implications and competitiveness of regions on regional

14
Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171 Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081 158 Implications and Competitiveness of Regions on Regional Development of Central Java Daryono Soebagiyo Faculty of Economics and Business, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jalan A Yani Tromol pos 1 Pabelan Kartasura Surakarta Jawa Tengah 57102 Indonesia Telephone +62-271-717417. e-mail: [email protected] Abstract Regional Competitiveness be one of the issues in regional development policy since the enactment of regional autonomy. Based on the results of the efficiency analysis found 11 areas of the city and district have the efficiency and 4 districts do not have the efficiency. Regional Competitiveness in Central Java based Comparative Advantage and Competitive known regions that have a high comparative and competitive advantages consist of 4 areas. Regional Mapping Based on Efficiency and Productivity Local known areas that have high efficiency and productivity which consists of 4 areas. Based Competitive Advantage Regional Productivity is high and not found. Under the Regional Competitiveness and Regional Productivity high was not found. Based on Comparative Advantage and Regional Development area there are 4 high. Based Competitive Advantage and Regional Development of high there are 2 areas. Based on Regional Productivity and Regional Development of high there are 2 counties and cities Keywords: competitiveness, productivity, competitive advantage, comparative advantage JEL Classification: O18, R58 Implikasi dan Daya Saing Daerah Terhadap Pembangunan Wilayah Jawa Tengah Abstrak Daya saing daerah menjadi salah satu isu dalam pembangunan daerah semenjak berlakunya kebijakan otonomi daerah. Berdasarkan hasil analisis efisiensi ditemukan 11 daerah kota dan kebupaten mempunyai efisiensi dan 4 kabupaten tidak memiliki efisiensi. Daya Saing Daerah di Jawa Tengah berdasarkan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif diketahui daerah yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif tinggi terdiri dari 4 daerah. Pemetaan Daerah Berdasarkan Efisiensi dan Produktivitas Daerah diketahui daerah yang mempunyai tingkat efisiensi dan produktivitasnya tinggi yang terdiri dari 4 daerah. Berdasarkan Keunggulan Kompetitif dan Produktivitas Daerah yang tinggi tidak ditemukan. Berdasarkan Daya Saing Daerah dan Produktivitas Daerah yang tinggi tidak ditemukan. Berdasarkan Keunggulan Komparatif dan Pembangunan Wilayah yang tinggi terdapat 4 daerah. Berdasarkan Keunggulan Kompetitif dan Pembangunan Wilayah yang tinggi ada 2 daerah. Berdasarkan Produktivitas Daerah dan Pembangunan Wilayah yang tinggi ada 2 kabupaten dan kota. Kata kunci: daya saing, produktivitas, keunggulan kompetitif, keunggulan komparatif Klasifikasi JEL: O18, R58 1. Pendahuluan 1.1. Perspektif Ekonomi Regional tentang Daya Saing Daerah dan Implikasinya Setiap kebijakan pembangunan daerah senan- tiasa ditujukan pada peningkatan daya saing daerah yang dilakukan pada berbagai ting- katan pemerintahan. Daerah-daerah yang mempunyai sumber daya alam bawaan (re- sources endowment) yang berlimpah, mempu-

Upload: others

Post on 01-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081158

Implications and Competitiveness of Regions on RegionalDevelopment of Central Java

Daryono SoebagiyoFaculty of Economics and Business, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jalan A Yani Tromol pos 1 Pabelan Kartasura Surakarta Jawa Tengah 57102 IndonesiaTelephone +62-271-717417. e-mail: [email protected]

AbstractRegional Competitiveness be one of the issues in regional development policy since the enactment ofregional autonomy. Based on the results of the efficiency analysis found 11 areas of the city anddistrict have the efficiency and 4 districts do not have the efficiency. Regional Competitiveness inCentral Java based Comparative Advantage and Competitive known regions that have a highcomparative and competitive advantages consist of 4 areas. Regional Mapping Based on Efficiencyand Productivity Local known areas that have high efficiency and productivity which consists of 4areas. Based Competitive Advantage Regional Productivity is high and not found. Under theRegional Competitiveness and Regional Productivity high was not found. Based on ComparativeAdvantage and Regional Development area there are 4 high. Based Competitive Advantage andRegional Development of high there are 2 areas. Based on Regional Productivity and RegionalDevelopment of high there are 2 counties and citiesKeywords: competitiveness, productivity, competitive advantage, comparative advantageJEL Classification: O18, R58

Implikasi dan Daya Saing Daerah Terhadap PembangunanWilayah Jawa Tengah

AbstrakDaya saing daerah menjadi salah satu isu dalam pembangunan daerah semenjak berlakunyakebijakan otonomi daerah. Berdasarkan hasil analisis efisiensi ditemukan 11 daerah kota dankebupaten mempunyai efisiensi dan 4 kabupaten tidak memiliki efisiensi. Daya Saing Daerah diJawa Tengah berdasarkan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif diketahui daerah yangmempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif tinggi terdiri dari 4 daerah. Pemetaan DaerahBerdasarkan Efisiensi dan Produktivitas Daerah diketahui daerah yang mempunyai tingkatefisiensi dan produktivitasnya tinggi yang terdiri dari 4 daerah. Berdasarkan KeunggulanKompetitif dan Produktivitas Daerah yang tinggi tidak ditemukan. Berdasarkan Daya SaingDaerah dan Produktivitas Daerah yang tinggi tidak ditemukan. Berdasarkan KeunggulanKomparatif dan Pembangunan Wilayah yang tinggi terdapat 4 daerah. Berdasarkan KeunggulanKompetitif dan Pembangunan Wilayah yang tinggi ada 2 daerah. Berdasarkan ProduktivitasDaerah dan Pembangunan Wilayah yang tinggi ada 2 kabupaten dan kota.Kata kunci: daya saing, produktivitas, keunggulan kompetitif, keunggulan komparatifKlasifikasi JEL: O18, R58

1. Pendahuluan

1.1. Perspektif Ekonomi Regional tentangDaya Saing Daerah dan Implikasinya

Setiap kebijakan pembangunan daerah senan-

tiasa ditujukan pada peningkatan daya saingdaerah yang dilakukan pada berbagai ting-katan pemerintahan. Daerah-daerah yangmempunyai sumber daya alam bawaan (re-sources endowment) yang berlimpah, mempu-

Page 2: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081 159

nyai kecenderungan menggunakan teorikeunggulan komparatif mengikuti pendekatanRicardian (1817), yang mendorong terjadinyaspesialisasi daerah dalam memproduksibarang dan jasa yang memiliki produktivitasdan efisiensi tinggi (Tsoulfidis, 2010). Teoripertumbuhan neo-klasik menekankan padapentingnya keunggulan komparatif, di manaperbedaan secara regional dalam produktivitassehubungan dengan berbedanya faktor-faktoranugerah bawaan (endowment), dan khusus-nya perbedaan dalam hal kapital, tenaga kerjadan teknologi. Dalam konsep keunggulankomparatif, keadaan ini mencerminkan adanyaperbedaan dalam faktor-faktor anugerah(endowments), seperti tanah, tenaga kerja,sumber daya alam dan kapital. Keunggulankomparatif menyebabkan wilayah-wilayahkaya melakukan spesialisasi dalam industri-industri dengan menggunakan teknologi baruyang dioperasikan tenaga kerja terlatih,sedangkan wilayah-wilayah terbelakang mela-kukan spesialisasi dalam industri denganmenggunakan teknologi tradisional yangdikerjakan tenaga kerja tidak terdidik. Hal inimenunjukkan adanya perbedaan dalammenentukan spesialisasi industri antarwilayahberdasarkan penguasaan teknologi dan kuali-tas tenaga kerja. Menurut teori Ricardianklasik tentang keunggulan komparatif, produk-tivitas tenaga kerja relatif menentukan pola-pola perdagangan (Golub dan Hsieh, 2000).

