issn 0853 - 8204 w a r t aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase...memiliki peran...
TRANSCRIPT
Keragaman karakter kualitatif dan kuantitatif daun 37 aksesi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 1
BIOLOGI BUNGA DAN TEKNIK PERSILANGAN BUNGA KARET
Program pemuliaan karet di Indo-
nesia telah banyak menghasilkan klon-klon karet unggul sebagai penghasil lateks dan kayu. Pena-
naman klon unggul secara nyata telah meningkatkan produktivitas dan daya saing karet alam nasio-nal. Untuk memperoleh klon-klon
yang lebih unggul dilakukan de-
ngan program persilangan buatan dan seleksi pohon induk dengan tujuan untuk mendapatkan geno-
tipe unggul sebagai penghasil lateks tinggi, pertumbuhan cepat, resisten terhadap penyakit, me-
miliki adaptabilitas yang luas dan
memiliki karakteristik sekunder
yang baik. Persilangan/hibridisasi memiliki peran penting dalam pemuliaan untuk memperluas ke-
ragaman genetik. Seleksi akan efektif apabila populasi yang diseleksi mempunyai keragaman
genetik yang cukup luas. Salah satu upaya untuk meningkat- kan hasil karet adalah meng-
gunakan bibit unggul dengan di-dapatkannya melalui persilang-an dengan klon-klon unggul ter-
pilih. Sifat benih unggul pada tanaman dapat timbul secara ala-mi karena adanya seleksi alam
dan dapat juga timbul akibat campur tangan manusia melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Pe-
muliaan tanaman pada dasarnya adalah memilih atau menyeleksi dari suatu populasi untuk men-
dapatkan genotipe tanaman yang memiliki sifat-sifat unggul yang selanjutnya akan dikembangkan
dan diperbanyak sebagai bibit atau benih unggul. Persilangan/ hibridisasi adalah penyerbukan
silang antara tetua yang berbeda susunan genetiknya. Pada tanam-an menyerbuk sendiri hibridisasi
merupakan langkah awal pada program pemuliaan setelah di-lakukan pemilihan tetua.
Volume 23, Nomor 2 Agustus 2017
W A R T A
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN
TERBIT TIGA KALI SETAHUN
ISSN 0853 - 8204
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN INDUSTRI
Gambar 1. Penampilan rangkaian bunga karet (Inflorentia cymosa) a), b), c)
bunga betina, d) bunga jantan, e) posisi kotak sari bunga jantan, f)
bentuk dan ukuran tepung sari, g) penampang melintang bunga
betina tanaman karet, h) bunga betina disilangkan pada benang sari,
menutup kepala putik dengan getah lateks dan i) menyilangkan
benang sari dengan menggunakan pinset, bunga hasil persilangan
ditutup dengan kapas
a b d c
e a
g
h
f
i
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 2
rogram pemuliaan karet pada
saat ini diarahkan pada
perbaikan kualitas dan pro-
duktivitas tanaman. Klon unggul
baru merupakan syarat utama agar
komoditas karet tetap menguntung-
kan di dalam persaingan global
baik pada saat ini maupun masa
mendatang. Dua cara untuk
menghasilkan klon unggul karet
adalah (1) Menyeleksi segregan-
segregan dari sumber-sumber ke-
ragaman genetik yang ada, dan (2).
Menyediakan keragaman genetik
baru melalui persilangan buatan.
Kedua cara tersebut saling berkait-
an satu sama lain karena sumber
tetua pada persilangan juga ber-
asal dari sumber genetik yang
terpilih
Salah satu tujuan program
pemuliaan karet adalah mendapatkan
klon dengan produktivitas tinggi
serta tahan terhadap penyakit.
Klon merupakan suatu komponen
teknologi di dalam peningkatan
produktivitas tanaman. Kesalahan
memilih klon akan memberikan
dampak kerugian selama satu siklus
tanaman karet (25 - 30 tahun).
Sejak tahun 1985 perbaikan
genetik terhadap karakteristik ta-
naman karet terus dilakukan
dengan memanfaatkan teknik kon-
vensional dengan cara persilangan
antar klon karet. Pada prinsipnya
hibridisasi pada tanaman karet
dilakukan dengan bantuan manusia
(hand polination). Secara sederhana
hibridisasi dilakukan dengan cara
mengambil serbuk sari suatu klon
dan dimasukkan ke atas putik pada
klon karet yang berbeda. Tetua
persilangan tentunya memiliki sua-
tu keunggulan baik segi pertum-
buhan, ketahanan penyakit, dan
produktivitasnya. Syarat dari hi-
bridisasi adalah harus memiliki
pola genetik yang sama sehingga
memiliki kecenderungan untuk
menjalani evolusi yang sama.
Dengan kata lain bahwa tanaman
yang akan dihibridisasi harus
memiliki hubungan evolusi atau
kekerabatan yang dekat. Dalam
konteks filogenetika, tanaman
tersebut harus memiliki hubungan
monofiletik, yaitu berasal dari suatu
keturunan yang sama. Sebaliknya
jika hubungan kekerabatan pada
tanaman tersebut non monofiletik
maka salah satu timbul adalah reaksi
penolakan karena tidak adanya
kecocokan genetik seperti yang
sering terjadi dalam perbanyakan
kegiatan hibridisasi.
Karakteristik bunga jantan dan
bunga betina merupakan salah
satu faktor yang menentukan ke-
berhasilan persilangan tanaman
karet. Keberhasilan persilangan pada
musim bunga pertama mencapai
sekitar 3%, sedangkan pada musim
bunga kedua mencapai 8% (Maas,
1919). Faktor yang mempengaruhi
keberhasilan persilangan ini adalah
faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik yang mempengaruhi
adalah sterilitas dan inkompatibili-
tas bunga jantan maupun bunga
betina. Inkompatibilitas terjadi ka-
rena tabung serbuk sari yang tidak
berkecambah tetapi tidak terjadi
fertilisasi, atau fertilisasi terjadi
tetapi embrio tidak berkem-
bang. Sedangkan faktor lingkung-
an adalah kondisi iklim terutama
curah hujan dan kelembapan.
Teknik Hibridisasi
Persilangan klon dapat terjadi
secara alami maupun secara buatan.
Agar persilangan alami dapat terjadi
dengan baik, maka perlu dilakukan
penataan klon di dalam suatu per-
tanaman yang dirancang secara
khusus. Permasalahan yang dihadapi
pada persilangan alami adalah tidak
jelasnya asal persilangan apakah
akibat persilangan pada klon yang
sama atau berasal dari klon yang
berbeda. Biji yang dihasilkan
P
Warta Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Industri me-muat pokok-pokok kegiatan serta hasil penelitian dan pengem-bangan tanaman perkebunan.
PELINDUNG : Kapuslitbang Perkebunan
FADJRY DJUFRY
PENANGGUNG JAWAB :
JELFINA C. ALOUW
A. DEWAN REDAKSI Ketua Merangkap Anggota
ENDANG HADIPOENTYANTI
Anggota :
DONO WAHYUNO DYAH MANOHARA
E. RINI PRIBADI OCTIVIA TRISILAWATI IWA MARA TRISAWA
SUDARSONO HERNANI
B. REDAKSI PELAKSANA
ELFIANSYAH DAMANIK TARUNA P. SURIANATA
Alamat Redaksi dan Penerbit Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Jl. Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111
Telp. (0251) 8313083 Faks. (0251) 8336194
Sumber Dana :
DIPA 2O17 Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Perkebunan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Warta Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Industri me-muat pokok-pokok kegiatan serta hasil penelitian dan pengem-bangan tanaman perkebunan.
PELINDUNG : Kapuslitbang Perkebunan
FADJRY DJUFRY
PENANGGUNG JAWAB :
JELFINA CONSTANSYE ALOUW
A. DEWAN REDAKSI Ketua Merangkap Anggota
ENDANG HADIPOENTYANTI
Anggota :
DONO WAHYUNO DYAH MANOHARA
E. RINI PRIBADI OCTIVIA TRISILAWATI IWA MARA TRISAWA
SUDARSONO HERNANI
B. REDAKSI PELAKSANA
ELFIANSYAH DAMANIK TARUNA P. SURIANATA
Alamat Redaksi dan Penerbit Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Jl. Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111
Telp. (0251) 8313083 Faks. (0251) 8336194
Sumber Dana :
DIPA 2O17 Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Perkebunan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
DAFTAR ISI
Informasi Komoditas
Biologi bunga dan teknik persilangan
bunga karet ................................................. 1
Isolasi Cashew Nut Shell Liquid dari kulit
biji jambu mete ........................................... 5
Keunggulan dan kelemahan kopi sebagai
obat alami .................................................... 9
Status lilit batang tanaman karet TBM 3
asal benih okulasi hijau dan cokelat ............ 15
Lontar tanaman tahunan yang ber-
manfaat ....................................................... 16
Potensi tanaman putri malu tidak ber
duri sebagai legum penutup tanah pada
lahan tanaman perkebunan tahunan ............. 19
Panen kelapa yang aman dengan alat
panjat dan robot pemanen kelapa:
Cocobot ...................................................... 21
Keragaman karakter kualitatif dan
kuantitatif daun 37 aksesi lada hasil per-
silangan ....................................................... 25
Teknologi ekstraksi tanaman obat ............... 29
Berita
Memasyarakatkan inovasi produk pes-
tisida alami mendukung pertanian ber-
kelanjutan ................................................... 32
Pedoman bagi penulis ................................. 32
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
3
dari persilangan alami digolong-
kan sebagai biji ilegitim, sebab
hanya induk betinanya saja yang
diketahui. Berbeda dengan per-
silangan buatan (hand polination),
kedua sumber tetua persilangan
dapat diketahui dengan pasti.
Sehingga penggabungan sifat-sifat
yang diketahui dapat dikendalikan
dengan baik.
Tujuan hibridisasi adalah untuk
menciptakan populasi baru dimana
sebagian besar individu anggota-
nya memiliki sifat keturunan yang
baik. Dengan demikian, persilang-
an merupakan suatu usaha untuk
menambah keragaman dalam po-
pulasi baru. Persilangan buatan
adalah suatu teknik penggabungan
antara bunga jantan dan bunga
betina pada klon yang berbeda.
Pengetahuan tentang morfologi
bunga dan teknik persilangan sangat
penting di dalam perakitan klon
karet unggul.
Morfologi Bunga Karet
Bunga karet termasuk bunga
majemuk berbatas (Inflorescentia
cymosa) yaitu bunga majemuk yang
ujung ibu tangkainya selalu ditutup
dengan suatu bunga, jadi ibu tangkai
bunga mempunyai pertumbuhan
yang terbatas. Ibu tangkai ini dapat
pula bercabang-cabang dan cabang-
cabang tadi seperti ibu tangkainya
juga selalu mendukung suatu
bunga pada ujungnya. Pada bunga
majemuk yang berbatas bunga yang
mekar dulu ialah bunga yang
terdapat di sumbu pokok atau ibu
tangkainya, jadi dari tengah ke
tepi (Inflorescentia centrifuga) se-
hingga berbentuk kerucut. Bunga
karet yang berbentuk malai ter-
bentuk dari ranting terminal, terdiri
atas beberapa ribu bunga. Dalam
satu malai terdapat bunga betina dan
bunga jantan dengan proporsi 1 : 60.
