (garis pindah). Garis putus – putus bukan merupakan bagian
proses persalinan.
9. Kotak mendatar (4 jam) disebelah kanan dari garis waspada pada partograf terdapat
“Garis Tindakan”. Bila grafik pembukaan melewati garis tindakan, maka ibu harus
diperiksa dengan cerma apa yang menyebabkan terhambatnya persalinan itu dan
merencanakan tindakan yang tepat untuk mengatasinya.
o Penurunan Kepala
Untuk menilai kemajuan ersalinan kita menilai penurunan kepala terhadap rongga
panggul sebagai jalan lahi, biasanya pada persalinan yang normal pembukaan serviks
akan diikuti dengan pnurunan keoala.
Untuk mempermudah penilaian terhadapturunnya kepala maka valuasi penilaian
dilakukan setiap 4 jam melalui pemeriksaan luar dengan meode perlimaan diatas
simphisis, yaitu dengan memakai 5 jari, sebelum dilakuka pemeriksaan dalam. Bila
kepada masih berada diatas PAP maka masih dapat diraba dengan 5 jari (rapat) dicatat
dengan 5/5, pada angka 5 digaris vertikal sumbu X pada partograf yang ditandai dengan
“O”.
Selanjutnya pada kepala yang sudah turun maka akan teraba sebagian kepala di
atas simphisi (PAP)oleh beberapa jari 4/5, 3/5, 2/5, yang pada partograf turunnya kepala
ditandai dengan “O” dan dihubungkan dengan garis lurus.o His
1. Pada persalinan yang berlangsung normal maka his akan terasa makin lama makin kuat,
dan frekuensinya bertambah. Pengamatan his dilakukan tiap 1 jam dalam fase laten dan
tiap ½ jam pada fase aktif.
2. Frekuensi his diamati dalam 10 menit lama his dihitung dalam detik dengan cara
mempalpasi perut. Pada partograf jumlah his digambarkan dengan kotak kotak yang
terdiri dari 5 ktak sesuai dengan julah his dalam 10 menit
3. Lama his (duration) digambarkan pada partograf berupa arsiran di dalam kotak:
(titik - titik) 20 menit
(garis - garis) 20 – 40 detik
(kotak dihitamkan) 40 detik
B. Keadaan Janino Denyut Jantung Janin
1. Denyut jantung janin dapat diperiksa setiap setengah jam. Saat yang tepat untuk
menilai denyut jantung segera setelah his terlalu kuat berlalu selama ± 1 menit, dan ibu
dalam posisi miring.
2. Yang diamati adalah frekuensi dalam satu menit dan keterauran denyut jantung janin.
Pada parograf denyut jantung janin di catat dibagian atas, ada penebalan garis pada
angka 12 dan 160 yang menandakan bats normal denyut jantung janin
3. Kalau diamatiada denyut jantung janin abnormal, dengarkanlah 15 menit, selama 1
menit segera setelah his hilang
4. Bila dalam 3 kali pengamatan tetap abnormal maka harus diambil tindakan yang dapat
berupa:
Rehidrasi
Pemberian oksigen
Tidur mengarah ke kiri
Pengamatan yang tepat untuk menyingkirkan tali pusat menumbung lilitan tali pusat.
(Mochtar, Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta : Buku Kedokteran ECG)o Warna dan selaput ketuban
Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan periksa dalam dan nila warna air
ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan – temuan dalam kotak yang sesuai
dibawah lajur DJJ. Gunakan lambang – lambang berikut ini :
U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
D :selapu ketuban sudah pecah dan air ketuban bercambur darah
K : selaput ketban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi
(“kering”)
Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan gawat janin. Jika terdapat
mekonium, pantau DJJ dengan seksama untuk mengenali tanda - tanda gawat janin
selama proses persalinan. Jika tidak ada tanda - tanda gawat janin (denyut jantung janin
< 100 atau > 180 kali permenit) maka ibu harus segera dirujuk
Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat yang memilik
kemampuan penatalaksanaan gawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.o Moulage kepala janin
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi daat
menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu. Semakin besar derajat
penyusupan atau tumpang tindih antar tulang kepala semakin menunjukkan resiko
disproporsi kepala – panggul (CPD). Keidakmampuan untuk berakomodasi atau
disproporsi ditunjukkan melalui derajat penyusupa atau tumpang tindih (molase) yang
berat sehingga tulang kepala yang saling menyusup, sulit untuk dipisahkan. Apabila ada
dugaan disproporsi kepala – panggul maka penting untuk tetap memantau kondisi janin
serta kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertologan awal yang sesuai dan rujuk ibu
dengan dugaan proporsi kepala – panggul (CPD) ke fasilitas kesehatan rujukan.
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala
janin. Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan
lambang – lambang berikut ini:
0 :tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat di palpasi
1 :tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2 :tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan
3 :tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan (Jaringan
Nasional Pelatihan Klinik – Kesehatan Reproduksi. 2008. Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia)
C. Keadaan Ibuo Nadi, tekanan darah dan suhu
1. Nadi : setiap 1 jam di catat dalam kolom nadi
2. Tensi : setiap 4 jam dicatat dalam kolom tekanan darah
3. Suhu : setiap 4 jam dicatat dalam kolom suhu.o Pemeriksaan urin
1. Volume : jumlah urin
2. Protein; Ewit
3. Asetono Obat – obatan dan cairan yang dibrikan selama proses persalinan
o Pemberian oksitosin; tercatat pada kolom khusus dalam partograf dibagian bawah.()
Jika ditemui gejala dan tanda peyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi harus lebih sering
dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila pada diagnosis disebutkan adanya
penyulit dalam persalinan. (Mochtar, Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta :
Buku Kedokteran ECG)
PETUNJUK PENGISIAN PARTOGRAF
Untuk kepentingan pencatatan dalam sistem partograf mengenai kemajuan persalinan,
keadaan janin, dan keadaan ibu, yang perlu diperhatikan adalah:
1) Pencatatan ke dalam partograf dimulai sewaktu ibu dalam keadaan inpartu ( masuk ke
dalam proses persalinan).
2) Fase laten di mulai dari pembukaan <3cm dengan disertai pendataran serviks secara
berangsur – angsur dan lamanya tidak lebih dari 8 jam.
3) Fase aktif mulai dari pembukaan 3 cm sampai dengan pembukaan 10 cm (pembukaan
lengkap) dengan kecepatan raa – rata 1 cm/jam.
4) Garis waspada garis lurus mulai dari pembukaan 3 cm sampai 10 cm
5) Garis tindakan / action line yang digambarkan 4 jam dari garis waspada dan sejajar
dengan garis waspada tersebut.
6) Kemajuan persalinan dikatakan normal (tidak memerluan tindakan) bla pembukaan
serviks selalu berada pada atau di sebelah kiri garis waspada.
7) Bila pasien masuk dalam fase aktif langsung, maka pembukaan langsung dicatat pda
garis waspada.
