hubungan antara kompetensi sosial dengan prestasi akademik...
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia
yang belum dewasa menuju kedewasaan (Langeveld, 1955 dalam Kartono,
1997). Pada hakikatnya pendidikan mengupayakan penyiapan anak didik
untuk menghadapi dan berperan dalam lingkungan hidup yang selalu
berubah dengan cepat dan pluralistik. Perubahan lingkungan hidup yang
terjadi dengan cepat menuntut peningkatan hasil pendidikan dari segala
aspek. Salah satu harapan dari perubahan lingkungan hidup diikuti
perkembangan ilmu dan teknologi yang berlangsung cepat adalah memberi
sumbangan positif bagi perkembangan prestasi anak didik di masa depan.
Realitas yang ada banyak orang tidak dapat memenuhi kebutuhannya dalam
keterampilan mengembangkan kontak dengan orang lain ketika terjadi
perubahan lingkungan hidup. Saat memasuki kondisi ini individu memasuki
proses penyesuaian atas pengetahuan, sikap dan tingkah laku yang tepat
untuk dapat beradaptasi terhadap situasi fisik dan situasi sosial kultural yang
berbeda dari sebelumnya. Ketika individu tidak mampu menemukan
adaptasinya yang tepat, selanjutnya akan berefek pada pembatasan untuk
memasuki lintasan perkembangannya (Zakaria, 2004).
Apabila kondisi ketidakmampuan beradaptasi dialami pada anak didik
dan berlangsung secara terus-menerus dalam proses belajar, tentu akan
sangat berpengaruh bagi prestasi belajarnya. Sebagaimana ketika seorang
mahasiswa baru memulai fase pendidikan formal, pada saat bersamaan sisi
perkembangan psikologisnya memasuki suatu langkah hidup yang baru
sebagai orang dewasa sehingga menimbulkan konflik penyesuaian diri yang
tidak disadari oleh para mahasiswa baru. Setelah mereka berhasil diterima di
fakultas yang diinginkan, usahanya menjadi kendor (Enwistle & Wilson
dalam Sukadji, 2000).
1
Kesulitan belajar berkaitan dengan kesulitan bertingkah laku
sebagaimana kesulitan dalam mengembangkan kompetensi sosial sebagai
problem mendasar bagi para anak didik yang mengalami kesulitan belajar.
Weissberg (dalam Goleman, 2000) berpendapat bahwa individu yang
kompeten secara sosial mempunyai pengendalian hati yang baik, terampil
dalam menyelesaikan masalah, mempunyai keterlibatan yang intens dengan
teman sebaya, memiliki efektivitas dan popularitas antar pribadi, terampil
dalam mengatasi masalah antar pribadi, terampil dalam mengatasi
kecemasan dan terampil dalam menyelesaikan konflik.
Kompetensi sosial mempunyai peran penting terhadap prestasi
akademik seseorang, termasuk mahasiswa. Sehubungan dengan itu, pada diri
mahasiswa yang dalam perkembangan mengakhiri masa remajanya (Monks,
Knoers dan Haditono, 1988) umumnya mereka mengalami transisi dalam
proses hidupnya. Transisi sosial terjadi ketika seseorang merasa kesepian
karena harus berpisah dengan keluarga maupun tanah kelahirannya,
sementara itu mereka belum menemukan hubungan yang erat dengan teman
sebaya (Santrock, 1999).
Kompetensi sosial merupakan kemampuan, kecakapan atau
ketrampilan individu dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
dan memberi pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan dalam konteks
sosial tertentu yang disesuaikan dengan budaya, lingkungan, situasi yang
dihadapi serta nilai yang dianut oleh individu (Peterson & Leigh dalam
Gullota dkk, 1990). Menurut Atwater (1992) kemampuan-kemampuan yang
dibutuhkan dalam kompetensi sosial dapat diperoleh melalui proses
belajarnya disekolah sebab proses belajar di sekolah tidak hanya berkaitan
dengan perkembangan intelektual saja (kognitif), tetapi juga perkembangan
sosial dan emosional.
2
Perguruan Tinggi merupakan lingkungan dimana seorang anak tidak
hanya memperoleh pelajaran akademik, tetapi merupakan tempat anak untuk
memperoleh pengalaman interaksi dan emosional yang memungkinkannya
mengembangkan kompetensi sosialnya (Paavola, 1995). Salah satu
perguruan tinggi adalah Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang
merupakan universitas yang menarik disorot karena universitas ini sering
disebut sebagai “Kampus Indonesia Mini”. Sebutan itu diberikan karena
civitas akademikanya berasal dari berbagai daerah di Indonesia (Titaley,
2010). Dengan civitas akademiknya berasal dari berbagai daerah, maka
mahasiwa diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri
dengan baik dalam berinteraksi dengan teman dan orang-orang disekitarnya
sehingga memungkinkannya untuk dapat mengembangkan kompetensi
sosialnya.
