isbn: 978-602-14345-0-5 -...
TRANSCRIPT
i
ISBN: 978-602-14345-0-5
Pengembangan Pangan Lokal
Berbahan Baku Sagu
Di Maluku Utara
Tim Penyusun : Muhammad Assagaf
Chris Sugihono
Yopi Saleh
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian
Kementerian Pertanian 2013
ii
KATA PENGANTAR
Tanaman sagu (Metroxylon rumphii) merupakan salah satu bahan
baku pangan penting non-beras untuk penduduk di kawasan timur
Indonesia. Indonesia merupakan daerah asal sagu dan sentra penyebaran
sagu dunia. Beragam jenis sagu tumbuh dengan baik yang berpotensi
sebagai material dalam perbaikan genetik sagu. Perkiraan potensi
produksi sagu mencapai 27 juta ton per tahun, namun hanya 350-500
ribu ton pati sagu yang digunakan setiap tahunnya.
Sagu sebagai komponen dalam membangun ketahanan pangan
yang tangguh secara nasional dan khususnya di Maluku Utara adalah
merupakan langkah strategis yang berimplikasi jauh ke depan. Usaha
modifikasi produk olahan telah banyak dilakukan dengan cara variasi dan
perbaikan bentuk olahan, perbaikan rasa, maupun kandungan gizinya, agar
sagu dapat diterima konsumen pada berbagai lapisan masyarakat.
Penulis berusaha memberikan gambaran potensi yang dimiliki
dari tanaman sagu yang berpeluang besar untuk menjadi substitusi beras
guna mendukung ketahanan pangan melalui diversifikasi pangan. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang membantu dalam proses penulisan buku ini hingga terbit.
Semoga dengan adanya buku ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan serta wawasan bagi pembaca maupun masyarakat luas.
Kritik dan saran untuk perbaikan buku sangat Kami harapkan.
Ternate, Juni 2013
Kepala Balai,
Dr. Ir. Ismail Wahab, M.Si
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v
1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
2. POTENSI LAHAN SAGU DI MALUKU UTARA .......................... 4
3. PRODUK OLAHAN BERBAHAN BAKU SAGU DI MALUKU
UTARA ..................................................................................................... 9
3.1. Produk Berbahan Baku Sagu Yang Telah Berkembang di
Maluku Utara ............................................................................ 18
3.2. Produk Berbahan Baku Sagu Yang Potensial
Dikembangkan di Maluku Utara .......................................... 24
4. PERMASALAHAN DAN UPAYA PEMECAHANNYA ............ 27
5. TAHAPAN PENGEMBANGAN SAGU DI MALUKU
UTARA ............................................................................................... 30
5.1. Koleksi dan Karakterisasi Jenis Sagu di Maluku Utara ...... 32
5.2. Rehabilitasi Sagu Rakyat Menunjang Ketahanan Pangan
Lokal ........................................................................................... 32
5.3. Penumbuhan Agroindustri Tepung Sagu ............................ 33
5.4. Koordinasi Dengan Instansi Terkait ..................................... 33
5.5. Kemitraan Dan Pemasaran Hasil .......................................... 34
5.6. Pembinaan Terhadap Industri Rumah Tangga ................... 35
5.7. Introduksi Teknologi Tepat Guna ......................................... 35
6. PENUTUP ............................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 40
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Potensi Areal dan Produksi Sagu Indonesia ........................... 5
Tabel 2. Komposisi Kimia Pati Sagu ......................................................... 13
Tabel 3. Komponen Makronutrien Pati Sagu, Tepung Beras dan
Terigu .............................................................................................. 14
Tabel 4. Syarat Mutu Tepung (pati) Sagu Berdasarkan SNI 01-3729
-1995 ............................................................................................... 15
Tabel 5. Spesifikasi Pati Sagu Untuk Pangan Dan Pakan ...................... 15
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Rumpun Tanaman Sagu ............................................................ 7
Gambar 2. Pohon Sagu yang Dipanen Untuk Diekstrak ....................... 8
Gambar 3. Diagram Alir Proses Ekstraksi Pati Sagu ............................. 12
Gambar 4. Sagu Lempeng ........................................................................... 19
Gambar 5. Pati Sagu (atas), Papeda (bawah) ........................................... 19
Gambar 6. Kue Bagea Sagu Mentah (kiri) dan Bagea Sagu yang Siap
Dipasarkan (kanan) .................................................................. 20
Gambar 7. Aneka Kue Kering; Bagea Sagu Rempah (kiri) dan
Makron Sagu (kanan) ............................................................... 21
Gambar 8. Diagram Proses Pembuatan Sagu Mutiara .......................... 23
Gambar 9. Kerupuk Sagu Ikan (Kamplang) ............................................. 24
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 1
Kebijakan ekonomi makro nasional dalam dua dekade terakhir
tidak cukup mendukung percepatan pembangunan pertanian. Sektor
pertanian selalu dituntut untuk menghasilkan bahan pangan dalam jumlah
cukup, namun harus dipasarkan dengan harga murah. Hal tersebut
mengakibatkan pendapatan petani menjadi lebih rendah dibandingkan
dengan masyarakat lain, dengan demikian sektor pertanian menjadi suatu
kantong kemiskinan.
Kebijakan yang selama ini menempatkan sektor pertanian hanya
sebagai penopang dalam pembangunan ekonomi nasional dan sebagai
katup pengaman lapangan kerja, menjadikan fundamental ekonomi
Indonesia menjadi rapuh dan sangat rentan terhadap pengaruh gejolak
ekonomi dan ketahanan pangan. Ketahanan pangan dapat diartikan
sebagai suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 2
pada setiap saat, dan setiap individu mempunyai akses untuk
memperolehnya, baik secara fisik maupun ekonomi. Ketahanan pangan
juga diartikan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
tangga yang tercermin dan tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman merata dan terjangkau. Salah satu aspek
perwujudan ketahanan pangan adalah penyediaan pangan yang cukup
melalui produksi bahan pangan yang swasembada.
Tanaman sagu (Metroxylon rumphii) merupakan salah satu bahan
baku pangan penting non-beras untuk penduduk di kawasan timur
Indonesia. Tanaman sagu termasuk dalam keluarga palmae dari genus
Metroxylon. Secara morfologi, tanaman sagu menyerupai tanaman kelapa
dengan tinggi pohon mencapai sekitar 25 m, diameter batang antara 70
– 100 cm, serta panjang batang yang dapat dipanen mencapai 8 – 16 m.
Kulit batang bersisik dan berwarna cokelat dengan daun berwarna hijau
tua. Pada pohon yang sudah tua dan tumbuh dengan sempurna, kulitnya
mengeras dan membentuk lapisan kayu disekeliling batangnya dengan
ketebalan antara 2 cm – 4 cm (Ruddle et al., 1978 dalam Djaafar et al.,
2000). Pohon sagu tumbuh bergerombol dan selama ini di kenal sebagai
tumbuhan liar. Areal sagu secara nasional saat ini diperkirakan sebesar 1
juta hektar, sehingga apabila jumlah pohon masak tebang 25
pohon/hektar serta produktivitas 100 kg pati sagu kering/pohon, maka
potensi sagu nasional dapat mencapai 2,5 juta ton/tahun. Dengan potensi
produksi yang cukup tinggi, yaitu 2,5 juta ton/tahun, maka sagu sebagai
sumber kalori penting. Hal ini sesuai kebijakan pemerintah untuk
menekan laju konsumsi beras dan terigu. Sagu merupakan bahan pangan
yang cukup berpotensi dan perlu diperluas arealnya sehingga memenuhi
kriteria pangan secara nasional dan dapat mengurangi ketergantungan
pada pangan beras (Djaafar et al., 2000).
