iii komunitas makrozoobentos, sebagai makanan burung air...

Download III KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS, SEBAGAI MAKANAN BURUNG AIR ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/54107/BAB III... · memudahkan penetrasi paruh burung air untuk mendeteksi

If you can't read please download the document

Upload: trantu

Post on 06-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 51

    III KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS, SEBAGAI MAKANAN

    BURUNG AIR

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan menganalisis struktur komunitas makrozoobentos

    di Percut Sei Tuan terkait dengan kekayaan spesies, keanekaragaman spesies,

    kesamaan spesies, dan biomassa. Penelitian dilakukan di 10 plot yaitu Bagan

    Percut (3 plot), Pematang Lalang (1 plot), Tanjung Rejo (5 plot) dan Pantai Labu

    (1 plot). Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2010 dan identifikasi dilakukan

    pada bulan Nopember 2010 sampai Mei 2011. Pengambilan sampel menggunakan

    sweep-netdan pipa paralon. Waktu pengamatan dilakukan saat air laut surut, pada

    lokasi mencari makan burung air. Komunitas makrozoobentos dikalkulasi

    menggunakan Shannon, eveness dan similaritas indeks. Kesamaan antar

    komunitas ditunjukkan dengan dendrogram. Hasil penelitian menunjukkan di

    Percut Sei Tuan ditemukan 26 spesies makrozoobentos, yang termasuk dalam 20

    famili dan empat klas. Komunitas makrozoobentos di Percut Sei Tuan mempunyai

    tingkat keanekaragaman sebesar 2,68 dan tingkat keanekaragaman tiap lokasi

    berkisar antara 0,00 2,26. Berdasarkan jumlah spesies (10 spesies) dan jumlah

    individu, bivalvia merupakan klas yang paling banyak ditemukan. Sinonovacula

    virens merupakan spesies yang mendominasi dan hanya ditemukan di Bagan

    Percut. Hasil analisis terhadap faktor fisik dan kimia perairan meliputi (kedalaman

    sedimen, salinitas, pH, ketinggian air, kecerahan dan BOD) menunjukkan

    pengaruh yang signifikan 85% terhadap kehadiran spesies makrozoobentos di

    lokasi penelitian. Hasil analisis indeks kesamaan spesies yang ditunjukkan

    dendrogram menghasilkan enam kelompok komunitas makrozoobentos. Percut

    Sei Tuan ditemukan sebanyak 15 spesies, 18 spesies di Pematang Lalang, 23

    spesies di Tanjung Rejo, dan 13 spesies di Pantai Labu. Biomassa tertinggi

    ditemukan di Tanjung Rejo.

    Kata kunci: makrozoobentos, komunitas, Sumatera Utara, Percut Sei Tuan

  • 52

    III MACROZOOBENTHOS COMMUNITY AS FOOD OF WATERBIRDS

    Abstract

    The objective of the research was to analyze the structure of

    macrozoobenthos community in Percut Sei Tuan regarding its species richness,

    species diversity, evenness and biomass. Ten plots, namely Bagan Percut (3

    plots), Pematang Lalang (1 plot), Tanjung Rejo (5 plots), and Pantai Labu (1 plot)

    were selected as samples. The research was conducted in October 2010 until May

    2011. The data on macrozoobenthos from each plot were collected using sweep-

    net method and core samples. Macrozoobenthic observation were conducted from

    feeding ground of waterbirds depend on tide cycle. Macrozoobenthic community

    was calculated with Shannon, evenness and similarity indences. Similarity among

    communities were presented by a dendrogram. Sediment depth was showed by

    sediment profiles. Physical and chemical factor were analyzed with a stepwise

    regression. The research revealed that there were 26 species of macrozoobenthos

    in Percut Sei Tuan belonging to 20 families and four classes. The diversity index

    of the macrozoobenthic community in Percut Sei Tuan were 2.68 and the diversity

    indices in each plot as the research site ranged 0 2.26. Based on the species and

    number of individuals, bivalves were the highest in the community. Sinonovacula

    virens was dominant and only found in Bagan Percut. Sediment profile between

    plots ranged 20-155 cm. The analysis to physical and chemistry factor (i.e.

    sediment, water depth, pH, BOD, salinity and turbidities) showed significant

    effect up to 85% for species macrozoobenthos presence. Dendrograms analysis

    showed that there were six major macrozoobenthic communities. The highest

    spesies number was found in Tanjung Rejo (23 spesies) followed by Pematang

    Lalang (18 species), Pantai Labu (13 species) danBagan Percut(15 species). The

    highest biomass was found in Tanjung Rejo.

    Key Word: Macrozoobenthos, Community, North Sumatera, Percut Sei Tuan

  • 53

    PENDAHULUAN

    Makanan merupakan faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup

    makhluk hidup termasuk burung air. Burung merupakan konsumer penting pada

    komunitas intertidal, burung membutuhkan energi yang tinggi dan efisiensi dalam

    memperoleh makanan (Botto et al. 1998). Burung air membutuhkan makanan

    sebagai sumber energi untuk melakukan berbagai proses fisiologi dalam

    kelangsungan hidupnya diantara untuk bergerak, berbiak, dan interaksi dengan

    burung air lainnya. Makanan merupakan sumber daya yang sangat penting dalam

    banyak aspek bagi ekologi burung (Wiens 1989).

    Meskipun banyak jenis makrozoobentos yang hidup di wilayah pasang

    surut, hanya sebagian yang dapat dijadikan sebagai makanan yang

    menguntungkan bagi burung air. Makrozoobentos merupakan hewan invertebrata

    yang hidup didasar substrat (sedimen) yang umum ditemukan di perairan

    (Fredrickson-Knapp 2001). Makrozoobentos adalah organisme tidak bertulang

    belakang yang hidup di dasar perairan dengan ukuran > 1 mm (van der Graaf et

    al. 2009). Komunitas makrozoobentos merupakan hewan dasar yang hidup di

    sedimen dasar perairan, baik yang merayap, menggali lubang atau melekatkan diri

    pada substrat (sessile) (Odum, 1993).

    Peranan makrozoobentos dalam jaring-jaring makanan adalah sebagai

    organisme pengurai dan penyaring. Keberadaan makrozoobentos erat kaitannya

    dengan kondisi substrat sebagai tempat hidupnya. Perubahan kondisi fisik dan

    kimia yang terjadi pada perairan akan berpengaruh pada sedimen dan selanjutnya

    akan mempengaruhi kehidupan zoobentos.

    Makrozoobentos merupakan sumber makanan primer bagi burung air, baik

    migran maupun burung penetap. Bagi burung migran kelimpahan dan

    ketersediaan makrozoobentos merupakan makanan yang penting sebagai sumber

    energinya (Fredrickson-Knapp 2001). Untuk wilayah Asia terdapat 5 kelompok

    mangsa sebagai sumber makanan yang penting bagi burung pantai, yaitu Bivalvia,

    Gastropoda, Crustacea, Polychaeta, dan Pisces (ikan) (Howes et al. 2003).

    Bagi burung migran faktor yang mendorong terjadinya migrasi adalah

    makanan dari kelompok makrozoobentos. Burung air memiliki strategi dalam

  • 54

    mencari makan disesuaikan dengan morfologi dari masing-masing spesies, hal ini

    untuk mengurangi kompetisi dan kekurangan sumber makanan pada suatu area

    mencari makan yang dipenuhi beranekaragam jenis burung air (Lee 2007; Botto et

    al. 1998).

    Burung air (Anseriformes, Charadriiformes, Ciconiiformes,

    Pelecaniformes dan Procellariformes) memiliki variasi morfologi untuk

    mengeksploitasi lahan basah, seperti bentuk paruh yang bervariasi, leher panjang,

    kaki panjang dan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan kemampuan mencari

    makan spesies pada ketinggian air dan makanan yang berbeda (Baker 1979).

