intensifikasi padi hasra okk

24
  1 ANALISIS PENERAPAN INTENSIFIKASI USAHATANI PADI SAWAH PASCA KRISIS EKONOMI (KASUS DI KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT) 1) SUPENA FRIYATNO 2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI. ABSTRACT Economic crises have caused some changes in socio-economic term. This situation makes the heavy task for government to develop the staple food. The adoption of technology is very influenced by the buying power of the farmer in the village. The objective of this study is to find out the technology adoption by the farmer after economic crisis. By survey data collection and simple tabulation analysis, the result showed that regionally the using of SP36 was decreased by 16,68 percent and ZA was 7,5 percent. In the farm level, some changes ware; (a) change the  perception of the farmer about the using of HYV (high yielding variety) to the using of the variety that economically have high value, (b) No farmer use the ZA fertilizer, (c) 46 – 50  percent of the farmer u se KCL, and (d) 6 6 – 90 percent of the farmer use SP36. The dosage of fertilizer application is generally lower then the dosage recommended. The other aspects of technology are land preparation, transplanting and weeding. All of these are still good implemented by farmer, 60 percent of the farmer use tractor and 40 percent use hoe. Almost 100  percent of the farmer grows seed in the nursery before planted in the field, and all of the farmer grow rice in the field by purposed planting ( tandur jajar). The profitability of rice enterprise is Rp 4,9–Rp 5,2 million per hectare, and R/C ratio more then 2. Key Words: Analysis, Intensification, Farming, and Rice 1)  Kerjasama penelitian antara Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan Badan Ketahanan Pangan, Jakarta, yang dilaksanakan di Jawa dan luar Jawa. 2) Staf Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertan ian, Bogor.  

Upload: assyam-saleh

Post on 11-Jul-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 1/24

 

  1

ANALISIS PENERAPAN INTENSIFIKASI USAHATANI

PADI SAWAH PASCA KRISIS EKONOMI

(KASUS DI KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT)1)

SUPENA FRIYATNO2)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, BogorBadan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI.

ABSTRACT

Economic crises have caused some changes in socio-economic term. This situation makes theheavy task for government to develop the staple food. The adoption of technology is very

influenced by the buying power of the farmer in the village. The objective of this study is to find

out the technology adoption by the farmer after economic crisis. By survey data collection andsimple tabulation analysis, the result showed that regionally the using of SP36 was decreased by

16,68 percent and ZA was 7,5 percent. In the farm level, some changes ware; (a) change the

perception of the farmer about the using of HYV (high yielding variety) to the using of thevariety that economically have high value, (b) No farmer use the ZA fertilizer, (c) 46 – 50

percent of the farmer use KCL, and (d) 66 – 90 percent of the farmer use SP36. The dosage of 

fertilizer application is generally lower then the dosage recommended. The other aspects of technology are land preparation, transplanting and weeding. All of these are still good

implemented by farmer, 60 percent of the farmer use tractor and 40 percent use hoe. Almost 100

percent of the farmer grows seed in the nursery before planted in the field, and all of the farmer

grow rice in the field by purposed planting (tandur jajar). The profitability of rice enterprise isRp 4,9–Rp 5,2 million per hectare, and R/C ratio more then 2.

Key Words: Analysis, Intensification, Farming, and Rice

1)  Kerjasama penelitian antara Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan Badan KetahananPangan, Jakarta, yang dilaksanakan di Jawa dan luar Jawa.

2) Staf Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. 

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 2/24

 

  2

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Setelah lebih dari dua dekade pemerintah telah mencurahkan perhatian terhadap masalah

pangan dengan mengerahkan seluruh sumberdaya, baik sumberdaya alam, kapital, dankelembagaan, akhirnya tahun 1984 Indonesia di kategorikan sebagai negara berswasembada

pangan, utamanya beras. Irawan dkk (2000) mengemukakan bahwa keberhasilan swasembada

beras tersebut ditentukan oleh beberapa faktor kunci yaitu (a) meningkatnya produktivitas

usahatani melalui perbaikan teknologi usahatani, dan (b) tersedianya anggaran pemerintah yang

cukup (berkat boom minyak ) untuk membiayai berbagai proyek dan program pengembangan

teknologi usahatani serta proses sosialisasi di tingkat petani, (c) pengembangan infrastruktur

seperti irigasi, lembaga penyuluhan dan sebagainya.

Namun seiring dengan perjalanan dengan waktu, kendala dalam pengembangan produksi

padi semakin berat. Menurut Kasryno (1995), Rasahan (1996) dan Tabor, et.al. (1999) , kendala

pengembangan produksi padi/beras antara lain: (a) Adanya konversi lahan sawah subur di Jawa

dari pertanian ke non pertanian, sebagai akibat dari berkembangnya kawasan industri, perkotaan

dan pembangunan prasarana ekonomi, sehingga sektor pertanian terdesak kelahan-lahan marjinal

yang produktivitasnya rendah; (b) Persaingan yang semakin ketat dalam pemanfaatan sumber

daya air antara sektor pertanian dengan sektor industri dan rumah tangga, disertai dengan

menurunnya kualitas air akibat limbah industri dan rumah tangga, yang pada gilirannya

produktivitas pertanian pun menjadi menurun; (c) Kualitas tenagakerja di sektor pertanian

secara umum lebih rendah dari pada sektor industri dan jasa, sehingga tenagakerja muda

cenderung lebih memilih sektor non pertanian.

Di samping tersebut di atas, kemandegan produksi padi antara lain karena produktivitas

padi secara nasional telah mengalami levelling-off yang disebabkan oleh kemandegan teknologi

terutama penemuan bibit padi unggul, penurunan investasi sarana dan prasarana, seperti kredit

finansial, penyuluhan pertanian, pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur. Akibatnya,memasuki Pelita IV hingga Pelita VI, penerapan tekonologi tidak lagi memberikan lonjakan

produksi yang nyata seperti dalam Pelita-Pelita sebelumnya, sekalipun luas areal penen masih

dapat diperluas masing-masing 2,1 dan 1,3 persen pada periode yang sama (Anonymous, 2000).

Krisis ekonomi yang menimpa rakyat Indonesia telah menyebabkan perubahan

mendasar pada sendi-sendi perekonomian, seperti menurunnya daya beli masyarakat di

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 3/24

 

  3

pedesaan, meningkatnya harga sarana produksi, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan

investasi dan adopsi teknologi di pedesaan, terutama adopsi teknologi usahatani seperti benih,

pupuk, dan pestisida. Untuk memantapkan kembali penerapan teknologi usahatani di masa kini,

maka perlu ditelaah jenis teknologi usahatani mana yang perlu ditingkatkan, dan yang mana

yang masih baik dilaksanakan oleh petani.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: (a) Mempelajari perilaku petani

dalam pelaksanaan usahatani padi pasca krisis ekonomi; (b) Mengkaji penerapan teknologi

usahatani oleh petani pasca krisis, (b) Mengkaji tingkat profitabilitas usahatani padi pasca krisis,

di mana harga input dan output telah mengalami perubahan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi para pengambil

kebijaksan untuk memperbaik penerapan teknologi usaha tani padi, sehingga program tersebut

menjadi lebih selektif dan efisien.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat, pada bulan Januari

2001, yang merupakan bagian dari kegiatan penelitian antara Pusat Penelian Sosial EkonomiPertanain dengan Badan Ketahanan Pangan Jakarta, yang dilaksanakan di Jawa dan Luar Jawa.

