iii bahan dan metode penelitian 3.1 bahan penelitian...
TRANSCRIPT
III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Bahan Penelitian
3.1.1 Objek Penelitian
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen dari satu ekor
kambing Peranakan Etawah (PE) yang berumur sekitar 3 tahun, yang setiap harinya
diberi pakan rumput, leguminosa, dan konsentrat. Semen akan ditampung 2 kali per
minggu pada hari Senin dan Kamis pukul 07.00 WIB.
3.1.2 Bahan dan Peralatan Penelitian
Adapun bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Penampungan Semen
Proses penampungan semen menggunakan bahan dan peralatan sebagai berikut,
vaselin, air hangat, label kertas, vagina buatan khusus untuk kambing, tabung
koleksi semen segar, alumunium foil, pompa udara, dan kandang jepit.
b. Evaluasi Semen
Proses evaluasi semen menggunakan bahan dan peralatan sebagai berikut,
semen segar hasil penampungan, NaCl fisiologis, pewarna eosin, tabung koleksi
semen, rak tabung, pH indikator, object glass, cover glass, counter, bunsen, batang
pengaduk, pipet thoma hemocytometer dan kamar hitung neubaeur, mikroskop, dan
tisu.
c. Pengenceran Semen
Proses pengenceran semen menggunakan bahan dan peralatan sebagai berikut,
semen segar kambing PE, Brackett–Oliphant (BO), kuning telur, asam sitrat,
17
gliserol, aquabidestilata, tabung reaksi, timbangan analitik, gelas ukur, spatula,
alumunium foil, rak tabung, pipet mikro, batang pengaduk, kertas saring, kertas
label, dan tisu.
d. Separasi dan Pencucian Spermatozoa
Proses separasi dan pencucian spermatozoa menggunakan bahan dan peralatan
sebagai berikut, semen, Bovine Serum Albumin (BSA-Sigma), media Brackett –
Oliphant (BO), tris kuning telur, Penicillin (Procaine Penicillin-G) dan
Streptomycin (Streptomycin Sulfate), aquabidestilata, water bath, tabung reaksi,
rak tabung, tabung sentrifugasi, alat sentrifugasi, mikro pipet, dan kertas label.
e. Pengemasan Semen Cair
Proses pengemasan semen cair menggunakan bahan dan peralatan sebagai
berikut semen hasil sexing, mini straw volume 0,25 mL, selang plastik penghisap,
pompa penghisap, dan tepung polyvinyl alcohol (sealing straw).
f. Pembekuan Semen Cair
Proses pembekuan semen cair menggunakan bahan dan peralatan sebagai
berikut, N2 cair, mini straw volume 0,25 ml yang berisi semen hasil sexing, rak besi,
styrofoam, penjepit besi, termometer, goblet, canister, container, dan pinset.
g. Thawing Semen Cair
Proses Thawing semen cair menggunakan bejana berisi air hangat dengan suhu
38°C, gunting, pinset, dan tisu.
h. Pengamatan Rasio Sperma X:Y
Proses pengamatan Rasio Sperma X:Y menggunakan bahan dan peralatan
sebagai berikut, semen cair, tabung reaksi, object glass, cover glass,counter, dan
mikroskop.
18
i. Pengamatan Keutuhan Akrosom
Proses pengamatan keutuhan akrosom menggunakan bahan dan peralatan
sebagai berikut, semen kambing PE, formalin 1%, NaCl fisiologis, aquabidestilata,
mikroskop, bunsen, object glass, cover glass, dan tabung reaksi.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Prosedur Penelitian
Adapun prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Peracikan Media BO (Brackett–Oliphant)
Media BO dibuat sehari sebelum pelaksanaan separasi spermatozoa, karena
larutan BO yang digunakan dalam separasi spermatozoa harus dalam keadaan
segar. Media BO digunakan dengan melarutkan dua larutan stok A yang terdiri dari
0,1 M NaCl, 0,005 M KCl, 0,001 M NaH2PO4.H2O, 0,004 M CaCl2.2H2O, 0,01 M
MgCl2.6H2O yang dilarutkan dalam aquabidestilata dan stok B yang terdiri dari
0,06 M NaHCO3 juga dilarutkan ke dalam aquabidestilata. Volume BO yang
digunakan untuk separasi dalam satu kali ulangan adalah 100 ml, yang terdiri dari
76 ml stok A dan 24 ml stok B.
