identifikasi fungsi perawatan kesehatan …repository.poltekkes-kdi.ac.id/345/1/identifikasi...vii...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI FUNGSI PERAWATAN KESEHATAN KELUARGA
PADA BALITA DENGAN ISPA DI PUSKESMAS POASIA
KARYA TULIS ILMIAH
Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma III
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan keperawatan
OLEH
ISHAK
P00320014020
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim
Penguji Karya Tulis Ilmiah di Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan
yang dilaksanakan pada tanggal dengan :
Tim Penguji
1. Abdul Syukur Bau, S.Kep.,Ns.,MM. (.................................)
2. Asminarsih Zainal Prio, M.Kep.,Sp.Kom. (.................................)
3. Dian Yuniar Shanti Rahayu,SKM.,M.Kep. (.................................)
4. Indriono Hadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes (.................................)
5. Fitri Wijayati, S.Kep,,Ns., M.Kep (.................................)
MENGETAHUI :
Politeknik Kesehatan Kendari,
Ketua Jurusan Keperawatan
Muslimin L., A. Kep, S.Pd., M.Si
NIP. 19560311 198103 1 001
v
RIWAYAT HIDUP
1. Identitas Penulis
a. Nama : Ishak
b. Tempat Tanggal Lahir : Andowia, 15 juni 1996
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Suku Bangsa : Tolaki / Indonesia
f. Alamat : Desa Larobende, Kec.Andowia, Kab.
Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
2. Riwayat Pendidikan
a. SD Negeri Anggolohipo Tamat Tahun 2007
b. SMP Negeri 1 Asera Tamat Tahun 2011
c. SMA Negeri 1 Asera Tamat Tahun 2014
d. Mengikuti jenjang pendidikan diploma III Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Kendari Tahun 2014 sampai sekarang.
vi
MOTTO
Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya
dan usaha yang disertai dengan doa, karena sesungguhnya
nasib seseorang manusia tidak akan berubah dengan sendirinya
tanpa berusaha
vii
ABSTRAK
Ishak (P00320014020). Identifikasi Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga Pada Balita dengan ISPA di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 201
yang di bimbing oleh Bapak Indriono Hadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes. dan Ibu Fitri
Wijayati, S.Kep,,Ns., M.Kep. (x+ VI Bab + 63 Halaman + 8 Tabel + 11
Lampiran). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada saluran
pernafasan atas dan bawah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan terhadap balita
dengan ISPA di wilayah kerja Puskesmas Poasia. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif. Populasi pada penelitian ini sebanyak 311 responden dengan
sampel yang terdiri dari 31 responden. Tekhnik pengambilan sampel secara
accidental sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden mampu
melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan baik. Indikator
mengenal masalah kesehatan balita dengan ISPA (61%) baik, pengambilan
keputusan yang tepat (71%), fungsi keluarga dalam merawat balita dengan ISPA
adalah (31%), fungsi keluarga dalam memodifikasi lingkungan fisik dan
psikologis balita dengan ISPA (98%), fungsi keluarga dalam menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada di sekitar keluarga (98%). Sebaiknya pihak
Puskesmas lebih meningkatkan kinerja dalam mensosialisasikan fungsi keluarga
dalam melakukan perawatan kesehatan terhadap balita dalam hal ini mengenai
pentingnya untuk mengenal apa itu ISPA.
Kata Kunci : fungsi perawatan kesehatan, keluarga, balita, dan ISPA.
Daftar Pustaka : 33 buah (1992 - 2017) dan 1 dari internet
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, nikmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga
penulis mampu menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul
”Identifikasi Fungsi Keluarga Dalam Perawatan Kesehatan Terhadap
Balita Dengan ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia”. Karya
Tulis Ilmiah ini merupakan tuntutan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan pendidikan Ahli Madya Keperawatan pada Diploma
III Akademi Keperawatan Politeknik Kesehatan Kendari dapat
diselesaikan.
Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan saran, masukan dan
dukungan terhadap penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini terutama orang
tuaku Ayahanda tercinta H. Muh. Said L. A.Ma. Pd dan Ibunda tercinta
Hj. Hadijah yang tiada henti-hentinya memberikan motivasi, dukungan
moril, materil, kasih sayang, nasehat yang menyejukkan hati, doa luar
biasa serta kesabaran dalam mendidik penulis sehingga penulis tetap
semangat dan termotivasi dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak menerima
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak
Indriono Hadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes. selaku pembimbing I dan Ibu Fitri
Wijayati, S.Kep,,Ns., M.Kep. selaku pembimbing II yang telah
ix
memberikan bimbingan danarahan sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Petrus, S.KM., M. Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kendari.
2. Kepala badan penelitian dan pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara
yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.
3. Bapak Muslimin L., A. Kep, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kendari.
4. Bapak Abdul Syukur Bau, S.Kep.,Ns.,MM. Selaku penguji I, Ibu
Asminarsih Zainal Prio, M.Kep.,Sp.Kom. selaku penguji II dan ibu Dian
Yuniar Shanti Rahayu,SKM.,M.Kep. selaku penguji III yang banyak
memberikan kritik dan masukan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
5. Seluruh staf di politeknik kesehatan kendari khususnya dilingkungan
jurusan keperawatan serta seluruh staf yang telah membantu dalam urusan
administrasi selama penulis menjadi mahasiswa.
6. Kepada kedua saudaraku Nertin, S.Pd., M.Si. terima kasih untuk
dukungannya dan Nursainab M. Said, S.Farm., Apt. terimakasih untuk
bantuan dan kejasamanya selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 yang telah memberikan
dukungan serta kerjasamanya selama penulis menempuh pendidikan
sampai terselesainya karya tulis ilmiah ini.
x
8. Pihak lain yang telah membantu dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada semua pihak dan apabila masih terdapat kesalahan dalam
karya tulis ilmiah ini, sudilah kiranya memberikan koreksi untuk lebih
baiknya tulisan ini. Mohon maaf atas hal-hal yang tidak berkenan dari diri
penulis. Semoga karya tulisan ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi
kita semua, Amin.
Kendari, Agustus 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... v
MOTTO ................................................................................................................ vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9
A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ..................................................... 9
B. Keluarga ..................................................................................................... 17
C. Balita .......................................................................................................... 20
D. Fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pencapaian tugas
perkembangan balita .......................................................................................... 21
BAB III KERANGKA KONSEP ..................................................................... 27
A. Kerangka Konsep ....................................................................................... 27
B. Definisi Operasional dan Kriteria Objek.................................................... 28
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................. 32
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 32
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 32
xii
C. Populasi dan Sampel .................................................................................. 33
D. Cara Pengumpulan Data ............................................................................. 34
E. Instrumen Penelitian................................................................................... 35
F. Pengolahan dan Analisa Data..................................................................... 35
G. Penyajian data ............................................................................................ 37
H. Etika Penelitian .......................................................................................... 37
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 39
A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 39
B. Pembahasan ................................................................................................ 45
BAB VI PENUTUP ........................................................................................... 56
A. Kesimpulan ................................................................................................ 56
B. Saran ........................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 58
LAMPIRAN ......................................................................................................... 61
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin di
Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017 ....................................... 40
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di
Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017 ....................................... 41
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Keluarga Balita Menurut Umur di Puskesmas
Poasia Kota Kendari Tahun 2017 ......................................................... 41
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Keluarga Balita Pekerjaan di Puskesmas Poasia
Kota Kendari Tahun 2017 ..................................................................... 42
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Mengenal Masalah Kesehatan Pada Balita
Dengan ISPA di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017 ........... 43
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Mengambil Keputusan Yang Tepat Pada Balita
Dengan ISPA di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017 ........... 43
Tabel 5. 7 Distribusi Frekuensi Perawatan Keluarga Pada Balita Dengan ISPA
Di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017 .................................. 44
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Modifikasi Lingkungan Fisik Pada Balita
Dengan ISPA Di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017 .......... 44
Tabel 5. 9 Distribusi Frekuensi Menggunakan Fasilitas Kesehatan Di
Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017 ....................................... 45
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul
Lampiran I Surat Izin Pengambilan Data Awal
Lampiran II Surat Izin dari Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Lampiran III Surat Izin Dari Badan Riset
Lampiran IV Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran V Lembar Kuisyioner
Lampiran VI Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran VII Tabulasi
Lampiran VIII Master Tabel
Lampiran IX Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran X Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu
penyebab kematian utama pada bayi dan balita, diperkirakan 13 juta anak
balita di dunia meninggal setiap tahun. Sebagian besar penelitian di
Negara berkembang menunjukkan bahwa diberbagai negara setiap
tahunnya 20-30% kematian bayi dan balita disebabkan karena menderita
infeksi saluran nafas akut (ISPA). Diperkirakan 2-5 juta bayi dan balita
diberbagai negara setiap tahunnya. Dua pertiga dari kematian ini terjadi
pada kelompok bayi, terutama bayi usia 2 bulan pertama sejak kelahiran.
Kejadian infeksi pernapasan akut terutama bagian atas, di Negara
berkembang dilaporkan antara 4-7 kali per anak per tahun, ini hampir
sama terjadi di Amerika, Afrika dan Asia (WHO, 2008).
Balita merupakan kelompok masyarakat yang paling rentan
terhadap penyakit ISPA. Sepanjang tahun 2015, pneumonia telah
menyebabkan 5,9 juta balita meninggal dunia (WHO, 2016). Hal ini
menjadikan ISPA pneumonia menjadi penyebab terbesar atas kematian
anak di seluruh dunia, terutama di wilayah Asia Tenggara dan Sub Sahara
Afrika (WHO, 2015) dengan perkiraan jumlah kematian sebesar 51 %
(Dawood, 2012).
Di Indonesia kasus Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA) selalu
menempati urutan pertama penyebab 36,4% kematian bayi tahun 2008 dan
32,1% kematian bayi pada tahun 2009, serta penyebab 18,2% kematian
2
balita pada tahun 2010 dan 38,8% tahun 2011. ISPA juga sering berada
pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Lima Provinsi dengan
ISPA tertinggi yaitu, Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1 %),
Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat ( 28,3%), dan Jawa Timur (28,3 %)
(South, 2016).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2016 terdapat peningkatan jumlah kejadian
ISPA pada balita. Delapan kabupaten dari 14 kabupaten yang ada di
Sulawesi Tenggara dengan ISPA tertinggi yaitu, Kota Kendari dari 25.473
balita yang berkunjung di puskesmas terdapat 4.946 balita yang
mengalami ISPA, Kolaka Utara dari 13.629 balita yang berkunjung di
puskesmas terdapat 3.323 balita yang mengalami ISPA, Konawe Selatan
dari 11.888 balita yang berkunjung di puskesmas terdapat 2.409 balita
yang mengalami ISPA, Muna dari 12.682 balita yang berkunjung di
puskesmas terdapat 2.304 balita yang mengalami ISPA, Kolaka dari
11.450 balita yang berkunjung di puskesmas terdapat 2.289 balita yang
mengalami ISPA, Bombana dari 9.280 balita yang berkunjung di
puskesmas terdapat 2.048 balita yang mengalami ISPA, Konawe dari
11.443 balita yang berkunjung di puskesmas terdapat 2.016 balita yang
mengalami ISPA, dan Kabupaten Buton dari 6.798 balita yang berkunjung
di puskesmas terdapat 1.045 balita yang mengalami ISPA.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Puskesmas
Poasia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa jumlah
3
kunjungan balita selama bulan Januari Sampai Mei tahun 2017 dari 1.261
balita yang berkunjung di Puskesmas terdapat 311 balita yang mengalami
ISPA.
