infarkes v

Upload: fadlinugraha6109

Post on 07-Jul-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Infarkes V

    1/32

    Edisi V September - Oktober 2015

    Sistem InformasiPeningkatan Sharing danAkses Data KefarmasianEra Otonomi Daerah

    QuantumLeap:

    TantanganBerikutnyaSekretariat

    Ditjen Binfar dan Alkes

    Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

    Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4 - 9 Jakarta Selatan | Lantai 8 R. 801(021) 5214869, 5201590 ext: 8009 | www.binfar.kemkes.go.id

  • 8/19/2019 Infarkes V

    2/32

    PENASIHAT

    Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

    Kesehatan

    PENANGGUNG JAWAB

    Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

    Kesehatan

    KETUA REDAKSI

    Kepala Bagian Hukum, Organisasi, Dan Hubungan

    Masyarakat

    SEKRETARIS REDAKSI

    Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat

    ANGGOTA REDAKSI

    Dra. Rully Makarawo, Apt

    Dra. Ardiyani, Apt, M.Si

    Aji Wicaksono, S.Farm, Apt

    Isnaeni Diniarti, S.Farm, Apt

    Wasiyah, S.AP

    Muhammad Isyak Guridno, S.Si, AptRadiman, S.E

    Rudi, Amd. MI

    ALAMAT REDAKSI

    Jln. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4 - 9

    Jakarta Selatan

    Kementerian Kesehatan RI

    Setditjen Binfar dan Alkes,

    Subbagian Humas Lt. 8 R.801

    (021) 5214869 / 5201590 Ext. 8009

    SUSUNAN REDAKTUR

    PENGANTARPENGANTARDARI REDAKSI

    DAFTAR ISI

    Peran Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai peran penting,

    memberikan dukungan koordinasi pelaksanaan tugas dan pemenuhan administrasi

    Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam dokumen Rencana Strategis

    Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, peran dukungan manajerial menjangkau lebih

    dari peran koordinasi dan pemenuhan administrasi. Dukungan manajerial menjadi faktor

    penting bagi pelaksanaan program-program kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari sasaran-

    sasaran strategis kesekretariatan yang harus dimiliki oleh setiap unit utama Kemenkes.

    Sasaran strategis kesekretariatan antara lain meningkatkan tata kelola pemerintah yang

    baik dan bersih, meningkatkan kompetensi dan kinerja aparatur Ditjen Bina Kefarmasian

    dan Alat Kesehatan, serta meningkatkan sistem informasi yang terintegrasi.

    Berangkat dari hal tersebut, kerja keras amat dibutuhkan untuk membawa Sekretariat

    Ditjen Binfar dan Alkes sukses mengimplementasikan strategi Kementerian Kesehatan RI.

    Buletin Edisi V kali ini mengetengahkan program-program yang diusung oleh Setditjen

    Bina Kefarmasian dan Alkes, antara lain Pengembangan Sistem Informasi Dalam Upaya

    Peningkatan Sharing  (Berbagi) Dan Akses Data Kefarmasian Dalam Era Otonomi Daerah,

    tantangan berikutnya Setditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dan tentang Komite

    Farmasi Nasional, menjadi topik utama.Tak ketinggalan berita-berita lainnya seputar kegiatan Ditjen Binfar dan Alkes yakni,

    Pameran Industri Kosmetika dan Jamu, Penyusunan Formularium, Konsultasi Teknis

    Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Sosialisasasi Gema Cermat dan sejumlah

    berita lainnya. Akhir kata kami berharap apa yang kami sajikan dalam buletin ini dapat

    bermanfaat untuk semua pihak.

    Salam Sehat

    Sistem Informasi Peningkatan Sharing 

    dan Akses Data Kefarmasian

    Era Otonomi Daerah

    Komite Farmasi

    Nasional (KFN)

    Quantum Lead:

    Tantangan Berikutnya

    Sekretariat Ditjen

    Binfar dan Alkes

    Peran Badan Publik 

    Dalam Keterbukaan

    Informasi Publik 

    Pameran Industri

    Kosmetika dan Jamu

    Formularium Nasional

    Untuk Semua Pihak 

    Sukseskan Program

    Indonesia Sehat dan

    Nusantara Sehat

    Sosialisasi

    Gema Cermat

    Rapat Kerja Kesehatan

    Daerah Provinsi

    Kepulauan Riau Tahun 2015

    Peningkatan Kapasitas

    Penanggung Jawab Teknis

    Bidang Obat Tradisional

    Buah Merah

    Kaya Akan Manfaat

    Sarang Semut,

    Tumbuhan Berkhasiat

    0306

    08111315

    1821

    25

    272930

    Gambar Sampul:Isa Islamawan, SH

  • 8/19/2019 Infarkes V

    3/32

    Hal. 3 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    TOPIK UTAMA

    SistemInformasi

    PeningkatanSharing  danAkses Data

    KefarmasianEra Otonomi

    Daerah

    Rencana Strategis Kementerian Kesehatan

    periode 2015 – 2019 mengamanatkan

    Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    untuk meningkatkan akses dan mutu sediaan

    farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

    Rumah Tangga (PKRT) . Untuk itu, dibangun kebijakanyang bertujuan mencapai peningkatan pelayanan

    kefarmasian, peningkatan ketersediaan obat publik dan

    perbekalan kesehatan, produksi dan distribusi alkes,

    produksi dan distribusi kefarmasian, dan dukungan

    manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada

    Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

    Operasionalisasi kebijakan tersebut tidak dapat

    dilepaskan dari tersedianya data dan informasi

    kefarmasian yang lengkap, akurat, dan mutakhir.

    Ketersediaan data dan informasi tidak hanya penting

    dalam tahap perumusan suatu kebijakan, namun jugapada tahap implementasi dan tahap evaluasi. Untuk itu,

    perlu dirancang berbagai strategi dalam mewujudkan

    ketersediaan data dan informasi, mulai dari entry point ,

    manajemen, pemanfaatan, hingga publikasinya.

    Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 32

    tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan data dan

    informasi menghadapi tantangan desentralisasi dibidang

    kesehatan khususnya di bidang kefarmasian. Wewenang

    dan peran Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/

    Kota menjadi semakin besar, sehingga menimbulkan

    implikasi meningkatnya kebutuhan data dan informasibagi pengambilan kebijakan di daerah. Sayang, data dan

    informasi kefarmasian pada tingkat nasional, terutama

    pada aspek kualitas data yang tersedia belum memadai.

    Sebab, belum terintegrasi dan terkoordinasi dalam satu

    mekanisme kerjasama yang baik, serta keterbatasan

    dalam pengambilan data antara Pusat dan Daerah

    semenjak Era Otonomi Daerah.

    Kondisi lain seperti infrastruktur yang kurang

    memadai, kurangnya jumlah SDM, data tersebar di

    banyak unit kerja, serta kurangnya koordinasi antar

    unit kerja di daerah merupakan gambaran sulitnyamendapatkan data dan informasi yang valid . Termasuk

    akses dan sharing  data karena belum seluruh komputer

    terhubung internet.

    Di pusat tidak jauh berbeda kondisinya. Jumlah

    aplikasi yang cukup banyak, pengelolaan sistem

    informasi yang masih desentralisasi, output  dari tiap

    sistem informasi belum terintegrasi secara maksimal.

    Hal ini jelas merupakan tantangan bagi pengelola data

    dan informasi di lingkungan Ditjen Bina Kefarmasian dan

  • 8/19/2019 Infarkes V

    4/32

    Hal. 4 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    TOPIK UTAMA

    Alat Kesehatan mengumpulkan data dan informasi yang

    valid .

    Untuk berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan

    validitas data dan informasi, diantaranya pemutakhirandata kefarmasian tingkat propinsi maupun nasional. Mulai

    dari manajemen data, peningkatan kualitas entri data

    dan penyempurnaan model pemanfaatan data. Ditjen

    Binfar dan Alkes melalui dana dekonsentrasi memasukkan

    kegiatan pemutakhiran data tingkat propinsi sebagai salah

    satu menu kegiatan yang dapat diambil oleh propinsi.

    Hal ini bukti perhatian (concern) terhadap pentingnya

    data kefarmasian, baik dalam pengumpulan data terkait

    indikator program maupun data sarana kefarmasian.

    Diharapkan dengan adanya pemutakhiran data tingkat

    Propinsi, akses dan sharing data yang berkualitas dari

    Propinsi maupun Kabupaten/Kota bisa didapatkan dengan

    mudah.Upaya lainnya adalah mengembangkan sistem

    informasi sebagai sarana publikasi data yang diperoleh

    dari daerah maupun pusat kepada masyarakat. Hal ini,

    selain merupakan media informasi publik juga merupakan

    wujud feedback  terhadap daerah yang telah secara

    sukarela membantu dalam memberikan data. Salah satu

    sistem infomasi yang telah dikembangkan adalah Aplikasi

    Pemetaan Sarana Kefarmasian (APIF) berbasis website.

  • 8/19/2019 Infarkes V

    5/32

    Hal. 5 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    Beberapa data dalam aplikasi ini adalah data-data terkait prol Instalasi Farmasi Propinsi/

    Kabupaten /Kota, data Sarana Produksi Kefarmasian seperti Industri Farmasi, Perusahaan

    Besar Farmasi, Perusahaan Besar Bahan Baku Farmasi, Produksi Alat Kesehatan, Produksi

    Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Industri Obat Tradisional, Usaha Kecil/Menengah

    Obat Tradisional serta data Sarana Distribusi Kefarmasian seperti Apotek, Toko Obat, Penyalur

    Alat kesehatan, Toko Alkes. Aplikasi APIF ini dapat dilihat secara online pada alamat apif.binfar.depkes.go.id.

    Aplikasi-Aplikasi lain juga telah dikembangkan oleh Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

    Kesehatan dalam upaya mendukung pelayanan publik, seperti e-Registrasi Alkes, e-Pharm,

    e-Licensing, STRA online dan lain-lain yang merupakan aplikasi berbasis online sistem.

    Semua ini untuk menjawab kebutuhan publik, baik masyarakat maupun dunia usaha untuk

    memanfaatkan teknologi informasi dalam mengakses informasi yang dibutuhkan di era

    Globalisasi ini.

    Tabel daftar aplikasi yang dikembangan Ditjen Binfar dan Alkes

    Kedepan, dengan berbagai sistem informasi yang dikembangkan oleh Ditjen Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat memberikan manfaat bagi Program Kefarmasian

    dan Alat Kesehatan pada khususnya, dan pembangunan kesehatan pada umumnya, untuk

    mewujudkan Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan.

    TOPIK UTAMA

    No Nama Aplikasi Direktorat

    Pengguna

    Internal –

    Pemberi Layanan Eksternal –

    Pengguna Data1 Sistem Registrasi Online Alkes Kemenkes

    2Sistem e-Monitoring Post Market

    SurveillanceAlkes Kemenkes

    3 Sistem e-Payment Alkes Kemenkes Management

    4 e-Sistem Surat Keterangan Alat Kesehatan Alkes

    5 Aplikasi SIPNAP Prodis FMKemenkes, Dinkes Provinsi,

    Dinkes KabupatenPBF, Apotek, IFK

    6 Epharm Prodis FMKemenkes, Dinkes Provinsi,

    Dinkes KabupatenPBF, Apotek, IFK

    7 e-Licencing Prodis FM Kemenkes Industri Farmasi

    8 e-PBF Prodis FM Kemenkes, Dinkes Provinsi PBF (Management)

    9 Report NPP Prodis FM

    10 e-Yanfar (e-Fornas) Yan Far

    11 Pelayanan Informasi Obat Yan Far

    12 e-Logistic Obat OblikKemenkes, Dinkes Provinsi,

    Dinkes Kabupaten

    13 e-Catalog Obat dan Alkes LKPP

    14 STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) Sekretariat

    15 APIV Sekretariat Management

    16 Sistem Pemutahiran Data Sekretariat Management

  • 8/19/2019 Infarkes V

    6/32

    Hal. 6 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    P

    ekerjaan kefarmasian

    meliputi pengendalian

    mutu sediaan farmasi,pengamanan, pengadaan,

    penyimpanan dan pendistribusian

    atau penyaluran obat, pengelolaan

    obat, pelayanan obat atas resep

    dokter, pelayanan informasi obat,

    serta pengembangan obat, bahan

    obat dan obat tradisional.