Metode Pengumpulan Data dan Sampel

Teknik pengambilan sampel diawali peninjauan lapang untuk mendapatkan gambaran

umum dan informasi yang lebih kongkrit dari kondisi lokasi penelitian. Data yang dikumpulkan

terdiri dari data primer yang dikumpulkan dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner

terstruktur. Di samping itu juga dilakukan wawancara dengan pengurus dan anggota kelompok 

tani dan aparat pertanian. Kriteria petani sample diambil dari tiga kelompok yaitu kelompok tani

maju, kelompok tani biasa dan bukan kelompok. Untuk masing-masing kelompok dipilih secara

acak 10–15 petani.

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 4/24

 

  4

Metoda Analsis

Pada penelitian ini ditempuh pendekatan analisis deskriptif dan analisis kelembagaan.

Pendekatan tersebut diarahkan untuk mengkaji secara kualitatif dan kuantitatif dari penerapan

intensifikasi usahatani padi sawah, respon dan motivasi petani dalam berusaha tani serta sistem

kelembagaan pelaksana intensifikasi tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Umum Intensifikasi Padi Sawah di Kabupaten Subang

Perkembangan Areal Sawah.

Perkembangan areal sawah di kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat secara rinci

disajikan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut tampak bahwa Kabupaten Subang merupakan salah

satu sentra produksi beras di Jalur Pantai Utara (Pantura) dengan luas sawah sekitar 85 ribu

hektar atau 7,7 persen dari luas sawah di Jawa Barat. Jenis irigasi sebagai fasilitas prasarana

dalam pengembangan produksi padi, sangat menentukan tingkat pencapaian produksi. Sebagai

gambaran porsi luas sawah beririgasi teknis di kabupaten Subang yang merupakan jalur Pantura

yang sebagian wilayahnya memperoleh pasokan air dari irigasi Otorita Jatiluhur, maka porsi luas

irigasi teknis lebih tinggi yaitu 70,70 persen, sedangkan sisanya sekitar 8,8 – 10,5 persen

merupakan jenis irigasi semi teknis, sederhana dan tadah hujan. Namun karena berbagai

perkembangan dan perubahan perekonomian, maka dari waktu-ke waktu sering terjadi konflik 

penggunaan sumberdaya lahan sawah ini antara untuk penghasil pertanian yaitu padi dan non

pertanian (bangunan, jalan, industri dll), sehingga dari data tersebut tampak bahwa luas lahan

sawah ada kecenderungan menurun.

Selama dalam kurun waktu lima tahu terakhir (sejak 1995), tampak bahwa di kabupaten

Subang luas lahan sawah yang semula 87 ribu hektar berkurang pada tahun 1999 menjadi 84,6

ribu hektar. Walaupun diketahui bahwa pemerintah juga telah mengadakan pencetakan dan

perbaikan/ rehabilitasi lahan sawah melalui irigasi, namun dengan data tersebut di atasmenunjukkan bahwa pengurangan lahan sawah jauh lebih besar dari luas pencetakan. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian Irawan, dkk (2000) bahwa dalam kurun waktu 18 tahun (1981-

1998) telah terjadi seluas 279.521 hektar atau seluas 149.409 hektar setelah dikoreksi dengan

pencetakan sawah. Dengan demikian rata-rata pengurangan sawah per tahun sekitar 8.301 hektar

per tahun.

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 5/24

 

  5

Tabel 1. Perkembangan Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Irigasi, di KabupatenSubang, Jawa Barat, Selama Lima Tahun Terakhir (1995-1999)

UraianSawah (ha)

TotalTeknis S-Teknis Sederhana T-Hujan

Kabupaten Subang

1995 61,513 7,342 9,182 9,002 87,0391996 61,651 7,286 9,634 7,897 86,468

1997 61,699 7,751 8,573 8,419 86,442

1998 61,699 8,211 9,369 8,782 88,061

1999 59,363 7,775 8,724 8,821 84,683

Rata-rata 61,185 7,673 9,096 8,584 86,539

Trend (%/thn) (0.69) 2.33 (1.30) 0.61 (0.36)

% Thp total 70.70 8.87 10.51 9.92 100.00Sumber : Data Hasil Survey Pertanian (SP- BPS) dan Propinsi Jawa Barat Dalam Angka, 1999

Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi.

Keragaan luas panen, produksi dan produktivitas padi di Kabupaten Subang selama lima

tahun terakhir cenderung menurun dengan angka penurunan masing-masing 1,03; 2,95 dan 1,90

persen. Luas panen padi tahun 1999 di kabupaten Subang adalah 163.709 hektar dengan

produksi 958.475 ton, berarti tingkat produktivitas adalah sebesar 58,55 kuintal per hektar (Tabel

2). Diyakini faktor dominan yang menyebabkan penurunan luas panen adalah menurunan luas

baku lahan sawah akibat konversi, di samping karena faktor-faktor lain seperti adanya serangan

hama/penyakit, ketersediaan air irigasi dll. Sedangkan penurunan produksi, di samping karenamemang menurunnya luas panen, juga karena menurunan kualitas intensifikasi, sehingga jumlah

produksi per satuan luas menjadi menurun.

Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Subang,

Jawa Barat Selama Lima Tahun Terkahir (1995-1999)

KeteranganLuas panen Produksi Produktivitas

(ha) (ha) (kw/ha)

Kabupaten Subang

1995 172,102 1,046,380 60.80

1996 168,478 1,026,037 60.90

1997 161,351 983,708 60.97

1998 168,167 910,584 54.15

1999 163,709 958,475 58.55

Rata-rata 166,761 985,037 59.07

Trend (%/thn) (1.03) (2.95) (1.90)

Sumber : Kabupaten Subang Dalam Angka 1999

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 6/24

 

  6

Untuk kabupaten Subang, tampak bahwa penurunan produksi lebih dominan disebabkan

oleh penurunan tingkat produktivitas dari pada oleh penurunan luas baku. Hal ini terlihat di

Subang angka rata-rata penurunan produksi sebesar 2,95 persen sementara penurunan luas baku

lahan hanya 1,03 persen, berarti penurunan produksi sebesar 1,92 persen adalah oleh faktor lain.

Perkembangan Luas Intensifikasi

Perkembangan realisasi penyaluran KUT dan luas tanam KUT meningkat dari tahun ke

tahun. Di kabupaten Subang rata-rata peningkatan realisasi kredit dan luas tanam KUT lebih

dari 70 persen per tahun pada periode lima tahun terakhir. Namun petani di Kabupaten Subang

yang sudah akses ke kredit KUT sebenarnya baru sebagian kecil yaitu kurang dari 10 persen,

yang berarti 90 persennya adalah menggunakan modal sendiri, kecuali pada tahun 1999 yang

menggunakan kredit KUT telah mencapai 50 persen (Tabel 3).

