institutional repository uin syarif hidayatullah jakarta:...

70

Upload: others

Post on 18-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak
Page 2: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak
Page 3: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak
Page 4: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak
Page 5: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

v

ABSTRAK

Novia Amelia Putri. NIM 11150480000151. PERSEKONGKOLAN PELAKU USAHA DALAM KEGIATAN TENDER PENGADAAN ALAT-ALAT

KEDOKTERAN RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA (Studi Putusan KPPU Perkara Nomor: 24/KPPU-I/2016). Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1441 H/2019 M. x + 60 halaman.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh

pelaku usaha dalam kegiatan tender pengadaan alat-alat kedokteran yang dilakukan oleh RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda serta pertimbangan

Majelis Komisi dalam putusan Perkara Nomor: 24/KPPU-I/2016. Adanya dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh beberapa pelaku usaha dalam mengikuti tender tersebut. Dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan usaha Tidak Sehat karena dalam mengikuti paket tender tersebut beberapa pelaku usaha

membentuk tim pada setiap paket dengan tujuan agar memenuhi syarat yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana aturan baru Peraturan Presiden Nomor 16

Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif serta pendekatan penelitian yang digunakan adalah normatif menggunakan bahan

hukum peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur terkait penelitian, artikel dalam jurnal hukum terkait penelitian, dan artikel di internet.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa para pelaku usaha yang terindikasi

melakukan perbuatan yang menghambat pelaku usaha lain dan bersaing secara curang dengan menciptakan persaingan semu saat mengikuti kegiatan tender

melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam putusan Perkara Nomor: 24/KPPU-I/2016 Majelis Komisi secara sah dan meyakinkan bahwa para Terlapor telah melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 berdasarkan pertimbangan dan hasil investigasi yang termuat di dalamnya.

Kata kunci: Persekongkolan, tender, pengadaan, afiliasi, KPPU Pembimbing Skripsi : 1. Ali Mansur, M.A.

2. Fitriyani, S.Ag., M.H. Daftar pustaka : Tahun 1994 sampai Tahun 2017

Page 6: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat dan

salam Peneliti sampaikan kepada teladan kita Nabi besa Muhammad SAW. Diantara

banyak nikmat Allah SWT yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju

zaman yang islamiyah. Oleh karenaNya juga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “PERSEKONGKOLAN PELAKU USAHA DALAM KEGIATAN

TENDER PENGADAAN ALAT-ALAT KEDOKTERAN RSUD ABDUL WAHAB

SJAHRANIE SAMARINDA (Studi Putusan KPPU Perkara Nomor: 24/KPPU-

I/2016)”. Adapun maksud dan tujuan dari Penelitian skripsi ini adalah untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gerlar Sarjana Hukum di Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses penyusunan skripsi ini, Peneliti menemukan beberapa

hambatan. Namun, berkat bimbingan serta dukungan materil maupun moril dari

berbagai pihak pada akhirnya Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat

waktu. Melalui kesempatan ini Peneliti menyampaikan banyak terimakasih dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak terkait yang telah membantu

terselesaikannya tugas akhir ini. Segala sesuatu yang salah datangnya hanya dari

Peneliti sebagai manusia dan seluruh hal yang benar datangnya hanya dari Allah

SWT. Walaupun demikian, tentu saja tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Maka

dari itu saran dan kritik membangun dari berbagai pihak sangatlah diharapkan demi

perbaikan skripsi ini. Harapannya, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi

Peneliti dan umumnya bagi para pembaca lain. Oleh karena itu, Peneliti

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., M.H. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

vii

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu

Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan saran dan kritik terhadap Penelitian skripsi ini.

3. Ali Mansur, M.A. dan Fitriyani, S.Ag., M.H. Dosen Pembimbing Skripsi yang

telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing Peneliti dengan kesabaran

dan ketelitian serta tiada henti memberikan masukan, saran maupun kritik yang

memotivasi dan membangun demi kebaikan serta selesainya skripsi ini.

4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

khususnya dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dan pengalaman beserta nasihat dengan tulus dan tanpa pamrih.

Semoga dapat bermanfaat dan senantiasa Allah SWT yang akan membalasnya.

5. Kedua orang tua, ayahanda Drs. Agus Mulya, M.M. dan ibunda Eva Foilina yang

senantiasa dengan penuh kesabaran dan kasih sayang yang tiada henti serta

memberikan do’a, saran, dan dukungan dalam bentuk moril maupun materil

semenjak Peneliti lahir hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Kakak-kakak

tercinta Yogie Aditya Ramadhan, S.Kom. dan Lidya Putri Utami, S.Sy. yang

selalu memberikan semangat dan motivasi demi terselesaikannya skripsi ini.

6. Senior-senior Program Studi Ilmu Hukum 2014 yang selalu setia menjawab

semua pertanyaan terkait skripsi serta saran dan kritik bermanfaat selama proses

penulisan skripsi ini hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini. Kak Hanifa,

Kak Dini, Kak Nurlia, Kak Uti, Kak Adel, Kak Diana, Kak Indri. Semoga Allah

SWT senantiasa menjaga silaturahmi kita semua dan mempertemukan kita di

masa mendatang.

7. Teman-teman seperjuangan Ilmu Hukum 2015 melalui kebersamaan serta kritik

dan saran terhadap skripsi ini. Teman-teman kelas D-IH yang telah memberikan

kesan dalam kehidupan perkuliahan, Pejuang Toga yang selalu menemani mulai

dari canda, tawa, haru perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini selesai sampai

Page 8: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

viii

pada akhirnya satu-persatu mencapai gelar S.H. Rahma, Rafida, Ines, Balqis.

Teman ajaib Adjie, Like, Indri, Astri yang selalu memberikan semangat dan

masukan yang berarti selama penulisan skripsi ini. Semoga senantiasa diberkahi

oleh Allah SWT dan diberikan kesuksesan di masa mendatang.

8. Pimpinan Pusat Perpustakaan dan Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontribusi kepada peneliti dalam

penyelesaian karya tulisnya.

Jakarta, 11 November 2019

Peneliti

Page 9: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRISPI .................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................................. iv

ABSTRAK .............................................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... vi

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah.................................................. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................................ 6

D. Metode Penelitian .................................................................................................... 7

E. Sistematika Penelitian ............................................................................................... 10

BAB II GAMBARAN PERSAINGAN USAHA YANG TERJADI DI INDONESIA ...... 12

A. Persaingan Usaha dalam Hukum Positif .................................................................. 12

1. Hukum Persaingan Usaha ..................................................................................... 12

2. Sejarah Persaingan Usaha ..................................................................................... 13

3. Persekongkolan ..................................................................................................... 16

Page 10: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

x

4. Tender ................................................................................................................... 18

B. Persaingan Usaha dalam Hukum Islam .................................................................... 19

C. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) .......................................................... 22

D. Kerangka Teori ......................................................................................................... 24

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................................................ 29

BAB III KEGIATAN TENDER 4 (EMPAT) PAKET ALAT-ALAT KEDOKTERAN

RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE ................................................................ 31

A. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Tender ................................................................. 31

B. Posisi Kasus .............................................................................................................. 37

BAB IV PUTUSAN KPPU PERKARA NOMOR: 24/KPPU-I/2016 ................................. 42

A. Analisis Berdasarkan Hukum Positif ....................................................................... 42

B. Analisis Berdasarkan Hukum Islam ......................................................................... 49

BAB V PENUTUP ................................................................................................................... 56

A. Kesimpulan ............................................................................................................... 56

B. Rekomendasi ............................................................................................................ 57

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 58

Page 11: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem ekonomi yang ideal bagi Indonesia adalah sistem ekonomi

pasar bebas yang terkendali (guided friendly market). Sistem ini tetap

membuka peluang yang seluas-luasnya kepada pasar, dengan dikendalikan

oleh Pemerintah (sebagai guide-nya). Dalam ekonomi pasar tersebut

dibutuhkan adanya sistem-sistem hukum yang mampu mengatur aktivitas

pasar. Sistem hukum inilah yang berupa hukum persaingan usaha, yang

tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Sesuai dengan tujuannya, substansi Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang larangan perbuatan dan hubungan hukum yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Dengan adanya hukum persaingan usaha yang bersumber pada Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, bertujuan agar dapat mewujudkan

demokrasi ekonomi Pancasila yang memberikan kesempatan kepada pelaku

usaha untuk ikut serta dalam proses produksi dan pemasaran barang atau jasa

dalam iklim kegiatan usaha yang sehat dan efektif serta efisien.1

Persaingan usaha yang juga memiliki artian bahwa sebuah situasi

bebas peluang berusaha, di dalamnya terdapat unsur yang mendorong

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak terdapat

unsur yang menghambat tujuan tersebut, karena dalam tatanan kehidupan

perekonomian suatu negara perlu adanya aturan tentang batas-batas yang

diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan khususnya bidang persaingan

usaha. Salah satu hal yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan para pelaku

usaha adalah persekongkolan tender.

1 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2013), h. 32

Page 12: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

2

Persekongkolan biasa dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang

memiliki tujuan untuk bersama-sama melakukan tindakan melawan hukum.

Lebih jelasnya tentang definisi persekongkolan diatur dalam Pasal 1 angka 8

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu Persekongkolan atau konspirasi

usaha adalah bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan

pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi

kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.

Larangan persekongkolan ini memliki arti yang sangat khusus dalam

kebijakan persaingan usaha. Karena pesekongkolan dapat menciptakan

hambatan persaingan usaha, kaitannya dengan hukum anti monopoli yang

disebabkan oleh suatu perjanjian. Kebijakan persaingan usaha menganggap

bahwa larangan tentang persekongkolan yang lengkap merupakan hal yang

penting untuk mencegah terjadinya persekongkolan.2

Definisi tender atau lelang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) adalah tawaran untuk mengajukan harga, memborong pekerjaan atau

menyediakan barang. Tender dapat dilaksanakan baik secara swakelola

maupun dilakukan oleh penyedia barang dan/atau jasa. Dengan demikian,

tender adalah tawaran pengajuan harga untuk memborong suatu pekerjaan

berupa pengadaan barang atau berupa penyedia jasa.3

Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pasal

22, tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu

pekerjaan, untuk mengadakan barang atau menyediakan jasa. Pada pengertian

tender meliputi tawaran mengajukan harga untuk memborong atau

melaksanakan suatu pekerjaan, mengajukan harga untuk mengadakan barang

atau jasa, mengajukan harga untuk membeli suatu barang atau jasa, dan

2 Hansen Knud, Undang-Undang No.5 Tahun 1999 : Undang-Undang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat , (Jakarta: PT. Tema Baru, 2002), h. 309 3 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 113

Page 13: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

3

mengajukan harga untuk menjual suatu barang atau jasa.4 Menurut Peraturan

Presiden (PerPres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah sebagaimana sebelumnya PerPres Nomor 54 Tahun 2010, tender

adalah metode pemilihan untuk mendapatkan penyedia barang atau pekerjaan

konstruksi atau jasa lainnya dengan menggunakan anggaran belanja dari

APBN/APBD.

Pada hakikatnya persekongkolan tender adalah perbuatan yang

dilakukan pihak penyedia barang atau jasa maupun pengguna barang atau jasa

untuk mengatur serta menentukan pemenang tender. Persekongkolan tender

dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu Persekongkolan horizontal,

persekongkolan yang dilakukan oleh pelaku usaha atau penyedia barang atau

jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang atau jasa pesaing.

Persekongkolan vertikal, persekongkolan yang dilakukan oleh salah satu atau

beberapa pelaku usaha atau penyedia barang atau jasa dengan panitia tender

atau pengguna barang atau jasa atau pemberi pekerjaan. Persekongkolan

horizontal dan vertikal, yaitu persekongkolan yang dilakukan oleh panitia

tender atau pengguna barang atau jasa atau pemberi pekerjaan dengan pelaku

usaha atau penyedia barang atau jasa5

Akibat dari adanya sebuah persekongkolan akan menghilangkan

persaingan antar para pelaku usaha. Dalam ekonomi pasar yang

mengandalkan proses persaingan, mengakibatkan para produsen bertindak

efisien dan inovatif. Namun pada praktiknya kebanyakan para pelaku usaha

mengelak persaingan tersebut. Melainkan produsen membuat penguasaan

pasar dengan bekerja sama antar pelaku usaha.6

Kasus monopoli atau persaingan usaha tidak sehat tidak sebanyak

kasus keperdataan lainnya atau kasus pidana pada umumnya, lembaga Komisi

4 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Teori dan Pratktik

Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2012), h. 281 5 Yakub Adi Kristanto, Terobosan Hukum Keputusan KPPU dalam Mengembangkan

Penafsiran Hukum Persekongkolan Tender, (Jurnal Hukum Bisnis: Volume 27 Nomor 3, 2008), h.

72 6 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 175

Page 14: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

4

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai aparat penegak dalam kaitannya

dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat

memberikan gambaran perkara yang akan ditangani dan model pemeriksaan

yang dituangkan dalam bentuk putusan.7

Banyaknya kasus persekongkolan tender yang diperiksa dan ditangani

oleh KPPU menunjukan bahwa putusan yang dikeluarkan oleh KPPU tidak

membuat jera para pelaku usaha khususnya pelaku persekongkolan tender.

Sehingga diduga masih terjadi persekongkolan tender di Samarinda,

Kalimantan Timur dalam kegiatan pengadaan 4 (empat) paket alat-alat rumah

sakit di RSUD Abdul Wahab Sjahranie tahun anggararan 2012 - 2013. Yang

mana kasus tersebut sudah diputuskan oleh KPPU dengan putusan Perkara

Nomor 24/KPPU-I/2016 (selanjutnya disebut Putusan KPPU No. 24/KPPU-

I/2016).

Persekongkolan ini terindikasi pada fakta-fakta yang diduga tidak

wajar dilakukan oleh para pelaku usaha yang menjadi peserta tender. Dugaan

praktik persekongkolan yang dilakakuan oleh PT. Synergy Dua Kawan Sejati,

PT. Kembang Turi Healthcare, PT. Dwi Putra Unggul Pratama, CV.

