indonesia - fendiadiatmono.files.wordpress.com · iv 6 introduction to traditional house: textbook,...
TRANSCRIPT
i
KAJIAN SEJARAH, ESTETIK, ANTHROPOLOGI, DAN SIMBOL
INDONESIA
2017
ii
diatmono, Fendi, Lahir 18 Juli 1972 di kawasan terpencil,
Perbukitan Menoreh sekitar 42 Km dari Kota Yogyakarta. Ayah Lintang Tinelo
To’U Botiya ini menghabiskan masa kecil hingga dewasa melalui bimbingan
Sumiyati (Ibu tercintanya) dan Triatmono. Ayah kandungnya adalah Slamet. Di
pelosok dusun pegunungan itu, sambil mengenyam pendidikan S1-S2 di Institut
Seni Indonesia Yogyakarta. Ia juga pernah menimba keilmuan Kajian Seni S3 di
Universitas Gadjah Mada. Pada tahun 2008-2009 berkesempatan menimba
keilmuan di Leiden University bidang Anthropology of Arts, dan pada level
yang sama PhD di Asia e University Malaysia. Seorang PNS Dosen di Universitas
Negeri Gorontalo 2002-2017, juga pernah mengajar di Esa Unggul University
2014-2015. Kini sebagai pengajar honor di Universitas Kuningan Jawa Barat
semenjak 2017. Researchnya semenjak 2014 terhenti otomatis secara formal,
semenjak pengurusan masa kepindahan UNG-UNIKU, namun tetap
menjalankan aktifitas itu secara lebih komprehenship. Aktif menulis buku seni
budaya dan pameran kriya. Beralamat di Karang 43/22 Gerbosari Samigaluh
Kulon Progo, 55673 Yogyakarta, Indonesia. Telp +6282138145666 e-mail
RESEARCH EXPERIENCE
1 2010, The Ornament of Gorontalo, Indonesian Directorate of Higher
Education
2 2011, Design of Kerawang feat Hasdiana, Indonesian Directorate of Higher
Education
3 1997, “Obsession Past on Metal Craft’ (Indonesian Institute of the Arts)
4 2002, “Interpretation of Adi Soeharto’s Art and Craft” (Gorontalo State
University Research Center), Gorontalo State University
5 2003, “Semiotics Perspective Monument Status State University of Gorontalo”
(Gorontalo State University Research Center),
6 2004, “Ornaments Gorontalo” (Gorontalo State University Research Center),
Gorontalo State University
iii
7 2005, “Art Craft of Polahi’s Tribe” (Gorontalo State University Research
Center)
8 2004, “The Colorings of Metallurgy” (Gorontalo State University Research
Center), Gorontalo State University
9 2007, “Spirit of the Angguk Dance” (Indonesian Institute of The Arts)
10 2007, “Digital Art Creation Creative Photography”, (Gorontalo State
University Research Center, Gorontalo State University
11 2007, “Art Creation Monument State University of Gorontalo” (Gorontalo
State University Research Center)
12 2009, “Potential of Gorontalo Cultural Art and Wood Wastes as a Work of Art
Craft To Support the Creative Industries” feat I Wayan Sudana and Hasdiana
Indonesian Directorate of Higher Education
EXPERIENCE DEDICATED TO SOCIETY
1. 2004, Training of Booklet Making, Gorontalo State University
2. 2003, Training of Batik Fashion, Gorontalo State University
3. 2017, Training of Photograph, Bekasi West Java
SCIENTIFIC PUBLICATIONS IN THE JOURNAL ARTICLES
1 Form, Motifs and Application Ornament of Traditional Houses of Gorontalo
Atrat ISBI Bandung, 1 & 16/2012
2 Aesthetic Study of Traditional Houses of Gorontalo Journal of Technique
Gorontalo State University1 dan, 6/2013
3 The Heirloom Weapons Kingdom of Gorontalo in Multidisciplinary Studies,
The International Journal Science PG (Scopus). Vol 1/2/2017
4 Form of Motives and Application of Traditional Houses of Gorontalo
Ornament in 1890 – 2001, The International Journal of IASET (Scopus), Vol50
/2014
5 Construction Of Handling Of Cultural Heritage Ethnics As A Counters Method
The Existence Of Disintegration (Case Study Of South Sulawesi And
Gorontalo), Lambert Academic Publishing
ORAL PRESENTATION
