i. pendahuluan 1. latar belakangnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/03-laporan akhir...

50
1 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keberadaan lahan pertanian produktif dari tahun ke tahun mengalami degradasi fungsi menjadi lahan pemukiman, jalan, sarana transportasi dan sebagainya. Hal ini mendorong peningkatan penggunaan lahan marginal seperti lahan kering untuk peningkatan daya guna lahan secara intensif. Salah satu cara peningkatan secara intensif pada lahan kering yaitu dengan melakukan integrasi antara tanaman dengan tanaman dan tanaman dengan ternak secara terpadu. Sistem integrasi ternak dengan tanaman pangan tidak hanya meningkatkan nilai tambah limbah pertanian yang dihasilkan, tetapi juga meningkatkan jumlah dan kualitas pupuk organik yang berasal dari ternak sehingga mampu memperbaiki kesuburan lahan (Maryono, 2010). Permasalahan pertanian di lahan kering yaitu sumber hara - hara bagi tanaman tersedia dalam jumlah terbatas dan sumber pakan bagi ternak bervariasi sehingga perlu usaha perbaikan untuk membantu mensuplai ketersediaan sumber pakan bagi ternak dan ketersediaan hara bagi tanaman. Selain aspek fisik lahan seperti yang telah diungkapkan, permasalahan fisik lainnya adalah pengelolaan sumberdaya air, seringkali terjadi benturan kepentingan dalam menentukan prioritas pemanfaatan air di lapangan, antara kepentingan pertanian, kegiatan perorangan seperti tambak atau kegiatan lainnya. Pemenuhan ketersediaan pakan di lahan kering yaitu dengan cara memilih budidaya tanaman yang toleran kekeringan artinya efisien dalam penggunaan hara tapi masih mampu menghasilkan produksi yang berkualitas, salah satu tanaman yang cukup adaptif di lahan kering di Provinsi Aceh adalah tanaman kedelai. Tanaman kedelai merupakan salah satu tanaman sumber utama protein nabati dan minyak nabati yang paling baik serta sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat. Kandungan protein kedelai berkisar 30-40%, karbohidrat 34,8%, lemak 18,1% dan masih mengandung zat gizi yang lain sehingga mempunyai potensi yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi ternak, khususnya kebutuhan protein. Untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik dibutuhkan sentuhan teknologi dalam pengolahan kedelai sehingga kualitas produk yang dihasilkan tetap terjaga kualitasnya dengan baik.

Upload: others

Post on 26-Sep-2019

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keberadaan lahan pertanian produktif dari tahun ke tahun mengalami degradasi

fungsi menjadi lahan pemukiman, jalan, sarana transportasi dan sebagainya. Hal ini

mendorong peningkatan penggunaan lahan marginal seperti lahan kering untuk

peningkatan daya guna lahan secara intensif. Salah satu cara peningkatan secara intensif

pada lahan kering yaitu dengan melakukan integrasi antara tanaman dengan tanaman dan

tanaman dengan ternak secara terpadu. Sistem integrasi ternak dengan tanaman pangan

tidak hanya meningkatkan nilai tambah limbah pertanian yang dihasilkan, tetapi juga

meningkatkan jumlah dan kualitas pupuk organik yang berasal dari ternak sehingga

mampu memperbaiki kesuburan lahan (Maryono, 2010).

Permasalahan pertanian di lahan kering yaitu sumber hara - hara bagi tanaman

tersedia dalam jumlah terbatas dan sumber pakan bagi ternak bervariasi sehingga perlu

usaha perbaikan untuk membantu mensuplai ketersediaan sumber pakan bagi ternak dan

ketersediaan hara bagi tanaman. Selain aspek fisik lahan seperti yang telah diungkapkan,

permasalahan fisik lainnya adalah pengelolaan sumberdaya air, seringkali terjadi benturan

kepentingan dalam menentukan prioritas pemanfaatan air di lapangan, antara

kepentingan pertanian, kegiatan perorangan seperti tambak atau kegiatan lainnya.

Pemenuhan ketersediaan pakan di lahan kering yaitu dengan cara memilih

budidaya tanaman yang toleran kekeringan artinya efisien dalam penggunaan hara tapi

masih mampu menghasilkan produksi yang berkualitas, salah satu tanaman yang cukup

adaptif di lahan kering di Provinsi Aceh adalah tanaman kedelai. Tanaman kedelai

merupakan salah satu tanaman sumber utama protein nabati dan minyak nabati yang

paling baik serta sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat. Kandungan protein

kedelai berkisar 30-40%, karbohidrat 34,8%, lemak 18,1% dan masih mengandung zat

gizi yang lain sehingga mempunyai potensi yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan

nutrisi bagi ternak, khususnya kebutuhan protein. Untuk mendapatkan kualitas hasil yang

baik dibutuhkan sentuhan teknologi dalam pengolahan kedelai sehingga kualitas produk

yang dihasilkan tetap terjaga kualitasnya dengan baik.

2

Teknologi pengolahan pakan merupakan dasar teknologi untuk mengolah limbah

pertanian, perkebunan maupun agroindustri dalam pemanfaatannya sebagai pakan.

Pengolahan pakan disini bertujuan untuk meningkatkan kualitas, utamanya efektifitas

cerna, utamanya untuk ternak ruminansia serta peningkatan kandungan protein bahan.

Beberapa alternatif pengolahan dapat dilakukan secara fisik (pencacahan, penggilingan

dan atau pemanasan), kimia (larutan basa dan atau asam kuat), biologis (mikroorganisme

atau enzim) maupun gabungannya.

Kandungan nutrisi yang dimiliki oleh kedelai cukup baik, dan dapat dijadikan sebagai

pakan alternatif terutama bagi ternak jenis kambing. Kedelai yang digunakan untuk pakan

tidak hanya dalam bentuk mentah akan tetapi kedelai yang telah melalui teknologi

pengolahan proses pabrikasiseperti ampas tahu dan ampas tempe sangat baik sebagai

pakan ternak kambing. Protein ampas tahu lebih tinggi dari pada protein kedelai mentah

karena telah dimasak. Kandungan nutrisi lain yang dimiliki ampas tahu ini seperti

kandungan phosfor lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-rata

0,63%, karena biji kedelai tidak kaya riboflavin. Selain itu ampas tahu dapat disimpan

lama bila dikeringkan. Bila basah dibuat Silase tanpa menggunakan stater dan dapat

dicampur dengan bahan lain. Disamping memiliki kandungan zat gizi yang baik ampas

tahu juga memiliki antinutrisi berupa Asam Fitat yang akan mengganggu penyerapan

mineral terutama Ca, Zn, Co, Mg, Cu, sehingga penggunaannya pada unggas perlu hati-

hati. Ampas tahu juga mengandung mineral mikro (Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu

5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm) maupun makro.

2. Dasar Pertimbangan

Bioindustri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku, barang setengah

jadi, dan barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya

(Kementan, 2014). Diseminasi pengkajian yang akan dilakukan mengunakan konsep

bioindustri berbasis tanaman kedelai, tanaman jagung berintegrasi dengan kambing.

Dalam sistem integrasi tanaman – ternak ini, kedelai dalam bentuk olahan yaitu ampas

tahu digunakan sebagai pakan olahan alternatif untuk ternak kambing. Tanaman jagung

yang ditumpangsarikan dengan tanaman kedelai berguna sebagai pengendalian hama

penyakit pada tanaman kedelai, tanaman jagung juga bernilai ekonomis yang tinggi.

3

Brangkasan tanaman jagung yang masih hijau dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan

bagi ternak dan juga dapat difermentasikan dahulu menjadi silase. Manfaat lain dari

tanaman kedelai dan tanaman jagung adalah brangkasan tanaman kedelai dan tongkol

jagung digunakan sebagai produk industri yang dihasilkan adalah briket. Pembuatan briket

yang berasal dari brangkasan tanaman kedelai dan tongkol jagung ini di proses secara

pyrolisis kemudian dipress dan dicetak sehingga berbentuk briket.

Manfaat ternak kambing dalam hubungan integrasi dengan tanaman kedelai yaitu

manfaat dari urin dan kotoran kambing digunakan sebagai pupuk kompos melalui proses

pengomposan sehingga hasil kompos tersebut bermanfaat sebagai pupuk organik bagi

tanaman kedelai.

3. Tujuan

Tujuan tahunan :

- Meningkatkan produktivitas tanaman kedelai dan Jagung sehingga terjadi efisiensi

penggunaan pupuk kimiawi akibat pemberian kotoran dan urin kambing.

- Meningkatkan produktivitas kedelai dan jagung di Provinsi Aceh akibat pemakaian

pupuk organic dari kotoran (padat & cair) kambing.

Tujuan jangka panjang

Mendapatkan model pengembangan kawasan bioindustri berbasis integrasi

tanaman pangan (kedelai-jagung)-kambing di lahan kering Provinsi Aceh.

4. Keluaran Yang DiHarapkan

Keluaran tahunan :

1. Meningkatnya produktivitas tanaman kedelai dan Jagung sehingga terjadi efisiensi

penggunaan pupuk kimiawi akibat pemberian kotoran dan urin kambing.

2. Meningkatnya produktivitas kedelai dan jagung di Provinsi Aceh akibat pemakaian

pupuk organik dari kotoran (padat & cair) kambing.

Keluaran jangka panjang

Tersedianya model pengembangan kawasan bioindustri berbasis integrasi tanaman

pangan (kedelai-jagung)-kambing di lahan kering Provinsi Aceh.

