implementasi program kelompok budidaya ikan jaring …repository.ub.ac.id/6038/1/ellen yuni...
TRANSCRIPT
i
IMPLEMENTASI PROGRAM KELOMPOK
BUDIDAYA IKAN JARING APUNG
(POKDAKAN JAPUNG) DALAM RANGKA
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITAR
BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO (Studi pada Dinas Peternakan Dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana
Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
Ellen Yuni Widyawati
NIM. 135030101111134
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2017
ii
MOTTO
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri, dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berpegang teguh pada
jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu telah menjadi) janji yang
benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah ? Maka bergembiralah dengan jual beli
yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. Al-Taubah:
111)
-Allah Swt-
-TIADA KEMULIAAN TANPA ISLAM -
iii
iv
v
vi
RINGKASAN
Ellen Yuni Widyawati, 2017, Implementasi Program Kelompok Budidaya
Ikan Jaring Apung (POKDAKAN JAPUNG) dalam Rangka Pemberdayaan
Masyarakat Sekitar Bantaran Sungai Bengawan Solo, Alfi Haris Wanto, Dr,
M.AP, MMG.
Program Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung (POKDAKAN JAPUNG)
merupakan sebuah program yang dibentuk oleh Dinas Peternakan dan Perikanan
dengan masyarakat Sekitar Bantaran Sungai Bengawan Solo. Program ini muncul
karena adanya permasalahan yang dihadapai oleh masyarakat sekitar bantaran
sungai bengawan solo yakni para pekerja penambang pasir dan pembuat batu bata
yang kesulitan untuk bekerja. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
implementasi program serta faktor pendukung dan penghambat program
kelompok budidaya ikan jaring apung ini, sehingga fokus dalam penelitian ini di
dasarkan pada teori Merilee S. Grindle.
Penelitian ini menggunakan konsep implementasi kebijakan atau program.
Kemudian metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi,
dan studi dokumentasi. Analisa data menggunakan model interaktif, yang terdiri
dari kondensasi data, penyajian data, menarik kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa dalam Implementasi Program
Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung (POKDAKAN JAPUNG) telah
melakukan sinergi ke berbagai aktor yakni Dinas Peternakan dan perikanan
dengan Pemerintah Daerah, Kecamatan, Pemerintah Desa, Tokoh Masyarakat dan
Masyarakat Pembudidaya Ikan itu sendiri. Kemudian Dinas Peternakan dan
Perikanan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melakukan beberapa cara
antara lain; pendampingan, monitoring dan pelatihan guna meningkatkan keahlian
para pembudidaya ikan sehingga bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.
Manfaat yang diperoleh dari program ini adalah terciptanya lapangan pekerjaan
baru, meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat dan meningkatnya produksi
dan konsumsi ikan di Kabupaten Bojonegoro. Dalam implementasinya ada
beberapa faktor pendukung yakni adanya dukungan dari berbagai elemen seperti
dinas peternakan dan perikanan, pemerintah daearah, kecamatan, pemerintah desa
dan masyarakat sekitarnya. Kemudian faktor penghambatnya adalah masih
kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang tersedia serta cuaca atau iklim yang
tidak menentu seperti hujan, banjir dan hama.
Saran yang dapat diajukan adalah menambah jumlah Sumber Daya
Manusianya (SDM), membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas,
kemudian meningkatkan kembali koordinasi dan evaluasi secara rutin.
Kata Kunci : Implementasi Program, Program POKDAKAN, Masyarakat
vii
SUMMARY
Ellen Yuni Widyawati, 2017, The Implementation of Fish Floating Net
Cultivation Program (POKDAKAN JAPUNG) in order to Empower the
Society Around Bengawan Solo River Bank, Alfi Haris Wanto, Dr, M.AP,
MMG.
The Fish Floating net Cultivation Group (POKDAKAN JAPUNG) program is
a program established by the Livestock and Fishery Service department with the
society around Bengawan Solo River bank. This program arises due to job
difficulties faced by the people around the Bengawan Solo river bank. Most of
them work as sand miners and brick makers and many of them are unemployed.
The purpose of this research is to determine the implementation of the program
and identify the supporting and inhibiting factors of this fish floating net
cultivation program, so the focus in this research is based on the theory of Merilee
S. Grindle.
This research used the policy or program implementation concept. The method
used in this research is qualitative approaching with descriptive research type. The
data was collected by interview, observation, and documentation study. Data
analysis used was interactive model consisting of data condensation, data
presentation, making conclusion and verification.
The result of this study showed that in the Implementation of Fish Floating net
cultivation Program (POKDAKAN JAPUNG) has done synergy to various actors
like the Department of Animal Husbandry and Fisheries, Local Government,
District, local Government, Community Leaders and the fish cultivators. The
Department of Animal Husbandry and Fisheries did several efforts to achieve the
planned goals those are Assistance, monitoring and training to improve the
expertise of fish farmers to get satisfactory results. This program gave some
benefits as it established new jobs, increase the economic income and increased
the production and consumption of fish in Bojonegoro Regency. There are several
factors that support the implementation, those are the support from various
elements such as livestock and fishery agencies, local government, district, village
government and the society. Then the factors which are inhibiting the program are
lack of available human resources (HR) and unpredictable weather or climate such
as rain, flood and pests.
From this study, we suggest that it’s needed to add more human resource, to
make the Procedure Operational Standard that is used as the guidance, to increase
the coordination and routine evaluation.
Keywords: Implementation program, POKDAKAN program, the society
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul “Implementasi Program Kelompok Budidaya Ikan
Jaring Apung (POKDAKAN JAPUNG) dalam Rangka Pemberdayaan
Masyarakat Sekitar Bantaran Sungai Bengawan Solo (Studi di Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro)”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh galar Sarjana Administrasi Publik Pada Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Prof. Bambang Supriono, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang
2. Bapak Dr. Choirul Shaleh, M.Si selaku kepala Jurusan Fakultas Ilmu
Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang
3. Ibu Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si selaku Kepala Prodi Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya
4. Bapak Alfi Haris Wanto, Dr, M.AP, MMG selaku ketua komisi
pembimbing saya, terimakasih banyak atas bimbingan yang telah
ix
diberikan kepada penulis serta rela meluangkan waktu untuk memberi
kontribusi yang maksimal terhadap penulis sampai dengan penulisan
skripsi selesai
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen pengajar yang telah mendidik dan
membekali ilmu selama penulis kuliah di Fakultas Ilmu Administrasi
Publik, serta seluruh karyawan Fakultas Ilmu Administrasi Publik.
6. Seluruh Bapak dan Ibu pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro yang telah meluangkan waktu dan membantu saya
dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Skripsi
ini, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat peneliti harapkan.
Semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat memberikan dukungan yang
berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Malang, 17 Juni 2017
(Ellen Yuni W)
x
DAFTAR ISI
MOTTO .............................................................................................................................. i
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................................... ii
TANDA PENGESAHAN ................................................................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................................................. iv
RINGKASAN ................................................................................................................... vi
SUMMARY ..................................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 10
D. Kontribusi Penelitian .................................................................................. 10
E. Sistematika Pembahasan ............................................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... .13
A. Kebijakan Publik ..................................................................................................13
1. Konsep Kebijakan Publik .................................................................................13
2. Tahapan-Tahapan Kebijakan ................................................................. 15
3. Kebijakan Sebagai Program ...................................................................17
4. Implementasi Kebijakan ................................................................................... 19
5. Model-Model Implementasi Kebijakan ............................................................20
B. Administrasi Pembangunan ....................................................................... 29
1. Pengertian Administrasi Pembangunan ...........................................................29
2. Ciri-Ciri Administrasi Pembangunan ...............................................................31
3. Macam-Macam Pembangunan .........................................................................32
C. Pemberdayaan Masyarakat......................................................................... 36
1. Pemberdayaan Masyarakat ...............................................................................36
2. Proses Pemberdayaan Masyarakat ...................................................................39
3. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat ..................................................................41
xi
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 44
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 44
B. Fokus Penelitian ......................................................................................... 45
C. Lokasi Penelitian dan Situs Penelitian ....................................................... 46
D. Sumber Data ............................................................................................... 47
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 48
F. Instrumen Penelitian................................................................................... 50
G. Teknik Analisis Data .................................................................................. 51
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................... 53
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 53
1.Gambaran Umum Kabupaten Bojonegoro .............................................. 53
a. Sejarah ........................................................................................................... 53
b. Visi dan Misi ................................................................................................. 54
c. Kondisi Geografis dan Topografi .................................................................. 55
d. Demografi ...................................................................................................... 56
e. Penghargaan ................................................................................................... 60
2. Gambaran Umum Dinas Peternakan dan Perikanan .............................. 65
a. Visi dan Misi Organisasi ............................................................................... 65
b. Tujuan dan Sasaran ........................................................................................ 65
c. Tugas Pokok dan Fungsi ................................................................................ 67
d. Susunan Organisasi ....................................................................................... 67
e. Sumber Daya SKPD ...................................................................................... 68
B. Penyajian Data Fokus Penelitian ............................................................... 70
1. Impelementasi Program Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung
(POKDAKAN JAPUNG) Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat
. Sekitar Bantaran Sungai Bengawan Solo. ............................................ 70
a. Isi Kebijakan....................................................................................... 70
1. Kepentingan-kepentingan yang Mempengaruhi ........................................ 70
2. Tipe Manfaat .............................................................................................. 81
3. Derajat Perubahan yang Ingin Dicapai ....................................................... 84
4. Letak Pengambilan Keputusan ................................................................... 91
5. Pelaksana Program ..................................................................................... 93
6. Sumber-sumber Daya yang Digunakan ...................................................... 96
b. Lingkungan Kebijakan ........................................................................ 98
1. Kekuasaan, Kepentingan, dan Strategi dari Aktor yang Terlibat ............... 99
2. Karaktaristik Lembagaan dan Rezim yang Berkuasa............................... 103
xii
3. Tingkat Kepatuhan dan Daya Tanggap ..................................................... 107
2. Faktor Pendukung Dan Penghambat pelaksananaan Program Kelompok
...Budidaya Ikan Jaring Apung dalam Meningkatkan Pendapatan
...Masyarakat Sekitar Bantaran Sungai Bengawan Solo. ........................ 110
a. Faktor Pendukung........................................................................................ 110
b. Faktor Penghambat...................................................................................... 113
C. Analisis Data .............................................................................................. 122
1. Impelementasi Program Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung
....(POKDAKAN JAPUNG) Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat
....Sekitar Bantaran Sungai Bengawan Solo ............................................ 122
a. Isi Kebijakan................................................................................... 123
1. Kepentingan yang dipengaruhi............................................................... 123
2. Tipe manfaat........................................................................................... 126
3. Derajat perubahan yang diinginkan ........................................................ 130
4. Letak pengambilan keputusan ................................................................ 134
5. Pelaksana program ................................................................................. 135
6. Sumber-sumber daya yang digunakan ................................................... 137
b. Lingkungan Kebijakan ................................................................... 140
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat ....................... 140
2. Karateristik lembaga dan rezim yang berkuasa ...................................... 142
3. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana ........................... 143
2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Implementasi Program
....Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung dalam Rangka Pemberdayaan
....Masyarakat Sekitar Bantaran Sungai Bengawan Solo ........................ 144
a. faktor Pendukung ........................................................................... 144
b. Faktor Penghambat ........................................................................ 146
BAB V PENUTUP ......................................................................................................... 148
A. Kesimpulan .............................................................................................. 148
B. Saran .......................................................................................................... 154
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 156
LAMPIRAN................................................................................................................... 160
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tahapan-tahapan Kebijakan Publik .................................................... 17
Gambar 2. Model implementasi kebijakan publik menurut Van Meter dan Van
Horn .................................................................................................... 23
Gambar 3. Model Implementasi Kebijakan Edward III ........................................ 26
Gambar 4. Model Implementasi Kebijakan Mirelee S. Grindle ........................... 29
Gambar 5. Relasi Antara Pemberdayaan dan Kesejahteraan Masyarakat ............ 38
Gambar 6. Siklus Pemberdayaan .......................................................................... 40
Gambar 7. Komponen Analisis Data Model Interaktif ......................................... 52
Gambar 8. Peta Kabupaten Bojonegoro ................................................................ 55
Gambar 9. Penambangan Pasir di Bantaran Sungai Bengawan Solo ................... 71
Gambar 10. Aktivitas Pembuatan Batu Bata Masyarakat di Bantaran Sungai
Bengawan Solo ................................................................................... 72
Gambar 11. Penyuluhan dan Sosialisasi Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro ....................................................................... 79
Gambar 12. Pemasangan Stimulan Jaring Apung di Bantaran Sungai Bengawan
Solo .................................................................................................. 80
Gambar 13. Jaring Apung yang sudah terpasang sampai saat ini ......................... 80
Gambar 14. Pendampingan Dinas Peternakan dan Perikanan kepada masyarakat
............................................................................................................................. 118
Gambar 15. Kolam permanen untuk budidaya ikan ketika musim hujan ........... 121
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kelompok dan perkembangan luas jaring apung yang ditangani ............. 5
Tabel 2. Perkembangan produksi yang dicapai....................................................... 8
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin tahun 2016 .................... 57
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2016 ..................... 59
Tabel 5. Data Penghargaan yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro
Tahun 2016 ............................................................................................. 60
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pembuatan Batu Bata di Bantaran Sungai bengawan Solo ............ 160
Lampiran 2. Keramba jaring Apung di Bantaran Sungai Bengawan Solo ......... 160
Lampiran 3. Budidaya Ikan Nila di Keramba Jaring Apung .............................. 161
Lampiran 4. Pemanenan Ikan .............................................................................. 161
Lampiran 5. Pengemasan Ikan yang Dibeli oleh Warga Sekitar ........................ 162
Lampiran 6. Papan Kelompok Keramba Jaring Apung ...................................... 162
Lampiran 7. Foto bersama Ibu Anita dan Bapak Wisnu ..................................... 163
Lampiran 8. Maket Budidaya Ikan Jaring Apung ............................................... 163
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak diterapkannya sistem desentralisasi dalam pemerintahan Indonesia,
Kabupaten atau Kota yang ada di Indonesia khususnya di Jawa Timur berubah
menjadi suatu daerah yang otonom. Otonomi daerah menjadi harapan baru kepada
setiap Pemerintah Daerah untuk membawa perubahan yang berarti bagi
masyarakat yakni dengan menyelenggarakan proses pembangunan yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi guna terciptanya kesejahteraan bagi
masyarakat luas. Oleh karena itu, adanya Otonomi daerah yang dalam
pelaksanaan perencanaan pembangunan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berdasarkan asas otonomi dan prinsip
otonomi yang nyata.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah, pada pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa Otonomi Daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi tersebut mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi kecuali kewenangan bidang
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, fiskal nasional,
agama, dan kewenangan lain yang ditetapkan peraturan.
2
Pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah, disebutkan pada pasal 12 ayat (6) bahwa urusan
pemerintahan pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) meliputi:
a. Kelautan dan perikanan;
b. Pariwisata;
c. Pertanian;
d. Kehutanan;
e. Energi dan sumber daya mineral;
f. Perdagangan
g. Perindustrian; dan
h. Transmigrasi
Dengan diberlakukannya Undang-Undnag tersebut, maka pemerintah dituntut
untuk mampu manata daerahnya dengan sumber daya yang dimiliki. Betapa
besarnya tanggung jawab dan kewajiban pemerintah daerah pada upaya mengatur
dan mengurusi pemerintahanya untuk bersaing dan menjadi yang terbaik diantara
daerah yang lain dengan terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Seperti
Pemerintah daerah Kabupaten Bojonegoro sebagai salah satu daerah otonom juga
membutuhkan sebuah inovasi untuk megolah sumber daya yang dimiliki, agar
bisa bersaing dengan daerah lainya dan agar bisa mengurangi masalah yang
dihadapi oleh daerah tersebut. Seperti masalah kemiskinan, pengangguran,
rusaknya alam, dan ekosistem sungai di sekitar bantaran sungai bengawan solo
menjadi hal penting untuk diperhatikan. Seperti yang diketahui bahwa kemiskinan
dan degradasi lingkungan dapat mengarah ke suatu proses kerusakan lingkungan
yang tiada henti. Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan akan berakibat
pada rusaknya kelestarian lingkungan. Sebagai contoh adalah penambangan pasir
ilegal.
3
Kabupaten Bojonegoro adalah salah satu daerah yang dilewati oleh aliran
Sungai Bengawan Solo, Khususnya di beberapa kecamatan yakni kecamatan
Kalitidu dan kecamatan Trucuk. Saat ini di Kecamatan Kalitidu telah dilakukan
pembangunan berupa Bendungan Gerak sejak tahun 2009 yang bertujuan, guna
sebagai penyedia air baku irigasi pertanian. Selain itu juga berguna untuk menjaga
Bengawan Solo dari kerusakan ekosistem yang terjadi akibat penambangan pasir
ilegal.
Khususnya dalam menangani masalah penambangan pasir ilegal ini,
Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro mengeluarkan Undang-undang No 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLDH),
yang menetapkan bahwa aktifitas penambangan pasir ilegal merupakan
pelanggaran hukum. Akan tetapi pada faktanya, sebagian besar pekerjaan
masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo sehari-harinya adalah
menambang pasir dan membuat batu bata. Adanya kebijakan tersebut tentu telah
membuat keresahan masyarakat, yang pada umumnya pendapatan ekonomi
masyarkatnya termasuk pada golongan menengah ke bawah.
Kerusakan Sungai Bengawan Solo menurut Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Kabupaten Bojonegoro (2015), “menilai jika kerusakan lingkungan yang terjadi
akibat tambang pasir ilegal di Bantaran Sungai Bengawan Solo yang berada di
Wilayah Bojonegoro semakin parah”.
Permasalahan inilah yang membutuhkan sebuah pemecahan masalah melalui
program atau inovasi dari pemerintah daerah. Sebagaimana paradigma
4
pembangunan baru dari UNDP (United Nations Development Program), sebagai
salah satu lembaga yang intens mengkajinya. Menurut Suman dan Yustika
(1997:7-8) bahwa UNDP memandang pembangunan saat ini harus memberikan
empati kepada upaya-upaya pemerataan, perbaikan lingkungan, pemberdayaan
masyarakat, prioritas kepada orang miskin, dan memperluas pilihan dan
kesempatan partisipasi masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan yang
mempengaruhi kehidupan mereka. Secara sederhana, Pambangunan Manusia
Berkelanjutan (PMB) yang diformulasikan oleh UNDP menekankan pada
pertumbuhan ekonomi tetapi dengan mempertimbangkan aspek penciptaan
lapangan kerja, lingkungan, pemberdayaan dan pemerataan.
Oleh karena itu, pemerintah daerah yakni Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro menciptakan sebuah program Kelompok Budidaya Ikan
Jaring Apung, guna mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh
masyarakat. Inovasi ini merupakan sebuah terobosan baru yang tergolong sebagai
usaha ekonomi produktif, yang diharapkan bisa memberdayakan masyarakat
secara ekonomi sehingga akan berdampak pula pada aspek sosial masyarakat.
Menurut Nuryoso dalam Kurniawati, et al., (2013:11), menyatakan bahwa usaha
ekonomi produktif yang ada atau akan dibentuk pada masing-masing wilayah
diidentifikasi berdasarkan kriteria tertentu, dipilih untuk dikembangkan sebagai
sasaran pembinaan. Pengembangan yang dilakukan melalui pembinaan
manajemen usaha, bantuan modal bergulir dan pemanfaatan teknologi tepat guna.
Kegiatan program Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung ini bertujuan
membuka peluang kerja baru bagi masyarakat di sekitar bantaran sungai
5
bengawan solo. Program tersebut juga diharapkan bisa membangun pemikiran
masyarakat agar memiliki kepercayaan dan usaha yang optimis bahwa sungai
bengawan solo tidak hanya dimanfaatkan untuk penambangan pasir ilegal dan
pembuatan batu bata, melainkan bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan
dikeramba jaring apung yang akan bisa menambah penghasilan ekonomi dan
dapat dijadikan sebagai pekerjaan yang berkelanjutan. Program ini telah
dijalankan di dua kecamatan, yaitu kecamatan Kalitidu dan Kecamatan Trucuk.
Akan tetapi dari dua kecamatan tersebut berdasarkan informasi yang didapatkan
melalui Dinas Peternakan dan Perikanan, kecamatan yang berkembang dengan
pesat adalah kecamatan Kalitidu. Untuk kecamatan Trucuk aktivitas budidaya
ikannya sangat lambat berkembang.
Program Budidaya ikan tersebut dilakukan dengan cara membentuk sebuah
kelompok yang beranggotakan 10 orang per kelompok. Berikut tabel kelompok
budidaya ikan di keramba jaring apung serta perkembangannya.
Tabel 1. Kelompok dan perkembangan luas jaring apung yang ditangani
No Nama
Kelompok
Alamat
Kelompok
Tahun Awal
(Petak)
Perkembangan
(Petak)
1 Ngringin
Makmur
Ds Ngiringinrejo
Kec Kalitidu
2013 12 16
2 Damai
Sentosa
Ds Pilangsari Kec
Kalitidu
2015 5 5
3 Benz
Makmur
Ds Mojosari
Kec Kalitidu
2015 5 9
4 Karang
Taruna
Ds Mayangrejo
Kec Kalitidu
2015 5 5
5 Karang
Taruna Jaya
Ds Leran
Kec Kalitidu
2015 5 5
6 Barokah
Jaya
Ds Pungpungan
Kac Kalitidu
2015 5 5
7 Keramba Ds Mojo 2015 5 5
6
Trauna Kec Kalitidu
8 Lancar
Abadi
Ds Mlaten
Kec Kalitidu
2015 5 5
Sumber: Booklet Japung Sivonik Dinas Peternakan dan Perikanan. 2016
Berdasarkan daftar tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa program kelompok
budidaya ikan jaring apung (pokdakan japung) tetap berkelanjutan dengan
ditunjukan semakin bertambahnya jumlah petakan keramba jaring apung di
beberapa kelompok budidaya ikan. Berdasarkan jumlah keramba jaring apung
yang berjumlah 12 petak menjadi 16 petak, dari jumlah keramba jaring apung
yang awalnya 5 petak menjadi 9 petak. Akan tetapi tetap ada beberapa kelompok
yang tetap artinya tidak bertambah jumlah petakan keramba jaring apungnya.
Adapun usaha yang dilakukan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan dalam
upaya pemberdayaan masyarakat, yakni memberikan stimulan berupa kegiatan
budidaya ikan di jaring apung. Program jaring apung ini merupakan program
bantuan hibah berupa sarana dan prasarana antara lain seperti paket jaring apung.
Dinas peternakan dan perikanan juga berinisitaif melakukan pembinaan berupa
penyuluhan dan sosialisasi kepada kelompok perikanan yang dilakukan terus-
menerus secara berkala yakni setiap tiga bulan sekali. Tidak hanya itu, dinas
peternakan dan perikanan melalui petugas teknis atau pendamping lapangan juga
selalu aktif dalam menampung setiap permasalahan yang dialami kelompok
budidaya perikanan, melalui wawancara dan dialog langsung yang dilakukan
kepada kelompok budidaya. Upaya tersebut nantinya bisa meningkatkan
kemampuan para kelompok dalam teknis budidaya ikan. Pendampingan dan
No Nama
Kelompok
Alamat
Kelompok
Tahun Awal
(Petak)
Perkembangan
(petak)
7
pembinaan tersebut akan terus dioptimalkan dan dikembangkan dengan adanya
kerjasama yang baik dari berbagai pihak.
Penerapan program ini telah dimulai sejak tahun 2013 kemudian pada tahun
2015 mulai di kembangkan menjadi lebih luas. Program tersebut berusaha
merubah budaya (culture) masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo,
yang pada awalnya masyarakat memiliki kebiasaan menambang pasir dengan
adanya program tersebut masyarakat diajak untuk melakukan aktivitas baru yakni
membuat budidaya ikan dikeramba jaring apung dengan memanfaatkan aliran
sungai bengawan solo. Tidak ada kendala dan penolakan dari warga atau
masyarakat. Justru warga sangat antusias dengan adanya program tersebut karena
melihat semakin terbatasnya sumber daya pasir dan bahan untuk membuat batu
bata yang ada. Adapun Kendala yang dirasakan ialah ketika program ini sudah
berjalan. Salah satu kendala yang dirasakan adalah bencana banjir yang tiba-tiba
datang sehingga masyarakat dan pembina desa harus berfikir dan berupaya
bagaimana agar ikan-ikan yang terkena banjir tidak hilang. Maka saran yang
diberikan oleh pihak pembina ialah membuat petakan-petakan disekitar aliran
bengawan solo.
Melihat kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa aktivitas bidudaya ikan di
Jaring Apung ini lebih prospek ketika musim kemarau, hal tersebut disampaikan
oleh salah satu pegawai dinas UPT Minapolitan Dinas Perikanan dan Peternakan
Kabupaten Bojonegoro. Dikarenakan pada saat musim kemarau aliran sungai
cenderung stabil dan ikan bisa terjaga, sehingga panen ikan di musim kemarau
menjadi lebih melimpah. Akan tetapi pada musim hujan kendala yang dirasakan
8
jauh lebih banyak yakni hilangnya ikan-ikan yang terbawa oleh arus sungai.
Adanya kondisi seperti itu membuat para pembudidaya ikan di sekitar bantaran
sungai berhenti sejenak dan beralih ke penggarapan sawah atau berdagang.
Kemudian akan memulai budidaya lagi ketika musim kemarau sudah datang.
Namun kondisi tersebut tidak terjadi disetiap tempat budidaya ikan. Untuk para
pembudidaya ikan yang dekat dengan Bendungan, meskipun musim hujan warga
tetap melakukan aktivitas budidaya ikan secara rutin. Hal tersebut dikarenakan
tempat budidaya ikan yang cukup dekat dengan bendungan sehingga kondisi air
sungai tetap stabil. Berikut data tabel perkembangan produksi yang telah dicapai
oleh kelompok budidaya ikan jaring apung dari tahun 2013 sampai 2015.
Tabel 2. Perkembangan produksi yang dicapai
No Nama
Kelompok
Produksi/Tahun (Kg)
2013 2014 2015
1 Ngringin
Makmur
4000 4320 3500
2 Damai
Sentosa
- - 870
3 Benz Makmur - - 962
4 Karang Taruna - - 750
5 Karang
Taruna Jaya
- - 850
6 Barokah Jaya - - 700
7 Keramba Taruna - - 1125
8 Lancar Abadi - - 980
Sumber: Booklet Japung Sivonik Dinas Peternakan dan Perikanan. 2016
Berdasarkan tabel yang disajikan di atas dapat dilihat perkembangan hasil
produksi yang dicapai oleh kelompok budidaya ikan di keramba jaring apung per
tahunnya. Pada tahun 2013 dan 2014 yang memiliki produksi hanya kelompok
9
Ngringin Makmur yang berada di Desa Ngringinrejo Kecamatan Kalitidu. Hal itu
dikarenakan Program Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung (Pokdakan Japung)
dari pemerintah daerah baru pertamakali diterapkan di desa tersebut. Kemudian
pada tahun 2015 dari beberapa desa mulai menyusul penerapan program tersebut.
Selanjutnya pada tahun 2015 dapat dilihat dari beberapa kelompok budidaya ikan
yang memiliki pencapaian produksi tertinggi adalah kelompok budidaya Ngringin
Makmur yang berada di Desa Ngringinrejo.
Program dari pemerintah daerah ini adalah program yang sangat inovatif.
Masyarakat sangat mendukung dan antusias terhadap program ini. Hanya saja
terdapat kondisi yang tidak sama di masing-masing wilayah sehingga
menyebabkan permaslahan tersendiri. Oleh karena itu dari pemaparan latar
belakang di atas, peneliti ingin meneliti tentang implementasi program kreatif
bersama kelompok budidaya ikan jaring apung (pokdakan japung) dalam rangka
pemberdayaan masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo. Serta apa saja
yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi
implementasi program tersebut. Atas dasar permasalahan diatas peneliti
melakukan penelitian mengenai program Pemerintah Daerah, dengan judul
“Implementasi Program Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung (POKDAKAN
JAPUNG) Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Bantaran Sungai
Bengawan Solo (Studi pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro).
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang diambil
adalah:
1. Bagaimanakah implementasi program kelompok budidaya ikan jaring
apung (pokdakan japung) dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar
bantaran sungai bengawan solo?
2. Apa sajakah faktor pendukung dan faktor penghambat yang
mempengaruhi implementasi program kelompok budidaya ikan jaring
apung (pokdakan japung) dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar
bantaran sungai bengawan solo?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis implementasi program
kelompok budidaya ikan jaring apung (pokdakan japung).
2. Mengetahui, medeskripsikan dan menganalisis faktor pendukung dan
faktor penghambat yang mempengaruhi implementasi program kelompok
budidaya ikan jaring apung (pokdakan japung).
D. Kontribusi Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
11
1. Kontribusi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat mendukung dalam pengembangan teori dan
memperbanyak khazanah tentang pemberdayaan masyarakat melalui program
pemerintah daerah.
2. Kontribusi Praktis
Hasil kajian ini sebagai salah satu bahan masukan bagi pihak Pemerintah
Daerah (terutama bagi stakeholders seperti, Dinas Peternakan dan Perikanan)
dalam mengembangkan program Pemerintah Daerah selanjutnya.
E. Sistematika Pembahasan
Pada penulisan skripsi ini sistematika pembahasan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang penulisan mengenai program
Pemerintah Daerah yaitu Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung (Pokdakan
Japung). Melalui latar belakang ini muncul rumusan masalah yang nantinya akan
dibahas pada bab IV, terkait dengan implementasi program dan faktor pendukung
serta faktor penghambat. Pendahuluan ini juga terdapat tujuan penelitian,
kontribusi penelitian dan sistematika pembahasan.
12
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan judul dan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Teori-toeri yang dimuat dalam
penelitian ini adalah teori-teori mengenai pembangunan, pemberdayaan, dan
implementasi program.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini dibahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini, meliputi: jenis penelitian, situs penelitian, metode penelitian,
pengumpulan data, instrumen penelitian, dan analisis data yang hasil analisisnya
akan di bahas lebih lanjut dalam bab IV.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
secara garis besar isi dari hasil penelitian dan pembahasan adalah menguraikan
tentang gambaran umum, pembahasan mengenai fokus penelitian, disertai
penyajian data-data yang berhubungan dengan fokus penelitian.
BAB V : PENUTUP
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan dan saran yang
diuraiakan secara garis besar, merupakan temuan pokok yang menjawab tujuan
penelitian. Sedangkan saran merupakan rekomendasi terhadap studi lanjutan dan
kebijakan-kebijakan yang akan datang.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Publik
1. Konsep Kebijakan Publik
Kebijakan publik atau sering disebut juga sebagai kebijakan pemerintahan,
merupakan suatu hal yang umum dijumpai dalam kehidupan masyarakat.
Sebagaimana dikemukakan oleh Hamdi (2014: 33) kebijakan publik adalah output
atau hasil dari penyelenggaraan pemerintahan negara, di samping hasil berupa
peraturan perundang-undangan, barang-barang publik, dan pelayanan publik.
Kebijakan (policy) pada umumnya dipahami sebagai keputusan yang diambil
untuk menangani hal-hal tertentu. Sebagaimana dikemukakan oleh Friedrich
dalam Hamdi (2014: 36) yang memandang bahwa kebijakan sebagai suatu
tindakan yang disarankan mengenai perorangan, kelompok atau pemerintahan
dalam suatu lingkungan tertentu yang berisikan hambatan dan kesempatan yang
akan diatasi atau dimanfaatkan melalui kebijakan yang disarankan dalam upaya
mencapai suatu tujuan atau mewujudkan suatu maksud.
Pakar Inggris, W.I. Jenkins (1978: 4) dalam Agustino (2016: 17),
merumuskan kebijakan publik sebagai berikut:
“A set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors
concerning the selection of goals and the means of achieving them within a
specified situation where these decisions should, in principle, be within the power
of these actors to achieve” yang artinya adalah (serangkaian keputusan yang
14
saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor,
berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya
dalam suatu situasi. Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam
batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut).
Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Anderson (1990: 3) dalam
Agustino (2016: 17) mendefinisikan kebijakan publik sebagai: “A purpose course
of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter
of concern”. Yang memiliki arti bahwa serangkaian kegiatan yang memiliki
tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang atau sekelompok aktor
yang berhubungan dengan permasalahan atau sesuatu hal yang diperhatikan.
