hubungan pengetahuan dan sikap dengan …/hubungan... · sekali sehingga angka bebas jentik dapat...

92
1 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA KEPALA KELUARGA DESA BALESONO KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG 2010 TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

Upload: dangcong

Post on 05-May-2018

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN

PERILAKU

PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK AEDES AEGYPTI

PADA KEPALA KELUARGA DESA BALESONO

KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN

TULUNGAGUNG

2010

TESIS

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Kedokteran Keluarga

Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

2

Oleh:

Sigit Jaka Purnama

S.540109119

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER KEDOKTERAN

KELUARGA

MINAT UTAMA PENDIDIKAN PROFESI KESEHATAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam suatu pembangunan kesehatan telah ditetapkan suatu visi yakni

mencapai Indonesia sehat 2010. Makna dari visi ini adalah masyarakat Indonesia

terbebas dari suatu penyakit termasuk salah satunya penyakit demam berdarah.

Sebenarnya penyakit demam berdarah dengue dapat ditekan serendah mungkin

dengan pemberantasan vektor penularnya. Pada kenyataan sangat jauh dari

harapan tersebut. Hingga saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue tetap sebagai

salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Bukti mengenai hal ini dapat dilihat dari angka kejadian penyakit demam

berdarah dengue yang terus ada sepanjang musim penghujan sepanjang tahun.

Diawali dari sejak ditemukannya penyakit demam berdarah dengue di Surabaya

dan Jakarta tahun 1968 dengan insiden 58 penderita dan meninggal 24 penderita

(CFR = 41%)” (Depkes RI, 2002). Penyakit ini terus meluas kedaerah lain di

Indonesia, bahkan sejak Januari 2004 penyakit ini ditemukan di seluruh Indonesia

dengan incidence 26.015 penderita dengan jumlah terbanyak di DKI Jakarta yakni

sebanyak 11.534 penderita DBD (Depkes RI, 2004).

Demikian juga di Jawa Timur kasus Demam Berdarah Dengue dari tahun

ke tahun selalu ada dengan jumlah yang cukup bervariasi. Selengkapnya dapat

dilihat pada grafik di bawah ini.

4

Sumber : Laporan SPM Kabupaten/Kota Tahun 2006, Dinkes Jatim

Grafik 1. Jumlah Penderita Demam Berdarah Dengue di Jawa Timur dari Tahun 1998-2007

Adapun di Kabupaten Tulungagung pada tahun 2009 ditemukan penderita

DBD sebanyak 1633 penderita. Di wilayah kerja Puskesmas Balesono Kecamatan

Ngunut Kabupaten Tulungagung, dari 11 Desa yang ada, pada tahun 2007

ditemukan penderita DBD sebanyak 21 penderita, tahun 2008 sebanyak 14

penderita dan tahun 2009 sebanyak 37 penderita dari total 30.329 penduduk.

Salah satu desa dengan jumlah penderita terbanyak dan termasuk desa endemis

adalah Desa Balesono dimana selama tiga tahun berturut-turut selalu ada penderita

yaitu tahun 2007 ada 3 penderita, tahun 2008 ada 5 penderita dan tahun 2009 ada

12 penderita dengan 1 penderita meninggal dunia (Profil Puskesmas Balesono,

2009).

5

Faktor penyebab masih tingginya penderita demam berdarah dengue di

berbagai wilayah di Indonesia adalah akibat penyakit DBD merupakan penyakit

yang sifatnya menular dengan media penular atau vektor berupa nyamuk baik

Aedes aegypti maupun albopictus. Sementara itu vektor Aedes aegypti dan Aedes

albopictus masih banyak dijumpai di wilayah Indonesia. Disisi lain dengan

adanya kemajuan teknologi dalam bidang transportasi menyebabkan mobilitas

penduduk relatif cepat sehingga memudahkan penyebaran sumber penularan dari

satu kota ke kota lainnya (Soegijanto, 2004 : 1).

Mengingat belum ada obat untuk membasmi virus dengue maka salah satu

cara untuk memutuskan rantai penularan dapat dilakukan dengan memutuskan

mata rantai penularnya. Dalam hal ini adalah dengan mambasmi nyamuk demam

berdarah dengue khususnya Aedes aegypti maupun albopictus. Pada daerah

terjangkit dengan radius minimal 100 meter harus dilakukan pengasapan (fogging)

untuk membasmi nyamuk dewasa. Pada saat yang bersamaan harus diikuti dengan

kegiatan 3M yakni menguras, menutup dan mengubur tempat perindukan nyamuk

(container). Kegiatan ini idealnya dilakukan setiap keluarga minimal satu minggu

sekali sehingga angka bebas jentik dapat ditingkatkan sampai pada target aman

untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dengue yakni minimal 95%

(Sumber : Subdin P2 Dinkes Propinsi Jawa Timur, 2007).

Sebagai bahan evaluasi dapat dilihat dari data yang ada mengenai

pemeriksaan jentik yang sudah dilakukan selama ini. Jumlah rumah/bangunan di

Jawa Timur tahun 2006 sebanyak 8.439.461 bangunan, yang diperiksa 2.642.199

(31.31%) bangunan, bebas jentik sebanyak 2.161.336 (81,80%). Hal ini

6

memberikan gambaran bahwa angka bebas jentik belum mencapai batas aman

95% (Dinkes Jatim, 2007).

Berdasarkan hasil pemeriksaan jentik di Desa Balesono Kecamatan

Ngunut Kabupaten Tulungagung pada Bulan Desember 2009 terhadap 100 rumah,

ternyata angka bebas jentik masih rendah yakni sebesar 44% dari yang seharusnya

95%. Ini menunjukkan perilaku masyarakat terutama kepala keluarga terhadap

pemberantasan sarang nyamuk masih sangat rendah. Kondisi demikian tetap

memungkinkan di daerah tersebut terjadi penularan penyakit DBD.

Kurangnya perilaku kepala keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk

tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah karena

ketidaktahuan kepala keluarga terhadap maksud, tujuan, manfaat, dan keuntungan

ataupun kerugian jika tidak melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (3M).

Akibatnya timbul sikap negatif atau tidak mendukung terhadap anjuran

melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk. Hal ini sesuai konsep “K-A-P”

(Knowledge-Attitude-Practice) dalam Notoatmodjo (2003: 131), artinya perilaku

seseorang dapat terwujud jika didukung oleh sikap yang positif mengenai perilaku

yang harus dilakukannya. Sementara itu sikap yang terbentuk juga harus didukung

pengetahuan yang memadai mengenai apa yang akan dilakukannya.

Guna meningkatkan perilaku terhadap pemberantasan sarang nyamuk

maka perlu ada upaya peningkatan pengtahuan maupun sikap tentang

Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti dan secara teknis dapat dilakukan

melalui pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang pemberantasan sarang

nyamuk

7

Mengingat latar belakang permasalahan di atas maka peneliti merasa perlu

mengadakan penelitian mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku tentang

pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti dengan merumuskan dalam judul

penulisan “Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan

Sarang Nyamuk Aedes Aegypti pada Kepala Keluarga di Desa Balesono

Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung Tahun 2010”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai

berikut: “Adakah hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku

pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti pada kepala keluarga di desa

Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku

pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti pada kepala keluarga di Desa

Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan hubungan pengetahuan dengan perilaku pemberantasan

sarang nyamuk Aedes Aegypti pada kepala keluarga di Desa Balesono

Kecamatan Ngunut kabupaten Tulungagung.

8

b. Mendiskripsikan hubungan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang

nyamuk Aedes Aegypti pada kepala keluarga di Desa Balesono Kecamatan

Ngunut kabupaten Tulungagung.

c. Mendiskripsikan hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku

pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti pada kepala keluarga di Desa

Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharap mampu membuktikan adanya hubungan

pengetahuan dan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes

Aegypti pada kepala keluarga di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten

Tulungagung.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Kepala Keluarga.

Sebagai masukan bagi kepala keluarga mengenai pentingnya

pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti dan bagaimana cara melakukannya

serta manfaat yang diperoleh jika melakukannya.

b. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan.

Sebagai masukan bagi institusi pelayanan kesehatan bahwa pemberian

informasi serta panduan tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti

pada kepala keluarga sangat diperlukan untuk meningkatan pengetahuan, sehingga

dapat bersikap positip terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti.

9

c. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai masukan bagi institusi untuk meningkatkan kemampuan

mahasiswa dalam melakukan pendidikan kesehatan tentang pemberantasan sarang

nyamuk Aedes Aegypti.

d. Bagi Peneliti

Sebagai media untuk menambah wawasan peneliti bagaimana realita di

lapangan tentang pengetahuan, sikap dan perilaku kepala keluarga terhadap

pemberantasan sarang nyamuk aedes aegypti. Selain itu hasil penelitian dapat

digunakan sebagai bahan bagi peneliti yang ingin mengadakan penelitian lebih

lanjut.

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Pengetahuan

a. Definisi

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari

seseorang (Irmayanti, 2010). Sedangkan menurut (Notoadmodjo, 2003)

pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sedangkan menurut Irmayanti (2010) pengetahuan adalah informasi atau

maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang yang tidak dibatasi pada

deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur. Dalam pengertian lain

pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui

pengamatan indrawi.

Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indra atau akal

budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat

atau dirasakan sebelumnya, misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang

baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan

aroma masakan tersebut. Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan

pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan

aposteriori.

11

Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan

observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris

tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang

dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada

objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui

pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang

sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan

pengetahuan tentang manajemen organisasi.

Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan

melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme

lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada

pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil

1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris,

melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.

Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman

seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan

seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak

untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status

kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau

aktif dengan tahapan-tahapannya.

12

b. Domain Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam

atas dasar tingakat kemampuan (domain). Atas dasar ini ada beberapa tingkat

pengetahuan yang perlu di ketahui antara lain domain kognitif, afektif dan

psikomotor menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003 ).

1) Domain Kognitif

Aspek kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku

atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang kita lihat

atau apa yang telah kita ketahui. Berdasarkan hal itu kemudian terbentuk suatu ide

atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali

kepercayaan itu telah terbentuk, maka akan menjadi dasar pengetahuan seseorang

mengenai apa yang dapat di harapkan dari objek tertentu.

Dengan demikian, interaksi kita dengan pengalaman dimasa datang akan

lebih mempunyai arti dan keteraturan tanpa adanya sesuatu yang menyeder

hanakan dan mengatur apa yang kita lihat dan kita temui. Menurut Notoatmodjo

(2003 ) aspek kognitif terdiri dari beberapa tingkat kemampuan, yaitu :

a) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai kemampuan mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan, tingkat ini merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya, contoh: dapat menyebutkan indikasi

dilakukannya.

13

b) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginter presentasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan

sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi riil. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain, misalnya

dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian, dapat

menggunakan prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di

dalam pemecahan masalah dari kasus yang diberikan.

d) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini

dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan

2) Domain afektif

Aspek afektif menyangkut emosional subyektif terhadap komponen ini

merupakan reaksi emosional yang banyak di pengarui oleh apa yang kita percaya

sebagai benar dan berlaku bagi obyek termaksud. Menurut Tjiptojuwono (1996 )

aspek ini dibagi 5 tingkatan dari yang sederhana ke yang komplek yaitu :

14

a) Kemauan menerima

Kemauan menerima merupakan suatu keinginan untuk memperhatikan

suatu gejala atau rangsangan tertentu. Sebagai contoh adalah partisipasi aktif dari

ibu post SC dalam melakukan mobilisasi dini.

b) Kemauan menanggapi

Kemauan menanggapi menunjuk pada partisipasi dalam kegiatan tertentu.

c) Berkeyakinan

Berkeyakinan maksudnya berkenaan dengan kemauan menerima system

nilai tertentu pada diri individu seperti menunjukkan adanya kepercayaan pada

sesuatu, bersikap ilmiah, kesungguhan dalam berkarya, berdisiplin, misalnya

yakni yakin akan manfaat mobilisasi dini bagi penyembuhan luka bekas operasi.

d) Penerapan karya

Penerapan karya maksudnya penerapan atau pengorganisasian nilai

berkenaan dengan penerimaan berbagai system nilai yang berbeda-beda dan di

integrasikan kepada nilai yang lebih tinggi seperti menyadari antara hak dan

tanggung jawab untuk kesejahteraan bersama, bertanggung jawab terhadap suatu

pekerjaan tertentu untuk menyelamatkan kehidupan keluarga, menerima

kekurangan dan kelebihan diri sendiri.

e) Ketekunan atau ketelitian

Ketekunan dan ketelitian (mewatak) maksudnya pada tingkat ini suatu

system nilai menyatu dengan pribadinya dalam arti semua tingkah lakunya

diwarnai oleh keyakinan nilai tersebut seperti selalu bersikap obyektif, konsekuen

terhadap perbuatannya, jujur bersedia berkorban dan sebagainya.