4

5. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Perkiraan Manfaat dari kegiatan ini adalah pengelolaan limbah pertanian dari

kedelai-jagung dan ternak kambing. Perkiraan Dampak dari kegiatan ini adalah

teradopsinya teknologi pengelolaan limbah pertanian kedelai, jagung dan ternak kambing.

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. Kerangka Teoritis

Provinsi Aceh dengan luas 5.677.081 ha sebagian besar terdiri dari hutan

(2.290.874 ha), pekebunan rakyat (800.553 ha), perkebunan besar (200.710 ha),

persawahan (314.988 ha) yang terdiri dari sawah beririgasi ( irigasi teknis 141.489,74 ha,

irigasi setengah teknis 44.610,00 ha, irigasi sederhana 74.063,00 ha dan sawah tadah

hujan 54.825,26 ha), kebun (305.709 ha), pertambangan (206.049 ha), padang

rumput/alamg-alang (231.055 ha), pertanian lahan kering semusim (139.053 ha),

permukiman(125.444 ha), industry (3.928 ha) dan lain-lain (807.562 ha) (BPS Provinsi

Aceh, 2013).

Provinsi Aceh beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 23,0 0C

sampai 32,7 0C. Rata-rata curah hujan bulanan 91,5 mm, dengan bulan basah selama 5

bulan (September – Januari) dan bulan kering selama 3 bulan (Juni – Agustus) kondisi ini

sangat sesuai untuk pertanaman kedelai. Luas panen kedelai di Provinsi Aceh pada tahun

2013 mencapai 30.573 ha dengan produksi 45.018 ton dan provitas 14,8 kwt/ha (Laporan

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikutura Tk.I Provinsi Aceh Tahun 2014)

Disamping tanaman kedelai, disektor peternakan ternak kambing juga berkembang

baik di Provinsi Aceh. Populasi ternak di Provinsi Aceh tahun 2012 yang terbanyak adalah

kambing (581.676 ekor), sapi (505.171 ekor), kerbau (164.294 ekor) dan kuda (2.314

ekor) (BPS Provinsi Aceh, 2013). Pada tahun 2011, pertumbuhan 5industri5 pakan ternak

diperkirakan 6 persen. Produksi pakan ternak tahun 2010 mencapai 9,1 juta ton. Produk

kedelai sebagai bahan olahan pangan berpotensi dan berperan dalam

menumbuhkembangkan industri kecil menengah bahkan berpeluang pula sebagai

komoditas ekspor. Berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai membuka

peluang kesempatan kerja dalam sistem produksi, mulai dari budidaya, panen, pengolahan

pascapanen, transportasi, pasar hingga 5pengolahan pangan. Agar produksi kedelai dan

produk olahannya mampu bersaing di pasar, maka mutunya perlu ditingkatkan. Oleh

karena itu, pembinaan terhadap pengembangan proses produksi, pengolahan dan

pemasaran, khususnya penerapan jaminan mutu memegang peranan penting. (Ditjen

Tanaman Pangan, 2010)

6

2. Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian terkait

Model pengembangan bioindustri yang akan dilakukan memiliki potensi usaha

produktif di bidang tanaman pangan yaitu dari sistem integrasi yang dibangun berbasis

tanaman pangan(kedelai, jagung). Dari beberapa hasil penelitian sistem integrasi tanaman

pangan ini yaitu tanaman kedelai dan tanaman jagung adalah hasil utama yaitu kedelai

dan jagung, sedangkan hasil samping yang tetap mendaya gunakan limbah pertanian

yang berasal dari ampas kedelai hasil pabrikasi adalah ampas tahu sebagai pakan ternak

olahan. Hasil samping lainnya yang dapat diolah dari tanaman kedelai adalah brangkasan

tanaman yaitu ranting dan pohon tanaman kedelai dapat dimanfaatkan menjadi briket.

Potensi usaha produktif yang dihasilkan dari tanaman jagung adalah brangkasan

hijau tanaman jagung menjadi pakan olahan dalam bentuk silase untuk ternak sapi. Hasil

samping lainnya dari tanaman jagung yang memiliki potensi produktif adalah pembuatan

briket yang berasal dari tongkol jagung. Pembuatan briket yang berasal bahan organik

yaitu brangkasan tanaman kedelai dan tongkol jagung melalui pembakaran pyrolisis dan

selanjutnya pengepresan dan pencetakan menggunakan alat khusus untuk pencetakan

briket.

Usaha produktif yang dihasilkan dari bidang peternakan pada model

pengembangan bioindustri tersebut di atas adalah hasil utamanya daging sapi dengan

ketersediaan pakan olahan dari kedelai dan tanaman jagung. Hasil samping lainnya adalah

kotoran dan urin kambing yang diolah menjadi pupuk organik. Hubungan keterkaitan

dengan tanaman kedelai dan jagung adalah kotoran dan urin kambing yang digunakan

sebagai pupuk organik yang sangat baik untuk pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai

dan tanaman jagung.

Produk yang dihasilkan dari kedelai sangat variatif tergantung pada usaha

diversifikasi olahan yang dilakukan. Produk pasaran utama yang ada di Provinsi Aceh

adalah pembuatan kedelai menjadi tahu, tempe, kecap asin, kecap manis, keripik tempe,

susu kedelai, kembang tahu, gorengan tahu dan tempe, aneka kuliner olahan dapur dari

tahu dan tempe. Potensi produk yang belum dikembangkan adalah aneka olahan tempe

aneka rasa (tempe pedas, tempe lada hitam, tempe rasa bawang putih) dan

7

pengembangan produk susu kedelai. Gambar 1, menunjukkan skema potensi produk yang

dihasilkan dari tanaman kedelai.

Produk yang dihasilkan dari tanaman jagung di Provinsi Aceh belum variatif hanya

pada usaha pakan dan konsumsi segar dan beberapa diversifikasi olahan kuliner dan kue.

Produk pasaran utama yang ada di Provinsi Aceh adalah sebagai pakan ternak unggas,

selain itu dikonsumsi segar sebagai jagung rebus, jagung bakar, aneka kuliner olahan

dapur dari jagung. Potensi produk yang belum dikembangkan adalah pembuatan bioetanol

dari tongkol jagung dan kernel jagung, dan produk olahan lainnya. Gambar 2,

menunjukkan skema potensi produk yang dihasilkan dari tanaman jagung

Biji kedel

ai

Kedelai Polong

Daun-Batan

g-

Pengolahan fermentasi

Pengolahan non fermentasi

Tahu

Gorengan

Kembang Tahu

Tempe

Kecap

Tauco

Susu

Kompos

Briket

KEDELAI Benih Rempeye

Kedelai

Aneka kuliner

Gambar 1. Skema potensi produksi yang dihasilkan dari tanaman kedelai.

8

Produk yang dihasilkan dari model pengembangan bioindustri ini adalah daging

yang diolah menjadi gulai kambing khas Aceh, selain itu aneka aneka kuliner dengan

bumbu khas Aceh pada olahan gulai dan mie spesifik Aceh. Potensi produk yang belum

dikembangkan di Provinsi Aceh adalah daging olahan dalam bentuk sosis daging kambing

khas Aceh. Gambar 3, menunjukkan skema potensi produksi yang saat ini berkembang di

Provinsi Aceh.

Produk industri yang dihasilkan dari model ini adalah berasal dari berangkasan

tanaman kedelai dan tongkol jagung yang diolah menjadi briket. Kegunaan dari briket

yang dihasilkan dapat digunakan kembali menjadi bahan bakar nabati (BBN) pada pabrik

pengolahan tempe dan tahu.

Klo

Tongk

Pakan

Briket

Tepung Kue, Mie,

Pakan Ternak

Ker

Glukosa

FEE

FOJagu

Gambar 2. Skema potensi produksi yang dihasilkan dari tanaman jagung.

9

Gambar 3. Skema potensi produksi daging kambing yang saat ini berkembang di Provinsi

Aceh

Konsep Pertanian bio industri memandang lahan pertanian tidak semata-mata

merupakan sumber daya alam namun juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor

produksi untuk menghasilkan pangan maupun produk lain (Hendrayana, et al., 2012).

Pertanian bio industri berbasis integrasi kedelai – kambing harus mampu memanfaatkan

semua material yang dihasilkan dari budidaya kambing maupun tanaman kedelai. Pada

sistem pertanian bioindustri yang berbasis tanaman kedelai dan ternak kambing, maka

kotoran kambing tidak hanya untuk pupuk organik tetapi dapat dimanfaatkan sebagai

biourine. Mengolah hasil samping atau limbah bisa memiliki nilai ekonomi tinggi dan bila

mungkin setara dengan nilai ekonomi produk utama. Pada prinsipnya pengolahan tidak

hanya terbatas pada upaya meningkatkan hasil pertanian saja, akan tetapi bagaimana

mengelola hasil pertanian menjadi komoditas yang bervariasi sehingga dapat

meningkatkan perekonomian masyarakat (Hendayana, et al., 2012).

Kulit

Daging

Jeroan

Susu

Limba

Daging segar

Daging beku

Daging

olahan

Industri kulit

Susu segar

Yogurt

Pupuk

organik

10

III. METODOLOGI/PROSEDUR

3. 1 Pendekatan (kerangka pemikiran)

Kegiatan model pengembangan pertanian bioindustri berbasis integrasi

kedelai dan kambing dilaksanakan di Kabupaten Bireun, Propinsi Aceh.