8) Bila ersalinan maju dari fase laten ke fase aktif, maka pembukaan dipindahkan atau di
transfer (berua garis terputus – putus yang melengkung) dari fase laten ke garis
waspada.
9) Pengisian partograf dimulai saat inpartu
I. Fase laten < 3 cm
His (+) : frekuensi 2 kali dalam 10 menit lamanya < 20 detik
II. Fase aktif < 3cm
His (+) : frekuensi minimal 1 kali dalam 10 meit, lamanya 20 detik
III. Induksi persalinan
Saat pemecahan ketuban + oksitosin.
Bila induksi hanya dengan oksitsin, maka artograf dimulai saat inpartu, ketuban pecah.
IV. Ketuban pecah dini (KPD)
Oksitosin dimulai
Timbul tanda inpartu
PENANGANAN
Penanganan pada fase laten dan fase aktif normal
1. Jangan lakukan augmentasi (akselerasi) dan terapi suportif, kecuali bila ada indikasi
2. Pada fase laten, jangan lakukan amniotomi, tetapi pada fase aktif, lakukan setia saat.
Penanganan persalinan antara garis waspada dan garis bertindak
1. Kemajuan persalinan bergeser ke kanan dari garis waspada
Kalau tidak ada fasilitas yang memadai untuk menangani penyulit kebidanan, maka ibu
harus segera dirujuk ke rumah sakit, kecuali kalau ibu hampir melahirkan bayinya.
2. Jangan lakukan augmentasi dan terapi suportif kecuali ada indikasi
3. Amniotomi dilakuka pada saat pemeriksaan dalam
Penanganan persalinan pada garis atau di luar garis tindakan
1. Keputusan harus segera diambil untuk mengakhiri persalinan.
2. Evaluasi keadaan janin: denyut janung janin, keadaan air ketuban dan moulage kepala
3. Evaluasi keadaan ibu : nadi, tekanan darah, suhu, serta kandungan volume, protein, dan
aseton dalam urin.
4. Berikan terapi suporti, berupa infus cairan, dan kosongkan kandung kemih. Kehamilan
diakhiri dengan operasi Caesarea pada keadaan gawat janin, DKP, atau ada
kontraindikasi dengan oksitosin.
5. Berikan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi.
6. Penatalaksanaan konservatif hanya berupa terapi suportif
7. Selanjutnya observasilah kemajuan persalinan melalui pembukaan serviks 3 jam
kemudian, lalu 2 jam terakhir (± 7 jam). Bila tidak terdapat kemajuan dari salah satu dari
ke 3 pemeriksaan diatas persalinan harus segera diakhiri (biasanya dengan operasi
Caesarea).
8. Bila dilakukan augmentasi persalinan, maka ketuban dipecahkan sebelum infus oksitosin
dimulai.
Penanganan persalinan pada perpanjangan fase laten (> 8 jam)
1. Evaluasi keadaan medis secara utuh.
2. Bila belum dalam proses persalinan, maka partograf dibatalkan.
3. Terminasi persalinan dengan seksio Caesarea dilakukan pada gawat janin atau DKP.
4. Aminiotomi + ksitosin
5. Lakukan penilaia:
Periksa dalam tiap 4 jam sampai 12 jam
Kalau dalam 8 jam belum masuk fase aktif lakukan seksio Caesarea
Bila fase aktif tercapai selama dalam 8 jam tetapi kecepatan pembukaan kurang dari 1
cm, maka terminasi persalinan dengan seksio Caesarea. (Mochtar, Rustam,
1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta : Buku Kedokteran ECG)
TEMUAN – TEMUAN NORMAL DAN ABNORMAL DARI PARTOGRAF
Denyut Jantung Janin
Normal : 120 – 160 x/menit
Abnormal : < 120 x /menit atau > 160 x /menit
(curigai adanya gawat janin)
Penanganan :
1. Bila sedang dalam infus oksitosi, segera hentikan.
2. Ibu berbaring miring ke kiri.
3. Cari penyebab DJJ yang abnormal, misalnya ibu demam/efek obat tertentu. Bila
penyebab diketahui, atasi permasalahannya.
4. Lakukan PD untuk mengetahui hal-hal berikut :
Kemajuan persalinan
Adakah kompresi tali pusat
Air ketuban sedikt
5. Bila terdapat oligohidramnion akibat ketuban pecah maka kompresi tali pusat diatasi
dengan amnio infuse
6. Bila DJJ tetap abnormal, segera akhiri persalinan dengan cara yang sesuai syarat
tindakan SC
7. Pada kala II sebanyak 30-40% dapat terjadi bradikardi akibat kompresi, bila persalinan
lancar tidak perlu tindakan.
Air Ketuban
Normal :
U : selaput utuh
J : selaput pecah, air ketuban jernih
Abnormal :
M : Air ketuban bercampur mekonium
D : Air ketuban bercampur darah
K : Tidak ada cairan ketuban/kering
Penanganan :
1. Jangan biarkan bayi kedinginan, bersihkan mulut dan jalan nafas.
2. Lakukan resusitasi (respirasi artifisialis) dengan alat yang dimasukkan ke dalam mulut
untuk mengalirkan O2 dengan tekanan 12 mmHg. Dapat juga dilakukan mounth to
mounth respiration, heart massae (masase jantung) atau menekan dan melepaskan dada
bayi. Pemberian O2 harus hati-hati, terutama pada bayi premature bisa menyebabkan
lenticlar fibrosis oleh pemberian O2 dalam konsentrasi lebih dari 35% dan lebih dari 24
jam sehingga bayi menjadi tua.
3. Gejala perdarahan otak biasanya timbul pada beberapa hari post partum, jadi kepala
dapat di rendahkan supaya lendir yang menyumbat pernafasan dapat keluar.
4. Pemberian coramine, lobelin, sekarang tidak dilakukan lagi.
5. Kalau ada dugaan perdarahan otak diberikan injeksi vitamin K 1-2 mg
6. Berikan tranfusi darah via tali pusat atau pemberian glukosa.
Perubahan Bentuk Kepala
Normal :
0 : Sutura terpisah
1 : Pertemuan 2 tulang tengkorak yang tepat/bersesuaian
2 : Sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki.
Abnormal :
3 : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki. Evaluasi kemajuan persalinan dan
posisi/presentasi. Presentasi selain oksiput anterior dengan flexi sempurna digolongkan
dalam malpersentasi.
Penurunan Kepala
Normal :
Bagian terbesar kepala sudah masuk panggul dengan adanya kontraksi kepala semakin
turun hingga dasar panggul
Abnormal :
Bagian terbesar kepala tidak masuk panggul.
Dengan adanya kontraksi kepala tidak mengalami penurunan, kepala mengalami
kemajuan yang kurang baik, pada persalinan dapat menyebabkan persalinan lama.
Penanganan :
Perubahan bentuk kepala dengan molase tingkat 3 dan kepala tidak turun walaupun ada
his
Pembukaan Mulut Rahim/Servik
Normal :
Kecepatan pembukaan servik paling sedikit 1 cm/jam selama persalinan
Fase aktif berlangsung disebelah kiri garis waspada.