b. Penampungan Semen
Penampungan semen segar dilakukan dengan menggunakan Artificial Vagina
(AV) khusus kambing yang terdiri dari corong karet, silinder, selongsong karet, dan
tabung kolektor. Langkah pertama adalah AV diisi dengan air hangat dengan suhu
berkisar antara 38°C - 40°C, udara ditiupkan ke selongsong karet dengan
menggunakan pompa udara, selanjutnya selongsong karet yang telah berisi udara
dioles dengan menggunakan vaselin (Toelihere, 1981). Penampungan semen segar
19
akan dilaksanakan 2 kali dalam seminggu pada hari Senin dan Kamis pada pukul
07.00 WIB.
Pemancing atau teaser yang digunakan adalah kambing PE betina yang diikat
pada kandang jepit. Penampungan dilakukan pada mounting kedua, setelah semen
segar terkumpul di tabung koleksi, kemudian pada bagian badan tabung kolektor
ditutupi oleh alumunium foil untuk segera dibawa ke laboratorium.
c. Evaluasi secara Makroskopis
Evaluasi makroskopis pada semen segar meliputi :
1) Volume Semen Segar
Volume semen segar kambing PE diketahi dengan melihat skala yang tertera
pada tabung koleksi. Volume yang dihasilkan dalam satu kali penampungan
berkisar antara 0,5 mL – 1,5 mL.
2) Konsistensi Derajat Kekentalan
Konsistensi derajat kekentalan pada semen segar kambing PE diketahui dengan
cara memiringkan tabung koleksi alu segera menegakannya kembali, apabila
jatuhan semen lambat menunjukkan konsistenti semen tinggi (kental), dan apabila
jatuhan semen cepat menunjukkan konsistensi semen rendah (cair).
3) Warna Semen Segar
Warna semen segar kambing PE diketahui dengan cara melihat langsung pada
tabung koleksi. Semen segar kambing PE normal memiliki warna putih krem.
4) Bau Semen Segar
Bau pada semen segar kambing PE diketahui dengan mencium langsung bau
semen pada tabung koleksi. Semen segar kambing PE normal memiliki bau khas
semen kambing.
20
5) pH Semen Segar
Derajat keasaman atau pH diketahui dengan cara menempelkan pH indikator
pada semen hasil penampungan. Derajat keasaman atau pH normal dari semen
kambing PE rata-rata berkisar di angka 7,0.
d. Evaluasi secara Mikroskopis
Evaluasi secara mikroskopis pada semen meliputi :
1) Gerakan Massa Spermatozoa
Gerakan massa diamati dengan cara semen segar kambing PE hasil
penampungan diteteskan ke atas object glass kemudian diletakan di bawah
mikroskop dengan perbesaran 10x10 untuk diamati pergerakan spermatozoa dalam
satu kelompok yang memiliki kecenderungan bergerak ke satu arah secara
bersamaan membentuk gelombang yang tebal tipis.
Penilaian gerak massa ditentukan berdasarkan kecepatan berpindah gerak
sperma dengan klasifikasi sebagai berikut (Toelihere, 1981) :
a) (+++) atau sangat baik, bila terlihat gelombang-gelombang besar, banyak,
gelap, tebal, dan bergerak cepat.
b) (++) atau baik, bila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang
jelas, dan bergerak lamban.
c) (+) atau cukup, bila tidak terlihat gelombang melainkan hanya gerakan-
gerakan individual aktif progresif.
d) (N, necrospemia atau O) atau buruk, bila hanya sedikit atau tidak ada
gerakan-gerakan individual.
