ii - skripsi.narotama.ac.idskripsi.narotama.ac.id/files/12105073 - supramono.pdf · ii daftar...
TRANSCRIPT
ii
DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita, Romli, Sistem Perdilan Pidana, Bina Cipta, Bandung1996.
Chazawi, Adami, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia,Bayumedia, Malang,2005.
--------------------, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Alumni, Bandung,2006.
Hartono, Sunaryati, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991.
Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP I dan II, Pustaka Kartini, Jakarta 1986.
Hamzah,Andi, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,2001.
Loqman, Loebby, Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Acara Pidana,Datacom, Jakarta, 2002.
Mulyadi,Lilik, Hukum Acara Pidana Nomatif, Teoritis, Praktik Dan Permasalahannya,Alumni,Bandung,2007.
Muladi, Hak Asasi Manusia Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit UNDIP, Semarang 1997.
------------, Kapita Selekta Hukum Pidana, badan Penerbit UNDIP, Semarang,1995.
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.
Poernomo, Bambang, Pokok-Pokok Tata Cara Peradilan Pidana di Indonesia
Dalam U U No. 8 Tahun 1982, Liberty, Yogyakarta,1993
Soekanto, Soeryono dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.
Soemitro, Rony Hanintijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, 1990.
----------------, Filsafat Peradilan Pidana dan Perbandingan Hukum, Armico, Bandung, 1984.
www.portalhukum.com
www.solusihukum.com
iii
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL, ......................................
Pembimbing,
ARIEF DWI ATMOKO, SH.MH
iv
TELAH DIUJI PADA
TANGGAL, 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA :
ANGGOTA : 1.
2.
v
KATA PENGANTAR
Atas Karunia Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat menyelesaikan penulisan
Tesis ini dengan judul “ Tinjauan Yuridis tentang Pembuktian Terbalik dalam
Tindak Pidana Korupsi “. Penulisan Tesis ini dimaksudkan sebagai persyaratan
untuk mendapatkan gelar Magister Ilmu Hukum bidang Hukum Bisnis di
Universitas Narotama Surabaya.
Penyusunan danh Penyelesaian Tesis ini tidak lepas dari dukungan, bantuan
dan usaha dari beberapa pihak yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan prtunjuk serta bimbingan yang sangat berharga bagi penulis.
Pada kesempatan yang berharga ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak H.R. Djoko Soemadijo, SH, Rektor Universitas Narotama Surabaya,
penanggung jawab penyelenggara Program Register Ilmu Hukum.
2. Bapak Prof. Dr HR Sri Soemantri, M. SH. MS, Direktur Program Pasca
Sarjana Universitas Narotama Surabaya.
3. Bapak Dr Sadjijono, SH, MH, sebagai Ketua Program Pasca Sarjana Ilmu
Hukum.
4. Bapak Aref Dwi Atmoko, SH.MH, Pembimbing yang telah membimbing
Penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bekal Ilmu dalam masa
perkuliahan.
6. Bapak dan Ibu Panitia Penguji Universitas Narotama Surabaya.
vi
7. Segenap karyawan dan karyawati di lingkungan Universitas Narotama
Surabaya yang telah banyak membantu dan melayani penulis selama dalam
masa perkuliahan.
8. Anak dan Istri Penulis yang telah dengan sabar menanti dan memberi
dorongan sehingga berhasilnya Penulis dalam menempuh Strata 2 di
Universitas Narotama Surabaya.
9. Sahabat-sahabat dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Dalam penulisan tesis ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin
menyusun dan menyelesaiakan tesis ini dengan sebaik-baiknya. Penulis
menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar penelitian ini dpat
menjadi lebih baik dan berguna bagi sistem hukum di Indonesia serta dapat
berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Surabaya, ............................. 2008
Penulis
vii
RINGKASAN
Pembuktian secara umum berasal dari kata “Bukti” yang berarti suatu hal
yang cukup untuk memperlihatkan kebenaran suatu peristiwa.
Pembuktian adalah suatu proses, cara, perbuatan membuktikan, usaha
menegakkan benar atau salahnya si terdakwa dalam Sidang Pengadilan. Dikaji
dari Perspektif Yurudis M. Yahya Harahap ” Pembuktian “ adalah ketentuan yang
berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-
undang membutuhkan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian
juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang boleh digunakan
Hakim guna membuktikan kesalahan terdakwa tanpa mempergunakan alat-alat
bukti yang ada.
Pada dasarnya aspek “ Pembuktian “ ini sudah dimulai pada tahap
penyelidikan perkara pidana. Dalam tahap penyelidikan yakni tindakan penyelidik
untuk mencari dan menemukan sesuatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
pidana guna dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan sehingga disini sudah ada
tahapan pembuktian. Begitu pula halnya dengan Penyelidikan yakni ditentukan
adanya tindakan penyelidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti dan dengan
bukti tersebut membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Oleh karena itu, dengan tolok ukur ketentuan Pasal 1 angka 2 dan
angka 5 KUHP , untuk dapat dilakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan
sehingga sejak tahap awal diperlukan tindakan penyidikan, penuntutan dan
viii
pemeriksaan di sidang pengadilan sehingga sejak tahap awal diperlukan adanya
Pembuktian dan alat bukti.