Hasil wawancara di kecamatan Poasia masih terdapat keluarga
yang kurang paham atau tidak mengetahui penyakit ISPA. Jika balita
mengalami batuk, mereka hanya menganggapnya batuk biasa saja. Untuk
perawatannya kebanyakan balita hanya diberikan obat batuk yang
didapatkan dari apotik atau toko obat lainnya tanpa melakukan
pemeriksaan terlebih dahulu. Keputusan yang di ambil keluarga jika
anaknya sakit hanya dengan melakukan perawatan dirumah sehingga ibu
atau bapaknya tidak masuk kerja. Lingkungan di daerah ini kurang baik
karena keadaan rumah yang kurang mendukung, walaupun dibersihkan
namun pada bagian atas atau pada dinding rumah yang jarang dibersihkan.
Fasilitas kesehatan anak dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit untuk
menjalani pengobatan.
Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor,
yaitu antara lain: kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan
hunian rumah), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur); ketersediaan
dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk
mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi); faktor pejamu, seperti usia,
kebiasaan merokok, kemampuan pejamu menularkan infeksi, status
kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang
4
disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan umum; dan karakteristik
patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi (misalnya, gen
penyandi toksin), dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum)
(WHO, 2007).
Kejadian ISPA erat terkait dengan pengetahuan orangtua tentang
ISPA, karena orangtua sebagai penanggungjawab utama dalam
pemeliharaan kesejahteraan anak (Wahyuti,2012). Olivya dkk, (2016)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa orangtua belum mampu
mengenali gejala ISPA yang dialami oleh anaknya sampai memanfaatkan
pelayanan kesehatan secara optimal sehingga penyakit ISPA menjadi
penyebab kematian utama pada anak. Menurut Hidayati (2004),
Pengetahuan ibu yang benar tentang ISPA dapat membantu mendeteksi
dan mencegah penyakit ISPA lebih awal. Pengetahuan dan sikap orang tua
secara bersama-sama mempengaruhi perilaku terhadap pencegahan
penyakit ISPA.
Keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal orang sehingga
keluarga adalah penentu dasar pembentukan karakter seseorang. Keluarga
merupakan kelompok yang berperan penting dalam proses pengembangan,
pencegahan, serta perbaikan dalam setiap masalah kesehatan yang
ditemukan dalam keluarga tersebut. (Sutikno, 2011). Hubungan antar
anggota keluarga merupakan sebuah hubungan yang sangat erat serta
memiliki intensitas yang sangat tinggi pada setiap anggota keluarga
(Lestari,2012). Salah satu fungsi keluarga yang berperan penting dalam
5
meningkatkan status kesehatan keluarga adalah fungsi perawatan
kesehatan keluarga.
Perawatan kesehatan keluarga berfungsi untuk mempertahankan
keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas
tinggi fungsi tersebut dikembangkan menjadi tugas kesehatan keluarga.
Tugas kesehatan tersebut meliputi kemampuan keluarga untuk mengenal
kesehatan keluarga, memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi
keluarga, merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan,
memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan, dan
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan (Setiadi, 2008).
Fungsi perawatan kesehatan keluarga dikembangkan menjadi tugas
keluarga di bidang kesehatan, keluarga mempunyai fungsi di bidang
kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan (Bailon dan Maglaya, dalam
Mubarak, Chayatin, dan Santoso, 2009) membagi 5 tugas keluarga dalam
bidang kesehatan, yaitu: mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya;
mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat; merawat
anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan; memodifikasi
lingkungan fisik dan psikologis; dan menggunakan fasilitas kesehatan
yang ada di sekitar keluarga.
Pemahaman keluarga mengenai lima tugas kesehatan keluarga diatas
merupakan aspek penting bagi keluarga dalam menjalankan fungsi-fungsi
kesehatannya, dengan tujuan dapat meningkatkan kualitas status kesehatan
anggota keluarga.
6
Peran perawat keluarga adalah melakukan pendekatan yang logis dan
sistematis untuk bekerja dengan keluarga dalam mengidentifikasi sejauh
mana keluarga melakukan fungsi perawatan kesehatan kepada anggota
keluarga yang lain serta membantu keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan melalui proses perawatan kesehatan keluarga (Friedman, dalam
Setiadi, 2008).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih dalam tentang fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan ISPA
pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari tahun
2016.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
bagaimana fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan terhadap balita dengan
ISPA di Puskesmas Poasia.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi fungsi
keluarga dalam perawatan kesehatan terhadap balita dengan ISPA di
Puskesmas Poasia.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi fungsi keluarga dalam mengenal kesehatan balita
dengan ISPA.
7
2. Mengidentifikasi fungsi keluarga dalam mengambil keputusan
terhadap balita dengan ISPA.
3. Mengidentifikasi fungsi keluarga dalam merawat balita dengan
ISPA.
4. Mengetahui fungsi keluarga dalam memodifikasi lingkungan fisik
dan psikologis balita dengan ISPA.
5. Mengetahui fungsi keluarga dalam menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada di sekitar keluarga.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Puskesmas
Dapat menjadi masukan bagi institusi Puskesmas dalam rangka
mempromosikan kepada masyarakat peran keluarga dalam
perawatan kesehatan terhadap balita dan langkah-langkah
pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran ISPA.
b. Bagi Keluarga
Dapat memperoleh pengetahuan mengenai peran keluarga dalam
perawatan kesehatan terhadap balita, anak-anak dan anggota
keluarga lainnya.
2. Manfaat Teoritis
a. Bagi Peneliti
1. Sebagai sumber pengembangan pengetahuan tentang peran
keluarga dalam perawatan kesehatan dengan penyakit ISPA.
8
2. Sebagai salah satu acuan atau salah satu referensi dalam
mengaplikasikan ilmu keperawatan yang diperoleh dari proses
perkuliahan.
b. Bagi institusi pendidikan
1. Sebagai sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan
yang dapat menambah pengetahuan mengenai peran keluarga
dalam perawatan kesehatan terhadap balita dengan penyakit
ISPA.
2. Dapat dijadikan sebagai dokumentasi ilmiah sebagai salah satu
bukti pelaksanaan kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh
mahasiwa dalam rangka menyelesaikan studi D-III
Keperawatan.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
1. Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA
akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun.
Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak-anak dan paling
sering menjadi satu-satunya alasan untuk datang ke rumah sakit atau
puskesmasuntuk menjalani perawatan inap maupun rawat jalan. Anak di
bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh
yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Danusantoso, 2012).
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi yang
menyerang saluran pernapasan baik itu saluran pernapasan atas ataupun
saluran pernapasan bawah. Saluran pernapasan atas dimulai dari bagian
lubang hidung, pita suara, laring, sinus paranasal, serta telinga tengah, dan
saluran pernapasan bawah terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli
(Simoes, et al., 2006). ISPA yang terjadi pada saluran pernapasan atas sering
ditemui sebagai common cold, influenza, sinusitis, tonsillitis, bahkan dapat
meluas hingga menyebabkan otitis media. Sementara ISPA yang menyerang
10
saluran pernapasan bawah adalah bronchitis dan pneumonia (Asih & Effendy,
2004).
ISPA merupakan infeksi yang menyerang secara cepat dan berbahaya
jika tidak diberi tindakan. ISPA mudah sekali menyerang anak-anak terutama
anak dibawah lima tahun (Tambayong, 2000). Anak-anak dibawah lima tahun
mudah sekali terkena penyakit karena kekebalan tubuh yang dimiliki masih
rendah atau imunitas yang dimiliki belum terbentuk sempurna terutama
penyakit infeksi. Anak dibawah lima tahun atau anak masa pra sekolah adalah
dimana anak sedang aktif-aktifnya ingin mengetahui segala bentuk dan segala
rupa yang dilihat olehnya, senang bermain air, bermain diluar rumah, dan
banyak sekali yang ingin dilakukannya, selain itu pula anak dengan usia
prasekolah memiliki kecenderungan nafsu makan yang menurun. Anak pada
masa usia prasekolah ini juga sudah mengenal berbagai macam permainan
dan ingin bermain dengan teman-teman seumuranya diluar rumah, sehingga
dengan berbagai aktifitas yang ingin dilakukannya dan napsu makan menurun
atau asupan nutrisi tidak terpenuhi membuat usia anak prasekolah lebih
rentan terhadap suatu penyakit terutama penyakit infeksi (Putra, 2016).
2. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan ricketsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptokokus,
stapilokokus, pneumokokus, hemofilus, bordetela dan korinebakterium. Virus
penyebab ISPA antara lain adalah golongan mikrovirus, adenovirus,
11
koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus, dan lain-lain (Rahayu,
2011).
Virus yang terdapat dalam saluran pernapasan dibagi atas beberapa
macam yaitu (Rahayu, 2011):
1. Virus respiratory syncytial, menyebabkan bronchiolitis
2. Virus parainfluenza, khususnya tipe 1 menyebabkan sebagian kasus croup,
bisa menimbulkan infeksi saluran pernapasan atas dan bronchitis.
3. Virus influenza A dan B menyebabkan infeksi saluran pernapasan atas
selama
4. epidemic.
5. Adenovirus, menyebabkan penyakit saluran pernapasan simptomatik
ringan atau konjungtivitis, bisa menyebabkan pneumonia fatal.
6. Rhinovirus, menyebabkan infeksi koriza, infeksi virus Coxsackie terbatas
pada saluran pernapasan atas. Tipe A menyebabkan herpangina dan
tonsilopharingitis. Virus Coe (A21) menyebabkan infeksi saluran
pernapasan.
3. Patofisiologi ISPA
Sebagian besar ISPA disebabkan oleh virus, meskipun bakteri juga
dapat terlibat sejak awal atau yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus.
