implementasi hukum jaminan pada transaksi …eprints.ums.ac.id/61154/10/naskah publikasi...
TRANSCRIPT
i
IMPLEMENTASI HUKUM JAMINAN PADA TRANSAKSI
PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
(STUDI KASUS PADA PT. BANK BNI SYARIAH)
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1
pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Oleh:
ANDI BUDI RIYONO
NIM: C 100 120 223
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
IMPLEMENTASI HUKUM JAMINAN PADA TRANSAKSI
PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
(STUDI KASUS PADA PT. BANK BNI SYARIAH)
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
ANDI BUDI RIYONO
NIM: C 100 120 223
Telah diperiksa dan disetujui oleh:
Pembimbing I
(Dr. Wardah Yuspin, S.H., M.Kn., Ph. D.)
i
iii
HALAMAN PENGESAHAN
IMPLEMENTASI HUKUM JAMINAN PADA TRANSAKSI
PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
(STUDI KASUS PADA PT. BANK BNI SYARIAH)
Yang ditulis oleh:
ANDI BUDI RIYONO
NIM: C. 100.120.223
Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal:
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji
Ketua :
Sekretaris :
Anggota :
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
(Prof. Dr. H. Khudzaifah Dimyati, SH., M. Hum.)
ANAK SEBAGAI PELAKU PIDANA
( Pertanggungjawaban Anak Ditinjau dari Hukum Pidana dan Jinayah)
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
AHMAD BASRONI
C 100 120 239
Telah diperiksa dan disetujui oleh:
ii
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelask terbukti ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan
saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 19 Maret 2018
Penulis
ANDI BUDI RIYONO
NIM: C. 100.120.223
iii
1
IMPLEMENTASI HUKUM JAMINAN PADA TRANSAKSI
PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
(STUDI KASUS PADA PT. BANK BNI SYARIAH)
ABSTRAK
Adanya jaminan dalam transaksi pembiayaan merupakan hal yang wajar
sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah
Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris. Yuridis yaitu mengkaji konsep normatifnya atau peraturan perundang-undangan. Sedangkan empiris yaitu mengkaji pada kenyataan yang ada terhadap implementasi hukum jaminan yang ada pada PT. Bank BNI Syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya dalam akad musyarakah tidak ada jaminan, akan tetatpi jaminan digunakan untuk menghindari terjadinya kemungkinan nasabah melakukan wanprestasi dan untuk memberikan rasa keamanan bagi pihak bank dan nasabah. Oleh sebab itu, pihak bank dapat meminta jaminan kepada pihak nasabah. Konsep hukum jaminan yang Diaplikasikan di PT. Bank BNI Syariah pada pembiayaan musyarakah sudah sesuai dengan prinsip jaminan karena mengacu pada undang-undang perbankan no. 10 Tahun 1998, UU No. 21 tentang Perbankan Syariah dan Fatwa DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000. Adanya jaminan, dan manajemen yang dipraktekkan oleh PT. Bank BNI Syari’ah yang tidak sesuai dengan musyarakah perspektif fiqih, hal ini terlihat dari diberlakukannya jaminan atau agunan sebagai syarat mutlak dalam pembiayaannya pada nasabah.
Kata Kunci: implementasi hukum jaminan dan transaksi pembiayaan musyarakah
ABSTRACT
The existence of the guarantee in the financing transaction is a natural
thing in accordance with the Law of the Republic of Indonesia Number 10 of 1998
concerning Banking that the collateral is an additional guarantee submitted by the
Debtor Customer to the bank in the framework of granting credit or financing
facility based on Sharia Principles. The approach method used in this research is empirical juridical approach. Juridical is to study the concept of normatifnya or legislation. While empirical is to examine the reality that exists on the implementation of existing security law at PT. Bank BNI Syariah.
2
The results show that basically in the musharaka contract there is no guarantee,
but the guarantee is used to avoid the possibility of the customer performing the
default and to provide a sense of security for the bank and the customer. Therefore,
the bank can request a guarantee to the customer. The concept of legal guarantees
applied at PT. Bank BNI Syariah in musyarakah financing is in accordance with
the principle of guarantee because it refers to the banking law number. 10 of 1998,
UU No. 21 concerning Sharia Banking and Fatwa DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000.