Selain itu, menurut Achmady, et al., (1994: 16) kebijakan publik adalah tindakan
(politik) apapun yang diambil oleh pemerintah (pada semua level) dalam
menyikapi sesuatu permasalahan yang terjadi dalam konteks atau lingkungan
sistem politiknya.
berdasarkan berbagai pandangan kebijakan publik di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah suatu pola tindakan yang diambil dan
ditetapkan oleh pemerintah dalam merespon suatu isu yang merupakan hubungan
dari pemerintahan itu sendiri dengan lingkungan disekitarnya baik dalam wujud
rencana, program dan kegiatan yang berkaitan dan memengaruhi sebagian besar
warga masyarakat.
15
2. Tahapan-Tahapan Kebijakan
Membuat atau merumuskan kebijakan publik bukanlah suatu proses yang
mudah dikarenakan melibatkan banyak faktor atau variabel-variabel perlu untuk
dikaji secara mendalam. Oleh karena itu para ahli yang terlibat dalam proses
pengkajian dan pembuatan kebijakan telah membagi proses atau tahap-tahap
dalam penyusunan kebijakan publik. Adapun salah satu ahli yang membahas
tentang tahapan-tahapan kebijakan publik adalah Dunn dalam Winarno dalam
Prawiroharjo (2016: 23-26), tahapan-tahapan atau proses kebijakan publik antara
lain sebagai berikut:
a. Tahap Penyusunan Agenda
Pada tahap penyusunan agenda ini, para pejabat yang terlibat dalam
pembuatan kebijakan publik dipilih dan diangkat dalam rangka
menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelum itu, masalah tersebut
dikompetisikan terlebih dahulu untuk dapat masuk kedalam agenda
kebijakan. Hingga pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda
kebijakan para pejabat yang memiliki wewenang untuk merumuskan
kebijakan. Pada tahap penyusunan ini, tidak semua masalah akan dijadikan
sebagai fokus melainkan hanya beberapa masalah yang kiranya ditetapkan
menjadi fokus pembahasan. Atau ada masalah yang ditunda dengan waktu
yang lama karena alasan-alasan tertentu.
b. Tahap Formulasi Kebijakan
Pada tahap kedua ini, masalah yang telah masuk ke dalam agenda
kebijakan kemudian akan dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-
16
masalah yang telah masuk tersebut yang kemudian didefinisikan untuk
selanjutnya dicari alternatif pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan
masalah tersebut bisa dari berbagai alternatif pilihan yang telah dibuat.
Dalam tahap ini masing-masing aktor akan berlomba untuk mengusulkan
pemecahan masalah yang terbaik yang nantinya akan dipilih.
c. Tahap Adopsi Kebijakan
Beberapa alternatif pemecahan masalah yang telah dibuat dan yang telah
ditawarkan oleh para aktor pembuat kebijakan. Kemudian salah satu
alternatif solusi yang telah ditawarkan tersebut diadopsi dengan dukungan
dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusan
peradilan.
d. Tahap Implementasi Kebijakan
Kebijakan yang telah dipilih dan disepakti hanya akan menjadi dokumen-
dokumen elite jika kebijakan tersebut tidak segera untuk
diimplementasikan. Oleh karena itu keputusan program yang telah
disepakati harus segera untuk diimplementasikan, yaitu dilaksanakan oleh
badan-badan ataupun dinas-dinas administratif ditingkat bawah. Kebijakan
yang telah disepakati, dilaksanakan oleh unit-unit administrator yang
memobilisasikan anggaran dan sumber daya manusia. Akan tetapi pada
tahapan ini ada banyak tantangan dan dukungan. Yakni beberapa
implementasi kebijakan akan mendapat dukungan dari para pelaksana, dan
beberapa yang lain juga mendapat tantangan dari para pelaksana, yang
menunjukkan sikap ketidakcocokan terhadap kebijakan tersebut.
17
e. Tahap Evaluasi Kebijakan
Pada tahapan ini kebijakan yang telah diimplementasikan atau dilaksanakan
akan dievaluasi dan dikaji ulang. Evaluasi dan pengkajian tersebut
digunakan untuk melihat sejauhmana kebijakan yang telah dibuat dan
disepakati berhasil mencapai tujuan atau dampak yang diinginkan, yaitu
sebagai alat pemecah masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan
demikian untuk mengevaluasi dan menilai keberhasilan sebuah kebijakan
dibutuhkan kriteria-kriteria yang harus disepakati. Serta menjadi dasar
untuk menilai apakah kebijakan tersebut telah membawa dampak
sebagaiman tujuan yang diinginkan. Berikut gambar tahapan-tahapan
kebijakan publik menurut Winarno dalam Prawiroharjo (2016: 26).
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
Gambar 1.Tahapan-tahapan Kebijakan Publik
Sumber: William Dunn dalam Winarno dalam Prawiroharjo (2016)
3. Kebijakan Sebagai Program
Sebagaimana yang dikemukakan oleh dua orang pakar analisis kebijakan
bangsa Inggris, Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam Wahab (2014: 16)
Perumusan Masalah
Peramalan
Rekomendasi
Pemantauan
Penilaian
18
berhasil mengelompokkan ragam istilah kebijakan kedalam sepuluh macam,
antara lain yaitu kebijakan sebagai sebuah program. jika dikaitkan dalam sebuah
implementasi kebijakan, maka program adalah unsur utamannya yang harus ada.
United Nations dalam Tjokroamidjojo (1995: 195) mendefinisikan “programme is
taken to mean form of organized social activity with specific objective, limited in
space and time. It often consist of an interrelated group of projects and usually
limited to one or more an going organizations and activities”. Program diartikan
sebagai bentuk kegiatan sosial yang diselenggarakan dengan tujuan, terbatas pada
ruang dan waktu. Terdiri dari sebuah kelompok yang saling terkait proyek dan
biasanya terbatas pada satu atau lebih suatu organisasi dan kegiatannya sedang
berjalan. Suatu program merupakan suatu kegiatan yang direncanakan dan
terorganisir yang memiliki tujuan tertentu sehingga memiliki pencapaian hasil
yang juga dapat diukur.
Sebagainama yang telah dijelaskan diatas, “suatu program dapat dianggap
baik seringkali mempunyai suatu unsur yang inovatif (pembaharuan), adanya
suatu inisiatif baru, pendekatan eksperimentil dan aplikasi gagasan-gagasan baru”
(Tjokroamidjojo, 1995: 195). Dengan demikian program-program tersebut dapat
dikatakan bersifat pembangunan dan juga dipergunakan sebagai alat untuk
pemecahan masalah.
Suatu program yang baik menurut (Tjokroamidjojo, 1995: 195) harus
memiliki ciir-ciri paling sedikit sebagai berikut:
1. Tujuan dirumuskan secara jelas.
2. Penentuan peralatan yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
19
3. Suatu kerangka kebijaksanaan yang konsisten dan / atau proyek-proyek
yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan program-program se-efekitf
mungkin.
4. Pengukuran dengan ongkos-ongkos yang diperkirakan dan keuntungan-
keuntungan yang diharapkan akan dihasilkan program tersebut.
5. Hubungan dengan kegiatan-kegiatan lain dalam usaha pembangunan dan
program pembangunan lainnya.
6. Berbagai upaya di bidang manajemen, termasuk penyediaan tenaga,
pembiayaan dan lain-lain untuk melaksanakan program tersebut.
4. Implementasi Kebijakan
Seiring dengan perkembangan studi implementasi, pengertian tentang
implementasi sendiri mengalami banyak perubahan. Implementasi merupakan
kata terjemahan dari kata “implementation” berasal dari kata kerja ”to implement”.
Oleh karena itu sehubungan dengan kata implementasi itu, Menurut Van Metter
dan Horn sebagaimana yang dikutip oleh Harahap dalam Suryana (2009: 47)
mendefinisikan “implementasi adalah suatu proses interaktif antara suatu
perangkat tujuan dengan tindakan atau bersifat interaktif dengan kegiatan-
kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya, dengan kata lain implementasi
merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program
dengan pilar-pilar organisasi, interpretasi dan pelaksanaan”.
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Grindle dalam Fernandez
(2014: 4) bahwa implementasi merupakan proses umum tindakan politik dan
administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Implementasi juga
20
merupakan sebuah upaya untuk menciptakan hubungan yang memungkinkan
tujuan dari kebijakan dapat terealisasikan sebagai sebuah hasil dari aktivitas
pemerintahan. Upaya-upaya tersebut di desain untuk dapat mewujudkan hasil
akhir dari tujuan dan sasaran yang telah diperkirakan.
Drucker dalam Eriza dalam Suryana (2009: 48) merumuskan “Implementasi
merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah digariskan terlebih dahulu”. Sedangkan menurut George C. Ewards
dalam Suryana (2009: 47) “Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap
kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi
kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya”.
Dari beberapa penjelasan tentang Impementasi yang dikemukakan oleh para
ahli diatas. Dapat disimpulkan bahwa Implementasi Program adalah tindakan-
tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu atau pun kelompok terhadap
suatu objek atau sasaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Implementasi kebijakan publik ini termasuk pada tahap
ketiga dari proses atau tahap-tahap kebijakan publik.
5. Model-Model Implementasi Kebijakan
Di dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa model-model
implementasi kebijakan dari beberapa ahli, seperti, Van Metter dan Van Horn,
George Edward III, Merelle S. Grindle. Van Metter dan Van Horn dalam
Susilowati (2011:22). Pada proses implementasi di dalam model ini menjelaskan
bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh berbagai variabel yang saling berkaitan,
variabel-variabel tersebut antara lain:
21
1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan.
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari
ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang
ada di level pelaksana kegiatan. Van Metter dan Van Horn dalam Susilowati
(2011: 22) mengemukakan bahwa untuk mengukur kinerja implementasi
kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus
dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya
merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.
Implementasi kebijakan yang berhasil bisa jadi gagal ketika para pelaksana
tidak sepenuhnya menyadari standar dan tujuan kebijakan. Pelaksana
kebijakan mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan
dikarenakan menolak atau tidak mengerti apa yang menjadi tujuan dari suatu
kebijakan.
2. Sumber daya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya
yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi
kebijakan. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu
menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.
3. Karakteristik organisasi pelaksana
Agen pelaksana terdiri atas organisasi formal dan informal yang akan
terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting karena kinerja
22
implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta
cocok dengan para agen pelaksananya.
4. Sikap para pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan. Hal ini
sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil
formulasi warga setempat. Sikap warga setempat dipengaruhi oleh pandangan
terhadap suatu kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan terhadap
kepentingan-kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan
pribadinya.
5. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksana
Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, apa yang menjadi
standar tujuan harus dipahami oleh para individu dan bertanggungjawab atas
pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena standar dan tujuan harus
dikomunikasikan kepada para pelaksana.
6. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi
kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong
keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang
tidak kondusif dapat menajdi sumber masalah dari kegagalan kinerja
implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya implementasi kebijakan
mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.
23
Adapun model implementasi kebijakan publik menurut Van Meter dan Van
Horn dalam Wahab (2014: 166) dapat dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 2. Model implementasi kebijakan publik menurut Van Meter dan
Van Horn
Sumber : Wahab, Solichin Abdul (2014: 166)
Selain pendapat dari Van Meter dan Van Horn tentang implementasi
kebijakan, Edward III memfokuskan perhatiannya pada empat hal yang
berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap implementasi kebijakan,
antara lain: komunikasi, sumber daya, sikap pelaksana, dan struktur birokrasi.
1. Communication (Komunikasi)
Komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik
dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya
distorsi informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya
Komunikasi antar
organisasi dan kegiatan
pelaksanaan
Ukuran dan tujuan
kebijakan
Sumber-sumber
kebijakan
Ciri badan pelaksana
Lingkungan : Ekonomi,
Sosial, dan Politik
Sikap para
pelaksana
Prestasi
Kerja
24
ketetapan waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas informasi yang
disampaikan serta memerlukan ketelitian dan konsisten dalam menyampaikan
informasi. Agar suatu implementasi kebijakan menjadi efektif, maka para
pelaksana kebijakan dalam melaksanakan kebijakannya tersebut harus jelas,
akurat dan konsisten (transmission, clarity dan consistency). Karena jika
informasi tersebut tidak disampaikan dengan jelas dan spesifik, maka
dikhawatirkan akan terjadi kesalah pahaman mengenai apa yang harus
disampaikan.
2. Resourcess (Sumber daya)
Faktor penting yang dapat memperngaruhi efektivitas implementasi
kebijakan salah satunya adalah sumber daya. Edward III dalam Susilowati
(2011: 25) menjelaskan bahwa jika personil-personil yang bertanggungjawab
terhadap implementasi kebijakan tidak memiliki sumber daya yang memadai,
maka kebijakan tidak dapat diimplementasikan secara efektif. Sumber daya
tersebut antara lain adanya staf-staf yang jumlahnya proposional dan
memiliki pengetahuan mengimplementasikan dan memastikan bahwa
kebijakan yang diimplementasikan telah mencapai tujuan dan sasaran.
Selanjutnya sumber daya kedua yang dibutuhkan adalah informasi,
informasi ini terdiri dari dua bentuk yaitu cara melaksanakan kebijakan
tersebut dan data yang diperlukan. Oleh karena itu pelaksanaan implementasi
kebijakan akan efektif ketika implementatornya memahami dan memiliki
informasi mengenai kesesuaian antara peraturan yang ada dengan kegiatan
yang dilaksanakan.
25
Sumber daya yang ketiga adalah kewenangan (authority). Kewenangan
dibutuhkan agar implementator dapat melaksanakan kebijakan secara efektif,
hal ini menjadi bagian yang krusial ketika implementasi kebijakan melibatkan
berbagai unit pelaksanaan yang berasal dari berbagai organisasi.
Sumber daya selanjutnya adalah prasarana, yang menjadi bagian dari
sumber daya yang sangat penting. Seorang pelaksana kebijakan mungkin
memiliki sumber daya yang cukup, akan tetapi ketika tidak ada dukungan dari
sarana dan prasarana yang memadai, kebijakan yang efektif akan sulit untuk
dicapai.
3. Dispotition of attitude (Sikap pelaksana)
Pemahaman dan kemampuan semata ternyata juga tidak cukup untuk
melakukan suatu kebijakan. Implementator tidak hanya mengetahui apa yang
akan dilakukan tetapi implementator juga harus memiliki kemampuan dalam
melaksanakannya. Disposisi terkait dengan sikap pelaksana kebijakan. Sikap
pelaksana kebijakan dapat menimbulkan hambatan-hambatan nyata terhadap
implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-
kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi.
4. Bureaucratic structure (Struktur birokrasi)
Di dalam birokrasi terdapat dan terbagi beberapa staff yang menyebabkan
dibutuhkannya koordinasi. Dengan demikian dibuthkan hal-hal yang harus
dirincikan dalam Standar Operating Procedure (SOP) yang berfungsi sebagai
pedoman dalam melaksanakan kebijakannya sehingga masing-masing dapat
26
Bureaucratic
Structure
mengetahui dengan jelas apa yang seharusnya dilaksanakan. Kemudian juga
perlu dilakukan pengawasan (monitoring) yang dilakukan ditingkat bawah.
Hal tersebut juga menjadi bagian terpenting di dalam implementasi kebijakan.
Berikut gambar implementasi kebijakan dari George Edward III
Disposition/
Kecenderungan
Implementation
Resources/
Sumber Daya
Gambar 3. Model Implementasi Kebijakan Edward III
Sumber : George C.Edward III dalam Arwan Syarief, 2012
Berdasarkan apa yang ditulis di latar belakang, inti dari penelitian ini ialah
untuk mengetahui sejauh mana implementasi program ini berjalan serta faktor
pendukung dan penghambatnya. Dengan alasan tersebut teori analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Model Implementasi Kebijakan Milik
Merilee S Grindle dengan indikator-indikatornya, yang berusaha menggambarkan
berhasil dan tidaknya suatu program yang dibuat oleh pemerintah daerah. Merilee
S Grindle dalam Akhmad (2012: 25-26) mengemukakan bahwa implementasi
Communication
27
dipengaruhi oleh dua variabel besar, pertama (isi kebijakan) pengaruh atau akibat
apa yang dapat terjadi oleh karena isi program itu sendiri terhadap proses
implementasi. Yang kedua (lingkungan implementasi) yang mempunyai kaitan
pengaruh atau hubungan terhadap implementasi. Adapun yang pertama variabel
isi kebijakan mencakup:
1. Interest yaitu pihak yang kepentingannya dipengaruhi. Bahwa kebijakan
yang dibuat membawa dampak terhadap macam kegiatan politik yang di
“stimuli” oleh proses pembuatan kebijakan. Artinya sejauh mana
kepentingan kelompok sasaran dapat dipengaruhi.
2. Type of Benefits yaitu, Jenis manfaat yang diterima oleh target group.
Program untuk menyediakan manfaat kolektif lebih mungkin
diimplementasikan. Serta program yang diberikan untuk memberikan
manfaat yang dapat dibagi habis dan bersifat partikularistik/khusus
mempertajam konflik.
3. Extent of Change Envisioned yaitu, sejauhmana perubahan yang
diinginkan dari sebuah kebijakan. Program jangka panjang, menuntut
perubahan perilaku cenderung mengalami kesulitan implementasinya
4. Site of Decesion Making yaitu, apakah letak sebuah program sudah tepat.
Semakin tersebar implementor (secara geografis, organisasi), maka
semakin sulit tugas implementasi program.
5. Program implementors yaitu, apakah sebuah kebijakan telah
menyebutkan implementornya (pelaksana-pelaksana program) dengan
rinci, mutu pelaksana mempengaruhi keberhasilan dan
28
6. Resource Comitted yaitu, apakah sebuah program didukung oleh
sumberdaya yang memadai untuk mendukung program.
Sedangkan yang kedua untuk yang variabel lingkungan mencakup:
1. Power, Interestis, and Strategies Of Actor Involved yaitu, seberapa besar
kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang
terlibat dalam implementasi kebijakan. Keterlibatan pihak-pihak tersebut
ditentukan oleh isi dan bentuk program yang diadministrasikan.
2. Institution and Rezime Characteristics yaitu, Karateristik institusi dan
rezim yang sedang berkuasa, kemampuan atau kekuasaan dari pihak yang
terlibat akan memudahkan penilaian terhadap peluang-peluang untuk
mencapai tujuan kebijakan atau tujuan program.
3. Complience and Responsiveness yaitu, Tingkat kepatuhan (konsistensi)
dan responsivitas (daya tanggap) kelompok sasaran.
29
Berikut model implementasi kebijakan menurut Merilee S. Grindle
Gambar 4. Model Implementasi Kebijakan Mirelee S. Grindle
Sumber: Merilee S. Grindle dalam Wahab (2011: 161)
A. Administrasi Pembangunan
1. Pengertian Administrasi Pembangunan
Secara umum pengertian administrasi pembangunan pada hakekatnya adalah
suatu proses perubahan yang terus-menerus untuk menuju keadaan yang lebih
baik berdasarkan norma-norma tertentu. Pembangunan menurut para pakar
memiliki berbagai pengertian tentang pembangunan. Beberapa definisi atau
pengertiannya adalah sebagai berikut:
Mengukur
Keberhasilan
Tujuan
Kebijakan
Tujuan
yang
dicapai
Program aksi
dan proyek
yang didesain
dan didanai
Program
yang
dilaksanakan
sesuai
rencana
Implementasi Kebijakan dipengaruhi
oleh:
A. Isi Kebijakan
1) Kepentingan kelompok
sasaran
2) Jenis manfaat yang diperoleh
3) Derajat perubahan yang
diinginkan
4) Letak pengambilan keputusan
5) Pelaksanaan program
6) Sumberdaya yang dilibatkan
B. Lingkungan Implementasi
1) Kekuasaan, kepentingan dan
strategi aktor yang terlibat
2) Karakteristik lembaga dan
penguasa
3) Tingkat Kepatuhan dan Daya
Tanggap
Outcomes:
a. Dampak pada
masyarakat,
individu &
kelompok.
b. Perubahan dan
penerimaan
masyarakat
30
a. Menurut Siagan (1979: 4), pembangunan adalah suluruh usaha yang
dilakukan oleh suatu masyarakat untuk memperbaiki tata kehidupannya
sebagai suatu bangsa dalam berbagai aspek kehidupan bangsa tersebut
dalam rangka usaha pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
b. Menurut Edward W. Weidner dalam Tjokroaminoto (1995: 18),
Development Administration is defined as administrative development and
the administration of development programmes. For the administration of
development, it is necessary that the adminstrative machinery itself should
be improved and developed to enable a well coordinated and multi-
functional approach towards solving national problems on development.
c. Sedangkan menurut Tjokroamidjojo (1995: 18) mengartikan administrasi
pembangunan sebagai proses pengendalian usaha (administrasi) oleh
negara/pemerintah untuk merealisir pertumbuhan yang direncanakan ke arah
suatu keadaan yang dianggap lebih baik dan kemajuan di dalam berbagai
aspek kehidupan bangsa (dalam perumusan yang terdahulu disebutkan:
administrasi [pengendalian usaha] untuk mendorong atau mendukung
perubahan-perubahan suatu masyarakat ke arah keadaan yang lebih baik di
kemudian hari).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembangunan adalah suatu upaya
yang terencana dan terprogram yang dilakukan secara terus-menerus oleh suatu
Negara (state) atau Bangsa guna menciptakan masyarakat yang lebih baik dan
sejahtera. Untuk mencapai taraf kehidupan masyarakat yang baik maka butuh
31
sebuah proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka menciptakan kegiatan
ekonomi yang nantinya mampu meningkatkan aspek sosial masyarakat.
2. Ciri-Ciri Administrasi Pembangunan
Ada beberapa ciri administrasi pembangunan yang penting untuk diketahui
dalam menjalankan sebuah perencanaan pembangunan. Menurut (Tjokroamidjojo,
1995: 9-10) ilmu administrasi pembangunan adalah suatu pendekatan, atau
pemikiran baru daripada ilmu administrasi negara. Adapun ciri-ciri dari
administrasi pembangunan adalah sebagai berikut:
1. Lebih memberikan perhatian terhadap lingkungan masyarakat yang
berbeda-beda, terutama bagi lingkungan masyarakat negara-negara baru
berkembang.
2. Administrasi pembangunan mempunyai peran aktif dan berkepentingan
(committed) terhadap tujuan-tujuan pembangunan, baik dalam perumusan
kebijaksanaannya maupun dalam pelaksanaannya yang efektif. Bahkan
administrasi ikut serta mempengaruhi tujuan-tujuan pembangunan
masyarakat dan menunjang pencapaian tujuan-tujuan sosial, ekonomi dan
lain-lain yang dirumuskan kebijaksanaannya melalui proses politik.
3. Berorientasi kepada usaha-usaha yang mendorong perubahan-perubahan
(inovation) ke arah keadaan yang dianggap lebih baik untuk suatu
masyarakat di masa depan. Artinya adalah berorientasi masa depan.
4. Lebih berorientasi kepada pelaksanaan tugas-tugas pembangunan
(development functions) dari pemerintah. Dalam hal ini adalah kemampuan
untuk merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan dan
32
pelaksanaannya yang efektif. Administrasi pembangunan lebih bersikap
sebagai “development agent”.
5. Administrasi pembangunan harus mengaitkan diri dengan substansi
perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan tujuan-tujuan pembangunan di
berbagai bidang yaitu ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Dengan kata
lain administrasi dari kebijaksanaan dan isi program-program
pembangunan.
6. Dalam administrasi pembangunan administrator dalam aparatur pemerintah
juga bisa merupakan penggerak perubahan (change agents).
7. Lebih berpendekatan lingkungan (ecological approach) dan bersifat
pemecahan masalah (problem solving).
Dari ciri adminstrasi pembagunan yang telah disebutkan diatas, maka dapat
dikatakan bahwa administrasi pembangunan memiliki sebuah orientasi ke arah
perubahan-perubahan yang lebih baik. Termasuk juga mendorong ke arah
perubahan-perubahan yang lebih besar (basic changes) di berbagai bidang
ataupun kegiatan yang saling berkaitan dan akan memberikan hasil akhir yang
didapatkan dari proses pembangunan. Administrasi pembangunan juga sebagai
(initiate changes) yang artinya mampu menjadi perintis perubahan dengan
menciptakan inovasi-inovasi yang membangun.
3. Macam-Macam Pembangunan
Sebagaimana amanat yang telah ditetapkan dalam Uandan-Undang Dasar
1945 bahwa pembangunan di indonesia memiliki tujuan untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
33
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia. Melihat amanat tersebut, maka pembangunan ini mencakup
upaya peningkatan semua segi kehidupan, baik dari sisi pembangunan ekonomi,
sosial-budaya, fisik maupun sumber daya manusianya. Oleh karena itu ada
beberapa macam pembangunan yang dikemukakan oleh beberapa pakar dan ahli.
Menurut Adi (2008: 50-76) macam-macam pembangunan ada dua, sebagai
berikut:
1. Pembangunan Sosial (Social Development)
Pembangunan merupakan salah satu bagian dari upaya pendekatan dalam
pembangunan itu sendiri. Dalam dunia pekerjaan sosial dan Ilmu
Kesejahteraan Sosial menurut Midgley dalam Adi (2008: 50) istilah
pembangunan sosial mulai populer di awal 1980.an.
Dalam membahas pembangunan sosial ada beberapa pengertian yang
dikemukakan oleh para ahli, salah satunya adalah pengertian yang
dikemukakan oleh Midgley dalam Adi (2008: 51) yang mendefinisikan
pembangunan sosial sebagai: “A process of planned social change designed to
promote the well being of the population as a whole in conjunction with a
dynamic process of economic development.”
Menurut pengertian diatas dapat diartikan bahwa pembangunan sosial
adalah sebagai suatu proses perubahan sosial yang terencana yang dirancang
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu keutuhan, dimana
pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika proses
pembangunan ekonomi. Dari penjelasan definisi diatas Midgley dalam Adi
34
(2008: 51) mengajukan ada delapan aspek yang penting dan perlu untuk
diperhatikan, antara lain :
a. Proses pembangunan sosial tidak terlepas (dipisahkan secara nyata)
dari pembangunan ekonomi;
b. Pembangunan sosial mempunyai fokus yang interdisipliner yang
diambil dari berbagai jenis ilmu sosial;
c. Dalam konsep pembangunan sosial tergambarnya adanya suatu proses
yang dinamis;
d. Proses perubahan yang terdapat dalam pendekatan pembangunan
sosial pada dasarnya bersifat progresif (progressive in nature);
e. Proses pembangunan sosial adalah interventionist;
f. Tujuan pembangunan sosial diusahakan untuk dicapai melalui
beberapa strategi;
g. Pembangunan sosial lebih memusatkan pada populasi sebagai suatu
kesatuan yang bersifat inklusif dan universalistik
h. Tujuan dari pembangunan sosial adalah pengembangan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat (promotion of social welfare).
2. Pembangunan yang Berpusat pada Manusia (People Centered Development)
Tujuan dari pembangunan sosial menurut pandangan UN-ESCAP dalam
Adi (2008: 66) pada dasarnya adalah development of the well-being of the
people (pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Dari tujuan
tersebut UN-ESCAP menekankan bahwa pembangunan sosial pada dasarnya
adalah suatu pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia (people
35
centered development), yaitu sebuah upaya untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat dengan memfokuskan pada pemberdayaan dan pembangunan
manusia itu sendiri.
Penafsiran tentang pembangunan yang berpusat pada manusia (people
centered development) banyak ditafsirkan oleh para ahli. Seperti yang
dikemukakan oleh Korten dalam Adi (2008: 70) yang mencoba
menggambarkan dari people centered development adalah untuk “to enhance
human growth and well-being, equity and sustainability” artinya (untuk
meningkatkan pertumbuhan dan kemakmuran manusia), meningkatkan
keadilan, serta berkesinambungan). Kemudian menurut Korten dalam Adi
(2008: 70) juga menambahkan “The dominant logic of this paradigm is that of
a balanced of human ecology . . .” bahwa “(pemikiran yang mendominasi
paradigma ini adalah pembangunan yang memperhatikan keseimbangan
ekologi manusia . . .)”.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pembangaunan yang berpusat pada manusia (peopel centered development)
lebih memfokuskan pada unsur pertumbuhan dan kemakmuran manusia, akan
tetapi aspek-aspek yang lain seperti aspek ekologis juga tidak diabaikan
melainkan menjadi bagian perhatian dari pendekatan pembangunan ini. Dalam
pendekatan pembangunan people centered development juga memandang
bahwa tidak selayaknya manusia menghabiskan sumber daya alam yang ada
sehingga mengakibatkan rusaknya ekologi lingkungan yang akhirnya akan
berdampak pada keberlangsungan kehidupan manusia.
36
B. Pemberdayaan Masyarakat
1. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan atau
meningkatkan kapasitas, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya
peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya, baik secara
individu maupun kelompok. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat
membutuhkan keterlibatan yang besar dan serius dari pemerintah daerah serta
berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan dari
berbagai hasil yang dicapai. Kemudian banyak dari kalangan pakar yang telah
berusaha memberikan pengertian tentang pemberdayaan. Adapun berbagai
pengertian tentang pemberdayaan adalah sebagai berikut:
a. Menurut Payne dalam Adi (2008: 77) mengemukakan bahwa suatu
pemberdayaan (empowerment) ditujukan guna: “to help clients gain power
of decision and action over their own lives by reducing the effect of social
or personal blocks to exercising existing power, by increasing capacity and
self-confidence to use power and by transfering power from the
environtment to clients.”
b. Menurut Shardlow dalam Adi (2008: 78) mengemukakan pengertian
pemberdayaan yang pada intinya adalah membahas bagaimana individu,
kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka
sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan
keinginan mereka.
37
c. Menurut Asean Development Bank (ADB) sebagaimana yang dikutip oleh
zubaedi dalam Ardiyanti, et al., (2015: 735) mengungkapkan bahwa pada
umumnya pemberdayaan masyarakat dirancang dan dilaksanakan secara
menyeluruh. Pemberdayaan masyarakat dianggap bersifat komprehensif jika
memiliki beberapa karakteristik, yakni:
a. Berbasis lokal;
b. Berorientasi pada peningkatan kesejahteraan;
c. Berbasis kemitraan;
d. Bersifat holistik; dan
e. Berkelanjutan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan
merupakan upaya untuk membangun agar masyarakat bisa mandiri dan
terberdayakan dengan potensi dan sumberdaya yang ada dan bersifat menyeluruh.
Oleh karena itu konsep pemberdayaan bukan hanya menyangkut permasalahan
ekonomi semata akan tetapi juga harus menyentuh semua aspek seperti aspek
sosial kehidupan masyarakat. Untuk mencapainya maka dibutuhkan partisipasi
dari individu maupun kelompok masyarakat itu sendiri.
Disamping pentingnya pemberdayaan masyarakat, menurut Prasojo dalam
kurniawati, et al., (2013:11) terdapat beberapa permasalahan yang dapat
mengganggu pengimplementasian pemberdayaan dalam tataran praktis.
Permasalahan tersebut menyangkut ketiadaan konsep yang jelas mengenai apa itu
pemberdayaan masyarakat, batasan masyarakat yang sukses melaksanakan
pemberdayaan, peran masing-masing pemerintah, masyarakat dan swasta,
mekanisme pencapaiannya, dan lain sebagainya.
38
Selain itu, menurut Nuryoso dalam Kurniawati, et al., (2013: 11), usaha
ekonomi produktif yang ada atau akan dibentuk pada masing-masing wilayah
diidentifikasi berdasarkan kriteria tertentu, dipilih untuk dikembangkan sebagai
sasaran pembinaan. Pengembangan dilakukan melalui pembinaan manajemen
usaha, bantuan modal bergulir dan pemanfaatan teknologi tepat guna.
Gambar 5. Relasi Antara Pemberdayaan dan Kesejahteraan Masyarakat
Sumber : Adi, Isbandi Rukminto, 2008
Berdasarkan gambar diatas menunjukan usaha penyinergian berbagai upaya
pemberdayaan masyarakat antarbidang. Misalnya dalam usaha pemberdayaan
ekonomi yang kemudian juga harus memperhatikan pemberdayaan lingkungan
sehingga tidak terjadi eksploitasi sumber daya alam habis-habisan dan tetap
menjaga keberlangsungan ekologi untuk generasi-generasi yang akan datang.
Kesejahteraan
Masyarakat Pemberdayaan
Politik
Pemberdayaan
Sosial Budaya
Pemberdayaan
Lingkungan
Pemberdayaan
Ekonomi
Pemberdayaan
Kesehatan
Pemberdayaan
Hukum
Pemberdayaan
Spiritual
39
2. Proses Pemberdayaan Masyarakat
Adanya sebuah pemberdayaan adalah ingin memperkuat posisi masyarakat,
khususnya bagi masyarakat kelompok menengah kebawah yang kurang dalam
berdaya, baik karena kondisi internal (persepsi mereka sendiri) maupun kondisi
eksternal (keadaan yang timpang atau tidak adil).
