ii. perkembangan iman james fowler · iman yang menjadi milik sendiri. selanjutnya iman itu tidak...

14
1 II. PERKEMBANGAN IMAN JAMES FOWLER Teori perkembangan iman (Faith Development Theory) salah satu istilah kunci adalah Faith yang berarti kepercayaan eksistensial pribadi atau iman. Menurut Fowler, kepercayaan eksistensial merupakan suatu kegiatan universal manusia dan setiap manusia memiliki kesadaran akan sejumlah kondisi pembatas dan situasi batas dalam hidupnya seperti kesadaran akan kematian, konfrontasi eksistensial dengan batas-batas dan perasaan akan keterbatasannya, pengalaman akan beban pilihan yang harus dijatuhkan dalam situasi yang tidak menentu. Pada hakikatnya, Fowler memandang kepercayaan eksistensial sebagai suatu kegiatan “relasional” sebagai “berada dalam relasi dengan sesuatu”. Sebab cara pemberian arti dalam kepercayaan itu utama berakar dalam suatu relasi rasa percaya antarpribadi yang bahkan mengandung sebuah orientasi nilai bersama. Kepercayaan eksistensial bukan sekedar kegiatan pemberian arti itu sendiri tetapi sebuah proses yang terwujud dalam urutan sejumlah tahap perkembangan kepercayaan. 1 Dengan penekanan pada aspek “perkembangan” tersebut Fowler mengangkat salah satu ciri yang sangat khas dalam mentalitas dinamika abad kedua puluh ini. Istilah proses yang akhirnya berfokus pada metafor “perkembangan” sangat sesuai pula untuk memahami hidup kepercayaan kita. Maka Fowler memusatkan perhatian kepada dinamika proses pembentukan, perubahan dan kemajuan dalam hidup kepercayaan orang. Karena itulah Fowler berniat menyelidiki apa yang dewasa ini kita sebut “perkembangan kepercayaan”. Di samping kata faith dan development, judul psikologi agama Fowler mengandung istilah theory. Setiap ilmu pengetahuan menciptakan teorinya yaitu seperangkat hipotesis yang saling berhubungan secara koheren dan terintegrasi. Kata theory oleh Fowler dimaksudkan sebagai sebuah teori ilmiah yang psikologis atau lebih khas lagi suatu “ teori perkembangan” yang cocok untuk memahami dan merumuskan seluruh seluk beluk perkembangan kepercayaan“. Teori perkembangan kepercayaan merupakan suatu usaha ilmiah yang mau menguraikan (secara empiris) dan mengerti (secara teoritis) seluruh proses transformasi kepercayaan yang hidup. 2 2.1. Teori Perkembangan Iman Fowler membagi perkembangan imannya dalam tujuh tahapan dan dapat dikenali dalam kemampuan beriman manusia yang berkembang. Fowler menegaskan 1 James W. Fowler. Teori Perkembangan Kepercayaan, karya karya penting James W Fowler, 24-25 2 James W. Fowler. Teori Perkembangan Kepercayaan, karya karya penting James W Fowler, 26

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    II. PERKEMBANGAN IMAN JAMES FOWLER

    Teori perkembangan iman (Faith Development Theory) salah satu istilah kunci

    adalah Faith yang berarti kepercayaan eksistensial pribadi atau iman. Menurut

    Fowler, kepercayaan eksistensial merupakan suatu kegiatan universal manusia dan

    setiap manusia memiliki kesadaran akan sejumlah kondisi pembatas dan situasi batas

    dalam hidupnya seperti kesadaran akan kematian, konfrontasi eksistensial dengan

    batas-batas dan perasaan akan keterbatasannya, pengalaman akan beban pilihan yang

    harus dijatuhkan dalam situasi yang tidak menentu. Pada hakikatnya, Fowler

    memandang kepercayaan eksistensial sebagai suatu kegiatan “relasional” sebagai

    “berada dalam relasi dengan sesuatu”. Sebab cara pemberian arti dalam kepercayaan

    itu utama berakar dalam suatu relasi rasa percaya antarpribadi yang bahkan

    mengandung sebuah orientasi nilai bersama. Kepercayaan eksistensial bukan sekedar

    kegiatan pemberian arti itu sendiri tetapi sebuah proses yang terwujud dalam urutan

    sejumlah tahap perkembangan kepercayaan. 1

    Dengan penekanan pada aspek “perkembangan” tersebut Fowler mengangkat

    salah satu ciri yang sangat khas dalam mentalitas dinamika abad kedua puluh ini.

    Istilah proses yang akhirnya berfokus pada metafor “perkembangan” sangat sesuai

    pula untuk memahami hidup kepercayaan kita. Maka Fowler memusatkan perhatian

    kepada dinamika proses pembentukan, perubahan dan kemajuan dalam hidup

    kepercayaan orang. Karena itulah Fowler berniat menyelidiki apa yang dewasa ini

    kita sebut “perkembangan kepercayaan”. Di samping kata faith dan development,

    judul psikologi agama Fowler mengandung istilah theory. Setiap ilmu pengetahuan

    menciptakan teorinya yaitu seperangkat hipotesis yang saling berhubungan secara

    koheren dan terintegrasi. Kata theory oleh Fowler dimaksudkan sebagai sebuah teori

    ilmiah yang psikologis atau lebih khas lagi suatu “ teori perkembangan” yang cocok

    untuk memahami dan merumuskan seluruh seluk beluk perkembangan kepercayaan“.