    Komite Farmasi nasional (KFN)

    merupakan unit non struktural yang

    dibentuk oleh Menteri Kesehatan dan

    bertanggung jawab kepada MenteriKesehatan melalui Dirjen yang

    tugasnya untuk meningkatkan dan

    menjamin mutu tenaga kefarmasian

    (sesuai Permenkes nomor 889 tahun

    2011 tentang registrasi, izin praktik,

    dan izin kerja tenaga kefarmasian

    pasal 25 ayat 1 dan 2). Di dalam

    pasal 26, KFN mempunyai tugas

    sertikasi dan registrasi, pendidikan

    dan pelatihan berkelanjutan, serta

    pembinaan dan pengawasan.

    Susunan organisasi KFN terdiri

    dari: Divisi Sertikasi dan Registrasi,

    Divisi Pendidikan dan Pelatihan

    Berkelanjutan, dan Divisi Pembinaan

    dan Pengawasan. Anggota KFN

    ditetapkan oleh Menteri berdasarkan

    usulan Direktur Jenderal berjumlah 9

    orang yang terdiri atas unsur-unsur

    yang berasal dari: Kementerian

    Kesehatan RI, Badan Pengawas Obat

    dan Makanan, Organisasi Profesi,

    Organisasi yang menghimpun TenagaTeknis Kefarmasian, Perhimpunan

    dari Perguruan Tinggi Farmasi di

    Indonesia, Kementerian Pendidikan

    Nasional.

    Divisi Sertikasi dan Registrasi

    bertugas menyiapkan rancangan

    cetak biru sertikasi dan registrasi;

    menyusun pedoman tata

    laksana sertikasi dan registrasi

    serta melaksanakan registrasi.

    Divisi Pendidikan dan Pelatihanmempunyai tugas menyusun cetak

    biru pengembangan pendidikan

    berkelanjutan, menyusun pedoman

    pengembangan pendidikan

    berkelanjutan, menetapkan angka

    Satuan Kredit Profesi (SKP) pada

    pelaksanaan pengembangan

    pendidikan berkelanjutan. Divisi

    Pembinaan dan Pengawasan,

    mempunyai tugas melaksanakan

    pembinaan dan pengawasan

    terhadap tenaga kefarmasian dalam

    melaksanakan pekerjaan kefarmasian.

    Salah satu bentuk registrasi yang

    dilakukan KFN ialah registrasi Surat

    Tanda Registrasi Apoteker (STRA).

    Setiap tenaga kefarmasian yang

    menjalankan pekerjaan kefarmasian

    wajib memiliki surat tanda registrasi.

    Surat tanda registrasi berupa STRA

    bagi Apoteker dan STRTTK bagi

    Tenaga Teknis Kefarmasian.

    TOPIK UTAMA

    KOMITE FARMASI NASIONAL

    “Kapasitas untuk menyediakan pelayanan kefarmasianyang baik tergantung pada dua hal; tenaga kerja yang

    kompeten dan tenaga akademis yang mampu mencetak

    tenaga kerja yang kompeten”.(Drs. Purwadi, Apt., MM., ME., Ketua KFN Periode 2014-2017)

    Syarat memperoleh

    STRA, Apoteker

    mengajukan

    permohonan

    kepada KFN dengan

    menggunakan Formulir,

    Surat permohonan STRA

    harus melampirkan

    fotokopi ijazah Apoteker,fotokopi surat sumpah/

     janji Apoteker, fotokopi

    sertifkat kompetensi

    profesi yang masih

    berlaku, surat keterangan

    sehat fsik dan mental

    dari dokter yang

    memiliki surat izin praktik,

    surat pernyataan

    akan mematuhi dan

    melaksanakan ketentuan

    etika profesi, pas foto

    terbaru berwarna ukuran

    4 x 6 cm sebanyak 2

    (dua) lembar dan ukuran

    2 x 3 cm sebanyak 2

    (dua) lembar.

  • 8/19/2019 Infarkes V

    7/32

    Hal. 7 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    TOPIK UTAMA

    Permohonan STRA dapat diajukan

    dengan menggunakan teknologi

    informatika atau secara online melalui

    website KFN. KFN harus menerbitkan

    STRA paling lama 10 (sepuluh)

    hari kerja sejak surat permohonanditerima dan dinyatakan lengkap .

    Untuk memperoleh STRTTK,

    Tenaga Teknis Kefarmasian

    harus mengajukan permohonan

    kepada Kepala Dinas Kesehatan.

    Surat permohonan STRTTK harus

    melampirkan fotokopi ijazah Sarjana

    Farmasi atau Ahli Madya Farmasi

    atau Analis Farmasi atau Tenaga

    Menengah Farmasi/Asisten Apoteker,

    surat keterangan sehat sik danmental dari dokter yang memiliki

    surat izin praktik, surat pernyataan

    akan mematuhi dan melaksanakan

    ketentuan etika kefarmasian,

    surat rekomendasi kemampuan

    dari Apoteker yang telah memiliki

    STRA, atau pimpinan institusi

    pendidikan lulusan, atau organisasi

    yang menghimpun Tenaga Teknis

    Kefarmasian, dan pas foto terbaru

    berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak

    2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm

    sebanyak 2 (dua) lembar. Kepala

    Dinas Kesehatan Provinsi harus

    menerbitkan STRTTK paling lama

    10 (sepuluh) hari kerja sejak surat

    permohonan diterima dan dinyatakanlengkap.

    STRA atau STRTTK dapat

    dicabut karena, permohonan

    yang bersangkutan, pemilik STRA

    atau STRTTK tidak lagi memenuhi

    persyaratan sik dan mental untuk

    menjalankan pekerjaan kefarmasian

    berdasarkan surat keterangan dokter,

    melakukan pelanggaran disiplin

    tenaga kefarmasian, d. melakukan

    pelanggaran hukum di bidangkefarmasian yang dibuktikan dengan

    putusan pengadilan.

    Pencabutan STRA disampaikan

    kepada pemilik STRA dengan

    tembusan kepada Direktur

     Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan

    Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan

    Kabupaten/Kota dan organisasi

    profesi. Pencabutan STRTTK

    disampaikan kepada pemilik STRTTK

    dengan tembusan kepada Direktur

     Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan

    Kabupaten/Kota dan organisasi

    yang menghimpun Tenaga Teknis

    Kefarmasian.

    Di dalam website resmi KFN,

    disebutkan bahwa selama tahun2015, ada 1917 orang apoteker

    yang permohonan STRAnya telah di

    approve oleh KFN. KFN juga mendata

    hingga saat ini terdapat 54187 orang

    tenaga apoteker yang terdiri dari

    12467 apoteker laki-laki dan 41720

    apoteker wanita. Hingga tahun 2015

    pula, 54187 apoteker

    telah terdaftar secara resmi.

    Anggota KFN periode 2014 - 2017:1. Drs. Purwadi, Apt., MM., ME.

      (Ketua merangkap Anggota)

    2. Dr. Faiq Bahfen, SH

    3. Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si

    4. Prof. Dr. Tutus Gusnidar K., Apt.

    5. Dr. Umi Athiyah, Apt., M.S.

    6. Drs. Nurul Falah Eddy P., Apt.

    7. Drs. Ahaditomo, Apt., M.S.

    8. Drs. Bambang Triwara, Apt., Sp.FRS

    9. Dra. Suzana Indah Astuti, M.Si.,

    Apt.

  • 8/19/2019 Infarkes V

    8/32

    Hal. 8 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    TOPIK UTAMA

    Sekretariat Ditjen BinaKefarmasian dan Alat Kesehatan

    merupakan unit kerja yang bertugas

    memberikan dukungan koordinasi

    pelaksanaan tugas dan pemenuhan

    administrasi dalam pelaksanaan

    Program Kefarmasian dan Alat

    Kesehatan. Dukungan itu berbentukkoordinasi lintas program maupun

    lintas sektor. Sebagai contoh,

    dalam hal siklus perencanaan dan

    penganggaran, Sekretariat Ditjen

    bertugas memberikan fasilitasi

    dan koordinasi, untuk memastikan

    kebutuhan kegiatan teknis Ditjen

    Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    dapat terakomodir dalam dokumen

    perencanaan-penganggaran. Contoh

    lainnya, dalam hal penatalaksanaan

    kewajiban keuangan-barang milik

    negara, maka Sekretariat Ditjen

    menjalankan tugas yang sama,

    sehingga pelaksanaan Program

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    memenuhi standar ketentuan yang

    berlaku. Alhamdulilaahirabbil’aalamin,

    kedua tugas tersebut telah dapat

    dilaksanakan dengan baik.

    Dalam beberapa tahun terakhir, di

    bidang perencanaan-penganggaran,

    Ditjen Bina Kefarmasian dan

    Alat Kesehatan tidak pernah

    menjumpai dokumen penganggaran

    yang mendapat ‘bintang’ karena

    kekurangan dokumen perencanaan.

    Bila pun ada ‘bintang’, hal tersebut

    lebih disebabkan oleh faktor-faktor

    yang ada di luar kendali Ditjen BinaKefarmasian dan Alat Kesehatan,

    seperti: belum turunnya persetujuan

    Presiden.

    Dalam hal penatalaksanaan

    administrasi keuangan dan BMN,

    Ditjen Kefarmasian dan Alat

    Kesehatan mendapat predikat

    Wajar Tanpa Pendapat dari Badan

    Pemeriksa Keuangan. Sebuah

    kebanggaan bagi Ditjen Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatanmampu berkontribusi positif pada

    pencapaian predikat Kementerian

    Kesehatan. Contoh lainnya adalah

    pencapaian Ditjen Bina Kefarmasian

    dan Alat Kesehatan dalam penilaian/

    evaluasi penyelenggaraan Sistem

    Akuntabilitas Kinerja Instansi

    Pemerintah (SAKIP). Pada periode

    empat tahun terakhir, hasil penilaian

    penyelenggaraan SAKIP Ditjen Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    senantiasa berada pada tingkat

    A. Hal ini menunjukkan bahwa

    penyelenggaraan program telah

    memenuhi unsur-unsur transparansi

    dan akuntabilitas.

    Untuk itu, tidaklah berlebihan

    bila Sekretariat Ditjen mendapat

    apresiasi atas kinerja maksimalnyadalam menjalankan tugas

    memberikan dukungan koordinasi

    dan pemenuhan administrasi. Akan

    tetapi, apakah kinerja tersebut sudah

    cukup untuk mengantar Program

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    sejajar dengan program kesehatan

    lain?

    Sasaran Strategis

    KesekretariatanSesungguhnya peran

    kesekretariatan dalam Ditjen Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan lebih

    dari itu. Bila kita merujuk ke dokumen

    Rencana Strategis, Kementerian

    Kesehatan RI Tahun 2015-2019, maka

    dapat dilihat bahwa peran dukungan

    manajerial menjangkau lebih dari

    peran koordinasi dan pemenuhan

    Quantum Leap:TantanganBerikutnyaSekretariat DitjenBinfar dan Alkes

    R.Himawan

    [email protected]

  • 8/19/2019 Infarkes V

    9/32

    Hal. 9 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    administrasi saja. Dalam Renstra,

    dukungan manajerial menjadi faktor

    penting bagi pelaksanaan program

    kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari

    sasaran strategis kesekretariatan

    yang harus dimiliki oleh setiap unit

    utama Kemenkes.

    Sasaran strategis pertama,

    meningkatkan tata kelola pemerintah

    yang baik dan bersih. Meliputipengelolaan keuangan yang efektif-

    esien-ekonomis-taat peraturan,

    peningkatan transparansi dan

    akuntabilitas dengan memperhatikan

    rasa keadilan serta kepatutan.

    Melakukan upaya pengawasan

    melekat yang bermutu.

    Sekretariat Ditjen Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    harus merumuskan kegiatan-kegiatan

    yang mengandung prinsip-prinsiptata kelola yang baik dan bersih

    tersebut. Dengan demikian, kegiatan-

    kegiatan Sekretariat Ditjen akan

    membawa seluruh unit teknis Ditjen

    Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    melakukan tata kelola pemerintah

    yang baik dan bersih.