Semua yang infeksi mengakibatkan respon imun dan inflamasi sehingga
terjadi pembengkakan dan edema jaringan yang terinfeksi. Reaksi inflamasi
menyebabkan peningkatan produksi mukus yang berperan menimbulkan
ISPA, yaitu kongesti atau hidung tersumbat, sputum berlebih, dan rabas
12
hidung (pilek). Sakit kepala, demam ringan juga dapat terjadi akibat reaksi
inflamasi. Meskipun saluran napas atas secara langsung terpajan dengan
lingkungan, infeksi relative jarang meluas menjadi infeksi saluran napas
bawah yang mengenai bronchus atau alveolus. Terdapat banyak mekanismae
perlindungan di sepanjang saluran napas untuk mencegah infeksi.
Saluran pernapasan memiliki kemampuan untuk menyaring dan
menangkap kuman pathogen yang masuk dengan cara refleks batuk, yaitu
dengan mengeluarkan benda asing dan mikroorganisme, serta mengeluarkan
mukus yang terakumulasi dan mukosyliaris. Lapisan mukosiliaris yaitu
lapisan yang terdiri dari sel-sel yang beralokasi dari bronkus ke atas dan
mempunyai produksi mukus, serta sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil
mukus. Sel penghasil mukus menangkap partikel benda asing, dan silia
bergerak secara ritmik untuk mendorong mukus dan semua partikel yang
terperangkap, ke atas cabang pernapasan ke nasofaring tempat mukus tersebut
dapat dikeluarkan sebagai sputum, dikeluarkan melalui hidung atau ditelan.
Proses kompleks ini kadang disebut sebagai system escalator mukosiliaris.
Silia adalah struktur lembut yang mudah rusak atau cedera oleh berbagai
stimulus berbahaya, termasuk asap rokok.
Apabila mikroorganisme dapat lolos dari mekanisme pertahanan
tersebut dan membuat koloni di saluran pernapasan atas, bagian penting
pertahanan ketiga sistem imun, akan bekerja untuk mencegah
mikroorganisme tersebut sampai ke saluran napas bawah. Respon ini
13
diperantarai oleh limfosit, tetapi melibatkan sel darah putih lainnya (Corwin,
2009).
4. Klasifikasi ISPA
Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua golongan umur
yaitu gologan umur 2 bulan sampai dengan < 5 tahun dan golongan umur < 2
bulan (Rahayu, 2011).
1. Golongan umur 2 bulan sampai dengan < 5 tahun klasifikasi dibagi atas:
a. Pneumonia berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian
bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas ( pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau
meronta).
b. Pneumonia
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat adalah:
1) Untuk usia 2 bulan -12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
2) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih
c. Bukan pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak
ada napas cepat.
“Tanda Bahaya” untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun yaitu:
1) Tidak bisa minum
2) Kejang
14
3) Kesadaran menurun
4) Stidor
5) Gizi buruk
2. Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas:
a. Pneumonia berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur
kurang dari 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau napas cepat.
“Tanda Bahaya” untuk golongan umur kurang dari 2 bulan, yaitu:
1) Kurang bisa minum ( kemampuan minumnya menurun sampai
kurang dari ½ volume yang biasa diminum).
2) Kejang
3) Kesadaran menurun
4) Stridor
5) Wheezing
6) Demam/dingin
3. Faktor Risiko ISPA
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai Negara termasuk Indonesia dan
berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor risiko baik yang
15
meningkatkan insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat
ISPA terutama pneumonia (Rahayu, 2011):
1. Faktor risiko yang meningkatkan insiden ISPA
a. Umur < 2 bulan
b. Laki-laki
c. Gizi kurang
d. Berat badan lahir rendah
e. Tidak mendapat ASI memadai
f. Polusi udara
g. Kepadatan tempat tinggal
h. Imunisasi yang tidak memadai
i. Membedong anak
j. Defisiensi vitamin A
k. Pemberian makanan tambahan terlalu dini
2. Faktor risiko yang meningkatkan angka kematian ISPA
a. Umur < 2 bulan
b. Tingkat sosial ekonomi rendah
c. Kurang gizi
d. Berat badan lahir
e. Tingkat pendidikan ibu yang rendah
f. Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
g. Kepadatan tempat tinggal
h. Imunisasi yang tidak memadai
16
i. Menderita penyakit kronis
j. Aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan
yang salah.
5. Balita
Anak lima tahun atau yang sering disingkat sebagai anak balita adalah
anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih populer dengan
pengertian usia anak dibawah lima tahun atau yang biasa digunakan
perhitungan bulan yaitu usia 12-59 bulan. Para ahli menggolongkan usia
balita sebagai tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap
berbagai serangan penyakit (INFODATIN, 2015).
Usia balita lebih sering terkena penyakit dibandingkan orang dewasa.
Hal ini disebabkan sistem pertahanan tubuh pada balita terhadap penyakit
infeksi masih dalam tahap perkembangan. Salah satu penyakit infeksi yang
paling sering diderita oleh balita adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA). Infeksi ini mengenai saluran pernafasan yang merupakan organ yang
sangat peka sehingga kuman penyakit mudah berkembang biak (Supriatin,
2013).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit yang tergolong
sering menyerang atau terjadi pada balita. Hal ini kemungkinan berhubungan
erat dengan permasalahan daya tahan tubuh bayi yang masih belum terlalu
kuat dibandingkan manusia dewasa.
ISPA merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi dan sering
menempati urutan pertama angka kesakitan balita. Daya tahan tubuh yang
17
berbeda pada setiap balita menyebabkan balita lebih rentan terhadap penyakit
terutama ISPA. Perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ini
akan lebih efektif dilakukan oleh keluarga baik yang dilakukan oleh ibu atau
keluarga yang tinggal dalam satu rumah (Widodo,2016)
B. Keluarga
1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup
bersama dengan keterikatan emosional dan setiap individu mempunyai
peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman,
dkk., 2003). Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
dihubungan dengan hubungan darah, perkawinan, adopsi, hidup dalam
satu rumah tangga, saling berinteraksi dan mempertahankan budaya dalam
keluarga (Susanto, 2012).
Pengertian keluarga dapat disimpulkan bahwa keluarga
merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari dua orang
atau lebih yang dihubungankan melalui ikatan perkawinan, hubungan
darah, adopsi dan saling berinteraksi satu dengan lainnya, mempunyai
keunikan nilai dan norma hidup yang didasari oleh sistem kebudayaan
keluarga yang terorganisasi dibawah asuhan kepala rumah tangga dalam
menjalankan peran dan fungsi anggota keluarga serta mempunyai hak
otonomi dalam mengatur keluarganya, misalnya dalam hal kesehatan
keluarga (Zaidin A., 2009).
18
2. Fungsi Keluarga
Friedman, dkk. (2003) menggambarkan fungsi sebagai apa yang
dikerjakan oleh keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang
digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan bersama anggota
keluarga. Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan, yaitu fungsi afektif,
sosialisasi, reproduksi, ekonomi, dan perawatan kesehatan.
a. Fungsi Afektif (the afective function)
Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan psikososial, saling mengasihi dan memberikan cinta kasih,
serta saling menerima dan mendukung. Fungsi afektif ini merupakan
sumber kebahagiaan dalam keluarga. Keluarga memberikan kasih
sayang dan rasa aman. Komponen fungsi afektif adalah saling
mengasuh, menghargai, adanya ikatan, dan identifikasi ikatan
keluarga yang dimulai pasangan sejak memulai hidup baru. Fungsi
afektif yang dilaksanakan dengan baik dapat menciptakan konsep diri
positif pada keluarga (Friedman dkk., 2003).
b. Fungsi Sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social
placemen function)
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi pengembangan dan melatih anak
untuk berinteraksi sosial baik dengan anggota keluarga dan
masyarakat (Suprajitno, 2004). Keluarga memiliki tanggung jawab
utama dalam mengubah seorang bayi dalam hitungan tahun menjadi
19
makhluk sosial yang mampu berpartisipasi penuh dalam masyarakat
berdasarkan keyakinan nilai dan norma pada suatu keluarga
(Suprajitno, 2004).
c. Fungsi Reproduksi (the reproductive function)
Fungsi reproduksi merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi
dan
menjaga kelangsungan keluarga, serta menjamin kontinuitas antar
generasi
keluarga dan masyarakat dengan menyediakan anggota baru untuk
masyarakat. Ikatan perkawinan yang sah berfungsi memenuhi
kebutuhan biologis pasangan dan meneruskan keturunan (Suprajitno,
2004).
d. Fungsi Ekonomi (the economic function)
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan anggota keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan
penghasilan dalam memenuhi
kebutuhan keluarga.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan (the health care function)
Fungsi perawatan kesehatan merupakan fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi. Fungsi perawatan kesehatan bukan
hanya fungsi esensial dan dasar dalam keluarga namun fungsi yang
20
bertanggung jawab penuh dalam keluarga untuk mempertahankan
status kesehatan anggota keluarga.
Fungsi perawatan kesehatan merupakan hal yang penting dalam
pengkajian keluarga. Keluarga merupakan unit dasar dalam
masyarakat yang mengatur perilaku dan perawatan kesehatan,
dilaksanakan, dan diamankan. Keluarga memberikan perawatan
kesehatan yang bersifat preventif dan secara bersama-sama merawat
anggota keluarga yang sakit (Suprajitno, 2004).
C. Balita
Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak
prasekolah (3-5 tahun). Usia balita masih tergantung penuh pada orang tua
untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan
(Ayuningtiyas, 2013). Periode balita jika dilihat dari periode usia
perkembangannya terdiri dari periode bayi (dari lahir sampai 12 bulan),
toddler (usia 1 sampai 3 tahun) dan periode pra sekolah (usia 3 sampai 6
tahun). Pada periode ini balita mengalami peningkatan daya gerak, yang
ditandai dengan aktivitas yang meningkat, peningkatan perkembangan fisik,
kepribadian, bahasa, dan perluasan hubungan sosial. Balita juga mengalami
peningkatan kesadaran tentang ketergantungan, kemandirian, kontrol diri, dan
mulai mengembangkan konsep diri (Perry and Potter, 2005).
Angka kematian yang tinggi karena ispa khususnya pneumonia masih
merupakan masalah di beberapa negara berkembang termasuk indonesia.
WHO (1992) memperkirakan 12,9 juta balita meninggal dunia karena ISPA
21
terutama pneumonia. Menurut beberapa faktor yang telah diketahui
mempengaruhi pneumonia dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian
ASI kurang cukup, Imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A, umur
muda,kepadatan hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak
ditenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-
lain (WHO,1992).
D. Fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pencapaian tugas
perkembangan balita
Fungsi utama keluarga dalam perawatan kesehatan yaitu untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas tinggi, fungsi tersebut dikembangkan menjadi tugas di bidang
kesehatan dengan fungsi pemeliharaan kesehatan. Keluarga mempunyai tugas
di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan meliputi, mengenal
kesehatan keluarga, memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi
keluarga, merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan,
memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan dan
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, praktek diet, praktek tidur,
praktek rekreasi dan latihan, praktek penggunaan obat terapeutik, dan praktek
perawatan diri keluarga (Suparjitno, 2004).