    Teori perkembangan kepercayaan merupakan suatu usaha ilmiah yang mau

    menguraikan (secara empiris) dan mengerti (secara teoritis) seluruh proses

    transformasi kepercayaan yang hidup. 2

    2.1. Teori Perkembangan Iman

    Fowler membagi perkembangan imannya dalam tujuh tahapan dan dapat

    dikenali dalam kemampuan beriman manusia yang berkembang. Fowler menegaskan

    1 James W. Fowler. Teori Perkembangan Kepercayaan, karya – karya penting James W Fowler, 24-25 2 James W. Fowler. Teori Perkembangan Kepercayaan, karya – karya penting James W Fowler, 26

  • 2

    bahwa setiap tahap memiliki integritas miliknya sendiri. Tahap- tahap perkembangan

    iman tersebut antara lain:

    1. Tahap 0 : Kepercayaan Elementer Awal (Primal Faith)

    Tahap ini merupakan tahap awal atau pratahap (per-stage, yaitu masa orok, bayi,

    0-2 atau 3 tahun). Kepercayaan ini disebut juga pratahap kepercayaan yang belum

    terdeferinisiasi karena :

    a). Ciri disposisi preverbal si bayi terhadap lingkungannya belum dirasakan dan

    disadari sebagai hal terpisah dan berbeda dari dirinya;

    b). Daya- daya seperti kepercayaan dasar, keberanian, harapan dan cita belum

    dibedakan lewat proses pertumbuhan, melainkan masih saling tercampur satu

    sama lain dalam suatu keadaan yang samar-samar. Pola kepercayaan ini disebut

    elementer karena tahap ini mendasari dan meresapi secara positif dan negatif

    dengan menunjang atau menodai segala hal yang timbul kemudian selama

    perkembangan eksistensial. Rasa percaya elementer ini timbul sebagai

    kecondongan spontan yang bersifat pralinguitis sebelum munculnya kemampuan

    berbahasa untuk mengandalkan seluruh hubungan timbal balik antara bayi dan

    lingkungan sekitar terutama orang-orang yang secara tetap, teratur, setia

    mengasuh dan memelihara (orang tua terutama ibunya).3

    2. Tahap Iman Intuitif – Proyektif (Intuitive- Projective Faith)

    Anak yang berumur antara usia 4-8 tahun dimana makna dibuat dan

    kepercayaan dibentuk secara intuitif dan dengan cara meniru. Tahap ini memberi

    tekanan besar pada orang –orang lain yang penting dalam hidup anak-anak

    terutama orang tua dan anggota keluarganya. Anak-anak juga berpedoman pada

    orang tua sebagai sumber otoritas dalam masalah-masalah agama. Pada tahap ini,

    anak – anak mengalami kesulitan dalam menentukan sebab dan akibat

    melepaskan kenyataan dari khayalan dan memahami berbagai urutan peristiwa.

    Misalnya ketika berfantasi dan imajinasi yang bebas di mana gambaran-gambaran

    dan perasaan-perasaan yang dapat tahan lama dibentuk. Sebagai contoh: Allah

    adalah seorang pria tua yang memiliki janggut yang dapat melakukan apa saja.

    Memori dan kesadaran akan dirinya mulai timbul dan kemampuan mengambil

    peran orang lain mulai ada dalam bentuk yang paling dasar.4

    3. Tahap Mitis- Harafiah (Mithic-Literal faith)

    3 James W. Fowler. Teori Perkembangan Kepercayaan, karya – karya penting James W Fowler, 27 4 Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan kreatif dan menarik, 126