Servik dipenuhi oleh bagian terbawah dari janin
Abnormal:
Kecepatan pembukaan servik lebih lambat
Fase aktif berlangsung disebelah garis waspada
Penanganan :
Fase aktif > 8 jam :
a. Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan servik serta tak didapatkan tanda
gawat janin, kaji ulang diagnosisnya. Kemungkinan ibu belum dalam keadaan inpartu.
b. Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan pembukaan servik, lakukan drip
oxsitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dextrose/NaCl mulai dengan 8 tetes/menit, setiap
30 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (max. 40 tetes/menit) atau diberikan
preparat prostaglandin. Lakukan penilaianulang setiap 4 jam. Bila ibu tidak masuk fase
aktif setelah dilakukan oxsitosin lakukan SC.
W a k t u
Normal :
Fase aktif tidak boleh > 8 jam
Persalinan tidak berangsung > 12 jam tanpa kelahiran bayi
Abnormal :
Fase aktif > 8 jam
Persalinan telah berlangsung > 12 jam tanpa kelahiran bayi
Penanganan :
Persalinan yang telah berlangsung > 12 jam :
a. Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah O2 ke
plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara spontan. Mengedan dan
menahan nafas yang terlalu lama tidak dianjurkan. Perhatikan DJJ. Bradikardi yang lama
mungkin terjadi akibat lilitan tali pusat, dalam hal ini lakukan tindakan extraksi vacuum /
forceps bila syarat terpenuhi.
b. Bila mal persentasi dan tanda obstruksi bisa di singkirkan berikan oxsitosin drip. Bila
pemberian oxitosin drip tidak ada kemajuan dalam 1 jam lahirkan dengan bantuan
vacum / forceps bila persyaratan dipenuhi lahirkan dengan SC bila persyaratan vacuum
dan forceps tidak dipenuhi.
Kontraksi
Normal :
Kontraksi teratur yang progresif dan peningkatan frekuensi dan durasi.
Abnormal :
Kontraksi yang tidak teratur dan tidak sering setelah fase laten
Penanganan :
1. Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia Uteri)
2. Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disproporsi/obstruksi bias disingkirkan, penyebab
paling banyak partus lama adalah kontraksi uters yang tidak adekuat.
Lakukan induksi dengan oxsitosin 5 IU dalam 500 cc Dextrose (NaCl) / prostaglandin.
Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal setiap jam :
3. Bila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan SC.
4. Bila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
Tekanan Darah
Normal :
Sistolik : 110-140 mmHg
Diastolik : 60-80 mmHg
Abnormal :
Sistolik : < 110 atau >140 mmHg
Diastolik : < 60 atau >90 mmHg
Urin
Normal : 300 -350 mmHg, tidak ada proteinuri dan aseton
Abnormal : Terdapat aseton dan proteinuri
Penanganan :
Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik
diantara 90-110 mmHg.
Pasang infuse RL dengan jarum besar (16 gauge/>)
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteiniru.
N a d i
Normal : 50 x / menit – 100 x / menit
Abnormal : Denyut nadi ibu meningkat, mungkin dalam keadaan dehidrasi.
Penanganan : Beri minum yang cukup, evaluasi kondisi patologis lain.
S u h u
Normal : 36 – 37,5 oC
Abnormal :
37,5 oC (infeksi)
< 36 oC (dehidrasi)
Penanganan : Lakukan penanganan infeksi. (biechan.wordpress.com/kebidanan-
patologis/)
2.2 Bahu macet
2.2.1 Pengertian
Bahu macet adalah suatu keadaan diperlukan tambahan manuver obstetrik oleh karena
dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan
bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah keala lahir bahu tidak dapat
dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan
tersebut. Insidensi distnsia bahu sebesar 0,2 – 0,3% dari seluruh persalinan vaginal
presentasi kepala. Apbila distonsia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara
lahirnya kepala dengn lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya
menjadi 11%.
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki
panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum
bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu posterior berada di
cekungan tulang sakrum atau disekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang yang
cukup bagi bahu anterior untuk memasuki anggul melalui belakang tulang pubis atau
berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam psisi anter – posteriorketika
hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior dapattertahan promontorium
dan bahu anterir tertahan tulang pubis. Dalam keadaan demikian kepala sudah
dilahirkanakan idak dapat melakukan putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya
tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign).
(Parwirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka)
Distosia ialah kesulitan dalam jalannya persalinan atau dapat didefenisikan Distosia
ialah persalinan atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan
dengan lima faktor persalinan, yaitu :
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang efektif atau akibat upaya
mengedan ibu (kekuatan power).
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir / passage)
3. Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi besar
dan jumlah bayi (penumpang/passenger).
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respons psikologi ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman,
budaya dan warisannya sistem pendukung.(http://bahankuliahkesehatan.com/)
2.2.2 Etiologi
Faktor-faktor penyebab dari Distosia bahu bermacam-macam antara lain : kehamilan
postern, paritas wanita hamil dengan diabetes melitus dan hubungan antara ibu hamil
yang makannya banyak bertambah besarnya janin masih diragukan.
Adapun penyebab lain dari Distosia bahu, yaitu :
1. Kehamilan postern
2. Wanita-wanita yang habitus indolen
3. Anak-anak berikutnya selalu lebih besar dari anak terdahulu
4. Orang tua yang besar
5. Eritroblastosis
6. Diabeter Melitus (http://anaoryzasativa.kehamilan-gemeli.html.)
2.2.3 Diagnosis
Distosia bahu dapat dikenali karena adanya :
Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
Dagu tertarik dan menekan perineum.
Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan kranial simphsis
pubis.
Begitu distosia bahu dikenali, maka prosdur tindakan untuk menlongnya harus
segera dilakukan. (Parwirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan edisi keempat.
Jakarta : PT Bina Pustaka)
2.2.4 Prognosis
Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada
umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena
kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat
memasuki pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.
Bahu yang lebar selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai padaansefalus.
Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena
lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepalakebawah terlalu
kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat perlukaan pada
nervus brokhialis & muskulus sternokleidomastoidelis.(http://anaoryzasativa.kehamilan-
gemeli.html.)
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi distonsia bahu pada janin adalah fruktur tulang (klavikula dan humerus)
cidera pleksus brakhialis dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di
otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan
dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh
sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan terapi dengan memadai. Cedera
pleksus brakhialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat
terjadi pada 50% kasus – kasus. Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah
perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi, ataupun atonia uteri.
2.2.6 Faktor Resiko dan Pencegahannya
Belum ada cara untuk memastikan akan terjadinya distosia bahu pda suatu
persalinan. Meskipun sebagian besar distosia bahu dapat ditolong tanpa morbiditas,
tetapi apabila terjadi komplikasi dapta menimbulkan kekecewaan dan adanya potensi
tuntutan terhadap penolong persalinan. Untuk mengurangi resiko morbiditas pada bayi
dan mencegah terjadinya tututan, penolong persalinan perlu mengidentifikasi faktor
resiko terjadinya distosia bahu dan mengkomunikasikan akibat yang dapat terjadi pada
ibu serta keluarganya.