Bunga betina tumbuh di ujung
tangkai dan cabangnya, sedangkan
bunga jantan tumbuh di setiap
tangkai bunga yang tersusun atas
tiga bunga. Kedua bunga memiliki
tangkai yang pendek, berwarna
kuning untuk bunga jantan dan
kuning kehijauan untuk bunga
betina.
Bunga betina terdiri atas dasar
bunga, tenda bunga, dan pangkal
buah. Dasar bunga berwarna hijau,
tenda bunga terdiri atas lima helai
daun bunga yang saling berlekatan
pada bagian bawah yang ter-
belah, sedangkan pada ujung
membelah. Bunga jantan terdiri
dari tangkai sari, dan kepala
sari. Kepala sari melekat pada
tangkai sari tersusun dalam dua
lingkaran yang masing-masing
terdiri atas lima kepala sari.
Pemeliharaan Tanaman Tetua
Persilangan
Seperti halnya tanaman butuh
akan hara demi kelangsungan
hidupnya, tanaman yang diguna-
kan sebagai tetua persilangan juga
butuh pemupukan. Jenis pupuk
yang diberikan dapat berupa pupuk
NPK (16 : 16 : 16) dengan dosis
500 g/pohon pada saat sebelum
berbunga. Pemupukan diberikan
secara larikan di bawah tajuk
tanaman. Selain itu dilakukan
pemangkasan dan pengendalian
penyakit.
Kastrasi
Tanaman karet merupakan
tanaman berumah satu (monoceus).
Tetapi bunga jantan dan bunga
betina terpisah pada bunga yang
berbeda sehingga sebelum di-
silangkan, kastrasi pada kedua bunga
perlu dilakukan agar tidak terjadi
persilangan sendiri (selfting).
Kastrasi adalah proses membuka
mahkota bunga betina dan
membuang bunga jantan di sekitar
bunga betina. Kastrasi dilakukan
sehari sebelum penyerbukan. Malai
yang baik disilangkan adalah yang
berumur 15 hari setelah inisiasi
pembungaan atau ada bunga yang
mekar antara 4 - 6 bunga.
Kastrasi merupakan kegiatan
untuk membersihkan bagian ta-
naman yang ada di sekitar bunga
yang akan dibersihkan dari kotoran,
serangga dan kuncup-kuncup bunga
yang tidak dipakai, termasuk mem-
buang mahkota dan kelopak bunga.
Kastrasi biasa dilakukan dengan
menggunakan gunting, pisau dan
pinset. Emaskulasi atau pengebirian
adalah kegiatan pembuangan alat
kelamin jantan (stamen) pada tetua
betina, sebelum bunga mekar
atau terjadi penyerbukan sendiri.
Emaskulasi terutama dilakukan pada
tanaman berumah satu yang
hermaprodit dan fertil
Kastrasi dilakukan dua tahap.
Tahap pertama yaitu pembungaan
bunga betina yang sudah mekar.
Pada bunga betina dipilih malai
yang tumbuh normal, sehat, dan
tidak terinfeksi hama-penyakit serta
bunga sudah mampu untuk dibuahi
(reseptif). Tiga malai sekunder mulai
dari pangkal malai primer dibuang
atau dipotong karena bagian ini lebih
didominasi oleh bunga jantan. Pada
malai sekunder yang tersisa, bunga
yang sudah mekar dibuang dengan
menggunakan gunting kecil. Kastrasi
tahap kedua yaitu pembuangan bu-
nga jantan. Sebaiknya pembuangan
atau pemotongan bunga dilakukan
pada pagi hari, sebelum pukul 7.00
WIB, atau sebelum matahari terbit.
Pada tahap ini bunga betina yang
pada tahap pertama belum mekar.
Bunga-bunga yang akan mekar ini-
lah yang akan disilangkan. Untuk
membuang bunga jantan dilakukan
dengan hati-hati agar tidak menyer-
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 4
buki bunga betina yang akan di-
silangkan. Bunga betina yang belum
mekar dan bunga jantan yang sudah
mekar dibuang dengan mengguna-
kan gunting kecil. Bunga betina
yang akan disilangkan disisakan
sebanyak 5 - 10 bunga per malai.
Bentuk dan Ukuran Tepung Sari
Tepung sari pada tanaman karet
memiliki ukuran yang cukup besar
dengan ukuran besar dinding sel dan
inti berukuran 55,73 µm sedang-
kan inti sel berukuran 53,61 µm
dengan bentuk tepung sari lonjong,
sedangkan bila dibandingkan dengan
ukuran tepung sari pada tanaman
kemiri mempunyai bentuk tepung
sari bulat dengan ukuran sebesar
73,79 µm lebih besar dari pada
tepung sari karet.
Penyiapan Bunga Tetua Jantan
Bunga jantan segera disiapkan
setelah kastrasi. Pada tanaman tetua
jantan yang akan disilangkan,
sebaiknya berasal dari malai bunga
yang sudah mekar, sedangkan bu-
nga yang masih kuncup dibuang.
Bunga jantan yang akan disilangkan
harus berasal dari klon karet
yang berbeda. Tanda bunga jan-
tan sudah siap untuk menyerbuki
bunga betina yaitu warna mahkota
bunga berwarna kekuningan, dan
mengeluarkan aroma harum. Pada
saat itu bunga jantan sudah reseptif
dan siap untuk membuahi.
Penyerbukan
Tanaman karet adalah tanaman
menyerbuk silang yaitu penyerbukan
dimana perpindahan tepung sari
yang berada dalam kotak sari
(anther) menempel kepada kepala
putik (pistillum) pada bunga be-
tina pada bunga yang berbeda.
Terjadinya penyerbukan silang ini
adalah karena adanya perbedaan
masa reseptif antara bunga jantan
dan bunga betina.
Penyerbukan pada tanaman karet
dilakukan dengan cara mengambil
tepung sari dari bunga jantan yang
sudah reseptif dan ditempelkan ke
kepala putik pada bunga betina.
Setelah itu dilakukan penutupan
dengan kapas yang sebelumnya
telah diteteskan lateks dari tangkai
daun tanaman karet. Penutupan
dengan kapas ini dilakukan agar
menghindarkan masuknya serbuk
sari dari klon lain ke dalam bunga
yang telah disilangkan. Kemudian
setelah itu diberi label tanda per-
silangan yang terdiri atas nama
penyilang, tanggal persilangan,
jumlah bunga yang disilangkan, dan
klon yang disilangkan.
Pemeliharaan Bunga dan Putik
Silangan
Satu minggu setelah persilangan,
putik akan terlihat membesar,
biasanya persentase keberhasilan
persilangan pada tanaman karet
hanya berkisar 3% dari total bunga
yang disilangkan. Pemeliharaan
bunga atau putik silangan meliputi
penyemprotan dengan pestisida
pada bunga yang terserang pe-
nyakit. Selain itu dilakukan juga
pengamatan berkala hingga buah
siap dipanen. Pemanenan buah
hasil persilangan dapat dilakukan
apabila sudah matang fisiologis
yaitu berkisar 5 - 6 bulan setelah
pembuahan.
Faktor Kegagalan dalam
Persilangan
Banyak faktor yang menjadi
kendala dalam keberhasilan
persilangan pada tanaman karet
antara lain 1). Inkompatibilitas
antara bunga jantan dengan bunga
betina akibat kepala putik tidak
berkecambah, perkembangan tabung
tepung sari yang lambat ditangkai
putik (stigma), tidak terjadi fertilisasi
atau embrio tidak dapat berkembang,
dan jumlah tepung sari yang tidak
mencukupi serta viabilitas tepung
sari yang kurang fertil. 2). Faktor
fisiologis seperti ketersediaan
hormon, terutama hormon auksin
yang sangat rendah yang meng-
akibatkan kelayuan dan buah
gugur, 3). Faktor lingkungan seperti
curah hujan dan kelembapan ber-
pengaruh meningkatnya serangan
cendawan. 4) Masa berbunga yang
sangat terbatas dan tidak sinkronnya
waktu berbunga antar klon sebagai
sumber bunga jantan dan bunga
betina.
Penutup
Persilangan/hibridisasi karet
dapat dilakukan melalui penyer-
bukan pada tanaman karet yang
dilakukan dengan cara mengambil
tepung sari dari bunga jantan yang
sudah reseptif dan ditempelkan ke
kepala putik pada bunga betina.
Setelah itu dilakukan penutupan
dengan kapas yang sebelumnya
telah diteteskan lateks dari tangkai
daun tanaman karet. Penutupan
dengan kapas ini dilakukan agar
menghindarkan masuknya tepung
sari dari klon lain ke dalam bunga
yang telah disilangkan.
Faktor yang menjadi kendala
dalam keberhasilan persilangan
pada tanaman karet antara lain
inkompatibilitas antara bunga jantan
dengan bunga betina akibat kepala
putik tidak berkecambah, per-
kembangan tabung tepung sari yang
lambat di tangkai putik, tidak ter-
jadi fertilisasi atau embrio tidak
dapat berkembang, dan jumlah
tepung sari yang tidak mencukupi
serta viabilitas tepung sari yang
kurang fertil. Faktor fisiologis
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
5
seperti ketersediaan hormon,
terutama hormon auksin yang
sangat rendah yang mengakibat-
kan kelayuan dan buah gugur.
Faktor lingkungan seperti curah
hujan dan kelembapan berpengaruh
meningkatnya serangan penyakit
cendawan. Masa berbunga yang
sangat terbatas dan tidak sinkronnya
waktu berbunga antar klon sebagai
sumber bunga jantan dan bunga
betina.