Tabel 3. Perkembangan realisasi KUT dan luas areal tanam KUT dan Non KUT

Di kabupaten Subang, Jawa Barat Selama lima tahun terakhir (1995-1999)

UraianRealisasi KUT (ha) Non KUT (Ha)

Total (ha)KUT (Rp) Ha % Ha %

Kabupaten Subang

1995 965,594,950 2,146 1.25 169,956 98.75 172,102

1996 6,058,378,906 13,463 7.99 155,015 92.01 168,478

1997 3,084,035,468 6,853 4.25 154,498 95.75 161,351

1998 3,493,121,142 7,762 4.62 160,405 95.38 168,167

1999 109,854,366,000 91,545 55.92 72,164 44.08 163,709

Rata-rata 24,691,099,293 24,354 142,407 166,761

Trend (%/thn) 87.16 71.08 (13.36) (1.03)

Sumber : Data Hasil Survey Pertanian BPS (SP) dan Kabupaten Subang Dalam Angka 1999

dan laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, propinsi Jawa Barat

Begitu pula, apabila melihat program intensifikasi (inmum, insus dan supra insus)

tampak bahwa dari sebagian besar luas panen (67 persen) sudah melaksanakan intensifikasi.Namun khusus di kabupaten Subang, ada kecenderungan luas intensifikasi menurun rata-rata

8,13 persen per tahun, terutama luas intensifiaksi inmum dan insus (Tabel 4.). Penurunan luas

intensifikasi tersebut lebih banyak disebabkan karena perubahan kondisi harga input dan output

usahatani padi, terutama merosotnya harga gabah sehingga petani mengurangi penggunaan

faktor produksi.

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 7/24

 

  7

 

Tabel 4. Perkembangan luas tanam sawah intensifikasi dan non intensifikasi diKabupaten Subang selama lima tahun terkahir, 1995-1999 (ha)

Uraian Inmum InsusSupra Total Non

TotalInsus Intensifikasi Intensifikasi

Kabupaten Subang

1995 930 65,050 78,278 144,258 27,844 172,102

1996 937 9,755 75,026 85,718 82,760 168,478

1997 1,944 7,634 75,076 84,654 76,697 161,351

1998 302 9,735 74,598 84,635 83,532 168,167

1999 595 18,067 140,022 158,684 5,025 163,709

Rata-rata 942 22,048 88,600 111,590 55,172 166,761

Trend (%/thn) (13.86) (42.63) 13.89 2.49 (8.13) (1.03)

% Thdp total inten. 0.84 19.76 79.40 100.00 - -

% Thdp total sawah 0.56 13.22 53.13 66.92 33.08 100.00

Sumber : Kabuapten Subang Dalam Angka 1999 dan Laporan Dinas Pertanian, 1999

Perkembangan Penggunaan Pupuk dan Benih

Penyaluran pupuk Urea untuk program intensifikasi di Kabupaten Subang meningkat

dari tahun ke tahun, dengan peningkatan rata-rata 18,35 persen per tahun. Sedangkan

penggunaan pupuk lainnya seperti TSP/SP36, KCL dan ZA cenderung menurun (Tabel 5). Hal

ini disebabkan kenaikan harga gabah tidak sebanding dengan kenaikan harga pupuk, sehingga

petani cenderung mengurangi penggunaan pupuk.

Tabel 5. Perkembangan penyaluran pupuk di kabupaten Subang, Jawa Barat, selama limatahun terakhir (1995-1999) (ton)

UraianPupuk (ton)

TotalUrea TSP/SP36 KCL ZA

Kabupaten Subang

1994 9,010 8,120 160 561 17,851

1995 15,452 4,045 106 222 19,825

1996 20,655 7,155 1,151 1,175 30,136

1997 21,395 5,325 314 363 27,397

1998 22,340 3,615 107 294 26,356Rata-rata 17,770 5,652 368 523 24,313

Trend (%/thn) 18.35 (13.68) 2.77 (7.51) 10.11

Sumber : Data Hasil Survey Pertanian BPS (SP) dan Kabupaten Subang Dalam Angka 1999

Penggunaan benih berlabel dapat dijelaskan oleh luas penggunaan benih varietas

unggul tahan wereng (VUTW). Di Subang selama lima tahun terakhir tampak bahwa luas

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 8/24

 

  8

sawah yang menanam VUTW meningkat rata-rata 3,22 persen per tahun dan non VUTW 9,33

persen per tahuin (Tabel 6). Namun VUTW yang digunakan oleh petani hanya 33–53 persen

yang berlabel. Artinya sekitar 40 persen petani menggunakan produksi benih sendiri yang

tidak berlabel.

Tabel 6. Perkembangan areal tanam benih unggul (VUTW) di kabupatenSubang, Jawa Barat selama lima tahun terakhir (1995-1999) (ha)

Uraian VUTW Non VUTW 

Total (ha)Ha % Ha % 

Kabupaten Subang 

1995  149,069 86.12 24,033 13.88 173,102

1996  71,794 42.61 96,684 57.39 168,478

1997  82,162 50.92 79,189 49.08 161,351

1998  77,624 46.16 90,543 53.84 168,167

1999  163,709 100.00 - - 163,709Rata-rata  108,872 58,090 166,961

Trend (%/thn) 3.22 (9.33) (1.14)

Sumber : Data Hasil Survey Pertanian BPS (SP) dan Kabupaten Subang Dalam Angka 1999

dan laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, propinsi Jawa Barat

Keragaan Penerapan Intensifikasi Padi Sawah di Tingkat Petani

Penggunaan Varietas dan Pergiliran Tanaman 

Dari hasil pengkajian di kabupaten Subang, tampak bahwa respon petani dalam

penggunaan benih unggul yang dahulu disebut benih varietas unggul tahan wereng (VUTW)

yang merupakan bagian dari komponen Panca Usahatani cenderung menurun, terutama

penurunan terjadi pada kelompok tani yang relatif lebih maju, yakni pada kelompok tani maju

penggunaan benih unggul berlabel hanya 10 persen, kelompok biasa 33,33 persen dan petani

bukan kelompok 53,33 persen. Sementara kelompok yang menggunakan varietas lakol terjadi

sebaliknya, yaitu pada kelompok maju, biasa dan bukan kelompok masing-masing 50,00; 13,33;

dan 6,67 persen (Tabel 7). Varietas unggul yang digunakan umumnya adalah IR64, Membramo,

Cisadane, Widas dan ”Sableng”, sedangkan varietas lokal adalah “ketan”.Dari hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa keputusan petani untuk memilih

varietas yang akan ditanam sangat ditentukan oleh prospek pasar yang lebih baik (adanya

  jaminan harga dan pembeli), seperti pada kelompok maju mereka memilih varietas ”ketan”,

karena disamping harganya tinggi (Rp 1.400,-/kg), juga jaminan pasarnya lebih pasti, karena

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 9/24

 

  9

begitu panen pedagang langsung datang ke lokasi untuk membeli gabah mereka. Berdasarkan

informasi bahwa varietas tersebut saat ini menjadi komoditi perdagangan ekspor ke Malaysia.

Perubahan respon petani terhadap kualitas benih, telah menyebabkan sumber benih

bagi petani juga menjadi beragam. Seperti pada kelompok tani maju karena benih yang

ditanam adalah “ketan” lokal, maka sampai 50 persen benih tersebut bersumber dari benih

sendiri dan 30 persen dari tetangga. Masih relatif baik pada kelompok tani biasa dan bukan

kelompok, karena sumber benih sebagian ada bersumber dari kredit pemerintah dan kios/KUD

masing- masing 26,67 persen pada kelompok tani biasa berasal dari kios/KUD dan 40 persen

pada bukan kelompok berasal dari kredit/pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa benih yang

dibeli masih merupakan benih berkualitas atau berlabel.

Periode pergantian benih baik yang menyangkut kualitas maupun verietas sebagai

suatu usaha untuk memutus siklus hama dan penyakit, sehingga resiko kegagalan panen dan

kegagalan harga dapat ditekan, pada saat ini relatif sangat rendah. Hal ini diduga terkait juga

dengan perubahan respon petani terhadap adopsi teknologi, sebagai dampak dari menurunnya

tingkat profitabilitas usahatani padi pada akhir-akhir ini. Sebagian besar petani pada seluruh

kelompok tani antara 40-70 persen menyatakan bahwa pergantian kualitas dan varietas benih

dilakukan secara tidak teratur.