    Sasaran strategis kedua,

    meningkatkan kompetensi dan kinerja

    aparatur Ditjen Bina Kefarmasian

    dan Alat Kesehatan. Upaya ini dapat

    dilakukan dengan menyusun standar

    kompetensi jabatan struktural

    untuk semua tingkat eselon, dan

    mengembangkan sistem kaderisasi

    yang efektif. Dalam hal ini, Sekretariat

    Ditjen dapat belajar dari cara BPJS

    Kesehatan (BPJS-K) mengembangkan

    karir pegawainya melalui talent pool. Sistem talent pool  memungkinkan

    manajemen BPJS-K memiliki informasi

    tentang potensi yang dimiliki oleh

    setiap pegawainya. Identikasi potensi

    tersebut kemudian dimanfaatkan

    untuk menyusun peta karier pegawai,

    sehingga setiap pegawai memiliki

    informasi yang cukup tentang masa

    depan kariernya di BPJS-K. Sebagai

    hasilnya, di lingkungan pegawai

    tercipta nuansa persaingan sehatyang pada akhirnya berkontribusi

    positif terhadap kinerja BPJS-K.

    Sesungguhnya Ditjen Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    memiliki kualitas aparatur yang dapat

    diandalkan. Keberadaan sistem

    kaderisasi dapat membantu Ditjen

    Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    untuk mendapatkan outcome terbaik

    dari talenta para aparaturnya.

    Tentunya, perumusan sistem

    kaderisasi tersebut merupakan

    tanggung jawab Sekretariat Ditjen.

    Sasaran strategis ketiga,

    meningkatkan sistem informasi yang

    terintegrasi. Inilah sasaran strategis

    yang memiliki daya dorong luar biasa

    bagi kesuksesan penyelenggaraan

    program. Sebagaimana diketahui,operasional Program Kefarmasian

    dan Alat Kesehatan tidak dapat

    dilepaskan dari keberadaan

    sistem informasi. Berdasarakan

    pemantauan, setidaknya terdapat

    lebih dari 11 sistem informasi yang

    disusun oleh Ditjen Bina Kefarmasian

    dan Alat Kesehatan. Mulai dari sistem

    registrasi (seperti e-licensing  sarana

    produksi dan distribusi kefarmasian,

    e-regalkes, STRA online), sistempemetaan (seperti aplikasi pemetaan

    sarana kefarmasian dan alat

    kesehatan–APIF, e-FORNAS, e-logistic ),

    sampai sistem pelaporan online 

    (seperti e-report PBF, SIPNAP, e-watch 

    Alkes, e-yanfar, dan e-reporting  Binfar

    Alkes).

    Seluruh sistem tersebut

    memiliki data dan menghasilkan

    TOPIK UTAMA

  • 8/19/2019 Infarkes V

    10/32

    Hal. 10 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    TOPIK UTAMA

    informasi yang berharga, namun

    belum termanfaatkan secara saling

    terkoneksi. Akibatnya, seluruh sistem

    informasi tersebut cenderung ‘hidup

    menyendiri’ dan tidak termanfaatkan

    dalam proses-proses pengambilankeputusan maupun perumusan

    kebijakan.

    Bila Sekretariat Ditjen ingin

    mendorong Program Kefarmasian

    dan Alat Kesehatan beberapa

    langkah lebih maju, maka integrasi

    sistem informasi merupakan

    alternatif yang layak untuk ditempuh.

    Kita dapat belajar dari beberapa

    perusahaan swasta yang telah

    mengembangkan decision supportsystem untuk mendukung operasional

    perusahaan mereka. Sistem tersebut

    menggabungkan berbagai data

    terkait operasional perusahaan,

    mengolahnya sesuai prosedur

    tertentu, dan menyajikan output  

    informasi yang menggambarkan

    kinerja perusahaan maupun bahan

    pertimbangan dalam pengambilan

    keputusan. Dengan logika yang sama,

    dapat diusulkan sistem registrasie-licensing  sarana produksi dan

    distribusi kefarmasian terkoneksi

    dengan sistem STRA online.

    Pendekatan ini memungkinkan

     jajaran Ditjen memperoleh informasi

    persentase tenaga kefarmasian

    yang bekerja di sektor kefarmasian

    nasional, ataupun track record setiap

    tenaga kefarmasian yang ada di

    Indonesia. Logika yang sama juga

    dapat diterapkan untuk sisteme-report  PBF dengan APIF, sehingga

    informasi yang pemetaan yang

    ditampilkan akan lebih berbobot,

    aktual, dan dapat dimanfaatkan

    sebagai bahan advokasi program.

    Tentunya hal-hal tersebut masih

    berupa ide kasar yang perlumendapat penyempurnaan.

    Namun, bila kesadaran dan

    komitmen akan pentingnya integrasi

    sistem informasi tumbuh pada setiap

     jajaran Ditjen Bina Kefarmasian dan

    Alat Kesehatan, maka bukan tidak

    mungkin hal tersebut akan tercapai

    dalam waktu dekat.

    Quantum Leap: Rencana

    Aksi Sekretariat Ditjen BinaKefarmasian dan Alat Kesehatan

    Uraian-uraian tersebut merupakan

    informasi yang diperoleh dari

    dokumen Rencana Strategis

    Kementerian Kesehatan Tahun

    2015-2019 dan sumber-sumber

    lain yang dijumpai. Tentunya, bila

    Sekretariat Ditjen ingin melangkah

    menuju hal-hal tersebut, diperlukan

    komitmen perencanaan periode lima

    tahunan yang menjabarkan secaradetil hal-hal tersebut dalam sebuah

    dokumen. Sesuai kaidah SAKIP, setiap

    satuan kerja di lingkup unit utama

    wajib menyiapkan Rencana Aksi

    Kegiatan sebagai sumber dokumen

    kinerja. Untuk itu, tidaklah berlebihan

    bila uraian-uraian di atas dapat

    dipertimbangkan untuk dimuat dalam

    dokumen Rencana Aksi Kegiatan

    Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian

    dan Alat Kesehatan, serta menjadilangkah-langkah operasional selama

    lima tahun ke depan.

    Penulis meminjam istilah Quantum

    Leap, yang dengannya seorang

    Emirsyah Satar berhasil membawa

    Garuda Indonesia meloncat dari jurang kerugian dan ketertinggalan

    menuju podium keuntungan dan

    keunggulan.

    Sebuah loncatan serupa,

    dibutuhkan oleh Sekretariat

    Ditjen dalam menampilkan kinerja

    terbaiknya untuk membawa Program

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    sejajar dengan program kesehatan

    lain. Seperti keberhasilan yang telah

    dicapai Sekretariat Ditjen dalam tugaspemberian dukungan koordinasi

    maupun administrasi pelaksanaan

    program selama beberapa tahun

    terakhir, maka loncatan ini hendaknya

    dapat pula berhasil memenuhi

    tujuannya.

    Lazimnya sebuah lompatan,

    selain kejelasan arah sebuah

    lompatan, diperlukan keberanian

    untuk menanggung sakit yang

    sedikit lebih besar dari biasanya,serta kekuatan seluruh sumber

    daya untuk menggerakkan kaki

    sedikit lebih tinggi dan lebih jauh

    dari biasanya. Penulis meyakini,

    hal-hal tersebut telah dimiliki oleh

    segenap aparatur Sekretariat Ditjen,

    dan menunggu mobilisasi yang kuat

    untuk menghasilkan kinerja yang

    unggul. Untuk itu, Quantum Leap 

    di lingkup Sekretariat Ditjen dapat

    dimulai dengan sebuah Rencana AksiKegiatan yang hidup.

  • 8/19/2019 Infarkes V

    11/32

    Hal. 11 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    Kebebasan dan keterbukaan

    tentu merupakan anugrah

    yang diharapkan banyak

    pihak. Sebaliknya, ketidakpastian

    dan ketidakteraturan menjadi

    sesuatu yang harus dihindari.Dalam konteks inilah kebebasan

    informasi diharapkan menjadi spirit

    demokratisasi yang menawarkan

    kebebasan sekaligus tanggung jawab

    secara bersamaan. Kebebasan

    informasi, di satu sisi harus

    mendorong akses publik terhadap

    informasi secara luas.

    Sementara di sisi yang lain,

    kebebasan informasi juga sekaligus

    dapat membantu memberikan pilihanlangkah yang jelas bagi pemerintah

    dalam mengambil suatu kebijakan

    secara strategis. Iklim seperti ini pula

    yang diharapkan dapat melahirkan

    model governability  dimana negara

    dapat memfungsikan dirinya

    secara efektif dan esien tanpa

    mengesampingkan prinsip-prinsip

    demokrasi.

    Pemberlakuan Undang-Undang

    Nomor 14 Tahun 2008 tentang

    Keterbukaan Informasi Publik

    berdampak konsekuensi logis akan

    kewajiban untuk membuka informasi

    seluas-luasnya kepada masyarakat,tentunya dengan kriteria dan

    ketentuan sebagaimana tercantum

    pada UU tersebut dan juknis/juklak

    terkait.

    Di dalam UU No 14 Tahun

    2009 Pasal 4 tentang Keterbukaan

    Informasi Publik, setiap orang berhak

    memperoleh Informasi Publik

    sesuai dengan ketentuan Undang-

    Undang ini. Setiap Orang berhak

    melihat dan mengetahui InformasiPublik, menghadiri pertemuan

    publik yang terbuka untuk umum

    untuk memperoleh Informasi Publik,

    mendapatkan salinan Informasi

    Publik melalui permohonan sesuai

    dengan Undang-Undang ini dan

    menyebarluaskan Informasi Publik

    sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan.

    Setiap pemohon Informasi Publik

    berhak mengajukan permintaan

    Informasi Publik disertai alasan

    permintaan tersebut. Setiap

    pemohon Informasi Publik berhak

    mengajukan gugatan ke pengadilan

    apabila dalam memperoleh Informasi

    Publik mendapat hambatan atau

    kegagalan sesuai dengan ketentuan

    Undang-Undang ini.

    Pentingnya badan publik

    menyelenggarakan keterbukaan

    informasi publik diantaranya

    bertujuan agar membentuk opini

    publik melalui informasi yang akurat,

    informasi publik yang akurat dapat

    mencegah rumor negatif dan tidakbenar beredar, meminimalisir korups

    dan penyalahgunaan informasi

    orang dalam, memperbaiki kinerja

    badan publik secara lebih tepat,

    membangun hubungan baik dan

    meningkatkan kepercayaan publik

    terhadap badan publik, menjamin

    akuntabilitas lembaga tersebut.

    Kewajiban badan publik dalam

    rangka keterbukaan informasi publik

    adalah menunjuk dan mengangkatpejabat pengelola informasi dan

    dokumentasi, menetapkan standar

    prosedur operasional, menyediakan

    dan memberikan informasi (secara

    berkala, serta merta, tersedia setiap

    saat, dan berdasarkan permintaan),

    menyediakan sarana dan prasarana,

    menetapkan standar biaya.,

    menyediakan anggaran, menanggapi

    keberatan, serta membuat dan

    ARTIKEL

    PERAN BADAN PUBLIK DALAM

    KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

    Terbuka, bukan berarti telanjang. Tapi ada sisi lain yang

    dikecualikan sesuai dengan uji konsekuensi yang telah

    dilakukan. Badan publik tak boleh serampangan melakukan

    pengecualian. Ada rambu-rambu yang harus dipenuhi,termasuk menyediakan informasi yang dibutuhkan

    masyarakat secara mudah, murah, cepat dan akurat.

  • 8/19/2019 Infarkes V

    12/32

    Hal. 12 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    ARTIKEL

    mengumumkan laporan pelayanan

    informasi.

    Ada 4 jenis informasi yang

    terdapat di dalam UU No 14 tahun

    2008. Pertama, Informasi yangwajib disediakan dan diumumkan

    secara berkala. Informasi jenis ini

    Disediakan/diumumkan secara rutin,

    teratur, dan dalam jangka waktu

    tertentu setidaknya setiap 6 bulan

    sekali. Penyebarluasan informasi

    disampaikan dengan cara yang

    mudah dijangkau masyarakat dan

    dalam bahasa yang mudah dipahami.