15

3) Domain Psikomotor atau Konaktif

Aspek psikomotor merupakan aspek perilaku atau aspek konaktif yang

menunjukkan bagai mana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada

dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek. Maksud kecenderungan berperilaku

menunjukkan bahwa komponen psikomotor atau konaktif meliputi bentuk

perilaku yang tidak hanya dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula

bentuk-bentuk perilaku yang berupa pertanyaan atau perkataan yang diucapkan

oleh seseorang.

Memang kemudian masalahnya adalah tidak ada jaminan bahwa

kecenderungan berperilaku itu akan benar-benar ditampakkan dalam bentuk

perilaku yang sesuai apabila individu berada dalam situasi tertentu.

Menurut Tjiptojuwono (1996) tingkatan aspek psikomotor meliputi:

a) Persepsi

Persepsi berkenaan dengan penggunaan indra dalam melakukan kegiatan

seperti melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3m dengan

benar.

b) Kesiapan untuk melakukan suatu tindakan

Kesiapan untuk melakukan suatu tindakan berkenaan dengan kesiapan

mental, kesiapan fisikal dan kesiapan emosi perasaan untuk melakukan tindakan.

c) Respon terbimbing

Respon berkenaan tindakan melakukan peniruan, mengulangi perbuatan

seperti yang diperintahkan.

16

d) Mekanisme

Mekanisme adalah kemampuan respon yang telah terlatih dimana

seseorang melakukan secara tepat tanpa petunjuk terlebih dahulu.

e) Reaksi komplek

Reaksi komplek berkenaan dengan kemampuan gerakan motorik yang

bersifat memadukan berbagai ketrampilan yang tidak dikuasai lewat mekanisme.

f) Adaptasi

Adaptasi adalah suatu kemahiran dalam melakukan sesuatu gerakan

tersebut dimodifikasikan secara otomatis sesuai dengan kondisi.

g) Originasi

Originasi adalah ketrampilan seseorang yang menunjuk pada penciptaan

gerakan baru untuk menyesuaikan dengan situasi tertentu. Ketrampilan ini bertaraf

tinggi seperti penciptaan pola baru. Guna mengetahui tingkat pengetahuan

individu terhadap permasalahan tertentu, harus ada upaya untuk mengukur atau

menilainya . pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek

penelitian atau responden, sedang kualitas pengetahuan pada masing-masing

tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan skoring, skor yang sering digunakan

untuk mempermudah dalam mengkategorikan jenjang/ peringkat dalam penelitian

biasanya dituliskan dalam prosentase yaitu : Pengetahuan baik 76–100%, Cukup

56-75%, dan kurang <56% (Nursalam, 2003). Dijelaskan menurut

(Notoadmodjo, 2003 ) bahwa ”Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa

perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan”. Dalam prosesnya untuk sampai kepada

17

perilaku ini ternyata harus melalui beberapa tahapan. Hal ini sesuai dengan

penelitian Rogers yang dikutip Notoadmodjo (2003) yang mengungkapkan bahwa

”Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan”, yakni :

(1) Kesadaran (Awareness)

Yakni kepala keluarga tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus

(objek) terlebih dahulu. Contoh : kepala keluarga mendapatkan informasi

pentingnya pemberantasan sarang nyamuk, maka kepala keluarga mulai berpikir

sebagai responnya terhadap informasi yang di terimanya.

(2) Tertarik (Inters)

Yakni kepala keluarga mulai tertarik kepada stimulus. Contoh : kepala

keluarga mulai bertanya-tanya tentang manfaat pemberantasan sarang nyamuk

terhadap kejadian penyakit demam berdarah.

(3) Evaluasi (Evaluation)

Yakni kepala keluarga mulai menimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikapnya sudah lebih baik lagi. Contoh :

kepala keluarga mulai melihat orang lain yang melakukan kegiatan pemberantasan

sarang nyamuk, apakah memang ada manfaatnya ataukah ada dampak buruk pada

keluarganya maupun lingkungannya.

(4) Mencoba (Trial)

Yakni kepala keluarga telah mencoba perilaku baru. Contoh : kepala

keluarga setelah tau manfaat pemberantasan sarang nyamuk dengan melakukan

3m dan ternyata tidak ada dampak buruk pada keluarga dan lingkungannya, maka

kepala keluarga mulai melakukan 3 M (Menguras, Menutup, Mengubur).

18

(5) Berperilaku baru (Adoption)

Yakni seorang kepala keluarga telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Contoh : seorang kepala

keluarga setelah mencoba melakukan pemberantasan sarang nyamuk ternyata

tidak ada masalah bahkan keadaan keluarganya dan lingkungannya semakin baik,

maka kepala keluarga tersebut melanjutkan kebiasaan pemberantasan sarang

nyamuk secara berkala. Namun dalam penelitihan selanjutnya Rogers

menyimpulkan perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila

adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif,

maka perilaku tersebut akan langgeng (Longlasting).

c. Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan

Faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain

pendidikan, pengalaman, usia, penyuluhan, media masa dan sosial budaya

(Notoadmodjo, 2003)

1) Pendidikan

Menurut Dewantoro dalam Tjiptojuwono, dkk., (1996), pendidikan adalah

“menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai

manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mendapat keselamatan dan

kebahagiaan yang setinggi-tingginya”.

2) Pengalaman

Pengalaman merupakan salah satu sumber pengetahuan yang paling

dikenal dan dimanfaatkan, melalui pengalaman orang dapat memperoleh berbagai

jawaban atas pertanyaan, persoalan yang mereka hadapi. Kenyaatannya,

19

kemampuan untuk memetik pelajaran dari pengalaman pada umumnya dianggap

karakteristik utama dari perilaku cerdas.

3) Usia

Menurut Ahmadi,et al (2007 ), mengemukakan bahwa memori atau daya

ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka

dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh

pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur

tertentu atau menjelang ke usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat

suatu pengetahuan akan berkurang.

4) Penyuluhan

Meningkatkan pengetahuan masyarakat juga melalui metode penyuluhan,

dengan pengetahuan bertambah seseorang akan merubah perilakunya.

5) Media Masa

Dengan majunya teknologi akan tersedia pula bermacam-macam

informasi. Menurut Apriadji (1996 ), informasi akan memberikan pengaruh pada

pengetahuan seseorang meskipun seseorang mempunyai pendidikan yang rendah

tetapi ia mendapatkan informasi yang banyak dari berbagai media misalnya :

televisi, radio, surat kabar, majalah, maka hal itu akan dapat meningkatkan

pengetahuan sesorang.

6) Sosial Budaya

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa penalaran apakah

yang dilakukan baik atau buruk dengan demikian seseorang akan bertambah

pengetahuannya (Notoadmodjo, 2003).

20

2. Konsep Sikap

a. Difinisi

Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau

memihak (favorable) ataupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) terhadap

objek tersebut. Formulasi menurut Thrustone mengatakan bahwa sikap adalah

derajad afek positif atau afek negatif yang dikaitkan dengan suatu objek

psikologis (Azwar, 2008 ).

Menurut Purwanto (1998 ), sikap adalah penilaian yang positif atau negatif

tentang sistem yang mempengaruhi perasaan emosi yang menghubungkan respon

terhadap objek sosial.

b. Pembagian Sikap

Sikap seseorang selalu diarahkan terhadap sesuatu hal atau objek tertentu,

tidak ada satu sikap pun yang tanpa objek (Purwanto 1998 ). Sikap dibagi

menjadi dua yaitu :

1) Sikap sosial : yaitu kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata,

secara berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap ini dinyatakan tidak oleh

seseorang saja tetapi diperhatikan oleh orang-orang sekelompoknya.

2) Sikap individual : yaitu sikap yang hanya dimiliki oleh perseorangan dan

objeknya bukan merupakan objek sosial. Di samping pembagian sikap atas

sosial dan individual, sikap juga dibedakan atas :

a) Sikap positif : sikap menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui,

menyetujui serta melaksanakan norma yang berlaku dimana individu berada.

b) Sikap negatif : sikap menujukkan atau memperlihatkan, penolakan atau tidak

setuju terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu berada.

21

c. Komponen Pokok Sikap

Menurut Alport yang dikutip Notoadmodjo (2005 ) sikap itu terdiri dari 3

komponen pokok, yaitu :

1) Kepercayaan atau keyakinan

Ide, dan konsep terhadap obyek. Artinya, bagaimana keyakinan dan

pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi

Orang terhadap obyek.Artinya, bagaimana penilaian (terkandung

didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Artinya, sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau

perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku

terbuka (tindakan).

Ketiga komponen ini secara bersama membentuk sikap yang utuh. Dalam

penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi

memegang peranan penting. Misalnya seorang kepala keluarga yang telah

mengetahui pentingnya pemberantasan sarang nyamuk, maka pengetahuan

tersebut akan membawa dirinya untuk berpikir dan berusaha agar lingkungannya

aman dari penyakit demam berdaran dengue. Dalam berpikir ini, komponen emosi

dan keyakinan ikut bekerja sehingga para kepala keluarga berniat untuk mau

melakukan gerakan PSN. Dengan demikian, kepala keluarga tersebut mempunyai

sikap tertentu terhadap objek yang berupa pemberantasan sarang nyamuk.

22

d. Proses Terbentuknya Sikap

Menurut Newcomb yang dikutip Notoadmodjo (2003 ) sikap itu merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif

tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan

reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka. Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram

dibawah ini.

Gambar 2.1 Diagram Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi Notoadmodjo (2003 )

e. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah

pengalaman pribadi, kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting,

media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor

emosi dalam diri individu (Azwar, 2008 ).

1) Pengalaman pribadi

Apa yang kita alami akan membentuk dan mempengaruhi penghayatan

kita terhadap stimulus. Tanggapan akan menjadi dasar terbentuknya sikap. Untuk

dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai

Stimulus Rangsangan

Proses stimulus

Reaksi Sikap

(terbuka)

Sikap (tertutup)

23

pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Apakah penghayatan itu

kemudian akan membentuk sikap positif ataukah sikap negatif akan tergantung

pada berbagai faktor lain. Akan tetapi Middlebrook seperti yang dikutip Azwar

(2008), mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan sesuatu

objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek

tersebut.

2) Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah

menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan

telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena kebudayaan pulalah yang

memberi corak pengalaman individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat

asuhannya. Hanya kepribadian individu yang kuat yang dapat memudarkan

dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.

3) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain merupakan salah satu di antara komponen sosial yang

mempengaruhi sikap. Seseorang yang dianggap penting atau seseorang yang

dianggap khusus akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap seseorang.

4) Media massa

Media masa sebagai sarana komunikasi yang memberi pengaruh dalam

pembentukan opini seseorang, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,

surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini

dan kepercayaan seseorang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas

24

pokoknya, media masa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat

mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal

memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

Pesan sugesti yang dibawa oleh informasi tersebut apabila cukup kuat akan

memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah

sikap tertentu.

5) Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sistem mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar

pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan

buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan,

diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem

kepercayaan, maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian

konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu

hal. Apabila terdapat suatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya oarang

akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya, atau mungkin

juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran

moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau dari agama seringkali menjadi

determinan tunggal yang menentukan sikap.

6) Faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan

25

pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran

frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat

merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang,

akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

f. Tingkatan Sikap

Berbagai tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2003), yaitu :

1) Menerima (receiving) : Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

2) Merespon (responding) : Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu usaha untuk menjawab

pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu

benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing) : Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah, adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

Misalnya, seorang anggota masyarakat / kepala rumah tangga mengajak para

tetangganya yang untuk melakukan kerja bakti melakukan kegiatan

pemberantasan sarang nyamuk dengan melakukan 3m

4) Pertanggung jawaban (responsible) yakni sikap individu akan

bertanggungjawab dan siap menanggung segala resiko atas segala sesuatu

yang telah dipilihnya (Sunaryo, 2003). Ini merupakan sikap yang paling

tinggi, misalnya, seorang kepala rumah tangga mau melakukan kegiatan PSN

dengan mengubur kaleng-kaleng bekas walaupun dilarang atau mendapat

tantangan dari istrinya sendiri.

