identifikasi senyawa bioaktif dalam …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/jurnal3.pdf · dengan...

22
IDENTIFIKASI SENYAWA BIOAKTIF DALAM SINGKONG KARET ( Manihot Glaziovii ) DAN UJI SITOTOKSIK TERHADAP SEL MURIN LEUKIMIA P388 Hilda Rosyanti Achsan, Ade Heri Mulyati, Diana Widiastuti Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan Jalan Pakuan PO.BOX 452 Bogor, Jawa Barat Singkong adalah tanaman akar yang merupakan salah satu komoditi pangan yang banyak ditemukan di provinsi Jawa Barat. Secara umum singkong dapat digunakan untuk mengobati demam, sakit kepala, diare, meningkatkan nafsu makan, luka bernanah, luka baru kena panas ( Haryanto 2009). Singkong dapat pula digunakan sebagai bahan baku pangan fungsional, karena mengandung senyawa aktif yang berkhasiat seperti anti hipertensi, anti oksidan, anti alergi, anti depresi, anti kanker dan anti inflamasi. Di masyarakat telah dipercaya bahwa singkong memang obat untuk penyakit kanker, beberapa pasien terbukti sembuh dari kanker payudara dengan menggunakan singkong. Singkong mengandung vitamin B 17 dengan nama ilmiah Linamarin. Akan tetapi penelitian mengenai zat aktif dalam singkong ini masih belum banyak dilakukan.Singkong merupakan tanaman yang memiliki kandungan senyawa cyanogen. Senyawa cyanogen pada tanaman singkong berupa senyawa glukosida cyanogen yang terdiri dari linamarin dan lotaustralin. Linamarin merupakan turunan dari valine sedangkan lotaustralin merupakan turunan dari isoleucin (Peifan, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan senyawa aktif berpotensi anti kanker dalam singkong karet (manihot glaziovii) Dengan identifikasi senyawa bio aktif dalam singkong karet dan uji sitotoksik terhadap sel murin Leukimia P 388 serta uji fitokimia diharapkan akan membuktikan secara ilmiah bahwa singkong racun merupakan anti kanker Identifikasi Linamarin dilakukan dengan cara ekstraksi dan isolasi umbi singkong karet dengan pelarut Etanol dan n-Heksan kemudian di analisis dengan menggunakan Liquid Chromatography Mass Spectrometer. Sedangkan uji sitotoksik dilakukan dengan IC 50 dengan cara invitro. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa singkong karet mengandung saponin pada uji fitokimia dan mengandung Linamarin dengan waktu retensi 3,74 menit pada LC-MS/MS , kadar HCN 282 ppm dengan karakteristik sitotoksitas yang tidak aktif Kata kunci : Singkong karet, Linamarin, Fitokimia, IC50, LCMS/MS

Upload: vohuong

Post on 05-Feb-2018

253 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

IDENTIFIKASI SENYAWA BIOAKTIF DALAM SINGKONG KARET ( Manihot Glaziovii ) DAN UJISITOTOKSIK TERHADAP SEL MURIN LEUKIMIA P388

Hilda Rosyanti Achsan, Ade Heri Mulyati, Diana Widiastuti

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Pakuan

Jalan Pakuan PO.BOX 452 Bogor, Jawa Barat

Singkong adalah tanaman akar yang merupakan salah satu komoditi pangan yangbanyak ditemukan di provinsi Jawa Barat. Secara umum singkong dapat digunakan untukmengobati demam, sakit kepala, diare, meningkatkan nafsu makan, luka bernanah, luka barukena panas ( Haryanto 2009). Singkong dapat pula digunakan sebagai bahan baku panganfungsional, karena mengandung senyawa aktif yang berkhasiat seperti anti hipertensi, antioksidan, anti alergi, anti depresi, anti kanker dan anti inflamasi. Di masyarakat telahdipercaya bahwa singkong memang obat untuk penyakit kanker, beberapa pasien terbuktisembuh dari kanker payudara dengan menggunakan singkong. Singkong mengandungvitamin B 17 dengan nama ilmiah Linamarin. Akan tetapi penelitian mengenai zat aktifdalam singkong ini masih belum banyak dilakukan.Singkong merupakan tanaman yangmemiliki kandungan senyawa cyanogen. Senyawa cyanogen pada tanaman singkong berupasenyawa glukosida cyanogen yang terdiri dari linamarin dan lotaustralin. Linamarinmerupakan turunan dari valine sedangkan lotaustralin merupakan turunan dari isoleucin(Peifan, 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan senyawa aktif berpotensi anti kankerdalam singkong karet (manihot glaziovii)

Dengan identifikasi senyawa bio aktif dalam singkong karet dan uji sitotoksikterhadap sel murin Leukimia P 388 serta uji fitokimia diharapkan akan membuktikan secarailmiah bahwa singkong racun merupakan anti kanker

Identifikasi Linamarin dilakukan dengan cara ekstraksi dan isolasi umbi singkongkaret dengan pelarut Etanol dan n-Heksan kemudian di analisis dengan menggunakan LiquidChromatography Mass Spectrometer. Sedangkan uji sitotoksik dilakukan dengan IC 50dengan cara invitro.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa singkong karet mengandungsaponin pada uji fitokimia dan mengandung Linamarin dengan waktu retensi 3,74 menit padaLC-MS/MS , kadar HCN 282 ppm dengan karakteristik sitotoksitas yang tidak aktif

Kata kunci : Singkong karet, Linamarin, Fitokimia, IC50, LCMS/MS

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Singkong merupakan tanaman yang

memiliki kandungan senyawa cyanogen.

Senyawa cyanogen pada tanaman

singkong berupa senyawa glukosida

cyanogen yang terdiri dari linamarin dan

lotaustralin. Linamarin merupakan turunan

dari valine sedangkan lotaustralin

merupakan turunan dari isoleucin (Peifan,

2004).

Sel kanker adalah sel yang belum

matang dan memiliki enzim yang berbeda

dengan enzim normal. Ketika vitamin B 17

digabungkan dengan enzim sel normal, B

17 akan terurai 3 jenis gula. Tetapi ketika

bergabung dengan enzim sel kanker, B 17

terurai menjadi 1 gula, 1 benzaldehida dan

1 asam hidrosianik. Asam Hidrosianik

inilah yang membunuh sel kanker secara

lokal.

Potensi zat anti kanker yang

terkandung dalam singkong belum

diketahui secara pasti jenis senyawa dan

aktivitasnya sebagai zat anti kanker

sehingga perlu dilakukan penelitian untuk

mengidentifikasi senyawa senyawa

bioaktif yang berpotensi sebagai zat anti

kanker yang terkandung dalam singkong

karet asal Kampung Pasir Kakapa Desa

Pasir Laja Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Bogor Jawa Barat dan penentuan daya

aktivitas anti kanker dari senyawa senyawa

tersebut. Penelitian ini sebagai penelitian

pendahuluan untuk mencapai target

penelitian jangka panjang dalam upaya

menggali potensi daerah Jawa Barat untuk

menghasilkan produk herbal sebagai obat

kanker.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

menentukan senyawa aktif berpotensi anti

kanker dalam singkong karet asal

Kampung Pasir Kakapa Desa Pasir Laja

Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor

Jawa Barat

1.3 Manfaat Penelitian

Dengan diketahuinya zat aktif yang

terkandung dalam singkong karet yang

merupakan zat anti kanker dapat

meningkatkan nilai ekonomi singkong

sebagai tanaman lokal berpotensi anti

kanker sehingga dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat petani singkong

di provinsi Jawa Barat

1.4. Hipotesis

Singkong karet mengandung

Linamarin yang berfungsi sebagai obat

anti kanker

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Singkong

Singkong atau ubi kayu (Manihot

utilissima Pohl) merupakan salah satu

sumber karbohidrat lokal Indonesia yang

menduduki urutan ketiga terbesar setelah

padi dan jagung.

