investment law journal

Upload: januar-abdul-razak

Post on 09-Oct-2015

112 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tinjauan hukum penanaman modal terhadap PT. Morotai Marine Culture

TRANSCRIPT

Tinjauan Hukum Penanaman Modal terhadap Kasus PT. Morotai Marine Culture dengan Pemerintah Daerah Pulau Morotai

Tinjauan Hukum Penanaman Modal terhadap Kasus PT. Morotai Marine Culture dengan Pemerintah Daerah Pulau Morotai"Penanaman modal dalam negeri" didefinisikan sebagai sebuah aktivitas menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. PT MMC merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan mutiara dan perikanan yang beroperasi di wilayah Maluku Utara. Sengketa dimulai ketika Pemerintah Daerah Pulau Morotai mengeluarkan Surat Keputusan untuk melakukan penutupan sementara operasi PT. MMC karena dinilai tidak memiliki izin dan terdapat pelanggaran hukum yang telah dilakukan. Melalui Putusan PTUN yang dimenangkan oleh PT. MMC, dilakukan analisa dari perspective hukum investasi yang membawa implikasi preseden buruk bagi Pemerintah Daerah di era otonomi daerah. Terdapat ketidakjelasan dalam hal implementasi pendelegasian kewenangan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat pasca otonomi daerah, dimana Pemerintah Daerah Morotai seharusnya memiliki kewenangan untuk melakukan penutupan sementara PT. MMC yang masuk dalam yuridiksi wilayah hukumnya. Kata Kunci: Penanaman Modal Dalam Negeri.

Kelompok 5Audy Bayu Putra Setiono, 1306493865Dobby Martino, 1306494003Muhammad Rendy F, 1306494602Fatimah Kusumawardani, 1306494073Wilson Wijaya, 1306494956Wiwit Nursetyanto, 1306494962

Daftar IsiDaftar Isi2Abstrak3Abstract3I.PENDAHULUAN4A.Latar Belakang4B.Rumusan Masalah7II.LANDASAN TEORI7A.Penanaman Modal Daerah7B.Profil PT. Morotai Marine Culture10C.Desentralisasi Investasi13III.PEMBAHASAN15A.Analisa Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon dengan putusan nomor 17/G.Tun/ABN tanggal 13 September 2012 dalam Kasus PT. MMC Vs Pemerintah Daerah Pulau Morotai dan Kewenangan Pemerintah Daerah15B.Implikasi Disharmonisasi Hukum Investasi19IV.PENUTUP22A.Kesimpulan22B.Saran22V.DAFTAR PUSTAKA23A.Buku23B.Peraturan Perundang-Undangan23C.Surat Kabar dan Internet23VI.SESI TANYA JAWAB25

Tinjauan Hukum Penanaman Modalterhadap KasusPT. Morotai Marine Culture dan Pemerintah Daerah Pulau Morotai

Abstrak

"Penanaman modal dalam negeri" didefinisikan sebagai sebuah aktivitas menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. PT MMC merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan mutiara dan perikanan yang beroperasi di wilayah Maluku Utara. Sengketa dimulai ketika Pemerintah Daerah Pulau Morotai mengeluarkan Surat Keputusan untuk melakukan penutupan sementara operasi PT. MMC karena dinilai tidak memiliki izin dan terdapat pelanggaran hukum yang telah dilakukan. Melalui Putusan PTUN yang dimenangkan oleh PT. MMC, dilakukan analisa dari perspective hukum investasi yang membawa implikasi preseden buruk bagi Pemerintah Daerah di era otonomi daerah. Terdapat ketidakjelasan dalam hal implementasi pendelegasian kewenangan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat pasca otonomi daerah, dimana Pemerintah Daerah Morotai seharusnya memiliki kewenangan untuk melakukan penutupan sementara PT. MMC yang masuk dalam yuridiksi wilayah hukumnya. Kata Kunci: Penanaman Modal Dalam Negeri.

Abstract

Domestic investment defined as an investing activity to do business in the territory of the state of the Republic of Indonesia that is carried out by a domestic investor by use of domestic capital. PT.MMC is a domestic investment company that engages in pearl exploration and fishing industries in Morotai District, North Maluku. The dispute between PT. MMC and Morotai Municipalhas arose since the issuance of Municipals Decree to terminate the operation of PT. MMC temporary due to its work permit issues and violation against the law. An Analysis emphasize on investment perspective of TheAdministrative Court Settlementimplication whichhas decided to win over PT.MMCagainst Morotai Municipal,overcomes an awful precedent to the local govevernment in decentralization era. Besides, the vagueness on implementation of divolution and distribution of power occured among the central and local governements post desentralization, whereas the issuance of Municipals Decree to temporary terminate PT. MMC operation supposed to be legal as Morotai Municipals authority under his jurisdiction. Keywords: Domestic Investment.

I. PENDAHULUANA. Latar Belakang

Penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional adalah latar belakang penanaman modal dalam negeri untuk mempertinggi kemakmuran rakyat, modal merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan. Untuk itu, perlu diselenggarakan pemupukan dan pemanfaatan modal dalam negeri dengan cara rehabilitasi pembaharuan, perluasan, pembangunan dalam bidang produksi barang dan jasa serta perlu diciptakan iklim yang baik dan ditetapkan ketentuan-ketentuan yang mendorong investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia.[footnoteRef:2] [2: Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Alumni, 2009), hlm. 7.]

Kecermatan pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan lokal dan peraturan daerah yang menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia bisnis dan investasi turut mendukung terciptanya iklim investasi yang baik. Perizinan dan perpajakan penanam modal daerah juga harus memenuhi perizinan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, antara lain: izin usaha, lokasi, pertanahan, perairan, eksplorasi, hak-hak khusus, dan sebagainya.Tujuan utama para investor dalam menanamkan investasinya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.Walaupun para investor telah menjalankan usahanya dengan baik, tidak tertutup kemungkinan usaha yang dijalankannya menimbulkan persoalan dengan pihak pemerintah maupun masyarakat sekitarnya. Salah satu permasalahan terkait penanaman modal daerah yang akan dikaji pada jurnal ini adalahsengketa antara pemerintah daerah Morotai, Maluku Utara dengan PT. Morotai Marine Culture (PT. MMC) yang ditempuh dengan jalur litigasi.Kronologis kasus PT. Morotai Marine Culture (PT. MMC) dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Morotai adalah sebagai berikut:1. Pada 11 Oktober 2007 - Telaahan hukum Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara sebagai Kabupaten Induk2. Tahun 2008 Pemekaran Kabupaten Morotai.3. Tahun 2012 - Dilakukan tindakanpenertiban oleh Pemkab Pulau Morotai, dimana hal ini bermula dari kritikan DPRD Morotai kepada Bupati untuk melakukan penertiban beberapa perusahaan yang tidak memiliki izin usaha (SIUP), setelah Morotai dimekarkan menjadi Kabupaten.Salah satu perusahaan yang tidak memiliki izin usaha adalah PT MMC.4. Pada 13 Februari 2012 - Dikeluarkannya SK Bupati Nomor 533 tentang Penghentian Sementara Kegiatan Operasi.Kemudian, perusahaan yang bergerak dalam usaha budi daya ikan dan kerang mutiara di desa Ngele-Ngele Besar, Kecamatan Morotai Selatan Barat itu melakukan perlawanan atas SK Bupati Nomor 533 tentang Penghentian Sementara Kegiatan Operasi.Pertimbangan hukum yang mendasari keluarnya keputusan Bupati tersebut adalah sebagai berikut:[footnoteRef:3] [3: Hendra Karianga,Pertikaian Hukum Sengketa PT.MMC VS PemKab Pulau Morotai,Malut Post, (2 November 2013), hlm. 6.]