Bidang-bidang yang terlibat dalam suatu pemberdayaan, keberadaanya dapat
dilihat sebagai suatu program ataupun suatu proses. Menurut Adi (2008:83-84)
mengemukakan bahwa pemberdayaan sebagai program adalah suatu
pemberdayaan yang dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai suatu
tujuan, yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Sedangkan
pemberdayaan dilihat sebagai suatu proses adalah pemberdayaan yang
berkesinambungan sepanjang hidup seseorang (on going process) sepanjang
komunitas itu masih ingin melakukan perubahan dan perbaikan, dan tidak hanya
terpaku pada suatu program saja.
Hal tersebut juga bisa diterapkan atau terjadi di masyarakat, dimana dalam
suatu masyarakat tersebut proses pemberdayaan tidak akan berakhir dengan
selesainya program tersebut, baik program tersebut dilaksanakan oleh pemerintah
maupun non-pemerintah. Proses pemberdayaan akan tetap berlangsung selama
komunitas itu masih tetap dan terus berusaha melanjutkan pemberdayaan kepada
diri mereka sendiri.
Sebagaimana digambarkan oleh Hogan dalam Adi (2008: 85) proses
pemberdayaan yang berkesinambungan terdiri dari lima tahapan utama, antara
lain:
40
1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak
memberdayakan (recall depowering/empowering experiences);
2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan
penidakberdayaan (discuss reasons for depowerment/empowerment);
3. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek (identity one problem
or preject);
4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna untuk melakukan
perubahan (identify useful power bases); dan
5. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya
(develop and implement action plans).
Berikut siklus pemberdayaan menurut Hogan dalam Adi (2008: 86)
Gambar 6. Siklus Pemberdayaan
Sumber: Adi, Isbandi Rukminto, 2008
Menghadirkan kembali
pengalaman yang
memberdayakan dan
tidak memberdayakan
Mengembangkan rencana
aksi dan
mengimplementasikan
Mengidentifikasikan
basis daya (kekuatan)
yang bermakna untuk
melakukan perubahan
Mendiskusikan alasan
mengapa terjadi
pemberdayaan dan
penidakberdayaan
Mengidentifikasikan
suatu masalah ataupun
proyek
41
3. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Anwas dalam Azizah (2016) mengidentifikasikan beberapa prinsip
pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:
a. Pemberdayaan dilakukan dengan cara yang demokratis dan menghindari
unsur paksaan. Setiap individu memiliki hak yang sama untuk berdaya.
Setiap individu juga memiliki kebutuhan, masalah, bakat, minat dan
potensi yang berbeda. Unsur-unsur pemaksaan melalui berbagai cara perlu
dihindari karena bukan menunjukkan ciri dari pemberdayaan
b. Kegiatan pemberdayaan di dasarkan pada kebutuhan, masalah, dan potensi
klien/sasaran. Hakikatnya, setiap manusia memiliki kebutuhan dan potensi
dalam dirinya. Proses pemberdayaan dimulai dengan menumbuhkan
kesadaran kepada sasaran akan potensi dan kebutuhannya yang dapat
dikembangkan dan diberdayakan untuk mandiri. Proses pemberdayaan
juga dituntut berorientasi kepada kebutuhan dan potensi yang dimiliki
sasaran. Biasanya pada masyarakat pedesaan yang masih tertutup, aspek
kebutuhan, masalah, dan potensi tidak nampak. Agen pemberdayaan perlu
memiliki potensi untuk memahami potensi dan kebutuhan klien/sasaran;
c. Sasaran pemberdayaan adalah sebagai subjek atau pelaku dalam kagiatan
pemberdayaan. Oleh karena itu sasaran manjadi dasar pertimbangan dalam
menentukan tujuan, pendekatan dan bentuk aktivitas pemberdayaan;
d. Pemberdayaan berarti menumbuhkan kembali nilai, budaya, dan kearifan-
kearifan lokal seperti gotong royong, kerjasama, hormat kepada yang lebih
tua , dan kearifan lokal lainya sebagai jati diri masyarakat perlu
42
ditumbuhkembangkan melalui berbagai bentuk pemberdayaan sebagai
modal sosial dalam pembangunan;
e. Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu,
sehingga dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Tahap ini
dilakukan secara logis dari sifatnya sederhana menuju komplek;
f. Kegiatan pendampingan atau pembinaan perlu dilakukan secara bijaksana,
bertahap, dan berkesinambungan. Kesabaran dan kehati-hatian dari agen
pemberdayaan perlu dilakukan terutama dalam menghadapi keragaman
karakter, kebiasaan, dan budaya masyarakat yang sudah tertanam lama;
g. Pemberdayaan tidak bisa dilakukan dari salah satu aspek saja, tetepi perlu
dilakukan secara holistik terhadap semua aspek kehidupan yang ada dalam
masyarakat;
h. Pemberdayaan perlu dilakukan terhadap kaum perempuan terutama remaja
dan ibu-ibu muda sebagai potensi besar dalam mendongkrak kualitas
kehidupan keluarga dan pengentasan kemiskinan;
i. Pemberdayaan dilakukan agar masyarakat memiliki kebiasaan untuk terus
belajar sepanjang hayat (lifelonglearning/education). Individu dan
masyarakat perlu dibiasakan belajar menggunakan berbagai sumber yang
tersedia. Sumber belajar tersebut bisa: pesan, orang (termasuk masyarakat
disekitarnya), bahan, alat, teknik, dan juga lingkungan di sekitar tampat
mereka tinggal. Pemberdayaan juga perlu diarahkan untuk menggunakan
prinsip belajar sambil bekerja (learning by doing);
43
j. Pemberdayaan perlu memperhatikan adanya keragaman budaya. Oleh
karena itu diperlukan berbagai metode dan pendekatan pemberdayaan
yang sesuai dengan kondisi di lapangan;
k. Pemberdayaan diarahkan untuk menggerakkan partisipasi aktif individu
dan masyarakat seluas-luasnya. Partisipasi ini mulai dari tahap
perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, evaluasi, termasuk partisipasi
dalam menikmati hasil dari aktivitas pemberdayaan;
l. Klien/sasaran pemberdayaan perlu ditumbuhkan jiwa kewirausahaan
sebagai bekal menuju kemandirian. Jiwa kewirausahaan tersebut mulai
dari; mau berinovasi, berani mengambil resiko terhadap perubahan,
mencari dan memanfaatkan peluang, serta mengembangkan networking
sebagai kemampuan yang diperlukan dalam era globalisasi;
m. Agen pemberdayaan atau petugas yang melaksanakan tugas pemberdayaan
perlu memiliki (kompetensi) yang cukup, dinamis, fleksibel, dalam
bertindak, serta dapat mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan
masyarakat. Agen pemberdayaan ini lebih berperan sebagai fasilitator; dan
n. Pemberdayaan perlu melibatkan berbagai pihak yang ada dan terkait dalam
masyarakat, mulai dari unsur pemerintah, tokoh, guru, kader, ulama,
pengusaha, LSM, relawan, dan anggota masyarakat lainnya. Semua pihak
tersebut dilibatkan sesuai peran, potensi, dan kemampuannya.
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan pendekatan
kualitatif yang digunakan, penulis menggunakan metode yang biasanya digunakan
yaitu pengamatan, wawancara, dan pemanfaatan dokumen. Metode penelitian
deskriptif digunakan penulis dalam penemuan, pengumpulan analisis, dan
interpretasi data sehingga dapat dikatakan bahwa metode penelitian memiliki
peran yang sangat penting dalam menentukan arah kegiatan sehingga akan
memudahkan peneliti dalam mencapai tujuan.
Pemilihan metode ini didasarkan bahwasanya metode ilmiah yang dianggap
paling tepat untuk menjangkau, mendeskripsikan, dan menggambarkan berbagai
permasalahan dan data yang ada dengan lebih mendalam yang sesuai dengan
masalah dan tujuan penelitian yaitu dalam rangka mengetahui tentang
implementasi program kreatif bersama kelompok budidaya ikan jaring apung
(pokdakan japung). Melalui metode kualitatif, pada tahap awal peneliti melakukan
pengumpulan data yang mendalam sehingga dapat memberikan hipoteses yang
memberikan gambaran dan analisis secara mendalam terkait implementasi
program (Pokdakan Japung).
45
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah hal-hal yang dijadikan sebagai pusat penelitian dalam
penelitian ini. Menurut Sugiyono (2014: 207) “fokus adalah batasan masalah yang
berisi pokok masalah yang masih bersifat umum”. Berdasarkan uraian tersebut
dapat dipahami bahwa fokus penelitian merupakan pembatasan agar peneliti tidak
terjebak dalam banyaknya data. Sehingga peneliti dapat memilih dan memutuskan
data mana yang diperlukan dan yang tidak diperlukan, agar sesuai dengan
permasalahan dan tujuan penelitian. Adapun fokus dari penelitian ini antara lain:
1. Implementasi program kreatif bersama kelompok budidaya ikan jaring
apung (POKDAKAN JAPUNG) dalam rangka pemberdayaan masyarakat
sekitar bantaran sungai bengawan solo. Untuk menganalisis bagaimana
proses implementasi kebijakan berlangsung, Merilee S, Grindle dalam
Agustino Leo (2016: 142-145) mengemukakan bahwa implementasi
dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan dan lingkungan
implementasi.
a. Konten (muatan) Kebijakan
1) Pihak yang kepentingannya dipengaruhi
2) Jenis manfaat yang bisa diperoleh
3) Jangkauan perubahan yang diharapkan
4) Letak pengambilan keputusan
5) Pelaksana-pelaksana program
6) Sumber-sumber yang dapat disediakan
b. Lingkungan Implementasi
46
1) Kekuasaan, kepentingan dan strategi-strategi dari para aktor yang
terlibat
2) Ciri-ciri kelembagaan dan penguasa
3) Konsistensi dan daya tanggap
a. Faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi
implementasi program kreatif bersama kelompok budidaya ikan jaring
apung (pokdakan japung) dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
a. Faktor pendukung
1) Pemerintah
2) Masyarakat
b. Faktor penghambat
1) Sumber Daya Manusia
2) Iklim
C. Lokasi Penelitian dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat atau lokasi dimana peneliti akan melakukan
penelitian terhadap objek yang akan diteliti untuk melihat keadaan yang
sebenarnya. Adapun lokasi penelitian ini berada di Kabupaten Bojonegoro.
Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada fokus penelitian dan juga karena
Kabupaten Bojonegoro merupakan kabupaten yang dilewati oleh aliran sungai
bengawan solo yang berpotensi untuk digunakan sebagai tempat budidaya ikan di
jaring apung.
Hal ini kemudian diperkuat dengan penghargaan yang diperoleh Kabupaten
Bojonegoro sebagai Top 99 Inovasi tahun 2016 yang diberikan oleh Kementrian
47
PANRB kepada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro. Adapun
situs penelitian menunjukan dimana tempat peneliti dapat menangkap keadaan
yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Sehingga peneliti bisa mendapatkan data
yang akurat. Maka situs penelitian ini adalah:
1. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro
2. Kelompok budidaya ikan jaring apung (Pokdakan Japung) di Kecamatan
Kalitidu Kabupaten Bojonegoro
D. Sumber Data
Sumber data merupakan, sumber dimana peniliti memperoleh data yang
diperlukan. Menurut Lofland dan Lofland sebagaimana yang dikutip oleh
Moleong (2014: 157), “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-
kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, dan lain-
lain.” Sumber data penelitian ini diperoleh dari:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari
lapangan atau dari sumbernya secara langsung tanpa perantara. Sumber data
primer ini diperoleh dari pihak yang terlibat dalam Program Kelompok Budidaya
Ikan Jaring Apung (Pokdakan Japung) yang dilakukan melalui wawancara,
observasi atau dengan alat bantu lainya adalah sebagai berikut:
a. Bapak Ir. Imam Suprayogi selaku Kepala Bidang Perikanan
b. Ibu Anita Setyarini WP, S.Pi selaku Kepala Seksi Perikanan Budidaya
c. Bapak Wisnu Anggoro, S.Pi selaku Penyuluh Perikanan
d. Bapak Minto selaku Bendahara Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung
48
e. Bapak Sigit selaku Ketua Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung
f. Bapak Sari selaku Ketua Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung
g. Bapak Sapuan selaku Ketua Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung
h. Bapak Hasan selaku Anggota Kelmpok Budidaya Ikan Jaring Apung
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang bersumber dari data yang tidak asli
memuat informasi atau data tersebut. Dalam penelitian ini diperoleh melalui
dokumen-dokumen, pearturan-peraturan, dan referensi dari Dinas Peternakan Dan
Perikanan Kabupaten Bojonegoro, internet maupun berita online untuk membantu
peneliti melengkapi data penelitian ini terkait program kelompok Budidaya Ikan
Jaring Apung (Pokdakan Japung), data yang diperoleh antara lain :
a. Booklet Jaring Apung (Japung) Sivonik Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro
b. Berkas Visi-Misi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro
c. Maket Budidaya Ikan Jaring Apung Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro
d. Rekaman dan gambar
E. Teknik Pengumpulan Data
Proses penelitian, memerlukan adanya teknik pengumpulan data yang relevan
dengan objek penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan teknik wawancara, dokumentasi, dan observasi.
1. Wawancara
49
Wawancara merupakan proses tanya jawab secara langsung dengan
bertatap muka atau tidak bertatap muka yang dilakukan dua orang atau lebih
dengan mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-
keterangan. Tujuan wawancara adalah untuk mengumpulkan informasi yang
diperlukan dalam penelitian, bukan untuk mengubah atau mempengaruhi
pendapat responden. Menurut Sugiyono (2011: 137) “wawancara digunakan
sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondenya sedikit/kecil”. Dalam melakukan
wawancara, peneliti menggunakan teknik wawancara terstruktur. Dimana
nantinya peneliti akan mendapatkan informasi dari tangan pertama (primer).
2. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan menggunakan teknik dokumentasi yaitu
pengumpulan data dimana peneliti memahami melalui dokumen-dokumen
tertulis seperti peraturan-peraturan dan referensi dari internet, jurnal-jurnal
ilmiah untuk mendapatkan informasi terkait penelitian.
3. Observasi
Adapun dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan teknik
observasi untuk mengadakan pengamatan terhadap implementasi program
Kreatif Bersama Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung (Pokdakan Japung)
secara langsung dan melihat dari dekat terhadap obyek yang diteliti. Sehingga
50
peneliti dapat mencatat peristiwa maupun perilaku yang berkaitan dengan
fokus penelitian sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti
dalam kegiatanya agar memperoleh data yang berkualitas sehingga kegiatan
penelitian berjalan dengan mudah dan sistematis. Menurut Sugiyono (2011: 222)
“dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah
peneliti itu sendiri”. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam instrumen penelitian
yang menjadi instrumen penelitianya adalah peneliti itu sendiri. Adapun dalam
melaksanakan penelitian, peneliti menggunakan panca indra guna mengamati dan
mencatat apa-apa fenomena yang terjadi di lapangan. Sedangkan untuk instrumen
penunjangnya adalah:
1. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara merupakan kumpulan atau serangkaian pertanyaan yang
telah dipersiapkan dan hendak diajukan kepada sumber informan untuk
mendapatkan data primer.
2. Catatan Lapangan
Catatan lapangan digunakan oleh peneliti untuk mencatat hal-hal yang dilihat,
didengar, dialami serta apa-apa yang dipikirkan pada saat pengumpulan data.
3. Perangkat Penunjang Pedoman Wawancara
Perangkat penunjang yang dapat digunakan adalah seperti kamera dan tape
recorder yang berfungsi sebagai bukti otentik terhadap fenomena-fenomena
yang terjadi di lapangan.
51
G. Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan sebagaimana yang di kutip oleh Sugiyono (2014: 244)
menyatakan bahwa “Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-
bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat di informasikan
kepada orang lain. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis data model interaktif (Miles, Huberman dan Saldana 2014: 14),
dengan prosedur:
1. Kondensasi Data
Adapun dalam tahap ini merupakan tahap merujuk pada proses pemilihan
data, pemusatan perhatian , memilih hal-hal yang pokok dan penyederhanaan
data kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan seperti transkrip
wawancara, dokumen-dokumen dan materi-materi empiris lainya. Kegiatan
kondensasi data ini merupakan suatu bentuk kegiatan menggolongkan,
mengambil data yang penting dan pokok sehingga dapat ditarik kesimpulan
akhirnya.
2. Penyajian Data
Setelah melakukan kondensasi data langkah berikutnya adalah melakukan
display data. Adapun penyajian data atau display data ditujukan untuk
memudahkan bagi peneliti untuk memahami dengan melihat gambaran
secara keseluruhan apa yang terjadi atau bagian-bagian tertentu dari peneliti,
sehingga peneliti bisa merencanakan arahan kerja yang akan dilakukan
52
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. Oleh karena itu dalam
penelitian ini, peneliti akan menyajikan data dalam bentuk kualitatif.
3. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi
Di dalam penelitian kualitatif pada tahapan kesimpulan ini dilakukan
penarikan kesimpulan secara terus-menerus sepanjang proses penelitian.
Dalam tahap penarikan kesimpulan tidak langsung sekali jadi, melainkan
merupakan suatu siklus yang interaktif, karena menunjukkan adanya
kesungguhan dan kemauan yang kuat dalam mendapatkan dan memahami
gambaran yang rinci serta pengertian yang mendalam sehingga dapat
menghasilkan suatu kesimpulan yang induktif.
Gambar 7. Komponen Analisis Data Model Interaktif
Sumber: Miles, Huberman, dan Saldana (2014:14)
Conclusions:
drawing/veriying
Data Collection Data
Display
Data
Condensation
53
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kabupaten Bojonegoro
a. Sejarah
Kota Bojonegoro adalah kota peradaban yang dilalui sungai terpanjang di Jawa
yakni Bengawan Solo. Di Kabupaten Bojonegoro hingga kini fosil hewan purba
yang mendiami sepanjang sungai Bengawan Solo berlimpah. Kekayaan sumber
daya alam yang dimiliki pun melimpah seperti minyak, jati, tembakau dan lahan
yang subur saat itu. Kekayaan itu diminati oleh negara-negara penjajah waktu itu
yakni Eropa dan Belanda. Akan tetapi, dengan kekayaan yang begitu melimpah
Kabupaten Bojonegoro pada masa lalu masih terjerat kemiskinan. Akibatnya,
hingga 2007 Bojonegoro adalah Kabupaten termiskin nomor 3 di Jawa Timur.
Sumber www.bojonegorokab.go.id
Kabupaten Bojonegoro termasuk wilayah kekuasaan Majapahit, seiring dengan
berdirinya kesultanan Demak pada abad ke-16, Bojonegoro menjadi wilayah
kerajaan Demak. Dengan berkembangnya budaya baru yaitu islam, pengaruh
budaya hindu yang kental di Indonesia termasuk Bojonegoro terdesak dan
terjadilah pergeseran nilai dan tata masyarakat dari nilai lama hindu ke nilai baru
Islam dengan disertai perang dalam upaya merebut kekuasaan Majapahit
(wilwatikta). Peralihan kekuasaan yang disertai pergolakan membawa Bojonegoro
masuk dalam wilayah Kerajaan Pajang (1586), dan kemudian Mataram (1587).
54
Pada tanggal 20 Oktober 1677, status Jipang yang sebelumnya adalah
kadipaten diubah menjadi Kabupaten dengan Wedana Bupati Mancanegara
Wetan, Mas Tumapel yang juga merangkap sebagai Bupati I yang berkedudukan
di Jipang. Tanggal tersebut hingga sekarang diperingati sebagai hari jadi
Kabupaten Bojonegoro. Tahun 1725, ketika Pakubuwono II (Kasunanan
Surakarta) naik tahta, pusat pemerintahan Kabupaten Jipang dipindahkan dari
Jipang ke Rajekwesi, sekitar 10 Km sebelah selatan Kota Bojonegoro saat ini.
b. Visi dan Misi
Visi Kabupaten Bojonegoro “ Terwujudnya Pondasi Bojonegoro Sebagai
Lumbung Pangan dan Energi Negeri Yang Produktif, Berdaya Saing, Adil,
Bahagia, Sejahtera dan Berkelanjutan”
Misi Kabupaten Bojonegoro sebagai berikut:
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, seimbang dan
berkelanjutan melalui peningkatan industri pangan dan energi;
2. Mewujudkan masyarakat yang produktif, mandiri dan sejahtera;
3. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih melalui
peningkatan pelayanan yang profesional
55
c. Kondisi Geografis dan Topografi
Gambar 8. Peta Kabupaten Bojonegoro
Sumber : Situs Resmi Pemkab Bojonegoro, 2017
Kabupaten Bojonegoro secara administratif memiliki luas wilayah yaitu
mencapai 230.706 Ha dan secara administratif memiliki batas wilayah yaitu
sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Tuban
Sebelah Timur : Kabupaten Lamongan
Sebelah Selatan : Kabupaten Nganjuk, Ngawi dan Jombang
Sebelah Barat : Kabupaten Ngawi dan Blora (Jawa Tengah)
Tahun 2016 wilayah Kabupaten Bojonegoro secara administratif saat ini
terbagi menjadi 28 Kecamatan dengan 419 Desa dan 11 Kelurahan. Lebih jelas
56
wilayah administrasi Kabupaten Bojonegoro beserta luas wilayah perkecamatan
dapat dilihat pada Tabel 2.1 Luas Wilayah Per Kecamatan di Kabupaten
Bojonegoro dan Gambar Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Bojonegoro.
Wilayah Kabupaten Bojonegoro merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa
Timur yang secara orientasi berada di bagian paling barat wilayah Provinsi Jawa
Timur dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Blora yang merupakan bagian
dari Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis, kabupaten Bojonegoro berada pada
koordinat 6o 59’ sampai 7o 37’ Lintang Selatan dan 112o 25’ sampai 112o 09
Bujur Timur, dengan jarak +110 km dari ibu kota provinsi.
Keadaan topografi Kabupaten Bojonegoro didominasi oleh keadaan tanah yang
berbukit yang berada di sebelah Selatan (Pegunungan Kapur Selatan) dan sebelah
Utara (Pegunungan Kapur Utara) yang mengapit dataran rendah yang berada di
sepanjang aliran Bengawan Solo yang merupakan daerah pertanian yang subur.
Tabel 00.00 lebih jelas kondisi topografi Kabupaten Bojonegoro.
Wilayah Kabupaten Bojonegoro didominasi oleh lahan dengan kemiringan
yang relatif datar. Hal tersebut dapat ditunjukan pada tabel diatas, bahwa 91,26%
wilayah Kabupaten Bojonegoro memiliki kemiringan antara 0-15%. Permukaan
tanah di Kabupaten Bojonegoro rata-rata berada pada ketinggian dari permukaan
laut yang relatif rendah, yaitu berada pada ketinggian antara 25-500 m dari
permukaan laut.
d. Demografi
Populasi Penduduk di Kabupaten Bojonegoro tahun 2016 mencapai 1.453.880
jiwa (453.726) KK dibandingkan Tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar
57
0,05%. Lebih jelasnya, kondisi kependudukan di Kabupaten Bojonegoro Tahun
2016 disajikan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin tahun 2016
No.
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Total Laki-Laki Perempuan
1 Ngraho 26.204 25.656 51.86
2 Tambakrejo 30.339 30.226 60.605
3 Ngambon 6.576 6.542 13.118
4 Ngasem 34.471 33.733 68.204
5 Bubulan 8.273 8.496 16.769
6 Dander 46.513 45.842 92.355
7 Sugihwaras 25.832 25.47 51.302
8 Kedungadem 45.949 45.37 91.319
9 Kepohbaru 37.048 35.763 72.811
10 Baureno 44.603 43.182 87.785
11 Kanor 33.071 32.93 66.001
12 Sumberrejo 38.999 38.844 77.843
13 Balen 35.48 35.197 70.677
14 Kapas 28.921 27.977 56.898
15 Bojonegoro 48.981 49.585 98.566
16 Kalitidu 27.977 27.519 55.496
58
17 Malo 17.748 17.8 35.548
18 Purwosari 16.856 17.039 33.895
19 Padangan 25.322 25.181 50.503
20 Kasiman 17.434 17.461 34.895
21 Temayang 20.428 20.3 40.728
22 Margomulyo 12.724 13.012 25.736
23 Trucuk 22.491 22.278 44.769
24 Sukosewu 23.987 23.262 47.249
25 Kedewan 7.268 7.356 14.624
26 Gondang 14.1 14.055 28.155
27 Sekar 15.138 15.038 30.176
28 Gayam 18.082 17.911 35.993
Jumlah
730.815
723.065
1.453.880
Sumber : Situs Resmi Pemkab Bojonegoro, 2016
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui tentang persebaran penduduk
maupun kepadatan penduduk di masing-masing wilayah. Jumlah penduduk
terbesar berada di kecamatan Bojonegoro yaitu sebesar 98.566 jiwa, sedangkan
jumlah penduduk paling sedikit yaitu Kecamatan Ngambon dengan jumlah
penduduk sebesar 13.118 jiwa.
Selain itu untuk mengetahui perseberan usia produktif dan non produktif suatu
wilayah, maka dapat dilihat berdasarkan jumlah penduduk menurut kelompok
59
umur. Untuk mengetahui lebih jelas tentang jumlah penduduk menurut kelompok
umur di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2016
Kelompok
Umur
Jenis Kelamin
Jumlah Total Laki-Laki Perempuan
0-4 45.047 42.604 87.651
5-9 47.913 45.630 93.543
10-14 52.009 48.586 100.595
15-19 45.770 43.845 89.615
20-24 37.691 41.739 79.430
25-29 46.220 49.717 95.937
30-34 46.882 49.305 96.187
35-39 48.408 49.347 97.755
40-44 49.099 50.711 99.810
45-49 46.002 46.233 92.235
50-54 40.045 37.634 77.679
55-59 31.470 27.327 58.797
60-64 20.053 21.467 41.520
65-69 15.934 18.533 34.467
70-74 11.201 16.579 27.780
75+ 13.158 20.748 33.906
Tidak 1.463 1.603 3.066
60
Terjawab
Sumber : Situs Resmi Pemkab Bojonegoro, 2016
Struktur umur penduduk Kabupaten Bojonegoro didominasi oleh usia produktif
(15-64 tahun) yaitu sebesar 828.965 jiwa pada tahun 2016. Hal ini menunjukkan
bahwa 68,51% penduduk Kabupaten Bojonegoro berada dalam usia produktif.
e. Penghargaan
Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu kabupaten yang berada di
provinsi Jawa Timur yang mendapatkan beberapa penghargaan baik nasional
maupun internasional, antara lain sebagai berikut :
Tabel 5. Data Penghargaan yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten
Bojonegoro Tahun 2016
No. Nama Organisasi Jenis
Penghargaan
Katerangan
1 Pemkab Bojonegoro Pilot Project
Kementrian PAN
RB
2 Dinas Komunikasi dan
Informatika Bojonegoro
Juara KIM tingkat
Bakorwil
KIM
Sendangpotro
Desa. Sedahkidul,
Purwosari
3 Pemkab Bojonegoro Menjadi wakil
Indonesia dalam
Festival Open
Government
Partnership
(OGP)
Sebagai
narasumber
keterbukaan
Pemerintah di
beberapa Negara
Dunia, di
antaranya Seoul
61
Korea Selatan,
Washington
Amerika Serikat
dan Paris Perancis
4 Dinas Kebersihan dan
Pertamanan
SIVONIK TOP
99
Inovasi
Pengolahan
Sampah
menggunakan
Mesin Buatan
Sendiri
5 RSUD SOSODORO
DJATIKOESOEMO
SIVONIK TOP
99
Inovasi Pelayanan
Publik Welas
Asih
6 Dinas Peternakan dan
Perikanan
SIVONIK TOP
99
Inovasi
Kelompok
Budidaya Jaring
Apung
7 Pemkab Bojonegoro Penghargaan
Adiwiyata
Mandiri dan
Adiwiyata Kirana
Penghargaan
tersebut diterima
atas keberhasilan
Pemkab
Bojonegoro dan
sejumlah sekolah
di Bojonegoro
yang telah
menciptakan
kondisi
lingkungan yang
bersih
8 Pemkab Bojonegoro Kontes ternak Jenis penghargaan
62
tingkat Nasional
kategori Kereman
Extremen 2016
ini diberikan pada
pemenang kontes
ternak asal
Sukosewu yang
mengikuti ajang
kontes ternak
tingkat Nasional
9 Badan PPKB Juara Kelompok
KB Pria Tingkat
Nasional
Kelompok KB
Pria Sejahtera
Desa. Ngrandu
Kec.
Kedungadem
10 Pemkab Bojonegoro Meraih Rekor
Muri Senam
Kolosal Budaya
Nusantara yang
dilakukan oleh
Persatuan Wanita
Indonesia
(Perwosi)
Penghargaan ini
di berikan oleh
Muri kepada
Perwosi
Bojonegoro yang
telah menggelar
senam kolosal
budaya dan
rekreasi bersama
7500 peserta
11 Dinas Kominfo Penghargaan
Indonesian
Digital Economy
Award (IDEA)
Penghargaan
IDEA kategori
Rising Star
diterima oleh
Pemkab
Bojonegoro
karena
keberhasilannya
63
melakukan
terobosan di
bidang IT secara
cepat
12 Pemkab Bojonegoro Masuk dalam tiga
besar PANDI
AWARDS
Website
bojonegorokab
berhasil masuk
nominasi website
Pemerintahan
terbaik tingkat
Nasional
13 Bupati Suyoto TOP IT TELCO
AWARDS 2016
Kategori Top ICT
Leadership
14 Pemkab Bojonegoro TOP IT TELCO
AWARDS 2016
Kategori
Institution Best
Practice-
Implementation
on Regency
Government.
Kategori Top
Digital
Transformation
Readiness
15 Pemkab Bojonegoro PPID AWARDS
Provinsi Jawa
Timur
Kategori sistem
layanan informasi
terbaik
Kabupaten/Kota
se-Jatim Kategori
A.
Kategori meja
64
layanan terbaik.
Kategori
kepatuhan
melaporkan
layanan informasi
publik Komisi
Pemilihan Umum
(KPU).
Kategori apresiasi
terhadap inisiatif
penggerak
keterbukaan
informasi
Pemerintah Desa.
16 Badan PPKB Penghargaan
Parahita Ekapraya
kategori Madya
Penghargaan ini
di terima atas
komitmen
Pemerintah
Daerah dalam
mewujudkan
kesetaraan
gender.
Sumber : Situs Resmi Pemkab Bojonegoro, 2016
65
2. Gambaran Umum Dinas Peternakan dan Perikanan
a. Visi dan Misi Organisasi
Visi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016-2018
adalah “Terwujudnya Peternakan dan Perikanan Masyarakat Yang Produktif dan
Berdaya Saing”.
Misi Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro “Mewujudkan
Peternakan dan Perikanan Masyarakat yang produktif dan berdaya saing melalui
peningkatan mutu pelayanan”
b. Tujuan dan Sasaran
Tujuan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro sebagai
berikut:
1. meningkatkan populasi dan produktifitas ternak
2. Meningkatnya budidaya ikan
Sasaran Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro sebagai
berikut :
1. Meningkatnya ketersediaan bibit ternak unggul.
2. Meningkatnya pakan ternak.
3. Meningkatnya ssentra-sentra produksi peternakan.
4. Meningkatnya sarana dan prasarana peternakan.
5. Meningkatnya pengelolaan pasar hewan.
6. Meningkatnya fungsi Rumah Potong Hewan.
7. Meningkatnya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan hewan.
66
8. Meningkatnya produk asal hewan yang Aman, Ssehat, Utuh, dan Halal
(ASUH).
9. Meningkatnya pengawasan dan pengendalian penyakit hewan menular.
10. Meningkatnya akses pemasaran.
11. Meningkatnya kawasan pengolahan hasil peternakan.
12. Meningkatnya fasilitasi peternak yang mendapatkan permodalan.
13. Meningkatnya kelompok peternak yang mengikuti pelatihan.
14. Meningkatnya kualitas tenaga penyuluh dan petugas teknis lainnya.
15. Meningkatnya jumlah peternak yang terdaftar dalam kelembagaan di
bidang peternakan.
16. Meningkatnya pengelolaan pasca panen.
17. Meningkatnya masyarakat yang mengetahui pentingnya ikan.
18. Meningkatnya sarana dan prasarana budidaya ikan.
19. Meningkatnya pembudidaya ikan dan nelayan yang menguasai
teknologi perikanan.