Universitas Kristen Satya Wacana memiliki cita-cita untuk mencetak
sarjana yang handal baik dalam professional skills maupun humanistic skills
sehingga menjadi calon-calon sarjana yang creative minority. Hal ini berarti
mahasiwa dapat menjadi lulusan yang mampu melakukan kedua hal tersebut
baik secara humanistic skills yaitu mahasiswa yang memiliki kemampuan
menghadirkan diri secara manusiawi dalam kehidupan bermasyarakat yang
turut bertanggung jawab bagi kelangsungan nilai-nilai kemanusiaan dan
kemasyarakatan sedangkan professional skills yaitu mahasiswa yang
memiliki kemampuan profesinya dengan berbekal pengetahuan akademik
yang memadai dalam rangka mengaktualisasikan dirinya di masyarakat
(Rauta, 2008). Dalam hal ini humanistic skills lebih mengarah kepada
kemampuan mahasiswa dalam berperan dan bertanggung jawab dalam
masyarakat, sehingga dapat mengembangkan kompetensi sosialnya
sedangkan professional skills lebih kepada pengaplikasian pengetahuan
akademik yang diperoleh selama ini dalam kehidupan bermasyarakat.
3
Berdasarkan hasil observasi pada mahasiswa Psikologi UKSW
angkatan 2006, 2007 dan 2008, mahasiswa yang berpartisipasi aktif dalam
lingkungan sosialnya seperti mahasiswa yang mengikuti kegiatan-kegiatan
intra kampus maka ia juga mampu mempunyai prestasi akademik yang
tinggi. Fenomena yang terjadi pada mahasiswa Fakultas Psikologi yaitu
mahasiswa Psikologi angkatan 2010 memperoleh nilai yang rendah. Hal ini
dapat dilihat dari nilai-nilai akhir semester dua tahun ajaran 2010-2011
diperoleh mahasiswa fakultas Psikologi angkatan 2010 yang cenderung
rendah. Nilai-nilai yang rendah itu, dapat dilihat dari nilai-nilai pada
beberapa mata kuliah yang menunjukkan lebih dari setengah angkatan 2010
yang ikut mata kuliah tersebut mendapat nilai di bawah B
(http://siasat.uksw.edu/dosen/print.aspx). Selain mengobservasi, peneliti
melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswa angkatan 2007 dan 2010
yang mengalami penurunan dalam prestasi akademik. Hasil wawancara
tersebut didapatkan bahwa alasan mereka sampai mengalami penurunan
dalam prestasi akademik adalah mereka mengalami kesulitan dalam belajar.
Hal ini dapat dilihat cara belajar saat berada di bangku sekolah berbeda
dengan di tempat perkuliahan.
Transisi dari sekolah menengah atas menuju universitas melibatkan
gerakan menuju satu struktur sekolah yang lebih besar dan tidak bersifat
pribadi, interaksi dengan kelompok sebaya dari daerah yang lebih beragam
dan kadang lebih beragam latar belakang etniknya serta peningkatan
perhatian pada prestasi dan penilaian (Belle & Paul, Upcraft & Garner dalam
Santrock, 2002). Tetapi sama halnya dengan transisi dari sekolah dasar
menuju sekolah menengah pertama atau transisi dari sekolah menengah atas
menuju universitas dapat melibatkan hal-hal yang positif. Pelajar mungkin
lebih dewasa, lebih banyak pelajaran yang dapat dipilih, lebih banyak waktu
yang dihabiskan bersama kelompok sebaya, lebih banyak kesempatan untuk
4
mengekplorasikan berbagai gaya hidup dan nilai-nilai, menikmati
kemandirian yang lebih luas dari pengawasan orang tua dan tertantang secara
intelektual oleh tugas akademik (Santrock, 2002).
Masten & Coastworth (dalam Van Hecke dkk, 2007) menyatakan
bahwa kompetensi sosial memberikan kontribusi positif pada anak terutama
dalam pertemanan anak, kesiapan anak untuk bersekolah dan keberhasilan
akademik anak. Didukung juga oleh hasil penelitian Landsheer dkk (1998),
kompetensi sosial dan prestasi akademik memiliki korelasi positif yang
signifikan dan Caprara, dkk (2000) yang menunjukkan bahwa kompetensi
sosial secara signifikan berkontribusi pada prestasi akademik, sedangkan
Welsh, dkk (2001) dalam hipotesisnya mengatakan bahwa adanya hubungan
yang signifikan antara kompetensi sosial dengan prestasi akademik.
Penelitian Welsh, dkk yang mendukung ini muncul karena dari hasil yang
ditemukan bahwa dengan kompetensi sosial positif berhubungan dengan
prestasi akademik yang tinggi sebaliknya kompetensi sosial negatif
berhubungan dengan prestasi akademik yang rendah. Individu yang memiliki
kompetensi sosial positif dengan ini akan dapat penerimaan sosial yang
positif dan memiliki perilaku prososial yang juga dapat menghasilkan
prestasi akademik yang baik.