Trimanunggal Mandiri, dan CV. Tiga Utama yang juga diduga merupakan 1

(satu) kelompok usaha dan/atau terafiliasi serta bekerja sama dengan alasan

memenuhi persyaratan dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012

tentang Perubahana PerPres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang/Jasa sebagaimana dalam peraturan terbaru Pasal 51 PerPres Nomor 16

Tahun 2018 Ayat (1) huruf b menerangkan bahwa jumlah peserta yang lulus

pada tahap prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta maka gagal.

Berdasarakan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian hukum atau skripsi terkait pembahasan dari kasus tersebut dengan

judul “Persekongkolan Pelaku Usaha dalam Kegiatan Tender Pengadaan

Alat-Alat Kedokteran RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda (Studi

Putusan KPPU Perkara Nomor : 24/KPPU-I/2016)”

7 Aulia Muthiah, Aspek Hukum Dagang Dan Pelaksanaannya Di Indonesia, (Yogyakarta:

Pustakabarupress, 2016), h. 119

Page 15: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

5

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka

dapat diidentifakasikan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan

pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam

Putusan No. 24/KPPU-I/2016, yaitu:

a. Terjadi pelanggaran pasal 22 yang dilakukan oleh PT. Synergy Dua

Kawan Sejati, PT. Kembang Turi Healthcare, PT. Dwi Putra Unggul

Pratama, CV. Trimanunggal Mandiri, dan CV. Tiga Utama.

b. Terdapat unsur perjanjian yang dilarang yang dilakukan oleh

beberapa pelaku usaha dalam upaya memenangkan tender.

c. Persekongkolan horizontal karena adanya hubungan (afiliasi)

d. Penyalahgunaan rangkap jabatan.

2. Pembatasan Masalah

Untuk lebih memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian ini,

maka diperlukan adanya pembatasan masalah agar dalam penelitian dan

penyusunan ilmiah dapat dipahami dengan mudah. Oleh karena itu,

peneliti membatasi permasalahan yang akan diteliti hanya tentang

persekongkolan tender yang dilakukan oleh beberapa pelaku usaha dalam

pelaksanaan pengadaan alat-alat kedokteran di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda tahun anggaran 2012-2013 berdasarkan Putusan

KPPU Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016.

3. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang akan diteliti adalah dugaan terjadinya

persekongkolan tender dalam kegiatan pengadaan alat-alat kedoktertan di

RSUD Abdul Wahab Sjahranie tahun anggaran 2012-2013 oleh sejumlah

pelaku usaha. Dengan demikian peneliti dapat merumuskan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

Page 16: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

6

a. Bagaimana pertimbangan putusan Majelis Komisi KPPU dalam

Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016 terkait persekongkolan tender yang

dilakukan pelaku usaha?

b. Apakah dalam kegiatan pengadaan alat-alat kedokteran RSUD

Abdul Wahab Sjahrani Samarinda memenuhi unsur-unsur

persekongkolan tender?

c. Bagaimana perspektif hukum Islam dalam Putusan Perkara Nomor

24/KPPU-I/2016?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara keseluruhan tujuan dari diadakannya penelitian ini sudah

jelas berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dijelaskan

sebelumnya. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah dapat

dirumuskan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pertimbangan hukum yang digunakan Majelis

Komisi dalam mengadili perkara persaingan usaha tidak sehat yang

dilakukan oleh para pelaku bisnis yang melanggar ketentuan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

b. Untuk mengetahui terpenuhinya unsur-unsur pelanggaran Pasal 22 yang

dilakukan oleh para Terlapor dalam kegiatan pengadaan alat-alat

kedoktertan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie tahun anggaran 2012-

2013.

c. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam dalam Putusan Perkara

Nomor 24/KPPU-I/2016.

2. Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi hukum ini diharapkan dapat memberi manfaat

bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang ilmu hukum baik secara

teoritis maupun praktis.

Page 17: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

7

a. Manfaat Teoritis

1) Skripsi ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan dalam

perkembangan ilmu hukum khususnya hukum persaingan usaha.

2) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi serta

masukan untuk penelitian terkait hukum persaingan usaha

selanjutnya khususnya untuk penulisan penelitian kasus

persekongkolan tender.

b. Manfaat Praktis

1) Dapat menambah pengetahuan yang selanjutnya dapat diterapkan

di dunia nyata sebagai bentuk partisipasi dalam pembangunan

negara dan rakyat Indonesia untuk akademisi khususnya.

2) Bagi masyarakat umum atau pelaku usaha penelitian ini diharapkan

dapat memberikan pengetahuan terkait persaingan usaha sehat yang

berlaku di Indonesia agar meminimalisir terjadinya praktik

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat bagi para pelaku bisnis.

D. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini dibutuhkan keakuratan data yang berasal dari

studi dokumentasi untuk menyelesaikan masalah yang ada pada penelitian ini.

Maka dari itu peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian adalah bagian dari kegiatan ilmiah yang berkaitaan

dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara sistematis,

metodelogis dan konsisten.8 Penelitian juga merupakan suatu penyelidikan

yang terorganisasi. Hal ini dapat dijelaskan bahwa sistematis adalah

sesuatu yang dilakukan berdasarkan sistem, metodelogis adalah penelitian

yang sesuai dengan metode dan tata cara tertentu yang sesuai, dan

konsisten adalah terdapat hal-hal yang tidak bertentangan dalam suatu

kerangka tertentu.

8 Moh Nazir, Metode Penelitian, Cetakan ke-8, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 57

Page 18: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

8

Untuk menjawab masalah yang akan diteliti, peneliti menggunakan

jenis penelitian normatif. Penelitian normatif adalah penelitian di bidang

hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka dan/atau data

sekunder saja.9 Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang

memberikan data sejelas mungkin tentang suatu gejala atau fenomena agar

dapat memperkuat teori-teori yang ada atau untuk mencoba merumuskan

teori baru.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach) dan

Pendekatan Kasus (case approach).10 Pendekatan Perundang-Undangan

(statute approach) digunakan untuk memahami persaingan usaha yang

sehat dalam kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha bisnis agar

memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Sedangkan Pendekatan Kasus (case approach) dilakukan dengan cara

menelaah kasus yang terjadi seputar praktik persaingan usaha tidak sehat

yang telah menjadi putusan Majelis Komisi pada Perkara Nomor

24/KPPU-I/2016. Dengan meneliti pertimbangan majelis hakim

menggunakan pendekatan rule of reason, yaitu alasan-alasan yang menjadi

dasar hakim memutuskan perkara dalam kasus tersebut.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data

sekunder dengan data penelitian berupa keputusan lembaga peradilan dan

kebijakan lembaga. Sumber data lainnya antara lain yaitu dengan mencari

bahan-bahan atau data-data seperti literatur yang sesuai untuk

9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat), (jakarta: Rajawali Press, 2001), h.14 10

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan ke-6, (Surabaya: Kencana,

2010), h.96

Page 19: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

9

menyelesaikan permasalahan yang dibahas, dengan bahan hukum sebagai

berikut:

a. Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hukum yang memiliki sifat

otoritatif atau memiliki otoritas. Dalam penelitian ini bahan hukum

primer yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat, Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2010 tentang

Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Persekongkolan Tender, Peraturan Presiden Nomor 16

Tahun 2018 sebagaimana sebelumnya Peraturan Presiden Nomor 54

Tahun 2010 dan Putusan KPPU Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016.

b. Bahan Hukum Sekunder, merupakan bahan hukum yang terdiri dari

buku referensi terkait persaingan usaha, skripsi, dan jurnal hukum

yang dapat mendukung penulisan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan-bahan yang bersifat penunjang

sumber hukum primer dan sekunder seperti berita atau artikel di

internet, ensiklopedia, dan kamus.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

dokumentasi yakni dengan cara memperoleh data dari penelusuran peneliti

menggunakan peraturan perundang-undangan, literatur kepustakaan, dan

putusan KPPU Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016. Teknik pengumpulan

tersebut merupakan gambaran terhadap masalah yang ada berdasarkan

peelitian normatif.

5. Teknik Analisis Data

Adapun bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang diperoleh

akan dihubungkan dengan permasalahan dan dianalisis berdasarkan

perturan perundang-undangan terkait dengan judul penelitian. Pertama,

data tersebut dikorelasikan sesuai pembahasan yang menjadi fokus

Page 20: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

10

penelitian. Kedua, peneliti menguraikan dan menjelaskan fokus penelitian

tersebut berdasarkan teori-teori dan fakta-fakta sesuai dengan fokus

penelitian. Ketiga, penjelasan tersebut diperkuat kembali atau dievaluasi

berdasarkan peraturan atau ketentuan hukum yang berlaku dan sesuai.

6. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

analisis kualitatif. Peneliti menggunakan metode analisis ini karena dapat

menggambarkan secara jelas tentang kasus-kasus yang akan diteliti.

Analisis data secara kualitatif lebih menitikberatkan pada kualitas atau isi

dari data tersebut secara mendalam dan menyeluruh.11

7. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan dalam penelitian

ini berdasarkan pada kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang terdapat

dalam “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”

E. Sistematika Penelitian

Untuk menjelaskan isi penelitian ini secara menyeluruh ke dalam bentuk

yang sistematis dan terstruktur maka penulisan penelitian ini disusun dengan

sistematika penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut:

BAB I Dalam bab ini menjelaskan tentang latar belakang, pembatasan

serta rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian ini serta

metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.

BAB II Dalam bab 2 (dua) memuat tentang kajian kepustakaan yang

terbagi dalam beberapa sub bab yang terdiri dari kerangka-

kerangka konseptual yang sudah dijelaskan pada bab 1 (satu)

terkait dengan penelitian ini, teori-teori hukum sebagi landasan

11

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2001), h. 32

Page 21: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

11

dalam penelitian ini, serta tinjauan dari (review) kajian terdahulu

yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.

BAB III Bab ini memuat tentang kronologi persekongkolan tender 4

(empat) paket alat-alat kedokteran di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie untuk tahun anggaran 2012-2013 serta mengetahui para

pihak yang terlibat dalam tender tersebut.

BAB IV Pada bab ini akan memuat tentang analisis Putusan Perkara

Nomor: 24/KPPU-I/2016 tentang dugaan pelanggaran Pasal 22

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada kegiatan pengadaan

alat-alat kedokteran di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

BAB V Pada bab 5 (lima) ini membahas tentang kesimpulan dari

penelitian serta rekomendasi yang diberikan oleh peneliti

berdasarkan hasil penelitian terkait permasalahan tersebut.

Page 22: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

12

BAB II

GAMBARAN PERSAINGAN USAHA YANG TERJADI

DI INDONESIA

A. Persaingan Usaha dalam Hukum Islam

1. Hukum Persaingan Usaha

Hukum persaingan usaha merupakan hukum yang mengatur

tentang interaksi perusahaan atau pelaku usaha di pasar. Sementara

tingkah laku perusahaan atau pelaku usaha dilandasi atas motif-motif

ekonomi.1 Secara yuridis pengertian dari persaingan usaha umumnya

dikaitkan dengan persaingan dalam ekonomi yang berbasis pada pasar.

Yaitu pelaku usaha baik itu perusahaan ataupun penjual secara bebas

berupaya untuk mendapatkan konsumen guna mencapai tujuan usaha atau

tujuan perusahaan tertentu yang didirikannya.2

Hukum persaingan usaha mengatur ketentuan mengenai tindakan-

tindakan yang dilarang dan ketentuan-ketentuan procedural mengenai

penegakan hukum persaingan usaha. Pada hakikatnya, maksud dari hukum

persaingan usaha adalah untuk mengatur persaingan dan monopoli. Jika

hukum persaingan usaha bermaksa luas maka tidak hanya meliputi

pengaturan persangan tetapi juga boleh atau tidaknya monopoli digunakan

sebagai saran kebijaakan publik untuk mengatur daya yang dapat dikelola

oleh swasta.3

Dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

mengenai persaingan usaha menentukan bahwa persaingan usaha tidak

sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan

usaha barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau

1 Andi Fahmi Lubis, et.al., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

Creative Media, 2009), h. 21 2 L. Budi Kagramanto, Mengenal Hukum Persaingan Usaha, (Sidoarjo: Laras, 2010), h.57

3 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007), h. 23

Page 23: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

13

menghamat persaingan.4 Pada umumnya yang terjadi di Indonesia guna

menciptakan persaingan yang sehat masih sulit, karena terkait alasan

pelaku usaha yang lebih mementigkan keuntungan dan tidak

memperhatikan aturan hukum yang berlaku.