ISOLASI Cashew Nut Shell Liquid DARI KULIT BIJI METE
Isolasi merupakan suatu cara untuk mengambil satu senyawa aktif yang terdapat di dalam tanaman. Proses isolasi melalui tahapan-tahapan hingga diperoleh suatu senyawa murni. Metode yang digunakan bervariasi, seperti isolasi CNSL dari kulit biji cara modern menggunakan metode ekstraksi pelarut dan pengempaan (press), sedangkan cara tradisio-nal melalui proses pemanggangan suhu tinggi (190
0C). Cara tersebut
akan menghasilkan CNSL mutu rendah dan minyak yang cen-derung berwarna gelap serta minyak yang tersisa di dalam bahan masih cukup banyak. Metode isolasi yang digunakan juga akan berpengaruh terhadap rendemen CNSL. Senyawa CNSL terdiri dari asam anakardat, kar-danol dan kardol, yang merupa-kan senyawa fenol alami yang banyak manfaatnya dalam ber-bagai industri. Oleh karena itu produksinya harus ditingkatkan, mengingat ketersedian bahan baku kulit biji jambu mete di Indonesia yang cukup melimpah dan belum termanfaatkan dengan baik. Di samping itu, ke depan secara bertahap Indonesia harus mengurangi ekspor dalam bentuk gelondong mete sehingga CNSL yang bernilai ekonomi tinggi tersebut dapat diolah di dalam negeri.
angsa ekspor dan produksi
mete Indonesia dibandingkan
negara penghasil mete lain-
nya cenderung menurun disebab-
kan oleh kendala on-farm dan off-
farm. Antara tahun 1994 - 2009,
pertumbuhan volume dengan nilai
ekspor jambu mete Indonesia
masing-masing adalah 37,90% dan
25,01%, pada periode tahun 2010 -
2014 menurun menjadi 0,63% dan
6,46%. Hal tersebut disebabkan
penurunan areal dan produktivitas
jambu mete Indonesia dibandingkan
dengan negara penghasil lainnya
sebagai dampak dari rendahnya
input produksi karena keterbatas-
an modal petani. Peningkatan pen-
dapatan petani jambu mete dapat
dilakukan dengan meningkatkan
kinerja usaha tani mete melalui
optimalisasi penggunaan lahan dan
diversifikasi produk mete baik
vertikal maupun horizontal.
Produk utama dari tanaman
jambu mete adalah bijinya (kacang
mete) dan hasil samping berupa kulit
biji mete gelondong. Biji jambu
mete terdiri dari 70% kulit biji dan
30% daging biji. Dalam kulit biji
(shell ) mengandung minyak sekitar
50% yang terdiri dari 90% asam
anakardat dan sisanya 10% kardol.
Sampai saat ini kulit biji jambu mete
yang mengandung Cashew Nut Shell
Liquid (CNSL) belum dimanfaatkan
secara maksimal, sebagian besar
masih merupakan limbah.
Potensi produksi CNSL jambu
mete pada tahun 2015 sebesar
131.302 ton, akan diperoleh kulit
mete 59.085 ton (45%) yang
mengandung CNSL sekitar 11.817
ton (BPS, 2016). Namun sampai
saat ini produksi CNSL di Indonesia
masih sangat rendah, hal ini
terutama disebabkan oleh tingginya
ekspor dalam bentuk gelondong
mete dan belum berkembang-
nya industri pengguna CNSL.
Banyaknya manfaat CNSL untuk
keperluan industri, serta keung-
gulannya dalam susunan struktur
molekul maupun keunggulan sebagai
bahan terbarukan yang ramah
lingkungan, maka sudah saatnya
potensi CNSL yang terkandung
dalam kulit biji jambu mete ter-
sebut didayagunakan dan dikem-
bangkan dengan baik.
India adalah produsen ter-
besar CNSL, diperkirakan mem-
produksi 45.000 ton CNSL per
tahun, akan tetapi India belum
mampu menghasilkan CNSL dengan
kemurnian 100% karena metode
yang digunakan adalah metode
pengepresan sehingga masih me-
ngandung kotoran dalam jumlah
besar.
Tulisan ini bertujuan untuk
memberikan informasi tentang
metode yang tepat dalam meng-
optimalisasi isolasi CNSL dari kulit
biji mete agar memperoleh hasil
yang optimum.
Kegunaan CNSL
Komponen utama yang terdapat
dalam CNSL berupa turunan
fenol antara lain, asam anakardat
(6-pentadecylsalicyclic acid), kardol
(5-pentadecylresorcinol), 2-metil
kardol (2 methyl-5-pentadecylresor-
cinol) dan kardanol (3-
pentadecylphenol). Masing-masing
senyawa tersebut memiliki ikatan
P
Laba Udarno dan
Rudi T Setiyono, Balittri
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 6
jenuh dan tak jenuh pada rantai
sampingnya (C15). Senyawa kar-
danol mempunyai struktur kimia
yang mirip dengan fenol sintetik,
sehingga berpeluang untuk men-
substitusi maupun menggantikan
senyawa fenol sintetik yang
keberadaannya sangat tergantung
kepada minyak bumi yang
sumbernya semakin menipis dan
sifatnya sangat sulit terdegradasi
oleh alam. CNSL tidak dapat
digunakan sebagai bahan pangan
tetapi digunakan untuk berbagai
macam keperluan industri.
Senyawa CNSL dan komponen
penyusunnya mempunyai manfaat
yang beragam pada berbagai
industri, sebagai substitusi fenol
sintetik maupun sebagai sumber
senyawa fenolik di antaranya ada-
lah pada industri farmasi, in-
sektisida, vernis dan cat, kanvas
rem dan plat kopling kendaraan,
resin laminating, resin epoksi,
pengecoran logam, surfaktan, for-
mulasi karet, sebagai bahan baku oli
rem mobil dan pesawat terbang,
serta perekat kayu. Untuk kardanol
yang telah terhidrogenasi bisa
digunakan sebagai bahan campur-
an formulasi dalam pembuatan
pestisida, antioksidan dan obat-
obatan.
CNSL merupakan cairan kental
berwarna cokelat tua hasil ekstraksi
dari kulit biji jambu mete serta
mempunyai sifat iritasi sangat kuat
pada kulit karena adanya senyawa
urusiol. Namun bila telah melalui
proses karboksilasi, CNSL tidak lagi
bersifat toksik. CNSL bersifat
viscous, lekat dan kental, ber-
warna cokelat kehitaman, pahit,
pedas, sangat reaktif dalam reaksi
oksidasi maupun polimerisasi.
Minyak CNSL dari kulit biji mete
merupakan senyawa fenol kompleks
yang memilik rantai karbon cabang
panjang dan tidak jenuh sifatnya.
Adanya rantai samping yang
panjang dengan campuran ikatan
tidak jenuh tersebut menyebab-
kan kardanol memiliki fleksibili-
tas proses yang tinggi, yang
mengakibatkan senyawa kardanol
dapat dengan mudah melakukan
polimerisasi.
Pemanfaatan CNSL dalam
pembuatan resin fenolik novolak
untuk bahan baku vernis telah
dilakukan oleh Mumu (2001) yang
mendapatkan resin fenolik dari
nisbah mol formaldehida terhadap
fenol CNSL 0,6 : 1. Hidayat et al.
(2008) mendapatkan hasil terbaik
resin fenolik dari nisbah mol
formaldehida terhadap distilat CNSL
0,9 : 1, yaitu vernis berbahan baku
resin tersebut memiliki daya kilap
dan kekerasan yang baik. Selanjut-
nya Bajpai et al. (2008) melaporkan
hasil terbaik resin fenolik diperoleh
pada nisbah mol formaldehida
terhadap kardanol 0,8 : 1, resin yang
mempunyai daya rekat, fleksibili-
tas maupun kekerasan yang baik,
bersifat antikorosi dan tahan
terhadap bahan kimia sehingga
sangat baik sebagai lapisan
pelindung bahan logam.
Isolasi CNSL
Ekstraksi merupakan suatu cara
untuk mengambil bahan aktif yang
berkhasiat di dalam tanaman.
Komposisi kimia CNSL dipengaruhi
oleh proses ekstraksi. Isolasi CNSL
dari kulit mete dapat dilakukan
dengan metode ekstraksi pelarut dan
pengempaan (press) (Nair et al.,
1979).
Masing-masing metode mem-
punyai keunggulan dan kelemahan-
nya. Cara ekstraksi menggunakan
pelarut kimia dihasilkan rendemen
minyak cukup tinggi (minyak yang
tersisa pada ampas kurang dari 1%)
dan kualitas minyaknya tinggi
(kadar airnya rendah) tetapi
membutuhkan biaya yang cukup
mahal. Pada cara pengempaan
diperlukan perlakuan pendahuluan
yang memakan waktu cukup lama,
rendemen minyak rendah (minyak
masih tersisa pada ampas berkisar
10 - 25%), membutuhkan suhu yang
tinggi yang mengakibatkan mutu
minyak rendah dan kandungan air
masih tinggi.
Isolasi CNSL dengan cara
ekstraksi pelarut
Ekstraksi cara pelarut (solvent
extraction) prinsipnya adalah
melarutkan minyak atau lemak yang
ada dalam bahan dengan pelarut
yang mudah menguap. Dengan
melalui ekstraksi, zat-zat aktif yang
ada dalam bahan akan terlepas.
Pelarut yang digunakan dalam
ekstraksi minyak atau lemak adalah
petroleum eter, gasoline, karbon
disulfide, karbon tetraklorida,
benzen dan n-heksan.
Tahapan yang harus diperhatikan
metode ini adalah penyiapan bahan
sebelum ekstraksi, pemilihan pelarut
dan kondisi proses ekstraksi, dan
proses pengambilan pelarut. Pada
proses ekstraksi dipilih pelarut yang
kepolarannya sama dengan sel
tumbuhan. Senyawa dapat terpisah
berdasarkan kepolarannya, yaitu
pelarut polar akan lebih mudah
melarutkan senyawa polar dan
sebaliknya senyawa non polar lebih
mudah larut dalam pelarut non polar.
Pelarut yang digunakan harus
bersifat inert terhadap bahan, mudah
didapat, titik didih rendah dan
harganya murah. Ekstraksi dengan
pelarut dapat dilakukan dengan cara
dingin dan cara panas. Cara dingin
yaitu metode maserasi, infuse dan
perkolasi, sedangkan cara panas
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
7
antara lain dengan refluks, soxhlet,
digesti, dan destilasi uap. Diagram
alir proses ekstraksi CNSL dengan
cara kimia dapat dilihat pada
Gambar 1.
Komponen utama yang terdapat
dalam CNSL seperti asam anakardat,
kardol, 2-metil kardol dan kardanol.
Persentase dari masing-masing kom-
ponen tersebut, tergantung pada
proses pengolahan terhadap kulit
biji mete baik dengan proses panas
(roasting) atau proses dingin.
Menurut Tyman, 1979, bila ekstraksi
CNSL dari kulit biji mete melalui
proses panas (hot processed), maka
senyawa kardanolnya cukup tinggi
(60 - 70%), kardol (20 - 25%) dan
sejumlah kecil 2-metilkardol (9 -
12%). Bila ekstraksi CNSL melalui
proses dingin (cold processed) asam
anakardatnya tinggi (60 - 70%) dan
kardol (20 - 25%). Komposisi kimia
CNSL tersebut dipengaruhi oleh
asam anakardat yang bersifat termo-
labil, dan akan terdekomposisi
menjadi kardanol dan karbon
dioksida akibat pengaruh pemanasan
(Tyman et al., 1989). Isolasi CNSL
dengan ekstraksi campuran pelarut
heksan-etanol perbandingan 3 : 1
diperoleh rendemen CNSL 44,38%.