Selain itu juga menurut Elksnin dan Elksnin (dalam Adiyanti, 1999)
mengindikasikan bahwa keterampilan sosial berhubungan dengan perilaku
yang mendukung prestasi belajar di sekolah. Bentuk-bentuk perilaku tersebut
misalnya: mendengarkan guru, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik,
mengikuti aturan-aturan di sekolah, melakukan apa yang diminta oleh guru
dan semua perilaku yang mengikuti aturan kelas. Menurut Green, dkk (dalam
Bursuck & Asher, 1980) menjelaskan hubungan antara prestasi akademik
dan kompetensi sosial yang terjadi di dalam ruangan kelas obesrvasi
5
(classroom observation data). Mereka menemukan bahwa prestasi
akademik anak-anak berhubungan positif yang signifikan dengan interaksi
teman sebaya. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Semmel,
Ballard, Sivasailam & Olson (dalam Bursuck & Asher, 1980) bahwa
semakin baik kompetensi sosial seorang guru akan berdampak positif
terhadap prestasi akademik anak didik.
Akan tetapi hasil temuan dari Maassen & Landsheer (2002) dalam
penelitiannya berfokus pada hubungan kompetensi sosial dan keberhasilan
akademik dikatakan memiliki korelasi negatif yang signifikan dikalangan
remaja dari tingkat pendidikan menengah umum terendah di Belanda,
dengan sampel penelitian 157 anak (76 laki-laki dan 81 perempuan) dan usia
berkisar 14 – 17 tahun. Di dapatkan bahwa anak memiliki prestasi pada
pelajaran matematika dan fisika, tetapi kompetensi sosial anak dikatakan
rendah. Jadi, dapat dikatakan bahwa prestasi belajar tinggi dan kompetensi
yang rendah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
hubungan antara kompetensi sosial dengan prestasi akademik pada
mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Tujuan
peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
positif yang signifikan antara kompetensi sosial dengan prestasi akademik
pada mahasiswa fakultas Psikologi UKSW.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka
dapat diidentifikasikan rumusan masalah sebagai berikut: “Adakah hubungan
positif yang signifikan antara kompetensi sosial dengan prestasi akademik
pada mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana” ?
6
TINJAUAN PUSTAKA
Prestasi Akademik
Prestasi akademik adalah hasil yang diperoleh berupa pengetahuan,
keterampilan, nilai (values) dan sikap yang menetap sehingga
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas
dalam belajar, sehingga dapat dipakai sebagai ukuran untuk mengetahui
sejauhmana siswa menguasai bahan pelajaran yang diajarkan dan
dipelajarinya. Hasil yang diperoleh melalui proses belajar ini dinyatakan
dengan nilai-nilai (scores), dimana dengan nilai-nilai tersebut dapat dilihat
apakah prestasi akademik siswa tersebut tinggi atau rendah (Syah, 2002).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik
Menurut Syah (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu faktor internal, faktor
eksternal dan faktor pendekatan belajar.
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri
individu, yang meliputi:
1). Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah)
Kondisi umum jasmani dan tegangan otot yang menandai
tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat
mempengaruhi semangat dan intensitas individu dalam mengikuti
pelajaran. Kondisi jasmani yang tidak mendukung kegiatan belajar,
seperti gangguan kesehatan, cacat tubuh, gangguan penglihatan,
gangguan pendengaran dan lain sebagainya sangat mempengaruhi
7
kemampuan individu dalam menyerap informasi dan pengetahuan,
khususnya yang disajikan di ruang kelas.
2). Aspek psikologis (yang bersifat rohaniah)
Banyak faktor yang termasuk dalam aspek psikologis yang
dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas perolehan pembelajaran,
yang terdiri dari tingkat intelegensi, sikap, bakat, minat dan motivasi.
a. Intelegensi
Tingkat intelegensi merupakan wadah bagi kemungkinan
tercapainya hasil belajar yang diharapkan. Jika tingkat intelegensi
rendah, maka hasil belajar yang dicapai akan rendah pula. Hasil
belajar individu di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan
individu dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Sehingga tidak
diragukan lagi bahwa tingkat intelegensi individu sangat
menentukan tingkat keberhasilan belajarnya.
b. Sikap
Sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi dengan cara relatif tetap
terhadap objek, baik secara positif maupun negatif. Sikap individu
yang positif terutama kepada pengajar dan mata pelajaran yang
diterima merupakan tanda yang baik bagi proses belajar individu.
Sebaliknya, sikap negatif yang diiringi dengan kebencian terhadap
pengajar dan mata pelajarannya menimbulkan kesulitan belajar
individu tersebut, sehingga prestasi belajar yang dicapai individu
akan kurang memuaskan.
c. Bakat
Sebagaimana halnya intelegensi, bakat juga merupakan
wadah untuk mencapai hasil belajar tertentu. Secara umum bakat
merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
8
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat juga
diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas
tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan
latihan. Peserta didik yang kurang atau tidak berbakat untuk suatu
kegiatan belajar tertentu akan mengalami kesulitan dalam belajar.
d. Minat
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat
mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar individu. Individu
yang menaruh minat besar terhadap bidang studi tertentu akan
memusatkan perhatiannya lebih banyak dari pada individu lainnya,
sehingga memungkinkan individu tersebut untuk belajar lebih giat
dan pada akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.
e. Motivasi
Tanpa motivasi yang besar, peserta didik akan banyak
mengalami kesulitan dalam belajar, karena motivasi merupakan
faktor pendorong kegiatan belajar. Motivasi dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal
dari dalam diri individu sendiri yang dapat mendorongnya
melakukan tindakan belajar. Adapun motivasi ekstrinsik adalah
hal dan keadaan yang datang dari luar individu yang
mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi yang
dipandang lebih esensial adalah motivasi intrinsik karena lebih
murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau
pengaruh orang lain.