Bayi cukup bulan pada umumnya memilki ukuran bahu yang lebih lebar dari
kepalanya, sehigga mempunyai resiko terjadi distosia bahu. Resiko akan meningkat
dengan bertabahnya perbedaan antara ukuran badan dan bahu denganukuran
kepalanya. Pada bayi makrosomia, perbedaan ukuran tersebut lebih besar dbanding bayi
tapa makrosomia, sehingga bayi makrosomia lebih beresiko. Dengan demikian,
kewaspadaan terjadinya distosia bahu diperlukan pada setiap pertolongan persalinan
dan semakin penting bila terdapat faktor – faktor yang meningkatkan resiko makrosomia.
Adanya DOPE (diabetes obesity, prolonged prenagnancy, excessive fetal size or maternal
weight gain) akan meningkatkan resiko kejadian. Keadaan intrapartum yang banyak
dilaporkan berhubungan dengan kejadian distosia bahu adalah kala I lama, partus macet,
kala I lama, stimulasi oksitosin, dan persalinan vaginal degan tindakan. Meskipun
demikian, peru disadari bahwa bahwa sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat
diprediksi dengan tepat sebelumnya. Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang
dapat ditimbulkannya dapat dilakuka dengan cara:
Tawarkan untuk dilakukan bedah sesr pada persalinan vagnal beresiko tinggi: janin luar
biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar (>
4kg) dengan riwayat distosi bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang
dengan janin besar.
Identifikasi dan obati diabetes ada ibu.
Selalu siap bila sewaktu – waktu terjadi
Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau
fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cidera pada janin
Perhatkan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia bahu diketahui. Bantuan
diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan persalian, resutisasi bayi dan
tindakan anastesia (bila perlu).
2.2.7 Penanganan
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, bersegeralah minta bantuan. Jangan
melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah
masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan
semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan
ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat dilakukan
episiotomi yang luas, posisi McRobert, atau posisi dada-lutut. Dorongan pada fundus juga
tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko
menimbulkan ruptura uteri. Disamping perlunya asisten dan pemahaman yag baik
tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan persalinan dengan distosia
bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteria
umbilikalis dengan laju 0,004 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya
tidak mengalami hipoksia tersdia waktu antara 4 - 5 menit untuk melakukan manuver
melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak.
Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut.
Diagnosis
Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan
Manuver McRobert
(posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
Manuver Rubin
(posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau manuver Wood
Langkah pertama : Manuver McRobert
Manuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi McRobert, yaitu ibu
terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sekedar mungkin kedada
dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). Lakukan episiotmi yang cukup lebar.
Gabungan episiotomi dan posisi McRobert akan mempermudah bahu posterior melewati
promontorium dan masuk kedalam panggul. Mintalah asisten menekan suprasimfisis
kearah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk menekan bahu anterioragar
mau masuk dibawah simfisis. Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin kearah
posterokaudal dengan mantap.
Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan karena
akan mencederai pleksus brakhialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah
selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala. Manuver ini cukup
sederhana, aman, dan dapa mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan
sampai sedang.
Langkah kedua : Manuver Rubin
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada diameter
oblik atau tranversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu diubah menjadi
posisi oblik atau tranversa untuk memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan
putaran pada kepla atau leher bayi untuk mengubah posisibahu. Yang dapat dilakukan
adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik kearah
dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran bahu lebih
mudah dilakukan pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukkan
tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu
berpuar menjadi posisi oblik atau transversa. Lebih mnguntungkan bila pemutaran itu
kearah yang membuat punggug bayi mengahada ke arah anterior (manuver Rubin
anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya lebih
rendah dibandingkan dengan posisi bahu anteroposterior atau punggung bayi
menghadap kearah posterior. Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi
punggung janin anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya
mengecil. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis kearah posterior, lakukan tarikan
kepala kearah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
Langkah ketiga : Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak atau manuver
Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu posisi
punggung bayi. Masukkan tangan enolong yang berseberangan dengan punggung bayi
(punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke arah
vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi
fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah buatlah
gerakan mengusap dada bayi. Langkah ni akan membuat bahu posterior lahir dan
memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simfisis. Dengan bantuan
tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala kearah posterokaudah
dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sendi sakroiliaka bisa
meningkat diameter segital pintu atas panggul sebesar 1 – 2 cm dan pengaruh gravitasi
akan membantu bahu posterior melewati promontorium. Pada posisi terlentang atau
liototomi, sendi sakroiliaka menjadi terbatas morbilitasnya. Pasien menopang tubuhnya
dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada manuver ini bahu posterior dilahirkan
terleih dahulu dengan melakukan tarikan kepala.
Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar seperti
uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan mempermudah melahirkannya.
Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua jari dari tangan yang
berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan,
punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan dibagian depan bahu posterior. Bahu
posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior
dan posisinya berada dibawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu
atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior
akan dengan mudah dapat dilahirkan.
Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan selanjutnya
adalah melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pascatindakan serta
perawatan pasca tindakan. Perawatan pascatindakan termasuk menuliskan laporan
dilembar catatan medik dan memberikan konseling pascatindakan. (Parwirohardjo,
Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka)
2.3 Letak muka
2.3.1 Pengertian
Adalah letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Letak ini merupakan letak defleksi yang paling maksimal, jadi
oksiput dan punggung berhubungan rapat. Muka terlihat ke bawah, jadi seperti orang
menjolok mangga Hal ini jarang terjadi, kira – kira 0,27 sampai 0,5%. Posisi ditentukan
oleh dagu (mento), jadi ada posisi:
Left Mento Anterior (LMA) = Dagu kiri depan
Right Mento Anterior (RMA) = Dagu kanan depan
Left Mento Posterior (LMP) = Dagu kiri belakang
Right Mento Posterior (RMP) = Dagu kanan belakang
2.3.2 Etiologi
Karena adanya sebab yang menghalangi terjadinya fleksi kepala dan sebab yang
menyebabkan defleksi kepala.
a) Primer
Ansefalus
Hidrosefalus
Kongiinetal anomali
Conginetal shortening of the cervical muscle
Struma
Hidroma koli (kista leher)
Lilitan tali pusat pada leher beberapa kali
b) Sekunder
Panggul sempit
Tangan menumbung di samping kepala
Anak sangat besar
Plasenta previa atau plasenta letak rendah
Grande multipara
Pergerakan anak bebas misalnya pada hidromnion dan perut gantung
Posisi uterus miring
2.3.3 Patologi Persalinan
Dagu akan berutar kedepan (mento anterior 80 – 90%) atau ke belakang (mento
osterior, jarang).