Sementara daerah-daerah yang mempu-nyai sumberdaya alam terbatas cenderungmenggunakan pendekatan keunggulan kompe-titif mengikuti model yang dikembangkan olehPorter (2009), selebihnya dia berpendapat bah-wa pada hakekatnya kemampuan daya saingsuatu negara adalah produktivitas, di manaproduktivitas menjadi penentu utama standarhidup suatu negara dalam jangka panjang.Salah satu unsur penting yang mendukungproduktivitas perusahaan menurut Porteradalah lokasi geografis, di mana terdapatkonsentrasi geografis yang memberikan aksesterhadap input faktor-faktor yang dianggapkhusus sehingga mampu memberikan kinerjatinggi hingga mendorong perusahaan-perusa-haan membentuk klaster.

PPSK Bank Indonesia dan LP3E Unpad(2008) telah melakukan kajian pengukuranindeks daya saing daerah terhadap 434kabupaten/kota di Indonesia dengan menggu-

nakan kerangka piramida, yang terdiri dariinteraksi antara faktor input-output-outcome.Hasil pemetaan tersebut telah menghasilkanposisi dan peringkat daya saing dari masing-masing kabupaten/kota. Sementara itu, neracadaya saing daerah menggambarkan faktor-faktor yang menjadi keunggulan dan keterba-tasan daya saing masing-masing daerah dalamrangka meningkatkan daya saing daerahnya.

Hasil pemetaan daya saing daerah secarakeseluruhan menunjukkan bahwa daerah yangmemiliki daya saing yang tinggi secara umumdidominasi oleh Kabupaten/Kota yang memi-liki basis ekonomi yang bersumber pada keka-yaan sumber daya alam dan/atau daerah-dae-rah yang memiliki aktivitas ekonomi berbasissektor industri dan sektor jasa. Sedangkandaerah kabupaten/kota yang memiliki dayasaing daerah terendah, umumnya daerahdengan basis ekonomi bersandar pada sektorprimer, khususnya pertanian.

Kondisi daya saing daerah di JawaTengah berdasarkan hasil pemetaan dayasaing kabupaten/kota di Indonesia menunjuk-kan adanya perbedaan daya saing antar-daerah. Kawasan perkotaan yang memilikisumber daya alam terbatas namun sektorindustri dan sektor jasa berkembang denganbaik, mempunyai tingkat daya saing yang baiksekali seperti Kota Surakarta, Kota Semarang,Kota Purwokerto, Kota Salatiga, Kota Mage-lang (Soebagiyo, 2013). Tingginya daya saingKota Surakarta dibandingkan Kota KabupatenSukoharjo dan Kota Kabupaten Klaten bisajadi karena Kota Surakarta bersifat urbansebagai wilayah inti (core region), sedangkanKota Kabupaten Sukoharjo dan Klaten yangberada di peripheri Kota Surakarta merupakansemiurban.

2. Metode Penelitian

2.1. Kerangka Model Penelitian

Penelitian ini menganalisis daya saing daerahdengan menguji hubungan pengaruh antarakeunggulan komparatif, keunggulan kompeti-tif, produktivitas daerah, dan pembangunanwilayah. rancangan penelitian ini mengguna-kan pendekatan positivisme dengan melaku-kan eksplorasi berdasarkan fakta-fakta empi-

Page 3: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081160

ris yang terdapat di wilayah penelitian dandianalisis dengan pendekatan kuantitatif.2.2. Lokasi dan Obyek Penelitian

Lokasi dan obyek penelitian ini mengambilstudi kasus pengamatan di wilayah JawaTengah, yang meliputi 15 daerah kabupaten/kota. Wilayah Jawa Tengah ditetapkan menja-di obyek penelitian didasarkan pada pertim-bangan sebagai satu entitas regional yangmempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi dandaya saing wilayah yang relatif tinggi, meski-pun terdapat kesenjangan daya saingantardaerah yang besar.

2.3. Variabel penelitian dan definisi ope-rasional

Variabel yang diteliti merupakan variabellaten yang terdiri dari variabel keunggulankomparatif (X1), variabel keunggulan kompe-titif (X2), variabel produktivitas daerah (Y1),dan variabel pembangunan wilayah (Y2).Masing-masing variabel laten, dijabarkan kedalam indikator-indikator yang lebih operasio-nal untuk pengukurannya. Penjabaran masing-masing variabel laten tersebut adalah:(a) Variabel keunggulan komparatif (X1),dijabarkan dan diukur dalam beberapa indi-kator, yaitu:X1.1 LQ sektor primer yaitu jumlah tenagakerja di sektor primer (ekstraktif) dibagi tena-ga kerja total sektor di Kabupaten/Kota diban-dingkan jumlah tenaga kerja di sektor primer(ekstraktif) dibagi tenaga kerja total sektor diwilayah provinsi.X1.2 LQ sektor sekunder yaitu jumlahtenaga kerja di sektor sekunder (manufaktur)dibagi tenaga kerja total sektor di kabupa-ten/kota dibandingkan jumlah tenaga kerja disektor sekunder (manufaktur) dibagi tenagakerja total sektor di wilayah provinsi.X1.3 LQ sektor tersier yaitu jumlah tenagakerja di sektor tersier (perdagangan dan jasa)dibagi tenaga kerja total sektor di kabupaten/kota dibandingkan jumlah tenaga kerja disektor tersier (perdagangan dan jasa) dibagitenaga kerja total sektor di wilayah provinsi.X1.4 indeks spesialisasi regional yaituuntuk melihat tinggi rendahnya tingkat spe-sialisasi suatu daerah terhadap daerah lainnyaberdasarkan nilai PDRB sektor tertentu dan

total PDRB.X1.5 kepadatan penduduk yaitu jumlahpenduduk dibagi luas wilayah.X1.6 jumlah angkatan kerja yaitu jumlahpenduduk dalam usia kerja baik yang bekerjamaupun sedang mencari kerja.X1.7 persentase penduduk dengan pendidik-an terendah tamat SMA sederajat yaitu jumlahpenduduk dengan pendidikan terendah tamatSMA sederajat dibagi total penduduk.

(b) Variabel keunggulan kompetitif (X2),dijabarkan dan diukur dalam beberapa indika-tor, yaitu:X2.1 tingkat aglomerasi diukur mengguna-kan indeks Hirschman-HerfindahlX2.2 investasi publik yaitu jumlah belanjapelayanan publik per kapita,X2.3 government size yaitu total pengeluaranpemerintah daerah dibagi nilai PDRB,X2.4 persentase penduduk yang tamatpendidikan di Perguruan Tinggi yaitujumlah penduduk lulusan perguruan tinggidibagi total penduduk,X2.5 rasio pelayanan jaringan jalan yaitupanjang jalan dibagi jumlah penduduk,X2.6 kualitas pelayanan jaringan jalanyaitu persentase panjang jalan dengan kondisibaik,

(c) Variabel produktivitas daerah (Y1),memiliki beberapa indikator, yaitu:Y1.1 produktivitas sektor primer (eks-traktif) yaitu nilai PDRB sektor primer(ekstraktif) dibagi tenaga kerja di sektorprimer (ekstraktif).Y1.2 produktivitas sektor sekunder(manufaktur) yaitu nilai PDRB sektor sekun-der (manufaktur) dibagi tenaga kerja di sektorsekunder (manufaktur).Y1.3 produktivitas sektor tersier (perda-gangan dan jasa) yaitu nilai PDRB sektortersier (perdagangan dan jasa) dibagi tenagakerja di sektor tersier (perdagangan dan jasa),Y1.4 produktivitas tenaga kerja yaitu nilaiPDRB dibagi total tenaga kerja,