1 National Seminar of Fine Arts Craft Arts, Jakarta, 2006
2 Seminar of Performance Arts Dramaturgy, Gorontalo, 2007
3 Consultant-Mentor, Sketch and Photograph Kuningan University West Java
BOOK
1 Gorontalo Ornaments, 2014, ISBN 978-602-280-326-3, Deepublish-
2 Tradisional Houses of Gorontalo, 2014, ISBN 978-602-280-329-4, Deepublish
3 Weeskamer, 2014, ISBN 978-602-280-498-7, Deepublish
4 Ancestor Art Masterpieces, 2015, Bandung Publisher
5 Introduction Ornaments: Textbook, 2016, ISBN 978-602-280-326-3, Deepublish
iv
6 Introduction to Traditional House: Textbook, 2016, ISBN 978-602-401-240-3
Deepublish
7 Craft Materials: Introduction, Techniques, and Methodological, 2016, ISBN
978-602-401-239-7, Deepublish
8 Qualitative Research Methodology of Fine Arts, 2016, ISBN 978-602-401-252-6
Deepublish
9 GORONTALONOLOGY, 2016, ISBN 978-602-401-252-9 Deepublish
10 KUNINGANOLOGI, 2017, Deepublish
INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS/ PATENT
1 Bele: Traditional Houses of Gorontalo, 2016, Patent Industrial Design, Ministry
of Cooperatives Republic of Indonesia
2 Ornaments of Gorontalo, 2016, Patent Industrial Design, Ministry of
Cooperatives Republic of Indonesia
3 Weeskamer, 2016, Patent, Ministry of Cooperatives Republic of Indonesia
4 The Coloring of Metal Craft “Pepesan”, 2016, Patent, Ministry of
Cooperatives Republic of Indonesia
5 Hijab Batik on Wool, 2016, Patent, Ministry of Cooperatives Republic of
Indonesia
EXPERIENCE FORMULATING PUBLIC POLICY
1 History of Gorontalo Traditional Houses, 2010, Dulohupa Gorontalo
2 History of Gorontalo Ornaments, 2011, Dulohupa Gorontalo
AWARDS ASSOCIATIONS
1 Designer of Kerawang Fashion, Gorontalo State University, 2004
2 Competition Jury of Billboard, Gorontalo State University, 2016
3 Consultant, UniKL, 2017
EXTRA CURRICULAR ACTIVITIES
1 Pakriyo Craft Arts, Yogyakarta Craft Arts, 1994-2000
2 Indonesian Arts, Indonesian Craft Arts, 2002-2016
3 Blazerian Indonesia, Indonesian Automotive, 2002-2016
EMPLOYMENT HISTORY:
1 Gorontalo State University, December 2002-April 2017, Lecturer/Faculty of
Technique Gorontalo State University
2. Esa Unggul University, 2015-2016, Lecturer/Faculty of Communication Esa
Unggul University
3. Gorontalo Province, 2015-2016, Consultant/Gorontalo Province
4. YTY Sdn Bhd, Selangor Malaysia, 1998-2000, Supervisor/Masjid, BT 9
Selangor DE KL Malaysia
5. PT Seni Kriya Kayu, 1991-1992, Designer/Pramuka Street 28 Yogyakarta
v
EDITOR AND REVIEWER INTERNATIONAL JOURNAL
1 Science Publishing Group (SciencePG), REVIEWER
2 International Academy of Science, Engineering and Technology (IASET),
EDITOR
3. Balong International Journal of Design (proceeding), Founder
CONVERENTION/KONFERENSI
June 10, 2017, “Construction Of Handling Of Cultural Heritage Ethnics As A
Counters Method The Existence Of Disintegration (Case Study of South
Sulawesi and Gorontalo” pada International Conference “Education and
Cultural Heritage” ICECH 2017. Belgium: Brussels, SPEAKER
SIBLINGS
1. Triatmono/Father, 67, Samigaluh Kulon Progo DIY/08175472466, SMEA,
Pensiun PNS
2 Sumiyati/Mother, 75, Samigaluh Kulon Progo DIY, SMEA, Pensiun PNS
3 Priyani Astuti, 53/Female, Samigaluh Kulon Progo DIY, SMEA, PNS SMAN
TANJUNG
4 Wiwin Widiastuti, 51/Female, Samigaluh Kulon Progo DIY, Dra, M.E, Kulon
Progo, PNS
5 Dedi Widianto, 48/Male, Samigaluh Kulon Progo DIY, SH, ME., M.Dev, PNS
Sleman
CHILDREN
Lintang Botiya, 15/Female, North Tambun Bekasi West Java/085888230777, High
School Student
CONTACT PERSON-MANAGERIAL
Nandarina, 43/Female, Perum P dan K Grand Wisata Lambangsari Tambun
North Bekasi West Java, 08119108222, SE, LG.