9
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri
individu, yang meliputi:
1). Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial individu di sekolah adalah para dosen, staf
administrasi dan teman-teman sekelasnya, yang dapat
mempengaruhi semangat belajar individu. Masyarakat, tetangga dan
teman-teman di sekitar perkampungan individu juga termasuk
lingkungan sosial bagi individu. Namun lingkungan sosial yang
lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar individu ialah orang
tua dan keluarga individu itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik
pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, semuanya dapat
memberi dampak baik dan buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil
yang dicapai individu.
Kompetensi sosial masuk dalam faktor eksternal yaitu
lingkungan sosial yang mempengaruhi prestasi akademik individu.
Menurut Allen, dkk (1989) mengatakan bahwa interaksi yang positif
dalam proses belajar menunjukkan kemampuan penyesuaian diri
yang baik pada anak didik tersebut sehingga akan mendukung
prestasi belajar yang baik pula. Hal ini berarti bahwa individu yang
mampu berinteraksi positif yang ditunjukkan dengan
kemampuannya penyesuaikan diri dengan baik pada lingkungan
sosialnya seperti para dosen, teman-temannya maupun keluarga
akan dapat mendukung prestasi akademiknya. Jadi dapat dikatakan
bahwa kompetensi sosial memiliki peranan dalam lingkungan sosial
individu meraih prestasi akademik yang baik. Didukung juga oleh
Tunstall (dalam Zsolnai, 1998) dalam penelitiannya mengatakan
bahwa sikap penerimaan positif dari orang lain, partisipasi aktif dan
10
komunikasi yang efektif dapat membentuk kompetensi sosial
individu.
2). Lingkungan Non Sosial
Lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya,
rumah tempat tinggal keluarga individu dan letaknya, alat alat
belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan individu.
c. Faktor Pendekatan Belajar
Tercapainya hasil belajar yang baik dipengaruhi oleh
bagaimana aktivitas individu dalam belajar. Faktor pendekatan belajar
adalah jenis upaya belajar individu yang meliputi strategi dan metode
yang digunakan individu untuk melakukan kegiatan pembelajaran
materi-materi pelajaran. Faktor pendekatan belajar sangat
mempengaruhi hasil belajar individu, sehingga semakin mendalam cara
belajar individu maka semakin baik hasilnya.
Kompetensi Sosial
Menurut Peterson & Leigh (Gullota dkk, 1990) menyatakan bahwa
kompetensi sosial adalah kemampuan, kecakapan atau ketrampilan individu
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan dan memberi pengaruh
pada orang lain demi mencapai tujuan dalam konteks sosial tertentu yang
disesuaikan dengan budaya, lingkungan, situasi yang dihadapi serta nilai
yang dianut oleh individu.
11
Aspek-aspek Kompetensi Sosial
a. Internal atau Kapasitas Kognitif
Internal atau kapasitas kognitif merupakan hal yang mendasari
ketrampilan sosial dalam menjalin dan menjaga hubungan interpersonal
yang positif. Secara spesifik, internal atau kapasitas kognitif meliputi:
1) Harga diri yang positif adalah dasar perilaku adaptasi sosial yang
memberikan kepercayaan diri untuk menjalin dan mengembangkan
hubungan yang lebih baik dengan lingkungan sosialnya.
2) Internal locus of control adalah kemampuan untuk mengontrol
kehidupannya sendiri dengan membangun inisiatif pribadi dan
mengembangkan kemampuan memimpin dalam hubungan
interpersonal.
3) Sudut pandang sosial merupakan kemampuan untuk mengerti dan
menjadi lebih peka terhadap perasaan, tujuan dan kemampuan orang
lain.
4) Perkembangan moral adalah kemampuan untuk merespon perilaku
prososial, membangun kesadaran tentang kebutuhan orang lain,
memahami dampak dari perbuatan individu yang satu terhadap
individu yang lain dan keinginan mengakomodasikan perilaku
seseorang.
5) Ketrampilan memecahkan masalah interpersonal adalah sebuah
proses perilaku inidividu yang peka terhadap situasi permasalahan
interpersonal, mencari solusi alternatif, merencanakan pencapaian
tujuan interpersonal, menimbang keefektifan konsekuensi dan
apakah konsekuensi itu dapat diterima oleh masyarakat serta
mengamati hubungan sebab akibat dalam hubungan interpersonal.
12
b. Keseimbangan antara sociability dan individuality
1) Sociability merupakan proses individu untuk terlibat dalam sebuah
kelompok dan menjalin hubungan yang lebih dekat dengan orang
lain.