26

g. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap tidak dapat dilakukan secara cermat melalui cara

penanyaan langsung (direct questioning) maupun observasi tingkah laku. Metode

pengukuran sikap yang dianggap dapat diandalkan dan dapat memberikan

penafsiran terhadap sikap manusia adalah pengukuran melalui skala sikap

(attitude scale) (Azwar, 2008 ).

Dilihat dari bentuknya, skala sikap tidak lain daripada kumpulan

pernyataan sikap (attitude statements). Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat

yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang diukur.

Suatu pernyataan sikap dapat berisi hal-hal positif mengenai objek sikap,

yaitu berisi pernyataan yang mendukung atau memihak pada objek sikap.

Pernyataan ini disebut pernyataan yang favorable. Contoh pernyataan yang

favorable adalah “untuk mencegah Penyakit DBD sebaiknya melakukan PSN satu

minggu sekali”.

Sebaliknya suatu pernyataan sikap dapat pula berisi hal-hal negatif

mengenai objek sikap. Hal negatif dalam pernyataan sikap ini sifatnya tidak

memihak atau tidak mendukung terhadap objek sikap, dan karenanya disebut

dengan pernyataan yang unfavorable. Sebagai contoh pernyataan yang

unfavorable adalah “Fogging cara efektif untuk memberantas syarang nyamuk

Aedes Aegypti” (Azwar, 2008 ).

Lebih lanjut dijelaskan sebagai kumpulan pernyataan mengenai sikap,

maka suatu skala sikap hendaknya berisi sebagian pernyataan favorable dan

sebagian pernyataan yang unfavorable.

27

Untuk membuat banyak pernyataan sikap, penyusun skala harus

merencanakan langkah-langkah penulisan pernyataan sesuai dengan prosedur

yang semestinya serta menuruti suatu kaidah penulisan pernyataan yang jelas.

Oleh karena itu perlu adanya perencanaan skala sikap.

3. Konsep Perilaku

a. Definisi

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas

organisme yang bersangkutan, jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah suatu

aktivitas daripada manusia itu sendiri, oleh sebab itu, perilaku manusia itu

mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, bereaksi,

berpakaian, dan lain-lain. Bahkan kegiatan internal seperti: berpikir, persepsi, dan

emosi juga merupakan perilaku manusia (Notoatmodjo, 2003).

Seorang ahli psikologis yang bernama John Elder mengatakan bahwa

perilaku manusia adalah segenap aktivitas manusia yang dapat atau tidak dapat

diamati indera secara langsung. Oleh karena itu perilaku manusia mencakup

segala aktivitas manusia yang sangat luas, misalnya berjalan, berbicara,

berpakaian bahkan berpikir (Depkes R.I., 2005 ).

Sedangkan menurut Lewin (1970) dikutip Notoatmodjo (2003) dan dikutip

lagi Suliha (2002) adalah keadaan yang seimbang antara kekuatan pendorong dan

penahan, yang dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua

kekuatan tersebut di dalam diri seseorang”. Lebih lanjut Notoatmodjo (2003)

menjelaskan perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang

dapat diamati langsung maupun tidak dapat diamati langsung”.

28

b. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Faktor yang mempengaruhi perilaku dibedakan menjadi dua, yakni

faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup : pengetahuan, kecerdasan,

persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah

rangsangan dari luar. Sedang faktor ekstern, meliputi: lingkungan sekitar, baik

fisik maupun non fisik seperti: iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan, dan

lain-lain (Notoatmodjo, 2003).

Menurut teori Lawrence Green “perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu

faktor predisposisi (predisposing faktors), faktor pemungkin (enabling faktors)

dan faktor penguat (reinforcing faktors).

1) Teori Lawrence Green

a) Faktor Predisposisi (predisposing faktors)

Faktor pendahulu mencakup pengetahuan terhadap kesehatan, tradisi, dan

kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,

sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi

dan sebagainya. Masalah ini bisa dijelaskan sebagai berikut : untuk berperilaku

kesehatan, misalnya melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

diperlukan pengetahuan dan kesadaran tentang manfaat PSN. Disamping itu,

kadang kepercayaan, tradisi, dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong

atau menghambat untuk perilaku PSN tersebut.

b) Faktor pemungkin (enabling faktors)

Faktor pemungkin mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas bagi masyarakat, misalnya fasilitas kesehatan, ada puskesmas, rumah

29

sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek

swasta dan sebagainya. Sebagai contoh perilaku pelaksanaan PSN oleh

masyarakat. Masarakat mau melaksanakan PSN satu minggun sekali tidak hanya

karena ia tahu manfaatnya saja melainkan masyarakat tersebut dengan mudah

dapat melaksanakan PSN satu minggu sekali tanpa perlu biaya yang mahal.

c) Faktor penguat (reinforcing faktors)

Faktor penguat meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh

agama, petugas kesehatan, termasuk juga undang-undang, peraturan-peraturan

yang terkait dengan kesehatan. Maksudnya untuk berperilaku sehat masyarakat

kadang bukan hanya perlu pengetahuan positif, dan dukungan fasilitas saja

melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh

agama, para petugas, petugas kesehatan. Demikian juga undang-undang

diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut, seperti perilaku

melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan melakukan 3M (menguras,

menutup, mengubur) tempat-tempat penampungan air, selain kemudahan dalam

pelaksanaanya, juga diperlukan semacam anjuran agar masyarakat terutama

kepala keluarga melaksanakan melaksanakan PSN minimal 1 minggu sekali agar

dapat memutus mata rantai perkembangbiakan nyamuk AedesAegypti”

(Notoatmodjo, 2003). Secara matematis, perilaku menurut Green itu dapat

digambarkan sebagai berikut :

B = F (PF, EF, RF).

30

Keterangan :

B = Behavior

F = Fungsi

Pf = Predisposing faktors

Ef = Enabling faktors

Rf = Reinforcing factors

2) Teori Snehandu B. Kar

Kar mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu :

a) Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek

atau stimulus di luar dirinya.

b) Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Di dalam

kehidupan seseorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung

memerlukan legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut

bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka ia akan

merasa kurang atau tidak nyaman.

c) Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah tersedianya

informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang.

d) Adanya otonomi atau kekebasan pribadi (personnal autonomy) untuk

mengambil keputusan.

3) Teori WHO

Tim kerja WHO merumuskan ada 4 alasan pokok (determinan) perilaku,

yaitu :

31

a) Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling) Hasil pemikiran dan perasaan

seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan pribadi terhadap objek atau

stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku. Seorang

kepala rumah tangga akan melakukan kegiatan 3m (menguras, menutup,

mengubur tempat penampungan air, akan didasarkan pertimbangan untung

ruginya, manfaatnya, dan sumber daya atau biaya yang tersedia, dan

sebagainya.

b) Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai

(personal references). Di dalam masyarakat, dimana sikap paternalistik masih

kuat, maka perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan (referansi)

yang pada umumnya adalah para tokoh masyarakat setempat.

c) Sumber daya (resources) Sumber daya yang tersedia merupakan pendukung

untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Kalau dibandingkan

dengan teori Green, sumberdaya ini adalah sama dengan faktor enabling

(sarana dan prasarana atau fasilitas).

d) Sosial budaya (culture) setempat Faktor sosio-budaya biasanya sangat

berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang. Faktor ini merupakan

faktor eksternal terbentuknya perilaku seseorang. Hal ini dapat dilihat dari

perilaku tiap etnis di Indonesia yang berbeda-beda, karena tiap etnis

mempunyai budaya yang khas. Dari uraian tersebut, teori dari tim WHO ini

dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut :

B = F (Tf, Pr, R, C).

32

B = Behavior

F = Fungsi

Tf = Thoughts and feeling

Pr = Personal references

R = Recoures

C = Culture

(Notoatmodjo, 2005 ).

4. Konsep Nyamuk Aedes Aegypti

a. Definisi

Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor utama yang dapat menimbulkan

kejadian luar biasa penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). Hal ini disebabkan

oleh sifat domestik perkembangbiakannya dan ketergantungannya pada darah

manusia yang diisap. Spesies ini merupakan spesies yang terpenting dan vektor

khusus yang berada di semua negara Asia yang endemis dengan penyakit DBD

(Demam Berdarah Dengue). (Soegijanto, 2004 :).

b. Ekologi Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue

Penyakit demam berdarah dengue melibatkan 3 organisme, yaitu: virus

dengue, nyamuk aedes aegypti, dan host manusia (Depkes RI, 2002). Secara

alamiah ketiga kelompok organisme tersebut secara individu atau populasi

dipengaruhi faktor lingkungan biologik, fisik dan imunitas dari host. Pola perilaku

yang terjadi dan status ekologi dari ketiga kelompok organisme tadi dalam ruang

dan waktu saling berkaitan dan saling membutuhkan, oleh karena itu dari

33

pengaruh penyakit demam berdarah dengue berbeda derajat endemisitasnya pada

suatu lokasi yang lain dan dari tahun ke tahun (Depkes RI, 2002).

c. Talsonomi dan Morfologi

Nyamuk Aedes Aegypti (Diptera : Culicidae) disebut black-white

mosquito, karena tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan

di atas dasar hitam. Di Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari

nyamuk-nyamuk rumah.

Menurut Richard dan kedudukan nyamuk Aedes Aegypti dalam klasifikasi

hewan adalah sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Bangsa : Diptera

Suku : Culicidae

Marga : Aedes

Jenis : Aedes Aegypti

Masa pertumbuhan dan perkernbangan nyamuk Aedes Aegypti dapat

dibagi menjadi 4 tahap: yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa, sehingga termasuk

metamorfosis sempurna (holometabola).

1) Telur

Telur nyamuk Aedes aegypti setiap kali bertelur, nyamuk betina dewasa

dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur nyamuk Aedes aegypti

berwarna hitam dengan ukuran 0, 80 mm (Depkes RI, 2002:). Telur ini ditempat

34

yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur itu akan menetas

menjadi jentik dalam waktu lebih kurang 2 hari setelah terendam air. Telur

diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat diatas batas permukaan

air. Sebagian besar nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya di beberapa

sarang selama satu kali siklus gonotropik. Perkembangan embrio biasanya selesai

dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Begitu proses embrionasi

selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama (lebih dari satu

tahun).Telur akan menetas pada saat penampungan air penuh, tetapi tidak semua

telur akan menetas pada waktu yang sama. Kapasitas telur untuk menjalani masa

pengeringan akan membantu mempertahankan kelangsungan spesies ini selama

kondisi iklim buruk.

2) Larva

Kepompong nyamuk aedes aegypti berbentuk seperti koma, geraknya

lamban, sering berada di permukaan air, setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk

baru. (Depkes RI, 2005). Larva akan menjalani 4 tahapan perkembangan, lamanya

perkembanagan larva akan bergantung pada suhu, ketersediaan makanan, dan

kepadatan larva. Pada kondisi optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari

penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya

selama 7 hari, termasuk 2 hari menjadi pupa.

3) Pupa

Pupa nyamuk Aedes Aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian

kepala-dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian

35

perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca "koma"' Pada bagian punggung

(dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet.

Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk

berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomer 7 pada

ruas perut tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya

lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar

dengan bidang permukaan air.

4) Dewasa

Nyamuk Aedes Aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala

dada dan perut. Pada bagian kepala tetdapat sepasang mata majemuk dan antenna

yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (Piercing-

sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus). Sedangkan

nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit

manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus).

Nyamuk betina mempunyai antena tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan

tipe plumose. Dada nyamuk ini tersusun dari 3 ruas, porothorax, mesothorax dan

metathorax. setiap ruas dada ada sepasang kaki yang terdiri dari femur (paha),

tibia (betis), dan tarsus (tampak). Pada ruas-ruas kaki ada gelang-gelang putih ,

tetapi padabagian tibia kaki belakang tidak ada gelang putih. Pada bagian dada

juga terdapat sepasang sayap tanpa noda-noda hitam. Bagian punggung

(mesontum) ada gambaran garis-garis putih yang dapat dipakai untuk

membedakan dengan jenis lain.