Diduga senyawa yang terkandung
dalam CNSL sebagian besar me-
rupakan senyawa semipolar kuat
atau non polar lemah (Simpen,
2008).
Hasil penelitian Mulyono (1977),
dengan metode ekstraksi Bolton and
Revis menggunakan pelarut toluen
dengan nisbah pelarut terhadap
kulit biji mete 7 : 1 dengan lama
ekstraksi 7 jam, diperoleh rendemen
CNSL sebesar 38,14%. Sifat fisika
dan kimia CNSL dari berbagai
metode ekstraksi disajikan pada
Tabel 1.
Isolasi CNSL dengan cara
pengempaan
Sebelum dilakukan pengempa-
an, bahan harus dibersihkan, di-
keringkan dan pengecilan ukuran
bahan. Tujuannya untuk memudah-
kan proses ekstraksi, memberikan
hasil minyak yang lebih tinggi
dengan kandungan minyak pada
bungkil/ampas seminimum mungkin,
dan dapat mempercepat jalannya
proses pengempaan minyak akibat
ukuran permukaan bahan yang lebih
luas. Isolasi CNSL dengan cara
pengempaan dapat dilihat pada
Gambar 2.
Ekstraksi CNSL dari kulit mete
dengan metode pengempaan dapat
dilakukan dengan menggunakan
sistem screw press maupun
Gambar 1. Diagram alir proses ekstraksi CNSL dengan cara kimia
Tabel 1. Sifat fisika dan kimia CNSL
Karakteristik Proses dingin Proses panas
(roasting) CNSL komersial
Ekstraksi pelarut Pengepresan
Bobot jenis, 25ºC 0,970 - 1,013a) 1,015 a) 0,92 - 0,96 a) 0,965
Viskositas, 25ºC (cP) 470b) 431b) - 355
Indeks bias, 25ºC 1,5158 a) 1,5158 a) 1,5052 a) 1,5245
Kadar bahan
menguap (%)
8 - 12b)
-
-
2
Bilangan asam 94 - 107 a) 94 - 107 a) 5 - 14 a) 8 - 20
Bilangan penyabunan 106 - 118 a) 106 - 119 a) 18 - 30 a) 18 - 30
Bilangan iod 270 - 330 a) 270 - 296 a) 200 - 290 a) 220 - 270
Sumber: a) Ramalah (1976), b) Mulyono et.al. (1995)
Keterangan : (-) Tidak diukur
Serbuk kulit jambu mete
Pelarut heksan
etanol (3:1)
Direfluks pada suhu 400C selama 6 jam
dilakukan 3x
Disaring
Ampas Filtrat
Destilasi pada suhu 600C
Diuapkan
Analisa mutu minyak
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 8
hydraulic press. Rendemen CNSL
yang diperoleh dengan alat kempa
hidrolik pada tekanan 425,53 Psi
selama 10 menit sebesar 22,89%.
Ekstraksi CNSL dengan cara
pengepresan pada tekanan 200
kg/cm2
dan suhu 1250C dihasil-
kan rendemen 19,6%. Apabila
dilakukan pada suhu di atas
700C dihasilkan CNSL kualitas
rendah diduga akan lebih ba-
nyak mengandung anakardol di-
bandingkan anakardat. Pengaruh
alat kempa screw press pada te-
kanan 200 kg/cm2 dengan lama
pengempaan 20 menit, dan suhu
pemanasan 800C diperoleh rende-
men CNSL 25,77%. Pengaruh
ekstraksi CNSL terhadap pengem-
paan suhu panas dengan suhu 700C,
waktu kempa 6 menit dan tekanan
160 kg/cm2 dihasilkan rendemen
18,9%. Menggunakan pengempaan
hot press dengan tekanan 140
kg/cm2 dan suhunya 50 - 60
0C sudah
merupakan kondisi yang baik
karena lemak dari bahan sudah
mencair, protein pada dinding sel
menggumpal, emulsi lemak dengan
protein sudah pecah dan visko-
sitas minyak berkurang sehingga
minyak lebih mudah keluar.
Banyaknya minyak atau lemak yang
diekstraksi tergantung dari lama-
nya pengepresan, tekanan yang
digunakan serta kandungan minyak
bahan asal.
Pemasaran CNSL
Peluang ekspor CNSL masih
sangat terbuka. Data International
Trade Center (ITC) menunjukkan
bahwa kebutuhan Amerika Serikat
mencapai 7.420 ton CNSL yang
sebagian besar masih dipenuhi dari
India dan Brazil (ikm.deperrin.
go.id), bahkan setengah dari volume
ekspor CNSL dari India dan Brazil
diekspor ke Amerika. Ekspor CNSL
dari Brasil rata-rata 17.000 per
tahun, dan beberapa tahun terakhir
meningkat menjadi 35.000 ton per
tahun. Negara eksportir CNSL
lainnya adalah Vietnam. Negara
importir CNSL adalah Jepang,
Korea, Inggris, Cina, dan Belgia,
akan tetapi volume ekspor CNSL
ke negara-negara tersebut tidak
kontinyu, mungkin karena dampak
fluktuasi harga minyak bumi.
Sementara peluang penggunaan
CNSL di Indonesia untuk indus-
tri cukup besar, karena lebih dari
200 patent telah dikeluarkan da-
lam pemanfaatannya. Akan tetapi
ekspor CNSL tidak mempunyai
Harmonized System (HS). Harmo-
nized System (HS) adalah standar
internasional atas sistem penamaan
dan penomoran yang digunakan
untuk mengklasifikasi produk
perdagangan dan turunannya.
Di perdagangan Indonesia HS
untuk CNSL adalah 1302.19.9120
akan tetapi pada data ekspor
Indonesia yang diterbitkan oleh BPS
sampai saat ini HS tersebut belum
tercantum. Hal tersebut mungkin
karena ekspor CNSL dari Indonesia
masih sedikit meskipun potensi-
nya besar. Akan tetapi sebagian
besar petani tidak memanfaatkan
kulit biji mete untuk tujuan komer-
sial, sedangkan industri pengolahan
jambu mete menggunakan kulit biji
dan CNSL yang mereka hasilkan
untuk bahan bakar proses produksi
kacang mete. Di Indonesia sudah ada
beberapa industri menengah yang
Gambar 2. Diagram alir proses ekstraksi CNSL dengan cara pengempaan
Analisis mutu
Kulit biji jambu mete kering (ka 10%)
Pengecilan ukuran
Proses pemanasan oven dengan suhu 80ºC
selama 30 menit
Pengempaan dengan hydraulic hot press
suhu 70ºC, waktu 6 menit dengan tekanan 160 kg/cm2
CNSL kasar
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
9
memproduksi CNSL tetapi belum
mampu menghasilkan produk de-
ngan kemurnian 100% sehingga
harga jual yang diterima tidak ter-
lalu tinggi.
Penutup
Ekstraksi CNSL dengan meng-
gunakan pelarut menghasilkan
minyak yang optimum dengan
kualitas yang sesuai dengan
spesifikasi CNSL komersial,
sedangkan metode pengempaan
mutu minyak rendah dan rende-
men CNSL lebih sedikit. Metode
pengempaan membutuhkan waktu
yang lama karena diperlukan
penelitian pendahuluan untuk
melakukannya. Rendemen CNSL
dengan menggunakan metode
pengempaan dipengaruhi oleh lama
pengempaan, tekanan pengempaan,
lamanya pemanasan dan suhu. Agar
petani jambu mete mampu meng-
hasilkan CNSL yang bermutu tinggi,
maka cara ekstraksi yang baik dan
benar perlu disosialisasikan.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN KOPI SEBAGAI OBAT ALAMI
Kopi termasuk minuman yang
digemari oleh pria dan wanita.
Minuman yang konon bisa
mengurangi rasa kantuk ini
sangat umum di masyarakat
Indonesia, bahkan gerai-gerai
kopi sudah menjamur di berbagai
sudut kota. Di dalam kopi ter-
kandung kafein, yang merupa-
kan senyawa kimia alkaloid
yang dikenal sebagai trimetil-
santin dengan rumus molekul
C8H10N4O2 dan jumlah kan-
dungan kafein dalam kopi sebesar
1 - 1,5%. Kafein bekerja dalam
tubuh dengan mengambil alih
reseptor adenosin dalam sel syaraf
yang akan memacu produksi
hormon adrenalin. Dalam dunia
kedokteran, kafein sering di-
gunakan sebagai perangsang kerja
jantung dan meningkatkan pro-
duksi urin. Dalam dosis yang
rendah kafein dapat berfungsi
sebagai bahan pembangkit sta-
mina dan penghilang rasa sakit.
Selain manfaatnya untuk ke-
sehatan ternyata kopi juga me-
miliki kerugian. Salah satunya
adalah efek ketergantungan. Pada
wanita hamil juga disarankan
tidak mengkonsumsi kopi dan
makanan yang mengandung ka-
fein. Hal ini karena kafein dapat
meningkatkan denyut jantung.
Pada janin dapat menyerang
plasenta dan masuk dalam sir-
kulasi darah janin. Dampak
terburuknya, bisa menyebabkan
keguguran. Ekspor pertama kopi
dari Jawa ke Eropa pada sekitar
tahun 1711 yang dikirim dari
perusahaan dagang Belanda yang
dikenal sebagai VOC (Verininging
Oogst Indies Company) yang
didirikan pada tahun 1602. Selain
di Arab dan Ethiopia, ternyata
Indonesia adalah tempat pertama
kali kopi dibudidayakan secara
luas, yang perdagangannya di mo-
nopoli VOC sekitar tahun 1725 -
1780 yang dikirim ke Eropa
melalui Batavia. Kopi yang tum-
buh baik pada saat itu sangat
menguntungkan bagi VOC, tetapi
kurang menguntungkan bagi
petani Indonesia, karena di-
paksa menanam oleh pemerintah
Kolonial Belanda. Mereka meng-
anggap bahwa kopi adalah
komoditas ekspor yang berarti
menghasilkan uang bagi pen-
duduk Pulau Jawa untuk mem-
bayar pajak mereka. Di per-
tengahan abad ke-17, VOC me-
ngembangkan area pertanaman
kopi Arabika di Sumatra, Bali,
dan Kepulauan Timor. Di Sula-
wesi kopi pertama kali ditanam
tahun 1750. Dataran tinggi di
Sumatra Utara kopi pertama kali
tumbuh di dekat Danau Toba
pada tahun 1888 dan diikuti oleh
dataran tinggi Gayo (Aceh) dekat
Danau Laut Tawar pada tahun
1924.
opi yang pertama kali
dikembangkan di dunia ada-
lah kopi Arabika yang
berasal dari spesies pohon kopi
Coffea arabica. Kopi jenis ini
yang paling banyak diproduksi, yaitu
sekitar lebih dari 60% produksi
kopi dunia. Spesies kopi kedua yang
juga cukup banyak diproduksi
adalah Coffea canephora yang
sering dikenal sebagai kopi Robus-
ta. Tanaman kopi Robusta me-
miliki adaptasi yang lebih baik
dibandingkan dengan kopi jenis
Arabika.