2) Individuality adalah keinginan untuk menjadi individu yang unik,
berbeda, dan memiliki kebebasan untuk melakukan tindakan.
c. Ketrampilan sosial dengan teman sebaya
Ketrampilan sosial dengan teman sebaya adalah kecakapan inidvidu
dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya sehingga tidak
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kelompok dan
dapat terlibat dalam kegiatan kelompok teman sebaya.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
dengan menggunakan skala atau angket. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random sampling yaitu teknik
pengambilan sampel dimana semua individu dalam populasi baik secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk
dipilih menjadi anggota sampel (Narbuko & Achmadi, 2007). Jumlah
keseluruhan mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2009, 2010, 2011
adalah 420 mahasiswa, maka peneliti mengambil 25-30% dari jumlah
populasi (Arikunto, 2003) yaitu 108 mahasiswa yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini.
Dalam penelitian ini peneliti membuat alat ukur berupa skala yang
bertujuan untuk mengukur kompetensi sosial mahasiswa Fakultas Psikologi
UKSW. Skala yang digunakan adalah skala kompetensi sosial,
dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kompetensi
13
sosial yang dikemukakan oleh Peterson & Leigh (dalam Gullota dkk, 1990).
Jumlah item yang diuji sebanyak 40 item yang terdiri dari 20 item favorable
dan 20 item unfavorable yang disusun secara acak. Skala yang digunakan
adalah skala Likert dengan alternatif jawaban Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),
Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian skor pada
item favorabel adalah skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai, skor 3 untuk
jawaban Sesuai, skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai dan skor 1 untuk
jawaban Sangat Tidak Sesuai. Sedangkan bagi item unfavorabel, subyek
mendapatkan skor 1 untuk jawaban Sangat Sesuai, skor 2 untuk jawaban
Sesuai, skor 3 untuk jawaban Tidak Sesuai dan skor 4 untuk jawaban Sangat
Tidak Sesuai.
HASIL PENELITIAN
Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson
(Product Moment Correlation) yaitu mengkorelasikan antara skor tiap item
dengan skor total instrument, dan dengan metode corrected item-total
correlation. Pengujian tersebut diproses dengan menggunakan bantuan
program komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.
Berdasarkan hasil uji validitas skala kompetensi sosial, terdapat 19
item valid dan terdapat 21 item gugur yaitu item nomor 2, 3, 5, 6, 7, 8, 11,
12, 13, 14, 17, 19, 20, 21, 23, 24, 31, 32, 33, 37, 40. Pada skala ini uji
validitas dilakukan sebanyak 4 kali sampai tidak ditemukan lagi item gugur.
Dari hasil uji reliabilitas setelah 21 item gugur, diperoleh koefisien
Alpha Cronbach sebesar 0,814. Menurut Azwar (1999) jika koefisien Alpha
Cronbach lebih dari 0,8 maka menunjukkan bahwa reliabilitas alat ukur
termasuk dalam kategori yang layak digunakan sebagai alat ukur dalam
penelitian. Dengan demikian skala kompetensi sosial dikatakan reliabel.
14
Dari hasil perhitungan uji normalitas diperoleh nilai Kolmogorov-
Smirnov Z kompetensi sosial dari mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW
adalah 1,400 dengan nilai signifikansi 0,040. Sedangkan nilai Kolmogorov-
Smirnov Z prestasi akademik dari mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW
adalah 0,821 dengan nilai signifikansi 0,510. Dari data tersebut bisa dilihat
bahwa nilai signifikansi untuk variabel kompetensi sosial kurang dari 0,05
sehingga data kompetensi sosial tidak berdistribusi normal, sedangkan untuk
variabel prestasi akademik nilai signifikansinya lebih dari 0,05 sehingga
data prestasi akademik dapat dinyatakan berdistribusi normal.
Uji linieritas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu
variabel bebas dan variabel tergantung. Hasil dari Uji linieritas yang
digunakan dalam penelitian ini menunjukkan nilai Fbeda = 1,285 dengan nilai
signifikansi 0,206. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (0,206 >
0,05) maka dapat disimpulkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut
liniear.
Untuk menentukan kategori kompetensi sosial, maka akan
diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang,
rendah dan sangat rendah. Berdasarkan klasifikasi tersebut didapatkan hasil
bahwa kompetensi sosial mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW berada
dalam kategori tinggi sebanyak 75% dengan jumlah responden sebanyak 81
responden. Pada kategori sangat tinggi 13,9% dengan jumlah responden
sebanyak 15 orang, serta 11,1% berada pada kategori sedang dengan jumlah
responden sebanyak 12 orang. Skor kompetensi sosial mahasiswa Fakultas
Psikologi UKSW bergerak dari skor minimal 47 sampai skor maksimal 74
dengan nilai rata-rata 58,67 dan standar deviasi 5,211.
Untuk menentukan kategori prestasi akademik, maka akan
diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu terpuji, sangat memuaskan,
memuaskan, baik dan kurang. Berdasarkan klasifikasi tersebut didapatkan
15
hasil bahwa prestasi akademik mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW berada
dalam kategori sangat memuaskan sebanyak 53,70% dengan jumlah
responden sebanyak 58 responden. Pada kategori terpuji 10,19% dengan
jumlah responden sebanyak 11 orang, 29,63% berada pada kategori
memuaskan dengan jumlah responden sebanyak 32 responden dan 6,48%
berada pada kategori baik dengan jumlah responden sebanyak 7 responden.