36

Gambaran punggung nyamuk Aedes Aegypti berupa sepasang garis

lengkung putih (bentuk lyre) pada tepinya dan sepasang garis submedian di

tengahnya. Perut terdiri dari 8 ruas dan pada ruas-ruas tersebut terdapat bintik-

bintik putih. Waktu istirahat posisi nyamuk Aedes Aegypti ini tubuhnya sejajar

dengan bidang permukaan yang dihinggapinya.

d. Bionomi Nyamuk Aedes Aegypti

Telur, larva dan pupa nyamuk Aedes Aegypti tumbuh dan berkembang di

dalam air. Genangannya yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk ini

berupa genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer

atau tempat penampungan air bukan genangan air di tanah. Survei yang telah

dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa tempat perindukan

yang paling potensial adarah Tempat penampungan air (TPA) yang digunakan

sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya.

Tempat perindukan tambahan adalah disebut non-TPA, seperti tempat

minuman hewan, barang bekas, vas bungayang ada airnya, perangkap semut dan

lain-lainnya, sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah

daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu

den lain lainnya.

Nyamuk Aedes Aegypti lebih tertarik untuk meletakkan telurnya pada

tempat penampungan air (TPA) yang berwarna gelap, paling menyukai warna

hitam, terbuka lebar, dan terutama yang terletak di tempat-tempat terlindung sinar

matahari langsung. Nyarnuk Aedes Aegypti hidup domestik, lebih menyukai

tinggal di dalam rumah daipada di luar rumah. Nyamuk betina menggigit dan

37

menghisap darah lebih banyak di siang hari terutama pagi atau sore hari antara

pukul 08.00 sampai dengan 12.00 dan 15.00 sampai dengan 17.00 WIB.

Kesukaan menghisap darah lebih menyukai darah manusia dari pada

hewan, pada siang hari manusia sedang aktif, saat nyamuk menggigit dan belum

kenyang, sementara manusia sudah bergerak, nyamuk Aedes Aegypti akan terbang

dan menggigit lagi sampai kenyang dan cukup darah untuk pertumbuhan dan

perkembangan telurnya.

Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Aedes

Aegypti juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh

inang, temperatur, kelembaban, kadar karbon dioksida dan warna.

e. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti

Namuk Aedes Aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya mengalami

metamorfosis sempurna, yaitu telur-jentik-kepompong-nyamuk. Stadium telur,

jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas

menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik

biasanya biasanya berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi

nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan

(Depkes, 2005)

Siklus nyamuk Aedes Aegypti secara lengkap dapat dilihat pada gambar

berikut:

38

Sumber : Depkes RI, 2005

Gambar 2.2. Siklus Hidup Nyamuk Aedes

f. Lingkungan Hidup Nyamuk Aedes Aegypti

Nyamuk Aedes Aegypti bersifat urban hidup di perkotaan dan lebih sering

hidup di dalam dan di sekitar rumah (domestik) dan sangat erat hubungannya

dengan manusia. Jangkauan terbang (flight range) rata-rata nyamuk Aedes Aegypti

adalah sekitar 100 meter tetapi pada keadaan tertentu nyamuk ini dapat terbang

sampai beberapa kilometer dalam usahanya untuk mencari tempat perindukan

untuk meletakkan telurnya.

Nyamuk Aedes Aegypti hidup di dalam dan di sekitar rumah sehingga

makanan yang diperoleh semuanya sudah tersedia di situ. Boleh dikatakan bahwa

nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah

binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00 - 12.00

dan sore hari jam 15.00 - 17.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap

darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu yang lain. Hal

ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan

39

darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa

menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan

inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.

Tempat perindukan nyamtk Aedes Aegypti yaitu tempat di mana nyamuk

Aedes Aegypti meletakkan telurnya terdapat di dalam rumah (indoor) maupun di

luar rumah (outdoor). Tempat perindukan yang ada di dalam rumah yang paling

utama adalah tempat-tempat penampungan air : bak air mandi, bak air WC, tandon

air minum, tempayan, gentong tanah liat, gentong plastik, ember, drum, vas

tanaman hias, perangkap semut, dan lain-lain. Sedangkan tempat perindukan di

luar rumah (halaman): drum, kaleng bekas, botol bekas, ban bekas, pot bekas, pot

tanaman hias yang terisi oleh air hujan, tandon airminum, dan lain-lain.

Nyamuk Aedes Aegypti lebih menyukai tempat perindukan yang berwarna

gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar

jernih dan tenang. Dikatakan bahwa tempat-tempat perindukan nyamuk Aedes ini

tidak selalu ada terus-menerus sepanjang tahun. Tempat perindukan yang ada di

luar rumah terutama pada musim kemarau akan banyak menghilang, karena airnya

mengering.

Tetapi tempat perindukan yang ada di dalam rumah boleh dikatakan selalu

ada sepanjang tahun. Bila musim hujan tiba maka tempat perindukan di luar

rumah akan muncul kembali. Oleh karena itu populasi nyamuk Aedes Aegypti

pada waktu musim kemarau menurun jumlahnya dan musim hujan meningkat.

Tapi bila hujan sangat lebat dan terus-menerus, tempat perindukan di luar rumah

rusak karena airnya tumpah dan mengalir keluar, sehingga telur dan jentik keluar.

40

Dikatakan bahwa jumlah populasi nyamuk Aedes Aegypti pada waktu

musim kemarau sangat sedikit walaupun tempat perindukan yang di dalam rumah

masih tetap ada. Hal ini disebabkan selain jumlah tempat perindukannya

berkurang (yang di luar rumah mengering) juga karena pengaruh suhu udara yang

tinggi dan kelembaban udara yang relatif rendah sangat tidak menguntungkan

bagi kehidupan nyamuk, akibatnya umur nyamuk lebih pendek dan cepat mati.

Sebaliknya pada waktu musim hujan jumlah populasi nyamuk Aedes Aegypti akan

meningkat, karena tempat perindukan di luar rumah terbentuk lagi dan suhu yang

sejuk serta kelembaban udara yang relatif tinggi sangat menguntungkan bagi

kehidupan nyamuk.

Nyamuk Aedes Aegypti mempunyai kebiasaan istirahat terutama di dalam

rumah di tempat yang gelap, lembab pada benda-benda yang bergantung.

Berdasarkan hubungan antara iklim dan jumlah populasi nyamuk Aedes Aegypti,

maka dapat diketahui pola musim penularan penyakit DBD (Demam Berdarah

Dengue). Secara umum dapat dikatakan bahwa pola musim penularan penyakit

DBD (Demam Berdarah Dengue) sejalan dengan pola musim penghujan.

g. Upaya Pengendalian Vektor Aedes Aegypti

Sebagaimana telah diketahui Aedes Aegypti merupakan vektor utama dari

penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue). Untuk mengatasi penyakit DBD

(Demam Berdarah Dengue). sampai saat ini masih belum ada cara yang efektif,

karena sampai saat ini masih belum ditemukan obat anti virus dengue yang efektif

maupun vaksin yang dapat melindungi diri terhadap infeksi virus dengue. Oleh

karena itu perlu dipikirkan cara penanggulangan penyakit DBD (Demam Berdarah

41

Dengue). dengan melalui pengendalian terhadap nyamuk Aedes Aegypti. ujuan

pengendalian vektor utama adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi

nyamuk Aedes Aegypti sampai serendah mungkin sehingga kemampuan sebagai

vektor menghilang. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor yaitu

dengan cara :

1) Pengendalian Cara Kimia

Di sini digunakan insektisida yang dapat ditujukan terhadap nyamuk

dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan terhadap nyamuk dewasa

Aedes Aegypti antara dari golongan organochlorine, organophosphor, carbamate,

dan pyrethroid. Bahan-bahan insektisida tersebut dapat diaplikasikan dalam

bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah penduduk. Insektisida yang dapat

digunakan terhadap larva Aedes Aegypti yaitu dari golongan organophosphor

(Temephos) dalam bentuk sand granules yang dilarutkan dalam air di tempat

perindukannya (abatisasi).

2) Pengendalian cara radiasi

Nyamuk dewasa jantan diradiasi dengan bahan radioaktif dengan dosis

tertentu sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi

ini dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti akan ber ovulasi dengan nyamuk

betina tapi nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil.

3) Pangendalian lingkungan.

Di sini dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah

nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada lubang

42

ventilasi rumah, jendela, dan pintu. Sekarang sedang digalakkan oleh pemerintah

dan yang paling efektif yaitu dengan cara gerakan 3M satu minggu sekali yaitu :

a) Menguras tempat penampungan air dengan menyikat dinding bagian dalam

dan dibilas paling sedikit seminggu sekali.

b) Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat

diterobos oleh nyamuk dewasa.

c) Menanam/menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah yang

dapat menampung air hujan.

h. Upaya Pemberantasan vektor epidemi

Tujuan pemberantasan vektor selama kurun waktu kejadian epidemi

penyakit demam berdarah dengue adalah membunuh vektor sebanyak-banyaknya

dan secepat-cepatnya sehingga dapat menekan kepadatan nyamuk dan

memutuskan rantai penularan virus. Inti pemberantasan adalah upaya membunuh

nyamuk dewasa secara cepat agar penularan penyakit dari seorang penderita

kependerita lainnya terputus sebab nyamuk dewasa tersebut berperan sebagai

pembawa virus yang mempunyai potensi untuk ditularkan. Di Indonesia, upaya

penyemprotan udara telah dilaksanakan tetapi dampak tindakan penyemprotan

tidak jelas. Hal ini terjadi karena viremia hilang sebelum kasus terdeteksi dan

epidemi menyebar ke wilayah yang berisiko tinggi.

i. Upaya Pemberantasan vektor pada periode diantara epidemi

Tujuan pengendalian adalah menekan sumber vector. Untuk mencapai

tujuan ini dibutuhkan motivasi, pendidikan kesehatan, legalisasi dukungan

masyarakat, serta peran aktif dari masyarakat sendiri. Di negara Tropis seperti

43

Asia spesies Aedes aegytpti berkembang biak di tempat penyimpanan air yang

dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu tempat tersebut harus betul-betul

ditutup rapat sehingga terhindar dari nyamuk yang mungkin dapat berkembang

biak di situ. Pemberantasan larva perlu dilaksanakan dengan menggunakan

larvacid atau ikan larvivarous yang dapat hidup di air kolam setempat. Dalam hal

ini perlu dipikirkan inegrasi manajemen pemberantasanya. Selama 20 tahun yang

lampau banyak Negara telah melaksanakan strategi nasionalnya (berdasarkan

petunjuk WHO) untuk menekan angka kesakitan DBD (Demam Berdarah

Dengue) sesuai dengan kebutuhan local. Hal ini dapat digambarkan sebagai

berikut.

Sumber : Depkes RI, 2005

Gambar 2.3 Pencegahan dan Pemberantasan DBD (Demam Berdarah Dengue).di Indonesia Strategi Pemberantasan Vektor Diukur dengan Menurunnya Angka Kejadian Sakit

44

5. Konsep Pelaksanaan (PSN – DBD)

a. Definisi

Pemberantasan Sarang Nyamuk demam berdarah dengue yaitu kegiatan

yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk penular demam

berdarah dengan cara 3 M. Adapun kegiatan PSN sendiri yaitu : menguras secara

teratur terus menerus seminggu sekali, mengganti air secara teratur tiap kurang

dari 1 minggu pada vas bunga, tempat minum burung, atau menaburkan abate ke

tempat penampungan air, menutup rapat-rapat tempat penampungan air,

mengubur/menyingkirkan kaleng- kaleng bekas, plastik, dan barang- barang

lainya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.

Adapun teknik terpadu dalam pengendalian populasi nyamuk dan jentik

yang melibatkan semua metode yang dianggap tepat. Metode tersebut yaitu

metode lingkungan/fisik, biologis, maupun kimiawi yang aman, hemat biaya serta

ramah lingkungan.

Keterangan:

Kimia : pembasmi larvasida dengan kimia dengan istilah Abatisasi

Fisik : Dengan 3M, yaitu : Menguras, Menutup, dan Mengubur.