Bila mento posterior menetap (posisi mento posterior persistens), maka kepala
tak mungkin lahir karena defleksi kepala sudah maksimal, sehingga bisa timbul
komplikasi persalinan.
2.3.4 Mekanisme persalinan
1. Mula – mula terjadi penempatan dahi, kemudian defleksi bertambah
2. Garis muka dan letak muka
3. Mulut tampak lebih dahulu di vulva, dengan leher atas sebagai hipomoklion kemudian
terjadi gerakan fleksi, maka lahirlah berturut – turut hidung, mata, dahi, UUB, dan UUK.
4. Lingkaran kepala pada letak muka ialah : planum trache perietale = 36 cm
5. Persalinan akan berlangsung lebih lama, tetapi 80% akan terjadi persalinan spontan.
2.3.5 Diagnosis
1) Palpasi
Teraba kepala sangat menengadah, cekung punggung kepala sangat nudik (sudu fabre),
dan belakang kepala menonjol.
2) Auskultasi
DJJ jelas terdengar pada toraks janin.
3) Pemeriksaan dalam
Teraba dagu yang runcing, mulut, hidung, dan lekuk mata.
4) Foto Rontgen
Tampak kepala sangat menengadah.
2.3.6 Terapi Aktif
Pada pembukaan lengkap, lakukan versi dan ekstrasi atau ekstrasi vakum/ forsep.
Bila pembukaan masih kecil, lakukan seksio saserea.
Pada primigravida, lakukan seksio sesara.
2.3.7 Pimpinan Persalinan
1. Observasi harus teliti, biasanya 80 – 90% dapat lahir biasa.
2. Pada penempatan dahi, anjurkan ibu tidur miring kesamping kesebelah dagu.
3. Usaha untuk merubah letak:
Reposisi mento anterior menjadi posterior
Cara SCHATZ
Cara ZANGEMEISTER - THORN
4. Bila ada indikasi untuk menyelesaikan partus segera, pada anak hidup lakukan ekstrasi
vakum atau forsep; pada anak mati lakukan embriotomi; dan pada mento posterior
lakukan seksio sesarea
2.3.8 Prognosis
a) Bagi ibu
Partus akan lebih lama, mudah terkena infeksi intrapartum atau infeksi nifas
Luka jalan lahir
Mortalitas 3%
b) Bagi anak
Kaput di daerah muka, kepala seperti mulut babi (dolichocephal)
Pedarahan dalam oak
Mortalitas kira – kira 15% (Mochtar, Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta :
Buku Kedokteran ECG)
2.3.9 Penanganan
Posisi dagu di anterior adalah syarat yang harus dipenuhi apabila janin presentasi
muka hendak dilahirkan vaginal. Apabila tidak ada gawat janin da persalinan
berlangsung dengan kecepatan normal, maka cukup dilakukan observasi terlebih dahulu
hingga terjadi pembukaan lengkap. Apabila setelah pembukaan lengkap dagu berada di
anterior, maka persalinan vaginal dilanjutkan seperti persalinan dengan presentasi
belakang kepala. Bedah sesar dilakukan apabila setelah pembukaan lengkap posisi dagu
masih posterior, didapatkan tanda – tanda disporporsi, atau atas indikasi obstetri lainnya.
Stimulasi oksitosin hanya diperkenankan pada posisi dagu anterior dan tidak ada
tanda – tanda disproporsi melakukan perubahan posisi dagu secara manual ke arah
anterior atau megubah presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala sebaiknya
tidak dilakukan karena lebih banyak menimbulkan bahaya. Melahirkan bayi presentas
muka menggunakan ekstrasi vakum tidak diperkenankan. Pada janin yang meninggal
kegagalan melahirkan vaginal secara sponta dapat diatasi dengan kraniotonomi atau
bedah sesar. (Parwirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta : PT
Bina Pustaka)
2.4 Letak sungsang
2.4.1 Pengertian
Janin yang letaknnya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di
fundus dan bokong bawah.
2.4.2 Klasifikasi
1) Letak bokong (Frank Breech)
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas. (75%)
2) Letak sungsang sempurna (Complete Breech)
Letak bokong dimana kedua kaki ada disamping bokong (letak bokong kaki sempurna
(lipat kejang))
3) Letak sungsang tidak sempurna (Incomplete Breech)
Adalah letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga kaki atau lutut,
terdiri dari:
Kedua kaki = letak kaki sempurna (24%)
Satu kaki = letak kaki tidak sempurna
Kedua lutut = letak lutut sempurna (1%)
Satu lutut = letak lutut tidak sempurna
Klasifikasi bokong ditentukan oleh sakrum, ada 4 posisi:
1) Left sacrum anterior (sakrum kiri depan)
2) Right sacrum anterior (sakrum kanan depan)
3) Left sacrum posterior (sakrum kiri belakang)
4) Right sacrum posterior (sakrum kanan belakang)
2.4.3 Frekuensi
Dua setengah sampai tiga persen dimana 75% adalah complete breech presentationdan
25% adalah incomplete breech presentation. Di RS Pringadi, Medan 4,4% dan RS Hasan
Sadikin Bandung 4,6%.
2.4.4 Etiologi
1) Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada, misalnya pada panggul
sempit, hidrosefalus, ansefali, plasenta previa, tumor – tumor pelvis, dan lain – lain.
2) Janin mudah bergerak, seperti pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).
3) Gemeli (kehamilan ganda)
4) Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus, bikornis, mioma uteri.
5) Janin sudah lama mati.
6) Sebab yang tidak diketahui.
2.4.5 Diagnosis
1) Palpasi
Kepala teraba di fundus, bagian bawah bokong, dan puggung di kiri atau kanan.
2) Auskultasi
DJJ paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi dari pusat.
djj X djj X
3) Pemeriksaan dalam
Dapat diraba s sakrum, tuber ischii, dan anus, kadang – kadang kaki (pada letak kaki)
Bedakan antara :
Lubang kecil
Tulang (-) anus
Isap (-)
Mekoneum (+)
Tumit
Sudut 90 kaki
Rata jari – jari
Patella lutut
Poplitea
Menghisap
Rahang mulut
Lidah
Jari panjang
Tidak rata tangan siku
Patella (-)
4) Pemeriksaan foto rontgen: bayangan kepala di fundus
2.4.6 Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan hampir saja dengan letak kepala, hanya disini yang
memasuki p.a.p adalah bokong. Persalinan berlangsung agak lama, karena bokong
dibandingkan dengan kepala lebih lembek, jadi kurang kuat menekan, sehingga
pembukaan agak lama.
Bokong masuk p.a.p dengan garis pangkal paha melintang atau miring. Dengan
turunnya bokong, terjadi putar sehingga di dasar paggul garis paha letaknya menjadi
muka belakang. Dengan tronchanter depan sebagai hipomoklion (dibawah simfisis),
terjadi latero – fleksi tubuh janin (punggung), sehingga tronchanter belakang melewati
perineum. Setelah bokong lahir diikuti kedua kaki, kemudianterjadi sedikit rotasi untuk
memungkinkan bahu masuk p.a.p dalam posisi melintang atau miring. Lalu bahu depan
dibaah simfisis dan bahu belakang lahir. Kemudian kepala dilahirkan.