Kegiatan direncanakan berlangsung dalam waktu 2 tahun (tahun 2015 s.d

2016), Aspek dan ruang lingkup kegiatan yang dilakukan meliputi :

a) Optimalisasi integrasi. Dalam kegiatan ini dilakukan introduksi teknologi

untuk mengoptimalkan pelaksanaan integrasi kedelai dan kambing.

Introduksi teknologi untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani

kedelai meliputi komponen-komponen teknologi inovatif yaitu: (1) budidaya

tanaman kedelai, (2) penanganan hasil samping tanaman kedelai, (3)

penanaman jagung sebagai tumpang sari kedelai. Untuk introduksi teknologi

untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha ternak kambing

meliputi komponen-komponen teknologi inovatif yaitu: (1) perbaikan pakan,

(2) penanganan hasil samping dan pengolahan hasil utama (susu kambing).

b) Penanganan hasil samping. Penangan hasil samping untuk tanaman kedelai

adalah bungkil dan ampas kedelai. Hasil samping tersebut diolah menjadi

pakan kambing melalui proses silase. Penanganan hasil samping ternak

kambing adalah kotoran kambing padat (feses) dan kotoran kambing cair

(urine) melalui proses fermentasi menjadi pupuk organik padat dan pupuk

organik cair untuk tanaman kedelai. Untuk dapat memisahkan feses dan

urin kambing, maka dilakukan renovasi kandang kambing.

c) Penanganan dan Pengolahan Hasil Utama. Penanganan dan pengolahan

hasil utama yang dilakukan adalah perbaikan pengolahan susu kambing.

Penanganan dan pengolahan hasil utama dilakukan menggunakan teknologi

inovatif spesifik lokasi dalam rangka meningkatkan kualitas susu kambing,

harga jual produk utama atau meningkatkan pendapatan petani.

11

d) Kelembagaan dan Pemasaran. Kegiatan ini terutama untuk

menumbuhkembangkan unit usaha agribisnis yaitu (1) unit usaha

penanganan dan pengolahan hasil utama, (2) unit usaha penanganan hasil

samping dan (3) unit pemasaran hasil. Unit usaha agribisnis ini diharapkan

dapat berkembang secara mandiri.

3. 2 Ruang Lingkup kegiatan

Teknologi yang dihasilkan dari model pengembangan bioindustri berbasis integrasi

tanaman kedelai, tanaman jagung dan ternak kambing adalah :

a. Teknologi integrasi tanaman kedelai, tanaman jagung dan ternak kambing di lahan

kering di Provinsi Aceh.

b. Teknologi pembuatan briket dan asap cair

c. Teknologi pengolahan pupuk organik yang berasal dari urin dan kotoran kambing

d. Teknologi pembuatan konsentrat

e. Teknologi pembuatan mineral blok

3. 3 Teknik Diseminasi

Teknik diseminasi model pengembangan pertanian bioindustri berbasis

integrasi kedelai-kambing terdiri atas 3 (tiga) tahap yaitu inisiasi model,

pengawalan teknologi dan pengembangan kawasan agribisnis.

1. Tahap inisiasi model, meliputi (a) pemilihan lokasi kegiatan yang

dilakukan melalui koordinasi dan sinkronisasi program bersama instansi

terkait di daerah dengan memperhatikan kondisi agroekosistem dan

keselarasanpada program pemerintah daerah, (b) identifikasi petani

kooperator dengan mempertimbangkan permasalahan petani, kondisi

biofisik, sosial ekonomi, potensi sumberdaya pertanian dan peluang

usaha agribisnis, (c) penyusunan rencana model pengembangan

pertanian bioindustri spesifik lokasi yang disusun secara partisipatif

12

dengan memperhitungkan dukungan teknologi dan dukungan kebijakan

dari pemerintah daerah maupun pihak swasta, dan (d) implementasi

atau pelaksanaan model pengembangan bioindustri.

2. Tahap pengawalan teknologi, dilakukan untuk mengawal penggunaan

teknologi dalam model pengembangan pertanian bioindustri berbasis

integrasi kedelai kambing yang telah dibentuk. Dalam tahap ini

terdapat pengembangan komoditas unggulan, diversifikasi usaha,

optimalisasi sumberdaya pertanian, pemberdayaan kelembagaan dan

promosi serta koordinasi kepada pihak-pihak yang terkait dengan

kegiatan ini.

3. Tahap pengembangan kawasan agribisnis, dilakukan dengan cara

mengembangkan model dalam skala areal yang lebih luas atau

masalisasi sehingga terbentuk kawasan agribisnis. Pengembangan

kawasan agribisnis ini ditentukan oleh keberhasilan model, jika model

tersebut memberikan manfaat yang besar bagi petani maka

pengembangan kearah terbentuknya kawasan agribisnis menjadi lebih

mudah

4. 4 Bahan dan metode pelaksanaan kegiatan

Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah tanaman kedelai,

ternak kambing, hasil samping ternak kambing (kotoran ternak padat dan

cair) serta bahan sarana utama dan penunjang operasional kegiatan.

Alat yang digunakan berupa peralatan untuk budidaya kedelai, budidaya

ternak kambing dan untuk penanganan/pengolahan hasil utama serta hasil

samping dari tanaman kedelai maupun ternak kambing serta alat-alat untuk

pengamatan.

13

3.5. Pengumpulan data dan analisis.

Data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik biofisik lingkungan

(kondisi lahan dan tanah), karakteristik petani, tingkat penguasaan

teknologi dan keragaan hasil dari usahatani kedelai dan ternak kambing

serta nilai input dan output dari kegiatan usahatani. Analisis data yang

dilakukan meliputi antara lain analisis pendapatan usahatani, analisis gross

margin dan marginal benefit cost ratio. Analisis tersebut adalah analisis

yang paling sederhana dan umum digunakan pada petani kecil (Amir et al.,

1985). Analisis data untuk mengetahui kelayakan penerapan inovasi

teknologi pada masyarakat atau suatu kawasan tertentu dilakukan dengan

marginal benefit cost ratio

14

Skema Pengembangan (causal loops) bioindustri berbasis Integrasi tanaman

kedelai-jagung - kambing di lahan kering Provinsi Ace

Produksi

kedelai

Tempe

Tahu

Budidaya

kedelai

Peningkatan

bobot

kambing

Harga

kedelai

+

+

+

Ampas

Tempe

Ampas

Tahu

+

+

Limbah

Pertanian

+

Pakan

Ternak

+

+

+

Limbah kambing

(kotoran & urin)

Pestisida dan

Pupuk Organik

Serasah

tanaman

kedelai

Pabrik

Tahu

+

Briket

+

+

+ +

+

Tan. Sela

Jagung

+ Serasah

daun

jagung + +

+

Konsumsi

kedelai

+

+

Luas

panen

kedelai

Luas

tanam

kedelai

Ketersediaan

Air

+ +

+

+

+

Serasah tanaman

kedelai dan tongkol

jagung +

15

Konsep dan Implementasi Bioindustri Berbasis Tanaman Kedelai

Survei lokasi

penelitian

Hijauan Pakan

Ternak

Dianginkan

Penetapan lokasi

penelitian

dan Analisa

kesuburan tanah

awal

Demplot ternak

kambing

• Pengukuran bobot

ternak

• Preferensi konsumsi

hijauan pakan ternak

dan pakan olahan

• Analisa Kesuburan

tanah akhir pengkajian

• Rekomendasi

Teknologi

Pemberian

Pakan Data awal

Pakan Ternak

Tanaman

Kedelai

Tanaman Jagung

Ternak

kambing

Briket

Tongkol

Jagung

Ampas

tahu

Pupuk

Organik

Kotoran dan

Urin Kambing

16

A. Roadmap

Kegiatan model pengembangan bioindustri pertanian berbasis integrasi

tanaman kedelai- kambing direncanakan dilaksanakan selama tiga tahun.

Adapun road map kegiatan integrasi tanaman kedelai dan kambing sebagai

berikut :

Tahun 2015 2016 2017

Tujuan

Membentuk model pengembangan pertanian bioindustri berbasis integrasi kedelai dan kambing dalam satu kawasan

Indikator progres

Model Pengembangan Pertanian bioindustri berbasis integrasi kedelai dan kambing.

Terdiseminasinya dan teradopsinya teknologi inovatif Balitbangtan di bidang bioindustri.

Tumbuhkembangnya usaha agribisnis di bidang bioindustri berbasis kedelai dan kambing.

Teroptimalisasinya model pertanian bio-industri berbasis integrasi kedelai dan kambing di 3 hektar.

Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk pengembangan pertanian bioindustri berbasis integrasi kedelai dan kambing.

Usaha agribisnis dalam pertanian bioindustri berbasis integrasi kedelai dan kambing yang semakin berkembang.

Teroptimalisasinya model pertanian bio-industri berbasis in-tegrasi kedelai dan kambing

Terbangun jaringan pasar produk bioindustri berbasis integrasi kedelai dan kambing.

Rekomendasi

Pengembangan

Pelaksanaan

Inisiasi

17

Tahapan pelaksana

an

1. Koordinasi 2. Identifikasi 3. Inisiasi model 4. Penyusunan

model 5. Implementasi

model

1. Koordinasi 2. Implementasi

model 3. Pengawalan 4. Pengembangan

1. Koordinasi 2. Implementasi

model 3. Pengawalan 4. Pengembanga

n 5. Rekomendasi

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi dan Inventarisasi Kebutuhan Teknologi

• Untuk tahun 2016 Desa Keudee Dua Kecamatan Juli Kabupaten Bireun

merupakan lokasi Bioindusri dengan nama kelompok Awee Tabeu. Kelompok

ini merupakan lanjutan dari kegiatan Pengkajian Bioindustri tahun 2015.