Kopi pertama kali masuk ke
Indonesia pada tahun 1696 dengan
jenis kopi Arabika yang berasal dari
Yaman. Kopi tersebut masuk melalui
pelabuhan Batavia oleh komandan
pasukan Belanda yang bernama
Adrian Van Ommen atas perintah
walikota Amsterdam, Nicholas
Witsen, yang selanjutnya ditanam
dan dikembangkan dengan meng-
gunakan tanah partikelir Kedaung
yang saat ini dikenal sebagai daerah
Pondok Kopi di daerah Jakarta
Timur. Namun kopi jenis ini
kemudian mati semua karena disapu
banjir. Akhirnya pada tahun 1699
didatangkan lagi bibit-bibit baru,
K
Sintha Suhirman dan Ekwasita
Rini Pribadi. Balittro
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 10
yang ditanam di sekitar Jakarta dan
Jawa Barat yakni Sukabumi, Bogor,
Banten dan Priangan lalu menyebar
ke berbagai kepulauan di Indonesia
seperti Sumatera, Bali, Sulawesi dan
Timor. Di Sulawesi, kopi pertama
kali ditanam tahun 1750. Di dataran
tinggi di Sumatra Utara kopi pertama
kali tumbuh di dekat Danau Toba
pada tahun 1888, diikuti oleh dataran
tinggi Gayo (Aceh) dekat Danau
Laut Tawar pada tahun 1924.
Ekspor kopi asal Indonesia
pertama dilakukan pada tahun 1711
oleh VOC, dan dalam kurun waktu
10 tahun produksinya bisa mening-
kat sampai 60 ton per tahun. Hindia
Belanda saat itu menjadi perkebunan
kopi pertama di luar Arab dan
Ethiopia, yang dimonopoli oleh
VOC dari tahun 1725 - 1780. Kopi
Jawa saat itu sangat terkenal di
Eropa sehingga orang-orang Eropa
menyebutnya dengan istilah “se-
cangkir Jawa”. Sampai pertengahan
abad ke 19, kopi jawa menjadi
kopi terbaik di dunia.
Pada tahun 1830 - 1834, produk-
si kopi Arabika mencapai 26.600
ton, 30 tahun kemudian mening-
kat menjadi 79.600 ton dan puncak-
nya pada tahun 1880 -1884 men-
capai 94.400 ton. Kopi Arabika
inilah yang menjadi kopi legen-
daris dari Indonesia. Orang barat
menyebutnya dengan kata Java,
merujuk dari asal kopi yaitu pulau
Jawa. Java coffee begitu terkenal
di Amerika, kopi ini menjadi pri-
madona di dunia karena rasa dan
aromanya yang eksotis. Begitu
tersohornya, hingga kata Java tidak
hanya digunakan untuk kopi yang
berasal dari pulau Jawa saja,
melainkan sebagai kata yang
melambangkan kopi yang enak
dan elegan.
Namun sayang, perkembangan
budidaya kopi Arabika di Indonesia
mengalami kemunduran hebat,
dikarenakan serangan penyakit karat
daun (Hemileia vastatrix) yang
masuk ke Indonesia sejak tahun
1876. Dampaknya, kopi Arabika
yang dapat bertahan hidup, hanya
yang berada pada daerah-daerah
dengan ketinggian di atas 1000 m
dpl. Sisa-sisa tanaman kopi Arabika
ini masih dijumpai di dataran tinggi
Ijen (Jawa Timur), Tanah Tinggi
Toraja (Sulawesi Selatan), lereng
bagian atas Bukit Barisan (Suma-
tera) seperti Mandhailing, Lintong
dan Sidikalang di Sumatera Utara
dan dataran tinggi Gayo di Nangroe
Aceh Darussalam, yang pada saat ini
kopi-kopi dari daerah ini dikenal
dengan Kopi Toraja, Kopi Gayo,
Kopi Sidikalang dan lain sebagainya.
Usaha selanjutnya, pemerintah
Belanda mendatangkan kopi jenis
Robusta pada tahun 1900, yang
ternyata tahan terhadap penyakit
karat daun dan memerlukan syarat
tumbuh serta pemeliharaan yang
ringan, dan produksinya jauh
lebih tinggi. Maka kopi Robusta
pun menjadi cepat berkembang
menggantikan jenis Arabika, khu-
susnya di daerah-daerah dengan
ketinggian di bawah 1000 m dpl dan
mulai menyebar ke seluruh daerah
baik di Jawa, Sumatera maupun ke
Indonesia Bagian Timur.
Semenjak pemerintah Hindia
Belanda meninggalkan Indonesia,
maka perkebunan rakyat terus
tumbuh dan berkembang, sedangkan
perkebunan swasta hanya bertahan
di Jawa Tengah, Jawa Timur dan
sebagian kecil Sumatera dan
perkebunan negara (PTPN) hanya
tinggal di Jawa Timur dan Jawa
Tengah.
Pada tahun 1920 perusahan-
perusahaan kecil di Indonesia mulai
menanam kopi sebagai komoditas
utama. Perkebunan di Jawa dina-
sionalisasi dan direvitalisasi dengan
varietas baru kopi Arabika di tahun
1950-an. Varietas ini diadopsi
oleh perusahaan-perusahaan kecil
melalui pemerintah atau berbagai
program pengembangan masyara-
kat. Sekarang lebih dari 90% kopi
Arabika Indonesia dikembang-
kan oleh perusahaan kecil terutama
di daerah Sumatera Utara, dengan
lahan 1 hektar atau kurang. Pro-
duksi kopi Arabika sekitar 75.000
ton/th dan 90% diekspor. Kopi
Arabika yang sampai ke negara
lain sebagian besar masuk ke
segmen pasar spesial.
Ada tanda positif khususnya di
kalangan menengah di kota besar
seperti Jakarta yang setidaknya
mulai tergerak untuk menikmati kopi
secara serius. Jika saja jumlahnya
semakin banyak, bukan tak mungkin
kopi kualitas nomor satu yang
biasanya diekspor akan dikonsumsi
oleh bangsa sendiri begitu keya-
kinannya. Menurutnya yang mem-
bedakan kopi Indonesia dengan kopi
negara lain adalah keberagam-
an cita rasa. Indonesia diuntung-
kan dengan negara kepulauannya
yang akhirnya membentuk karak-
teristik cita rasa kopi dari tiap daerah
berbeda-beda. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain
tanah, iklim dan varietas. Tanah dan
iklim di tiap daerah di Indonesia
berbeda, hal ini menyebabkan
karakteristik biji kopi yang di-
hasilkan tiap daerah juga ber-
beda yang tidak dapat ditemui
di biji kopi dari negara lain
yang bukan negara kepulauan
(Panggabean, 2012).
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
11
Proses Pengolahan Biji Kopi
Terdapat serangkaian proses
pengolahan yang cukup panjang
untuk mengubah buah kopi menjadi
serbuk kopi yang siap diseduh.
Proses tersebut meliputi pemetikan
buah, penyortiran buah, pengupas-
an kulit, penjemuran biji dan
penggilingan biji kopi. Setiap proses
harus dikerjakan dengan benar
agar kualitas kopi tetap dapat
dipertahankan.
Tahap 1. Pemanenan buah kopi
Tanaman kopi umumnya meng-
hasilkan buah yang siap dipanen
pada akhir musim kemarau. Ciri-ciri
buah yang telah matang yaitu kulit
buahnya berwarna merah, ber-
tekstur agak empuk dan mengeluar-
kan aroma khas yang semerbak.
Pemanenan dilakukan secara ma-
nual dengan memetik buah-buah
kopi yang telah matang. Setiap
hari selalu ada buah kopi yang
matang sehingga pemanenan ini
dikerjakan secara berulang-ulang
dan rutin.
Tahap 2. Penyortiran buah kopi
Buah kopi mentah atau setengah
matang yang ikut terbawa memiliki
kualitas yang rendah sehingga perlu
pemisahan dari buah kopi matang
yang bernilai lebih tinggi. Buah-
buah kopi yang belum matang
sempurna perlu disortir terlebih
dahulu.
Tahap 3. Penjemuran buah kopi
Buah kopi yang sudah disortir
selanjutnya dijemur selama 2 - 3
hari. Tujuannya untuk mengeringkan
buah tersebut sehingga kulitnya
mudah dikupas. Pengeringan ini juga
dimaksudkan untuk mengumpulkan
buah-buah kopi sampai jumlahnya
cukup banyak sehingga proses
berikutnya bisa berjalan lebih
efisien.
Tahap 4. Pengupasan kulit kopi
Pengupasan kulit kopi bisa
dilakukan dengan metode tradisional
dan modern. Pengupasan secara
tradisional menggunakan alu dan
lumpang. Buah kopi ditumbuk
sedemikian rupa sampai kulit ari
dan cangkangnya terkelupas sen-
diri. Sedangkan untuk pengupasan
secara modern, dapat memanfaatkan
mesin pengupas kopi.
Tahap 5. Penjemuran biji kopi
Selesai dipisahkan dari kulit dan
cangkangnya, biji kopi lantas
dijemur di bawah sinar matahari
langsung. Penjemuran biasanya
berlangsung selama 5 - 7 hari. Proses
ini dilakukan sampai kandungan
air di dalam biji kopi tersisa tinggal
30 - 35%.
Proses Pengeringan Biji Kopi
Pengeringan adalah proses
pemindahan panas untuk meng-
uapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan
yang dikeringkan oleh media
pengeringan yang biasanya berupa
panas. Tujuan pengeringan adalah
mengurangi kadar air bahan sam-
pai dimana perkembangan mikro-
organisme dan kegiatan enzim yang
dapat menyebabkan pembusukan
terhambat atau terhenti. Dengan
demikian bahan yang dikeringkan
dapat mempunyai waktu simpan
yang lebih lama. Biji kopi yang
telah dicuci mengandung air 55%,
dengan jalan pengeringan kandungan
air dapat diuapkan sehingga kadar
air pada kopi mencapai 8 - 10%.
Setelah dilakukan pengeringan maka
dilanjutkan dengan perlakuan
pemecahan tanduk.
Pengeringan pada kopi biasanya
dilakukan dengan tiga cara yaitu
pengeringan secara alami, buatan,
dan kombinasi antara alami dan
buatan.
1. Pengeringan alami
Pengeringan alami hanya
dilakukan pada musim kemarau
karena pengeringan pada musim
hujan tidak akan sempurna.
Pengeringan yang tidak sempurna
mengakibatkan kopi berwarna
cokelat, berjamur, dan berbau apek.