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 3
Areal sagu di Indonesia sekitar 1,128 juta ha atau 51,3% dari luas
areal sagu dunia. Peranan sagu sebagai sumber karbohidrat terus
menurun terlihat dari konsumsi sagu yang terus menurun dari 2,08
kg/kapita pada tahun 1994 menjadi 0,62 kg/kapita pada tahun 1998. Selain
itu, pohon sagu yang ditebang diperkirakan sebanyak 25 pohon per
hektar atau kurang lebih 30 juta pohon produktif per tahun (Nanere,
1993). Penebangan satu pohon sagu menyebabkan kerusakan minimal
satu anakan sagu. Dengan demikian pohon sagu yang dieksploitasi
minimal 60 juta per tahun.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 4
Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam
pengembangan sagu dibanding negara lain. Sagu tumbuh di wilayah Asia
Pasifik yaitu Indonesia, Papua Nugini, Malaysia, kepulauan pasifik, Filipina
dan Thailand. Kondisi lahan dan iklim daerah pertanaman sagu seperti
Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi dan sebagian daerah Sumatera,
sangat mendukung pertumbuhan sagu yang optimal. Upaya – upaya
pengembangan sagu diluar habitat ini ternyata kurang berhasil dalam
pengertian tidak dapat tumbuh atau hasil yang diperoleh tidak maksimal.
Indonesia merupakan daerah asal sagu dan sentra penyebaran
sagu dunia. Beragam jenis sagu tumbuh dengan baik yang berpotensi
sebagai material dalam perbaikan genetik sagu. Perkiraan potensi
produksi sagu mencapai 27 juta ton per tahun, namun hanya 350-500
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 5
ribu ton pati sagu yang digunakan setiap tahunnya. Potensi areal sagu
seperti yang ditampilkan pada tabel 1. Dengan ekstensifikasi, intensifikasi,
perawatan, peremajaan dan penjadwalan sistem panen yang baik, sagu
masih dapat diandalkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti
konsumsi langsung dan bahan baku industri pangan serta non pangan.
Sagu merupakan bahan pangan yang cukup berpotensi dan perlu
diperluas arealnya sehingga memenuhi kriteria pangan secara nasional
dan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan pangan beras.
Tabel 1. Potensi areal dan produksi sagu Indonesia
Propinsi Areal
(Ha)
Persentase
(%)
Produksi
(Ton)
Persentase
(%)
Riau
Jambi
Jawa Barat
Kalimantan Barat
Kalimantan
Selatan
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi
Tenggara
Sulawesi Selatan
Maluku*)
Papua
51.250
29
292
1.576
564
23.400
7.985
13.706
7.917
94.989
600.000
6,393
0,004
0,036
0,197
0,070
2,919
0,996
1,709
0,987
11,848
74,840
192.752
12
1.203
7.659
5.212
113.485
689
38.246
37.479
78.862
5.400.000
3,281
0,000
0,020
0,130
0,089
1,931
0,012
0,651
0,638
1,342
91,906
Total 801.708 100 5.875.599 100
Sumber : Ditjen Bina Produksi Pertanian 2003, diolah.
*) Maluku, terdiri dari Propinsi Maluku dan Maluku Utara.
Data di atas dapat kita lihat betapa besar potensi luas areal yang
ada di wilayah Indonesia Timur, yaitu: Maluku (termasuk Maluku Utara)
seluas 94.989 ha (11,85%) menduduki urutan potensi luas areal terluas
kedua di Indonesia dan yang terbesar ada di Papua yaitu seluas 600.000
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 6
ha (74,84%). Sedangkan sumbangsih produksi secara nasional, Propinsi
Papua adalah lumbung dari hasil produksi sagu yang ada di Indonesia
dengan nilai produksi mencapai 5,4 juta ton atau menyumbang 91,91%
dari total produksi nasional di tahun 2003, kedua Propinsi Riau dengan
produksi 192.752 ton (3,28%), ketiga Sulawesi Utara 113.485 ton
(1,93%), ke empat Maluku 78.862 ton (1,34%) dan seterusnya. Nilai
produksi yang rendah di Maluku (termasuk Maluku Utara) disebabkan
oleh belum dibudidayakannya tanaman ini secara baik, masih dalam
kondisi liar, jadi produksinya tidak terkontrol dengan baik.
Data untuk Propinsi Maluku Utara masih tergabung dalam data
Propinsi Maluku, untuk itu ke depan Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan Propinsi Maluku Utara akan melakukan program inventarisasi
potensi areal dan produksi yang ada di Maluku Utara karena sampai saat
ini data-data yang terkait dengan komoditas sagu ini masih belum ada.
Sementara ini di Pulau Halmahera, penduduk lokal telah mengidentifikasi
ada 8 varietas pohon sagu yang berbeda.
Pemulihan populasi sagu selama ini terjadi secara alami dan
berjalan sangat lambat sehingga dikuatirkan populasi semakin menurun.
Selain itu, eksploitasi secara besar-besaran tanpa pemulihan populasi akan
menyebabkan kehilangan keragaman sumberdaya genetik sagu. Upaya –
upaya pemulihan sangat mendesak dilakukan untuk mencegah hilangnya
salah satu alternatif sumber pangan Maluku Utara. Pemanfaatan potensi
sagu sebagai sumber pangan dan non pangan, pemulihan populasi sagu
dan upaya konservasi merupakan dasar bagi penyusunan kebijakan
ketahanan pangan di Maluku Utara pada masa yang datang.
Kelemahan utama yang dihadapi dalam pengembangan sagu adalah
tanaman ini belum dibudidayakan, sehingga menyulitkan dalam
memperoleh data luas lahan tanaman sagu, proses perencanaan produk,
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 7
dan pengolahan hasil. Dilain pihak upaya-upaya mengintroduksi teknologi
budidaya akan menghadapi masalah karena penduduk umumnya tidak
mengenal dan tidak terbiasa menerapkan teknik budidaya sagu. Anjuran
untuk menerapkan teknik budidaya sagu mungkin akan dianggap sebagai
hal yang aneh. Selain itu, belum semua teknologi budidaya tersedia untuk
diterapkan petani. Perluasan areal sagu terbatas pada daerah tertentu
mengingat tanaman sagu menghendaki sifat lahan yang spesifik, yaitu lahan
basah dan rawa yang sebagian besar terdapat di Papua, Maluku termasuk
Maluku Utara, pantai timur Sumatera. Pembukaan areal baru
memerlukan biaya yang besar.
Produktivitas sagu masih berpeluang untuk ditingkatkan dua kali
dari produktivitas saat ini sekitar 3 – 4 ton tepung sagu kering per
hektar, yaitu dengan cara meningkatkan jumlah pohon produktif yang
ditebang, menjadi 50 pohon per hektar. Di Seram Barat, Provinsi Maluku,
rata-rata jumlah pohon yang ditebang sebanyak 65 pohon/ha/tahun
dengan produksi tepung sagu kering sebanyak 10,6 ton. Peningkatan
jumlah pohon yang dipanen harus diikuti dengan pemulihan populasi
tanaman dan pencegahan perusakan anakan sagu akibat penebangan.
Gambar 1. Rumpun Tanaman Sagu
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 8
Gambar 2. Pohon Sagu yang dipanen untuk di ekstrak
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 9
Sebagai makanan, sagu telah lama dikenal di Maluku Utara.