20. Meningkatnya kualitas tenaga penyuluh dan tenaga teknis perikanan.
21. Meningkatnya peran kelembagaan pembudidaya ikan.
22. Meningkatnya ketersediaan benih ikan.
23. Meningkatnya ekstensifikasi dan intensifikasi lahan budidaya.
24. Meningkatnya sarana dan prasarana penangkapan ikan.
25. Meningkatnya industri pengolahan hasil perikanan.
26. Meningkatnya kawasan pengolahan hasil produksi hasil peternakan dan
perikanan.
67
c. Tugas Pokok dan Fungsi
Dinas peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro mempunyai Tugas
Pokok melaksanakan urusan Pemerintah Daerah dan Tugas Pembantauan Bidang
Peternakan dan Perikanan antara lain sebagai berikut :
1. Perumusan kebijakan Teknis di Bidang Peternakan dan Perikanan.
2. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan dan Pelayanan Umum di Bidang
Peternakan dan Perikanan.
3. Pembinaan dan Pelaksanaan Tugas di Bidang Peternakan dan Perikanan.
4. Pelaksanaan Tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
d. Susunan Organisasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 13 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Bojonegoro serta
Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 71 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bojonegoro terdiri dari sebagai berikut :
a. Kepala Dinas
b. Bagian Sekretariat, terdiri dari :
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
2. Sub Bagian Keuangan
3. Sub Bagian Program dan Laporan
c. Bidang Kesehatan Hewan, terdiri dari :
1. Seksi Pengamatan Penyakit Hewan dan Pelayanan Medik Veteriner
68
2. Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan
3. Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner
d. Bidang Budidaya dan Pengembangan Ternak, terdiri dari :
1. Seksi Kawasan dan Perbibitan Ternak
2. Seksi Pakan dan Teknologi Peternakan
3. Seksi Penyebaran dan Pengembangan Ternak
e. Bidang Agribisnis Peternakan, terdiri dari :
1. Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan
2. Seksi Bina Usaha Peternakan
3. Seksi Kelembagaan dan Peningkatan Sumber Daya Manusia Peternakan
f. Bidang Perikanan
1. Seksi Perikanan Budidaya
2. Seksi Bina Perikanan Tangkap
3. Seksi Sarana dan Prasarana Perikanan
g. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
e. Sumber Daya SKPD
Dinas Peternakan dan Perikanan dalam melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsi
tersebut, memiliki sumber daya, sarana dan prasarana sebagai berikut :
1. Sumber Daya Manusia
Jumlah Pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro pada
tahun 2016 sebanyak 98 Orang dengan perincian berdasarkan Golongan
Pegawai Negeri Sipil : Golongan I sebanyak I orang, Golongan II sebanyak 39
Orang, Golongan III sebanyak 50 Orang dan Golongan IV sebanyak 8 Orang.
69
Berdasarkan Pendidikan : Pendidikan SD sebanyak 2 Orang, SLTP/Sederajat
sebanyak 2 Orang, SMU/sederajat sebanyak 57 Orang, D3 sebanyak 2 Orang,
SI sebanyak 27 Orang dan S2 sebanyak 8 Orang.
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro dalam melaksanakan
Tugas sehari-hari, maka terdapat pembagian tugas sebagai berikut :
a. Kantor Dinas : 48 Orang, terdiri dari :
Kepala Dinas : 1 Orang
Sekretaris / Kabid : 5 Orang
Kasi / Kasubag : 14 Orang
Staf : 21 Orang
b. Ka UPTD : 6 Orang
c. Petugas Teknis Peternakan Kecamatan : 28 Orang
d. Petugas Teknis Perikanan Kecamatan : 2 Orang
e. Petugas IB PNS : 15 Orang
f. Petugas IB swadaya : 21 Orang
g. Petugas Keurmaster : 1 Orang
h. Petugas Keamanan dan Sanitasi Lingkungan RPH : 1 Orang
i. Petugas Check Point : 1 Orang
j. Staf BBI : 5 Orang
k. Staf Teknis RPH dan Puskeswan : 1 Orang
l. Petugas IB Kambing/Domba : 3 Orang
m. Penyuluh Perikanan Bantu : 7 Orang
70
n. Tenaga Harian Lepas Dokter Hewan : 4 Orang
o. Tenaga Harian Lepas Kantor : 4 Orang
p. Tenaga Harian Lepas BBI : 3 Orang
q. Tenaga Honorer Daerah : 2 Orang
B. Penyajian Data Fokus Penelitian
1. Impelementasi Program Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung
(POKDAKAN JAPUNG) Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar
Bantaran Sungai Bengawan Solo.
Adapun untuk melihat keberhasilan dan faktor yang mempengaruhi
Implementasi Program Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung (POKDAKAN
JAPUNG) dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar bantaran sungai
bengawan solo di Kabupaten Bojonegoro, peneliti menganalisis menggunakan
teori Implementasi Model Grindle yang dilihat dari isi kebijakan dan konteks
lingkungan, diantaranya :
A. Isi Kebijakan
1. Kepentingan-kepentingan yang Mempengaruhi
Program kelompok budidaya ikan jaring apung (POKDAKAN JAPUNG)
merupakan salah satu bentuk program kegiatan dari dinas peternakan dan
perikanan yang dibentuk dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat di
sekitar bantaran sungai bengawan solo serta sekaligus sebagai upaya untuk
meningkatkan sektor budidaya ikan. Munculnya program ini berawal dari
keresahan dan keluhan yang dialami masyarakat sekitar bantaran sungai
71
bengawan solo, hal itu dirasakan sejak adanya peraturan larangan dari pemerintah
mengenai aktifitas yang merusak lingkungan yang tertuang dalam Undang-undang
No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Mayoritas masyarakat yang berkerja sebagai penambang pasir dan industri batu
bata disana, kemudian mengadukan keluhan tersebut kepada pemerintah daerah
melalui program dialog publik. Program dialog publik tersebut merupakan sarana
atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat, dimana di dalam
forum dialog tersebut masyarakat dari bawah berhak untuk menyampaikan
keluhan, hambatan maupun tantangan yang dirasakan ke masing-masing pihak
Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD), yang nantinya akan ditampung dan
akan dicarikan solusi terbaik untuk masyarakat.
Berikut aktivitas penambangan pasir dan pembuatan batu bata yang dilakukan
oleh warga Desa Mojosari Kecamatan kalitidu di Bantaran Sungai Bengawan
Solo:
Gambar 9. Penambangan Pasir di Bantaran Sungai Bengawan Solo
Sumber : Booklet Japung Dinas Peternakan dan Perikanan, 2016
72
Gambar 10. Aktivitas Pembuatan Batu Bata Masyarakat di Bantaran Sungai
Bengawan Solo
Sumber : Booklet Japung Dinas Peternakan dan Perikanan, 2016
Sebagai aparatur negara yang berdedikasi dan tanggap Dinas Peternakan dan
Perikanan selaku SKPD langsung merespon hal tersebut. Pihak Pemerintah yakni
Dinas Peternakan dan Perikanan, kemudian mendatangi masyarakat yang berada
di sekitar bantaran sungai bengawan solo dan mengajak masyarakat untuk
berdiskusi. Dari diskusi tersebut masyarakat mengkeluhkesahkan pekerjaan apa
yang bisa mereka lakukan untuk menambah pendapatan. Kemudian pihak
pemerintah menawarkan serta mensosialisasikan kepada masyarakat tentang
keramba budidaya ikan jaring apung, dari penawaran tersebut masyarakat sepakat.
Penawaran budidaya ikan jaring apung tersebut muncul dari beberapa
pertimbangan salah satunya, dilihat dari potensi kekayaan sumber daya alam lokal
yang dimiliki. Potensi tersebut berupa bantaran sungai bengawan solo yang sangat
panjang dan airnya sangat melimpah serta ada sepanjang tahun, tempat yang
73
sangat strategis sehingga mudah dijangkau. Melihat potensi tersebut yang sangat
erat kaitannya antara air dengan ikan. Akhrinya dinas peternakan dan perikanan
memiliki sebuah inisiasi untuk membuat budidaya ikan jaring apung sebagai
upaya pemecahan masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Tidak lama kemudian setelah kesepakatan antara masyarakat dan pemerintah
sudah terbentuk. Pemerintah segera meralisasikan program tersebut dengan
memberikan Demplot (percontohan) mengenai budidaya keramba jaring apung di
desa-desa sekitar bantaran sungai bengawan solo yang memang memiliki kendala
atau kesulitan dalam mencari pekerjaan. Berdasarkan hasil wawancara kepada Ibu
Anita Setyarini WP, S.Pi selaku Kepala Seksi Perikanan Budidaya yang
menjelaskan pemberian demplot (percontohan) kepada masyarakat tentang
budidaya ikan jaring apung, yaitu :
“awalnya program itu dari maysarakat bawah, bahwa dia mengeluhkan disitu
kan penambangan pasir sudah tidak bisa lagi, terus batu bata itu bahan bakunya
juga susah didapat. Akhirnya dia kan pendapatannya jadi turun. Dia mencari
alternatif yang lain apa yang bisa diberdayakan di desa tersebut. Terus akhirnya
kita adakan simtek kesana ngomong-ngomong gimana kalau kita buat jaring
apung. Nah akhirnya dari pemerintah sendiri memberikan demplot
(percontohan) itu mengenai jaring apung di desa-desa yang kesulitan mengenai
pendapatan tadi. Akhirnya dibuatlah keramba jaring apung dengan budidaya
ikan patin. Dan alhamdulillah jaring apung itu berada di sungai bengawan solo
yang didekatnya pembuat batu bata, penambang pasir disiitu. Akhirnya ya
alhamdulillah bisa terlaksana untuk budidaya ikan patin itu dan hasilnya juga
sangat memuaskan. Yang kalau dikolam biasa untuk budidaya patin itu 6 bulan
baru panen, nah ini dikeramba jaring apung yang di bantaran sungai bengawan
solo itu tiga bulan sudah bisa panen dengan hasil sama begitu.”
(Sumber : hasil wawancara kepada Ibu Anita Setyarini Wp S.Pi selaku Kepala
Seksi Perikanan Budidaya di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 09.15 WIB, bertempat di Dinas
Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Berdasarkan pernyataan di atas, menunjukkan bahwa Dinas Peternakan dan
Perikanan memahami bersedia dan mendukung terwujudnya program Budidaya
74
Ikan Jaring Apung ini. Terlihat dari tindak lanjut dan respon yang cepat dari pihak
Dinas untuk memberikan solusi kepada masyarakat yang tengah mengalami
kesulitan. Hal tersebut juga turut diungkapkan oleh Bapak Imam selaku Kepala
Bidang Perikanan di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro
yang mengatakan kepada peneliti bahwa :
“di bagian sekitar bantaran sungai bengawan solo itu kan pertama sebagaian
besar masyarakatnya itu penghasilannya dari menambang pasir secara
tradisional, dengan alat tradisional itu ternyata pada musim banjir alatnya tidak
bisa menjangkau karena pasang terus ditambah lagi dengan adanya bendungan.
nah itu kan sebenarnya barokah ya untuk kita semua. Tapi justru untuk orang
yang pekerjaannya mengambil batu bata dan yang terus mengambil pasir
menjadi hambatan. Terutama untuk pembuat batu bata, kalau batu bata itu kan
bahan bakunya tanah yang ada di pinggir sungai itu. dengan adanya bendungan
itu pada saat musim kemarau, karena dibendung akhirnya air kan naik lebih
tinggi daripada saat banjir. kalau pada saat air tinggi seperti itu mereka sulit
mengambil tanah. Nah setelah itu banyak keluhan dari masyarakat melalui
dialog publik setiap hari jumat itu, nah ada yang menyampaikan ke pak bupati
ada yang ke dinas. Intinya masyarakat itu minta supaya dicarikan bagaiamana
caranya agar mendapatkan penghasilan. Terus kami yang dari perikanan itu
meilhat, ohh dengan adanya air yang melimpah itu otomatis kita bisa budidaya
ikan, nah harapannya kita bisa beri jaring apung itu ya. Nah jaring apung itu
kan kita taruh di situ pada saat musim kemarau karana airnya bersih akhirnya
ada ide itu kemudian muncul program budidaya jaring apung itu.
(Sumber : hasil wawancara kepada Ibu Anita Setyarini selaku Kepala Seksi
Perikanan Budidaya di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 11.15 WIB, bertempat di Dinas
Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Wawancara di atas juga menunjukkan bahwa ada upaya, tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai oleh Dinas Peternakan dan Perikanan sebagai pelayan publik.
Tidak hanya itu, program tersebut juga telah dikaji dengan melakukan diskusi dan
sosialisasi kepada masyarakat. Sehingga dalam membentuk dan menjalankan
program ini juga melibatkan banyak kepentingan yakni dari masyarakat itu sendiri
dan pihak dinas tentunya. Keterlibatan berbagai pihak tersebut tentu memiliki
75
tujuan dan sasaran dan hasil yang hendak dicapai. Hal tersebut juga dikatakan
oleh Bapak Wisnu selaku Penyuluh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro yang mengatakan bahwa :
“yang melatarbelakangi pertama, karena dulu kan masyarakat di bantaran
sungai bengawan solo itu kan penambang pasir dan pembuat batu bata. Terus
semenjak adanya larangan penambangan pasir ilegal akhirnya banyak yang
menganggur. Terus sebenarnya ini tujuan pertamanya tidak kesitu. kita
menjalankan program ini ya sasarannya adalah masyarakat disekitar bantaran
sungai bengawan solo untuk program jaring apungnya. Hanya saja pas waktu
itu bertepatan juga dengan adanya larangan penambangan pasir dan banyak
yang nganggur, sehingga kondisi tersebut tepat dengan program yang sudah
kita inovasikan. Program itu tujuannya adalah untuk pemberdayaan masyarakat
dan selain itu memang kita juga mau meningkatkan produksi perikan melalui
jaring apung.
(Sumber : hasil wawancara kepada Bapak Wisnu selaku Penyuluh di Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April
2016, pukul 10.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan
kabupaten Bojonegoro).
Tidak hanya memberikan solusi berupa program budidaya ikan jaring apung
yang dilakukan oleh pihak dinas, akan tetapi juga memiliki visi jangka panjang
yang terlihat yakni sebuah aktivitas pemberdayaan masyarakat yang nantinya bisa
memberikan dampak yang positif kedepannya. Tujuan dan sasaran serta strategi-
srtaegi yang dilakukan oleh pihak dinas Peternakan dan Perikanan juga terlihat
dalam upaya pelaksanaan program tersebut. Hal itu sesuai dengan apa yang telah
menjadi tujuan dan sasarannya.
Sebagaimana yang di tetapkan dalam tujuan dan sasaran jangka menengah
SKPD. Mengacu pada visi dan misi serta didasarkan pada isu-isu strategis Dinas
Peternakan dan Perikanan Tahun 2013-2018, maka adapun tujuannya adalah :
1. meningkatkan populasi dan produktifitas ternak
2. meningkatnya budidaya ikan.
76
Kemudian dari tujuan tersebut didukung dengan rincian sasaran yang hendak
dicapai, antara lain :
1. meningkatnya masyarakat yang mengetahui pentingnya ikan
2. meningkatnya sarana dan prasarana budidaya ikan
3. meningkatnya pembudidaya ikan dan nelayan yang menguasai teknologi
perikanan
4. meningkatnya kualitas tenaga penyuluh dan tenaga teknis perikanan
5. meningkatnya peran kelambagaan pembudidaya ikan
6. meningkatnya ketersediaan benih ikan
7. meningkatnya ekstensifikasi dan intensifikasi lahan budidaya
8. meningkatnya sarana dan prasarana penangkapan ikan
9. meningkatnya industri pengolahan hasil perikanan
10. meningkatnya kawasan pengolahan hasil produksi hasil peternakan dan
perikanan.
Berdasarkan wawancara dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa telah
sejalan antara masyarakat dan pemerintah. Yakni terjadi sebuah kerjasama yang
baik antara masyarakat dan pemerintah sehingga dapat menghasilkan sebuah
rumusan solusi berupa program budidaya ikan jaring apung. Hal tersebut
sebagaimana disampaikan oleh pihak masyarakat yakni Bapak Sigit selaku Ketua
kelompok budidaya ikan jaring apung, bagaimana awal mula diskusi hingga
kemudian sosialisasi itu dilakukan, beliau mengatakan bahwa :
“dikasih surat edaran, nah setelah terbentuk kelompok tani ikan kita disuruh
buat kayak surat, kemudian kita dikasih surat persetujuan kemudian ada
bantuan sekian tapi syaratnya harus ada kelompok tani. Nah akhirnya kita yang
berpotensi-berpotensi menjadi kelompok tani dikumpulkan di balai desa
77
kemudian dipilih ketuanya siapa bendahara siapa anggotanya siapa. Nah
setelah itu setelah terbentuk kita dikasih surat persetujuan tadi, kita pelajari per
kelompok. Isinya ini ada bantuan ikan sekian, keramba sekian nah kalau setuju
kemudian tanda tangan ketua kelompok sama kepala desa. Nah setelah kita
tanda tangani munculah bantuan itu akhirnya.
(Sumber : hasil wawancara kepada Bapak Sigit Ketua kelompok budidaya ikan
jaring apung, pada tanggal 14 April 2016, pukul 09.00 WIB, bertempat di
rumah Bapak Sigit Desa. Ngringinrejo Kecamatan kalitidu).
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa masyarkat menjadi
pihak yang terlibat dalam kepentingan ini. Oleh karena masyarakat adalah objek
daripada program tersebut. Dapat dilihat pula bahwa suatu kebijakan atau
program tentunya akan banyak melibatkan banyak pihak dan kepentingan. Dalam
hal ini yang memiliki kepetingan adalah Dinas Peternakan dan Perikanan
kemudian juga masyarakat. karena keduanya saling memiliki kepentingan, maka
sangat mudah lingkungan itu untuk dipengaruhi ataupun mempengaruhi.
Kemudian tidak hanya itu, pihak pemerintah desa, kecamatan serta pemerintah
kabupaten juga memiliki peran di dalamnya. Sebagaimana yang di sampaikan
oleh Bapak Wisnu selaku staff pendamping dan penyuluh dinas peternakan dan
perikanan menyampaikan bahwa :
“iya, soalnya ya gini sih mbak kalau kita memiliki program dan kalau tidak
dapat persetujuan dari pemerintah kabupaten otomatis tidak berjalan. Sama kita
mau program ini di tempatkan di lokasi ini tapi kalau pemerintah desa nggak
mendukung otomatis nggak bisa berjalan. Sama kita butuh bagaiamana agar
masyarakat bisa cepat berkembang kita butuh peran tokoh masyarakat yang
bisa menggerakan mereka. Sinergisitasnya kan disitu.
(Sumber : hasil wawancara kepada Bapak Wisnu selaku Penyuluh di Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April
2016, pukul 10.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan
kabupaten Bojonegoro).
Dari hasil wawancara di atas terlihat bagaimana upaya yang dilakukan oleh
dinas peternakan dan perikanan untuk membuat program tersebut bisa terwujud
78
dan berjalan. Kemudian dukungan dari pemerintah desa, pemerintah kabupaten
serta tokoh-tokoh masyarakat ikut saling berperan mendukung program tersebut.
Hal itu tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan yang dapat mempengaruhi
dari masing-masing pihak. Hal ini juga dipertegas oleh Bapak Wisnu selaku staff
pendamping dan penyuluh dinas Peternakan dan Perikanan, mayampaikan bahwa:
“kita menawarkan dulu, mau nggak program ini dilakukan di desa ini misalnya
kan gitu. Kan pertama kita harus ijin dulu ke kepala desa, setelah kepala desa
merasa program ini cocok dengan pembangunan yang sudah dicanangkan oleh
desa itu oke. Di awal jadi dia yang mengatur kira-kira masyarakat desa mana
yang memiliki potensi yang bisa di alihkan ke budidaya perikanan.
(Sumber : hasil wawancara kepada Bapak Wisnu selaku Penyuluh di Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April
2016, pukul 10.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan
kabupaten Bojonegoro).
Dalam upaya untuk menjalankan program jaring apung ini ternyata
membutuhkan dukungan dari berbagai pihak salah satunya adalah pemerintah
desa sekalu tuan rumah di desa tersebut yang akan ditempati sebagai percontohan
program budidaya ikan jaring apung. Sehingga upaya-upaya yang dibutuhkan
tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak saja, melainkan membutuhkan dari
masing-masing pihak yang memiliki kedudukan, pengaruh dan kewenangan.
Berikut ini musyawarah atau diskusi, sosialisasi dan penyuluhan yang
dilakukan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro kepada
Masyarakat sekitar Bantaran Sungai Bengawan Solo di Kecamatan Kalitidu,
sebagai berikut :
79
Gambar 11. Penyuluhan dan Sosialisasi Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro
Sumber : Booklet Japung Dinas Peternakan dan Perikanan, 2016
Setelah melakukan sosialisasi dan terbentuk kelompok, maka paket bantuan
program jaring apung segera di salurkan ke masyarakat dan di pasang di sekitar
bantaran bengawan solo. Berikut gambar Jaring Apung yang telah terpasang di
sekitar bantaran sungai bengawan solo.
80
Gambar 12. Pemasangan Stimulan Jaring Apung di Bantaran Sungai
Bengawan Solo
Sumber : Booklet Japung Dinas Peternakan dan Perikanan, 2016
Gambar 13. Jaring Apung yang sudah terpasang sampai saat ini
Sumber : Booklet Japung Dinas Peternakan dan Perikanan, 2016
81
Dari hasil data di atas dapat disimpulkan bahwa Program Kelompok Budidaya
Ikan Jaring Apung (POKDAKAN JAPUNG) di Kecamatan Kalitidu mendapat
respon yang baik. Masing-masing pihak yakni masyarakat, kepala desa,
kecamatan, pemerintah kabupaten dan dinas Peternakan dan Perikanan saling
mendukung sehingga program ini terwujud dan telah berjalan dengan baik.
2. Tipe Manfaat
Sebagaimana yang disampaikan oleh Grindle di dalam teori implementasi
kebijakan atau program bahwa harus terdapat beberapa jenis manfaat yang dapat
menunjukkan dampak positif. Dalam hal ini sama dengan implementasi program
budidaya ikan jaring apung di lapangan yang di berikan oleh pemerintah daerah
yakni Dinas Peternakan dan Perikanan kepada masyarakat sekitar bantaran sungai
bengawan solo, dapat memberikan manfaat bagi pengentasan kemiskinan dalam
hal ini adalah berkurangnya pengangguran dan meningkatnya pendapatan
masyarakat. Karena dengan adanya program budidaya jaring apung ini bisa
memberikan sebuah lapangan pencaharian sebagai pekerjaan tambahan bagi
masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo untuk membantu menunjang
kebutuhan sehari-hari.
Program Budidaya ikan Jaring Apung merupakan program bantuan hibah
berbentuk sarana dan prasarana yang diberikan kepada masyarakat bantaran
sungai bengawan solo yang mau untuk menjalankan program. Bantuan program
tersebut diberikan untuk menghasilkan atau memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi masyarakat di sekitar bantaran sungai bengawan solo. Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Ibu Anita Setyarini Wp S,Pi selaku Kepala Seksi
82
Perikanan Budidaya di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro
dalam kutipan wawancaranya sebagai berikut :
“tujuannya ya mengentaskan kemiskinan, menambah pendapatan masyarakat
yang tadi itu terkena dampak dari penambangan pasir sama batu bata itu. Jadi
untuk memberikan masyarakat disitu pendapatan yang lain selain dia bercocok
tanam selain membuat batu bata untuk berbudidaya ikan di jaring apung ya
tujuannya itu. Selain itu juga konsumsi ikan juga meningkat, terus dengan
konsumsi ikan meningkat kan berarti masyarakat sudah mengkonsumsi ikan
sesuai dengan standar nasional lah. Standar nasionalnya 36 berapa gitu ya”.
(Sumber : hasil wawancara kepada Ibu Anita Setyarini WP S,Pi selaku
Kepala Seksi Perikanan Budidaya di Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 11.15 WIB,
bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Dapat dilihat bahwa program tersebut memang sejalan dengan tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan oleh dinas peternakan dan perikanan. Bahwasanya
program tersebut berupaya untuk mewujudkan kesejahtaraan masyarakat,
penanggulangan kemiskinan serta mendukung upaya dinas untuk bisa mencapai
taraf standar nasional dalam tingkat konsumsi ikan di masyarakat. Hal ini
diperkuat dengan penjelasan dari Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh di
Dinas Peternakan dan perikanan Kabupaten Bojonegoro adalah sebagai berikut :
“tujuannya ini, meningkatkan perekonomian masyarakat, meningkatkan
pemberdayaan masyarakat disitu bagaimana sih caranya mereka biar ndak
nganggur. Jadi kita motivasi mereka untuk tetap melanjutkan dan mengikuti
program ini biar ada kegiatan. Pada awalnya ada kegiatan dulu nanti kalau
sudah semangat istilahnya kan dicoba mbak (tryal error) kemudian dilihat dulu
kita berikan stimulan terkait jaring apung, ternyata menguntungkan, kemudian
akan tumbuh dari masayarakat sendiri untuk terus berlanjut”. (Sumber : hasil
wawancara kepada Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh di Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016,
pukul 10.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten
Bojonegoro).
Dalam pengimplementasian program ini memang bukan hal yang mudah untuk
dilakukan. Dibutuhkan upaya yang lebih untuk meningkatkan daya guna dan
83
manfaat dari budidaya ikan jaring apung tersebut. Upaya tersebut adalah
pemberian contoh budidaya ikan jaring apung (stimulan) yang diberikan oleh
dinas peternakan dan perikanan kepada masyarakat. Karena seperti yang telah
dijelaskan bahwa program budidaya ikan jaring apung dilakukan untuk membantu
masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo yang membutuhkan solusi atas
permasalahan yang ada. Dengan adanya program yang disolusikan oleh dinas
peternakan dan perikanan tentunya juga sangat membantu pemerintah kabupaten
dalam menciptakan pekerjaan baru dimana akhirnya masayarakat bisa memiliki
pekerjaan sehingga pengangguran pun bisa berkurang. Kemudian hal ini juga
kembali dipertegas kembali oleh bapak Wisnu Anggoro penyuluh Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro yang menyatakan sebagai
berikut:
“yang merasakan manfaat masyarakat itu sendiri yang pertama, kemudian
pemerintah kota bojonegoro secara umum karena dengan adanya program ini
membantu berkurangnya pengangguran dan untuk dinas perikanan sendiri
karena program yang sudah kita berikan sudah bisa berjalan dengan baik”.
(Sumber : hasil wawancara kepada Bapak Wisnu selaku Penyuluh Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April
2016, pukul 10.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan
kabupaten Bojonegoro).
Dari penjelasan dan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Program
Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung membuktikan manfaat yang dicapai adalah
antara lain sebagai berikut :
a. meningkatnya pendapatan kelompok dari keuntungan budidaya ikan jaring
apung.
b. termanfaatkannya potensi perairan umum di bantaran sungai bengawan solo
c. adanya kenaikan konsumsi ikan di kabupaten Bojonegoro.
84
d. adanya modal usaha untuk siklus budidaya ikan selanjutnya.
Dari manfaat yang telah didapatkan tersebut harapannya semakin meningkat
dan tetap berkelnjutan sehingga akan semakin memberikan manfaat yang lebih
besar lagi kepada masyarakat lainnya terutama yang berada disekitar bantaran
sungai bengawan solo.
3. Derajat Perubahan yang Ingin Dicapai
Dalam hal ini Grindle menyatakan bahwa setiap kebijakan mempunyai target
yang hendak dan ingin dicapai. Derajat perubahan yang ingin dicapai dalam
implementasi program harus mempunyai usaha skala yang jelas hal ini sama
dengan implementasi program kelompok budidaya ikan jaring apung yang
dilakukan oleh dinas peternakan dan perikanan. Arah perubahan yang diinginkan
adalah dapat membuka peluang kerja baru bagi masyarakat sekitar wilayah
bantaran sungai bengawan solo. Dalam mencapai tujuan tersebut dinas peternakan
dan perikanan kabupaten bojonegoro berinisiasi dengan masyarakat pembuat batu
bata dan penambang pasir dengan cara membuka peluang kerja baru di bidang
perikanan berupa budidaya ikan di jaring apung.
Agar hal tersebut dapat terwujud maka Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro menghimbau masyarakat sekitar bantaran sungai
bengawan solo untuk mengajukan proposal dalam Musrenbangdes (Musyawarah
Rencana Pembangunan Desa), yang selanjutnya akan diteruskan kembali dalam
Musrenbangcam (Musyawarah Rencana Pembangunan Kecamatan). Dari
proposal yang telah diajukan tersebut, kemudian akan ditindaklanjuti oleh
85
pemerintah daerah. Paket bantuan jaring apung ini merupakan program bantuan
hibah langsung kepada masyarakat.
Untuk mencapai tujuan atau derajat perubahan yang ingin dicapai Dinas
Peternakan dan Perikanan tidak hanya memberikan bantuan hibah berupa paket
jaring apung saja. Akan tetapi Dinas Peternakan dan Perikanan juga berinisiatif
untuk melakukan pembinaan yang lebih sering kepada para pembudidaya ikan
atau kelompok perikanan yang telah terbentuk. Bentuk pembinaannya berupa
penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan secara berkala. Hal tersebut
disampaikan oleh Bapak Wisnu Anggoro selaku penyuluh Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bojonegoro bahwa :
“di awal kita berikan stimulan berupa paket hibah jaring apung, pakan,
kemudian benih dan juga obat-obatan. Itu di awal kemudia untuk
kelanjutannya kita berikan pembinaan dan pendampingan jadi kita berikan
arahan semisal budidaya yang baik itu kayak apa, kemudian kalau ada kendala
penangannannya seperti apa”. (Sumber : hasil wawancara kepada Bapak
Wisnu selaku Staff Pendamping dan Penyuluh di Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 10.15
WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa tidak hanya pemberian jaring
apung tapi juga dilakukan pembinaan sampai masyarakat yakni kelompok
budidaya ikan jaring apung yang awalnya tidak mengerti menjadi tahu dan
mengerti cara mengelola ikan. Kondisi ini juga di dukung oleh Bapak Minto
selaku bendahara kelompok budidaya ikan jaring apung bahwa :
“ya saya rasa sudah cukupkan ibaratnya kan dulu belum bisa belum tahu lah
karakter ikan. kan sering didampingi tapi sekarang jarang, paling 1 bulan 3
bulan sekali cuma monitoring lihat-lihat sudah. Mungkin pihak dinas sendiri
yang khusus desa ini ya seneng ada perkembangan dari 5 petak sekarang
menjadi 20.an kan termasuk berhasil”. (Sumber : hasil wawancara Bapak
Minto selaku bendahara kelompok budidaya ikan jaring apung pada tanggal
86
13-04-2017 di rumah Bapak Minto Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro
pukul 14.30).
Masyarakat pembudidaya ikan jaring apung sudah sangat antusias dan
merasakan perubahan yang dialami. Semangat tersebut terlihat dari keberhasilan
bertambahnya jumlah petak jaring apung yang awalnya hanya 5 petak sekarang
sudah menjadi 20 petak. Tentu hal tersebut tidak langsung jadi begitu saja tapi ada
upaya sungguh-sungguh, kesabaran dan ketekunan dalam menjalankannya
sehingga nantinya akan menuia hasil yang memuaskan.
Upaya yang dilakukan oleh dinas peternakan dan perikanan tidak hanya sampai
disitu. Dinas peternakan dan perikanan melalui petugas teknis dan pendamping
lapangan juga selalu aktif dalam menampung setiap permasalahan yang dialami
oleh masyarakat. Penampungan keluhan masalah yang dialami oleh masing-
masing kelompok budidaya ikan jaring apung bisa disampaikan kepada petugas
teknis lapangan dan penyuluh melalui tatap muka secara langsung maupun lewat
alat komunikasi seperti handphone. Hal tersebut disampaikan oleh Bapak Sigit
selaku ketua kelompok budidaya ikan jaring apung bahwa :
“ya itu pertama itu kita nggak ada keluhan masalahe, lha yang keluhannya
yang ini tapi dinas perikanan belum ada, mungkin kitanya belum
menyampaikan masalahnya belum laporan gitu lo, mungkin kalau laporan
pihaknya kesini. Ditelepon juga bisa kalau laporan”.(Sumber : hasil
wawancara kepada Bapak Sigit ketua kelompok budidaya ikan jaring apung,
pada tanggal 14 April 2016, pukul 09.00 WIB, bertempat di rumah Bapak Sigit
Desa. Ngringinrejo Kecamatan Kalitidu).
Kemudia hal tersebut juga didukung oleh Bapak Minto selaku bendahara
kelompok budidaya ikan keramba jaring apung menyatakan bahwa :
“iya aktif, waktu pertama itu kan mati 500 ekor saya pergi ke dinas terus 2
minggu diganti itu kan termasuk aktif kan. Terus saya lapor itu kan mungkin
pak wisnu 2 atau 3 hari kesini, dulu kan pak wisnu sekarang kan pak wisnu
pindah”.(Sumber : hasil wawancara Bapak Minto selaku bendahara kelompok
87
budidaya ikan jarring apung pada tanggal 13-04-2017 di rumah Bapak Minto
Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro pukul 14.30).
