ima
DESCRIPTION
LP Epidural HematomTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
INFARK MIOKARD AKUT
DISUSUN OLEH :
YAYUK INDAH LESTARI
11.02.01.0898
PRODI S-1 KEPERAWATAN & NERS
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MUHAMMADIYAH
LAMONGAN
1. Pengertian
Infark miokard akut (IMA) terjadi apabila terdapat nekrosis miokard sebagai akibat dari
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan suplai darah arterialnya. IMA
biasanya terjadi karena oklusi arteri koronaria, tetapi thrombosis atau perdarahan ke dalam
plak atheroma juga menyebabkan IMA. Juga dapat timbul sebagai akibat dari spasme
arterial atau embolisasi dari bekuan darah atau material atheroma proksimal dari tempat
obstruksi (Eliastam, Michael, 1998).
Infark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan
oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri coroner. Sumbatan ini
sebagian besar disebabkan oleh rupture plak atheroma pada arteri coroner yang kemudian
diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan mikroembolisasi
distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh spasme arteri coroner,
emboli, atau vasculitis (Muttaqin, Arif, 2009).
2. Etiologi
a. Riwayat keluarga yang positif
b. Jenis kelamin (laki-laki dan wanita pascamenopause lebih rentan terhadap IMA
dibandingkan wanita pramenopause meskipun insidensi IMA semakin meningkat
diantara para wanita yang merokok dan menggunakan kontrasepsi oral).
c. Hipertensi.
d. Kebiasaan merokok.
e. Kenaikan kadar trigliserida, kolesterol total, dan LDL-kolesterol dalam serum.
f. Obesitas.
g. Konsumsi lemak jenuh yang berlebihan.
h. Gaya hidup sedentary (sering duduk).
i. Penuaan.
j. Stress.
k. Penggunaan obat, khususnya kokain dan amfetamin (Kowalak, Jennifer P., 2011).
3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri dada substernal yang mencengkram serta persisten dan dapat menjalar ke elngan
kiri, rahang, leher, atau scapula. Rasa nyeri ini disebabkan oleh penurunan pasokan
oksigen kedalam sel-sel miokard. Nyeri tersebut dapat diungkapkan oleh pasien sebagai
perasaan berat, mencengkram atau seperti tertindih barang berat.
b. Ekstremitas yang teraba dingin, perspirasi, rasa cemas, dan gelisah akibat pelepasan
katekolamin.
c. Tekanan darah dan denyut nadi pada mulanya meninggi sebagai akibat aktivasi system
saraf simpatik. Jika curah jantung berkurang, tekanan darah mungkin turun. Bradikardia
dapat disertai gangguan hantaran, khususnya pada kerusakan yang mengenai dinding
inferior ventrikel kiri.
d. Keletihan dan rasa lemah akibat penurunan perfusi darah ke otot rangka.
e. Nausea dan vomiting akibat stimulasi yang bersifat refleks pada pusat muntah oleh
serabut saraf nyeri atau akibat refleks vasovagal.
f. Sesak napas dan bunyi krekels yang mencerminkan gagal jantung.
g. Suhu tubuh yang rendah selama beberapa hari setelah serangan infark miokard akut
akibat respon inflamasi.
h. Distensi vena jugularis yang mencerminkan disfungsi ventrikel kanan dan kongesti
paru.
i. Bunyi jantung S2 dan S4 yang mencerminkan disfungsi ventrikel.
j. Murmur holosistolik yang keras dan terjadi sekunder karena penurunan perfusi ginjal
dan peningkatan kadar aldosterone serta hormone antidiuretic (Kowalak, Jennifer P.,
2011).
4. Patofisiologi
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan oleh iskemia pada
miokard yang berkepanjangan, yang bersifat irreversible. Waktu yang diperlukan bagi sel-
sel otot jantung mengalami kerusakan, adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard
hampir selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi ventrikel kiri;
makin luas daerah infark, makin kurang daya kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan : 1) berkurangnya kontraksi, dengan
gerak dinding abnormal; 2) terganggunya kepaduan ventrikel kiri; 3) berkurangnya volume
denyutan; 4) berkurangnya waktu pengeluaran; 5) meningkatnya tekanan akhir-diastole
ventrikel kiri. Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi juga lokasinya,
karena berhubungan dengan pasokan darah.