The existence of guarantee, and management practiced by PT. Bank BNI Syari'ah
which is not in accordance with musyarakah perspective fiqih, this is seen from the
enactment of collateral or collateral as a necessary condition in the financing of
the customer.
Keywords: implementation of guarantee law and musyarakah financing transaction
1. PENDAHULUAN
Ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh
kedamaian dan kesejahteraan dunia akhirat. Perilaku manusia di sini berkaitan
dengan landasan-landasan syari‟ah sebagai rujukan berperilaku dan kecenderungan-
kecenderungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan porsinya
masing-masing sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi yang khas dengan
dasar-dasar nilai Ilahiah. Akibatnya, masalah ekonomi dalam Islam adalah masalah
menjamin berputarnya harta di antara manusia agar dapat memaksimalkan fungsi
hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai kedamaian dan kesejahteraan dunia
akhirat (here after).1
Semangat umat Islam untuk melaksanakan ajaran Islam khususnya di
bidang ekonomi semakin kokoh terlebih ditandai dengan munculnya gerakan
ekonomi Islam sebagai alternatif lain dari sistem ekonomi konvensional yang
berbasis sistem bunga (ribawi) yang dianggap tidak adil dan eksploitatif.2
1 Ascarya, 2011, Akad dan Produk Bank Syari’ah, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Cet. 3, hal. 7. 2 Syafi‟i Antonio, 1999, Bank Syari’ah Bagi Banker dan Praktisi Keuangan, Jakarta:
Tazkia Institute, hal. 124-125.
3
Fenomena tersebut telah didukung dengan disahkannya berbagai undang-
undang yang mendukung keberadaan bank-bank syari‟ah di Indonesia, salah
satunya adalah Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syari‟ah
yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008.3
Bank syari‟ah adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan atau
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak berdasarkan
prinsip syari‟ah.4
Salah satu produk dari pembiayaan perbankan syari‟ah adalah pembiayaan
musyarakah. Pembiayaan musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerja
sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko
yang terjadi akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.5
Jika dilihat dari definisi musyarakah di atas akad ini merupakan suatu akad
kerja sama, maka seharusnya tidak diperlukan jaminan di dalam transaksi
pembiayaan musyarakah tersebut, akan tetapi sudah menjadi kebiasaan umum
bahwa pembiayaan musyarakah yang ada di masyarakat memerlukan jaminan
sebagai salah satu syarat dicairkannya pembiayaan musyarakah.
Tabel 1.
Komposisi Pembiayaan yang diberikan Bank Umum Syariah
Periode 2011-2015
Akad Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
Mudharabah 10.229 12.023 13.625 14.354 14.906
Musyarakah 18.960 27.667 39.874 49.387 54.033
Murabahah 56.365 88.004 110.565 117.371 117.777
Salam 0 0 0 0 0
3 A. Riawan Amin, 2009, Menata Perbankan Syari’ah di Indonesia, Jakarta: UIN
Press. 4 Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, dan Undang-Undang
No.21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syari‟ah. 5 Mardani, 2013, Hukum Perikatan Syari’ah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,
hal. 163-164.
4
Istishna 326 376 582 633 678
Ijarah 3.839 7.345 10.481 11.620 11.561
Qardh 12.937 12.090 8.995 5.965 4.938
Total 102.655 147.505 184.122 199.330 203.894
www.bi.go.id.
Berdasarkan tabel 1 tentang komposisi pembiayaan yang diberikan Bank
Umum Syariah di atas menunjukkan bahwa pembiayaan musyarakah menunjukkan
kenaikan yang drastis dibandingkan dengan pembiayaan bank umum syariah (BUS)
lainnya.
Tabel 2. Komposisi Pembiayaan Musyarakah, Mudharabah, dan Murabahah
Periode 2011-2015 (Dalam jutaan rupiah)
Nama Bank Jenis Pembiayaan
Musyarakah Mudharabah Murabahah
PT. Bank Muamalat
Indonesia
20.808.388 1.146.881 24.359.869
PT. Bank Syariah Mandiri 10.591.077 2.888.566 34.807.005
PT. BRI Syariah 5.082.963 1.121.467 10.003.275
PT. BNI Syariah 2.168.804 1.279.950 13.486.471
www.bi.go.id.