Faktor lain dalam usaha intensifikasi, seperti luas persemaian, perlakuan benih sebelum

disemai dan cara pembuatan persemaian pada seluruh petani di semua kelompok dilaksanakan

secara baik. Hal ini menunjukkan bahwa petani masih sangat rasional bahwa setiap anjuran

teknologi yang nyata-nyata memberikan dampak yang positif, tampaknya masih tetap mereka

adopsi. Seperti kegiatan perlakuan benih direndam dan dikecambahkan serta pembuatan

pembenihan pada bedengan masih dilakukan oleh seluruh petani pada lokasi contoh.

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 10/24

 

  10

 

Tabel 7. Keragaan penggunaan benih dan persemaian menurut status petani

Di kabupaten Subang, Jawa Barat 1999/2000 (%) 

No UraianPetani Insus Petani

Teladan Biasa Non Insus

1 Jenis Benih

a. Unggul berlabel 10.00 33.33 53.33

b. Unggul tidak berlabel 40.00 53.33 40.00

c. Unggul lokal 50.00 13.33 6.67

2 Warna Label

a. Biru 10.00 26.67 46.67

b. Merah Muda - 6.67 6.67

c. Putih - - -

d. Lainnya 90.00 66.67 46.673 Sumber Benih

a. Kredit/ Bantuan Pemerintah - - 40.00

b. Kios/KUD 10.00 26.67 13.33

c. Penangkar Lokal 10.00 6.67 -

d. Tetangga 30.00 46.67 20.00

e. Sendiri/hasil panen sebelumnya 50.00 20.00 26.67

4 Varietas yang ditanam

a. IR-64 - 26.67 40.00

b. Membramo - - -

c. Cisadane - - -

d. Lainnya (Widas, Sableng) 100.00 73.33 60.005 Periode Pergantian Benih Berlabel

a. Tiap musim tanam - 6.67 6.67

b. Dua musim sekali 10.00 20.00 46.67

c. Tiga musim sekali 20.00 - -

d. Empat musim sekali - - -

e. Tidak tentu/teratur 70.00 73.33 46.67

6 Periode Penggantian Varietas

a. Tiap musim 10.00 - 33.33

b. Tiap tahun 10.00 6.67 20.00

c. Tiap dua tahun - 6.67 6.67

d. Tidak tentu/teratur 40.00 73.33 20.00

e. Tidak pernah ganti 40.00 13.33 20.00

7 Luas lahan persemaian perha tanaman 345.00 173.00 228.00

8 Perlakuan merendam benih 100.00 100.00 100.00

10 Jumlah N 10 15 15

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 11/24

 

  11

Pengolahan lahan, Penanaman dan Penyiangan

Kegiatan pengolahan lahan yang juga merupakan komponen teknologi dalam panca

usatani, secara teknis masih dilaksanakan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh hampir semua

petani pada semua kelompok (lebih dari 80 persen) melakukan pengolahan lahan dengan

menggunakan kombinasi traktor dan cangkul , membajak dan menggaru.

Komponen teknologi lainnya, seperti cara tanam, dan penyiangan juga relatif masih

baik dilakukan oleh petani sesuai dengan anjuran. Hal ini terlihat bahwa hampir semua petani

pada semua kelompok melakukan tanam pindah dan tanam jajar. Sedangkan kegiatan

penyiangan yang dilakukan oleh para petani adalah dengan menggunakan kombinasi antara

penggunaan herbisida dan secara manual. Namun adanya kecenderungan frekuensi

penyiangan yang tadinya dua kali menjadi satu kali terutama pada kelompok tani maju, ini

disebabkan adanya substitusi penyiangan manual dengan penggunaan herbisida (Tabel 8.).

Tabel 8. Keragaan pengolahan tanah dan penyiangan menurut status petani diKabupaten Subang, Jawa Barat 1999/2000 (%) 

No UraianPetani Insus Petani

Teladan Biasa Non Insus

1 Cara Pengolahan tanah

a. Cangkul - 6.67 20.00

b. Bajak/Ternak - - -

c. Traktor 60.00 26.67 60.00

d. Kombinasi cangkul dan bajak - - 6.67e. Kombinasi cangkul dan traktor 40.00 66.67 13.33

2 Frekuensi pengolahan lahan

a. Sekali traktor - 6.67 6.67

b. Bajak 2 kali dan garu 40.00 73.33 53.33

c. Bajak 1 kali dan garu 60.00 20.00 40.00

3 Cara Tanam

a. Tanam pindah 90.00 80.00 100.00

b. Sebar langsung secara manual 10.00 20.00 -

4 Tandur jajar 100.00 100.00 100.00

5 Frekuensi Penyiangan

a. Satu kali 90.00 26.67 20.00

b. Dua kali 10.00 66.67 66.67

c. Lebih dari dua kali - 6.67 13.33

6 Cara Penyiangan

a. Dengan herbisida 30.00 20.00 13.33

b. Kombinasi herbisida dan manual 70.00 66.67 80.00

c. Manual saja - 13.33 6.67

7 Jumlah N 10 15 15

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 12/24

 

  12

Penggunaan Pupuk dan Pengendalian Hama

Agak berbeda dengan komponen teknologi lainnya, karena faktor pupuk dan

penggunaan pestisida menyentuh langsung dengan masalah biaya produksi sehingga

mengganggu tingkat profitabilitas usahatani, maka tampak yang terjadi di lapangan adanya

kecenderungan penurunan respon penggunaan pupuk setelah terjadi kenaikan harga pupuk,

terutama yang menyangkut jenis TSP dan KCL. Dari ketiga kelompok petani contoh tampak

penggunaan pupuk urea berkisar antara 164–196 kg Urea per hektar, 103-144 kg SP36 per

hektar, 0-60 kg KCl per hektar dan 2-14 kg ZA per hektar (Tabel 9). Namun dari beberapa

diskusi dan keterangan para petani, menurunnya respon penggunaan pupuk tidak saja

dikarenakan oleh naiknya harga pupuk, tetapi juga petani merasakan terjadinya penurunan

efektivitas respon pupuk terhadap pertanaman dan produksi. Dari informasi ini diduga

beberapa hal; (a) kualitas pupuk relatif rendah terutama pupuk alternatif, (b) efektivitas

penyerapan pupuk oleh tanaman rendah, sehingga perlu dipikirkan diadakan pengujian hara

tanah oleh pihak berwenang, misalnya ketidak seimbangan unsur-unsur mikro akan

menyebabkan tidak efektifnya penyerapan unsur-unsur makro seperti N, P dan K.

 Jenis pupuk yang digunakan cenderung mengarah kepada jenis pupuk yang harganya

lebih rendah (100 persen partisipasi petani penggunakan urea), sedangkan partisipasi petani

yang menggunakan pupuk TSP/SP36 hanya 66–90 persen, KCL 50 % dan tidak ada yang

menggunakan ZA. Dengan meningkatnya harga pupuk setelah dicabutnya subsidi dan

dibebaskannya pasar pupuk, maka di lapangan cenderung meningkat tersedianya jenis pupuk

alternatif seperti ”Buta Ijo”, dan pupuk lainnya yang sangat bervariasi jenisnya (ada 340 jenis

pupuk alternatif).