Penduduk Maluku Utara terutama yang berada di desa-desa telah lama
mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok. Pengolahan tepung sagu
secara tradisional sudah dipraktekkan oleh penduduk lokal di beberapa
kabupaten di Maluku Utara selama bertahun-tahun, sehingga akan
memudahkan dalam pengembangan proses pemanfaatan dan
pengolahannya. Tanaman sagu terdiri dari beberapa jenis. Ada beberapa
jenis sagu yang memiliki arti ekonomi tinggi yaitu metroxylon rumpii
martius, metroxylon sylvester martius, metroxylon longispinum martius,
metroxylon microcantum martius, dan metroxylon sagus rottbul.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 10
Pati sagu dapat digunakan sebagai bahan dasar industri, antara
lain industri alkohol, industri tekstil, dan industri lem untuk plywood.
Bahkan seluruh bagian tanaman sagu sebenarnya dapat dimanfaatkan,
khususnya di Wilayah Maluku. Daun sagu yang merupakan limbah pada
saat panen dapat digunakan untuk atap rumah di pedesaan, pelepah
daunnya dapat digunakan sebagai dinding rumah, dan batang sagu yang
sudah diambil empulurnya dapat digunakan sebagai bahan bakar bagi
masyarakat di pedesaan atau digunakan sebagai alat pengendap pati dalam
proses aktraksi pati sagu. Alat ini oleh masyarakat Maluku disebut goti.
Secara tradisional, pati sagu diperoleh dengan cara membelah batang
pohon sagu secara vertikal memanjang (setengah lingkaran batang)
kemudian pati sagu di ekstrasi dari bagian tengah batang (empulur)
dengan air. Hasil ekstraksi diendapkan, kemudian dijemur hingga
diperoleh diperoleh pati sagu kering (Djaafar et al., 2000).
Pati sagu diperoleh dari pohon sagu yang sudah tua (berumur 8 –
16 tahun), dengan ciri – ciri daun pada bagian pucuk mulai mengecil, duri
pada pelepah daun sudah hilang, keluarnya serangkaian bunga pada
bagian pucuknya, dan adanya buah seperti buah salak. Proses pembuatan
atau pengolahan pati sagu di beberapa daerah Indonesia pada prinsipnya
sama, yaitu melalui tahap – tahap sebagai berikut: penebangan pohon
sagu, pengambilan empulur, ekstraksi pati, pengendapatan pati, dan
pengeringan pati (Ruddle et al., 1978 dalam Djaafar et al., 2000).
Pati sagu sebagian besar berwarna putih, namun ada juga yang
secara genetik berwarna kemerahan yang disebabkan oleh senyawa
phenolik. Derajat putih pati sagu bervariasi dan seringkali berubah
menjadi kecoklatan/merah selama proses penyimpanan. Perubahan warna
dilaporkan sebagai akibat adanya aktivitas enzim Latent Polyphenol Oxidase
(LPPO). Enzim ini mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa poliphenol
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 11
menjadi quinon yang selanjutnya membentuk polimer dan menghasilkan
warna coklat (Onsa et al., 2000).
Menurut Miftahorrachman dan Novarianto (2003) sifat atau
kualitas sagu dipengaruhi oleh faktor genetik maupun proses ekstraksinya
seperti pemakaian peralatan, kualitas air, penyimpanan potongan batang
sagu, kondisi penyaringan, dan sebagainya
Anthonysamy et al., menyatakan bahwa lama perendaman
merupakan faktor penting yang menentukan jumlah senyawa phenolik
(katekin dan epikatekin) yang dioksidasi. Jumlah senyawa phenolik juga
meningkat pada suhu diatas 300 C.
Ekstrasi pati sagu secara tradisional (skala kecil) adalah sebagai
berikut: pohon sagu yang tua ditebang sekitar 0,5 m dari permukaan
tanah, kemudian dibersihkan dari pelepah daun. Batang dibelah menjadi
dua bagian memanjang. Bagian dalam batang (empulur) dihancurkan atau
dipukul dengan alat pemukul (di daerah Maluku alat ini disebut nani).
Hancurkan empulur dibungkus kain saring, kemudian dimasukan ke dalam
bak yang terbuat dari belahan batang sagu yang telah diisi air, sambil
diperas. Air yang mengandung pati mengendap, air yang ada dibuang
secara perlahan – lahan. Pati sagu yang diperoleh kemudian dikeringkan
hingga kadar air 10% - 14%. Cara ekstraksi skala besar pada prinsipnya
sama dengan cara tradisional, namun menggunakan peralatan yang lebih
modern dan lebih memperhatikan kebersihan lingkungan. Diagram alir
proses ekstraksi pati sagu dapat dilihat pada Bagan 1.
Komponen karbohidrat terbesar yang terkandung dalam sagu
adalah pati. Pati sagu tersusun atas dua fraksi penting, yaitu amilosa yang
merupakan fraksi linier dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang.
Rasio kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati sagu adalah 27 : 73
(Cecil et al., 1982 dalam Djaafar et al., 2000).
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 12
Pati sagu terdapat dalam plastida yang berupa granula
berbentuk oval atau bulat telur dan beberapa granula pati sagu berkisar
antara 15-50 µm. Ukuran tersebut lebih besar dibanding pati beras (2-13
µm), pati jagung (5-25 µm), atau pati terigu (3-34 µm). Besarnya ukuran
granula pati membuat pati sagu relatif mudah diendapkan.
Gambar 3. Diagram Alir Proses Ekstraksi Pati Sagu
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 13
Granula – granula tersebut bila di campur dengan air dingin akan
mengalami peristiwa hidrasi revelsibel, yaitu penyerapan air oleh molekul
pati dan bila dikeringkan tidak akan mengubah struktur pati. Tetapi bila
molekul pati yang campur dengan air dingin, kemudian dipanaskan, maka
akan terjadi gelatinisasi atau pembentukan gel (hidrasi irrevelsibel).
Gelatinisasi ini terjadi melalui pembentukan tiga dimensi molekul pati,
terutama pada molekul – molekul amilosa yang mengikat air dengan
ikatan hidrogen. Suhu gelatinisasi pati sagu adalah 600 – 720 C (Meyer,
1973 dalam Djaafar et al., 2000). Pada pemanasan antara suhu 600 C –
900 C, pati sagu menunjukkan tingkat kelarutan paling tinggi dibandingkan
pati kentang dan ubi kayu (Kawabata et al., 1984 dalam Djaafar et al.,
2000).
Struktur kristal pati sagu yang dipelajari melalui pola difraksi X-ray
menunjukkan bahwa sagu memiliki struktur kristal tipe C. Struktur kristal
tersebut berada di antara struktur kristal pati serealia atau kentang.
Kadar amilosa sagu berkisar antara 24-31 % dengan berat molekul 1,41 x
106 – 2,23x106 Da. Berat molekul amilopektin pati sagu 670x106 –
9,23x106 Da (Ahmad et. Al, 1999).
Tabel 2. Komposisi Kimia Pati Sagu
Komponen Referensi
Ahmad et al (1999) Anonim (2003)
Air (%) 10-20 7,86-11,18
Abu (%) 0,06-0,43 0,41-0,76
Lemak (%) 0,10-0,13 Td
Protein (%) 0,20-0,32 0,97-1,08
Serat (%) 3,69-5,96 Td
Amilosa (%) 24-30 20-33 Keterangan: Td: tidak ada data
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 14
Sifat pasta pati sagu yang dipelajari dengan Brabender Amilograf
memiliki pola amilografi tipe A, artinya gel sagu cepat menjadi encer
setelah mencapai kekentalan maksimum pada proses pemanasan. Gel dari
pati sagu lebih transparan dibanding gel dari pati jagung. Gel pati sagu
lebih kuat dibanding gel pati kentang tetapi lebih lemah dibanding gel pati
kacang-kacangan (Ahmad et al., 1999).