Skor prestasi akademik mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW bergerak dari
skor minimal 2,35 sampai skor maksimal 3,79 dengan nilai rata-rata IPK
sebesar 3,12 dan standar deviasi 0,309.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji korelasi Spearman karena
salah satu variabel yaitu variabel kompetensi sosial tidak berdistribusi
normal (Wahyono, 2009), didapatkan hasil bahwa hubungan antara
kompetensi sosial dengan prestasi akademik menunjukkan koefisien korelasi
sebesar 0,096 dan signifikan sebesar 0,162 dengan p > 0,05, berarti tidak ada
hubungan positif yang signifikan antara kompetensi sosial dengan prestasi
akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW. Dengan demikian, H0
diterima dan H1 ditolak.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil pengujian antara variabel penelitian menunjukkan
korelasi koefisien Spearman (rho) sebesar 0,096 dengan signifikansi 0,162
(p > 0,05) maka diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan positif yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Dengan
munculnya hasil tersebut maka 1H ditolak dan 0H diterima.
Tidak adanya hubungan positif yang signifikan antara kompetensi
sosial dengan prestasi akademik mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW
dimungkinkan karena ada faktor yang memengaruhi prestasi akademik yaitu
16
faktor internal (dari dalam diri individu) dan faktor eksternal (dari luar diri
individu).
Faktor internal yang memengaruhi prestasi akademik adalah tingkat
intelegensi, sikap, minat dan motivasi. Pertama yaitu tingkat intelegensi yang
merupakan wadah bagi kemungkinan tercapainya hasil belajar yang
diharapkan. Menurut Syah (2002), jika tingkat intelegensi rendah maka hasil
belajar yang dicapai akan rendah pula. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa
tingkat intelegensi individu sangat menentukan tingkat keberhasilannya.
Menurut hasil wawancara terhadap mahasiswa Fakultas Psikologi,
didapatkan bahwa beberapa dari mahasiswa Fakultas Psikologi pernah
melakukan pemeriksaan kecerdasan, dengan tingkat intelegensinya rata-rata
(IQ berkisar 90–109 berdasarkan klasifikasi Tes WAIS).
Mahasiswa yang ingin mendapatkan hasil belajar yang baik, maka yang
harus diperhatikan adalah proses belajar yang berlangsung. Sebab proses
belajar yang dilakukan mahasiswa merupakan kunci keberhasilan belajar.
Menurut Biggs dan Telfer (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006) menjelaskan
proses belajar di ranah kognitif tentang hal pengolahan, penyimpanan, dan
penggunaan kembali pesan. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan
(input processes), proses pengolahan kembali hasil (output processes), dan
proses penggunaan kembali (activation processes). Dalam kehidupan
sebenarnya tidak berarti bahwa semua proses tersebut berjalan lancar. Ada
mahasiswa yang mengalami kesukaran dalam proses penerimaan, akibatnya,
proses-proses penguatan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan akan
terganggu. Ada mahasiswa yang mengalami kesukaran dalam proses
penyimpanan. Akibatnya proses penggunaan hasil belajar terganggu. Adanya
gangguan proses belajar tersebut, akan menghasilkan hasil belajar yang
kurang baik.
17
Faktor internal yang kedua adalah sikap. Sikap merupakan dimensi
afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi dengan cara relatif tetap
terhadap objek, baik secara positif maupun negatif. Setiap mahasiswa
memiliki kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu yang dapat
membawa diri sesuai dengan penilaian. Mahasiswa memperoleh kesempatan
belajar, meskipun demikian mahasiswa dapat menerima, menolak atau
mengabaikan kesempatan belajar tersebut (Dimyati dan Mudjiono, 2006).
Menurut hasil wawancara terhadap mahasiswa Fakultas Psikologi,
didapatkan bahwa sikap mahasiwa dalam memperoleh prestasi akademik
yang baik adalah disiplin dalam belajar, serius mendengarkan, berpartisipasi
aktif dalam proses belajar mengajar.
Faktor internal yang ketiga yaitu minat, yang merupakan
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu. Mahasiswa yang menaruh minat yang besar terhadap
bidang studi tertentu akan memusatkan perhatiannya lebih banyak, sehingga
memungkinkan mahasiswa tersebut untuk belajar lebih giat dan pada
akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan. Menurut hasil wawancara
terhadap mahasiswa Fakultas Psikologi, didapatkan bahwa mahasiswa yang
memilih masuk ke Fakultas Psikologi berarti mahasiswa tersebut memiliki
minat yang besar terhadap bidang studi Psikologi sehingga mahasiswa
tersebut dapat memusatkan perhatiannya dan belajar lebih giat untuk
mencapai prestasi yang tinggi. Sama hal juga ketika mahasiswa menyukai
mata pelajaran yang didapatkan, maka mahasiswa tersebut akan memiliki
keinginan yang besar pada mata pelajaran tersebut.