Keluarga dapat menggunakan indikator dari fungsi perawatan
kesehatan keluarga dan tugas kesehatan keluarga untuk meningkatkan
pencapaian tugas perkembangan balita. Tugas perkembangan balita adalah
tugas-tugas yang harus diselesaikan balita pada fase-fase kehidupan, seperti
22
fase motorik, fase kognitif, fase bahasa, dan fase sosial, apabila seorang balita
dapat mencapainya, balita tersebut akan berhasil melewati tahap
perkembangan selanjutnya (Soetjiningsih, 2003). Demikian besarnya
pengaruh keluarga dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan anak
sehingga peran keluarga sangat diperlukan dalam menjalankan fungsi
kesehatan (Supartini, 2004).
Fungsi perawatan kesehatan keluarga dikembangkan menjadi tugas
keluarga di bidang kesehatan, keluarga mempunyai fungsi di bidang
kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan (Bailon dan Maglaya, dalam
Mubarak, Chayatin, dan Santoso, 2009) membagi 5 tugas keluarga dalam
bidang kesehatan, yaitu:
a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
Pengenalan masalah kesehatan keluarga yaitu sejauh mana keluarga,
mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan keluarga yang meliputi
pengertian, tanda dan gejala, penyebab yang mempengaruhi serta persepsi
keluarga terhadap masalah. Pada tahap ini memerlukan data umum
keluarga yaitu nama keluarga, alamat, komposisi keluarga, tipe keluarga,
suku, agama, status sosial ekonomi keluarga dan aktivitas rekreasi
keluarga(Bailon dan Maglaya, dalam Mubarak, Chayatin, dan Santoso,
2009).
Ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah terkait dengan
perkembangan balita disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1)
ketidaktahuan keluarga akan masalah yang sedang dihadapi; 2) sikap dan
23
falsafah hidup; 3) ketakutan keluarga akan akibat masalah bila diketahui
(Mubarak, Chayatin, dan Santoso, 2009).
b. Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat
Pengambilan sebuah keputusan kesehatan keluarga merupakan langkah
sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah,
apakah masalah dirasakan, menyerah terhadap masalah yang dihadapi,
takut akan akibat dari tindakan penyakit, mempunyai sikap negatif
terhadap masalah kesehatan, dapat menjangkau fasilitas yang ada. Pada
tahap ini yang dikaji berupa akibat dan keputusan keluarga yang diambil.
Perawatan sederhana dengan melakukan cara-cara perawatan yang sudah
dilakukan keluarga dan cara pencegahannya (Bailon dan Maglaya, dalam
Mubarak, Chayatin, dan Santoso, 2009).
Ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai
tindakan kesehatan yang tepat terkait dengan perkembangan balita
dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu: 1) keluarga tidak mengerti mengenai
sifat, berat dan luasnya masalah; 2) masalah tidak begitu menonjol; 3) rasa
takut dan menyerah; 4) kurang pengertian/pengetahuan mengenai macam-
macam jalan keluar yang terbuka untuk keluarga; 5) tidak sanggup
memilih tindakan-tindakan di antara beberapa pilihan terkait
perkembangan balita; 6) ketidakcocokan pendapat dari anggota-anggota
keluarga tentang pemilihan tindakan; 7) ketidaktahuan keluarga tentang
fasilitas kesehatan yang ada; 8) ketakutan keluarga akan akibat tindakan
yang diputuskan; 9) sikap negatif terhadap masalah kesehatan; 10) fasilitas
24
kesehatan tidak terjangkau dalam hal fisik/lokasi dan biaya transportasi;
11) kurang kepercayaan/keyakinan terhadap tenaga/lembaga kesehatan
terkait perkembangan balita; 12) kesalahan konsepsi karena informasi
terkaiz perkembangan balita yang salah terhadap tindakan yang
diharapkan (Mubarak,Chayatin, dan Santoso, 2009);
c. Merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan
Perawatan anggota keluarga mengetahui keadaan penyakitnya,
mengetahui sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan,
mengetahui sumber-sumber yang ada dalam keluarga, mengetahui
keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan dan sikap keluarga
terhadap yang sakit.
Perawatan keluarga dengan melakukan perawatan sederhana sesuai
dengan kemampuan, perawatan keluarga yang biasa dilakukan dan cara
pencegahannya seminimal mungkin (Friedman, dalam Setiadi, 2008).
Ketidakmampuan keluarga merawat atau menolong anggota keluarga yang
sakit atau berusia muda disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) keluarga
tidak mengetahui keadaan penyakit; 2) pertumbuhan dan perkembangan
anak; 3) tidak mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan yang
dibutuhkan balita; 4) kurang pengetahuan dan keterampilan dalam
melakukan prosedur perawatan atau pengobata (Mubarak, Chayatin, dan
Santoso, 2009).
25
d. Modifikasi lingkungan fisik dan psikologis
Pemodifikasian lingkungan dapat membantu keluarga melakukan
perawatan pada anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan,
dalam bentuk kebersihan rumah dan menciptakan kenyamanan agar anak
dapat beristirahat dengan tenang tanpa adanya gangguan dari luar
(Friedman; dalam Setiadi, 2008).
Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang bisa
mempengaruhi kesehatan dan pengembangan pribadi anggota keluarga
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) keluarga kurang dapat melihat
keuntungan atau menfaat pemeliharaan lingkungan di masa yang akan
datang; 2) ketidaktahuan keluarag akan higiene sanitasi; 3) ketidaktauan
keluarga tentang usaha penyakit; 4) sikap atau pandangan hidup keluarga;
5) ketidakkompakan keluarga; 6) sumber-sumber keluarga tidak
seimbang/tidak cukup (keuangan, tanggung jawab atau wewenang anggota
keluarga, dan rumah yang tidak teratur) (Mubarak, Chayatin, dan Santoso,
2009).
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di sekitar keluarga
Keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan, memahami
keuntungan yang diperoleh dari fasilitas kesehatan, tingkat kepercayaan
keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan tersebut
terjangkau oleh keluarga. (Friedman, dalam Setiadi, 2008).
Ketidakmampuan keluarga menggunakan sumber di masyarakat guna
pemeliharaan kesehatan balita disebabkan oleh bebrapa hal, yaitu: 1)
26
ketidaktahuan atau ketidaksadaran keluarga bahwa fasilitas kesehatan itu
ada; 2) keluarga tidak memahami keuntungan yang dapat diperoleh dari
fasilitas kesehatan; 3) kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan
fasilitas kesehatan; 4) pengalaman yang kurang baik dari petugas
kesehatan; 5) tidak adanya fasilitas yang diperlukan terkait perkembangan
balita; 6) sikap atau falsafah hidup keluarga; 7) rasa asing atau tidak
adanya motivasi keluarga dari masyarakat; 8) sakit jiwa; 9) fasilitas yang
diperlukan tidak terjangkau oleh keluarga; 10) tidak ada atau kurangnya
sumber daya keluarga (Mubarak, Chayatin, dan Santoso, 2009).
Pemahaman keluarga mengenai lima tugas kesehatan keluarga diatas
merupakan aspek penting bagi keluarga dalam menjalankan fungsi-fungsi
kesehatannya, dengan tujuan dapat meningkatkan kualitas status kesehatan
anggota keluarga.
27
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini adalah melihat apakah terdapat
pengaruh fungsi perawatan kesehatan keluarga pada balita dengan ISPA
seperti mengenal masalah kesehatan keluarga, membuat keputusan tindakan
kesehatan yang tepat, memberi perawatan bagi anggota keluarga yang sakit,
memelihara atau memodifikasi lingkungan, menggunakan fasilitas kesehatan
yang ada di masyarakat.
Berikut adalah kerangka konsep pada penelitian ini:
: variabel yang di teliti
Kejadian ISPA pada Balita
Fungsi Perawatan
Kesehatan keluarga
Tugas kesehatan keluarga:
1. Mengenal masalah kesehatan
keluarga
2. Membuat keputusan tindakan
kesehatan yang tepat
3. Memberi perawatan bagi anggota
keluarga yang sakit
4. Memelihara atau memodifikasi
lingkungan
5. Menggunakan fasilitas kesehatan
yang ada di masyarakat
28
B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
Definisi operasional merupakan penjelasan` yang semua variabel dan
istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga
akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian.
Penjelasan definisi operasional pada penelitian ini dapat dilihat sebagai
berikut:
1. Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih
populer dengan pengertian usia anak dibawah lima tahun atau yang biasa
digunakan perhitungan bulan yaitu usia 12-59 bulan.
2. Keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Kakak merupakan kelompok
yang berperan penting dalam proses pengembangan, pencegahan, serta
perbaikan dalam setiap masalah kesehatan yang ditemukan dalam keluarga
tersebut. Hubungan antar anggota keluarga merupakan sebuah hubungan
yang sangat erat serta memiliki intensitas yang sangat tinggi pada setiap
anggota keluarga.
3. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah. Balita yang berusia 12-59 bulan dikatakan mengalami ISPA
dilihat dari diagnosa dokter yaitu apabila balita tersebut datang berobat ke
Puskesmas Poasia dan hasil diagnosa dokter mengatakan pasien balita
tersebut mengalami ISPA.
29
4. Fungsi perawatan kesehatan keluarga yang teridiri dari :
a.) Fungsi keluarga dalam mengenal kesehatan balita dengan ISPA. Yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah sejauh mana keluarga mengenal
fakta-fakta dari masalah kesehatan keluarga yang meliputi pengertian
ISPA, tanda dan gejala ISPA, penyebab ISPA yang mempengaruhi
kesehatan. Hal tersebut dapat diketahui melalui kuisioner dengan
menggunakan pertanyaan sebanyak 6 pertanyaan.
Kriteria objektif :
a. Baik : jika responden memperoleh nilai menjawab >70%
b. Kurang : jika responden memperoleh nilai menjawab ≤ 70%
b.) Mengidentifikasi fungsi keluarga dalam mengambil keputusan
terhadap balita dengan ISPA. Pengambilan sebuah keputusan
kesehatan keluarga merupakan langkah sejauh mana keluarga
mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, apakah masalah
dirasakan, menyerah terhadap masalah yang dihadapi, takut akan
akibat dari tindakan penyakit, mempunyai sikap negatif terhadap
ISPA. Hal tersebut dapat diketahui melalui kuisioner dengan
menggunakan pertanyaan sebanyak 8 pertanyaan.
Kriteria objektif :
a. Baik : jika responden memperoleh nilai menjawab >60%
b. Kurang : jika responden memperoleh nilai menjawab ≤ 60%
30
c.) Mengidentifikasi fungsi keluarga dalam merawat balita dengan ISPA.