2. Sejarah Persaingan Usaha

Pada sejarah Indonesia, praktik monopoli pertama kali secara resmi

dimulai pada tanggal 20 Maret 1602, yaitu pada saat Pemerintah Belanda

dengan persetujuaannya State General memberikan hak untuk melakukan

perdagangan sendiri (monopoli) pada VOC di wilayah Indonesia (Hindia

Timur). Hak monopoli yang dimaksud terdapat sembilan macam, yaitu

dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia, monopoli

perdagangan, mencetak dan mengedarkan uang sendiri, mengadakan

perjanjian, melakukan perang dengan negara lain, menjalankan kekuasaan

kehakiman, pemungutan pajak, memiliki angkatan perang, serta

mengadakan pemerintahan sendiri.5

Dalam melaksanakan pemerintahannya, VOC banyak

menggunakan tenaga Bupati yang digaji oleh pemerintah, sedangkan

bangsa Cina dipercaya untuk melakukan pemungutan pajak dengan cara

menyewakan Desa untuk beberapa tahun lamanya.6 Beragam cara kerja

VOC dalam melakukan praktik monopoli perdagangan di Indonesia antara

lain dengan cara melakukan Pelayaran Hongi yaitu dengan merampas

setiap kapal penduduk yang menjual rempah-rempah kepada pedagang

asing seperti Inggris, Prancis, dan Denmark karena dianggap melanggar

monopoli dagang VOC, melakukan Ekstirpasi yaitu penebangan tanaman

milik rakyat dengan tujuan mempertahankan harga rempah-rempah tidak

4 Fendy, “Jurnal Hukum, Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam

Mendorong Persaingan Usaha Yang Sehat Di Sektor Motor Skuter Matic”, (Yogyakarta:

Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2016), h. 1-2 5 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),

h. 21 6 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 24

Page 24: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

14

turun apabila hasil panen berlebihan atau biasa disebut over produksi,

melakukan penyerahan wajib yang disebut Verplichte Leverantien yaitu

melakukan perjanjian dengan raja-raja setempat (terutama kerajaan yang

kalah dalam perang), wajib menyerahkan hasil bumi yang dibutuhkan

VOC dengan harga yang ditetapkannya, dan yang terakhir dengan cara

Contingenten yaitu rakyat wajib menyerahkan hasil bumi sebagai pajak.7

Setelah masa monopoli VOC, pemerintahan daerah jajahan sejak

dari Gubernur Jendral yang pertama yaitu Daendels (1808 - 1811) sampai

dengan Gubernur Jendral Thomas Stamford mengadakan kapitulasi

dengan penguasa pendudukan Jepang di Kalijati tepat pada tanggal 9

Maret 1942 yang bahkan sampai pernyataan Proklamasi Kemerdekaan

Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Selama berada di bawah

kekuasaan penjajah Belanda, Inggris, dan Jepang tersebut, baik langsung

maupun tidak langsung dan sebagian maupun keseluruhan, praktik

monopoli dalam perdagangan secara terus-menerus dilakukan di

Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi karena selama periode tersebut ukuran

serta batasan terhadap persaingan yang sehat maupun persaingan yang

tidak sehat tidak jelas atau kabur.8

Di masa pemerintahan Orde Baru sangat banyak terjadi monopoli,

oligopoli, dan perbuatan lain yang menjurus pada persaingan curang

seperti monopoli terigu, cengkeh, jeruk, serta pengedaran film dan masih

banyak lagi. Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan konglomerat besar di

Indonesia bermula dari tindakan monopoli dan persaingan usaha yang

curang yang kemudian dibiarkan oleh pemerintah pada saat itu.9

Berawalnya penyusunan Undang-Undang Antimonopoli adalah

dari perjanjian yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF)

dengan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1998. Dalam perjanjian

7 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli, …, h. 24

8 Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di

Indonesia, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006), h. 11 9 Munir Fuady, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 1999), h. 41

Page 25: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

15

tersebut dinyatakan bahwa IMF menyetujui pemberian bantuan keuangan

kepada Negara Republik Indonesia dengan tujuan guna mengatasi krisis

ekonomi, akan tetapi dengan syarat Indonesia melakukan reformasi

ekonomi dan hukum ekonomi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut

tentu saja diperlukannya undang-undang yang mengatur antimonopoli.

Akan tetapi, perjanjian dengan IMF bukan hanya merupakan alasan utama

dilakukannya penyusunan undang-undang tersebut.

Sejak Tahun 1989 terjadi diskusi secara intensif di Indonesia

menganai perlunya undang-undang tentang antimonopoli karena reformasi

sistem ekonomi khususnya kebijakan regulasi yang dilakukan pada tahun

1980, dalam jangka waktu 10 tahun, menimbulkan situasi yang dianggap

kritis. Timbul konglomerat pelaku usaha yang dikuasi oleh keluarga atau

partai tertentu dan konglomerat tersebut dapat menyingkirkan pelaku

usaha kecil dan menengah melalui praktik usaha yang kasar serta berusaha

untuk mempengaruhi semaksimal mungkin penyusunan undang-undang

serta pasar keuangan.10

Dengan adanya latar belakang tersebut, pembubaran ekonomi yang

dikuasai oleh negara dan perusahaan monopoli saja tidak memungkinkan

untuk membangun suatu perekonomian yang mampu bersaing. Perlu

disadari juga bahwa hal-hal yang merupakan dasar pembentukan setiap

perundang-undangan antimonopili justru pelaku usaha itu sendiri yang

cepat atau lambat dapat melumpuhkan serta menghindar dari tekanan

persaingan usaha dengan melakukan perjanjian dan penggabungan

perusahaan yang menghambat persaingan serta penyalahgunaan posisi

kekuasaan ekonomi untuk dapat merugikan pelaku usaha kecil. Dengan

demikian, Negara harus menjamin keutuhan dan keadilan proses

persaingan usaha terhadap gangguan dari pelaku usaha dengan melakukan

penyusunan undang-undang yang isinya melarang pelaku usaha dalam

berbuat kecurangan yang dapat merugikan pelaku usaha lain.

10

Andi Fahmi Lubis, et.al., Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, edisi kedua, (Jakarta:

Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2017), h. 33

Page 26: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

16

Sudah banyak praktisi maupun pakar hukum dan ekonomi yang

menyerukan agar segera dibuat sebuah Undang-Undang Antimonopoli.11

Negara Indonesia baru memiliki aturan hukum dalam bidang persaingan

setelah inisiatif DPR yang disusun dalam RUU Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. RUU tersebut pada akhirnya

disetujui dalam Sidang Paripurna DPR pada tanggal 18 Februari 1999

dalam hal ini pemerintah yang diwakili oleh Menteri Perindustrian dan

Perdagangan, Rahardi Ramelan. Barulah pada masa reformasi setelah

lengsernya rezim Presiden Soekarno, diundangkan sebuah peraturan yaitu

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang ditandatangani oleh

Presiden B.J. Habibie dan diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999 serta

berlaku satu tahun setelah diundangkan.

Diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini secara

historis berawal dari belum tersedianya peraturan yang komperhensif dan

memadai yang dapat mengatur mengenai persaingan usaha di Indonesia.

Sebelumnya pelaku usaha masih bersikap ambiguitas dalam menentukan

langkah, melaksanakan, mengurus dan mengatur kegiatan usaha. Karena

seringkali masih ditemukan pelaku usaha yang bingung terkait kepastian

usaha yang dilakukan itu dapat mengganggu atau berdampak buruk pada

kegiatan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha lainnya.12

3. Persekongkolan

Persekongkolan merupakan suatu kegiatan yang dapat membatasi

atau menghalangi persaingan usaha. Pada persekongkolan melibatkan dua

pihak atau lebih untuk dapat melakukan kerjasama. Istilah persekongkolan

pertama kali ditemukan pada Antitrust Law di Amerika Serikat melalui

Yurisprudensi Mahkamah Tertinggi Amerika Serikat. Hal ini berkaitan

erat dengan ketentuan Pasal 1 The Sherman Act 1890. Dalam pasal

11

Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, …, h. 23 12

L. Budi Kagramanto, Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum Persaingan

Usaha, (Surabaya: Srikandi, 2008), h. 16

Page 27: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

17

tersebut dinyatakan bahwa “ … conspriracy in restraint of trade …” (…

persekongkolan untuk menghambat perdagangan …).

Mahkamah Tertinggi Amerika Serikat juga menciptakan istilah

“concerted action” yaitu istilah untuk mendefinisikan persekongkolan

tender dalam hal menghambat perdagangan serta segala bentuk kegiatan

yang saling menyesuaikan dan berlandaskan pada persekongkolan guna

menghambat perdagangan serta pembuktiannya dapat disimpulkan dari

kondisi yang ada. Dapat disimpulkan dari pengertian Amerika Serikat

itulah bahwa persekongkolan merupakan suatu perjanjian yang

konsekuensinya adalah perilaku yang saling menyesuaikan.13

Dalam banyak bahasan, ada yang menyamakan istilah

persekongkolan (conspiracy) dengan istilah kolusi (collusion). Dalam

kolusi ada suatu perjanjian rahasia yang dibuat oleh dua orang atau lebih

dengan tujuan penipuan atau penggelapan yang sama artinya dengan

konspirasi dan cenderung berkonotasi negatif atau buruk.14 Namun, dalam

kegiatan persekongkolan tidak harus dibuktikan dengan adanya sebuah

perjanjian melainkan dalam bentuk kegiatan lain yang tidak mungkin

diwujudkan dalam bentuk perjanjian.

Pengertian persekongkolan atau konspirasi usaha telah dituliskan

dalam ketentuan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,

yaitu persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang

dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud

untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang

bersekongkol.

Jika melakukan monopoli atau praktik curang dalam bersaing

umumnya menekankan perjanjian, namun dalam persekongkolan belum

tentu terdapat pejanjian. Selain itu jika yang dimaksud dengan “perjanjian”

yang dapat menimbulkan persaingan curang adalah perjanjian antara

13

L. Budi Kagramanto, Larangan Persekongkolan Tender …, h. 192 14

Andi Fahmi Lubis, et.al., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit

(GTZ) GmbH, 2009), h. 147

Page 28: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

18

pelaku usaha, maka larangan persekongkolan bisnis ditujukan untuk

persekongkolan antara pelaku usaha dengan pihak lain yang bukan

merupakan pelaku bisnis.15

Persekongkolan yang dilarang terdapat dalam Pasal 22, 23, dan 24

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan jenis perkongkolan yang

dilarang yaitu pada Pasal 24 dijelaskan bersekongkol dalam mendapatkan

informasi kegiatan usaha pesaingnya yang menjadi rahasia perusahaan

dengan pihak lain sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat,

kemudian dalam Pasal 23 dijelaskan bersekongkol dalam menghambat

produksi serta pemasaran barang dan/atau jasa guna mengurangi jumlah,

kualitas maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan, dan yang terakhir

dalam Pasal 22 dijelaskan bersekongkol dengan pihal lain dalam

menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan persaingan

usaha tidak sehat.16 Dalam ketiga pasal tersebut mengasumsikan adanya

persekongkolan yang dilakukan antara pelaku usaha. Dengan kata lain,

terdapat dua unsur yang wajib dipenuhi dalam menerapkan pasal

persekongkolan tersebut, yaitu para pihak harus peserta dan harus

menyepakati persekongkolan.

4. Tender

Berdasarkan pada penjelasan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 bahwa yang dimaksud dengan “tender” adalah tawaran untuk

mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan guna mengadakan

barang-barang atau dalam menyediakan jasa. Pengertian tender ini

mencakup tawaran mengajukan harga untuk memborong atau

melaksanakan suatu pekerjaan, mengadakan barang dan/atau jasa,

membeli barang dan/atau jasa, menjual barang dan/atau jasa.

Dalam praktiknya pengertian tender sama dengan lelang atau

pengadaan barang dan jasa. Pelalangan adalah serangkaian kegiatan untuk

15

Munir Fuady, Hukum Antimonopoli …, h. 82 16

Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan Praktik

serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 268

Page 29: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

19

menyediakan kebutuhan barang atau jasa dengan menciptakan persaingan

yang sehat diantara penyedia barang atau jasa tertentu yang setara dan

memenuhi syarat, serta berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang

telah ditetapkan dan harus diikuti oleh pihak pihak terkait.17

Letak perbedaan antara tender dan lelang adalah objek

penawarannya dan tujuannya. Objek penawaran yang terdapat dalam

tender adalah penyediaan barang atau jasa yang belum ada. Seperti pada

tender pembangunan gedung atau sekolah serta infrastruktur lainnya.

Tujuan diadakannya tender ini adalah untuk mengadakan barang dan/atau

jasa yang pada umumnya untuk dapat memenangkan tender peserta

melakukan penawaran terendah. Pada lelang, objek penawarannya adalah

barang berwujud atau tidak berwujud. Tujuan dari lelang ini adalah

melakukan proses penawaran pada barang yang sudah ada atau sudah

disiapkan sebelumnya. Umumnya yang dapat memenangkan pelelangan

adalah peserta yang melakukan penawaran tertinggi.

Tender yang ditawakan oleh pengguna barang dan/atau jasa kepada

pelaku usaha mempunyai kredibilitas serta kapabilitas atas dasar alasan

efektivitas dan efisiensi. Alasan terkait tender pengadaan barang dan/atau

jasa dapat dijelaskan lebih lanjut yaitu guna memperoleh penawaran harga

serta kualitas terbaik, memberikan kesempatan yang sama untuk semua

pelaku usaha yang sesuai persyaratan, dan menjamin transparansi dan

akuntabilitas pengguna barang dan/atau jasa kepada publik khususnya

apabila pengadaan dilakukan oleh lembaga atau instansi pemerintah.18

B. Persaingan Usaha dalam Hukum Islam

Persaingan atau dalam bahasa Inggris disebut competition, merupakan

usaha-usaha dari dua pihak atau lebih perusahaan yang masing-masing

bergiat “memperoleh pesanan” dengan menawarkan harga atau syarat yang

17

Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia …, h. 282 18

Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia …, h. 281

Page 30: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

20

paling menguntungkan persaingan berupa pemotongan harga, iklan atau

promosi, variasi serta kualitas, dan segimentasi pasar.19

Yusuf Qardhawi memberikan patokan tentang norma-norma atau

nilai-nilai syariah yang harus ditaati dalam perdagangan oleh para pedagang

muslim dalam melaksanakan kegiatan perdagangan, yaitu:

1. Menegakkan larangan memperdagangkan barang-barang yang

diharamkan.

2. Bersikap benar, amanah, dan jujur.

3. Menegakkan keadilan dan mengharamkan bunga.

4. Menerapkan kasih saying dan mengharamkan monopoli.

5. Menegakkan toleransin dan persaudaraan.

6. Berpegang pada prinsip bahwa perdagangan adalah bekal menuju

akhirat.20

Persaingan bisnis dalam etika bisnis Islam adalah sebuah konsep

persaingan yang menganjurkan para pebisnis untuk bersaing secara positif

(fastabiqul khairat) dengan memberikan kontribusi yang baik dari bisnisnya.

Bukan menjatuhkan pebisnis lainnya. Serta menganjurkan pebisnis untuk

tidak merugikan dan memudharatkan pebisnis lainnya. Selain itu, Islam juga

memberikan konsep untuk tidak melakuakn persaingan dalam hal

mendapatkan kekayaan sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan nilai-nilai

Islami. Karena hal itu dapat menimbulkan kelalaian hingga lupa terhadap

kewajibannya sebagai hamba Allah. Pentingnya memahami konsep yang

dianjurkan dalam islam agar tidak mengakibatkan persaingan yang tidak sehat

bagi pebisnis Muslim.21

Islam sebagai aturan hidup telah memberikan aturan yang jelas dan

rinci guna menghindari munculnya permasalahan akibat praktik persaingan

yang tidak sehat. Ketiga unsur yang harus dicermati dalam persaingan bisnis

antara lain adalah:

19

B. N. Maribun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 276 20

Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1997), h. 173 21

Franz Magnis Suseno, Etika Bisnis Islam: Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: Gramedia,

1994), h. 55-56

Page 31: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

21

1. Pihak yang bersaing, yaitu manusia, merupakan pusat pengendali bisnis.

Bagi seorang muslim, bisnis yang dilakukan adalah dalam rangka

memperoleh dan mengembangkan harta yang dimilikinya. Harta yang

diperoleh adalah rizki yang diberikan oleh Allah SWT. Tugas manusia

adalah berusaha untuk sebaik-baiknya salah satunya dalam bidang bisnis.