Sifat pati dapat diubah melalui proses modifikasi. Salah satu
caranya dengan memberikan perlakukan panas. Heat moisture treatment
(HMT) merupakan suatu modifikasi pati secara fisik dengan menggunakan
kombinasi kelembaban dan temperatur tanpa merubah penampakan
granulanya. Temperatur yang dipakai yang dipakai pada proses ini adalah
temperatur diatas suhu gelatinisasi pati dengan kandungan air terbatas
antara 18 %-27%. Efek yang dihasilkan antara lain yaitu peningkatan suhu
gelatinisasi, pola difrkasi sinar X, serta peningkatan volume dan daya larut
yang diikuti prubahan sifat fungsionalnya (Collado dan corke, 1998).
Sagu sebagai sumber karbohidrat mengandung karbohidrat
sebesar 81,10%; protein 0,54%; dan lemak 0,14% untuk sagu kering
dengan kadar air 15% (Lubis, 1953 dalam Djaafar et al., 2000).
Tabel 3. Komponen Makronutrien Pati Sagu, Tepung Beras dan Terigu
Komponen Satuan Pati sagu Tepung beras Terigu
Kalori Kilo kalori 353,0 360,0 365,0
Protein Persen 0,7 6,8 8,9
Lemak Persen 0,2 0,7 1,3
Karbohidrat Persen 84,7 78,9 77,3
Air Persen 14,0 13,0 12,0 Sumber : Anonim (1981) dalam Djaafar et al. (2000).
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 15
Di Indonesia standar pati sagu sudah diatur dalam SNI 07-3729-
1995. Dalam perdagangan pati dunia, pati dikelompokkan menjadi 2 (dua)
yaitu pati untuk kebutuhan pangan dan non pangan. Untuk membuat
berbagai macam produk olahan pangan maka dibutuhkan pati sagu yang
memenuhi kriteria atau spesifikasi pati untuk pangan.
Tabel 4. Syarat Mutu Tepung (pati) Sagu Berdasarkan SNI 01-3729-1995
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan:
Bau
Warna
Rasa
-
-
-
Normal
Normal
Normal
2 Benda asing - Tidak boleh ada
3 Serangga (dalam segala bentuk
stadia dan potongannya)
- Tidak boleh ada
4 Jenis pati lain selain pati sagu - Tidak boleh ada
5 Air % (b/b) Maks. 13
6 Abu % (b/b) Maks. 0,5
7 Serat kasar % (b/b) Maks. 0,1
8 Derajat asam ml NaOh
1N/100 gr
Maks. 4
9 SO2 mg/kg Maks. 30
10 Bahan tambahan makanan
(pemutih)
Sesuai SNI 01-
0222-1995
11 Kehalusan, lolos ayakan mesh % (b/b) Min. 95
12 Cemaran logam:
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Raksa (Hg)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks. 1,0
Maks. 10,0
Maks. 40,0
Maks. 0,05
13 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
14 Cemaran mikroba:
Angka lempengan total
E. Coli
Kapang
Koloni/gr
APM/gr
koloni
Maks. 10
Maks. 10
Maks. 104
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 16
Tabel 5. Spesifikasi Pati Sagu Untuk Pangan Dan Pakan
Spesifikasi Pangan Pakan
Air 11-12 10-14
pH (larutan 5 %) 5-7 5-7
Derajat putih (%) > 90 Tidak disyaratkan
Kehalusan (%), lolos ayakan 200 mesh > 95 lolos Tidak disyaratkan
Abu (%) < 1 Tidak disyaratkan
Protein (%) < 0,3 Tidak disyaratkan
Logam berat ppm < 10 < 10
Arsenic (As) ppm < 1 < 1
Aerobic plate count, per gram < 100 koloni < 1000 koloni
Koliform Negatif Negatif
Kapang dan khamir, per gram < 100 koloni Tidak disyaratkan
Kekentalan (30o C), cP > 8000 > 8000 Sumber: www.jisctrade.com/sagostarchspec.html (2005) dalam Widianingrum et al. (2005)
Pati sagu mengandung kalori sebesar 353 kkal dan karbohidrat
sebesar 84,7% merupakan sumber karbohidrat yang baik, yang dapat
disejajarkan dengan tepung beras dan terigu, sehingga dapat digunakan
dalam diversifikasi pangan sumber kalori. Akan tetapi pati sagu
mengandung protein 0,7% dan lemak 0,2% yaitu lebih rendah
dibandingkan dengan tepung beras dan terigu. Sagu sebagai bahan pangan
seperti halnya terigu dan tepung beras dapat dimanfaatkan untuk
campuran dalam pembuatan berbagai macam produk olahan pangan
tradisional. Namun perlu diperhatikan bahwa kandungan amilopektin
cukup tinggi dalam pati sagu sehingga tidak memungkinkan pati sagu
digunakan dalam pengolahan produk – produk olahan basah seperti roti
dan cake. Kandungan amilopektin yang tinggi dapat memberikan sifat
lengket dan tekstur yang keras pada produk olahannya. Selain itu, pati
sagu juga tidak mengandung gluten seperti halnya terigu, sehingga produk
olahan roti cake yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang sangat keras.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 17
Pati sagu hanya cocok diolah menjadi bahan pangan olahan dalam
bentuk basah, maka digunakan bahan dasar sagu mutiara atau sagu
lempeng. Sagu mutiara digunakan sebagai bahan dasar dalam pengolahan
pangan tradisional seperti lompong sagu mutiara dan kue talam, atau
dalam pembuatan cake, puding, maupun schotel. Sagu lempeng juga dapat
digunakan sebagai bahan dasar kue talam, sagu tumbu, maupun pudding.
Pati sagu juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri pangan,
antara lain industri mie, soun, dan industri hing fructose syrup. Selain
sebagai bahan baku industri alkohol, industri tekstil, industri obat-obatan,
dan industri lem untuk plywood (Anonim, 1988 dalam Djaafar et al.,
2000).
Bertitik tolak dari nilai kalori dan karbohidrat yang berasal dari
beras, sagu, dan jagung yang relatif sama maka memposisikan sagu sebagai
komponen dalam membangun ketahanan pangan yang tangguh secara
nasional dan khususnya di Maluku Utara adalah merupakan langkah
strategis yang berimplikasi jauh ke depan. Selama ini konsumsi sagu hanya
tersentralisasi pada daerah-daerah penghasil sagu seperti di Papua,
Maluku dan Maluku Utara. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya
selera konsumen terhadap produk makanan dengan bahan dasar pati
sagu. Padahal produk-produk yang berasal dari bahan dasar pati sagu
sebenarnya sudah banyak dan memiliki kandungan karbohidrat yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tepung beras dan jagung maupun terigu. Oleh
karena itu perlu ditingkatkan upaya promosi untuk mempopulerkan sagu
sebagai bahan pangan alternatif melalui produk olahan berupa makanan
ringan (snack) dan jenis makanan lainnya.
Masalah utama dalam penyebarluasan sagu sebagai bahan pangan
adalah ketersediaan pati sagu yang belum meluas dan selera masyarakat
yang masih bertumpu pada beras sebagai bahan pangan utama. Untuk
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 18
meningkatkan selera konsumen, berbagai usaha modifikasi produk olahan
telah banyak dilakukan dengan cara variasi dan perbaikan bentuk olahan,
perbaikan rasa, maupun kandungan gizinya, agar sagu dapat diterima
konsumen pada berbagai lapisan masyarakat.