Biologi : Memelihara ikan pemakan jentik

b. Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Pemberantasan Sarang

Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD)

Banyak faktor yang yang mempengaruhi pelaksanaan Pemberantasan

Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue, yaitu:

45

1) Sikap Hidup Bersih

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus/ obyek. (Notoatmodjo, 2003: 130). Dalam hal ini sikap

hidup bersih digambarkan pada seseorang yang rajin dan senang akan kebersihan ,

dan cepat tanggap dalam masalah maka akan melaksanakan PSN- DBD secara

teratur dan mengurangi resiko ketularan penyakit demam bedarah dengue.

Menurut Newcomb salah seorang ahli psikologi social menyatakan bahwa sikap

itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas.

Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

2) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)

Pemeriksaan jentik berkala (PJB) merupakan pemeriksaan tempat

penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti untuk

mengetahui adanya jentik nyamuk, yang dilakukan dirumah dan tempat umum

secara teratur setiap bulan sekali untuk mengetahui keadaan populasi jentik

nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue.(Depkes RI, 2002: 15).

Kegiatan ini dilakukan dirumah- rumah dan tempat- tempat umum untuk

memeriksa tempat penampungan air dan tempat yang menjadi perkembangbiakan

nyamuk aedes aegypti. Biasanya petugas selain melakukan pemeriksaan jentik

berkala juga sambil memberikan penyuluhan tentang pemberantasan sarang

nyamuk kepada masyarakat atau pengelola tempat- tempat umum. Kunjungan

yang berulang-ulang disertai penyuluhan tersebut diharapkan masyarakat dapat

46

termotivasi untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk secara teratur,

sehingga dapat mengurangi keberadaan jentik. Untuk pemantauan hasil

pelaksanaan pemeriksaan jentik berkala dilakukan secara teratur sekurang-

kurangnya 3 bulan dengan menggunakan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ)

yaitu: jumlah rumah atau bangunan yang negatip jentik dibagi jumlah rumah atau

bangunan yang diperiksa dikalikan 100%. Hasil pelaksaaan pemeriksaan jentik

berkala di RW/ dusun dipantau oleh lurah/kepala desa secara teratur, dengan

melakukan pemeriksaan jentik pada 30 rumah yang dipilih secra acak disetiap

RW/dusun. Hasil pemeriksaan jentik berkala pada setiap desa/kelurahan dipantau

oleh camat dengan menggunakan data hasil pemeriksaan jentik oleh petugas

puskesmas di 100 rumah tiap desa/kelurahan yang dipilih secara acak. Selanjutnya

hasil pelaksanaan pemeriksaan jentik berkala di rumah dan tempat- tempat umum

dipantau secara berjenjang oleh kepala wilayah/daerah tingkat II gubernur, kepala

daerah tingkat I dan tingkat pusat.

3) Macam Tempat Penampungan Air

Secara fisik macam tempat penampungan air dibedakan lagi berdasarkan

bahan tempat penampungan air (logam, plastik, porselin, fiberglass, semen,

tembikar, dan lain-lain), warna tempat penampungan air (putih, hijau, coklat, dan

lain-lain), volume tempat penampungan air (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101- 200

lt, dan lain-lain), letak tempat penampungan air (didalam rumah atau diluar

rumah), penutup tempat penampungan air (ada atau tidak ada), pencahayaan pada

tempat penampungan air (terang atau gelap) (Depkes RI, 2002).

47

Untuk meletakkan telurnya, nyamuk betina tertarik pada kontainer berair

yang berwarna gelap, terbuka, dan terutama yang terletak ditempat- tempat yang

terlindung dari sinar matahari. Telur diletakkan di dinding kontainer diatas

permukaan air, bila terkena air akan menetas menjadi larva/ jentik, setelah 5-10

hari larva menjadi pupa dan 2 hari kemudian menjadi nyamuk dewasa

memerlukan waktu 7-14 hari (Depkes RI, 2002).

4) Persediaan Air Bersih

Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,

masak, mencuci berbagai macam bahan, dan lain-lain. Menurut perhitungan WHO

di negara maju tiap orang memerlukan air antara 60- 120 lt per hari. Sedangkan di

negara-negara berkembang termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara

30- 60 lt perhari. Jika persediaan air berpipa tidak adekuat dan hanya keluar pada

jam – jam tertentu atau tekananya rendah, maka orang cenderung malas untuk

melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk, karena persediaan air bersih hanya

cukup untuk kebutuhan sehari- hari. Ada kebutuhan untuk menyimpan air dalam

berbagai jenis wadah. Hal ini akhirnya akan memperbanyak tempat

perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti karena sebagian besar wadah yang

digunakan memiliki ukuran yang besar dan berat yang tidak mudah dibuang atau

dibersihkan, misalnya: gentong air, ember besar. Dengan demikian, sangatlah

penting apabila persediaan air minum dialirkan dalam jumlah, mutu, dan

konsistensi yang layak untuk mengurangi keharusan dan penggunaan wadah

penyimpanan air yang dapat berfungsi sebagai habitat larva yang paling

produktif.

48

5) Pembuangan Sampah Padat

Sampah padat seperti kaleng, botol, ember, atau benda tidak terpakai

lainya yang berserakan di sekeliling rumah harus dibuang dan dikubur di tempat

penimbunan sampah. Barang- barang pabrik dan gudang yang tidak terpakai harus

disimpan dengan benar sampai saatnya dibuang. Peralatan rumah tangga dan

kebun (ember, mangkuk, dan alat penyiram tanaman) harus disimpan dalam

kondisi terbalik untuk mencegah tergenangnya air hujan. Demikian pula kano dan

perahu harus diletakkan pada posisi terbalik jika tidak digunakan. Sampah

tanaman (batok kelapa, pelepah kakao) harus dibuang dengan benar tanpa

menunda- nunda.

6) Tempat Perindukan yang bukan Tempat Penampungan Air

Tempat perindukan yang bukan tempat penampungan air adalah tempat –

tempat yang bisa menampung air, tetapi bukan untuk keperluan sehari – hari

(Depkes RI, 2002: 17), seperti: tempat minum hewan piaraan, barang – barang

bekas, vas bunga, perangkap semut, penampungan air dispenser, pot tanaman air,

dan barang yang memungkinkan air tergenang yang tidak beralaskan tanah.

7) Tempat minum hewan piaraan

Tempat minum hewan piaraan yang dimaksud adalah tempat – tempat

minum hewan piaraan yang dimiliki oleh responden yang berada di lingkungan

sekitar rumah baik di dalam rumah maupun di luar rumah, misalnya: tempat

minum burung, tempat minum ayam, dan hewan piaraan yang lain.

8) Barang-barang bekas

Barang-barang bekas yang dimaksud adalah barang-barang yang sudah

tidak terpakai yang dapat menampung air, yang berada di dalam maupun di luar

49

rumah responden (Depkes RI, 2002). Barang tersebut antara lain: kaleng, ban

bekas, botol, pecahan gelas, dan lain-lain.

9) Vas bunga

Vas bunga yang dimaksud adalah vas bunga yang berisi air yang terletak

di dalam rumah responden yang memungkinkan nyamuk aedes aegypti

berkembangbiak di dalam vas bunga tersebut.

10) Perangkap semut

Perangkap semut yang dimaksud adalah tempat perangkap semut yang

berisi air yang biasanya diletakkan dibawah kaki meja untuk menvegah semut –

semut naik keatas meja yang berisi makanan yang terletak di dalam rumah

responden.

11) Penampungan air dispenser

Penampungan air dispenser yang dimaksud adalah tempat penampungan

air yang menyatu dengan dispenser yang terletak dibawah alat yang digunakan

untuk mengalirkan air di dalam wadah / galon dispenser, letaknya di dalam rumah

responden

12) Pot tanaman air

Pot tanaman air yang dimaksud adalah pot – pot berisi air yang digunakan

sebagai media tanaman air untuk hidup, yang terletak di dalam maupun di luar

rumah responden.

c. Konsep Gerakan Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

Gerakan PSN-DBD adalah seluruh kegiatan masyarakat bersama

pemerintah yang dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah dan

50

menanggulangi penyakit DBD (Depkes RI, 2005). Tujuan gerakan PSN-DBD

adalah membina peran serta masyarakat dalam memberantas jentik nyamuk

penularnya, sehingga penularan penyakit DBD dapat di cegah/ dibatasi. Metode

yang di gunakan adalah pendekatan edukatif dan persuasif melalui berbagai

kegiatan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat. Sasaran penggerakan PSN-

DBD di desa/kelurahan adalah keluarga yaitu dilaksanakanya PSN-DBD di

rumah-rumah secara terus-menerus (Depkes RI, 2005), kegiatan rutin

penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan antara lain:

1) Kunjungan rumah berkala sekurang-kurangnya tiap 3 bulan (untuk

penyuluhan dan pemeriksaan jentik) oleh kader ditingkat RT/RW,kader

dasawisma atau tenaga lain sesuai kesepakatan masyarakat setempat.

2) Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan tokoh masyarakat, antara

lain di posyandu, tempat ibadah, dan dalam pertemuan-pertemuan warga

masyarakat.

3) Kerja bakti PSN-DBD dan kebersihan lingkungan secara berkala.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh

peneliti-peneliti terdahulu yang antara lain :

1. Penelitian Cahya Wibawa (2007) dengan Judul ”(Perbedaan Efektivitas

Metode Demontrasi dengan Pemutaran Video tentang Pemberantasan DBD

terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap anak SD di Kecamatan

Wedarijaksa Kabupaten Pati)”. Penelitian tersebut menghasilkan temuan

51

bahwa metode demontrasi lebih efektif dari pada pemutaran video untuk

meningkatkan pengetahuan dan perbaikan sikap anak SD di Kecamatan

Wedarijaksa Kabupaten Pati.

2. Penelitian Rita Wulandari (2008). Judul penelitian ”Hubungan antara

Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluarga Tentang Program PSN dengan

Keberadaan Larva Aedes Aegypti Di Kabupaten Sragen” Penelitian ini

menghasilkan temuan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

pengetahuan dan sikap KK tentang Program PSN dengan keberadaan Larva

Aedes Aegypti.

3. Penelitian Abdul Rochman (2004) dengan judul ” Hubungan Pengetahuan,

Sikap dan Praktik Ibu Rumah Tangga dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk

Demam Berdarah Dengue di Desa Plesungan Kecamatan Gondang Rejo

Kabupaten Karanganyar Tahun 2004”. Penelitian ini menghasilkan temuan

bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan sikap responden,

pengetahuan dengan praktik responden dan sikap dengan praktik responden

dalam PSN DBD di Desa Plesungan Kecamatan Gondang Rejo

52

C. Kerangka Berpikir

Pada penelitian ini kerangka berpikirnya dapat digambarkan sebagai

berikut :

Keterangan :

= diteliti

= tidak diteliti

Gambar 2.4. Kerangka Berpikir

Pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti

Kepala Keluarga

Faktor yang mempengaruhi perilaku :

1. Pengalaman pribadi 2. Kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting 3. Media massa 4. Institusi/lembaga pendidikan dan agama 5. Faktor emosi dalam diri individu. 6. Faktor predisposisi (predisposing faktors), pemungkin (enabling faktors)

dan penguat (reinforcing faktors).

Sikap pada anjuran pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti

Perilaku pemberantasan sarang nyamuk

Aedes Aegypti

53

Kepala Keluarga memiliki peran cukup penting dalam upaya

pemberantasan nyamuk DBD melalui 3M (menguras, menutup, mengubur). Untuk

itu harus didukung dengan pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk

Aedes Aegypti agar memiliki sikap yang mendukung terhadap anjuran untuk

melaksanakan gerakan 3M. Melalui sikap mendukung pada anjuran

pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti diharapkan dapat terwujud tindakan

nyata dalam 3M. Hal ini sesuai konsep perilaku yang dikenal K-A-P (knowledge-

attitude-practice).

Meskipun secara konsep demikian, pada kenyataannya seseorang yang

telah memiliki pengetahuan baik dan sikap mendukung, tetapi tidak melakukan

3M. Hal ini terjadi karena pada dasarnya perilaku dipengaruhi banyak faktor

seperti pengalaman pribadi, kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap

penting, media massa, institusi/lembaga pendidikan dan agama, faktor emosi

dalam diri individu dan faktor predisposisi (predisposing faktors), pemungkin

(enabling faktors) dan penguat (reinforcing faktors).

D. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk

Aedes Aegypti.

2. Ada hubungan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes

Aegypti.

3. Ada hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang

nyamuk Aedes Aegypti.