Allah SWT telah mengatur masing-masing rizki untuk setiap individu.

Maka tidak ada anggapan bahwa rizki yang diberikan-Nya akan diambil

oleh pesaing. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.s. Al-Mulk (67); 15:

شور ه الن ليأقه وا اكبا وكوا منأ رزأ شوا ف من ض ذلولا فامأ رأ ي جعل لك الأ هو الذ

Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka

berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

2. Cara bersaing

Berbisnis adalah bagian dari muamalah. Oleh karena itu, bisnis tidaklah

lepas dari hukum-hukum yang mengatur tentang muamalah. Dalam

melaksanakan bisnis, setiap orang akan berhubungan dengan pesaing.

Rasul SAW memberikan contoh bersaing dengan baik. Ketika berdagang

Rasul tidak melakukan usaha yang menjatuhkan pesaingnya. Dalam

berbisnis juga harus selalu berupaya memberikan pelayanan yang terbaik

kepada pesaingnya, namun tidak menghalalkan berbagai cara dengan

melanggar ketentuan hukum.

Kaitannya dalam berhubungan dengan rekan bisnis, setiap pebisnis

muslim harus memperhatikan hukum yang terkandung dalam Islam.

Dalam ajaran Islam terdapat aturan-aturan dan falsafah yang tegak diatas

asas persaudaraan antar manusia dan menganggap mereka semua sebagai

satu keluarga.22 Maka dalam hal ini, persaingan itu tidak kemudian

diartikan sebagai usaha untuk mematikan pesaing lainnya. Tetapi

dilakukan untuk memberikan sesuatu yang terbaik dari usaha bisnisnya.

22

Ismail Yusanto, M. Karebat Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema

Insani Press, 2002), h. 92-97

Page 32: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

22

C. Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Hukum persaingan mengatur tentang sengketa antara pelaku usaha,

apabila salah satu pihak pelaku usaha merasa dirugikan oleh tindakan pelaku

usaha lainnya. Sengketa persaingan usaha masuk kedalam lingkungan perdata

yang dapat dilakukan oleh asosiasi yang didirikan oleh pelaku usaha, dengan

syarat hal yang disengketakan tidak ada unsur publiknya. Hambatannya

adalah jika tidak ada kesukarelaan dari pihak yang kalah untuk melaksanakan

putusan hal ini karena asosiasi tidak berwenang untuk memaksa melakukan

penyitaan atau menjatuhkan sanksi yang bersifat publik.23

Era reformasi melahirkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada

awal kemunculannya terdapat fakta bahwa perusahaan besar yang disebut

konglomerat menikmati pangsa pasar terbesar dalam tatanan perekonomian

Indonesia dan dengan berbagai cara berusaha untuk mengatur supply barang

dan/atau jasa serta menetapkan harga secara sepihak. Dengan fakta yang

demikian, DPR mengajukan usulan inisiatif untuk pembentukan undang-

undang antimonopoli , pada akhirnya terbentuklah Undang-Undang Larangan

Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang ditangatangani

Presiden B.J. habibie pada tanggal 5 Maret 1999.

Dalam undang-undang tersebut diatur bahwa untuk mengawasi

pelaksanaannya dibentuklah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

dengan kewenangannya menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan

hukum persaingan usaha atau dengan kata lain menegakkan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini memungkinkan

individu atau pelaku usaha untuk memberikan laporan kepada komisi jika

mengetahui terdapat pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap

undang-undang tersebut. Dalam ketentuan Pasal 41 pelaku usaha atau pihak

lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam

penyidikan atau pemeriksaan. Dengan kata lain pelaku usaha tidak dapat

23

Susanti Adi Nugroho, Pengantar Hukum Persaingan Usaha di Indonesia , …, h. 539

Page 33: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

23

menolak untuk diperiksa serta wajib memberikan informasi yang diperlukan

dalam penyelidikan dan pemeriksaan atau melakukan sesuatu yang dapat

menghambat proses penyelidikan dan pemeriksaan.

KPPU ini merupakan suatu lembaga independen yang tidak

terpengaruh dari kekuasaan pemerintah serta pihak lain. Hal ini guna

menjamin independensi kerja KPPU dari pengaruh pemerintah dan pihak lain.

Dalam proses melakukan pengawasan terhadap undang-undang anti monopoli

dan persaingan usaha tidak sehat ini KPPU bertanggung jawab kepada

Presiden. Kewajiban ini termuat dalam Pasal 36 huruf g, yang mana sesuai

dengan Pasal 30 ayat (3) yang menentukan bahwa komisi memberikan

laporan secara berkala atas hasil kerja KPPU kepada Presiden.

Berdasar pada Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, KPPU

diberi wewenang untuk menjatuhkan tindakan administratif pada pelaku

usaha yang melanggar undang-undang ini. Tindakan administratif yang dapat

dijatuhkan dapat berupa pembatalan perjanjian yang dilanggar dalam undang-

undang ini, perintah untuk menghentikan integrasi vertikal, perintah untuk

menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan persaingan usaha tidak

sehat, perintah menghentikan penyalahgunaan posisi dominan, menjatuhkan

penetapan pembatalan atas merger, konsolidasi dan akusisi, menetapkan

pembayaran ganti rugi, dan menjatuhkan denda serendah-rendahnya satu

miliar rupiah dan setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.

Sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 35 terkait tugas KPPU

meliputi penilaian, penelitian, tindakan, penyusunan pedoman, dan membuat

laporan. Penilaian yang dilakukan antara lain terhadap perjanjian yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,

terhadap kegiatan usaha atau tindakan pelaku usaha yang dapat

mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Sedangkan penelitian yang dilakukan KPPU adalah terkait ada atau tidaknya

penyalahgunaan terhadap posisi dominan yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26. Tindakan yang diambil oleh KPPU

Page 34: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

24

sesuai dengan wewenangnya dalam Pasal 36 dan memberikan saran serta

pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hukum

persaingan usaha.

D. Kerangka Teori

1. Teori Konspirasi

Karl R. Popper merupakan salah satu filsuf dunia yang membahas

mengenai teori konspirasi. Menurut Popper, Teori Konspirasi merupakan

kenyataan dimana penjelasan dari fenomena sosial terdiri dari keberadaan

fenomena itu sendiri. Dimana terdapat kepentangan tersembunyi yang

harus terungkap terlebih dahulu dan orang yang merencanakan dan

berkonspirasi untuk menciptakan fenomena itu.24

Pendapat ini muncul dari argument yang menyebutkan bahwa

apapun yang terjadi di masyarakat (terutama menyangkut perang,

pengangguran, dan kemiskinan) adalah akibat dari rencana sekelompok

individu yang berkuasa. Argumen ini diakui di masyarakat yang

kemungkinan merupakan asal mula teori konspirasi.

Secara khusus Popper menjelaskan bahwa, konspirasi merupakan

sebuah fenomena sosial yang tipikal. Konspirasi menjadi penting karena

setiap individu yang mempercayainya memiliki kemampuan untuk

berkuasa. Individu-individu yang percaya bahwa mereka paham

bagaimana menciptakan “surga” di dunia adalah invidu yang berpotensi

mengadopsi teori konspirasi ini. Mereka juga mampu menciptakan

penjelasan atas kegagalan mereka merekayasa “surga” tersebut. Maka dari

itu, konspirasi harus diakui keberadaannya. Namun demikian fakta

mengatakan bahwa hanya sedikit konspirasi yang benar-benar sukses

dalam praktiknya seperti yang ditekankan Popper, ‘… conspirators rarely

consummate their conspiracy’.25

24

Irene Hadiprayitno, Terorisme dan Teori Konspirasi, Jurnal Global Vol.5, 2 Mei 2003, h.

51 25

Irene Hadiprayitno, Terorisme dan Teori Konspirasi, …, h. 52

Page 35: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

25

Kehidupan sosial menurut Popper tidak hanya tentang uji coba

kekuatan antara dua pihak yang bertentangan, tetapi juga merupakan

sebuah aktivitas dalam kerangka institusi dan tradisi yang dinamis. Hal ini

menyebabkan segaala sesuatu tidak dapat diprediksikan.26 Pemikiran

Popper berasal dari asumsi Marx yang mengatakan bahwa semua

kemudahan politik hanya untuk melayani kepentingan kepitalisme dan

kemudahan melahirkan sebuah konspirasi yang berkembang dalam

menjelaskan berbagai situasi yang terjadi di dunia ini. Ilmuwan lainnya

yang juga berusaha menjelaskan kembali tenteng teori konspirasi dari sisi

lain adalah Fernando R. Tenson. Dalam tulisannya yang berjudul

International Human Rights and Cultural Relativism, Tenson menjelaskan

mengenai bagaimana institusi besar yang seharusnya terwujud demi

kepentingan hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan kreasi ala

Macchiavelian dari Barat yang berkuasa.27

Menurut Tenson, teori konspirasi institusi dunia (terutama yang

bertujuan untuk mempromosikan hak asasi manusia) gagal dalam

memisahkan garis antara dukungannya terhadap hak asasi manusia dengan

dukungannya terhadap kelompok pemiliki modal tertentu.28 Maka dari itu,

untuk menjelaskan situasi kacau dikarenakan adanya teori konspirasi ini,

Popper telah mengatakan bahwa solusi dari fenomena tersebut adalah

melihat secara jelas kelompok yang berada di belakang kejadian tesebut,

serta kepentingan-kepentingan tersembunyi yang sebenar-benarnya.

2. Pendakatan Rule of Reason dan Pendakatan Per Se Illegal

Pendekatan rule of reason dan per se illegal telah lama diterapkan

dalam bidang hukum persaingan usaha, guna menilah suatu kegiatan

maupun perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha berpotensi atau

26

K.R. Popper, The Open Society and Its Enemies: Vol II, The High Tide of Prophecy: Hegel,

Marx and the Aftermath, (London: Routledge, 1973), dalam Irene Hadiprayitno, Terorisme dan

Teori Konspirasi, Jurnal Global Vol.5, 2 Mei 2003, h. 52 27

Irene Hadiprayitno, Terorisme dan Teori Konspirasi, …, h. 52 28

Irene Hadiprayitno, Terorisme dan Teori Konspirasi, …, h. 52

Page 36: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

26

telah melanggar Undang-Undang Antimonopoli. Kedua pendekatan ini

pertama kali tercantum dalam beberapa suplemen terhadap Sherman Act

1980 (yang merupakan Undang-Undang Antimonopoli Amerika Serikat).

Untuk pertama per se illegal pertama kali diimplemetasikan oleh

Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1899 dan rule of reason

pada tahun 1911 dalam putusan atas beberapa kasus antitrust. Hal ini

sebagai pelopor dalam bidang persaingan usaha. Maka dari itu,

pendekatan-pendekatan ini juga diimplementasikan oleh negara-negara

lainnya sebagai praktik kebiasaan (customary practice) di bidang

persaingan usaha.

a. Pendekatan Rule of Reason

Rule of reason merupakan sebuah doktrin yang dibangun

berdasarkan tafsir dan ketentuan Sherman Antitrust Act oleh

Mahkamah Agung Amerika Serikat. Dalam lingkup doktrin rule of

reason apabila suatu perbuatan dilarang untuk dilakukan oleh pelaku

usaha akan dilihat dari seberapa jauh efek negatifnya. Apabila terbukti

secara jelas adanya unsur yang dapat mengahambat persaingan, maka

mengambil langkah hukum. Larangan rule of reason memiliki bentuk

aturan yang menyebutkan adanya syarat tertentu yang harus terpenuhi

sehingga memenuhi kualifikasi adanya potensi persaingan usaha yang

tidak sehat. Atau setidaknya terbukti bahwa pelaku usaha melakukan

kegiatan yang menghalangi atau menghambat pelaku usaha lain

(antipersaingan).29

Pendekatan rule of reason adalah pendekatan yang

menentukan jika suatu perbuatan yang dilakukan bukan merupakan

bentuk pelanggaran walaupun telah memenuhi rumusan undang-

undang karena ada alasan objektif yang dapat membenarkan perbuatan

tersebut. Maknanya adalah penerapan hukum yang diambil tergantung

pada akibat yang ditimbulkan, perbuatan tersebut dapat menimbulkan

praktik monopoli atau tidak karena titik beratnya adalah unsur

29

Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, …, h. 97

Page 37: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

27

materiil.30 Pendekatan rule of reason mempertimbangkan alasan-

alasan dilakukannya suatu perbuatan yang dilakukan pelaku usaha.

Pendekatan rule of reason lebih menitikberatkan pada akibat

negatif dari suatu perbuatan yang tidak dilihat secara mudah perbuatan

tersebut illegal atau tidak tanpa menganalisis akibat dari perbuatan

tersebut terhadap kondisi persaingan. Dalam pendekatan rule of

reason, pengadilan haruslah mempertimbangkan berbagai alasan

seperti alasan dasar pelaku usaha melakukan perbuatan tersebut dalam

berbisnis atau pelaku usaha dalam industri tertentu. Dengan

mempertimbangkan berbagai alasan tersebut, kemudian ditentukan

perbuatan yang dilakukan bersifat legal atau sebaliknya.

Dalam proses penerapan pendekatan rule of reason memiliki

keunggulan dan hambatan. Adapun keunggulan dari pendekatan rule

of reason yaitu efisiensi guna mengetahui yang pasti karena dalam

prosesnya menggunakan analisis ekonomi. Hal tersebut dapat

menjawab jika suatu tindakan yang dilakukan pelaku usaha memiliki

implikasi kepada persaingan.31 Dalam banyak kasus, perbuatan yang

dilakukan oleh pelaku usaha tersebut secara ekonomi masih dapat

dibenarkan. Maka dari itu kesulitan dari penerapan rule of reason ini

adalah penyelidikan yang akan membutuhkan waktu panjang serta

dibutuhkan pengetahuan tidak hanya ilmu hukum melainkan juga ilmu

khusus dibidang ekonomi. Jika tidak, hal ini akan menyebabkan

perbedaan terhadap hasil analisis yang kemudian mendatangkan

ketidakpastian.

b. Pendekatan Per Se Illegal

Pendekatan per se illegal merupakan suatu perbuatan dengan

otomatis melanggar ketentuan yang diatur apabila perbuatan tersebut

telah memenuhi rumusan dari undang-undang, tanpa alasan

30

Susanti Adi Nugroho, Pengantar Hukum Persaingan Usaha di Indonesia ,

(Puslitbang/Diklat Mahkamah Agung, 2002), h. 28-29 31

Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), h. 126

Page 38: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

28

pembenaran, dan tanpa melihat akibat dari perbuatannya. Secara

terminologi, per se illegal merupakan suatu tindakan yang dinyatakan

melanggar hukum dan dilarang secara mutlak, tidak memerlukan

pembuktian, dan melihat perbuatan tersebut memiliki dampak negatif

terhadap persaingan usaha.