    Contohnya adalah informasi

    berkaitan dengan Badan Publik (prol,kedudukan, kepengurusan, maksud

    dan tujuan didirikannya badan

    publik), informasi kegiatan

    dan kinerja Badan Publik,

    informasi ttg laporan

    keuangan, informasi

    lain yang

    diatur dalam

    peraturan

    perundang-

    undangan.Untuk

    Sekretariat

    Direktorat

     Jenderal

    Binfar &

    Alkes, contoh

    Informasi yang

    diumumkan

    secara berkala

    adalah: Prol

    Kefarmasian DitjenBinfar dan Alkes, Buku

    Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes,

    Daftar Sarana Apotek Seluruh

    Indonesia, Daftar Sarana Toko

    Obat Seluruh Indonesia, Daftar

    Sarana Industri Kosmetika Seluruh

    Indonesia, Daftar Sarana Industri

    Obat Tradisional Seluruh Indonesia,

    Daftar Sarana Usaha Kecil/ Mikro

    Obat Tradisional Seluruh Indonesia,

    Daftar Sarana Industri Farmasi

    Seluruh Indonesia, Daftar Sarana

    Pedagang Besar Farmasi Seluruh

    Indonesia, Daftar Sarana Penyalur

    Alat Kesehatan Seluruh Indonesia,Daftar Sarana Cabang Penyalur

    Alat Kesehatan Seluruh Indonesia,

    Laporan Tahunan Ditjen Binfar dan

    Alkes, DIPA Ditjen Binfar dan Alkes,

    Daftar Sarana Industri Alkes, Daftar

    Sarana Industri PKRT, serta Laporan

    Tahunan Setditjen Binfar dan Alkes

    Kedua, Informasi Yang harus

    diumumkan secara serta merta.

    Informasi jenis ini Wajib diumumkan

    tanpa penundaan. BiasanyaMenyangkut ancaman terhadap hajat

    hidup

    orang

    banyak dan

    ketertiban umum. Informasi ini

    sifatnya aktif, artinya informasi yang

    wajib diumumkan seketika terjadinya

    keadaan yang dapat mengancam

    hajat hidup orang banyak dan

    ketertiban umm seperti informasi

    tentang bencana, kerusuhan massal,

    dll.

    Ketiga, informasi yang wajib

    tersedia setiap saat. Informasi jenis in

    sifatnya informasi pasif, artinya untuk

    memperolehnya harus dilakukandengan mengajukan permintaan.

    Informasi yang wajib tersedia setiap

    saat mencakup daftar seluruh

    informasi dalam penguasaan badan

    publik, keputusan badan publik dan

    pertimbangannya, kebijakan badan

    publik dan dokumen pendukungnya,

    rencana proyek dan anggaran

    tahunannya, perjanjian badan publik

    dengan pihak ketiga, informasi dalam

    pertemuan yang bersifat terbukauntuk umum, prosedur kerja yang

    berkaitan dengan layanan publik,

    laporan layanan akses informasi,

    informasi lain yang telah dinyatakan

    terbuka untuk diakses publik

    berdasar putusan sengketa

    informasi publik.

    Keempat, daftar informasi

    yang dikecualikan. Sesuai

    dengan permenkes

    no 1 tahun 2015,Dokumen informasi

    yang dikecualikan di

    lingkungan Kementerian

    Kesehatan, dikategorikan

    menjadi: dokumen

    keuangan, dokumen

    Barang Milik Negara (BMN),

    dokumen hukum, dokumen

    terkait produk/putusan Konsil

    Kedokteran Indonesia, dokumen

    identitas masyarakat, dokumenpengawasan, dokumen kepegawaian,

    dokumen produk/putusan yang

    berkaitan dengan kefarmasian dan

    alat kesehatan, dokumen penelitian

    dan pengembangan, dokumen

    terkait fasilitas kesehatan, dokumen

    kependidikan, dokumen tertentu,

    dokumen yang terkait dengan sistem

    keamanan teknologi informasi.

  • 8/19/2019 Infarkes V

    13/32

    Hal. 13 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    Industri kosmetik, jamu dan

    obat tradisional di Indonesia

    merupakan salah satu sektor

    strategis yang mampu menggerakkan

    roda perekonomian nasional. Oleh

    karena itu, upaya menciptakan iklim

    usaha yang kondusif agar dunia

    usaha tetap melakukan investasinya

    di Indonesia sekaligus meningkatkan

    daya saing yang tinggi sehingga

    industri kosmetik, jamu, dan obat

    tradisional dapat menjadi tuan rumah

    di negeri sendiri dengan gencar

    dilakukan oleh pemerintah saat ini.

    Direktorat Jenderal Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    selaku unit utama di Kementerian

    Kesehatan RI selalu berupaya

    melakukan pembinaan dan

    pengembangan industri obat

    tradisional agar tetap terjamin dalam

    mutu dan ketersediaan bahan baku

    dengan melakukan berbagai langkah

    pembinaan ke hulu dan hilir pada

    industri ini.

    Pada tanggal 1 September

    2015, Kementerian Kesehatan RI

    ikut berperan aktif dalam pameran

    Industri Kosmetik dan Jamu yang

    diadakan oleh Kementerian

    Perindustrian di Plasa Industri dengan

    memberikan arahan dan penjelasan

    kepada para pengunjung pameran

    seputar perizinan industri kosmetik

    dan obat tradisional.

    Dapat disampaikan, industri

    kosmetik nasional memberikan

    kontribusi yang cukup signikan baik

    dari nilai ekspor, omzet, maupun

    penyerapan tenaga kerja. Pada tahun

    2012, nilai ekspor kosmetik mencapai

    Rp. 9 triliun atau tiga kali lipat dari

    tahun sebelumnya sebesar Rp. 3

    triliun. Dari segi penjualan di dalam

    negeri juga mengalami peningkatan,

    pada tahun 2013 mencapai Rp.

    11,2 triliun atau tumbuh 15%

    dibandingkan tahun 2012 sebesar Rp.

    9,7 triliun.

    Sedangkan dari segi penyerapan

    tenaga kerja, sebanyak 760

    perusahaan kosmetik yang tersebar

    di wilayah Indonesia telah mampu

    menyerap tenaga kerja sebanyak

    75.000 orang secara langsung dan

    600.000 orang secara tidak langsung.

    “Seiring dengan pertumbuhan

    ekonomi yang meningkat, industri

    kosmetik nasional juga menunjukkan

    tren industri yang meningkat. Saat

    ini, produk kosmetik selain untuk

    memenuhi kebutuhan dalam negeri

     juga diekspor hingga menembus

    pasar internasional, seperti: ASEAN,

     Jepang, Timur Tengah, Uni Eropa,

    Amerika Serikat, dan beberapa

    negara di Afrika,” tegas Menperin.

    Sementara itu, industri jamu dan

    obat tradisional juga mencatatkan

    prestasi yang cukup menggembirakan

    dalam beberapa tahun terakhir.

    Hal tersebut terlihat dari omzet

    yang terus meningkat dari tahun ke

    tahun. Pada tahun 2013, penjualan

    mencapai Rp. 14 triliun dan pada

    tahun 2014 diperkirakan mencapai

    Rp. 15 triliun.

    “Pemerintah terus berupaya

    untuk menciptakan iklim

    usaha yang kondusif, agar

    dunia usaha tetap bergairah

    melakukan investasi di

    Indonesia, sehingga industri

    kosmetik dan jamu nasional

    mampu menjadi tuan rumahdi negeri sendiri

    (Menteri Perindustrian

    Saleh Husein)”

    PAMERAN INDUSTRI

    KOSMETIKA DAN JAMU

    LIPUTAN

  • 8/19/2019 Infarkes V

    14/32

    Hal. 14 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    Saat ini, terdapat 1.247 industri

     jamu yang terdiri dari 129 Industri

    Obat Tradisional (IOT) dan selebihnya

    termasuk golongan Usaha MenengahObat Tradisional (UMOT) dan Usaha

    Kecil Obat Tradisional (UKOT) yang

    tersebar di berbagai wilayah di

    Indonesia terutama di Pulau Jawa.

    Bahkan, industri obat tradisional

    mampu menyerap tenaga kerja

    sebanyak 15 juta orang, dimana 3

     juta terserap di industri jamu yang

    berfungsi sebagai obat dan 12 juta

    orang lainnya terserap di industri

     jamu yang telah berkembang kearahmakanan, minuman, kosmetik, spa,

    dan aromaterapi.

    Dengan diterbitkannya Undang-

    Undang Nomor 3 Tahun 2014

    tentang Perindustrian, Menperin

    memastikan mampu mendorong

    pertumbuhan industri kosmetik

    dan jamu nasional baik dalam

    skala besar maupun skala kecil dan

    menengah.“Undang-undang ini

    memiliki peraturan turunan yaitu

    Peraturan Presiden Nomor 14

    Tahun 2015 tentang Rencana IndukPembangunan Industri Nasional

    (RIPIN) Tahun 2015-2035, dimana

    industri kosmetik dan jamu menjadi

    salah satu industri andalan, yaitu

    industri prioritas yang berperan besar

    sebagai penggerak utama ( prime

    mover ) perekonomian di masa yang

    akan datang,” jelasnya.

    Di samping itu, menurut Menperin,

    Pemerintah juga terus berupaya

    untuk menciptakan iklim usaha yangkondusif agar dunia usaha tetap

    bergairah melakukan investasinya di

    Indonesia sehingga industri kosmetik

    dan jamu nasional mampu menjadi

    tuan rumah di negeri sendiri.

    Meskipun demikian, saat ini

    industri jamu nasional mendapat

    tantangan dengan beredarnya

    produk jamu ilegal. Jamu ilegal

    tersebut mengandung bahan baku

    obat atau bahan kimia yang dilarang,

    tidak memiliki izin edar, dan bahkan

    banyak yang tidak memiliki Izin Usaha

    Industri. Keberadaan produk obat

    tradisional atau herbal tersebut selain

    meresahkan masyarakat karena

    kualitas yang tidak memenuhi standar

    kesehatan juga akan menimbulkan

    kompetisi yang tidak sehat dengan

    produk obat tradisional atau herbal

    yang legal dan terjamin kualitasnya.

     Pameran yang akan berlangsung

    sampai dengan tanggal 4 September

    2015 ini dibuka langsung oleh

    Menteri Perindustrian Saleh Husin,

    Presdir PT. Mustika Ratu Putri

    Kuswisnu Wardani, serta Presdir PT.

    Nyonya Meneer Charles Saerang

    dengan pengguntingan.

    Dalam pameran ini, Kementerian

    Kesehatan tidak ketinggalan dengan

    kampanye “Bude Jamu” (Bugar

    dengan Jamu) dengan menyediakan

     jamu yang dapat dinikmati oleh

    pengunjung, Menteri Perindustrian

    Saleh Husin juga menyempatkandiri untuk mencicipi jamu di stan

    pameran Kementerian Kesehatan RI

    ini. (humasbinfar_RD)

  • 8/19/2019 Infarkes V

    15/32

    Hal. 15 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    Menteri Kesehatan, Prof.

    Dr. dr. Nila Moeloek,

    Sp.M(K) membuka Rapat

    Pleno Formularium Nasional (Fornas)

    2015, di Hotel Aryaduta, Jakarta,

    Kamis (3/9). Fornas merupakan daftar

    obat terpilih yang dibutuhkan dan

    harus tersedia di fasilitas pelayanan

    kesehatan, sebagai acuan dalam

    pelaksanaan Jaminan Kesehatan

    Nasional (JKN).Hadir dalam acara tersebut,

    Ketua Komnas Penyusunan Fornas

    Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.

    Sc., Ph.D dan anggota Komite

    Nasional Penyusunan Formularium

    Nasional. Hadir pula Direktorat

    terkait di lingkungan Kemenkes dan

    unit pengelola program kesehatan,

    Badan Pengawas Obat dan Makanan

    (BPOM), BPJS Kesehatan, pakar

    dari perguruan tinggi di bidangkesehatan, praktisi kedokteran dan

    farmasi, Dinas Kesehatan Provinsi

    terpilih, rumah sakit milik pemerintah

    maupun swasta serta organisasi

    profesi.

    Dalam sambutannya, Menkes

    mengatakan, JKN telah berjalan

    hampir tahun sejak 1 Januari

    2014. Masih banyak yang harus

    diperbaiki, salah satunya dalam

    memastikan tercapainya aksesibilitas,

    aordibility , dan penggunaan rasional

    dalam pelayanan kesehatan yang

    komprehensif.