Sedangkan pembuktian terbalik didalam tindak pidana korupsi merupakan
upaya pembentuk undang-undang ini tidak sanggup , karena baik dalam delik
korupsi diterapkan dua sistem sekaligus yakni undang-undang No. 31 tahun 1999
dan sekaligus dengan sistem KUHAP.
Kedua teori itu ialah penerapan Hukum pembuktian dilakukan dengan cara
menerapkan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang dan yang
menggunakan sistem pembuktian negatif menurut undang-undang (negatif
wetselijik overtuiging).
Jadi tidak menerapkan sistem pembuktian terbalik murni (Zulvere
omskeering bewejeist last) tetapi teori pembuktian terbalik terbatas atau
berimbang.
Dalam penjelasan atas undang-undang No.31 tahun 1999 dikatakan
pengertian pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang yakni
terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan ia tidak melakukan tindak pidana
korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan
harta benda suami atau istrinya, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi
yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutandan
penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.
ix
A B S T R A K
Authentication generally came from significant Proof words something
that was enough to show the truth of an incident.
Authentication was a process of the action method of proving efforts
maintained true or mistakenly the defendant in the Session of the Court. Studied
from the Yurudis M. Yahya Harahap Authentication was the provisions that
contained the guide about methods that were permitted by regulations to need the
mistake that was brought to court to the defendant. Authentication also was the
provisions that arranged the proof equipment that might be used Justice in order to
proves the defendant's mistake without utilising the available proof equipment.
Basically the aspect of this authentication has been begun in the stage of
criminal case investigation. In the investigation stage namely the investigator's
action of look for and finding an incident that was expected as the criminal act in
order to is or not able to be carried out by investigation so as here has had the
authentication stage. So also his matter with investigation that is determined by
the existence of the investigator's action of look for as well as gathering proof and
with this proof made obviously the criminal act that happened and in order to
finds his suspect. Therefore, with the provisions benchmark of the article 1
number 2 and number 5 KUHP, to be able to be carried out by the investigation
action and investigation so as since the beginning stage was needed by the
investigation action, the demanding and the inspection in the session of the court
x
so as since the beginning stage was needed by the existence of authentication and
the evidence.
Whereas authentication was topsy-turvy in the criminal act of corruption
was the framer's efforts of these regulations could not, because good in the
corruption offence was applied by two systems at the same time namely No.
regulations 31 in 1999 and at the same time with the system of KUHAP. The both
of the theory was the application of the authentication Law was carried out by
means of applying authentication was inside out that was limited and was
balanced and that used the authentication system of the negative according to
regulations (the negative wetselijik overtuiging).
So not apply the authentication system was inside out pure (Zulvere
omskeering bewejeist last) but the theory of authentication was topsy-turvy
limited or balanced.
In the explanation on regulations 31 were in 1999 said by the
understanding of authentication was inside out that was limited and was balanced
that is the defendant had the right to prove he did not carry out the criminal act of
corruption and obligatory gave information about all of his property and property
of the husband or his wife his child and property anyone or the corporation that it
was suspected had relations with the case that bersangkutandan the public
prosecutor continued to have an obligation to prove his accusation.
xi
DAFTAR ISI
JUDUL……………………………………………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………….... ii
KATA PENGANTAR ……..………………………………………. iv
RINGKASAN………………………………………………………. vi
ABSTRAK…………. ……………………………………………… viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………… x
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah……………………………………. 1
2. Rumusan Masalah ………………………..……………….. 7
3. Tujuan Penelitian…………………………………………… 8
4. Manfaat Penelitian………………………………………….. 8
5. Tinjauan Pustaka …………………………………………… 8
6. Metode penelitian…………………………………………… 9
a. Pendekatan Masalah…………………………………….... 9
b. Sumber Bahan Hukum ....................................................... 10
c. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum................................ 10
d. Analisa Bahan Hukum dalam Tondak Pidana Korupsi....... 11
7. Sistematika Penulisan ………………………….......... 11
BAB II SISTEM PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA
TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI
1. Teori-teori Sistem Pembuktian…………………………. 13
2. Sistem Pembuktian Menurut KUHAP………………………… 30
3. Sistem Pembuktian dalam Tindak Pidana Korupsi…………… 34
BAB III BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA
KORUPSI
1. Perkembangan dan Pandangan Tentang Beban Pembuktian
Terbalik dalam Tindak Pidana Korupsi ……………….. 48
2. Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana Korupsi .......... 52
xii
3. Pentingnya pembuktian Terbalik dalam mengungkap
Tindak Pidana Korupsi…………………………………….. 55
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan……………………………………………………. 60
2. Saran…………………………………………………………… 61
DAFTAR PUSTAKA
xiii
TESIS
PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK
PIDANA KORUPSI DI INDONESIA
Diajukan Sebagai Tugas Akhir
Untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum
Oleh : SUPRAMONO NIM : 12105073
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITS NAROTAMA
SURABAYA 2008