3.1. Produk Berbahan Baku Sagu Yang Telah Berkembang di
Maluku Utara
Perkembangan Industri rumah tangga makanan yang berasal dari
pati sagu di Maluku Utara telah dimulai sejak beberapa dekade lalu baik
sebagai makanan utama maupun sebagai makanan ringan. Beberapa jenis
makanan utama dan makanan ringan yang telah berkembang dengan baik
di Maluku Utara adalah sebagai berikut :
1. Sagu Lempeng
Sagu lempeng dibuat dari sagu basah yang dicetak
berbentuk persegi panjang lalu dipanggang dalam porna. Bahan
makanan ini sangat cocok sebagai bahan pangan di musim
paceklik karena memiliki daya tahan yang lama apabila disimpan
pada kondisi penyimpanan yang baik dan kering. Pada masyarakat
Maluku Utara biasanya mengkonsumsi sagu lempeng sebagai
pengganti nasi dengan cara dicelupkan ke dalam air atau kuah
dari makanan hingga lembek lalu dikonsumsi bersama lauk pauk
ikan dan sayuran, atau sagu lempeng juga dikonsumsi pada saat
sarapan pagi dengan dicelupkan dalam minuman teh dan kopi.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 19
2. Papeda
Prinsip pembuatan papeda
adalah dengan memanaskan suspensi
aci sagu sampai terjadi gelatinasi. Aci
sagu/pati sagu diaduk dalam sedikit air
dingin sampai terbentuk suspensi
dengan kekentalan yang masih dapat
diaduk dengan mudah. Suspensi
tersebut disiram dengan air panas
sambil diaduk sampai mengental dan
terjadi perubahan warna. Pengadukan
dilakukan sampai warna gel/pasta
yang terbentuk merata.
3. Nasi Sagu Mutiara
Sagu mutiara dapat digunakan sebagai pengganti nasi yang
dimakan sehari-hari. Cara memasaknya sangat sederhana, yaitu
tujuh setengah gelas air dimasak hingga mendidih. Kemudian sagu
Gambar 4. Sagu Lempeng
Gambar 5. Pati sagu (atas),
Papeda (bawah)
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 20
mutiara sedikit demi sedikit dimasukan sambil diaduk supaya
tidak lengket dan matang secara merata. Apabila sudah tidak
terlihat adanya bagian yang masih putih, diangkat dan didinginkan
lalu dibilas dengan air dan ditiriskan. Nasi sagu mutiara ini dapat
dihidangkan dengan lauk pauk menurut selera.
4. Bagea Sagu
Bagea sagu adalah makanan ringan yang dapat dibuat dari
pati sagu kering atau basah. Pati tersebut dicampur dengan telur,
hancuran daging kenari, dan garam. Apabila menggunakan sagu
kering maka perlu ditambahkan sedikit air sehingga membentuk
adonan yang kalis (tidak lengket). Adonan ini kemudian dicetak
berbentuk silinder dengan panjang 2 cm dan 4 cm dan
berdiameter 1,5 dan 2 cm lalu dipanggang dalam oven atau porna
dengan suhu lebih dari 3000 C selama kurang lebih 30 menit.
Apabila disimpan dengan baik kue ini dapat tahan lebih dari 3
bulan.
Gambar 6. Kue Bagea Sagu
Mentah (kiri) dan Bagea Sagu yang
Siap Dipasarkan (kanan)
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 21
5. Bagea Sagu Rempah (Serut)
Bagea sagu rempah atau sering disebut kue serut adalah
salah satu jenis makanan ringan dengan rasa rempah dan manis.
Pembuatan kue ini hampir sama dengan bagea sagu di atas. Pati
sagu basah atau kering di campur dengan telur, mentega, kenari,
gula aren dan rempah seperti kayu manis, cengkih dan pala.
Apabila menggunakan sagu kering maka perlu ditambahkan
sedikit air sehingga membentuk adonan yang kalis (tidak lengket).
Adonan ini kemudian dicetak berbentuk silinder dengan panjang
6 cm dan berdiameter 1 cm lalu dipanggang dalam oven atau
porna dengan suhu lebih dari 3000 C selama kurang lebih 20
menit. Apabila disimpan dengan baik kue ini dapat tahan lebih
dari 3 bulan.
6. Makron Sagu
Makron sagu adalah salah satu jenis kue yang juga dibuat
dari pati sagu dengan dua rasa yaitu vanili dan coklat. Cara
Gambar 7. Aneka Kue Kering; Bagea Sagu Rempah (kiri)
dan Makron Sagu (kanan)
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 22
pembuatan makron sagu adalah pati sagu dicampur dengan
bahan-bahan antara lain tepung gula, hancuran daging kenari,
telur, mentega, baking powder dan vanili atau coklat hingga
membentuk adonan kemudian dicetak setengah lingkaran
menggunakan tangan kemudian dipanggang dalam oven atau
porna dengan suhu kurang lebih 2000 C selama kurang lebih 30
menit. Apabila disimpan dengan baik kue ini dapat tahan lebih
dari 3 bulan.
7. Sagu Mutiara (Buburnee)
Sagu mutiara merupakan bahan makanan yang dapat diolah
menjadi berbagai jenis makanan. Sagu mutiara dapat dibuat dari
pati sagu basah maupun kering. Pati sagu yang digunakan untuk
membuat sagu mutiara harus bersih dari serat dan kotoran. Pati
sagu basah yang bersih dan dihablur untuk memperoleh remah –
remah (hablur) yang digunakan untuk pembutiran. Penghabluran
dilakukan dengan cara meremas – remas pati sagu basah tersebut
diatas ayakan, atau dapat pula menggunakan mesin penghabluran.
Proses pembutiran dapat dilakukan dengan cara yang paling
sederhana yaitu menggunakan nyiru atau baskom bulat. Remahan
pati sagu dimasukan kedalam wadah kemudian diputar – putar
sambil digoyang dan dibalik – balik. Hasil pembutiran diayak
menggunakan ayakan berdiameter lubang 1 mm – 2 mm (2
mesh- 10 mesh) untuk mendapatkan ukuran butir – butir yang
seragam. Butir – butir sagu selanjutnya disangrai hingga bagian
permukaan butir – butir sagu tergelatinisasi 50% - 75%. Hasil
penyangraian dijemur, dan selanjutnya dilakukan pengayakan
untuk memisahkan butir sagu utuh dan butir sagu yang cacat
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 23
(Anonim, 1988 dalam Djaafar et al., 2000). Diagram proses
pembuatan sagu mutiara dapat dilihat pada Bagan 2.
Sagu mutiara ini dapat diolah menjadi nasi sagu dan
dikonsumsi dengan lauk ikan serta sayuran. Sagu mutiara juga
dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan berbagai macam
kue, seperti cake sagu mutiara, schotel sagu mutiara, Pudding sagu
mutiara talam sagu mutiara, dan minuman es sagu mutiara.
Gambar 8. Diagram Proses Pembuatan Sagu Mutiara
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 24
Gambar 9. Kerupuk Sagu Ikan (Kamplang)
8. Kerupuk Sagu Ikan (Kamplang)
Kerupuk ikan sagu atau yang di daerah Bacan, Halmahera
Selatan dikenal dengan nama kamplang. Kamplang ini dibuat dari
pati sagu dengan penambahan daging ikan sehingga kerupuk ini
berasal dari ikan dan dapat dikonsumsi sebagai lauk. Proses
pembuatan kerupuk ini sama seperti pembuatan kerupuk pada
umumnya.