2) Konsentrasi Total Spermatozoa
Konsentrasi total spermatozoa dihitung menggunakan Hemacytometer dan
kamar hitung Neubauer. Langkah pertama adalah semen yang belum diencerkan
21
dihisap perlahan menggunakan pipet Thoma Erythrocyte sampai tanda 0,5 yang
tertera pada Hemacytometer kemudian hisap kembali laruran NaCl 3% 0,1 M
hingga tanda 101. Langkah berikutnya adalah menggocok pipet selama 1-2 menit
membentuk angka delapan horizontal. Buang satu tetes pertama larutan yang
terdapat pada pipet Erythrocyte, baru setelah itu teteskan larutan tersebut pada sisi
cover glass kamar hitung Neubauer.
Perhitungan sel spermatozoa dilakukan secara diagonal dengan menghitung
pada 5 kamar di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x40. Setiap kamar
memiliki 16 ruangan kecil, sehingga total keseluruhan terdapat 80 ruangan kecil.
Hemacytometer memiliki total 400 ruangan kecil, volume dari setiap ruangan kecil
adalah 0,1 mm3 dan pengenceran 200 kali, maka dapat dihitung konsentrasi sperma
dengan perhitungan sebagai berikut (Toelihere, 1981) :
Konsentrasi Total = Jumlah spermatozoa × 107 sperma per ml
3) Motilitas Sperma
Perhitungan motilitas sperma dihitung menggunakan Hemacytometer dan
kamar hitung Neubauer. Perhitungan motilitas spermatozoa dilakukan setelah
mendapatkan konsentrasi total spermatozoa kemudian setelah itu menghitung
konsentrasi spermatozoa mati. Motilitas spermatozoa dapat dihitung menggunakan
rumus (Toelihere, 1981) :
%M =KT-KM
KT×100%
Keterangan:
M : Motilitas
KT : Konsentrasi Total
KM : Konsentrasi Sperma Mati/ Non Motil
22
4) Rasio Sperma X:Y
Perhitungan rasio sperma X:Y dilakukan dengan membuat preparat ulas
spermatozoa dari masing-masing fraksi semen dengan pewarnaan diferensial
menggunakan larutan eosin 2%, Langkah berikutnya adalah pengukuran panjang
dan bagian terlebar kepala spermatozoa dilakukan di bawah mikroskop cahaya
pembesaran 10 x 100 dengan menggunakan lensa mikrometer. Jumlah spermatozoa
yang dihitung dari masing-masing fraksi adalah 200 sel spermatozoa, yang
berukuran kepala lebih besar dari rata-rata dikategorikan sebagai spermatozoa X,
sedangkan bila ukuran kepala lebih kecil dari rata-rata dikategorikan sebagai
spermatozoa Y.
Ilustrasi 1. Perhitungan Luas Kepala Spermatozoa
Keterangan :
A : Bagian Terpanjang Kepala Spermatozoa
B : Bagian Terlebar Kepala Spermatozoa
Sumber : Putra, dkk. 2012
23
5) Keutuhan Akrosom
Keutuhan akrosom pada spermatozoa kambing PE diamati dengan melihat
kondisi kesempurnaan kepala spermatozoa menggunakan mikroskop fase kontras
pada pembesaran 10x40. Langkah pertama adalah menyiapkan sperma kambing PE
hasil sexing post thawing sesuai dengan perlakuan yang diamati, kemudian
sebanyak 0,9 gram NaCl dilarutkan dengan aquabidestilata hingga mencapai 100
mL, dan 1 mL formalin ke dalam larutan NaCl fisiologis. Kedua larutan yang telah
dibuat kemudian dicampurkan hingga homogen. Langkah selanjutnya, semen yang
telah ditempatkan pada object glass diteteskan dengan larutan campuran formalin
dan NaCl untuk kemudian dibuat preparat ulas.