2.4.7 Prognosis
Bagi ibu
Kemungkinan robekan pada perinuem lebih besar, juga karena dilakukan tindakan, selain
itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama jadi mudah terkena infeksi.
Bagi anak
Prognosa tidak begitu baik, karena adanya gangguan peredaran darah plasenta setelah
bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat terjepit antara kepala dan panggul,
anak bisa menderita afiksia.
2.4.8 Penanganan
Sikap sewaku hamil
Karena kita tahu bahwa prognosa bagi anak tidak begitu baik, maka usahakan merubah
letak janin dengan VERSI LUAR. Tujuannya adalah unuk merubah letak menjadi letak
kepala.
Hal ini dilakukan pada primi dengan kehamilan 34 minggu, multi dengan usia kehamilan
36 minggu, dan tidak ada paggul sempit, gemelli, atau plasenta previa.
Syarat
Pembukaan kurang dari 5cm
Ketuban masih ada
Bokong belum turun atau masuk p.a.p
Teknik
1. Lebih dahulu bokong lepaskan dari p.a.p dan ibu berada dalam posisi Trendelenburg
2. Tangan kiri letakkan di kepala dan tangan kanan pada bokong
3. Putar ke arah muka / perut janin
4. Lalu tukar tangan kiri diletakkan di bokong dan tangan kanan di kepala
5. Setelah berhasil pasang gurita dan observasi tensi, DJJ, seta keluhan.
Pimpinan persalinan
1. Cara berbaring
Litotomi sewaktu inpartu
Trendelenburg
2. Melahirkan bokong
Mengawasi sampai lahir spontan
Mengait dengan jari
Mengait dengan pengait bokong
Mengait dengan tali sebesar kelingking
3. Ekstraksi kaki
Ekstraksi pada kaki lebih mudah. Pada letak bokong janin dapat dilahirkan dengan cara
vaginal atau abdominal (seksi sesarea)
2.4.9 Cara melahirkan pervaginam
Terdiri dari partus spontan (pada letak sungsang janin dapat lahir secara spontan
seluruhnya) dan manual aid (manual hife).
Waktu memimpin partus dengan letak sungsang harus diingat bahwa ada 2 fase:
Fase I : fase menunggu
Sebelum bokong lahir seluruhnya, kita hanya melakukan observasi. Bila tangan tidak
menjungkit ke atas (nuchee arm), persalinan akan mudah. Sebaliknya jangan dilakukan
ekspresi Kristeller, karena hal ini akan memudahkan terjadinya nuchee arm.
Fase II : fase untuk bertindak cepat
Bila badan janin sudah lahir sampa pusat, tali pusat akan tertekan antara kepala dan
panggul, maka janin harus lahir dalam waktu 8 menit. Untuk mempercepat lahirnya janin
dapat dilakukan manuali aid.
1. Cara melahirkan bahu dan lengan
a. Cara Klasik
Pegang bokong dengan menggunakan ibu jari berdampingan pada os sakrum dan
jari lain di lipat paha. Kemudian janin di tarik ke arah bawah, sehingga skapula berada
dibawah simphisis. Lalu lahirkan bahu dan lengan belakang, kemudian lengan depan.
b. Cara Lovset
Setelah sumbu bahu janin berada dalam ukuran muka belakang, tubuhnya i tarik
ke bawah lalu dilahirkan bahu serta lengan belakang. Setelah itu janin diputar 90º
sehingga bahu depan mejadi bahu belakang, lalu dikeluarkan separti biasa.
c. Cara Mueller
Tarik janin vertikal ke bawah lalu dilahirkan bahu dan legan depan. Cara
melahirkan bahu – lengan depan bisa spontan atau dikait dengan satu jari menyau muka.
Lahirkan bahu belakang dengan menarik kaki ke atas lalu bahu – lengan belakang dikait
menyapu kepala.
d. Cara Bracht
Bokong ditangkap, tangan diletakkan pada paha dan sakrum, kemudian janin
ditarik ke atas. Biasanya hal ini dilakukan pada janin kecil dan multipara.
e. Cara Potter
Dikeluarkan dulu lengan dan baju depan dengan menarik janin ke bawah dan
menekan dengan 2 jari pada skapula. Badan janin diangkat ke atas untuk melahirkan
lengan dan bahu belakang dengan menekan skapula belakang.
2. Melahirkan kepala
a. Mauriceau (veit smellie)
Masukkan jari – jari dalam mulut (mua mengarah ke kiri = jari kiri, mengarah
kekanan = jari kanan). Letakkan anak menunggang pada lengan sementara tangan lain
memegang pada tengkuk, lalu tarik kebawah sampai rambut dan kepala dilahirkan.
Kegunaan jari dalam mulut, hanya untuk menambah fleksi kepala.
b. De snoo
Tangan kiri menadah perut dan dada serta 2 jari diletakkan di leher (menunggang
kuda). Tangan kanan menolng menekan di atas simphisis. Perbedaannya degan
mauriceau ialah disini tangan tidak masuk dalam vagina.
c. Wigand Martin – Winckel
Satu tangan (kiri) dalam jalan lahir dengan telunjuk dalam mulut janin sedang jari
tengah dan ibu jari pada rahang bawah. Tangan lain menekan diatas simphisis atau
fundus.
d. Naujoks
Satu tangan memegang leher janin dari depan, tangan lain memegang leher pada
behu, tarik janin ke bawah dengan bantuan dorongan dari atas simphisis.
e. Cara prague terbalik
Dilakukan pada ubun – ubun kecil terletak sebelah belakan. Satu tangan
memegang bahu janin dari belakang, tangan lain memegang kaki lalu menarik janin ke
arah perut ibu dengan kuat.
3. Ekstraksi
Terdiri atas ekstraksi pada kaki dan eksraksi pada bokong. Karena ekstraksi pada
bokong sedikit sukar, kita sedapat mungkin berusaha untuk melakukan ekstraksi pada
kaki, sebab mudah dikerjakan.
4. Perasat Profilaksis Pinard
Maksudnya adalah melakukan ekstraksi pada kaki sebelum ada indikasi, hanya untuk
berjaga – jaga. Caranya dengan menekan paha anak terhada perutnya, dengan
sendirinya kaki akan jatuh dan dapat dikeluarkan. Kaki yang keluar dapat menambah
pembukaan. Bila akan dilakukan tindakan setelahnya,akan mudah menarik kaki.
Ada yang setuju dengan perasat ini, tetapi ada pula yang tidak membenarkan. Alasan
yang kontra adalah bila kaki dikeluarkan maka mudah mendapat ransangan dan akan
menjadi mudah afiksia (ransangan bernafas).