  • 3

    Bentuk kepercayaan ini muncul sebagai tahap kedua dan tahap ini terjadi

    antara usia 7 – 12 tahun. Gambaran emosional dan imajinal masih berpengaruh

    kuat pada tahap ini namun muncul pula operasi-operasi logis baru yang

    melampaui tingkat perasaan dan imajinasi tahap sebelumnya. Operasi-operasi

    tersebut bersifat konkret, tetapi sudah memungkinkan suatu daya pikir logis

    menggunakan kategori sebab akibat, ruang dan waktu. Hubungan sebab akibat itu

    dimengerti secara jelas dan dunia spasial-temporal di susun menurut skema linear

    serta sifat dapat diramalkan. Gaya berpikir baru ini memungkinkan suatu bentuk

    tafsiran dan penyusunan yang sadar dan lebih mantap terhadap arus pengalaman

    dan arti sehingga bentuk berpikir seperti episodis. Anak mulai membedakan

    antara perspektif sendiri dengan orang lain serta memperluas pandangannya

    dengan mengambil alih pandangan orang lain sehingga sanggup memeriksa dan

    menguji gambaran serta pandangan religiusnya dengan tolak ukur logikanya

    sendiri.5

    Pada tahap ini ceritalah yang menjadi sarana utama anak untuk

    mengumpulkan berbagai arti menurut sifat keterkaitannya dan membentuk

    pendapatnya. Cerita mendahului dan mempersiapkan suatu sintesis refleksi yang

    baru kemudian akan dikembangkan. Cara menggunakan simbol dan konsep-

    konsep dalam cerita sebagian besar masih konkret dan harafiah karena itu cerita

    dan bahasa dengan gaya kisah menjadi sarana paling cocok untuk menangkap

    makna hidup.6

    Tahap ini merupakan tahap iman afiliatif di mana seseorang datang dengan

    lebih sadar untuk bergabung dan menjadi anggota kelompok terdekatnya atau

    komunitas iman. Maka tahap ini disebut juga iman “yang bergabung” seseorang

    secara sadar bergabung dengan kelompok sosial terdekat, mengambil ceritanya,

    simbolnya, mitenya dan ajarannya dan memahami mereka secara harfiah. Kata-

    kata dari orang tua lebih penting, berkuasa atas kata- kata dari teman sebayanya.

    Kemampuan empatinya bertambah tetapi hanya bagi mereka “yang seperti kami”

    yaitu bagi para anggota kelompok terdekat.

    4. Tahap Sintetis-Konvensional

    5 Dacey,J.S & Travers, J.F, Human Development:Across The Lifespan, ( New York: The McGraw-Hill Companies, 2004), 68 6 James W. Fowler. Teori Perkembangan Kepercayaan, karya – karya penting James W Fowler, 31

  • 4

    Tahap ketiga ini dimulai ketika berumur 12 tahun -18 tahun. Di sekitar

    umur 12 tahun, remaja biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam

    caranya memberi arti. Karena munculnya kemampuan kognitif baru yaitu operasi

    - operasi formal, maka remaja mulai mengambil alih pandangan pribadi orang

    lain menurut pola pengambilan perspektif antarpribadi secara timbal balik.

    Karena munculnya operasi-operasi logis, remaja sanggup merefleksikan secara

    kritis riwayat hidupnya dan menggali arti sejarah hidupnya bagi diri sendiri dan

    yang dicari adalah suatu sintesis baru atas berbagai arti yang pernah dialami

    dalam hidup. Dengan demikian remaja berjuang mencari keseimbangan antara

    tuntutan menciptakan identitas diri berdasarkan dayanya sendiri dan identitas

    sebagaimana diharapkan dan didukung oleh orang lain yang dipercayainya.

    Pada tahap ini remaja menyusun gambaran yang personal mengenai

    lingkungan akhir. Allah yang “personal” merupakan seorang pribadi yang

    mengenal diri saya secara lebih baik daripada pengenalan diri saya sendiri.

    Apabila rasa kedirian memang berasal dari seluruh jaringan hubungan dan peran

    yang penting. Maka gambaran Allah personal dan akrab sangat penting bagi

    upaya menyusun identitas diri yang koheren pada seorang remaja. Pada tahap ini

    juga disebut tahap ‘menyesuaikan diri’, dimana tahap ini seseorang ingin sekali

    merespon dengan setia pengharapan-pengharapan dan keputusan orang lain yang

    penting. Maka pada tahap ini, ada penambahan rasa percaya pada pendapatnya

    sendiri melebihi tahap kedua tetapi hanya digunakan untuk memilih di antara

    otoritas-otoritas dan tidak mencakup inisiatif pribadi untuk memecahkan

    ketidakcocokan di antara otoritas-otoritas. Lebih tepatnya memilih dan

    menyeimbangkan pelbagai pengharapan konvensional dari pelbagai dunia orang.

    7

    5. Tahap Individual –Reflektif (Individuative- Reflective faith)

    Tahap kepercayaan individual – reflektif muncul pada umur 20 - 35 tahun

    (awal masa dewasa). Pola kepercayaan eksistensial ini ditandai oleh lahirnya

    refleksi kritis atas seluruh pendapat, keyakinan dan nilai (agama) lama. Pribadi

    sudah mampu melihat diri sendiri dan orang lain sebagai bagian dari suatu sistem

    kemasyarakatan tetapi juga yakin bahwa diri sendirilah yang memikul tanggung

    jawab atas penentuan pilihan ideologis dan gaya hidup yang membuka jalan

    7 James W. Fowler. Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan, menurut James W Fowler, (Yogyakarta: Kanisius,1995) 134-136

  • 5

    baginya untuk mengikat diri dengan cara menunjukkan kesetian pada seluruh

    hubungan dan panggilan tugas.8

    Perubahan ke tingkat empat memungkinkan mereka mulai memandang

    iman yang menjadi milik sendiri. Selanjutnya iman itu tidak hanya lebih personal

    tetapi menghantar untuk ungkapan iman yang konstan dan koheren. Mereka

    mulai mempertanggungjawabkan ungkapan iman yang masuk akal dan logis.