    “Dengan mempertimbangkan

    basis bukti terkini dan biaya manfaat

    pengobatan dari usulan berbagai

    pengambil kebijakan. Karena itu

    Fornas yang dihasilkan dapat

    memenuhi kebutuhan pelayanankesehatan seluruh peserta dan

    terpenuhi dengan sumber daya

    yang tersedia. Dalam rapat pleno

    ini diharapkan dapat menghasilkan

    draft Fornas 2015. Dalam

    pengimplementasiannya, Fornas

    bersifat dinamis sehingga perlu

    dilakukan evaluasi atau revisi obat

    Fornas sesuai dengan kebutuhan

    medis dan perkembangan ilmu

    pengetahuan,” kata MenkesMenteri Kesehatan Nila Djuwita

    Moeloek berharap pelaksanaan

    revisi Formularium Nasional

    (Fornas) 2015 dapat diperoleh hasil

    penyempurnaan Fornas, sehingga

    makin melengkapi kebutuhan terapi

    sesuai indikasi medis secara rasional.

    Saat penyusunan Fornas, Pemerintah

    menyiapkan konsep penyediaan

    daftar dan harga obat dalam JKN.

    Dengan mempertimbangkan basis

    bukti terkini dan biaya manfaat

    pengobatan dari usulan berbagai

    stakeholders. Oleh karena itu Fornas

    yang dihasilkan dapat memenuhi

    kebutuhan pelayanan kesehatan

    seluruh peserta dan terpenuhi

    dengan sumber daya yang tersedia.

    Direktur Bina Pelayanan

    Kefarmasian, Drs. Bayu TedjaMulyawan M.Pharm, MM.,

    menyebutkan, Item obat yang

    diusulkan untuk dimasukkan dalam

    Fornas 2015 berjumlah 389 item

    terdiri dari 611 bentuk sediaan/

    kekuatan. “Kemudian setelah

    dilaksanakan pembahasan teknis

    sebanyak 5 kali, telah dihasilkan draft

    Fornas 2015 dengan jumlah 574 item

    obat dalam 1060 bentuk sediaan/

    kekuatan terbagi dalam 29 KelasTerapi dan 90 Sub Kelas Terapi,”

    katanya.

    Dalam pembahasan teknis

    disepakati bahwa kriteria obat yang

    dimasukkan dalam Formularium

    Nasional harus memenuhi prinsip-

    prinsip ecacy, safety, availability,

    accessibility, aordability  serta

    pembicaraan dalam setiap rapat

    FORMULARIUM NASIONAL

    UNTUK SEMUA PIHAK Formularium Nasional harus memenuhi harapansemua pihak, terutama masyarakat. Obat harustersedia, aman, terjangkau dan rasional sesuai

    standar. Sehingga pelayanan kesehatan lebih bermutudengan belanja obat yang terkendali.

    RAPAT PLENO FORMULARIUM

  • 8/19/2019 Infarkes V

    16/32

    Hal. 16 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    pembahasan Fornas bersifat

    condential  dan tidak konik

    kepentingan.Proses revisi Fornas dilakukan

    sebagai upaya penyempurnaan, tidak

    hanya untuk menyesuaikan dengan

    kemampuan ilmu pengetahuan,

    teknologi di bidang obat dan

    kedokteran, pola penyakit maupun

    program kesehatan, tetapi juga

    untuk memberikan ruang perbaikan

    terhadap isi Fornas, meningkatkan

    kepraktisan dalam penggunaan

    dan penyerahan obat kepadapeserta, yang disesuaikan dengan

    kompetensi tenaga kesehatan dan

    tingkat pelayanan kesehatan dalam

    pelaksanaan pelayanan kesehatan

     JKN.

    Fornas bertujuan untuk

    menyediakan acuan nasional bagi

    RS dan fasilitas pelayanan kesehatan

    lainnya yang melaksanakan SJSN,

    menyediakan acuan bagi tenaga

    medis untuk menetapkan pilihanobat yang tepat, paling ecacious dan

    aman, dengan harga yang terjangkau,

    mendorong penggunaan obat secara

    rasional sesuai standar, sehingga

    pelayanan kesehatan lebih bermutu

    dengan belanja obat yang terkendali

    (cost eective).

    Formularium Nasional merupakan

    daftar obat terpilih yang dibutuhkan

    dan harus tersedia

    di fasilitas pelayanan

    kesehatan sebagai

    acuan dalam

    pelaksanaan Jaminan

    Kesehatan Nasional(JKN). Kegiatan Revisi

    Formularium Nasional

    telah dimulai sejak

    November 2014,

    dengan mengirimkan

    surat permintaan

    usulan ke 812 instansi

    yang terdiri dari Rumah

    Sakit Pemerintah dan

    Swasta, Dinas Kesehatan Provinsi,

    Organisasi Profesi dan unit kerjaterkait di lingkungan Kementerian

    Kesehatan. Dari jumlah tersebut

    ada 180 instansi yang memberikan

    usulan terdiri dari 4 Dinas Kesehatan

    Provinsi, 4 unit program Kementerian

    Kesehatan, 104 RS pemerintah, 34 RS

    swasta dan 34 Organisasi Profesi.

    Dalam penyusunannya,

    Pemerintah menyiapkan

    konsep penyediaan daftar dan

    harga obat dalam JKN, denganmempertimbangkan basis bukti

    terkini dan biaya manfaat pengobatan

    dari usulan berbagai stakeholders,

    sehingga Fornas yang dihasilkan

    dapat memenuhi kebutuhan

    pelayanan kesehatan seluruh peserta

    dan terpenuhi dengan sumber daya

    yang tersedia.

    Dalam perjalanan

    implementasinya, sehingga perlu

    dilakukan evaluasi/review obat Fornassesuai dengan kebutuhan medis dan

    perkembangan ilmu pengetahuan.

    Sesuai amanat Undang-Undang

    No. 40 tahun 2004 tentang Sistem

     Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

    yang dielaborasi dalam Peraturan

    Presiden No. 111 Tahun 2013

    tentang Perubahan Perpres No.

    12 Tahun 2013, bahwa pelayanan

    obat dan Bahan Medis Habis Pakai

    (BMHP) untuk peserta jaminan

    kesehatan pada fasilitas kesehatan,

    berpedoman pada daftar dan harga

    obat dan BMHP yang ditetapkan

    oleh Menteri Kesehatan, disusunsecara transparan dan akuntabel oleh

    Komite Nasional Fornas, serta ditinjau

    kembali paling lambat 2 (dua) tahun

    sekali.

    Komite Nasional Fornas 2015

    telah ditetapkan melalui Keputusan

    Menteri Kesehatan terdiri dari: pakar

    di bidang farmakologi, farmakologi

    klinik, praktisi farmasi, wakil dari

    organisasi profesi dokter dan dokter

    spesialis, Badan Pengawas Obat danMakanan (BPOM), Badan Koordinasi

    Keluarga Besar Nasional (BKKBN),

    wakil dari Badan Penyelenggara

     Jaminan Sosial (BPJS) serta unit terkait

    di Kementerian Kesehatan.

    Sebagai upaya penyempurnaan

    Fornas 2013, telah dilaksanakan

    evaluasi/reviu, pertama pada tahun

    2014, yang ditetapkan dengan

    Keputusan Menteri Kesehatan

    Republik Indonesia Nomor 159/MENKES/SK/V/2014.

    Proses revisi Fornas dilakukan

    sebagai upaya penyempurnaan, tidak

    hanya untuk menyesuaikan dengan

    kemampuan ilmu pengetahuan,

    teknologi di bidang obat dan

    kedokteran, pola penyakit maupun

    program kesehatan, tetapi juga

    untuk memberikan ruang perbaikan

    terhadap isi Fornas, meningkatkan

    kepraktisan dalam penggunaandan penyerahan obat kepada

    peserta, yang disesuaikan dengan

    kompetensi tenaga kesehatan dan

    tingkat pelayanan kesehatan dalam

    pelaksanaan pelayanan kesehatan

     JKN.

    Dalam proses penyusunan revisi

    Fornas, usulan obat yang diterima

    berasal dari Organisasi Profesi

  • 8/19/2019 Infarkes V

    17/32

    Hal. 17 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    Dokter Spesialis, Fasilitas Kesehatan

    Rujukan dan Primer, Dinas Kesehatan

    Prov/Kab/Kota, serta unit program

    terkait di lingkungan Kementerian

    Kesehatan, untuk selanjutnya

    dibahas dalam rapat pembahasanteknis, dihadiri oleh Komite Nasional

    Fornas dan ahli yang terkait.

    Komnas Fornas dalam

    melakukan pembahasan telah

    mempertimbangkan bahwa setiap

    obat yang dapat masuk dalam Fornas

    harus sudah terdaftar di Indonesia

    dengan indikasi penggunaan sesuaidengan indikasi yang disetujui

    oleh Badan POM, serta memiliki

    rasio manfaat-risiko yang paling

    menguntungkan, rasio manfaat-biaya

    yang tertinggi berdasarkan biaya

    langsung dan tidak langsung, juga

    dapat mempertimbangkan masukan

    atau saran dari Komite HTA pada

    kajian obat yang terkait.

    Selain itu, mengoptimalkan

    pelayanan kesehatan yang efektifdan esien kepada masyarakat dan

    Memudahkan perencanaan dan

    penyediaan obat di Rumah Sakit dan

    fasilitas pelayanan kesehatan lainnya

    sesuai dengan kebutuhan.

    Dalam rangka menjamin

    ketersediaan dan keterjangkauan

    obat, telah ditetapkan regulasi yang

    terkait di bidang obat yaitu :

    1. Formularium Nasional (Fornas),

    yang merupakan penetapan jenis

    item obat yang dijamin oleh BPJS

    berdasarkan kriteria pemilihan

    obat. Kriteria pemilihan obat

    dalam Fornas adalah sebagaiberikut:

    a. Memiliki khasiat dan keamanan

    berdasarkan bukti ilmiah

    mutakhir dan valid.

    b. Memiliki rasio manfaat-risiko

    (benet-risk ratio) yang paling

    menguntungkan.

    c. Memiliki izin edar dan indikasiyang disetujui oleh Badan POM.

    d. Memiliki rasio manfaat-biaya

    (benet-cost ratio) yang tertinggi.

    e. Dalam kriteria ini tidak termasuk

    obat tradisional dan suplemen

    makanan

    f. Apabila terdapat lebih dari

    satu pilihan yang memiliki efek

    terapi yang serupa, pilihan

    dijatuhkan pada obat yang

    memiliki kriteria berikut: Obatyang sifatnya paling banyak

    diketahui berdasarkan bukti

    ilmiah, sifat farmakokinetik dan

    farmakodinamik yang diketahui

    paling menguntungkan,

    stabilitasnya lebih baik, dan

    mudah diperoleh.

    g. Obat jadi kombinasi tetap,

    harus memenuhi kriteria

    berikut: obat hanya bermanfaat

    bagi penderita jika diberikan

    dalam bentuk kombinasi

    tetap, kombinasi tetap harus

    menunjukkan khasiat dan

    keamanan yang lebih tinggidaripada masing-masing

    komponen, perbandingan dosis

    komponen kombinasi tetap

    merupakan perbandingan

    yang tepat untuk sebagian

    besar pasien yang memerlukan

    kombinasi tersebut, kombinasi

    tetap harus meningkatkan rasiomanfaat-biaya (benet-cost

    ratio), dan untuk antibiotik,

    kombinasi tetap harus dapat

    mencegah atau mengurangi

    terjadinya resistensi atau efek

    merugikan lainnya.

    2. Kebijakan e-catalogue yang

    merupakan penetapan harga

    obat berdasarkan hasil lelang dan

    negosiasi.

    Hal tersebut ditetapkan sebagai

    salah satu upaya dalam menjamin

    kendali mutu dan kendali biaya

    dalam pelayanan kesehatan pada

    era JKN untuk mencapai patient

    safety dimana masyarakat dapat

    memperoleh obat yang aman,

    bermutum berkhasiat dan cost-

    eectiveness.