Pengamatan dilakukan dengan melihat total 200 sel spermatozoa dengan
tudung akrosom menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x40. Tudung
akrosom utuh ditandai dengan penutup bagian ujung spermatozoa berwarna hitam,
dan tudung akrosom yang rusak bagian ujung spermatozoa berwarna putih
mengkilat.
Ilustrasi 2. Pengamatan Tudung Akrosom Utuh Spermatozoa
Sumber : Situmorang, 2013
24
e. Separasi dan Pencucian Spermatozoa
Separasi dilakukan dengan cara memasukan larutan BSA 10% dan 5% masing-
masing 2 ml kedalam tabung, kemudian masukan 1 ml semen yang telah diencerkan
dengan BO dengan perbandingan semen dan BO yaitu 1:3 pada tabung yang sama.
Inkubasi tabung yang telah berisi larutan BSA dan semen dalam water bath pada
suhu 38oC selama 45, 60 dan 75 menit, setelah diinkubasi 1 ml larutan bagian atas
dibuang karena dianggap sebagai spermatozoa mati dan 4 ml larutan berikutnya
dipisahkan berdasarkan batas antara konsentrasi larutan 5% dan 10%, lapisan
bagian atas diberi label X dan lapisan bawah diberi label Y. Tambahkan larutan BO
sebanyak 3 ml pada masing-masing tabung dan sentrifugasi dengan kecepatan 1800
rpm selama 10 menit, setelah disentrifugasi cairan supernatan dibuang sedangkan
bagian bawah yang berbentuk pellet merupakan spermatozoa hasil separasi. Pellet
tersebut kemudian diencerkan dengan tris kuning telur sebanyak 1 ml yang telah
mengandung antibiotik penicillin dengan dosis 1000 IU/ml pengencer dan
streptomycin dengan dosis 1 mg/ml pengencer juga penambahan gliserol dengan
konsentrasi 6% dari total pengencer untuk selanjutnya dilakukan pengemasan
semen cair.
f. Pengemasan Semen Cair
Pengemasan semen cair menggunakan straw model IMV Prancis dengan
volume 0,25 mL. Bagian straw yang memiliki sumbat pabrik dihubungkan dengan
selang plastik, sedangkan ujung selang plastik lain dihubungkan dengan pompa
penghisap. Semen cair kemudian dituangkan ke dalam cawan untuk pengisian
straw. Pompa penghisap yang telah terhubung ke selang plastik dan straw
kemudian dihidupkan. Ujung straw yang telah berisi semen ditutup dengan
25
menggunakan tepung polyvinyl alcohol. Pengemasan semen cair dilakukan pada
suhu 5°C.
g. Equilibrasi
Straw yang telah berisi semen cair kemudian disimpan ke dalam lemari es
dengan temperatur 5°C selama 2-4 jam, proses ini dinamakan proses equilibrasi.
Proses ini bertujuan agar spermatozoa menyesuaikan diri dengan pengencer dan
persiapan sebelum proses pembekuan.
h. Pembekuan Semen Cair
Proses pembekuan semen cair dilakukan secara dua tahap. Tahap pertama
adalah prefreezing yaitu proses menguapi straw dengan uap Nitrogen cair di dalam
stryofoam dengan suhu -80°C sampai dengan suhu -100°C selama 7-8 menit dengan
jarak straw dengan permukaan Nitrogen cair setinggi 3-5 cm. Tahap kedua adalah
freezing yaitu proses pembekuan semen cair dengan cara meletakan straw yang
telah melewati proses prefreezing di dalam goblet dengan menggunakan pinset,
goblet kemudian ditempatkan ke dalam canister untuk kemudian diletakan ke
dalam container berisi Nitrogen cair. Suhu container mencapai -196°C.