Perawatan anggota keluarga mengetahui keadaan penyakitnya,
mengetahui sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan,
mengetahui sumber-sumber yang ada dalam keluarga, mengetahui
keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan dan sikap
keluarga terhadap yang sakit. Hal tersebut dapat diketahui melalui
kuisioner dengan menggunakan pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan.
Kriteria objektif :
a. Baik : jika responden memperoleh nilai menjawab >50%
b. Kurang : jika responden memperoleh nilai menjawab ≤ 50%
d.) Mengetahui fungsi keluarga dalam memodifikasi lingkungan fisik dan
psikologis balita dengan ISPA. Hal tersebut dapat diketahui melalui
kuisioner dengan menggunakan pertanyaan sebanyak 4 pertanyaan.
Kriteria objektif :
a. Baik : jika responden memperoleh nilai menjawab >90%
b. Kurang : jika responden memperoleh nilai menjawab ≤ 90%
e.) Mengetahui fungsi keluarga dalam menggunakan fasilitas kesehatan
yang ada di sekitar keluarga. Keluarga mengetahui keberadaan
fasilitas kesehatan, memahami keuntungan yang diperoleh dari
fasilitas kesehatan, tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas
kesehatan dan fasilitas kesehatan tersebut terjangkau oleh keluarga.
Hal tersebut dapat diketahui melalui kuisioner dengan menggunakan
pertanyaan sebanyak 5 pertanyaan.
31
Kriteria objektif :
a. Baik : jika responden memperoleh nilai menjawab >80%
b. Kurang : jika responden memperoleh nilai menjawab ≤ 80%
Jika responden menjawab Benar (B) diberi skor 1, Salah (S) skor 0.
Nilai 1 = Benar
Nilai 0 = Salah
Dimana jumlah pertanyaan berskala 1-10, ada pertanyaan dalam 1 parameter
terdapat pertanyaan berjumlah 4, 5, 6 , 8, dan 10 pertanyaan. Adapun skor
penilaiannya dapat dihitung seperti berikut :
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Metode penelitian deskriptif
adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk
membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara obyektif.
Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang (Notoatmodjo,
2002). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fungsi perawatan
kesehatan keluarga pada balita dengan ISPA dan mengetahui fungsi perawatan
keluarga dalam mengenal masalah kesehatan keluarga, membuat keputusan
tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan bagi anggota keluarga
yang sakit, memelihara atau memodifikasi lingkungan dan menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh keluarga yang memiliki balita yang berkunjung ke Puskesmas
Poasia yang pernah mengalami ISPA selama bulan Januari-Mei 2017
sebanyak 311 balita.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Poasia, Kota
Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
33
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 26 Juli – 31 Juli Tahun 2017.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga balita penderita ISPA yang
berada di Puskesmas Poasia yaitu sebanyak 311 balita penderita ISPA.
2. Sampel
Sampel dari penelitian ini merupakan bagian dari populasi yang memenuhi
kriteria inklusi. Adapun kriteria inklusi yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah:
1. Keluarga yang memiliki balita laki-laki dan perempuan yang berusia 12
sampai 59 bulan
2. Balita yang terkena ISPA
3. Keluarga balita bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini.
Adapun kriteria eksklusi yaitu kriteria yang menghilangkan kemungkinan
populasi untuk menjadi sampel penelitian meliputi:
1. Keluarga yang memiliki balita laki-laki dan perempuan yang berusia 12
sampai 59 bulan namun tidak berdomosili di wilayah kerja Puskesmas
Poasia.
2. Balita yang tidak terkena ISPA
3. Keluarga balita tidak bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
34
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya keterbatasan dana,
tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil
dari populasi itu. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-
betul representatif (mewakili) (Sugiono, 2012).
Apabila subjek penelitian kurang dari 100 lebih baik diambil
semua hingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi jika
jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau
lebih (Arikunto, 2006).
Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti mengambil sampel balita
yang menderita ISPA di Puskesmas Poasia pada Periode Januari - Mei
2017 sebanyak 10% dari jumlah populasi yaitu 311 balita penderita ISPA,
maka jumlah sampel yang diambil adalah :
= 31
3. Teknik Sampling
Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh
sampel yang benar-benar dapat berfungsi sebagai contoh atau dapat
menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya (Arikunto, 2006).
Dalam penelitian ini teknik penentuan sampel dengan pengambilan
accidental sampling yang dikenal sebagai Sampling Peluang atau
pengambilan sampel bebas.
D. Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data baik data primer
maupun data sekunder. Data sekunder didapatkan dari dinas kesehatan
35
kabupaten, berupa laporan tahunan, dan profil kesehatan dari Puskesmas.
Sedangkan data primer dikumpulkan dengan menggunakan daftar pertanyaan
(kuesioner) kepada responden (keluarga balita).
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang tersusun baik sebagai bentuk
penjabaran variabel penelitian dan setiap pertanyaan memiliki makna dalam
menguji hipotesis penelitian (Notoatmodjo, 2010). Peneliti menggunakan
kuesioner tentang fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan terhadap balita
penderita ISPA.
F. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu proses untuk memperoleh data dan atau
ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah untuk menghasilkan
informasi yang diperlukan (Setiadi, 2007). Ada beberapa kegiatan yang
dilakukan oleh peneliti dalam penolahan data diantaranya:
a. Pemeriksaan data (Editing)
Editing data adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diisi
sesuai dengan jawaban responden. Pemeriksaan daftar pertanyaan yang
telah selesai diisi ini diantaranya:
1. Kelengkapan jawaban, apakah tiap pertanyaan sudah ada jawabannya,
meskipun jawaban hanya berupa tidak tahu atau tidak mau menjawab.
36
2. Keterbacaan tulisan, tulisan yang tidak terbaca akan mempersulit
pengolahan data sehingga dapat mengakibatkan bias terhadap jawaban
responden.
3. Relevansi jawaban, bila ada jawaban yang kurang atau tidak relevan
maka editor harus menolaknya.
b. Pengkodean (Coding)
Coding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari
responden ke dalam kategori yang telah ditetapkan. Biasanya klasifikasi
dilakukan dengan cara memberikan tanda/kode berbentuk angka pada
masing-masing jawaban. Tanda/kode ini dapat disesuaikan dengan
pengertian yang lebih menguntungkan peneliti, jadi tanda-tanda tersebut
dapat dibuat sendiri oleh peneliti. Tujuan dari coding ini adalah untuk
mempermudah pada saat entry data dan analisa data.
c. Scoring
Skoring dilakukan terhadap jawaban responden tentang
pengetahuan. Jawaban yang benar atas pertanyaan tentang pengetahuan
mendapatkan skor 1 setiap pernyataan benar, dan untuk jawaban yang
salah mendapatkan skor 0 jika jawaban tidak tepat.
2. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini akan dilakukan untuk mendapatkan
presentase dari hasil identifikasi dari setiap variable yang diteliti untuk
memperoleh gambaran fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan terhadap
37
balita dengan ISPA, data yang suda ada akan dianalisis dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
X = a/n x k
Keterangan:
X = Nilai presentase yang diperoleh
α = Jumlah pertanyaan yang dijawab
n = Jumlah pertanyaan
k = Konstan (100%) (Arikuonto, 2006:35).
G. Penyajian data
Data dari hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan akan disertai dengan narasi untuk memberikan gambaran fungsi
keluarga dalam perawatan kesehatan terhadap balita dengan ISPA
H. Etika Penelitian
Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek tidak boleh
bertentangan dengan etik. Tujuan penelitian harus etis dalam arti hak
responden harus dilindungi, Potter & Perry (2005). mengidentifikasi masalah
etik penelitian terdiri dari informed consent, kerahasiaan, keanoniman,
kesepakatan (Fidelity), dan keadilan (Justice).
1. Informed Consent
Subjek penelitian atau responden diberikan penjelasan mengenai tujuan
penelitian prosedur, pengumpulan data, manfaat dan kerugian menjadi
responden dalam penelitian ini dan diberi hak untuk bersedia atau tidak
38
dalam penelitian ini dengan menjelaskan hak dan kewajiban responden
serta peneliti.
2. Kerahasiaan
Peneliti menjamin bahwa informasi yang diberikan responden tidak akan
diakses oleh orang selain tim peneliti, hanya kelompok data tertentu yang
akan dilaporkan pada hasil riset sesuai dengan yang dibutuhkan dalam
penelitian. Publikasi akan dilakukan apabila terkait dengan penelitian dan
dengan persetujuan responden.
3. Anonimity
Suatu bentuk jaminan dengan tidak mencantumkan identitas responden.
Peneliti tidak dapat mencantumkan nama asli responden pada lembar alat
ukur. Peneliti hanya diperbolehkan memberi kode pada lembar alat ukur
atau hasil penelitian.
39
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak geografis
Poasia terletak di Kecamatan Poasia Kota Kendari, sekitar 9 KM
dari ibukota Provinsi. Sebagian besar wilayah kerja merupakan dataran
rendah dan sebagian merupakan perbukitan sehingga sangat ideal untuk
permukiman. Di bagian utara berbatasan dengan Teluk Kendari yang
sebagian besar berupa hamparan empang. Pada bagian barat yang
mencakup 2 kelurahan (Kelurahan Anduonohu dan Kelurahan
Rahandouna) merupakan daerah dataran yang ideal untuk pemukiman
sehingga sebagian besar penduduk bermukim di kedua kelurahan ini. Pada
bagian timur merupakan daerah perbukitan.
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk kendari
2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Abeli
3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo
4) Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan kambu
Luas wilayah kerja Puskesmas Poasia sekitar 4.175 Ha atau 44,75
KM2
atau 15,12 % dari luas daratan Kota Kendari terdiri dari 4 Kelurahan
dafinitif, Yaitu Anduonohu luas 1.200 Ha, Rahandouna luas 1.275 Ha,
Anggoeya luas 1.400 Ha dan Matabubu luas 300 Ha, dengan 82 RW/RK
dengan jumlah penduduk 28.932 jiwa tahun 2016 serta tingkat kepadatan
40
penduduk 49 orang/m2
atau 490 orang/Km2,
dengan tingkat kepadatan
hunian rumah rumah rata-rata 5 orang/rumah.
b. Demografis
Penduduk adalah orang atau sejumlah orang yang menempati suatu
wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu. Data tentang kependudukan
sangat penting artinya di dalam menghitung sebaran jumlah penduduk,
usia pendduk, pekerjaan, pendapatan dan pendiidikan. Data ini bisa
diperoleh dari laporan penduduk, sensus penduduk dan survey penduduk.
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Poasia pada Tahun 2016
sebanyak 28.932 jiwa tersebar di 4 wilayah kelurahan.