vi
Sebagai esensi warisan zaman batu, pegunungan, dan sungai, telah
menempati sebuah peran penting dalam budaya Kuningan. Sejauh ini, dapat
mencerminkan banyak kepercayaan dan nilai masyarakatnya. Studi sejarah,
estetik, anthropologi, dan simbol yang dilakukan pada penemuan arkeologi di
wilayah itu, telah mampu mengungkapkan budaya prasejarah. Fokus bagian
ini, terutama bagaimana budaya dikembangkan, simbol dibangun dan
apresiasi transmisi pewarisannya. Hal itu ada keterkaitan dengan filsafat dan
pemerintahan kerajaan yang dibentuk telah mampu menyeimbangkan
pengemban amanah perdikan Kuningan.
Pada bidang sejarah, estetika, anthropologi, dan simbol, disajikan teori
tiga dimensi kehidupan sebagai pola pandang orang Kuningan. Disitu didapat
bahwa entitas kecil, besar, dan perwakilan merupakan pola pandang
masyarakat Kuningan, telah diaplikasi secara dinamis pada kehidupan sehari-
hari. Melalui pendekatan sejarah masyarakat dan artevaktual secara
menyeluruh, lepas dari sejarah konstitusionalnya, penulis lebih menekankan
analisis formasi sosial dengan melihat proses yang terjadi di dalam masyarakat
dengan komparasi displin ilmu secara lebih luas. Masyarakat Kuningan telah
memiliki sistem kecerdasan anthropologis yang baik.
Disusun dalam tiga Bab diharapkan memancarkan kebutuhan referensi
bagi kreatifitas masyarakat umumnya. Frase yang dituliskan diharapkan
mampu menginspirasi kepekaan masyarakat Kuningan khususnya, untuk lebih
mendinamisasi metode tradisi pada budaya masyarakatnya.
Kata Kunci: Artevaktual- Sistem Nilai-Kontinyuitas-Kuningan
vii
حمنهللاا بســــــــــــــــــم الر حيم اار
اللهوبركات ه ورحمة عليك م السالم Salam Sejahtera
Om Shanti Shanti Shanti Om
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya
sehingga kami dapat menyelesaikan KUNINGANOLOGI ini. Awal mulanya
adalah pada tahun 2014, penulis mengadakan analisis secara intens daerah
Kuningan. Hal itu disebabkan keinginan penulis untuk pindah instansi, dari
tenaga pengajar Universitas Negeri Gorontalo ke Universitas Kuningan. Mulai
intens menelusur Kadipaten Kuningan sejak 2015. Selama belasan tahun
menekuni bidang multidisiplin pada fokus seni, anthropologi, sejarah, arsitektur,
dan simbol. Pada tahun 2016, tinggal di rumah Pak Cecep Juliansyah Abbas,
maka melalui beliau penulis mendapat tempat untuk lebih mengelaborasi
sudut pandang evidensi Kuningan. Sejarah Kuningan menjadi mudah dirangkai
lewat penelitian sebelumnya dari Indonesia dan Eropa. Di situ secara marathon
kongsi ilmu pengetahuan dengan Pak Dadang dan beberapa budayawan
Kuningan. Terlibat percakapan serius dengan Pak Fahmi Yusuf dalam ihwal
batik dan motifnya, lalu merelasikan beberapa bentuk yang berkembang
dewasa ini. Maka, didasarkan beberapa amatan analitik, dibentuklah
Kuninganologi menyusul kakak angkatan Javanologi, Sundanologi, Baliologi,
dan Gorontalonologi. Setahun hidup tanpa penghasilan tetap, namun tetap
berkontribusi untuk Nusantara. Melalui Nandarina, semua buku karya penulis
tidak mangkrak dan akhirnya diterbitkan dalam ISBN.
Kami sering berdiskusi dan membincangkan alam Kuningan selama tiga
tahun, disitu didapat beberapa peluang dilakukakannya debt research.