(d) Variabel pembangunan wilayah (Y2),memiliki beberapa indikator:Y2.1 pertumbuhan ekonomi, yaitu besarnyapertumbuhan ekonomi pada masing-masingdaerah

Page 4: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081 161

Y2.2 pendapatan per kapita yaitu nilaiPDRB dibagi jumlah penduduk,Y2.3 indeks pembangunan manusia yaitupengukuran perbandingan dari harapan hidup,melek huruf, pendidikan dan standar hidup disetiap kabupaten/ kota.Y2.4 tingkat kemiskinan yaitu jumlahpenduduk miskin dibagi jumlah penduduk,Y2.5 angka harapan hidup (AHH) yaiturata-rata tahun hidup yang masih akandijalani oleh seseorang yang telah berhasilmencapai umur x, pada suatu tahun tertentu.Y2.6 tingkat pengangguran yaitu jumlahpenduduk yang tidak bekerja atau sedangmencari kerja dibagi jumlah penduduk.

Tehnik Pengukuran Variabel. Setiapvariabel penelitian dijabarkan ke dalamindikator-indikator tertentu yang dalam pene-litian ini diukur menggunakan skala ordinalatau rasio, dan setiap indikator juga ter-kandung data-data dan informasi yang meng-gunakan besaran skala ordinal atau rasio.Dalam penyajian data dan analisis datadisesuaikan dengan skala pengukuran terse-but. Setiap data asli yang terdapat padamasing-masing indikator mempunyai ukuran/satuan yang berbeda-beda, sehingga data-dataasli perlu dilakukan standarisasi.

Pengumpulan Data. Dalam penelitianini lebih ditekankan pada penggunaan datasekunder, sedangkan data primer bersifatmelengkapi data sekunder. Data sekunderyang dikumpulkan adalah data panel yanginformasinya mencakup 15 Kabupaten/Kota diJawa Tengah selama periode tahun 2006sampai dengan 2010. Pemilihan rentang waktutersebut adalah dalam kerangka pelaksanaanotonomi daerah.

Teknik Analisis Data. Setelah tahapanpengumpulan data, dilanjutkan dengan mela-kukan analisis data. Sekumpulan data yangada dianalisis menggunakan metode analisisstatistik deskriptif dan metode analisisstatistik inferensial.

2.4. Metode Analisis

(a) Data Envelopment Analysis (DEA).DEA adalah metode untuk mengukur efisiensirelatif dari sekelompok unit operasi (DMU) dimana nilai-nilai variabel tidak diketahui

(Emrouznejad, et al. 2008). DEA dapat diguna-kan untuk mengukur efisiensi pada suatuperusahaan atau sector public. Metode ini jugamengakomodasi multiple input dan output,serta dapat mencakup juga variabel lingkung-an eksogen tertentu (Ray, 2004). Metode inimenggunakan pemrograman linier (LP) seba-gai teknik nonparametrik, sehingga asumsimengenai ketentuan dalam statistik berkaitansifat variabelnya tidak diperlukan.

(b) Metode Analisis Kuadran. Metodeanalisis kuadran digunakan untuk memetakankeunggulan dan kelemahan suatu daerahsecara relatif terhadap daerah lainnya. Duavariabel dengan besaran nilai atributnyamasing-masing diperbandingkan menurutskala garis horisontal dan vertikal. Ada empatkuadran yang terbentuk dari hasil analisis iniyang akan menunjukkan posisi dan kekuatan/kelemahan setiap daerah yang dinilai. Analisiskuadran mampu mendeskripsikan dan menun-jukkan adanya variasi dari variabel-variabelyang sedang dibahas.

Tujuan Penelitian. Penelitian ini ber-tujuan untuk mengkaji hubungan daya saingdaerah dan produktivitas daerah di JawaTengah sebagai akibat adanya kompetisi antardaerah, dan pengaruh secara spasial. Secarakhusus penelitian mempunyai tujuan: (a)Mengestimasi keterkaitan efisiensi input danoutput sebagai daya saing, (b) Mengelom-pokkan daerah berdasarkan kemampuan dayasaing yang dimiliki implikasinya bagi pemba-ngunan wilayah.

3. Hasil dan Pembahasan3.1. Hasil Pengukuran Efisiensi dengan

Metoda DEA

Pengukuran lima belas Kabupaten/kota diJawa Tengah dengan menggunakan metodeDEA (Data Envelopment Analysis) menunjuk-kan ada 11 Kabupaten/Kota atau 73,33 persendaerah yang masuk dalam kategori efisien,yaitu Kabupaten Boyolali, KabupatenKaranganyar, Kabupaten Kendal, KotaSemarang, Kota Magelang, Kota Pekalongan,Kabupaten Purworejo, Kota Salatiga, Kabu-paten Sukoharjo, Kota Surakarta, dan Kabupa-ten Wonogiri. sedangkan 4 daerah Kabupaten/

Page 5: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081162

Kota lainnya atau 26,66 persen daerah ter-masuk dalam kategori tidak efisien (lihatGambar 6.). Tingginya tingkat efisiensi Kota/kabuapten dipengaruhi oleh tingginya capaianindikator output, yaitu besarnya pertumbuhanekonomi PDRB per kapita yang tidak dapatdipisahkan dari tingginya kontribusi sektorpertanian yang dominan menjadi sektorunggulan di masing-masing daerah, namunselain itu juga tidak lepas dari kontribusisektor lain-lainnya.

Daerah yang mempunyai tingkat efisiensiyang mencapai angka 1 adalah KabupatenBoyolali, Kabupaten Karanganyar, Kota Ken-dal, Kota Semarang, Kota Magelang, KotaPekalongan, Kabupaten Purworejo, Kota Sala-tiga, Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta,dan Kabupaten Wonogiri. Di antara 11 daerahyang mempunyai tingkat efisiensi tinggi, ada 5daerah yang berstatus Kota dan hanya 6daerah yang berstatus Kabupaten. Adapundaerah yang tidak efisien yang berjumlah 4daerah semuanya berstatus kabupaten. Hal inimenunjukkan adanya indikasi bahwa daerahkota cenderung lebih efisien dibandingkandaerah kabupaten dalam memanfaatkan inputyang ada untuk meningkatkan pertumbuhanekonomi dan PDRB per kapita.

Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolalidan Klaten merupakan tiga daerah yang saling

berbatasan dan bertetangga, namun hasilperhitungan tingkat efisiensinya sangatberbeda jauh, di mana Kabupaten Sukoharjodan Kabupaten Boyolali memiliki tingkatefisisensi 1 (satu) dan menjadi Benchmarksoleh kabupaten lainnnya, tetapi kabupatenKlaten malah menjadi salah satu darikabupaten/kota yang tidak efisien. Sementaraitu, kota-kota besar seperti Kota Surakartadan kota Semarang menunjukan tingkatefisien 1 (satu) namun dari sisi efisiensi tidakbanyak memberikan kontribusi (benchmarks)terhadap daerah/Kabupaten lainnya samahalnya dengan kota lainnya yang relatif lebihkecil seperti Kota Pekalongan dan KotaSalatiga yang menunjukkan tingkat efisiensi 1(satu) namun juga tidak berkontribusi (bench-marks) ke daerah lainnya bahkan daerahtetangganya. Sedang Kota Magelang yangefisien tidak berkontribusi sama sekali terha-dap kota/ daerah lainnya. Tidak sama dengandaerah berstatus kabupaten yang memilikiefisiensi dominan memberikan kontribusikepada daerah lainnya, meski begitu tetap adadaerah kabupaten yang efisien namun tidakberkontribusi sama sekali seperti kabupatenWonogiri. Hasil estimasi tingkat efisiensi antar15 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengahsebagaimana terdapat pada gambar 6 dangambar 7.