2. Karakteristik Umum Penelitian
Analisis ini dilakukan untuk melihat secara umum karakteristik
responden dan karakteristik obyek penelitian dengan mendeskripsikan
berdasarkan ciri-ciri setiap sampel yang diteliti sebagai berikut :
a. Jenis kelamin Keluarga Balita
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017
No Kategori Jenis Kelamin Frekuensi %
1 Laki-laki 8 Orang 26
2 Perempuan 23 Orang 74
Total 31 Orang 100
Sumber : Data Primer 2017
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 31 responden sebagian
besar responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8 orang (26%)
sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 23 orang (74%).
41
b. Pendidikan Keluarga Balita
Tabel.5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017
No Kategori Pendidikan Frekuensi %
1 SD 1 3
2 SMP 7 23
3 SMU 17 55
4 S1 6 19
Total 31 100
Sumber Data Primer 2017.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 31 responden sebagian
besar responden berpendidikan SD sebanyak 1 orang (3%), SMP sebanyak
7 orang (23%), SMA sebanyak 17 orang (55%), sedangkan yang
berpendidikan S1 sebanyak 6 orang (19%).
c. Karakteristik Umur Responden
Tabel.5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di
Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017
No Umur Frekuensi %
1 20-29 tahun 12 39
2 30-45 tahun 15 48
3 50-64 tahun 4 13
Total 31 100
Sumber data Primer 2017
Tabel .5.3 menunjukkan bahwa dari 31 responden sebagian besar
kaluarga balita berusia 20-29 tahun sebanyak 12 orang (39%), yang berusia
30-45 tahun sebanyak 15 orang (48%) dan terendah yang berusia 50-64
tahun sebanyak 4 orang (13%).
42
d. Karakteristik Pekerjaan Keluarga Balita
Tabel.5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di
Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017
No Pekerjaan Frekuensi %
1 IRT 21 68
2 PNS 2 6
3 Wiraswasta 5 16
4 Pegawai swasta 3 10
Total 31 100
Sumber Data Primer 2017.
Tabel.5.4 menujukkan bahwa dari 31 responden, sebagian besar
keluarga balita bekerja sebagai IRT sebanyak 21 orang (68%), bekerja
sebagai PNS sebanyak 2 orang (6%), bekerja sebagai wiraswasta 5 orang
(16%), dan bekerja sebagai pegawai swasta 3 orang (10%).
3. Variabel yang Diteliti
a. Mengenal Masalah Kesehatan
Tabel.5. 5 Distribusi Frekuensi Mengenal Masalah Kesehatan
Pada Balita Dengan ISPA Di Puskesmas Poasia
Kota Kendari Tahun 2017
No Mengenal masalah kesehatan Frekuensi %
1 Baik 19 61
2 Kurang 12 39
Total 31 100
Sumber : Data Primer 2017
Tabel.5.5 Menunjukkan mengenal masalah kesehatan keluarga
pada balita dengan ISPA mengetahui sebanyak 19 orang (61%), sedangkan
yang kurang mengetahui sebanyak 12 orang (39%).
43
b. Menganbil Keputusan yang Tepat
Tabel.5.6 Distribusi Frekuensi Mengambil Keputusan Yang
Tepat Pada Balita Dengan ISPA Di Puskesmas Poasia
Kota Kendari Tahun 2017
No Mengambil Keputusan Frekuensi %
1 Baik 22 71
2 Kurang 9 29
Total 31 100
Sumber data primer 2017
Table 5.6 menunjukan pengambilan keputusan pada keluarga balita
dengan ISPA mengetahui sebanyak 22 orang (71%), dan yang kurang
mengetahui sebanyak 9 orang (29%).
c. Memberi Perawatan Bagi Anggota Keluarga yang Sakit
Tabel.5. 7 Distribusi Frekuensi Perawatan Keluarga Pada
Balita Dengan ISPA Di Puskesmas Poasia
Kota Kendari Tahun 2017
No Perawatan Keluarga frekuensi %
1 Baik 31 100
2 Kurang 0 0
Total 31 100
Sumber data primer 2017
Table 5.7 menunjukkan perawatan keluarga pada balita dengan
ISPA mengetahui sebanyak 31 orang (100%), sedangkan yang kurang
mengetahui tidak ada.
44
d. Modifikasi Lingkungan Fisik
Tabel.5.8 Distribusi Frekuensi Modifikasi Lingkungan Fisik
Pada Balita Dengan ISPA Di Puskesmas Poasia
Kota Kendari Tahun 2017
No Modifikasi lingkungan fisik Frekuensi %
1 Baik 30 98
2 Kurang 1 2
Total 31 100
Sumber data primer 2017
Table 5.8 menunjukkan modifikasi lingkungan fisik keluarga balita
penderita ISPA mengetahui sebanyak 30 orang (98%), dan yang kurang
mengetahui sebanyak 1 orang (2%).
e. Menggunakan Fasilitas Kesehatan
Tabel.5.9 Distribusi Frekuensi Menggunakan Fasilitas
Kesehatan Di Puskesmas Poasia
Kota Kendari Tahun 2017
No Menggunakan Fasilitas Kesehatan Frekuensi %
1 Baik 30 98
2 Kurang 1 2
Total 31 100
Sumber data primer 2017
Table 5.9 menunjukan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
di masyarakat mengetahui sebanyak 30 orang (98%), dan yang kurang
mengetahui sebanyak 1 orang (2%).
45
B. Pembahasan
b.1. Karakteristik Responden
Tingkatan pendidikan diukur berdasarkan lulusan pendidikan
terakhir yang telah ditempuh oleh ibu balita. Data menunjukkan persentase
tertinggi pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU)
sebanyak 17 responden (55%), Sekolah Menengah Pertama (SMP)
sebanyak 7 responden (23%), Strata 1 sebanyak 6 responden dan
presentasi terendah pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD)
sejumlah 1 responden (3%).
Keberagaman data tergambar dari data responden menurut jenis
pekerjaan. Jenis pekerjaan responden penelitian terdiri atas Ibu Rumah
Tangga, Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Swasta, dan Pegawai wiraswasta.
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga (IRT) menempati jumlah terbesar sebanyak
21 responden (68%), bekerja sebagai Wiraswasta 5 responden (16%),
pegawai swassta sebanyak 3 responden (10%), dan Pegawai Negeri Sipil
sebanyak 2 responden (6%).
Pendapatan responden menggambarkan status ekonomi yang
dimiliki oleh keluarga balita itu sendiri. Peneliti mengklasifikasikan
pendapatan responden berdasarkan pada Upah Minimun Regional (UMR)
yang ditetapkan Kota Kendari yaitu berkisar Rp 2.172.578,00. Penghasilan
keluarga balita sebagian besar memiliki upah dibawah Upah Minimum
Regional (UMR) yaitu sebesar 31 orang (100%).
46
Faktor usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga dalam pencapaian
kesehatan balita. semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang, maka individu tersebut akan lebih matang dalam berfikir dan
berkarya (Ayuningtiyas,2013). Sebagian besar umur ibu berada pada
rentang usia 20-35 tahun. Menurut Erikson (dalam Perry & Potter, 2005)
pada rentang usia 20-35 tahun atau dewasa muda dimana akan ada
keinginan untuk merawat orang lain ataupun membimbing orang lain
untuk menjadi lebih baik, sehingga hal ini dapat menerapkan perilaku
yang positif dalam hal melindungi anak untuk menghindari berbagai faktor
resiko yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA.
Nursalam (2008) menyatakan bahwa semakin cukup usia
seseorang, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat kematangan dalam berfikir ini juga
dipengaruhi oleh pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga
dengan pengetahuan yang baik, akan lebih mudah mengenal dan
memahami masalah yang ada baik yang bersifat potensial maupun yang
beresiko mengancam kesehatan keluarga (Friedman, 2010).
b.2. Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga pada Balita dengan ISPA
Berdasarkan hasil penelitian tentang identifikasi fungsi perawatan
kesehatan keluarga pada balita dengan ISPA di Puskesmas Poasia Kota
Kendari, maka dapat di bahas sebagai berikut :
1. Mengenal Masalah Kesehatan
47
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan mengenal
masalah kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Poasia Kota Kendari
didapatkan data sebanyak 19 orang keluarga balita (61%) mampu
mengenal masalah ISPA. Hal ini dapat dikarenakan usia keluarga balita
tergolong dalam usia dewasa awal, dimana kelompok usia ini adalah salah
satu karakteristik yang berpengaruh pada pola pengasuhan dan
perkembangan anak termasuk mengenali kejadian ISPA pada anaknya.
Penelitian Sinembela (2005) menjelaskan bahwa umur ibu
merupakan salah satu karakteristik yang berpengaruh pada pola
pengasuhan dan perkembangan anak. Menurut Ayuningtiyas (2013)
dewasa muda merupakan masa individu yang mengalami perubahan fisik
dan psikologis pada diri individu yang disertai berkurangnya kemampuan
reproduktif dan merupakan masa dimana individu tidak lagi bergantung
secara ekonomis, sosiologis, maupun psikologis, serta merupakan masa
untuk bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat, menjalin hubungan
dengan lawan jenis, membina keluarga, mengasuh anak, serta mengelola
rumah tangga.
Sedangkan 12 orang keluarga balita (39%) masuk kategori kurang.
Hal ini dapat dikarenakan jenjang pendidikan keluarga balita kebanyakan
dari kalangan SMU. Dimana penelitian Pratiwi (2006) menjelaskan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan individu akan memberikan pemahaman
secara matang kepada individu untuk mengetahui atau mengenal suatu hal.
48
Dalam mengenal masalah kesehatan keluarga terhadap balita
dengan ISPA kebanyakan keluarga hanya mengenali penyakitnya namun
adapun gejala dan pengaruh atau salah satu yang dapat menyebabkan ISPA
keluarga kurang mengetahui hal tersebut. Sehingga hasil yang diperoleh di
atas terlihat baik jika dilihat dari kriteria skor penilaian, tetapi nilai
tersebut masih dalam kategori kurang dalam hal mengenal suatu penyakit,
karena hal yang paling utama dalam melakukan fungsi perawatan
kesehatan keluarga adalah mengenali dengan baik suatu penyakit
khususnya penyakit ISPA pada balita.
Mengenal masalah kesehatan keluarga merupakan hal yang sangat
penting, karena kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak dapat
diabaikan dan tanpa kesehatan seluruh kekuatan sumber daya dan dana
keluarga habis. Keluarga perlu mengetahui perubahan-perubahan yang
terjadi pada setiap tahap perkembangan balita agar keluarga tahu apa yang
harus keluarga lakukan untuk mengatasi hal tersebut (Ayuningtiyas, 2013).