Tujuan dari dari identifikasi dan inventarisasi adalah untuk melakukan

evaluasi kegiatan tahun lalu tentang kebutuhan teknologi terapan dalam

rangka untuk mengembangkan produk ikutan dari tanaman kedelai dan

ternak kambing menjadi produk sekunder yang bernilai ekonomis.

• Kendala utama dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah produk utama dari

tanaman kedelai. Pada bulan Maret sudah mulai pembersihan lahan untuk

penanaman tanaman kedelai tapi akibat perubahan cuaca , kegiatan ini

gagal dilaksanakan. Untuk mengantisipasi hal tersebut penanaman tetap

dilakukan di tempat lokasi petani ( sebagai uji coba). Hasil yang didapatkan

tanaman kedelai tumbuh tapi dalam keadaan kerdil dan tidak bisa panen.

Dampak dari kendala tersebut untuk tanaman jagung juga tidak dapat

ditanam

• Pada bulan Juli penanaman kedelai dilakukan untuk tahap kedua. Hasil

sementara pertumbuhan lebih baik dari penanaman pertama karena untuk

tanaman kedelai ini pada saat penanaman memerlukan air.

• Kendala yang lain untuk penanaman kedelai yaitu Pemerintah Daerah Bireun

tidak mendukung atau kurang perhatian terhadap tanaman kedelai dalam

upaya khusus Pajale, khususnya daerah desa Keudee Dua. Hal ini terbukti,

pada saat penanaman tahap pertama lahan yang disediakan untuk tanaman

kedelai sudah siap, malah ditanami tanaman padi pada lokasi tersebut.

▪ Pelatihan petani tahap pertama yang telah dilaksanakan di Desa Juli Keudee

dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bureuen. Materi yang dilatihkan adalah :

19

1. Cara pembuatan biochar dan asap cair menggunakan alat Pyrolisator

2. Cara pembuatan briket dari arang sekam padi

3. Pengendalian penyakit pada ternak kambing, antara lain :

Penyakit Pink Eye, Scabies, Tympani dan Cacingan.

(1) Cara pembuatan biochar dan asap cair menggunakan alat

Pyrolisator

Pyrolisator adalah alat, untuk membakar bahan serasah tanaman secara

tidak sempurna (pyrolisis) sehingga menghasilkan arang aktif (arang hitam) dan

asap cair. Arang aktif ini yang dikenal dengan istilah biochar. Biochar dapat

digunakan sebagai material pembuatan briket. Sedangkan asap cair banyak

manfaatnya, diantaranya sebagai insektisida hayati yang ramah lingkungan, bahan

pengawet ikan dll.

Bahan :

1. Jerami, sekam padi

2. Air sebagai pendingin, penyiram bara api

3. Jerigen plastic/ember/botol penampung asap cair

4. Korek api

5. Minyak lampu/minyak tanah

Peralatan : Pyrolisator

Langkah kerja pembuatan biochar dari sekam padi

20

1.

2.

3.

4.

5.

Masukkan sekam padike dalam tangki pembakar alat pyrolisator sesuai kebutuhan

Isi drum pendingin dengan air sampai penuh

Bakar bahan dari atas (untuk memudah bahan terbakar gunakan sedikit minyak tanah)

Setelah bahan terbakar tutup rapat bagian atas pyrolisator dan hidupkan kipas angin pyrolisator

21

Untuk satu kali pembakaran dibutuhkan waktu 2-3 jam. Hasil

pembakaran berupa arang sekam padi dikeluarkan melalui bagian bawah alat

pyrolisator dan ditampung dengan wadah /drum yang telah diisi air

(2) Cara pembuatan briket dari arang sekam padi

Alat untuk Membuat Briket Arang :

1. Pyrolisator (alat pembuat biochar dan asap cair)

2. Alat penggiling blender

3. Saringan

4. Panci, pengaduk, kompor untuk membuat lem

5. Wadah untuk mencampur adonan + pengaduk

6. Cetakan + alat press

7. Penjepit atau pinset besar

Bahan untuk Membuat Briket Arang:

1. Arang sekam padi

2. Lem dari tepung kanji

Setelah proses pembakaran berlangsung 15-20 menit asap cair mulai keluar melalui kran dan ditampung dengan jerigen/ember plastik

22

Prosedur Pembuatan Briket Arang: 1. Penyiapan bahan baku

Bahan baku sekam padi yang sudah

dibersihkan dari bahan bahan lain yang tidak

berguna, seperti batu, plastik, tanah, dsb.

Usahakan bahan udah kering agar

mempercepat proses karbonisasi dan hasil

karbonisasi lebih homogen.

2. Karbonisasi (pengarangan)

Sekam padi dimasukkan ke dalam alat Pyrolisator selama 1-1.5 jam

seperti pembuatan biochar dan diatas (1)

3. Penggilingan arang

Arang yang terbentuk digiling manual atau dengan blender sampai

berukuran kecil dan homogen.

4. Penyaringan

Arang yang sudah digiling disaring dengan saringan 0,1 atau 0,5 mm atau

saringan mesh atau saringan biasa kalau tidak ada. Arang yang tidak lolos

saringan bisa digiling kembali.

5. Pencampuran dengan bahan pelekat

Ada

beberapa perekat

yang bisa

digunakan, seperti

aci (tepung

tapioka), tanah

liat, getah karet, getah pinus, dan lem kayu. Yamg paling murah dan

mudah adalah lem aci namun dapat menimbulkan jamur pada

penyimpanan yang lama. (pilihan: bisa diatasi dengan dicampur bahan

23

kimia anti jamur). untuk pembuatan lem aci sendiri adalah dengan

mencampurkan tepung tapioka dengan air mendidih dan diaduk-aduk.

Setelah dingin, lem aci dicampurkan dengan bahan arang dengan

perbandingan 600 cc lem aci untuk 1 kg arang. Campuran tersebut

diaduk-aduk hingga merata. Catatan : lem aci tidak boleh terlalu encer

atau terlalu pekat karena akan mempengaruhi sifat mekanik

6. Pencetakan adonan

Adonan antara arang dengan bahan perekat dimasukkan di dalam

cetakan dengan ditekan-tekan agar padat dan tidak mudah pecah atau

hancur seperti Gambar. Cetakan bisa juga

terbuat dari kayu, logam, atau PVC yang

mempunyai lubang di atas dan di bawah

agar mempermudah pengeluaran briket.

7. Pengeringan briket

Briket yang sudah dicetak dikeringkan di bawah sinar matahari

selama 2-3 hari atau di dalam oven selama 4-6 jam sampai benar-benar

kering, selama pengeringan, briket dibolak-balik agar pengeringan merata.

Pengendalian Penyakit Pada ternak Kambing Ternak kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang

memiliki keunggulan mudah pemeliharaanya dan cepat berkembang biak

sehingga dapat menghasilkan produksi daging sebagai subtitusi dan dapat

berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan petani peternak di pedesaan.

Namun demikian banyak kendala yang dihadapi peternak, antara lain masalah

24

yang sering dijumpai yaitu serangan penyakit yang sangat merugikan, karena

dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bahkan kematian ternak.

1. Penyakit Tympani/Bloating (Kembung).

Merupakanpenyakit alat pencernaan yang disertai penimbunan gas dalam

lambung akibat proses fermentasi yang berjalan cepat.Kambing yang terjangkit

penyakit ini disebabkan terlalu banyak mengkonsumsi pakan hijauan terutama

rumput yang masih muda atau yang berembun, sehingga menimbulkan produksi

gas yang berlebih dalam perut. Ternak yang terserang menunjukkan gejala klinis

antara lain : (1) bagian perut kiri kembung,diraba terasa keras dan sakit; (2)

susah dalam proses buang air besar ; (3) saat berbaring kambing kesulitan untuk

berdiri kembali.

Pencegahan:

1. Jangan menggembalakan ternak pada pagi hari atau ketika rumput masih

basah, tunggu sampai embun menguap;

2. Sebelum ternak dilepas di padang pengembalaan berikan pakan hijauan

yang dipotong. Jangan biarkan ternak kambing merumput dalam keadaan

sangat lapar;

3. Berikan pakan hijauan yang sudah dilayukan, minimal dibiarkan semalaman.

Paparkan hijauan di bawah sinar matahari selama 2-3 jam;

4. Amati ternak jika terjadi kembung minimal 2 jam setelah

diumbar/digembalakan;

5. Berikan hijauan dalam bentuk kasar, tidak dicacah kecil agar mikrobial tidak

mencerna pakan yang berakibat terjadinya kembung;

6. Pemberian pakan hijauan dan konsentrat yang paling baik adalah sedikit

demi sedikit tetapi sering;

7. Hindari makanan yang mudah dan cepat difermentasi seperti kol, lobak dan

wortel , biji-bijian dan legum secara berlebihan serta selingi dengan

25

hijauan berserat, bila keadaan memaksa, hijauan sebaiknya diberi percikan

minyak kelapa.

8. Perlu dipertimbangkan untuk melepas ternak diareal pengembalaan pada

dua atau tiga minggu setelah pertumbuhan rumput, karena jenis rumput ini

penyebab tympani.

9. Beberapa ternak sering mengalami kembung yang kronis, kemungkinan

faktor genetis. Untuk kasus seperti ini ternak bisa dipertimbangkan agar

diafkir;

Pengobatan Tradisional dapat dilakukan dengan beberapa cara:

1. Minyak nabati (minyak kelapa, minyak kedelai, atau minyak sawit) sebanyak

100-200 ml (sekitar ½ – 1 gelas) dengan cara dicekok.