Sumber: Hasil Perhitungan DEA, 2014Gambar 6. Hasil Pengukuran Efisiensi 15 Kabupaten atau Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010

Page 6: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081 163

Secara umum beberapa daerah yangmempunyai tingkat efisiensi dapat menjadipatokan (benchmarks) bagi daerah-daerahyang belum efisien sebagaimana pada tabel 1.Daerah yang mempunyai tingkat efisiensi yangmenjadi patokan (benchmarks) adalah Kabu-paten Boyolali untuk 2 daerah, KabupatenKaranganyar untuk 1 daerah, dan KabupatenKendal untuk 1 daerah. Kota Semarang untuk1 daerah, Kota Pekalongan untuk 1 daerah,Kabupaten Purworejo untuk 2 daerah, KotaSalatiga untuk 1 daerah, Kabupaten Sukoharjountuk 4 daerah dan Kota Surakarta untuk 1daerah.

Sementara itu, tidak semua daerah yangmempunyai tingkat efisiensi menjadi patokan(benchmarks) bagi daerah lainnya yang belumefisien. Hanya Kota Magelang dan KabupatenWonogiri yang tidak menjadi patokan (bench-marks) bagi daerah-daerah lainnya. MeskipunKota Magelang dan Kabupaten Wonogirimempunyai tingkat efisiensi. Kota Magelangdan Kabupaten Wonogiri termasuk kategoridaerah yang efisien karena capaian indikatoroutputnya dilihat dari pertumbuhan ekonomidaerahnya relatif tinggi. Namun jika diban-dingkan dengan daerah-daerah lainnya yangjuga termasuk kategori efisien, maka kedu-

Sumber: Hasil perhitungan DEA , 2014 (diolah)Gambar 7. Hasil Pengukuran Efisiensi 15 Kabupaten atau Kota di Jawa Tengah Tahun 2006-2010Berdasarkan Peta Daerah

Tabel 1. Penentuan DMU Berdasarkan Tingkat Efisiensi dan Benchmarks

No. DMU Tingkatefisiensi Jumlah Benchmarks

1 Kab. Boyolali 1 2 Kebumen, Klaten2 Kab. Karanganyar 1 1 Semarang3 Kab. Kendal 1 1 Klaten4 Kota Semarang 1 1 Semarang5 Kota Magelang 1 0 -6 Kota Pekalongan 1 1 Semarang7 Kab. Purworejo 1 2 Kebumen, Sragen8 Kota Salatiga 1 1 Sragen9 Kab. Sukoharjo 1 4 Kebumen, Klaten, Semarang, Sragen10 Kota Surakarta 1 1 Semarang11 Kab. Wonogiri 1 0 -

Sumber: Hasil Perhitungan DEA, 2011

Page 7: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081164

dukan kedua daerah tersebut dalam capaianpertumbuhan ekonomi daerah masih relatiflebih rendah dibandingkan daerah lainnyaseperti Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Boyo-lali, dan Kabupaen Purworejo, yang menjadipatokan (benchmarks) bagi daerah-daerah lain-nya dalam hal pertumbuhan ekonomi.

3.2. Analisis Kuadran Model Daya SaingDaerah

Konsep daya saing daerah direpresentasikanmelalui keunggulan komparatif dan keunggul-an kompetitif yang terdapat pada masing-masing daerah. Ada tujuh indikator yangdiestimasi mempunyai keterkaitan denganpembentukan variabel keunggulan komparatif.Sementara itu, ada enam indikator yangdiestimasi terkait dengan variabel keunggulankompetitif. Daya saing daerah ditentukan olehkemampuan suatu daerah dalam memanfaat-kan keunggulan komparatif yang ada didaerahnya dengan senantiasa meningkatkankeunggulan kompetitifnya. Hal ini menunjuk-kan bahwa daya saing daerah tidak hanyaditentukan oleh keunggulan komparatifnya,melainkan juga terkait dengan upaya daerahdalam mengembangkan keunggulan kompeti-tifnya.

Peranan sektor primer menjadi salah satupenentu keunggulan komparatif di daerah,yang dapat dilihat dari besarnya nilai LQsektor primer. Daerah yang mempunyai keung-gulan komparatif rendah adalah Surakarta,Salatiga, Pekalongan, Wonogiri, Karanganyar,Sragen, Boyolali, Magelang, dan Purworejo.Sedangkan hasil analisis spesialisasi sektorprimer tertinggi terdapat di kota Surakarta,kota Salatiga, Pekalongan, dan Kota Magelang,namun keempat daerah ini mempunyai keung-gulan komparatif yang rendah. Sementara itu,spesialisasi di sektor sekunder, dua tertinggiterdapat di Kota Salatiga dan Kota Magelang,adapun spesialisasi di sektor tersier terdapatdi kota Salatiga, kota Pekalongan, KabupatenWonogiri, dan Kota Magelang, dan mempunyaikeunggulan komparatif yang tinggi (kecualiKabupaten Wonogiri). Adanya perbedaan pro-duktivitas relatif secara sektoral, menyebab-kan spesialisasi di sektor sekunder dan tersiermempunyai keunggulan komparatif yang lebih

tinggi dibandingkan spesialisasi di sektorprimer.

Indikator kepadatan penduduk memberi-kan indikasi adanya konsentrasi penduduk disuatu daerah. Sehingga kekuatan daya saingdaerah juga mempunyai keterkaitan dengandaerah perkotaan yang pada umumnya berke-padatan penduduk tinggi, sebagaimana dengankota Surakarta, kota Salatiga, kota Pekalong-an, dan kota Magelang yang kepadatan pendu-duknya tinggi termasuk dalam kelompok kotayang berdaya saing tinggi.

Keunggulan komparatif juga mempunyaika itan ketersediaan sumber daya manusiayang memadai, setidaknya lulus pendidikanSMA sederajat. Kondisi ketenagakerjaandilihat dari ketersediaan dan kualitas tenagakerja daerah kabupaten lebih tinggi sepertikabupaten Semarang, kabupaten Kendal, danKabupaten Purworejo, sedang daerah kotahanya 1 yaitu kota Semarang yang keterse-diaan dan kualitas tenaga kerjanya lebih baikdibandingkan daerah kabupaten, mempunyaidaya saing daerah yang tinggi.

Setiap daerah lima belas kabupaten/kotadi Jawa Tengah masing-masing mempunyaikeunggulan komparatif yang berbeda-beda.Estimasi keunggulan komparatif antar daerahdapat dipetakan berdasarkan indikator-indikator yang mempunyai keterkaitan dengankeunggulan komparatif. Daerah yang mempu-nyai keunggulan komparatif tinggi, yaituterdiri dari Kota Semarang, Kota Salatiga,kota Pekalongan, dan kota Magelang, sertaKabupaten Klaten dan kabupaten Kebumen.

Selain adanya keunggulan komparatif,suatu daerah harus mengembangkan keung-gulan kompetitifnya agar memiliki daya saingdaerah yang kuat. Beberapa indikator yangmenunjukkan keunggulan kompetitif diantaranya adalah penduduk lulusan pergu-ruan tinggi, investasi publik, dan kualitasjaringan jalan. Penduduk lulusan perguruantinggi umumnya terkonsentrasi di daerahperkotaan, namun tidak untuk jawa tengahyang mana lulusan perguruan tinggi tersebarmerata, seperti Kota Magelang, kabupatenSemarang, dan Kabupaten Purworejo.