Frekuensi pemberian pupuk, cenderung tidak memenuhi anjuran yang seharusnya

diberikan 2 atau 3 kali dengan pemupukan dasar, tetapi para petani terutama pada kelompok

maju dan bukan kelompok cenderung hanya melakukan pemupukan satu kali (lebih dari 50

persen) dan yang lainya hanya dua kali. Hal ini di samping jumlah pupuk yang ditaburkan

memang berkurang, juga petani berusaha mengurangi upah tenagakerja untuk menaburkan

pupuk. Namun hal ini perlu terus dilakukan pengkajian, karena pengurangan frekuensi

pemupukan juga terkait dengan direalisasikannya jenis pupuk urea tablet yang masa residunya

lebih lama pada masa lalu.

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 13/24

 

  13

Tabel 9. Keragaan pemupukan dan PHP menurut status petani di kabupatenSubang, 1999/2000 (%)

No UraianPetani Insus Petani

Teladan Biasa Non Insus

1 Jenis pupuk yang digunakan di pertanaman

a. Urea 100.00 100.00 100.00b. TSP/SP-36 90.00 93.33 66.67

c. KCL 50.00 46.67 -

d. ZA - - -

2 Frekuensi Pemupukan

a. Satu kali 50.00 46.67 60.00

b. Dua kali 50.00 53.33 40.00

c. Lebih dari dua kali

3 Dosis pemupukan pada pertanaman

a. Urea 164.30 180.33 196.67

b. TSP/SP-36 144.30 105.00 103.33

c. KCL 60.00 20.00 -

d. ZA 14.30 7.00 2.00

4 Frekuensi Pemupukan

a. Tiga kali - 13.33 -

b. Dua kali 50.00 66.67 40.00

c. Satu kali 50.00 20.00 60.00

5 Waktu Pemupukan (HST)

a. Pertama 17.00 11.00 16.00

b. Kedua 37.00 20.00 26.00

6 Intensitas Penggunaan Pestisida

a. Rutin dengan jadwal tertentu 50.00 - 26.67

b. Bila ada gejala serangan 10.00 73.33 46.67

c. Bila serangan mencapai ambang tertentu 40.00 20.00 20.00

d. Lainnya - 6.67 6.67

7 Frekuensi Pengamatan Hama

a. Tiap hari 20.00 33.33 46.67

b. Seminggu sekali 50.00 33.33 20.00

c. Sewaktu-waktu 30.00 33.33 33.33

8 Penggunaan musuh alami

a. Telah dikembangkan pengunaanya 10.00 13.33 -

b. Sudah dikenalkan, tapi belum dicoba 20.00 26.67 20.00

c. Baru diperkenalkan 30.00 6.67 -

d. Belum tahu 40.00 53.33 80.00

9 Jumlah N 10 15 15

Mengenai penggunaan pestisida dan frekuensi penyemprotan relatif baik dilakukan

oleh petani di samping penggunaan pestisida yang relatif lebih hati-hati (20–40 persen) petani

melakukan pada ambang batas, dan 10–73 persen apabila ada gejala serangan. Namun meraka

pada umumnya melakukan pengamatan secara seksama (20–50 persen) melakukan

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 14/24

 

  14

pengamatan setiap hari sampai satu minggu sekali. Namun yang sementara ini menjadi

masalah dan sulit dikendalikan oleh para petani yaitu hama “tikus” dan penggerek batang

putih yang dapat menyebabkan kegagalan total produksi. Pada tahun 1997 serangan hama

“tikus” mencapai 1.094 hektar setara dengan 445,26 ton atau Rp 231,5 juta

Pengairan Secara teknis pada tingkat petani pangairan sawah di musim hujan tampak tidak

menjadi masalah. Hal ini terlihat dari pola pemberian air yang menyatakan 53–80 persen

petani melakukan secara genangan dan pergiliran air dilakukan lebih dari 50 persen pendapat

petani menurut letak sawah (Tabel 10.). Hal ini disamping karena daerah contoh kabupaten

Subang merupakan areal irigasi teknis, juga kabupaten ini merupakan bagian wilayah yang

irigasinya dipasok dari Perum Otorita Jatiluhur.

Tabel 10. Keragaan pengairan menurut status petani di kabupaten Subang, Jawa Barat

1999/2000 (%)

No Uraian Petani Insus  Petani 

Teladan Biasa  Non Insus 

1 Pengairan teknis 100.00 100.00 100.00

2 Keberadaan Organisasi Pengelola Air (P3A)

a. Aktif/berkembang 90.00 33.33 93.33

b. Pasif/tidak berkembang 10.00 66.67 -

c. Lainnya - - 6.67

3 Pola pemberian air

a. Terus menerus 80.00 66.67 53.33

b. Intermittend/diatur sesuai kebutuhan 20.00 20.00 33.33

c. Sesuai pergiliran jadual air - 13.33 -

4 Sistem Penggenangan Air Sawah

a. Setinggi genangan 50.00 73.33 53.33

b. Macak-macak 10.00 6.67 26.67

c. Sesuai ketersediaan air 40.00 20.00 6.67

d. Tidak tentu - - 13.33

5 Pergiliran Air di Tingkat Mikro Menurut

a. Letak sawah 50.00 20.00 53.33

b. Sebagian sawah 10.00 13.33 6.67

c. Seluruh sawah 20.00 6.67 13.33

d. Antar saluran tersier 10.00 13.33 -

6 Jumlah N 10 15 15

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 15/24

 

  15

Namun berdasarkan informasi dari aparat Dinas Pekerjaan Umum bahwa jumlah

volume air akhir-akhir ini cenderungan menurun, sehingga jadwal tanam pada musim hujan

yang setiap tahun direncanakan menjadi IV golongan, kadang-kadang berubah menjadi VIII–

X golongan. Sebenarnya dengan bergesernya golongan pembagian air ini memiliki kelebihan

dan kekurangan, kelebihannya adalah dalam konteks distribusi produksi kepada waktu

menjadi lebih baik, sehingga puncak panen (  peak season) tidak terjadi pada waktu yang

bersamaan yang pada gilirannya harga pun menjadi lebih baik. Sedangkan kelemahannya

adalah rentan terhadap serangan hama dan penyakit, karena siklus kehidupan hama dan

penyakit menjadi lebih kondusif.

Pasca Panen dan Penjualan Hasil 

Seperti yang tertera pada Tabel 11., tampak bahwa penanganan pasca panen seperti cara

perontokan, cara dan alat pengeringan masih dilaksanakan secara konvesional, perontokan 60 –

100 persen secara manual (digebot), pengeringan 20-60 persen pada lantai bata merah. Sehingga

diduga kehilangan produksi yang terjadi relatif masih tinggi.

Perlakuan tersebut juga terkait erat dengan sistim penjualan hasil, pada lokasi contoh

sebagian besar kelompok tani contoh menjual gabahnya dalam bentuk Gabah Kering Panen

(GKP)(93-100 persen). Juga penjualan gabah dilakukan kepada tengkulak (67-100 persen),

kecuali pada petani bukan kelompok ada 6,6 persen yang menjual gabah kepada KUD, itupundalam jumlah yang sangat sedikit. Bahkan sekitar 10 persen dari petani yang diteliti

melakukan sistim penjualan hasil dengan cara ”tebasan”, salah satu pertimbangan mereka

adalah untuk menghemat biaya panen (bawon) yang bisa mencapai antara 8-12 persen dari total

nilai produksi.