Infark juga dinamakan berdasarkan tempat terdapatnya, seperti : infakr sunendokardial,
infark intramural, infark subepikardial, infark trasmural. Infark trasmural meluas dari
endocardium sampai epikardium. Semua infark miokard memiliki daerah pusat yang
nekrotik/infark, dikelilingi daerah cedera, di luarnya dikelilingi lagi lingkaran iskemik.
Masing-masing menunjukkan pola EKG yang khas. Saat otot miokard mati, dilepaskan
enzim intramiokard; enzim ini membantu menentukan beratnya infark. Jaringan otot jantung
yang mati, diganti jaringan parut, yang dapat mengganggu fungsinya (Tambayong, Jan,
2000)
5. Pathway
Gangguan Pertukaran Gas
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Intake menurun
Distensi intrapulmonal
Penekanan pada abdomen
Penekanan gaster
Nausea, vomiting, anoreksia
Kelemahan fisik
Gangguan Pemenuhan Aktivitas Sehari-Hari
Kondisi dan prognosis penyakit
Kurang Pengetahuan
Koping Individu Tidak Efektif
Resiko Tinggi Ketidakpatuhan
Pengobatan
Resiko Tinggi Kelebihan
Volume Cairan
Mekanisme kompensasi mempertahankan curah
jantung dan perfusi perifer
Refleks simpatis vasokonstriksi system retensi Na & air
Denyut jantung meningkatDaya kontraksi jantung meningkat
Beban akhir ventrikel kiri meningkatDaya dilatasi ventrikel kiri meningkat
Pembesaran ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri
Pengembangan paru tidak optimal
Resiko Pola Napas Tidak Efektif
Perubahan elektrofisiologi
Resiko Tinggi Aritmia
Komplikasi pasca infark
Disfungsi otot papilaris, defek spectrum ventrikel,
rupture jantung, aneurisma ventrikel, tromboembolisme,
pericarditis
Fungsi ventrikel menurun, gangguan kontraktilitasDaya kontraksi turun, Perubahan daya kembang dan
gerakan dinding ventrikel turun, Curah secukupnya turun
Resiko Tinggi Gangguan Perfusi
Jaringan
Kongesti pulmonalis
Tekanan hidrostatik
melebihi tekanan osmotik
Edema paru
Perubahan hemodinamika
progresif
Tekanan ventrikel kiri
Resiko Tinggi Penurunan Curah Jantung
Penurunan perfusi perifer
Penurunan perfusi koroner
Hipotensi, asidosis metabolic, dan
hipoksemia
Produksi asam laktat meningkat
Nyeri Akut
Infark pada bagian papilla dan korda tendinae,
septum ventrikel dan gangguan perikardium
Gangguan potensial aksi
Iskemia jaringan, hipoksemia, perubahan kontrol saraf otonom, gangguan metabolism,
ketidakseimbangan elektrolit
Iskemia miokardium
Metabolism anaerob, pH meningkat sel
menurun
Kecemasan
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan elektrokardiografi serial dengan 12 lead dapat mengungkapkan perubahan
yang khas, seperti depresi segmen ST pada infark non-gelombang Q dan elevasi segmen
ST pada infark miokard gelombang Q. EKG juga dapat mengenali lokasi infark, aritmia,
hipertrofi, dan pericarditis.
b. Pengukuran serial kadar enzim dan protein jantung dapat memperlihatkan kenaikan dan
penurunan yang khas, khusunya bagi CK-MB, protein troponin T serta I dan myoglobin
sehingga hasil ini dipakai untuk memastikan diagnosis infark miokard.
c. Pemeriksaan laboratorium dapat mengungkapkan kenaikan jumlah sel darah putih,
kadar C-reactive protein serta laju endap darah yang disebabkan oleh inflamasi, dan
kenaikan kadar glukosa setelah terjadi pelepasan katekolamin.
d. Ekokardigrafi dapat memperlihatkan kelainan pada dinding ventrikel dan dapat
mendeteksi rupture septum atau muskulus papilaris.
e. Foto rontgen toraks dapat menunjukkan gagal jantung kiri atau kardiomegali akibat
dilatasi ventrikel (Kowalak, Jennifer P., 2011).