    Kebutuhan makan burung air tergantung pada beberapa faktor antara lain:

    kepadatan mangsa, ukuran mangsa, kandungan kalori, kemampuan mencerna,

    aktivitas, dan kemampuan memperoleh makan dari makanan yang tersedia

    (Zwarts & Blomert, 1992; Zwarts et al. 1990b). Kepadatan makrozoobentos

    merupakan sumber energi yang sangat penting bagi burung pantai. Kepadatan

    burung air sangat dipengaruhi oleh kelimpahan dan biomassa makrozoobentos,

    substrat, kemampuan burung mendeteksi mangsa, predator, lama waktu pasang

    dan kehadiran manusia (De Boer 2002).

    Kelimpahan dan ketersediaan makrozoobentos merupakan faktor yang

    sangat penting untuk menentukan kualitas habitat bagi burung air dan burung

    pantai, karena burung-burung ini mengkonsumsi makrozoobentos sebagai sumber

    makanan dalam jumlah besar (Lee 2007). Ketersediaan makrozoobentos ini

    dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik diantaranya, pasang surut, karakteristik

    sedimen, morfologi lumpur, luas hamparan lumpur, kepadatan spesies burung

    pantai dan predator.

    Kondisi fisik sedimen yang terbentuk akibat pasang surut akan

    mempengaruhi ketersediaan mangsa dan secara langsung akan mempengaruhi

    perilaku dan distribusi burung air. Sedimen yang lembut dan lembab akan

    mempengaruhi keberhasilan burung air memperoleh mangsa dalam sedimen dan

    mempermudah pergerakan burung air selama aktivitas mencari makan

    berlangsung (Velasquez & Navarro 1993). Sedimen yang lunak akan

    memudahkan penetrasi paruh burung air untuk mendeteksi keberadaan mangsa

    dan memperolehnya secara cepat (Zwarts et al. 1990b).

  • 55

    Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang

    mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Penyebaran makrobenthos

    berkorelasi dengan tipe substrat. Odum (1993) menyatakan substrat dasar atau

    tekstur tanah merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan

    organisme. Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan

    komposisi jenis dari hewan bentos.

    Pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi,

    kelimpahan dan mortalitas sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu dapat

    menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan

    oksigen terlarut menjadi meningkat (Nybakken 1988). Penyebaran organisme

    bentos secara horizontal dan vertikal sangat dipengaruhi oleh salinitas. Salinitas

    secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi organisme

    dalam suatu ekosistem (Odum 1993).

    Konversi mangrove menjadi lahan perkebunan dan pembangunan darmaga

    serta tempat pelelangan ikan di Percut Sei Tuan akan mempengaruhi luas area

    mencari makan burung air dan mempengaruhi kualitas lingkungan tempat burung

    air mencari makan akibat aktivitas perdagangan, perkebunan, pertambakan dan

    aktivitas lainnya. Keadaan ini secara langsung akan mempengaruhi kehadiran,

    distribusi dan komposisi makrozoobentos sebagai sumber makanan burung air.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis jenis makanan burung air

    pada beberapa tipe habitat meliputi: keanekaragaman, kekayaan dan komposisi

    makrozoobentos

    Bahan dan Metode

    Lokasi dan Waktu Penelitian

    Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Nopember 2010 sampai April

    2011 di hamparan lumpur yang dipergunakan oleh burung air untuk mencari

    makan dan tempat beristirahat secara bersama-sama. Untuk mengetahui potensi

    sumber makanan yang terdapat di wilayah penelitian dilakukan pengambilan

    contoh pada 10 plot dengan 10 ulangan/titik masing-masing dilakukan hanya

    sekali, hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa selama penelitian berlangsung

  • 56

    dianggap tidak terdapat perubahan yang terlalu berarti (Gambar 18). Pemilihan

    plot didasari oleh luas lahan (hamparan lumpur) dan pentingnya satu lokasi bagi

    burung air.

    Alat dan Bahan

    Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, GPS, pipa

    paralon, ayakan 1 mm, termometer, refraktrometer, pH meter, tali, gunting, jangka

    sorong, mistar kayu (200 cm), tanur 1000oC, oven, alkohol 70 aquades, botol

    terang dan gelap, bahan-bahan kimia lain untuk mengukur DO dan BOD, kantung

    plastik untuk menyimpan sampel tanah/lumpur, botol koleksi.

    Gambar 18 Peta pengambilan sampel makrozoobentos.

    Profil Sedimen

    Pengukuran kedalaman substrat dilakukan pada hamparan lumpur (saat air

    laut surut), sawah dan tambak yang digunakan burung air untuk mencari makan

    menggunakan mistar kayu. Pengukuran profil sedimen pada hamparan lumpur

    dilakukan pada arah Utara dan Timur sampai mistar benar-benar menyentuh dasar

    sedimen dan tidak dapat bergerak lagi dengan membuat transek sepanjang 150 m

  • 57

    arah utara dan 100 m arah timur kompas (disesuaikan dengan luas hamparan

    lumpur).

    Pengukuran profil sedimen sawah dilakukan pada sawah dan tidak aktif

    karena terkena banjir akibat air pasang yang digunakan oleh burung air untuk

    mencari makan. Pengukuran dilakukan secara silang, hal ini dimaksudkan untuk

    mendapatkan panjang transek yang maksimal, karena luas sawah dan tambak

    berbeda dengan hamparan lumpur (Gambar 19 dan 20).

    Gambar 19 Skema pengukuran kedalaman sedimen di hamparan lumpur.

    Gambar 20 Skema pengukuran kedalaman sedimen di sawah dan tambak.

    Pengukuran Parameter Fisika Kimia

    Pengukuran kimia sedimen (bahan organik dan tekstur sedimen) dilakukan

    di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

    Utara. Pengukuran DO dan BOD dilakukan di laboratorium Ekologi Fakultas

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

    Pengukuran suhu, kecerahan, salinitas dan pH dilakukan di lokasi penelitian, alat

    dan metode yang digunakan pada penelitian terdapat pada Tabel 16.

  • 58

    Tabel 16 Pengukuran faktor fisik, kimia dan biologi, alat dan metode

    No Variabel Satuan Alat/metode

    A. Faktor Fisik

    1. Suhu 0C Termometer 2. Kecerahan Cm Secchi disk

    B. Faktor Kimia

    3. Salinitas 0/00 Refraktometer 4. pH - pH meter

    5. Oksigen terlarut (DO) Mg/l Titrasi Winkler

    6. BOD5 Mg/l Titrasi Winkler

    C. Kimia sedimen

    7. Bahan organik % Pembakaran sedimen

    D. Tekstur Sedimen

    8. Analisis ukuran butir Analisis saringan (sieve Analysis)

    9. Tekstur sedimen Segitiga tekstur tanah (USDA 2009)

    E. Biologi

    10. Makrozoobentos Ind/m2 Pipa paralon/sweepnet

    Tekstur Sedimen

    Tekstur sedimen dikelompokkan menjadi beberapa kelas berdasarkan

    komposisi pasir, debu dan liat. Selanjutnya sedimen tersebut dianalisis

    menggunakan software segitiga tekstur tanah dengan macromedia flash player 7

    (http://abuzadan.staff.uns.ac.id) (Gambar 21).

    Gambar 21 Segitiga untuk mengetahui tekstur sedimen

    (http://abuzadan.staff.uns.ac.id).

    http://abuzadan.staff.uns.ac.id/http://abuzadan.staff.uns.ac.id/

  • 59

    Pengambilan Contoh Makrozoobentos

    Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada 10 plot (tiga plot

    Bagan Percut, satu plot Pematang Lalang dan Pantai Labu, lima plot Tanjung

    Rejo). Untuk mengetahui jenis makanan yang dimakan oleh burung air digunakan

    dua metode, yaitu:

    a. Pengambilan contoh pakan menggunakan pipa paralon (Swennen & Marteijn

    1985 dalam Howes et al. 2003). Metode ini melalui beberapa tahapan sebagai

    berikut:

    1. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada areal burung air mencari makan

    sebanyak 10 pipa paralon pada masing-masing lokasi sampai kedalaman

    40 cm, hal ini dimaksudkan untuk dapat mengambil mangsa yang bergerak

    cepat secara vertikal, serta mangsa yang hanya dapat diambil oleh burung

    berparuh panjang.