Berdasarkan tabel 2, komposisi pembiayaan musyarakah terbesar diberikan
oleh PT. Bank Muamalat Indonesia. Pembiayaan mudharabah dan murabahah
terbesar diberikan oleh PT. Bank Syariah Mandiri. Sementara PT. BNI Syariah
memiliki urutan terkecil dalam menyalurkan pembiayaan musyarakah. Sehingga
peneliti tertarik meneliti pada PT. BNI Syariah terkait dengan sedikitnya
penyaluran pembiayaan musyarakah.
Adanya jaminan dalam transaksi pembiayaan merupakan hal yang wajar
sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah
Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah6
6 http://www.jdih.kemenkeu.go.id, diakses 3 November 2017.
1
1
1
5
Akan tetapi, jika ditelusuri dari akar syar‟i, keharusan untuk menyerahkan
jaminan hanya dijelaskan dalam akad gadai atau rahn saja. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya penyimpangan dalam operasionalisasi Bank Syari‟ah karena praktek
semacam itu pada intinya sama saja dengan Praktek Bank konvensional yang
berprinsip tidak ada kredit tanpa jaminan.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang membahas mengenai pembiayaan musyarakah
pada PT. BNI Syariah dengan judul “Implementasi Hukum Jaminan Pada
Transaksi Pembiayaan Musyarakah (Studi Kasus Pada PT. Bank BNI
Syariah)”
2. METODE
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis empiris. Yuridis yaitu mengkaji konsep normatifnya atau peraturan
perundang-undangan. Sedangkan empiris yaitu mengkaji pada kenyataan yang ada
terhadap implementasi hukum jaminan yang ada pada PT. Bank BNI Syariah.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Praktek Pembiayaan PT. Bank BNI Syariah
Produk yang ditawarkan PT. Bank BNI Syariah antara lain adalah
Pendanaan, Pembiayaan, Layanan Luar Negeri, Kartu Pembiayaan Hasanah, dll.
Salah satu produk pembiayaan pada PT. Bank BNI Syariah adalah pembiayaan
musyarakah. Jumlah pembiayaan musyarakah PT. Bank BNI Syariah Minimal 100
juta dan Maksimal 500 juta. Pembiayaan musyarakah dilakukan dengan akad
musyarakah dimana nanti masing-masing pihak akan mendapatkan nisbah bagi
hasil. Akan tetapi, pada setiap pembiayaan musyarakah di PT. Bank BNI Syari‟ah
harus menyertakan jaminan dengan nilai jaminan sebesar 125% dari pembiayaan.
Jaminan itu diberikan nasabah kepada PT. Bank BNI Syari‟ah Berupa fixed Asset
(tanah dan/atau bangunan) dan/atau cash collateral (jaminan cash).
1
6
Berdasarkan fatwa DSN no. O8/DSN-MUI/IV/2000 bagian objek akad
dalam point (c) perihal keuntungan telah dipaparkan, yaitu setiap keuntungan mitra
harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada
jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan seorang mitra.7 Berdasarkan Fatwa
DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000 bagian objek akad dalam point (d) perihal kerugian
telah dipaparkan, yaitu kerugian harus dibagi diantara para mitra secara
proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
Jumlah jaminan yang harus disertakan dalam pembiayaan musyakarah di
PT. Bank BNI Syari‟ah lebih dari 100% dari jumlah modal yang disertakan padahal
musyarakah dalam fiqh, kontribusi prosentase modal yang diberikan jumlahnya
harus sama antara bank dan nasabah.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis berpendapat bahwa pembiayaan
musyarakah PT. Bank BNI Syari‟ah sudah sesuai karena menggunakan nisbah bagi
hasil dalam pembagian keuntungan, akan tetapi penyertaan jaminan pada
pembiayaan musyarakah di PT. Bank BNI Syari‟ah lebih dari 100% dari jumlah
modal belum sesuai dengan konsep fiqh dan Fatwa DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000
point c dan point d. Dimana point (c) perihal keuntungan telah dipaparkan, yaitu
setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan seorang
mitra. Sedangkan point (d) perihal kerugian telah dipaparkan, yaitu kerugian harus
dibagi diantara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing
dalam modal.