3.2. Produk Berbahan Baku Sagu Yang Potensial
Dikembangkan di Maluku Utara
Ada anggapan bahwa sebagai pangan pokok, sagu berada
pada posisi yang lebih rendah dibanding beras atau bahan pangan
lain terutama terigu. Hal ini merupakan tantangan bagi
pengembangan sagu di Indonesia. Sehubungan dengan hal itu,
produk olahan sagu perlu dikembangkan sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan selera masyarakat. Beberapa produk
olahan pangan yang akan dikembangkan diantaranya adalah :
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 25
1. Mie Sagu
Mi merupakan salah satu jenis makanan yang sudah sangat
populer di Indonesia. Cara konsumsinya sangat fleksibel dan
tidak menimbulkan kesan inferior. Keunggulan mie sagu
dibandingkan dengan mie dari bahan baku tepung terigu
diantaranya: mengandung Resistant Starch (RS) yang
bermanfaat bagi kesehatan usus, dan memiliki kandungan
indeks glikemik yang rendah sehingga baik untuk penderita
diabetes maupun untuk mereka yang melakukan diet, serta
tidak mengandung gluten sehingga cocok bagi penderita autis
yang biasanya sensitif terhadap kandungan gluten pada
protein tepung terigu. Efek fisiologis yang ditimbulkan oleh
RS mirip dengan serat makanan, diantaranya mampu
mengikat asam empedu dan meningkatkan volume feses.
Sampai saat ini pangsa pasar mie sagu terutama di daerah
Jawa Barat masih terbatas pada kelompok masyarakat
menengah ke bawah. Mie sagu beredar secara spesifik seperti
di daerah Jawa Barat (dengan nama mie gleser, mie leor, atau
mie pentil) dan Riau. Sebaliknya produk serupa belum
dikenal di wilayah Indonesia Timur yang merupakan daerah
penghasil sagu. Kondisi ini merupakan salah satu peluang
yang dapat dimanfaatkan untuk memasarkan mie sagu. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mie sagu sudah dapat
diterima dengan baik di Makassar dan sekitarnya (Purwani, et
al., 2006).
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 26
2. Biskuit/Roti Sagu
Tepung sagu dapat digunakan dalam pembuatan tepung
campuran (composite fluor), yakni campuran antara tepung
sagu dan tepung terigu. Tepung campuran itu bisa digunakan
untuk bahan pembuatan roti maupun kue-kue kering dengan
mutu, rasa, tekstur, dan kenampakan yang setara dengan
roti-roti dari terigu murni. Dengan substitusi ini maka terigu
yang selama ini masih terus diimpor dapat dikurangi, sehingga
dapat menghemat devisa.
3. Sirup Sagu
Sirup glukosa atau sering juga disebut gula cair mengandung
D-Glukosa, Maltosa, dan Polimer D-Glukosa yang dibuat
melalui proses hidrolisis pati. Sirup glukosa dipasarkan
sebagai bahan baku industri pangan dan farmasi yang biasanya
digunakan sebagai substitusi sukrosa dalam pembuatan es
krim, maupun pemanis dalam beberapa bentuk makanan dan
minuman.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 27
Teknologi tepat guna yang berkembang di tingkat petani sagu
sebagian besar masih secara tradisional dengan menggunakan peralatan
yang sederhana terutama pada petani pengolah aci sagu (tepung sagu).
Pada kegiatan Inhutani yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan bantuan
yang diberikan oleh Dinas Pertanian berupa alat parut turut memperbaiki
teknologi yang ada di tingkat petani. Pengolah aci sagu menjadi berbagai
produk pada usaha agroindustri skala rumah tangga seperti halnya petani
juga sebagian besar masih menggunakan teknologi yang sederhana
sehingga ke depan bila diusahakan pada skala menengah – besar perlu
ditingkatkan kemampuan teknologinya.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 28
Upaya promosi yang dilakukan untuk meningkatkan skala usaha
dan menarik investasi untuk mengembangkan tanaman sagu sebagai
bahan baku industri makanan maupun sumber energi alternatif belum
maksimal, hal ini disebabkan oleh minimnya informasi yang ada berkaitan
dengan populasi dan luas areal sebaran dari tanaman sagu di Maluku
Utara pada saat ini. Minimnya pemanfaatan dari tanaman sagu yang ada di
Maluku Utara disebabkan pemasaran dari produk sagu yang masih
terbatas dan tradisional.
Berdasarkan hasil analisis SWOT maka dapat diketahui beberapa
yang menjadi kendala-kendala serta permasalahan agribisnis sagu di
Maluku Utara diantaranya adalah:
Pertanaman sagu menyebar, sebagian besar belum dibudidayakan
dengan tingkat produktivitas yang rendah dan beragam.
Kualitas produk sagu yang dihasilkan petani masih rendah.
Penanganan pasca panen masih dilakukan secara tradisional
dengan peralatan manual.
Belum dikuasainya teknologi pengolahan lebih lanjut tepung sagu.
Di beberapa kabupaten terjadi penurunan luas areal dan
produksi diakibatkan konversi lahan ke tanaman perkebunan,
hortikultura, perluasan pemukiman dan infrastruktur.
Harga produk sagu cenderung rendah.
Keterbatasan dana petani dalam melakukan pengembangan
diversifikasi produk sagu.
Untuk mengatasi beberapa permasalahan tersebut diatas, maka
ada beberapa alternatif pemecahannya sebagai berikut :
Mendayagunakan secara optimal potensi sumberdaya sagu yang
didukung dengan kelembagaan dan teknologi inovatif untuk
menghasilkan produk-produk bermutu sesuai permintaan pasar.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 29
Peran aktif petani, pemerintah/instansi secara melembaga dalam
memanfaatkan potensi dan peluang pasar produk sagu untuk
peningkatan nilai tambah komoditas, pendapatan petani dan
PAD.
Perbaikan teknologi pengolahan untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi pengolahan,
Pembuatan pilot proyek pengembangan agribisnis dengan produk
olahan yang dikembangkan seperti mie sagu, sirup sagu, dan
biskuit serta kue,
Pengembangan industri pedesaan atau industri skala kecil-
menengah pada setiap wilayah potensial, akan dapat
meningkatkan kuantitas dan kualitas produk sagu yang memiliki
nilai ekonomi tinggi, serta pasaran luas dan perlu ada jaminan
harga yang memadai bagi petani,
Perlu adanya program pengembangan sagu terpadu (terpadu
pada operasi budidaya, pasca panen, pengolahan produk dan
pemasaran), yang dalam operasional memerlukan pendampingan
tenaga teknis yang handal,
Pembuatan perangkat peraturan daerah yang dapat menjamin
aspek hukum dan keuangan dari pengusahaan sagu, baik skala
rumahtangga/ kecil dan skala menengah-besar.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 30
Dalam meningkatkan produksi sagu, upaya utama yang harus
dilalukan adalah membudidayakan dengan baik tanaman sagu yang selama
ini hanya dibiarkan tumbuh secara liar. Peranan penyuluh pertanian dalam
hal ini sangat dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan pada para
petani sagu bahwa bertanam sagu dengan teknik budidaya dan perawatan
yang baik, dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Selama ini
telah banyak penelitian yang dilakukan dalam usaha meningkatkan
pendayaguaan pati sagu sebagai bahan pangan dan usaha meningkatkan
nilai gizi produk olahannya dengan berbagai teknologi pengolahan yang
tepat. Dengan demikian, diharapkan dapat dihasilkan produk olahan
yang sesuai dengan selera konsumen. Upaya peningkatan daya terima
konsumen terhadap produk – produk makanan olahan dengan bahan
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 31
pangan adalah rendahnya selera konsumen terhadap produk makanan
dengan bahan dasar pati sagu. Selama ini konsumsi sagu hanya
tersentralisasi pada daerah – daerah penghasil sagu seperti di Papua dan
Maluku. Oleh karena itu diperlukan pula upaya untuk mempopulerkan
sagu sebagai bahan pangan dengan berbagai macam produk olahannya
(Djafaar et al., 2000).
