identifikasi jenis dan penyebab dermatitis pada...
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI JENIS DAN PENYEBAB DERMATITIS PADA BALITADIPUSKESMAS POASIA KOTA KENDARI
PROVINSI SULAWESI TENGGARATAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan
OLEH
IYAN SAPTHA MANUS
NIM.P00320012092
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATANTAHUN 2016
ABSTRAK
IYAN SAPTHA MANUS (POO320012092) Identifikasi Jenis Dermatitis Pada Balita
Di Puskesmas Poasia Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016,yang
dibimbing oleh ibu Lena Atoy,S.ST,. MPH,. dan Ibu Hj,Nurjannah, Bsc,. S.Pd,.
M.Kes ( xii+ 64 halaman + 8 lampiran + 4 tabel). Deramtitis pada kult merupakan
suatu penyakit yang eksudasi dan pembentukan sisik. Tanda-tanda polimorfi tersebut
tidak selalu timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi residif dan menjadi
kronis.Penyakit ini dapat umur 2 bulan – 2 tahun (bentuk infantile) yang berupa
eksema susu, umur 3-10 tahun (bentuk anak) , dermatitis tidak eksudat lagi, dan
uymur 13 – 30 tahun (bentuk dewasa), yang biasanya berbentuk lesi dan kering.
Penyakit dermatitis pada kulit merupakan penyakit yang sering di jumpai klinik,
puskesmas dan rumah sakit disbanding penyakit - penyakit yang lain. Jenis penelitian
deskriptif yang dilakukan pada tanggal 21 juni – 11 juli 2016. Populasi dalam
penelitian ini berjumlah 156 dengan jumlah sampel 30 balita yang diambil secara
accidental sampling. Data diperoleh dari data sekunder dan primer dengan instrument
penelitian lembar observasi. Hasil penelitian diperoleh penyebabnya dermatitis
disebabkan oleh riwayat alergi dalam keluarga sebanyak 27 responden (89,99%) dan
responden yang terkecil disebabkan bahan kimia sebanyak 1 responden(3,32%). Dan
jenis dermatitis terbanyak adalah dermatitis atopic sebanyak 27 responden (90,00%),
dan responden terkecil dermatitis numularis sebanyak 0 responmden (0,00%).
Kesimpulan menunjukan secara keseluruhan yang paling dominan yang terkena
adalah dermatitis atopic. Saran dalam penelitian inin bagi ibu dengan anak yang
mengalami penyakit dermatitis dapat dijadikan sebagai penambah wawasan dan ilmu
pengetahuan serta dapat menjadi referensi dimasa mendatang tentang factor-faktor
penyebab dermatitis
Kata Kunci : Jenis Dermatitis –Balita-Puskesmas Poasia
Daftar Pustaka : 21 ( 2005-2016)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Syukur Alhamdulillah, penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah
SWT, Karena berkat limpahan Rahmat dan Ridho-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “ Identifikasi Jenis
dan Penyebab Dermatitis Pada Balita Di puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun
2016“
Selama proses penyusunan hasil penelitian ini, berbagai macam hambatan dan
kesulitan penulis hadapi. Namun atas bantuan dan bimbingan berbagai pihak
sehingga penulis dapat melewatinya dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lena Atoy, S.ST.
M.ph selaku Pembimbing I dan Ibu Hj. Nurjannah,Bsc.,S.pd.,M.kes selaku
Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
petunjuk dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Selanjutnya, tidak lupa penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Petrus, SKM.,M.Kes., selaku direktur poltekkes kemenkes kendari
2. Bapak Muslimin L, A.kep.,S.pd.,M.Si., selaku ketua jurusan keperawatan
poltekkes kemenkes kendari
3. Kepala kantor badan riset Sultra yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk
melaksanakan penelitian
4. Kepala Puskesmas poasia yang telah membrikan izin kepada peneliti untuk
melaksanakan penelitian
5. Bapak Taamu, A.kep., S.Pd.,M.Kes. selaku penguji I, Bapak Abdul Syukur Bau,
S.kep.,Ns.,MM selaku penguji II dan Ibu Asminarsih Zainal
Prio,M.Kep.,Sp.Kep.Kom selaku penuji III yang telah membantu mengarahkan
penulis dalam nujian sehingga penelitian dapat lebih terarah
6. Bpak / Ibu Dosen poltekkes Kemenkes kendari jurusan keperawatan yang turut
membekali ilmu pengetahuan pada penulis selama kuliah
7. Istriku Ikko utri Amanda dan Anak-anak Ino Al-Jum’ah Pratama Manus dan
Askaira Fitrah Manus yang senantisa melimpahkan kasih sayangnya,semangat,dan
dukungan yang tak terhingga kepada penulis
8. Saudara-saudaraku tersayang Iin saptha Manus,Ipin Saptha Mnaus,Ikra Saptha
Manus dan Tiara Shara Atzani Manus yang selalu memberikan kasih sayan dan
dukungan
9. Terakhir untuk sahabtku nandar Jaya,Amd.Kep dan Wiwin Prawidiya serta seluruh
sahabat-sahabat angkatan 2013 khususnya treman-teman tingkat III A dan III
B,yang telah memberikan motivasi dan dukungan selama penulis menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata, semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peneliti selanjutnya di
politeknin kesehatan kendari serta kiranya tuhan selalu memberi rahmat kepada kita
semua AMIEN.
Kendari, 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDULLEMBAR PERSETUJUAN......................................................................... .... iLEMBAR PENGESAHAN...............................................................................iiMOTTO....................................................................................................... ...... ivRIWAYAT HIDUP............................................................................................ vABSTRAK......................................................................................................... viKATA PENGANTAR......................................................................... .............. viiDAFTAR ISI .................................................................................................... ixDAFTAR TABEL............................................................................................. xiDAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiiBAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1B. Rumusan Masalah ........................................................................ 4C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Tinjauan Tentang Dermatitis...........................................................6B. Tinjauan Identifikasi Tentang Jenis-jenis dermatitis .................... 13C. Tinjaun Tentang Tatalaksana Dermatitis ...................................... 38D. Tinjaun Umum Tentang Pencegahan Dermatitis…………………42E. Tinjaun Umum Tentang Balita……………………………………45
BAB III KERANGKA KONSEPA. Kerangka Pikir .............................................................................. 45B. Kerangka Konsep .......................................................................... 46C. Variabel Penelitian ........................................................................ 46D. Definisi Oprasional dan Kriteria Ojektif....................................... 47
BAB IV METODE PENELITIANA. Jenis Penelitian.............................................................................. 49B. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 49C. Populasi dan Sampel ..................................................................... 49D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data……………………………….50E. Pengolahan Data………………………………………………….51F. Analisa Data……………………………………………………....52G. Penyajian Data……………………………………………………53H. Etika Penelitian……………………………………………………53
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Gambaran Hasil Penelitian............................................................ 54B. Hasil Penelitian ............................................................................. 56C. Pembahasan................................................................................... 58
BAB VI PENUTUPA. Kesimpulan ................................................................................... 63B. Saran...............................................................................................63
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita dipuskesmas poasia
kota kendari tahun 2016…………………………………………. 56
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi umur anak balita di puskesmas poasia kota
kendari tahun 2016………………………………………………. 56
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi penyebab penyakit dermatitis pada balita di
puskesmas poasia kota kendari tahun 2016……………………… 57
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi jenis dermatitis pada balita di puskesmas
poasia kota kendari tahun 2016…………………………………. 57
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permintaan Menjadi Responden
Lampiran 2 : Surat Pernyataan peresetujuan menjadi responden
Lampiran 3 : Observasi penelitian
Lampiran 4 : Master Tabel
Lampiran 5 : Poto penelitian
Lampiran 6 : Surat izin penelitiandari poltekkes kemenkes kendari
Lampiran 7 : Surat izin dari Badan penelitian dan pengembangan provinsi
Sulawesi tenggara
Lampiran 8 : Surat keterangan telah merlakukan penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa dan Negara yang sehat diharapkan dapat memiliki kemampuan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata serta
terjangkau, menurut WHO (2014) tingkat kemiskinan masih menjadi pemicu
utama rendahnya kualitas kesehatan perorangan dimana kebersihan personal
hygiene dan tingkatan ekonomi, rendahnya sanitasi lingkungkan, kurangnya
pengetahuan orang tua, yang berdampak pada buruknya perawatan kesehatan
kulit bayi dan balita. Penyakit kulit saat ini masih menjadi masalah kesehatan
bagi masyarakat.
Kejadian dermatitis di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia, dan
negara Industri lain memiliki prevalensi dermatitis atopik 10 sampai 20% pada
anak dan 1-3% terjadi pada orang dewasa. Sedangkan di Negara Agraris
misalnya China, Eropa Timur, Asia Tengah memiliki prevalensi Dermatitis
Atopik lebih rendah (Brown, 2005). Berdasarkan data gambaran kasus penyakit
kulit dan subkutan lainnya merupakan peringkat ketiga dari sepuluh penyakit
utama dengan 86% adalah dermatitis diantara 192.414 kasus penyakit kulit di
beberapa Rumah Sakit Umum di Indonesia tahun 2011 (Kemenkes, 2011).
Menurut Djuanda (2007) penyakit dermatitis menjadi masalah kesehatan
terutama pada balita. dikarenakan sifatnya yang cenderung residif yaitu
mengalami kekambuhan jika terpapar faktor risiko yang dapat memicu
munculnya dermatitis dan menjadi kronis sehingga mempengaruhi kualitas hidup
penderita. Berdasarkan rekapitulasi yang dilakukan oleh Kelompok Studi
Dermatologi Anak (KSDAI) dari lima kota besar di Indonesia pada tahun 2000,
dermatitis atopik masih menempati peringkat pertama (23,67%) dari 10 besar
penyakit kulit anak dan dari sepuluh rumah sakit besar yag tersebar di seluruh
Indonesia dan pada tahun 2010 kejadian dermatitis mencapai 36% angka
kejadian (Ludfi dkk, 2012). Sedangkan data pada tahun 2015 di Indonesia
terdapat sekitar 6,7 juta Bayi (27,3%) menderita penyakit kulit dan mengalami
berbagai hal akibat penyakit kurangnya perawatan dalam pola asuhnya.
Dermatitis pada kulit merupakan suatu penyakit yang menyerang kulit
dengan gejala subyektif pruritis dan obyektif tampak eritema, vesikulasi,
eksudasi dan pembentukan sisik. Tanda – tanda polimorfi tersebut tidak selalu
timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi residif dan menjadi kronis.