Gejala Gejala Khas
1. Riwayat nyeri
dada yang khas
a. Lokasi nyeri dada dibagian dada depan (bawah sternum)
dengan/tanpa penjalaran, kadang berupa nyeri dagu, leher atau
seperti sakit gigi, penderita tidak bisa menunjuk lokasi nyeri
dengan satu jari, tetapi ditunjukkan dengan telapak tangan.
b. Kualitas nyeri, rasa berat seperti ditekan atau rasa panas seperti
terbakar.
c. Lama nyeri bisa lebih dari 15 detik sampai 30 menit.
d. Nyeri dapat menjalar ke dagu, leher, lengan kiri, punggung, dan
epigastrium.
e. Kadang disertai gejala penyerta berupa keringat dingin, mual,
muntah, berdebar, atau sesak. Sering didapatkan faktor pencetus
berupa aktivitas fisik, emosi atau stress, dan dingin.
f. Nyeri tidak hilang dengan istirahat atau dengan pemberian
nitrogliserin sublingual.
2. Adanya
perubahan EKG
a. Gelombang Q (signifikan infark) atau Q patologis.
b. Segmen ST (elevasi).
c. Gelombang T (meninggi atau menurun).
3. Kenaikan
enzim otot
jantung
a. CKMB merupakan enzim yang spesifik sebagai penanda
terjadinya kerusakan pada otot jantung, enzim ini meningkat 6-
10 jam setelah nyeri dada dan kembali normal dalam 46-72 jam.
b. Walaupun kurang spesifik, pemeriksaan Aspartate Amino
Transferase (AST) dapat membantu bila penderita datang ke
rumah sakit sesudah hari ke-3 dari nyeri dada atau laktat
dehydrogenase (LDH) akan meningkat sesudah hari ke-4 dan
menjadi normal sesudah hari ke-10.
(Sumber : Price dan Wilson, 1995 dalam Muttaqin, Arif ,2009)
7. Penatalaksanaan
a. Pengkajian pasien yang menderita nyeri dada dibagian gawat darurat selama 10 menit
sejal awitan gejala karena sedikitnya 50% kematian terjadi dalam waktu 1 jam sejak
awitan gejala.
b. Pemberian oksigen lewat kanul hidung selama 2 hingga 3 jam untuk meningkatkan
oksigenasi darah.
c. Pemberian nitrogliserin sublingual atau IV untuk mengurangi nyeri dada kecuali jika
tekanan sistolik dibawah 90 mmHg atau frekuensi jantung kurang dari 50 kali permenit
atau melebihi 100 kali per menit.
d. Pemberian terapi analgetik karena rasa nyeri akan menstimulasi saraf simpatik sehingga
dapat terjadi peningkatan frekuensi jantung dan vasokonstriksi.
e. Pemantauan jantung yang terus menerus untuk mendeteksi aritmia san iskemia.
f. Pembatasan aktivitas fisik selama 12 jam pertama untuk mengurangi beban kerja
jantung dan dengan demikian membatasi luas nekrosis (Kowalak, Jennifer P., 2011).
8. Komplikasi
a. Aritmia.
b. Syok kardiogenik.
c. Gagal jantung yang menyebabkan edema paru.
d. Pericarditis.
e. Rupture septum atrium atau ventrikel, dinding ventrikel, atau katup jantung.
f. Pembentukan thrombus mural yang menyebabkan emboli serebral atau emboli paru.
g. Aneurisma ventrikel.
h. Rupture miokard.
i. Perluasan infark semula (Kowalak, Jennifer P., 2011).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Laki-laki dan wanita pascamenopause lebih rentan terhadap IMA dibandingkan wanita
pramenopause meskipun insidensi IMA semakin meningkat diantara para wanita yang
merokok dan menggunakan kontrasepsi oral.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
P : Nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat dan setelah diberikan
nitrogliserin.
Q : Seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Sifat nyeri dapat seperti
tertekan, diperas, atau diremas.
R : Lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri diatas pericardium. Penyebaran nyeri
dapat meluas hingga area dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan
bahu dan tangan.
S : Klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 atau 0-10 (Visual Anallogue Scale-
VAS) dank lien akan menilai seberapa berat nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat
angina terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (skala 0-4) atau 7-9 (skala 0-10).