Investasi publik merupakan salah satuindikator yang menentukan keunggulankompetitif. Investasi publik umumnya diarah-

Page 8: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081 165

kan untuk pengembangan sumber daya manu-sia, infrastruktur, dan tata kelola ekonomidaerah. Kualitas layanan infrastruktur, khu-susnya jaringan jalan menjadi bagian darikeunggulan kompetitif. Daerah yang mempu-nyai kualitas jaringan jalan baik seperti KotaSurakarta, Kota Semarang, kabupaten Wono-giri, dan Sragen mempunyai keunggulankompetitif yang tinggi pula.

Konsentrasi kegiatan secara geografismerupakan salah satu faktor yang menentu-kan daya saing perusahaan maupun daerah.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaaglomerasi kegiatan merupakan salah satupenentu keunggulan kompetitif yang ditunjuk-kan dari keunggulan kota Surakarta, kotaSemarang, kabupaten Sukoharjo, kabupatenKaranganyar, kabupaten Klaten, kabupatenSemarang, dan kabupaten Kendal yangmempunyai nilai indeks aglomerasi tinggi diJawa Tengah.

Pengelompokan daya saing daerah berda-sarkan keunggulan komparatif dan kompetitifdapat dibagi ke dalam empat kuadran, yaitu:(1) Daerah pada kuadran I mempunyaikeunggulan komparatif dan kompetitif tinggiterdiri dari 4 daerah yaitu kabupaten Sema-rang, kabupaten Klaten, kabupaten Semarang,dan kabupaten Kebumen(2) Daerah pada kuadran II mempunyaikeunggulan komparatifnya tinggi tetapi keung-gulan kompetitifnya rendah, seperti Kabupa-ten Sukoharjo dan kabupaten Kendal.(3) Daerah pada kuadran III mempunyaikeunggulan komparatif dan kompetitif rendahterdiri dari 5 daerah yaitu kota Surakarta,kota Salatiga, kota Pekalongan, kota Mage-lang, dan kabupaten Purworejo(4) Daerah pada kuadran IV mempunyaikeunggulan komparatifnya rendah tetapikeunggulan kompetitifnya tinggi, sepertiKabupaten Wonogiri, kabupaten Karanganyar,kabupaten Sragen, dan kabupaten Boyolali

Daya saing daerah yang dibentuk olehtingginya keunggulan komparatif dan kompe-titif masih didominasi oleh 4 daerah kabupa-ten/kota. Pada daerah ini peran sektor primersebagai keunggulan komparatif sudah mulaiberkurang digantikan oleh sektor sekunderdan tersier. Oleh sebab itu, keunggulan dalamsumber daya manusia dan sumber daya buatan

yang ada dikembangkan dengan tujuan untukmencapai keunggulan kompetitif. Dukunganinvestasi publik dan kualitas layanan infra-struktur mendorong kemampuan daya saingdaerah menjadi lebih tinggi. Tentunya kondisiini sangat menguntungkan bagi daerah-daerahyang mempunyai indeks aglomerasi tinggi,seperti Kota Surakarta, kota Semarang, kabu-paten Sukoharjo, kabupaten Karanganyar,kabupaten Klaten, kabupaten Semarang, dankabupaten Kendal.

Hasil analisis kuadran menunjukkanhanya Kabupaten Semarang yang berdekatandengan Kota Semarang, Sukoharjo, dan Kendalyang mempunyai daya saing daerah tinggi,sedangkan kabupaten lainnya yang berdekatandengan Kota ternyata tidak menunjukkandaya saing daerah tinggi, seperti: KabupatenBoyolali yang berdekatan dengan KotaSalatiga.

Hasil pemetaan daya saing daerah menun-jukkan bahwa 6 daerah kabupaten/kota atau33,33% dari 15 kabupaten/kota di Jawa Tengahmasih berada pada kuadran III, yaitu mempu-nyai keunggulan komparatif dan kompetitifyang relatif rendah. Untuk meningkatkan dayasaing daerah harus dilakukan dengan mendo-rong tumbuhnya keunggulan kompetitif padadaerah-daerah yang bersangkutan. Nilaitambah yang dihasilkan oleh keunggulankomparatif tidak akan berpengaruh pentingterhadap daya saing daerah tanpa didukungdengan peningkatan keunggulan kompetitif.

Kabupaten Sukoharjo dan kabupatenKendal merupakan daerah yang berada dikuadran II, di mana keunggulan komparatif-nya baik tetapi kurang didukung oleh keung-gulan kompetitif yang baik. Ada empat indi-kator yang menunjukkan kinerja keunggulankompetitif Kabupaten Sukoharjo masih dibawah rata-rata, yaitu investasi publik,government size, persentase penduduk yangtamat perguruan tinggi, dan kualitas jaringanjalan. Rendahnya investasi publik berdampakpada kemampuan untuk meningkatkan kuali-tas jaringan jalan. Kegiatan ekonomi yangtidak terkonsentrasi secara geografis jugamenyebabkan investasi publik menjadi lebihmahal. Untuk meningkatkan daya saing dae-rah masih harus didorong kemampuan keung-gulan kompetitif melalui peningkatan investasi

Page 9: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081166

publik, kualitas sumber daya manusia, danlayanan infrastruktur. Kabupaten Sukoharjodan kabupaten Kendal seharusnya lebih fokusdi dalam mengembangkan keunggulan kompe-titifnya.

Pada kuadran IV terdapat kabupatenWonogiri, kabupaten Karanganyar, kabupatenSragen, dan kabupaten Boyolali, keunggulankomparatifnya rendah tetapi keunggulan kom-petitifnya tinggi. Kabupaten Wonogiri, kabu-paten Karanganyar, kabupaten Sragen, danmempunyai keterbatasan dalam mengem-bangkan keunggulan komparatifnya yangbertumpu pada sektor primer. Sehingga sektorprimer yang berkembang hanya bersifatsubsisten dan kurang didukung oleh pengem-bangan sektor tersier.3.3. Keterkaitan Efisiensi, Produktivitas,

dan Daya Saing Daerah

Produktivitas seringkali dikaitkan denganefisiensi, di mana daerah kabupaten/ kota yangproduktif adalah daerah yang mampu menge-lola sumber daya daerahnya secara efisien.Untuk mengukur tingkat produktivitas daerahdapat dilakukan dengan menilai produktivitassektoral dan produktivitas tenaga kerja.

Setiap daerah kabupaten/kota mempunyaikondisi yang berbeda-beda. Kondisi ini membe-rikan implikasi terhadap perbedaan efisiensidan produktivitas antardaerah, sebagaimanaterdapat dalam hasil pembahasan sebelumnya.Daerah-daerah yang efisien mempunyai kecen-derungan tingkat produktivitas daerahnyajuga tinggi. Sebaliknya, daerah-daerah yangtidak efisien mempunyai tingkat produktivitasdaerah yang rendah. Namun juga ada daerahyang efiesien namun tingkat produktifitasdaerahnya rendah. Untuk melihat posisimasing-masing daerah kabupaten/kota dalamkonteks efisiensi dan produktivitas, makadilakukan pemetaan daerah berdasarkananalisis kuadran yang didapatkan hasilsebagai berikut:(1) Daerah pada kuadran I termasuk dalamkategori efisiensi dan produktivitasnya tinggiyang terdiri dari 4 daerah, yaitu: Kota Sura-karta, kota Salatiga, kota Pekalongan, dankota Magelang(2) Daerah pada kuadran II termasuk dalamkategori efisiensinya tinggi tetapi produkti-

vitasnya rendah terdiri dari 7 daerah, yaituKota Semarang, Kota Wonogiri, kabupatenSukoharjo, kabupaten Karanganyar, kabupa-ten Boyolali, kabupaten Kendal dan KabupatenPurworejo.(3) Daerah pada kuadran III termasuk kate-gori efisiensi dan produktivitasnya rendahyang terdiri dari 4 daerah yaitu kabupatenSragen, kabupaten Klaten, kabupaten Sema-rang, dan Kabupaten Kebumen.(4) Daerah pada kuadran IV termasuk kate-gori efisiensinya rendah tetapi produktivitas-nya tinggi terdiri, tetapi di penelitian ini tidakada yang masuk dalam kuadran IV.