Penyakit ini dapat menyerang umur 2 bulan – 2 tahun (bentuk infantile) yang
berupa eksema susu, umur 3 – 10 tahun (bentuk anak), dermatitis tidak eksudat
lagi, dan umur 13 – 30 tahun (bentuk dewasa) yang biasanya berbentuk lesi yang
kering. Penyakit dermatitis pada kulit merupakan salah satu penyakit yang paling
sering dijumpai di klinik, puskesmas dan rumah sakit di banding penyakit –
penyakit lainnya. Melihat dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari penyakit
dermatitis pada kulit, maka perlu dilakukan upaya perawatan intensif serta
pencegahan yang tepat (Mansjoer, 2005).
Penyebab dari penyakit dermatitis kadang-kadang tidak diketahui. Namun
2 penyebab paling utama diantaranya berasal dari agen luar (eksogen), seperti
misalnya bahan kimia, fisik (sinar), mikroorganisme (bakteri, jamur), lingkungan
yang kurang sehat dan agen dalam (endogen), misalnya dermatitis atopic yang
berkaitan dengan faktor genetik yang merupakan faktor predisposisi terhadap
terjadinya dermatitis pada anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Ludfi dkk pada tahun 2012 di Jakarta menunjukkan ada hubungan antara riwayat
dermatitis pada ayah dan ibu terhadap anak yang menderita dermatitis. Hasil
yang sama juga di kemukakan oleh penelitian Oh di Korea tahun 2010 yang
menunjukkan orang tua yang memiliki memilki riwayat atopik lebih berisiko
terhadap terjadinya dermatitis pada anak.
Sulawesi tenggara pada tahun 2015 memiliki jumlah balita sebanyak
153.542 balita, dan jumlah balita yang mengalami dermatitis dilaporkan
sebanyak 1.241 (Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2015). Kota
Kendari dilaporkan pada tahun 2015 terdapat 1.421 balita dari 1.420 ibu dimana
terdapat balita yang terinfeksi kronis penyakit dermatitis (Data Dinkes Kota
Kendari, 2015). Data Puskesmas Poasia tahun 2014 pada periode bulan Mei
merupakan jumlah kunjungan terbanyak penderita penyakit dermatitis pada balita
dengan jumlah 91 balita yang terjangkit. Pada tahun 2015 jumlah kunjungan
berjumlah 299 balita. Dan pada bulan Januari – Mei 2016 berjumlah 156
kunjungan dengan berbagai penyebab dan gejala yang berbeda. Adapun
Dermatitis yang di derita oleh balita yang berkunjung ke Puskesmas Poasia Kota
Kendari terbanyak yaitu jenis dermatitis atopic, yaitu jenis eksim yang memiliki
ciri khas adanya rasa gatal, memiliki bentuk yang khas terutama pada kulit wajah
dan lipatan-lipatan tubuh, serta adanya riwayat atopik seperti alergi atau asma
dan merupakan penyakit eksim kambuhan pada anak. Masih tingginya resiko
balita yang menderita dermatitis memerlukan pengetahuan yang baik bagi ibu
mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya dermatitis Berdasarkan latar
belakang diatas maka penulis berinisiatif mengambil judul Identifikasi Jenis
Dermatitis Pada Balita di Puskesmas Poasia.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Identifikasi Jenis
Dermatitis Pada Balita di Puskesmas Poasia?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi Jenis Dermatitis Pada Balita di Puskesmas Poasia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi Jenis Dermatitis berdasarkan penyebab Penyakit
Dermatitis Pada Balita di Puskesmas Poasia.
b. Untuk mengidentifikasi Jenis Dermatitis berdasarkan gejala yang
ditimbulkan Penyakit Dermatitis Pada Balita di Puskesmas Poasia.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Poasia Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
Sumber informasi bagi Puskesmas Poasia Kota Kendari Provinsi
Sulawesi Tenggara mengenai faktor-faktor pendorong kejadian dermatitis
pada anak di Puskesmas Poasia.
2. Bagi Institusi
Manfaat bagi institusi/pendidikan merupakan sumbangan ilmiah dan
sebagai bahan pertimbangan sekaligus bahan acuan dalam mengembangkan
penelitian selanjutnya khususnya mengenai faktor-faktor pendorong kejadian
dermatitis pada anak di Puskesmas Poasia.
3. Bagi klien
Bahan informasi bagi ibu Puskesmas Poasia Kota Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara tentang faktor-faktor pendorong kejadian dermatitis pada anak.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai masukan dalam menambah pengalaman berharga dalam rangka
menambah wawasan ilmu pengetahuan serta pengembangan khususnya di
bidang penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Dermatitis
1. Pengertian
Penyakit dermatitis merupakan penyakit inflamasi superficial kulit
baik karena faktor endogen maupun eksogen. Secara morfologis, perubahan
dermatitis akut atau kronik adalah spesifik dan dapat dikenal, dimana
umumnya dapat disebakan oleh jamur, bakteri yang menginfeksi jaringan kulit
(Harnowo, 2010)
Umumnya penyakit dermatitis pada balita menyerang epidermis
dengan gejala subyektif pruritis dan obyektif tampak eritema, vesikulasi,
eksudasi dan pembentukan sisik. Tanda – tanda polimorfi tersebut tidak selalu
timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi residif dan menjadi kronis.
Penyakit ini dapat menyerang umur 2 bulan – 2 tahun (bentuk infantile) yang
berupa eksema susu, umur 3 – 10 tahun (bentuk anak) yang berbentuk
efloresesnsi tidak eksudat lagi, tetapi mulai berlikenifikasi dengan
hipopigmentasi dan umur 13 – 30 tahun (bentuk dewasa) yang biasanya
berbentuk lesi yang kering dan terdapat likenifikasi (Mansjoer, 2010).
Penyakit dermatitis ini umumnya dapat disebabkan oleh virus maupun
fungi scabies dimana terjadi peradangan pada kulit yang ditandai oleh adanya
kemerahan atau ruam yang mengeripik (bersisik) pada kulit. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh infeksi dan jamur atau eczema ( Robbins, 2009).
2. Etiologi
Penyebab dari penyakit dermatitis kadang-kadang tidak diketahui.
Penyebab dermatitis dapat berasal dari agen luar (eksogen), seperti misalnya
bahan kimia, fisik (sinar), mikroorganisme (bakteri, jamur), ataupun dari agen
dalam (endogen), misalnya dermatitis atopic. Sebagian lain tidak diketahui
secara pasti etiologi akan tetapi pruritus memegang salah satu peranan
penting. Dimana respon kulit terhadap agen-agentersebut. Respon tersebut
dapat berhubungan dengan dermatitis. Dermatitis ialah perubahan
kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi. Reaksi
dermatitis terjadi atas dasar interaksi antara antigen dan antibody karena
banyaknya agen penyebab (Mansjoer, 2010).
3. Patogenesis
Beberapa jenis dermatitis memiliki penyebab yang diketahui,
sedangkan yang lainnya tidak. Terutama penyakit dermatitis yang dipengaruhi
oleh faktor endogen. Sedangkan yang diakibatkan oleh faktor eksogen masih
dapat diketahui dengan dilakukan anamnesis dan tes pemeriksaan.
4. Gejala klinis
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal, sedangkan
kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, batas dapat tegas atau tidak
tegas, penyebaran dapat setempat, generalisata, bahkan universal. Berikut
adalah berbagai bentuk kelainan kulit atau efloresensi berdasarkan stadium:
a. Stadium akut; eritema, edema, vesikel atau bula, erosi atau eksudasi,
sehingga tampak basah (madidans)
b. Stadium subakut; eritema berkurang, eksudasi mengering menjadi krusta.
c. Stadium kronik; tampak lesi kering, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi,
papul, dapat pula terdapat erosi atau ekskoriasi akibat garukan berulang.
Gambaran klinis tidaklah harus sesuai stadium, karena suatu penyakit
dermatitis muncul dengan gejala stadium kronis. Begitu pula dengan
efloresensi tidak harus polimorfik, karena dapat muncul oligomorfik
(beberapa) saja. Keluhan penyakit dermatitis merupakan hal yang sering
terjadi, karena penyakit ini dapat menyerang pada orang dengan rentang usia
yang bervariasi, mulai dari bayi hingga dewasa serta tidak terkait dengan
faktor jenis kelamin.
5. Histologi
Perubahan histologi terjadi berdasarkan stadiumnya :
a. Stadium akut; kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis,
edema intrasel, dan eksositosis, terutama sel mononuclear. Dermis sembab,
pembuluh darah melebar, ditemukan sebukan terutama sel mononuclear,
eosinofil kadang ditemukan, tergantung penyebab dermatitis.
b. Stadium subakut; ampir seperti stadium akut akan tetapi jumlah vesikel
berkurang di epidermis, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta,
dan parakeratosis, edema di dermis berkurang, vasodilatasi masih tampak
jelas, demikian pula sebukkan sel radang.
c. Stadium kronik; epidermis hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete
ridges memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan, vesikel tidak ada
lagi, dinding pembuluh darah menebal, terdapat sebukan sel radang
mononuclear di dermis bagian atas, jumlah fibroblast dan kolagen
bertambah.
6. Klasifikasi
Pembagian berdasarkan tatanama atau nomenklatur, morfolofi ataupun
stadium masih menjadi kontroversial dimana belum terjadi kesepakatan.
Maka dari itu, kami akan memaparkan pembagian berdasarkan etiologi:
a. Eksogen: Dermatitis kontak; Jenis eksim ini disebabkan karena faktor di
luar tubuh penderita, seperti terpapar bahan kimia, iritasi karena sabun,
kosmetik, parfum dan logam. Dermatitis kontak adalah jenis eksim yang
paling banyak diderita manusia, diperkirakan 70% penyakit eksim
merupakan jenis ini. Secara klinis jenis eksim ini memiliki gejala terasa
panas, kemudian muncul benjolan, dan disertai adanya cairan. Bagian kulit
yang terserang jenis eksim ini memiliki batas tepi yang jelas, sehingga
yang mengalami gejala tersebut hanya pada bagian yang terserang. Tetapi
jenis eksim ini dapat menjadi kronis yang ditandai dengan kulit semakin
mengering, pigmentasi, terjadi penebalan kulit sehingga tampak garis-garis
pada permukaan kulit dan kemudian terjadi retak-retak seperti teriris pada
kulit.
b. Endogen :
1) Dermatitis atopik; jenis eksim yang memiliki ciri khas yang berbeda
dengan jenis eksim dermatitis kontak yaitu adanya rasa gatal, memiliki
bentuk yang khas terrutama pada kulit wajah dan lipatan-lipatan tubuh,
serta adanya riwayat atopik yaitu alergi atau asma. Jenis eksim ini
banyak menyerang anak-anak dan bayi, dan biasanya merupakan
penyakit eksim kambuhan.