    Orang muda pada tahap ini telah mencapati tahap ditantang untuk merenungkan

    secara kritis hidup dan makna hidup mereka. Tahap ini menyediakan bagi mereka

    bimbingan yang dibutuhkan akan orientasi ideologis dan keagamaan dan juga

    tanggung jawab etis dan politis. Meskipun ungkapan iman yang utuh belum

    terbentuk pada masa inilah tuntutan untuk mencapai tahap keempat muncul.

    6. Tahap Iman Konjungtif

    Munculnya tahap kelima sekitar umur 35 tahun ke atas. Tahap ini muncul

    dari pengalaman hidup yang makin mendalam yang mencakup penderitaan,

    kehilangan dan ketidakadilan. Tahap kelima mengandaikan pengetahuan tentang

    diri sendiri yang semakin mendalam. Jika ditahap keempat, pribadi muncul

    sebagai individu dan bertanggung jawab. Sekarang, orang harus menguraikan lagi

    susunan iman yang dulu secara tergesa-tergesa terbentuk, kemudian menyusun

    lagi sistem iman yang lebih bermakna, yang memperhitungkan penemuan baru

    tentang diri mereka.

    Pada tahap ini, apa yang diterima sebagai berharga diperiksa tidak hanya

    dengan hal-hal luar seperti Injil, pendapat para ahli dan semacamnya, tetapi juga

    dengan batin yang berhubungan dengan yang transenden. Orang menyadari

    dimensi yang semakin dalam dari persahabatan, loyalitas. Mereka juga menyadari

    kebutuhan mereka untuk bermasyarakat yang semakin luas, masyarakat tempat

    mereka menemukan arti. Mereka sadar bahwa berhubungan dengan yang

    transenden itu menuntut keterlibatan tertentu. Tetapi mereka juga menyadari

    bahwa keterlibatan tersebut belum memadai, hingga mereka harus terbuka

    terhadap masa depan yang tidak menentu. Dalam bahasa sehari-hari kehidupan

    tidak lagi dilihat dari sudut satu di antara dua, tetapi ada kerelaan untuk hidup

    bersama ambiguitas-ambiguitasnya. Iman tahap kelima melibatkan pemakaian

    kembali pola-pola komitmen dan cara-cara membuat makna masa lampau.

    8 James W. Fowler. Teori Perkembangan Kepercayaan, karya – karya penting James W Fowler, 111-237

  • 6

    Sebaliknya hal tersebut merupakan memperoleh kembali “kebenaran- kebenaran

    lama” dengan cara yang baru, mengafirmasi secara pribadi kebenaran yang ada di

    dalam kebenaran lama mengambil kekuatan mereka tetapi menolak pembatasan-

    pembatasan mereka.9

    7. Tahap Iman yang mengacu pada Universalitas

    Tahap terakhir paling baik digambarkan lewat pribadi-pribadi yang berhasil

    mencapai tahap itu, misalnya: Bunda Teresa, Martin Luther King, Jr. Pribadi yang

    telah mencapai tahap ini memperlihatkan semangat besar dan keterlibatan untuk

    tuntutan cinta dan keadilan. Jika di dalam tahap kelima orang sering dikecam oleh

    pertimbangan kebutuhan mereka sendiri dan kesejahteraan orang lain, maka

    ditahap keenam ini orang dikecam oleh keinginan tanpa henti untuk melayani

    orang lain. Fowler mengatakan bahwa mereka ini orang yang kecil perhatiannya

    kepada diri sendiri dan seringkali dapat menjadi martir.

    Fowler menambahkan bahwa ada unsur transenden dalam iman dan

    “model” iman manusia hanya berguna untuk menjelaskan hubungan dengan yang

    transenden itu. Tahap keenam ini sulit untuk dikemukakan dalam bahasa

    percakapan sehari-hari kita yang konkret. Orang yang berada pada tahap keenam

    tinggal di dunia sebagai orang yang hadir untuk mengubah (transform).10

    Pandangan Fowler mengenai kepercayaan dipupuk oleh dua sumber inspirasi.

    Pertama, kepercayaan sebagai suatu proses dan dinamika, dalam perspektif

    sosiologis dan etis. Kedua, bahwa sepanjang sejarahnya manusia selalu menyadari

    akan adanya transendensi dan senantiasa mencari kebenaran paling akhir yang

    dapat mencakup seluruh eksistensi manusia. Berdasarkan kedua sumber ilham

    tersebut Fowler mengatakan bahwa “perkembangan kepercayaan” merupakan satu

    ciri universal khas manusia. Ternyata kepercayaan tidak harus dimengerti sebagai

    “kepercayaan religius”, tetapi terutama sebagai “kepercayaan hidup” atau

    “kepercayaan eksistensial”. Singkatnya, bagi Fowler, kepercayaan bersifat

    universal artinya siapa saja manusia dalam agama apa pun mempunyai potensi

    untuk mempercayai. 11

    9 Charles M Shelton, Spritualitas kaum muda, 58 10 James W. Fowler. Teori Perkembangan Kepercayaan, karya – karya penting James W Fowler, 202-

    303 11 Leslie J. Francis, Christian Perspectives on Faith Development, (Michigan: W.B. Eerdmans, 1992),50

  • 7

    2.2 Perkembangan Remaja

    Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence berasal dari

    bahasa Latin adolescere yang artinya “ tumbuh untuk mencapai kematangan”.