    2. Sedimen yang diperoleh dari masing-masing pipa paralon pada tiap lokasi

    selanjutnya dimasukkan kedalam ember dan dicampur dengan air.

    3. Sedimen yang telah dicampur air selanjutnya diayak, sehingga partikel

    atau organisme yang ukurannya lebih besar dari 1 mm dapat disaring dan

    tertinggal dalam ayakan.

    b Pengambilan contoh pakan menggunakan sweep net. Pengambilan sampel

    hanya dilakukan pada plot yang berairan (tambak, dua plot hamparan lumpur

    (Bagan Percut 2 dan Tanjung Rejo 4), tempat burung merandai mencari

    makan. Sampel diambil dengan cara mencelupkan sweep net dengan hati-hati

    dan menariknya sejauh 1 m (dengan demikian volume air yang disampel

    adalah 0,1 m3).

    Selanjutnya makrozoobentos yang tersaring dipisahkan berdasarkan lokasi

    pengambilan sampel dan disimpan didalam plastik yang telah diberi alkohol 70%

    untuk selanjutnya sampel hewan tanah ini diidentifikasi di laboratorium sampai

    tingkat spesies dengan menggunakan buku identifikasi oleh Dharma (2005), Pratt

    (1951), Henry dan Pratt (1935) dan selanjutnya dihitung biomassanya.

  • 60

    Pengukuran Biomassa

    1. Pengukuran biomassa dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

    Makrozoobentos yang telah diidentifikasi dikelompokkan dan dihitung

    jumlah kemudian disimpan dalam cawan petri yang telah diberi label.

    2. Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100C selama 2 hari untuk

    mendapatkan berat kering yang konstan dan selanjutnya ditimbang beratnya.

    3. Sample dikering abukan dalam oven dengan suhu 600C selama 4 jam.

    Selanjutnya dihitung berat bersih dengan demikian akan diketahui secara pasti

    kalkulasi kerapatan rata-rata, penyebaran dan kepentingan jenis makanan

    burung air.

    Pada penelitian ini polychaeta tidak dihitung biomassanya karena telah luruh

    selama proses pengambilan sampel berlangsung.

    Analisis Data

    Indeks Keanekaragaman Jenis

    Untuk menentukan indeks keanekaragaman makrozoobentos digunakan

    Indeks Shannon (Magurran 1988) yaitu:

    spilnpi'H

    1i Indeks Shannon

    ntosmakrozoobetotal

    ikespesiesntosmakrozoobepidengan

    Indeks Kemerataan Jenis (E)

    Untuk menentukan indeks kemerataan jenis makrozoobentos digunakan

    Indeks Shannon (Magurran 2004) yaitu:

    Sln/'H'J

    dengan S = jumlah spesies

  • 61

    Indeks Kesamaan Spesies

    Untuk mengetahui kesamaan atau perbedaan komposisi spesies

    makrozoobentos pada 10 plot digunakan indeks kesamaan Jaccard (Magurran

    1988; 2004):

    cba

    aCJ

    Dengan Cj = indeks kesamaan Jaccard

    a = jumlah spesies yang dijumpai pada kedua lokasi

    b = jumlah spesies yang hanya dijumpai pada lokasi 1

    c = jumlah spesies yang hanya dijumpai pada lokasi 2

    Biomassa Makrozoobentos

    Berat kering bebas abu dihitung menggunakan rumus:

    ADW (gr) = Berat X Berat Y

    Dimana : X = berat awal spesies 1, 2,...dst

    Y = berat akhir spesies 1, 1,.. dst setelah jadi abu

    Dimana: Bj = biomassa semua spesies

    LA = luas area (r2 X n)

    n = jumlah pipa paralon

  • 62

    HASIL

    Faktor Fisik Kimia Perairan Percut Sei Tuan

    Tekstur sedimen dilokasi penelitian dibagi menjadi empat klas yaitu:

    lempung (L), lempung berliat (Lb) 3), lempung berdebu (Ld) dan lempung

    berpasir (Lp) (Tabel 17). Lempung berdebu dan lempung berpasir memiliki nilai

    fisik dan kimia yang bervariasi dibandingkan lempung dan lempung berliat.

    Perbedaan faktor fisik dan kimia ini diduga yang mempengaruhi kehidupan dan

    kehadiran makrozoobentos sebagai sumber makanan burung air.

    Tabel 17 Faktor fisik kimia di lokasi penelitian (L= lempung, Lb= lempung

    berliat, Ld= lempung berdebu dan Lp= lempung berpasir)

    Lokasi Plot pH Suhu 0C

    Salinitas

    000

    Kecerahan cm

    DO Mg/l

    BOD Mg/l

    B. Organik

    %

    B.Percut1 L 6,1 26 24 8 4,5 1,2 1,98

    T.Rejo1 *Lb1 6 24 - - - - 7,79

    T.Rejo2

    *Lb2 6,4 23,5 - - - - 7,72

    T.Rejo3 **Lb3 6,5 25 - - - - 3,32

    T.Rejo4 Ld1 6,9 24,5 28 30 3,7 2,9 2,77

    B.Percut2 Ld2 6,8 26,5 25 8 4,5 1,3 3,70

    T.Rejo5 Ld3 6,7 25 28 30 3,6 1,1 3,15

    B.Percut3 Ld4 6,7 25 28 29 4,1 2,1 3,22

    P.Lalang Lp1 6,8 24 21 25 3,9 1,3 1,44

    P.Labu Lp2 6,8 24 21 25 3,8 1,4 2,71

    Baku Mutu

    + 7-

    8,5 Alami 34 - > 5 20

    Keterangan: * = sawah tidak aktif ** = tambak tidak aktif + =KepMenLH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Lamp. 3. Untuk Biota Laut

    - = tidak dilakukan pengukuran karena dalam keadaan kering/tidak dapat diukur.

    Faktor-faktor yang diduga sangat mempengaruhi kehidupan

    makrozoobentos dan secara tidak langsung juga burung air yaitu: salinitas, pH,

    bahan organik, kecerahan, BOD, DO, suhu, kecerahan dan profil sedimen.

    Analisis regresi stepwise yang dilakukan untuk mengetahui kadar pengaruh

    faktor-faktor tersebut terhadap jumlah individu makrozoobentos sebesar 59%,

    nilai korelasi 0,768 (R2 = 0,590), hasil uji F hitung 11.517 menunjukkan faktor

    fisik dan kimia perairan ini berpengaruh signifikan terhadap jumlah individu

    makrozoobentos dengan persamaan sebagai berikut;

  • 63

    Y = -48501,704 + 7817,535pH+ 0,015Hsedimen + 0,015HAir + 0,103Suhu + 0,306Salinitas

    + 0,217Kecerahan + 0,148DO + 0,030BOD + 0,0368BahanOrganik

    Hasil regresi menunjukkan pengaruh faktor fisik dan kimia perairan ini

    bersifat positif. Uji normalitas menunjukkan data memiliki distribusi normal,

    dengan Nilai rasio skewness dan kurtosis berada pada -2 dan 2 (0,194;-1,250).