Dari hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa pihak dinas peternakan dan
perikanan sangat terbuka lebar dalam menampung aspirasi dan keluhan kelompok
budidaya ikan jaring apung. Kendalanya hanya saja kadang para pembudidaya ini
tidak langsung atau begerak cepat ketika terjadi kendala atau kesulitan. Sehingga
respon dan penanganannya pun jadi lambat dan berdampak pada kehidupan ikan
di jaring apung. Hal ini juga dipertegas oleh Bapak Wisnu Anggoro selaku
Penyuluh Dinas Peternakan dan Perikanan bahwa :
“kalau normalnya ya satu pekan sekali, tapi meskipun begitu kan mereka punya
nomer kontaknya kita selalu open atau terbuka kalau semisalnya ada masalah di
para pembudidaya ini kita persilakan untuk calling kita. Kalau ada masalah
silakan di ungkapkan nanti kita akan berikan solusi sesuai dengan kemampuan
kita. Kalaupun kita nggak bisa datang ke lokasi kita bisa berikan arahan lewat
telepon.Jadi kalau soal kunjungan kita memang tidak bisa datang setiap minggu
tapi kita bisa gunakan jalur komunikasi langsung”.(Sumber : hasil wawancara
kepada Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 10.15 WIB, bertempat
di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Pihak dinas peternakan dan perikanan pun siap menjadi penampung berbagai
kendala terkait budidaya perikanan yang di hadapi oleh masyarakat. Dinas
peternakan dan perikanan mencoba selalu hadir di tengah-tengah masyarakat
sebagai pelayan publik yang siap ketika dibutuhkan. Oleh karenanya masyarakat
sesungguhnya memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan bakat dan
minatnya pada budidaya ikan jaring apung. Akan tetapi sebagaimana fakta di
lapangan yang terlihat adalah masyarakat pembudidaya ikan belum bisa
memanfaatkan peluang itu dengan baik. Sehingga ketika ada kendala cenderung di
88
diamkan dan tidak segera untuk bertanya hingga akhirnya bingung dengan kondisi
budidaya ikan yang mengalami kendala.
Kondisi masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo sebelum adanya
program budidaya ikan jaring apung sebagai berikut :
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai teknis budidaya ikan.
b. Masyarakat kurang kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan potensi yang
ada di sekitar lokasi bantaran sungai bengawan solo.
c. Kurangnya rasa optimisme pada masyarakat bahwa usaha di bidang
perikanan bisa dijadikan usaha pokok.
Seperti itulah kondisi masyarakat dahulu sebelum adanya program ini, namun
setelah program ini disetujui dan disepakati kemudian dijalankan ada beberapa
perubahan yang dihasilkan dari implementasi program budidaya ikan jaring apung
tersebut, antara lain :
a. Pengetahuan masyarakat mengenai budidaya ikan meningkat. Hal ini
terlihat dari meningkatnya hasil panen yang di dapatkan.
b. Dengan inovasi ini, sungai bengawan solo yang sebelumnya hanya
dimanfaatkan untuk penambangan pasir kini justru menjadi salah satu
penopang kebutuhan hidup masyarakat dengan cara memanfaatkan
perairan tersebut sebagai tempat usaha budidaya ikan di Jaring Apung.
c. Masyarakat mulai optimis bahwa usaha dibidang perikanan ternyata bisa
diandalkan sebagai salah satu usaha yang bisa dijadikan untuk penopang
kebutuhan hidup. Hal ini terlihat dari usaha masyarakat yang tidak
89
berhenti untuk melakukan kegiatan budidaya ikan secara
berkesinambungan.
Berdasarkan derajat perubahan yang terjadi di masyarakat sekitar bantaran
sungai bengawan solo di atas dapat dipahami bahwa terjadi sebuah perubahan
ditengah-tengah masyarakat. Awalnya masyarakat yang hanya menambag pasir
dan membuat batu bata sekarang bisa melakukan usaha lain yang tidak beresiko
terlalu berat yakni berbudidaya ikan jaring apung. Perubahan masyarakat yang
terjadi tentunya tidak instan begitu saja melainkan membutuhkan proses yang
cukup lama, dikarenakan masyarakat belum pernah melalukan budidaya ikan
jaring apung sebelumnya. Sehingga membutuhkan waktu untuk senantiasa belajar
dengan situasi dan kondisi yang ada untuk bisa berubah menjadi yang lebih baik
lagi serta untuk bisa memiliki sumber pendapatan atau pekerjaan yang lebih aman
dan bisa dijadikan pekerjaan pokok nantinya. Apa yang telah dijelaskan diatas
didukung oleh pernyataan Ibu Anita Setyarini WP, S, Pi selaku Kepala Sekis
Perikanan Budidaya bahwa :
“perubahan masyarakat itu ya dulu kan masyarakat gini untuk masalah
perikanan tu ogah-ogahan nggak begitu peduli lah, sekarang setelah adanya
jaring apung mereka pengen membuat jaring apung sendiri. Kayak
dipilangsari nambah-nambah-nambah gitu kan. Jadi dampaknya ada
peningkatan masyarakat mengenai pengetahuan budidaya ikan. Nggak semua
orang kan ngerti atau tahu biarpun dia hidup di sepanjang aliran sungai
bengawan solo gak ngerti carannya melihara ikan teknik-tekniknya ndak tau
dia yang penting tau ikan di bengawan diambil gitu. Nah dari sini kan ada
peningkatan pengetahuannya kan bertambah mengenai teknologi perikanan
teknis-teknisnya untuk budidaya ikan.” (Sumber : hasil wawancara kepada
Ibu Anita Setyarini WP S,Pi selaku Kepala Seksi Perikanan Budidaya di
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19
April 2016, pukul 11.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan
kabupaten Bojonegoro).
90
Kemudian didukung kembali oleh pak Minto selaku Bendahara kelompok
budidaya ikan jaring apung yang menyatakan bahwa :
“Akhir-akhir ini kan masyarakat semakin mendukung beda dengan yang awal
kalau sekarang ini banyak yang mendukung. Terutama kan banyak yang tanya,
sharing gimana caranya mengelola ikan itu, Cuma saya sendiri kan belum hafal
karakter semua ikan, saya kan mengikuti pelatihan Cuma lele sama patin, yang
teknik bikin obat itu belum bisa kalau teknis bikin pakan tambahan itu bisa.
Dari beberapa hasil wawancara diatas dapat dikatakan bahwa sudah mulai
muncul keoptimisan dari masyarakat terhadap budidaya ikan jaring apung.
Kemudian sudah mulai banyak pula masyarakat yang mencoba bertanya-tanya
bagaimana caranya berbudidaya ikan jaring apung. Sehingga dari siini dapat
dilihat ketika masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo sudah banyak
yang ingin tahu tentang bagaimana caranya berbudidaya ikan, maka secara
otomatis produksi ikan dan konsumsi ikan di kabupaten bojonegoro semakin
meningkat. Berdasarkan hal tersebut bapak Minto selakau Bendahara dan
Pembudidaya Ikan Jaring Apung menyampaikan bahwa :
“yang saya harapkan ya banyak orang mengikuti saya, mengikuti budidaya
ikan ini jangan mengandalkan pekerjaan itu-itu aja, misalkan bertani, bertani
aja kan ya kurang, misalkan coba budidaya ikan lah supaya bisa menambah
perekonomian membantu keluarga. Ibarate hasil tani buat simpanan nanti kan
hasilnya ikan dikelola sambil buat makan mbak. Harapan saya berkembang.
Masalahnya kan mungkin 20/30 tahun lagi sudah maju teknologinya. Sekarang
kan di desa” sudah ada yang budidaya ikan potong itu kan termasuk industri,
ayam potong, sapi potong. Saya juga dikasih saran sama saudara saya ojo
ngandalno tani kurang. (Sumber : hasil wawancara Bapak Minto selaku
bendahara kelompok budidaya ikan jarring apung Kecamatan Kalitidu pada
tanggal 13-04-2017 pukul 14.30di rumah Bapak Minto Kecamatan Kalitidu
Kabupaten Bojonegoro).
Kemudian bapak minto juga menambahkan pernayataannya bahwa :
“banyak, tapi kebanyakan terpal, ada yang pakai keramba jaring apung tapi
hanya satu dua orang aja yang bukan kelompok. Tapi yang terpal itu banyak og
mbak ada kalau 20 orang, bahkan kemarin yang pakai terpal juga diliput trans 7
91
punyanya pak samudi itu kan juga teman saya karena juga termotivasi dari
keramba apung ini. (Sumber : hasil wawancara Bapak Minto selaku bendahara
kelompok budidaya ikan jarring apung Kecamatan Kalitidu pada tanggal 13-
04-2017 pukul 14.30di rumah Bapak Minto Kecamatan Kalitidu Kabupaten
Bojonegoro).
Dari penjelasan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa, sejak
dilaksanakannya program kelompok budidaya ikan jaring apung masyarakat
cukup banyak merasakan manfaat dan perubahan yang terjadi. Masyarakat sekitar
sungai bengawan solo sudah mulai optimis dengan usaha budidaya ikan jaring
apung tersebut. Hal itu ditunjukan dengan adanya penambahan jumlah petak ikan
jaring apung, kemudian bertambahnya produksi ikan, dan semakin bertambahnya
warga sekitar yang memulai bisnis budidaya ikan ini dengan menggunakan terpal.
Hal tersebut dikarenakan biaya untuk membuat kolam jaring apung cukup
membutuhkan biaya yang tinggi, sehingga masyarakat sekitar mencoba dengan
menggunakan terpal untuk budidaya ikan.
4. Letak Pengambilan Keputusan
Dalam hal ini, Grindle menyatakan bahwa letak pengambilan keputusan dalam
suatu kebijakan memegang peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan.
Oleh karena itu pada bagian ini harus dijelaskan di mana letak pengambilan
keputusan dari suatu kebijakan yang akan diimplementasikan haruslah jelas yakni
antara pembuat dan pengimplementasi program atau kebijakan. Seperti halnya
implementasi program Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung yang mana
program tersebut dibuat oleh Dinas Peternakan dan Perikanan beserta pihak yang
lainnya yang terkait seperti perangkat kecamatan, perangkat desa dan petugas
teknis kecamatan beserta masyarakat sekitra bantaran Sungai Bengawan Solo.
92
Sedangkan pengimplementasiannya dilakukan oleh Dinas Peternakan dan
Perikanan selaku lembaga teknis pemerintah dan beserta masyarakat kelompok
budidaya ikan jaring apung yang menjalankan program tersebut. Sehingga dalam
kasus penelitian ini, letak pengambilan keputusan sudah terlihat jelas antara
pembuat dan pengimplementasi kebijakan atau program.
Proses pertanggungjawaban program Budidaya Ikan Jaring Apung ini ialah
melalui Dinas Peternakan dan Perikanan secara langsung. Pertanggungjawaban
tersebut dengan cara melakukan sistem evaluasi ke lapangan dan monitoring yang
dilakukan dengan cara memberikan tenaga pendamping di wilayah kecamatan.
Kemudian dari hasil monitoring tersebut pendamping wilayah akan
menyampaikan kepada Dinas Peternakan dan Perikanan untuk di evaluasi dan
diberikan pemecahan masalah yang solutif. Secara penuh, pertanggungjawaban
tersebut disampaikan kepada pihak Dinas Peternakan dan Perikanan selaku
pembuat dan Pelaksana Program serta sebagai pihak penyedia kebutuhan atas
program tersebut.
Pada letak pengambilan keputusan ini tentunya memiliki sebuah harapan
bahwa program ini kedepannya akan berjalan dengan lancar dan sesuai harapan.
Untuk mengetahui apakah program POKDAKAN tersebut sudah sesuai harapan
maka sejatinya sudah sesuai akan tetapi dengan beberapa catatan. Hal tersebut
sebagaimana disampaikan oleh Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro bahwa :
“ya gini tiap bulan itu kita minta data dari pembudidaya itu, sejauh mana
budidaya itu bisa berlanjut, nah indikatornya dari mana dari hasil panen mereka.
Jadi setiap bulan kita selalu pantau mungkin tiap siklus ya misalkan 4 sampai 6
bulan itu kan tiap siklus seberapa jauh peningkatan maupun dari produksi ikan.
93
Jadi kalau dari kita strateginya ya laporan dari mereka”. (Sumber : hasil
wawancara kepada Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh di Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016,
pukul 10.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten
Bojonegoro).
Kemudian Ibu Anita Setyarini WP, S.Pi selaku Kepala Seksi Budidaya
Perikanan menyatakan bahwa:
“kalau penanggungjawab ini kita serahkan ke masyarakat, jadi masyarakat
memberikan laporan ke kita untuk masalah produksinya dari hasil budidaya
itu. laporan, ya kadang via telvon kadang datang kesini langsung kadang
penyuluh kesana nanyakan”. (Sumber : hasil wawancara kepada Ibu Anita
Setyarini WP S,Pi selaku Kepala Seksi Perikanan Budidaya di Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April
2016, pukul 11.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan
kabupaten Bojonegoro).
Dari hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa Dinas Peternakan
dan perikanan Kebupaten Bojonegoro mempunyai kewenangan dalam
penyelenggaraan kegiatan Program Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung.
Kemudian masyarakat juga memiliki kewenangan dalam pelaksanaan program ini
yakni berhak melaporkan hasil produksi ikan, menyampaikan kendala dan ikut
memberikan evaluasi kepada pihak Dinas Peternakan dan Perikanan untuk
ditindaklanjuti kedepannya. Semua itu dilakukan dengan usaha yang sungguh-
sungguh oleh pihak masyarakat dan Pemerintah terutama Dinas Peternakan dan
Perikanan untuk mencapai hasil yang maksimal.
5. Pelaksana Program
Dalam hal ini, Grindle menyatakan bahwa dalam menjalankan suatu kebijakan
atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan atau program
yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Dan, ini harus
94
sudah terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini. Sebagaimana dengan
implementasi program kelompok budidaya ikan jaring apung. Dinas Peternakan
dan Perikanan selaku pelaksana teknis telah berusaha untuk memberikan yang
terbaik untuk berjalannya program ini. Secara umum pelaksana program dalam
impelementasi ini sudah berjalan dengan baik. Menurut Ibu Anita Setyarini Wp
S.Pi selaku Kepala Seksi Perikanan budidaya di Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro dalam kutipan wawancaranya sebagai berikut :
“paling utama kan kepala dinas, bidang perikanan meliput kabid perikanan
terus kebetulan yang inovator kemarin kan saya sama mas wisnu. Jadi kan
penyuluhnya dulu mas wisnu, kalau saya di seksi budidayanya praktek
budidaya. Terus pihak di lapangan sama desa itu. (Sumber : hasil wawancara
kepada Ibu Anita Setyarini WP S,Pi selaku Kepala Seksi Perikanan Budidaya di
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April
2016, pukul 11.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten
Bojonegoro).
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan merupakan pelaksana utama dalam hal
ini, kemudian Ketua Bidang Perikanan dan inovator lainya yaitu Kepala Seksi
Perikanan Budidaya dan Penyuluh dinas peternakan dan perikanan kabupaten
bojonegoro. Masing-masing memiliki tugas dan fungsi dalam implementasi
program ini. tidak hanya itu pihak lapangan juga ikut serta dalam pelaksanaan
program ini seperti penyuluh berserta masyarakat dan pemerintah desa.
Sebagai pemerintah yang baik harus memiliki daya tanggap yang tinggi dan
pelayanan yang prima. Dalam implementasi program ini para aktor pelaksana
yang telibat tidak hanya pihak Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro,akan tetapi masyarakat selaku objek program ini juga ikut terlibat.
Sehingga dalam impelementasi program POKDAKAN ini sudah seharusnya antar
pelaksana memiliki hubungan yang harmonis dan sinergis. Hal ini sebagaimana
95
yang disampaikan oleh bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh Dinas Peternakan
dan Perikanan bahwa :
“ada dari pemerintah kabupaten bupati itu sendiri, kemudian pemerintah
kecamatan yakni pak camat itu sendiri, kemudian pemerintah desa, perangkat
desa. Dan juga peran tokoh – tokoh agama, tokoh-tokoh yang terpandang di
desa tersebut, dan tentunya dinas peternakan dan perikanan itu sendiri dan yang
paling khusus masyarakat itu sendiri selaku pelaksana”. (Sumber : hasil
wawancara kepada Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh di Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 10.15 WIB,
bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Dari penjelasan di atas menunjukan bahwa ada beberapa bagian yang masing-
masing berperan dan memiliki pengaruh satu sama lain. sehingga peran masing-
masing inilah yang harus dioptimalkan untuk saling melengkapi dan mendukung
dalam implementasi program POKDAKAN ini. Hal ini juga diperkuat kembali
oleh Bapak Wisnu Anggoro selaku penyuluh Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro bahwa:
“iya, soalnya ya gini sih mbak kalau kita memiliki program dan kalau tidak
dapat persetujuan dari pemerintah kabupaten otomatis tidak berjalan. Sama kita
mau program ini di tempatkan di lokasi ini tapi kalau pemerintah desa nggak
mendukung otomatis nggak bisa berjalan.Sama kita butuh bagaiamana agar
masyarakat bisa cepat berkembang kita butuh peran tokoh masyarakat yang bisa
menggerakan mereka.Sinergisitasnya kan disitu”. (Sumber : hasil wawancara
kepada Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh di Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 10.15
WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, aktor pelaksana disini
meliputi seluruh elemen yang terlibat dalam pembuatan program hingga
pelaksanaanya. Sehingga dalam hal ini aktor pelaksananya tidak hanya meliputi
pihak Dinas Peternakan dan Perikanan saja, akan tetapi juga meliputi pihak-pihak
yang berwenang lainnya seperti Pemerintah Desa, tokoh masyarakat dan
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu struktur aktor pelaksanaan di dalam
96
implementasi program POKDAKAN ini cukup luas dan masing-masing
melakukan apa yang sudah menjajdi tanggungjawabnya.
6. Sumber-sumber Daya yang Digunakan
Dalam hal ini, Grindle manyatakan bahwa dalam menjalankan kebijakan atau
program harus didukung oleh sumber daya yang mendukung agar pelaksanaanya
berjalan dengan baik. Seperti halnya implementasi program POKDAKAN yang
tentunya sangat memperhatikan aspek kualitas sumberdaya yang digunakan dalam
implementasi kebijakan atau program tersebut, terutama sumber daya manusia
(SDM).
Implementasi suatu program tentunya membutuhkan sumber daya manusia
yang memadai. Oleh karena itu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan
persyaratan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebuah implementasi jika ingin
berjalan dengan baik maka harus ada SDM yang baik. Pelaksana program
POKDAKAN ini harus memiliki kompetensi di dalamnya terutama pada budidaya
ikannya. Mengenai hal ini, Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro mengemukakan bahwa :
“kalau untuk sumber daya manusianya sebenarnya mereka siap karena itu tadi
kita milih orang yang mau kita berikan hibah itu kan juga nggak sembarangan,
kita koordinasi dulu dengan kepala desa kita juga survei dulu lokasinya juga
layak apa enggak”. (Sumber : hasil wawancara kepada Bapak Wisnu Anggoro
selaku Penyuluh di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro,
pada tanggal 19 April 2016, pukul 10.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan
dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Kemudian dipertegas oleh Ibu Anita Setyarini WP, S.Pi selaku Kepala Seksi
Perikanan Budidaya Dinas Peternakan dan Perikanan bahwa :
97
“kalau dari SDM nya alhamdulillah masyarakat yang kita kasih bantuan itu
sudah antusias untuk tetep budidaya ikan japung itu ya. Terus untuk sarana-
prasarana untuk kelanjutannya diminta masyarakat untuk mandiri menambah
misalnya jaring apung itu secara mandiri”. (Sumber : hasil wawancara kepada
Ibu Anita Setyarini WP S,Pi selaku Kepala Seksi Perikanan Budidaya di
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19
April 2016, pukul 11.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan
kabupaten Bojonegoro).
Dari wawancaa di atas dapat dijelaskan bahwa, pihak dinas peternakan dan
perikanan dalam memilih sumbedaya manusia tidak sembarang begitu saja.
Masyarakat yang terpilih adalah masyarakat yang memang memiliki kemauan,
keinginan, serta semangat atau motivasi yang tinggi. Kemudian masyarakat
tersebut terpilih juga melalui kepala desa. Kepala desa tersebut memilih
masyarakat berdasarkan pengetahuan sebelumnya dan fakta yang telah diindera
sabagai pemerintah desa yang secara pasti mengetahui karakter masing-masing
masyarakat desa setempat. Sehingga pemilihan sumber daya manusia sebagai
pelaksana tersebut memang melalui seleksi yang tidak asal-asalan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam implementasi program
POKDAKAN secara profesional memang membutuhkan tenaga yang terampil,
kemudian menguasai masalah-masalah yang berhubungan dengan budidaya ikan
keramba jaring apung seperti : manajemen budidaya ikan yang meliputi
(pemilihan lokasi, penggunaan keramba jaring apung terhadap daya dukung
perairan waduk atau sungai, manajemen pakan, pemilihan jenis ikan, pola dan
perijinan usaha). Melihat potensi alam indonesia yang masih sangat banyak dan
bagus untuk dimanfaatkan termasuk potensi alam sumber daya perairan.
Ditambah dengan adanya teknologi budidaya keramba jaring apung sudah mulai
98
dikenal di kalangan masyarakat indonesia. Oleh kerana itu menjadi potensi yang
besar jikan teknologi keramba jaring apung ini dikembangkan dan didukung
dengan sumber daya manusia yang memadai yang kemudian bisa menjadi peluang
usaha ekonomi produktif bagi masyarakat.
Potensi sungai bengawan solo yang begitu panjang sampai saat ini masih
dianggap sebagai milik bersama (common property) dan bersifat terbuka (open
access), sehingga perkembangan budidaya ikan jaring apung berpotensi untuk
dikembangkan. Oleh karena itu menjadi hal penting kiranya untuk diperhatikan
bahwa potensi yang telah ada yakni bantaran sungai bengawan solo tersebut untuk
serius dikembangkan. Kemudian mendukungnya dengan sumber daya manusia
yang bermutu yang dibutuhkan sebagai pelaksana. Untuk memperoleh sumber
daya manusia yang seperti itu dibutuhkan pemilihan dan seleksi yang didasarkan
pada kualitas, kapabilitas, dan semangat yakni kemauan untuk menjalankan
program budidaya ikan jaring apung tersebut.
B. Lingkungan Kebijakan
Disamping isi kebijakan yang menjadi faktor menentukan hasil implementasi
sebuah kebijakan atau program, lingkungan kebijakan atau program juga
merupakan aspek penting yang ikut menentukan keberhasilan implementasi
kebijakan atau program tersebut. Sebagaimana isi kebijakan atau program
seringnya menjadi faktor krusial karena dampak nyata maupun potensialnya akan
berpengaruh pada lingkungan masyarakat. Oleh karena itu setiap kebijakan atau
program perlu mempertibangkan lingkungan (context) dimana program atau
kebijakan tersebut dijalankan.
99
1. Kekuasaan, Kepentingan-kepentingan, dan Strategi dari Aktor yang
Terlibat
Penting untuk memahami kekuatan atau kekuasaan, kepentingan, serta strategi
yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna memperlancar jalannya
pelaksanaan suatu implementasi kebijakan atau program. Hal tersebut perlu untuk
diperhitungkan dengan pertimbangan yang matang, karena jika tidak dengan
pertimbangan yang matang besar kemungkinan program yang hendak
diimplementasikan akan jauh dari harapan.
Beberapa fenomena yang muncul dalam implementasi program budidaya ikan
jaring apung ini tidak terlalu banyak. Fenomena tersebut secara langsung tidak
sampai mempengaruhi tujuan dan sasaran implementasi program POKDAKAN
ini. Tidak adanya orang-orang yang secara kuat mempengaruhi implementasi
program ini dikarenakan, terbentuknya program ini tidak lain adalah adanya
kesepakatan antara masyarakat itu sendiri dengan pemerintah daerah yakni dinas
peternakan dan perikanan. Kemudian tempat yang akan digunakan untuk
implementasi program tersebut adalah tempat terbuka dan masih kepemilikan
umum yakni bantaran sungai bengawan solo. Sehingga secara peraturan
perundang-undangan pun tidak melanggar dan secara kemasyarakatan pun sah-sah
saja. Jadi secara umum implementasi program POKDAKAN ini tidak
memunculkan kerugian bagi pihak siapapun. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh
Ibu Anita Setyarini WP, S.Pi selaku Kepala Seksi Perikanan Budidaya bahwa :
“dirugikan kita kerugiannya tu gini, kan tergantung dengan musim berarti
kerugiannya ya pas musim banjir gitu jadi air keruh terus mereka nggak bisa
budidaya gitu lo, kalau menurut saya sementara itu. Saya kira kalau pihak-
pihak yang dirugikan dalam masalah ini kok nggak ada ya”. (Sumber : hasil
100
wawancara kepada Ibu Anita Setyarini WP S,Pi selaku Kepala Seksi
Perikanan Budidaya di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 11.15 WIB, bertempat di Dinas
Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Dari pernyataan di atas maka dapat dijelaskan bahwa telah dikatakan dengan
jelas tidak ada pihak yang dirugikan dengan adannya implementasi program ini.
Kerugian yang dirasakan lebih kepada alam yakni cuaca atau musim yang tidak
menentu sehingga mempengaruhi berjalannya budidaya ikan keramba jaring
apung. Hal ini juga dipertegas oleh Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro bahwa :
“saya kira ndak ada ya yang dirugikan dalam program ini, karena program ini
sendiri bisa menumbuhkan jiwa wiraswasta dan juga meningkatkan mata
pencaharian baru”. (Sumber : hasil wawancara kepada Bapak Wisnu Anggoro
selaku Penyuluh di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro,
pada tanggal 19 April 2016, pukul 10.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan
dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa sejatinya tidak ada pihak
yang dirugikan, justru program tersebut memberikan dampak positif bagi
masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo. Dampak positif tersebut ialah
yang awalnya masyarakat hanya bekerja sebagai petani, penambang pasir dan
pembuat batu bata kini masyarakat lebih bisa menumbuhkan jiwa
kewirausaahannya dengan adanya budidaya ikan jaring apung.
Bapak Minto selaku Bendahara kelompok budidaya ikan jaring apung juga
menyatakan hal yang sama bahwa :
“ya alhamdulillah ndak ada, kan yang pertama ini tanah punya sendiri terus
yang sebelahnya lagi punya saudara”. (Sumber : hasil wawancara Bapak Minto
selaku bendahara kelompok budidaya ikan jarring apung Kecamatan Kalitidu
pada tanggal 13-04-2017 pukul 14.30di rumah Bapak Minto Kecamatan
Kalitidu Kabupaten Bojonegoro).
101
Sebagaimana yang disampaikan oleh pak minto selaku masyarakat selaku
pembudidaya ikan jaring apung mengatakan bahwa tidak ada selama ini pihak
yang dirugikan dalam impelementasi program budidaya ikan jaring apung ini.
Justru dengan adanya program ini semakin banyak masyarakat lain yang ikut
membangun usaha berbudidaya ikan ini termasuk saudaranya atau kerabatnya
bapak minto. Hal tersebut menunjukan bahwa budidaya ikan jaring apung
memiliki daya tarik yang cukup besar bagi masyarakat sekitar bantaran sungai
bengawan solo.
Fenomana yang muncul sebagaimana yang ditemukan dilapangan adalah
adanya kecemburuan sosial yang terjadi di masyarakat terhadap kelompok
budidaya ikan yang lain. kemudian adanya provokasi dari masyarakat yang
berasumsi kepada pembudidaya ikan bahwa program tersebut tidak berhasil atau
sukses. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh bapak Minto selaku bendahara
kelompok budidaya ikan jaring apung bahwa :
“Kalau di awal 2015 itu masih utuh terlibat semua kelompoknya, berhubung
banyak provokasi istilahnya gimana ya supaya ikan ini nggak jadi. Sering
banyaklah provokasi, ada yang nggak bakal sukses itu saya terima mbak, saya
juga yakin itu nggak bakalan sukses tapi ternyata benar soalnya yang ngelola
sendiri aja kan nggak optimis gitu.
Berdasarkan apa yang disampaikan diatas dapat dipahami bahwa, gesekan yang
muncul kemudian mempengaruhi tujuan dan sasaran adalah masyarakat yang
berada di lokasi itu sendiri. Ternyata kecemburuan sosial dan provokasi pesimis
oleh masyarakat sekitar menjadi hambatan di awal bagi kelompok budidaya ikan
jaring apung. bermula dari itu akhirnya ada beberapa kelompok yang berkurang
102
jumlah anggotanya dikaranakan terpengaruh oleh isu yang dimunculkan yakni
budidaya ikan tersebut tidak akan berhasil.
Prasangka yang mulai dimunculkan oleh pihak-pihak yang tidak suka menjadi
faktor kelompok budidaya ikan tidak optimis dengan usaha budidaya ikan jaring
apung yang sedang dijalankan. Hal tersebut secara nyata mempengaruhi kerja dan
harapan kelompok pembudidaya bahwa usahanya tidak akan berhasil. Kemudian
karena diawal sudah muncul persepsi bahwa usaha budidaya ikan tersebut akan
gagal dan tidak akan berhasil, maka hasil yang diperoleh pun sesuai dengan
perasangka para pembudidaya ikan. Akan tetapi hal tersebut tidak menjadikan
orang-orang yang memiliki komitmen dan semangat tinggi untuk menyerah begitu
saja. Di awal boleh gagal akan tetapi beberapa kelompok pembudidaya memiliki
ambisi yang kuat bahwa usaha budidaya ikan jaring apung ini menjanjikan dan
pasti akan berhasil. Sesuai dengan prediksi dan harapan budidaya ikan tersebut
berhasil dan masih berlanjut sampai saat ini. Hal ini sebagaimana diungkapkan
oleh Bapak Minto selaku bendahara kelompok budidaya ikan jaring apung bahwa:
“yang saya harapkan ya banyak orang mengikuti saya, mengikuti budidaya
ikan ini jangan mengandalkan pekerjaan itu-itu aja. misalkan bertani, bertani
aja kan ya kurang, misalkan coba budidaya ikan lah supaya bisa menambah
perekonomian membantu keluarga. Ibarate hasil tani buat simpanan nanti kan
hasilnya ikan dikelola sambil buat makan mbak. Harapan saya berkembang.
Masalahnya kan mungkin 20/30 tahun lagi sudah maju teknologinya. Sekarang
kan di desa-desa sudah ada yang budidaya ikan potong itu kan termasuk
industri, ayam potong, sapi potong. Saya juga dikasih saran sama saudara saya
ojo ngandalno tani kurang”. (Sumber : hasil wawancara Bapak Minto selaku
bendahara kelompok budidaya ikan jarring apung Kecamatan Kalitidu pada
tanggal 13-04-2017 pukul 14.30di rumah Bapak Minto Kecamatan Kalitidu
Kabupaten Bojonegoro).
103
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa, ada potensi yang besar yakni
masyarakat yang masih memiliki kemauan dan semangat yang besar untuk tetap
optimis menjalankan program budidaya ikan jaring apung ini. Upaya untuk tetap
optimis para kelompok budidaya ikan tersebut harus diapresiasi, sebabnya
meskipun ada tantangan seperti provokasi dan berkurangnya jumlah kelompok
tidak menjadikan semangatnya menurun bahkan semakin maju dan membuktikan
bahwa program ini pasti berhasil.
Keberhasilan tersebut tidak diperoleh begitu saja, melainkan atas dukungan
dari beberapa pihak seperti dinas peternakan dan perikanan yang aktif dalam
memonitoring, menampung segala keluhan dan kendala yang dihadapi. Tidak
hanya itu pihak pemerintah desa dan para tokoh masyarakat juga berperan dalam
memberikan motivasi agar tetap bertahan dan melanjutkan program tersebut dan
tidak pantang mundur. Dalam implementasi sebuah program pasti akan ada yang
pro dan kontra akan tetapi itu tidak menjadikan hambatan jika sejatinya program
tersebut membawa manfaat dan tidak merugikan pihak manapun. Oleh karena itu
untuk mencapai tujuan dan sasaran agar program ini berhasil mebutuhkan
kerjasama dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait.
2. Karaktaristik Lembagaan dan Rezim yang Berkuasa
Dalam hal ini, menurut Grindle bahwa lingkungan di mana suatu kebijakan
atau program tersebut dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya.
Maka pada implementasi sebuah kebijakan atau program harus diketahui dengan
jelas karateristik suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.