3.2. Konsep Hukum Jaminan yang Diaplikasikan PT. Bank BNI Syariah
Jaminan dalam PT. Bank BNI Syariah mengacu pada UU perbankan
syariah. Menurut PT. Bank BNI Syariah manfaat jaminan adalah sebagai second
way out apabila terjadi wanprestasi, sehingga jaminan dapat di jual atau lelang dan
hasilnya digunakan untuk melunasi kewajiban nasabah.
7 Widyaningsih, 2005, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, hal. 150.
7
Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah pada
dasarnya tidak mengunakan istilah kredit sebagaimana yang digunakan dalam UU
No. 10 tahun 1998, tetapi menggunakan istilah pembiayaan sebagai padanan kata
kredit dalam sistem lembaga keuangan syariah. Pembiayaan didefinisikan dalam
pasal 1 angka 25 UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah sebagai
pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik.
c. Transaksi jual beli dalam bentuk hutang murabahah, salam, dan istishna'.
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah bentuk transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS
dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas
dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Kata kredit pada dasar berasal dari bahasa Romawi Credere yang artinya
percaya8. Kredit dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan didefinisikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Perbedaan mendasar keduanya adalah jika return kredit melalui bunga,
maka return pembiayaan dilakukan dengan cara-cara lain yang ditentukan sesuai
dengan akad masing-masing pembiayaan syariah (berdasarkan prinsip bagi hasil,
jual-beli, atau sewa menyewa). Sedangkan dalam hubungan nasabah. dan bank
8 A. Wangsawidjaja Z, 2012, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
hal. 152.
8
syariah berbentuk hubungan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur seperti
dalam bank konvensional.9
Jaminan dan Agunan pada dasarnya merupakan dua istilah yang dapat saling
dipertukarkan. Jaminan secara sederhana dimaknai sebagai tanggungan atas
pinjaman yang diterima.10
Jaminan dalam nomenklatur hukum perdata di Indonesia
ditemukan dalam Pasal 1131 KHUPer dan Penjelasan Pasal 8 UU No. 10
Tahun1998 tentang Perbankan. Hanya saja, kedua peraturan tersebut tidak
mendefinisikan secara jelas apa yang dimaksud dengan jaminan, kedua aturan
ini menyatakan jaminan berkaitan erat dengam masalah utang piutang.
Sehingga, jaminan dapat didefinisikan sebagai suatu perjanjian antara
kreditur dengan debitur, di mana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk
kepentingan pelunasan utang menurut ketentuan peraturan yang berlaku, apabila
dalam waktu yang telah ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang debitur.11
Dalam terminologi hukum perbankan agunan didefinisikan dalam Pasal 1
angka 23 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebagai suatu jaminan
tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada Bank (Kreditur) dalam rangka
pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Sedangkan
Pasal 1 Angka 26 UU No. 21 Tahun 2008 tentan Perbankan Syariah menyebutkan
agunan merupakan jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda
tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan kepada Bank Syariah
dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas.
Kedua aturan tersebut dengan tegas menyebutkan agunan sebagai jaminan
tambahan, maka menurut Wangsawidjaja secara a contrario jika ada jaminan
tambahan, tentulah ada jaminan pokok. Jika melihat terminologi hukum yang ada
dalam UU No. 21 Tahun 2008, jaminan pokok pada dasarnya tidak disebutkan
secara jelas. Namun jika merujuk pada istilah jaminan dan agunan dalam praktik
9 Muhammad Syafi‟i Antonio, Op. Cit, hal. 34.
10 A. Wangsawidjaja Z, Op. Cit, hal. 285.
11 Gatot Supramono, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang
Yuridis, Jakarta: Renika Cipta, hal. 196.
9
perbankan yang dikemukan oleh A. Wangsawidjaja, bahwa istilah ini muncul dari
SK No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian
Kredit dan SE No. 23/6/UKU tanggal 28 Februari1991 tentang Jaminan
Pemberian Kredit.12
Pasal 1 huruf b dan c SK No. 23/69/KEP/DIR yang menyebutkan: Jaminan
pemberian kredit adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi
kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Agunan adalah jaminan material, surat
berharga, garansi resiko yang disediakan oleh debitur untuk menanggung
pembayaran kembali suatu kredit, apabila debitur tidak dapat melunasi kredit sesuai
dengan yang diperjanjikan.