a. Adanya telaahan hukum Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara sebagai Kabupaten Induk, yang pada pokoknya menegaskan bahwa PT.MMC telah melakukan wanprestasi dalam penguasaan Pulau Ngele-ngele Kecil yang tidak berdasarkan pada kaidah-kaidah hukum normatif sehingga Kabupaten Halmahera Utara berhak melakukan penutupan kegiatan PT. MMC.b. PT.MMC dalam melakukan budidaya ikan kerapu tidak memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).c. Dalam melakukan usaha pembudidayaan mutiara sesuai dokumen UKL/UPL luas areal usaha PT.MMC adalah 4,5 Ha namun pada kenyataannya melebihi 4,5 Ha yakni 10Ha sehingga mengganggu lalu lintas laut dan mempersempit ruang gerak nelayan tradisional dalam mencari ikan.d. Dalam pembangunan infrastruktur PT. MMC menggunakan material fisik berupa terumbu karang dan mangrove serta dalam pengelolaan lingkungan perusahaan tidak memiliki AMDAL.e. PT.MMC tidak melaksanakan Standar Prosedural Ketenagakerjaan.f. PT.MMC tidak memiliki izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan sendiri dan izin pengambilan air bawah tanah.g. PT.MMC melalui pengurus perusahaan berkonspirasi dengan oknum Kepala Desa Ngele-ngele Besar, telah melakukan pengusiran terhadap masyarakat Desa Ngele-Ngele besar sehingga terjadi eksodus ke Dusun Kaka, Desa Cocomare, Kec. Morotai Selatan sebanyak 90 Kartu Keluarga/KK.h. PT.MMC tidak memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Morotai karena PT.MMC tidak pernah melaksanakan tanggung jawabnya kepada masyarakat lingkar perusahaan berupa bantuan CSR (Corporate Social Responsibility) dan kepatuhan pungutan daerah wajib atas perusahaan yang melakukan eksplorasi serta usaha di wilayah tersebut. PT. MMC tidak memenuhi kewajiban kepada daerah atas pungutan-pungutan sebagaimana ketentuan Pasl 2 PP No. 62 tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan. Akibatnya, Pemda yang didukung DPRD setempat mengeluarkan keputusan untuk menutup PT MMC.[footnoteRef:4]Atas surat tersebut, dilakukan eksekusi dengan menutup paksa aktivitas PT MMC. Penutupan secara paksa tersebut melibatkan masyarakat lokal sehingga terjadi perusakan fasilitas perusahaan, termasuk adanya aksi penjarahan terhadap fasilitas PT MMC.[footnoteRef:5] [4: Riady John, Selesaikan Kasus Morotai dengan Bijak, http://www.suarapembaruan.com/home/ selesaikan-kasus-morotai-dengan-bijak/20405, 25 Februari 2014.] [5: Anton, Abdulkarim, Bupati dan Wabup Jadi Tersangka Kasus Morotai, http://regional.kompas.com/ read/2013/04/05/19472438/Bupati.dan.Wabup.Morotai.Jadi.Tersangka.Perusakan.PT.MMC, 5 April 2013.]

Sementara itu, PT. MMC merasa punyak hak untuk investasi di Morotai, karena mendapat izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta mendapat persetujuan dari Kabupaten Halmahera Utara, yang merupakan induk dari Kabupaten Morotai sebelum dimekarkan.Perusahaan ini telah beroperasi selama enam tahun terakhir di Morotai.Pihak perusahaan menilai, penutupan itu tindakan sepihak dan meminta Menteri Kelautan dan Perikanan, Cicip Sutardjo turun tangan.PT. MMC juga membatah tuduhan atas tidak adanya dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).Sehingga PT MMC merasa bahwa izin perusahaanya legal, dimana usaha yang dimiliki MMC ada tiga titik koordinat. Satu titik luasnya 73 hektar, sementara PT. MMC baru mengelola 153 hektar, sisa 70 hektar.[footnoteRef:6]Oleh karena itu, terjadi upaya perlawanan dari PT MMC sehingga keributan antara kedua belah pihak terjadi, yang berujung pada laporan PT MMC ke Polda Maluku Utara. Pihak kepolisian begitu cepat merespon laporan tersebut dengan menahan lima pegawai Pemkab serta menetapkan Bupati dan Wakil Bupati sebagai tersangka. [6: Agus Supriatna, PT, Morotai Marine Culture Protes Bupati Morotai. http://www.itoday.co.id/ politik/pt-morotai-marine-culture-protes-bupati-morotai, 22 May 2012.]

5. Pada 9 Maret 2013 - Pemda Kepulauan Morotai juga sebenarnya telah membuat laporan illegal fishing yang dilakukan PT. MMC di desa Ngele-Ngele Besar, Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai, pada 9 Maret 2013. Terdapat empat laporan, pertama dari Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, kemudian kedua Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, ketiga Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan keempat dari Kepala Dinas Pengendalian Lingkungan Hidup daerah Kabupaten Pulau Morotai, namun laporan tersebut tidak ditindaklanjuti. Kemudian dilakukan laporan ke Mabes Polri karena pihak Polda Maluku Utara dianggap tidak profesional dan terkesan berpihak kepada PT. MMC.[footnoteRef:7] [7: Pengadilan Tinggi Maluku Utara, Putusan Nomor: 16/PDT/2013/PT. MALUT,hlm. 3. Pengadilan Tinggi Maluku Utara memeriksa dan mengadili perkara perdata pada peradilan tingkat banding yang diajukan oleh Bupati Pulau Morotai Rusli Sibua ke Pengadilan Tinggi Maluku Utara, atas putusan Pengadilan Negeri Tobelo nomor: 28/Pdt.G/2012/PN.TBL. yang sebelumnya juga memenangkan gugatan dari PT. MMC dan menghukum ganti rugi Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah Pulau Morotai; Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kepala Satuan Polisi dan Pamong Praja, Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Morotai. ]

Polda Malut menetapkan Bupati dan Wakil Bupati Pulau Morotai sebagai tersangka dalam kasus perusakan dan penjarahan fasilitas PT MMC ini setelah pihak penyidik mengantongi bukti kuat keterlibatan keduanya dari keterangan para saksi.Saksi-saksi yang sudah diperiksa penyidik Polda Malut merupakan pejabat di lingkup Pemkab Pulau Morotai. Massa dari daerah setempat merespon dengan menduduki kantor Polsek Morotai memprotes penetapan Bupati Morotai Rusli Sibua dan Wakil Bupati Weni Paraisu sebagai tersangka kasus perusakan fasilitas PT.MMC.Kemudian, PT. MMC melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Tobelo yang dimenangkan oleh PT. MMC. Atas hasil putusan tersebut, selanjutnya diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Maluku Utara dan melalui putusan nomor 16/PDT/2013/PT. MALUT,dihasilkan putusan bahwa Pengadilan Tinggi Maluku Utara mengabulkan tuntutan PT. MMC untuk sebagian, yang pada intinya menyatakan bahwa Bupati Pulau Morotai telah melakukan perbuatan melawan hukum serta menghukum ganti rugi secara materiil dan immaterial.[footnoteRef:8] [8: Ismed Eka Kusuma, Pemda Kabupaten Morotai Laporkan Illegal Fishing PT. MMC ke Mabes Polri.http://www.aktual.co/hukum/234918pemda-kepulauan-morotai-laporkan-illegal-fishing-pt-mmc-ke-mabes-polri, 7 November 2013.]

Sengketa ini juga telah diproses melalui gugatan dari PT. MMC ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon dengan putusan nomor 17/G.Tun/ABN tanggal 13 September 2012, meminta Bupati Pulau Morotai Rusli Sibua agar segera mencabut SK Bupati nomor 500/33/PM/2012 tentang penutupan sementara operasional PT MMC, dimana dalam kasus ini dimenangkan oleh PT. MMC. Putusan PTUN tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam analisa perspektif penanaman modal daerah.B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah atas jurnal ini, yaitu:

1. Bagaimana implikasi hukum atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon dengan putusan nomor 17/G.Tun/ABN atas kasus PT. MMC vs Pemda Morotai terhadap penanaman modal daerah dan kewenangan Pemerintah Daerah untuk menghentikan usaha PT. MMC?2. Apakah implikasi atas disharmonisasi hukum terhadap praktek penanaman modal di Indonesia?

II. LANDASAN TEORIA. Penanaman Modal DaerahPenanaman modaldidefinisikan sebagai segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.Sementara itu, penanaman modal dalam negerididefinisikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.[footnoteRef:9] [9: Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007, pasal 1.]

Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur didalam Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.[footnoteRef:10] [10: Amiruddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 3.]

Penanam modal dalam negeri dapat dilakukan oleh perseorangan WNI, badan usaha negeri, dan/atau pemerintah negeri yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.Penanaman modal harus diselenggarakan berdasarkan asas berikut ini:[footnoteRef:11] [11: Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007, Pasal 3.]

1. Kepastian hukum;Yang dimaksud dengan "asas kepastian hukum" adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.

2. Keterbukaan;Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.3. Akuntabilitas;Yang dimaksud dengan "asas akuntabilitas" adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.4. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara;Yang dimaksud dengan "asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara" adalah asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya.5. Kebersamaan;Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.6. Efisiensi berkeadilan;Yang dimaksud dengan "asas efisiensi berkeadilan" adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usahauntuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.7. Berkelanjutan;Yang dimaksud dengan "asas berkelanjutan" adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.8. Berwawasan lingkungan;Yang dimaksud dengan "asas berwawasan lingkungan" adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.9. Kemandirian; Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.10. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional" adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.Undang-undang juga menyebutkan tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:[footnoteRef:12] [12: Ibid, Pasal 3.]

1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; 2. Menciptakan lapangan kerja; 3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; 4. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; 5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; 6. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; 7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi rill dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Undang-undang mengatur hak, kewajiban dan tanggung jawab penanam modal, bahwa setiap penanam modal berhak mendapat:[footnoteRef:13] [13: Ibid, Pasal 14.]