Produk – produk yang berasal dari bahan dasar pati sagu
sebenarya sudah banyak, antara lain soun dan mie. Selain itu juga banyak
makanan tradisional dari bahan dasar, terutama yang berasal dari
kawasan Timur Indonesia antara lain bagea, makron, sagu tumbu, sagu
lempeng, dan sebagainya. Pati sagu juga dapat diolah menjadi makanan
bayi dengan suplementasi tepung tempe dan susu bubuk (Budiyanto et
al.,1988 dalam Djafaar et al., 2000; Djaafar et al., 1996 dalam Djafaar et
al., 2000). Untuk meningkatkan nilai gizi, khususnya protein dalam
pembuatan makanan olahan tradisional seperti bagea dan makron, telah
dilakukan suplementasi ikan hingga 40% dari berat sagu (Abdulracman et
al., 1992 dalam Djafaar et al., 2000). Produk olahan lain yang dapat
dibuat dari pati sagu adalah biskuit sagu. Dalam pembuatan biskuit sagu
ini juga dapat diberi tambahan bahan pangan sumber protein untuk
meningkatkan nilai gizi biskuit tersebut.
Pelaksanaan program pengembangan agribisnis sagu yang
berkelanjutan menghadapi berbagai kendala seperti terbatasnya dana,
SDM, fasilitas, dan luasnya daerah penyebaran sagu di Maluku Utara.
Oleh karena itu strategi yang ditempuh dalam pelaksanaan program
tersebut meliputi penetapan prioritas, pelaksanaan secara bertahap dalam
kurun waktu 5 tahun, serta menjalin kemitraan lintas institusi seperti
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Utara, Universitas
Khairun Ternate, Dinas Terkait, dan instansi swasta lainnya,
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 32
menggunakan metode partisipatif yang melibatkan langsung petani dan
pengguna teknologi.
Beberapa upaya yang perlu dilakukan dalam pengembangan
agribisnis sagu untuk peningkatan ketahanan pangan adalah melakukan
prioritas kegiatan dalam pengembangan sagu. Upaya pengembangan sagu
ini memerlukan program terpadu antar lembaga terkait. Beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan di Provinsi Maluku Utara adalah:
5.1. Koleksi dan Karakterisasi Jenis Sagu di Maluku Utara
Jenis-jenis sagu yang diidentifikasi dikelompokkan berdasarkan
karakter warna pucuk, bentuk duri, bentuk pelepah, profil, dan diameter
batang, warna tepung, produksi, dan bentuk tajuk. Kegiatan ini
diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih detail tentang potensi
hasil dari tiap-tiap jenis sagu dengan melihat kandungan gizinya melalui
analisis kimia di laboratorium. Kegiatan karakterisasi ini dapat dilanjutkan
dengan koleksi sagu pada dua tipe lahan. Hasil kegiatan ini berdampak
pada ketersediaan jenis-jenis sagu potensial spesifik daerah yang dapat
dikembangkan dalam skala agribisnis.
5.2. Rehabilitasi Sagu Rakyat Menunjang Ketahanan Pangan
Lokal
Pada areal sagu yang tumbuh secara alami biasanya terdapat lebih
dari satu aksesi sagu. Berdasarkan hasil karakterisasi maka tanaman-
tanaman sagu tersebut dapat dikelompokkan melalui kegiatan rehabilitasi.
Selain itu dapat dilakukan pengaturan jarak tanam sehingga
memungkinkan dilakukan penanaman tanaman sela dengan tanaman
pangan lainnya bahkan dengan ternak maupun perikanan.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 33
5.3. Penumbuhan Agroindustri Tepung Sagu
Berbagai jenis pangan tradisional yang dapat dikembangkan dari
bahan lokal sagu misalnya papeda, sagu lempeng, buburnee, bagea yang
berbentuk kue keras. Bentuk pangan yang dikenal masyarakat
internasional seperti mie, biskuit, roti, dan kerupuk. Salah satu faktor
yang sangat menentukan daya tarik konsumen terhadap suatu produk
adalah kemasan. Kemasan yang baik akan memberi citra yang baik
terhadap suatu produk. Ditingkat petani, pati/aci sagu basah dikemas
pada dua jenis kemasan yaitu anyaman daun sagu dan kantong tepung
terigu. Berat rata-rata kemasan sekitar 50 kg. Pati/sagu basah yang dijual
dalam bentuk irisan-irisan tidak dikemas tetapi dibiarkan begitu saja dan
dapat dicemari oleh berbagai debu dan kotoran yang melekat. Melalui
kegiatan ini perlu dicari jenis kemasan yang murah, bersih, dan menarik
untuk berbagai produk yang dihasilkan dari tanaman sagu.
5.4. Koordinasi Dengan Instansi Terkait
Ketahanan pangan merupakan idaman setiap daerah, karena
tercukupinya kebutuhan pangan beserta gizi setiap penduduk adalah
syarat utama untuk mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan. Salah
satu aspek yang mendukung adalah penyediaan pangan yang cukup
melalui produksi yang berswasembada. Namun demikian kita sadari
bahwa upaya diversifikasi sumber pangan saat ini belum memadai untuk
mendukung ketahanan pangan.
Upaya koordinasi dan sinkronisasi kegiatan akan senantiasa
dilakukan lintas institusi seperti dinas pertanian, disperindagkop, dinas
kehutanan, BPTP Maluku Utara, dan Univ. Khairun Ternate. Beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian khusus diantaranya adalah:
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 34
Perlu adanya pembagian kewenangan diantara instansi terkait
dalam pembinaan terhadap pengembangan komoditi sagu.
Melakukan inventarisasi dan identifikasi potensi sagu di masing-
masing kab/kota dengan melibatkan institusi terkait di daerah.
Melakukan sosialisasi pemanfaatan sagu bagi masyarakat.
Meningkatkan koordinasi diantara instansi/pihak yang menangani
sektor pangan.
5.5. Kemitraan dan Pemasaran Hasil
Upaya mempertinggi pendapatan usaha melalui peningkatan
produksi sagu sangat erat kaitannya dengan tingkat harga jual batang sagu
sebagai produksi usahatani melalui perbaikan sistem pemasaran yang
efisien. Berhubung sagu merupakan komoditas spesifik lokasi, maka
strategi pemasaran yang ditempuh melalui segmentasi pasar birokrasi.
Rencana kegiatan yang akan dilakukan adalah:
Mengkampanyekan konsumsi sagu terutama bagi masyarakat yang
ada di daerah perkotaan. Kegiatan ini antara lain adalah
menyiapkan hidangan yang bahannya dari sagu pada saat
pertemuan formal maupun informal,
Memodifikasi dalam pemberian raskin (beras untuk masyarakat
miskin) dengan komoditi sagu sekaligus berperan dalam
mengurangi penggunaan beras sebagai makanan pokok yang selalu
menjadi permasalahan saat ini.
Melakukan diversifikasi vertikal dengan menumbuhkan industri
rumah tangga pengolahan aneka kue sagu dengan dilakukan
fortifikasi zat gizi.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 35
Meningkatkan partisipasi industri pengolahan pangan sehingga
dapat mewujudkan kondisi masyarakat yang kondusif dalam
penganekaragaman konsumsi sagu.