    Pengaruh faktor fisik dan kimia perairan dengan jumlah spesies

    makrozoobentos sebesar 85%, nilai korelasi 0,923 (R2 = 0,852), uji F hitung

    46,138 menunjukkan bahwa faktor fisik dan kimia perairan ini berpengaruh

    signifikan terhadap jumlah spesies makrozoobentos. Hasil regresi menunjukkan

    pengaruh faktor fisik dan kimia perairan ini bersifat positif dan negatif. Uji

    normalisasi menunjukkan bahwa hasil regresi baik untuk digunakan dalam

    memprediksi faktor yang berpengaruh terhadap kehadiran makrozoobentos

    dengan nilai rasio skewness dan kurtosis berada pada -2 dan 2 (0,310; -1,395) atau

    distribusi normal (Gambar 22) dengan persamaan sebagai berikut:

    Y = 2,565 + 0,428kecerahan -0,133sedimen + 0,096pH 0,133Hair 0,157suhu 0,442

    Salinitas 0,374DO 0,239BOD + 0,136 Bahan Organik

    A B

    Gambar 22 Uji normalitas pengaruh faktor fisik dan kimia perairan dengan

    individu makrozoobentos dan spesies makrozoobentos.

  • 64

    Pengaruh faktor fisik dan kimia perairan dengan jumlah spesies burung air

    sebesar 88%, nilai korelasi 0,940 (R2 = 0,884), uji F hitung 61,194 menunjukkan

    faktor fisik dan kimia perairan berpengaruh signifikan terhadap kehadiran spesies

    burung air. Hasil regresi menunjukkan pengaruh faktor fisik dan kimia perairan

    bersifat positif dan negatif. Uji normalisasi menunjukkan hasil regresi baik

    digunakan dalam memprediksi faktor yang berpengaruh terhadap kehadiran

    spesies burung air dengan nilai rasio skewness dan kurtosis berada pada -2 dan 2

    (-0,425; -1,516) yang terdistribusi secara normal dengan persamaan sebagai

    berikut:

    Y = 3,908 + 0,005NMakrozoobentos+ 0,276HSedimen+ 0,135pH + 0,276X4HAir 0,171Suhu

    + 0,143Salinitas + 0,356Kecerahan + 0,062DO + 0,0187BOD 0,044Bahan Organik

    + 0,375SpMakrozoobentos + 0,419Biomassa

    Pengaruh faktor fisik dan kimia perairan terhadap jumlah individu burung

    air sebesar 74% dengan nilai korelasi 0,860 (R2 = 0,740), uji F hitung 22,816

    menunjukkan faktor fisik dan kimia perairan berpengaruh signifikan terhadap

    kehadiran individu burung air. Hasil regresi menunjukkan pengaruh faktor fisik

    dan kimia perairan bersifat positif dan negatif. Uji normalisasi menunjukkan hasil

    regresi baik digunakan dalam memprediksi faktor yang berpengaruh terhadap

    kehadiran individu burung air dengan nilai rasio skewness dan kurtosis berada

    pada -2 dan 2 (1,642; -0,104) yang terdistribusi secara normal (Gambar 23),

    dengan persamaan sebagai berikut:

    Y = -975,417 + 1,297NMakrozoobentos 0,199Sedimen 0,323pH 0,199HAir + 0,221suhu

    0,170salinitas 0,416Kecerahan 0,081DO 0,347BOD + 0,190BahanOrganik

    0,485SpMakrozoobentos 0,325Biomassa

  • 65

    A B

    Gambar 23 Uji normalitas pengaruh faktor fisik dan kimia perairan dengan

    individu burung air dan spesies burung air.

    Profil Sedimen

    Profil sedimen di lokasi penelitian berkisar antara 20 155 cm. Secara

    umum profil sedimen pada lokasi penelitian untuk hamparan lumpur memiliki

    pola yang hampir sama (Gambar 24 dan 25).

    Profile sedimen pada stasiun Ld1 (T. Rejo 4) sampai Ld 4 (B. Percut 3)

    memperlihatkan pola yang bervariasi antara profil utara dan timur, umumnya

    kedalaman meningkat semakin jauh dari bibir pantai. Profil sedimen pada stasiun

    Ld1 (T. Rejo 4) sampai Ld4 (B. Percut 3) memperlihatkan pola berbeda bila

    dibandingkan dengan profil sedimen pada stasiun Lp1 (P. Lalang) dan Lp2 (P.

    Labu) yang memiliki pola yang sama antara Utara dan Timur. Pola sedimen

    sawah dan tambak berbeda dengan profil sedimen pada hamparan lumpur. Profil

    kedalaman sedimen pada sawah (Lb1 = T. Rejo 1) dan tambak memiliki pola yang

    sama Utara dan Timur. Pola yang sedikit berbeda terlihat pada stasiun Lb2 (T.

    Rejo 2).

  • 66

    Gambar 24 Profil sedimen lempung dan lempung berdebu (BP=Bagan Percut dan TR= Tanjung Rejo).

    66

  • 67

    Gambar 25 Profil sedimen lempung berpasir dan lempung berliat (PL=Pematang Lalang, Pla=Pantai Labu dan TR=Tanjung Rejo).

    67

  • 68

    Jenis-jenis Makrozoobentos di Percut Sei Tuan

    Makrozoobenthos yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri atas empat

    kelas yaitu: Bivalvia, Crustacea, Gastropoda dan Polychaeta. Bivalvia merupakan

    kelompok kerang-kerangan, memiliki sepasang cangkang (bivalvia berarti dua

    cangkang) yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian (10 spesies, 6

    famili). Kelompok ini didominasi oleh Sinonovacula virens dan Donax faba.

    Gastropoda merupakan kelompok siput ditemukan lima spesies dan lima

    famili. Spesies yang paling banyak ditemukan adalah Cerithidea cingulata dan

    Clanculus microdon. Crustacea merupakan hewan air yang dikenal sebagai udang,

    kepiting, lobster. Ditemukan 9 spesies dan 7 famili, spesies yang paling banyak

    ditemukan di lokasi penelitian adalah Balanus spp. dan Palaemon elegans.

    Polychaeta merupakan kelompok cacing yang hidup pada sedimen yang lembut,

    ditemukan dua famili dan dua spesies, yaitu Nereis sp. dan Arenicolides ecaudata

    (Gambar 26).

    Gambar 26 Makrozoobentos yang umum ditemukan di lokasi penelitian

    (sumber:http://www.treasures of thesea.org) [24 September 2011].

    Komposisi dan Keanekaragaman Spesies Makrozoobentos

    Sebanyak 31.722 individu makrozoobentos yang ditemukan (26 spesies 4

    klas) selama penelitan, terdiri atas: Bivalvia (10 spesies), Crustacea (9 spesies),

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Cangkang&action=edit&redlink=1

  • 69

    Gastropoda (5 spesies) dan Polychaeta (2 spesies). Jumlah individu yang

    ditemukan pada tiap plot pengamatan bervariasi antara 266 sampai 7.142 individu,

    individu tertinggi ditemukan pada Ld2 (B. Percut 2) dan terendah pada plot Lb1

    (T. Rejo1) (Tabel 18).

    Lempung berliat memiliki spesies dan jumlah individu yang rendah

    dibandingkan lempung berdebu dan lempung berpasir. Pada penelitian ini

    ditemukan plot yang tidak mengandung makrozoobentos yaitu lempung (L = B.

    Percut 1). Arenicolides ecaudata mendominasi di lempung berliat, Donax faba

    mendominasi di lempung berdebu, Corbula tunicata dan Matra turgida

    mendominasi di lempung berpasir dan Sinonovacula virens merupakan spesies

    yang eksklusif hanya ditemukan di Ld2 (B. Percut 2). Bivalvia umum ditemukan

    pada semua plot (hamparan lumpur) dan tidak ditemukan di lempung berliat dan

    lempung.

    Tekstur sedimen mempengaruhi kehadiran dan kelimpahan spesies

    makrozoobentos yang ditemukan di lokasi penelitian (Tabel 20). Spesies yang

    khusus ditemukan pada tekstur khusus, Sinonovacula virens (Ld2), Nereis sp.