1. Kepastian hak, hukum, dan perlindungan; Yang dimaksud dengan "kepastian hak" adalah jaminan Pemerintah bagi penanam modal untuk memperoleh hak sepanjang penanam modal telah melaksanakan kewajiban yang ditentukan.Yang dimaksud dengan "kepastian hukum" adalah jaminan Pemerintah untuk menempatkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai landasan utama dalam setiap tindakan dan kebijakan bagi penanam modal.Yang dimaksud dengan "kepastian perlindungan" adalah jaminan Pemerintah bagi penanam modal untuk memperoleh perlindungan dalam melaksanakan kegiatan penanaman modal.[footnoteRef:14] [14: Erman Rajagukguk, Hukum Investasi dan Pasar Modal, (Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum, 2013), hlm. 67.]

2. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; 3. Hak pelayanan; dan 4. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan.Sementara itu, penanam modal berkewajiban:[footnoteRef:15] [15: Indonesia, Undang-Undang Penanaman Modal, UU No.25 Tahun 2007, Pasal 16.]

1. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;2. Menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan.Yang dimaksud dengan "tanggung jawab sosial perusahaan" adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.3. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;Laporan kegiatan penanam modal yang memuat perkembangan penanaman modal dan kendala yang dihadapi penanam modal disampaikan secara berkala kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang penanaman modal.4. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal;5. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang- undangan.

Selanjutnya disebutkan pula bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab:[footnoteRef:16] [16: Ibid.]

1. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;2. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; 3. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara; 4. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;5. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan 6. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang- undangan. Menurut Undang-Undang Penanaman Modal, perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang.[footnoteRef:17] [17: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang penanaman modal dalam bab XI Pengesahan dan Perizinan Perusahaan Pasal 25 ayat (4) dan Pasal 33 Ayat (3).]

Dalam hal penanaman modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja sama dengan pemerintah melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana perpajakan, pengelembungan biaya pemulihan, dan bentuk penggelembungan biaya lainnya untuk memperkecil keuntungan yang mengakibatkan kerugian negara berdasarkan temuan atau pemeriksaan oleh pihak pejabat yang berwenang dan telah mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, pemerintah mengakhiri perjanjian atau kontrak kerja sama dengan penanaman modal yang bersangkutan.[footnoteRef:18] [18: Ibid, Pasal 33 Ayat (3).]

Apabila terjadi sengketa antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dapat ditempuh secara non-litigasi dan litigasi.[footnoteRef:19] [19: Yahya Harahap, Arbitrase, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm.79.]

B. Profil PT. Morotai Marine Culture

PT MMC merupakan perusahan pertama di Provinsi Malut yang menanamkan modal dalam usaha budidaya kerapu, sedangkan untuk budidaya mutiara merupakan perusahan yang kedua, setelah perusahan asal Jakarta yang membudidayakan mutiara sejak tahun 2000 di Pulau Obi Halmahera Selatan.[footnoteRef:20] [20: Kementrian Sekretariat Negara, Kerapu Hasil Budidaya Tembus Pasar Ekspor. http://www.mediaindonesia.com/read/2010/01/25/119049/4/2/KerapuHasilBudidayaTembus-Pasar-Ekspor, 25 Januari 2010.]

PT. MMC memiliki ijin resmi melakukan budi daya ikan dan mutiara di Pulau Ngele-ngele kecil dan Ngele-ngele Besar di Kab. Morotai, Maluku Utara (SIUP No. 5051/DPB/PB.510.D5/X/07, 11 Oktober 2007 untuk budidaya mutiara dan ikan Napoleon Wrasse dan SIUP No. 523.30/01/IUP/DKP-HU/V/07 untuk budidaya mutiara dan ikan Krapu yang beroperasi sejak 2007 dan telah diresmikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad dan Gubernur Maluku Utara Thaib Armaiyn, yang saat itu masih Kec. Morotai Selatan Barat, Kab. Halmahera Utara (sebelum pemekaran Kab. Morotai 9 bulan lalu).PT. MMC merupakan investor lokal yang masuk ke Pulau Morotai dan telah melakukan pengembangan budidaya laut untuk komoditas ikan kerapu dan tiram mutiara.Kegiatan budidaya kerapu dilakukan secara terintegrasi mulai dari pembenihan dan pembesaran serta telah dilakukan ekspor langsung ke Hongkong dengan menggunakan kapal milik perusahan tersebut.Perusahaan yang mempekerjakan sebanyak 500 orang tenaga kerja lokal ini sampai saat ini mampu memproduksi benih kerapu mencapai 20.000 30.000 ekor/bulan,dan telah memiliki induk produktif sebanyak 200 ekor. PT. MMC telah melakukan kegiatan ekspor perdana ikan kerapu sebanyak 2 kali (ekspor I sebanyak 12 ton, ekspor II sebanyak 10 ton).Disamping itu telah mulai dibudidayakan jenis kerapu hybrida yaitu kerapu cantrang (hasil kawin silang antara kerapu macan dengan kerapu kertang), teknologi ini merupakan hasil perekayasaan yang dilakukan Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo.Walaupun usaha budidaya tiram mutiara masih tergolong baru dilakukan, namun demikian melalui kegiatan riset dan uji coba secara terus menerus, sampai saat ini PT. MMC telah berhasil melakukan ekspor mutiara sebanyak 20 kg (20.000 gram). Saat ini masih terus berupaya untuk mengasilkan produk mutiara yang mampu bersaing di pasar ekspor.Sejauh ini tenaga ahli spesialis didatangkan langsung dari negara China.[footnoteRef:21] [21: Agil Cendo, Nilai Strategis Kabupaten Morotai. http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id, 21 Juni 2011.]

Berdasarkan hasil survei Loka PSPL Sorong diperoleh informasi bahwa pemanfatan ikan Napoleon terakhir dilakukan pada April 2012.Tujuan pemanfaatan oleh pihak perusahaan bukan untuk perdagangan tetapi merupakan upaya uji coba budidaya. Dan setelah April 2012 PT. MMC tidak lagi mengusahakan pemanfaatan ikan hidup karena adanya konflik eksternal dengan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Morotai, sementara PT. MMC masih mengantongi Izin Usaha Pengedar di dalam negeri untuk Ikan Napoleon Wrasse dari keputusan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Maluku tanggal 17 September 2010 yang berlaku selama 5 tahun sampai dengan 17 September 2015. Sehingga saat ini perusahaan MMC hanya mengusahakan budidaya mutiara. Berikut peta budidaya ikan dan mutiara yang dilakukan oleh PT. MMC:[footnoteRef:22] [22: Loka PSPL Sorong, Inventarisasi Jenis Ikan Dilindungi dan atau Tidak Dilindungi di Provinsi Maluku Utara, http://lpsplsorong.files.wordpress.com/2013/08/3-morotai.jpg, Oktober 2012.]

Sementara itu, berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Kementrian Keuangan Republik Indonesia untuk tingkat Indeks Pembangunan Manusia pada tahun 2009-2010, yang terdapat pada tabel berikut ini:

No.DaerahIPM 20091PM 2010

1.Kab. Halmaherah Barat66,6366,99

2.Kab. Halmaherah Tengah68,6769,13

3.Kab. Kepulauan Sula67,5067,96

4.Kab. Halmaherah Selatan67,6267,98

5.Kab. Halmaherah Utara67,5767,98

6.Kab. Halmaherah Timur67,5067,90

7.Kab. Pulai Morotai64,1564,61

8.Kota Ternate76,1376,58

9.Kota Tidore Kepulauan69,2869,62

Provinsi Maluku Utara 68,6369,03

Tabel Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2009-2010

Tercatat bahwa kota Ternate memiliki IPM yang paling tinggi dari tahun 2009 sampai dengan 2010, sedangkan kab. Paulai Morotai masih perlu banyak berbenah untuk meningkakan IPM nya , karena IPM nya termasuk yang paling rendah di wilayah Maluku Utara pada tahun 2009 s.d 2010.[footnoteRef:23] [23: Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mengenai Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara.]

Selain itu, tidak terdapat adanya laporan terkait kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh PT. MMC. Hal ini sungguh disayangkan apabila terdapat perusahaan berskala besar di Pulau Morotai yang melakukan eksplorasi sumber daya alam dan laut di Pulau Morotai dan melakukan ekspor ke mancanegara, namun masyarakat daerah sekitar masih belum sejahtera.

C. Desentralisasi Investasi

Di Indonesia desentralisasi dalam perundang-undangan diartikan sebagai proses pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang.Dalam tataran implementasi secara yuridis masih belum jelas proses pelimpahan wewenang penyelenggaraan investasi dari pemerintah pusat ke daerah walaupun sudah ada peraturan pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian pemerintahan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Model hubungan pusat dan daerah dalam sistem desentralisasi masih belum jelas apakah mengarah kepada simetris system atau asimetris system karena di Indonesia model desentralisasi melahirkan dua bentuk otonomi yaitu otonomi daerah dan otonomi khusus.Hal ini belum terlalu jelas pada kenyataannya mana model yang tepat sistem desentralisasi investasi di Indonesia.[footnoteRef:24] [24: Fadilla Putra, Prospek otonomi Daerah. Makalah disampaikan di Universitas Diponegoro Semarang, 1999.hal. 75.]