2. Atau bisa juga diganti dengan 200 cc “Sprite/soda”, di cekok pada kambing,

lalu perut yang kembung sebelah kiri dibalur dengan bawang merah halus

dan sudah dicampur dengan minyak angin. Bila angin sudah keluar melalui

anus, kedua kaki depan diangkat ke atas sambil sisi perut dijepit dengan

kaki kita. Mulut kambing harus selalu terbuka, dengan cara mulut kambing

disumbat dengan kayu/paralon secara melintang dan usahakan kambing

tetap berdiri. Dengan cara ini semua timbunan gas dalam perut akan keluar.

3. Bagian anus kambing ditusuk dengan tangkai daun papaya yang ujungnya

sudah diolesi minyak goreng agar tidak melukai dinding anus. Setelah itu

kedua sisi perut kambing dijepit sehingga gas akan keluar melalui tangkai

daun papaya.

4. Berikan emulsi/campuran air hangat dengan minyak kelapa atau minyak

kacang sebanyak 200-250 ml;

5. Berikan 150-300 ml cuka hangat untuk sapi dewasa;

6. Berikan 200 ml minyak jarak pada ternak dewasa, dan lakukan sekali saja;

26

7. Berikan campuran jahe, adas, dan getah kaca piring sebanyak 300 ml.

Berikan sehari sekali;

8. Berikan perasan daun sembukan ( Paederia scandens) sebanyak 200-300

ml.

Pengobatan dilakukan sambil menekan-nekan perut yang kembung guna

mempercepat pengeluaran gas. Pengobatan dapat juga dilakukan dengan

kombinasi memasukkan pelepah daun pepaya melalui anus untuk mempermudah

pengeluaran gas. Selama pengobatan ternak harus dalam posisi berdiri.

Beberapa obat medis berikut perlu dipertimbangkan untuk diberikan, yaitu:

Pulvus veratri albi 10-25 gram, 3 kali/hari, oleum terebinthinae 25-50 ml.

Sedangkan obat paten Atympanica, Therabloat dan Polaxone dengan dosis

100mg/kg berat badan dapat diberikan pada kambing dan domba. Untuk

menaikkan tegangan muka dapat diberikan sediaan silikon seperti Simethicon atau

Dimethicon. Alternatif terakhir yang dapat digunakan adalah Throkard untuk

mengeluarkan gas dan mengurangi tekanan pada daerah rumen yang

menggembung. Untuk mencegah infeksi pada penanganan ini, berikan antibiotik

pada ternak.

2. Penyakit Cacingan

Merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada kambing,disebabkan

oleh parasit interna. Biasanya menyerang ternak yang masih muda. Jenis cacing

yang menyerang yaituHaemonchus contortus,Bunostomum sp,

Oesophagostomum.sp, Trychoslrongylus. Sp, dan Trichuris. sp.

Gejala secara klinis antara lain, (1) kambing kurus, lemah, serta lesu; (2)

nafsu makan berkurang; (3) bulu serasa kasar dan berdiri, kusam atau bahkan

rontok berlebih; (4) perut buncit dan kepala agak menunduk; (5) biasanya diare.

Pencegahan yang dapat dilakukan, antara lain kebersihan kandang harus

selalu terjaga. Kambing yang terkena cacingan dapat diobati dengan pemberian

obat cacing secara teratur. Penyakit ini dapat menyebabkan kambing kurang

27

produktif, hingga dapat menyebabkan kematian. Perkembangan dan hidup cacing

ini sangat didukung oleh iklim tropis yang ada di Indonesia, sehingga ternak

kambing dan domba sering terinfeksi. Karena seringnya muncul masalah-masalah

seperti ini menurunkan minat untuk beternak.

Berikut gambar rantai perkembangan larva cacing hingga sampai

kepencernaan kambing.

Untuk mencegah dan mengendalikan cacingan pada ternak

ruminansia:

1. Memberikan ransum/makanan yang bermutu baik (protein tinggi) dan

cukup jumlahnya.

2. Diusahakan dalam kandang ternak tidak begitu padat.

3. Ternak muda dan dewasa dipisahkan

4. Menjaga kebersihan lingkungan kandang, baik diluar maupun di dalam.

5. Jangan mengembalakan kambing pada pagi hari, karena rumput masih

berembun,

6. Melakukan pemeriksaan kesehatan, dan pengobatan secara teratur.

28

Berikut ini beberapa Obat Cacing Tradisional yang dapat diberikan pada

kambing:

a. Penyedapan Getah Pepaya Sebagai Obat Cacing Pada Ternak.

Getah papaya dapat didapatkan di semua bagian pohon papaya. Getah

papaya paling banyak dan paling baik kualitasnya adalah dari buah papaya

yang masih muda. Getah buah pepaya mengandung papain, Kimo papain A,

Kimo papain B, papaya peptidase, pektin, D-galaktase dan L-arabinose.

Penyadapan dapat dilakukan dengan cara:

Buah pepaya muda yang masih menggantung dipohon, ditoreh membujur

dengan jarak torehan 1 – 2 cm.Waktu penyadapandilakukan pada pagi hari,

diulang 4 hari sekali pada buah yang sama.Pada tempat torehan, getah yang

keluar ditampung dengan gelas/slat dari plastik yang diikatkan pada buah pepaya

dengan selotip.Setiap 100 ml getah yang tertampung ditambah dengan 2 tetes

larutan Natrium Bisulfit 30 % untuk mencegah oksidasi.Selanjutnya dijemur

dibawah sinar matahari atau dioven pada suhu 30 – 60 0C sampai kering.Getah

yang sudah kering dihaluskan menjadi serbuk.

Pemberian sebagai obat cacing

1. Dosis (takaran) yang diberikan adalah 1-2 gram/ kg BB, setiap minggu 3 kali

pemberian.

2. Serbuk getah pepaya di campur dengan air dengan perbandingan 1 : 5 (1

bagian serbuk dan 5 bagian air) diaduk hingga berbentuk suspensi lalu

diminumkan atau diberikan lewat mulut dengan selang langsung kerumen.

b. Perasan daun pepaya.

Ambil 2 sampai 3 lembar daun pepaya (tidak terlalu muda/tua). Haluskan daun

pepaya tersebut, berikan sedikit air matang/bersih kemudian diperas dan diambil

airnya, Minumkan pada ternak sebanyak 2 sampai 3 sendok makan atau

disesuaikan dengan berat badan ternak, setiap minggu 3 kali pemberian.

29

c. Serbuk Pinang

• 5 gram untuk anak kambing di atas 3 bulan

• 10 gram untuk kambing dewasa

Cara pembuatan Obat Cacing:

• Buah pinang diris-iris, lalu dijemur

• Bila sudah kering kemudian ditumbuk dan diayak

• Hasil ayakan ditimbang dan siap diberikan untuk ternak kambing

Cara Pemberian Obat Cacing Pada Ternak Kambing:

• Tiap dosis serbuk pinang sesuai kebutuhan dicampur dengan nasi hangat

dan dikepal-kepal, lalu langsung dimasukkan kedalam mulut

d. Daun Kelor

• Daun kelor yang telah tua dibakar hingga menjadi abu.

• Abu daun kelor dicampur air minum

• Air campuran abu daun kelor diminumkan pada ternak

• Pengobatan diulangi satu minggu kemudian

e. Daun Nanas

• Daun nanas yang telah dipetik, kemudian dijemur kering, kemudian

dihaluskan. Dengan takaran 300 mg setiap bobot 1 kg Kambing.

• Daun nanas yang telah dihaluskan dicampur dengan air

• Diminumkan pada kambing yang terjangkit penyakit cacingan. Sebaiknya

jangan diberikan pada kambing yang sedang bunting.

Pengobatan media dapat dilakukan dengan menggunakan obat cacing berupa

albendazole, febendazole, oxfendazole. Dengan dosis 5mg/kg berat badan atau

volbazen 2,5 ml/10 kg diberi melalui mulut. Tersedia kemasan siap pakai yang

dapat diperoleh dari toko yang menyediakan sarana produksi ternak yaitu verm-O

untuk cacing lambung dan Dovenix untuk cacing hati. Untuk kambing dewasa

30

dovenix disuntik dengan dosis 1 ml/25 kg bb secara sub cutan. Untuk anak

kambing dovenix disuntik dengan dosis 1 ml/20 kg bb secara sub cutan.

3. Penyakit Scabies (Kudis/Kurap)

Penyakit scabies dapat mempengaruhi produktivitas kambing. Jenis tungau

ini masuk kedalam melalui jaringan kulit. Tungau ini mengakibatkan

pembengkakan dan bintik-bintik yang disebabkan kalenjar rambut yang terhambat.

Penyakit ini sering terjadi pada kambing muda, kambing yang sedang bunting dan

kambing perah.

Ciri-ciri hewan yang terserang penyakit scabies antara lain:

• Hewan terlihat tidak tenang akibat rasa gatal dengan menggaruk atau

menggosokkan pada benda keras. Rasa gatal tersebut timbul dari adanya

allergen yang merupakan hasil metabolisme Sarcoptes scabiei.

• Rambut rontok dan patah-patah akibat sering menggaruk pada bagian yang

gatal. Adanya kerusakan kulit dengan tepi yang tidak merata disertai

penebalan kulit (keropeng), kulit bersisik dan diikuti terjadinya reruntuhan

jaringan kulit.