  • 8/19/2019 Infarkes V

    18/32

    Hal. 18 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    P

    rogram Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah

    melakukan upaya-upaya strategis dan inovatif padaperiode pembangunan kesehatan 2010-2014 yang

    lalu. Upaya-upaya tersebut dilaksanakan dengan terstruktur

    untuk mengatasi tantangan dan mencapai target program

    yang telah diamanahkan dalam RPJMN maupun Renstra

    Kementerian Kesehatan.

    Rapat Konsultasi Teknis Direktorat Bina Pelayanan

    Kefarmasian merupakan salah satu forum Nasional yang

    diselenggarakan oleh Unit Eselon II Ditjen Bina Kefarmasian

    dan Alat Kesehatan. Forum ini diselenggarakan dalam

    rangka berkoordinasi dalam hal teknis pelaksanaan dengan

    pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya,

    seperti organisasi profesi kefarmasian. Forum ini juga untukmengawali pelaksanaan pembangunan kefarmasian dan alat

    kesehatan di periode 2015-2019, atau periode RPJMN ke-III

    dalam pembangunan jangka panjang (2004-2025). Kegiatan ini

     juga sejalan dengan Kebijakan dan Pemantapan Pelaksanaan

    Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Periode 2015-2019,

    yang telah termuat dalam RPJMN 2015-2019 (Perpres No. 2

    Tahun 2015) dan Renstra Kementerian Kesehatan (SK Menkes

    No. 52 Tahun 2015).

    Pada tahun ini, Rapat Konsultasi Teknis Direktorat Bina

    Pelayanan Kefarmasian diselenggarakan di Hotel Royal

    Pentingnya Peningkatan

    Mutu Pelayanan

    KefarmasianRAPAT KONSULTASI TEKNIS

    DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN

  • 8/19/2019 Infarkes V

    19/32

    Hal. 19 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    Kuningan, 8-11 September 2015. Dalam

    Rapat Konsultasi Teknis kali ini diadakan

     juga paparan mengenai “Peran Serta

    Masyarakat dalam Peningkatan POR”

    oleh Prof. Sri Suryawati, paparan

    mengenai “Seleksi Obat dalam JKN”

    oleh Prof. Iwan Dwiprahasto, dan

    paparan mengenai “Mutu Pelayanan

    Kefarmasian dalam Pelayanan

    Kesehatan Primer” oleh Dra. A. Adji

    Prayitno Setiadi, M.S., Apt.

    Selain paparan, Rakontek Dit

    Bina Yanfar kali ini juga mengadakanbeberapa diskusi panel yang dipimpin

    oleh Kepala PPSDM, Dirjen BUK,

    Dir Bina Oblik & Perbekkes, Kepala

    Puskesmas, Direktur BPJS.

    Dalam sabutannya Dirjen Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D

    mengatakan di tingkat Ditjen Binfar

    dan Alkes telah dilaksanakan Rapat

    Konsultasi Nasional di dua regional

    pada awal tahun 2015 ini. Rakonas

    tersebut telah menghasilkan

    rekomendasi kepada Program

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    untuk melanjutkan dan meningkatkan

    upaya mewujudkan aksesibilitas, mutu,

    dan kemandirian sediaan farmasi

    dan alat kesehatan, terutama dalam

    rangka mensukseskan program-

    program prioritas Kemenkes seperti

    Program Indonesia Sehat dan Program

    Nusantara Sehat.

    “Saya berharap, kita dapatmelaksanakan rekomendasi tersebut.

    Program Kefarmasian dan Alat

    Kesehatan telah melakukan upaya-

    upaya strategis dan inovatif pada

    periode pembangunan kesehatan

    2010-2014 yang lalu. Upaya-upaya

    tersebut dilaksanakan dengan

    terstruktur untuk mengatasi tantangan

    dan mencapai target program yang

    telah diamanahkan dalam RPJMN

    maupun Renstra Kementerian

    Kesehatan. Walaupun terdapat

    beberapa kelemahan dan timbulnya

    tantangan baru, saya ingin mengajak

    Saudara-saudara sekalian untuk

    mencermati capaian program kita

    selama 5 tahun terakhir, baik dari sisi

    produksi dan distribusi, manajemen

    logistik dan perbekalan kesehatan,

    sampai kepada pelayanan kefarmasian”

    ujar Dirjen Binfar Alkes

    Dirjen Binfar dan Alkes mengatakan,

    tantangan yang harus diantisipasiProgram dalam periode 2015-2019

    adalah disparitas ketersediaan obat

    antar region, provinsi, dan kabupaten/

    kota. Salah satu penyebab terjadinya

    hal ini adalah belum optimalnya

    pemanfaatan sistem informasi terkait

    manajemen logistik, misal. e-logistic,

    pemantauan e-purchasing, sampai

    dengan pengendalian harga obat.

    Ketersediaan obat dan vaksin akan

  • 8/19/2019 Infarkes V

    20/32

    Hal. 20 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    dipantau sampai ke tingkat Puskesmas.

    Selain itu, kualitas manajemen

    logistik obat dan perbekkes juga

    menjadi perhatian, mengingat semakin

    banyak pihak yang menyadari arti

    penting pengelolaan obat satu pintu

    (terpadu). Dengan demikian, menjadihal yang prioritas bagi kita untuk

    meningkatkan manajemen logistik obat

    dan perbekkes, terutama di sektor

    publik.

    Periode 2010-2014 juga telah

    diwarnai dengan meningkatnya

    penggunaan obat rasional melalui

    pelayanan kefarmasian yang berkualitas

    untuk tercapainya pelayanan kesehatan

    yang optimal. Persentase instalasi

    farmasi RS yang melaksanakan

    pelayanan kefarmasian sesuai standar

    meningkat menjadi 45,9% di tahun

    2014 (dari semula 25% di tahun

    2010). Penggunaan obat rasional di

    puskesmas meningkat menjadi 69,9%

    (semula 56,3%). Hal menunjukkan

    perbaikan kualitas pelayanankefarmasian, baik di tingkat fasilitas

    kesehatan dasar maupun rujukan.

    Secara garis besar, saat ini, sudah

    cukup banyak regulasi maupun

    kebijakan yang mengatur hal-hal yang

    terkait dengan pelayanan kefarmasian.

    Standarnya pun sudah disiapkan

    untuk beberapa faskes, yaitu untuk

    di RS dan apotek. Upaya pemerintah

    dalam menjamin akses terhadap obat

    yang aman, bermutu, dan terjangkau,

    serta meningkatkan penggunaan obat

    rasional telah dilakukan. Namun semua

    hal tersebut belum berjalan secara

    optimal sebagaimana diharapkan.

    Untuk itu, pada saat SJSN diterapkan,

    secara regulasi, tidak ada perubahanyang berarti.

    Regulasi yang sudah ada tetap

    diterapkan, tidak bertentangan

    dengan regulasi yang terkait SJSN.

    Hanya beberapa kebijakan yang

    perlu diperkuat, untuk mendukung

    implementasi SJSN sesuai ketentuan

    yan ada. Misalnya penerapan

    Formularium Nasional sebagai

    daftar obat yang ditetapkan Menkes

    untuk dijamin oleh BPJS, juga sistem

    penyediaan obat terpusat ( group

     purchasing ) melalui e-catalog, sistem

    pemantauan ketersediaan, dsb.

    Dengan demikian, dalam SJSN

    nanti, tentunya tetap harus sesuai

    ketentuan perundangan yang sudah

    ada, dan tidak boleh bertentangan.SJSN juga merupakan kesempatan

    yang baik sekali bagi Apoteker, untuk

    melaksanakan praktik kefarmasian

    sebagaimana amanah UU Kesehatan

    dan PP 51.

    Pelayanan kefarmasian tidak lagi

    hanya berfokus pada produk, sebagai

    penyedia, tetapi juga berfokus pada

    kepuasan pasien ( pharmaceutical care),

    Karena setiap provider wajib menjamin

    peserta jaminan mendapatkan mutu

    pelayanan kesehatan yang terbaik

    dengan memanfaatkan sumber daya

    yang ada. Sehingga pelayanan berjalan

    secara efektif dan esien melalui

    sistem kendali mutu sekaligus kendali

    biaya. Dengan demikian, diharapkanaksesisibilitas, keterjangkauan dan

    penggunaan obat secara rasional dapat

    tercapai.

    Selain itu, terdapat juga paparan

    dari Direktur Bina Upaya Kesehatan

    Rujukan Dr. B. Eka A. Wahjoeni,

    M.Kes. Dalam paparannya dikatakan,

    Strategi Kementerian Kesehatan dalam

    mendukung Implementasi Jaminan

    Kesehatan Nasional adalah dengan

    meningkatkan akses masyarakat

    terhadap pelayanan kesehatan dan

     juga meningkatkan mutu pelayanan

    kesehatan itu sendiri.

    Untuk memastikan pemerataan

    pelayanan kesehatan yang bermutu

    di Indonesia maka salah satu target

    Rencana Strategis KementerianKesehatan 2015 – 2019 adalah jumlah

    Kabupaten/Kota yang memiliki Rumah

    Sakit yang terakreditasi. Ditargetkan

    pada 2019 sebanyak 481 Kabupaten/

    Kota sudah memiliki RS yang

    terakreditasi. Saat ini sudah ada 17

    Kabupaten/Kota yang sudah memiliki

    rumah sakit yang terakreditasi.

    LIPUTAN

  • 8/19/2019 Infarkes V

    21/32

    Hal. 21 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    Penggunaan obat oleh pasien/masyarakat harus

    disertai informasi yang memadai dari tenaga

    kesehatan, agar efek pengobatan dapat tercapaidan resiko dapat dihindari, sehingga keselamatan pasien

    ( patient safety ) dapat terjamin. Program pemberdayaan

    masyarakat dalam peningkatan Penggunaan Obat Rasional

    (POR) belum menunjukkan hasil yang optimal pada

    masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan Gerakan Nasional

    untuk meningkatkan kepedulian, kesadaran, pengetahuan

    dan pemahaman masyarakat akan penggunaan obat

    secara rasional.

    Pada tanggal 6-9 Oktober 2015, bertempat di Hotel

    Alana Surabaya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian,

    Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian

    Kesehatan RI mengadakan pertemuan Sosialisasi GerakanMasyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat).

    Pertemuan tersebut bertujuan untuk mensosialisasikan

    GeMa CerMat kepada beberapa stakeholder terkait

    seperti seksi farmasi dari Dinas Kesehatan Propinsi

    seluruh Indonesia, PD IAI Jawa Timur, PC IAI Surabaya,

    Fakultas Farmasi dan Kedokteran Universitas Airlangga.

    Acara Sosialisasi dibuka secara resmi oleh Direktur

    Bina Pelayanan Kefarmasian, Drs. Bayu Teja Muliawan,

    M.Pharm, MM, didampingi oleh Kepala Bidang

    Pengembangan Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan

    Propinsi Jawa Timur, Hertanto, SKM, M.Si. Dalam

    kegiatan ini juga mengundang Narasumber dari Prof.

    Sri Suryawati, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, PusatPromosi Kesehatan, Pakar Komunikasi Ananto Pratikno

    serta praktisi media sosial dan blogger, Mira Sahid. Selain

    diberikan paparan, juga diadakan diskusi kelompok, dalam

    rangka membahas dan mendapatkan kesepakatan dalam

    kebijakan dan tehnis pelaksanaan GeMa CerMat.

    Dalam paparannya, Direktur Bina Pelayanan

    Kefarmasian menyampaikan tentang Strategi

    Pemberdayaan Masyarakat dalam POR. Menurut WHO,

    lebih dari 50% obat di dunia diresepkan dan diberikan

    secara tidak tepat, tidak efektif, dan tidak esien. Oleh

    karena itu, terbalik dengan kondisi tersebut, sepertiga

    penduduk dunia kesulitan mendapatkan aksesmemperoleh obat esensial. Denisi POR menurut WHO

    adalah pasien menerima obat yang tepat untuk kebutuhan

    klinis, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan, untuk

     jangka waktu yang cukup, dan pada biaya yang terjangkau

    untuknya (secara individu) dan komunitas/masyarakat.