T : Sifat mula timbulnya (onset). Biasanya gejala nyeri timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada umumnya dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh
infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan lebih
berat dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infark miokard meliputi
dyspnea, berkeringat, ansietas, dan pingsan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu
yang masih relevan dengan obat-obatan antiangina seperti nitrat dan penghambat beta
serta obat-obatan antihipertensi.
Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang
timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang
meningggal, dan penyebab kematian. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang
timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung
iskemik pada keturunanya.
f. Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup
Tanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Demikian pula dengan kebiasaan
sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alcohol atau obat
tertentu. Tanyakan apakah klien merokok, sudah berapa lama, berapa batang perhari.
g. Pengkajian Psikososial
Perubahan integritas ego terjadi bila klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit atau perawatan yang tidak perlu, khawatir tentang keluarga,
pekerjaan, dan keuangan. Gejala perubahan integritas ego yang dapat dikaji adalah klien
menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang,
dan focus pada diri sendiri.
Perubahan interaksi sosial yang dialami klien terjadi karena stress yang dialami klien
dari berbagai aspek seperti keluarga, pekerjaan, kesulitasn biaya ekonomi, atau
kesulitan koping dengan stressor yang ada.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau
composmentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi
system saraf pusat.
2) B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas
seperti tercekik. Dyspnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat
pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel
kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat
kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan
kegiatan fisik. Dyspnea kardiak pada infark miokard yang kronis dapat timbul pada
saat istirahat.
3) B2 (Blood)
Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya
di daerah substernal atau diatas pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di
dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi biasanya
tidak ditemukan.
Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup yang
disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya
ditemukan pada IMA tanpa komplikasi.
Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran
4) B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya composmentis. Tidak ditemukan sianosis perifer.
Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat yang merupakan respon dari adanya nyeri dada
akibat infark pada miokardium.
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan klien. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA karena
merupakan tanda awal syok kardiogenik.
6) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan
nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang merupakan
tanda utama IMA.
7) B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa lemah, lelah,
tidak dapat tidur, pola hidup menetap. Tanpa klinis lain yang ditemukan adalah
takikardi, dyspnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas. Kaji personal
hygiene klien apakah mengalami kesulitasn dalam melakukan tugas perawatan diri.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan
kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium,
peningkatan produksi asam laktat.
b. Actual/resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,
irama, konduksi elektrikal.
c. Actual/resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru
tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut.
d. Actual/resiko tinggi gangguan perfusi perifer berhubungan dengan menurunnya curah
jantung.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi perifer akibat sekunder dari
ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium dengan kebutuhan.
f. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau perubahan
kesehatan.
g. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran
diri yang salah, perubahan peran.
h. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan
ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik, tidak mau menerima perubahan pola hidup
yang sesuai.
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan &
Kriteria HasilIntervensi Rasional
Nyeri akut
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan
suplai darah dan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan terdapat
penurunan respon
1. Catat karakteristik
nyeri, lokasi,
intensitas,
lamanya, dan
penyebaran.
1. Variasi penampilan
dan perilaku klien
karena nyeri yang
terjadi dianggap
sebagai temuan
oksigen dengan
kebutuhan
miokardium akibat
sekunder dari
penurunan suplai
darah ke
miokardium,
peningkatan
produksi asam
laktat.
nyeri dada dengan
kriteria :
1. Pasien
mengetahui
penyebab nyeri
2. Pasien
mengetahui cara
menurunkan
nyeri
3. Pasien mempu
melakukan cara
penurunan nyeri
4. Wajah rileks
5. Tanda vital
dalam batas
normal
6. Tidak terjadi
penurunan
perfusi perifer
7. Produksi urine
>600ml/hari
2. Anjurkan kepada
klien untuk
melaporkan nyeri
dengan segera.
3. Atur posisi
fisiologis.
4. Anjurkan klien
untuk istirahat.
5. Berikan oksigen
tambahan sesuai
indikasi.
6. Manajemen
lingkungan :
lingkungan tenang
dan batasi
pengunjung.
pengkajian.
2. Nyeri berat dapat
menyebabkan syok
kardiogenik yang
berdampak pada
kematian mendadak.