Ketentuan pada Pasal 23 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah menyebutkan bahwa: Bank Syariah dan/atau UUS harus mempunyai
keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk
melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan/atau UUS
menyalurkan dana kepada Nasabah Penerima Fasilitas.
Sedangkan dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan hanya menyebutkan: Dalam memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan
berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta
kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan
pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Jika dilihat ketiga ketentuan tersebut, A. Wangsawidjaja menambahkan jika
ketentuan pengertian keyakinan sebagaimana yang dimaksud dalam dalam Pasal 23
ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbakan Syariah ini dikaitkan dengan
ketentuan Pasal 1 huruf b dan c SK No. 23/69/KEP/DIR, maka dapat
dianalogikan jika agunan adalah jaminan tambahan, maka„keyakinan‟ bank untuk
12 A. Wangsawidjaja Z, Op. Cit, hal. 286.
10
memberikan kredit dapat ditafsirkan secara a contrario pula sebagai jaminan
pokok.13
Maka menurut pendapat penulis jika UU No. 21 Tahun 2008 merupakan
lex sepecialis dari UU No. 10 Tahun 1998 sebagai lex generalis, maka
pemaknaan/definisi dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang agunan sebagai jaminan
tambahan adalah sama dengan yang dimaknai dalam UU No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah. Dengan makna lain, jaminan pokok dalam UU
No.107 Tahun 1998 adalah sama berkaitan dengan makna „keyakinan‟ bank
untuk memberikan kredit.
Dampak penerapan jaminan dan sita jaminan bagi PT. Bank BNI Syariah
adalah dengan adanya jaminan, PT. Bank BNI Syariah akan terlindungi apabila ada
nasabah yang melakukan wanprestasi sehingga PT. Bank BNI Syariah dapat
menggunakan jaminan tersebut untuk melunasi kewajiban nasabah. Berdasarkan
pasal 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah keharusan adanya jaminan
terkandung dalam kalimat “........ keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
debitur .....”dan mencerminkan apa yang disebut the five cost of credit yang salah
satunya adalah collateral (jaminan/agunan) yang harus disediakan oleh debitur. 14
3.3. Implementasi Hukum Jaminan Pada Konsep Pembiayaan Musyarakah
Menurut Hukum Islam
Pembiayaan musyarakah yang telah dipraktekkan oleh PT. Bank BNI
Syari‟ah bila ditinjau dari akad dalam literatur fiqih sudah terpenuhi yaitu adanya
ijab dan qabul akan tetapi pembiayaan musyarakah bukanlah hanya dilihat dari
akad saja melainkan juga dari segi praktek usaha itu sendiri, cara penentuan nisbah
bagi hasilnya, maupun mengenai tanggung jawab atas kerugian.
Pada PT. Bank BNI Syari‟ah Syariah masih terdapat beberapa hal yang
sama dengan bank konvensional, hal ini dapat dilihat dari nisbah bagi hasil yang
13 A. Wangsawidjaja Z, Op. Cit, Hlm. 287.
14 Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Andi Offiset, hal.54
11
ditetapkan di awal dan sudah menjadi patokan yang tidak ditawarkan serta nominal
uang yang harus disetorkan nasabah kepada bank yang ditetapkan diawal, resiko
usaha dari akad pembiayaan tidak menjadi tanggung jawab dari kedua belah pihak,
sehingga nasabah menjadi pihak yang dirugikan. Serta adanya jaminan, dan
manajemen yang dipraktekkan oleh PT. Bank BNI Syari‟ah yang tidak sesuai
dengan musyarakah perspektif fiqih, hal ini terlihat dari diberlakukannya jaminan
atau agunan sebagai syarat mutlak dalam pembiayaannya pada nasabah.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab di atas, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1). Pada dasarnya dalam akad musyarakah tidak ada jaminan, akan tetatpi jaminan
digunakan untuk menghindari terjadinya kemungkinan nasabah melakukan
wanprestasi dan untuk memberikan rasa keamanan bagi pihak bank dan
nasabah. Oleh sebab itu, pihak bank dapat meminta jaminan berupa fixed asset
(tanah dan/atau bangunan), sertifikat bangunan atau tanah, BPKB Kendaraan,
SK kerja dan/atau cash collateral (jaminan cash) sebagai syarat mutlak dalam
pembiayaannya pada nasabah. Praktik pengenaan jaminan pada pembiayaan
musyarakah berdasarkan Berdasarkan Fatwa DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000.