Tujuan penyerahan kewenangan kepada daerah yaitu untuk memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangganya.Penyerahan kewenangan juga sebagai upaya untuk mendekatkan pelayanan pada masyarakat, karena pemerintah daerahlah yang paling tahu kebutuhan masyarakat setempat.Dengan penyerahan kewenangan pemerintahan kepada daerah memungkinkan pemerintah daerah meningkatkan daya guna dan hasil guna pembangunan.Dengan kewenangan yang dimiliki maka pemerintah daerah bisa melaksanakan berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya, serta sekaligus memiliki pendapatan daerah seperti pajak dan retribusi daerah.Bentuk kewenangan yang diserahkan bukan hanya terbatas di bidang pemerintahan saja, tetapi menyangkut seluruh aspek urusan pemerintahan daerah.Pada prinsipnya perkataan rumah tangga sendiri menyangkut seluruh aspek yang terkait dengan urusan pemerintahan baik politik, sosial, maupun ekonomi.Pembagian urusan pemerintahan sudah diatur dalam UU Pemerintahan Daerah No 32 tahun 2004, pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:[footnoteRef:25] [25: Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 13.]

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; 2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum; 5. Penanganan bidang kesehatan; 6. Penyelenggaraan pendidikan. 7. Penanggulangan masalah sosial; 8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan; 9. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah; 10. Pengendalian lingkungan hidup; 11. Pelayanan pertanahan; 12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil; 13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; 14. Pelayanan administrasi penanaman modal; 15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan 16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang- undangan. Hal serupa juga tercantum dalamUndang-Undang Pembentukan Kabupaten Morotai di Pulau Morotai Maluku Utara, disebutkan kewenangan pemerintah daerah bahwa:[footnoteRef:26] [26: Undang-Undang Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Morotai di Pulau Morotai Maluku Utara, Pasal 8.]

1. Urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Kabupaten Pulau Morotai mencakup urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan. 2. Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Pulau Morotai meliputi: a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; e. Penangananbidangkesehatan; f. Penyelenggaraan pendidikan; g. Penanggulanganmasalahsosial;h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan pertanahan; l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. Pelayanan administrasi penanaman modal; o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Aspek-aspek yang terkait dengan desentralisasi investasi yaitu aspek penyerahan kewenangan (devolution), pembagian urusan pemerintahan (distribution of power), dan kemandirian daerah (self government). Ketiga indikator itu harus terimplementasi dalam sistem penyelenggaraan penanaman modal di daerah, karena pada kenyataannya walaupun sudah ada Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, tetapi ketegasan sistem serta modal desentralisasi belum terlihat jelas. Hal ini terkait dengan pola penyelenggaraan local investment dan pola pengaturan tentang hak-hak mayarakat dalam penanaman modal.

III. PEMBAHASANA. Analisa Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon dengan putusan nomor 17/G.Tun/ABN tanggal 13 September 2012 dalam Kasus PT. MMC Vs Pemerintah Daerah Pulau Morotai dan Kewenangan Pemerintah Daerah

Sengketa yang terjadi antara PT. MMC dan Pemda Morotai ditempuh dengan jalur litigasi melalui gugatan oleh PT. MMC yang diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon atas tindakan Bupati Morotai yang memerintahkan penghentian usaha PT. MMC melalui Perintah Bupati yang tertuang dalam Keputusan No.55/33/2012tanggal 13 Februari 2012. Negosiasiyang dilakukan oleh Tim terpadu Pemda Morotai dengan PT. MMC yang diupayakan sebelumnya mengalami kegagalan karena adanya upaya penghadangan karyawan PT.MMC yang telah dipersiapkan jauh sebelumnya.Disebutkan bahwa dalam putusan tersebut Hakim memiliki pertimbangan antara lain sebagai berikut:1. PT. MMC adalah pemegang Surat Izin Perikanan dibidang Pembudidayaan Ikan Nomor: 5051/DPB/PB.510.D5/X/07 yang ditandatangani oleh Dirjen Perikanan pada 11 Oktober 2007. Sedangkan penghentian sementara kegiatan usaha PT. MMC tanggal 13 Februari 2012 diterbitkan oleh Bupati Pulau Morotai. Oleh karena itu berdasarkan asas Contrarius Actus, maka Bupati Morotai sebagai pejabat Tata Usaha Negara secara hukum adalah tidak berwenang.2. Keputusan penghentian sementara usaha PT. MMC bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12/MEN/2007 tentang Perizinan Pembudidayaan Ikan.Dasar Hakim berpendapat demikian adalah:[footnoteRef:27] [27: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12/MEN/2007 tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan ikan tanggal 8 Mei 2007, pasal 47 (1),(2),(3) dan (4) dan pasal 48 (1),(2),(3) dan (4).]

1. Pembinaan, pemantauan, dan pengawasan terhadap perusahaan di bidang pembudidayaan ikan dan pembudi daya ikan, dilakukan oleh Direktur Jendral, Gubernur, atau Bupati/Walikota, secara teratur dan berkesinambungan sesuai dengan kewenangannya;2. Pembinaan dan Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi iklim usaha, sarana usaha, teknik produksi, mutu hasil perikanan, dan pemasaran;3. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap dipenuhinya ketentuan Peraturan Menteri ini;4. Tata cara pelaksanaan pembinaan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan/atau pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jendral, setelah berkordinasi dengan Direktur Jendral terkait dilingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan;5. Perusahaan di bidang pembudidayaan ikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini, dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 92 dan Pasal 94 UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan;6. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:a. Peringatan/teguran tertulis;b. Pembekuan SIUP dan/atau SIKPI;c. Pencabutan SIUP dan/atau SIKPI;7. Pengenaan, sanksi administratif tersebut dilakukan dengan tahapan:a. Direktur Jendral memberikan peringatan/teguran tertulis paling banyak 3 kali berturut-turut, masing-masing dalam tenggang waktu 1 bulan;b. Dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diindahkan selanjutnya dilakukan pembekuan SIUP dan/atau SIKPI paling lama 1 bulan;c. Apabila pembekuan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak diindahkan selanjutnya dilakukan pencabutan SIUP dan/atau SIKPI;8. Sanksi pidana sebagaimana dimaksud tersebut, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari pasal-pasal ini menerangkan bahwa penghentian sementara kegiatan usaha PT. MMC adalah mutlak menjadi kewenangan dari Direktur Jendral Perikanan Budidaya, bukan kewenangan dari Bupati Kabupaten Pulau Morotai, begitulah pendapat dan penafsiran Hakim.Selanjutnya menurut Pendapat Hakim dan didasarkan pada penafsiran arti kata (gramatikal) istilah Penghentian Sementara Kegiatan Usaha PT. MMC dapat pula merujuk pada maksud Pembekuan SIUP dalam Permen No.12/MEN/2007. Sedangkan dalil-dalil yang diutarakan Pemerintah Daerah tentang beberapa perizinan yang bermasalah menurut penafsiran Hakim juga merupakan tentang sarana usahanya, bukan izin usahanya (SIUP). Menurut Hakim berdasarkan Azas Umum Hukum Administrasi khususnya Azas Contrarius Actus, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara dengan sendirinya adalah berwenang pula untuk membatalkan atau mencabutnya. Dan azas ini adalah tetap berlaku meskipun dalam keputusan Tata Usaha Negara tersebut tidak ada klausula pengaman yang lazim berbunyi: apabila dikemudian hari ternyata ada kekeliruan atau kekhilafan maka keputusan ini akan ditinjau kembali.Menurut Undang-Undang Penanaman Modal, perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang.[footnoteRef:28] [28: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang penanaman modal dalam bab XI Pengesahan dan Perizinan Perusahaan Pasal 25 ayat (4) dan Pasal 33 Ayat (3).]

Dalam hal penanaman modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja sama dengan pemerintah melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana perpajakan, pengelembungan biaya pemulihan, dan bentuk penggelembungan biaya lainnya untuk memperkecil keuntungan yang mengakibatkan kerugian negara berdasarkan temuan atau pemeriksaan oleh pihak pejabat yang berwenang dan telah mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, pemerintah mengakhiri perjanjian atau kontrak kerja sama dengan penanaman modal yang bersangkutan.[footnoteRef:29] [29: Ibid, Pasal 33 Ayat (3).]

Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Bupati Pulau Morotai Drs. Rusli Sibua nomor 500/33/PM/2012 tentang penghentian sementara kegiatan usaha PT.MMC Desa Ngele-Ngele Kecamatan Morotai Selatan Barat Kabupaten Morotai, tertanggal 13 Febuari 2012 sebetulnya Bupati Pulau Morotai memiliki wewenang untuk mengeluarkan Keputusan Tata Usaha. Berdasarkan Peraturan Pemerintah yang berlaku, perusahaan yang melakukan usaha perikanan, wajib memiliki Izin Usaha Perikanan yang diterbitkan untuk masing-masing usaha perikanan.[footnoteRef:30]Pelanggaran yang dilakukan oleh PT MMC dalam melakukan budidaya ikan kerapu tidak memiliki SIUP sebagai syarat UU No.45 Tahun 2009 Tentang Perikanan dan Menteri Kelautan dan Perikanan No.12/MEN/2007 Tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan, selain itu dalam melakukan usaha pembudidayaan mutiara sesuai dokumen UKL/UPL luas areal usaha PT. MMC adalah 4,5 Ha namun pada kenyataannya melebihi 4,5 Ha yakni kurang lebih 10 Ha sehingga mengganggu lalu lintas laut dan mempersempit ruang gerak nelayan tradisional dalam mencari ikan.Dalam izinnya, PT MMC melakukan budidaya hanya 4,5 hektar dari izin yang dikeluarkan oleh KKP dan Bupati Halmahera Utara di Tahun 2006. Tetapi di lapangan dari izin 4,5 hektar itu ekspansi yang dilakukan oleh PT MMC itu menjadi 10 hektar, sehingga dari 4,5 hektar menjadi 10 hektar, itu tambahan yang 5,5 hektar itu tidak ada izin baik dari Pemerintahan Halmahera Utara maupun Pemerintah. [30: Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2002 tentang usaha perikanan. Pada pasal 5 ayat (1).]

Ekpansi dalam membudidayakan ikan tersebut sudah bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan karena disebutkan bahwa dalam IUP untuk usaha pembudidayaan ikan dicantumkan luas lahan atau perairan dan letak lokasinya.[footnoteRef:31] [31: Ibid. Pasal 5 ayat (6). ]

Selain itu, beberapapelanggaran lainnya yang dilakukan oleh PT. MMC, meliputi:1. Dalam pembangunan infrastuktur PT. MMC menggunakan material fisik berupa terumbu karang dan mangrove serta dalam pengelolaan lingkungan perusahaan tidak memiliki AMDAL, karena dalam usaha pembudidayaan mutiara lebih dari 5 Ha harus mempunyai AMDAL, sehingga dapat dikatakan usaha PT. MMC telah bertentangan dengan UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Jo UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta PP No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.2. Perusahaan PT. MMC tidak melaksanakan standar prosedural ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam UU No.3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, Jo UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh dan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.3. Perusahaan PT. MMC tidak memiliki izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri sebagaimana diatur dalam PP No.14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik serta aturan pelaksanaannya yakniPermen ESDM No.1455K/40/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri. Permen ESDM tersebut dalam huruf Romawi IV Perizinan angka 1 huruf c menyatakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dengan kapasitas 200 KVA harus terdaftar di Pemerintah Daerah, sedangkan PT. MMC dalam membudidayakan ikan kerapu di desa Ngele-ngele menggunakan listrik 900 KVA. Dalam angka Romawi IV yang mengatur masalah perizinan di dalam huruf a izin usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan sendiri (IUKS) diterbitkan oleh bupati. Dan dalam angka Romawi VIII mengatur sanksi nomor 1.b. dalam hal terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh PIUKS Kepala Daerah memberikan sanksi administratif berupa pencabutan sementara.4. PT. MMC tidak memiliki izin pengambilan air bawah tanah sebagaimana diatur dalam Permen ESDM No.1451K/10/MEM/2000 tentang Pedomen Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah.5. PT. MMC tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah. Karena pada dasarnya mutiara yang di ekspor ke luar negeri dikenakan biaya retribusi yang harus dibayarkan oleh perusahaan dan itu merupakan pemasukan daerah.Penyidik harus netral dan profesional mendalamikasus tersebut karena adanyaperbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT.MMC tindakanpenyalagunaan perizinan, pengrusakan lingkungan, pembangkangan terhadap kewajiaban membayar pajak daerah, dan usaha tanpa ada dokumen Amdal.Dalam hal ini, Pemda Morotai telah memiliki itikad baik untuk melakukan usaha-usaha sebagai berikut, dalam rangka melakukan negosiasi dengan PT. MMC, dengan kronologis berikut ini:[footnoteRef:32] [32: Bukti T-1, T-2 dan T-10 yang dijelaskan dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) No. 17/G/2012/PTUN.ABN dalam gugatan PT. MMC melawan Pemda Pulau Morotai, yang dimenangkan oleh PT. MMC.]

1. Hari kamis tanggal 11 November 2010 diadakan rapat gabungan DPRD Kab. Pulau Morotai dengan pimpinan SKPD dan Management PT. MMC yang pada pokoknya membahas tentang kewajiban-kewajiban PT. MMC kepada Pemerintah Daerah yang belum terpenuhi. 2. Hari selasa tanggal 08 Maret 2011 diadakan rapat kerja komisi B DPRD Kab. Pulau Morotai dengan PT. MMC serta Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Kota Kab. Pulau Morotai. Membahas tentang penegasan hasil rapat sebelumnya terhadap kesepakatan pemenuhan kewajiban-kewajiban PT. MMC. 3. Pada tanggal 18 April 2011 dalam rangka Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan Pemerintah Daerah Kab. Pulau Morotai melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial melakukan penyuluhan mengenai struktur skala upah program PHI-PJST di PT. MMC.4. Tanggal 11 Juni 2011 dilaksanakan pengawasan terhadap hasil perikanan (Mutiara) di PT. MMC oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pulau Morotai. 5. Tanggal 11 Juli 2011 Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL) Kab. Pulau Morotai melakukan Pemantauan orang asing dan tindakan ke imigrasian di PT. MMC. Pihak Polda Maluku Utara kemudian melakukan proses hukum atas kasus pengrusakan fasilitas PT.MMC dan pelaku pengrusakan telah diproses secara hukum sampai ke pengadilan dan telah ada putusan penghukuman. Akan tetapi anehnya peristiwa penghadangan olehkaryawan PT.MMC pada tanggal 23 Maret 2013 tidak sama sekali diproses oleh pihak Polda Maluku Utara, bahkan peristiwa pidana pengrusakan lingkungan penyalagunaan izin usaha, kelalaian membayar pajak daerah yang telah juga dilaporkan oleh Pemda Morotai ke Polda Maluku utaratidak diproses secara hukum. Fakta hukum tersebut menimbulkankesan adanya keberpihakan penyidik Polda Maluku Utara untuk melindungi kepentingan usaha PT.MMC, ini preseden buruk bagi penegakan hukum di daerah ini.Tindakan Bupati yang memerintahkan penghentian usaha sementara tersebut dilakukan setelah upaya persuasif mengalami jalan buntu.Dari aspek hukum Pemerintahan Daerahberdasarkan asas otonomi daerah tindakanBupati tersebut masuk dalam ranah hukum administrasi negarasesuai asas pouvoir discretionnarie yang tidak bisa dikriminalisasi dengan alasan apapun juga. Polda Maluku Utara harus obyektif dan berhati-hati dalam menyidik kasus ini, karena kebijakan Bupati Morotai memerintahkan penghentian sementara usaha PT.MMC merupakan bagian dari tugas tanggungjawab dan kewenangan berdasarakan asas pouvoir discretionnarie sesuai UU No.32 tahun 2004 yang tidak bisa dikriminalisasi. Apabila hal tersebut dipaksakan akan menjadi preseden buruk bagi pemerintah daerah di era otonomi daerah.

B. Implikasi Disharmonisasi Hukum Investasi Desentralisasi telah diletakan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dimana kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan termasuk investasi telah diserahkan ke pemerintah daerah. Dari sisi lain pengaturan penanaman modal dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 masih menggunakan paradigma sentralisasi seperti Undang-undang Investasi lama Nomor 1 Tahun 1967. Sentralisasi penanaman modal diwujudkan dengan pelimpahan wewenang kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM untuk menyelenggarakan penanaman modal dengan sistem pelayanan satu pintu.Keadaan tersebut berpengaruh terhadap kepastian jaminan investasi di daerah.Karena dengan adanya instrumen hukum pemerintah pusat yaitu BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) maka kontrol terhadap penyelenggaraan investasi masih bersifat sentralistis.Hal ini tentu menimbulkan standard ganda dalam penerapan hukum investasi di daerah.Standar ganda terlihat dalam sistem perizinan dan sistem kemandirian daerah dalam penyelenggaraan investasi.Standar ganda ini tentu sangat berpengaruh kepada kepastian prosedural dan kepastian pembiayaan yang cenderung high cost.[footnoteRef:33] [33: Jemmy Sondakh, Telaah Teoritis Tentang Sistem Desentralisasi Dalam Pengaturan Investasi di Indonesia, http://repo.unsrat.ac.id/, April-Juni 2013.]