    Kematangan mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik dan

    menurut Piaget yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah usia di

    mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak

    tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua

    melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar. Masa remaja, menurut Mappiare

    (1982) berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita

    dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat

    dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun

    adalah remaja awal dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah

    remaja akhir.12

    Teori perkembangan iman Fowler tidak terlepas dari pendekatan

    psikososial Erick Erikson dan sktrukturalisme genetis oleh Piaget dan Kohlberg.

    Oleh karena itu, penulis juga melihat sudut pandang dari ketiga teori yang lain.13

    Menurut psikologi perkembangan, anak usia remaja dimana pada usia ini

    anak memasuki tahapan kematangan intelek atau dalam istilah Psikologi,

    perkembangan intelektual dikenal Psikologi Kognitif (Jean Piaget). Mereka mulai

    mampu berpikir jauh melebihi dunia nyata dan keyakinannya sendiri yaitu

    memasuki dunia ide-ide. Tahap ini merupakan tahap awal berpikir hipotesis-

    deduktif yang merupakan cara berpikir alamiah. Contohnya, mereka dapat

    memakai pendekatan sistematis untuk memecahkan masalah dengan tidak hanya

    mendasarkan diri pada meniru orang lain. Mereka juga dapat berpikir mengenai

    konsep, berpikir menggunakan proporsi dan perbandingan mengembangkan teori

    dan mempertanyakan hal-hal yang bersifat etis.14

    Jean Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahapan

    yaitu: tahap sensori-motoris (0-2 tahun), tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap

    operasional konkret (7-11 tahun), tahap operasional formal (11 tahun ke atas).

    Remaja berada pada tahap operasional formal di mana anak telah mampu

    mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan hasil dari

    12 Mohammad Ali, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), 9 13 James W. Fowler. Teori Perkembangan Kepercayaan, karya – karya penting James W Fowler, 25 14 Diana E Papalia dan Ruth Duskin Feldman, Menyelami Perkembangan Manusia, (Jakarta: Salemba

    Humanika,2014), 24

  • 8

    berpikir logis. Menurut Piaget, karakteristik tahap ini adalah diperolehnya

    kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik

    kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat

    memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala

    sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di

    antaranya..15

    Menurut Erik Erikson, dalam tahap perkembangan psikososialnya dan ia

    membagi menjadi delapan tahapan yaitu: Tahap 1 (percaya vs tidak percaya)

    terjadi pada umur 0 sampai 18 bulan, tahap 2 ( otonomi vs malu dan ragu-ragu)

    terjadi pada umur 18 bulan sampai dengan 3 tahun, tahap 3 (inisiatif vs rasa

    bersalah) terjadi pada umur 3 sampai 5 tahun, tahap 4 (tekun vs rendah diri)

    terjadi pada umur 6 tahun sampai dengan 11 tahun, tahap 5 (identitas vs

    kebingungan identitas) terjadi pada masa remaja yakni umur 10 sampai dengan

    20 tahun, tahap 6 ( keintiman vs keterkucilan) terjadi selama masa dewasa awal

    yakni umur 20 tahun sampai 30 tahun, tahap 7 (bangkit vs stagnan) terjadi selama

    masa pertengahan dewasa pada umur 40 tahun sampai dengan 50 tahun dan tahap

    yang ke 8 (integritas vs putus asa) terjadi selama masa akhir dewasa sekitar umur

    60 tahun.

    Remaja berada pada tahap yang kelima yaitu masa identitas vs kebingungan

    identitas dimana remaja mulai mengekplorasi kemandirian dan membangun

    kepekaan dirinya. Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana

    mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya? (menuju

    tahap kedewasaan). Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status

    sebagai orang dewasa - pekerjaan dan romantisme misalnya, orangtua harus

    mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam

    suatu peran khusus. Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara

    yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan

    dicapai. Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak

    secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan positif tidak

    dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela. Namun bagi mereka yang

    menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan

    mandiri dan kontrol dirinya akan muncul dalam tahap ini. Bagi mereka yang tidak

    15 Singgih D. Gunarsa &Ny Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2003), 77

  • 9

    yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan

    bingung terhadap diri dan masa depannya.16

    Seperangkat tingkat perkembangan lain yang harus dilewati oleh anak

    menuju kedewasaan adalah apa yang disebut oleh Kohlberg dengan istilah

    “perkembangan moral atau perkembangan pemikiran”. Proses ini hampir sama

    dengan tingkat-tingkat perkembangan mental yang dikemukakan oleh Piaget.