Dapat disimpulkan bahwa, jika suatu perbuatan adalah jelas

maksudnya dan berakibat merusak, maka hakim tidak perlu

mempermasalahkan masuk akal atau tidak sebelum menentukan

bahwa peristiwa tersebut merupakan pelanggaran hukum persaingan.32

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, teori atau pendekatan

per se illegal ini diterapkan pada pasal-pasal yang tidak

mengisyaratkan “yang mengakibatkan” atau “dapat mengakibatkan

terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat”.

Berdasarkan pendekatan per se illegal dapat dikatakan bahwa

suatu perbuatan atau kegiatan yang dilakukan pelaku usaha dikatakan

sebagai kegiatan yang dilarang dalam hukum persaingan usaha.

Karena dari awal, secara yuridis, perbuatan tersebut dituliskan oleh

hukum sebagai perbuatan yang melawan hukum atau unlawful.

Penerapan dengan pendekatan per se illegal ini jelas membawa

manfaat yang signifikan bagi proses penegakkan hukum bidang

persaingan usaha. Karena pendekatan per se illegal cenderung mudah

dan jelas dalam proses administratifnya.33 Kemudahan lainya dalam

penerapan dari per se illegal yaitu tidak memerlukan teori ekonomi

dan pengumpulan data dari aspek bisnis, serta adanya kepastian usaha,

efisiensi dalam proses litigasi dan sebagai alat untuk mencegah

dampak dari persaingan. Namun pendakatan ini tentu juga memiliki

kelemahan yaitu dalam hal cakupan aturan yang mana pengaturannya

tidak terlalu luas. Sehingga dapat mengakibatkan terbatasnya ruang

32

Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia , (Medan: Pustaka Bangsa Press,

2004), h. 108 33

Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, …, h. 97

Page 39: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

29

gerak atau perilaku yang bersifat meningkatkan persaingan dan

efisiensi ekonomi.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Untuk menjaga keaslian judul dan masalah yang peneliti ajukan dalam

proposal skripsi ini tentu saja perlu dilampirkan juga beberapa rujukan yang

menjadi bahan pertimbangan sebagai berikut:

1. Skripsi ditulis oleh Syamsul Arifin Billah34. Skripsi ini membahas

mengenai perjanjian kartel dan persekongkolan dalam dunia usaha yang

berpotensi menyebabkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak

sehat sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 dengan mengkorelasikan dengan kasus kartel impor

bawang putih yang diputuskan oleh Majelis Komisi berdasarkan Putusan

Nomor 05/KPPU-i/2013. Sementara dalam penelitian ini hanya fokus

pada praktik persekongkolan tender yang dilakukan pelaku usaha dan

sudah diputus oleh KPPU dalam Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016.

2. Skripsi ditulis oleh Sicco Satria Negera35. Skripsi ini membahas

mengenai praktik persekongkolan tender pembangunan Terminal

Angkutan Jalan Sei Ambarawang Kota Pontianak Tahap XI Tahap 2012

yang melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan

menganalisis putusan Mahkamah Agung Nomor 241.K/Pdt.sus-

KPPU/2014. Dengan mengkorelasikan substansi Undang-Undang dan

Peraturan dalam bidang pembatal putusan KPPU, serta menguraikan

aspek-aspek hukum dalam pembatalan putusan KPPU di Indonesia.

Sedangkan dalam penelitian ini aspek yang dilihat dari kegiatan

pengadaan 4 (empat) paket alat-alat kedokteran adalah bentuk

34

Syamsul Arifin Billah, Persekongkolan dan Perjanjian Kartel dalam Impor Bawang Putih

(Analisis Kasus Terhdap Putusan KPPU No. 05/KPPU-I/2013), Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017 35

Sicco Satria Negera, Pembatalan Putusan KPPU No. 06/KPPU-L/2012 Tentang

Persekongkolan Tender Pembangunan Terminal Angkutan Jalan Sei Ambarawang Kota Pontianak

Tahap XI Tahun 2012 (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 241.K/Pdt.Sus-KPPU/2014),

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016

Page 40: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

30

pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, sehingga tidak ada

pembatalan putusan.

3. Penelitian yang ditulis oleh I Putu Rasmadi Arsha Putra, S.H.,M.H.36

Penelitian ini membahas mengenai dampak dari persekongkolan tender

di Indonesia yang mana melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk

bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau menentukan

pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan

usaha tidak sehat. Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa umunya

persekongkolan terjadi oleh pelaku usaha yang memilik akses di

pemerintahan.

36

I Putu Rasmadi Arsha Putra, S.H.,M.H., Persekongkolan dalam Tender yang

Mengakibatkan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Fakuktas Hukum Unversitas Udayana, Tahun

2015

Page 41: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

31

BAB III

KEGIATAN TENDER 4 (EMPAT) PAKET ALAT-ALAT

KEDOKTERAN RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE

A. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Tender

Dalam teori praktik pengadaan barang dan/atau jasa, umumnya

dilakukan dengan cara pelelangan atau tender yang mana saat proses

pelelangan itu terdapat pihak-pihak yang terlibat. Pihak tersebut adalah

pengguna yaitu pihak yang membeli serta membutuhkan barang atau jasa

serta mengajukan permintaan untuk mengerjakan sesuatu. Pihak lainnya

adalah penyedia yaitu pihak yang menjual barang atau jasa yang dibutuhkan

oleh pengguna.

Secara teknis, pengguna akan membentuk sebuah panitia atau tim

untuk melaksanakan proses pengadaan dari proses penyusunan dokumen

pengadaan, proses seleksi serta memilih calon penyedia barang dan/atau jasa,

melakukan penawaran serta melakukan evaluasi terhadap penawaran tesebut,

mengusulkan calon penyedia barang atau jasa, dan membantu pengguna

dalam menyiapkan dokumen kontrak.1

Jika dikaitkan dengan kasus dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan para pelaku usaha dalam

kegaiatan pengadaan alat-alat kedokteran di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Tahun Anggaran 2012-2013, maka pihak-pihak yang terlibat dalam tender

dapat dirincikan seperti pada Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun

2018 terdapat pelaku pengadaan barang atau jasa yang terdiri atas:

1. Pengguna Anggaran (PA)

Pengguna Anggaran (PA) adalah pejabat yang berwenang untuk

menggunakan anggaran Kementrian Negera/Lembaga/Perangkat Daerah.

Pengguna anggaran untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan

kewenangan kepada KPA sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf a sampai

1 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang & Jasa dan Berbagai Permasalahannya ,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 5

Page 42: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

32

dengan huruf f. Dalam Pasal 9 juga disebutkan mengenai tugas dan

kewenangan PA antara lain:

a. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran

belanja;

b. Mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran

belanja yang telah ditetapkan;

c. Menetapkan perencanaan pengadaan;

d. Menetapkan dan mengumumkan Rencana Umum Pengadaan

Barang/Jasa (RUP);

e. Melaksanakan konsolidasi pengadaan barang/jasa;

f. Menetapkan penunjukan langsung untuk tender/seleksi ulang gagal;

g. Menetapkan PPK, Pejabat Pengadaan, PjPHP/PPHP, Penyelenggara

Swakelola;

h. Menetapkan tim teknis dan tim juri atau tim ahli untuk pelaksanaan

melalui sayembara atau kontes;

i. Menyatakan tender gagal/seleksi gagal; dan

j. Menetapkan pemenang pemilihan/penyedia untuk metode pemilihan:

1) Tender/Penunjukan Langsung/E-Purchasing untuk paket

pengadaan barang atau jasa lainnya dengan nilai Pagu Anggaran

paling sedikit di atas Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar

rupiah); atau

2) Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa

Konsultasi dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp.

10.000.000000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang dalam kasus ini pada

pelaksanaan APBN adalah pejabat yang mendapat kuasa dari PA untuk

melaksanakan sebagian wewenang dan tanggung jawab penggunaan

anggaran kepada Kementrian Negara/Lembaga yang bersangkutan. Selain

kewenangan yang didelegasikan sesuai dengan pelimpahan dari PA, KPA

Page 43: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

33

berwenang untuk menjawab Sanggah Banding peserta Tender Pekerjaan

Konstruksi.

Hal lain yang dapat dilakukan oleh KPA adalah dapat menugaskan

PPK untuk melaksanakan kewenangannya yang terkait dengan melakukan

tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja dan atau

mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja

yang telah ditetapkan. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa juga dapat

membantu KPA.

3. Pejabat Pembuat Komiten (PPK)

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diberi

kewenangan oleh Pengguna Anggaran (PA) untuk mengambil keputusan

dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran

anggaran belanja negara atau anggaran belanja daerah. PPK dalam

kegiatan pengadaan barang/jasa ini bertugas untuk:

a. Menyusun perencanaan pengadaan;

b. Menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja;

c. Menetapkan rancangan kontak;

d. Menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS);

e. Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayar kepada penyedia;

f. Mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;

g. Menetapkan tim pendukung dan tenaga ahli;

h. Melaksanakan E-Purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

i. Menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;

j. Mengendalikan kontrak;

k. Melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA;

l. Menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA

dengan berita acara penyerahan;

m. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan

kegiatan; dan

n. Menilai kinerja Penyedia.

Page 44: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

34

Dalam Perkara No. 24/KPPU-I/2016 tentang dugaan pelanggaran

Pasal 22 terkait 4 (paket) pengadaan alat-alat kedokteran di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie, pihak yang berwenang untuk mengambil keputusan

dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran

anggaran belanja daerah adalah Agency RSUD Abdul Wahab Sjahranie.

4. Pejabat Pengadaan

Pejabat Pengada adalah pejabar administrasi atau pejabat yang

bersifat fungsional dengan tugas melaksanakan pengadaan langsung,

penunjukan langsung, dan E-Purchasing. Pejabat Pengadaan memiliki

beberapa tugas antara lain yaitu melaksanakan persiapan dan pelaksanaan

pengadaan langsung untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai paling

banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), melaksanakan

persiapan dan pelaksanaan penunjukan langsung untuk pengadaan jasa

konsultasi yang bernilai paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta

rupiah), serta melaksanakan E-Purchasing yang bernilai paling banyak Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

5. Agen Pengadaan

Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang

melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa

yang diberikan kepercayaan oleh Kementrian/Lembaga/Perangkat Daerah

sebagai pihak pemberi kerja.

6. PjPHP/PPHP

Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PjPHP) adalah pejabat

administrasi atau pejabat fungsional dengan tugas memeriksa administrasi

hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang bernilai paling banyak Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan jasa konsultasi yang bernilai

paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sedangkan Panitia

Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) adalah tim yang bertugas memeriksa

administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang bernilai paling

sedikit di atas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan jasa

Page 45: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

35

konsultasi yang bernilai paling sedikit di atas Rp. 100.000.000,00 (seratus

juta rupiah).

7. Penyedia

Pengadaan Barang/Jasa melalui penyedia adalah cara memperoleh

barang/jasa yang disediakan oleh pelaku usaha. Penyedia Barang/Jasa

Pemerintah (Penyedia) adalah pelaku usaha yang menyediakan barang/jasa

berdasarkan kontrak. Penyedia wajib memenuhi kualifikasi yang sesuai

dengan ketentuan barang atau jasa yang diadakan serta mengikuti

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Perkara No. 24/KPPU-I/2016 tentang dugaan pelanggaran

Pasal 22 terkait 4 (paket) pengadaan alat-alat kedokteran di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie, pihak penyedia barang atau jasa antara lain:

a. PT Synergy Dua Kawan Sejati

PT Synergy Dua Kawan Sejati (Terlapor I) yang beralamat di Jalan

Tanjung Barat Raya Nomor 137 A Jakarta Selatan adalah perusahaan

yang bergerak di bidang usaha Pengadaan Barang dan Jasa Peralatan

“Medical & Hospital” yang sudah berstatus badan hukum. Didirikan

berdasarkan Akta Pendirian Nomor 337 pada tanggal 31 Januari 2005,

dibuat oleh Notaris Inggid Lannywati, S.H., dan Akta Perubahan

Nomor 82 Tanggal 25 Mei 2010 dibuat oleh H. Dana Sasmita, S.H. PT

Synergy Dua Kawan Sejati adalah pemenang dari paket Pengadaan

Peralatan Ruang Intensif APBD Tahun Anggaran 2012 serta menjadi

peserta tender untuk paket Pengadaan Alat-Alat Kedokteran Radiologi

BLUD Tahung Anggaran 2013 dan Pengadaan Alat-Alat Kodekteran

Umum APBD Tahun Anggaran 2013.

b. PT Kembang Turi Health Care

PT Kembang Turi Health Care (Terlapor II) yang beralamat di Jalan

Ciputat Raya Nomor 2 G Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan

adalah perusahaan yang bergerak di bidang Pengadaan Barang dan

Jasa untuk bidang keahlian dengan rekan bisnis swasta maupun

pemerintah yang berstatus badan hukum. PT Kembang Turi Health

Page 46: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

36

Care didirikan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 128 tanggal 27

September 2011 dibuat oleh Notaris Bambang Haryanto, S.H., dengan

Akta Perubahan Nomor 125 tanggal 30 Juli 2012 yang dibuat oleh

Notaris H. Feby Rubein Hidayat, S.H., dalam kegiatan pengadaan alat

kedokteran ini berhasil lulus paket Pengadaan Alat-Alat Kedokteran

Radiologi BLUD Tahun Anggaran 2013 dan Pengadaan Alat-Alat

Kedokteran Umum APBD Tahun Anggaran 2013 serta menjadi peserta

tender untuk paket Pengadaan Alat Kedokteran ICU/ICCU APBD

Tahun Anggaran 2013.

c. PT Dwi Putra Unggul Pratama

PT Dwi Putra Unggul Pratama (Terlapor III) yang beralamat di Graha

Rbn Inovfintek Jalan Tb Simatupang No. 6 Kelurahan Jatipadang,

Kecamatan Pasar minggu, Jakarta Selatan adalah perusahaan penyalur

alat-alay kesehatan diwilayang hukum Negara Republik Indonesia

yang berbadan hukum. Berdasarkan nomor izin

HK.07.alkes/IV/031/AK.2/2014 dan Akta Pendirian Nomor 56 tanggal

16 Januari 2008 yang dibuat di Notaris H. Dana Sasmita, S.H. PT Dwi

Putra Unggul Pratama merupakan pemenang dari paket tender

Pengadaan Alat Kedokteran Radiologi BLUD Tahun Anggaran 2013

dan Pengadaan Alat-Alat Kedokteran Umum APBD Tahun Anggaran

2013.

d. CV Trimanunggal Mandiri

CV Trimanunggal Mandiri saat berperkara beralamat di Jalan Bali

Matraman RT 008/RW 008, Kelurahan Manggarai Selatan, Kecamatan

Tebet, Jakarta Selatan adalah perusahaan yang bergerak di bidang

penyalur alat-alat kesehatan di wilayah hukum Negara Republik

Indonesia. Berdasarkan Akta Pendirian Nomor 3 tanggal 2 Februari

2006 yang dibuat oleh Notaris Kenny Dewi Kaniawati, S.H. CV

Triamunggal Mandiri merupakan peserta tender untuk paket

Pengadaan Peralatan Ruang Intensif APBD Tahun Anggaran 2012.