Penyertaan jaminan pada pembiayaan musyarakah di PT. Bank BNI Syari‟ah
lebih dari 100% dari jumlah modal belum sesuai dengan konsep fiqh dan Fatwa
DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000 point c dan point d. Dimana point (c) perihal
keuntungan telah dipaparkan, yaitu setiap keuntungan mitra harus dibagikan
secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang
ditentukan di awal yang ditetapkan seorang mitra. Sedangkan point (d) perihal
kerugian telah dipaparkan, yaitu kerugian harus dibagi diantara para mitra
secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
12
2). Konsep hukum jaminan yang Diaplikasikan di PT. Bank BNI Syariah pada
pembiayaan musyarakah sudah sesuai dengan prinsip jaminan karena mengacu
pada undang-undang perbankan no. 10 Tahun 1998, UU No. 21 tentang
Perbankan Syariah dan Fatwa DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000.
3). Implementasi Hukum Jaminan Pada Konsep Pembiayaan Musyarakah Menurut
Hukum Islam dapat disimpulkan bahwa musyarakah yang telah dipraktekkan
oleh PT. Bank BNI Syari‟ah bila ditinjau dari akad dalam literatur fiqih sudah
terpenuhi yaitu adanya ijab dan qabul akan tetapi pembiayaan musyarakah
bukanlah hanya dilihat dari akad saja melainkan juga dari segi praktek usaha itu
sendiri, cara penentuan nisbah bagi hasilnya, maupun mengenai tanggung jawab
atas kerugian. Pada PT. Bank BNI Syari‟ah Syariah masih terdapat beberapa
hal yang sama dengan bank konvensional, hal ini dapat dilihat dari nisbah bagi
hasil yang ditetapkan di awal dan sudah menjadi patokan yang tidak ditawarkan
serta nominal uang yang harus disetorkan nasabah kepada bank yang ditetapkan
diawal, resiko usaha dari akad pembiayaan tidak menjadi tanggung jawab dari
kedua belah pihak, sehingga nasabah menjadi pihak yang dirugikan. Serta
adanya jaminan, dan manajemen yang dipraktekkan oleh PT. Bank BNI
Syari‟ah yang tidak sesuai dengan musyarakah perspektif fiqih, hal ini terlihat
dari diberlakukannya jaminan atau agunan berupa fixed asset (tanah dan/atau
bangunan), sertifikat bangunan atau tanah, BPKB Kendaraan, SK kerja dan/atau
cash collateral (jaminan cash) sebagai syarat mutlak dalam pembiayaannya pada
nasabah.
4.2 Saran
Adapun masukan ataupun saran-saran yang bermanfaat bagi penulis untuk
pembahsan skripsi ini adalah:
1). Diharapkan nasabah yang melakukan pinjaman di PT. Bank BNI Syari‟ah
memiliki rasa tanggung jawab penuh untuk mengembalikan modal sesuai
dengan pembiayaan yang telah diterima.
13
2). Diharapkan pihak nasabah dan Bank yang melakukan perjanjian dengan akad
musyarakah memiliki rasa kepercayaan yang penuh dalam menjalankan
usahanya
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M. Syafi‟i, 1999, Bank Sayri’ah Bagi Banker dan Praktisi Keuangan,
Jakarta: Tazkia Institute.
Amin, A. Riawan, 2009, Menata Perbankan Syari’ah di Indonesia, Jakarta: UIN
Press.
Ascarya, 2011, Akad dan Produk Bank Syari’ah, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://www.jdih.kemenkeu.go.id, diakses 3 November 2017.
Mardani, 2013, Hukum Perikatan Syari’ah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.
Supramono, Gatot, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Jakarta: Renika Cipta.
Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, dan Undang-Undang
No.21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syari‟ah.
Untung, Budi, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Andi Offiset.
Widyaningsih, 2005, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana.
Wangsawidjaja Z, 2012, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.