Senyawa glukosida cyanogenik,

dengan adanya enzim linamarase (β-

glukosidase), akan terhidrolisa menjadi

acetocyanohidrin. Selanjutnya cyanohidrin

akan terurai menjadi hidrogen sianida.

Diduga mekanisme tersebut digunakan

oleh tanaman singkong dan beberapa

tanaman lain seperti sorghum, almond dan

kacang lima untuk mengusir predator

(Haque, 2003), mengingat Hidrogen

sianida merupakan senyawa yang bersifat

toksik bagi struktur mahluk hidup.

Hydrogen sianida dapat mengurangi

ketersediaan energi pada semua sel, dan

efeknya akan terasa terutama pada sistem

pernafasan dan jantung. Pada beberapa

kasus konsumsi singkong dengan

kandungan senyawa sianida yang tinggi

dapat menyebabkan keracunan hingga

kematian (Akintonwa, 1994).

Proses hidrolisa linamarin oleh

enzim linamarase terutama terjadi akibat

proses mekanis (proses persiapan bahan

baku) atau akibat aktivitas mikrobial

(proses fermentasi). Hidrolisa linamarin

terdiri dari dua tahap reaksi yang

melibatkan pembentukan senyawa

intermediate, yakni acetonecyanohidrin,

yang selanjutnya secara spontan atau oleh

aksi dari enzim hydroxynitrilelyase akan

membentuk acetone dan hidrogen sianida

(Yeoh dkk, 1998).

Linamarin memiliki sifat-sifat yang

dapat menjadikannya sebagai kandidat

yang baik sebagai senyawa antineoplastik

(antikanker). Linamarin disebut juga

sebagai nitrilosida yang memiliki

kandungan vitamin B17 yang diharapkan

pada proses hidrolisis dapat menghasilkan

senyawa cytotoksik yakni HCN. Sel

neoplastik (sel kanker) yang kekurangan

akan enzim detoksifikasi (rhodenase)

tetapi kaya akan enzim hidrolase akan

terpapar terhadap terhadap efek lethal dari

sianida yang dilepaskan oleh linamarin.

O

OH

O

OH

OH

CH2OHCCH3

CH3

C NLinamarase

Linamarin

O

OH

OH

OH

OH

CH2OH

Glucose

+ CCH3

CH3

C NHO

Spontaneous/Hydroxynitrilelyase

CH3C

H3CO + HC N

Acetonecyanohydrin

Acetone Hydrogencyanide

Gambar 1.Reaksi Pembentukan Hidrogen

Cyanida dari Linamarin (Hartati 2008)

2.2 Singkong Karet

Hapsari (2013) menyatakan bahwa

Singkong karet (Manihot glaziovii) jenis

singkong ini merupakan singkong beracun

yang mengandung CN- yang bersifat racun

dengan kandungan karbohidrat mencapai

98,5% Singkong Karet merupakan salah

satu jenis singkong yang memiliki

senyawa beracun sianida (CN-) sehingga

dalam kehidupan sering tidak

termanfaatkan dan tidak diperjualbelikan

oleh masyarakat.

Menurut Suprapti Lies, 2005 dalam

sistematika (taksonomi) tanaman singkong

jenis ini diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Species : Manihot glaziovii

Gambar 2. umbi tanaman singkong karet

2.3 Fitokimia

Menurut Robinson (1991) alasan

lain melakukan fitokimia adalah untuk

menentukan ciri senyawa aktif penyebab

efek racun atau efek yang bermanfaat,

yang ditunjukan oleh ekstrak tumbuhan

kasar bila diuji dengan sistem biologis.

Pemanfaatan prosedur fitokimia telah

mempunyai peranan yang mapan dalam

semua cabang ilmu tumbuhan. Meskipun

cara ini penting dalam semua telaah kimia

dan biokimia juga telah dimanfaatkan

dalam kajian biologis.

Fitokimia adalah suatu teknik

analisis kandungan kimia di dalam bagian-

bagian tumbuhan (akar, batang, ranting,

daun, biji, dan buah). Analisis fitokimia

barsifat kualitatif sehingga kandungan

kimia dalam suatu tumbuhan dapat

diketahui dengan metode fitokimia. Secara

umum kandungan kimia tumbuhan dapat

di kelompokan ke dalam golongan

senyawa alkaloid, flavonoid, tannin,

polivenol, dan kuinon. Untuk identivikasi

senyawa-senyawa tersebut yang terdapat

pada tumbuhan berdasarkan endapan dan

warna yang ditimbulkan dengan

menggunakan peraksi-peraksi yang

spesifik dan khusus.

2.3.1.Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawaan

fenol yang dimiliki oleh sebagian besar

tumbuhan hijau dan biasanya

terkonsentrasi pada biji, buah, kulit buah,

kulit kayu, daun, dan bunga (Miller 1996).

Flavonoid memiliki kontribusi yang

penting dalam kesehatan manusia.

Menurut Hertog (1992) disarankan agar

setiap hari manusia mengkonsumsi

beberapa gram flavonoid. Flavonoid

diketahui berfungsi sebagai antimutagenik

dan antikarsinogenik, selain itu memiliki

sifat sebagai antioksidan, anti peradangan,

anti alergi, dan dapat menghambat oksidasi

LDL (Low Density Lipoprotein) (Rahmat,

2009).

2.3.2.Terpenoid

Senyawa terpen, pada awalnya

merupakan suatu golongan senyawa yang

hanya terdiri dari atom C dan H, dengan

perbandingan 5 : 8 dengan rumus empiris

C5H8 (unit isoprena), yang bergabung

secara head to tail (kepala ekor). Oleh

sebab itu senyawa terpen lazim disebut

isoprenoid. Terpen dapat mengandung dua,

tiga atau lebih suatu isoprena. Molekul-

molekulnya dapat berupa rantai terbuka

atau siklik. Senyawa tersebut dapat

mengandung ikatan rangkap, gugus

hidroksil, gugus karbonil atau gugus

fungsional lain. Struktur mirip yang

mengandung unsur-unsur lain disamping C

dan H disebut terpenoid. Dewasa ini baik

terpen maupun terpenoid dikelompokkan

sebagai senyawa terpenoid (isoprenoid).

2.3.3.Alkaloid

Alkaloid termasuk senyawa

organik bahan alam yang terbesar

jumlahnya, baik dari segi jumlah senyawa

maupun sebarannya dalam dunia

tumbuhan. Alkaloid menurut Winterstein

dan Tirer didefinisikan sebagai senyawa

yang bersifat basa, mengandung atom

nitrogen berasal dari tumbuhan dan hewan.