54

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ditinjau dari desain yang digunakan termasuk penelitian korelasional (correlational study)

dengan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian ini menghubungkan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang

pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (Idependent Variabel)

a. Pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti.

b. Sikap tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti.

2. Variabel terikat (Dependent Variabel)

Perilaku tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti.

C. Definisi Operasional Variabel

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui kepala keluarga tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes

Aegypty.

Indikator : pengertian, tujuan, manfaat, cara dan keuntungan serta kerugian.

Alat ukur : Tes, jawaban benar diberi skor 1 dan salah skor 0.

Skala pengukuran : Interval.

2. Sikap

Sikap tentang pemberantasan sarang yamuk Aedes aegypti adalah respon psikologis sebagai bentuk

kecenderungan untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti.

Indikator: pernyataan setuju, ragu-ragu, tidak setuju, terhadap tujuan, manfaat, cara, keuntungan, kerugian. Alat ukur yang

digunakan kuesioner skala likert dengan pilihan untuk pernyataan positif : - Setuju = 3- Ragu = 2- Tidak setuju = 1

Pernyataan negatif:- Setuju = 1- Ragu = 2- Tidak setuju = 3.

Skala pengukuran dinyatakan interval.

3. Perilaku

55

Perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti adalah perilaku nyata dalam memberantas sarang nyamuk

Aedes aegypti.

Indikator : melakukan atau tidak melakukan 3M (menguras, menutup, mengubur) minimal satu minggu sekali.

Alat ukur diukur dengan cara observasi dengan hasil penilaian Ya artinya melakukan 3M dibuktikan dengan

tidak ditemukannya jentik pada kontainer = 1 dan Tidak artinya artinya tidak melakukan 3M dibuktikan dengan

ditemukannya satu atau lebih dari satu jentik pada kontainer = 0.

Skala pengukuran dinyatakan dalam skala interval.

A. D. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian direncanakan di Desa Balesono Kecamatan

Ngunut Kabupaten Tulungagung.

2. Waktu Penelitian

Penelitian direncanakan mulai bulan Pebuari 2010 sampai dengan Mei

2010.

B. E. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi Penelitian:

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua Kepala

Keluarga yang ada di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten

Tulungagung sebanyak 660 kepala keluarga. Namun demikian dalam

Penentuan populasi juga memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria inklusi adalah:

a. Kepala keluarga yang bisa membaca dan menulis.

b. Kepala keluarga yang bersedia menjadi responden.

c. Kepala keluarga yang memiliki rumah atau sebagai penanggungjawab

menempati rumah.

56

Kriteria eksklusi

a. Kepala keluarga yang sedang tidak ada di rumah pada saat pengambilan data.

b. Kepala keluarga yang sedang berhalangan atau sakit sehingga tidak dapat

mengikuti penelitian.

2. Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah sebagian dari

Kepala Keluarga yang ada di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten

Tulungagung. Besar sampel ditentukan menurut rumus besar sampel

sebagai berikut :

Keterangan :

N = besar populasi

n = Besar sample

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang

diinginkan

Sesuai dengan rumus tersebut didapatkan besar sampel :

N n =

1 .+ N 0,05

660 n =

1 .+ 660

N

n =

57

n = 165 responden

Sesuai dengan rumus diatas maka sampel penelitian sebanyak 165

responden.

3. Tehnik Sampling

Tehnik sampling adalah prosedur yang telah ditentukan harus diikuti

teknik pengambilan sampel. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara

proportional random sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang secara

teoritis semua anggota dalam populasi mempunyai probabilitas atau

kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Teknik random yang

dipilih adalah acak tradisional dengan langkah :

a. Menentukan semua anggota populasi yang ada, dalam hal ini pupolasi yang

ada di Desa Balesono di Dusun Balekambang, Sanan Wetan dan Sanan

Kulon yang memenuhi kriteria inklusi.

b. Mendaftar semua anggota dalam populasi yang ada di Dusun Balekambang

:200 KK, Dusun Sanan Wetan : 220 KK, Dusun Sanan Kulon 240 KK.

c. Menghitung proportional dan besar sampel masing-masing Dusun dengan

cara :

Dusun Balekambang = 200 KK / 660 x 100% = 30,3% x 165 = 50

responden

Dusun Sanan Wetan = 220 KK / 660 x 100% = 30,3% x 165 = 55

responden

58

Dusun Sanan Kulon = 240 KK / 660 x 100% = 30,3% x 165 = 60

responden

Total sampel = 50 + 55 + 60 = 165 responden

d. Memasukkan dalam kotak yang telah diberi lubang penarikan.

e. Kocok kotak dan mengeluarkan lewat lubang pengeluaran.

f. Nomor anggota yang keluar ditunjuk sebagai sampel penelitian.

g. Melakukan terus sampai jumlah yang diinginkan tercapai.

C. F. Teknik Pengumpulan Data

1. Proses Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek

dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu

penelitian. Proses pengumpulan data dimulai dari pengajuan ijin kepada

Ketua Prodi Profesi Pendidikan Kedokteran UNS, dilanjutkan kepada

Kepala Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung dan

kepada responden. Selanjutnya responden mengisi kuesioner.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang di pakai dalam penelitian ini adalah kuesioner yaitu

suatu alat penggumpul informasi dengan cara mengumpulkan sejumlah

pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis pula oleh responden.

Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup

59

(Closed ended) jenis Multiple choise yang menyediakan beberapa jawaban

dan responden hanya memilih satu jawaban yang sesuai dengan

pendapatnya. Jenis pertanyaan yang digunakan yaitu pertanyaan mengenai

fakta dan pertanyaan – pertanyaan informatif yang sifatnya tertutup untuk

menilai Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan

Sarang Nyamuk Aedes Aegypti pada Kepala Keluarga. Urutan pertanyaan

yang dipergunakan yaitu pertanyaan tentang Karakteristik responden (data

umum) sebanyak 4 pertanyaan, pertanyaan pengetahuan kepala keluarga

tentang pemberantasan sarang nyamuk sebanyak 15 pertanyaan, pertanyaan

tentang sikap kepala keluarga tentang pemberantasan sarang nyamuk 15

pernyataan.

3. Pengumpulan data perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti

dilakukan di rumah responden dengan cara observasi di tempat penampungan

air (container) untuk melihat ada atau tidak ada jentik di setiap container.

Hasil observasi dikategorikan :

a. Ya : artinya rumah yang diobservasi sudah melakukan 3M, dibuktikan dengan

tidak ditemukan jentik di setiap kontainer (Negatip jentik)

b. Tidak : artinya sudah satu minggu atau lebih rumah yang diobservasi tidak

melakukan 3M, dibuktikan dengan ditemukannya satu atau lebih jentik

nyamuk pada container (Positip jentik).

4. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum melaksanakan penelitian, kuesioner dilakukan uji validitas

dan reliabilitas. Uji coba dilakukan terhadap 30 kepala keluarga yang memiliki

60

karakteristik sama dengan responden. Pengukuran validitas dimaksudkan

untuk mengetahui seberapa tinggi alat ukur tersebut mampu mengukur apa

yang hendak diukur. Validitas dimaksud adalah validitas isi dengan maksud

untuk mengetahui pertanyaan yang dibuat apakah relevan dengan materi

pokok dalam penelitian. Dengan demikian pengujian validitas dilakukan

terhadap setiap butir test (skor faktor) dengan skor total.

Rumus yang digunakan Pearson Product Moment yaitu :

n å xy - åx åy

r =

[ åx2 – (åx)2 ]2 - [ åy2 – (åy)2 ]2

Keterangan :

r = koefisien korelasi

x = variabel bebas (skor faktor)

y = variabel terikat (skor total)

n = jumlah sampel

Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui ketetapan alat

ukur dalam mengukur apa yang hendak diukur. Jadi uji ini untuk

mengetahui seberapa jauh alat ukur memberikan hasil yang relatif sama

bila dilakukan pengukuran kembali terhadap gejala yang sama. Uji

reliabilitas dilakukan dengan menggunakan internal consistency yaitu

salah satu cara untuk menguji sampai sejauh mana pengukuran memberi

hasil relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap

61

subjek yang sama. Rumusnya adalah koefisien reabilitas alpha cornbach

sebagai berikut :

K åSi2

ri = 1 -

(K-1) åSt2

Dimana :

ri = koefisien reliabilitas yang dicari

K = Mean kuadrat antara subjek

åSi2 = mean kuadrat kesalahan

St2 = varian total

5. Hasil uji validitas

Pengambilan keputusan bahwa suatu butir soal valid atau tidak,

ditentukan oleh perbandingan antara harga r hitung dengan r tabel dimana harga

r table diperoleh dari daftar r kritis dengan taraf signifikan 5% pada derajad

bebas (db) = n-2. Berdasarkan harga r tabel 5% dan db = 30-2 = 28 diperoleh

harga r tabel = 0,374. Pengambilan keputusan dirumuskan sebagai berikut :

- Jika r hitung positif dan > r tabel maka butir tersebut valid.

- Jika r hitung tidak positif dan < r tabel maka butir tersebut tidak valid.

a. Uji Validitas Pengetahuan

62

Hasil Uji Validitas Kuesioner untuk pengetahuan dapat dilihat pada

tabel 3.1 dibawah.

Tabel 3.1. Ringkasan Hasil Pengujian Validitas Pengetahuan Pemberantasan

Sarang Nyamuk

No Soal r item

No.1 0,586

No.2 0,570

No.3 0,608

No.4 0,576

No.5 0,651

No.6 0,672

No.7 0,617

No.8 0,587

No.9 0,672

No.10 0,586

No.11 0,592

No.12 0,608

No.13 0,668

No.14 0,586

No.15 0,570

63

Berdasarkan tabel 1. diatas diketahui dari 15 pertanyaan didapatkan

semua item memiliki r hitung lebih besar dari 0,374 sehingga dapat

dikatakan bahwa semua item valid.

b. Uji Validitas Sikap

Hasil Uji Validitas Kuesioner untuk sikap dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Ringkasan Hasil Pengujian Validitas Sikap Pemberantasan Sarang

Nyamuk

No Soal r item

No.1 0,508

No.2 0,746

No.3 0,656

No.4 0,753

No.5 -0,051

No.6 0,753

No.7 0,746

No.8 0,334

64

N0.9 0,511

No.10 0,695

No.11 0,551

No.12 0,511

No.13 0,775

No.14 0,656

No.15 0,753

Berdasarkan tabel 2. diatas diketahui dari 15 pertanyaan didapatkan

nilai r tabel (Corrected Item-Total Correlation) yang lebih dari 0,374 ada 13

yaitu item pernyataan nomor 1,2,3,4,6,7,9,10,11,12,13,14,15 maka kedua

butir test yang tidak valid yaitu 5 dan 8 di drop out.

c. Uji Validitas Perilaku

Hasil Uji Validitas Kuesioner untuk perilaku dapat dilihat pada tabel

3.3.

Tabel 3.3 Ringkasan Hasil Pengujian Validitas Perilaku Pemberantasan Sarang

Nyamuk

65

No Soal r item

No.1 0,711

No.2 0,665

No.3 0,696

No.4 0,639

No.5 0,814

No.6 0,475

No.7 0,673

No.8 0,742

No.9 0,616

No.10 0,568

Berdasarkan tabel 3. diatas diketahui dari 10 pertanyaan didapatkan

semua item memiliki r hitung lebih besar dari 0,374 sehingga dapat

dikatakan bahwa semua item valid.

6. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan setelah semua butir soal dinyatakan valid.

Cara pengambilan keputusan :

- Jika r Alpha positif dan > r tabel maka reliable.

- Jika r Alpha negative atau r Alpha < r tabel maka tidak reliable.

Hasil uji reliabilitas kuesioner sikap dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

66

a. Pengetahuan

Hasil uji reliabilitas dengan metode “one shot method” didapatkan

data sebagai berikut :

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Pengetahuan tentang Pemberantasan Sarang

Nyamuk

Cronbach's Alpha N of Items

,912 15

Berdasarkan tabel 4. diatas diketahui nilai Alpha Cronbach's sebesar

0,912 > 0,700 maka dikatakan bahwa kuesioner sikap reliable.

b. Sikap Pemberantasan Sarang Nyamuk

Hasil uji reliabilitas kuesioner sikap adalah sebagai berikut.

Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Sikap Pemberantasan Sarang Nyamuk

Cronbach's Alpha N of Items

,905 15

Berdasarkan tabel 5. diatas diketahui nilai Alpha Cronbach's sebesar

0,905 > 0,700 maka dikatakan bahwa kuesioner persepsi reliable.

c. Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk

67

Hasil uji reliabilitas kuesioner perilaku adalah sebagai berikut.

Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Perilaku Pemberantasan Sarang

Nyamuk

Cronbach's Alpha N of Items

,905 10

Berdasarkan tabel 6. diatas diketahui nilai Alpha Cronbach's sebesar

0,905 > 0,700 maka dikatakan bahwa kuesioner persepsi reliable.

D. G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

1. Memeriksa (Editing)

Editing merupakan proses edisi yang diperlukan sebagai

persiapan guna mengorganisir data. Yang dimaksud editing adalah mengkaji

dan meneliti data yang terkumpul apakah sudah baik dan dapat dipersiapkan

untuk proses berikutnya.

2. Memberi Tanda Kode (Coding)

Coding merupakan upaya mengidentifikasi jenis jawaban atau fakta

yang memiliki karakteristik yang sama dan menyusunnya ke dalam

kelompok atau kelas yang dinamakan klasifikasi. Tanda kode untuk

memberi kode pada variabel penelitian. Adapun dalam penelitian ini adalah :

a. Pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti :

Benar = 1

Salah = 0

68

b. Sikap tentang pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti :

Pernyataan Positip:

Setuju : 3

Ragu : 2

Tidak setuju : 1

Pernyataan Negatip:

Setuju : 1

Ragu : 2

Tidak setuju : 3

c. Perilaku pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti :

Ya : 1 melakukan

Tidak : 0 tidak melakukan

3. Tabulating Data dan Diagram

Tabulating adalah penyusunan data dalam bentuk tabel dengan tujuan

mengatur observasi/individu sedemikian rupa sehingga observasi/individu

yang sama dikumpulkan, dan frekuensi pemunculannya dalam kelompok

dapat diamati.

Tabulasi data ini dilakukan setelah semua masalah editing dan coding

selesai dan tidak ada lagi permasalahan yang timbul. Dalam penelitian ini

penyajian data dalam bentuk tabel dilakukan terhadap variabel pengetahuan,

sikap, perilaku, hubungan pengetahuan dengan perilaku pemberantasan

Sarang nyamuk Aedes Aegypti dan hubungan sikap dengan perilaku

pemberantasan Sarang nyamuk Aedes Aegypti.

69

Adapun untuk data umum meliputi karakteristik responden

berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, informasi dan sumber informasi.

E. H. Teknik Analisis Data

Proses analisis data diawali dengan menentukan skala data pada variabel

pengetahuan, sikap dan perilaku. Skala data pengetahuan adalah Interval, sikap

adalah Interval dan perilaku juga Interval, maka uji statistik yang digunakan

adalah Regresi linier ganda. Perhitungan ini mensyaratkan bahwa data yang diuji

harus berskala interval atau rasio dan berdistribusi normal (dibuktikan dengan uji

kolmogorof Smirnof).

70

BAB 1V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitan

1. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden yang terpilih sebagai sampel penelitian merupakan

kepala keluarga yang ada di Desa Balesono Puskesmas Balesono Kecamatan

Ngunut Kabupaten Tulungagung sebanyak 165 KK sesuai dengan kriteria

inklusi dalam penelitian yaitu kepala keluarga yang bisa membaca dan

menulis, bersedia menjadi responden dan memiliki rumah atau sebagai

penanggungjawab menempati rumah. Karakteristik umum responden

meliputi umur, pendidikan, informasi dan sumber informasi tentang

pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti pada kepala keluarga yang

pernah didapat.

1. Umur

1; 0,6%48; 29,1%

66; 40,0%

35; 21,2%

15; 9,1%

< 20 tahun

20-35 tahun

36-45 tahun

46-55 tahun

>55 tahun

Gambar 4.1 Diagram Pie Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

71

Berdasarkan gambar 4.1 dapat digambarkan menurut umur,

responden terbanyak berumur 36-45 tahun yaitu ada 66 responden (40%)

dari total 165 responden.

2. Pendidikan

30; 18,2%

48; 29,1%60; 36,4%

27; 16,4%

SD

SMP

SMA

PT

Gambar 4.2 Diagram Pie Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan gambar 4.2 dapat diketahui pendidikan responden

terbanyak adalah SMA yaitu 60 responden (36,4%) dari total 165 responden.

3. Informasi tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti

0; 0,0%

165; 100,0%

Tidak Pernah

Pernah

Gambar 4.3 Diagram Pie Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi

72

Berdasarkan gambar 4.3 dapat diketahui semua responden pernah

mendapatkan informasi tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes

aegypti yaitu 165 responden (100%) dari total 165 responden.

4. Sumber Informasi tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti

144; 87,3%

18; 10,9% 3; 1,8%Petugas kesehatan

TV/Radio/Internet

Buku/Majalah/Koran

Gambar 4.4 Diagram Pie Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber

Informasi tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes aegypti

Berdasarkan gambar 4.4 dapat diketahui hampir seluruh responden

mendapatkan informasi tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes

aegypti dari petugas kesehatan yaitu ada 144 responden (87,3%) dari total

165 responden.

2. Deskripsi Hasil Penelitian

d. Pengetahuan tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti

73

Tabel 4.1 Deskripsi Pengetahuan tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk

Aedes Aegypti

No. Jenis Olahan Data Statistik

1 Range 10

2 Sebaran 6-15

3 Mean 10,87

4 SD 2,232

Berdasarkan tabel 4.1 di atas diketahui nilai terendah 6 dan tertinggi 15

dengan rata-rata 10,87. Artinya rata-rata nilai pengetahuan berada diatas nilai

tengah, hal ini berarti pengetahuan responden berada pada kategori cukup.

Adapun frekuensi pemunculan masing-masing nilai dapat dilihat pada gambar

di bawah ini.

2

136

14 1321

49

31

14

20

10

20

30

40

50

60

Nilai 6 Nilai 7 Nilai 8 Nilai 9 Nilai10

Nilai11

Nilai12

Nilai13

Nilai14

Nilai15

Gambar 4.5 Diagram Garis Deskripsi Pengetahuan tentang Pemberantasan

Sarang Nyamuk Aedes Aegypti

74

e. Sikap tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti

Tabel 4.2 Deskripsi Sikap Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti

No. Jenis Olahan Data Statistik

1 Range 26

2 Sebaran 13-39

3 Mean 31,6

4 SD 8,764

Berdasarkan tabel 4.2 di atas diketahui nilai terendah 13 dan tertinggi

39 dengan rata-rata 31,6. Nilai rata-rata mendekati nilai tertinggi, hal ini

berarti rata-rata sikap responden sudah baik. Frekuensi pemunculan masing-

masing nilai dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

4 7 6 3 3 2 0 1 0 0 1 4 3

194 4 2 1 0 2 5 3 6 4 7 7

67

01020304050607080

Nilai 1

3

Nilai 1

5

Nilai 1

7

Nilai 1

9

Nilai 2

1

Nilai 2

3

Nilai 2

5

Nilai 2

7

Nilai 2

9

Nilai 3

1

Nilai 3

3

Nilai 3

5

Nilai 3

7

Nilai 3

9

Gambar 4.6 Diagram Garis Deskripsi Sikap tentang Pemberantasan Sarang

Nyamuk Aedes Aegypti

75

f. Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk

Tabel 4.3 Deskripsi Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti

No. Jenis Olahan Data Statistik

1 Range 62

2 Sebaran

38-

100%

3 Mean 82,88%

4 SD 17,116

Berdasarkan tabel 4.3 di atas diketahui prosentase terendah 38 dan

prosentase tertinggi 100 dengan prosentase rata-rata 82,88. Prosentase rata-

rata mendekati prosentase maksimal, berarti perilaku responden berada pada

kategori baik. Frekuensi pemunculan masing-masing nilai dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

18 4

131 5 2 2 1 2

42

3 7 5 4 8

57

0102030405060

Nilai 3

8

Nilai 4

0

Nilai 5

0

Nilai 6

0

Nilai 6

3

Nilai 6

7

Nilai 7

0

Nilai 7

1

Nilai 7

5

Nilai 7

8

Nilai 8

0

Nilai 8

3

Nilai 8

6

Nilai 8

8

Nilai 8

9

Nilai 9

0

Nilai 1

00

76

Gambar 4.7 Diagram Garis Deskripsi Perilaku tentang Pemberantasan

Sarang Nyamuk Aedes Aegypti

B. Analisis Data

1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk

30 40 50 60 70 80 90 100

Perilaku

4

6

8

10

12

14

16

Pen

geta

huan

R Sq Linear = 0.449

Gambar 4.8 Scatter Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pemberantasan

Sarang Nyamuk Aedes aegypti

Berdasarkan gambar 4.8 dapat dilihat semakin tinggi skor pengetahuan

maka semakin tinggi pula skor perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes

aegypti.

77

Tabel 4.4 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pemberantasan Sarang

Nyamuk Aedes aegypti

Variabel Pearson

Correlation

p

Pengetahuan

Perilaku 3M

0,670 0,000

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui ada hubungan antara pengetahuan

dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas

Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000). Arah hubungan positif dan kuat

(Correlation Coeficient = +0,670), artinya semakin baik pengetahuan maka

perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti pada kepala keluarga di

Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung Tahun 2010 juga

semakin dilakukan.

2. Hubungan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk

30 40 50 60 70 80 90 100

Perilaku

10

15

20

25

30

35

40

Sika

p

R Sq Linear = 0.436

78

Gambar 4.9 Scatter Hubungan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang

Nyamuk Aedes aegypti

Berdasarkan gambar 4.9 dapat dilihat semakin tinggi skor sikap maka

semakin tinggi pula skor perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes

aegypti.

Tabel 4.5 Hubungan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk

Aedes aegypti

Variabel Pearson

Correlation

p

Sikap

Perilaku 3M

0,660 0,000

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui ada hubungan sikap dengan perilaku

pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas Balesono

Kabupaten Tulungagung (p=0,000). Arah hubungan positif dan kuat

(Correlation Coeficient = +0,660), artinya semakin baik sikap maka perilaku

pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti pada kepala keluarga di Desa

Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung Tahun 2010 juga

semakin dilakukan.

3. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang

Nyamuk

79

Tabel 4.6 Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan

Sarang Nyamuk Aedes aegypti

Hasil Test Regresi Linier

No. Variabel B

R

square

1

2

3

Konstanta

Pengetahuan

Sikap

27,128

3,068

0,709

0,508

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui ada hubungan antara pengetahuan dan

sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono

Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000) dengan persamaan Y

= 27,128 + 3,068X1 + 0,709X2.

C. Pembahasan

1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk

Aedes aegypti

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui ada hubungan antara pengetahuan

dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas

Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000). Arah hubungan positif dan

80

kuat (Correlation Coeficient = +0,670), artinya semakin baik pengetahuan

maka perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti pada kepala

keluarga di Desa Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung

Tahun 2010 juga semakin dilakukan.

Menurut (Notoadmodjo, 2003) pengetahuan merupakan hasil dari

tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu obyek

tertentu. Pengetahuan merupakan faktor pendahulu bagi terwujudnya

perilaku seseorang sesuai dengan konsep K-A-P (knowledge-attitude-

practice) (Notoatmodjo, 2003 : 131). Selain itu juga sesuai Green bahwa

perilaku ditentukan oleh faktor predisposisi antara lain pengetahuan

disamping tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

Jika dari hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara

pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk, maka hasil

penelitian ini sesuai dengan konsep perilaku yang telah dikemukakan oleh

para ahli perilaku sebelumnya baik Notoatmdjo maupun Green. Secara

kronologis dapat dijelaskan melalui pengetahuan yang dimiliki tentang

penyakit demam berdarah, cara pemberantasan yang harus dilakukan dengan

3 M (menguras, menutup dan mengubur) tempat air maka responden

cenderung memiliki keinginan untuk melaksanakan 3M. Keinginan ini

timbul dilatarbelakangi oleh keinginannya untuk tidak terjangkit demam

berdarah. Jika dilihat tingkat hubungannya termasuk kategori kuat, artinya

81

pengetahuan menjadi faktor pendahulu perilaku 3M yang perlu

diperhitungkan jika ingin merubah perilaku masyarakat (kepala keluarga)

agar mau melaksanakan 3M. Namun demikian jika dilihat kekuatan

hubungan masih sebesar 0,670 dari nilai tertinggi 1,000. Hal ini

menunjukkan masih ada faktor lain yang berpengaruh terhadap perilaku

seperti sikap, persepsi, niat untuk bertindak, kebiasaan, sosial budaya

masyarakat, dukungan tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah desa,

petugas kesehatan dan faktor lainya yang tidak dapat dijelaskan melalui

penelitian ini. Namun demikian jika dilihat arah hubungan sudah termasuk

positif, artinya semakin baik pengetahuan tentang pemberantasan sarang

nyamuk maka perilaku pemberantasan sarang nyamuk juga semakin

dilakukan. Jadi peningkatan pengetahuan diperlukan dalam rangka

meningkatkan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti.