    (Ld), Pleuroploca filamentosa (Lp1 = P. Lalang) dan, Arenicolides ecaudata (Lb

    = T. Rejo) (Tabel 19).

    Indeks keanekaragaman total di Percut Sei Tuan adalah 2,68 dengan

    indeks keanekaragaman di masing-masing stasiun bervariasi antara 0 hingga

    2,26 (Tabel 19). Indeks keanekaragaman tertinggi ditemukan di Ld3 (T. Rejo 5)

    (2,26) dan terendah ditemukan Ld2 (B. Percut 2) (0,71). Tingkat kemerataan

    spesies secara total di Percut Sei Tuan ditunjukkan dengan nilai kemerataan jenis

    (evenness) 0,82.

    Secara umum tekstur lempung berliat memiliki nilai keanekaragaman

    spesies yang rendah, sedangkan lempung tidak ditemukan adanya

    makrozoobentos. Tekstur lempung berdebu memiliki nilai keanekaragaman lebih

    bervariasi dibandingkan dengan lempung berpasir. Jumlah individu yang

    melimpah di Ld2 (B. Percut 2) tidak diikuti dengan nilai keanekaragaman yang

    tinggi tetapi sebaliknya nilai keanekaragaman rendah.

  • 70

    Tabel 18 Komposisi makrozoobentos di lokasi penelitian L o k a s i BP TJ TJ TJ TJ BP Tj BP PL PLa

    No Klas Genus Spesies L *Lb1 *Lb2 **Lb3 Ld1 Ld2 Ld3 Ld4 Lp1 LP2

    1 Bivalvia Anadara Anadara gubernaculum - - - - 380 304 - 114 114 152 2 Bivalvia Corbula Corbula crassa - - - - 228 - 190 798 228 342 3 Bivalvia Corbula tunicata - - - - 38 - 190 114 1368 456 4 Bivalvia Donax Donax faba - - - - 2089 - 760 1026 114 418 5 Bivalvia Mactra Mactra turgida - - - - 684 - 722 608 1292 1026 6 Bivalvia Mactrellona Mactrellona alata - - - - 76 - 190 342 1216 266 7 Bivalvia Gari Gari crassula - - - - 228 - - 190 - - 8 Bivalvia Gari elongata - - - - 38 - - - - 9 Bivalvia Sinonovacula Sinonovacula virens - - - - - 5926 - - - 10 Bivalvia Tellina Tellina perplexa - - - - - - 38 114 304 152 11 Crustacea Balanus Balanus crenatus - - - - - 76 76 - 114 114 12 Crustacea Balanus improvisus - - - - 100 - 76 - 950 760 13 Crustacea Balanus perforatus - - - - - - 76 - 76 38 14 Crustacea Corophium Corophium volutator - - 76 266 - - - - - 15 Crustacea Goneplax Goneplax rhomboides - - - - 38 - 38 76 190 190 16 Crustacea Palaemon Palaemon elegans - - - - 304 - - 190 76 - 17 Crustacea Penaeus Penaeus sp. - - - 114 - 190 114 114 114 - 18 Crustacea Liocarnicus Liocarnicus depurator - - - - - - - 152 76 19 Crustacea Megatrema Megatrema anglicum - - - - - - 38 - - 20 Gastropoda Cantharus Cantharus cecillei - - 38 38 - - - - 38 - 21 Gastropoda Cerithidea Cerithidea cingulata - 76 38 38 38 266 114 342 38 - 22 Gastropoda Clanculus Clanculus microdon - - - 38 684 - - - - - 23 Gastropoda Coralliophila Coralliophila clathrata - - - - 38 - 38 38 114 114 24 Gastropoda Pleuroploca Pleuroploca filamentosa - - - - - - - 38 25 Polychaeta Nereis Nereis sp. - - - - 342 380 342 152 - - 26 Polychaeta Arenicolides Arenicolides ecaudata - 190 228 114 76 - - - -

    N Total - 266 380 608 5471 7142 3001 4217 6534 4103 Keterangan:L=lempung, Lb=lempung berliat, Ld=lembung berdebu, Lp=lempung berpasir, *=sawah, **=tambak, BP = Bagan Percut, TJ = Tanjung Rejo, PL = Pematang

    Lalang, PLa = Pantai Labu

    70

  • 71

    Tabel 19 Jumlah spesies (S), individu rata-rata (N), indeks keanekaragaman (H)

    dan indeks kemerataan (E) makrozoobentos di Percut Sei Tuan

    Lokasi Plot N Total

    Ind/m2

    Sdev F S H' E

    B.Percut *L 0 0 0 0 0 0 T.Rejo **Lb1 266 39,56 2 2 0,60 0,86 T.Rejo **Lb2 380 46,93 4 4 1,09 0,79 T.Rejo ***Lb3 608 58,93 6 6 1,51 0,84

    +T.Rejo *Ld1 5471 431,85 13 16 2,08 0,75

    +B.Percut *Ld2 7142 1157,76 6 6 0,71 0,40

    T.Rejo *Ld3 3001 205,37 11 15 2,09 0,77 B.Percut *Ld4 4217 289,67 12 14 2,26 0,86

    +P.Lalang *Lp1 6534 427,12 14 16 2,24 0,81

    +P.Labu *Lp2 4103 261,53 9 13 2,18 0,85

    Total 31722 2919 20 26 2,68 0,82 Ket: * = hamparan lumpur, ** = sawah, *** = Tambak + = titik konsentrasi pengamatan burung

    Komposisi dan Keanekaragaman Makrozoobentos Berdasarkan Kedalaman

    Nilai total keanekaragaman jenis masing-masing plot pada kedalaman 10

    sampai 40 cm bervariasi (2,35 sampai 2,72) dan nilai kemerataan jenis 0,66

    sampai 0,85 (Tabel 21). Nilai keanekaragaman spesies dan kelimpahan individu

    makrozoobentos berkurang seiring bertambahnya kedalaman sedimen. Lempung

    berpasir (Lp) memiliki nilai keanekaragaman lebih tinggi dibandingkan lempung

    berdebu (Ld) dan lempung berliat (Lb).

    Kedalaman sedimen dan tekstur sedimen mempengaruhi kelimpahan jenis

    dan kekayaan spesies makrozoobentos yang ditemukan di lokasi penelitian,

    seiring bertambahnya kedalaman maka jumlah makrozoobentos semakin

    berkurang untuk semua klas (Tabel 20). Bivalvia tersebar pada kedalaman 0 40

    cm (52,84% sampai 84,10%) dan jumlahnya makin bertambah seiring

    bertambahnya kedalaman sedimen, sebaliknya polychaeta hanya ditemukan pada

    kedalaman 0 sampai 10 cm dan tidak ditemukan pada kedalam diatas 10 cm

    (Gambar 27).

  • 72

    Gambar 27 Penyebaran makrozoobentos berdasarkan kedalaman.