Faktor internal yang terakhir yaitu motivasi. Motivasi merupakan
faktor pendorong kegiatan belajar. Tanpa motivasi yang besar, mahasiswa
akan mengalami kesulitan dalam belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono
18
(2006), lemahnya motivasi atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan
kegiatan belajar. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri mahasiswa perlu
diperkuat terus menerus, agar mahasiswa memiliki motivasi belajar yang
kuat, sehingga dapat terciptanya suasana belajar yang menggembirakan.
Menurut hasil wawancara terhadap mahasiswa Fakultas Psikologi,
didapatkan bahwa mahasiswa Fakultas Psikologi memiliki motivasi yang
besar dalam hal belajar. Karena bagi mahasiswa sendiri, motivasi belajar
mempunyai peranan yang besar dalam menumbuhkan semangat pada
mahasiwa untuk belajar, sehingga dapat menghasilkan prestasi yang
memuaskan. Selain itu mahasiswa juga tetap fokus dalam belajar walaupun
ada mata kuliah yang dirasakan sulit bagi mereka.
Ada juga faktor eksternal (dari luar diri individu) yang memengaruhi
prestasi akademik adalah lingkungan non sosial. Menurut Syah (2002)
lingkungan non sosial meliputi gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat
tinggal keluarga individu dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan
waktu belajar yang digunakan individu. Berdasarkan observasi, wawancara
dan pengalaman peneliti, lingkungan non sosial yang meliputi gedung
perkuliahan dan letaknya sangat strategis, jarak dari tempat tinggal dengan
kampus yang juga dekat, serta fasilitas yang digunakan untuk menunjang
kegiatan belajar di kelas juga lengkap seperti adanya OHP, sudah
menggunakan LCD untuk presentasi, selain itu juga fasilitas perpustakaan
dengan dilengkapi buku-buku yang dapat bermanfaat dalam proses belajar
pada mahasiswa.
Tingkat kompetensi sosial yang diperoleh mahasiswa Fakultas
Psikologi angkatan 2009, 2010, 2011 UKSW tergolong kategori tinggi.
Menurut Welsh & Bierman (1998), anak yang memiliki kompetensi sosial
tinggi adalah anak yang memiliki kemampuan untuk menerima orang lain
19
dalam segala hal, mampu bekerja sama, ramah, dan suka menolong. Selain
itu juga Peterson & Leigh berpendapat bahwa anak yang memiliki
kompetensi sosial yang tinggi berarti anak tersebut memiliki harga diri yang
positif, mampu mengontrol kehidupannya sendiri (internal locus of control),
memiliki kemampuan untuk mengerti dan peka terhadap orang lain,
kemampuan untuk merespon perilaku prososial, dapat memecahkan masalah
interpersonal, menjadi individu yang unik dan terlibat dalam kelompok, serta
kecakapan menjalin hubungan yang baik dengan teman sebaya (Gullota dkk,
1990).
Menurut pengamatan peneliti, mahasiswa Fakultas Psikologi aktif
mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan baik dari Fakultas Psikologi
maupun kegiatan di aras Universitas. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud
seperti mengikuti seminar-seminar, baik itu seminar nasional maupun
seminar internasional, melakukan penelitian atau karya tulis ilmiah, bahkan
kegiatan bakti sosial. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, mahasiswa dapat
melatih kemampuannya untuk dapat menjalin hubungan interaksi dengan
orang lain, mengerti dan peka terhadap orang lain, merespon perilaku
prososial, serta terlibat dalam kelompok sehingga hal ini dapat meningkatkan
kompetensi sosial setiap mahasiswa. Dengan demikian, dari hasil yang
didapatkan bahwa tingkat kompetensi sosial mahasiswa Fakultas Psikologi
tergolong tinggi karena mahasiswa aktif mengikuti kegiatan-kegiatan
tersebut.
Peneliti tidak menemukan hasil penelitian sebelumnya yang
mendukung hasil penelitian yang didapatkan bahwa tidak ada hubungan
positif yang signifikan antara kompetensi sosial dengan prestasi akademik.
Untuk itu peneliti melihat satu satu aspek dari kompetensi sosial yang tidak
mempunyai hubungan yang signifikan dengan prestasi akademik. Salah satu
20
aspek kompetensi sosial tersebut yaitu harga diri. Menurut Bachman &
O’Malley, Emamzadeh, Maruyama, dkk (dalam Naderi dkk, 2009) yang
mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara harga diri dan
prestasi akademik. Hal ini sependapat dengan Pullmann & Allik (dalam
Naderi dkk, 2009) mengungkapkan bahwa harga diri rendah umumnya tidak
selalu menandakan prestasi akademik yang buruk. Hal ini dikarenakan
seseorang yang dengan kapasitas akademik yang terbatas, mengimbangi
kekurangan akademiknya dengan mengangkat harga dirinya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
tidak ada hubungan positif yang signifikan antara kompetensi sosial dengan
prestasi akademik mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya
Wacana. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kompetensi sosial tidak
memberikan kontribusi terhadap prestasi akademik. Ditunjukkan dengan
korelasi r = 0,096 dengan signifikansi 0,162 (p > 0,05).