PT. MMC yang melakukan budidaya ikan kerapu dan mutiara hadir sejak Tahun 2006 dan waktu itu Morotai belum menjadi Kabupaten.Sehingga, izin budidaya kerapu dan mutiara itu dikeluarkan oleh Kementerian Perikanan dan kemudian oleh Bupati Hanhar Utara di Tahun 2006. Begitu di tahun 2009, Morotai menjadi Kabupaten baru di Indonesia, maka selanjutnya PT. MMC itu berurusan dengan Kabupaten Pulau Morotai, tidak lagi berurusan dengan Halmahera Utara yang menjadi Kabupaten Induk dari Pulau Morotai.Di Indonesia desentralisasi dalam perundang-undangan diartikan sebagai proses pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang.Dalam tataran implementasi secara yuridis masih belum jelas proses pelimpahan wewenang penyelenggaraan investasi dari pemerintah pusat ke daerah walaupun sudah ada peraturan pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian pemerintahan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Model hubungan pusat dan daerah dalam sistem desentralisasi masih belum jelas apakah mengarah kepada simetris system atau asimetris system karena di Indonesia model desentralisasi melahirkan dua bentuk otonomi yaitu otonomi daerah dan otonomi khusus.Hal ini belum terlalu jelas pada kenyataannya mana model yang tepat sistem desentralisasi investasi di Indonesia.[footnoteRef:34] [34: Fadilla Putra, Prospek otonomi Daerah. Makalah disampaikan di Universitas Diponegoro Semarang, 1999.hal. 75.]

Dalam desentralisasi investasi masih belum terlalu tegas tentang model penyerahan kewenangan (devolution) dari pemerintah pusat kepada daerah dalam kegiatan investasi.Penyerahan kewenangan bermakna bahwa pemerintah pusat tidak berhak lagi mencampuri, mengarahkan, mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah.Makna teoritis dari pemerintah pusat tidak mencampuri lagi urusan investasi di daerah masih sulit diwujudkan dalam sistem desentralisasi investasi.[footnoteRef:35]Pada prinsipnya penyerahan kewenangan pemerintahan kepada daerah otonom yaitu untuk memberikan kebebasan mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. [35: Said, 2008. Arah Baru Otonomi Daerah, diterbitkan oleh Percetakan CV. Gramedia Jakarta. hlm. 6.]

Dengan penyerahan kewenangan diharapkan akan meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah serta lembaga privat di daerah, menjalankan dan mengambil alih fungsi yang selama ini dijalankan oleh kementerian yang ada di pusat. Dengan desentralisasi maka peluang bagi masyarakat di daerah untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah akan terwujud. Desentralisasi memungkinkan representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok politik, etnis, keagamaan dalam merencanakan pembangunan yang kemudian dapat memperluas pemerataan dalam menikmati hasil pembangunan. Karena itu dalam pembuatan kebijakan negara tidak ada alternatif lain kecuali menyatukan kebijakan dengan sistem nilai yang ada dalam masyarakat.[footnoteRef:36] [36: Ibid, hlm. 6.]

Pembagian urusan pemerintahan sudah diatur dalam UU Pemerintahan Daerah No 32 tahun 2004.[footnoteRef:37] [37: Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 13.]

Hal serupa juga tercantum dalamUndang-Undang Pembentukan Kabupaten Morotai di Pulau Morotai Maluku Utara, disebutkan kewenangan pemerintah daerah bahwa:[footnoteRef:38] [38: Undang-Undang Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Morotai di Pulau Morotai Maluku Utara, Pasal 8.]

1. Urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Kabupaten Pulau Morotai mencakup urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan. 2. Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Pulau Morotai meliputi: a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; e. Penangananbidangkesehatan; f. Penyelenggaraan pendidikan; g. Penanggulanganmasalahsosial;h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan pertanahan; l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. Pelayanan administrasi penanaman modal; o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Aspek-aspek yang terkait dengan desentralisasi investasi yaitu aspek penyerahan kewenangan (devolution), pembagian urusan pemerintahan (distribution of power), dan kemandirian daerah (self government). Ketiga indikator itu harus terimplementasi dalam sistem penyelenggaraan penanaman modal di daerah, karena pada kenyataannya walaupun sudah ada Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, tetapi ketegasan sistem serta modal desentralisasi belum terlihat jelas. Hal ini terkait dengan pola penyelenggaraan local investment dan pola pengaturan tentang hak-hak mayarakat dalam penanaman modal.Dalam kaitannya pada kasus PT. MMC, perintah Bupati Menghentikan Usaha Sementara. Perintah Bupati Drs. Rusli Sibua, M.Si, untuk menghentikan uasaha PT.MMC sesuai Surat Keputusan No.55/33/2012 tanggal 13 Februari 2012, adalah perintah yang sah dari pemerintahan yang sah, memiliki kewenangan secara sah sesuai Ketentuan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Urusan pengelolaan sumber daya alam (Pertambangan, Kehutanan, dan Perikanan Kelautan) telah didesentralisasikan ke daerah otonom. Artinya hal tersebut menjadi kewenangan pemerintah daerah karena asas otonomi daerah, atas dasar hal itu, makaBupati memiliki kewenangan penuh untuk mengatur semua perizinanan termasuk melakukan pengawasan sesuai tingkatannya. Pengawasan preventif dan persuasifdilakukan dalam upaya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan perizinan.Haltersebut dilakukan melalaui himbauan, ajakan dan peringatan agar terciptanya ketertiban dalam sebuah investasi daerah. Pengawasan represif diambil apabila pengawasan prefentif dan persuasiftidak berhasil, untuk mejaga kewibawan pemerintah melindungi Sumber Daya Alam dari kerusakan akibat usaha eksploitasi yang dilakukan oleh manusia, dan dalam upaya menegakan hukum dan ketertiban.

IV. PENUTUPA. KesimpulanBerdasarkan pada analisa atas kasus PT. MMC Vs Pemda Morotai dari aspek hukum penanaman modal daerah, maka dapat disimpulkan:

1. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon dengan putusan nomor 17/G.Tun/ABN yang dimenangkan oleh PT. MMC membawa implikasi terjadinya preseden buruk bagi pemerintah daerah di era otonomi daerah, karena adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT.MMC atas tindakanpenyalagunaan perizinan, pengrusakan lingkungan, pembangkangan terhadap kewajiban membayar pajak daerah dan usaha tanpa ada dokumen Amdal yang dapat merugikan masyarakat daerah dan lingkungan.Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk melakukan perintah penghentian usaha sementara PT.MMC karena merupakan yuridiksi hukum pemerintah daerah dan sesuai dengan Undang-Undang Penanaman Modal dan Undang-Undang Pemerintah Daerah.2. Adanya disharmonisasi hukum investasi dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dimana kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan termasuk investasi telah diserahkan ke pemerintah daerah. Dari sisi lain pengaturan penanaman modal dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 masih menggunakan paradigma sentralisasi seperti Undang-undang Investasi lama Nomor 1 Tahun 1967. Sentralisasi penanaman modal diwujudkan dengan pelimpahan wewenang kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM untuk menyelenggarakan penanaman modal dengan sistem pelayanan satu pintu. Keadaan tersebut berpengaruh terhadap kepastian jaminan investasi di daerah. Karena dengan adanya instrumen hukum pemerintah pusat yaitu BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) maka kontrol terhadap penyelenggaraan investasi masih bersifat sentralistis. Implikasi atas hal ini yaitu adanya standard ganda dalam penerapan hukum investasi di daerah. Baik dalam sistem perizinan dan sistem kemandirian daerah dalam penyelenggaraan investasi yang berpengaruh kepada kepastian prosedural dan kepastian pembiayaan yang cenderung high cost.

B. Saran

1. Pemerintah Pusat, khususnya Kementrian Perikananyang sebelumnya memberikan izin penanaman modal, agar dapat menjembatani dalam hal penyelesaian konflik di daerah yang timbul terkait perizinan maupun pengelolaan investasi dari pusat ke daerah secara independent.2. Pembentuk Undang-Undang, khususnya melalui Undang-Undang Penanaman Modal agar dapat menyempurnakan ketentuan terkait desentralisasi investasi masih belum terlalu tegas diatur terkait model penyerahan kewenangan (devolution) dari pemerintah pusat kepada daerah dalam kegiatan investasi dan agar disesuaikan dengan konsep otonomi daerah yang telah berlaku di Indonesia melalui Undang-Undang Pemerintah Daerah. Sehingga dalam pembuatan kebijakan negara tidak ada alternatif lain kecuali menyatukan kebijakan dengan sistem nilai yang ada dalam masyarakat untuk menghindari disharmonisasi Undang-Undang.