Page 47: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

37

e. CV Tiga Utama pada saat proses berperkara beralamat di Jalan

Sekumpul Gang Latansa Nomo 3, Martapura, Kalimantan Selatan

adalah perusahaan yang berstatus badan hukum dengan Akta Pendirian

Nomor 21 yang dibuat oleh Notaris W. Wiranata, S.H. pada tanggal 18

Oktober 1990. Pada saat proses penyelidikan CV Tiga Utama

merupakan perserta tender paket Pengadaan Alat-Alat Kedokteran

Umum APBD Tahun Anggaran 2013.

B. Posisi Kasus

Diperlukannya keyakinan KPPU dalam mencari kebernaran materiil

untuk membuktikan bahwa pelaku usaha melakukan atau tidak melakukan

suatu perbuatan yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat atau praktik

monopoli.2 Dengan demikian, guna menimbulkan keyakinannya maka

Komisi harus memastikan ada atau tidak perbuatan yang menyebabkan

terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha dengan kewenangannya

memanggil pelaku usaha menggunakan alasan yang cukup diduga telah

melakukan pelanggaran. Berdasarkan hasil penyelidikan Komisi maka

muncullah dugaan yang cukup beralasan.

Dalam melaksanakan kewenangannya dalam proses penyelidikan,

Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa KPPU

dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila terdapat dugaan

terjadinya pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 walaupun

tanpa adanya laporan dengan tata cara yang diatur pada Pasal 39 Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Dengan demikian, dalam kasus dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan 5 (lima) pelaku usaha yang

selanjutnya disebut Terlapor terkait 4 (empat) paket pengadaan alat

kedokteran di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda untuk tahun

anggaran 2012 dan 2013, KPPU melaksanakan penyelidikan dan menemukan

2 Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga, Hukum Acara Persaingan Usaha , (PT Raja

Grafindo Persada,2005) h. 365, dalam Andi Fahmi Lubis, et.al., Hukum Persaingan Usaha Buku

Teks, Edisi Kedua, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)), h. 395

Page 48: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

38

bukti yang cukup serta kejelasan dan kelengkapan dugaan pelanggaran pasal

tersebut. Berdasarkan adanya hasil penelitian dan bukti yang cukup Ketua

Komisi menetapkan untuk membentuk Majelis Komisi guna melakukan

pemeriksaan pendahuluan pada Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016. Majelis

Komisi yang sudah terbentuk menyampaikan pemberitahuan pemeriksaan

pendahuluan, petikan penetapan pemeriksaan pendahuluan, petikan surat

keputusan Majelis Komisi terkait jangka waktu pemeriksaan, dan surat

panggilan untuk para Terlapor.

Kronologi tender pada paket Pengadaan Peralatan Ruang Intensif

APBD Tahun Anggaran 2013 jumlah peserta yang melakukan penawaran

sebanyak 4 (empat) perusahaan diantaranya diikuti oleh Terlapor I, Terlapor

III, dan Terlapor IV. Setelah proses evalusai administrasi, teknis, dan harga,

pada paket tender ini berhasil dimenangkan oleh Terlapor I. Pada paket

Pengadaan Alat-Alat Kedokteran Radiologi BLUD Tahung Anggaran 2013

dengan jumlah peserta 6 perusahaan diantaranya diikuti oleh Terlapor I,

Terlapor II, dan Terlapor III. Setelah melewati tahap evaluasi teknis, maka

yang berhasil lulus sesuai dengan ketentuan dan pemenang tender adalah

Terlapor II.

Pada paket Pengadaan Alat Kedokteran ICU/ICCU APBD Tahun

2013 jumlah peserta yang melakukan penawaran sebanya 4 (empat)

perusahaan diantaranya Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor V.

Pada proses evaluasi dokumen penawaran yang dilakukan tanggal 26 Februari

2013 - 6 Maret 2013 dengan tahap evaluasi yang sama, Terlapor I, Terlapor

II, dan Terlapor III berhasil lulus. Dengan demikian paket tender tersebut

dimenangkan oleh Terlapor III karena melakukan penawaran harga paling

rendah.

Pada paket Pengadaan Alat-Alat Kodekteran Umum APBD Tahun

Anggaran 2013 jumlah peserta yang melakukan penawaran sebanyak 4

(empat) perusahaan antara lain Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan

Terlapor V dengan melewati tahap evaluasi yang sama. Terlapor II berhasil

Page 49: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

39

lulus pada tahap evaluasi teknis, maka pemenang tender pada paket tersebut

adalah Terlapor II.

Fakta lain yang didapatkan Majelis Komisi adalah kesamaan Akta

Pendirian dan Akta Perubahan pada Terlapor. Bahwa yang mengurus Akta

Pendirian dan Akta Perubahan Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor III adalah

orang yang sama yaitu Sonny Listanto. Pada Akta Perubahan tanggal 3

September 2008 dan 25 Mei 2010 milik Terlapor I dengan penghadap Sdr.

Sonny Listanto. Selanjutnya pada Akta Perubahan milik Terlapor II pada

tanggal 30 Juli 2012 dengan penghadap Sdr. Sonny Listanto. Dan pada Akta

Pendirian milik Terlapor III tanggal 16 Januari 2008 dengan penghadap Sdr.

Sonny Listanto dan Akta Perubahan tanggal 9 Mei 2011 dengan pengahadap

juga Sdr. Sonny Listanto.

Pengadaan paket alat-alat kedokteran ini menggunakan sistem LPSE

(Layanan Pengadaan Secara Elektronik)3. Berhubungan dengan LPSE yang

menggunakan elektronik atau internet dalam mengaksesnya, fakta yang

ditemukan oleh Majelis Komisi adalah terkait kesamaan IP Address diantara

para Terlapor. Pada paket Pengadaan Peralatan Ruang Intensif APBD Tahun

Anggaran 2012 kesamaan IP Address dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor III,

dan Terlapor IV dalam tahapan pengumuman pascakualifikasi, menugunduh

dokumen penawaran, dan dalam proses mengunggah dokumen penawaran.

Kemudian kesamaan IP Address dalam paket Pengadaan Alat-Alat

Kedokteran Radiologi BLUD Tahun Anggaran 2013 yang dilakukan oleh

Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor III untuk tahap pengumuman

pascakualifikasi, mengunduh dokumen penawaran pemberian penjelasan,

mengunggah dokumen penawaran, dan pembuktian kualifikasi. Kemudian

pada paket Pengadaan Alat Kedokteran ICU/ICCU APBD Tahun Anggaran

2013, kesamaan IP Address dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor

3 LPSE adalah sistem pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilaksanakan secara elektronik

dengan memanfaatkan dukungan teknologi informasi dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi,

efektivitas, mutu, dan transparansi dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa. (diakses dari

https://www.kpk.go.id/id/pengadaan-barang-dan-jasa/e-procurement-lpse tanggal 13 Juli 2019

pukul 07.49)

Page 50: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

40

III, dan Terlapor V dalam tahap pengumuman pascakualifikasi, mengunduh

dokumen penawaran, pemberian penjelasan, dan mengunggah dokumen

penawaran. Yang terakhir adalah pada paket Pengadaan Alat-Alat Kedokteran

Umum APBD Tahun Anggaran 2013, kesamaan IP Address dilakukan oleh

Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor V dalam tahap

pengumuman pascakualifikasi, mengunduh dokumen penawaran, pemberian

penjelasan, dan mengunggah dokumen penawaran.

Dilihat dari dokumen penawaran yang masing-masing Terlapor

ajukan, terdapat kesamaan pember dukungan, merek, dan tipe alat kedokteran

yang diajukan oleh Terlapor I, Terlapor III, dan Terlapor IV untuk paket

Pengadaan Peralatan Ruang Intensif APBD Tahun Anggaran 2012. Pada

paket Pengadaan Alat-alat Kedokteran Radiologi BLUD Tahun Anggaran

2013, terdapat kesamaan pemberi dukungan merek dan tipe alat kedokteran

yang diajukan oleh Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor III. Untuk paket

Pengadaan Alat Kedokteran ICU/ICCU APBD Tahun Anggaran 2013,

kesamaan pemberi dukungan merek dan tipe alat kedokteran juga dilakukan

oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor V. Hal ini juga

dilakukan oleh para Terlapor yang sama pada paket Pengadaan Alat

Kedokteran ICU/ICCU dengan mendapatkan dukungan merek dan tipe alat

kedokteran untuk paket Pengadaan Alat-alat Kedokteran Umum APBD

Tahun Anggaran 2013.

Adanya dokumen rekapitulasi pembayaran pajak yang disampaikan

oleh Terlapor I, tercatat bahwa adanya transaksi keuangan dari Terlapor II

kepada Terlapor I. Dengan pengakuan bahwa para Terlapor telah melakukan

kerjasama dalam mengikuti tender alat-alat kedokteran di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie ini adalah untuk memenuhi persyaratan minimal 3 (tiga)

peserta tender yang memasukan dokumen penawaran agar tender tidak gagal.

Hal lain yang diakui oleh para Terlapor adalah bahwa antara Terlapor sudah

saling mengenal dan terafiliasi satu dengan yang lain.

Direktur dan komisaris dari Terlapor I serta mantan direktur dari

Terlapor III memiliki hubungan kekerabatan karena pernah bekerja

Page 51: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

41

diperusahaan yang sama yaitu PT Putria Pratama Ayu yang bergerak dibidang

importer alat kesehatan. Direktur Terlapor IV yang pada saat itu juga masih

menjabat sebagai Komisaris Terlapor II yaitu Sdr. Marta Arifin. Pemegang

saham pada perusahaan Terlapor I juga pernah menjabat sebagai Direktur

perusahaan Terlapor III.

Page 52: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

42

BAB IV

PUTUSAN KPPU PERKARA NOMOR 24/KPPU-I/2016

A. Analisis Berdasarkan Hukum Positif

Sesuai dengan penilaian dan analisa Majelis Komisi dalam Putusan

KPPU Perkara Nomor: 24/KPPU-I/2016 terkait dengan persekongkolan

horizontal yang dilakukan oleh para Terlapor, halaman 100 butir 3.3.1.

mengenai adanya hubungan pertemanan diantara para Direktur dan Komisaris

Para Terlapor. Bahwa berdasarkan keterangan Terlapor I, Direktur dan

pemegang saham Terlapor I dan mantan Direktur dan pemegang sahan

Terlapor III pernah bekerja sebagai marketing diperusahaan yang sama. Serta

berdasarkan dokumen akta perusahaan Terlapor I dan Terlapor III, diketahui

riwayat persamaan pengurus perusahaan dan pemegang saham yaitu Direktur

dan pemegang saham Terlapor III pernah menjabat sebagai salah satu direktur

dan pemegang saham Terlapor I. selain itu juga berdasarkan dokumen akta

perusahaan Terlapor II dan Terlapor IV, diketahui bahwa terdapat riwayat

persamaan pengurus perusahaan dimana Direktur Utama Terlapor IV juga

menjabat sebagai Komisaris Terlapor II.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1945 tentang Pasar Modal

mengatur terkait afiliasi. Pasal 1 angka 1 huruf b menjelaskan bahwa afiliasi

adalah hubungan antara Pihak dengan pegawai, Direktur, atau Komisaris dari

Pihak tersebut. Dan huruf c menjelaskan bahwa afiliasi adalah hubungan

antara 2 (dua) perusahaan dimana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau

dewan komisaris yang sama. Huruf d menjelaskan bahwa afiliasi adalah

perusahaan dengan Pihak baik langsung maupun tidak langsung

mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut. Serta huruf e dan

f menjelaskan bahwa afiliasi merupakan hubungan antara 2 (dua) perusahaan

yang dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang

sama atau hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.

Page 53: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

43

Hal ini dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tidak secara

eksplisit menjelaskan bahwa afiliasi dilarang oleh peraturan tersebut. Tetapi,

mengatur mengenai dampak dari afiliasi tersebut dapat melanggar ketentuan

dalam Undang-Undang Persaingan Usaha Tidak Sehat yang mengatur tentang

posisi dominan.

Pada halaman 107 butir 3.3.2 tentang adanya kesamaan IP Address

diantara para Terlapor. Bahwa, berdasarkan keterangan Ahli IT, persamaan

IP Address diantara beberapa perusahaan yang berbeda menunjukan bahwa

proses login ke LPSE (yang dalam hal ini LPSE Kalimantan Timur)

dilakukan menggunakan IP publik dilokasi yang sama. Terlapor I, Terlapor II,

Terlapor III, dan Terlapor IV mengakui melakukan login ke website LPSE

Kalimantan Timur secara bersama-sama di kantor Terlapor I yang berlokasi

di Jakarta. Hal ini dibuktikan berdasarkan keterangan Terlapor I halaman 113

dalam butir 3.3.2.2.1. “Bahwa Terlapor I mengakui mengupload dari server

atau IP Address yang sama”.