Pada petani bukan kelompok masih terdapat petani yang menyimpan di gudang gabah

khusus (13,3 persen), dan yang menyimpan dalam karung relatif lebih tinggi dibanding dua

kelompok lainnya (40 persen). Hal ini di samping karena lokasi kelompok ini lebih jauh dari

aksesibilitas jalan (remote), sehingga penawaran gabah para pedagang terhadap petani relatif

lebih rendah, karena pedagang harus memperhitungkan biaya angkut, sehingga petani pada

kelompok ini lebih senang menyimpan gabah dan hal ini sudah terbiasa sejak lama, juga pola

pikir petani untuk selalu ingin menjual gabah lebih sedikit dibanding dengan dua kelompok

yang sudah lebih maju. 

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 16/24

 

  16

Tabel 11. Keragaan Penanganan Pasca Panen dan Pemasaran Menurut StatusPetani di kabupaten Subang, Jawa Barat 1999/2000 (%)

No UraianPetani Insus Petani

Teladan Biasa Non Insus

1 Cara Perontokan

a. Tidak dirontok (tebasan) - 6.67 20.00b. Munual/digebot/pukul 100.00 93.33 60.00

2 Cara Pengeringan

a. Tidak dikeringkan (jual GKP) 100.00 100.00 66.67

b. Dijemur secara manual - - 33.33

3 Alat Penjemuran

a. Dijemur di lantai jemur 60.00 20.00 40.00

b. Dijemur dengan alas terpal - 6.67 20.00

c. Dijemur di jalan tanpa alas 10.00 26.67 20.00

d. Lainnya 30.00 46.67 20.00

4 Cara Penyimpanan

a. Tidak disimpan (langsung dijual) 60.00 80.00 26.67

b. Gudang khusus - - 13.33

c. Karung dalam rumah 20.00 20.00 40.00

d. Lainnya 20.00 - 6.67

5 Bentuk komoditas yang dijual

a. Gabah 100.00 100.00 93.33

b. Beras - - -

6 Tempat Pemasaran

a. Tengkulak 100.00 66.67 86.67

b. Pedagang desa/kecamatan - 33.33 -

c. KUD - - 6.67

7 Jumlah N 10 15 15

Produksi dan Pendapatan Usahatani 

Tingkat pendapatan usahatani relatif berbeda antara kelompok petani contoh. Pada

kelompok pentani yang maju penerimaan mencapai Rp 8,4 juta per hektar, sementara pada

kelompok biasa dan bukan kelompok masing-masing hanya mencapai Rp 5,2 dan Rp 4,9 juta

per hektar. Perbedaan ini lebih banyak disebabkan oleh perbedaan penggunaan varietas yang

ditanam, dimana pada kelompok tani maju menanam padi ”ketan” dengan harga yang jauh

lebih tinggi dari varietas-varietas pada kelompok tani lainnya. Disamping tingkatproduktivitasnya relatif lebih tinggi (Tabel 12., dan 13.).

Dengan total biaya pada kelompok teladan, biasa dan bukan kelompok masing-masing

Rp 2,9; Rp 1,9 dan Rp 2,1 juta per hektar, maka tingkat keuntungan dengan tampa

memperhitungkan nilai sewa lahan masing-masing adalah Rp 5,5; Rp 3,3 dan Rp 2,8 juta per

hektar atau dengan R/C rasio masing-masing 2,86; 2,76 dan 2,30. Namun apabila

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 17/24

 

  17

diperhitungkan nilai sewa lahan maka tingkat keuntungan pada masing-masing kelompok

petani contoh turun drastis masing-masing menjadi Rp 2,3; Rp 0,5 dan Rp 0,3 juta per hektar

(Tabel 12).

Tabel 12. Rata-Rata Keragaan Input-Output Usahatani Padi per Hektar, Musim Hujan1999/2000

U r a I a nKelompok Kelompok Non

Teladan Biasa Kelompok

I. Nilai Produksi Kotor 8,380,881 5,245,346 4,908,503

II. Biaya Produksi :

1. Sewa Traktor 193,346 191,277 203,344

2. Ternak (baik DK maupun LK) - - -

3. Tenagakerja : 1,563,618 1,044,334 989,152

a. Membuat Persemaian 21,415 17,553 20,412b. Menyemai 14,761 12,367 20,995

c. Mengolah lahan 96,767 89,761 141,719

e. Menanam 195,689 191,277 203,344

f. Memupuk (I,II,III) 33,037 45,479 32,076

g. Menyiang (I,II,III) 95,595 84,973 103,810

h. Menyemprot (I,II,III) 66,073 43,883 77,566

I. Panen & Pasca Panen 1,040,281 559,041 389,230

4. Benih 60,000 65,000 35,886

5. Pupuk (termasuk untuk persemaian) 496,916 385,684 353,596

a. Urea 173,134 190,138 210,323

b. TSP/SP-36 191,214 165,106 130,793

c. KCL 81,162 29,375 -

d. ZA - - -

e.Lainya ( ) 30,553 1,064 12,481

f. Lainya ( ) 20,853 - -

6. Obat-obatan 466,071 118,521 217,185

a. Padat 144,089 21,904 49,145

b. Cair 321,982 96,616 168,040

7. Biaya Lain (Permusim) 158,351 124,641 113,375

a. Iuran air irigasi 38,247 30,133 36,295

b. Pajak tanah 120,103 94,508 77,080

c. Sewa tanah - - -

III. Total Biaya 2,927,773 1,899,655 1,912,539IV. Keuntungan (Rp/ha) 5,442,581 3,315,890 2,966,850

V. R/C rasio 2.86 2.76 2.57

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 18/24

 

  18

Pangsa biaya faktor produksi yang terbesar di luar pangsa nilai sewa lahan sawah

adalah biaya tenagakerja. Dengan urutan kelompok yang sama masing-masing 18,7; 19,9 dan

20,2 persen. Sementara pangsa biaya pupuk sebenarnya pada semua kelompok kurang dari 10

persen (5,93–9,91 persen). Pangsa total biaya diluar sewa lahan masing-masing adalah 34,9; 36,2

dan 43,4 persen, sedangkan pangsa nilai sewa itu sendiri masing-masing 37,6; 53,4 dan 50,9

persen (Tabel 12). Dengan demikian pada kondisi situasi ekonomi pertanian seperti sekarang

usahatani padi bagi penggarap sudah tidak menggairahkan lagi.

Tingkat penerapan teknologi usahatani apabila dibadingkan dengan paket anjuran

penerapan teknologi usahatani, tampak bahwa yang paling tinggi justru pada bukan kelompok.

Pada kelompok tani teladan justru penerapan paket teknologi 10 persen di bawah paket anjuran

dan penggunaan KCL 40 persen lebih rendah, kecuali penggunaan pupuk TSP/SP36 50 persen

lebih tinggi dari paket anjuran. Namun perlu penjelasan disini, bahwa lebih tingginya

penggunaan pupuk P lebih disebabkan oleh banyaknya penggunaan pupuk alternatif, seperti

SP-27, dan “buta ijo” yang kandungan unsur haranya lebih rendah. Pada kelompok biasa

penggunaan pupuk 30 persen lebih rendah dari anjuran, yang terdiridari urea 10 persen dan

KCL 70 persen lebih rendah, kecuali pada kasus TSP/SP yang masalahnya sama dengan

kelompok sebelumnya (Tabel 13).