Melalui sisi anthropologi budaya, ditemukan metode tradisional orang
Kuningan dalam teori transmisi pewarisan antargenerasi. Metode itu, telah
membuat etnik Kuningan hidup dalam tiap dekade secara
berkesinambungan, sinergis, dan sesuai dengan pola tatanan dan tuntunan
sosial. Di masa kini, hadirnya sebagai penyeimbang perkembangan kebaruan
metodologi dan pola hidup. Dialektika antarperadaban itu didapat suatu relasi
yang mendalam dengan cara hidup dan pola pandang masyarakat
Kuningan. Pengawalan konsep ini lebih memberi tekanan pada hubungan
viii
antara alam dan penduduk. Asumsinya, alam berpengaruh terhadap struktur
sosial masyarakat Kuningan, yang pada gilirannya mempengaruhi jalannya
sejarah. Maka, didapat adanya teori mikro histori pada evidensinya.
Setelah tiga tahun, maka diterbitkanlah Kuninganologi melalui
Deepublish yang telah menanganinya hingga sepuluh judul. Penulis
mengcover Kuningan lebih umum, lalu mengeksplanasi pada kurun yang
memanjang dari tahun 1800-2017 dan bidang yang menyempit dalam
beberapa kajian ilmu. Ini adalah suatu penelitian periodesasi dan
berkesinambungan (dalam beberapa kasus, penulis menarik lebih panjang
dari kurun itu seperti ditunjukkan di bagian catatan akhir). Sepenggal
peradaban prasejarah entitas spiritual yang berkembang masa sebelum
adanya kerajaan di Kuningan, memberikan fungsi khusus budaya melalui
deskripsi visual hasi seni budaya maupun teknologi. Kronik itu terhenti untuk
limapuluh tahun, setelah Kuningan dapat lepas dari masa krisis ekonomi dan
perselisihan antarkerajaan. Krisis inilah sebagai titik balik pembangunan
Kuningan melalui seni budaya, pertanian, perdagangan, dan industri
intelektualnya. David Henley sungguh luarbiasa, daya jelajahnya untuk
membuka peti yang dianggap mati dan telah tertidur selama ratusan tahun,
dapat dengan mudah diakses. Melalui percik buku Weeskamer yang penulis
tulis di Belanda tahun 2008, terbukalah Gorontalonologi. Itu adalah relasi
dimana Kuninganologi dibentuk.
Penulis menyajikan manuskrip dan data primer KITLV Leiden mengenai
Kuningan, yang dapat dipakai sebagai acuan. Cara ini lebih istimewa dengan
tidak membiarkan sejarah menjadi didestorsi. Kuninganologi muncul dalam
kisah ini sebagai salah satu dari banyak tokoh Javanologi.
Penulis juga merampungkan diskusi pada masalah demografi, peta
permukiman penduduk yang banyak dipengaruhi oleh ekologi agraris yang
dominan. Berbeda dengan desa di Jepara, Cirebon, dan Banten, dibentuk
oleh suatu kompleksitas pemukiman penduduk yang memusat, dan diinspirasi
oleh kebudayaan pesisir. Kuningan dikelilingi oleh persawahan, penduduk desa
terpencar dalam kelompok kecil. Maka, itu menyulitkan kontak sosial
antarwarga. Tak aneh bila etnik di Kuningan relatif sulit membentuk solidaritas
antardesa dan lebih tersosialisasi untuk memiliki rasa percaya diri yang bersifat
fokus individual. Itu menghasilkan bentuk relief, arsitektur, dan patung bermotif
sebagai wujud budaya intelektualitasnya.
Adanya bentuk motif naga pada legenda Kuningan itu dikompilasi dari
lingkungan verbal dan visual. Kerangka dasar latar belakang budaya pada
motif ini dibentuk pada tempat legenda, dengan komparasi motif naga di
budaya lain. Dasar unsur budaya dari motif naga, secara khusus, mampu
memberikan informasi tentang animisme dan dinamisme orang Kuningan.
ix
Metode ini dapat dilihat karena adanya perubahan motif naga dari masa lalu
yang telah disejajarkan dengan peradaban Kuningan. Motif naga
berdasarkan goresan batu dari folk literature Kuningan dikomparasikan
dengan motif naga budaya dunia yang berbeda. Terakhir, motif naga diteliti
dari perspektif kehidupan budaya dan ekonomi budaya dan bagaimana
penggunaannya di bidang tersebut. Ini adalah dimensi ketiga dari cerita
rakyat, yaitu mendukung pembaharuan produksi folkloric dan mewakilinya ke
dalam sebuah pemerintahan baru.