Selanjutnya pada halaman 116 butir 3.3.3. bahwa terbukti tentang

adanya pengurusan dokumen teknis yang sama. Butir 3.3.3.1.5. menyebutkan

bahwa berdasarkan keterangan Ahli LPSE, dokumen terakhir yang diunggah

peserta tender adalah sama dengan dokumen yang diunduh oleh Panitia

Tender maupun Investigator selaku auditor. Maka dengan demikian, adanya

persamaan dukungan distributor yang meliputi merek dan tipe alat kedokteran

yang sama yang diajukan oleh para Terlapor pada masing-masing paket

tender (berdasarkan analisa dokumen penawaran para Terlapor yang diunduh

dari LPSE) adalah benar adanya.

Pada halaman 123 butir 3.3.4.1.2. pertimbangan Majelis Komisi

tentang kerja sama dalam pengaturan harga tender ini dibuktikan dengan

keterangan para Terlapor. Bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III,

Terlapor IV, dan Terlapor V mengakui bahwa penawaran harga untuk

masing-masing perusahaan dalam setiap paket tender yang diikuti sudah

diatur dan ditentukan nilainya oleh Direktur Terlapor I. Oleh karena itu, harga

Page 54: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

44

penawaran masing-masing Terlapor pada keempat paket tender menunjukan

nilai yang mencapai lebih dari 99% (sembilan puluh sembilan persen)

terhadap Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

Selanjutnya pada halaman 129 butir 3.3.5. mengenai adanya kerja

sama dan pemberian kompensasi berupa fee antara para Telapor. Hal ini

dibuktikan dengan adanya keterangan dari Terlapor I pada halaman 131 butir

3.3.5.2.2:

“... Terlapor I pada pokoknya mengakui dan tidak membantah dugaan yang

disampaikan oleh Tim Investigator KPPU.”

Dengan demikian. untuk membuktikan bahwa terjadi atau tidaknya

pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan

oleh para Terlapor, Majelis Komisi mempertimbangkan terpenuhinya unsur-

unsur sebagai berikut:

a. Unsur Pelaku Usaha

1) Bahwa definisi pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 adalah perorangan atau badan usaha, baik

berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang

ekonomi.

2) Bahwa yang dimaksud pelaku usaha dalam perkara ini adalah PT

Synergi Dua Kawan Sejati (Terlapor I), PT Kembang Turi Healthcare

(Terlapor II), PT Dwi Putra Unggul Pratama (Terlapor III), CV

Trimanunggal Mandiri (Terlapor IV), dan CV Tiga Utama (Terlapor

V).

b. Unsur bersekongkol

1) Bahwa dalam Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, unsur

bersekongkol dapat berupa:

Page 55: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

45

(a) Kerjasama dua pihak atau lebih

Kerjasama diantara para Terlapor dengan membentuk Tim dalam

rangka menentukan pemenang tender pada masing-masing paket

tender tersebut diakui oleh para Terlapor.

(b)Secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan

penyesuain dokumen dengan peserta lain

Bahwa dalam mengakses sistem LPSE Provinsi Kalimantan Timur

pada beberapa tahapan terdapat kesamaan IP Address di antara

masing-masing paket tender sebagaimana telah dikonfirmasi oleh

para ahli yaitu Ahli IT dan Ahli LPSE. Kerjasama lainnya

dibuktikan dengan kesamaan distributor atau pemberi dukungan,

merek, dan tipe alat kedokteran antara para Terlapor pada masing-

masing paket tender.

(c) Membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan

Kerjasama dalam menentukan harga penawaran yang diajukan oleh

masing-masing peserta tender guna menentukan pemenang tender

untuk masing-masing paket tender. Dokumen penawaran para

Terlapor untuk masing-masing paket tender diatur sedemikian rupa

hingga mencapai nilai di atas 99% (sembilan puluh sembilan

persen) terhadap nilai HPS sehingga pemenang tender tetap

memperoleh keuntungan optimum. Dan para Terlapor mengakui

bahwa yang menentukan besaran nilai penawaran untuk masing-

masing Terlapor yang menjadi peserta tender pada setiap paket

adalah Terlapor I.

(d)Menciptakan persaingan semu

Para Terlapor telah menciptakan persaingan semu dengan

membentuk tim untuk mengikuti masing-masing paket tender. Hal

ini dibuktikan bahwa para Terlapor di bawah kendali Terlapor I dan

masing-masing berperan menjadi peserta tender yang akan diatur

sebagai pemenang tender maupun peserta pendamping dalam

tender. Baik pemenang tender maupun pendamping memperoleh

Page 56: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

46

kompensasi berupa fee sebagaimana yang telah disepakati bersama

dengan Terlapor I dan hal ini telah diakui oleh para Terlapor.

(e) Menyetujui dan/atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan

Para Terlapor menyetujui untuk melakukan kerjasama pada

masing-masing paket tender yang diikutinya dengan cara

membentuk tim tender yang berada di bawah kendali Terlapor I.

setuju dengan adanya pembagian fee yang diberikan untuk

pemenang tender maupun pendamping tender dalam setiap paket

tender. Bahwa Terlapor I memfasilitasi terjadinya persekongkolan

pada masing-masing paket tender dengan cara menginisiasi

pembentukan tim tender, menyediakan fasilitas internet dikantor

Terlapor I untuk mengakses LPSE, mengarahkan para Telapor

untuk meminta surat dukungan kepada distributor tertentu,

mengatur penawaran harga, dan mengatur pembagian kompensasi

untuk masing-masing pemenang dan pendamping tender.

(f) Tidak menolak melakukan sesuatu tindakan meskipun mengetahui

atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan

untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender

tertentu.

Bahwa para Terlapor lainnya tidak menolak ajakan Terlapor 1

untuk membentuk tim dalam mengikuti masing-masing paket

tender. Para Terlapor lain tidak menolak menggunakan fasilitas

internet kantor Terlapor I dalam mengakses website LPSE. Tidak

menolak untuk diarahkan oleh Terlapor I dalam hal mengajukan

surat dukungan ke distributor yang sama, mengatur harga

penawaran, dan melakukan pembagian kompensasi kepada masing-

masing pemenang tender dan pendamping tender.

(g)Pemberian kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau

pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada

pelaku usaha yang mengikuti tender, dengan cara melawan hukum

Page 57: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

47

Bahwa yang dilakukan oleh para Terlapor dalam kegiatan tender 4

(empat) paket alat-alat kedokteran di RSUD Abdul Wahab

Sjahranie untuk tahun anggaran 2012-2013 merupakan

persekongkolan horizontal.

c. Unsur Pihak Lain

1) Menurut Pedoman Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, unsur pihak lain

adalah para pihak baik vertikal dan/atau horizontal yang terlibat dalam

proses tender yang melakukan persekongkolan tender baik pelaku

usaha sebagai peserta tender dan subjek hukum lainnya yang terkait

dengan tender tersebut.

2) Bahwa dalam perkara ini yang dimaksud dengan pihak lain adalah

para pihak secara horizontal yang memiliki peran masing-masing

dalam bersekongkol satu sama lain untuk memenangkan tender dan

jika diuraikan sebagai berikut:

(a) Bahwa yang dimaksud pihak lain secara horizontal untuk Terlapor

I adalah Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V;

(b)Bahwa yang dimaksud pihak lain secara horizontal untuk Terlapor

II adalah Terlapor I, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V;

(c) Bahwa yang dimaksud pihak lain secara horizontal untuk Terlapor

III adalah Terlapor I, Terlapor II, Terlapor IV, dan Terlapor V;

(d)Bahwa yang dimaksud pihak lain secara horizontal untuk Terlapor

IV adalah Terlapor Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan

Terlapor V;

(e) Bahwa yang dimaksud pihak lain secara horizontal untuk Terlapor

V adalah Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV;

d. Unsur mengatur dan/atau menentukan pemenang tender

1) Bahwa tindakan yang dilakukan oleh antar pelaku usaha dan tidakan

upaya yang dapat dikategorikan sebagai upaya untuk menjadikan

peserta tender tertentu menjadi pemenang harus dilihat sebagai

Page 58: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

48

rangkaian tindakan yang dapat dikategorikan kerjasama baik langsung

maupun tidak langsung dalam proses tender.

2) Bahwa tindakan mengatur secara horizontal pada setiap paket tender

adalah pengaturan yang dilakukan oleh Terlapor I terhadap para

Terlapor lain yang tujuannya adalah untuk pemenang tertentu.

3) Adapun tindakan yang sengaja dilakukan oleh para Terlapor diketahui

telah terdapat kesamaan IP Address diantara para Terlapor pada saat

log in, adanya kesamaan dokumen teknis yang sama antara para

Terlapor, adanya kejasama dalam pengaturan harga tender, adanya

kerjasama dan pemberian kompensasi berupa fee oleh Terlapor I

kepada para Terlapor lainnya.

e. Unsur dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat

1) Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 dan Pedoman Pasal 22, persaingan usaha tidak sehat

adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan

produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan

dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat

persaingan usaha.

2) Bahwa keempat paket tender dalam perkara ini merupakan tender

untuk pengadaan barang berupa alat-alat kedokteran yang disalurkan

oleh pemenang tender yang merupakan pelaku usaha yang memiliki

Ijin Penyelauran Alat-Alat Kesehatan.

3) Para Terlapor merupakan pelaku usaha yang memiliki kegiatan usaha

dalam bidang penyaluran alat-alat kesehatan yang seharusnya bersaing

satu sama lain pada masing-masing paket tender yang diikutinya.

4) Bahwa dalam mengikuti keempat paket tender ini para Terlapor yang

seharusnya bersaing, justru menciptakan persaingan semu dengan

melakukan kerja sama pengaturan harga penawaran pada masing-

masing paket tender. Persaingan semu yang dilakukan oleh para

Terlapor merupakan salah satu bentuk persaingan usaha yang

Page 59: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

49

dilakukan oleh pelaku usaha dengan cara tidak jujur dan melawan

hukum.

5) Bahwa persekongkolan dalam tender yang dilakukan oleh para

Terlpaor memiliki dampak terhadap persaingan usaha sehat karena

menghambat persaingan usaha.

B. Analisis Berdasarkan Hukum Islam

Persaingan usaha dalam ajaran Islam dalam semua hubungan

kepercayaan adalah unsur dasar. Kepercayaan tentu diciptakan dari kejujuran,

dan kejujuran adalah suatu kualitas yang paling sulit dari karakter untuk

mencapai tujuan dalam berbisnis. Umumnya dalam bisnis memiliki satu misi

yang terkait dengan sebuah rencana. Oleh karenanya untuk menentukan

bisnis itu akan berhasil untuk masa yang panjang, perlulah membangun

hubungan atau mutu serta kejujuran dan kepercayaan. Dan inilah salah satu

kunci sukses Rasul SAW dalam berbisnis. Dalam ajaran Islam setiap muslim

yang akan berbisnis dianjurkan untuk selalu melakukan persaingan yang

sehat, jujur, terbuka, dan adil.1 Hal ini berperdoman pada firman Allah SWT

Q.s. Al-Baqarah (2); 188:

ن أموالا لوا فرايقا ما تأكل ما لا كا ل الحلا ا لا وتلدللوا با لباطا با بينكل لوا أموالكل ول تأكل و ل ت ل ا وأ

ل ا با اا ال

Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa

(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal

kamu mengetahui.” Negara Indonesia memiliki aturan untuk mempertahankan

persaingaan di pasar dan mencegah praktik penetapan harga, pemboikotan,

kartel, dan persekongkolan yang menyebabkan persaingan tidak sehat yaitu

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam kegiatan pelaksanaan tender 4 (empat) paket alat-alat

kedokteran RSUD Abdul Wahab Sjahranie, beberapa pelaku usaha yang

1 Adhiwarman A. Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Salemba

Empat, 2001), h. 44

Page 60: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

50

menjadi peserta tender telah diduga melakukan suatu usaha kerja sama dalam

rangka memenangkan tender. Hal ini juga menghambat pelaku usaha lain

untuk dapat memenangkan tender dan kemudian disebut sebagai

persekongkolan tender. Oleh karena itu, persekongkolan tender ini dilarang

karena dapat menghalangi terciptanya persaingan uang sehat di kalangan

penawar yang mempunyai etikad baik untuk melakukan usaha di bidang

bersangkutan.2

Dalam Al-Quran juga dijelaskan perturan yang berkaitan dengan

persaingan bisnis, yaitu Q.s. Al-Baqarah (2); 148:

لوا ي و اتا أين ما تكل قلوا الخي يها فاستبا لا ول و مل ة هل ج ل وا ير ولاكل ء قدا لا ش عل كل ا اللاا ا ي ل جا ل اللا كل أتا با

Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Dimana

saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”3

Dalam kaidah Fiqh juga disebutkan bahwa dilarang melakukan

sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan orang lain ( ار ر ول ضا Dharar .(ل ض

atau melakukan sesuatu yang membahayakan dilarang dalam syari’at Islam.

Tidak halal bagi seorang Muslim yang mengerjakan sesuatu yang

membahayakan dirinya sendiri atau membahayakan orang lain yang

merupakan saudatanya sesama orang muslim. Baik itu berupa perkataan

ataupun perbuatan tanpa alasan yang benar.

Hal ini sama dengan tidak memperbolehkan menghalang-halangi atau

mengadakan gangguan di jalan-jalan kaum Muslim, di pasar-pasar mereka,

ataupun di tempat kaum Muslim lainnya. Gangguan berupa kayu atau batu

yang mengganggu selama perjalanan atau lubang galian yang dapat

membahayakan. Karena semua itu mengakibatkan mudharat kepada kaum

Muslimin. Jika dikaitkan dengan kasus ini, maka yang dilakukan oleh para

Terlapor adalah dengan menghalangin peserta atau pelaku usaha lain untuk

mengikuti setiap paket tender yang diadakan oleh RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda untuk tahun anggaran 2012-2013.

2 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia … , h. 292

3 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Cahaya Quran, 2011), h.28

Page 61: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

51

Kemudian jika seseorang dilarang untuk menimbulkan mudharat

kepada dirinya sendiri atau bahkan orang lain, maka sebaliknya diperintahkan

untuk memunculkan kebaikan dalam setiap amalan yang dikerjakannya.