Kategorisasi hasil pengukuran skala kompetensi sosial dengan
prestasi akademik memperoleh jumlah atau skor untuk kompetensi sosial
sebesar 75% berada pada kategori tinggi. Sedangkan untuk prestasi
akademik sebesar 53,70% berada pada kategori sangat memuaskan dengan
rata-rata IPK yang diperoleh sebesar 3,12.
21
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang telah
dikemukakan, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi Subyek Penelitian
Bagi subyek penelitian yang memiliki kompetensi sosial yang tinggi,
diharapkan agar dapat terus mempertahankan kompetensi sosialnya
yang nanti akan dapat berguna untuk membangun dan memelihara
hubungan interaksi yang baik dalam lingkungan pendidikan,
lingkungan masyarakat maupun lingkungan keluarga. Untuk prestasi
akademik yang dikatakan sangat memuaskan,diharapkan dapat
mempertahankan dan meningkatkan prestasi akademiknya.
2. Fakultas Psikologi UKSW
Bagi Fakultas Psikologi UKSW disarankan untuk meningkatkan lagi
kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat bagi mahasiswa dalam
mengembangkan kompetensi sosial dengan mengadakan seminar
nasional maupun internasional, melakukan penelitian-penelitian antar
mahasiswa bersama dengan dosen, serta melaksanakan kegiatan bakti
sosial. Karena melalui kegiatan-kegiatan tersebut dapat berguna
dalam mengembangkan kompetensi sosial mahasiswa.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan dan
mengembangkan penelitian yang sama diharapkan memperhatikan
dan menggali faktor lain yang dapat memengaruhi prestasi akademik
seseorang, seperti faktor psikologis yang meliputi intelegensi, sikap,
bakat, minat, motivasi, faktor dari lingkungan maupun faktor
pendekatan belajar.
22
DAFTAR PUSTAKA
Adiyanti, M.G. (1999). Skala ketrampilan sosial. Laporan penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Arikunto, S. (2003). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT Renika Cipta.
Atwater, E. (1992). Andolescence (3rd ed). New Jersey: Prentice Hall.
Azwar, S. (1999). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bursuck, W. D., & Asher, S. R. (1986). The relationship between social competence and achievement in elementary school children. Journal of Clinical Child Psychology, 15, 1, 41-49.
Caprara, Barbaranelli, Pastoreli, Bandura & Zimbardo. (2000). Social adjustment and academic achievement: A predictive model for students with diverse academic and behavior competencies. Research brief. Retrieved from http://business.highbeam.com/137854/article-1P3-1294353731/social-adjustment-and-academic-achievement-predictive.
Dimyati & Mudjiono. (2006). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Goleman, D. (2000). Kecerdasan emosi untuk mencapai prestasi, terjemahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gullotta, T.P., Adams, G.R., & Montemayor, R. (Series Volume 3).(1990). Developing social competency in adolescence. California: Sage Publications, Inc.
Kartono, K. (1997). Tinjauan politik mengenai sistem pendidikan nasional. Beberapa kritik dan sugesti. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Maassen, G.H., & Landsheer, J.A. (2001). Peer-perceived social competence and academic achievement of low-level educated young adolescents. Social Behavior and Personality, 28, 29-40.
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R. (1988). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Naderi, H., Abdullah, R., Aizan, H.T., Sharir, J., & Kumar. V. (2009). Self Esteem, gender and academic achievement of undergraduate students.
23
24
American Journal of Scientific Research. ISSN 1450-223X Issue 3, pp. 26-37.
Narbuko, C. & Achmadi, A. (2007). Metodologi penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Paavola, J.C. (1995). Health services in the schools: building interdisciplinary partnerships. Washington DC: American Psychological Association.
Rauta, U. (2008). Program pengenalan mahasiswa baru. Salatiga: UKSW.
Santrock, J.W. (1999). Life span development. Boston: McGraw Hill College.
Santrock, J.W. (2002). Life span development. Jilid II. Boston: McGraw Hill College.
Sukadji, S. (2000). Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Syah, M. (2002). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Titaley, J. (2010). Selamat datang di kampus indonesia mini. Fokus UKSW: Salatiga. Retrieved from http://www.uksw.edu/id.php/info/detail/type/fokus/stamp/1281949024.
Van Hecke, A.V., Mundy, P.C., Acra, C.F., Block, J.J., Delgado, C.E.F., Parlade, M.V., Meyer, J.A., Neal, A.R., & Pomares, Y.B. (2007). Infant join attention, temperament, and social competence in preschool. Child development, 78, 53-69.
Wahyono, T. (2009). 25 Model analisis statistika dengan SPSS 17. Memahami teknik analisis statistik secara sistematis dan praktis. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Welsh, M., Parke, R.D., Widaman, K., & O’Neil, R. (2001). Linkages between children’s social and academic competence: A longitudinal analysis. Journal of school Psychology, 39, 6, 463-481.
Zakaria, H. (2004). Hubungan antara kompetensi sosial dan kecerdasan emosi dengan prestasi akademik pada mahasiswa tahun pertama. Tesis master yang tidak dipublikasikan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.