Penemuan pada buku ini adalah tidak adanya organ atau organisme
orang Kuningan yang di manageriali, namun mereka menonjolkan sambungan
persaudaraan, idiologi, dan ekonomi. Sambungan itu menimbulkan
keseimbangan seperti jala. Itu adalah humanism yang kokoh karena
merupakan bentuk adanya suatu kohesi. Lalu, mereka melahirkan bentuk yang
tidak terorganisir secara teks, namun keadaan mereka dipersatukan lebih kuat
pada tiap jaringan sambungan melalui sistem oral. Intinya organisasi itu tidak
praktis namun bersifat maqliyah yang menuju tadabur atau mencari manfaat
dari pergaulan, outputnya menghasilkan manusia yang baik. Orang Kuningan
tidak perlu makelaar, seperti beberapa etnik lain di Indonesia untuk
mengembangkan budayanya. Jikapun mereka memakai metode itu, orang
Kuningan hanya mempergunakan wacananya saja (mendengarkan). Maka
mereka memahami jauh lebih detail dan sudah diakselerasikan dengan alam
dan Tuhannya. Mereka mengembangkan pijakan hidup dengan aksen
tertentu yang diyakini mampu membuat hidup menjadi lebih baik.
Selanjutnya orang Kuningan mengenal tiga tingkatan dalam hidup dan
kehidupannya. Yang pertama adalah kesaktian, kemuktian (bertaqwa), dan
kemulyaan. Kesaktian dapat terbentuk karena kekuasaan, kemasyuran, atau
kekayaan. Itu seperti demokrasi, yang tidak dapat membedakan kerikil
dengan intan. Adanya tiga pola sudut pandang dan tiga tingkatan hidup,
selanjutnya orang Kuningan mengenal tingkatan tertinggi yakni kemulyaan
hidup. Mereka tidak ingin membuktikan dan menunjukkan kesaktian dan
kehebatannya, namun dia lebih mandiri dengan tak ditunjukkannya ikatan diri
dengan alam dan Tuhannya. Lalu meletakkannya pada wilayah tersembunyi,
diujudkan dengan beberapa artevaktual. Manfaat sosial adalah kemuktian
dalam pengejawantahannya (eksplanasi positif). Maka dia telah
mendapatkan presisi sebagai seorang maqam (tingkatan martabat). Tidak
adanya rubrikasi yang spesifik, sistem hakekat hidup akhirnya tumbuh subur
melalui metode transmisi turun-temurun.
Informasi kependudukan Kolonial tentu tidak mutlak, informasi yang
dibangun adalah hanya berdasarkan sefihak sebagai musuh Nusantara, maka
diperlukan subjek lokal yang lebih nyata (genius dan local wisdom). Ada kode
yang tak dapat dibuka, karena hanya orang Nusantara sendiri yang tahu.
x
Secara komprehenship orang Kuningan mulai meragukan informasi sejarah
dan budaya yang datang dari luar. Pada spektrum transisi ini, mereka telah
menemukan bentuk penyatuan diri dengan alam dan Tuhannya. Melalui itu,
orang Kuningan mulai memfilter bentuk budaya yang datang. Kebudayaaan
itu diolah dengan tepat dengan kebudayaannya sendiri. Hasil itu didapat
melalui suatu kerjasama antarwarga dalam menghasilkan sesuatu melalui
diskusi. Maka alam, manusia, dan Tuhan adalah urusan inhern dalam diri
manusia itu sendiri. Tidak adanya disharmoni di wilayah Kuningan, itu
merupakan bukti bahwa energi elektromagnetik warga Kuningan telah
mampu menyeimbangkan diri mereka dengan alam. Ketika mereka sudah
tidak ada disparitas antarmanusia sebagai kalifatulah bumi, maka output yang
dihasilkan adalah adanya bentuk kasih sayang. Disitu, dapat dikatakan bahwa
orang Kuningan tidak meninggalkan parameter tadabur hidup, syaratnya
adalah output menjadi lebih baik. Maka, tadabur hidup adalah moral, material
dan dipayungi spiritual dengan siklus yang efektif menjadi baik.
Adanya inkonsistensi tetap membentuk harmoni masyarakat Kuningan.
Rekayasa yang dibentuk, adalah bukan kebenaran objek, karena bentuk yang
ditampilkan mengandung makna yang berisi pengkaryaan manusia.
Timbulnya dialektika budaya yang saling berpengaruh, seperti kedatangan
orang Cina, tidak hanya menghasilkan zero teknologi dan seni. Bentuk motif
naga adalah salah satu bukti adanya transfer of knowledge itu.
Dari hasil goresan pada batu itu, bukan merupakan bentuk motif
peradaban prasejarah, namun disitu nampak bahwa adanya sistem patriarki.
Sistem itu menonjol karena menempatkan motif laki-laki sebagai sosok otoritas
utama yang sentral dalam sistem sosial. Ia merupakan sesuatu yang istimewa.