• Nafsu makan hewan turun, dan pada akhirnya akan diikuti penurunan berat

badan sehingga hewan akan tampak kurus. Pada kasus yang berat dapat

mengakibatkan kematian.

31

Pengobatan dapat dilakukan dengan injeksi (suntik) Ivermectin (Ivomec: merk

dagang). Dosis yang diberikan umumnya 1 ml untuk 20 kg berat kambing secara

sub cutan atau dibawah kulit, sebaiknya setelah penyuntikan ivomec di susul

dengan penyuntikan antibiotik penicilin sebanyak 0,5 ml untuk menambah

immunitas ternak. Pemberian dosis injeksi harus dikonsultasikan dengan dokter

hewan. Injeksi diulang 10-14 hari kemudian dari injeksi yang pertama. Masa 10-14

hari adalah waktu yang diperlukan untuk sebuah telur tungau Sarcoptes scabiei

yang mungkin masih tersisa untuk menetas. Ivomec umumnya dijual dalam

kemasan 50 ml/botol.

Selain itu dapat juga diberikan 1 gram Asuntol larutkan dalam 1 liter air lalu

sapukan larutan ini pada daerah yang terserang, lakukan pengobatan ini setiap

minggu selama 4 kali. Ivomec tidak boleh diberikan pada kambing yang bunting

karena dapat menyebabkan keguguran. Selain itu Ivomec baru bisa diberikan pada

kambing diatas umur 2 bulan.

Pengobatan tradisional :

1. Dengan melaksanakan pencukuran bulu sekitar daerah terserang,

2. Mandikan ternak dengan sabun sampai bersih, kemudian jemur sampai kering.

3. Setelah kering dapat diobati dengan menggunakan:

a. Belerang dihaluskan lalu dicampur kunyit dan minyak kelapa, kemudian

dipanaskan, digosokkan pada kulit yang sakit.

b. Belerang dihaluskan dan dicampur dengan oli bekas dan digosok pada bagian

kulit yang sakit.

c. Kamper / kapur barus digerus, dicampur minyak kelapa dan dioleskan pada

bagian kulit yang sakit.

Tanaman yang potensial sebagai obat skabies adalah gamal (gliricidia

sepium), gamal berfungsi sebagai tanaman pelindung, daunnya biasa diberikan

sebagai hijauan pakan ternak ruminansia, nilai nutrisi/ gizi tinggi (kandungan

32

protein 18-30%) dan kecernaan tinggi (70%). Daun gamal mempunyai bahan aktif

kumarin yang bersifat insektisida, rodentisida dan bakterisida.

Ekstrak minyak sawit dan daun gamal 50% dapat menyembuhkan skabies

hingga 100% dengan 2 kali pengobatan dengan jarak 1 minggu. daun gamal yang

digunakan pada pembuatan ekstrak ini adalah dipilih daun tua tetapi masih lunak

dari pohon gamal berumur lebih dari 6 bulan. semakin tinggi kadar kumarin dalam

daun semakin baik efeknya sebagai obat skabies.

Cara mudah untuk mengetahui daun dengan kadar kumarin tinggi adalah

dengan cara merobek daun dan membaunya. Daun dengan kadar kumarin tinggi

biasanya baunya lebih menyengat. Pengambilan daun gamal sebaiknya dilakukan

pada musim kemarau karena pada musim penghujan umumnya kadar kumarin

dalam daun menjadi rendah.

Pembuatan ekstrak daun gamal yaitu : 100 gram daun gamal dicincang

halus kemudian direbus dalam 200 ml minyak kelapa sawit sampai mendidih

selama 1 jam, selanjutnya suhu sedikit diturunkan tidak dalam kondisi mendidih

selama 1 jam (total perebusan selama 2 jam). Hasil ekstrak diangkat dan disaring

dengan kain sambil diperas sampai minyaknya tersaring sempurna. Hasil saringan

dimasukkan dalam botol berwarna gelap dan jangan terkena sinar matahari

sampai siap untuk digunakan. Ekstrak ini bisa disimpan pada suhu ruangan sampai

1 minggu, jika disimpan pada lemari es 40 0C bisa bertahan sampai 6 bulan.

Pemberian dapat dilakukan dengan cara oleskan ekstrak dengan kuas atau

sabut kelapa pada seluruh permukaan kulit kambing yang terkena scabies. Apabila

skabies telah menyebar pada sebagian badan sebaiknya seluruh tubuh kambing

dioles dengan obat karena untuk mencegah perkembangbiakan tungau ke bagian

tubuh yang lain.

Jika seluruh tubuh kambing harus dioles kira-kira diperlukan 100-200 ml,

dosis obat tergantung besar kecilnya kambing. Pengobatan dilakukan sebanyak

dua kali dengan jarak 1 minggu. Kambing yang telah diobati sebaiknya

33

dipindahkan ke kandang yang bersih dan bebas skabies (kandang baru yang telah

disemprot dengan insektisida sebelum digunakan) hewan yang sembuh dari

skabies tidak mempunyai kekebalan sehingga mudah terkena lagi bila ditempatkan

pada kandang yang tercemar.

Pencegahan

o Menjaga kebersihan kandang dan peralatan. Bersihkan kandang kambing dari

sisa-sisa makanan yang jatuh.

o Hindari kambing dari air hujan. Jaga agar kandang tidak lembab.

o Menjaga kebersihan kambing dengan memandikan ternak.

o Isolasi dan observasi (karantina) kambing yang baru masuk.

o Hindari memasukkan ternak terinfeksi kudis.

o Segera isolasi dan obati kambing yang terinfeksi.

o Menjaga kebutuhan pakan kambing agar tetap terpenuhi. Kambing yang kurang

konsumsi pakannya akan mudah terserang penyakit.

4. Penyakit Pink eye.

Pink eye adalah penyakit mata akut yang menular dan ditandai dengan

kemerahan pada selaput mata (konjungtiva) dan kekeruhan pada kornea.

Penyebab pink eye pada ternak adalah Rickettsia (Colesiota) conjuctivae,

Mycoplasma conjuctivae, Branhamella catarrhalis dan Chlamydia. Rickettsia

merupakan mikroorganisme berbentuk pendek, bersifat gram negatif dan hanya

tumbuh pada media hidup saja, misalnya telur ayam. Cara penularan agen

penyakit ini melalui debu, lalat, rumput dan percikan air yang tercemar. Gejala

34

penyakit ini antara lain (1) mata berair dan kemerahan; (2) selalu menghindar dari

sinar matahari; (3) biasanya diikuti pembengkakan di sekitar mata. Pengendalian

penyakit yang dapat dilakukan diantaranya adalah menghindari pemberian hijauan

yang terdapat duri, pembersihan kandang, dan pemberian salep mata disarankan

pada kambing yang menderita pink eye.

Bulu mata sering melekat, akibatnya kambing akan sulit mengambil

pakannya dengan baik. Kondisi ini menyebabkan penurunan bobot badan dengan

cepat. Kadang-kadang selaput mata yang meradang bisa menjadi borok karena

infeksi sekunder sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Kekeruhan kornea mulai

berkurang dan apabila kondisi hewan cukup baik, maka mata akan sembuh total

dalam 3-5 minggu tergantung pada penyebab dan keganasan penyakitnya.

Kekebalan pasca infeksi pada domba dan kambing berlangsung antara 100 sampai

250 hari, setelah itu ternak akan kembali peka.

Pengobatan hendaknya dilakukan sedini mungkin dengan memberikan

antibiotika seperti tetrasiklin atau tylosin. Salep mata atau larutan yang

mengandung antibiotika seperti chloramphenicol, oxytetracycline dan campuran

penicilin-streptomycin.

Pengobatan secara tradisional yaitu : Mata ternak dicuci dengan air hangat.

Semprotkan dengan teh dan garam yang dilarutkan dalam air hangat.

Penyemprotan dilakukan oleh mulut kita. Sesudah disemprot berikan obat tetes

mata atau salep mata manusia. Pengobatan ini dilakukan setiap hari hingga

sembuh.

Pencegahan

1. Memusnahkan hewan karier yaitu hewan yang dianggap sebagai sumber

infeksi segera diisolasi dari kawanan ternak

2. Hewan yang terinfeksi segera dikandangkan (isolasi) pada tempat yang gelap,

guna untuk menghindari kontak dengan hewan yang sehat baik secara

langsung atau tidak langsung seperti dinding kandang, air minum tempat

35

pengembalaan dengan demikian dapat terhindar dari lalat yang merupakan

vektor dari jasad renik tersebut.

3. Sanitasi yaitu dengan menjaga kebersihan kandang serta lingkungan yang

bersih serta terbebas dari genangan air.

4. Mengurangi jumlah hewan di dalam kandang. Akibat terlalu padat hewan

didalam kandang dapat menyebabkan kontaminasi sesama.

5. Pemberian makanan yang cukup mengandung vitamin A atau padang

pengembalaan yang baik sehingga dapat terhindar timbulnya infeksi.

Pelatihan petani selanjutnya yang telah dilaksanakan di Desa Juli Keudee

dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen. Adapun materi yang dilatihkan adalah :

1. Pembuatan Mol ( Mikroorganisme Lokal)

Pengertian dan Manfaat Mikro Organisme Lokal (MOL) - MOL ( Mikro

Organisme Lokal ) merupakan salah satu cara untuk memanfaatkan bahan-

bahan lokal untuk dimanfaatkan menjadi pupuk sehingga tidak merusak

lingkungan. MOL merupakan induk untuk membuat pupuk organik. Istilah MOL

atau kepanjangannya Mikro Organisme Lokal sudah banyak dikenal. MOL

mudah dibuat dan mudah diaplikasikan. Cara dan metode pengembangan MOL

pun bermacam-macam.