Pengeringan pada musim hujan
sebaiknya dilakukan dengan cara
buatan atau kombinasi cara alami
dan buatan. Pengeringan secara
alami sebaiknya dilakukan di-
lantai semen, anyaman bambu, atau
tikar. Kebiasaan menjemur kopi di
atas tanah akan menyebabkan kopi
menjadi kotor dan terserang
cendawan.
Cara penjemuran kopi yang
baik adalah dihamparkan di atas
lantai dengan ketebalan mak-
simum 1,5 cm atau sekitar 2 lapisan.
Setiap 1 - 2 jam hamparan kopi
dibolak-balik dengan mengguna-
kan alat menyerupai garuh atau
kayu sehingga keringnya merata.
Bila matahari terik penjemuran
biasanya berlangsung selama 10 - 14
hari namun bila berawan biasanya
berlangsung 3 minggu.
2. Pengeringan buatan
Pengeringan secara buatan
biasanya dilakukan bila keadaan
cuaca cenderung berawan. Pe-
ngeringan buatan memerlukan alat
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 12
pengering yang hanya memerlukan
waktu sekitar 18 jam tergantung
jenis alatnya. Pengeringan ini
dilakukan melalui dua tahap. Tahap
pertama, pemanasan pada suhu
65 - 1000C untuk menurunkan kadar
air dari 54% menjadi 30%. Tahap
kedua pemanasan pada suhu 50 -
600C untuk menurunkan kadar air
menjadi 8 - 10%.
3. Pengeringan kombinasi alami dan
buatan
Pengeringan ini dilakukan de-
ngan menjemur kopi di bawah terik
matahari hingga kadar air mencapai
30%. Kemudian kopi dikeringkan
lagi secara buatan sampai kadar air
mencapai 8 - 10%. Alat pengering
yang digunakan ialah mesin
pengering otomatis ataupun dengan
rumah (tungku) pengering. Prinsip
kerja kedua alat hampir sama yaitu
pemanasan kopi dengan uap/udara di
dalam ruang tertutup.
Kunci dari proses produksi kopi
bubuk adalah penyangraian. Proses
ini merupakan tahapan pembentukan
aroma dan cita rasa khas kopi dari
dalam biji kopi dengan perlakuan
panas. Biji kopi secara alami
mengandung cukup banyak se-
nyawa organik calon pembentuk
cita rasa dan aroma khas kopi.
Waktu sangrai ditentukan atas
dasar warna biji kopi sangrai atau
sering disebut derajat sangrai.
Makin lama waktu sangrai, warna
biji kopi sangrai mendekati cokelat
tua kehitaman.
Pengaruh suhu dan waktu
terhadap tingkat keasaman
perubahan sifat fisik dan kimia
terjadi selama proses penyangraian,
seperti swelling, penguapan air,
terbentuknya senyawa volatile,
karamelisasi karbohidrat, pengu-
rangan serat kasar, denaturasi
protein, terbentuknya gas CO2 yang
mengisi pori-pori kopi. Semakin
tingginya suhu dan lama pe-
nyangraian menyebabkan terjadinya
pirolisis senyawa asam sehingga
senyawa ini menguap. Rasa asam
yang terdapat pada kopi tercipta
dari kandungan asam yang ada
dalam kopi, yang dimana standar
rasa kopi berdasarkan SNI.01-2983-
1992 adalah normal, itu berarti
nilai pH yang terkandung pada kopi
harus netral yakni nilai pH sama
dengan 7. Perubahan nilai keasam-
an pada biji kopi yang telah
disangrai menunjukkan peningkat-
an nilai pH yang dimana nilai-
nya menuju ke nilai pH yang
normal terhadap peningkatan suhu
dan lama penyangraian.
Tahap 6. Pemanggangan biji kopi
Pemanggangan biji kopi dapat
meningkatkan citarasa dari kopi
itu sendiri. Biji kopi yang telah
dipanggang mengalami perubah-
an pada warnanya yang lebih
gelap dan aromanya lebih kuat.
Pemanggangan secara modern
menggunakan oven, sementara
secara tradisional dengan cara
menyangan (menggoreng tanpa
minyak) biji-biji kopi tersebut.
Tahap 7. Penggilingan biji kopi
Biji kopi yang telah matang
selanjutnya digiling menjadi serbuk
kopi. Proses penggilingan ini juga
bisa dilakukan baik secara tra-
disional maupun modern. Orang-
orang pada zaman dulu biasanya
menumbuk biji kopi untuk
menghaluskannya. Namun berkat
kemajuan teknologi, sekarang sudah
tersedia mesin penggiling biji
kopi. Setelah serbuk kopi terkum-
pul, bubuk tersebut siap untuk
diseduh.
Manfaat Minum Kopi
Mencegah diabetes tipe 2
Manfaat kopi hitam lainnya
adalah mencegah diabetes tipe 2,
dari hasil penelitian yang telah
dilakukan ditemukan jika mereka
yang mengkonsumsi kopi me-
miliki risiko yang jauh lebih rendah
untuk mengalami diabetes tipe 2,
mereka yang terbiasa untuk minum
4 cangkir kopi setiap harinya
akan terhindar dari diabetes tipe
2 sebanyak 50%, hal ini diketahui
oleh masyarakat awam setelah
Journal of Agricultural and Food
Chemistry menerbitkan penelitian
ini di awal bulan Januari tahun
2012.
Tabel 1. Komposisi biji kopi Arabika dan Robusta sebelum dan sesudah
disangrai
Komponen Arabica Green Arabica Rousted Robusta Green Robusta Rousted
Mineral 3,0 - 4,2 3,5 - 4,5 4,0 - 4,5 4,6 - 5,0
Kafein 0,9 - 1,2 1,0 1,6 - 2,4 2,0
Trigonelline 1,0 - 1,2 0,5 - 1,0 0,6 - 0,75 0,3 - 0,6
Lemak 12,0 - 18,0 14,5 - 20,0 9,0 - 13,0 11,0 - 16,0
Asam Alifatis 1,5 - 2,0 1,0 - 1,5 1,5 - 1,2 1,0 - 1,5
Asam Amino 2,0 0 - -
Protein 11,0 - 13,0 13,0 - 15,0 - 13,0 - 15,0
Humic Acid - 16,0 - 17,0 16,0 - 17,0 - 16,0 - 17,0
Total chologenic acid 5,5 - 8,0 1,2 - 2,3 7,0 - 10,0 3,9 - 6,0
Sumber : Clarke dan Macrae (1987)
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
13
Mempertajam ingatan
Manfaat kopi pahit ini akan
memberikan keuntungan dalam
proses belajar mengajar. Dalam
sebuah penelitian yang telah
dilakukan pada tahun 2005 oleh
Radiological Society of North
America menemukan jika meng-
konsumsi 2 cangkir kopi berkafein
dapat meningkatkan ingatan dan
meningkatkan kecepatan reaksi
seseorang.
Uniknya, dari hasil penelitian
yang dilakukan pada tahun 2007
menemukan jika wanita berusia 65
tahun ke atas yang mengkonsumsi 3
cangkir kopi selama satu hari penuh,
memiliki ingatan yang jauh lebih
baik dan tidak menunjukkan ke-
munduran ingatan dibandingkan
mereka yang hanya minum 1 cangkir
kopi tiap harinya.
Menurunkan risiko kanker
Mengkonsumsi kopi diyakini
memiliki kaitan dengan penurunan
risiko penyakit kanker lever, kanker
payudara, kanker prostat dan
penyakit obesitas, insulin atau
estrogen. Penelitian yang dilakukan
di Swedia pada tahun 2008
menemukan jika mengkonsumsi 2-3
cangkir kopi tiap hari mampu
menurunkan risiko atau mencegah
penyakit kanker.
Mencegah depresi
Dari hasil penelitian yang telah
diterbitkan oleh Archives of Inter-
nal Medicine pada tahun 2011
telah terungkap jika wanita yang
mengkonsumsi 2 - 3 cangkir kopi
tiap hari akan memiliki 15% risiko
lebih kecil untuk terkena depresi,
sementara para wanita yang
mengkonsumsi 4 cangkir kopi tiap
hari akan membantu memiliki risiko
depresi 20% lebih kecil dari yang
tidak mengkonsumsi kopi sama
sekali.
Berikut ini Kandungan Ber-
bahaya yang ada pada kopi :
1. Kafein
Kafein merupakan stimulan
Sistem Saraf Pusat (SSP). Kafein
ini sebenarnya tidak hanya ter-
dapat pada kopi saja, namun juga
ada di berbagai minuman seperti
softdrink, teh, cokelat dan lain-lain.
Selain itu juga terkandung dalam
beberapa obat contohnya obat
diet, sakit kepala, dan bahkan
terdapat pada 200 lebih obat bebas.
Sebenarnya kafein tidak ber-
bahaya jika dikonsumsi dalam
jumlah yang sedikit serta di-
barengi dengan meminum air yang
banyak. Kafein berbahaya bagi
tubuh ketika dikonsumsi secara
berlebihan dan terus menerus.
2. Niacin
Niacin merupakan bentuk lain
dari vitamin B3. Niacin tidak
hanya terdapat pada kopi namun
juga bisa terkandung pada da-
ging, telur. Sebenarnya niacin
bisa mengobati beberapa pe-
nyakit seperti kolesterol, kolera,
pusing, migren dan lain-lain.
Namun apabila berlebihan niacin
bisa sangat berbahaya bahkan
bisa menyebabkan gagal ginjal
dan harus melakukan transplantasi
ginjal.
Kerugiannya Bagi Kesehatan
Berikut ini adalah 10 bahaya
minum kopi, khususnya bagi
kaum wanita yang penting untuk
diketahui :
1. Caffenism
Kafein dapat membuat kelenjar
adrenalin terangsang sehingga
membuat hormon stres terpicu.
Hal itulah yang menyebabkan
Caffenism atau sindrom yang
dirasakan setelah mengkonsumsi
kopi. Sindrom ini dapat berupa
kesulitan untuk tidur atau bah-
kan insomnia, merasa gelisah, cemas
dan lain-lain.
2. Gangguan pencernaan
Mengkonsumsi kafein secara
berlebihan juga bisa membuat
pencernaan terganggu. Bahkan
dalam beberapa kasus meng-
konsumsi kafein terlalu banyak bisa
membuat kerusakan pada lambung
sehingga bagi wanita yang rentan
sekali terhadap penyakit maag
sangat tidak dianjurkan meng-
konsumsi kopi. Selain itu meminum
kopi sebelum makan juga me-
nyebabkan mual maag dan akan
kambuh. Selain itu, karena kopi
mengandung asam jadi bisa
menyebabkan sembelit serta sakit
perut.
3. Kerusakan pada tulang
Setiap mengkonsumsi sekitar 350
mg kafein akan mengurangi jumlah
kalsium ditubuh sebanyak 5 mg.
Maka dari itu mengkonsumsi kopi
dalam jumlah yang banyak akan
berbahaya bagi kesehatan tulang
karena akan menyebabkan penge-
roposan tulang.