2) Dermatitis numularis; Jenis eksim ini pada umunya berhubungan
dengan kulit kering dan sering menyerang pada orang yang berusia
lanjut. Gejala penyakit eksim jenis ini berupa kulit mengering, merah,
gatal, dan muncul dalam bentuk bulatan-bulatan pipih seperti koin
logam, biasanya terdapat pada kulit kaki dan tangan.
3) Neurodermatitis; peradangan kronik pada kulit yang tidak diketahui
penyebabnya, lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria dan
puncak insidennya adalah umur paruh baya.
4) Dermatitis stasis; jenis eksim kulit yang berkaitan dengan adanya
varises pada bagian kaki. Jenis eksim ini terdapat pada kaki ditandai
dengan rasa gatal, penebalan kulit serta berubahnya warna kulit
menjadi memerah bahkan kecoklatan.
7. Sifat Penyakit Dermatitis
Dilihat dari sifat penyakit jenis penyakit dermatitis pada balita terdiri dari
a. Madidans (basah), biasanya terdapat eksudasi dipermukaan kulit terdapat
sumber dermatitis, artinya terdapat vesikel – vesikel pungiformis yang
berkelompok dan kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai
bula/pustule, dan biasanya disertai infeksi.
b. Sika ( kering atau tidak basah ), bila gelembung mengering, maka akan
terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti tampak menjadi
kering. Pada stadium ini terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik – sisik.
Bila proses terjadi kronik tampak terlihat hiperpegmentasi atau
hipopigmentasi (Tjokronegoro dan Utama, 2009).
8. Pengobatan
a. Pengobatan sistematik
Pada kasus penyakit kulit ringan biasanya diberi anti histaminika
berkombinasi dengan anti serotonin, anti bradikinin, anti SRS – A (slow
reacting substance – A) dan sebagainya. Pada kasus berat dapat diberi
kostikoteroid.
b. Pengobatan topical
Prinsip umum terapi topical,yaitu :
1) Apabila tipe basah ( madidans ) harus diobati secara basah (kompres
terbuka), apabila tipe dermatitis yang ditimbulkan kering (sika)
diobati secara kering, artinya bukan kompres.
2) Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah persentase obat
spesifik.
3) Bila menderita akut, diberi kompres, bila sub akut, diberi bedak kocok,
pasta krim, atau linimentum (krim pendingin). Bila kronik diberi salep.
4) Pada tipe kering (sika), bila superficial dapat diberikan bedak krim
atau pasta, bila kronik diberikan salep. Krim diberikan pada daerah
yang berambut, sedangkan pasta pada daerah yang tidak berambut.
penetrasi salep lebih besar efektifitasnya dari pada krim (Mansjoer,
2010)
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
a. Mencegah garukan
b. Menghindari pakaian yang berupa woll atau nilon, sebaiknya memakai
pakaian yang bahan dasarnya katun sebab dapat menyerap keringat. Sebab
keringat dapat merangsang dan menambah gatal, oleh sebab itu pakaian
jangan ketat, agar sirkulasi udara baik.
c. Penderita sering tidak tahan terhadap perubahan suhu dan kelembaban
yang mendadak, oleh karma itu perubahan perubahan suhu yang mendadak
harus dihindari.
d. Sebaiknya mandi dengan air yang sesuai dengan suhu tubuh, jangan
menggunakan air dingin atau panas, sebab akan menambah rasa gatal.
e. Menghindari debu rumah (mengandung dermatophagoides ptronyssinus)
dan bulu binatang yang dapat menyebabkan rasa gatal bertambah dan
menyebabkan penyakit kambuh, oleh karna itu kamar tidur sebaiknya
bebas debu dan penderita menghindari binatang.
f. Hindari makanan yang dapat menyebabkan kekambuhan suatu penyakit
kulit seperti susu sapi, terigu, telur, kacang – kacangan dan lain-lain.(
Tjokronegoro dan Utama, 2009).
B. Tinjauan Identifikasi Tentang Jenis-Jenis Dermatitis
1. Dermatitis Kontak (Mochtar, Siti, 2008)
a. Definisi
Dermatitis Kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh
kontak dengan suatu zat/ bahan tertentu yang menempel pada kulit, dan
menyebabkan alergi atau reaksi iritasi. ruamnya terbatas pada daerah
tertentu dan seringkali memiliki batas yang tegas. Ada 2 macam
dermatitis kontak, yaitu :
1) Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yang terjadi ketika kulit terpajan bahan iritan
seperti detergen, asam, basa, serbuk kayu, semen, dan sebagainya. Dan
dapat menyebabkan kerusakan pada kulit apabila teriritasi berulang
selama periode tertentu.
2) Dermatitis kontak alergi
Dermatitis yang terjadi ketika kulit tersensitisasi oleh suatu
substansi (allergen), dan kontak ulang dengan substansi tersebut. Ini
merupakan reaksi kulit tipe lambat.
2. Dermatitis Kontak Iritan (Mochtar, Siti, 2008)
a. Definisi
Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis kontak yang
disebabkan oleh bahan-bahan yang bersifat iritan yang dapat
menimbulkan kerusakan jaringan. Dermatitis kontak iritan dibedakan
menjadi 2 yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan
kronik (kumulatif).
1) Dermatitis kontak iritan akut adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi
segera setelah kontak dengan bahan – bahan iritan yang bersifat toksik
kuat, misalnya asam sulfat pekat.
2) Dermatitis kontak iritan kronis (Kumulatif) adalah suatu dermatitis
iritan yang terjadi karena sering kontak dengan bahan- bahan iritan
yang tidak begitu kuat, misalnya sabun deterjen, larutan antiseptik.
Dalam hal ini, dengan beberapa kali kontak bahan tadi ditimbun dalam
kulit cukup tinggi dapat menimbulkan iritasi dan terjadilah peradangan
kulit yang secara klinis umumnya berupa radang kronik.
b. Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat
iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali,
serbuk kayu, bahan abrasif, larutan garam konsentrat, plastik berat
molekul rendah atau bahan kimia higroskopik atau toxin dan enzim
hewan.
c. Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak
lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk,
dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan (toksin)
merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian
dapat menembus membrane sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau
komponen inti.
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan
asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor =
PAF), dan inositida (IP3). Selanjutnya AA akan diubah menjadi
prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). Kemudian PG dan LT akan
menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular
sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. Selain itu, PG
dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan
neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamine, LT dan PG
lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskular. Diasilgliserida
(DAG) dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan
sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-
macrophage colony stimulatunf factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel
T-penolong mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang
menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.
d. Gejala klinis
Berikut adalah gejala klinis berdasarkan jenis dermatitis kontak iritan :
1) Dermatitis kontak iritan akut lambat
Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih.
Biasanya bahan-bahan yang menimbulkan rekasi lambat adalah
podofilin, antralin, asam hidrofluorat. Contohnya adalah dermatitis
yang disebabkan oleh bulu seranga yang terbang pada malam hari
(dermatitis venenata); penderita baru merasakan pedih setelah
keesokan harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah
menjadi vesikel atau bahan nekrosis.
2) Dermatitis kontak iritan akut segera
Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan dan
reaksi segera timbul. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel,
atau bula dapat muncul. Luas kelainan umumnya sebatas daerah
yang terkena dan berbatas tegas. Penyebabnya adalah iritan kuat
seperti larutan asam sulfat dan asam hidrokloid, atau basa kuat
seperti natrium dan kalium hidroksida.
3) Dermatitis kontak iritan kronis
Jenis ini paling sering terjadi, nama lainya adalah dermatitis
kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh kontak dengan iritan
lemah yang berulang-ulang (factor fisis, misalnya gesekan, trauma
mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan rumah
tangga misalnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air).
Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau
bulanan, bahkan bias bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu
dan tertetan kontak merupakan factor yang penting.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat
laun kulit menebal (hyperkeratosis) dan likenifikasi difus. Bila
kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris
(fissure), misalnya pada tumit tukang cuci yang mengalami kontak
terus-menerus dengan detergen. Keluhan penderita umumnya gatal
atau nyeri karena luka retak. Ada kalanya kelainan hanya kulit
kering dan skuama sehingga sering diabaikan penderita. Setelah
dirasakn mengganggu, baru mendapat perhatian.
DKI Kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh
karena itu lebih banyak ditemukan di tangan dan kaki dibandingkan
bagian tubuh yang lain. Contoh pekerjaan: tukang cuci, kuli
bangunan, montir di bengkel, tukang kebun, penata rambut.
e. Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang
cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui
karena prosesnya berlangsung cepat setelah kontak dengan suatu zat,
sedangkan DKI kronis susah untuk diketahui penyebabnya. Maka dari itu,
uji temple dapat membantu diagnosis.
f. Penatalaksanaan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari
pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi,
serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Dan mungkin cukup
dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.
3. Dermatitis Kontak Alergi (Mochtar, Siti, 2008)
a. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan
kulit yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi.
Dermatitis kontak alergi merupakan dermatitis kontak karena sensitasi
alergi terhadap substansi yang beraneka ragam yang menyebabakan
reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami hipersensivitas
terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya.
b. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering
berupa bahan kimia dengan berat kurang dari 500-1000 Da, yang juga
disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.
Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis
menyebabkan reaksi hipersensitvitas tipe lamat pada paparan berulang.
Dermatitis ini biasaya timbul sebagai dermatitis vesikuler akut dalam
beberapa jam sampai 72 jam setelah kontak. Perjalanan penyakit
memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2 hari bila tidak
terjadi paparan ulang. Reaksi yang palning umum adalah dermatitis rhus,
yaitu reaksi alergi terhadap poison ivy dan poison cak. Faktor predisposisi
yang menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang
menyebabakan integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis.
c. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi
adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated
immune respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensititas di kullit
timbulnya lambat (delayed hipersensivitas), umumnya dalam waktu 24
jam setelah terpajan dengan alergen.
Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak
alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada
kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia
sederhana yang disebut hapten yang terikat dengan protein, membentuk
antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan
sel langerhans, selanjutnya dipresentasikan oleh sel T. Setelah kontak
dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah
bening regional untuk berdiferensisi dan berploriferasi memebneetuk sel
T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini
kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid,
sehingga menyebabkab keadaan sensivitas yang sama di seluruh kulit
tubuh. Fase saat kontak pertama sampai kulit menjdi sensitif disebut fase
induksi tau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3
minggu.
Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat
kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen,
dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek,
sebaliknya sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada
kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul
setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan.
Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang
sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi
umumnya berlangsung antara 24-48 jam.
d. Gejala
Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang
akut dimulai dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin jugga fisur, batasnya
tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan
kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.
Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang
umumnya konstan dan seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya
ditandai dengan adanya lesi eksematosa berupa eritema, udem, vesikula
dan terbentuknya papulovesikula; gambaran ini menunjukkan aktivitas
tingkat selular. Vesikel-vesikel timbul karena tterjadinya spongiosis dan
jika pecah akan mengeluarkan cairan yang mengakibatkan lesi menjadi
basah. Mula-mula lesi hanya terbatas pada tempat kontak dengan alergen,
sehingga corak dan distribusinya sering dapat meiiunjukkan
kausanya,misalnya: mereka yang terkena kulit kepalanya dapat curiga
dengan shampo atau cat rambut yang dipakainya. Mereka yang terkena
wajahnya dapat curiga dengan cream, sabun, bedak dan berbagai jenis
kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada kasus yang hebat, dermatitis
menyebar luas ke seluruh tubuh.
e. Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada hasil diagnosis yang cermat dan
pemeriksan klinis yang teliti.Pertanyaan mengenai kontaktan yang
dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya ada
kelainan kulit berupa lesi numularis disekitar umbilikus berupa
hiperpigmentasi, likenifiksi, dengan papul dan erosi, maka perlu
ditanyakan apakah penderita memeakai kancing celana atau kepala ikat
pinggan yang terbuat dari logam(nikel). Data yang berrsal dari anamnesis
juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui dapat
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit
kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik, psoriasis).
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi
dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemugnkinan
penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan
oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemerikassaan
hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.
Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan terhadap suatu alergen
atau senyawa yang berhubungan, lesi yang gatal, pola distribusi yang
mengisyaratkan dermatitits kontak. Anamnesis harus terpusat kepada
sekitar paparan tehadap alergen yan gumum. Untuk mengidentifikasi
agen penyebab mungkin diperlukan kerja mirip detektif yang baik.
f. Diagnosis Banding
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan
gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermtitis numularis, dermtitis seboroik, atau psoriris. Diagnosis banding
yang utama ialah dengan dermatitits kontak iritan. Dalam keadaan ini
pemeriksn uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah
dermatitis tersebut karena kontak alergi.
1) Dermatitis kontak iritan, yaitu tidak ada alergen yang dapat dikenali.
Sering keadaan ini hanya dapat dibedakan dari dermatitis kontak alergi
dengan uji tempel. DKA dapat memperparah DKI yang sudah ada
sebelumnya.
2) Dermatitis numularis, yaitu ditandai dengan plak diakret, terskuama,
kemerahan, berbentuk uanga logam, dan gatal, serupa dengan dermtitis
kontak tetapi tanpa riwayat paparan terhadap alergen dan lesinya
bundar, tidak ada konfigurasi lainnya.
3) Dermatofitosis, yaitu biasanya berbatas tegas pinggir aktif dan bagian
tengah agak menyembuh.
4) Kandidiasis, yaitu biasanya dengan lokalisasi yang khas. Efloresensi
berupa eritema, erosi, dan ada lesi satelit.
g. Uji Tempel
Tempat untuk melakukan uji tempel biansanya di punggung atau
bagian luar dari lengan atas. Bahan uji dapat berasal dari antigen standar
buatan pabrik atau dari bahan kimia murni dan lebih sering bahan
campuran yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:
1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh) bila mungkin setelah 3
minggu. Bila masih dalam keadaan akut atau berat dapat terjadi
reaksi angryback atau excited skin, reaksi positif palsu, dapat juga
menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya bertambah buruk.
2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya 1 minggu setelah penghentian
terpi kortikosteroid sistemik, sebab dapat menghasilkan reaksi
negative palsu.
3) Uji temple dibuka setelah 2 hari lalu dibaca, dan pembacaan kedua
dilakukan pada hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah aplikasi pertama.
4) Penderita dilarang melakukan aktifitas yang dapat melonggarkan uji
temple (tidak menempel dengan baik) sehingga menghasilkan
reaksi negatif palsu.
5) Uji temple dengan bahan standar jangan dilakukan pada penderita
urtikaria tipe dadakan karena dapat menyebabkan urtikaria
generalisata atau bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita ini
dilakukan prosedur khusus.
6) Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji temple dilepas.
Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar
efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal.
Hasilnya sebagai berikut :
1 = reaksi lemah (nonvesikuler): eritema, infiltrate, papul (+)
2 = reaksi kuat: edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan: hanya macula eritematosa
5 = iritasi: rasa seperti terbakar, pustul atau purpura
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin; dipicu oleh hipersensitivitas kulit
8 = tidak di tes (NT; not tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai 1 minggu setelah
aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan
kedua ini penting untuk membantu membedakan antara respon
alergi (crescendo/meningkat) atau iritasi (decrescendo/ menurun)
dan mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif allergen.
Selain uji temple (patch test), terdapat pemeriksaan lainnya
yaitu uji tusuk (prick test) dan uji gores (scratch test). Akan tetapi
mengingat kedua ujia tersebut dapat menimbulkan lesi yang
ditakutkan akan menambah reaksi alergi yang seharusnya tidak
terjadi pada pengujian.
4. Dermatitis Atopik
a. Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi
yang didasari oleh faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik
residif dengan gejala eritema, papula, vesikel, kusta, skuama dan pruritus
yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi, faktor
psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan.
Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya episode
pertama terjadi sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya
akan hilang timbul hingga anak melewati masa tertentu. Sebagian besar
anak akan sembuh dari eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak
akan terus mengalami eksema hingga dewasa.
Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena
kebanyakan penderitanya memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE
dan mempunyai kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau
keduanya di kemudian hari yang dikenal sebagai allergic march.
Walaupun demikian, istilah dermatitis atopik tidak selalu memberikan arti
bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi. Nama
lain untuk dermatitis atopik adalah eksema atopik, eksema dermatitis,
prurigo Besnier, dan neurodermatitis. Diperkirakan angka kejadian di
masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun sebesar 3,1%
dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30 tahun
terakhir. Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor
lingkungan, seperti bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda
asing lainnya. Ada dugaan bahwa peningkatan ini juga disebabkan
perbaikan prosedur diagnosis dan pengumpulan data.
b. Patogenesis
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA
belum semuanya diketahui, demikian pula pruritus pada DA. Tanpa
pruritus diagnosis DA tidak dapat ditegakkan. Rasa gatal dan rasa nyeri
sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang disalurkan
lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang selanjutnya
diteruskan ke talamus kontralateral dan korteks untuk diartikan.
Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah
menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi
menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan
secara imunologik dan nonimunologik.
1) Reaksi imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam
keluarganya seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik.
Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan
kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA
terutama yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau
rinitis alergika di kemudian hari (allergic march), dan semuanya ini
memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit atopi.
2) Faktor non imunologis
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA
antara lain adanya faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis).
Kekeringan kulit diperberat oleh udara yang lembab dan panas, banyak
berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang
kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga
dengan rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan
mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.
c. Faktor-faktor pencetus
1) Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food
Challenge (DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang
dan berat mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak
dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan
kadar IgE spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan.
Walaupun demikian uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu,
tidak berarti bahwa penderita tersebut alergi terhadap makanan
tersebut, oleh karena itu masih diperlukan suatu uji eliminasi dan
provokasi terhadap makanan tersebut untuk menentukan kepastiannya.
2) Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang
dapat dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita
DA, atau lewat dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50%
penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada
alergi tungau debu rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro
(RAST), 95% penderita DA mengandung IgE spesifik positif terhadap
TDR dibandingkan hanya 42% pada penderita asma di Amerika
Serikat. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh
alergen hirup lainnya seperti bulu binatang rumah tangga, jamur atau
ragweed di negara-negara dengan 4 musim.
3) Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi
kulit oleh kuman umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur.
Stafilokokus dapat ditemukan pada 90% lesi penderita DA dan jumlah
koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat
infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang
bekerja sebagai superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T,
yang selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu penderita DA
dan disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap
kuman stafilokokus dan steroid topikal.
d. Manifestasi klinis
Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infantil,
bentuk anak, dan bentuk dewasa.
1) Bentuk infantil (2 bulan - 2 tahun)
Secara klinis berbentuk dermatitis akut eksudatif dengan
predileksi daerah muka terutama pipi dan daerah ekstensor
ekstremitas. Bentuk ini berlangsung sampai usia 2 tahun. Predileksi
pada muka lebih sering pada bayi yang masih muda, sedangkan
kelainan pada ekstensor timbul pada bayi sel sudah merangkak. Lesi
yang paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula, serta
garukan yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder.
Gatal merupakan gejala yang mencolok sel bayi gelisah dan rewel
dengan tidur yang terganggu. Pada sebagian penderita dapat disertai
infeksi bakteri maupun jamur.
2) Bentuk anak (3 - 11 tahun)
Seringkali bentuk anak merupakan lanjutan dari bentuk
infantil, walaupun diantaranya terdapat suatu periode remisi. Gejala
klinis ditandai oleh kulit kering (xerosis) yang lebih bersifat kronik
dengan predileksi daerah fleksura antekubiti, poplitea, tangan, kaki dan
periorbita.
3) Bentuk remaja dan dewasa (12 - 30 tahun)
DA bentuk dewasa terjadi pada usia sekitar 20 tahun.
Umumnya berlokasi di daerah lipatan, muka, leher, badan bagian atas
dan ekstremitas. Lesi berbentuk dermatitis kronik dengan gejala utama
likenifikasi dan skuamasi.
e. Diagnosis
Hanifin dan Lobitz (1977) menyusun petunjuk yang sekarang
diterima sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis DA Mereka
mengajukan berbagai macam kriteria yang dibagi dalam kriteria mayor
dan kriteria minor. Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosa DA
meliputi pruritus dan kecenderungan dermatitis untuk menjadi kronik
atau kronik residif dengan gambaran morfologi dan distribusi yang
khas.