Membentuk lembaga pemasaran seperti koperasi yang akan
mengumpulkan dan memasarkan produk sagu dari petani. Serta
menjalin kemitraan dengan perusahaan industri hilir.
5.6. Pembinaan Terhadap Industri Rumah Tangga.
Prinsip pengembangan industri hulu dan hilir dalam agribisnis
sagu di Maluku Utara akan dilakukan secara berjenjang. Kelemahannya
adalah bahwa di Maluku Utara belum terdapat industri besar
berteknologi tinggi untuk menyerap lebih besar produksi sagu setempat.
Oleh karena itu melalui pembinaan dan pemberian apresiasi diiarahkan
kepada industri-industri kecil dibidang persaguan. Strategi yang akan
dikembangkan dalam pembinaan industri rumah tangga adalah:
Memberikan bantuan permodalan kepada petani guna
meningkatkan pengelolaan sagu yang berorientasi agribisnis.
Memberikan bantuan alsintan pengolahan sagu.
Memberikan pelatihan penggunaan teknologi tepat guna
pengolahan sagu kepada petani.
Memberikan penghargaan bagi petani yang mengembangkan dan
melestarikan sagu.
5.7. Introduksi Teknologi Tepat Guna
Untuk mendukung pengembangan agribisnis sagu yang
berkelanjutan maka dibutuhkan teknologi yang layak secara teknis,
ekonomis, maupun sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 36
Beberapa kebutuhan teknologi tepat guna (TTG) sagu yang dibutuhkan di
Provinsi Maluku Utara adalah:
1. Teknologi pengusahaan sagu biaya rendah, ramah lingkungan, dan
memberikan rendemen hasil sagu yang tinggi.
2. Bahan tanaman sagu unggul yang tersedia dalam waktu yang relatif
singkat dengan jumlah yang banyak untuk pengembangan dan
rehabilitasi populsasi sagu skala luas.
3. Alat ekstraksi sagu yang memiliki tingkat fleksibilitas (portable) dan
terpadu yang terdiri atas komponen ekstraksi tepung basah,
pengeringan tepung, dan penghancur gumpalan tepung sagu.
4. Teknologi diversifikasi produk sagu untuk ekspor skjala kecil
menengah.
5. Teknologi pengolahan limbah dari proses ekstraksi tepung sagu
menjadi produk bernilai ekonomi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi sagu adalah alat
pangkur yang digunakan. Ditingkat petani biasanya digunakan alat manual
yang menggunakan tenaga manusia dan juga alat pangkur mesin yang
mana memiliki keunggulan dan kekurangan. Alat manual memerlukan
curahan tenaga kerja dan waktu yang relatif banyak dibandingkan mesin.
Kelebihannya, produksi tepung sagu (aci) lebih tinggi dibandingkan mesin.
Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan pengkajian untuk merekayasa
jenis alat yang merupakan penggabungan alat manual dan mesin yang
secara teknis dapat dipraktekkan dan secara ekonomis menguntungkan.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 37
1. Sagu sangat potensial sebagai komponen ketahanan pangan,
disamping nilai kalori dan gizinya tidak kalah dengan sumber pangan
lainnya seperti beras, dan jagung, kondisi lahan dan iklimnya di
Maluku Utara sangat mendukung pertumbuhan sagu yang optimal.
Oleh karena itu memposisikan sagu sebagai komponen dalam
membangun ketahanan pangan nasional yang tangguh adalah
merupakan langkah strategis yang berimplikasi jauh kedepan.
2. Potensi pengembangan tanaman sagu di Maluku Utara cukup
prospektif mengingat dari segi sumberdaya lahan masih cukup luas,
dan ketersediaan serta dukungan teknologi dari institusi Litbang
Pertanian cukup tersedia.
3. Kegiatan yang telah dilakukan untuk mengembangkan agribisnis sagu
selama ini masih terfokus pada sektor hilir melalui pemberdayaan
usaha kecil menengah dibidang pengolahan tepung sagu menjadi
aneka kue dan biskuit. Selain itu juga sudah diupayakan menjadikan
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 38
produk olahan sagu sebagai makanan khas/oleh-oleh daerah Maluku
Utara.
4. Permasalahan yang sering dihadapi adalah penyebaran areal
pertanaman sagu, dan sebagian dibudidayakan secara tradisonal
sehingga produktivitasnya rendah, kualitas produk yang dihasilkan
masih rendah, belum tersosialisasinya teknologi pengolahan
produk/diversifikasi sagu menjadi berbagai macam aneka pangan
olahan.
5. Upaya-upaya yang coba dilakukan untuk memecahkan permasalahan
tersebut adalah dengan mendayagunakan secara optimal potensi
sumberdaya sagu yang didukung dengan kelembagaan dan teknologi
inovatif untuk menghasilkan produk-produk bermutu sesuai
permintaan pasar, serta melakukan pengembangan industri pedesaan
atau industri skala kecil-menengah pada setiap wilayah potensial.
6. Rencana kegiatan untuk jangka panjang adalah dengan membuat
skala prioritas kegiatan seperti membangun database sagu di Maluku
Utara melalui inventarisasi dan karakterisasi jenis sagu, rehabilitasi
sagu rakyat, rekayasa alat ekstraksi sagu terpadu, dan penumbuhan
serta penguatan agroindustri pengolahan tepung sagu menjadi
berbagai macam produk potensial. Selain itu juga dilakukan
koordinasi dan sinkronisasi lintas institusi untuk bersama-sama
menjadikan sagu sebagai salah satu produk khas daerah.
7. Pemerintah sudah semestinya mengapresiasi suatu daerah yang
masyarakatnya tidak hanya tergantung pada komoditas beras dan
terigu, karena lahan sawah akan semakin berkurang dan tanaman
padi memerlukan air yang sangat banyak, sedangkan terigu masih
impor, karena kita tidak memproduksi gandum. Perhatian
pemerintah dapat berupa gerakan mengkampanyekan konsumsi
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 39
bahan pangan non-beras dan non-terigu serta memberikan bantuan
dana berupa modal usaha.
Pengembangan Pangan Lokal Berbahan Baku Sagu di Maluku Utara 40
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. B.F., P.A. William, J. Doublier, S. Durand and A Buleon. 1999.
Physicochemical Characterisation of Sago Starch. Carbohydrate
Polymer 38 : 361-370.
Anonim. 2005. Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengolahan Sagu
Sebagai Pangan Pokok di Kawasan Timur Indonesia. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Bogor.
Laporan Akhir.
Anthonysamy, S.M., Nazamid bin Saari, Kharidah M, and fatimah A.B.
2004. Browning of Sago (Metroxylon Sagu) Pith Slurry as
Influenced by holding Time, pH and Temperature. Journal of
Food Science 67:3342-3347.
Djaafar, T.F., S. Rahayu, dan R. Mudjisihono. 2000. Teknologi Pengolahan
Sagu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 35 hal.
Haryanto, B, dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu.
Kanisius. Yogyakarta.
Purwani, E.Y., dkk. 2006. Teknologi Pengolahan Mi Sagu. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
Purwani, E.Y., Setiawati, H. Setianto, dan Widyaningrum. 2006.
Karakteristik dan Studi Kasus Penerimaan Mi Sagu Oleh
Masyarakat di Sulawesi Selatan. Agritech 26 (1); 24-33.
Widaningrum, E.Y. Purwani dan S.J. Munarso. 2005. Kajian Terhadap SIN
Mutu Pati Sagu. Jurnal Standarisasi Vol. 7 No. 3 November 2005.
Badan Standardisasi Nasional.