4. Mengurangi keindahan gigi
Meminum kopi bisa menyebab-
kan gigi kuning, berkarang bah-
kan hitam. Wanita akan terlihat
lebih cantik saat tersenyum dan
dengan terlalu banyak mengkon-
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 14
sumsi kopi akan membuat wanita
kurang percaya diri saat tersenyum.
5. Kelainan pada payudara
Saat kopi terlalu banyak di-
konsumsi payudara akan me-
ngendur dan mengecil. Selain itu
di bagian tertentu payudara ter-
jadi yaitu kelainan pada perubah-
an fibrokistik. Hal tersebut juga
bisa menyebabkan beberapa tonjol-
an yang ada pada payudara yang
menimbulkan rasa tidak nyaman
dan sakit. Menurut penelitian
di Georgetown University Depar-
temen of Medicine, Terkadang bisa
terasa sakit bahkan sakitnya bisa
terus menerus.
6. Premenstual Syndrom (PMS)
PMS sudah tidak asing lagi bagi
kalangan wanita. Sindrom ini
biasa terasa 2 minggu sebelum
menstruasi dan berhenti setelah
darah keluar namun ada juga yang
mengalami ini sampai setelah
menstruasi atau haid. Sindrom
prahaid ini bisa berupa psikis, fisik
ataupun emosi. Apa hubungan-
nya dengan kopi? kafein dalam
kopi dapat memperparah gejala
PMS. Banyak wanita yang sering
mengeluh sakit kepala, nyeri, dan
kembung hal tersebut bisa
disebabkan oleh kafein yang
memiliki sifat mengurangi kan-
dungan vitamin B dan proses
metabolisme pada tubuh.
7. Wanita sulit hamil
Supaya sel telur sampai ke rahim
maka diperlukan kontraksi saluran
telur. Saluran ini akan terhambat
apabila kita terlalu banyak meng-
konsumsi kafein. Maka dari itu
kafein yang terkandung dalam kopi
bisa merusak jalur transportasi sel
telur dari ovarium menuju rahim.
dan hal itu bisa menyebabkan
wanita sulit hamil atau bahkan
bisa mengalami kemandulan. Apa-
bila meminum kopi 4 cangkir lebih
selama sehari bisa menurun-
kan kemungkinan hamil sebanyak
25%.
8. Gangguan kehamilan
Bahaya meminum kopi bagi
wanita hamil sudah tidak diragukan
lagi sehingga banyak wanita lebih
baik menghindari kopi apabila
sedang mengandung seorang bayi.
Setiap seorang ibu hamil meng-
konsumsi kafein kurang lebih
sebanyak 100 mg selama kehamilan
akan mengurangi bobot bayi sebesar
28 g dan akan membuat waktu ke-
lahiran bayi menjadi lebih lama
kurang lebih sekitar 5 jam. Biasanya
denyut jantung pada janin menjadi
lemah atau tidak beraturan. Apalagi
kalau mengkonsumsinya lebih dari
100 g per hari.
9. Keguguran
Ibu hamil yang mengkonsumsi
lebih dari 300 mg kafein bisa me-
ningkatkan risiko sebanyak 2 kali
lipat mengalami keguguran. Kafein
yang masuk ke plasenta bisa
menyebabkan nyawa janin terancam
karena janin belum bisa mencerna
itu semua. Jauhi kafein terutama
kafein yang ada pada kopi agar
janin dalam kandungan tetap sehat
dan bayi dapat lahir dengan selamat
dan sempurna.
10. Kelainan pada bayi
Bagi yang sedang mengandung
jika mengkonsumsi kopi terlalu
banyak selama beberapa hari
pertama mengakibatkan bayi ke-
sulitan tidur dan denyut jantung-
nyapun lebih cepat. Bayi yang
lahir bisa saja prematur. Alang-
kah baiknya setelah melahir-
kan sampai bayi sudah tidak
menyusui ibu harus mengurangi
kopi.
Penutup
Selain manfaatnya untuk ke-
sehatan ternyata kopi juga me-
miliki kerugian. Salah satunya
adalah efek ketergantungan. Mi-
num kopi ternyata dapat mening-
katkan resiko terkena stroke. Bahwa
minum lebih dari 5 gelas kopi per
hari akan meningkatkan resiko
terjadinya kerusakan pada din-
ding pembuluh darah. Selain itu
kopi juga berbahaya bagi ke-
sehatan wanita yang memiliki
kondisi fisik yang lebih lemah
dibandingkan dengan seorang
pria. Efek meminum kopi akan
sangat terasa sekali bagi wanita.
Kopi yang mengandung kafein
tidak baik, bahkan sekalipun kopi
itu dekafein tetap saja terkan-
dung kafein di dalamnya hanya
saja lebih sedikit dari kafein.
Bagi yang menyukai kopi minum-
lah 2 gelas air mineral sebagai
penggantinya setelah meminum
secangkir kopi karena kopi
menguras air dalam tubuh.
Amalia, Balittro
Keragaman karakter kualitatif dan kuantitatif daun 37 aksesi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 15
STATUS LILIT BATANG TANAMAN KARET TBM 3 ASAL BENIH OKULASI HIJAU DAN COKELAT
Pengadaan benih karet klonal
dengan cara okulasi, masih
merupakan metode perbanyakan
terbaik pada tanaman karet
hingga saat ini. Pada tanaman
karet dikenal istilah okulasi hijau
dan okulasi cokelat. Perbedaan
antara kedua jenis okulasi ini
terletak pada umur batang bawah
dan batang atas yang digunakan,
bobot basah stum okulasi hijau
hanya 35 g, sedangkan stum
okulasi cokelat seberat 200 g.
Tanaman karet TBM 3 asal benih
okulasi hijau memiliki per-
tumbuhan lilit batang yang sama
besar dengan tanaman karet asal
benih okulasi cokelat. Jumlah
tanaman yang memiliki lilit
batang baik (superior dan
standar) dan kurang baik
(inferior) juga sama banyak
yaitu 80 dan 20%. Hasil ini
memberikan implikasi bahwa
benih karet hasil okulasi hijau
cukup layak untuk bahan
pengembangan selain okulasi
cokelat yang sudah lebih
berkembang.
engadaan benih karet klonal
dengan cara okulasi, masih
merupakan metode per-
banyakan terbaik pada tanaman karet
hingga saat ini. Klon tanaman karet
adalah sekumpulan individu tanaman
yang mempunyai genotipe sama dan
berasal dari satu pohon induk yang
merupakan hasil perbanyakan secara
okulasi.
Tanaman karet klonal hasil
okulasi lebih baik dibandingkan
tanaman asal biji, yaitu pertumbuhan
seragam, sifat mendekati induknya,
variasi antar individu sangat kecil
dan produktivitasnya lebih tinggi.
Hasil penelitian di Lampung
menunjukkan bahwa produktivitas
tanaman hasil okulasi sebesar 1442 -
1794 kg/ha/tahun dibandingkan
produktivitas tanaman asal biji
hanya sebesar 518 kg/ha/tahun.
Variasi antar individu tanaman
dalam klon yang sama akan muncul
apabila ada perbedaan lingkungan
tumbuh, genetik batang bawah dan
mata entres yang digunakan.
Vigoritas dan produksi tanaman
karet hasil okulasi sangat ditentukan
oleh ketiga faktor tersebut.
Pada tanaman karet dikenal
istilah okulasi hijau dan okulasi
cokelat. Perbedaan antara kedua
jenis okulasi ini terletak pada umur
batang bawah dan batang atas yang
digunakan. Okulasi hijau dikerjakan
pada batang bawah dengan ukuran
yang relatif kecil sehingga pem-
benihan batang bawah dapat lang-
sung di dalam polibeg. Keunggulan
okulasi hijau adalah: mempersingkat
waktu penyediaan benih polibeg
berpayung daun dua menjadi 7 - 9
bulan sejak pengecambahan, atau 4
bulan lebih singkat dibandingkan
okulasi cokelat keberhasilan hidup
setelah 3 bulan tanam di lapangan
tergolong tinggi yaitu 98%
dibandingkan 88% dari benih hasil
okulasi cokelat dan waktu matang
sadap 4 - 6 bulan lebih cepat.
Benih hasil okulasi hijau masih
kurang diterima oleh masyarakat
karena kondisi benih dianggap masih
terlalu kecil untuk ditanam di
lapangan.
Tulisan ini membahas status lilit
batang tanaman karet belum
menghasilkan umur 3 tahun (TBM
3) asal benih okulasi hijau dan
cokelat.
Karakteristik Benih Hasil Okulasi
Hijau dan Cokelat
Bobot benih hasil okulasi hijau
dengan batang bawah umur 5 bulan
hanya sekitar 35 g dibandingkan
dengan benih hasil okulasi cokelat
dengan batang bawah umur 8 bulan
sebesar 200 - 220 g (Tabel 1).
Namun demikian apabila pem-
benihan batang bawah dilakukan di
dalam polibeg, maka gangguan akar
akibat pencabutan benih tidak terjadi
pada penggunaaan benih okulasi
hijau.
Stum okulasi mata tidur hasil
okulasi hijau memiliki daya simpan
7 hari, sedang untuk okulasi cokelat
dapat mencapai 30 hari dengan daya
hidup masih sekitar 84 - 96% (Tabel
1). Hal ini berarti bahwa apabila
okulasi hijau dikerjakan pada
pembenihan batang bawah di
lapangan maka persiapan polibeg
untuk menanam okulasi mata
tidurnya harus dilakukan dengan
lebih cermat dan pengiriman jarak
jauh harus dipertimbangkan agar
waktu tunda tanamnya tidak lebih
dari 7 hari sejak benih dicabut.
Keragaan Lilit Batang Tanaman
Karet TBM 3
Lilit batang adalah karakter
penting pada tanaman karet, ka-
rena produksi tanaman ini adalah
lateks yang diperoleh dari sadapan
pada kulit batangnya. Setiap hal
atau kegiatan yang kemungkinan
berpengaruh terhadap karakter ini
perlu dicermati, agar tidak ber-
pengaruh negatif terhadap per-
kembangan lilit batang yang ber-
arti menunda umur panen tanaman
P
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 16
karet. Pertumbuhan lilit batang
tanaman karet asal benih okulasi
hijau tidak berbeda nyata dengan
tanaman asal benih okulasi cokelat.
Artinya bahwa penggunaan kedua
jenis bahan tanaman tersebut
memiliki pertumbuhan yang sama
baiknya untuk dikembangkan di
lapangan. Penampilan bibit hasil
okulasi hijau relatif kecil namun
tidak mengalami stagnasi per-
tumbuhan karena pembongkaran
akar. Penggunaan benih hasil oku-
lasi hijau dapat dijadikan alternatif
untuk mengatasi banyaknya jumlah
batang bawah dan keterbatasan
tenaga okulasi.