Seperti dalam firman Allah SWT Q.s. Al-Baqarah (2); 195:

اي حس ا ل ب ال ا يل ا اللالوا ا وأحس ا

Artinya: “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang baik”

Islam menempatkan nilai etika ditempat yang paling tinggi. Etika atau

moral merupakan buah dari keimanan, keislaman, dan ketakwaan yang

didasarkan pada keyakinan yang kuat pada kebenaran Allah SWT. Dalam

Islam, etika atau akhlak adalah sebagai cerminan kepercayaan terhadap Islam

atau iman. Etika Islam memberi sanksi internal serta otoritas pelaksana dalam

menjalankan standar etika.

Salah satu etika bisnis yang dilaksanakan Rasul SAW adalah tidak

melakukan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Dengan melanggar

salah satu etika bisnis tersebut menimbulkan persaingan yang tidak sehat

dalam dunia bisnis. Hal ini akan minumbulkan kerugian bagi sebagian pihak

walaupun terdapat pihak yang diuntungkan.

Dalam putusan ini, pelanggaran yang dilakukan oleh para Terlapor

dalam kegiatan tender alat-alat kedokteran RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda tidak mengikuti etika bisnis yang dilaksanakan Rasul SAW

dengan melakukan persekongkolan tender secara horizontal. Islam

mengajarkan setiap muslim yang akan berbisnis dianjurkan untuk selalu

melakukan persaingan sehat, jujur, terbuka dan adil.

Jika dijabarkan satu-persatu, para Terlapor tidak mengikuti anjuran

Rasul SAW. Berpedoman pada Q.s. Al-Baqarah ayat 188, maka para Terlapor

tidak melakukan persaingan yang sehat. “Dan janganlah sebahagian kamu

memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengn jalan yang

bathil…” arti dari penggalan ayat tersebut adalah jangan melaksanakan cara

yang haram menurut syariat seperti mencuri dan mengintimidasi. Dalam

perkara ini, para Terlapor telah melakukan kerjasama yang secara tidak

Page 62: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

52

langsung menutup jalan pelaku usaha lain atau peserta tender lain untuk dapat

memenangkan paket tender.

Dalam Perkara Nomor 24/KPPU-I/2016 ini terjadi persekongkolan

horizontal, yaitu kerja sama yang dilakukan antara sesama peserta tender

dalam mengikuti tender 4 (empat) paket alat-alat kedokteran di RSUD Abdul

Wahab Sjahranie untuk tahun anggaran 2012 - 2013. Para pelaku usaha yang

diduga melakukan kerjasama untuk memenangkan tender terdiri dari 5 (lima)

perusahaan yang bergerak dibidang yang sama yaitu penyedia barang

dan/atau jasa untuk rumah sakit dan medis selanjutnya disebut Terlapor.

Berdasarkan tanggapan yang disampaikan oleh para Terlapor bahwa

adanya bentuk kerjasama tersebut dilakukan untuk memenuhi syarat atau

ketentuan yang diatur dalam PerPres Nomor 70 Tahun 2012 tentang

perubahan PerPres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan

Jasa Pemerintah. Aturan pelaksana terbaru terkait pengadaan barang atau jasa

pemerintah diatur dalam PerPres Nomor 16 Tahun 2018. Dalam BAB VII

tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia bagian kedua

Pasal 51 menjelaskan bahwa tender atau seleksi gagal jika perserta yang lulus

pada tahap prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta maka dinyatakan gagal.

Dari sisi keadilan, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber

hukum nasional yang mengandung nilai-nilai asli cerminan bangsa Indonesia.

Ayat 5 Pancasila menyebutkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Keadilan sosial yang dirangkum dalam Pancasila dapat diartikan tidak hanya

ekonomi dan pembangunan yang rata, tetapi juga keadilan bagi seluruh rakyat

Indonesia untuk mendapatkan akses hukum dan keadilan yang sama.

Menurut hukum Islam, keadilan adalah hal yang sangat penting

bahkan dalam Al-Quran kata keadilan disebut lebih dari 100 kali. Dengan

kata lain, Al-Quran menjelaskan bahwa keadilan sangatlah penting bagi

kehidupan manusia. Dalam hal bisnis, keadilan dilakukan dalam hal

distribusi, produksi dan konsumsi yang baik. Pemahaman ini berkaitan

dengan pendayagunaan dan pengembangan harta yang dimiliki oleh

Page 63: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

53

seseorang. Dalam konsep keadila ini, hak milik suatu benda yang tidak

terbatas juga tidak dibenarkan.

Dalam perkara ini, ketidakadilan para Terlapor adalah membentuk

persaingan semu untuk menentukan pemenang dalam setiap paket tender

yang diikuti dan diselenggarakan oleh RSUD Abdul Wahab Sjahrnie

Samarinda. Persaingan semu yang diciptakan oleh PT Synergy Dua Sekawan,

PT Kembang Turi Healthcare, PT Dwi Putra Unggul Pratama, CV

Trimanunggal Mandiri, dan CV Tiga Utama dalam mengikuti masing-masing

paket tender secara bergantian menjadi perusahaan pendamping. Karena

alasan pemenuhan syarat sesuai dengan Peraturan Presiden tentang Pengadan

Barang atau Jasa Pemerintah.

Pengusaha atau pebisnis haruslah memiliki sifat tanggung jawab,

amanah atau terpercaya. Dengan sifat ini para Terlapor akan bertanggung

jawab atas segala yang telah dilakukan dalam hal muamalahnya. Tanggung

jawab memiliki kekuatan yang dinamis dalam kehidupan sosial masyarakat.

Dengan adanya konsep tanggung jawab makan manusia akan sangat berhati-

hati dengan apa yang dilakukan. Karena segala perbuatan mengandung

konsekuensi yang harus dijalankan.

Hal ini terbukti dengan dijatuhkannya sanksi untuk para Terlapor yang

terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

dengan amar putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor

V terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999;

2. Menghukum Terlapor I, membayar denda sebesar Rp. 2.050.400.000,00 (Dua

Milyar Lima Puluh Juta Empat Ratus Ribu Rupiah) yang harus disetor ke Kas

Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan

usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah

dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang

Persaingan Usaha);

Page 64: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

54

3. Menghukum Terlapor II, membayar denda sebesar Rp. 233.300.000,00 (Dua

Ratus Tiga Puluh Tiga Juta Tiga Ratus Ribu Rupiah) yang harus disetor ke Kas

Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan

usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah

dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang

Persaingan Usaha);

4. Menghukum Terlapor III, membayar denda sebesar Rp. 275.100.000,00 (Dua

Ratus Tujuh Puluh Lima Juta Seratus Ribu Rupiah) yang harus disetor ke Kas

Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan

usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah

dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang

Persaingan Usaha);

5. Menghukum Terlapor IV, membayar denda sebesar Rp. 41.800.000,00 (Empat

Puluh Satu Juta Delapan Ratus Ribu Rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara

sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan

Kerja Komisi engawas Persaingan Usaha melalui Bank Pemerintah dengan kode

penerimaan 423755 (Pendaatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan

Usaha);

6. Menghukum Terlapor V, membayar denda sebesar Rp. 152.100.000,00 (Seratus

Lima Puluh Dua Juta Seratus Ribu Rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara

sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan

Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui Bank Pemerintah dengan kode

penerimaan 423755 (Pendaatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan

Usaha);

7. Memerintahkan Terlapor I, Terlapor II,Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor V

melakukan pembayaran denda dan menyerahkan salinan bukti pembayaran denda

tersebut ke KPPU.

Dari perkara ini, putusan Majelis Komisi diharapkan akan

mencerminkan kemanfaatan, kemanfaatan ini mengarah pada kepentingan

pihak-pihak yang berperkara dan kepentingan masyarakat umum. Masyarakat

mengharapkan penyelesaian perkara melalui pengadilan tentu akan membawa

manfaat atau kegunaan bagi kehidupan bersama dalam masyarakat. Putusan

yang dijatuhkan oleh Majelis Komisi dalam perkara ini diharapkan dapat

Page 65: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

55

memulihkan sistem persaingan tidak sehat yang masih dilakukan oleh

beberapa oknum pelaku usaha dengan cara memberikan sanksi administratif

yaitu denda.

Page 66: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

56

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terkait tindakan curang atau persaingan

usaha tidak sehat yang dilakukan dalam Perkara Nomor: 24/KPPU-I/2016

ditemukan kesimpulan sebagai berikut:

1. Hal-hal yang menjadi pertimbangan Majelis Komisi adalah mengenai

adanya hubungan pertemanan diantara para Direktur dan Komisaris Para

Terlapor, kesamaan IP Address diantara para Terlapor saat mengakses

LPSE Kalimantan Timur, terbukti tentang adanya pengurusan dokumen

teknis yang sama, kerja sama dalam pengaturan harga setiap paket

mencapai lebih dari 99% (sembilan puluh sembilan persen) HPS.

2. Berdasarkan Hukum Positif, sudah terpenuhinya unsur-unsur

pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai

persekongkolan tender dengan menggunakan pendekatan rule of reason

yaitu mempertimbangkan akibat dari terjadinya persaingan usaha tidak

sehat yang dilakukan oleh para Terlapor. Dengan demikian para Telapor

dalam Putusan KPPU Perkara Nomor: 24/KPPU-I/2016 terbukti

melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

3. Hukum Islam melarang para pelaku usaha melakukan praktik curang

dengan menghambat pelaku usaha lain untuk berbisnis. Rasul SAW

menganjurkan para pebinis untuk melaksanakan etika bisnis menurut

syariat Islam salah satunya untuk tidak melakukan monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat dan untuk melakukan kebaikan agar tidak

memudharatkan kaum Muslim lainnya. Namun kenyataannya, para

Terlapor terbukti melanggar Pasal 22 tentang persekongkolan tender.

Page 67: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

57

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan, ada beberapa

rekomendasi yang dianggap perlu dilakukan guna penegakkan hukum dan

kesadaran hukum yang baik dikalangan masyarakat, antara lain:

1. Perlunya mempertimbangkan untuk melakukan sosialisasi ulang terkait

aturan-aturan mengenai larangan praktik persaingan usaha tidak sehat

khususnya dalam melaksanakan tender. Mengingat masih banyak

pelaku usaha yang tidak paham bahwa bekerja sama dengan pelaku

usaha lain untuk menentukan pemenang untuk alasan apapun tidak

diperbolehkan.

2. Perlunya pengawasan yang lebih ketat dari panitia pelaksana tender

dalam melaksanakan kegiatannya. Agar tidak terjadi kesewenangan

yang jika ada indikasi terjadinya praktik persekongkolan, khususnya

persekongkolan tender.

Page 68: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

58

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Antimonopoli, (Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada, 1999)

A. Karim, Adhiwarman, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat, 2001)

Arinanto, Satya, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008)

Asy-Syifā’ Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006)

Fuady, Munir, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat,

(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999)

Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi

Penerapannya di Indonesia, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006)

Ibrahim, Jhonny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cetakan ke-

2, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006)

Kagramanto, L. Budi, Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum Persaingan Usaha, (Surabaya: Srikandi, 2008)

Kagramanto, L. Budi, Mengenal Hukum Persaingan Usaha, (Sidoarjo: Laras, 2010)

Knud, Hansen, Undang-Undang No.5 Tahun 1999 : Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, (Jakarta: PT. Tema Baru,

2002)

Kristanto, Yakub Adi, Terobosan Hukum Keputusan KPPU dalam

Mengembangkan Penafsiran Hukum Persekongkolan Tender, (Jurnal Hukum Bisnis: Volume 27 Nomor 3, 2008)

Lubis, Andi Fahmi, et.al., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Deutsche Gesellschaft fur

Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, 2009)

Lubis, Andi Fahmi, et.al., Hukum Persaingan Usaha Buku Teks, edisi kedua,

(Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2017)

Margono, Suyud, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)

Maribun, B. N., Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003)

Page 69: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

59

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Cetakan ke-6, (Surabaya: Kencana,

2010)

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif dan Empiris, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

Muthiah, Aulia, Aspek Hukum Dagang Dan Pelaksanaannya Di Indonesia,

(Yogyakarta: Pustakabarupress, 2016)

Nazir, Moh, Metode Penelitian, Cetakan ke-8, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011)

Ningrum, Galuh Puspita, Hukum Persaingan Usaha, (Yogyakarta: Aswaja

Pressindo, 2013)

Nugroho, Susanti Adi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Dalam Teori dan

Praktik serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012)

Nugroho, Susanti Adi, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Teori dan Pratktik Serta

Penerapan Hukumnya, (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2012)

Nugroho, Susanti Adi, Pengantar Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,

(Puslitbang/Diklat Mahkamah Agung, 2002)

Qardhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1997)

Rasuanto, Bur, Keadilan Sosial (Pandangan Deontologis Rawlsw dan habermas Dua Teori Filsafat Politik Modern), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2005)

Rifa’I, Ahmad, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2010)

Rokan, Mustafa Kamal, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di

Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012)

Sirait, Ningrum Natasya, Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004)

Sirait, Nigrum Natasha, et.al., Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha Dilengkapi dengan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Persaingan Usaha, (Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2010)

Siswanto, Arie, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004)

Soekanto, Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2001)

Soeprapto, Maria Farida Indriati, Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar dan Pembentukannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998)

Page 70: Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Homerepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan negara. Namun dilain pihak

60

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat), (jakarta: Rajawali Press, 2001)

Suhasril, Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)

Suseno, Franz Magnis, Etika Bisnis Islam: Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: Gramedia,

1994)

Sutedi, Adrian, Aspek Hukum Pengadaan Barang & Jasa dan Berbagai Permasalahannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008)

Suteki, Desain Hukum di Ruang Sosial, (Yogyakarta: Thafa Media, 2013)

Usman, Rachmadi, Hukum Acara Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013)

Usman, Rachmadi, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013)

Yusanto, Ismail, M. Karebat Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema

Insani Press, 2002)

Jurnal:

Fendy, “Jurnal Hukum, Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Mendorong Persaingan Usaha Yang Sehat Di Sektor Motor Skuter Matic”,

(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2016)

Hadiprayitno, Irene, Terorisme dan Teori Konspirasi, Jurnal Global Vol.5, 2 Mei 2003