Dinas peternakan dan perikanan dalam hal ini memiliki kewenangan untuk
104
melaksanakan dan bertanggungjawab atas terlaksananya program POKDAKAN
ini.
Program POKDAKAN ini merupakan suatu program yang muncul dari
kesepakatan antara pemerintah daerah termasuk satuan unit kerja daerah,
kemudan pemerintah desa dan masyarakat itu sendiri. Sehingga implementasi
program kelompok budidaya ikan jaring apung ini memiliki peluang besar untuk
diterima ditengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini sebagaimana disampaikan
oleh Ibu Anita Setyarini WP, S.Pi selaku Kepala seksi perikanan budidaya Dinas
Perikanan dan Peternakan bahwa :
“banyak, kadang kan orang nggak sama ya ada yang semangat ada yang masa
bodoh gitu terserah yang penting saya ikut program pemerintah, ada ya itu
masalahnya. Jadi kemauan masyarakat kita harus sosialisasi terus-menerus
kepada masyarakat sekitar situ untuk tetep budidaya ikan dijaring apung.
Masalahnya kan kadang masyarakat ogah-ogahaan juga gitu kan kadang seperti
itu. Tapi alhamdulillah disini banyak yang respon positif dan banyak yang
antusias karena memang ya bisa menggantikan pendapatan dia”. (Sumber :
hasil wawancara kepada Ibu Anita Setyarini WP S,Pi selaku Kepala Seksi
Perikanan Budidaya di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 11.15 WIB, bertempat di Dinas
Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Kemudian hal ini dipertegas oleh bapak Wisnu Anggoro selaku penyuluh Dinas
Peternakan dan Perikanan menyatakan :
“sangat baik respon diawal sangat baik, yang nmnya orang dapat bantuan gratis
kan mungkin yaya aja, Cuma kan lebih ke itu bgmn cara mereka nnti
menjalankan program itu agar bisa berlanjut dan lebih berkembang. Untu
responya sendiri cukup baik”. (Sumber : hasil wawancara kepada Bapak Wisnu
Anggoro selaku Penyuluh di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 10.15 WIB, bertempat di Dinas
Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Dari hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa karakteristik lingkungan
implementasi program budidaya ikan jaring apung ini cukup baik. Masyarakat
105
menerima program ini dengan sambutan yang positif, karena program tersebut
dapat menggantikan pekerjaan dan tambahan pendapatan untuk biaya kehidupan
sehari-hari. Dalam hal ini juga didukung oleh pernyataan Bapak Minto selaku
bendahara kelompok budidaya ikan jaring apung bahwa :
“ya banyak e mbak, ya pertama tadi mendukung perekonomian, kedua saya kan
bisa tenang fokus pekerjaan ini, yang ketiga ya alhamdulillah bisa
menyekolahkan anak-anak”. (Sumber : hasil wawancara Bapak Minto selaku
bendahara kelompok budidaya ikan jarring apung Kecamatan Kalitidu pada
tanggal 13-04-2017 pukul 14.30di rumah Bapak Minto Kecamatan Kalitidu
Kabupaten Bojonegoro).
kemudian didukung juga dengan pernyatan Bapak Sigit selaku ketua kelompok
budidaya ikan jaring apung bahwa :
“nah itu tergantung individu juga, kalau menurut saya manfaat bagi saya
sendiri sebagai ketua kelompok perikanan itu saya bisa minimal punya
pengalaman pernah punya keramba, jadi saya tau positifnya apa, negatifnya
apa, kendalanya apa, keuntungannya juga apa. Kalau untuk pribadi saya sendiri
niat belajar itu ada manfaatnya seperti itu, tapi saya juga ndak tau yang Cuma
ikut-ikutan saya nggak tau”. (Sumber : hasil wawancara kepada Bapak Sigit
Ketua kelompok budidaya ikan jaring apung, pada tanggal 14 April 2016,
pukul 09.00 WIB, bertempat di rumah Bapak Sigit Desa. Ngringinrejo
Kecamatan kalitidu).
Dari pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa masyarakat selaku kelompok
budidaya ikan jaring apung sangat merasakan manfaatnya baik untuk individu
maupun untuk kelompok itu sendiri. Akan tetapi tidak semua orang bisa
merasakan manfaat tersebut sebelum menerima dan memandang bahwa program
tersebut bermanfaat dan membawa dampak positif kedepannya. Karena
sebagaimana yang telah diketahui bahwa di awal masyarakat sekitar bengawan
solo tidak memilki pengetahuan tentang cara-cara berbudidaya ikan di keramba
jaring apung. Sehingga adanya program ini tentu memberikan pengalaman dan
manfaat yang besar bagi mansyarakat yang berbudidaya ikan keramba jaring
106
apung dengan sungguh-sungguh dan tekun. Kemudian di dukung pula oleh
pernyataan bapak Minto selaku Bendahara budidaya ikan jaring apung yang
menyampaikan bahwa :
“Akhir-akhir ini kan masyarakat semakin mendukung beda dengan yang awal
kalau sekarang ini banyak yang mendukung. Terutama kan banyak yang tanya,
sharing gimana caranya mengelola ikan itu. Cuma saya sendiri kan belum hafal
karakter semua ikan, saya kan mengikuti pelatihan Cuma lele sama patin, yang
teknik bikin obat itu belum bisa kalau teknis bikin pakan tambahan itu bisa”.
(Sumber : hasil wawancara Bapak Minto selaku bendahara kelompok
budidaya ikan jarring apung Kecamatan Kalitidu pada tanggal 13-04-2017
pukul 14.30di rumah Bapak Minto Kecamatan Kalitidu Kabupaten
Bojonegoro).
Program budidaya ikan jaring apung ini mendapatkan respon yang baik dari
masyarakat, bahkan seiring berjalannya program ini banyak masyarakat yang
memiliki keinginan untuk berbudidaya ikan. Hal ini juga dipertegas oleh
pernyataan bapak Sapuan selaku ketua kelompok budidaya ikan jaring apung
bahwa :
“harapan kedepan ya mudah-mudahan bisa berlanjut, bisa sukses, bisa untuk
kesibukan kerja setiap hari, untuk mencukup kebutuhan hidup setiap hari. Yang
jelas bantuan itu bukan tiap orang dan tetep dinilai dari pihak sana yang perlu
dibantu itu mana, yakni khususnya yang pinggir untuk bengawan solo”.
(Sumber : hasil wawancara Bapak Sapuan selaku ketua kelompok budidaya
ikan jaring apung, pada tanggal 20 April 2016, pukul 11.15 di rumah Bapak
Sapuan Desa Mlaten Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro).
Dari hasil wawancara yang telah di paparkan diatas dapat di simpulkan bahwa
karakteristik lembaga dan lingkungan yang diterapkan implementasi program
budidaya ikan jaring apung mendapatkan respon yang baik dari kalangan
masyarakat kelompok budidaya ikan jaring apung maupun masyarakat secara
umum. Kemudian juga mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah terutama
Dinas Peternakan dan Perikanan. Implementasi program ini tidak memiliki
107
kerjasama antara dinas yang lainnya, sehingga murni bahwa program ini adalah
dari masyarakat dan dinas peternakan dan perikanan selaku pelayan dan fasilitator
bagi masyarakat.
3. Tingkat Kepatuhan dan Daya Tanggap
Dalam hal ini, menurut Grindle tingkat kepatuhan dan daya tanggap merupakan
suatu hal yang penting dalam proses implementasi suatu kebijakan atau program.
Oleh karena itu, harus diketahui dengan jelas sejauhmana kepatuhan dan daya
tanggap dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan atau program.
Masalah kepatuhan dan daya tanggap berkaitan dengan tanggapan dan respon
subyek dari kebijakan atau program yakni dinas peternakan dan perikanan
kabupaten Bojonegoro, yang telah menyelenggarakan pertemuan dengan
masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo kemudian pemerintah desa dan
jajarannya untuk mencari solusi atas permasalahan yang dirasakan dan
mensepakati solusi yang telah ditetapkan untuk dijalankan bersama-sama. Dalam
hal ini elemen kepatuhan menjadi salah satu komponen penting yang
mempengaruhi upaya pencapaian tujuan dari sebuah kebijakan atau program.
Dalam hal ini Bapak Wisnu Anggoro selaku penyuluh Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bojonegoro menyatakan bahwa :
“ada yang manut ada yang enggak juga mbk, kalau yang manut itu mereka
bener-bener yang sudah niat, bener-bener sudah merasakan keuntungan dari
sektor perikanan budidaya ikan itu. Yang seperti saya bilang tadi 40% orang
itu berminat yang berlanjut nah itu yang kita bisa bener” bina ya itu. Kemudian
ada juga yang tidak berlanjut bahkan berhenti sama sekali nah itu ada orang-
orang yang kebanyakan mereka hanya merasakan panen satu kalai tapi akhirnya
kena banjir kayak gitu, lha itu kan akhirnya menurunkan niat mereka. selain itu
ternyata ada juga di sektor lain misalkan pekerjaan lain yang sekiranya secara
instan maksudnya ndak usah menunggu ber bulan-bulan mereka sudah bisa
108
dapat gitu”. (Sumber : hasil wawancara kepada Bapak Wisnu Anggoro selaku
Penyuluh di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada
tanggal 19 April 2016, pukul 10.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan
Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa masyarakat kelompok
budidaya ikan sekitar bantaran solo rata-rata memiliki tingkat kepatuhan yang
cukup. Meskipun memang ada sebagian kelompok yang kurang patuh terhadap
apa yang telah diinstruksikan oleh pihak dinas peternakan dan perikanan. karena
Kebutuhan ekonomi yang mendesak terkadang memang membuat masyarakat
tidak sabar dalam menjalankan usaha sehingga lebih memilih untuk mencari
pekerjaan lain. Disamping itu mereka tetap berbudidaya ikan akan tetapi
pengelolaannya pun akhirnya menjadi kurang optimal. Hal ini dipertegas kembali
oleh Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh Dinas Peternakan dan Perikanan
bahwa :
“ya ada yang ngikuti ada yang enggak, mereka yang bener-bener jadi bisa kita
lihat ya dari program jaring apung ini yang sudah berkembang itu mereka
bersemangat disitu. Kita berikan pengarahan ya mereka jalankan karena mereka
sudah fokus dan sudah merasa mereka mendapat untung dari program itu. Nah
tapi bagi mereka yang terhambat program ini budidayanya memang lebih karena
mereka trauma pernah mengalami kegagalan karena kena banjir itu. Kemudian
karena mereka juga ada pekerjaan lain yang menggiurkan. Ya ada yang patuh
ada yang endak ya tergantung dari individu mereka masing-masing”. (Sumber :
hasil wawancara kepada Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh di Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016,
pukul 10.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten
Bojonegoro).
Dari pernyataan di atas lebih mendukung kembali kondisi yang ada bahwa
pada dasarnya dalam implementasi program POKDAKAN ini secara rata-rata
telah mengikuti arahan dan bimbingan yang telah diberikan. Akan tetapi juga ada
sebagian dari masyarakat kelompok budidaya ikan tersebut yang tidak mengikuti
109
arahan sehingga dalam proses bimbingan pun menjadi terhambat dan usaha
budidaya ikan menjadi berhenti sementara. Berbeda halnya dengan masyarakat
kelompok budidaya ikan yang berusaha fokus dan mengikuti arahan serta
bimbingan, kelompok tersebut lebih teratur dan mendapatkan hasil panen ikan
yang cukup banyak dan menguntungkan. Dalam hal serupa juga dipertegas oleh
Ibu Anita Setyarini WP, S.Pi selaku Kepala seksi budidaya perikanan bahwa :
“kalau rata” masyarakatnya yang di daerah itu ya anu mengikuti arahan dari
dinas gitu, biasanya mengikuti seminar juga. (Sumber : hasil wawancara
kepada Ibu Anita Setyarini WP S,Pi selaku Kepala Seksi Perikanan Budidaya
di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19
April 2016, pukul 11.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan
kabupaten Bojonegoro).
Kemudian dari Bapak Minto selaku bendahara kelompok budidaya ikan jaring
apung sendiri menyampaikan bahwa :
“dari dinas perikanan, harusnya kan kalau setiap hari rabu ada pelatihan setiap
minggu, tapi saya jarang ikut, kemarin 2 minggu yang lalu ikut apa bikin
mengelola hasil panen misalnya dibikin pentol, pelatihannya terakhir di dinas
perikanan di aulanya”. (Sumber : hasil wawancara Bapak Minto selaku
bendahara kelompok budidaya ikan jarring apung Kecamatan Kalitidu pada
tanggal 13-04-2017 pukul 14.30 di rumah Bapak Minto Desa Pilangsari
Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro).
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa arahan dan bimbingan
yang diberikan oleh dinas peternakan dan perikanan sudah berjalan dengan
sungguh-sungguh. Dinas perikanan memberika arahan tidak hanya di lapangan,
akan tetapi juga melalui arahan dan bimbingan formal yang bertujuan untuk lebih
meningkatkan bakat masyarakat dalam bidang budidaya ikan jaring apung. Akan
tetapi kembali lagi bahwa tidak semua masyarakat kelompok budidaya ikan jaring
110
apung mengikuti semua arahan dan bimbingan yang diberikan oleh dinas
peternakan dan perikanan.
2. Faktor Pendukung Dan Penghambat pelaksananaan Program Kelompok
Budidaya Ikan Jaring Apung dalam Meningkatkan Pendapatan
Masyarakat Sekitar Bantaran Sungai Bengawan Solo.
Dalam implementasi kebijakan atau program tentu memiliki faktor pendukung
sehingga bisa berjalan dengan baik. Karena sebuah program kurang bisa
maksimal atau bahkan tidak berjalan jika tidak ada faktor pendukungnya. Tidak
hanya itu dalam sebuah implementasi pasti juga akan ada hambatan dan tantangan
yang muncul. Oleh karena itu dukungan dan hambatan ini harus diketahui
sehingga bisa menjadi nilai positif yang dapat mengembangkan program ini.
Berikut yang menjadi faktor pendukung dan penghambat implementasi program
kelompok budidaya ikan jarring apung dalam rangka pemberdayaan masyarakat
sekitar bantaran sungai bengawan solo.
a. Faktor Pendukung
1. Pemerintah
Program kelompok budidaya ikan jaring apung merupakan program yang saat
ini masih dijalankan di Kecamatan kalitidu. Dalam pelaksanaan kegiatan Program
kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung ini tentu sangat membutuhkan meterial
dukungan dari berbagai pihak dan berbagai hal yang dibutuhkan, maksudnya
disini adalah semua pihak yang berkaitan dengan program kelompok Budidaya
Ikan Jaring Apung ini (PKDAKAN JAPUNG). Menurut Bapak Wisnu Anggoro
selaku penyuluh Dinas Peternakan dan Perikanan menyampaikan bahwa :
111
“ada dua ya, yang pertama dari segi finansial anggaran yang mendorong
terlaksananya program ini dari anggaran dulu, karena dari dinas sudah
menyusun anggaran yang akan kita alokasikan ke program ini. Itu yang
terutama. Yang kedua tindak lanjut dan dukungan dari pemerintah kabupaten,
pemerintah desa dan masyarakat itu sendiri. Kemudian yang ketiga mungkin
semangat dan minat dari masyarakat untuk mampu melanjutkan. (Sumber :
hasil wawancara kepada Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh di Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016,
pukul 10.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten
Bojonegoro).
Menguatkan keterangan penyuluh Dinas Peternakan dan Perikanan, Kepala
Seksi Perikanan Budidaya menyampaikan bahwa :
“pendukungnya itu antara lain kita ada penyuluh tenaga pendamping itu. Terus
adanya wilayah yang bisa untuk budidaya jaring apung itu juga, terus adanya
dukungan masyarakat sekitar yang bisa bekrjasama saling koordinasi untuk
menjalankan program jaring apung itu. Jadi dari kecamatan juga mendukung. (Sumber : hasil wawancara kepada Ibu Anita Setyarini WP S,Pi selaku Kepala Seksi
Perikanan Budidaya di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro,
pada tanggal 19 April 2016, pukul 11.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan
Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Pernyataan di atas mengungkapkan bahwa ada faktor pendukung seperti
finansial atau anggaran yang telah tersedia untuk implementasi program ini.
Kemudian dukungan dari beberapa pihak yakni pemerintah kabupaten,
pemerintah desa dan masyarakat itu sendiri. Dinas Peternakan dan Perikanan
selaku penyedia dan pelaksana program ini juga memberikan dukungan berupa
tersedianya tenaga penyuluh yang siap mendampingi para pembudidaya ikan
jaring apung nantinya. Kemudian dalam hal ini dinas peternakan dan perikanan
menjalin koordinasi dengan berbagai pihak pada program ini. Mengingat bahwa
koordinasi merupakan hal terpenting yang jika koordinas ini tidak berjalan dengan
baik maka bisa menjadi faktor penghambat, dan sebaliknya jika koordinasi antar
pihak berjalan dengan baik maka dapat menjadi salah satu faktor pendukung
dalam implementasi program ini.
112
Menguatkan pernyataan di atas Bapak Wisnu selaku penyuluh Dinas
Peternakan dan Perikanan menyampaikan bahwa :
“mau nggak program ini dilakukan di desa ini misalnya kan gitu. Kan pertama
kita harus ijin dulu ke kepala desa, setelah kepala desa merasa program ini
cocok dengan pembangunan yang sudah dicanangkan oleh desa itu okey. Di
awal jadi dia yang mengatur kira-kira masyarakat desa mana yang memiliki
potensi yang bisa di alihkan ke budidaya perikanan.” (Sumber : hasil wawancara
kepada Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh di Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 10.15 WIB, bertempat di
Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Pernyataan di atas mengungkapkan bahwa pemerintah desa selaku pihak yang
berwenag juga ikut terlibat sebagai faktor pendukung dalam implementasi
program kelompok budidaya ikan jaring apung ini. Karena pemerintah desa
merupakan induk dari masyarakat itu sendiri, sehingga keputusan yang diambil
oleh pemerintah desa sangat menentukan berjalan atau tidaknya program ini.
2. Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor penggerak untuk mengimplementasikan program
ini, dalam hal ini artinya masyarakat menjadi bagian dari faktor pendukung. Tidak
hanya peran dari masyarakat tapi juga motivasi yang ada ditengah-tengah
masyarakat untuk menjalankan program ini. Menurut Bapak Minto Hadi selaku
Bendahara Kelompok Budidaya Ikan jaring Apung menyampaikan bahwa :
“belum pernah, awal sampai sekarang belum pernah berhenti bersambung
bersambung, terus rencana saya ini kan ada yang panen ada yang tebar
sehingga estafet. Terus pakannya nggak terlalu berat mbak, kalau tebar sekali
banyak itu kan pakannya berat, kalau sehari habis satu karung itu kan mahal
keberatan. Kalau bertahap kan seharinya Cuma 6 kg-7 kg kalau sudah besar
nanti untuk semua jenis ikan”. (Sumber : hasil wawancara Bapak Minto selaku
bendahara kelompok budidaya ikan jarring apung Kecamatan Kalitidu pada
tanggal 13-04-2017 pukul 14.30 di rumah Bapak Minto Desa Pilangsari
Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro).
113
Menguatkan pernyataan di atas Bapak Sapuan selaku Ketua Kelompok
Budidaya Ikan Jaring Apung menyampaikan bahwa :
“harapan kedepan ya mudah-mudahan bisa berlanjut, bisa sukses, bisa untuk
kesibukan kerja setiap hari, untuk mencukupi kebutuhan hidup setiap hari.
Yang jelas bantuan itu bukan tiap orang dan tetep dinilai dari pihak sana yang
perlu dibantu itu mana, yakni khususnya yang pinggir untuk bengawan solo.
(Sumber: hasil wawancara Bapak Sapuan selaku ketua kelompok budidaya
ikan jaring apung, pada tanggal 20 April 2016, pukul 11.15 di rumah Bapak
Sapuan Desa Mlaten Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro).
Pernyataan di atas menggambarkan bahwa semangat dan minat dari masyarakat
setempat yang telah berbudidaya ikan sangat terlihat antusias. bahkan keinginan
untuk tetap berlanjut dan selalu ada atau tersedia ikannya setiap hari menjadi
harapan bagi para pembudidaya ikan. Semangat masyarakat yang seperti ini
sangat dibutuhkan untuk bisa menjadi contoh dan panutan bagi masyarakat yang
lainnya sehingga program ini bisa ditularkan kepada masyarakat yang lain.
Kemudian juga menggambarkan bahwa masyarakat budidaya ikan jaring apung
memiliki harapan yang besar atas program budidaya ikan jaring apung ini.
dikarenakan tidak semuanya mendapatkan bantuan hibah ini, akan tetapi memang
orang-orang yang sudah diseleksi yakni yang memiliki semangat, minat dan
kesungguhan untuk melaksanakan program budidaya ikan di keramba jaring
apung ini sehingga harapannya program ini bisa berjalan secara baik dan
berkelanjutan.
b. Faktor Penghambat
1. Sumber Daya Manusia
Tersedianya sumber daya manusia yang memadai dan mencukupi adalah hal
yang sangat penting di dalam sebuah implementasi program terutama dalam
114
mempercepat dan mendukung atas keberhasilan program ini, akan tetapi justru
sebaliknya apabila sumberdaya manusianya kurang memadai dan tidak
mencukupi nantinya bisa menjadi penghambat bagi keberhasilan berjalannya
program ini. Untuk program Kelompok Budidaya Ikan jarring Apung
(POKDAKAN JAPUNG), ketersediaan sumber daya manusianya dirasa sangat
kurang sehingga menjadi menghambat. Jumlah pendamping Program Budidaya
Ikan Jaring Apung di Kecamatan Kalitidu hanya 1 orang jadi tidak sebanding
dengan peserta Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung yang berjumlah 8
kelompok dan per kelompoknya beranggotakan 10 orang. Banyaknya dan luasnya
wilayah yang harus ditangani menjadi hamabatan tersendiri bagi pendamping dan
penyuluh yang berangkutan. Hal ini di utarakan oleh Bapak Wisnu Anggoro
selaku Penyuluh Dinas Peternakan dan Perikanan bahwa :
“nggak mesti kadang bisa 2 minggu sekali, 3 minggu sekali karena kita satu
punyuluh itu 3 kecamatan kalau jaring apung kan dikalitidu sementara
pembinaan kita kan nggak Cuma di kalitidu aja. Jadi semisal kita ada agenda
ke wilayah sana kita mampir ke jaring apung kita berikan pembinaan disana
gitu. Jadi lebih ke ini sih karena wilayah binaan kita luas nggak Cuma disitu
aja, nah akhirnya kita nggak bisa memberikan pembinaan setiap seminggu
sekali itu nggak bisa kita harus bagi dengan wilayah yang lain juga.” (Sumber :
hasil wawancara kepada Bapak Wisnu selaku Penyuluh Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 10.15
WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa
ketersediaan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini, jumlah
pendampingnya masih sangat kurang sekali sehingga menjadi salah satu faktor
penghambat implementasi program Kelompok Budidaya Ikan jarring Apung
(POKDAKAN JAPUNG) dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Bantaran
Sungai Bengawan Solo. Jumlah kelompok budidaya ikan jaring apung di
115
Kecamatan Kalitidu cukup banyak, yakni berjumlah 10 kelompok. kemudian
masih ada 3 (tiga) kecamatan lainnya yang juga harus dibina. Berarti bisa
disimpulkan bahwa 1 (satu) orang penyuluh atau pendamping memiliki
tanggungjawab untuk membina 4 kecamatan. Melihat kondisi tersebut tentu bukan
suatu hal yang normal dan hal seperti ini tidak bisa dibairkan belarut begitu saja
harus ditangani dengan segera agar permasalahan ini tidak menjadi penghambat
secara terus-menerus. Karena ketersediaan sumber daya manusia ini merupakan
aspek terpenting dalam mengahasilkan hasil (ouput) yang hendak dicapai. Jika
tidak segera untuk ditangani maka akan sangat mempengaruhi tingkat
keberhasilan suatu program dalam arti akan sulit sekali untuk mencapai hasil yang
baik. Hal ini dipertegas oleh Ibu Anita Setyarini WP, S.Pi selaku Kepala Seksi
Perikanan Budidaya Dinas Peternakan dan Perikanan bahwa :
“Sebenarnya kita kekurangan tenaga penyuluh itu sampai kita merekrut tenaga
harian lepas kayak gitu, tapi tetep kita teknisnya tenaga perikanan lulusan dari
perikanan. Kita kekurangan sekali dari 28 kecamatan aja Cuma 10 kan
tenaganya jadi kurang sekali kalau pemerintah ndak merekrut. Ada ini tenaga
dari pusat kayak penyuluh bantu dari KKP di tempatkan di bojonegoro. Yang
lain tenaga harian lepas, jadi kita merekrut dengan memasukan dia di kegiatan
perikanan”. (Sumber : hasil wawancara kepada Ibu Anita Setyarini selaku
Kepala Seksi Perikanan Budidaya di Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 11.15 WIB,
bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Kemudian dalam waktu yang sama pula ditambahkan kembali oleh Bapak
Wisnu Anggoro bahwa:
“kendala yang sering saya rasakan menumbuhkan motivasi dari masyarakat,
jadi kadang masyarakat itu kalau sudah terlanjur dia budidaya kemudian rugi
dia berhenti. Nah mungkin menumbuhkan motivasinya itu yang susah, kalau
seperti itu tetep harus ada dorongan dari pemerintah desa”. (Sumber : hasil
wawancara kepada Ibu Anita Setyarini selaku Kepala Seksi Perikanan
Budidaya di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada
116
tanggal 19 April 2016, pukul 11.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan
Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa ketersediaan Sumber
Daya Manusia sangat menghambat implementasi program ini. Oleh karena
ketersediaan tenaga pendamping atau penyuluh yang masih sangat minim sekali
bahkan tidak seimbang. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi masyaraat atau
kelompok budidaya ikan jarring apung itu sendiri yaitu adanya penurunan tingkat
motivasi masyarakat ketika mengalami suatu hambatan atau kegagalan. Adanya
kondisi yang demikian di tengah-tengah kelompok budidaya ikan jaring apung
tentunya sangat membutuhkan tenaga penyuluh dan pendamping untuk
memberikan motivasi dan arahan yang tepat secara berkala agar masalah atau
hambatan yang dihadapi bisa segera terselesaikan.Oleh karena itu mengharuskan
dinas Peternakan dan Perikanan mencari alternatif lain untuk menunjang
tersedianya sumberdaya manusia yang memadai dan mencukupi dengan cara
merekrut tenaga kerja harian lepas. Hal tersebut penting untuk dilakukan dan
dipertahankan guna memperoleh hasil yang maksimal dengan cara dan usaha yang
konsisten dan sungguh-sungguh. Jika tidak dilakukan usaha yang lebih maka akan
bisa mempengaruhi kinerja dan hasil para kelompok budidaya ikan.
Upaya yang dilakukan oleh pihak dinas peternakan dan perikanan tidak sia-sia
begitu saja ada hasil yang diperoleh meskipun ada beberapa kendala seperti
minimnya tenaga penyuluh atu pendamping akan tetapi hal tersebut tidak menjadi
hambatan. Sebagaimana yang hasil wawancara yang disampaikan oleh Bapak
Minto selaku bendahara kelompok budidaya ikan jarring apung menyatakan
bahwa :
117
“ya saya rasa sudah cukup, kan ibaratnya kan dulu belum bisa belum tahu lah
karakter ikan, kan sering didampingi sekarang jarang, paling 1 bulan 3 bulan
sekali Cuma monitoring lihat-lihat sudah. Mungkin pihak dinas sendiri yang
khusus desa ini ya seneng ada perkembangan, dari 5 petak sekarang menjadi 20
(dua puluh) kan termasuk berhasil”. (Sumber : hasil wawancara Bapak Minto
selaku bendahara kelompok budidaya ikan jarring apung kecamatan kalitidu
pada tanggal 13-04-2017 di rumah bapak minto kecamatan kalitidu kabupaten
Bojonegoro pukul 14.30).
Dalam hal sama pernyataan terebut juga didukung oleh Bapak Sigit selaku
ketua kelompok budidaya ikan jaring apung yang berpendapat bahwa :
“SDMnya ya dari dinas perikanan sebenarnya sudah bagus, tapi kalau SDMnya
yang mengelola itu sangat amat kurang”. (Sumber : hasil wawancara kepada
Bapak Sigit Ketua kelompok budidaya ikan jaring apung, pada tanggal 14
April 2016, pukul 09.00 WIB, bertempat di rumah Bapak Sigit Desa.
Ngringinrejo Kecamatan kalitidu).
Dari hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa keberadaan
pendamping atau penyuluh dinas peternakan dan perikanan dalam implementasi
program kelompok budidaya ikan jaring apung cukup dirasakan keaktifannya
dalam terjun mendampingi masyarakat. Meskipun disisi lain sebagaimana yang
diketahui minimnya SDM (sumber daya manusia) yang dimiliki oleh pihak dinas
peternakan dan perikanan menjadi salah satu hambatan, akan tetapi hal tersebut
tidak menjadikan dinas peternakan dan perikanan menyerah begitu saja. Ada
banyak upaya yang dilakukan untuk bisa memberikan yang terbaik bagi
masyarakat kelompok budidaya ikan jaring apung untuk memperoleh hasil yang
memuaskan.
Berikut gambar pendampingan yang dilakukan oleh pihak dinas peternakan dan
perikanan kepada kelompok budidaya perikanan :
118
Gambar 14. Pendampingan Dinas Peternakan dan Perikanan kepada
masyarakat
Sumber : Booklet Japung Dinas Peternakan dan Perikanan, 2016
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa ada upaya yang terus
dilakukan oleh dinas peternakan dan perikanan untuk membimbing masyarakat
kelompok budidaya ikan jaring apung untuk tetap konsisten dan terus semangat
dalam menjalankan program tersebut. Hal tersebut menjadi tugas yang cukup
berat bagi pihak dinas peternakan dan perikanan untuk mendampingi dari awal
hingga masyarakat bisa secara mandiri mengelola ikan agar mendapatkan hasil
yang memuaskan sebagaimana yang diharapkan. Beban berat tersebut seperti
tetap menjaga komitmen dan motivasi masyarakat yang terkadang masih naik-
turun. Upaya yang dilakukan selain melakukan pendampingan adalah
memberikan terus semangat dan motivasi kepada kelompok budidaya perikanan
untuk terus berlanjut.
2. Iklim
119
Program budidaya ikan jaring apung merupakan sebuah program yang
aktivitasnya berbudidaya ikan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada
yakni perairan bantaran sungai bengawan solo. Dalam berbudidaya ikan
masyarakat bergantung kepada alam sehingga akan menjadi kendala atau
hambatan tersendiri karena alaminya sebuah alam tidak bisa diprediksikan kapan
akan turun hujan, kapan akan banjir dan sebagainya. Hal ini juga disampaikan
oleh Bapak Wisnu Anggoro selaku penyuluh Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro bahwa :
“kalau dampak negatif saya kira ndak ada, Cuma mungkin lebih ke misalkan
banjir kalau pas itu kan nggak bisa jalan terus kan harus. Kalau pas banjir harus
menarik jaring apungnya, jadi kalau pas musim hujan apalagi pas pasang itu
kita himbau masyarakat untuk menarik jaring apung dulu dan memindahkan
sementara di kolam darat.Untuk negatifnya sendiri ya itu tadi”. (Sumber : hasil
wawancara kepada Bapak Wisnu Anggoro selaku Penyuluh Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul
10.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten
Bojonegoro).
Kemudian hal sama juga disampaikan oleh Ibu Anita selaku Kepala Seksi
Perikanan Budidaya bahwa :
“kayaknya sih belum, kita umpamakan sudah 60-70 % lah ya kita nggak
muluk”. Masalahnya kita terkendalanya paling utama karena banjir itu. Kalau
sudah banjir itu ikan airnya kan keruh jadi ikan itu banyak yang mati, karena
keruh berpasir ingsannya itu kan kena lumpur yang disitu. Kendala kita yang
paling utama itu. Kalau yang dicekungan kan nggak masalah, nah yang
dibantaran itu permasalahannya di sungai bengawan solo. Kalau yang di
pilangsari kan ndak masalah kalau misalkan banjir gitu kan nggak begitu
bermasalah”. (Sumber : hasil wawancara kepada Ibu Anita Setyarini selaku
Kepala Seksi Perikanan Budidaya di Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April 2016, pukul 11.15 WIB,
bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan kabupaten Bojonegoro).