Tabel 13. Selisih Rata-Rata Penggunaan Faktor Produksi Dibanding Anjuran, MusimHujan 1999/2000

U r a I a nKelompok Teladan Kelompok Biasa Bukan kelompok

Average Anjuran Selisih Average Anjuran Selisih Average Anjuran Selisih

 

I. Produksi Kotor (GKP) 6,319 7,000 0.90 5,439 7,000 0.78 4,817 7,000 0.69

II. Faktor Produksi

1. Benih 24 25 0.96 26 25 0.63 26 25 0.63

2. Pupuk 407 450 0.90 328 450 0.73 313 450 0.70a. Urea 181 200 0.90 191 200 0.96 200 200 1.00

b. TSP/SP-36 151 100 1.51 116 100 1.16 110 100 1.10

c. KCL 51 75 0.67 21 75 0.28 - 75 -

d. ZA - 75 - - 75 - - 75 -

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 19/24

 

  19

Motivasi Terhadap Program Intensfikasi 

Hampir semua petani (100 persen) menyatakan bahwa urutan pertama sumber

pengetahuan petani adalah dari petugas penyuluhan (PPL) dan urutan kedua adalah dari

sesama petani (60-93 persen) dan urutan ketiga adalah pengikuti program pemerintah (60-80

persen). Dengan demikian dapat diartikan bahwa betapa masih diperlukannya adanya

kehadiran penyuluh bagi peningkatan penyuluhan pertanian di pedesaan. Namun yang perlu

dipertanyakan sejauh mana efektivitas penyampaian inovasi dapat diadopsi oleh petani. Dari

informasi yang diperoleh dari para penyuluh, bahwa pada saat ini yang bersamaan dengan era

reformasi petani lebih memiliki kebebasan untuk memilih dan mengevaluasi materi yang

disuluhkan. Tetapi dengan adanya pernyataan bahwa sumber pengetahuan itu berasal dari

sesama petani, berati proses meniru setelah memiliki keyaninan dari inovasi yang disuluhkan

masih melekat pada diri petani. Oleh karena itu metoda penyuluhan dengan media ”demfarm” 

tampaknya diperlukan kembali.

Motivasi petani untuk mengikuti program intensifikasi tampak lebih dipengaruhi oleh

sejauh mana manfaat yang akan dirasakan oleh petani terutama yang menyangkut peningkatan

pengetahuan, hasil/produksi dan pendapatan. Pada semua kelompok tani dan bukan

kelompok 70-90 persen menyatakan demikian (Tabel 14.).

Peranan Institusi Penunjang  

Pada Tabel 15., menginformasikan bahwa lembaga penunjang yang masih dirasakan

menunjang bagi petani adalah lebaga finansial kredit yaitu BRI, walaupun hanya menyatakan

sebagian petani 13-40 persen sebagai sumber kredit pertanian, dan 20 persen sebagai sumber

kredit non pertanian. Sedangkan KUD hanya bisa dirasakan oleh petani dalam kegiatan

pengadaan saprotan (6-50 persen), padahal harapan KUD hendaknya mampu membeli

produksi dengan harga yang menjamin keuntungan.

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 20/24

 

  20

Tabel 14. Motivasi Petani, Sumber Pengetahuan dan Jenis Program IntensifikasiMenurut Status Petani di Subang, Jawa Barat 1999/2000

No UraianPetani Insus Petani

Teladan Biasa Non Insus

1 Sumber Petai Tahu Teknologi Pertaniana. PPL/Petugas Pertanian 100.00 93.33 100.00

b. Mengikuti Program Pemerintah 60.00 80.00 73.33

c. Sesama petani 60.00 93.33 86.67

d. Orang tua 60.00 53.33 40.00

e. Pamong desa 50.00 26.67 73.33

2 Terakhir mengikuti program Insus

a. IP-300/Gema Palagung 30.00 46.67 13.33

b. Proyek Ketahanan Pangan 10.00 13.33 13.33

c. Tidak ikut 30.00 6.67 53.33

d. Lainnya 20.00 6.67 20.00

3 Motivasi Petani Mengikuti Program Insus

a. Memperoleh pengetahuan lebih baik 90.00 66.67 86.67

b. Memperoleh bantuan modal/saprotan 50.00 73.33 20.00

c. Meningkatkan hasil 80.00 66.67 86.67

d. Diwajibkan oleh aparat 30.00 46.67 13.33

e. Tidak tahu - 6.67 6.67

4 Terjadi Peningkatan Aplikasi Teknologi

a. Ya 100.00 73.33 80.00

b. Tidak - 20.00 13.33

5 Peningkatan Aplikasi Teknologi pada :

a. Penggunaan benih 70.00 86.67 66.67

b. Penggunaan pupuk 80.00 80.00 80.00

c. Penggunaan pestisida 80.00 66.67 46.67d. Pada teknologi budidaya 70.00 80.00 53.33

6 Terjadinya Peningkatan Produksi

a. Ya 100.00 80.00 86.67

b. Tidak - 20.00 13.33

7 Terjadi Penignkatan Pendapatan

a. Ya 70.00 73.33 66.67

b. Tidak 30.00 26.67 32.33

8 Jumlah N 10 15 15

Peranan lembaga penyuluhan, tampak perlu lebih dipertimbangkan lagi terutama

dalam kepastian lebaga tersebut baik status dan pendanaan untuk menyampaikan metoda-

metoda penyuluhan yang lebih proaktif kepada petani di pedesaan. Hal ini penting karena dari

pengumpulan data 50-90 persen petani menyatakan bahwa peranan PPL cukup membantu

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 21/24

 

  21

mereka terutama dalam hal penyuluhan individu, kelompok, pelayanan saprotan dan sumber

informasi saprotan serta membantu informasi pemasaran hasil (Tabel 15).

Tabel 15. Peranan Institusi Penunjang Menurut Sstatus Petani di Subang, Jawa Barat

1999/2000

No UraianPetani Insus Petani

Teladan Biasa Non Insus

1 KUD

a. Pengadaan saprodi 50.00 6.67 33.33

b. Pemasaran - - -

c. Fasilitas lantai jemur/huller - - -

2 BRI

a. Kredit pertanian 40.00 20.00 13.33

b. Kredit non pertanian 20.00 20.00 -

3 PPL

a. Penyuluhan individu 80.00 73.33 86.67

b. Penyuluhan kelompok 90.00 80.00 86.67

c. Pelayanan saprodi 70.00 53.00 60.00

d. Pemasaran hasil 30.00 20.00 -

4 Jumlah N 10 15 15

Partisipasi Petani dalam Intensifikasi

Partisifasi petani dalam setiap program intensifikasi relatif tinggi, hal ini dicirikan

dengan adanya kegiatan pertemuan kelompok tani yang menanyakan sebagian besar petani

(33,33 – 53,33 persen) mengadakan pertemuan lebih dari dua kali dan 30–60 persen petani turut

serta dalam pertemuan tersebut (Tabel 16.). Indikasi lain besarnya partisipasi petani dalam

intensifikasi adalah kesadaran petani sendiri (70-100 persen) menyatakan atas kesadaran

sendiri untuk mengikuti program insus.