Mikro Organisme Lokal sering dimanfaatkan untuk budidaya pertanian organik

atau semi organik. MOL memiliki banyak kegunaan, seperti:

1. Dimanfaatkan sebagai POC (Pupuk Organik Cair)

2. Dimanfaatkan sebagai dekomposer atau biang kompos untuk pembuatan

kompos

3. Dimanfaatkan untuk pestisida nabati untuk mengusir hama tanaman

Berikut ini cara pembuatan MOL dari beberapa jenis buah –buahan.

Bahan : Nenas, Pisang, Pepaya, Air Kelapa dan sabun colek

Cara Pembuatan:

36

1. Limbah buah-buahan dihaluskan. Bisa dengan cara ditumbuk, diparut

maupun diblender.

2. Masukkan ke dalam dalam tempat (drum)

3. Tambahkan air kelapa.

4. Tambahkan gula.

5. Semua bahan diaduk sampai tercampur merata.

6. Tutup drum dengan penutup. Beri lubang untuk aerasi. Lubang aerasi ini

bisa menggunakan selang agar tidak dimasukki oleh lalat atau serangga

lain.

7. Semua bahan kemudian difermentasi selama 2 minggu sebelum digunakan.

Cara Penggunaan:

• MOL ini bisa digunakan untuk pengomposan maupun untuk penyemprotan

ke tanaman.

• Untuk pengomposan: encerkan larutan fermentasi sebayak 5 xnya.

Kemudian disemprotkan ke bahan-bahan yang akan dikomposkan.

• Untuk penyemprotan tanaman: larutkan larutan fermentasi sebanyak 30

kali. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari atau sore hari ke permukaan

daun. Penyemprotan dilakukan berselang 2 minggu

2. PEMBUATAN KOMPOS

Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sisa-sisa mahluk hidup

baik hewan maupun tumbuhan yang dibusukkan oleh organisme pengurai.

Organisme pengurai atau dekomposer bisa berupa mikroorganisme ataupun

makroorganisme. Kompos berfungsi sebagai sumber hara dan media

tumbuh bagi tanaman. Dilihat dari proses pembuatannya terdapat dua

macam cara membuat kompos, yaitu melalui proses aerob (dengan udara)

dan anaerob (tanpa udara). Kedua metode ini menghasilkan kompos yang

sama baiknya hanya saja bentuk fisiknya agak sedikit berbeda.

37

Proses pembuatan kompos aerob sebaiknya dilakukan di tempat

terbuka dengan sirkulasi udara yang baik. Karakter dan jenis bahan baku

yang cocok untuk pengomposan aerob adalah material organik yang

mempunyai perbandingan unsur karbon (C) dan nitrogen (N) kecil (dibawah

30:1), kadar air 40-50% dan pH sekitar 6-8. Contohnya adalah hijauan

leguminosa, jerami, gedebog pisang dan kotoran ternak..

Berikut ini cara membuat kompos aerob:

• Siapkan tempat untuk tempat pengomposan. Lebih baik apabila tempat

pengomposan diberi peneduh untuk menghindari hujan.

• Siapkan material organik dari sisa-sisa tanaman, bisa juga dicampur dengan

kotoran ternak. Cacah bahan organik tersebut hingga menjadi potongan-

potongan kecil. Semakin kecil potongan bahan organik semakin baik.

Namun jangan sampai terlalu halus, agar aerasi bisa berlangsung sempurna

saat pengomposan berlangsung.

• Masukan bahan organik yang sudah dicacah ke dalam tempat sebagai

tempat untuk pengomposan, kemudian padatkan. Isi tempat hingga penuh.

• Siram bahan baku kompos yang sudah tersusun untuk memberikan

kelembaban. Untuk mempercepat proses pengomposan bisa ditambahkan

starter mikroorganisme pembusuk ke dalam tumpukan kompos tersebut,

yaitu MOL. Setelah itu, tambahkan lagi bahan-bahan lain. Lakukan terus

hingga ketinggian kompos sekitar 1,5 meter.

• Setelah 24 jam, suhu tumpukan kompos akan naik hingga 65oC, biarkan

keadaan yang panas ini hingga 2-4 hari. Fungsinya untuk membunuh

bakteri patogen, jamur dan gulma. Perlu diperhatikan, proses pembiaran

jangan sampai lebih dari 4 hari. Karena berpotensi membunuh

mikroorganisme pengurai kompos. Apabila mikroorganisme dekomposer ikut

mati, kompos akan lebih lama matangnya.

38

• Setelah hari ke-4, turunkan suhu untuk mencegah kematian

mikroorganisme dekomposer. Jaga suhu optimum pengomposan pada

kisaran 45-60oC dan kelembaban pada 40-50%. Cara menjaga suhu adalah

dengan membolak-balik kompos, sedangkan untuk menjaga kelembaban

siram kompos dengan air. Pada kondisi ini penguapan relatif tinggi, untuk

mencegahnya kita bisa menutup tumpukan kompos dengan terpal plastik,

sekaligus juga melindungi kompos dari siraman air hujan.

• Cara membalik kompos sebaiknya dilakukan dengan metode berikut. Buka

plastik, lepaskan dari tumpukan kompos. Lalu letakan persis disamping

tumpukan kompos. Kemudian pindahkan bagian kompos yang paling atas

sambil diaduk. Lakukan seperti mengisi kompos di tahap awal. Lakukan

terus hingga seluruh tumpukan kompos berpindah ke sampingnya. Dengan

begitu, semua kompos dipastikan sudah terbalik semua. Proses pembalikan

sebaiknya dilakukan setiap 3 hari sekali sampai proses pengomposan

selesai. Atau balik apabila suhu dan kelembaban melebihi batas yang

ditentukan.

• Apabila suhu sudah stabil dibawah 45oC, warna kompos hitam kecoklatan

dan volume menyusut hingga 50% hentikan proses pembalikan. Selanjutnya

adalah proses pematangan selama 14 hari.

• Secara teoritis, proses pengomposan selesai setelah 40-50 hari. Namun

kenyataannya bisa lebih cepat atau lebih lambat tergantung dari keadaan

dekomposer dan bahan baku kompos. Pupuk kompos yang telah matang

dicirikan dengan warnanya yang hitam kecoklatan, teksturnya gembur, tidak

berbau.

• Untuk memperbaiki penampilan (apabila pupuk kompos hendak dijual) dan

agar bisa disimpan lama, sebaiknya kompos diayak dan di kemas dalam

karung. Simpan pupuk kompos di tempat kering dan teduh.

3. PEMBUATAN BIOURINE

39

Bio urine merupakan istilah yang populer dikalangan para

pengembang pertanian organik. Bio urine merupakan urin yang diambil dari

ternak, terutama ruminansia yang terlebih dahulu di fermentasi sebelum

digunakan. Bio urine diperoleh dari fermentasi anaerobik dari urine dengan

nutrisi tambahan menggunakan mikroba pengikat nitrogen dan mikroba

dekomposer lainnya. Dengan demikian kandungan unsur nitrogen dalam bio

urine akan lebih tinggi dibandingkan dengan pada urine. Pupuk organik

ramah lingkungan dari limbah ternak itu bisa memutus ketergantungan

petani terhadap pupuk urea atau pupuk kimia lainnya yang justru

mencemari lingkungan. Dengan demikian, para petani tak perlu repot

memikirkan dan membeli pupuk urea, cukup tanaman dipupuk dengan

menggunakan pupuk organik yang berasal dari limbah urine sapi. Pupuk

organik mempunyai efek jangka panjang yang baik bagi tanah, yaitu dapat

memperbaiki struktur kandungan organik tanah dan selain itu juga

menghasilkan produk pertanian yang aman bagi kesehatan, sehingga pupuk

organik ini dapat digunakan untuk pupuk yang ramah lingkungan.

Kelebihan Pupuk Organik Cair (Bio Urine)

1. Mempunyai jumlah kandungan nitrogen, fosfor, kalium dan air lebih banyak

jika dibandingkan dengan kotoran sapi padat.

2. Mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai

pengatur tumbuh.

3. Mempunyai bau khas urine ternak yang dapat mencegah datangnya

berbagai hama tanaman.

4. Zat perangsang pertumbuhan akar tanaman pada benih/bibit

5. Sebagai Pupuk daun organik

6. Dengan dicampur pestisida organik bisa membuka daun yang keriting akibat

serangan thrip.

Cara Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Urine Sapi

40

Bahan dan alat :

Bak penampungan ukuran 1 m3 atau drum untuk tempat biourine,

Aerator, talang air , sambungan talang air, lem paralon, rembung bambu ,

serei, lengkuas, kunyit, jahe, MOL dan urine ternak kambing.

Cara Pembuatan :

Rembung bambu, serei, lengkuas, jahe dan kunyit diblender dan

ditambahkan dengan MOL yang telah dipersiapkan dan kemudian diaduk

sampai rata, selanjutnya ditutup rapat selama 10 hari. Setelah 10 hari

dipompa dengan menggunakan aerator dan dilewatkan melalui talang air,

dibuat seperti tangga selama 6 jam, tujuannya untuk penepisan atau

menguapkan kandungan gas amonia, agar tidak berbahaya bagi tanaman

yang akan di beri bio urine . Kemas dalam jirigen ukuran 5 liter dan pupuk

cair ini siap digunakan.

Cara Penggunaan :

a) Untuk perendaman biji : 1 liter pupuk urine + 10 liter air direndam

selama 10 menit.

b) Untuk pupuk cair yang diaplikasikan lewat daun : 1 liter pupuk urine

per tangki semprot.