Dermatitis atopik dikenal sebagai gatal yang menimbulkan
kelainan kulit, bukan kelainan kulit yang menimbulkan gatal. Tetapi
belum ada kesepakatan pendapat mengenai hal ini, karena pada
pengamatan, lesi di muka dan punggung bukan diakibatkan oleh
garukan, selain itu dermatitis juga terjadi pada bayi yang belum
mempunyai mekanisme gatal-garuk. Kriteria diagnosis dermatitis
atopik dari Hanifin dan Lobitz (1977)
1) Kriteria mayor ( > 3)
a) Pruritus dengan Morfologi dan distribusi khas :
(1) dewasa : likenifikasi fleksura
(2) bayi dan anak : lokasi kelainan di daerah muka dan
ekstensor
b) Dermatitis bersifat kronik residif
c) Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
2) Kriteria minor ( > 3)
a) Xerosis Iktiosis/pertambahan garis di palmar/keatosis pilaris
b) Reaktivasi pada uji kulit tipe cepat
c) Peningkatan kadar IgE
d) Kecenderungan mendapat infeksi kulit/kelainan imunitas
selular
e) Dermatitis pada areola mammae
f) Keilitis
g) Konjungtivitis berulang
h) Lipatan Dennie-Morgan daerah infraorbita
i) Keratokonus
j) Katarak subskapular anterior
k) Hiperpigmentasi daerah orbita
l) Kepucatan/eritema daerah muka
m) Pitiriasis alba
n) Lipatan leher anterior
o) Gatal bila berkeringat
p) Intoleransi terhadap bahan wol dan lipid solven
q) Gambaran perifolikular lebih nyata
r) Intoleransi makanan
s) Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan dan emosi
t) White dermographism/delayed blanch
5. Dermatitis Numularis (Mochtar, Siti, 2008)
a. Definisi
Dermatitis Numuler adalah suatu peradangan dan ruam menetap
yang menimbulkan gatal, yang ditandai dengan bintik berbentuk uang
logam disertai lepuhan-lepuhan kecil, keropeng dan sisik-sisik.
b. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit ini belum jelas namun infeksi
mikroorganisme agaknya turut peran. Adanya sensitivits alergi terhadap
mikroorganisme (Stafilokokus dan mikrokokus) ini dapat memperburuk
penyakit ini. Penyakit ini biasanya terjadi di daerah panas. Kebiasaan
minum alkohol dan adanya ketegangan jiwa dapat mempermudah
timbulnya penyakit ini. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang dewasa
dan lebih banyak pada wanita. Dermatitis kontak juga mengambil peranan
sebagai salah satu factor pencetus, begitupun dengan trauma fisik dan
kimiawi.
c. Gejala
Bintik-bintik bulat berawal sebagai beruntusan/jerawat dan lepuhan
yang menyebabkan gatal, yang selanjutnya pecah dan membentuk
keropeng. Bintik-bintik ini lebih jelas tampak di punggung lengan atau
tungkai dan di bokong, tetapi bisa juga ditemukan pada batang tubuh.
Puncak awitan pada usia 55-65 tahun, baik pria maupun wanita.
Dapat juga ditemukan pada usia 15-25 tahun. Lesi awal kecil berupa
vsikel atau papulovesikel kemudian bergabung membentuk satu bulatan
seperti mata uang (koin), berbatas tegas, sedikit edema dan eritematosa.
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
1) Diagnosis banding
Sebagai diagnosis banding antara lain adalah dermatitis
kontak, dermatitis atopic, liken simpleks kronik, dan dermatomikosis.
6. Neurodermatitis (Mochtar, Siti, 2008)
a. Definisi
Neurodermatitis (Liken Simpleks Kronis) adalah suatu
peradangan menahun pada lapisan kulit paling atas yang menimbulkan
rasa gatal. Penyakit ini menyebabkan bercak-bercak penebalan kulit
yang kering, bersisik dan berwarna lebihi gelap, dengan bentuk lonjong
atau tidak beraturan.
b. Etiologi
Liken simpleks kronis bisa terjadi sebagai akibat sesuatu
(misalnya baju) yang bersentuhan dengan kulit atau mengiritasi kulit
sehingga seseorang menggaruk-garuk daerah tersebut. Sebagai akibat
dari iritasi menahun akan terjad penebalan kulit. Kulit yang menebal ini
menimbulkan rasa gatal sehingga merangsang penggarukan yang akan
semakin mempertebal kulit. Penyakit ini menimbulkan warna
kecoklatan pada daerah yang terkena. Penyakit ini biasanya
berhubungan dengan:
1) Dermatitis atopik
2) Psoriasis
3) Kecemasan, depresi ataupun gangguan psikis lainnya.
4) Lebih banyak ditemukan pada wanita dan biasanya timbul pada usia
20-50 tahun.
c. Gejala
Liken simpleks kronis bisa timbul di setiap bagian tubuh,
termasuk anus (pruritus ani) dan vagina (pruritus vulva). Pada stadium
awal, kulit tampak normal tetapi terasa gatal. Selanjutnya timbul bercak-
bercak bersisik, kering dan berwarna lebih gelap sebagai akibat dari
penggarukan dan penggosokan.
d. Diagnosis
Diagnosis didasarkan gambaran klinis, biasanya tidak sulit.
Diagnosis bandingnya adalah liken planus, liken amiloidosis, psoriasis,
dan dermatitis atopik.
e. Predileksi
Tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh tangan seperti,
tengkuk, sisi leher, tungkai bawah, pergelangan kaki, scalp, paha bagian
medial, lengan bagian ekstensor, skrotum dan vulva.
7. Dermatitis Statis (Mochtar, Siti, 2008)
a. Definisi
Dermatitis Stasis adalah suatu peradangan menahun (berupa
kemerahan, pembentukan sisik dan pembengkakan) pada tungkai bawah
yang teraba hangat, yang sering meninggalkan bekas berupa kulit yang
berwarna coklat gelap.
b. Etiologi
Dermatitis stasis merupakan akibat dari penimbunan darah dan
cairan di bawah kulit, sehingga cenderung terjadi pada penderita vena
varikosa (varises) dan pembengkakan (edema).
c. Gejala
Dermatitis stasis biasanya timbul di pergelangan kaki. Pada
awalnya kulit menjadi merah dan sedikit bersisik. Setelah beberapa
minggu atau beberapa bulan, warna kulit berubah menjadi coklat gelap.
Pengumpulan darah dibawah kulit yang terjadi sebelumnya sering tidak
dihiraukan, sehingga terjadi pembengkakan dan kemungkinan infeksi,
yang akhirnya menyebabkan kerusakan kulit yang berat (ulserasi).
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil
pemeriksaan fisik.
e. Tatalaksana
Pengobatan jangka panjang bertujuan mengurangi kemungkinan
penimbunan darah di dalam vena di sekitar pergelangan kaki.
1) Mengangkat kaki dalam posisi yang lebih tinggi dari dada akan
menghentikan penimbunan darah di dalam vena dan penimbunan
cairan di dalam kulit.
2) Menggunakan stoking penyangga yang tepat bisa membantu mencegah
kerusakan kulit yang serius dengan cara mencegah penimbunan cairan
di tungkai yang lebih bawah.
3) Biasanya tidak diperlukan pengobatan tambahan.
4) Kadang diambil kulit dari bagian tubuh lainnya untuk dicangkokkan
guna menutupi luka terbuka yang sangat lebar. Beberapa penderita
mungkin memerlukan sepatu Unna, yaitu suatu alat yang menyerupai
pembalut gips yang berisi pasta gelatin yang mengandung seng.
5) Jika penderita merasa tidak nyaman mengenakan sepatu ini, pasta yang
sama bisa digunakan dibawah balutan penyangga elastik. Pada
dermatitis stasis, kulit mudah teriritasi; karena itu sebaiknya penderita
menghindari pemakaian krim antibiotik, krim anestetik, alkohol,
lanolin atau bahan kimia lainnya sebab bisa memperburuk keadaan.
C. Tinjauan Tentang Tatalaksana Dermatitis
1. Pengobatan
Pengobatan yang tepat didasarkan atas kausa, yaitu menyingkirkan
penyebabnya. Tetapi, seperti diketahui dermatitis multi factor, kadang juga
tidak diketahui pasti, maka penobatan bersifat simtomatis, yaitu dengan
menghilangkan/ mengurangi keluhan dan menekan peradangan.
a. Sistemik
1) Pada kasus ringan dapat diberikan anti histamine, atau dapat
dikombinasikan dengan anti serotonin, anti bradikinin, dan sebagainya.
Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 6 jam bilamana perlu.
2) Obat dermatititis yang utama adalah kortikosteroid (prednisone 30 mg/
hari). Kortikosteroid merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh
korteks adrenal yang pembuatan bahan sintetik analognya telah
berkembang dengan pesat. Terutama diberikan pada penyakit kasus
akut dan berat.
3) Antibiotik untuk setiap infeksi sekunder.
b. Topikal
Terdapat beberapa prinsip umum terapi topical :
1) Dermatitis akut/ basah (madidans) harus diobati secara basah (kompres
terbuka), bila subakut diberikan losio (bedak kocok), krim (terutama
pada daerah berambut), dan apabila kronik/kering diberikan salap.
2) Kompres, pertama-tama gunakan kompres dingin dengan air keran
dingin atau larutan burrow untuk lesi-lesi eksudtif dan basah. Kenakan
selama 20 menit tiga kali sehari. Hindari panas disekitar lesi.
3) Losio topikal yang mengandung menol, fenol, atau premoksin sangat
berguna untuk meringankan rasa gatal sementara, dan tidak
mensensitisasi, tidak seperti benzokain dan difenhidramin. Obat-
obatan bebas yang dapat digunakan antara lain lasio atau obat semprot
sarna dan lasio Prax Cetapil dengan mentol 0,25% dan fenol 0,25%.
4) Kortikosteroid topikal, berguna bila daerah yang terkena terbatas atau
bila kortikosteroid oral merupakn kontraindikasi.
5) Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah presentase obat
spesifik.
c. Rujukan; Pasien dengan penyakit kronik yang tidak memberikan respons
terhadap terapi dan penghindaran semua penyebab yang dicurigai harus
dirujuk ke ahli kulit untuk tes temple.
Berikut ini tingkat potensi dari sejumlah kortikosteroid pada penggunaan
dermal, yaitu :
1) Lemah : hidrokortison asetat, metilprednisolon asetat.
2) Sedang : Desoximetason + salis, Dexametason, Hidrokortison butirat,
Fluosinolon asetonida, Flupredniden asetat, Klobetason butirat dan
Triamsinolon asetonida.
3) Kuat : Beklometason dipropionat, Betametason valerat, Betametason
dipropionat, Budesonida, Diflukortolon valerat, Fluklorolon asetonida,
Flutikason propionate, serta Halometason
4) Sangat kuat: Klobetasol propionat, betametason dipropion.
Namun jika pada dermatitis tersebut ditemukan adanya infeksi
bakteri, maka dapat diberikan juga antibiotik, disamping
kortikosteroid. Berikut ini golongan antibiotik untuk dermatitis :
a) Antibiotika golongan aminoglikosid, bekerja dengan menghambat
sintesis protein dari bakteri, contoh gentamisin dan neomisin
dimana secara in vitro, strain Stafilokokus aureus dan sebagian
besar Stafilokokus epidermis sensitif terhadap Gentamisin.
b) Antibiotika golongan kloramfenikol, bekerja dengan menghambat
sintesis protein dari bakteri.
c) Antibiotika golongan makrolida, bekerja dengan menghambat
sintesis protein dari bakteri, contoh eritromisin
d) Antibiotik lain, contoh asam fusidat efektif untuk infeksi kulit
yang disebabkan oleh strain stafilokokus aureus dan mupirosin
yang juga efektif terhadap sebagian besar Stafilokokus (termasuk
S.epidermis dan S.aureus) dan streptokokus. (Mochtar, Siti, 2008)
D. Tinjauan Umum Tentang Pencegahan Dermatitis
1. Menghindari kulit kering dapat menjadi salah satu faktor dalam membantu
mencegah serangan di masa depan dermatitis. Tips ini dapat membantu
meminimalkan efek pengeringan mandi pada kulit balita:
2. Frekwensi mandi. Kebanyakan orang yang rentan terhadap dermatitis atopik
tidak perlu mandi setiap hari. Coba satu atau dua hari tanpa mandi. Ketika
melakukan mandi, batasi diri Anda hanya 15 sampai 20 menit, dan
menggunakan air hangat, bukan panas. Menggunakan minyak mandi juga
dapat membantu.