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 22/24

 

  22

Tabel 16. Partisipasi Petani dalam Program Intensifikasi Menurut Sstatus PetaniDi Kabupaten Subang, Jawa Barat 1999/2000

No UraianPetani Insus Petani

Teladan Biasa Non Insus

1 Keikutsertaan petani dalam program Insus

Waktu pertama kali ikuta. Kesadaran sendiri 70.00 53.33 46.67

b. Terpengaruh tentangga 10.00 26.67 33.33

c. Pelayanan saprodi 20.00 - 20.00

d. Produksi meningkat - 6.67 -

2 Cara Mengatasi ketidak sesuaian Paket Kredit

a. Membeli sendiri 80.00 20.00 -

b. Menggunakan sisa musim sebelumnya 10.00 33.33 53.33

c. Ngutang dari pedagang saprotan 10.00 - 26.67

d. Minjam tetangga - 26.67 6.67

e. Tidak ada usaha mengatasi - 20.00 13.33

3 Faktor yang mempengaruhi Petani TidakMenerapkan Teknologi Secara Optimal

a. Tingkat pendidikan 30.00 13.33 -

b. Modal 30.00 33.33 80.00

c. Status pemilikan lahan 10.00 13.33 20.00

d. Aksebilitas terhdp pasar input 10.00 26.67 -

e. Harga input yang tinggi - 6.67 -

4 Sumber Pendapatan Utama Petani

a. Usahatani padi 90.00 86.67 86.67

b. Peternakan - 6.67 6.67

c. Buruh tani 10.00 - -

d. Non pertanian - 6.67 6.67

5 Jumlah N 10 15 15

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKSANAAN

Kesimpulan

Respon petani terhadap penerapan intensifikasi usahatani pada saat ini sangat

tergantung pada seberapa jauh teknoogi tersebut dapat meningkatkan pengetahuan, produksi

dan pendapatan petani. Apabila dalam suatu kondisi ada dua pilihan, maka respon petani

lebih memilih komponen teknologi yang dapat meningkatkan pendapatan walaupun resiko

kegagalan relatif tinggi.

Dinamika respon petani terhadap teknologi intensifikasi, relatif stabil pada komponen

teknologi yang tidak secara langsung sensitif merubah profitabilitas usahatani padi, seperti cara

tanam, pengolahan lahan, pengairan. Tetapi sebaliknya pada komponen teknologi yang sensitif

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 23/24

 

  23

terhadap perubahan profitabilitas dinamika respon petani terhadap adopsi inovasi sangat

tinggi, misalnya terhadap benih, pupuk, tenagakerja dll.

Dinamika respon petani tersebut terjadi sejalan (inline) dengan tingkat kemajuan

kelompok tani. Semakin maju kelompok tani, maka semakin tinggi dinamika respon petani

terhadap faktor-faktor teknologi yang sensitif terhadap perubahan profitabilitas usahatani padi.

Sifat hati-hati pada petani, dengan pertimbangan rasio biaya korbanan dan pendapatan

masih melekat pada diri petani masing-masing, sehingga implikasinya adalah metoda

penyuluhan yang hanya mengandalkan teoritis menjadi sangat tidak efektif dan diduga media

“demfarm” dengan memberikan contoh keberhasilan teknologi kepada petani menjadi lebih

diperlukan lagi, namun hal ini perlu persiapan materi dan biaya yang cukup dari pemerintah.

Pada saat ini petani sudah kebal dan tidak peduli lagi dengan kondisi harga faktor-

faktor input seperti pupuk dan pestisida, namun yang sangat di khawatirkan dan ditakuti oleh

petani adalah tidak termajinnya pemasaran dan jatuhnya harga produksi sampai pada tingkat harga

yang paling tidak menguntungkan. Karena yang terbayang oleh petani adalah hutang

pengembalian kredit yang pasti menjadi beban pikiran petani. Harapan petani, pemerintah

mampu membantu mengurangi ketidak pastian usahatani padi melalui jaminan pasar dan

harga, atau mungkin semacam asuransi khusus untuk pertanaman petani.

Implikasi Kebijaksanaan

Pada era reformasi seperti ini, yang juga ditunjang oleh kebijaksanaan Pemerintah masa

lalu seperti Undang-Undang Budi Daya Tanaman, petani memiliki kebebasan untuk memilih

komoditi dan komponen teknologi yang menurut petani lebih “menguntungkan”. Sehingga

pengkajian mengenai efektivitas teknologi intensifikasi perlu dilakukan sesuai dengan

perubahan-perubahan yang terjadi di lapangan baik perubahan fisik lingkungan maupun sosial

ekonomi. Karena pada saat ini petani akan memilih teknologi bukan saja yang dapat

meningkatkan produksi tetapi juga meningkatkan pendapatan.

Bentuk-bentuk penyuluhan dalam rangka introduksi teknologi bagi petani perlu

diadakan reorientasi lagi, karena petani pada saat ini memiliki kebebasan untuk menolak dan

menuntut manakala teknologi yang diintroduksikan tidak memiliki efektivitas terhadap

peningkantan produksi dan pendapatan. Sebagai contoh banyak kasus petani tidak mau

membayar pestisida, disebabkan toksisitas pestisida tersebut sangat rendah. Dengan demikian

5/11/2018 Intensifikasi Padi Hasra OKK - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/intensifikasi-padi-hasra-okk 24/24

 

  24

bentuk menyuluhan pada saat ini lebih dituntut memberikan “contoh” bukan hanya teori dan

intruksi.

  Jaminan pemasaran hasil-hasil pertanian, tampaknya suatu kondisi yang sangat

diharapkan oleh petani. Oleh karena itu kebijaksanaan pemerintah yang lebih bijaksana

terhadap komoditi pertanian masih tetap diperlukan. Kebijaksanaan tidak saja hanya menjamin

harga dan pemasaran, tetapi juga mengkondisikan agar sistem agribisnis pertanian menjadi

kondusif, baik sejak jaminan ketersediaan faktor input seperti pupuk, pestisida, benih, pasar

output, alat pertanian dll.

Untuk menjamin kondisi yang kondusif bagi petani dalam melakukan usahatani, maka

pemerintah perlu terus memantau terhadap spekulasi-spekulasi yang dapat mengganggu

sistem usahatani padi, baik yang menyangkut ketersediaan sarana produksi (pupuk, benih,

pestisida) maupun pasar output dan menegakan supremasi hukun dengan tegas kepada setiap

pihak yang mencoba melakukan instabilitas sistem tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2000. Pengkajian Mengenai Penerapan Intensifikasi Usahatani Padi Sawah. PusatPenelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Bogor.

  ____________. 2000. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura.Kabupaten Subang dan Propinsi Jawa Barat.

 ____________. 2000. Laporan Sekretiat Harian Pengendali Bimas Kabupaten Subang. Subang.

 ____________. 1999. Kabupaten Subang Dalam Angka. BPS. ____________. 1999. Propinsi Jawa Barat Dalam Angka. BPS.Irawan, B; Supena F.; Ade S.; Iwan S. A.; Nainy A. K.; Bambang R. dan Budy W. 2000. Laporan Hasil

Penelitian. Prumusan Model Kelembagaan Reservasi Lahan Pertanian. Pusat Penelitian Sosial

Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Kasryno, F. 1995. Propek Pertanian Indonesia dan Antisipasi Dalam Menghadapi PasinganGlobal. Makalah disampaikan pada Pertemuan Teknis di P3GI Pasuruan Tanggal 29-30Nopember 1995.

Rasahan, C.A. 1996. Perspektif Strategi Ketenagakerjaan Pertanian Dalam RangkaMeningkatkan Produktivitas Pertanian.

Tabbor, SR., HH. Dillon and M. H. Sawit. 1999. Understanding The Food Crisis: Supply,Demand or Policy Failure ?. Paper Presented at International Seminar on AgriculturalSector During the Turbulance of Economic Crisis: Lesson and Future Derections, Bogor,17-18 February 1999.