    Kohlberg menemukan bahwa semua manusia pasti melalui tingkat-tingkat ini

    dalam urutan yang tetap dan tidak mungkin ada orang yang dapat melompati

    suatu tingkat tertentu. Kohlberg mengidentifikasikan 3 level dan enam tingkat

    dari perkembangan moral manusia sebagai berikut: Stage : 0 , 0-2 tahun,

    Level I, Moralitas Pra-Conventional

    Tingkat 1 : Orientasi ketaatan dan hukuman Usia 2-6 tahun

    Tingkat 2 : Individualisme dan exchange Usia 6-10 tahun

    Level II, Moralitas Conventional

    Tingkat 3 : Hubungan antar pribadi yang baik Usia 9-13 tahun

    Tingkat 4 : Menjaga tatanan sosial Usia 11-15 tahun

    Level III, Moralitas Pasca Conventional

    Tingkat 5 : Kontrak sosial dan individu

    Tingkat 6 : Prinsip-prinsip universal Usia remaja 14

    tahun dst

    Remaja melihat moralitas bukan sekedar perjanjian atau ideal yang

    sederhana, mereka percaya bahwa seharusnya menaati ekspektasi keluarga dan

    juga komunitas dan berperilaku yang baik berarti memiliki motif yang baik dan

    perasaan antar pribadi seperti kasih,empati, trust dan keperhatinan terhadap orang

    lain.17

    Wayne Rice dalam bukunya Junior High Ministry mengemukakan bahwa

    kunci untuk memahami remaja adalah menyadari bahwa masa remaja merupakan

    masa transisi dari kanak-kanak menuju pada kedewasaan dalam berbagai hal. 18

    Sebelum anak berusia 11 dan 12 tahun, pemahaman anak terhadap realitas pada

    dasarnya tergantung pada apa yang ia alami. Tetapi begitu seseorang memasuki

    16 F.J Monks, Knoers,A.M.P & Hadinoto S.R.. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai

    Bagiannya. (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001). 156 17 Bahan Kuliah Pendidikan Agama Kristen (PAK) Kategorial Pdt Mariska Lauterboom,MATS.

    (Salatiga: Fakultas Teologi, 2014) 18 Wayne Rice, Junior High Ministry: A Guide Book for leading and teaching of early adolescents.

    (Grandrapis: Zondervan, 1978). 55

  • 10

    pubertas, maka terjadi perubahan kualitatif dalam cara berpikir dan hal ini tidak

    sekedar menjadi lebih intelligent atau intelegensi tetapi remaja mengembangkan

    kemampuan bernalar (reasoning) secara lebih berpikir konseptual atau abstrak.19

    Dimensi spiritual dalam kehidupan remaja tidak dapat dipisahkan dari

    aspek kehidupannya yang lain. Iman seseorang menyentuh semua aspek dalam

    kehidupannya baik fisik, sosial, mental dan lainnya. Injil bukan hanya

    mempengaruhi seseorang tetapi jiwa kita. Pada saat seseorang berkembang secara

    fisik, sosial, mental maka perubahan ini akan mempengaruhi juga kehidupan

    spiritualitasnya. Sejumlah besar remaja akan menolak sekurang-kurangnya

    meragukan kepercayaan agamawi yang telah mereka anut sebelumnya. Dalam usia

    anak-anak, mereka percaya kepada Tuhan oleh karena orang tua mereka pun

    percaya kepadaNya, dengan demikian iman yang dimilikinya adalah warisan.20

    Namun ketika anak memasuki usia remaja, iman warisan seperti ini tidak

    dapat diterima begitu saja sebab ada gejolak pemikiran rasional yang mulai

    mempertanyakan dan meragukan iman. Bagi remaja yang lain, iman kepada Allah

    semakin lemah oleh karena pikiran yang semakin berkembang dan dipengaruhi

    oleh pandangan dunia yang baru bahwa iman tidak dapat dibuktikan secara empiris

    atau tidak masuk akal. Bisa saja si anak tiba-tiba tidak mau ke gereja, padahal dulu

    ia adalah seorang anak yang rajin ikut ibadah remaja. Hal ini membuat

    kekhawatiran para orang tua, jika anaknya tersesat dan meninggalkan iman kristen

    untuk selamanya. Hal ini merupakan bagian dari proses perkembangan

    kemampuan berpikir asbtrak dan membangun identitas dirinya sendiri. 21

    Persoalan terbesar yang dialami oleh remaja ialah bagaimana mengatasi

    kegagalan dan banyak remaja melihat kegagalannya sebagai petunjuk iman mereka

    juga sedang merosot. Banyak kesalahan dan pengajaran yang terjadi selama masa

    kanak-kanak dan remaja misalnya pengajaran yang melihat kegagalan untuk hidup

    sesuai dengan standar Alkitab, Gereja dan orang tua disamakan dengan telah

    melakukan dosa dan contoh yang konkret ketika remaja mengalami ‘mimpi basah’

    maka itu dianggap sebagai dosa.