Adanya unsur tumbuhan dan hewan itu merupakan bentuk rasa sayang
terhadap ciptaan Tuhan yang telah dimanage menjadi karya seni merupakan
wujud syukur sebagai kalifah di bumi. Bentuk gayanya adalah surrealism, lalu
motif yang ditampilkan adalah perwujudan karakteristik manusia ke makhluk
bukan manusia (hewan dan tumbuhan). Itu adalah transformasi, maka bentuk
dan makna tidak pernah mandêg. Masa peralihan politik yang berkuasa
dengan keadaan pengkaryaan masyarakatnya, terjadi kemandêgan pada
bidang tertentu. Berbeda dengan masa Borobudur dibuat, meski telah
berganti kepemimpinan dan penguasaan, namun pembangunan wilayah
rohaniah yang berwujud candi itu tetap diteruskan antargenerasi. Adanya
kontinyuitas itu menunjukkan berhasilnya pembangunan keduanya.
Ibarat mata panah yang berusaha menguak sejarah masalalu Kuningan,
maka busur ditarik sekuat dan sepanjang/lebar mungkin, agar mencapai
rentang memanjang namun dalam lingkup menyempit. Orang Kuningan pada
kenyataannya mengalami suatu lingkaran gelembung dalam gelembung
(teori gelembung). Di situ mulai dapat dikuak, bahwa tak ada lagi
xi
kebudayaan barat dan timur. Tak adanya perbedaan itu karena tak terjadi
dikotomi antar pendukungnya. Maka, yang terjadi di Kuningan, adalah
diterimanya beberapa kebudayaan pendatang dan diolah oleh kebudayaan
mereka sendiri. Faktor yang penting dalam moralitas pembauran itu adalah
bukti adanya kasih sayang antarmanusia. Kasih sayang yang merupakan
kebaikan hidup itu menjadi suatu yang primer dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai moral permisivisme itu (dari Bahasa Inggris, yaitu permissive yang berarti
serba membolehkan atau suka mengizinkan), dibangun menjadi gelembung
kebudayaan kecil. Gelembung itu terjadi di berbagai tempat dan tetap dalam
berbagai ciri yang berbeda.
Legenda rakyat itu adalah anonim, yang memiliki karakter
kecenderungan dari kebudayaan tertentu. Kemampuan orang Kuningan
untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi (membuat)
menunjukkan adanya literasi yang baik. Literasi legenda diceritakan oleh orang
yang dikenal karena menceritakan legenda yang baik, tentang orang,
tempat, dan kejadian historis. Meski tidak memiliki waktu atau tempat yang
ditetapkan, namun mengandung materi yang sesuai dengan norma dan
lingkungan sosial, sehingga menunjukkan perbedaan identitas budaya.
Bahasanya pun sederhana, apa yang dijelaskan umumnya tentang
kebenaran historis atau religius tertentu yang menurut pendongeng dan
pendengarnya, namun mengandung unsur supranatural, kesucian, dan
kredibilitas diwujudkan dengan unsur kebenaran. Mereka melindungi norma
sosial dan memberikan informasi rinci tentang lingkungan yang hidup melalui
fungsi komunitas sosial. Umumnya, itu merupakan produk dari tradisi lisan
anonim, yang mencakup dongeng, saga, dan cerita rakyat. Akar mitologis
ataupun religius dibentuk dengan unsur imajiner dan fantastis, dapat
berkembang menjadi imajinasi kolektif (kebersamaan) di masyarakat
pendukungnya. Isi cerita bukanlah "teks suci", meski mengandung unsur
kepercayaan, sejarah tapi bukanlah sejarah, dan meski akar legenda memiliki
banyak kebenaran, legenda ini bukanlah kebenaran" yang absolut. Legenda
Kuningan dijelaskan dengan bahasa sederhana namun simbolik menjadi suatu
cerita rakyat.
Bertahan sejak awal, legenda telah memastikan pemikiran yang dimiliki
oleh masyarakat, cita-cita dari generasi ke generasi mulai mengambil bentuk.
Singkatnya, semua keuntungan kehidupan bermasyarakat telah diteruskan
melalui metode ini. Legenda menaungi kebiasaan yang dilakukan turun-
temurun, memberikan kontinuitas, membentuk panduan bagi masyarakat,
memberikan kesucian pada hal material yang membentuk lingkungan atau
tempat di mana prestasi arsitektur berdiri. Maka, itu memiliki peran menjaga.