Harborne dan Turner (1984)

mengungkapkan bahwa tidak satupun

definisi alkaloid yang memuaskan, tetapi

umumnya alkaloid adalah senyawa

metabolit sekunder yang bersifat basa yang

mengandung satu atau lebih atom nitrogen

biasanya dalam cincin heterosiklik dan

bersifat aktif biologis menonjol. Struktur

alkaloid beraneka ragam, dari yang

sederhana sampai rumit, dari efek

biologisnya yang menyegarkan tubuh

sampai toksik. Satu contoh yang

sederhana, tetapi yang efek faalnya tidak

sederhana adalah nikotina. Nikotin dapat

menyebabkan penyakit jantung, kanker

paru-paru, kanker mulut, tekanan darah

tinggi dan gangguan terhadap kehamilan

dan janin.

2.3.4.Tanin

Secara kimia terdapat dua jenis

tanin, yaitu: (1) tanin terkondensasi atau

flavolandan (2) tanin yang terhidrolisis.

1.Tanin terkondensasi atau flavolan

Tersebar luas dalam tumbuhan

angiospermae, terutama pada tumbuhan

tumbuhan berkayu. Nama lainnya adalah

proantosianidin karena bila direaksikan

dengan asam panas, beberapa ikatan

karbon-karbon penghubung satuan

terputus dan dibebaskanlah monomer

antosianidin. Kebanyakan proantosianidin

adalah prosianidin karena bila direaksikan

dengan asam akan menghasilkan sianidin.

Proantosianidin dapat dideteksi langsung

dengan mencelupkan jaringan tumbuhan

ke dalam HCl 2M mendidih selama

setengah jam yang akan menghasilkan

warna merah yang dapat diekstraksi

dengan amil atau butil alkohol. Bila

digunakan jaringan kering, hasil tanin agak

berkurang karena terjadinya pelekatan

tanin pada tempatnya didalam sel.

2.Tanin yang terhidrolisis

Terbatas pada tumbuhan berkeping

dua. Terutama terdiri atas dua kelas, yang

paling sederhana adalah depsida

galoiglukosa. Pada senyawa ini glukosa

dikelilingi oleh lima gugus ester galoil

atau lebih. Jenis kedua, inti molekul

berupa senyawa dimer asam galat, yaitu

asam heksahidroksidifenat yang berikatan

dengan glukosa. Bila dihidrolisis

menghasilkan asam angelat. Cara deteksi

tanin terhidrolisis adalah dengan

mengidentifikasi asam galat/asam elagat

dalam ekstrak eter atau etil asetat yang

dipekatkan (Harborne,1987).

2.3.5.Saponin

Saponin merupakan senyawa

glikosida kompleks yaitu senyawa hasil

kondensasi suatu gula dengan suatu

senyawa hidroksil organik yang apabila

dihidrolisis akan menghasilkan gula

(glikon) dan non-gula (aglikon). Saponin

ini terdiri dari dua kelompok : saponin

triterpenoid dan saponin steroid. Saponin

banyak digunakan dalam kehidupan

manusia, salah satunya terdapat dalam

lerak yang digunakan untuk bahan pencuci

kain (batik) dan sebagai shampo. Saponin

dapat diperoleh dari tembuhan melalui

ekstraksi (L.Tobing dan Rangke. 1989).

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat

berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian

tanaman obat, hewan dan beberapa jenis

ikan termasuk biota laut. Tujuan ekstraksi

bahan alam adalah untuk menarik

komponen kimia yang terdapat pada bahan

alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip

perpindahan massa komponen zat ke

dalam pelarut, dimana perpindahan mulai

terjadi pada lapisan antar muka kemudian

berdifusi masuk ke dalam pelarut.

(Harbone, 1987)

Ekstraksi secara maserasi

Maserasi dilakukan dengan cara

memasukkan 10 bagian simplisia dengan

derajat yang cocok ke dalam bejana,

kemudian dituangi dengan penyari 75

bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5

hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk

sekali-kali setiap hari lalu diperas dan

ampasnya dimaserasi kembali dengan

cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah

pelarut tidak berwarna lagi, lalu

dipindahkan ke dalam bejana tertutup,

dibiarkan pada tempat yang tidak

bercahaya, setelah dua hari lalu endapan

dipisahkan.

2.5.Kanker

Tumor ganas atau kanker dianggap

sebagai pertumbuhan sel yang tidak

terkendali, karena itu secara patologik

tumor ganas disebut sebagai penyakit sel.

Tetapi kita juga menyadari bahwa

pertumbuhan sel secara tidak terkendali

menyebabkan sel-sel tersebut membentuk

massa yang kemudian menginfiltrasi organ

dan mengganggu fungsinya, karena itu

kanker juga dapat disebut penyakit organ

(Kresno 2007). Sedangkan menurut

(Bustan 2000) kanker bukanlah satu

penyakit, tetapi beberapa penyakit dengan

patogenesis, gambaran klinik dan

penyebab yang berbeda. Kanker ditandai

dengan terjadinya pertumbuhan sel yang

tidak normal.

2.6. Uji Sitotoksik dengan IC50

Uji sitotoksik dilakukan mengikuti

metoda yang digunakan Alley (1988)

dalam Pandiangan (2008) dengan 3-(4,5-

dimetilazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium

bromida (MTT) merupakan metode

kolorimetri, dimana pereaksi MTT ini

merupakan garam tetrazolium yang dapat

dipecah menjadi kristal formazan oleh

suksinat tetrazolium reduktase yang

terdapat dalam jalur respirasi sel pada

mitokondria pada hidup. Kristal ini

memberi warna ungu yang dapat dibaca

absorbansinya dengan menggunakan

Enzyme-linked Immunosorbent Assay

(ELISA) reader.

Besarnya konsentrasi ekstrak

larutan uji untuk meredam 50% aktivitas

radikal bebas ditentukan dengan nilai IC50

yang dihitung dari persentase

penghambatan serapan larutan ekstrak

dengan menggunakan persamaan yang

diperoleh dari kurva regresi linier.( Sri

Rahayu, Dewi.dkk 2009 )

Nilai IC50 menunjukkan

konsentrasi yang menghasilkan hambatan

proliferasi sel sebesar 50% dan

menunjukkan potensi ketoksikan suatu

senyawa terhadap sel. Semakin besar harga

IC50 maka senyawa tersebut semakin tidak

toksik. Akhir dari uji sitotoksik dapat

memberikan informasi % sel yang mampu

bertahan hidup, sedangkan pada organ

target memberikan informasi langsung

tentang perubahan yang terjadi pada fungsi

sel secara spesifik (Pandiangan, 2009)

2.7. Identifikasi dengan LCMS LC-

MS/MS (Liquid Chromatography and

Mass Spectrometry)

Instrumen ini merupakan gabungan

sistem pemisahan secara kromatografi dan

sistem deteksi berdasarkan identifikasi

bobot senyawa dalam detektor MS

menggunakan penganalisis massa

Quadropole Time of Flight (QTOF).

Mekanisme Pemisahan

Kromatografi merupakan salah satu

teknik pemisahan yang dapat memisahkan

komponen senyawa satu sama lain yang

berada dalam suatu campuran. Pemisahan

dapat terjadi karena adanya perbedaan

kecepatan gerak suatu komponen senyawa

dengan senyawa lainnya akibat perbedaan

sifat yang dimiliki masing-masing

senyawa terhadap fasa diam maupun fasa

gerak yang ada dalam sistem kromatografi

(Day dan Underwood, 1988) dalam

(Aminingrum, 2015).