3. Posisi fisiologis akan
meningkatkan asupan
oksigen ke jaringan
yang mengalami
iskemia.
4. Istirahat akan
menurunkan
kebutuhan oksigen
jaringan perifer
sehingga akan
menurunkan
kebutuhan
miokardium dan akan
meningkatkan suplai
darah dan oksigen ke
miokardium yang
membutuhkan
oksigen untuk
menurunkan iskemia.
5. Meningkatkan jumlah
oksigen yang ada
untuk pemakaian
miokardium sekaligus
mengurangi
ketidaknyamanan
sekunder terhadap
iskemia.
6. Lingkungan tenang
akan menurunkan
stimulus nyeri
eksternal dan
pembatasan
pengunjung dakan
membantu
meningkatkan kondisi
oksigen ruangan.
7. Ajarkan teknik
relaksasi
pernapasan dalam
pada saat nyeri.
8. Kolaborasi
pemberian terapi
farmakologis
antiangina.
9. Kolaborasi
pemberian terapi
farmakologis
antikoagulan.
10. Kolaborasi
pemberian terapi
Oksigen ruangan akan
berkurang apabila
banyak pengunjung
yang berada di
ruangan.
7. Meningkatkan asupan
oksigen sehingga
akan menurunkan
nyeri akibat sekunder
dari iskemia jaringan.
8. Obat-obatan
antiangina bertujuan
untuk meningkatkan
aliran darah baik
dengan menambah
suplai oksigen atau
dengan mengurangi
kebutuhan
miokardium akan
oksigen.
9. Antikoagulan dipakai
untuk menghambat
pembentukan bekuan
darah. Tidak seperti
trombolitik, obat ini
tidak melarutkan
bekuan yang sudah
ada tetapi bekerja
sebagai pencegah
pembentukan bekuan
baru. Antikoagulan
dipakai pada klien
yang memiliki
gangguan pembuluh
arteri dan vena yang
membuat mereka
beresiko tinggi untuk
pembentukan bekuan
darah.
10. Trombolitik
menghancurkan
thrombus dengan
farmakologis
trombolitik.
11. Kolaborasi untuk
tindakan terapi
nonfarmakologis
(PTCA-
angioplasty
coroner
transluminal
perkutan, CABG).
mekanisme
fibrinolitik mengubah
plasminogen menjadi
plasmin, yang
menghancurkan fibrin
di dalam bekuan
darah.
11. Kolaborasi apabila
tindakan farmakologis
tidak menunjukkan
perbaikan atau
penurunan nyeri.
Actual/resiko
tinggi penurunan
curah jantung
berhubungan
dengan perubahan
frekuensi, irama,
konduksi
elektrikal.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan tidak
terjadi penurunan
curah jantung
dengan kriteria :
1. Pasien
mengetahui
penyebab
penurunan
curah jantung.
2. Pasien
mengetahui cara
meningkatkan
curah jantung.
3. Pasien mampu
melakukan cara
meningkatkan
curah jantung.
4. Hemodinamika
stabil (tekanan
darah dalam
batas normal,
curah ajntung
kembali
1. Ukur tekanan
darah.
2. Evaluasi kualitas
dan kesamaan
nadi.
3. Auskultasi dan
catat terjadinya
bunyi jantung
S3/S4.
4. Auskultasi dan
1. Hipotensi dapat
terjadi akibat
disfungsi ventrikel,
hipertensi juga
fenomena umum
berhubungan dengan
nyeri, cemas yang
mengakibatkan
terjadinya
pengeluaran
katekolamin.
2. Penurunan curah
jantung
mengakibatkan
menurunnya kekuatan
nadi.
3. S3 berhubungan
dengan gagal jantung
kronis atau gagal
mitral yang disertai
infark berat. S4
berhubungan dengan
iskemia, kekakuan
ventrikel, atau
hipertensi pulmonal.
4. Menunjukkan
meningkat,
asupan dan
keluaran sesuai,
irama jantung
tidak
menunjukkan
tanda-tanda
disritmia).
5. Produksi urine
>600 ml/hari.
catat murmur.
5. Pantau frekuensi
jantung dan irama.
6. Berikan makanan
dengan porsi
sedikit tapi sering
dan mudah
dikunyah, batasi
asupan kafein.