V. DAFTAR PUSTAKAA. Buku

Harahap, Yahya. Arbitrase.Jakarta: Sinar Grafika, 2001.Ilmar, Amiruddin. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.Mahmud, Peter. Pemikiran Ke Arah Pembaharuan Undang-Undang Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Elips, 1996.Putra, Fadilla. Prospek Otonomi Daerah, Semarang: Universitas Diponegoro, 1999.Rajagukguk, Erman. Hukum Investasi dan Pasar Modal.Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum, 2010.Said. Arah Baru Otonomi Daerah. Jakarta: Percetakan CV. Gramedia Jakarta, 2007.Sihombing, Jonker. Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Penerbit Alumni, 2008.Sutrisno, Budi. Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2007.Widodo, Johannes. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2006.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.Undang-Undang Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Morotai di Pulau Morotai Maluku Utara.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12/MEN/2007 tahun 2007 tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan.

C. Surat Kabar dan Internet

Anton, Abdulkarim, Bupati dan Wabup Jadi Tersangka Kasus Morotai, http://regional.kompas.com/read/2013/04/05/19472438/Bupati.dan.Wabup.Morotai.Jadi.Tersangka.Perusakan.PT.MMC, 5 April 2013.Agus Supriatna, PT, Morotai Marine Culture Protes Bupati Morotai. http://www.itoday.co.id/politik/pt-morotai-marine-culture-protes-bupati-morotai, 22 May 2012.Hendra Karianga, Pertikaian Hukum Sengketa PT.MMC VS PemKab Pulau Morotai,Malut Post, 2 November 2013.Ismed Eka Kusuma, Pemda Kabupaten Morotai Laporkan Illegal Fishing PT. MMC ke Mabes Polri.http://www.aktual.co/hukum/234918pemda-kepulauan-morotai-laporkan-illegal-fishing-pt-mmc-ke-mabes-polri, 7 November 2013.Riady John, Selesaikan Kasus Morotai dengan Bijak, http://www.suarapembaruan. com/home/selesaikankasusmorotaidenganbijak/20405, 25 Februari 2014.

VI. SESI TANYA JAWAB

A. Apakah putusan PTUN telah inkrah?Bagaimana upaya pemerintah daerah atas hasil putusan PTUN yang memenangkan PT. MMC? (Marito)

Putusan PTUN telah inkrah, karena sudah berkekuatan hukum tetap dan tidak ada upaya banding oleh pihak PT. MMC.Dalam hal ini, PT. MMC melakukan upaya banding melalui putusan peradilan perdata yang juga dimenangkan oleh PT. MMC.Sebelumnya, Pemda Pulau Morotai telah berusaha untuk bernegosiasi dengan pihak PT. MMC, dengan kronologis berikut ini:1. Pada 11 Oktober 2007 - Telaahan hukum Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara sebagai Kabupaten Induk2. Tahun 2008 Pemekaran Kabupaten Morotai.3. Tahun 2012 - Dilakukan tindakan penertiban oleh Pemkab Pulau Morotai, dimana hal ini bermula dari kritikan DPRD Morotai kepada Bupati untuk melakukan penertiban beberapa perusahaan yang tidak memiliki izin usaha (SIUP), setelah Morotai dimekarkan menjadi Kabupaten.Salah satu perusahaan yang tidak memiliki izin usaha adalah PT MMC.4. Pada 13 Februari 2012 - Dikeluarkannya SK Bupati Nomor 533 tentang Penghentian Sementara Kegiatan Operasi. Kemudian, perusahaan yang bergerak dalam usaha budi daya ikan dan kerang mutiara di desa Ngele-Ngele Besar, Kecamatan Morotai Selatan Barat itu melakukan perlawanan atas SK Bupati Nomor 533 tentang Penghentian Sementara Kegiatan Operasi.Pertimbangan hukum yang mendasari keluarnya keputusan Bupati tersebut adalah sebagai berikut:[footnoteRef:39] [39: Hendra Karianga,Pertikaian Hukum Sengketa PT.MMC VS PemKab Pulau Morotai,Malut Post, (2 November 2013), hlm. 6.]

a. Adanya telaahan hukum Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara sebagai Kabupaten Induk, yang pada pokoknya menegaskan bahwa PT.MMC telah melakukan wanprestasi dalam penguasaan Pulau Ngele-ngele Kecil yang tidak berdasarkan pada kaidah-kaidah hukum normatif sehingga Kabupaten Halmahera Utara berhak melakukan penutupan kegiatan PT. MMC.b. PT.MMC dalam melakukan budidaya ikan kerapu tidak memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).c. Dalam melakukan usaha pembudidayaan mutiara sesuai dokumen UKL/UPL luas areal usaha PT.MMC adalah 4,5 Ha namun pada kenyataannya melebihi 4,5 Ha yakni 10Ha sehingga mengganggu lalu lintas laut dan mempersempit ruang gerak nelayan tradisional dalam mencari ikan.d. Dalam pembangunan infrastruktur PT. MMC menggunakan material fisik berupa terumbu karang dan mangrove serta dalam pengelolaan lingkungan perusahaan tidak memiliki AMDAL.e. PT.MMC tidak melaksanakan Standar Prosedural Ketenagakerjaan.f. PT.MMC tidak memiliki izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan sendiri dan izin pengambilan air bawah tanah.g. PT.MMC melalui pengurus perusahaan berkonspirasi dengan oknum Kepala Desa Ngele-ngele Besar, telah melakukan pengusiran terhadap masyarakat Desa Ngele-Ngele besar sehingga terjadi eksodus ke Dusun Kaka, Desa Cocomare, Kec. Morotai Selatan sebanyak 90 Kartu Keluarga/KK.h. PT.MMC tidak memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Morotai karena PT.MMC tidak pernah melaksanakan tanggung jawabnya kepada masyarakat lingkar perusahaan berupa bantuan CSR (Corporate Social Responsibility) dan kepatuhan pungutan daerah wajib atas perusahaan yang melakukan eksplorasi serta usaha di wilayah tersebut. PT. MMC tidak memenuhi kewajiban kepada daerah atas pungutan-pungutan sebagaimana ketentuan Pasl 2 PP No. 62 tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan. 5. Pada 9 Maret 2013 - Pemda Kepulauan Morotai juga sebenarnya telah membuat laporan illegal fishing yang dilakukan PT. MMC di desa Ngele-Ngele Besar, Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai, pada 9 Maret 2013. Terdapat empat laporan, pertama dari Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, kemudian kedua Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, ketiga Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan keempat dari Kepala Dinas Pengendalian Lingkungan Hidup daerah Kabupaten Pulau Morotai, namun laporan tersebut tidak ditindaklanjuti. Kemudian dilakukan laporan ke Mabes Polri karena pihak Polda Maluku Utara dianggap tidak profesional dan terkesan berpihak kepada PT. MMC.Kemudian, PT. MMC melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Tobelo yang dimenangkan oleh PT. MMC. Atas hasil putusan tersebut, selanjutnya diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Maluku Utara dan melalui putusan nomor 16/PDT/2013/PT. MALUT, dihasilkan putusan bahwa Pengadilan Tinggi Maluku Utara mengabulkan tuntutan PT. MMC untuk sebagian, yang pada intinya menyatakan bahwa Bupati Pulau Morotai telah melakukan perbuatan melawan hukum serta menghukum ganti rugi secara materiil dan immaterial. Sehingga, sebenarnya pemerintah daerah telah berusaha untuk melakukan negosiasi sebelumnya, namun PT. MMC tidak kooperatif dalam proses negosiasi tersebut.

B. Undang-Undang seperti apakah yang perlu diatur dalam menyelesaikan konflik tersebut? (Marsya)

Adanya disharmonisasi hukum investasi dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dimana kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan termasuk investasi telah diserahkan ke pemerintah daerah. Dari sisi lain pengaturan penanaman modal dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 masih menggunakan paradigma sentralisasi seperti Undang-undang Investasi lama Nomor 1 Tahun 1967. Sentralisasi penanaman modal diwujudkan dengan pelimpahan wewenang kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM untuk menyelenggarakan penanaman modal dengan sistem pelayanan satu pintu.Keadaan tersebut berpengaruh terhadap kepastian jaminan investasi di daerah.Karena dengan adanya instrumen hukum pemerintah pusat yaitu BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) maka kontrol terhadap penyelenggaraan investasi masih bersifat sentralistis.Implikasi atas hal ini yaitu adanya standard ganda dalam penerapan hukum investasi di daerah.Baik dalam sistem perizinan dan sistem kemandirian daerah dalam penyelenggaraan investasi yang berpengaruh kepada kepastian prosedural dan kepastian pembiayaan yang cenderung high cost.