5. PEMBUATAN KONSENTRAT

Kebutuhan sumber energi dan sumber protein untuk semua ternak tak

jauh berbeda termasuk kambing dan domba, serta kebiasaan kambing dalam

mengkonsumsi hijauan ternyata belum tentu dapat memenuhi kebutuhan akan

sumber energi diatas ,hal ini disebabkan karna hijauan pada umumnya hanya

merupakan sumber energi,oleh karna itu untuk memenuhi kebutuhan kambing

bisa kita lakukan dengan memberikan pakan konsentrat. Konsentrat untuk

41

kambing merupakan campuran dari berbagai bahan untuk menghasilkan

kandungan gizi tinggi dalam memenuhi kebutuhan ternak.

Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan

pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan

dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai pakan pelengkap (Hartadi et

al., 1991). Konsentrat atau pakan penguat dapat disusun dari biji-bijian dan limbah

hasil proses industri bahan pangan seperti jagung giling, tepung kedelai, menir,

dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan umbi. Peranan konsentrat adalah untuk

meningkatkan nilai nutrien yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan

untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso, 1996). Penambahan

konsentrat dalam ransum ternak merupakan suatu usaha untuk mencukupi

kebutuhan zat-zat makanan, sehingga akan diperoleh produksi yang tinggi. Selain

itu dengan penggunaan konsentrat dapat meningkatkan daya cerna bahan kering

ransum, pertambahan bobot badan serta efisien dalam penggunaan ransum

(Holcomb et. al., 1984).

Bahan yang digunakan : bungkil kedelai, pupuk urea, dedak, bungkil jagung

molases, daun indigofera dan ultra mineral sapi.

Proses Pembuatan :

1. Siapkan semua bahan

2. Timbang bahan sesuai dengan kebutuhan ternak

3. Susun dari bahan yang terbanyak sampai bahan yang terkecil

4. Aduk rata

5. Kemudian dibagi 4 bagian dan masing masing bagian diaduk rata

6. Setelah semua bagian tercampur rata, campurkan bahan tersebut dengan

cara menyilang

7. Setelah itu baru dicampurkan sehingga rata

8. Siap diberikan kepada ternak

6. PEMBUATAN MINERAL BLOK

42

Mineral blok adalah pakan suplemen untuk ternak ruminansia,

berbentuk padat yang kaya dengan zat-zat makanan, terbuat dari bahan

utama molases (tetes tebu) sebagai sumber energi, bahan lain seperti

garam dapur, ultra mineral dan semen. Pakan suplemen ini dapat juga

disebut sebagai “permen jilat” untuk ternak atau “permen kambing”.

Beberapa manfaat dan keuntungan bagi usaha peternakan ternak

ruminansia, yakni antara lain sebagai berikut :

1. Merupakan sumber protein (non-protein nitrogen)., energi dan mineral

yang sangat dibutuhkan oleh ternak.

2. Sebagai pakan tambahan (supelemen) bagi ternak yang dikandangkan

atau digembalakan.

3. Dapat meningkatkan kecernaan dam konsumsi zat-zat makanan dari

bahan pakan yang berserat tinggi, sehingga produktivitas ternak dapat

ditingkatkan.

Bahan yang gunakan adalah : Mineral, semen, garam dan air secukupnya

Proses pembuatan

1. Campurkan semen dan garam

2. Setelah merata tambahkan mineral

3. Sambal diaduk tambahkan air sedikit demi sedikit

4. Setelah adonan tidak gembur lagi atau sudah padat, cetak dalam

tempat yang telah disiapkan

5. Angin- anginkan di tempat yang teduh sampai mengeras.

6. Setelah itu dapat diberikan untuk ternak

43

KESIMPULAN

1. Model bioindustri berbasis integrasi kedelai dan kambing telah terbentuk

dengan menerapkan teknologi inovatif baik pada budidaya kedelai maupun

peternakan kambing

2. Pengetahuan dan sikap petani peternak dalam menerima semua teknologi

inovatif sangat baik. Hal ini menunjukkan adanya arus diseminasi dan

percepatan teknologi inovatif yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang

Pertanian

44

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anonim, 2009. Ciri umum kambing etawa. http://www.kambingetawa.org/ciri-umum-kambing-

etawa.html. Diunduh pada 9 September 2015.

Anonim, 2014. Pokok-pokok pikiran: Pengembangan kawasan pertanian bioindustri berbasis sumberdaya local. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. 90 hal.

Azmi, Gunawan dan Daniswari. 2006. Petunjuk teknis memelihara kambing unggul. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. 53 halaman.

Azmi dan Gunawan, 2007. Usahatani tanaman – ternak kambing melalui sistem integrasi. Prosiding

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. 525 – 531.

Badan Litbang Pertanian, 2014. Panduan Umum Pengembangan Kawasan Pertanian Bio-Industri

Berbasis Sumber Daya Lokal. IAARD Press, 49 hal.

BPS, 2005. Statistik Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. 604 p.

BPS, 2013. Aceh Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh

Dirjen Tanaman Pangan, 2010. Pedoman Pelaksanaan SL-PTT Padi, Jagung, dan Kedelai. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Distan Tk. I Provinsi Aceh, 2014. Laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura

Provinsi Aceh

FKPR Kementan. 2014. Penerapan Pertanian Bioindustri : Dasar Ilmiah dan Langkah-langkah yang

diperlukan. Makalah disampaiakan pada Rapat TPK-BPTP di BBP2TP tanggal 19 Maret 2014. Forum Komunikasi Profesor Riset Kementerian Pertanian.

Gunawan, Sukar, Wiendarti I.W., Sri Wahyuni B., Setyorini W., Tri Joko S., Sutarno, Anthoni

Marthon, Nugroho Siswanto dan Utami Hatmi. 2012. Pengkajian model pengembangan

tanaman kakao integrasi dengan ternak kambing guna meningkatkan produktivitas kakao dan pendapatan petani di Kabupaten Kulon Progo. Laporan Akhir Tahun 2012.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 75 halaman.

Gunawan, W.I Werdhany, Sukar, S.W. Budiarti, Tri Joko Siswanto, Setyorini Widyayanti Sutarno

dan Evi Puji Astuti. 2013. Model pengembangan tanaman kakao integrasi dengan ternak kambing di Kabupaten Kulon Progo. Laporan Akhir Tahun 2013. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 82 halaman.

Gunawan, W.I Werdhany, Sukar, S.W. Budiarti, Utami Hatmi, Setyorini Widyayanti, Evi Puji Astuti, Gede Suparta dan Sutarno. 2014. Pengkajian integrasi tanaman kakao dengan ternak

kambing mendukung terwujudnya kawasan agribisnis di DIY. Laporan Akhir Tahun 2014. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 115 halaman.

Hendriadi, A. 2013. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Berbasis Inovasi. Makalah

disampaikan pada Workshop Evaluasi dan Rencana Kegiatan Peningkatan Kinerja BPTP Tahun 2014. Bogor, 8 Januari 2014.

45

Ismail I.G dan A. Djajanegara. 2004. Kerangka dasar pengembangan sistem usahatani tanaman

ternak. Proyek PPATP. Jakarta.

Jovitry, I. 2011. Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Daun Tanaman Indigofera sp. yang

Mendapat Perlakuan Pupuk Cair untuk daun. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Karda IW, Spudiati. 2012. Meningkatkan Produktifitas Lahan Marginal Melalui Integrasi Tanaman Pakan dan Ternak Ruminansia. Fakultas Peternakan Universitas Mataram.

www.ntb.litbang.deptan.go.id diakses tanggal 1 Mei 2012

Kartaatmadja, S dan A.M. Fagi. 2000. Pengelolaan Tanaman Terpadu: Konsep dan Penerapan. Dalam Prosiding Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Konsep dan

Strategi Peningkatan Produksi Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman

Pangan. Badan Litbang Pertanian. Hal. 75-89.

Marton, A., N. Siswanto dan R. Utami. 2012. Teknologi pengolahan kotoran ternak kambing untuk pupuk organik. Dalam Buku Integrasi Kambing Kakao . Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Yogyakarta. 45-54.

Mathius, I.W. 2008. Potensi dan pemanfaatan pupuk organik asal kotoran kambing Domba.

Wartazoa.

Maryono. 2010. Rekomendasi Teknologi Peternakan Veteriner Mendukung Program Swasembada

Daging Sapi (PSDS) tahun 2014. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor

McDonald P, Henderson AR, Heron SJE. 1991. The Biochemistry of Silage. Britain:Chalcombe Publication.

McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2010. Animal Nutrition.

Seventh Edition. Ashford Colour Press. Gosport.

Nitis, 1992. Usahatani Sistim Tiga Strata. Balai Informasi Pertanian. Bali. Departemen Pertanian.

Pamungkas, D., dan Hartati. 2004. Peranan ternak dalam kesinambungan sistem usaha pertanian.

Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. 304-312.

Santiananda, A. Asmarasari dan B. Tiesnamurti. 2009. Pengembangan Ternak Kambing Terintegrasi dengan Tanaman Kakao. Pros. Lokakarya Nas. Sistem Integrasi Tanaman – Ternak. Puslitbangnak. 220 - 226

Suryana A, dkk. 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Kedelai. Departemen Pertanian.

Wilkinson JM, Wadephul F, Hill J. 1996. Silage in Europe: a survey of 33 countries. Welton, UK: Chalcombe Publications

46

FOTO KEGIATAN

47

48

49

50