2. Hubungan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes

aegypti

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui ada hubungan sikap dengan perilaku

pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas Balesono

Kabupaten Tulungagung (p=0,000). Arah hubungan positif dan kuat

(Correlation Coeficient = +0,660), artinya semakin baik sikap maka perilaku

pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti pada kepala keluarga di Desa

Balesono Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung Tahun 2010 juga

semakin dilakukan.

82

Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung

atau memihak (favorable) ataupun perasaan tidak mendukung (unfavorable)

terhadap objek tersebut. Formulasi menurut Thrustone mengatakan bahwa

sikap adalah derajad afek positif atau afek negatif yang dikaitkan dengan

suatu objek psikologis (Azwar, 2008 ). Sikap mempengaruhi perilaku

seseorang. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2003 : 131) yang

menjelaskan bahwa perilaku terbentuk dengan didahului oleh faktor sikap

seperti dalam konsep K-A-P (knowledge-attitude-practice).

Jika didapatkan hubungan antara sikap dengan perilaku

pemberantasan sarang nyamuk, maka hasil penelitian ini juga sesuai dengan

konsep perilaku yang dikemukakan Notoatmodjo. Secara kronologis dapat

dijelaskan dengan memiliki sikap positif atau mendukung (favourable) maka

seseorang di dalam dirinya sudah ada niatan positif untuk berbuat sesuatu

sesuai dengan obyek sikapnya. Dalam hal ini jika seseorang telah memiliki

sikap positif terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedesa aegypti maka

di dalam diri orang tersebut sudah terbersit niat untuk melaksanakan

pemberantasan sarang nyamuk Aedesa aegypti. Jika niat yang ada ini

didukung oleh situasi yang memungkinkan, misalnya tidak ada kesibukan,

tidak sulit mendapatkan air bersih, maka seseorang juga dengan mudah

melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk Aedesa aegypti dengan cara

menguras bak air, menutup tempat penampungan air, mengubur kaleng

bekas danlainnya.

83

Jika dilihat tingkat hubungannya termasuk kategori kuat, artinya

sikap menjadi faktor pendahulu perilaku 3M yang perlu diperhitungkan jika

ingin merubah perilaku masyarakat (kepala keluarga) agar mau

melaksanakan 3M. Namun demikian jika dilihat kekuatan hubungan masih

sebesar 0,660 dari nilai tertinggi 1,000. Hal ini menunjukkan masih ada

faktor lain yang berpengaruh terhadap perilaku seperti persepsi, niat untuk

bertindak, kebiasaan, sosial budaya masyarakat, dukungan tokoh

masyarakat, tokoh agama, pemerintah desa, petugas kesehatan dan faktor

lainya yang tidak dapat dijelaskan melalui penelitian ini. Namun demikian

jika dilihat arah hubungan sudah termasuk positif, artinya semakin tinggi

skor sikap tentang pemberantasan sarang nyamuk maka semakin tinggi pula

skor perilaku pemberantasan sarang nyamuk. Jadi peningkatan sikap

diperlukan dalam rangka meningkatkan perilaku pemberantasan sarang

nyamuk Aedes aegypti.

Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Wulandari (2008). Judul penelitian ”Hubungan antara Pengetahuan dan

Sikap Kepala Keluarga Tentang Program PSN dengan Keberadaan Larva

Aedes Aegypti Di Kabupaten Sragen” Penelitian ini menghasilkan temuan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap KK

tentang Program PSN dengan keberadaan Larva Aedes Aegypti.

84

3. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pemberantasan Sarang

Nyamuk Aedes aegypti

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui ada hubungan antara pengetahuan

dan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa Balesono

Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000) dengan persamaan

Y = 27,128 + 3,068X1 + 0,709X2.

Seperti penjelasan sebelumnya pengetahuan merupakan hasil dari

tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu obyek

tertentu (Notoadmodjo, 2003). Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah

perasaan mendukung atau memihak (favorable) ataupun perasaan tidak

mendukung (unfavorable) terhadap objek tersebut. Formulasi menurut

Thrustone mengatakan bahwa sikap adalah derajad afek positif atau afek

negatif yang dikaitkan dengan suatu objek psikologis (Azwar, 2008 ).

Pengetahuan dan sikap mempengaruhi perilaku. Hal ini sesuai dengan

konsep K-A-P (knowledge-attitude-practice) yang artinya sebelum terbentuk

perilaku harus didahului oleh sikap, sementara sikap yang terbentuk juga

didasari oleh pengetahuan.

Jika didapatkan ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan

perilaku pemberantasan sarang nyamuk, maka hasil penelitian ini sesuai

dengan konsep perilaku yang dikemukakan Notoatmodjo diatas. Dalam hal

ini dapat dijelaskan dengan pengetahuan yang dimiliki maka seseorang

memiliki pertimbangan yang matang untuk menentukan perilaku. Pada tahap

85

selanjutnya akan dapat menentukan sikap sesuai dengan pertimbangan

pengetahuan yang dimilikinya.

Dalam hal ini fungsi sikap adalah sebagai pendorong timbulnya

minat. Sikap seseorang akan mempengaruhi minat dan mendorong untuk

melaksanakan sesuatu. Dibalik kecenderungan yang positif ini sebenarnya

tidak semua orang yang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik akan

terwujud dalam bentuk perilaku nyata. Hal ini disebabkan banyak faktor

yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Menurut Muhyadi sikap

dipengaruhi tiga faktor, yaitu: 1) orang yang membentuk sikap itu sendiri

khususnya kondisi intern (kebutuhan, kelelahan, sikap, minat, motivasi,

harapan, pengalaman masa lalu dan kepribadian), 2) stimulus berupa obyek

maupun peristiwa (benda, orang, proses dan lainnya), 3) stimulus dimana

pembentukan sikap itu terjadi baik tempat, waktu maupun suasana (sedih,

gembira). Melalui sikap yang benar tentang pemberantasan sarang nyamuk

maka kepala keluarga termotivasi untuk melaksanakan 3M.

R square sebesar 0,508 artinya bahwa 50,8% perilaku 3M

dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan sikap. Sedangkan 49,2% (100-

50,8%) karena faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam persamaan

regresi tersebut. Faktor lain bisa berupa pengalaman pribadi, kebudayaan,

pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi/lembaga

pendidikan dan agama, faktor emosi dalam diri individu dan faktor

predisposisi (predisposing faktors), pemungkin (enabling faktors) dan

penguat (reinforcing faktors).

86

Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Rochman (2004) dengan judul ”Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Praktik

Ibu Rumah Tangga dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah

Dengue (PSN-DBD) di Desa Plesungan Kecamatan Gondang Rejo

Kabupaten Karanganyar Tahun 2004”. Penelitian ini menghasilkan temuan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap

responden, pengetahuan dengan praktik responden dan sikap dengan praktik

responden dalam PSN DBD di Desa Plesungan Kecamatan Gondang rejo.

D. Keterbatasan Penelitian

Penilaian variabel pengetahuan dilakukan hanya satu kali

pengukuran. Hal ini memberikan hasil yang kurang valid mengingat perilaku

3M dapat berubah setiap saat sehingga ada unsur kebetulan yakni ketika

dilakukan penilaian kebetulan sedang melakukan 3 M atau sedang tidak

melakukan 3M.

87

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4. Kesimpulan

i. Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di

Desa Balesono Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000),

positif dan kuat (Correlation Coeficient = +0,670).

ii. Ada hubungan sikap dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk di Desa

Balesono Puskesmas Balesono Kabupaten Tulungagung (p=0,000), positif dan

kuat (Correlation Coeficient = +0,660).

iii. Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku pemberantasan

sarang nyamuk di Desa Balesono Puskesmas Balesono Kabupaten

Tulungagung (p = 000) dengan Y = 27,128 + 3,068X1 + 0,709X2.

5. Implikasi

i. Hasil penelitian ini memberikan bukti ilmiah tentang pentingnya peningkatan

pengetahuan dan sikap tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti

dalam rangka merubah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat untuk

melaksanaan 3M. Hal ini membawa pesan jika ingin meningkatkan cakupan

angka bebas jentik menjadi 95% (batas aman dari penularan DBD) maka salah

satu metode yang harus ditempuh adalah melalui penyuluhan untuk

meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang 3M.

88

ii. Perlu pendekatan holistic kedokteran keluarga yakni merubah pengetahuan,

sikap dan perilaku seseorang secara personal, dimana melalui pendekatan

personal ini akan memberikan hasil lebih efektif untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan perilaku. Pada akhirnya perilaku 3M dapat terwujud.

iii. Bagi praktisi kedokteran keluarga perlu menyadari bahwa merubah perilaku

pemberantasan sarang nyamuk aedes aegypti secara rutin dan berkala paling

tidak seminggu sekali tidak hanya cukup kepada tingkat masyarakat tetapi

juga pada tingkat individu khususnya kepala keluarga.

6. Saran

1. Bagi Kepala Keluarga

Diharapkan kepala keluarga menjadi motor penggerak kegiatan

pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dalam keluarganya masing-masing

sesuai program Jum’at Bersih atau kegiatan lain yang berorientasi 3M.

2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan agar institusi pelayanan kesehatan melaksanakan kegiatan

pemeriksaan jentik secara berkala dengan menjalin kerja sama dengan kader

kesehatan dari program Desa Siaga.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan agar pihak pendidikan ikut serta dalam rangka

peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku 3M melalui kegiatan penyuluhan

kelompok atau individu atau penyebaran artikel tentang penyakit demam

berdarah dan pemberantasannya.

89

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Munawar Sholeh. 2007. Psikologi Perkembangan. Jakarta :

Rineka Cipta. Hal : 123 – 125

Apriadji, 1996, Informasi dan teknologi. http //id.wikipedia.org/wiki/

informasi.diakses tanggal 22 Januari 2010. jam 24.00 wib

Azwar, S. 2008. Seri Psikologi, Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya.

Yogyakarta : Liberty. Hal : 5, 31, 87, 107

Depkes R.I. 2002. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M). Jakarta : Ditjen

P2M-PPLP.Hal : 3 - 21

Depkes, 2004. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M). Jakarta : Ditjen P2M-

PPLP. Hal : 12 - 18

Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di

Indonesia. Jakarta : Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan.Hal : 3, 4, 22, 64

90

Dinkes Jatim. 2007. Buku Panduan PSN-DBD Bagi Kader Kesehatan : Subdin P2

Dinkes Propinsi Jawa Timur. Hal : 27 - 35

Irmayanti. 2010. Pengetahuan. http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan".

Diakses tanggal 22 Januari 2010. Jam : 22.00 wib

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka

Cipta. Hal : 121 - 126

Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan (Teori dan Aplikasi). Jakarta :

Rineka Cipta. Hal : 53 - 64

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Surabaya : Salemba Medika. Hal : 121 - 124

Purwanto. 1998. Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Catakan I.

Jakarta : EGC .Hal : 62 - 64

Profil Puskesmas Balesono. 2009. Buku Laporan Kegiatan Tahunan Puskesmas :

Puskesmas Balesono

Riwidikdo. 2008. Mengolah Data dengan SPSS Versi 16. Jakarta: Elexmedia

Computindo.Hal : 10 - 35

91

Soegijanto, S. 2004. Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga University

Press. Hal : 58 - 60

Suliha, U. dkk. 2002. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta : EGC.

Hal : 47 - 50

Subdin P2 Dinkes Propinsi Jawa Timur, 2007. Pemberantasan Demam Berdarah.

Hal 7 - 10

Sunaryo. 2003. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. Hal : 200

- 204

Tjiptoyuwono, S. dkk. 1996. Pengantar Pendidikan Bagian I. Surabaya :

University Press IKIP Surabaya Hal : 20 - 38

92