2. Mengambil Keputusan yang Tepat
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengambilan keputusan yang
tepat pada keluarga balita dengan ISPA di Puskesmas Poasia Kota Kendari
didapatkan data sebanyak 22 keluarga balita (71%) mampu mengambil
keputusan yang tepat. Hal ini dikarenakan usia dewasa muda mampu
berfikir secara matang dalam mengambil tindakan dan keputusan yang
tepat. Selain itu, dilihat dari tingkat pendidikan berdasarkan hasil
karakteristik responden ada beberapa responden yang memiliki tingkat
49
pendidikan yang tinggi (S1). Penelitian yang dilakukan Syahrani (2010)
bahwa tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan berdampak pada
perkembangan kearah yang lebih baik, sehingga ibu yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi akan lebih objektif dan terbuka wawasannya dalam
mengambil segala keputusan atau tindakan yang diaplikasikan dengan
perbuatan atau perilaku yang positif.
Sedangkan 9 keluarga balita (29%) kurang mampu mengambil
keputusan yang tepat. Hal ini dapat juga dilihat dari tingkat pendidikan
berdasarkan data karakteristik responden bahwa pendidikan yang rendah
dapat membuat seseorang tidak mampu mengambil keputusan yang baik.
Tingkat pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai yang baru diperkenalkan, terutama dalam
melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga terhadap pencapaian
tugas perkembangan balita, Syahrani (2010).
Pengambilan sebuah keputusan mengenai kesehatan keluarga
merupakan langkah sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan
luasnya masalah, apakah masalah dirasakan, menyerah terhadap masalah
yang dihadapi, takut akan akibat dari tindakan penyakit, mempunyai sikap
negatif terhadap masalah kesehatan, dapat menjangkau fasilitas yang ada.
Pada tahap ini yang dikaji berupa akibat dan keputusan keluarga yang
diambil. Perawatan sederhana dengan melakukan cara-cara perawatan
yang sudah dilakukan keluarga dan cara pencegahannya (Bailon dan
Maglaya, dalam Mubarak, Chayatin, dan Santoso, 2009).
50
Fungsi ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan kesehatan keluarga. Tindakan
kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah
perkembangan balita dapat teratasi (Suprajitno, 2004).
3. Memberi Perawatan pada Anggota Keluarga yang Sakit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan keluarga pada
balita dengan ISPA di Puskesmas Poasia Kota Kendari didapatkan data
sebanyak 31 keluarga balita (100%) mampu melakukan perawatan
terhadap keluarga yang sakit. Hal ini dapat diketahui bahwa dalam hal
melakukan perawatan setiap keluarga khususnya orangtua pasti mampu
merawat anaknya sehingga hasil penelitian ini tidak ada hasil yang masuk
dalam kategori kurang.
Tugas bagi keluarga yang anggota keluarganya (balita) mengalami
gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan
agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di
institusi pelayanan kesehatan atau dirumah (Mubarak et al., 2009).
Adapun ketidakmampuan keluarga merawat atau menolong
anggota keluarga yang sakit dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1)
keluarga tidak mengetahui keadaan penyakit; 2) pertumbuhan dan
perkembangan anak; 3) tidak mengetahui tentang sifat dan perkembangan
perawatan yang dibutuhkan balita; 4) kurang pengetahuan dan
51
keterampilan dalam melakukan prosedur perawatan atau pengobatan
(Mubarak, Chayatin, dan Santoso, 2009).
4. Modifikasi lingkungan fisik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi lingkungan fisik
keluarga pada balita dengan ISPA di Puskesmas Poasia Kota Kendari
didapatkan data sebanyak 30 keluarga balita (98%) mengetahui cara
modifikasi lingkungan fisik. Hal ini dikarenakan usia responden yang
kebanyakan dewasa muda serta pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga
dapat melakukan modifikasi lingkungan dengan baik dalam hal ini
merawat lingkungan dengan baik. Perempuan yang berstatus sebagai ibu
rumah memiliki peran majemuk dalam keluarga, ditambah lagi jika
memiliki aktivitas lain diluar rumah seperti bekerja, walaupun bekerja
diluar rumah wanita tidak lepas dari kodratnya sebagai ibu rumah tangga.
Dalam hal ini dituntut taggung jawabnya kepada suami, anak, dan anggota
keluarga yang lain (Singarimbun, 1988).
Sedangkan kategori kurang sebanyak 1 keluarga balita (2%). Hal
ini dapat disebabkan karena dilihat dari hasil karakteristik responden
bahwa ada beberapa responden yang sudah lanjut usia sehingga
kemampuannya untuk bekerja untuk memodifikasi lingkungan berkurang.
Bekerja dapat memperoleh banyak pengalaman dan dari pengalaman
tersebut akan memperoleh pengetahuan baru dan terus berkembang.
Sehingga orang tua/pengasuh balita yang tidak bekerja pada umumnya
sedikit memperoleh pengalaman dan pengetahuan dalam melaksanakan
52
tugas kesehatn keluarga dalam memodifikasi lingkungan (Mubarak; dalam
Diana, 2006).
Pemodifikasian lingkungan dapat membantu keluarga melakukan
perawatan pada anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan,
dalam bentuk kebersihan rumah dan menciptakan kenyamanan agar anak
dapat beristirahat dengan tenang tanpa adanya gangguan dari luar
(Friedman; dalam Setiadi, 2008).
Aspek lingkungan sangat mempengaruhi kesehatan balita, data di
atas menunjukan bahwa sebagian besar keluarga memahami atau
mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan ISPA pada balita di tinjau
dari lingkungan fisik tempat balita atau tempat tinggal balita. Keluarga
juga mampu mengetahui dampak yang dapat menyebabkan ISPA pada
balita.
Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang
bisa mempengaruhi kesehatan dan pengembangan pribadi anggota
keluarga disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) keluarga kurang dapat
melihat keuntungan atau menfaat pemeliharaan lingkungan di masa yang
akan datang; 2) ketidaktahuan keluarga akan higiene sanitasi; 3)
ketidaktauan keluarga tentang usaha penyakit; 4) sikap atau pandangan
hidup keluarga; 5) ketidakkompakan keluarga; 6) sumber-sumber
keluarga tidak seimbang/tidak cukup (keuangan, tanggung jawab atau
wewenang anggota keluarga, dan rumah yang tidak teratur) (Mubarak,
Chayatin, dan Santoso, 2009).
53
5. Menggunakan Fasilitas Kesehatan yang Ada di Masyarakat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan pada kejadian ISPA di Puskesmas Poasia
Kota Kendari didapatkan data sebanyak sebanyak 30 keluarga balita
(98%), mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilihat
dari tingkat pekerjaan responden yang kebanyakan ibu rumah tangga,
dimana ibu rumah tangga akan mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang ada di masyarakat apabila anggota keluarganya sakit.
Sedangkan 1 keluarga balita (2%) kurang mampu memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilihat juga dari usia
responden, dimana ada beberapa responden yang sudah lanjut usia
sehingga kemampuannya untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan
berkurang. Selain itu ketidakmampuan responden dalam memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dimasyarakat karena ketidaktahuan
masyarakat bahwa fasilitas-fasilitas kesehatan itu ada, tidak mampu
memahami keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas-
fasilitas kesehatan, kurang percayanya terhadap petugas-petugas
kesehatan, dan rehabilitasi yang akan mempengaruhi keuangan keluarga,
serta kurangnya sumber daya keluarga, seperti tenaga untuk menjaga anak
dan keuangan untuk biaya pengobatan. Kemampuan keluarga dalam
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dimasyarakat terkait kesehatan
balita akan membantu keluarga dalam melakukan perawatan dan
54
mengatasi secara cepat agar tidak terjadi penyimpangan yang lebih parah
lagi (Ayuningtiyas, 2013).
Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita termasuk
peran orang tua dalam perawatan anak. Peran aktif orang tua dalam
pencegahan ISPA sangat diperlukan karena yang biasa terkena dampak
ISPA adalah usia balita dan anak-anak yang kekebalan tubuhnya masih
rentan terkena infeksi. Sehingga diperlukan peran orang tua dalam
menangani hal ini. Orang tua harus mengerti tentang dampak negatif dari
penyakit ISPA seperti ISPA ringan bisa menjadi Pneumonia yang
kronologisnya dapat mengakibatkan kematian, jika tidak segera ditangani.
Pencegahan kejadian ISPA ini tidak terlepas dari peran orang tua yang
harus mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah dengan
mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan balita menciptakan
lingkungan yang nyaman, dan menghindar faktor pencetus (Andarmoyo,
2012).
Keluarga memang dipandang sebagai instansi yang dapat
memenuhi kebutuhan insani, namun dalam pelaksanaan fungsi perawatan
kesehatan keluarga sangat dipengaruhi oleh pengenalan keluarga dan
pemahaman keluarga terhadap fungsi-fungsi keluarga dibidang kesehatan
(Effendi, 1998). Pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga bisa
dipengaruhi oleh banyak faktor. Pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan
dan usia orang tua (pengasuh) balita mengambil bagian penting yang bisa
mempengaruhi pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga.
55
Kemampuan keluarga dalam melaksanakan fungsi perawatan kesehatan
dengan baik dapat mendukung tahap perkembangan balita secara optimal.
56
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian identifikasi fungsi perawatan kesehatan
keluarga pada balita dengan ISPA menunjukkan bahwa responden mampu
melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan baik
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebaiknya institusi pendidikan lebih meningkatkan mutu pendidikan
dengan lebih mendukung dan memfasilitasi peneliti dalam melakukan
penelitian sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan
khususnya dalam bidang keperawatan.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dalam melakukan penelitian
yang terkait dengan identifikasi fungsi perawatan kesehatan keluarga
pada balita dengan ISPA dapat menggunakan instrumen sesuai dengan
variabel yang diteliti.
3. Bagi Keluarga
Diharapkan keluarga balita khususnya para ibu-ibu agar lebih
mengenal lagi faktor resiko yang dapat menyebabkan balita terkena
penyakit ISPA karena dengan mengenal, maka dapat mengurangi
resiko terjadinya ISPA pada balita
57
4. Bagi Tempat Penelitian
Sebaiknya pihak Puskesmas lebih meningkatkan kinerja dalam
mensosialisasikan fungsi keluarga dalam melakukan perawatan
kesehatan terhadap balita dalam hal ini mengenai pentingnya untuk
mengenal apa itu ISPA karena masyarakat hanya mengetahui penyakit
tersebut adalah infeksi saluran pernafasan tetapi gejala dan penyebab
penyakit tersebut masih sangat kurang dipahami.
58
DAFTAR PUSTAKA
Aridama, Septarina Paramita, 2011, Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan
Keluarga Dengan Tingkat ISPA Pada Anak Usia 1-4 Tahun Di Desa
Klompangan Wilayah Kerja Puskesmas Ajung Kabupaten Jember,
Jember: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Andarmoyo, S., 2012, Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan Praktik
Keperawatan.Graha Ilmu, Jakatra.
Asih, Niluh Gede Yasmin., & Effendy, Christantie, 2004, Medikal Bedah: Klien
Dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Jakarta: EGC.