BAHAN DAN METODA

PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di

Laboratorium Organik Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Padjajaran, Jatinangor ,

Bandung dan Laboratorium Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Pakuan,

Ciheuleut, Bogor.

Penelitian dilakukan mulai dari

bulan Desember 2015 sampai dengan

bulan April 2016

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan pada

penelitian adalah neraca, Piala gelas 1000

ml, gelas ukur 1000 ml, gelas ukur 100 ml,

labu kocok 250 ml, labu didih , rotary

evaporator, satu set alat Vakum, vial,

blender , pisau, tabung reaksi.

3.2.2. Bahan

Bahan baku utama yang digunakan

dalam penelitian adalah umbi singkong,

etanol teknis, n-Heksana , Etil Asetat , n-

Butanol, air suling, aseton, Pereaksi Mayer

(1,36 gram HgCl2 dilarutkan dalam 60 ml

air dan 5 gram KI dilarutkan dalam 10 ml

air, lalu kedua larutan tersebut

dicampurkan dan ditambah air sampai

volume campuran seluruhnya menjadi 100

ml). Pereaksi Dragendorff (8 gram

Bi(NO3)3.H2O dilarutkan dalam 30% b/v

HNO3 dan 27,2 gram KI dilarutkan dalam

50 ml air, lalu kedua larutan tersebut

dicampurkan dan dibiarkan selama 24 jam,

saring lalu ad air sampai volume

keseluruhan campuran menjadi 100

ml.),HCl pekat, Kloroform, Ammoniak,

H2SO4 pekat, Asam Asetat Anhidrid,

Gelatin 1%. MTT (3-(4,5-dimetilazol-2-

il)-2,5-difeniltetrazolium bromida

3.3. Metoda Penelitian

Penelitian ini melalui berbagai

tahapan yaitu diawali dengan sampling

singkong karet di daerah Kampung Pasir

Kakapa Desa Pasir Laja Kecamatan

Sukaraja Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Kemudian dilakukan determinasi tanaman,

uji fitokimia, ekstraksi, isolasi dan uji

sitotoksik

3.3.1. Determinasi

Dilakukan di laboratorium Pusat

Penelitian Biologi Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia ( LIPI)

Cibinong,Bogor

3.3.2. Fitokimia

Sampel umbi singkong, dirajang,

diblender kemudian dilanjutkan dengan uji

flavonoid, uji alkaloid, uji

steroid/terpenoid, uji tanin dan uji saponin

3.3.2.1 uji Flavonoid (Shinoda

test/Sianidin test)

Kira-kira 0,5 gram sampel yang

telah dirajang halus, diekstrak dengan 5 ml

methanol dan dipanaskan selama 5 menit

dalam tabung reaksi. Ekstraknya

ditambahkan beberapa tetes asam klorida

pekat dan sedikit serbuk magnesium. Bila

terjadi perubahan warna menjadi

merah/pink atau kuning menunjukkan

sampel mengandung flavonoid.

3.3.2.2 Uji Alkaloid (Metode Culvenor-

Fitzgraid)

Diambil 4 gram sampel

segar,rajang halus,gerus dalam Lumpang

dengan bantuan pasir halus.Ditambahkan

Kloroform sedikit. Gerus lagi sampai

terbentuk pasta. .Ditambahkan 10 mL

larutan ammoniak-Kloroform 0,05 N.

Gerus lagi. Disaring campuran kedalam

tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL

H2SO4 2N kemudian kocok

kuat. Didiamkan larutan sampai terbentuk

dua lapisan. Diambil lapisan asam

sulfat.Dimasukkan kedalam tabung reaksi

kecil. Larutan kloroform disimpan untuk

pengujian terpenoid.

· Uji Filtrat dengan pereaksi Wagner , Mayer

dan Dragendorf

3.3.2.3 Uji Steroid/Terpenoid (Metode

Lieberman-Burchard)

Beberapa tetes lapisan kloroform

pada uji alkaloid, ditempatkan pada plat

tetes. .Ditambahkan 5 tetes anhidrida

asetat dan biarkan mengering. Kemudian

ditambahkan 3 tetes H2S04 pekat.

Timbulnya warna merah jingga atau ungu

menandakan uji positif terhadap terpenoid,

sedangkan warna biru menunjukkan uji

positif untuk steroid.

3.3.2.4 Uji Tanin

Pengujian tanin memberikan hasil

positif jika larutan menunjukkan adanya

pembentukan endapan setelah larutan

ekstrak ditambah gelatin1% (Robinson,

1995).

3.3.2.5 Uji Saponin atau Uji Busa

Diambil sampel kering, rajang

sampai halus. Dimasukkan kedalam

tabung reaksi. .Ditambahkan air suling.

Dididihkan selama 2-3 menit.

Didinginkan. Kocok kuat - kuat. Dicatat

hasil pengamatan.

3.4.3 Ekstraksi – Isolasi Umbi

Singkong

Ditimbang sekitar 200 gram

sampel singkong yang telah dikupas dan

diblender. Kemudian dimasukkan ke

dalam piala gelas 1000 ml, tambahkan

sekitar 750 ml etanol teknis, tutup dengan

aluminium foil diamkan semalaman.

Disaring campuran singkong halus dengan

etanol hasil maserasi tsb, sisa sampel

singkong ditambah lagi dengan 750 ml

etanol, tutup dengan aluminium foil,

diamkan kembali semalam. Etanol hasil

maserasi diuapkan dengan rotary

evaporator dengan suhu 500 C dengan

kecepatan dan tekanan yang diatur

sedemikian rupa hingga larutan mengental

seperti gel.yang mengering Pindahkan gel

tersebut ke dalam vial.Lakukan proses

maserasi ini hingga 3 kali pengulangan

atau hingga residu dalam etanol habis, dan

semua gel disatukan dalam vial I (ekstrak

sampel dalam Etanol).

Ditimbang kurang lebih 1 gram

ekstrak etanol tadi, dimasukkan ke dalam

vial tambahkan air suling sebanyak 25 ml

homogenkan. Kemudian sekitar 10 ml

larutan dari vial dimasukkan ke dalam labu

kocok, ditambahkan 10 ml n-Hexana.

dikocok 15 menit, didiamkan hingga

terpisah antara fasa air dan fasa n-

Heksana.,kedua fasa tersebut dipisahkan.

Fasa n-Heksan diuapkan dengan rotary

evaporator dengan suhu 400 C dengan

kecepatan dan tekanan yang diatur

sedemikian rupa hingga larutan mengental

seperti gel kering .Diulangi partisi dengan

n-Heksana seperti diatas hingga 3 kali

pengulangan. Dan residue ysng

menyerupai gel kering ditampung dalam

vial II( Ekstrak sampel dalam n-Hexana)

Dilakukan partisi pada fasa air yang

dipisahkan tadi dengan etil asetat.

Dilakukan pengulangan 3 kali. Residue

ysng menyerupai gel kering ditampung

dalam vial III (ekstrak sampel dalam Etil

Asetat).