i. Thawing Semen Beku
Proses thawing semen beku dilakukan dengan cara memasukan straw ke dalam
bejana air dengan suhu 38°C selama 30 detik. Semen yang telah dibekukan
dicairkan kembali setelah satu hari untuk kemudian dilakukan evaluasi semen beku.
j. Evaluasi Semen Beku
Proses evaluasi semen beku dilakukan setelah proses thawing selesai. Proses
evaluasi semen beku dilakukan secara mikroskopis dengan peubah yang diamati
berupa rasio sperma X:Y dan keutuhan akrosom sperma kambing PE.
26
3.2.2 Perlakuan Percobaan
Terdapat tiga perlakuan yang dicobakan dalam penelitian ini, yaitu :
P1 = 45 menit waktu inkubasi
P2 = 60 menit waktu inkubasi
P3 = 75 menit waktu inkubasi
3.2.3 Peubah yang Diamati
Adapun peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Rasio Sperma X:Y (%)
Morfometri adalah metode pendugaan sperma X dan Y dengan mengetahui
luas kepala spermatozoa (μm2). Luas kepala spermatozoa dihitung dengan metode
integral Riemann (Purcell dan Varberg, 1987 dalam Mardiyah, 2006) dan metode
analisis regresi (Steel dan Torie, 1995 dalam Mardiyah, 2006) untuk mengetahui
hubungan antara ukuran panjang dan lebar dengan luas kepala sperma, dari hasil
perhitungan didapatkan nilai dari setiap ukuran yang selanjutnya akan
dibandingkan dengan rata-rata nilai ukuran spermatozoa semen segar (kontrol) dari
masing-masing ulangan sebanyak 200 spermatozoa. Nilai yang lebih besar dari
rata-rata luas kepala spermatozoa pada masing-masing kontrol digolongkan
spermatozoa X, sedangkan yang lebih kecil digolongkan spermatozoa X. Rumus
perhitungan luas kepala spermatozoa adalah sebagai berikut :
LKS = (0,8988 x P x L) – 1,63
Keterangan :
LKS : Luas Kepala Spermatozoa
0,8988 : Faktor koreksi dari data integral untuk menentukan luas kepala
sperma dari setiap satuan ukuran dan metode regresi untuk
27
menentukan hubungan ukuran panjang dan lebar dengan luas kepala
sperma.
P : Bagian terpanjang dari kepala sperma
L : Bagian terlebar dari kepala sperma
1,63 : Nilai konstanta regresi
Hasil perhitungan luas kepala spermatozoa setelah sexing kemudian akan
dibandingkan dengan rata-rata luas kepala spermatozoa kontrol untuk mendapatkan
persentase dari spermatozoa X dan Y. Persentase Spermatozoa X dan Y akan
dihitung menggunakan rumus :
Spermatozoa X (%) =Jumlah Spermatozoa X
Jumlah spermatozoa yang dihitung (200 sperma)×100%
Spermatozoa Y (%) =Jumlah Spermatozoa Y
Jumlah spermatozoa yang dihitung (200 sperma)×100%
b. Keutuhan Akrosom (%)
Evaluasi keutuhan akrosom dilakukan dengan melihat bagian kepala
spermatozoa yang menunjukkan warna hitam pada bagian ujung kepala
spermatozoa, hal tersebut menunjukkan tudung akrosom dari spermatozoa yang
diamati masih dalam keadaan utuh. Jumlah spermatozoa yang diamati sebanyak
200. Perhitungan yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut (Ichwandi,
2004 dalam Samsudewa, dkk. 2007) :
TAU (%) =Jumlah spermatozoa bertudung akrosom utuh
Jumlah spermatozoa yang dihitung (200 sperma)×100%
3.2.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga
28
perlakuan dan enam kali ulangan. Model matematika Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang digunakan adalah:
Yij = µ + αi + εij
Keterangan:
Yij : respon hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ : rata-rata perlakuan
αi : pengaruh perlakuan ke-i
εij : pengaruh galat yang timbul dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan analisis ragam
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sidik Ragam
Sumber Keragaman db JK KT Fhitung Ftabel
Perlakuan t - 1 = 2 JKP KTP KTP
Galat t (r - 1) = 15 JKG KTG KTG
Total tr – 1 = 17 JKT
Keterangan:
db : Derajat Bebas
JK : Jumlah Kuadrat
KT : Kuadrat Tengah
t : Total Perlakuan
r : Banyaknya Ulangan
Hipotesis:
H0 : P1 = P2 = P3
H1 : P1 ≠ P2 ≠ P3 atau minimal ada sepasang perlakuan yang tidak sama.