Bentuk motif naga menyertai adanya legenda dapat memberi petunjuk
tentang kepercayaan kuno masyarakat dalam membentuk kebudayaan.
xii
Adanya perakitan peradaban kebudayaan baru, itu mengindikasikan terjadi
perubahan yang signifikan pada masyarakat. Perubahan peradaban rakyat
pada motif yang terlihat, dapat membantu menunjukkan hal yang
melatarbelakangi. Adanya spektrum naga Kuningan mampu melewati makna
dan logika arti yang diaplikasikan pada beberapa benda.
Adanya kekurangan pada Kuninganologi ini, membuka peluang untuk
diadakannya kritik dan saran yang konstruktif. Semoga buku ini dapat
memberikan manfaat kepada siapapun yang ingin mengkaji Kuningan secara
lebih spesifik. Buku ini merupakan bagian gugus rangsang untuk meningkatkan
pemahaman terhadap Kuningan, sebagai modal moral dan materi secara
multidisiplin.
Jakarta, September 2017
Penulis
xiii
Kuningan, September 2017
xiv
Kuningan merupakan kabupaten kecil yang berada di wilayah timur
Jawa Barat, berada di kaki Gunung Ciremai serta berada di perbatasan Jawa
Barat dan Jawa Tengah.
Kabupaten Kuningan memiliki potensi yang luar biasa, baik dari sisi
budaya, sumber daya alam maupun pariwisata. Banyak sekali potensi wisata
serta sumber daya alam yang belum tergali disini, bahkan banyak makanan
khas yang ternyata banyak disukai oleh masyarakat luar Kuningan. Makanan
khas itupun dengan desain dan ornamentasi yang mempunyai keunikan
tersendiri. Hucap adalah singkatan dari tahu kecap. Hucap merupakan kuliner
khas Kuningan yang penyajiannya mirip dengan ketoprak atau kupat tahu
dengan penyajian desain uniknya telah mampu menghipnotis lidah orang
Eropa.
Diterbitkannya Kuninganologi, mudah-mudahan dapat mengungkap
budaya, seni dan pariwisata yang ada di kabupaten Kuningan, sehingga
nantinya bisa dijadikan tonggak sejarah bagi Kuningan.
Saya secara pribadi mengucapkan selamat kepada penulis yang dalam
waktu singkat bisa menyelesaikan tulisan ini. Semoga bermanfaat bagi
masyarakat Kuningan serta bangsa yang kita cintai. Amin.
xv
Kuningan, September 2017
xvi
Kuningan, September 2017
disampaikan terimakasih ini disampaikan kepada Sumiyati dan
Triatmono, orang tua penulis yang telah mengorbankan moral dan material
untuk suksesnya penulisan ini. Kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Kepada Penerbit
Deepublish yang telah merespon keinginan penulis, diucapkan terimakasih
yang besar. Kepada Rektor Universitas Kuningan Bpk. Dr. Dikdik Harjadi, M.Si.,
xvii
Kepada Wakil Rektor Universitas Kuningan Bpk. Fahmi Yusuf, M. Kom.,
terimakasih dengan respon baiknya. Kepada Dekan FKom, Bpk. Dadang, H,
M.Kom, beliau sentiasa menjadi pribadi yang baik. Kepada Wakil Dekan Bpk
Cecept Juliasyah Abas M.Kom, sekaligus Ketua Jurusan DKV Universitas
Kuningan, diucapkan terimakasih semuanya. Kepada kakak tercinta Priyani
Astuti dan Santosa Wibowo B.A., juga diucapkan terimakasih atas bantuan
tinta dan kertasnya. Kepada kakak tercinta Dra. Wiwin Widiastuti M.M. dan
Suharto B.A., diucapkan terimakasih atas bantuannya. Kepada kakak tercinta
Dedi Widianto SH, MH, M.Ec.Dev., yang telah banyak membantu peneliti
dalam hal keuangan. Tak lupa ucapan terimakasih kepada putri tercinta
Lintang Tinelo To’U Botiya dan Nurleni Samosir atas doa dan spiritnya.
Terimakasih kepada Nandarina, melali cinta kasihnya banyak membantu, tak
bosan dan tetap dengan dedikasi yang hebat mendampingi penulis, lalu
mengorbankan material dan moralnya untuk suksesnya tiap grand design
yang saya bentuk. Pada Kuninganologi telah banyak bersabar, semoga Allah
merahmati sifat baiknya. Dalam data primer yang disampaikan, terimakasih
diucap pada KITLV Leiden karena masih mendominasi asupan visual image
data masa Kolonial. Tak lupa inspirasinya rekan Blazerian Indonesia dan BAT.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan segala cinta kasihNya
kepada setiap hati yang berbuat baik. Harapan penulis, semoga tulisan ini
bermanfaat dalam pengembangan kreatifitas seni dan sebagai informasi bagi
mereka yang membaca dan membutuhkan.