Dilakukan partisi pada fasa air yang

dipisahkan tadi dengan n- butanol Lakukan

pengulangan 3 kali. Residue ysng

menyerupai gel kering ditampung dalam

vial IV (ekstrak sampel dalam n-Butanol)

dan fasa air disimpan dalam vial V(ekstrak

air)

3.4.4 Uji Sitotoksik dengan IC50

Uji sitotoksik terhadap kanker

dengan metode MTT (3-(4,5-dimetilazol-

2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida)

dilakukan dengan cara: Sel kanker dengan

konsentrasi 3 x 103 sel/100 μL

didistribusikan ke dalam sumur dan

diinkubasi selama 24 jam didalam

inkubator CO2 agar sel beradaptasi dan

menempel di sumur. Selanjutnya pada tiap

sumur ditambahkan 100 μL media kultur

(MK) yang mengandung sampel dan

diinkubasi kembali selama 48 jam. Pada

akhir inkubasi, media kultur yang

mengandung sampel dibuang dan dicuci

dengan 100 μL PBS (phosphate Buffered

saline). Kemudian ke dalam masing-

masing sumur ditambahkan 100 μL media

kultur yang mengandung MTT dan

diinkubasi kembali selama 4 jam pada

suhu 370 C. Sel yang hidup akan bereaksi

dengan MTT membentuk formazan yang

berwarna ungu. Setelah 4 jam, pada tiap

sumuran ditambahkan reagen stopper

untuk membunuh sel dan melarutkan

kristal formazan. Plate di shaker selama 10

menit kemudian diinkubasi pada suhu

kamar dalam ruang gelap selama semalam.

Selanjutnya, absorbansi tiap sumuran

dibaca dengan ELISA reader pada panjang

gelombang 595 nm.

3.4.5. Identifikasi Linamarin dengan

LC-MS/MS

3.4.5.1 Preparasi Sampel

Ditimbang sebanyak 1 gram

ekstrak umbi singkong karet dan

dimasukan ke dalam labu ukur 100 mL.

Dilarutkan dengan metanol hypergrade

70% dan di ultrasonic selama 30 menit.

Dihimpitkan dengan metanol hypergrade

70% hingga tanda batas dan

dihomogenkan. Disaring larutan

menggunakan filter GHP 0.2 µm.

Diinjeksikan ke dalam sistem UPLC.

3.3.6.2 Kondisi Liquid Chromatography

(LC)

Sistem LC : ACQUITY UPLC

I-Class with FTN sample Manager

Kolom : ACQUITY UPLC

HSS T3 2.1 x 100mm, 1.8 µm

Suhu Kolom : 40oC

Suhu Sampel : 15 oC

Fasa Gerak :

A : 0,1 % asam format dalam aquabidest

B : 0,1% asam format dalam asetonitril

Gradien :

Tabel 2. Kondisi Gradien Sistem LC

Wakt

u

Laju Alir

(mL/men

it)

Solve

nt A

(%)

Solve

nt B

(%)

Kurva

0 0,6 99 1

starti

ng

0,5 0,6 99 1 6

16 0,6 65 35 6

18 0,6 0 100 1

20 0,6 99 1 1

3.3.6.3. Kondisi Spektrometer Massa

(MS)

Sistem MS : Xevo G2-S QTof

MS

Acquisition range : 100-1500 Da

Scan Time : 0,1s

Acquisition mode : ESI (-) ;resolution

mode; MSE

Lock mass : Leucine

Enkephalin 200 ppb (scan for 0.3s,

interval : 15s)

Capillary voltage : 2.5KV (ESI-)

Cone voltage : 100 V

Collision energy : low CE: 6 eV; high

CE: 15-40 eV

Source Temperature : 120oC

Desolvation temp. : 550 oC

Cone gas flow : 50 L/h

Desolvation gas flow : 1000 L/h

Acquisition time : 20 minute

Proses screening zat aktif bahan

alam menggunakan LC-MS/MS dilakukan

dengan perangkat lunak UNIFI yang di

dalamnya telah memiliki library spektrum

massa zat aktif bahan alam dari database

Waters. Perangkat lunak UNIFI dapat

melakukan identifikasi spektrum massa

senyawa dalam sampel yang kemudian

dicocokan dengan spektrum massa yang

ada pada library.

Adapun kriteria zat aktif yang

teridentifikasi yaitu :

1. Mass error pembacaan analit ≤

5ppm error

2. Isotope Mz RMS% ≤ 6%

3. Isotope match intensity percent ≤

11%

4. Intensitas analit ≥ 300

5. Terdapat satu pecahan dengan nilai

brake, 4 pada sistem elusidasi

fragment match

3.4.6. Uji Kuantitatif HCN

Ditimbang 10-20 gram sampel

halus,ditambah 100 ml H2O, rendam

selama 2 jam.Kemudian ditambah lagi 100

ml H2O, destilasi dengan menggunakan

rotary evaporator dan destilat ditampung

dalam erlenmeyer yang berisi 20 ml

AgNO3 0,02 N dan 1 ml HNO3. Setelah

destilat sekitar 150 ml destilasi dihentikan

kemudian disaring, kelebihan AgNO3

dititrasi dengan KCNS 0,02 N dengan

indikator Ferri Ammonium Sulfat, dan

dilakukan titrasi blanko pada 20 ml

AgNO3 0,02N.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan

untuk menetapkan kebenaran tanaman

yang digunakan dalam penelitian. Hal ini

dilakukan untuk menghindari kesalahan

terhadap tanaman yang digunakan. Hasil

determinasi berdasarkan hasil determinasi

di “Herbarium Bogoriense”. Bidang

Botani Pusat Penelitian Biologi- LIPI

Bogor menunjukkan bahwa tanaman yang

diidentifikasi adalah benar tanaman

Manihot Glaziovii

4.2 Hasil Uji fitokimia

Uji fitokimia dilakukan terhadap

ekstrak umbi singkong karet. Tujuan dari

pengujian fitokimia adalah untuk

mengetahui secara kualitatif adanya

metabolit sekunder dalam tumbuhan yang

diharapkan berperan sebagai zat

antibakteri. Uji ini meliputi uji lima jenis

senyawa yaitu alkaloid, flavonoid, tanin,

saponin, triterpenoid dan steroid. Hasil

lengkap uji fitokimia dapat dilihat pada

tabel 3

Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Umbi

Singkong Karet

Uji Fitokimia

Indikasi

Adanya

Senyawa Uji

Hasil

Alkaloid

(pereaksi

Draggendorff)

Terbentuk

endapan

merah jingga

Negatif

(-)

atau oranye

Alkaloid

(pereaksi

Wagner)

Terbentuk

endapan

cokelat

Negatif

(-)

Alkaloid

(pereaksi

Mayer)

Terbentuk

endapan putihNegatif

(-)

TriterpenoidTerbentuk

larutan biru

Negatif

(-)

SteroidTerbentuk

larutan biru

Negatif

(-)

Flavonoid

Terbentuk

larutan

merah,kuning

atau jingga

Negatif

(-)

Tanin

Terbentuk

larutan biru

kehitaman

Negatif

(-)

Saponin

Terbentuk

busa yang

stabil

Positif

(+)

Berdasarakan hasil uji fitokimia

umbi singkong karet, menunjukkan bahwa

kandungan umbi singkong karet

mengandung senyawa golongan saponin

Saponin merupakan zat aktif yang

dapat meningkatkan permeabilitas

membran sehingga terjadi hemolisis sel,

apabila saponin berinteraksi dengan

bakteri, maka bakteri tersebut akan pecah

atau lisis, (Ganiswara, 1995) dalam

(Alfiyah, 2015). .