3. Gunakan hanya sabun tertentu atau deterjen sintetis. Pilih sabun ringan yang
bersih tanpa berlebihan menghapus minyak alami. Deodoran dan sabun
antibakteri mungkin membuat lebih kering kulit bayi. Gunakan sabun hanya
pada wajah, ketiak, daerah genital, tangan dan kaki. Gunakan air bersih di
tempat lain.
4. Keringkan diri dengan cermat. Lap kulit dengan cepat dengan telapak tangan,
atau tepuk dengan lembut kulit Anda dengan handuk kering lembut setelah
mandi.
5. Melembabkan kulit. Pelembab menahan kulit agar air tidak hilang. Pelembab
tebal bekerja dengan baik. Jika kulit sangat kering, mungkin ingin memakai
minyak, seperti baby oil, sewaktu kulit masih basah. Minyak memiliki daya
tahan lebih daripada pelembab mencegah penguapan air dari permukaan kulit
(Mochtar, Siti, 2008)
E. Tinjauan Umum Tentang Balita
1. Pengertian
Balita adalah anak yang berusia dibawah 5 tahun. Anak balita
merupakan kelompok umur yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat
sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi / kg berat badan.dan paling
sering menderita penyakit akibat kekurangan gizi, dalam hal ini Kekurangan
Energi Protein (KEP) sehingga kemungkinan akan terserang penyakit sangat
mudah (Sedia Oetama, 2006 ).
Balita merupakan anak dibawah lima tahun pertama dimana terbentuknya
dasar-dasar kepribadian manusia, kemampuan pengindraan, berfikir,
keterampilan berbahasa dan berbicara, bertingkah laku sosial dan lainnya
(Depkes, 2010). Masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting
dan perlu perhatian serius, dimana pada masa ini berlangsung proses tumbuh
kembang yang sangat pesat yaitu pertumbuhan fisik dan perkembangan
psikomotorik, mental, dan sosial, karena itu perhatian yang diberikan akan
sangat menentukan kualitas hidup manusia dimasa depan (Depkes, 2010).
Sedangkan menurut Soetjiningsih (2014 ) Balita adalah anak kelompok usia 0
- 5 tahun. Dalam penelitian ini anak balita yang diambil yaitu berada pada
kisaran umur 1 – 5 tahun yang diklasifikasikan :
a. Anak umur 13 - 23 bulan
b. Anak umur 24 - 35 bulan
c. Anak umur 36 - 47 bulan
d. Anak umur 48 - 60 bulan
Pembagian kelompok umur diatas sesuai dengan tugas perkembangan
anak usia 1–5 tahun, dimana tiap-tiap kelompok umur tersebut mempunyai
tugas perkembangan yang berbeda namun dengan usia ini anak telah memiliki
gerakan motorik kasar dan halus yang sudah baik.
2. Hal – Hal Yang Menyebabkan Anak Balita Mudah
Terserang Penyakit
a. Balita masih dalam periode transisi makanan bayi kemakanan orang
dewasa
b. Balita dianggap kelompok umur yang belum berguna bagi keluarga, baik
tenaga maupun kesanggupan kerja sehingga pengurusannya diserahkan
kepada saudaranya yang lebih tua, tetapi belum cukup umur untuk
mempunyai pengalaman dan keterampilan untuk mengurus anak dengan
baik
c. Kurangnya perhatian orang tua kepada mereka karena kesibukan atau hal-
hal tertentu
d. Balita masih belum dapat mengurus diri sendiri dengan baik dan belum
dapat berusaha sendiri untuk mendapat kan makanan apa yang akan
dimakan
e. Balita mulai turun ketanah dan berkenalan dengan berbagai kondisi yang
memberi resiko infeksi atau penyakit lain. Padahal tubuhnya belum cukup
mempunyai imunitas atau daya tahan tubuh untuk melawan penyakit atau
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Pikir
Dermatitis adalah peradangan kulit baik epidermis maupun dermis
sebagai respon terhadap pengaruh faktor endogen dan atau faktor eksogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal. Dermatitis cenderung memiliki
perjalanan yang lama atau kronis dan resitif atau berulang. Penyebab dermatitis
kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar merupakan respon kulit terhadap
agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri dan fungi. Respon tersebut dapat
berhubungan dengan alergi dan iritasi. Dimana alergi adalah perubahan
kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk bereaksi dengan allergen
tertentu. Dermatitis yang merupakan kelainan kulit sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari baik pada orang dewasa maupun balita yang sangat rentan
untuk menderita gejala Dermatitis. Oleh karena itu, Ibu sebagai orang tua yang
sangat dekat dengan balita harus memahami mengenai penyebab serta gejala-
gejala dermatitis pada balita, dan dapat melakukan penanganan dengan benar
sehingga mampu mencegah insiden terjadinya iritasi kulit yang berdampak
buruk.
B. Kerangka Konsep
Variabel independent Variabel dependent
Keterangan :
: Variabel independent yang diteliti
: Variabel dependent
Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel independent (terikat) : Variabel independent adalah variabel yang
mempengaruhi variabel dependent (bebas) dimana variabel inpendent dalam
penelitian ini adalah penyebab dan gejala Dermatitis.
2. Variabel dependent (bebas) : Variabel dependent adalah variabel yang
dipengaruhi oleh variabel independent dimana dalam penelitian ini adalah
penyakit dermatitis.
Penyebab
Dermatitis
Gejala
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Balita di dalam penelitian ini adalah anak yang berada pada kelompok usia 1 -
5 tahun yang datang berobat di Pusksmas Poasia dan didiagnosa penderita
dermatitis.
2. Dermatitis yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu balita yang terkena
dermatitis dan datang berobat ke Puskesmas Poasia Kota Kendari Provinsi
Sulawesi Tenggara dan terdiagnosa menderita penyakit dermatitis.
3. Penyebab dermatitis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor
penyebab baik eksogen (agen luar) tubuh seperti misalnya bahan kimia
(Dermatitis Kontak), mikroorganisme yang berupa bakteri dan jamur
(Dermatitis Numularis), ataupun dari agen dalam (endogen), misalnya genetic
riwayat alergi dalam keluarga (Dermatitis Atopik). Dengan kriteria objektif :
a. Ya : Apabila balita terkena bahan kimia (Dermatitis Kontak),
mikroorganisme yang berupa bakteri dan jamur (Dermatitis Numularis),
ataupun memiliki riwayat alergi dalam keluarga (Dermatitis Atopik).
b. Tidak : Apabila balita terkena bahan kimia (Dermatitis Kontak),
mikroorganisme (bakteri, jamur) (Dermatitis Numularis), ataupun memiliki
riwayat alergi dalam keluarga (Dermatitis Atopik).
4. Gejala dermatitis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ciri-ciri
Dermatitis pada balita baik dermatitis Kontak, Dermatitis Numularis, dan
Dermatitis Atopik. Dengan kriteria objektif :
a. Ya : Apabila balita memiliki 4 ciri-ciri dermatitis kontak, dermatitis
numularis, dan dermatitis atopik.
b. Tidak : Apabila balita tidak memiliki 4 ciri-ciri dermatitis kontak,
dermatitis numularis, dan dermatitis atopik.
Dengan ciri-ciri :
1) Dermatitis kontak : Terjadi akibat terkena bahan/zat kimia tertentu yang
menempel pada kulit seperti detergen, asam, serbuk kayu, semen dan
obat nyamuk, terjadi alergi atau reaksi iritasi, Ruamnya terbatas pada
daerah tertentu, dan dapat menyebabkan kerusakan pada kulit dan
teriritasi secara berulang
2) Dermatitis Numularis : Ditandai dengan plak diakret, kemerahan an
berbentuk uang logam, gatal, serupa dengan dermatitis kontak tetapi
tanpa riwayat paparan terhadap alergan
3) Dermatitis Atopik : bersifat kronik dengan gejala eritema, papula,
vesikel, kusta, skuama dan pruritas yang hebat, disertai infeksi, disertai
alergi, memiliki kecenderungan anak balita menderita asma, rhinitis,
dapat disebabkan bahan yang memudahkan iritan kulit
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian survey deskriptif untuk berusaha
memperoleh Identifikasi Jenis Dermatitis Pada Balita di Puskesmas Poasia.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 21 Juni – 11 Juli 2016.
2. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Poasia Kecamatan Poasia Kota
Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita yang menderita
dermatitis dan datang berobat di Puskesmas Poasia periode Januari –Mei 2016
yang berjumlah 156 balita dengan rata-rata 30 kunjungan disetiap bulannya.
2. Sampel
a. Besar Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah anak balita yang menderita
Dermatitis. Metode pengambilan sampel dengan tehnik total sampling yaitu
metode pengambilan sampel yang diambil secara keseluruhan dari total
populasi selama sebulan yaitu sebanyak 30 balita (Arikunto, 2010).
b. Kriteria Sampel
Responden dengan kriteria Sampel sebagai berikut :
1) Kriteria Inklusi :
Adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi
target dan terjangkau untuk diteliti.
a) Balita yang berusia 0-5 tahun
b) Balita yang menderita penyakit dermatitis
c) Balita yang datang berkunjung/berobat di Puskesmas Poasia
2) Kriteria Eksklusi :
Adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi
yang tidak dapat dijadikan target untuk diteliti.
a) Balita yang berusia diatas 5 tahun
b) Balita yang tidak menderita penyakit dermatitis
c) Balita yang tidak berkunjung/berobat di Puskesmas Poasia
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer diperoleh dengan menggunakan lembar kuisioner pada
responden yang telah terpilih sebagai sampel yang memuat variabel-variabel.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah diperoleh dari instansi terkait yang
berhubungan dengan penelitian tersebut dalam hal ini data di Puskesmas Poasia.
2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan lembar observasi pada
responden yang disusun berdasarkan variabel penelitian.
E. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
a) Kode
Pengkodean dimaksudkan untuk menyingkat data yang diperoleh agar
memudahkan mengolah dan menganalisis data dengan memberikan kode-
kode dalam bentuk angka
b) Edit
Tahap ini dilakukan agar data yang diperoleh merupakan informasi yang
benar. Pada tahap ini dilakukan dengan memperhatikan kelengkapan jawaban
dan jelas tidaknya jawaban.
c) Tabulasi
Yaitu melakukan pemasukan data yang sudah dikode terlebih dahulu ke
komputer.
d) Melakukan teknik analisa
Yaitu melakukan analisis khususnya terhadap data penelitian akan
menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dianalisis.
e) Pengecekan
Yaitu melakukan pembersihan dan pengecekan kembali data masuk. Kegiatan
ini diperlukan untuk mengetahui apakah ada kesalahan ketika memasukkan
data.
F. Analisa Data
Analisa Data
Untuk mendapatkan persentase hasil dari observasi yang telah diteliti maka
akan dianalisa dengan menggunakan rumus :
(Candra B, 2008).
Keterangan :
X = Jumlah persentase variabel yang diteliti
f = Jumlah jawaban benar responden berdasarkan variabel yang diteliti
n = Jumlah sampel penelitian
K = Konstanta (100%)
G. Penyajian Data
Penyajian data pada penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi persentase dan dinarasikan kemudian dilakukan
pembahasan yang selanjutnya didapatkan kesimpulan penelitian.
H. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, masalah etika sangat diperhatikan dengan menggunakan
metode :
X = f/n x K
1. Informed concent
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan
memberikan lembar persetujuan (informed concent). Informed concent tersebut
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan
untuk menjadi responden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta
mengetahui dampaknya.
2. Ananomity (tanpa nama)
Dilakukan dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat
ukur, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Yaitu menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun masalah-
masalah lainnya. Informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian.
1. Gambaran Lokasi Penelitian
1. Letak geografis
Puskesmas Poasia terletak di Kecamatan Poasia Kota Kendari,
sekitar 9 km dari Ibu Kota Provinsi serta memiliki kondisi geografis
daerah dataran rendah yang berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Kendari
b. Sebeah Timur berbatasan dengan Kecamatan Abeli
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kambu.
Luas wilayah kerja Puskesmas Poasia sekitar 4.175 Ha atau 44,75
km2 atau 15,12 % dari luas daratan Kota Kendari terdiri dari 4 kelurahan
definitif yaitu Anduonohu, Rahandauna, Anggoya dan Matabubu dengan
82 RW/RK. Jumlah pendududk 25.474 jiwa serta tingkat kepadatan
penduduk 490 orang/km2 dengan tingkat kepadatan hunian rumah rata-rata
5 orang/rumah.
2. Keadaan demografi
Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia pada tahun
2014 adalah sebanyak 25.474 jiwa serta tingkat kepadatan penduduk 490
orang/km2 dengan tingkat kepadatan hunian rumah rata-rata 5
orang/rumah.
3. Fasilitas pelayanan
Poliklinik Umum Puskesmas Poasia memberikan pelayanan rawat
jalan kepada pasien khususnya di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia yaitu
Wilayah Kecamatan Poasia dan penduduk di luar wilayah kerja
Puskesmas Poasia seperti Kecamatan Abeli bahkan di luar kota kendari
seperti penduduk Kabupaten Konawe Selatan.
Selain Poliklinik Umum, Puskesmas Poasia memiki Poliklinik
Kesehatan Ibu dan Anak dan Poliklinik Gigi. Sehingga pelayanan di luar
perawatan gigi dan kesehatan ibu dan anak dilakukan di Poliklinik Umum.
Fasilitas pelayanan terdiri dari pelayanan penyakit umum, kesehatan mata,
kesehatan jiwa dan penanganan TB paru dan kusta.
4. Ketenagaan
Jumlah tenaga pegawai Puskesmas Poasia sebanyak 144 orang,
yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 80 orang dan non
pegawai negeri sipil (Non PNS) sebanyak 62 orang. Pegawai Poliklinik
umum sebanyak 10 orang yang terdiri dari 4 orang dokter umum, seorang
kepala ruangan yang merangkap sebagai kordinator TB paru dan kusta, 3
orang perawat pelaksana, seorang perawat kesehatan mata, dan seorang
perawat kesehatan jiwa.
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 21 Juni – 11 Juli 2016 dan
bertempat di Puskesmas Poasia Kota Kendari, data diperoleh dengan tehnik total
sampling dengan jumlah sampel 30 ibu dan didapatkan hasil sebagai berikut :
1.Karakteristik Responden
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita di PuskesmasPoasia Kota Kendari Tahun 2016
No Jenis kelamin f (n) %
1
2
Perempuan
Laki-laki
19
11
63,33
36,67
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer 2016
Pada Tabel 5.1 diatas menunjukan dari 30 sampel balita terbanyak
berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 19 balita (63,33%), dan yang
paling sedikit berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 11 balita (36,67%).
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Umur Anak Balita di Puskesmas PoasiaKota Kendari Tahun 2016
No Umur f (n) %
1
2
3
4
5
1 – 12 bulan
13 – 23 bulan
24 – 35 bulan
36 – 47 bulan
48 – 59 bulan
14
4
5
5
2
46,66
13,33
16,66
16,66
6,69
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer 2016
Pada Tabel 5.2 diatas menunjukan bahwa dari 30 sampel anak balita
terbanyak adalah berumur 1 - 12 bulan dengan jumlah 14 balita (46,66%), dan
yang paling sedikit adalah balita berumur 48 - 59 tahun dengan jumlah 2
balita (6,69%).
2. Variabel Penelitian
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Dermatitis Berdasarkan PenyebabPenyakit Dermatitis Pada Balita di Puskesmas Poasia KotaKendari Tahun 2016
No Penyebab Dermatitis f (n) %
1
2
3
Bahan Kimia
Fisik (Sinar Matahari)
Riwayat Alergi dalam Keluarga
1
2
27
3,32
6,69
89,99
Jumlah 30 100,00
Sumber : Data primer 2016
Tabel 5.3 diatas menunjukan bahwa jenis dermatitis dilihat dari
penyebabnya responden terbesar adalah di sebabkan oleh riwayat alergi dalam
keluarga sebanyak 27 responden (89,99%) dan responden yang jumlahnya
terkecil disebabkan bahan kimia sebanyak 1 responden (3,32%).
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis Dermatitis Berdasarkan Gejalayang Ditimbulkan Penyakit Dermatitis Pada Balita diPuskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2016
No Gejala Dermatitis f (n) %
1
2
3
4
Dermatitis Kontak
Dermatitis Atopic
Dermatitis Numularis
Dermatitis Neurodermatitis
3
27
0
0
10,00
90,00
0,00
0,00
Jumlah 30 100,00
Sumber : Data primer 2016
Tabel 5.4 diatas menunjukan bahwa jenis dermatitis dilihat dari gejala
dermatitis terbesar adalah dermatitis atopik sebanyak 27 responden (90,00%)
dan responden yang jumlahnya terkecil dermatitis numelaris dan dermatitis
neurodermatitis dengan masing-masing sebanyak 0 responden (0,00%).
C. Pembahasan
1. Jenis Dermatitis Berdasarkan Penyebab Penyakit Dermatitis Pada Balitadi Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2016
Tabel 5.3 diatas menunjukan bahwa jenis dermatitis dilihat dari
penyebabnya responden terbesar adalah di sebabkan oleh riwayat alergi dalam
keluarga sebanyak 27 responden (89,99%) dan responden yang jumlahnya
terkecil disebabkan bahan kimia sebanyak 1 responden (3,32%).
Pada hasil penelitian yang di lakukan di Puskesmas Poasia Kota
Kendari diperoleh hasil bahwa responden terbesar adalah balita yang
menderita dermatitis dikarenaka riwayat alergi di dalam keluarga. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Robbins (2009) yang menyatakan
bahwa Penyakit dermatitis ini umumnya dapat disebabkan oleh alergi maupun
dimana terjadi peradangan pada kulit yang ditandai oleh adanya kemerahan
atau ruam yang mengeripik (bersisik) pada kulit. Dengan jumlah kasus
terbesar adalah yang menyebabkan penyakit dermatitis atopic dimana
dermatitis atopic dapat disebabkan oleh alergi makanan sesuai teori yang
mengatakan bahwa penyebab dermatitis dapat berasal dari agen luar
(eksogen), seperti misalnya bahan kimia, fisik (sinar), mikroorganisme
(bakteri, jamur), ataupun dari agen dalam (endogen), misalnya alergi
keturunan. (Mansjoer, 2010).
Jika dilihat berdasarkan tatanama atau nomenklatur, morfolofi
ataupun dan pembagian berdasarkan etiologi dapat dikatakan jenis dermatitis
di kelompokkan menjadi dua yaitu yang berasal dari faktor Eksogen dan
Endogen. Adapun dermatitis yang terjadi akibat faktor Eksogen yang berupa
dermatitis kontak ; Jenis eksim ini disebabkan karena faktor di luar tubuh
penderita, seperti terpapar bahan kimia, iritasi karena sabun, kosmetik, parfum
dan logam. Dengan gejala terasa panas, kemudian muncul benjolan, dan
disertai adanya cairan. Bagian kulit yang terserang jenis eksim ini memiliki
batas tepi yang jelas, sehingga yang mengalami gejala tersebut hanya pada
bagian yang terserang. Tetapi jenis eksim ini dapat menjadi kronis yang
ditandai dengan kulit semakin mengering, pigmentasi, terjadi penebalan kulit
sehingga tampak garis-garis pada permukaan kulit dan kemudian terjadi retak-
retak seperti teriris pada kulit.
Dermatitis faktor Endogen dibagi menjadi : Dermatitis atopik; jenis
eksim yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan jenis eksim dermatitis
kontak yaitu adanya rasa gatal, memiliki bentuk yang khas terrutama pada
kulit wajah dan lipatan-lipatan tubuh, serta adanya riwayat atopik yaitu alergi
atau asma. Jenis eksim ini banyak menyerang anak-anak dan bayi, dan
biasanya merupakan penyakit eksim kambuhan. Dermatitis numularis; Jenis
eksim ini pada umunya berhubungan dengan kulit kering dan sering
menyerang pada orang yang berusia lanjut. Gejala penyakit eksim jenis ini
berupa kulit mengering, merah, gatal, dan muncul dalam bentuk bulatan-
bulatan pipih seperti koin logam, biasanya terdapat pada kulit kaki dan
tangan. Neurodermatitis; peradangan kronik pada kulit yang tidak diketahui
penyebabnya, lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria dan puncak
insidennya adalah umur paruh baya. Serta Dermatitis stasis; jenis eksim kulit
yang berkaitan dengan adanya varises pada bagian kaki. Jenis eksim ini
terdapat pada kaki ditandai dengan rasa gatal, penebalan kulit serta
berubahnya warna kulit menjadi memerah bahkan kecoklatan.