Penyusun
HALAMAN JUDUL ...................................................................... i
PERSEMBAHAN ......................................................................... ii
PRAKATA ................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................. iv
ABSTRAK .................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... vi
SKEMA, TABEL, DAN PETA ........................................................ vii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ........................................... viii
TANDA BACA DAN EJAAN. ..................................................... ix
xviii
BAB I PENGENALAN ................................................................... 1
A. Gambaran Umum Kuningan ........................................ 1
B. Keadaan Geografis Kuningan ...................................... 2
C. Kondisi Iklim Kuningan .................................................... 3
D. Agama dan Kepercayaan ........................................... 4
BAB II ARTEVAKTUAL ................................................................... 20
A. Prasejarah ......................................................................... 30
1. Jenis Artevaktual Kuningan ............................................ 31
2. Konsep dan Tema Penciptaan ...................................... 50
2. 1. Kajian Sejarah ........................................................... 60
2.1.1 Sejarah Hindu dan Budha ................................. 65
2.1. 2 Sejarah Islam ...................................................... 70
2. 2. Kajian Estetik ............................................................. 75
2. 2. 1 Rumah Tradisional
2. 2. 2 Bentuk Motif Ornamen Rumah Tradisional
2. 2. 3 Bentuk Motif Baju Perang
2. 2. 4 Bentuk Motif Patung
2. 2. 5 Bentuk Motif Batik
2. 2. 6 Bentuk Motif Senjata Pusaka
1. 3. Kajian Anthropologi ................................................. 80
1. 4. Kajian Simbol ............................................................ 90
3. Metode Transmisi.............................................................. 110
B. Masa Abad ke-19 sampai 20 ......................................... 120
BAB III KUNINGANOLOGI .......................................................... 160
A. Pola Pandang ................................................................... 170
B. Saran dan Kesimpulan .................................................... 190
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 200
xix
Gambar 1. Interior Gaya Eropa yang diproduksi di Kuningan pada sebuah
rumah di Kuningan (KIT Amsterdam, 1927)
Gambar 2. Kain ini dibuat di Royal Weefgoederenfabriek, sebelumnya C.T.
Gambar 3. Sekelompok/Keluarga Polahi, dengan dua orang memegang
tombak panjang. (Rashid Woretma, 2007)
Gambar 4. Tombak mata satu, terbuat dari kayu dan besi, dengan panjang
1,50 Cm. (Rashid Woretma, 2007)
Gambar 5. Golok/Parang, terbuat dari kayu dan besi, dengan panjang 60
Cm. (Rashid Woretma, 2007)
Gambar 6. Salah satu suku Polahi, memakai Golok setelah melakukan
perkelahian. (Rashid Woretma, 2007)
Gambar 7. Bentuk Gubuk/Rumah dengan anyaman motif segitiga beraturan.
(Rashid Woretma, 2007)
Gambar 8.. Serikat buruh Kuningan, memajukan sektor perkebunan dan
pertanian.
Gambar 9. Sketsa konsep babato jajaran pertanian sawah dan tegal (J.A. Mol,
Kode COLLBN 00210024)
Gambar 10 a. Groet uit Java, het bewerken van Sawah's
b. Het ploegen van de sawah op Java
Gambar 11. Kartu Pos untuk Ratu Wilhelmina, (J.T.F. Riede 1871-1887)
TABEL 1 Pertumbuhan Populasi Penduduk Beberapa Daerah Jawa Barat
tahun 1600-1930
xx
xxi
Armor perunggu Telaga Koeningan 1900, KITLV Leiden.
UNINGAN
dan spesial cinta kasih sayang
xxii
Beberapa penulisan dalam buku ini menggunakan sumber tanda baca
dan ejaan bahasa daerah Kuningan, seperti untuk huruf vokal yang berbunyi
‘e’ pada kata ‘boled’ atau ubi ’ mendapat tanda baca khusus ‘ě’ menjadi
‘bolěd’, merupakan penekanan kedalaman vokal ‘ě’.
Nama orang yang masih menggunakan ejaan lama, tetap ditulis
dengan ejaan lama tetapi dengan huruf biasa, seperti R.M. Soedarsono dan
Koentjaraningrat.