Uji fitokimia merupakan

pemeriksaan secara kualitatif terhadap

metabolit sekunder yang terdapat dalam

umbi singkong karet. Metabolit sekunder

adalah senyawa metabolit yang tidak

esensial bagi pertumbuhan organisme dan

ditemukan dalam bentuk yang unik atau

berbeda-beda antara spesies yang satu dan

lainnya. Metabolit sekunder berfungsi

untuk mempertahankan diri dari kondisi

lingkungan yang kurang menguntungkan,

misalnya mengatasi hama dan penyakit,

menarik pollinator, dan sebagai molekul

sinyal. Senyawa ini diklasifikasikan

menjadi 3 kelompok utama yaitu terpenoid

(sebagian besar senyawa ini mengandung

karbon dan hidrogen), fenilpropanoid (

senyawa ini terbuat dari gula sederhana

dan memiliki cincin benzene), dan alkaloid

(senyawa yang mengandung nitrogen)

(Hanson, 2011) dalam (Muslim, 2014).

Perbedaan kandungan fitokimia

dalam singkong diduga karena perbedaan

pelarut, pemilihan konsentrasi pelarut dan

lokasi asal umbi singkong karet. Faktor-

faktor yang menyebabkan perbedaan

kandungan metabolit sekunder umbi

singkong karet dipengaruhi oleh kesuburan

tanah tempat tumbuh (kandungan zat

hara), ketinggian tanah, faktor fisik

lingkungan (iklim, cahaya, kelembaban),

waktu panen, faktor stress lingkungan

(logam berat, sinar UV, elicitor), umur

tanaman, dan gen (Heldt 2005) dalam

(Muslim, 2014).

4.3 Hasil Uji Sitotoksik Terhadap Sel

Murin Leukimia P388

Langkah awal yang harus

dilakukan untuk menguji sitotoksik adalah

ekstraksi sampel. Metode Ekstraksi yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah

maserasi. Maserasi merupakan

perendaman sampel menggunakan pelarut

organik pada temperature ruangan. Proses

ini sangat menguntungkan dalam isolasi

senyawa bahan alam karena dengan

perendaman akan terjadi pemecahan

dinding dan membrane sel akibat

perbedaan tekanan antara di dalam dan

diluar sel. Metabolit sekunder yang ada

dalam sitoplasma akan terlarut dalam

pelarut organik dan ekstraksi senyawa

akan sempurna. Keadaan diam dalam

proses maserasi menyebabkan turunnya

perpindahan bahan aktif. Untuk

mencegahnya, dapat dilakukan dengan

pengadukan, yang bertujuan agar

keseimbangan konsentrasi bahan dalam

cairan dapat tercapai. Selain itu,

pengadukan juga bertujuan untuk

mempercepat kontak antara sampel dengan

pelarut (Amelia, 2014) dalam (Noviyani,

2015). Pemilihan pelarut untuk proses

maserasi akan memberikan efektifitas yang

tinggi dengan memperhatikan kelarutan

senyawa bahan alam dalam pelarut

tersebut (Ansel 1989) dalam (Muslim,

2014).

Pelarut organik yang digunakan di

dalam penelitian ini adalah etanol 70%.

Pemilihan pelarut etanol 70% karena

pelarut tersebut bersifat polar, sebab

umumnya senyawa aktif di dalam umbi

singkong bersifat polar. Proses maserasi

suatu bahan dipengaruhi oleh lamanya

perendaman. Semakin lama waktu

perendaman maka kesempatan untuk

penarikan kandungan fitokimia semakin

besar sehingga hasilnya juga bertambah

sampai titik jenuh larutan. Adapun lama

waktu perendaman sampel yang dipilih

dalam penelitian ini adalah 3x24 jam.

Kontak antara sampel dan pelarut dapat

ditingkatkan apabila dibantu dengan

pengadukan agar kontak antara sampel dan

pelarut semakin sering terjadi, sehingga

proses ekstraksi lebih sempurna.

Maserat yang sudah didapat

disaring untuk memisahkan residu dan

filtrat. Filtrat yang diperoleh dipisahkan

pelarutnya dengan menggunakan penguap

putar (vacuum rotary evaporator) pada

suhu 50oC. Pemilihan suhu 50oC

diharapkan agar kandungan metabolit

sekunder pada umbi singkong karet tidak

terdenaturasi dengan perlakuan panas yang

terlalu tinggi. Hasil penguapan berupa

ekstrak kental. Hasil ekstraksi dalam

pelarut etanol, n-heksan, butanol, etil

asetat dan air digunakan untuk uji

sitotoksik terhadap sel murin Leukimia P

388

Konsentrasi µg/ml

Gambar 3. Hasil Uji sitotoksik ekstrak

Etanol

Konsentrasi µg/ml

Gambar 4. Hasil Uji sitotoksik ekstrak n-Heksan

Konsentrasi µg/ml

Gambar 5. Hasil Uji sitotoksik ekstrak

Butanol

Konsentrasi µg/ml

Gambar 6. Hasil Uji sitotoksik ekstrak Air

Daya

hambat

Daya

hambat

Daya

hambat

Daya

hambat

X= 41,7584567 Y=0,548314607

Nilai IC 50 = 41,7585 µg/ml

Sitotoksitas > 30 = tidak aktif

X= 42,8192124 Y=0,548455056

Nilai IC 50 = 42,8192 µg/ml

Sitotoksitas = tidak aktif

X= 48,6935715 Y=0,542837079

Nilai IC 50 = 48,6936 µg/ml

Sitotoksitas > 30 = tidak aktif

X= 62,2217153 Y= 0,533453757

Nilai IC 50 = 62,2217 µg/ml

Sitotoksitas > 30 = tidak aktif

Konsentrasi µg/ml

Gambar 7. Hasil Uji sitotoksik

ekstrak Etil Acetat

Tabel 4. Kriteria Sitotoksitas (Alley,1988 )

Kriteria

Sitotoksitas

IC 50

Isolat Murni Ekstrak

Sangat

Aktif

<2 µg/ml 5 µg/ml

Aktif 2-4µg/ml 5–10

µg/ml

Sedang 11 – 30

µg/ml

Tidak aktif >4 µg/ml >30µg/

ml

Berdasarkan hasil uji sitotoksitas

diatas terlihat bahwa kriteria sitotoksitas

umbi singkong karet ini tidak aktif, tetapi

mendekati aktif. Hal ini kemungkinan

besar disebabkan oleh umur umbi

singkong (dimana semakin tua umur umbi

singkong , produksi linamarin meningkat)

juga karena pengujian sitotoksiknya

dilakukan terhadap sel murin Leukimia

P388. Sedangkan yang telah terbukti di

masyarakat, singkong karet adalah obat

kanker payudara.

Hasil ekstraksi terbaik terjadi pada

pelarut Etanol, hal ini disebabkan karena

Etanol merupakan senyawa polar tang

sama dengan senyawa Linamarin yang

juga bersifat polar.