  • 73

    Tabel 20 Jumlah individu (N), Spesies (S), Keanekaragaman (H), dan kemerataan jenis (E) makrozoobentos berdasarkan kedalaman

    Kedalaman

    (cm)

    L Lb1 Lb2 Lb3 Ld1 Ld2 Ld3 Ld4 Lp1 Lp2 Total

    10

    S - 2 2 4 7 6 6 8 11 7 21

    N 0 266 266 342 1634 2507 646 1178 1558 950 9346

    Sdev 0 43,87 50,02 37,17 157,32 314,49 77,50 90,40 130,21 71,70 972,66

    H' - 0,60 0,41 1,31 1,64 1,34 1,39 1,93 1,97 1,88 2,72

    E - 0,86 0,59 0,95 0,85 0,57 0,78 0,93 0,74 0,83 0,89

    20

    S - - 1 3 6 2 4 7 11 9 17

    N - - 38 152 950 1672 266 1064 1900 1634 7674

    Sdev - - 9,21 21,36 164,57 377,05 33,06 109,07 166,39 110,04 990,76

    H' - - 0,00 1,04 1,01 0,25 1,28 1,64 1,97 2,11 2,49

    E - - 0,00 0,95 0,56 0,36 0,92 0,84 0,82 0,96 0,88

    30

    S 2 2 9 1 4 5 11 5 17

    N - - 76 114 1900 1520 836 760 1444 760 7408

    Sdev - - 19,00 28,49 207,09 368,56 125,83 83,05 127,52 80,85 1040,39

    H' - - 0,00 0,00 1,69 0,00 0,99 1,47 1,98 1,49 2,19

    E - - 0,00 0,00 0,77 0,00 0,72 0,91 0,82 0,93 0,77

    40

    S - - - - 6 1 12 7 12 5 17

    N - - - - 988 1444 1254 1216 1634 760 7294

    Sdev - - - - 173,63 360,91 76,54 117,00 117,95 95,20 941,23

    H' - - - - 0,98 0,00 2,29 1,70 2,15 1,33 2,31

    E - - - - 0,55 0,00 0,92 0,87 0,87 0,83 0,82

    73

  • 74

    Tabel 21 Komposisi klas makrozoobentos berdasarkan kedalaman

    Kedalaman

    (cm)

    klas L Lb1 Lb2 Lb3 Ld1 Ld2 Ld3 Ld4 Lp1 Lp2 Total %

    10 Bivalvia - - - - 874 1710 199 684 1026 456 4939 52,84

    Crustacea - 190 - - 342 266 114 342 456 380 2089 22,36

    Gastropoda - 38 76 38 - 152 - - 76 114 494 5,28

    Polychaeta - 114 190 228 418 380 342 152 - - 1824 19,51

    20 Bivalvia - - - 266 1558 228 608 1254 1140 5053 65,84

    Crustacea - - 76 - - - 114 608 494 1292 16,83

    Gastropoda - 38 76 684 114 38 342 38 - 1330 17,33

    30 Bivalvia - - - - 1672 1529 798 722 988 532 6239 84,10

    Crustacea - - 76 114 190 - 38 38 418 228 1102 14,87

    Gastropoda - - - - 38 - - - 38 - 76 1,03

    40 Bivalvia - 950 1444 874 1178 1064 532 6040 82,81

    Crustacea - - - 266 - 494 228 988 13,54

    Gastropoda - 38 - 114 38 76 - 266 3,65

    Total - 342 380 532 5471 7142 3001 4217 6534 4103 31722

    Sdev - 59 56 68 502 711 290 371 452 327 2263

    74

  • 75

    Indeks Kesamaan Spesies Makrozoobentos di Percut Sei Tuan

    Tingkat kesamaan komunitas makrozoobentos pada masing-masing plot

    secara umum sangat rendah. Tingkat kesamaan spesies penyusun pada masing-

    masing plot dibawah 50% (Tabel 22). Tingkat kesamaan ini terlihat dari nilai

    indeks kesamaan yang berkisar antara 0,00 sampai 0,72 dan analisis dendrogram

    (Gambar 28). Plot yang memiliki tingkat kesamaan diatas 0,50 hanya ditemukan

    pada Lp1-Lp2 (0,722), Ld3-Lp2 (0,65), Lp1-Ld3 (0,65), Ld1-Ld4 (0,63), Lp1-

    Ld4, Ld3-Ld4 masing-masing 0,61. Hasil analisis dendrogram memperlihatkan

    bahwa terdapat dua kelompok besar yang sangat berbeda yaitu L, Lb1-Lb3

    dengan kelompok LP dan Ld.

    Tabel 22 Indeks kesamaan makrozoobentos di lokasi penelitian

    Lokasi Plot Lb1 Lb2 Lb3 Ld1 Ld2 Ld3 Ld4 Lp1 Lp2

    T.Rejo1

    Lb1 - - - - - - - - - T.Rejo

    2 Lb2 0,667 - - - - - - - - T.Rejo

    3 Lb3 0,333 0,667 - - - - - - -

    T.Rejo4

    Ld1 0,125 0,111 0,158 - - - - - - B.Percut

    2 Ld2 0,143 0,111 0,222 0,158 - - - - -

    T.Rejo5 Ld3 0,063 0,05 0,105 0,50 0,667 - - - -

    B.Percut3 Ld4 0,067 0,059 0,111 0,667 0,286 0,611 - - -

    P.Lalang Lp1 0,053 0,100 0,143 0,478 0,222 0,684 0,600 - - P.Labu Lp2 0,000 0,000 0,000 0,450 0,154 0,647 0,500 0,722 -

    Gambar 28 Dendrogram tingkat kesamaan komunitas makrozoobentos antar

    plot penelitian

  • 76

    Biomassa

    Biomassa terbesar ditemukan pada plot Ld3 (T. Rejo 5) (14,53 gr.m2) dan

    terendah pada plot Lb1 (T. Rejo 1) (0,22 gr.m2). Individu makrozoobentos

    terbanyak ditemukan pada plot Ld2 (B. Percut 2) (7.142 individu) dan terendah

    ditemukan pada plot Lb1 (T. Rejo 1) (266 individu), sedangkan burung air

    terbanyak ditemukan pada plot Ld2 (B. Percut 2) (11.123 individu) dan terendah

    ditemukan pada plot Lb3 (T. Rejo 3) (24 individu). Biomassa yang tinggi

    mengambarkan bahwa wilayah tersebut memiliki potensi sumber makanan yang

    banyak bagi burung air (Tabel 23).

    Tabel 23 Biomassa, jumlah makrozoobentos (N), jumlah burung air (N)

    Lokasi Plot Biomassa

    (gram.m2)

    NMakro

    bentos

    N

    Burung

    S Makro

    bentos

    S

    Burung +T.Rejo *Ld 1 8,32 5.471 3.343 16 36

    +B.Percut *Ld 2 6,59 7.142 11.123 6 32 +P.Lalang *Lp 1 13,20 6.534 8.697 16 38

    T.Rejo *Ld 3 14,53 3.001 1.226 15 28

    B.Percut *Ld 4 9,46 4.217 698 14 24 +P.Labu *Lp 2 9,71 4.103 6.212 13 34

    T.Rejo **Lb 1 0,22 266 31 2 5

    T.Rejo **Lb 2 0,50 380 26 4 4

    T.Rejo ***Lb 3 0,48 608 24 6 5

    Ket: * = hamparan lumpur, ** = sawah, *** = Tambak + = titik konsentrasi pengamatan burung

  • 77

    PEMBAHASAN

    Profil Sedimen

    Secara umum profil sedimen tempat burung air mencari makan relatif

    sama atau tidak memperlihatkan pola yang berbeda secara ekstrim. Profil yang

    dangkal mengandung lebih banyak jumlah individu makrozoobentos

    dibandingkan profil yang dalam. Sedimen berupa lempung berpasir, lempung

    berdebu dan lempung berliat merupakan habitat yang sesuai bagi kehidupan dan

    keberadaan makroozoobentos terbukti dari jumlah individu dan jenis

    makrozoobentos yang ditemukan. Tekstur sedimen yang lunak dan berlumpur

    pada plot sampel sangat cocok bagi kehidupan makrozoobentos. Ukuran, tekstur

    dan komposisi sedimen akan mempengaruhi kepadatan makrozoobentos dan

    secara tidak langsung kepadatan burung air (Goss-Custrad et al. 1991).

    Bivalvia banyak ditemukan pada Ld1 (T. Rejo 4) sampai Lp2 (P. Labu)

    menunjukkan substrat di Ld1 (T. Rejo 4) sampai Lp2 (P. Labu) merupakan tempat

    yang sesuai untuk mendukung hidupnya, karena memiliki sedimen yang lunak. Ini

    mendukung dengan pendapat Nybakken (1988) substrat dasar merupakan faktor

    ekologis yang mempengaruhi struktur komunitas makrozoobentos. Penyebaran

    makrozoobentos berkorelasi dengan tipe substrat. Makrozoobentos yang

    mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen

    lumpur dan sedimen lunak yang mengandung bahan organik yang tinggi. Substrat

    dasar atau tekstur tanah merupakan komponen yang sangat penting bagi

    kehidupan organisme. Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan

    dan komposisi jenis dari makrozoobentos (Odum 1993).