2. Jenis Dermatitis Berdasarkan Penyebab Penyakit Dermatitis Pada Balitadi Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2016
Tabel 5.4 diatas menunjukan bahwa jenis dermatitis dilihat dari gejala
dermatitis terbesar adalah dermatitis atopik sebanyak 27 responden (90,00%)
dan responden yang jumlahnya terkecil dermatitis numelaris dan dermatitis
neurodermatitis dengan masing-masing sebanyak 0 responden (0,00%).
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang
didasari oleh faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif
dengan gejala eritema, papula, vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat.
Bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau akibat
bahan kimia atau iritan. Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya
episode pertama terjadi sebelum usia 12 bulan dan episode-episode
selanjutnya akan hilang timbul hingga anak melewati masa tertentu. Sebagian
besar anak akan sembuh dari eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil
anak akan terus mengalami eksema hingga dewasa.
Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan
penderitanya memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai
kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari
yang dikenal sebagai allergic march. Walaupun demikian, istilah dermatitis
atopik tidak selalu memberikan arti bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi
antigen dengan antibodi. Nama lain untuk dermatitis atopik adalah eksema
atopik, eksema dermatitis, prurigo Besnier, dan neurodermatitis. Diperkirakan
angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun
sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30
tahun terakhir. Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor
lingkungan, seperti bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing
lainnya serta sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik
dan nonimunologik.
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam
keluarganya seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik.
Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar
IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama yang
moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di
kemudian hari (allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa
dasar DA adalah suatu penyakit atopi.
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara
lain adanya faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan
kulit diperberat oleh udara yang lembab dan panas, banyak berkeringat, dan
bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang kering akan menyebabkan
nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan yang ringan
seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Poasia Kota Kendari didapatkan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Tabel 5.3 diatas menunjukan bahwa jenis dermatitis dilihat dari penyebabnya
responden terbesar adalah di sebabkan oleh alergi sebanyak 27 responden
(89,99%) dan responden yang jumlahnya terkecil disebabkan bahan kimia
sebanyak 1 responden (3,32%).
2. Tabel 5.4 diatas menunjukan bahwa jenis dermatitis dilihat dari gejala
dermatitis terbesar adalah dermatitis atopik sebanyak 27 responden (90,00%)
dan responden yang jumlahnya terkecil dermatitis numelaris dan dermatitis
neurodermatitis dengan masing-masing sebanyak 0 responden (0,00%).
B. Saran
1. Bagi petugas kesehatan di Puskesmas Poasia Kota Kendari agar dapat
melaksanakan penyuluhan dan lebih memperhatikan status kesehatan balita di
wilayah kerjanya terutama bagi balita yang menderita penyakit dermatitis.
2. Bagi institusi pendidikan Poltekkes Kendari khususnya mahasiswa agar dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.
3. Bagi Ibu dengan anak yang mengalami penyakit dermatitis dapat dijadikan
sebagai penambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta dapat menjadi
referensi dimasa mendatang tentang faktor-faktor penyebab dermatitis.
4. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengambil penelitian lain yang
berhubungan dengan dermatitis dengan jenis penelitian analitik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. RinekaCipta : Jakarta.
Candra, B. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta : EGC.
Brown, 2005. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara.2015.
Data Dinas Kesehatan Kota Kendari.2015.
DepKes, 2010, Pedoman Dasar Penyakit Kulit. Dirjen DepKes RI : Jakarata.
Djuanda.2007. Dasar-dasar Keperawatan Bayi. EGC : Jakarta.
Djuanda Adhi, Hamzah Mucthar, Aisah Sitti, editor. Deramatitis. 2008. Ilmu PenyakitKulit dan Kelamin. Ed 5. FKUI : Jakarta.
Harnowo.2010. Pengertian Hepatitis. Dalam www.Hepatitis/padaanak.com diaksestanggal 3 Februari 201
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online.2016.Pengertian Dermatitis.Diakses tanggal23 Februari 2016
Kemenkes.2011.Pedoman Nasional Penanggulangan Penyakit.Dirjen Depkes RI :Jakarta
Mansjoer.2005.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3.Media Ausicula FKUI:Jakarta.
Mansjoer.2010.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 5.Media Ausicula FKUI:Jakarta.
Mihar.2010.Dasar-dasar Keperawatan Bayi.EGC:Jakarta.
Munasi.2016.Faktor-faktor Penyebab Dermatitis Pada Balita.Media AusiculaFKUI:Jakarta
Ramadhan.2012.Faktor-faktor Yang Menyebabakan TerjadinyaPenyakit Kulit PadaAnak Dipuskesmas Melati Jogjakarta. FKUGM: Jogjakarta.
Robbins.2009.Patologi Penyakit.EGC: Jakarta.
Sedia Oetama,2006.Jelajah Indonesia Sehat.EGC: Jakarta.
Sidabutar dkk.2011.Personal Hygine Pada Lingkungan.Gaya Baru:Jakarta.
Tjokronegoro & utama.2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Gaya Baru:Jakarta.
Soetjoningsih.2014.Tumbuh Kembang Anak Revisi 2 .Penerbit.Buku KedokteranEGC: Jakarta.
No
Nom
or R
egis
tras
i
Tang
gal P
enel
itian
Inis
ial B
%al
ita
Jeni
s K
elam
in
Um
ur B
alita
Umur Jenis Penyebab Dermatitis Gejala Dermatitis
Anak Kelamin Indikator Kategori Indikator kategori
1-1
2 bu
lan
13–
23 b
ulan
24–
35 b
ulan
36–
47 b
ulan
48–
59 b
ulan
Laki
-laki
Pere
mpu
an
Bah
an K
imia
Fisi
k
Mik
roor
gani
sme
Riw
ayat
Ale
rgi
Ya
Der
mat
itis
Num
ular
is
Terja
di Tida
k Te
rjadi
1 55 21/6/2016 An.Ak P √ √ √ √ √ √2 737 21/6/2016 An.Gk P √ √ √ √ √ √3 650 21/6/2016 An.Hs L √ √ √ √ √ √4 11208 21/6/2016 An.AA P √ √ √ √ √ √5 6113 22/6/2016 An.Pm P √ √ √ √ √ √6 431 22/6/2016 An.Rp L √ √ √ √ √ √7 659 23/6/2016 An.Mm P √ √ √ √ √ √8 5413 23/6/2016 An.Ma P √ √ √ √ √ √9 2999 24/6/2016 An.Cp P √ √ √ √ √ √
10 6196 24/6/2016 An.Dr L √ √ √ √ √ √11 1011 25/6/2016 An.Kw P √ √ √ √ √ √12 12657 25/6/2016 An.In L √ √ √ √ √ √13 4145 29/6/2016 An.Ip P √ √ √ √ √ √14 7061 29/6/2016 An.K P √ √ √ √ √ √15 1996 29/6/2016 An.Sm L √ √ √ √ √ √16 733 4/7/2016 An.Mf P √ √ √ √ √ √17 6113 4/7/2016 An.J P √ √ √ √ √ √18 6208 4/7/2016 An.Rm P √ √ √ √ √ √19 8415 4/7/2016 An.Am L √ √ √ √ √ √20 8427 4/7/2016 An.R L √ √ √ √ √ √21 821 4/7/2016 An.Ls P √ √ √ √ √ √22 6212 4/7/2016 An.Bp P √ √ √ √ √ √23 42 4/7/2016 An.Sa L √ √ √ √ √ √24 4538 4/7/2016 An.An P √ √ √ √ √ √25 73 4/7/2016 An.Tl L √ √ √ √ √ √26 682 4/7/2016 An.Yh P √ √ √ √ √ √27 219 4/7/2016 An.Tj P √ √ √ √ √ √28 4708 11/7/2016 An.Rs L √ √ √ √ √ √29 12022 11/7/2016 An.Dp P √ √ √ √ √ √30 3613 11/7/2016 An.Ey L √ √ √ √ √ √
Jumlah 14 4 5 5 2 11 19 1 2 0 27 30 0 3 27 0 30 0(%) 46,66 13,33 16,66 16,66 6,69 36,67 63,33 3,32 6,69 0,00 89,99 100,00 0,00 10,00 90,00 0,00 100,00 0,00
Sumber Data Primer 2016
Lampiran 1.
SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada
Yth. Bapak/Ibu
di -
Tempat
Dengan Hormat.
Dalam rangka meningkatan pelayanan kesehatan, maka saya :
Nama : Iyan Saptha Manus
NIM : P00320012092
Sebagai mahasiswa Politeknik Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan,
bermaksud akan melaksanakan penelitian yang berjudul ”Identifikasi Jenis
Dermatitis Pada Balita di Puskesmas Poasia”.
Sehubungan dengan hal itu, mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk memberikan
kesempatan agar balitanya dapat menjadi Responden dalam penelitian ini, Bapak/Ibu
berhak untuk menyetujui atau menolak balitanya menjadi responden. Apabila setuju,
maka Bapak/Ibu dipersilahkan untuk mendatangani surat persetujuan responden ini.
Atas kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, sebelumnya
diucapkan terima kasih.
Peneliti,
IYAN SAPTHA MANUS
Lampiran 2.
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONCENT)
Saya bertanda tangan di bawah ini tidak keberatan jika anak saya menjadi
responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan an. Iyan Sapta Manus (NIM.
P00320013092), dengan judul ”Identifikasi Jenis Dermatitis Pada Balita di
Puskesmas Poasia” dan saya memahami bahwa data ini bersifat rahasia.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak
manapun, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Kendari, 2016
Responden
(Nama Lengkap dan tanda tangan)
Lampiran 3.
LEMBAR OBSERVASI
Petunjuk :
1. Isilah tabel nama, usia, penyebab dan gejala dermatitis sesuai dengan hasilobservasi penelitian.
2. Berilah tanda (√) pada tabel dermatitis yang sesuai dengan hasil observasipenelitian.
No. Nama Usia PenyebabDermatitis
GejalaDermatitis
DermatitisKontak
DermatitisNumularis
DermatitisAtopic
Lampiran 5. Photo Penelitian
Gambar 1. Pengisian Lembar Observasi Penelitian oleh Peneliti di PuskesmasPoasia Kota Kendari tahun 2016
Gambar 2. Pengisian Lembar Observasi Penelitian oleh Peneliti di PuskesmasPoasia Kota Kendari tahun 2016
Gambar 3. Pengisian Lembar Observasi Penelitian oleh Peneliti di PuskesmasPoasia Kota Kendari tahun 2016
Gambar 4. Pengisian Lembar Observasi Penelitian oleh Peneliti di PuskesmasPoasia Kota Kendari tahun 2016