Dari hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa kendala paling utama
adalah banjir, sebagaimana yang diketahui bahwa curah hujan yang turun jika
120
terlalu deras dapat mengakibatkan banjir. Ketika banjir datang maka banyak ikan-
ikan yang mati dikarenakan airnya keruh. Disisi lain, banjir sendiri tidak bisa
diprediksikan kapan akan terjadi, oleh karena itu untuk mencegah rusaknya
keramba ikan jaring apung akibat terkena arus banjir. Maka pihak dinas
peternakan dan perikanan dapat memberikan sebuah solusi agar masyarakat tidak
mengalami kerugian yang besar. Hal tersebut disampaikan kembali oleh Ibu Anita
Setyarini selaku Kepala Seksi Perikanan Budidaya bahwa :
“kelemahannya ya itu kita tergantung dari alam, jadi kalau misalkan musim
banjir ya tidak bisa kita laksanakan untuk budidayanya itu. Mangkanya kita
siasati untuk musim penghujan itu budidayanya di kolam permanen jadi
dipindahkan di kolam permanen, kalau musim kemarau karena airnya juga
masih tetep ada dan airnya itu bening kan kita alihkan ke budidaya di jaring
apung. Jadi jaring apung itu juga bisa diangkat ditarik dilepas, kita memang
membuat secara teknis bagaimana caranya kalau semisal banjir itu bisa segera
diatasi teknis dari jaring apungnya itu”.(Sumber : hasil wawancara kepada
Ibu Anita Setyarini selaku Kepala Seksi Perikanan Budidaya di Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro, pada tanggal 19 April
2016, pukul 11.15 WIB, bertempat di Dinas Peternakan dan Perikanan
kabupaten Bojonegoro).
Berikut contoh kolam permanen yang digunakan untuk mengantisipasi ikan di
jaring apung ketika musim hujan tiba :
121
Gambar 15. Kolam permanen untuk budidaya ikan ketika musim hujan
Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2017
Dari hasil wawancara dan data gambar di atas maka dapat disimpulkan bahwa
faktor penghambat lainnya yang dihadapai oleh masyarakat serta dinas peternakan
dan perikanan dalam implementasi program kelompok budidaya ikan jaring apung
ini adalah banjir yakni iklim cuaca yang saat ini sulit di prediksikan. Oleh sebab
itu faktor penghambat ini telah dipahami oleh masyarakat dan pihak dinas
sehingga ada sebuah inisiatif yang di lakukan yakni mengangkat keramba ikan
jaring apung yang awalnya di bantaran sungai bengawan solo kemudian di
pindahkan sementara di kolam permanen atau terpal sampai musim hujan atau
banjir selesai.
Selain faktor cuaca atau banjir ternyata ada faktor lain juga yang cukup
menghambat dalam implementasi program kelompok budidaya ikan jaring apung
ini yaitu hama. Faktor hama ini menjadi keluhan tersendiri bagi pembudidaya ikan
122
jaring apung. Hal tersebut disampaikan oleh Bapak Minto selaku Bendahara
Kelompok Budidaya Perikanan bahwa :
“pertama ya harga pakan mahal, kedua hama, terus cuaca, kan kalau cuaca
buruk ikan sakit akhirnya kan mati, terus ada lagi hama kayak biawak, burung
kalau masih kecil, kalau sudah besar biawak setiap hujan pasti ada yang masuk.
Mangkanya kan kalau musim hujan itu kadang saya semalam di keramba
takutnya kan dimasuki biawak”. (Sumber : hasil wawancara Bapak Minto
selaku Bendahara kelompok budidaya ikan jarring apung Kecamatan Kalitidu
pada tanggal 13-04-2017 di rumah Bapak Minto Kecamatan Kalitidu
Kabupaten Bojonegoro pukul 14.30).
Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa pak Minto sebagai
pembudidaya ikan memang mengeluhkan adanya faktor hama yang cukup sering
menyerang ikan-ikan yang ada di keramba jaring apung, apalagi hama tersebut
banyak muncul ketika musim hujan tiba. Oleh karena itu hambatan ini menjadi
tugas penting untuk diselesaikan agar menjamin keberhasilan budidaya ikan jaring
apung itu sendiri. Melihat kondisi tersebut pak minto melakukan upaya untuk
menjaga ikan-ikan dikeramba jaring apung pada malam hari agar tidak di
habiskan oleh hama ketika musim hujan. Itulah beberapa hambatan yang dialami
ketika berbudidaya ikan di keramba jaring apung.
C. Analisis Data
1. Impelementasi Program Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung
(POKDAKAN JAPUNG) Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar
Bantaran Sungai Bengawan Solo
Sebagaimana yang sudah dipahami bahwa kebijakan publik merupakan hasil
dari interaksi antara aktor pembuat kebijakan atau program yang muncul
berdasarkan fenomena yang terlihat dan harus dicarikan solusinya. Dalam hal ini
123
kebijakan publik ataukah suatu program harus menyertakan partisipasi masyarakat
guna menghasilkan keputusan yang terbaik. Karena sebagaimana yang diketahui
bahwa sebuah masalah publik haruslah dicarikan solusi untuk diselesaikan. Hal
ini dapat dilihat pada Program Budidaya Ikan Jaring Apung (POKDAKAN
JAPUNG) yang berusaha mensolusikan sebuah masalah ditengah-tengah
masyarakat. sebuah program yang muncul dari interaksi antara masyarakat dengan
Dinas Peternakan dan Perikanan. Program tersebut merupakan langkah awal yang
telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan untuk merespon atau
mensolusikan masalah yang ditemukan ditengah-tengah masyarakat.
Berdasarkan bentuk implementasi Program Budidaya Ikan Jaring Apung
(POKDAKAN JAPUNG) adapun ukuran keberhasilannya dan faktor yang
memperngaruhi implementasi program tersebut dilihat berdasarkan teori dari
Grindle S. Merilee terdiri dari dua bagian yaitu isi kebijakan (Content of Policy)
dan lingkungan kebijakan (Context of Policy) sebagai berikut :
1. Isi Kebijakan
a. Kepentingan yang dipengaruhi
Suatu program akan menjadi sulit diimplementasikan ketika di dalamnya
mengandung banyak kepentingan. Dalam hal ini kepentingan yang
memperngaruhi implementasi program kelompok budidaya ikan jaring apung
(POKDAKAN JAPUNG) yaitu masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan
solo kemudian Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro. Dalam
program tersebut diatur masalah terkait pemnafaatan perairan sungai bengawan
solo yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk berbudidaya ikan di keramba
124
jaring apung. pertama solusi pemanfaatan perairan sungai bengawan solo untuk
budidaya ikan jaring apung adalah karena adanya permasalahan yang ada di
tengah-tengah masyarakat. Permasalahan tersebut adalah sulitnya masyarakat
sekitar bantaran sungai bengawan solo untuk melakukan penambangan pasir
karena adanya kebijakan pelarangan menambang pasir secara ilegal menurut
Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Adanya kebijakan tersebut bertujuan untuk melindungi ekosistem sungai
bengawan solo agar tidak rusak akibat penambangan ilegal tersebut.
Permasalahans selanjutnya adalah sulitnya masyarakat sekitar sungai bengawan
solo untuk membuat batu bata dikarenakan bahan baku untuk membuat batu bata
semakin sulit dicari. Sulitnya mendapatkan bahan untuk membuat batu bata
karena adanya bangunan bendungan gerak yang ketika musim kemarau membuat
air dipinggiran sungai bengawan solo tetap naik. Hal itulah yang menjadikan
masyarakat sekitar sungai bengawan solo sulit untuk melakukan pekerjaan.
Seperti yang dipahami bahwa masyarakat sekitar sungai bengawan solo mayoritas
masyarakatnya adalah pekerja penambang pasir dan pembuat batu-bata.
Menurut Korten dalam Adi (2008: 70) menyatakan bahwa pembangunan
yang bepusat pada manusia adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan
kemakmuran manusia, kemudian harus memperhatikan keseimbangan ekologis
artinya tidak selayaknya menghabiskan sumber daya alam yang ada sehingga
mengakibatkan rusaknya ekologi lingkungan yang akhirnya akan berdampak pada
keberlangsungan kehidupan manusia. Melihat hal tersebut memang sulit
125
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan
solo. Dikarenakan pekerjaan yang dilakukan setiap hari mendapat hambatan dan
dampaknya terhadap menurunnya pendapatan ekonomi masyarakat. Pendapatan
ekonomi adalah hal penting (hajat hidup) manusia untuk bertahan hidup.
Kegelisahan yang dirasakan oleh masyarakat mulai tinggi sehingga mengharuskan
untuk mencari sebuah solusi agar permasalahan tersebut tidak berlarut-larut.
Berawal dari adanya fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah Daerah
Bojonegoro yakni dialog publik (Dialogue Public) sangat membantu masyarakat.
Dalam forum dialog publik tersebut dilksanakan setiap jumat yang dihadiri oleh
masyarakat kalangan bawah, di forum itu masyarakat berhak untuk
menyampaikan permasalahan yang dihadapi. Peluang itu kemudian dimanfaatkan
oleh masyarakat untuk mengadukan kondisi yang dialami untuk segera dicarikan
sebuah solusi.
Kemudian Pemerintah Daerah melalui pelaksana teknisnya yakni Dinas
Peternakan dan Perikanan merespon permasalahan tersebut. Dari sinilah akhirnya
Dinas Peternakan dan Perikanan berinteraksi dengan masyarakat untuk mencari
sebuah solusi yang tepat. Akhirnya dari diskusi tersebut didapatlah solusi yang
tepat yakni Budidaya Ikan Jaring Apung yang memanfaatkan wilayah perairan
sungai bantaran sungai bengawan solo.
Solusi tersebut disepakti oleh pihak masyarakat dan pihak Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro. Sehingga dari sini dapat diketahui bahwa
kedua pihak memiliki masing-masing kepentingan. Pertama masyarakat memiliki
kepentingan untuk bagaimana agar pendapatan ekonomi tetap berjalan. kedua,
126
Dinas Peternakan dan Perikanan memiliki kepentingan yakni sebagai aparatur
negara sudah menjadi kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat, kemudian memiliki kepentingan bagaimana agar produksi ikan di
Kabupaten Bojonegoro meningkat, karena dengan meningkatnya produksi ikan
dengan waktu yang bersamaan konsumsi masyarakat terhadap ikan juga
meningkat.
Program budidaya ikan jaring apung ini secara jelas tidak mempengaruhi
pihak lain. karena secara umum program ini merupakan sebuah solusi inovatif
yang bisa bermanfaat dan memberdayakan masyarakat. Sejauh ini sebagaimana
yang ada di lapangan tidak ditemukan adanya penolakan dari masyarakat atas
program ini. Kondisi yang ada adalah masyarakat bekerjasama dengan baik
dengan pihak Dinas Peternakan dan Perikanan dalam menjalankan program ini.
Dan kedepanya program kelompok budidaya ikan jaring apung bisa berlanjut
seterusnya dan bisa menjadi percontohan.
b. Tipe manfaat
Sebuah kebijakan atau program yang jelas tentunya akan memberikan
manfaat yang nyata bukan hanya simbolis semata kepada pelaksana program.
Sebuah program biasanya memiliki tujuan (goal) dan juga hasil (output) baik itu
negatif maupun positif. Hal ini tentu berkaitan dengan respon yang diberikan oleh
objek dari kebijakan atau program tersebut. Begitu pula halnya dengan
implementasi program kelompok budidaya ikan jaring apung (POKDAKAN
JAPUNG). Tantangan dan manfaat tersebut ada dua jenis yakni hasil
implementasi program yang bersifat positif dan negatif.
127
Tujuan Dinas Peternakan dan Perikanan memberikan solusi inovatif adalah
untuk mensolusikan permasalahan yang ada ditengah-tengah masyarakat antara
lain:
1. Memanfaatkan budidaya perairan
Sumber Daya Alam yakni perairan sungai bengawan solo yang melimpah
menjadi potensi masyarakat disekitarnya untuk dimanfaatkan. Masyarakat
sangat senang sekali karena sangat efektif dan efisien, hal tersebut dilihat dari
air yang terus mengalir sehingga tidak membutuhkan tenaga untuk mengganti
air setiap pekannya, kemudian ikan-ikan yang dibudidaya lebih cepat besar
dikarenakan bakteri atu plangton yang sangat banyak di dasar sungai
sehingga bisa menjadi makanan bagi ikan-ikan.
2. Meningkatnya konsumsi dan produksi ikan
Luasnya lahan pertanian menjadikan mayoritas masyarakatnya bekerja
sebagai petani sehingga hasil produk yang paling menonjol adalah komoditas
pertanian. Akan tetapi sebagaimana yang ditemukan di lapangan, dengan
adanya budidaya ikan jaring apung ini secara bertahap bisa meningkatkan
konsumsi dan produksi ikan di Kabupaten Bojonegoro. Para pembeli ikan
budidaya jaring apung ini tidak hanya dari masyarakat sekitar, akan tetapi
dari berbagai kecamatan seperti kecamatan Malo, Kecamatan Dander dan
Kecamatan Kalitidu.
3. Melatih masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo untuk
berbudidaya ikan di jaring apung.
128
Pengetahuan masyarakat dahulu dalam mencari ikan hanya menggunakan
perahu dan menangkapnya dengan jaring. Setelah adanya program kelompok
budidaya ikan jaring apung ini, masyarakat lebih lebih terlatih secara
pengetahuan dan keterampilan. Jika menangkap ikan menggunakan perahu
dan jaring hanya mendapatkan hasil yang sedikit dan tidak pasti, saat ini
dengan adanya budidaya ini masyarakat bisa menghasilkan dengan jumlah
yang banyak dan pasti.
4. Membantu pemerintah daerah dalam meciptakan peluang kerja baru dan
meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.
Budidaya ikan jaring apung ini merupakan inovasi alternatif baru di
Kabupaten Bojonegoro yang saat ini dijadikan pekerjaan baru oleh
masyarakat yang ada disekitar bantaran sungai bengawan solo dan saat ini
juga sudah banyak yang mereplikasikanya. Banyaknya masyarakat yang
mereplikasi budidaya ikan ini menunjukan bahwa banyak masyarakat yang
tertarik dalam berbudidaya ikan, meskipun hanya dengan menggunakan terpal
atau kolam permanen. Sebagaiman data yang diperoleh bahwa pekrjaan
budidaya ikan ini dapat meningkatkan pendapatan perekonomian masyarakat
sebagai berikut:
Budidaya Ikan di Jaring Apung
Benih Ikan Patin = 600 x @ Rp. 800,- = Rp. 480.00,-
Pakan = 4 sak x @ Rp. 273.000 = Rp 1.092.000
Hasil Panen = 205 kg x @ Rp.14.000,- = Rp. 2.870.000,-
Keuntungan = Rp. 2.870.000,- - Rp. 1.092.000,- = Rp. 1.778.000
Keuntungan Jaring Apung 5 Petak = 5 x @ Rp. 1.778.000,- = Rp.
8.890.000
129
Pembuatan Batu Bata
Setiap satu orang pembuat/industri batu bata :
1 kali produksi = 500 biji batu bata
1 kali proses pembakaran memuat 15.000 biji batu bata
1 kali proses pembakaran membutuhkan 30 kali produksi
Harga jual per 1000 biji batu bata = Rp. 470.000,-
Pendapatan per 1 kali proses pembakaran = Rp. 7.050.000,-
Sumber : Booklet Japung Sivonik, 2016
Ternyata budidaya ikan jaring apung memang memberikan manfaat bagi
masyarakat. Sejalan dengan upaya Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro dalam melakukan inovasi program POKDAKAN ini memang
ditujukan untuk kebaikan dan keamanan bagi masyarakat sekitar bantaran sungai
bengawan solo. Oleh karena itu untuk menjaga agar manfaat yang telah diperoleh
dalam program ini tetap bisa berjalan dengan efektif dan efisien, maka senantiasa
dibutuhkan kerjasama antara Dinas Peternakan dan Perikanan sebagai pembuat
program dengan pihak-pihak yang menjadi sasaran program ini.
Menurut Shardlow dalam Adi ( 2008: 78) mengemukakan pengertian
pemberdayaan yang pada intinya adalah membahas bagaimana individu,
kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan
mengusahakan membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Oleh
karena itu sejalan dengan pendapat tersebut bahwa Program budidaya ikan jaring
apung (POKDAKAN JAPUNG) ini harus disinergikan dengan pihak pemerintah
desa, tokoh masyarakat dan pelaksana program yakni masyarakat kelompok
budidaya ikan jaring apung yang menjadi sasaran program ini agar bisa
memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya yang telah tersedia sehingga
130
bisa berjalan secara berkesinambungan. Manfaat program budidaya ikan jaring
apung ini telah tercapai namun dengan beberapa kendala dan tantangan yang
muncul antara lain adalah sikap masyarakat sekitar secara umum yang
memprovokasi bahwa program ini akan gagal dan tidak berhasil, kemudian
tantangan lainnya adalah motivasi masyarakat yang masih belum kuat
dikarenakan belum pernah melakukan budidaya ikan jaring apung sebelumnya,
dan cuaca atau iklim juga menjadi tantang terberat bagi program ini dalam
melakukan budidaya ikan jaring apung.
Pembudidaya ikan jaring apung mengeluhkan hal tersebut kepada Dinas
Peternakan dan Perikanan. Kemudian pihak Dinas Peternakan dan Perikanan
melakukan cara-cara agar program ini tetap dijalankan oleh masyarakat. Cara-cara
yang dilakukan adalah monitoring yaitu melakukan kunjungan ke lokasi budidaya
secara langsung setiap satu pekan sekali, kemudian berkoordinasi dengan
pemerintah desa untuk memastikan apakah program tersebut berjalan dengan
baik. Selanjutnya adalah pendampingan yaitu dilakukan dengan cara memberikan
pelatihan bagaimana cara mengembangkan budidaya ikan jaring apung, melatih
menggunakan teknologi yang ada, dan bagaimana cara memasarkan ikan yang
baik. Hal tersebut merupakan cara yang dilakukan untuk teteap menjaga para
pembudidaya ikan jaring apung ini.
c. Derajat perubahan yang diinginkan
Tipe manfaat sangat berkaitan dengan derajat perubahan yang diharapkan dari
suatu kebijakan atau program. Sebuah program jika memiliki tuntuan yang tidak
terlalu tinggi terhadap perubahan kondisi yang signifikan akan lebih mudah untuk
131
diimplementasikan. Disamping itu program yang drencanakan untuk mencapai
tujuan-tujuan jangka pendek, yang secara nyata memberikan dampak keuntungan
langsung terhadap kelompok sasaran juga lebih sedikit resiko kesulitan yang
ditemui.
Menurut Adi (2008: 83-84) mengemukakan bahwa pemberdayaan sebagai
program adalah suatu pemberdayaan yang dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan
guna mencapai suatu tujuan yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya.
Sedangkan pemberdayaan dilihat sebagai suatu proses adalah pemberdayaan yang
bersinambungan sepanjang hidup seseorang (on going process) sepanjang
manusia itu masih ingin melakukan perubahan dan perbaikan. Mencermati dalam
hal ini program kelompok budidaya ikan jaring apung (POKDAKAN JAPUNG)
sebagai sebuah upaya Dinas Peternakan dan Perikanan dalam menciptakan sebuah
inovasi berbudidaya ikan di keramba jaring apung, untuk memanfaatkan budidaya
perairan sebagai salah satu sumber daya alam yang melimpah agar tercipta sebuah
lapangan peker;jaan yang baru bagi masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan
solo. Sebagai salah bentuk pemberdayaan masyatakat agar para pembuat batu bata
dan penambang pasir di wilayah itu bisa memiliki pekerjaan yang bisa
meningkatkan pendapatan ekonomi, dengan memanfaatkan sumberdaya fasilitas
yang telah disediakan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan berupa bantuan hibah
paket jaring apung.
Perubahan yang diharapkan dari program ini adalah
1. Bertambahnya pengetahuan msyarakat terhadap budidaya ikan
132
Adanya budidaya ikan jaring apung ini telah menambah pengetahuan
masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo. Yang awalnya mereka
tidak tahu bagaimana cara berbudidaya ikan saat ini menjadi tahu. Kemudian
yang awalnya mereka tidak tahu bagaimana cara membuat pakan dan
mengatasi ikan-ikan yang terkena penyakit saat ini juga semakin bertambah
pengetahuannya. Sehingga benar jika bahwa program budidaya ikan jaring
apung ini memiliki capaian perubahan yang terjadi ditengah-tengah
masyarakat.
2. Memunculkan inovasi kreatif dari masyarakat
Adanya masalah yang muncul ditengah-tengah masyarakat ternyata bisa
meningkatkan daya berfikir masyarakat. Dengan muculnya program budidaya
ikan jaring apung inovasi masyarakat menjadi meningkat. Seperti saat ini
para pembudidaya tidak hanya menjual ikan segar hasil budidaya, akan tetapi
masyarakat sudah mulai berinovasi untuk melakukan inovasi pengolahn ikan
hasil budidaya misalnya, membuat produk pentol dari bahan dasar ikan dan
produk ikan krispi.
3. Memanfaatkan potensi perairan sungai bengawan solo
Bantaran sungai bengawan solo yang masih dianggap sebagai milik
bersama (common property) dan bersifat terbuka (open accsess) setiap
harinya hanya digunakan untuk aktivitas pembuatan batu bata, menambang
pasir dan mencari ikan. Saat ini bantaran sungai bengawan solo bisa
digunakan untuk berbudidaya ikan di jaring apung. Budidaya ikan jaring
apung ini dilakukan di sepanjang aliran sungai bengawan solo
133
4. Menumbuhkan keyakinan (optimis) di kalangan masyarakat bahwa
budidaya ikan bisa dijadikan sebagai salah satu pekerjaan yang bisa
dijadikan sebagai penopang kebutuhan hidup
Kebiasaan masyarakat sekitar sungai bengawan solo adalah membuat batu
bata, menambang pasir dan menangkap ikan secara tradisional. Dengan
adanya program ini kepercayaan masyarakat terhadap budidaya ikan menjadi
meningkat. Proses budidaya yang mereka lakukan ternyata memberikan hasil
yang banyak sehingga rasa optimis masyarakat terhadap usaha budidaya ikan
jaring apung ini pun semakin meningkat. Hal tersebut dibuktikan dengan
semakin meningkat atau bertambahnya jumlah petak jaring apung dan
masyarakat sekitar yang juga mencontoh budidaya ikan jaring apung ini.
Harapan tersebut menjadi suatu sambutan yang baik bagi masyarakat
bantaran sungai bengawan solo. Munculnya program ini menjadikan masyarakat
memilki pekerjaan baru yang bisa dilakukan. Program ini bisa diberikan kepada
orang-orang yang memang dari awal memiliki kemauan dan semangat yang tinggi
untuk berbudidaya ikan, jadi program ini tidak diberikan kepada orang-orang
yang ternyata tidak memiliki kemauan dan semangat yang tinggi. Karena secara
umum orang-orang yang mempunyai semangat dan kemauan yang tinggi lebih
cenderung telaten, siap berjuang dan menanggung resiko.
Kelemahan yang ditemui di lapangan ketika program ini dijalankan oleh
kelompok pembudidaya adalah budidaya jaring apung ini tidak bisa digunakan
sepanjang waktu, adakalanya bisa digunakan di bantaran sungai bengawan solo
dan adakalanya tidak bisa digunakan di bantaran sungai bengawan solo. Hal ini
134
tergantung pada situasi dan kondisi, yakni apakah musim hujan atau musim
kemarau. Jika musim hujan datang maka budidaya ikan tidak bisa dilakukan di
keramba jaring apuang karena bisa berpotensi banjir dan akibatnya ikan akan
banyak yang mati. Akan tetapi jika musim kemarau budidaya ikan lebih bagus
ditempatkan di bantaran sungai.
d. Letak pengambilan keputusan
Isi sebuah program dapat menunjukkan posisi pengambilan keputusan, pada
bidang tertentu biasanya suatu program ditentukan oleh beberapa unit yang
terkait. Semakin sedikit unit yang terlibat dalam pengambilan keputusan atas
suatu program maupun kebijakan maka akan semakin mudah dalam
impelementasinya. Demikian pula dengan program kelompok budidaya ikan
jaring apung ini, yang menentukan keputusan program ini adalah dinas peternakan
dan perikanan, pemerintah kabupaten, pemerintah desa, kecamatan dan
masyarakat sekitar bantaran sungaui bengawan solo.
Nuryoso dalam Kuriniawati, et al., (2013: 11) menyatakan bahwa usaha
ekonomi produktif yang ada atau akan dibentuk pada masing-masing wilayah
diidentifikasi berdasarkan kriteria tertentu, dipilih untuk dikembangkan sebagai
sasaran pembinaan. Sesuai dengan program kelompok budidaya perikanan jaring
apung yakni merupakan program yang sejatinya memberikan peluang usaha baru
dan manfaat bagi masyarakat. Dinas Peternakan dan Perikanan sebagai
penanggungjawab atas program ini tentu memahami dan mengerti keadaan
masyarakat yang menjadi sasaran. Pemerintah desa sebagai pihak yang berwenang
atas desa tersebut juga lebih mengerti tentang keadaan dan kondisi
135
masyarakatnya, kemudian kecamatan sebagai pemegang wilayah memilki analisis
wilayah yang memang berpotensi untuk diterapkan program tersebut, dan yang
terakhir pemerintah kabupaten sebagai penyelenggaran negara sangat memiliki
peran besar sebagai pihak yang memastikan kesejahteraan masyarakatnya.
Menurut Anderson dalam Agustino Leo (2016: 17-18) mendefiniskan bahwa
kebijakan publik sebagai serangkaian kegiatan yang mempunyai tujuan tertentu
yang kemudian diikuti dan dilaksanakan oleh seorang atau sekelompok aktor yang
berhubungan dengan permasalahan atau sesuatu hal yang menjadi perhatian.
Kemudian lebih lanjut lagi menurut Anderson dalam Agustini Leo (2016: 18)
mendefinisikan secara lebih luas lagi bahwa kebijakan merupakan keputusan yang
diambil oleh beberapa aktor, selanjutnya kebijakan juga seringkali merupakan
hasil dari diskusi panjang para aktor yang melibat peran stakeholders.
Dari penjelasan diatas sudah jelas bahwa munculnya sebuah kebijakan atau
program memang merupakan hasil dari diskusi para aktor yakni dinas peternakan
dan perikanan yang kemudian memunculkan sebuah solusi atas permasalahan
yang muncul atau sedang menjadi perhatian. Oleh karena itu program ini adalah
suatu alternatif solusi yang diberikan untuk mengatasi sebuah permasalahan yang
ada, sehingga secara fakta di lapangan terlihat bahwa program ini sangat
bermanfaat dan memiliki potensi yang besar.
e. Pelaksana program
proses implementasi sebuah program tidak hanya menyangkut
penanggungjawab yang melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada
diri kelompok sasaran, akan tetapi juga menyangkut kekuatan-kekuatan yang ada
136
disekitar yakni pemerintah desa, tokoh masyarakat yang dapat mempengaruhi
pihak yang terlibat sehingga dapat berpengaruh kepada tujuan program tersebut.
Pelaksana program kelompok budidaya perikanan jaring apung
(POKDAKAN JAPUNG) berkaitan erat dengan implementor yang terlibat secara
langsung, yakni Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro.
Berdasarkan permasalahan yang ditemui di lapangan yakni adanya
ketidakseimbangan pada tenaga pendamping program. Akan tetapi dengan adanya
hambatan tersebut pihak Dinas Peternakan dan Perikanan mengupayakan agar
pendampingan program kelompok budidaya ikan jaring apung ini tetap berjalan
secara berkelanjutan. Begitu pula dengan masyarakat, meskipun saat ini pihak
dinas jarang lagi melakukan pendampingan artinya tidak sering seperti dulu lagi,
namun masyarakat pembudidaya ikan jaring apung secara sungguh-sungguh
menjalankan program tersebut. Hal ini terlihat ketika di lapangan ada suatu
kendala yang terjadi pada budidaya ikan, para pembudidaya ini secara aktif
langsung menghubungi pihak dinas via-handphone dengan seperti itu meskipun
dinas peternakan dan perikanan tidak mendampingi secara rutin tetapi tetap bisa
melakukan komunikasi dan penyuluhan lanjut atas masalah yang sedang dihadapi.
Menurut Hogan dalam Adi (2008: 85) proses pemberdayaan yang
berkesinambungan terdiri dari lima tahapan antara lain : 1) menghadirkan kembali
pengalaman yang tidak memberdayakan dan tidak memberdayakan (recall
depowering/empowering experiences); 2) mendiskusikan alasan mengapa terjadi
pemberdayaan dan penidakberdayaan (discuss reasons for
depowerment/empowerment); 3) mengidentifikasikan suatu masalah ataupun
137
proyek (identity one problem or project); 4) mengidentifikasikan basis daya yang
bermakna untuk melakukan perubahan (identify useful power bases); 5)
mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya (develop
and implement action plans). Sejalan dengan pendapat tersebut dalam upaya
untuk teteap menjaga hubungan antara dinas peternakan dan perikanan dengan
para masyarakat pembudidaya ikan jaring apung, agar program yang dijalankan
sesuai dengan target, maka dilakukan beberapa strategi oleh para aktor pelaksana
ini diantaranya yakni koordinasi informal, kemudian pertemuan antara para
pembudidaya ikan jaring apung dengan Dinas Peternakan dan Perikanan untuk
mengevaluasi hasil produksi ikan. Hal ini mencoba menunjukkan agar hambatan,
kendala maupun keberhasilan sebuah program dapat diketahui, diselesaikan dan
dikerjakan bersama. Hal tersebut menjadi mudah dijalankan karena sebelumnya
sudah dilakukan sosialisasi mengenai program tersebut, yakni telah melalui
beberapa pihak mulai dari pemerintah desa, kecamatan, kemudian dinas
peternakan dan perikanan dan selanjutnya pemerintah daerah kabupaten
bojonegoro.
f. Sumber-sumber daya yang digunakan
Sumber daya sangat dibutuhkan untuk menjalankan program kelompok
budidaya ikan jaring apung ini (POKDAKAN JAPUNG), karena sumber daya
merupakan salah satu kunci kesuksesan suatu program maupun kebijakan di suatu
daerah. Sebuah implementasi program meskipun telah dikomunikasikan dengan
baik dan jelas, akan tetapi jika di lapangan sumber daya untuk mendukung
138
pelaksanaan program tersebut tidak mendukung maka implementasi program akan
kurang efektif dan efisien. Sumber daya disini antara lain:
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya yang tersedia dari pihak Dinas Peternakan dan Perikanan
belum memadai, dikarenakan masih kurangnya sumber daya manusia yang
bertugas untuk melakukan monitoring dan pendampingan. Kemudian sumber
daya manusia dari pihak masyarakat pembudidaya juga masih kurang
memadai dikarenakan masih minimnya pengetahuan mereka diawal tentang
cara-cara berbudidaya ikan. Adanya ketidakoptimalan sumber daya manusia
ini mengakibatkan kurang optimal dalam menjalan program budidaya ikan
jaring apung. misalkan ketika ada banyak ikan yang mati masyarakat masih
bingung bagaimana cara pengobatannya. Akan tetapi saat ini yang terlihat
dilapangan ada beberapa kelompok yang sudah meningkat pengetahuannya
terkait budidaya ikan dan ada juga yang masih sangat kurang pengetahuannya
tentang budidaya ikan.
2. Sarana dan Prasarana
Proses budidaya ikan jaring apung telah memiliki sarana dan prasarana
yang sudah memadai. Hal ini sebagaimana yang ada di lapangan bahwa setiap
kelompok telah mendapatkan teknologi budidaya keramba jaring apung
sebanyak 5 petak, kemudian benih ikan dan pakan ikan. Masing-masing
kelompok diberikan jumlah yang sama, dengan jumlah yang sama akan tetapi
hasil dari masing-masing kelompok tidak sama. Hal itu dikarenakan tingkat
keaktifan dari masing-masing kelompok berbeda-beda. Ada kelompok yang
139
bersemangat dari awal sampai akhir dan ada kelompok yang hanya semangat
di awal dan di tengah-tengah saja.
3. Finansial
Segi finansial dalam implementasi program kelompok budidaya ikan
jaring apung ini juga sudah mendukung, karena anggaran adalah faktor utama
yang menjadikan program ini terwujud. Anggaran yang telah di rencanakan
oleh Dinas Peternakan dan Perikanan disetujui oleh Pemerintah Daerah
kemudian turun dan di belanjakan untuk kebutuhan keramba jaring apung,
setelah pengadaan kebutuhan selesai maka langsung disalurkan kepada para
kelompok pembudidaya.
Menurut Anwas dalam Azizah (2016) dalam mengidentifikasi prinsip
pemberdayaan salah satunya yakni pemberdayaan dilakukan agar masyarakat
memiliki kebiasaan untuk terus belajar sepanjang hayat (life long
lerning/education). Individu dan masyarakat perlu dibiasakan belajar
menggunakan berbagai sumber yang tersedia. Sumber tersedia tersebut bisa:
pesan, orang (termasuk masyarakat disekitarnya), bahan, alat, teknik, dan juga
lingkungan di sekitar tempat mereka tinggal. Pemberdayaan juga perlu diarahkan
untuk menggunakan prinsip belajar sambil bekerja (learning bu doing).