7. Kolaborasi dalam
pemantau
laboratorium
enzim jantung,
GDA dan
elektrolit.
gangguan aliran darah
dalam jantung akibat
kelainan katup,
kerusakan septum,
atau vibrasi otot
papilaris.
5. Perubahan frekuensi
dan irama jantung
dapat menunjukkan
adanya komplikasi
disritmia.
6. Makanan dengan
porsi besar dapat
meningkatkan kerja
miokardium. Kafein
dapat merangsang
langsung ke jantung
sehingga
meningkatkan
frekuensi jantung.
7. Enzim dapat
digunakan untuk
memantau perluasan
infark, perubahan
elektrolit berpengaruh
terhadap irama
jantung.
Resiko
ketidakefektifan
penatalaksanaan
program terapeutik
berhubungan
dengan
ketidakpatuhan
terhadap aturan
terapeutik, tidak
mau menerima
perubahan pola
hidup yang sesuai.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan klien
mengenal faktor-
faktor yang
menyebabkan
peningkatan resiko
kekambuhan
dengan kriteria :
1. Pasien
mengetahui
penyebab
kekambuhan.
2. Pasien
1. Identifikasi faktor
yang mendukung
pelaksanaan
terapeutik.
2. Berikan penjelasan
penatalaksanaan
1. Keluarga terdekat
bauk suami/istri atau
anak yang mampu
menerima penjelasan
dapat menjadi
pengawas klien dalam
menjalankan pola
hidup yang efektif
selama klien di rumah
dan memiliki waktu
yang optimal dalam
menjaga klien.
2. Setelah mengalami
serangan akut,
perawat perlu
mengetahui cara
mencegah
kekambuhan.
3. Pasien mempu
mencegah
kekambuhan.
4. Secara subjektif
menyatakan
bersedia dan
termotivasi
untuk
melakukan
aturan
terapeutik
jangka panjang
dan menerima
perubahan pola
hidup yang
efektif.
5. Pasien mampu
mengulang
faktor-faktor
resiko
kekambuhan.
terapeutik lanjutan.
3. Berikan penjelasan
tentang perubahan
pola aktivitas.
4. Berikan penjelasan
tentang pendidikan
kesehatan tentang
diet.
menjelaskan
penatalaksanaan
lanjutan dengan
tujuan dapat
membatasi ukuran
infark, menurunkan
nyeri dan kecemasan,
dan mencegah aritmia
dan komplikasi.
3. Aktivitas yang
berlebihan merupakan
presipitasi serangan
angina kembali. Klien
dianjurkan untuk
mengurangi kualitas
kegiatan fisik dari
yang biasa klien
lakukan sebelum
keluhan angina
terjadi.
4. Konsumsi banyak
makanan yang terbuat
dari tepung
merupakan slah satu
faktor presipitasi
serangan angina.
Aktivitas yang
dilakukan setelah
makan yang cukup
banyak dapat
meningkatkan resiko
angina. Klien
dianjurkan agar
beraktivitas minimal
stu jam setelah
makan. Pemberian
makanan sedikit tapi
sering akan
mempermudah
saluran pencernaan
dalam mencerna
makanan sangat
5. Berikan penjelasan
untuk tidak
merokok.
6. Berikan penjelasan
tentang
pembatasan asupan
garam.
7. Beri dukungan
secara psikologis.
dianjurkan pada klien
setelah mengalami
serangan angina.
5. Merokok akan
meningkatkan adhesi
trombosit sehingga
merangsang
pembentukan
thrombus pada arteri
coroner. Hemoglobin
lebih mudah berikatan
dengan karbon
monoksida
dibandingkan dengan
oksigen sehingga
akan menurunkan
asupan oksigen secara
umum. Nikotin dan
tar mempunyai respon
terhadap sekresi
hormone
vasokonstriktor
sehingga akan
meningkatkan beban
kerja jantung.
6. Konsumsi garam yang
tinggi akan
meningkatkan dan
memperberat
serangan angina
karena akan
meningkatkan
tekanan darah.
Pemberian obat
diuretic dilakukan
untuk mempercepat
penurunan garam
dalam sirkulasi.
7. Dapat membantu
meningkatkan
motivasi klien dalam
mematuhi aturan
terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
Eliastam, Michael. 1998. Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta : EGC.
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.