Pada kuadran I memperlihatkan bahwadaerah yang mempunyai tingkat efisiensitinggi juga produktivitas daerahnya akantinggi pula. Demikian pula sebaliknya, padakuadran III menunjukkan daerah yang tingkatefisiensinya rendah akan mempunyai produk-tivitas daerah yang rendah. Namun dari hasilpemetaan tersebut diatas memperlihatkanmasih terdapat 4 (empat) daerah yang belumefisien dan produktif, yaitu 4 daerah kabupa-ten (26,66%). Sehingga peningkatan produkti-vitas daerah harus didukung pula denganupaya peningkatan efisiensi. Pada tahap-tahapawal peningkatan efisiensi belum akanmemberikan peningkatan produktivitas daerahsecara cepat. Tetapi dalam jangka panjang,peningkatan efisiensi yang dilakukan secaraterus-menerus akan dapat mempercepatpeningkatan produktivitas daerah.

Sungguhpun efisiensi berpengaruh terha-dap produktivitas, tetapi pada beberapa daerahdidapati adanya anomali, di mana tingkatefisiensinya tinggi tetapi produktivitasnyamasih rendah seperti pada 7 daerah KotaSemarang, kabupaten Wonogiri, kabupatenSukoharjo, kabupaten Karanganyar, kabupa-ten Kendal, kabupaten Boyalali, dan kabupa-ten Purwerejo yang terdapat pada kuadran II.Kondisi ini menunjukkan bahwa dengantingkat efisiensi yang tinggi ini ternyata belumcukup efektif untuk mencapai produktivitasyang diharapkan. Kota Semarang mempunyaitingkat efisiensi yang tinggi akibat pertumbuh-an ekonomi yang relatif tinggi dilihat dariindikator outputnya. Sedangkan KabupatenWonogiri, kabupaten Sukoharjo, kabupatenKaranganyar, kabupaten Kendal, kabupaten

Page 10: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081 167

Boyolali, dan kabupaten Purworejo termasukkategori efisien dalam pencapaian indikatoroutput yang seimbang dalam pertumbuhanekonomi daerah dan PDRB per kapita. Sedang-kan rendahkan produktivitas daerah padatujuh daerah kabupaten/kota tersebut disebab-kan masih rendahnya produktivitas sektoral.

Daya saing daerah yang bersumber darikeunggulan kompetitif mempunyai pengaruhyang signifikan terhadap produktivitas daerah.Beberapa indikator penting yang harusdiperhatikan untuk meningkatkan daya saingdaerah adalah kualitas sumberdaya manusia,investasi publik, konsentrasi kegiatan (aglome-rasi), dan kualitas infrastruktur.

Berdasarkan hasil pemetaan berdasarkankeunggulan kompetitif dan produktivitasdaerah, tidak ada daerah yang mempunyaikeunggulan kompetitif dan sekaligus produkti-vitas daerahnya tinggi. Sementara itu, terda-pat 9 daerah yang mempunyai keunggulankompetitif yang rendah dan produktivitasdaerahnya juga rendah. Menariknya dijumpaipula adanya anomali dimana keunggulankompetitifnya cukup baik, namun produktivi-tas daerahnya masih rendah, seperti Kabupa-ten Sukoharjo, kabupaten Kendal, dan Purwo-rejo

Hasil analisis menunjukkan rendahnyaproduktivitas sektoral di Kabupaten sukoharjo,kabupaten kendal, dan kabupaten Purworejoberdampak pada rendahnya produktivitasdaerah. Daerah-daerah yang berada padakuadran III dapat meningkatkan produktivitasdaerahnya dengan mengembangkan keunggul-an kompetitifnya, untuk mendorong terjadinyaperubahan menjadi daerah yang lebih kompe-titif dan produktif, diperlukan investasi publikbesar dan terarah berfokus pada pengembang-an SDM berkualitas dan profesional, sertapembangunan infrastruktur wilayah.

Kota Semarang, kabupaten Klaten, kabu-paten Semarang, dan kabupaten Kebumenmerupakan suatu kasus anomali dalam dayasaing daerah, dimana kedua daerah tersebutmempunyai keunggulan komparatif dankeunggulan kompetitif yang tinggi, tetapiproduktivitas daerahnya masih rendah.Peningkatan kualitas pendidikan pada tingkatSMA sederajat, khususnya yang mendukungkegiatan sektor sekunder dan tersier, yang

diiringi dengan penguatan keunggulan kompe-titif daerah, akan meningkatkan produktivitasdaerah.

Tidak terdapat kecenderungan daerahyang mempunyai daya saing daerah tinggi jugaproduktivitasnya tinggi. Meskipun demikianterdapat perkecualian seperti halnya KotaSurakarta, kota Salatiga, kota Pekalongan,dan kota Magelang mempunyai produktivitastinggi tetapi daya saing daerahnya rendah,sedangkan Kota Semarang, kabupaten Suko-harjo, kabupaten Klaten, kabupaten Sema-rang, kabupaten Kendal, dan kabupatenKebumen produktivitasnya rendah tetapi dayasaing daerah tinggi.

Berdasarkan hasil pemetaan daya saingdaerah dan produktivitas daerah terdapatindikasi bahwa daerah yang mempunyai dayasaing daerah rendah maka produktivitas dae-rahnya juga rendah. Daerah kabupaten yangberdampingan dengan kota besar dan kegiatanekonominya berbasis industri mempunyai dayasaing investasi tinggi

Peningkatan keunggulan komparatif yangditandai dengan meningkatnya peran sektorsekunder, kepadatan penduduk, sumber dayamanusia terampil, dan menurunnya peransektor primer, ternyata mempunyai pengaruhterhadap meningkatnya daya saing daerah.Peningkatan produktivitas daerah ditandaidengan meningkatnya produktivitas sektorsekunder, produktivitas sektor tersier, danproduktivitas tenaga kerja.

Hasil analisis menunjukkan bahwa varia-bel keunggulan komparatif mempunyaihubungan terhadap pembangunan wilayah.Jika hubungan keunggulan komparatif terha-dap pembangunan wilayah dilakukan pemeta-an menggunakan analisis kuadran, diperolehhasil sebagaimana daerah-daerah yang beradapada kuadran I mempunyai keunggulankomparatif tinggi dan juga pembangunanwilayahnya tinggi, yang terdiri dari 4 daerahdan didominasi oleh daerah pedesaan (kabupa-ten). Sedangkan sebaliknya pada kuadran IIIterdiri dari daerah-daerah yang mempunyaikeunggulan komparatif rendah dan pemba-ngunan wilayahnya juga rendah, yaitu 7daerah kabupaten/kota (46,66 persen) dari 15kabupaten/kota di Jawa Tengah.