4.4 Hasil Identifikasi linamarin dengan

LC-MS/MS

Linamarin dalam umbi singkong karet

enggunakan LC-MS/MS dalam ekstrak

etanol dan ekstrak n- heksan dapat dilihat

pada data berikut :

Gambar 8. Kromatogram ekstrak Etanol

dengan LC-MS/MS

Gambar 9. Kromatogram ekstrak n-Heksan

dengan LC-MS/MS

Daya

hambat

X= 69,5078076 Y= 0,53494382

Nilai IC 50 = 69,5078 µg/mlSitotoksitas > 30 = tidak aktif

Tabel 4. Hasil Identifikasi dengan LC-

MS/MS

Ekstrak RT Nama

senyawa

Rumus

kimia

Nama

Iupac

Struktu

r

Etanol

Heksan

3,74

3,74

Lina

marin C10H17

NO6

2-(ß-D-

Glucop

yranos

yloxy)-

2-

methyl

propan

enitrile

4.5. Hasil uji kuantitatif HCN

Tabel 6. Data uji kuantitatif HCN

N

No Gram sample

ml

KCNS 0,02 N

1

1

24,5016 10,5

2

2

22,1010 10,2

3 Blanko 22,5

Perhitungan :

Kadar HCN =

(ml bl–ml sp) xN KCNSxbst HCN x 100%

mg sample

1.( 22,5 – 10,2 ) x 0,02 x 27 x 100% =

24501,6

0,0271 % = 271 ppm

2.( 22,5 – 10,5 ) x 0,02 x 27 x 100% =

22101

0,0293 % = 293 ppm

Rata rata : 271 ppm + 293 ppm = 282 ppm

2

Menurut I Wayan Arnata (2009),

ubi kayu mengandung racun yang disebut

asam Sianida. Berdasarkan kandungan

asam sianidanya, ubi kayu dapat

digolongkan menjadi empat yaitu :

a. Golongan tidak beracun , mengandung

HCN 50 mg per kg umbi segar yang

telah diparut.

b. Sedikit beracun , mengandung HCN

antara 50 dan 80 mg per kg umbi segar

yang telah diparut.

c. Beracun , mengandung HCN antara 80

dan 100 mg per kg umbi segar yang

telah diparut.

d. Sangat beracun , mengandung HCN

lebih dari 100 mg per kg umbi segar

yang telah diparut.

Dari hasil uji kuantitatif terhadap

umbi singkong karet diatas, maka

singkong karet termasuk golongan sangat

beracun.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian

terhadap umbi singkong karet, maka dapat

disimpulkan bahwa ekstraksi yang paling

baik terjadi dengan pelarut Etanaol karena

sifatnya yang polar sama dengan

Linamarin yang juga polar.Dan .hasil

identifikasi senyawa organik

menggunakan LC-MS/MS diketahui

bahwa umbi singkong karet mengandung

senyawa Linamarin dengan waktu retensi

3,73, dengann kandungan HCN 282 ppm

dan dari hasil uji fitokimia diketahui

mengandung saponin.Sedangkan hasil uji

sitotoksik terhadap sel murin Leukimia P

388 dinyatakan umbi singkong racun

sitotoksitasnya tidak aktif dengan Nilai IC

50 untuk ekstraknya dalam Etanol :

41,7585 µg/ml ; dalam n-Heksan : 42,8192

µg/ml ; dalam Butanol : 48,6936 µg/ml ;

dalam Etil Acetat :62,2217 µg/ml; dalam

air : 69,5078 µg/ml

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan

menggunakan jenis singkong lain yang

sitotoksitasnya aktif

2. Perlu dilakukan penelitian

menggunakan sel kanker payudara

untuk meyakinkan singkong sebagai

anti kanker yang sudah terbukti di

masyarakat.

3. Perlu dilakukan penelitian terhadap

bagian lain tanaman singkong seperti

batang, dan daun

DAFTAR PUSTAKA

Akintonwa, A., Tunwashe, O., & Onifade,

A. 1994. Fatal and nonfatal acute

poisoning attributed to cassava-

based meal. Acta Hort.,375, 285–

288

Alley.M.C,Scudiero.D.A,Monks.A,Czerwi

nski.M.J,Fine.D.L,Abbot.B.J,May

o.J.G,Shoemaker.R.H, Boyd.M.R.

1988. Feasibility of drug

screening with panels of human

tumor cell lines using a

microculture tetrazolium assay

Program Resourses Inc., National

Cancer Institute- Frederick

Research Facility. Maryland

Aminingrum, Rianita. 2015. Efektifitas

Berbagai Perlakuan Pencucian

Terhadap Kontaminasi Residu

Pestisida Yang Terkandung Pada

Buah Apel, Anggur, dan Stroberi.

Bogor: Universitas Pakuan

Ardrey.R.E, 2003, Liquid

Chromatography-Mass

Spectrometry: an introduction, 185,

John Wiley & Sons, New York

Arnata.I Wayan. 2009. Pengembangan

Alternatif Teknologi Bioproses

Pembuatan Bioetanol Dari Ubi

Kayu Menggunakan Trichoderma

viride, Aspergillus niger dan

Sacchromyces cerevisiae.Institut

Pertanian.Bogor

Askar,S.1996. Daun Singkong dan

Pemanfaatannya Terutama

Sebagai Pakan Tambahan.Balai

Penelitian Ternak Bogor

Bradbury, J. H., Egan, S. V and Lynch,

M.J 1991. Analysis of cyanide in

cassava using acid hydrolysis of

cyanogenic glucosides. Journal of

Science Food and Agiculture, 55,

277-290.

Bustan, M, N 2000, Epidemologi Penyakit

Tidak Menular, Rineka Cipta,

Jakarta.

Day, R. A dan Underwood. 1994. Analisis

Kimia Kuantitatif. Edisi 6.

Erlangga. Jakarta.

De Bruijn, G. H. 1973. A study of

cyanogenic character of cassava.

In: B. Nestel and R. MacIntyre Ed.,

chronic cassava toxicity,

proceedings of an interdisciplinary

workshop. 29-30 January London,

IDRC, Ottawa IDRC-OIOe, 43-48.

Djamal, Rusdi . 1990. Kimia Bahan Alam.

Universitas Andalas : Padang

Djazuli M. dan H. Bradbury. 1999.

Cyanogen Content of Cassava

Roots and Flour In Indonesia.

Journal of Agricultural and Food

Chemistry. 65: 523-535.

Elias, M., Bala, N. and Sudhakaran, P. R.

1997. Catabolism of linamarin in

cassava (Manihot escalenta

Crantz). Plant Science, 126, 155-

162.

Fadhila Nurlaili dkk. 2013. Fermentasi

Kulit Singkong (manihot utilissima

pohl) Menggunakan Aspergillus

niger Pengaruhnya Terhadap

Kecernaan Bahan Kering (kbk) dan

Kecernaan Bahan Organik (kb o)

Secara In-Vitro. Jurnal Ilmiah

Peternakan Universitas Jenderal

Soedirman, Purwokerto 1(3): 856-

864

Haque M.R., 2004 Preparation of

Linamarin From Cassava leves for

Use in Cassava Cyanide Kit, Food

Chemistry 85 , 27-29

Hapsari.Mira

Amala;Pramashinta.Alice.2013.Pe

mbuatan Bioetanol dari Singkong

Karet ( Manihot Glaziovii) untuk

Bahan Bakar Kompor Rumah

Tangga Sebagai Upaya

Mempercepat Konversi Minyak

Tanah Ke Bahan Bakar Nabati.