Ayuningtiyas, L.W., 2013, Hubungan Pelaksanaan Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga Dengan Pencapaian Tugas Perkembangan Balita Di Bina
Keluarga Balita (Bkb) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember, Skripsi,
Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Jember.
Corwin, Elizabeth, J., 2009, Buku saku patofisiologi, edisi revisi 3, EGC, Jakarta.
Danusantoso, H., 2012, Ilmu Pnyakit Paru, Edisi 2, Jakarta: EGC.
Dawood, Fatimah S, et al, 2012, Estimated Global Mortality Associated With The
First 12 Mounths Of 2009 Pandemic Influenza A H1N1 Virus
Circulation: A Modelling Study, The Lancet Infectious Diseases
Journal, 12 (9): 687-695.
Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E.G, 2003, Family Nursing. Research,
Theory, & Practice, Fifth Edition, New Jersey: Pearson Education, Inc.
Friedman, M. M., 2010, Buku ajar keperawatan keluarga: riset,teori, praktek (5th
ed), Jakarta: EGC
Hidayati, 2004, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit
ISPA Pada Balita Di Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto
Tangah Kota Padang Tahun 2004, Thesis, FKM USU, Medan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), 2013, Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2013, Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI.
Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2009, Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan
Aplikasi, Gresik: Salemba Medika.
Nursalam, 2008, Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan,
Jakarta: Salemba Medika.
59
Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka
Cipta.
Olivya, S., Rumampuk J.L., Randonuwu P., 2016, Hubungan Tingkat
Pengetahuan Orangtua Dengan Pencegahan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) Pada Anak Usia Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Tuminting Kota Manado, E-Jurnal Sariputra, Juni 2016 Vol. 3 (2),
Universitas Sariputra Indonesia Tomohon.
Potter & Perry, 2005, Fundamental Keperawatan, Volume 1, Jakarta: EGC.
Putra, D.P., 2016, Gambaran Umur Dan Jenis Kelamin Penderita Ispa Pada Balita
Di Puskesmas Kabupaten Semarang, Artikel, Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
Rahayu, Y. S., 2011, Kejadian Ispa Pada Balita Ditinjau Dari Pengetahuan Ibu,
Karakteristik Balita, Sumber Pencemar Dalam Ruang Dan Lingkungan
Fisik Rumah Di Wilayah Kerja Puskesmas Dtp Cibeber Kabupaten
Lebak Propinsi Banten Tahun 2011, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Program Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Setiadi, 2007, Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga, Surabaya : Graha ilmu.
Setiadi, 2008, Konsep & proses keperawatan keluarga. Jakarta: Graha Ilmu.
South, S., Tandipajung, T., Kiling, M., Hubungan Status Gizi Dan Status
Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Anak
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ratatotok, E-Jurnal Sariputra, Vol.
3(2).
Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta.
Supartini, 2004, Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, Jakarta: EGC.
Suprajitno, 2004, Asuhan Keperawatan Keluarga: aplikasi dalam praktik,
Jakarta:EGC.
Susanto, Tantut, 2012, Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Aplikasi Pada Praktik
Asuhan Keperawatan Keluarga, Jakarta: Trans Info Media.
Wahyuti, 2012, Hubungan Antara Pengetahuan Orangtua Tentang ISPA Dengan
Kejadian ISPA Pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak
Sukoharjo, Jurnal : Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Widodo,Y.P., Dewi, R.C., dan Saputri. L.D., 2016, Hubungan Perilaku Keluarga
Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), Vol 7, No
2.
60
World Health Organization (WHO), 1992, www.doctorology,net. Diakses pada 13
Juni 2017.
World Health Organization (WHO), 2007, Penanganan ISPA Pada Anak di
Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang. Pedoman Untuk Dokter dan
Petugas Kesehatan Senior. Jakarta : EGC.
World Health Organization (WHO), 2007, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang cenderung Menjadi Epidemi dan
Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Pedoman Intern who,
Waspada dan Tanggap Epidemi dan Pandemi, 1-100.
World Health Organization (WHO), 2009, Indikator Perbaikan Kesehatan
Lingkungan Anak, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
World Health Organization (WHO), 2015, Pneumonia, Media centre: fact sheet.
(Online), Tersedia:
http://www.who.int/mediacentre/factsheet/fs331/en/, diakses pada 25
Mei 2017.
World Health Organization (WHO), 2015, Protocol For The Investigation of
Acute Respiratory Illness Outbreaks of Unknown Etiology, Brazzaville:
Integrated Disease Surveillance Programme Health Security and
Emergencies Cluster, World Health Organization Regional Officer for
Africa.
Zaidin Ali, Haji, 2009, Pengantar Keperawatan Keluarga, Jakarta: EGC.
62
Lampiran 2 :
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDENT
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini tidak keberatan untuk menjadi
responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan berjudul Identifikasi Fungsi Perawatan
Kesehatan Keluarga Pada Balita dengan ISPA di Puskesmas Poasia.
Saya memahamibahwa data ini bersifat rahasia. Demikian pernyataan ini
dengan suka rela tanpa paksaan manapun, semoga dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Kendari, Agustus 2017
Responden
(.......................................)
63
Lampiran 3 :
Lembar Observasi Penelitian (Kuisioner)
“ Fungsi Keluarga Dalam Perawatan Kesehatan Terhadap Balita Dengan
ISPA”
Kode :
Tanggal :
1. Data Demografi Pasien
Umur (pengasuh balita) :....................tahun
Alamat :....................
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Tingkat Pendidikan : SD SMP SMU
Perguruan Tinggi Dan lain-lain
Agama : Islam Protestan Katolik
Suku : Tolaki Bugis Dan lain-lain
Pekerjaan : Pegawai Negeri Pegawai
Swasta
Ibu Rumah Tangga Dan lain-lain
Wiraswasta
Peran dalam keluarga : Ayah
Ibu
Pengasuh balita yang lain (paman, bibi)
Penghasilan : < Rp. 1.091.950
≥ Rp. 1.091.950
64
2. Kuesioner Pelaksanaan Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga
Dalam Perkembangan Balita
Berikanlah tanda checklist (√) pada pilihan yang anda anggap benar.
YA : Apabila Anda merasa pernyataan tersebut benar dan sesuai
dengan keadaan yang Anda rasakan, adapun skor pada
pilihan ini adalah 1.
TIDAK : Apabila Anda merasa pernyataan tersebut tidak sesuai
dengan keadaan yang Anda rasakan, adapun skor pada
pilihan ini adalah 0.
No Pernyataan YA TIDAK
I. Mengenal masalah kesehatan
1. Apakah ISPA adalah inpeksi saluran
pernapasan atas
2. Apakah ISPA penyakit yang pada
bagian pernapasan
3. Apakah sesak napas dan rasa sakit di
dada merupakan gejala ISPA
4. Balita yang mengalami batuk disertai
demam merupakan salah satu gejala
ISPA pada balita.
5. Balita mengalami gizi kurang
merupakan salah satu hal yang
menyebabkan ISPA pada balita.
6. Lingkungan keluarga merupakan
aspek penting yang sangat
mempengaruhi tahap kesehatan
balita terhadap ISPA.
II.
Mengambil keputusan yang tepat
1. Apakah keluarga merasa hawatir
atau stres memikirkan bila balita
demam atau batuk pilek (ISPA)
2. Apakah jika balita sakit akan
menambah beban keluarga
3. Keluarga merasa pasrah dan putus
asa ketika keluarga tidak dapat
mengatasi masalah kesehatan yang
dialami balita dengan ISPA
65
4. Keluarga diam saja dan tidak
melakukan apa-apa saat balita
mengalami ISPA.
5. Keluarga akan menanyakan pendapat
orang lain (tetangga/saudara/dll)
untuk menentukan tindakan
kesehatan yang tepat dalam
menangani masalah kesehatan
terhadap balita dengan ISPA
6. Permasalahan gangguan kesehatan
pada balita dengan ISPA merupakan
masalah yang tidak terlalu serius.
7. Keluarga tidak percaya terhadap
tenaga kesehatan/lembaga kesehatan
dalam mengatasi masalah kesehatan
balita dengan ISPA.
8. Keluarga akan merawat balita ISPA
dengan memberikan obat antibiotic
III. Memberi perawatan bagi anggota
keluarga yang sakit 1. Keluarga melakukan perawatan
dirumah dahulu sebelum mengambil
keputusan yang tepat untuk
membawa balita yang mengalami
ISPA ke Posyandu/Puskesmas.
2. Keluarga tidak mengetahui
perawatan yang tepat/dibutuhkan
oleh balita yang mengalami ISPA.
3. Apakah Balita yang mengalami
ISPA hanya cukup dilakukan
perawatan dirumah saja.
4. Keluarga menanyakan tentang ISPA
pada orang yang tepat yaitu dokter
dan perawat
5. Keluarga menanyakan terlebidahulu
pada keluarga terdekat yang
mengetahui perawatan pada balita
dengan ISPA
6. Keluarga berdiskusi terkait tindakan
selanjutnya yang akan di lakukan
apakah di rawat di rumah atau di
rumah sakit/puskesmas terdekat.
7. Sebaiknya balita yang ISPA segera
di bawa ke pelayanan kesehatan
terdekat
8. Balita yang ISPA harus mendapatkan
66
perawatan yang intensive
9. Dukungan keluarga sangat
mempengaruhi kesehatan balita
10. Apakah keluarga harus
meninggalkan balita yang ISPA demi
pekerjaan
IV. Memelihara atau memodifikasi
lingkungan 1. Keluarga selalu membersihkan
rumah setiap hari.
2. Memodifikasi kamar tidur balita
yang dilakukan oleh keluarga
merupakan salah satu cara untuk
merangsang kesehatan balita dengan
ISPA.
3. Pemeliharaan lingkungan yang
dilakukan oleh keluarga berperan
penting untuk kesehatan balita
dengan ISPA.
4. Menciptakan rumah yang sehat
adalah salah satu cara untuk
menghindari polusi udara yang
berhubungan dengan kejadian ISPA.
V. Menggunakan fasilitas kesehatan di
Masyarakat 1. Keluarga tidak mengetahui
keuntungan dan manfaat yang
diperoleh dalam memanfaatkan
fasilitas kesehatan terkait kesehatan
balita dengan ISPA.
2. Keluarga tidak percaya terhadap
petugas kesehatan dalam mengatasi
dan memberikan perawatan terhadap
balita yang mengalami ISPA.
3. Balita dengan ISPA harus di rawat
dengan petugas kesehatan
4. Keluarga mengikuti program yang
diadakan pelayanan kesehatan seperti
kegiatan posyandu untuk mendukung
tahap kesehatan balita dengan ISPA.
5. Sarana dan prasarana merupakan
salah satu faktor yang menentukan
keluarga untuk menjangkau fasilitas
pelayanan kesehtaan.