Pembentuk Undang-Undang, khususnya melalui Undang-Undang Penanaman Modal agar dapat menyempurnakan ketentuan terkait desentralisasi investasi masih belum terlalu tegas diatur terkait model penyerahan kewenangan (devolution) dari pemerintah pusat kepada daerah dalam kegiatan investasi dan agar disesuaikan dengan konsep otonomi daerah yang telah berlaku di Indonesia melalui Undang-Undang Pemerintah Daerah. Sehingga dalam pembuatan kebijakan negara tidak ada alternatif lain kecuali menyatukan kebijakan dengan sistem nilai yang ada dalam masyarakat untuk menghindari disharmonisasi Undang-Undang.Untuk penyelesaian konflik, pemerintah pusat, khususnya Kementrian Perikanan yang sebelumnya memberikan izin penanaman modal, agar dapat menjembatani dalam hal penyelesaian konflik di daerah yang timbul terkait perizinan maupun pengelolaan investasi dari pusat ke daerah secara independent.

C. PT. MMC dalam hal ini tidak bersalah karena telah memperoleh izin dari Kementrian Perikanan, justru pemerintah daerah yang berusaha untuk mencari masalah untuk menghentikan operasi PT. MMC yang membawa dampak kerusuhan dan dampak bagi masyarakat sekitar, sehingga saat ini sedang dilakukan proses penahanan Bupati setempat. Bagaimana tanggapan atas hal tersebut? ()

Sampai saat ini PT. MMC telah berhasil melakukan ekspor mutiara sebanyak 20 kg (20.000 gram).Saat ini masih terus berupaya untuk mengasilkan produk mutiara yang mampu bersaing di pasar ekspor.Selain itu hasil budidaya ikan kerapu di PT. MMC juga berhasil merambah pasar ekspor.Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Kementrian Keuangan Republik Indonesia untuk tingkat Indeks Pembangunan Manusia pada tahun 2009-2010, yang terdapat pada tabel berikut ini:

No.DaerahIPM 20091PM 2010

1.Kab. Halmaherah Barat66,6366,99

2.Kab. Halmaherah Tengah68,6769,13

3.Kab. Kepulauan Sula67,5067,96

4.Kab. Halmaherah Selatan67,6267,98

5.Kab. Halmaherah Utara67,5767,98

6.Kab. Halmaherah Timur67,5067,90

7.Kab. Pulai Morotai64,1564,61

8.Kota Ternate76,1376,58

9.Kota Tidore Kepulauan69,2869,62

Provinsi Maluku Utara 68,6369,03

Tabel Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2009-2010

Tercatat bahwa kota Ternate memiliki IPM yang paling tinggi dari tahun 2009 sampai dengan 2010, sedangkan kab. Paulai Morotai masih perlu banyak berbenah untuk meningkakan IPM nya , karena IPM nya termasuk yang paling rendah di wilayah Maluku Utara pada tahun 2009 s.d 2010.Selain itu, tidak terdapat adanya laporan terkait kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh PT. MMC. Hal ini sungguh disayangkan apabila terdapat perusahaan berskala besar di Pulau Morotai yang melakukan eksplorasi sumber daya alam dan laut di Pulau Morotai dan melakukan ekspor ke mancanegara, namun masyarakat daerah sekitar masih belum sejahtera.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah yang berlaku, perusahaan yang melakukan usaha perikanan, wajib memiliki Izin Usaha Perikanan yang diterbitkan untuk masing-masing usaha perikanan.Pelanggaran yang dilakukan oleh PT MMC dalam melakukan budidaya ikan kerapu tidak memiliki SIUP sebagai syarat UU No.45 Tahun 2009 Tentang Perikanan dan Menteri Kelautan dan Perikanan No.12/MEN/2007 Tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan, selain itu dalam melakukan usaha pembudidayaan mutiara sesuai dokumen UKL/UPL luas areal usaha PT. MMC adalah 4,5 Ha namun pada kenyataannya melebihi 4,5 Ha yakni kurang lebih 10 Ha sehingga mengganggu lalu lintas laut dan mempersempit ruang gerak nelayan tradisional dalam mencari ikan.Dalam izinnya, PT MMC melakukan budidaya hanya 4,5 hektar dari izin yang dikeluarkan oleh KKP dan Bupati Halmahera Utara di Tahun 2006. Tetapi di lapangan dari izin 4,5 hektar itu ekspansi yang dilakukan oleh PT MMC itu menjadi 10 hektar, sehingga dari 4,5 hektar menjadi 10 hektar, itu tambahan yang 5,5 hektar itu tidak ada izin baik dari Pemerintahan Halmahera Utara maupun Pemerintah.Ekpansi dalam membudidayakan ikan tersebut sudah bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan karena disebutkan bahwa dalam IUP untuk usaha pembudidayaan ikan dicantumkan luas lahan atau perairan dan letak lokasinya.Selain itu, beberapa pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh PT. MMC, meliputi:1. Dalam pembangunan infrastuktur PT. MMC menggunakan material fisik berupa terumbu karang dan mangrove serta dalam pengelolaan lingkungan perusahaan tidak memiliki AMDAL, karena dalam usaha pembudidayaan mutiara lebih dari 5 Ha harus mempunyai AMDAL, sehingga dapat dikatakan usaha PT. MMC telah bertentangan dengan UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Jo UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta PP No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.2. Perusahaan PT. MMC tidak melaksanakan standar prosedural ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam UU No.3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, Jo UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh dan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.3. Perusahaan PT. MMC tidak memiliki izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri sebagaimana diatur dalam PP No.14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik serta aturan pelaksanaannya yakniPermen ESDM No.1455K/40/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri. Permen ESDM tersebut dalam huruf Romawi IV Perizinan angka 1 huruf c menyatakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dengan kapasitas 200 KVA harus terdaftar di Pemerintah Daerah, sedangkan PT. MMC dalam membudidayakan ikan kerapu di desa Ngele-ngele menggunakan listrik 900 KVA. Dalam angka Romawi IV yang mengatur masalah perizinan di dalam huruf a izin usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan sendiri (IUKS) diterbitkan oleh bupati. Dan dalam angka Romawi VIII mengatur sanksi nomor 1.b. dalam hal terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh PIUKS Kepala Daerah memberikan sanksi administratif berupa pencabutan sementara.4. PT. MMC tidak memiliki izin pengambilan air bawah tanah sebagaimana diatur dalam Permen ESDM No.1451K/10/MEM/2000 tentang Pedomen Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah.5. PT. MMC tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah. Karena pada dasarnya mutiara yang di ekspor ke luar negeri dikenakan biaya retribusi yang harus dibayarkan oleh perusahaan dan itu merupakan pemasukan daerah.Penyidik harus netral dan profesional mendalamikasus tersebut karena adanyaperbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT.MMC tindakanpenyalagunaan perizinan, pengrusakan lingkungan, pembangkangan terhadap kewajiaban membayar pajak daerah, dan usaha tanpa ada dokumen Amdal.Dalam hal ini, Pemda Morotai telah memiliki itikad baik untuk melakukan usaha-usaha sebagai berikut, dalam rangka melakukan negosiasi dengan PT. MMC, dengan kronologis berikut ini:1. Hari kamis tanggal 11 November 2010 diadakan rapat gabungan DPRD Kab.s Pulau Morotai dengan pimpinan SKPD dan Management PT. MMC yang pada pokoknya membahas tentang kewajiban-kewajiban PT. MMC kepada Pemerintah Daerah yang belum terpenuhi. 2. Hari selasa tanggal 08 Maret 2011 diadakan rapat kerja komisi B DPRD Kab. Pulau Morotai dengan PT. MMC serta Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Kota Kab. Pulau Morotai. Membahas tentang penegasan hasil rapat sebelumnya terhadap kesepakatan pemenuhan kewajiban-kewajiban PT. MMC. 3. Pada tanggal 18 April 2011 dalam rangka Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan Pemerintah Daerah Kab. Pulau Morotai melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial melakukan penyuluhan mengenai struktur skala upah program PHI-PJST di PT. MMC.4. Tanggal 11 Juni 2011 dilaksanakan pengawasan terhadap hasil perikanan (Mutiara) di PT. MMC oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pulau Morotai. 5. Tanggal 11 Juli 2011 Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL) Kab. Pulau Morotai melakukan Pemantauan orang asing dan tindakan ke imigrasian di PT. MMC.

Tindakan Bupati yang memerintahkan penghentian usaha sementara tersebut dilakukan setelah upaya persuasif mengalami jalan buntu.Dari aspek hukum Pemerintahan Daerahberdasarkan asas otonomi daerah tindakanBupati tersebut masuk dalam ranah hukum administrasi negarasesuai asas pouvoir discretionnarie yang tidak bisa dikriminalisasi dengan alasan apapun juga. Polda Maluku Utara harus obyektif dan berhati-hati dalam menyidik kasus ini, karena kebijakan Bupati Morotai memerintahkan penghentian sementara usaha PT.MMC merupakan bagian dari tugas tanggungjawab dan kewenangan berdasarakan asas pouvoir discretionnarie sesuai UU No.32 tahun 2004 yang tidak bisa dikriminalisasi.

29