Jurnal Teknologi Kimia dan

Industri Universitas Diponegoro

Semarang. Vol 2 No 2 hal 240-245

Hartati.I,dkk.2008. Inaktivasi Enzimatis

Pada Produksi Linamarin Dari

Daun Singkong Sebagai Senyawa

Anti Neoplastik. Jurusan Teknik

Kimia Fakultas Teknik Universitas

Wahid Hasyim Semarang

Harborne,J.B;Turner,B.L.,1984.Plantchem

osystematic.London Academic Press

Harborne,J.B.1987.Metode

Fitokimia.Penuntun Cara Modern

Menganalisis

Tumbuhan.Terjemahan Kosasih,P

danIwang,S.J.,Penerbit ITB

Bandung

Haryanto.2009. Ensiklopedia Tanaman

Obat Indonesia.

Palmall.Yogyakarta.

Hertog,Michael,G.L;Hollman

P.C.H;Kattan,M.B.1992. Content

of Potentially Anticarcinogenic

Flavonoids of 28 Vegetables and 9

Fruits Commomly comsumed in

The Netherland. DLO State

Institute for Quality Control of

Agricultural Products. Wageningen

Agricultural University.Netherland

Jansz.E.R.Uluwagude.1997. Biochemical

Aspect of Cassava ( Manihot

Esculenta Crantz ) with Special

Emphasis on Cyanogenic

Glucoside. Srilanka 25(1):1-24

Kresno, Siti Boediana, 2007, Imunologi:

Diagnosis Dan Prosedur

Laboratorium, vol. 4, edk 3,

Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia,.Jakarta

L. Tobing, M.Sc., Rangke. 1989. Kimia

Bahan Alam. Jakarta: Depdikbud.

Lenny, S. 2006. Terpenoid dan Steroid.

Departemen Kimia FMIPA

Universitas Sumatera Utara.Medan

Lehotay, Steven J., Andre de kok.,

Maurice Hiemstra, Peter van

Bodregaven., 2005. Validation of a

Fast and Easy Method for the

Determination of Residues from

229 Pesticides in Fruits and

Vegetable using Gas and Liquid

Chromatography and Mass

Spectrometry Detection. Journal of

AOAC International, vol 8, p.595-

613.

Markham,K.R. 1988. Cara

mengidentifikasi

Flavonoid. Penerbit ITB Bandung

Miller.N,J; Catherine A. 1996, Structure-

antioxidant activity relationships of

flavonoids and phenolic acids.

Volume 20, Issue 7, Pages 933–956

Mkpong OE, H. Yan, G. Chism and R.T.

Sayre. 1990. Purification,

Characterization, and Localization

of Linamarase in Cassava. J. Plant

Physiol. 93: 176-181

Muslim, Amar, 2014. Aktivitas Antimikrob

Kombinasi Ekstrak Daun Henna

(Lawsonia inermis L) dan Rifampisin

terhadap Mycobacterium

tuberculosis secara In Vitro. Bogor :

Institut Pertanian Bogor.

Nambisan, B. and Sundaresan, S.1994.

Distribution of linamarin and its

metabolizing enzymes in cassava

tissues. Journal of Science Food

Agriculture, 66, 503-508.

Noviyani, Apni. 2105. Efektifitas Daya

Hambat Ekstrak Kulit Buah Manggis

(Garcinia mangostana L) sebagai

antimikroba. Bogor : Universitas

Pakuan.

Pandiangan, D., R.E. Esyanti., E. de

Queljoe. 2008. Aktivitas Antikanker

Katarantin pada Sel Mouse

Mammary Cancer MmT06054.

Jurnal Ilmiah Sains. 8 (1): 107-

113.

Pandiangan, D. 2009. Produksi Metabolit

Sekunder Alkaloid Secara In Vitro.

UNPAD Press. Bandung. 12-15.

Peifen, C. J., Lukas, A. M., Alfred, W.,

Suzanne, P., Martha, A., John, P.,

Seung, Y and Peter, D. K. 2004.

Metacyc: a multiorganism

database of metabolic pathways

and enzymes. Nucleic Acids

Research, 32, 3-5.

Putri. Delma Ulya, 2011. Identifikasi

Senyawa Organik Bahan Alam

pada Tumbuhan Urang-aring

(Tridax procumbens L). [skripsi].

Universitas Negeri Padang

Prabawati, S, 2011. Inovasi Pengolahan

Singkong Meningkatkan

Pendapatan dan Diversifikasi

Pangan. Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen

Pertanian. Bogor. Edisi 4-10 Mei

2011 No.3404 Tahun XLI

Prakash, A., Rigelhof, F., Miller, E. 2001,

Antioxidant Activity, Medalliaon

Laboratories Analitycal Progress,

vol 10, No.2

Rachmat,Hardianzah.2009.Identifikasi

Senyawa Flavonoid Pada Sayuran

Indigenous Jawa Barat. [skripsi].

Institut Pertanian Bogor

Raina, R., 2011. Chemical Analysis of

Pesticides Using GC/MS,

GC/MS/MS, and LC/MS/MS.

University of Regina, Department

of Chemistry &Biochemistry and

Trace Analysis Facility. P. 105-

106.

Robinson, T. 1991. Kandungan Organik

Tumbuhan Tingkat Tinggi. Penerbit

ITB. Bandung .Pp. 152-196.

Setiawan, Frida Sukma. 2012. Hubungan

Pengetahuan dan Deteksi Dini

(Sadari) dengan Keterlambatan

Penderita Kanker Payudara

Melakukan Pemeriksaan di RSUD

Kraton Kabupaten

Pekalongan.[skripsi].Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan

Muhammadiyah Pekajangan

Sri Rahayu.Dewi. Kusrini Dewi. Fachriyah

Enny.2009. Labortorium Kimia

Organik, Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Diponegoro. 2009.

Penentuan Aktivitas Antioksidan

dari Ekstrak Etanol Daun

Ketapang(Terminalia catappa L)

dengan Metode 1,1-Difenil-2-

Pikrilhidrazil (DPPH).

Labortorium Kimia Organik,

Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Diponegoro Semarang

Sriwiriyajan.Somchai;Ninpesh.Thippawa;

Sukpondma.Yaowapa;Nasomyon.T

apanawan;Graidist.Potchanapond.

2014. Cytotoxicity Screening of

Plants of Genus Piper in Breast

Cancer Cell Lines. 1Department of

Biomedical Sciences, Faculty of

Medicine, Department of

Chemistry, Faculty of

Sciience.Prince of Songkla

University. Thailand

Suprapti, Lies. 2005. Tepung Tapioka:

Pembuatan dan Pemanfaatannya.

Kanisius.Yogyakarta

Yeoh, H. H., Tatsuma, T. and Oyama, N.

1998. Monitoring the cyanogenic

potential of cassava: the trend

towards biosensor development.

Trend in Analytical Chemistry, 17,

234-240