Dalam mengahadapi persalinan letak sungsang yang terpenting adalah menentukan
apakah anak akan lahir pervaginam atau harus dilahirkan sengan seksio sesarea. Dilihat
dari sudut anak, maka SC adalah cara yang terbaik, oleh karena persalinan pervaginam
bagi anak membawa angka kematian yang tinggi. Meskipun anak hidup, sering terjadi
gangguan pada otak dengan akibat yang tidak kita inginkan. Pada letak sungsang dapat
dilakukan seksio sesarea bila ada perkiraan panggul sempit dan bila persalinan tidak
lancar.
5. Cara Resposisi Tangan Menjungkit (Nuchae Arms)
a) Satu tangan menjungkit
Janin diputar 90º kearah mana tangan menunjuk, sehingga tangan akan terlepas
menyapu kepala.
b) Kedua tangan menjungkit
Untuk tangan pertama seprti diatas dan untuk tangan kedua diputar berlawanan arah
180º.
6. Kepala sulit lahir (After Coming Head)
a. Bila janin masih hidup lahirkan kepala dengan ekstraksi forcep
(cunam piper).
b. Bila janin sudah meninggal dilakukan embriotomi (kraniotomi). (Mochtar, Rustam,
1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta : Buku Kedokteran ECG)
2.5 Gemelli
2.5.1 Pengertian
Kehamilan ganda atau hamil kehamilan dengan dua janin atau lebih. Sejak
ditemukannya obat – obat dan cara induksi ovulasi maka dari laporan – laporan dari
seluruh pelosok dunia, frekuensi kehamilan kembar condong meningkat.
2.5.2 Etiologi
1) Faktor – faktor yang mempengaruhi adalah : bangsa, umur, dan paritas, sering
mempengaruhi kehamilan kembar dua telur.
2) Faktor obat – obat induksi ovulasi : profertil, clomid, dan hormon gonadotropin daat
menyebabkan kehamilan dizigotik dan kembar lebih dari dua.
3) Faktor keturunan.
4) Faktor yang lain yang belum diketahui.
2.5.3 Frekuensi
Menurut hukum Hellin, frekuensi antara kehamilan ganda dan tunggal adalah:
Gemeli (2) 1:89
Triplet (3) 1:89²
Quadruplet (4) 1:89³
Quintuplet (5) 1:89
sextuplet (6) 1:89
Menurut penelitian greulich (1930), pada 121 juta persalinan didapat angka kejadian
kehamilan ganda, yaitu gemeli 1:85; triplet 1:7.629; quadruplet 1:670.743 dan quintuplet
1: 41.600.000.
Faktor bangsa mempegaruhi kehamilan ganda; di Amerika Serikat lebig banyak
dijumpai pada wanita kulit hitam dibanding kulit putih. Angka tertinggi kehamilan ganda
dijumpai di Finlandia dan terendah d Jepang.
Faktor umur; makin tua, makin tinggi angka kehamilan kembar dan menurun lagi
setelah umur 40 tahun.
Paritas; pada primipara 9,8 per 1000 dan pada multipara (oktipara) naik jadi 18,9 per
1000 persalinan.
Keturunan; keluarga tertetu akan cenderung melahirkan anak kembar yang biasanya
diturunkan secara paternal, namun dapat pula secara maternal.
2.5.4 Jenis gemeli
a) Gemeli dizigotik (= kembar 2 telur, heterolog, biovuler, dan fraternal), kedua telur
biasanya berasal dari:
1 ovarium dan dari 2 folikel de Graff;
1 ovarium dan dari 1 folikel de Graff;
1 dari ovarium kanan dan satu lagi dari ovarium kiri.
b) Gemeli monozigotik (= kembar 1 telur, homolog, univuler, identik), dapat terjadi karena:
Satu telur dengan 2 inti, hambatan pada tingkat blastula;
Hambatan pada tingkat segmentasi;
Hambatan setelah amnion dibentuk, tetapi sebelum primitive streak.
Perbedaan ciri sifat, dan lain – lainnya antara kembar monozigotik dan dizigotik (satu
telur dan 2 telur) :
Perbedaan Kembar monozigot Kembar dizigot
Plasenta 1 (70%) 2 (±100%)
2 (30%)
Korion 1 (70%) 2 (±100%)
2 (30%)
Amnion 1 (70%) 2 (±100%)
2 (30%)
Tali pusat 2 2
Sirkulasi darah Janin berskutu terpisah
Sekat kedua kantong 2 lapis 4 lapis
Janis kelamin Sama Sama atau tidak
Rupa dan sifat Sama Agak berlainan
Mata, telinga, gigi, kulit Sama Berbeda
Ukuran antropologik Sama Berbeda
Sidik jari sama Berbeda
Cara pegangan
Bisa sama
Bisa satu kidal yang
lain kanan
Sama, bisa keduanya
kanan
Kira – kira seertiga kembar adalah monozigotik dan dua pertiga lainnya adalah dizigotik.
c) Conjoined twins, superfekundasi, dan superfestasi
Conjoined twins atau kembar siam adalah kembar dimana janin melekat satu dengan
yang lainnya. Misalnya torakofagus (dada dengan dada), abdominofagus (perlekatan
kedua abdomen), kranoifagus (kedua kepala), dan sebagainya. Banyak kembar siam
telah dapat dipisahkan secara operatif dengan berhasil.
Superfukondasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan pada ovulasi yang sama
pada dua kali koitus yang dilakukan pada jarak waktu yang pendek. Hal ini dilaporkan
oleh Archer (1910) seorang wanita kulit putih melakukan koitus berturut – turut dengan
seorang kulit putih dan kemudian dengan pria kulit hitam melahirkan bayi kembar : satu
putih dan satu bayi kulit hitam (mulatto).
Superfensi adalah kehamilan kedua yang terjadi beberapa minggu lalu atau bulan lalu
setelah kehamilan pertama. Belum pernah dibuktikan pada manusia, namun ditemukan
pada kuda.
2.5.5 Pertumbuhan janin kembar
1) Berat badan satu janin kehamilan kembar rata – rata 1000 gr lebih ringan dari janin
tunggal.
2) Berat badan baru lahir biasanya pada kembar dua dibawah 2500gr, triplet dibawah
2000gr, quadriplet dibawah 1500gr dan quintuplet dibawah 1000gr.
3) Berat badan masing – masing janin dari kehamilan kembar tidak sama, umumnya
berselisih antara 50 sampai 1000gr, da karena pembagiansirkulasi darah tiak sama,
maka yang satu lebih kurang tumbuh dari yang lainnya.
4) Pada kehamilan monozigotik:
Pembuluh darah janin yang satu beranastomosis dengan janin yang lain, karena itu setelah
bayi satu lahir tali pusat harus diikat untuk menghindari perdarahan.
Karena itu janin yang satu dapat terganggu pertumbuhannya dan menjadi monsrum,
seperti akardiakus, dan kelainan lainnya.
Dapat terjadi sindroma transfusi fetal; pada janin yang mendapat darah lebih banyak
terjadi hidroamnion, polisitemia, edema, dan pertumbuhan yang baik. Sedangkan
janinkedua terlihat kecil, anemis, dehidrasi, olighidrami dan mikrokardia, karena kurang
mendapat darah.