    Kebijakan Obat Rasional

    Kebijakan obat nasional merupakan dokumen resmi

    yang berisi komitmen semua pihak dalam menetapkan

    tujuan dan sasaran nasional dibidang obat termasuk

    Sosialisasi Gema Cermat

  • 8/19/2019 Infarkes V

    22/32

    Hal. 22 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    prioritas dan strategi dalam

    penerapan komponen pokok

    kebijakan dalam mencapai tujuan

    pembangunan kesehatan. Kebijakan

    obat nasional disusun dengan

    bertujuan menjamin:

    1. Ketersediaan, pemerataan& keterjangkauan obat,

    termasuk obat esensial

    2. Menjamin

    keamanan, khasiat

    dan mutu obat

    yang beredar

    serta melindungi

    masyarakat dari

    penggunaan

    yang salah dan

    penyalahgunaan

    obat

    3. Penggunaan Obat

    Yang Rasional.

    Dalam hal penggunaan

    obat yang rasional, ada 4 (empat)

    strategi untuk meningkatkan

    penggunaan obat rasional. Pertama,

    sisi regulasi. Kebijakan obat esensial

    harus didasarkan pada Daftar

    Obat Esensial Nasional (DOEN),

    Formularium Nasional, PedomanPenggunaan Obat serta kebijakan

    kewajiban menggunakan obat

    generik untuk seluruh stakeholder.

    Kedua, sisi manajerial yang meliputi

    implementasi kebijakan dan NSPK

    serta koordinasi dengan pemerintah

    daerah dan organisasi profesi.

    Ketiga, sisi edukasi yang meliputi

    peningkatan kompetensi tenaga

    kesehatan, kader dan masyarakat

    serta sosialisasi pada masyarakat

    melalui media promosi. Dan yangkeempat sisi nansial yang meliputi

    Penggunaan obat generik (minimisasi

    biaya) serta penggunaan obat secara

    cost-eective (rasio efektitas-biaya

    tinggi).

    Metode Edukasi POR

    Paparan kemudian dilanjutkan

    oleh Prof. Sri Suryawati, Guru

    Besar Fakultas Farmasi UGM

    yang memaparkan tentang

    “Pengembangan metode edukasi

    POR oleh masyarakat”. Menurut Prof.

    Sri Suryawati, Promosi POR pada

    provider saja hanya memperbaiki

    sebagian dari masalah penggunaan

    obat, karena swamedikasi adalah

    pilihan terbanyak masyarakat, karenamasyarakat lebih sering memperoleh

    obat dari sarana-sarana distribusi

    informal.

    Dalam hal perspektif masyarakat

    terkait penggunaan obat, lanjut Prof.

    Sri, masyarakat pada umumnya

    mengobati gejala, bukan penyakitnya.

    Hal ini karena tidak semua orang

    mempunyai kesempatan untuk

    memahami penyakit. “Jadi bila gejala

    hilang, diartikan ‘sembuh’, Itu menjadi

    salah satu penyebab mengapa tidakmenggunakan antibiotika secara

    penuh” ujar Prof. Sri.

    Bentuk-bentuk ketidakrasionalan

    penggunaan obat yang sering terjadi

    di masyarakat ialah diantaranya

    menggunakan obat tak sesuai dengan

    petunjuk provider, swamedikasi

    dengan obat resep temasuk

    antibiotika, penggunaan berlebihan

    obat yang relatif aman, penggunaan

    kombinasi obat yang tidak diperlukan,

    serta penggunaan obat mahal

    sementara pilihannya yang lebih

    murah tersedia.

    Data Badan Pusat Statistik juga

    menunjukkan bahwa lebih dari

    60% masyarakat melakukanpengobatan sendiri.

    Hasil Riset Kesehatan

    Dasar tahun 2013

    menunjukkan bahwa

    35,2% masyarakat

    Indonesia

    menyimpan obat

    di rumah tangga,

    baik diperoleh

    dari resep dokter

    maupun dibeli

    sendiri secara

    bebas, di antaranya

    sebesar 27,8 % adalah

    antibiotik. (Kementerian

    Kesehatan, 2013).

    Metode Cara Belajar Insan

    Aktif (CBIA) atau “community based

    interactive approach” merupakan

    salah satu kegiatan pemberdayaan

    masyarakat yang dapat digunakan

    dalam mengedukasi masyarakat

    untuk memilih dan menggunakanobat yang benar pada swamedikasi.

    Melalui metode ini diharapkan

    masyarakat, terutama para ibu agar

    lebih aktif dalam mencari informasi

    mengenai obat yang digunakan oleh

    keluarga. Informasi tersebut dapat

    berguna antara lain agar dapat

    menggunakan dan mengelola obat di

    rumah tangga secara benar. Selain itu

    diharapkan agar tujuan self-medication

    dapat tercapai secara optimal.

    Sumber informasi produk tersebutdapat dicantumkan pada kemasan

    maupun package insert/brosur.

    Berbeda dengan kegiatan edukasi

    atau pelatihan pada umumnya,

    kegiatan edukasi masyarakat dengan

    metode CBIA dilaksanakan dengan

    cara melibatkan peserta secara

    aktif. Salah satu studi yang dilakukan

    oleh UGM, menunjukkan bahwa

    metode CBIA secara signikan dapat

  • 8/19/2019 Infarkes V

    23/32

    Hal. 23 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    meningkatkan pengetahuan dan

    pemahaman peserta dibandingkan

    dengan metode ceramah dan tanya

     jawab (presentasi/penyuluhan).

    Dengan CBIA, peserta dapat

    mengingat dengan lebih baik, karena

    dilakukan secara aktif dan visualmelalui pengamatan secara langsung.

    Tutor dan fasilitator hanya berperan

    sebagai pemandu dalam diskusi,

    sedangkan informasi lebih lanjut yang

    dibutuhkan dapat disampaikan oleh

    Narasumber yang diundang. Dengan

    demikian kader yang sudah pernah

    dilatih, atau mahasiswa juga dapat

    dilibatkan sebagai tutor, sedangkan

    tenaga kesehatan Puskesmas atau

    Dinas Kesehatan dapat menjadi

    fasilitator. Narasumber dapat

    didatangkan dari profesi apoteker

    yang telah berpengalaman.

    Dalam CBIA, peserta dapat

    terdiri dari ibu rumah tangga,

    kader kesehatan (posyandu), tokoh

    masyarakat, anggota tim penggerak

    PKK, atau unsur/organisasi

    masyarakat lainnya. Untuk melatih

    cara melaksanakan CBIA, dilakukan

    pelatihan untuk pelatih (training of

    trainer , TOT) sekaligus melibatkankader kesehatan di Puskesmas atau

    unsur masyarakat sebagai peserta

    edukasi secara langsung. Kegiatan

    TOT yang dilaksanakan di Propinsi

    umumnya melibatkan peserta

    dari Dinas Kesehatan Kabupaten/

    Kota dan/atau tenaga kesehatan

    Puskesmas setempat serta kader

    kesehatan (Posyandu) atau unsur/

    organisasi masyarakat lainnya.

    Komunikasi UntukMeningkatkan POR

    Untuk mencapai target

    peningkatan POR di masyarakat,

    harus ada komunikasi yang efektif

    dari semua pihak yang terkait. Untuk

    itu, pakar komunikasi Ananto Pratikno

    menjelaskan tips-tips berkomunikasi

    yang efektif. Komunikasi berawal dari

    gagasan yang ada pada seseorang.

    Gagasan ini diolah menjadi pesan

    dan dikirim melalui media tertentu

    kepada orang lain sebagai penerima.

    Penerima menerima pesan,

    dan sesudah mengerti isi pesan

    itu kemudian menanggapi dan

    menyampaikan tanggapannya kepada

    pengirim pesan.Penggunaan media untuk

    menyampaikan pesan dapat

    mengalami gangguan atau hambatan

    yang akan mengurangi kemampuan

    untuk mengirim dan menerima

    pesan. Gangguan komunikasi

    tersebut antara lain : pengacau

    indra, suara keras atau lemah, bau

    menyengat, atau udara panas. Selain

    itu ada faktor pribadi antara lain,

    prasangka, lamunan, perasaan tidak

    mampu.

    Komunikasi terjadi pada situasi

    antara lain; waktu, tempat, cuaca

    iklim dalam keadaan alam serta

    psikologi tertentu. Situasi ini dapat

    terjadi secara alamia, terjadi dengansendirinya, atau direkayasa karena

    dibuat manusia. Situasi ini dapat

    resmi formal, tetapi dapat juga

    resmi nonformal. Situasi dapat

    mempengaruhi jalannya komunikasi

    dan tentu saja hasilnya. Oleh karena

    itu, pada waktu berkomunikasi

    dengan orang lain, kita tidak hanya

    mempertimbangkan isi dan cara

    menyampaikan tetapi juga melihat

    situasi ketika berkomunikasi akan

    disampaikan.

    Selain melibatkan peran serta

    masyarakat di ‘dunia nyata’,

    peningkatan POR juga bisa

    dilakukan di ‘dunia maya’. Saat

    ini, perkembangan dunia mayabegitu cepat telah mengubah

    tatanan masyarakat. Apabila sosial

    media berhasil digunakan untuk

    peningkatan POR, penyebarannya

    ke masyarakat bisa lebih massif dan

    lebih banyak lapisan masyarakat yang

    merasakan.

    Hal itu disampaikan oleh Mira

    Sahid, SPd., seorang praktisi sosial

    media yang sekaligus founder

    kumpulan emak blogger. Menurut

    Mira Sahid, Media Sosial merupakan

    sebuah upaya baru untuk mendorong

    geliat insudtri kreatif. Menurut

    wikipedia Sosial media adalah

    sebuah media online, dimana

    para penggunanya bisa dengan

    mudah berpartisipasi, berbagi,

    dan menciptakan isi meliputi

    berbagai media seperti blog,

     jejaring, wiki, forum dan dunia

    virtual. Blog, jejaring sosial

    dan wiki merupakan bentukmedia sosial yang paling umum

    digunakan oleh masyarakat di

    seluruh dunia.

    Di era digital seperti saat ini,

    hampir semua orang terkena sindrom

    media sosial. Artinya pola hidup dan

    tingkah laku seseorang sedikit banyak

    bergantung pada keberadaan media-

    media sosial yang tersedia. Berbagai

    situs jejaring sosial hadir untuk

    mewadahi hasrat manusia untuk

    saling berkomunikasi dengan oranglain.

    Mengapa informasi saat ini lebih

    banyak menyebar lewat media

    sosial? Ada beberapa kelebihan

    media sosial dibanding media lain.

    Diantaranya adalah biaya relatif lebih

    terjangkau, akses luas tanpa batas,

    mudah diakses oleh seluruh lapisan

    konsumen, mudah dioperasikan .

  • 8/19/2019 Infarkes V

    24/32

    Hal. 24 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

  • 8/19/2019 Infarkes V

    25/32

    Hal. 25 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    Kementerian Kesehatan mendukung penuh

    pembangunan kesehatan di Provinsi Kepulauan

    Riau, hal itu ditegaskan Menkes pada sambutan

    dan dialog langsung dengan peserta rapat kerja

    kesehatan daerah (rakerkesda) Kepulauan Riau yang

    digelar di hotel Allium Batam(12/10)

    Keseriusan Kementerian Kesehatan ditunjukan

    dengan hadirnya para pejabat Eselon I Kementerian

    Kesehatan diantaranya Inspektur Jenderal, Kepala BadanPPSDM, Direktur BUK Rujukan, Kepala Pusat Pembiayaan

    dan Jaminan Kesehatan, SAM Bidang Mediko Legal, dan

    para Eselon III & IV terkait

    Rakerkesda tahun 2015 ini mengusung tema

    Optimalisasi Pembangunan Kesehatan dalam

    Menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

    Tahun 2015 di Provinsi Kepulauan Riau, adapun

    Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    Kementerian Kesehatan RI sekaligus Pembina

    Menyongsong MEA Masyarakat Harus MenikmatiLayanan Kesehatan

    Menyongsong MEA,

    masyarakat harus menikmati

    layanan kesehatan. Untuk itu

    harus ada upaya meningkatkan

    SDM, melengkapi saranakesehatan dan ketersediaan

    obat. Seluruh masalah harus

    mendapat solusi dari Rapat

    Kerja Kesehatan Daerah ini.

  • 8/19/2019 Infarkes V

    26/32

    Hal. 26 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    Wilayah Kesehatan Wilayah Kepri,

    menjelaskan bahwa pemilihan tema

    kali ini, seiring dengan dinamika

    kesehatan di tingkat regional Asean

    yang terus berkembang.