Kaidah keputusan:
a. Bila F hitung < F tabel, maka terima H0 artinya tidak ada perbedaan yang nyata
(non significant).
29
b. Bila F hitung ≥ F tabel, maka tolak H0 dan terima H1 artinya ada perbedaan yang
nyata (significant).
Setelah menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) selanjutnya
penelitian diuji menggunakan metode Orthogonal Polynomial. Metode ini
merupakan suatu uji yang berfungsi untuk mengukur respon (hubungan fungsional
antar tanggapan) dan perlakuan-perlakuan yang terlibat dalam kisaran taraf faktor
penelitian yang diuji. Berikut model matematika yang digunakan :
Ƴ = ∝+ 𝛽1𝑥+ 𝛽2𝑥2+ ... + 𝛽𝑛𝑥n
Keterangan :
α : Intersepsi
βi : (i =1 ,2,…, n) = koefisien regresi parsial yang berasosiasi dengan derajat
polynomial ke- i
Y : Respon
X : Perlakuan
Gomez dan Gomez (1995) telah menguraikan perhitungan untuk
mendapatkan koefisien ortogonal polinomial untuk derajat polinomial pertama
(linier), derajat polinomial kedua (kuadratik), dan derajat polinomial ketiga (kubik),
sebagai berikut:
L = a+ Xi
Qi b cXi + Xi2
Ci = d+ eXi + fXi2 + Xi3
Tabel 2. Analisis Ragam Sesuai Dengan Pembandingan Ortoghonal Polynomial
Sumber
Keragaman
Derajat Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat (JK)
Kuadrat
Tengah (KT)
Statistik Uji F
Perlakuan
Linier
Kuadratik
Galat
Percobaan
t – 1
1
1
Sisa
JKP
JKP1
JKP2
JKG
KTP
KTP1
KTP2
KTG
F
F1
F2
Total n-1 JKT
30
Pengambilan keputusan dapat dilihat dari hasil pembandingan nilai
statistik uji F yang telah dihitung dengan nilai kritis. Penentuan derajat polinomial
didasarkan pada kontras-kontras ortogonal yang nyata, sehingga akan didapatkan
hubungan fungsi respon antar perlakuan sesuai dengan derajat polinomial yang
signifikan (Widhiarih, 2001).
3.2.5 Tata Letak Percobaan
Ilustrasi 3. Pengacakan Perlakuan
Tabel 3. Data Pengamatan
Penampungan Perlakuan
P1 P2 P3
1 P1U1 P2U1 P3U1
2 P1U2 P2U2 P3U2
3 P1U3 P2U3 P3U3
4 P1U4 P2U4 P3U4
5 P1U5 P2U5 P3U5
6 P1U6 P2U6 P3U6
Keterangan
P : Perlakuan ke (1,2,3)
U : Ulangan ke (1,2,...,6)
P3U1 P2U1 P1U1
P1U3 P1U2 P3U2
P2U2 P2U3 P1U4
P2U5 P1U5 P2U4
P3U3 P1U6 P3U4
P3U5 P2U6 P3U6
1 2 3
4 5 6
7 8 9
10 11 12
13 14 15
16 17 18