5) Pada kehamilan kembar dizigotik:
Dapat terjadi satu janin meninggal dan satu tubuh sampai cukup bulan.
Janin yang mai bisa diresorbsi (kalau pada kehamilan muda), atau pada kehamilan yang
agak tua, janin jadi ipih yang disebut fetus papyrasseus atau kompresus.
2.5.6 Letak pada presentasi janin
Pada hamil kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan posisi kedua janin. Begitu
pula letak janin kedua dapat berubah stelah janin pertama lahir, misalnya dari letak
lintang berubah jadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai kombinasi letak,
presentasi dan posisi bisa terjadi, yang paling sering dijumpai adalah:
Kedua janin dalam letak membujur, resentasi kepala (44 – 47%)
Letak membujur, presentasi kepala bokong (37 – 38%)
Kedua presentasi bokong (8 – 10%)
Letak lintang dan presentasi kepala (5 – 5,3%)
Letak lintang dan presentasi bokong (1,5 – 2%)
Dua – duanya letak lintang (0,2 – 0,6%)
Letak dan presentasi “69” adalah letak yang berbahaya, karena dapat terjadi kunci
megunci (interlocking).
2.5.7 Diagnosis kehamilan kembar
1) Anamesis
Perut lebih buncit dari semestinya sesuai dengan umur tuanya kehamilan
Gerakan janin lebih banyak diasakan ibu hamil
Uterus trasa lebih cepat membesar
Pernah hamil kembar atau ada riwayat keturunan kembar.
2) Inspeksi dan palpasi
Pada pemeriksaan pertama dan ulangan ada kesan lebih besar dan lebih cepat tumbuhnya
dari biasa.
Gerakan – gerakan janin tersa lebih sering
Bagina – bagian kecil teraba lebih banyak.
Teraba ada 3 bagian besar janin
Teraba ada 2 balotemen
3) Auskultasi
Terdengar ada 2 denyut jantung janin pada dua temat yang agak berjauhan dengan
perbedaan kecepatan sedikitnya 10 denyut permenit atau bila dihitung bersamaan
terdapat slisih 10.
4) Rontgen foto abdomen
Tampak gambaran 2 janin
5) Ultrasonografi
Bila tampak 2 janin atau dua jantung yang berdenyut yang telah dapat ditentukan pada
triwulan I.
6) Elektrokardiogram total
Terdapat gambaran dua EKG yang berbeda dari dua janin.
7) Reaksi kehamilan
Karena pada hamil kembar umumnya plasenta besar atau ada 2 plasenta, maka produksi
HCG akan tinggi, jadi titrasi reaksi kehamilan bisa positif, kadang – kadang sampai 1/200.
Hal ini dapat sikacaukan dengan mola hidatidosa.
Kadangkala diagnosa baru diketahui setelah bayi pertama lahir, uterus masih besar dan
ternyata ada satu janin lagi dalam rahim. Kehamilan kembar sering terjadi bersamaan
dengan hidramnion dan toksema gravidarum.
2.5.8 Pengaruh terhadap ibu dan janin
a. Terhadap ibu
Kebutuhan akan zat – zat bertambah, sehingga dapat menyebabkan anemia dan defisiensi
zat zat lainnya.
Kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar
Frekuensi pre- eklampsi dan eklampsi lebih sering
Karena uterus yang besar, ibu mengeluh sesak nafas, sering miksi, serta terdapat edema
dan varises pada tungkai dan vulva
Dapat terjadi inersia uteri, perdarahan postpartum, dan solusio plasenta sesudah anak
pertama lahir.
b. Terhadap janin
Usia kehamila tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin pada kehamilan kembar
: 25% pada gemeli; 50% pada triplet; dan 75% pada quadruplet, yang akan lahir 4
minggu sebelum cukup bulan. Jadi kemungkinan terjadinya bayi prematur akan tinggi.
Bila sesudah bayi pertama lahir terjadi solusi plasenta, maka angka kematian bayi kedua
tinggi.
Sering terjadi kesalahan letak janin, yang juga akan mempertinggi angka kematian janin.
2.5.9 Penanganan dalam kehamilan
1. Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar da mencegah
komplikasi yang timbul, dan bila diagnosis telah ditegakkan pemeriksaan ulangan harus
lebih sering (1x seminggu pada kehamilan lebih dari 32 minggu).
2. Setelah kehamilan 30 minggu, koitus dan perjalanan jauh sebaiknya dihindari, karena
akan merangsang partus prematurus.
3. Pemakaian krset gurita yang tidak terlalu ketat diperbolehkan, supaya terasa lebih
ringan.
4. Periksa darah lengkap, Hb, dan golongan darah.
2.5.10 Penanganan dalam persalinan
1) Bila anak pertama letak membujur, kala I diawasi seperti biasa, ditolong seperti biasa
dengan episiotomi mediolateralis.
2) Setelah itu baru waspada, lakukan periksa luar, periksa dalam unuk menentukan
keadaan anak kedua. Tunggu, sambil memeriksa tekanan darah dan lain – lain.
3) Biasanya dalam 10 – 15 menit his akan kuat lagi. Bila anak kedua terletak membujur,
ketuban dipecahkan pelan – pelan supaya air ketuban tidak mengalir deras keluar.
Tunggu dan pimpin persalinan anak kedua seperti biasa.
4) Waspadalah atas kemungkinan terjadinya perdarahan stpartum, maka sebaiknya
pasang infus profilaksis.
5) Bila ada kelainan letak pada anak kedua, misalnya melintang atau terjadi prolaps tali
pusat dan solusio plasenta, maka janin dilahirkan dengan cara operatif obstetrik:
Pada letak lintang coba versi luar dulu, atau lahirkan dengan cara versi dan ekstraksi
Pada letak kepala, persalinan dipercepat dengan ekstraksi vakum atau forceps
Pada letak bkong atau kaki, ekstraksi bokong atau kaki
6) Indikasi seksio sesarea hanya pada:
Janin pertama letak lintang
Bila terjadi prolaps tali pusat
Plasenta previa
Terjadi interlocking pada letak janin 69, anak pertama letak sungsang dan anak kedua
letak kepala.
7) Kala IV diawasi terhadap kemungkinan terjadinyaperdarahan postpartum : berikan
suntikan sintio – metrin yaitu 10 satuan sintosinon tambah 0,2mg methergin intravena.
2.5.11 Prognosis
Prognosis untuk ibu lebih jelej bila dibandingkan pada kehamilan tunggal, karena
seringnya terjadi toksemia gravidaru, hidroamnion, anemia, pertolongan obstetri
operatif, dan perdarahan postpartum.
Angka kematian perinatal tinggi terutama karena prematur, prolaps tali pusat,
solusio plasenta dan tindakan obstetrik karena kelainan letak janin. (Mochtar, Rustam,
1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta : Buku Kedokteran ECG