    Bagi Provinsi Kepri, tema yangdiambil sangat tepat karena daerah

    ini adalah wilayah yang berbatas

    dengan negara luar. Dirjen juga

    menyoroti agar persoalan pelayanan

    kesehatan yang senantiasa diberikan,

    agar bisa terus ditingkatkan.

    Termasuk, terus meningkatkan

    sumber daya manusia di bidang

    kesehatan. Sehingga muaranya,

    persoalan kesehatan seperti Kepri

    yang wilayahnya merupakan lintas

    batas, pelayanan kesehatan bisa

    maksimal diberikan.

    Pembangunan sektor kesehatanterus dimaksimalkan, terlebih

    menyongsong diberlakukannya

    Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

    akhir tahun ini, sehingga diharapkan

    dengan memaksimalkan sektor

    kesehatan, masyarakat akan lebih

    siap menyambut dan menyongsong

    masyarakat ekonomi Asean.

    Rapat Kerja Kesehatan Daerah

    (Rakerkesda) 2015 Provinsi Kepulauan

    Riau dibuka secara resmi oleh Pj.

    Gubernur Agung Mulyana di Hotel

    Allium Jodoh Kota Batam, Minggu

    (11/10). Dalam sambutannya Agung

    Mulyana menjelaskan, pentingnyapembangunan bidang kesehatan

    2016 yang harus disusun secara

    cermat sebagai fondasi untuk

    menaruh arah kebijakan kesehatan

    yang tepat. Ini penting, sesuai

    Rencana Pembangunan Kesehatan

     Jangka Menengah Provinsi Kepri,

    pembangunan bidang kesehatan

    harus sesuai dengan arah kebijakan

    yang telah kita susun. Sehingga

    masyarakat kita di tahun 2016 nanti,

    bisa menikmati pelayanan kesehatan

    sesuai dengan yang seharusnya.

    Selain menyoroti persoalanpembangunan bidang kesehatan,

    Pj Gubernur juga menekankan

    pentingnya peluang investasi

    dibidang alat kesehatan. Dan untuk

    peluang itu, Kepri memiliki nilai lebih,

    guna menunjang peluang investasi

    tersebut dan menekankan pentingnya

    esiensi dana BPJS Kesehatan agar

    dana yang tersedia bisa benar-benar

    termanfaatkan untuk membantu

    kesehatan masyarakat.

    Sementara itu Kepala Dinas

    Kesehatan Provinsi Kepri Tjetjep

    Yudiana, SKM, M.Kes, menjelaskan,

    Rakerkesda diharapkan bisamenjawab kompleksnya

    permasalahan kesehatan yang

    terus berkembang mengikuti

    perkembangan zaman. Saat ini

    memang permasalahan kesehatan

    terus berkembang dengan kompleks.

    Ini yang akan kita coba bahas dan

    cari solusi, guna mengatasi persoalan

    kesehatan tersebut, jelasnya.

    Rakerkesda sendiri diikuti 128

    orang dari para Kepala Dinas provinsi

    kabupaten/kota, Direktur rumah sakit

    Doker dan Dokter Keluarga yang

    bertugas di daerah, BPJS Kesehatandan juga para pelaku kesehatan di

    Kepri.

    Rakerkesda dilangsungkan dari

    tanggal 11 – 14 Oktober 2015 dengan

    membahas berbagai program

    kesehatan yang dilaksanakan dan

    perencanaan kedepan dalam

    pembangunan kesehatan di

    kepulauan Riau. (humasbinfar_RD)

  • 8/19/2019 Infarkes V

    27/32

    Hal. 27 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    Peningkatan Kapasitas PenanggungJawab Teknis Bidang Obat Tradisional

    Indonesia memiliki lebih dari

    30.000 spesies tanaman obat

    dari 40.000 tanaman obat

    yang ada di seluruh dunia. Hal itu

    merupakan potensi yang besar bagipengembangan usaha industri obat

    tradisional. Oleh karena itu, demi

    terjaminnya mutu produk maka

    semua proses mulai dari hulu hingga

    hilir perlu menerapkan manajemen

     jaminan mutu.

    Dalam rangka meningkatan

    kemampuan penanggung jawab

    teknis di Industri/Usaha Obat

    Tradisional sehingga dapat

    menghasilkan obat yang memenuhistandar mutu dan mampu bersaing

    di pasar nasional maupun global,

    telah diselenggarakan “Peningkatan

    kapasitas Penanggung Jawab

    Teknis Bidang Obat Tradisional”

    oleh Direktorat Bina Produksi dan

    Distribusi Kefarmasian Ditjen Binfar

    dan Alkes Kemenkes RI. Kegiatan

    tersebut dibuka oleh Dirjen Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    Dra. Maura Linda Sitanggang Ph.D

    hari Senin, 12 Oktober 2015 di Hotel

    Quest Semarang.

    Kegiatan ini dihadiri oleh 60

    peserta dari Dinkes Jawa Tengahdan Dinkes Jawa Timur. Kegiatan ini

     juga diisi oleh materi paparan dari

    BPOM mengenai “Implementasi

    CPOTB dalam Pemastian Mutu

    Produk Obat Tradisional”, paparan

    mengenai “Peningkatan Daya Saing

    UMKM Bidang Obat Tradisional”

    dari Deputi Pemasaran dan Jaringan

    Usaha Kementerian UMKM,

    paparan dari IAI mengenai “Praktek

    Bertanggung jawab Apoteker diIndustri Obat Tradisional”, paparan

    mengenai Peluang dan tantangan

    Pengembangan Obat Tradisional” dari

    GP Jamu.

    Dalam kegiatan tersebut, Dirjen

    Binfar Alkes memaparkan mengenai

    “Kebijakan Kementerian Kesehatan

    dalam Pengembangan Industri dan

    usaha Obat Tradisional”. Dalam

    paparannya, Dirjen Binfar dan

    Alkes menjelaskan pengembangan

    industri obat tradisional bertujuan

    mendorong pemanfaatan sumber

    daya alam dan ramuan tradisional

    secara berkelanjutan, menjaminpengelolaan potensi alam Indonesia

    agar memiliki daya saing, tersedianya

    obat tradisional menjadikan obat

    tradisional sebagai komoditi unggul.

    Untuk mendukung kegiatan

    pengembangan industri obat

    tradisional, perlu dilakukan beberapa

    rencana aksi. Diantaranya adalah:

    memilih duta jamu dari kalangan

    public gure; adanya talase jamu di

    instansi pemerintah dan Puskesmas;Iklan layanan masyarakat melalui

    media cetak dan elektronik; adanya

    Bulog bahan baku obat tradisional;

    adanya laboratorium pendukung;

    membuat gerakan nasional yang

    berdaya ungkit; serta menyusun peta

     jalan pengembangan obat tradisional

    (hulu-hilir).

    Nilai eksport OT Indonesia tahun

    2013 mencapai US$ 23,44 juta.

  • 8/19/2019 Infarkes V

    28/32

    Hal. 28 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    LIPUTAN

    Sedangkan nilai ekspor periode

     Januari – Juni 2014 sebesar

    US$ 29,13 juta, mengalami

    peningkatan 600% dari nilai

    eksport Januari – Juni 2013.

    Pertumbuhan eksport OTIndonesia periode 2009 –

    2013 mengalami kenaikan

    rata2 sebesar 6,49% per

    tahun. Negara-negara tujuan

    ekspor Obat Tradisional

    Indonesia ialah Pakistan,

    Bangladesh,Malaysia, Vietnam,

    dan Jepang.

    Strategi yang dipaparkan

    dalam mengembangkan

    Industri Jamu di Indonesiadiantaranya adalah

    peningkatan ketersediaan

    bahan baku obat tradisional

    yang terstandar, membangun

    networking, sertikasi lembaga

    penjaminan mutu bahan baku.

    koordinasi pengembangan bahan

    baku terstandar dengan stakeholder,

    pengembangan produk yang

    terkait dengan mutu, regulasi, dan

    pemasarannya ditingkat nasionalregional dan global

    Namun demikian, dalam

    mengembangkan Industri Jamu

    di Indonesia masih menemukan

    banyakn kendala. Diantara

    kendala-kendala yang ada yaitu

    data registrasi OT di Badan POM

    menunjukkan bahwa sekitar 70 %

    obat Tradisional (Jamu) diproduksi

    oleh usaha Mikro Kecil dan

    Menengah, permasalahan utamayang dihadapi UMKM OT adalah

    keterbatasan SDM yang akhirnya

    menyulitkan dalam memahami

    regulasi, dan mengaplikasikan

    serta mematuhi secara konsisten.

    Kemudian ketidakmampuan UMKM

    OT dalam melengkapi dokumen

    registrasi seringkali menyebabkan

    terhambatnya proses registrasi

    produk UMKM.

    Kendala-kendala yang lain

    ialah kurangnya koordinasi

    antara Dinas-Dinas terkait dalam

    pengembangan, penelitian dan

    sosialisasi serta pemasaran industri

     jamu, dunia kesehatan masih

    belum bisa menerima jamu sebagai

    pelayanan kesehatan formal, belumadanya pendidikan jamu secara

    komprehensif, belum semua industri

    Obat Tradisional memenuhi CPOTB.

    Walaupun masih mengalami

    beberapa kendala, Industri Jamu di

    Indonesia masih memiliki peluang

    yang sangat bagus. Beberapa

    peluang yang ada adalah gaya hidup

    masyarakat tentang kesehatan dan

    kecantikan yang semakin meningkat

    (back to nature), potensi pangsapasar ekspor, dukungan pemerintah

    dalam membudayakan jamu dengan

    membuat pojok jamu dan gerakan

    minum jamu bersama, saintikasi

     jamu yang dihasilkan digunakan

    untuk terapi komplementer difasilitas

    kesehatan oleh karena itu perlu

    sinergitas pemerintah pusat daerah,

    pengusaha dan akademisi untuk

    mewujudkannya, tingginya potensi

    pasar lokal dan global.

    Sementara itu, untuk

    meningkatkan daya saing Industri

     Jamu dan Obat Tradisional,

    diberikanlah paparan mengenai

    “Peningkatan Daya Saing UMKM

    Bidang Obat Tradisional” dari Deputi

    Pemasaran dan Jaringan Usaha

    Kementerian UMKM. Permasalahanumum yang terjadi pada sektor

    UMKM di Indonesia adalah kurangnya

    wawasan dan pola pikir UMKM

    untuk mempromosikan produk-

    produk unggulan daerah, kurangnya

    kesadaran akan peningkatan

    kualitas produk, kurangnya akses

    untuk mempromosikan produk

    UMKM, pengolahan produksi masih

    menggunakan teknologi yang bersifat

    tradisional, sistem Manajemen yangmasih tidak terkelola dengan baik,

    kemampuan pemasaran Produk

    yang terbatas, terbatasnya tingkat

    produksi pemesanan produk oleh

    pembeli, rendahnya akses informasi

    pemasaran produk, legalitas formal

    dan perlindungan usaha yang belum

    memadai, terbatasnya akses kredit

    pada lembaga keuangan.

  • 8/19/2019 Infarkes V

    29/32

    Hal. 29 l Bulen INFARKES Edisi V - September 2015

    ARTIKEL

    Buah Merah Kaya Akan ManfaatOleh : Vivi S. Ariany, S.Ked

    Tahukah kalian manfaat

    Buah Merah untuk

    kesehatan kita? Buah

    asli endemik dari Papua ini

    merupakan buah asli Papua yang

    tidak bisa ditemukan di Pulaulain. Papua bukan saja memiliki

    kekayaan alam tambang saja,

    tetapi banyak keanekaragaman

    dan tumbuhan lain disana.

    Buah merah adalah sejenis

    buah tradisional dari Papua. Oleh

    masyarakat Wamena, Papua.

    Buah ini disebut Kuansu. Nama

    ilmiahnya Pandanus Conoideus 

    karena tanaman buah merah

    termasuk tanaman keluargapanda-pandanan dengan pohon

    menyerupai pandan, tinggi

    tanaman ini dapat mencapai

    16 meter dengan batang bebas

    cabang sendiri setinggi 5-8 m.

    Kultivar buah berbe