Masih ada 2 daerah yang berada pada

Page 11: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081168

kuadran IV dapat dikategorikan anomali, dimana keunggulan komparatifnya rendah tetapitingkat pembangunan wilayahnya cukup ting-gi. Rendahnya keunggulan komparatif padakuadran IV bisa terjadi sebagai akibat masihrendahnya kemampuan sumber daya manusiadan masih kurang berkembangnya sektor-sek-tor basis yang ada di daerah tersebut. Bebe-rapa daerah yang terdapat pada kuadran IVmempunyai kinerja pembangunan daerah yangcukup baik, seperti dilihat dari PDRB perkapita yang cukup tinggi, dan indeks pemba-ngunan manusia yang cukup baik.

Pengaruh keunggulan komparatif terha-dap pembangunan wilayah di Jawa Tengahlebih kuat dibandingkan keunggulan kompeti-tif. Adanya keunggulan komparatif menjadiprasyarat bagi terjadinya pembangunan wila-yah, khususnya dalam menentukan kemam-puan mengekspor hasil produksi di suatudaerah yang mempunyai daya saing tinggi. Halini memberikan indikasi bahwa keunggulankomparatif masih menjadi pertimbangan uta-ma dalam penentuan kebijakan pembangunanwilayah.

Keunggulan komparatif yang menjadipertimbangan utama adalah adanya keunggul-an ekonomi basis dan keunggulan sumber dayamanusia. Persoalan yang dihadapi ketikakeunggulan komparatif meningkat adalahterjadinya penurunan pangsa sektor primersebagai pembentuk ekonomi basis. Ada indi-kasi persaingan antarsektor primer dengansektor sekunder dalam hubungannya dengankeunggulan komparatif. Daerah yang mempu-nyai keunggulan komparatif tinggi maka peransektor sekundernya dominan, sedangkan peransektor primernya mengalami kemunduran.

Ada beberapa temuan yang berkaitandengan hubungan keunggulan kompetitifterhadap pembangunan wilayah, yaitu:(1) Pada kuadran I di mana terdapat daerah-daerah yang mempunyai keunggulan kompe-titifnya tinggi dan pembangunan wilayahnyasudah maju (tinggi) yang didominasi 2 daerahkabupaten dan hanya 1 daerah perkotaan,

Pada kuadran II terdapat 5 daerah kabu-paten yang anomali dengan keunggulan kom-petitifnya tinggi tetapi pembangunan wilayah-nya masih tertinggal (rendah) seperti Kabupa-ten Wonogiri, kabupaten Karanganyar, kabu-

paten Sragen, kabupaten Boyolali, dan kabupa-ten Semarang.

Pada kasus kuadran II di mana terjadianomali pada Kabupaten Wonogiri, kabupatenKaranganyar, kabupaten Sragen, kabupatenBoyolali, dan kabupaten Semarang.

Pada kuadran III merupakan daerah-daerah Kabupaten yang basis ekonominya disektor primer yang mengandalkan padakekuatan faktor limpahan sumber daya,sehingga keunggulan kompetitifnya rendah.

Adapun hubungan produktivitas daerahdan pembangunan wilayah dengan dilakukanpemetaan menggunakan analisis kuadran.Daerah-daerah yang berada pada kuadran Imempunyai tingkat produktivitas daerah danpembangunan wilayahnya tinggi sebagaimanatabel di bawah ini

Pada kuadran I terdapat 2 daerah memi-liki keunggulan kompetitif tinggi danpembangunan wilayah tinggi semakin mening-kat produktivitas suatu daerah akan mendo-rong peningkatan pembangunan wilayah.Terdapat anomali pada kuadran IV yangterdiri dari 4 daerah, di mana kondisi produk-tivitas daerahnya termasuk rendah namunpembangunan wilayahnya termasuk kategoritinggi.

Produktivitas daerah seharusnya mampumewujudkan kesejahteraan masyarakat dankinerja ekonomi yang lebih baik. Sehinggasemakin produktif suatu daerah akan berpe-ngaruh terhadap pembangunan wilayah.Tetapi ternyata memiliki indikasi dampakterhadap tingkat pengangguran terbuka yangmeningkat.

4. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis di atas maka, dapatdisimpulkan daya saing daerah dan implikasi-nya terhadap pembangunan wilayah adalah:(1) Daerah yang mempunyai tingkat efisiensiadalah: Kabupaten Boyolali, KabupatenKaranganyar, Kota Kendal, Kota Semarang,Kota Magelang, Kota Pekalongan, KabupatenPurworejo, Kota Salatiga, Kabupaten Suko-harjo, Kota Surakarta, dan Kabupaten Wono-giri. Sedang Daerah yang memiliki tingkatefisiensi tinggi, ada 5 daerah yang berstatusKota dan hanya 6 daerah yang berstatus

Page 12: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081 169

Kabupaten.(2) Daerah yang tidak efisien yang berjumlah4 daerah semuanya berstatus kabupaten yaitukabupaten Sragen, kabuapaten Semarang,kabupaten Klaten, dan kabupaten Kebumen(3) Daya Saing Daerah di Jawa Tengahberdasarkan Keunggulan Komparatif danKompetitif diketahui daerah yang mempunyaikeunggulan komparatif dan kompetitif tinggiterdiri dari 4 daerah yaitu kabupaten Sema-rang, kabupaten Klaten, kabupaten Semarang,dan kabupaten Kebumen(4) Pemetaan Daerah Berdasarkan Efisiensidan Produktivitas Daerah menunjukkandaerah yang mempunyai tingkat efisiensi danproduktivitasnya tinggi terdiri dari 4 daerah,yaitu: Kota Surakarta, kota Salatiga, kotaPekalongan, dan kota Magelang(5) Pemetaan Daerah Berdasarkan Keung-gulan Kompetitif dan Produktivitas Daerah,tidak ditemukan daerah yang mempunyaikeunggulan kompetitif dan sekaligus produkti-vitas daerahnya tinggi. Sementara itu, terda-pat 9 daerah yang mempunyai keunggulankompetitif rendah dan produktivitas daerahrendah, yaitu: kota Semarang, kabupatenWonogiri, kabupaten Karanganyar, kabupatenSragen, kabupaten Boyolali, kabupaten Klaten,kabupaten Klaten, kabupaten Semarang, dankabupaten Kebumen,(6) Pemetaan Daerah Berdasarkan DayaSaing Daerah dan Produktivitas Daerah, tidakterdapat kecenderungan daerah yang mempu-nyai daya saing komparatif tinggi juga produk-tivitasnya tinggi.(7) Pemetaan Daerah Berdasarkan Keung-gulan Komparatif dan Pembangunan Wilayah,diketahui daerah yang mempunyai keunggulankomparatif tinggi dan juga pembangunanwilayahnya tinggi, yaitu 4 daerah dan didomi-nasi oleh daerah kabupaten: Kota Semarang,kabupaten Sukoharjo, kabupaten Klaten, dankabupaten Kebumen(8) Pemetaan Daerah Berdasarkan Keunggul-an Kompetitif dan Pembangunan Wilayah, didaerah yang mempunyai keunggulan kompe-titifnya tinggi dan pembangunan wilayahnyasudah maju (tinggi) didominasi 2 daerahkabupaten dan hanya 1 daerah perkotaanyaitu Kota Semarang, kabupaten Klaten, dankabupaten Kebumen

(9) Pemetaan Daerah Berdasarkan Produkti-vitas Daerah dan Pembangunan Wilayah,diketahui daerah mempunyai tingkat produk-tivitas daerah dan pembangunan wilayahnyatinggi yaitu Kota Surakarta dan kota Mage-lang

5. Daftar Pustaka

Adams, N., Alden, J. and Harris, N. 2006. Re-gional development dan spatial planningin an enlarged european union, Alder-shot: Ashgate.