    Penyebaran makrozoobentos sampai kedalaman 40 cm mengambarkan

    burung yang memiliki kaki dan paruh yang panjang mempunyai pilihan dan

    kesempatan mendapatkan makanan lebih banyak dan lebih beragam dibandingkan

    spesies burung air yang memiliki kaki dan paruh yang pendek. Burung yang

    memilik kaki panjang dapat memperoleh makanannya pada area yang tergenang

    air. Kecepatan gerakan burung air dalam mengejar dan menangkap mangsa

    menjadi faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan memperoleh makan.

    Burung air yang berukuran kecil dan berparuh pendek mengandalkan kecepatan

  • 78

    gerak dalam memperoleh makan dibandingkan burung yang berukuran besar.

    Burung yang mencari makan di hamparan lumpur didominasi oleh jenis burung

    pantai yang mencari makan pada sedimen bertekstur lunak sampai kedalaman 40

    cm.

    Komposisi dan Keanekaragaman Spesies Makrozoobentos

    Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan makrozoobentos (komposisi,

    penyebaran, kelimpahan dan keanekaragaman) berdasarkan analisis regresi dapat

    dibagi pada dua kategori: secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung

    dapat menyebabkan penurunan atau hilangnya makrozoobentos pada suatu

    perairan terutama bagi jenis-jenis yang memiliki tingkat spesifikasi terhadap

    faktor-faktor tersebut. Pengaruh tidak langsung adalah bila faktor tersebut berdiri

    sendiri tidak akan memberikan dampak negatif bagi makrozoobentos tetapi bila

    berkorelasi dengan faktor lain akan berakibat negatif bagi kehidupan

    makrozoobentos.

    Kelimpahan makrozoobentos seperti udang, moluska, kerang dan cacing

    pada suatu wilayah sangat menentukan kehadiran dan kelimpahan burung air.

    Keanekaragaman dan kekayaan burung air yang pada suatu area dapat

    mengindikasikan bahwa wilayah tersebut menyediakan makanan yang berlimpah.

    Ada hubungan positif antara kepadatan mangsa dengan kepadatan burung air.

    Makin banyak mangsa maka burung air yang ditemukan makin banyak.

    Makrozoobentos merupakan sumber makanan yang penting bagi burung air dan

    burung pantai (Fredrickson-Knapp 2001). Kelimpahan dan kehadiran sumber

    makanan (makrofauna) terutama ikan, moluska dan udang pada suatu wilayah

    akan mempengaruhi kelimpahan burung air (van Eerden & Voslamber 1995,

    Clarket al. 1993). Kepadatan burung air pada lahan basah dipengaruhi oleh

    kepadatan mangsa (Goss-Custard et al. 1991).

    Distribusi dan kelimpahan makrozoobentos pada wilayah lahan basah

    sangat dipengaruhi oleh salinitas dan sedimen (ukuran sedimen dan bahan

    organik) (Warwick et al. 1991). Penyebaran makrozoobentos secara horizontal

    dan vertikal pada suatu habitat dipengaruhi oleh salinitas (Odum 1993). Salinitas

    diprediksi menentukan distribusi dan komposisi burung air pada suatu ekosistem.

  • 79

    Ini sesuai dengan hasil penelitian Grubh dan Mitsch (2003) dan Nagarajan dan

    Thiyagesan (1996) secara tidak langsung salinitas mempengaruhi distribusi

    burung air pada suatu area sesuai dengan kepadatan dan keanekaragaman

    makrozoobentos. Salinitas yang tinggi akan mempengaruhi proses termoregulasi

    burung air yang secara langsung atau tidak langsung (dari makrozoobentos)

    meminum air laut dengan salinitas yang tinggi (Begon et al. 2004).

    Distribusi dan komposisi makrozoobentos pada suatu area sangat

    ditentukan oleh faktor abiotik dan biotik diantaranya pH, suhu, kekeruhan dan

    oksigen (Grubh & Mitsch 2003). Perubahan suhuber pengaruh pada perilaku

    mencari makan burung air. Suhu sangat mempengaruhi proses fisiologi

    (pertumbuhan dan termoregulasi) dan distribusi hewan pada suatu area (Begon et

    al. 2004).

    Distribusi dan struktur komunitas makrozoobentos sangat dipengaruhi

    oleh faktor lingkungan diantaranya kedalaman sedimen, temperatur, salinitas, DO

    dan bahan organik (Perus & Bansdorff 2004). Derajat keasaman (pH) merupakan

    faktor lingkungan yang mempengaruhi struktur komunitas dan penyebaran dari

    makrozoobentos (Sanchez et al. 2006; Paracuellos & Tellera 2004). pH

    merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan

    dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup

    dan sebaran organisme yang hidup didalamnya (Odum 1993). Effendi (2003)

    menambahkan bahwa sebagian besar biota akuatik sangat sensitif terhadap

    perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 8,5.

    Oksigen terlarut (DO) merupakan variabel kimia yang mempunyai peran

    penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Daya larut

    oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas (Nybakken

    1988). Jumlah individu makrozoobentos yang ditemukan 31.722 lebih banyak

    dibandingkan yang diperoleh Amrul (2007) di Percut Sei Tuan pada Maret sampai

    Mei (1.210 sampai 3.683), Jumilawaty dan Aththorick (2007) 17.855 dan

    Jumilawaty et al. (2008) 13.600. Jumlah spesies yang ditemukan pada penelitian

    ini lebih banyak dibandingkan penelitian Jumilawaty dan Aththorick (2007) 15

    spesies, Jumilawaty et al. (2008) 10 spesies, dan lebih banyak dari penelitian

  • 80

    Amrul (2007) 29 spesies. Perbedaan ini dapat terjadi karena perbedaan bulan

    pengamatan, jumlah sampel, lokasi pengambilan sampel dan alat yang digunakan.

    Pada penelitian ini pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada

    lokasi makan burung air dengan menggunakan pipa paralon, sedangkan Amrul

    (2007) pengambilan sampel berdasarkan aktivitas masyarakat menggunakan alat

    Peterson Grab. Perbedaan dengan penelitian Jumilawaty et al. (2008) adalah

    lokasi pengambilan sampel hanya 20% sampai 30% dari sampel yang dicuplik

    pada penelitian ini. Terjadi penambahan dan penurunan jenis makrozoobentos

    yang ditemukan pada penelitian ini disebabkan lokasi penelitian telah mengalami

    perubahan terutama penimbunan dan pengerukkan hamparan lumpur pada tempat

    mencari makan burung air.

    Indeks keanekaragaman pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan

    penelitian sebelumnya di Percut Sei Tuan. Indeks keanekaragaman jenis 2,68

    lebih tinggi dibandingkan penelitian Taqwa (2010) 2,61 di Kalimantan, dan lebih

    rendah dibandingkan dengan penelitian Al Hakim (1994) di Teluk Jakarta 3,53.

    Lingkungan dan perubahan spesies secara musiman merupakan faktor

    yang mempengaruhi kekayaan dan kelimpahan makrozoobentos. Amrul (2007)

    menemukan kelimpahan makrozoobentos mengalami penurunan untuk semua plot

    pengamatan pada bulan Mei (1.210 individu). Pergantian spesies penyusun dapat

    mempengaruhi kekayaan dan kelimpahan makrozoobentos. Hasil penelitian

    Jumilawaty et al. (2008) menemukan sekitar 7 spesies yang tidak ditemukan

    sebelumnya dan hilangnya 9 spesies yang ditemukan pada penelitian sebelumnya

    (Jumilawaty & Aththorick 2007).

    Faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi keberadaan makrozoobentos

    diantaranya pengerukan dan penimbunan hamparan lumpur dan jenis sedimen

    yang terbentuk akibat pasang surut. Diduga hal ini berkaitan dengan plot L

    (B.Percut 1) yang terletak berdekatan dengan plot Ld2 (B.Percut 2) (bibir pantai)

    yang mengalami penimbunan sehingga pada saat pasang surut sedimen yang

    terbawa dari lautan menumpuk di plot ini dan tidak sampai ke plot L yang terletak

    kearah hutan mangrove. Penimbunan dan pengerukan pada plot Ld2 diduga

    berhubungan erat dengan ditemukan Sinonovacula virens yang mendominasi dan

    hanya ditemukan di lokasi ini.

  • 81

    Komposisi dan Keanekaragaman Makrozoobentos Berdasarkan Kedalaman

    Pengambilan sampel sampai kedalaman 40 cm bertujuan untuk

    memperoleh data penyebaran mangsa burung air sesuai dengan kemampuan

    beberapa spesies burung air (burung pantai) yang memiliki kemampuan

    memperoleh mangsa sampai kedalaman 40 cm sesuai panjang paruh dan

    berdasarkan guild.

    Pengambilan makrozoobentos berdasarkan kedalaman disebabkan

    beberapa spesies burung air mengambil makanannya sampai kedalaman 40 cm

    menggunakan paruhnya. Zwarts et al. (1996) menemukan kebutuhan makan

    burung pantai dan burung air dipengaruhi oleh kepadatan mangsa, ukuran mangsa,

    kandungan kalori, kemampuan mencerna, aktivitas, dan kemampuan memperoleh

    makan oleh burung air.

    Berkurangnya dan bervariasi jumlah individu, keanekaragaman jenis

    makrozoobentos dipengaruhi oleh sedimen dan bahan organik yang terbentuk dan

    terbawa saat pasang surut. Analisis regresi memperlihatkan keterkaitan

    makrozoobentos pada bahan organik hanya 32% artinya bahan organik kurang

    berpengaruh bagi komposisi makrozoobentos di lokasi penelitian. Tekstur tanah

    berupa lempung sampai lempung berpasir menandakan bahwa di lokasi penelitian

    kandungan organik tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah.

    Endapan yang dibawa air tawar dan air laut akan membentuk sedimen dan

    kaya akan bahan organik yang menjadi cadangan makanan bagi organisme estuari

    (Dahuri 2005). Kelimpahan, keanekaragamanan, distribusi dan kehadiran

    makrozoobentos pada suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh bahan organik

    (Poulton 2004; Chapman et al. 2004). Makrozoobentos merupakan makanan

    primer bagi burung air, distribusinya dipengaruhi oleh kedalaman air dan kimia

    air. Distribusi makrozoobentos akan mempengaruhi distribusi dan perilaku makan

    burung air (Colwell & Landrum 1993).

    Indeks Kesamaan Spesies Makrozoobentos di Percut Sei Tuan

    Bervariasinya nilai indeks kesamaan (0,00 sampai 0,72) menunjukkan

    bahwa wilayah ini kaya akan makrozoobentos. Keadaan ini sangat

  • 82

    menguntungkan burung air yang mencari makan karena sumber makanannya

    berlimpah dan bervariasi baik dari jenis maupun jumlah. Grubh dan Mitsch (2003)

    mengemukankan berlimpahnya jumlah makrozoobentos menandakan bahwa

    wilayah tersebut kaya akan sumber makanan bagi burung air.

    Kekayaan makrozoobentos sangat menguntungkan burung air memilih

    makanan yang disukai dari satu area ke area lainnya untuk memenuhi kebutuhan

    energi dan kelanjutan hidupnya. Burung air akan merespon perubahan

    ketersediaan ruang untuk mencari makan dan ketersediaan serta diversitas mangsa

    dengan berpindah dari satu area ke area lain untuk memanfaatkan sumber

    makanan yang bervariasi (Burger et al. 1977).

    Hasil analisis dendrogram menunjukan bahwa Tanjung Rejo, Bagan

    Percut dan Pematang Lalang memiliki tingkat kemiripan spesies diatas 61%,

    sedangkan Pantai Labu hanya memiliki kesamaan spesies dengan Pematang

    Lalang tetapi berbeda dengan Bagan Percut dan Tanjung Rejo.

    Biomassa Makrozoobentos

    Penghitungan biomassa dimaksudkan untuk mengetahui potensi energi

    (sumber makan) yang tersedia dan jenis yang paling penting sebagai mangsa

    burung air pada suatu wilayah. Howes et al. (2003) mengatakan bahwa

    pengukuran biomassa memiliki tujuan untuk mengkalkulasi kerapatan dan

    penyebaran dari jenis mangsa burung air dan potensi energi yang tersedia pada

    suatu wilayah. Menurut Krebs (1978) dan Newton (1998) Suplai makanan dan

    kelimpahan makanan merupakan faktor yang mempengaruhi distribusi dan

    kelimpahan populasi hewan.

    Plot Ld2 (B. Percut) memiliki jumlah individu makrozoobentos paling

    tinggi (7.142) dan jumlah burung air terbanyak 11.123 individu. Meskipun

    mengalami penimbunan, pengerukan dan gangguan yang tinggi (aktivitas

    nelayan), burung air tetap memilih Bagan Percut sebagai tempat mencari makan.

    Makanan merupakan sumber energi yang sangat penting bagi burung

    migran sebagai cadangan energi berupa lemak untuk melanjutkan perjalanan ke

    wilayah berbiaknya. Fredrickson-Knapp (2001) menemukan bagi burung migran

  • 83

    kelimpahan dan ketersediaan makrozoobentos merupakan sumber makanan yang

    penting sebagai sumber energinya. Kelimpahan makrozoobentos pada suatu

    wilayah sangat menentukan keberadaan burung air, walaupun masih ada faktor

    keamanan yang menjadi salah satu pertimbangan bagi burung air dalam memilih

    lokasi makannya. Kualitas habitat bagi burung air dan burung pantai ditentukan

    oleh jumlah makrozoobentos sebagai sumber makanan (Lee 2007). Laju konsumsi

    mangsa oleh burung air ditentukan oleh ukuran dan kepadatan mangsa dan faktor

    lingkungan seperti tipe substrat, iklim (temperatur, angin dan hujan) (Botto et al.

    1998).

    SIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Percut Sei Tuan memiliki

    potensi makanan yang kaya dengan ditemukannya 26 spesies makrozoobentos dan

    tingkat keanekaragaman (H) sebesar 2,68, tingkat keanekaragaman pada empat

    lokasi penelitian berkisar antara 0 2,26 dan tingkat keanekaragaman berdasarkan

    kedalaman berkisar antara 2,19 2,72. Hasil analisis keanekaragaman dan

    pengukuran biomassa menunjukkan bahwa bivalvia merupakan sumber makanan

    yang penting bagi burung air terutama burung pantai.

    Analisis regresi menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jumlah

    makrozoobentos (58%) dan jumlah spesies makrozoobentos (85%) dengan faktor

    fisik dan kimia perairan (kedalaman sedimen, ketinggian air, suhu, salinitas,

    kecerahan, DO dan BOD) hubungan ini memperlihatkan pengaruh positif dan

    negatif. Hasil analisis menunjukkan terdapat spesies yang mendominasi pada

    tekstur sedimen tanah berdebu yaitu (Sinonovacula virens). Analisis indeks

    kesamaan spesies yang ditunjukkan oleh dendrogram menunjukkan pola bahwa

    Pematang Lalang dengan Pantai Labu memiliki komposisi spesies yang sama

    dibandingkan dengan Bagan Percut dan Tanjung Rejo.