    Meskipun remaja berada ditengah-tengah pergumulan, kegagalan dan

    keraguan, idealisme mereka dapat menjadi sangat ekstrim dan ini merupakan

    19 Daniel Nuhamara, Pendidikan Agama Kristen Remaja,60 20 Daniel Nuhamara, Pendidikan Agama Kristen Remaja,87 21 Paul Gunadi, Memahami Remaja dan pergumulannya, (Bandung: PT Visi Anugerah, 2013), 33.

  • 11

    bagian dari parodoks remaja. Mereka mempunyai keinginan yang kuat untuk

    committed terhadap suatu hal dan menjadikan mereka hidup berarti. Mereka sedang

    mengembangkan atau membangun semacam perasaan kuat tentang benar dan

    salah. Misalnya cita-cita untuk mendaftarkan diri bagi pelayanan seperti dokter,

    perawat, pekerja sosial dan lainnya.

    Maka remaja diberi sebanyak mungkin kesempatan untuk melayani dan

    menggunakan karunia-karunia yang sudah Allah berikan kepada mereka. Idealisme

    mereka meskipun sangat kuat selama masa remaja namun makin lama akan

    menjadi pudar bila tidak diberi ekspresi dan mengambil bentuk dalam kehidupan

    yang tidak diinginkan serta menghancurkan. 22

    2.3. Panggilan Gereja tentang pelayanan Remaja berdasarkan Buku Panduan

    Tahun Remaja HKBP 2014

    Gereja adalah persekutuan orang percaya yang lahir oleh pekerjaan Roh

    Kudus. Kehadiran Gereja di dalam dunia dalam rangka mengabarkan shalom Allah

    bagi dunia, karena Allah mengasihi dunia dan segenap ciptaan-Nya. Sejak awal

    berdirinya gereja mendapatkan tugas dari Allah untuk mewartakan kabar

    keselamatan Allah kepada semua orang supaya mereka mengenal Allah dan

    menjadikan mereka murid-murid Allah (Matius 28:19-20, Markus 16:15-16).23

    Beberapa teolog mendefinisikan arti kata Gereja sebagai berikut: (1) Kata Gereja

    berasal dari kata dalam bahasa Portugis “igreja”, yang berasal dari kata Yunani

    “ekklesia” yang berarti: mereka yang dipanggil. Mereka yang pertama dipanggil

    oleh Yesus Kristus ialah para murid dan sesudah kenaikan Tuhan Yesus ke surga

    dan turunnya Roh Kudus pada hari pentakosta, para murid itu menjadi “rasul”,

    artinya “mereka yang diutus” untuk memberitakan Injil sehingga lahirlah Gereja.24

    (2) Istilah Yunani “ekklesia” dibentuk dari kata ‘ek’ = dari dan ‘kaleo’

    (=memanggil), yaitu ‘mereka yang dipanggil keluar’. Kata ‘ekklesia’ dalam

    Perjanjian Baru mempunyai arti (1) kaum yang dipanggil keluar dari kehidupan

    yang lama dan keluar dari kuasa Iblis, dipanggil Allah sendiri, dipindahkan ke

    dalam kerajaan Allah-terjadi perubahan status dan pola hidup. (2) kaum yang

    dipanggil keluar dari hidup bagi diri sendiri dan dipanggil untuk hidup bagi Tuhan,

    22 Daniel Nuhamara, Pendidikan Agama Kristen Remaja, 89-90 23 Avery Dulles, Model-Model Gereja, (Ende: Nusa Indah, 1990), 92. 24 Th. Van den End, Ragi Carita: Sejarah Gereja Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 1-2.

  • 12

    beribadah kepada Tuhan dan melayani Tuhan-perubahan tujuan hidup dan

    pandangan dasar

    Kehadiran Gereja di dunia tidak sebatas sakramental dan yuridis, tetapi

    mencakup kandungan misteri didalamnya.25 “Gereja adalah misteri, Ia adalah

    realitas yang diresapi dengan kehadiran Allah yang tersembunyi. Oleh karena itu,

    rahasia kehadiran Allah berada dalam hakikat Gereja itu sendiri yang membuatnya

    terbuka terhadap penjelajahan yang baru dan yang semakin luas.” 26 Oleh sebab itu,

    untuk menjelaskan misteri dan hakikat Gereja tersebut, Kitab Suci hampir selalu

    berbicara dengan menggunakan gambaran-gambaran yang hampir semua jelas

    bersifat kiasan (metafora).27 Sebagai contoh Dalam Perjanjian Baru terdapat

    bermacam-macam gambaran atau metafora mengenai Gereja, umpamanya sebagai

    umat Allah (Why 21:3), sebagai bait Allah (1 Kor.3:16), sebagai bait Roh Kudus (1