Adisasmita, Rahardjo. 2008. Pengembanganwilayah: Konsep dan teori. Yogyakarta:Penerbit Graha Ilmu.

Anselin, L., Syabri, I. and Kho, Y. 2006. GeoDa:An Introduction to Spatial Data Analy-sis. Geographical Analysis. Vol. 38 (1): 5– 22.

Armstrong, H., and Taylor, J. 2000. RegionalEconomics and Policy. Oxford, UK:Blackwell Publishing Ltd.

Barro, Robert J., and Xavier Sala-i-Martin.1999. Economic growth. Cambridge, MA:MIT Press.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.2010. Hasil survei sosial ekonomi nasio-nal tahun 2009 Provinsi Jawa Tengah.Semarang: BPS Provinsi Jawa Tengah.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.2010. Produk Domestik Regional BrutoJawa Tengah: Kabupaten/Kota Se JawaTengah 2005 – 2009. Kerjasama BadanPusat Statistik Provinsi Jawa Tengahdan Badan Perencanaan dan Pemba-ngunan Daerah Provinsi Jawa Tengah.Semarang BPS Provinsi Jawa Tengah.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.2010. Analisis Indikator Ekonomi danSosial Jawa Tengah Tahun 2009. Kerja-qwsama Pemerintah Provinsi Jawa Te-ngah dengan BPS Provinsi Jawa Tengah.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.2009. Analisis penyusunan kinerja makroekonomi dan sosial Jawa Tengah Tahun2008. Kerjasama Pemerintah ProvinsiJawa Tengah dengan BPS Provinsi JawaTengah.

Page 13: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081170

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah.2009. Data ketenagakerjaan di JawaTengah 2008. Surakarta: BPS ProvinsiJawa Tengah.

Blair, J.P. 1995. Local economic development:analysis and practice. London, UK: SagePublications Ltd.

Bristow, G. 2005. Everyone’s a ‘winner’: pro-blematising the discourse of regionalcompetitiveness. Journal of EconomicGeography. 5: pp. 285 – 304.

Boschma, R.A. 2004. Competitiveness ofregions from an evolutionary perspective,Regional Studies. 38: 993 –1006.

Boschma, R.A. and Frenken, K. 2006. Why iseconomic geography not an evolutionaryscience? Towards an evolutionary econo-mic geography. Journal of EconomicGeography, 6: pp. 273 – 302.

Budd, Leslie and Hirmis, Amer. 2004.'Conceptual framework for regionalcompetitiveness', Regional Studies, 38(9): 1015-1028.

Budi Santoso Eko, 2011, Analisis daya saingdaerah dan implikasinya terhadap pem-bangunan wilayah di Jawa Timur,Disertasi Doktor, Tidak DipublikasikanPDIE Pascasarjana Universitas Brawija-ya Malang.

Capello, R. and Nijkamp, P. 2009. Handbook ofregional growth and development theo-ries. Cheltenham, UK: Edward Elgar.

Daryono Soebagiyo, 2013, Analisis daya saingdaerah dan implikasinya terhadappembangunan wilayah di Jawa Tengah,Laporan Penelitian dibiayai KoordinasiPerguruan Tinggi Wilayah VI Kemendik-bud RI, Hibah Penelitian, 16 Mei 2013,UMS Surakarta.

Daryono Soebagiyo, 2013, Regional Competitiv-eness and Its Implications For Develop-ment, JEP Vol 14, No.2, Desember 2013Balai Penelitian dan PengembanganEkonomi, UMS, Surakarta.

Daryono Soebagiyo, 2008, Analisis kompetensiunggulan daerah pada produk batik tulisdan cap di Dati II Kota Surakarta, JEPVol.9, No.2 Desember 2008.

Daryono Soebagiyo dan Darmansyah, 2010Stimulus ekspor terhadap kinerja per-usahaan perusahaan batik, JEP Vol 11No.2 Desember 2011

Dawkins, C.J. 2003. Regional developmenttheory: conceptual foundations, classicworks, and recent developments. Journalof Planning Literature. Vol. 18, No. 2.November 2003.

Djakapermana, R.D. 2010. PengembanganWilayah Melalui Pendekatan Kesisteman.Bogor: IPB Press.

Fujita, M. and Krugman, P. 2004. The neweconomic geography: past, present andthe future. Papers in Regional Science,83: 139 – 164.

Gardiner, Bend. 2003. Regional competitivenessindicators for europe – audit, databaseconstruction and analysis. Regional Stu-dies Association International Confe-rence. Pisa. 12-15 April.

Golub, S.S. and Hsieh, C.T. 2000. ClassicalRicardian theory of comparative ad-vantage revisited. Review of Internatio-nal Economics, Vol. 8 (2): 221 – 234.

Isard, Walter, et.al. 1998. Methods of inter-regional and regional analysis. Aldeshot:Ashgate.

Ke, Shanzi. 2009. Agglomeration, productivity,and spatial spillovers across Chinesecities. The Annals of Regional Science.DOI 10.1007/s00168-008-0285-0. Publish-ed online: 7 January 2009.

Kitson, M., Martin, R. and Tyler, P. 2004.Regional Competitiveness: an elusive yetkey concept? Regional Studies, 38 (9):991 — 999.

Kline, R.B. 2005. Principles and practice ofstructural equation modeling. New York,NY: The Guilford Press.

KPPOD. 2007. Tata kelola ekonomi daerah diIndonesia 2007. Jakarta: KPPOD-USAID-Asia Foundation.

Krugman, Paul. 1991. Increasing returns andeconomic geography. Journal of PoliticalEconomy 99: 483 – 499.

Krugman, Paul. 1996. Making Sense of theCompetitiveness Debate. Oxford Review

Page 14: Implications and Competitiveness of Regions on Regional

Jurnal Ekonomi Pembangunan, 15 (2), Desember 2014, 158-171

Jurnal Ekonomi Pembangunan, ISSN 1411-6081 171

of Economic Policy, Vol. 12, No. 3: 17 –25.

Morgan, K. and Nauwelaers, C. (eds.). 2003.Regional innovation strategies: the chal-lenge for less-favored regions. London:Routledge.

Neary, J.P. 2003. Competitive versus compara-tive advantage. The World Economy,Volume 26, Issue 4: 457 – 470.

OECD Reviews of Regional Innovation. 2007.Competitive regional clusters: nationalpolicy approaches. Paris: OECD Publish-ing.

OECD. 2009. How Regions Grow: Trends andAnalysis. Paris: OECD Publishing.

Pike, A., Rodriguez-Pose, A. and Tomaney, J.2006. Local and Regional Development.London: Routledge.

Porter, M.E. 1990. The competitive advantageof nations. Harvard Business Review.March – April: 73- 91.

Porter, M.E. 1996. Competitive advantage,agglomeration economies, and regional

policy. International Regional ScienceReview. 19 (1 & 2): 85 – 94.

PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE Unpad.2008. Profil dan pemetaan daya saingekonomi daerah kabupaten/kota diIndonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Ramanathan, R. 2003. An Introduction to dataenvelopment analysis: a tool for perfor-mance measurement. New Delhi: SagePublications India.

Romer, D. 2006. Advanced macroeconomics, 3rd

edition. New York: Mc.Graw-Hill.Schumacker, R.E. and Lomax, R.G. 2004. A

Beginner’s guide to structural equationmodeling. Marwah, New Jersey: Lawren-ce Erlbaum Associate Publishers.

Villaverde, J. 2006. A new look to convergencein Spain: a spatial econometric approach,European Urban and Regional Studies2006; 13 (2): 131 – 141.