Mengingat hal tersebut Implementasi program kelompok budidaya ikan jaring
apung (POKDAKAN JAPUNG) di dukung oleh sumber daya yang dimiliki atau
yang telah diberikan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro
berupa sarana dan prasarana, finansial, pendamping dan penyuluh lapangan yang
telah disediakan dan diberikan untuk melakukan budidaya ikan jaring apung di
140
bantaran sungai bengawan solo. Tersedianya sumber daya tersebut merupakan
sebuah dukungan untuk menjalankan program yang telah disepakati bersama.
2. Lingkungan Kebijakan
a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
Beberapa fonomena yang muncul yang berkaitan langsung dengan
lingkungan kebijakan tidak begitu banyak yang secara langsung juga tidak begitu
besar pengaruhnya terhadap tujuan dan sasaran atas program ini. Fenomena yang
muncul itu adalah pengaruh dari masyarakat secara umum kepada para
pembudidaya ikan jaring apung yang kemudian memprovokasi bahwa program
budidaya ikan tersebut tidak akan berhasil atau gagal. Adanya provokasi oleh
masyarakat sekitar agar beralih dan tidak melakukan budidaya ikan jaring apung
karena dirasa ada pekerjaan lain yang lebih menjanjikan dibandingkan dengan
berbudidaya ikan. Adanya provokasi tersebut mempengaruhi terhadap kegagalan
masyarakat meskipun mereka tidak meninggalkan budidaya ikan jaring apung.
kegagalan tersebut adalah:
1. Hasil panen yang menurun
2. Menurunnya semangat para pembudidaya
3. Menurunnya sikap optimis para pembudidaya
4. Anggota kelompok yang sering tidak lengkap
Secara umum kendalanya lebih kepada sosial dan kemasyarakatan, karena
seperti yang ada di lapangan bahwa masyarakat itu memang memiliki
kecenderungan masing-masing. Melihat hal tersebut Dinas Peternakan dan
141
Perikanan melakukan pendampingan dalam satu pekan sekali. Pendampingan
tersbut adalah :
1. Memberikan suntikan semangat atau motivasi
2. Menanyakan kondisi budidaya ikan
3. Mengevaluasi budidaya ikan
4. Memberikan solusi atas masalah yang dihadapi
Dinas Peternakan dan Perikanan memiliki kepentingan agar program yang
telah dibiayai ini tetap berjalan secara berkelanjutan, pemerintah desa sebagai
pihak yang berwenang di desa tersebut juga memiliki harapan dan tujuan agar
pembangunan yang telah direncanakan di desa tersebut bisa berhasil dan bisa
menjadi percontohan bagi desa disekitarnya, kemudian para tokoh masyarakat
juga memiliki hak dan kewajiban untuk memberikan nasehat-nasehat agar bisa
memotivasi para pembudidaya ikan agar teteap bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, sedangkan para pembudidaya ikan juga memiliki
kepentingan agar program budidaya ikan ini bisa berjalan secara lancar dan
bermanfaat untuk kehidupan perekonomiannya. Para pembudidaya ini juga
memiliki keyakinan yang kuat bahwa keberhasilan yang didapatkan tidak semata-
mata atas apa yang selama ini diperjuangkan, akan tetapi keberhasilan ini juga
tidak lepas dari faktor keuntungan seseorang dalam roda kehidupan.. Oleh karena
itu untuk mencapai tujuan dan sasaran agar program ini berhasil maka
membutuhkan kerjasama dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait untuk
senantiasa memberikan nilai positif dan rasa optimis terhadap masyarakat.
142
b. Karateristik lembaga dan rezim yang berkuasa
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro memberikan
wewenang yang luas kepada para pembudidaya ikan jaring apung terhadap
implementasi program ini. Pemerintah kabupaten yang mengetahui permasalahan
masyarakat melalui dialog publik yang telah diselenggarakan, kemudian
menyampaikan kepada Dinas Peternakan dan Perikanan sebagai pelaksana teknis
daerah. Selanjutnya Dinas Peternakan dan Perikanan mengamanahkan kepada
Bidang Perikanan untuk ditindaklanjuti, setelah itu diturunkan lagi ke devisi
perikanan budidaya yang khusus menangani masalah budidaya ikan ini.
Apabila dilihat dari pendekatan bottom up menurut Agustino (2016: 145)
bahwa memandang implementasi program ini merupakan sebuah keputusan yang
tidak tersentral. Program ini merupakan salah satu keputusan-keputusan yang
ditetapkan dilevel warga atau masyarakat yang merasakan sendiri persoalan dan
permasalahan yang sedang dialami. Jadi karateristik dalam program ini modelnya
ialah suatu keputusan yang diambil dari tingkat warga, sehingga warga lebih
memahami kondisi mereka dan didukung oleh pemerintah untuk menganalisis
kebijakan atau program apa yang sekiranya cocok dan dengan sumber daya yang
tersedia di sekitar wilayahnya dikaitkan dengan sosial-budaya yang ada di sekitar
wilayah, agar kebijakan atau program tersebut bisa diterima dengan baik.
Terlihat dengan jelas bagaimana bentuk karakteristik lembaga atau rezim
yang ada, bahwa antara pemerintah daerah, dinas peternakan dan perikanan
kemudian dengan masyarakat sama-sama memiliki tanggungjawab bersama untuk
mensukseskan program ini. Jadi karakteristik lembaga menjadi salah satu penentu
143
keberhasilan implementasi sebuah program, sehingga harus terbentuk jalinan atau
koordinasi yang baik antar pihak dalam implementasi program.
c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana
Tingkat kepatuhan dan daya tanggap merupakan suatu hal yang penting
dalam implementasi kebijakan atau program. Masalah kepatuhan dan daya
tanggap berakitan dengan tanggapan dan respon subjek dari program tersebut,
yaitu masyarakat pembudidaya ikan jaring apung yang telah melakukan
kesepakatan dengan dinas peternakan dan perikanan, melalui sosialisasi dan
penyuluhan yang kemudian dihadiri oleh masyarakat sekitar sungai bengawan
solo sehingga terbentuk sebuah kelompok. Sikap kepatuhan terhadap kesepakatan
yang telah terbentuk secara umum diikuti dan dijalankan oleh para pembudidaya
ikan, meskipun ada beberapa kelompok yang tidak mematuhi disebabkan
rusaknya keramba jaring apung yang terkena banjir.
Masyarakat pembudidaya ikan melihat aturan ini sudah baik, di awal sama-
sama diberikan bantuan berupa hibah paket jaring apung kepada setiap kelompok.
Kemudian masing-masing kelompok ini harus bisa menjadikan budidaya ikan itu
berlanjut dan bertambah jumlah petaknya. Dari kondisi di lapangan ternyata tidak
semua kelompok berhasil sebagaimana yang diinginkan oleh dinas peternakan dan
perikanan. Akan tetapi hal itu tidak menjadikan para pembudidaya ikan ini
berprotes kepada dinas peternakan dan perikanan, karena diawal telah dijelaskan
bahwa program bantuan hibah paket jaring apung ini harus bisa berlanjut sampai
seterusnya. Akan tetapi dalam perjalanannya memang tidak bisa 100% (seratus
persen) berhasil, ada kendala dan hambatan yang dihadapi oleh masing-masing
144
kelompok pembudidaya yang membuat mereka tidak melaksanakannya antara
lain:
1. Jaring apung yang terbawa arus banjir
2. Semangat kelompok yang menurun
3. Cuaca yang tidak menentu dan
4. Hama
Diperlukannya kepatuhan pada implementasi program adalah untuk menjaga
ketertiban dan kelancaran budidaya ikan jaring apung bagi masyarakat sekitar
bantaran sungai bengawan solo. Hal ini dilakukan sebagai upaya penunjang
keberhasilan para pembudidaya dalam mengelola ikan. Selain itu kesepakatan
diawal antara masyarakat dengan dinas peternakan dan perikanan adalah sebagai
upaya untuk memanfaatkan kembali potensi sumber daya yang ada untuk
memberikan kesejahteraan dan kemakmuran.
2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Implementasi Program
Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung dalam Rangka Pemberdayaan
Masyarakat Sekitar Bantaran Sungai Bengawan Solo
a. Faktor Pendukung
1. Pemerintah
Dalam sebuah implementasi program yang bertujuan untuk melanjutkan
pembangunan pada sebuah daerah, maka pemerintah daerah adalah salah satu
pihak yang pertamakali harus memberikan dukungannya. Dukungan tersebut bisa
berupa persetujuan kemudian anggaran yang di setujui untuk pembiayaan
implementasi program ini. Oleh karena itu sebagaimana informasi yang
145
didapatkan bahwa pemerintah daerah telah memberikan dukungan terhadap
program ini sehingga bisa berjalan dengan baik dari awal hingga saat ini.
Dukungan ini diberikan sebagai bentuk tanggungjawab dari pemerintah daerah
atas pembangunan di daerah tersebut.
Dinas Peternakan dan Perikanan sebagai pelaksana teknis daerah Kabupaten
Bojongoro telah memberikan dukungannya terhadap implementasi program
kelompok budidaya ikan jaring apung (POKDAKAN JAPUNG) ini. Disisi lain
dinas peternakan dan perikanan juga memberikan dukungannya dengan berbagai
macam cara antara lain: pendampingan, penyuluhan, sosialisasi, dan evaluasi
bersama-sama dengan pembudidaya ikan. Kemudia setiap panen dinas peternakan
dan perikanan juga melakukan rekap hasil produksi ikan sehingga terlihat setiap
kali penen apakah ada peningkatan atau justru menurun.
Kemudian dalam aplikasi lapangan meskipun pihak kecamatan tidak begitu
berperan secara aktif dalam budidaya ikan ini, akan tetapi dukungannya sangat
dibutuhkan dalam implementasi program ini. Secara umum pihak kecamatan
memberi dukungannya dengan analisa yang tepat dalam memilih lokasi untuk
berbudidaya ikan sehingga implementasi program ini bisa berjalan dengan baik
dan lancar.
Pemerintah desa sebagai penanggungjawab masyarakat di desa tersebut juga
telah melakukan dukungannya untuk mensepakati diterapkannya budidaya ikan
jaring apung bagi masyarakat sekitar. Tanpa ada dukungan dan persetujuan oleh
pemerintah desa program ini juga tidak akan terwujud. Oleh karena itu pemerintah
desa juga menjadi salah satu faktor pendukung atas program ini
146
2. Masyarakat
Di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat tentu peran tokoh sangat
dibutuhkan, biasanya para tokoh ini hadir dan berperan dalam hal menasehati dan
mengarahkan serta memberikan motivasi dan juga dukungan bagi warga sekitar.
Oleh karena itu pada implementasi program kelompok budidaya ikan jaring apung
(POKDAKAN JAPUNG) ini juga sangat membutuhkan dukungan dari tokoh
masyarakat. Dalam hal ini tokoh masyarakat telah memberikan dukungannya
terhadap program ini.
Faktor pendukung dalam implementasi program ini yang tidak kalah penting
adalah masyarakat pembudidaya ikan itu sendiri. Suatu program tidak akan
berjalan jika pelaksana programnya tidak menjalankannya. Sehingga dalam hal ini
pembudidaya menjadi faktor terpenting dalam implementasi program budidaya
ikan jaring apung (POKDAKAN JAPUNG) ini.
b. Faktor Penghambat
1. Sumber Daya Manusa
Tersedianya sumber daya manusia yang memadai adalah salah satu unsur
pokok yang akan menunjang keberhasilan implementasi program ini.
Sebagaimana yang ada di dalam program ini ternyata masih ditemukan adanya
kekurangan sumber daya manusia. Akibat dari kurangnya sumber daya manusia
ini, program pendampingan kelompok budidaya ikan jaring apung menjadi kurang
optimal. Hal tersebut juga dirasakan oleh pihak dinas peternakan dan perikanan
bahwa kurangnya sumber daya manusia masih menjadi hal yang penting untuk
dipersiapkan kedepannya.
147
Hal itu disadari oleh pihak dinas, kemudian dengan adanya kondisi kurangnya
sumber daya manusia, dinas peternakan dan perikana tetap melakukan berbagai
usaha seperti komunikasi yang tetap terjalin antara pihak yang terkait seperti
kepala desa dan juga pembudidaya ikan itu sendiri. Komunikasi tersebut
digunakan untuk melakukan pendampingan dan monitoring serta evaluasi secara
tidak langsung ketika tidak bisa hadir di lapangan.
2. Iklim
Faktor selanjutnya yang menjadi kendala atau hambatan dari awal
implementasi program budidaya ikan jaring apung ini adalah adanya iklim atau
cuaca saat ini yang tidak menentu. Secara kegunaan memang budidaya ikan jaring
apung ini lebih tepatnya berada di sungai bengawan solo, akan tetapi jaring apung
ini juga memiliki kelemahan antara lain: tidak bisa digunakan ketika musim hujan
atau ketika banjir, hal ini bisa mengancam ikan-ikan yang dikelola. Jika terjadi
banjir atau musim hujan yang berturut-turut air dibantaran sungai bengawan solo
akan menjadi keruh sehingga akan banyak ikan yang mati, kemudian juga bisa
berakibat terseretnya keramba jaring apung oleh arus banjir yang deras. Hal ini
tentu harus diperkirakan lagi dengan matang. Oleh karena itu dinas peternakan
memberikan solusi atau inisiasi kepada para pembudidaya ikan agar ketika musim
hujan atau banjir tiba mengangkat keramba jaring apungnya dari sungai bengawan
solo dan memindahkannya di kolam terpal atau permanen yang telah dibuat.
148
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Implementasi Program Kelompok Budidaya Ikan Jaring Apung (POKDAKAN
JAPUNG) Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Bantaran Sungai
Bengawan solo, dalam melihat keberhasilan program tersebut menurut teori
Grindle terdapat beberapa kebijakan antara lain:
A. Isi Kebijakan
1. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi
Kepentingan – kepentingan yang mempengaruhi dalam implementasi program
ini adalah Dinas Peternakan dan Perikanan selaku pelaksana teknis pemerintah
daerah, kemudian masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo yang
merasakan hambatan dan permasalahan yang ada, selanjutnya pemerintah desa
sebagai pemilik kewenangan atas desa tersebut untuk bisa memajukan dan
mengembangkan desanya, kemudian kecamatan sebagai pemiliki kewenangan
tingkat wilayah yang berhak mengidentifikasi kemudian menentukan wilayah
mana yang sekiranya cocok untuk diterapkan program tersebut dan yang terakhir
adalah pemerintah daerah kabupaten bojonegoro sebagai penyelenggara urusan
negara untuk memastikan bahwa daerahnya berkembang dan maju secara
ekonomi, politik dan budaya.
149
2. Tipe Manfaat
Tipe manfaat dalam program kelompok budidaya ikan jaring apung
(POKDAKAN JAPUNG) memiliki beberapa manfaat yang di timbulkan. Antara
lain : para kelompok budidaya ikan akhirnya bisa memiliki pengalaman atau
pengetahuan tentang budidaya ikan, kemudian menumbuhkan jiwa kewirausahaan
masyarakat, meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat, meningkatkan
produksi dan konsumsi ikan di kabupaten bojonegoro dan bagi pihak dinas sendiri
bisa memiliki pengalaman terkait implementasi budidaya ikan di jaring apung.
manfaat ini ada yang sudah tercapai dan ada yang belum tercapai, hal itu
dikarenakan tantangan yang muncul yaitu banjir, motivasi yang kurang, dan
adanya pekerjaan yang lebih menjanjikan. Program ini secara konsep dan hasil
memiliki manfaat yang banyak dan dapat dilihat secara nyata di tengah-tengah
masyarakat, akan tetapi dari pihak masyarakat tidak semuanya menunjukkan hal
tersebut sehingga yang bisa merasakan manfaat ini hanya beberapa kelompok
saja.
3. Derajat Perubahan yang Ingin Dicapai
Derajat perubahan yang ingin dicapai pada program kelompok budidaya ikan
jaring apung ini antara lain: termanfaatkannya budidaya perairan bantaran sungai
bengawan solo, semakin meningkatkan kepercayaan dan keoptimisan masyarakat
terhadap usaha budidaya ikan, bisa dijadikan sebagai pekerjaan baru bagi para
penambang pasir dan pembuat batu bata, mata pencaharian baru tercipta disana
sehingga masyarakat juga bisa memiliki pekerjaan baru dibidang budidaya ikan.
150
Perubahan yang diharapkan ini sudah mulai terlihat dilapangan meskipun belum
100% (seratus persen) terwujud.
4. Letak Pengambilan Keputusan
Letak pengambilan keputusan pada program kelompok budidaya ikan jaring
apung ini adalah terletak pada pemerintah kabupaten kepala Dinas Peternakan dan
Perikanan kemudian ke kecamatan dan Pemerintah desa dan selanjutnya ke
masyarakat. Masing-masing saling berkontribusi dalam pengambilan keputusan
atau kesepakatan program ini. kebijakan atau program yang dibuat adalah hasil
diskusi dari para aktor yang kemudian memunculkan sebuah solusi sebagai
pemecahan masalah yang ada. Dalam hal ini pengambilan keputusannya sudah
baik yakni lebih bersifat buttom-up yang melibatkan banyak pihak termasuk
masyarakat.
5. Pelaksana Program
Pelaksana program dalam implementasi program kelompok budidaya ikan
jaring apung (POKDAKAN JAPUNG) yakni masyarakat sekitar bantaran sungai
bengawan solo yang berada di kecamatan kalitidu dan dinas peternakan dan
perikanan itu sendiri. Masyarakat para pembudidaya ikan jaring apung belum
secara sepenuhnya melakukan aktivitas budidaya secara sungguh-sungguh. Dapat
dikatakan bahwa masih sebagian kecil masyarakat yang benar-benar serius dalam
menjalankan program ini. namun dari pihak dinas peternakan dan perikanan sudah
cukup aktif dalam menjalankan dan memonitoring berjalannya program ini.
151
6. Sumber – sumber Daya yang Digunakan
Sumber-sumber daya yang digunakan untuk implementasi program kelompok
budidaya ikan jaring apung meliputi sumber daya manusia, finansial, dan sarana-
prasarana. Sumber daya tersebut, masing-masing sudah disediakan, adapun yang
masih kurang optimal di lapangan adalah sumber daya manusia dan finansial yang
masih sangat terbatas sehingga berpengaruh terhadap implementasi program ini.
B. Lingkungan Kebijakan
1. Kekuasaan, Kepentinga-kepentingan, dan Strategi dari Aktor yang Terlibat
Kekuasaan, Kepentinga-kepentingan, dan Strategi dari Aktor yang Terlibat
dalam implementasi program kelompok budidaya ikan jaring apung
(POKDAKAN JAPUNG) sudah cukup baik. Dinas peternakan dan perikanan
telah memberikan kekuasaan yang luas kepada pembudidaya ikan jaring apung
untuk melakukan pelaporan dan evaluasi dari kegiatan yang dilakukan kepada
dinas peternakan dan perikanan. Kemudian masing-masing aktor memiliki
kepentingan yang sama yakni untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang
sedang dihadapi yakni dengan melakukan budidaya ikan di jaring apung. strategi
yang digunakan sudah cukup baik yakni melakukan monitoring dan
pendampingan oleh dinas peternakan dan perikanan kepada para pembudidaya
ikan jaring apung secara berkala. Akan tetapi strategi tersebut belum sepenuhnya
berjalan secara optimal.
152
2. Karakteristik Lembaga, dan Rezim yang Berkuasa
Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa di Kabupaten Bojonegoro
saling bekerja dengan sinergis. pemerintah daerah yakni kabupaten bojonegoro
sebagai penyelenggara negara yang melakukan pembangunan untuk menjamin
kesejahteraan masyarakatnya telah mensetujui program tersebut. Dinas peternakan
dan perikanan sebagai pelaksana teknis yang menjalankan dan memastikan
kondisi di lapangan sudah berupaya memberikan solusi yang terbaik bagi
masyarakat sekitar bantaran sungai bengawan solo atas permasalahan yang
dihadapi akan tetapi masih ada beberapa hal yang belum sepenuhnya di lakukan
yaitu evaluasi hasil dari program tersebut. Pihak kecamatan sebagai pemilik
wilayah yang telah memberi anilisa yang baik terkait tempat yang cocok untuk
berbudidaya ikan jaring apung ini. Pemerintah desa sebagai kepala dan pengurus
desa tersebut juga telah berperan dalam pembangunan desanya untuk memajukan
dan mensejahterakan masyarakatnya sesuai dengan pembangunan yang telah
dicanangkan. Kemudian terkahir masyarakat pembudidaya ikan yang telah
berkomitmen dan bersemangat untuk berbudidaya ikan jaring apung, meskipun
sebelumnya tidak memiliki keahlian dalam berbudidaya ikan. Akan tetapi ada
ketidakseriusan masyarakat di tengah-tengah perjalanan program ini dikarenakan
gagal usaha di awal.
3. Tingkat Kepatuhan dan Daya Tanggap dari pelaksana
Tingkat kepatuhan dan daya tanggap dari pelaksana program kelompok
budidaya ikan jaring apung ini sudah cukup baik akan tetapi masih tetap harus
sering-sering dimonitoring agar berjalan dan memenuhi target dan harapan. Para
153
pembudidaya ikan secara umum sudah mematuhi peraturan yang ada, mulai dari
awal sosialisasi kemudian penyuluhan, terbentuknya kelompok, kemudian
persetujuan atas program tersebut telah dijalankan dengan baik hingga saat ini.
Meskipun disisi lain tidak semuanya mematuhi, ada beberapa kelompok yang
akhirnya berhenti berbudidaya ikan jaring apung dikarenakan keramba yang rusak
dan adanya pekerjaan lain yang lebih menggiurkan yang kemudian menurunkan
semangat dan komitmennya.
A. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Program Kelompok
Budidaya Ikan Jaring Apung (POKDAKAN JAPUNG) Dalam Rangka
Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Bantaran Sungai Bengawan solo
Dalam Implementasi Program Kelompok
1. Faktor pendukung
Faktor pendukung dalam implementasi program kelompok budidaya ikan
jaring apung ini meliputi Pemerintah daerah sebagai penyelenggara pembangunan
daerah, Dinas Peternakan dan Perikanan sebagai pelaksana teknis dalam
membantu pembangunan di daerah tersebut, pihak kecamatan sebagai penentu
atau pemilih wilayah yang tepat untuk pelaksanaan program ini. Kemudian juga
ada Pemerintah Desa yang memberikan ijin dan mensepakati diterapkannya
program ini di desa tersebut sesuai dengan target pembangunan desanya, para
tokoh masyarakat yang juga memiliki peran ditengah-tengah masyarakat untuk
mendukung dan memotivasi bekerja. Dan yang terkahir adalah para pelaksana
budidaya ikan jaring apung ini yang mau dan berkomitmen untuk
mengimplementasikan program budidaya ikan keramba jaring apung
154
(POKDAKAN JAPUNG) ini agar berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran. Dari
masing-masing aktor tersebut sudah berperan dengan baik, akan tetapi perlu
menjalin hubungan dan koordinasi yang lebih sering agar semakin mendukung
dan mendorong masyarakat untuk tumbuh dan semakin berkembang usahanya.
2. Faktor penghambat
Faktor penghambat dalam implementasi program kelompok budidaya ikan
jaring apung (POKDAKAN JAPUNG) adalah sumber daya manusia dari pihak
dinas yang masih kurang mendukung dan sumber daya manusia dari pihak
masyarakatnya yang juga masih sangat rendah sehingga berpengaruh terhadap
kualitas budidaya ikan. Selanjutnya yang menjadi faktor penghambat adalah iklim
atau cuaca yang ada disekitar sungai bengawan solo, yaitu hujan yang tidak
menentu dan banjir yang tiba-tiba. Hal ini menjadi hambatan yang cukup besar
bagi para pembudidaya ikan, oleh karena itu dibuatlah solusi untuk mengangkat
keramba jaring apung ke kolam terpal atau kolam permanen ketika musim hujan
dan banjir datang.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan didapatkan saran dalam penelitian sebagai
berikut:
1. Dari Dinas Peternakan dan Perikanan perlu untuk meningkatkan daya
tanggap (Responsiveness) terhadap kendala dan hambatan yang di alami
para pembudidaya ikan agar kerugian yang dialami tidak terlalu besar. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan komunikasi antar
masyarakat yakni para pembudidaya.
155
2. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur terpenting dalam
pelaksanaan program, oleh karena itu sangat penting untuk ditingkatkan
dan dioptimalkan lagi guna menunjang proses budidaya ikan keramba
jaring apung agar bisa berjalan lebih baik.
3. Meningkatkan lagi peran koordinasi dan komunikasi antar Dinas
Peternakan dan Perikanan denga masyarakat pembudidaya ikan dan pihak
yang terkait secara berkelanjutan agar bisa diketahui lebih lanjut masalah
dan hambatan yang muncul sehingga solusi yang ada bisa diberikan dengan
cepat.
4. Diperlukan pembinaan dan pendampingan yang lebih intensif lagi kepada
para pembudidaya ikan jaring apung agar keahlian yang didapatkan lebih
terasah dengan baik, dan harapannya bisa berpengaruh besar pada budidaya
ikan keramba jaring apung ini.
5. Dibutuhkan bantuan lebih lanjut antara lain sarana dan prasarana, finansial
secara bertahap untuk lebih menunjang para pembudidaya yang mengalami
kerugian, agar usaha budidaya ikan jaring apung bisa tetap berjalan pada
masing-masing kelompok.
6. Dibutuhkan Standar Operasiaonal Prosedur (SOP) untuk memanajemen
kegiatan implementasi program ini agar tetap sesuai dengan batasan-
batasan dan hasil yang ingin dicapai.
156
DAFTAR PUSTAKA
Addarma. 2015. Kerusakan Bengawan Solo Sudah Parah. Diakses pada Tanggal
25 November 2016 dari
http://beritajatim.com/politik_pemerintahan/248983/blh_bojonegoro_:_ker
usakan_bengawan_solo_sudah_parah.html
Achmady, et al,. 1994. Kebijakan Publik & Pembangunan. Malang: IKIP
MALANG
Adi, Isbandi Rukiminto. 2008. Intervensi Komunitas Pembangunan Masyarakat
Sebagi Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Agustine, dkk. 2014. Pengembangan Sektor Kelautan dan Perikanan untuk
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (Studi Kasus di Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi). Jurnal Administrasi Publik (JAP),
Vol.2, No.2. Hal. 276-280.
Agustino, Leo. 2016. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: ALFABETA, cv.
Akhmadz. 2012. Bab II Tinjauan Pustaka. Diakses pada tanggal 29 Desember
dari http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1750/BAB
II.docx?sequence=5.
Ardiyanti, Linda, et, al. 2015. Strategi Pemberdayaan Program Bordir Melalui
Kegiatan Ekonomi Kreatif (Studi Pada Asosiasi Pengusaha Bordir
Kelurahan Pogar Kecamatan Bangil dan Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Pasuruan). Jurnal Administrasi Publik (JAP),
Vol.3, No.5, Hal.733-738. Diakses pada Tanggal 20 Desember 2016 dari
http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view
/852/373
Azizah, nur. 2016. Aktualisasi dan Partisipasi Perempuan Dalam Usaha
Kesejahteraan Melalui Program Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
(PKK). Diakses pada Tanggal 22 dari
http://nurazizahaziz.web.unej.ac.id/2016/01/28/aktualisasi-dan-partisipasi-
perempuan-dalam-usaha-kesejahteraan-melalui-program-pembinaan-
kesejahteraan-keluarga-pkk/.
157
Booklet-Japund Sivonik. 2016. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bojonegoro
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro. 2016. Sivonik
(Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik) Disnakan Tahun 2016 Kreatif
Bersama Pokdakan Japung. Diakses pada Tanggal 25 November 2016 dari
http://disnakkan2.bojonegorokab.go.id/index.php/berita/baca/16.
Fernandez, Heru. 2014. Model Kebijakan Merilee S.Grindle. diakses pada tanggal
29 Desember 2016 dari http://www.slideshare.net/herufernandez3/model-
kebijakan-merille-sgrindle.
Hamdi, Muchlis. 2014. Kebijakan Publik: Proses, Analisis, dan Partisipasi.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis. 2009. Diakses pada tanggal
21 Desember 2016 dari
https://media.unpad.ac.id/thesis/170720/2009/170720090503_2_2827.pdf.
Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2016.
Kementrian PANRB Tetapkan Top 99 Inovasi pelayanan Publik 2016.
Diakses pada Tanggal 25 November 2016 dari
http://www.menpan.go.id/berita-terkini/4516-kementerian-panrb-tetapkan-
top-99-inovasi-pelayanan-publik-2016.
Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2016.Top
99 Inovasi PelayananPublik Indonesia 2016. Diakses pada tanggal 01
Desember 2016 dari
http://sinovik.menpan.go.id/uploads/unduhan/Buku_TOP_99_Dua_Bahasa
_2016.pdf.
Kurniawati, Dwi Pratiwi, et, al. 2013. Pemberdayaan Masyarakat Di Bidang
Usaha Ekonomi (Studi pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota
Mojokerto). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.1, No.4, Hal.9-14.
Diakses pada tanggal 03 Desember 2016 dari
http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view
/129.
Miles M.B, Huberman, A.M. & Saldana, J. 2014 “Qualitative Data Analysis:A
Methods Sourcebook Third Edition”.
158
Moleong, Lexi J.2014. Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung:PT Remaja
Rosdakarya.
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. 2017. Profil Daerah Kabupaten Bojonegoro.
Diakses pada tanggal 27 Maret 2017 dari www.bojonegorokab.go.id
Puji Lestari. 2015. Inovasi Pemerintah Daerah Melalui Surveilans Epidemiologi
Terpadu Berbasis Masyarakat (Sutera Emas). Skripsi. Malang. Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
Purwanto, erwan agus & Sulistyastuti, Dyah ratih. 2012. Implementasi Kebijakan
Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
Sondang P. Siagan, 1979. Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi dan
Strateginya. Jakarta: PT Gunung Agung.
Sondang P. Siagan. 1984. Proses Pengelolaan Pembangunan Nasional. Jakarta:
PT Gunung Agung.
Sugiana, Puji Meilita. 2012. Implementasi Kebijakan Penanggulangan
Kemiskinan Melalui Program Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Usaha
Bersama (KUBE) Di Jakarta Selatan. Tesis. Jakarta. Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik Program Studi Administrasi Kebijakan Publik Universitas
Indonesia. Diakses Pada Tanggal 21 Desember 2016 dari
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20317298-T31556
Implementasi%20kebijakan.pdf.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Cv Alfabeta.
Solichin Abdul. Wahab. 2014. ANALISIS KEBIJAKAN: Dari Formulasi ke
Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Solichin Abdul. Wahab. 2014. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang:
UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang
Suman, Agus, dan Yustika, Ahmad Erani. 1997. Perspektif Baru Pembangunan
Indonesia: Catatan Kritis Terhadap Isu-isu Aktual. Malang: PT Dinar
Wijaya-Brawijaya University Press.
159
Sumodiningrat, Gunawan. (1999). Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring
Pengamanan Sosial. Yogyakarta: Ghalia Indonesia.
Suryana, Siti Erna Latifa. 2009. Implementasi Kebijakan Tentang Pengujian
Kendaraan Bermotor di Kabupaten Aceh Tamiang. Tesis. Medan. Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Diakses pada tanggal 21
Desember 2016 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7146/1/09E01880.pdf.
Susilowati, Yuli. 2011. Implementasi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan Di Kelurahan Roa Malaka
Kecamatan Tambora Jakarta Barat. Skripsi. Depok. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.
Diakses Pada Tanggal 21 Desember 2016 dari
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20303735-S Yuli%20Susilowati.pdf
Syarief, Arwan. 2012. Analisis Implementasi Kebijakan Sekolah Bertaraf
Internasional Di SMP Negeri 5 dan SMP Negeri 3 Bandung. Tesis. Depok.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Diakses pada
tanggal 12 Januari 2017 dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20300415-
T30430 - Analisis implementasi.pdf
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1995. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta:
PT Pustaka LP3ES Indonesia.
Undang-Undang No.23 Tahun 204 tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Windiarti. 2015. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pada Kelompok
Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Mino Tirtorejo Di Desa Tunjungrejo
Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang. Ejournal.unesa.ac.id.
Wulandari. 2015. Budidaya Ikan di Waduk dengan Sistem Keramba Jaring Apung
(KJA) yang Berkelanjutan. Diakses pada tanggal 02 November 2016 dari
http://pusluh.kkp.go.id/arsip/c/1959/?category_id=2.