    Kor.6:19), sebagai bangunan Allah (1 Kor. 3:9), sebagai kawanan domba Allah (1

    Ptr. 5:2) dan sebagainya.28

    Gereja yang hidup adalah gereja yang bersaksi tentang Yesus Kristus

    di dunia ini (band Kis 1: 8). Gereja terpanggil untuk melaksanakan amanat agung

    Kristus (Mat 28:16-20; Markus16:15). Menjadi saksi Kristus adalah tugas gereja

    dan warganya yang berlaku sepanjang masa dan bukan hanya bersaksi (Marturia),

    tapi juga bersekutu (Koinonia) dan melayani (Diakonia). Inilah yang disebut tri

    tugas gereja. Gereja terpanggil untuk memberitakan berita kesukaan dari Allah

    bagi semua orang agar percaya dan diselamatkan. Gereja harus terbuka,

    dinamis,dialogis pada situasi perkembangan di masyarakat dengan sikap

    positif,kristis,kreatif dan realistis. Gereja kelihatan sebagai gereja apabila gereja

    tersebut nampak sebagai satu segitiga sama sisi yang terdiri dari segi

    persekutuan,kesaksian dan pelayanan yang ketiganya tidak dapat dipisahkan.29

    Dalam menjalankan tugas panggilannya, Gereja harus tanggap dengan

    masalah-masalah yang dihadapi oleh warganya dalam hal ini adalah remaja. Gereja

    berhadapan dengan pengaruh zaman. Globalisasi dengan trend-trend baru

    ditawarkan dan sering membuat Gereja sulit mempertahankan apa yang sudah baik

    25 Merliza Akatastasia Makienggung. Manajemen Konflik Dalam Gereja : Suatu tinjauan ekklesiologis terhadap model manajemen konflik dalam Gereja menurut Hugh F. Halverstadt (Salatiga: Fakultas

    Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana), 8. 26 Avery Dulles, Model-Model Gereja,18. 27 Avery Dulles, Model-Model Gereja ,19. 28 Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 370. 29 Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2004), 2.

  • 13

    yang ada di dalam dirinya sendiri. Tantangan zaman sangat terasa dalam kehidupan

    generasi muda dan menghempas serta mengombang-ambingkan kehidupan

    generasi muda bahkan menyebabkan krisis identitas dan penyimpangan perilaku

    sosial. Tantangan zaman yang dihadapi oleh para remaja turut serta menjadi

    kesulitan bagi pekerja Gereja untuk melaksanakan tugasnya. Mengajari remaja

    menjadi sebuah pekerjaan yang sulit tidak seperti mengajari anak-anak yang

    menerima apa saja yang diberikan kepada mereka tanpa mereka banyak bertanya

    apakah pengajaran ini benar atau tidak ?.

    Tahun Remaja HKBP 2014 mengambil Tema “Mempersiapkan

    Generasi Muda Menghadapi Tantangan Zaman” (bnd. Kolose 4:2-6) dan Sub

    Tema : “Melalui Revitalisasi Pelayanan, Pembinaan dan Pewadahan, akan Nyata

    Peran Remaja menjadi Transformator Gereja, Masyarakat dan Bangsa”.30

    Dengan memperhatikan perkembangan zaman dan tantangan yang

    dihadapi oleh remaja maka gereja tidak boleh menganggap sepele terhadap

    pelayanan kepada remaja. Gereja perlu untuk memperbaharui pelayanannya.

    Adapun tujuan tahun remaja HKBP 2014 antara lain:

    a). Menghidupkan kembali motto NHKBP: Masitangiangan (saling mendoakan),

    masihaposan (saling percaya) dan masiurupan (saling mendoakan).

    b). Mempersiapkan remaja menghadapi masa depan

    c). Mendorong remaja untuk memahami pentingnya sebuah pendidikan iman dan

    melibatkan diri dalam pelayanan untuk meneruskan apa yang mereka terima

    kepada anak-anaknya kelak

    d). Memperkuat jejaring remaja untuk lintas budaya, agama dan oikumene tingkat

    nasional dan internasional

    e). Memperlengkapi remaja dan pemuda menghadapi isu-isu politik.

    f). Memperlengkapi remaja Gereja HKBP untuk memahami liturgi dan musik

    gereja HKBP

    g). Remaja dapat mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung

    h). Diharapkan melalui kegiatan ini dapat membangkitkan kembali kegiatan

    Remaja di Gereja

    i). Kegiatan ini menghasilkan komunitas remaja yang memiliki jejaring yang baik.

    30 Buku Panduan Tahun Remaja HKBP 2014, 11.

  • 14

    Dasar Alkitabiah Tahun Remaja HKBP terdapat dalam Ulangan 6. Dalam

    pasal ini Musa memaparkan kepada Bangsa Israel tentang intisari perintah -

    perintah Tuhan yang harus diajarkan kepada anak-anak. Mereka harus

    mengajarkan perintah - perintah tersebut dan perintah Tuhan yang harus diajarkan

    kepada anak-anak ialah “apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau

    sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun”

    (ayat 7). Perintah untuk menaati Allah bukanlah sekedar sesuatu yang diajarkan

    secara formal kepada para pendengar yang pasif. Sebaliknya, menaati perintah

    Tuhan adalah menjadi proses yang terus menerus memakai kejadian sehari-hari

    dalam kehidupan anak-anak (Amsal 22:6).31

    31 Buku Panduan Tahun Remaja HKBP 2014, 11-16