Klasifikasi Lilit Batang
Tanaman karet TBM 3 asal benih
okulasi hijau dan cokelat memiliki
rataan lilit batang 27,63 cm dan
simpangan deviasi 3,55 sehingga
lebar selang menjadi 5,33. Kelom-
pok individu tanaman karet yang
memiliki lilit batang >30,29 cm
termasuk superior, antara 24,97 -
30,29 cm termasuk standar dan
<24,97 cm termasuk inferior (Ta-
bel 3).
Benih okulasi hijau dan cokelat
menghasilkan sejumlah tanaman
dengan lilit batang baik (superior
dan standar) dan kurang baik
(inferior) sama besar. Hal ini
menunjukkan bahwa upaya budidaya
khusus, seperti pemupukan melebihi
dosis standar atau penyiangan
tambahan, pada tanaman asal benih
okulasi hijau tidak diperlukan karena
pertumbuhan tanaman karet asal
benih okulasi hijau sama baik
dengan okulasi cokelat.
Penutup
Tanaman karet TBM 3 asal benih
okulasi hijau memiliki pertumbuhan
lilit batang yang sama besar dengan
tanaman karet asal benih okulasi
cokelat. Lilit batang tanaman karet
TBM 3 asal benih okulasi hijau dan
cokelat dengan kategori baik dan
sangat baik dengan kurang baik
memiliki jumlah yang sama banyak
yaitu 80 dan 20%. Hasil ini mem-
berikan implikasi bahwa benih
karet hasil okulasi hijau cukup
layak untuk bahan pengembangan
disamping okulasi cokelat yang
sudah lebih berkembang.
LONTAR TANAMAN TAHUNAN YANG BERMANFAAT
Lontar merupakan tanaman
tahunan termasuk jenis palma
yang belum dibudidayakan dan
banyak terdapat di Indonesia.
Produksi utama lontar adalah
nira yang langsung dimanfaat-
kan untuk diminum, kemudian
buahnya untuk dimakan. Pada
umumnya nira lontar dibuat
menjadi gula merah/gula lem-
peng dalam skala rumah tang-
ga. Nira lontar dapat diproses
lebih lanjut menjadi etanol
yang dapat dimanfaatkan untuk
industri farmasi dan bahan
bakar kendaraan bermotor,
sehingga mempunyai masa de-
pan yang cerah sebagai salah
satu alternatif sumber bioenergi.
Tabel 1. Karakteristik benih hasil okulasi hijau dan cokelat
Media kemasan Stum okulasi hijau Stum okulasi cokelat
Waktu simpan 7 hari** Bobot basah Waktu simpan 30 hari** Bobot basah
Hidup Pecah tunas Hidup Pecah tunas
--------(%)------- (gram) --------(%)------- (gram)
Tanpa media* 100 0 35 100 0 200
Cocopeat 100 0 35 100 28 220
Kertas koran 100 0 35 100 12 200
Sumber: Sutanto (2008); Saefudin dan Listyati (2014)
Keterangan:*hanya menggunakan pembungkus kantong plastik,
** waktu tunda tanam stum sebelum ditanam dalam polibeg
Tabel 2. Lilit batang karet TBM 3 asal benih okulasi hijau dan cokelat.
Asal benih Lingkar batang (cm)
Okulasi hijau 27,07 a
Okulasi cokelat 28,18 a
Rata-rata 27,63 Simpangan deviasi 3,55
Sumber: Saefudin et al., 2015
Tabel 3. Klasifikasi pertumbuhan tanaman karet asal benih okulasi hijau dan
cokelat TBM 3
Klasifikasi pertumbuhan
Asal benih karet
Okulasi hijau Okulasi cokelat
Jumlah pohon Persentase Jumlah pohon Persentase
Inferior 12 20,0 12 20,0
Standar 39 65,0 31 51,7
Superior 9 15,0 17 28,3
Sumber: Saefudin et al., 2015
Saefudin dan Nana Heryana,
Balittri
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
17
ontar atau siwalan (Borassus
flabellifer) termasuk tanaman
jenis palma yang berumur
panjang bisa mencapai 100 tahun
dan mulai berbuah pada umur 20
tahun yang tumbuh di daerah kering/
tropik seperti Afrika, Asia Tenggara,
Asia Selatan. Tempat tumbuhnya
baik di daerah kering dengan curah
hujan 500 - 900 mm per tahun,
maupun di daerah dengan curah
hujan sampai 5.000 mm per tahun
pada ketinggian 100 - 500 m dpl.
Jenis tanah yang sesuai untuk
tanaman lontar yaitu: tanah alluvial
hidromorf, alluvial kelabu tua,
kelabu kuning, latosol merah dan
latosol cokelat kemerah-merahan.
Penyebaran lontar di Indonesia
antara lain: Jawa Timur, Madura,
Bali, Nusa Tenggara Barat, Sula-
wesi, Maluku Tenggara, paling
banyak terdapat di Nusa Tenggara
Timur serta Sulawesi Selatan.
Sampai saat ini, tanaman ini belum
dibudidayakan dan masih tumbuh
secara liar.
Lontar termasuk tanaman
berumah dua (dioecious) artinya
bunga jantan dan betina tidak
terdapat dalam satu pohon, seperti
tanaman kelengkeng yaitu satu
pohon hanya terdapat bunga jan-
tan saja atau bunga betina saja,
seperti yang terdapat dalam Gam-
bar 1. Klasifikasinya sebagai
berikut: Kerajaan: Plantae, Sub
kerajaan: Tracheobionta, Super-
divisi: Spermatophyta, Divisi:
Magnoliophyta, Klas: Liliopsida,
Subklas: Arecidae, Ordo: Arecales,
Famili: Arecaceae, Genus: Boras-
sus dan Species: Borassus flabelli-
fer L.
Karakterisasi tanaman lontar:
batang lurus dan tidak bercabang,
tinggi 15 - 40 m dengan diameter
batang sekitar 60 cm. Panjang
tangkai/ pelepah daun sekitar 1 m.
Daunnya besar-besar mengumpul
di bagian ujung tangkai daun
membentuk tajuk yang membulat
seperti kipas dengan diameter
sekitar 1,5 m. Satu tandan buah
terdapat sekitar 20 butir, buah
berbentuk bulat berwarna hitam
kecokelatan dengan diameter 7 -
20 cm. Setiap buah berisi 3 - 7 butir
daging buah dan yang sudah tua
berwarna kekuningan dan berserat.
Manfaat Tanaman Lontar/
Siwalan
Bagian tanaman yang dimanfaat-
kan untuk memenuhi kebutuhan
manusia (Anonynous 2015, 2016,
Soewito 2011, Tabunan 2010)
meliputi:
1. Nira merupakan produk utama
lontar berasal dari bunga lontar
yang disadap, rasanya manis
dan dapat langsung diminum
(legen/bahasa jawa) atau
diproses lebih lanjut menjadi
minuman beralkohol (tuak), gula
lontar, etanol yang dapat
digunakan sebagai campuran
bahan bakar dan untuk industri
farmasi.
2. Buah terutama yang masih
muda dan rasanya mirip kolang-
kaling (aren) dapat dikonsumsi,
demikian juga daging buah
yang sudah tua, berwarna
kekuningan dan berserat dapat
dimakan segar.
3. Daun pada jaman dahulu
digunakan sebagai media untuk
menulis, selain itu juga di-
gunakan untuk membuat ke-
rajinan tangan seperti kipas,
tikar, topi, sasando (alat musik
tradisional di Timor).
4. Batangnya mempunyai kayu
yang keras dan kuat, baik untuk
L Tabel 1. Komponen nutrisi nira lontar
Komponen Jumlah
Total gula (g/100 cc) 10,93
Protein (g/100 cc) 0,35
Nitrogen (g/100 cc) 0,056
Mineral sebagai abu (g/100 cc) 0,54
Kalsium (g/100cc) 0,01
Fosfor (g/100 cc) 0,14
Besi (g/100 cc) 0,40
Vitamin C (mg/100 cc) 13,25
Vitamin B1 (IU) 3,90
Sumber: Anonymous 2015.
Gambar 1. a). Pohon lontar atau siwalan, b). bunga jantan lontar, c). buah
lontar (bunga betina).
a b c
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 18
konstruksi bangunan, jembatan,
mebel.
5. Akar yang masih mudah dapat
diekstrak atau direbus untuk
obat cacing, memperlancar air
seni, dan pernafasan.
Kandungan Nutrisi Nira Lontar
Nira lontar dapat digunakan
sebagai minuman isotonik yang
mampu menggantikan cairan tubuh
lebih cepat dibandingkan air putih,
karena mengandung mineral yang
sesuai untuk tubuh manusia dan
membantu memperlancar pen-
cernaan. Nira lontar mengandung
nutrisi seperti yang tertera pada
Tabel 1.
Nira lontar selain dimanfaatkan
langsung sebagai minuman dapat
juga diproses lebih lanjut seperti
menjadi gula lontar/siwalan dan
ethanol. Gula lontar mengandung
53,24% sukrosa; 5,41% glukosa;
2,65% fruktosa dengan kadar
gula pereduksi 7,23%. Kandungan
sukrosa gula lontar lebih rendah
dibandingkan gula aren. Sedangkan
kadar gula pereduksi lebih tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa gula
aren mengandung 88,6% sukrosa
dan gula pereduksi 2,8%.
Bahwa proporsi mesocarp se-
kitar 60 - 70% dari berat buah dan
mengandung senyawa karotenoid
dari golongan xantofi dan karoten
yang berfungsi sebagai antioksidan.
Prospek Lontar
Salah satu jenis tanaman palma
ini, di Indonesia masih belum
dimanfaatkan secara optimal. Produk
utama lontar adalah nira dengan
produksi tertinggi berasal dari
penyadapan tiga mayang untuk
setiap pohon sehari 4,54 liter,
sedangkan paling rendah setiap
pohon 1,95 liter per mayang per
hari. Produksi nira lontar 3,5 liter
per pohon per hari dengan jum-
lah mayang yang disadap 1 - 5
mayang dan waktu penyadapan
sampai 184 hari. Penduduk Rote
Nusa Tenggara Timur melakukan
penyadapan nira lontar antara bulan
Juli - November setiap tahunnya.
Nira lontar oleh penduduk Rote
diolah menjadi gula lempeng/gula
merah. Selain gula lempeng, nira
tersebut dapat diolah menjadi
gula cair, gula semut, kecap, atau
cuka.
Di Nusa Tenggara Timur, ta-
naman tersebut terdapat di desa-desa
paling sedikit 792.748 pohon,
jika produksi nira 3,5 liter per pohon
per hari dengan masa sadap 184 hari
per tahun dan pohon lontar
yang disadap sebanyak 500.000
maka nira yang dihasilkan se-
banyak 322.000.000 liter nira per
tahun. Untuk menghasilkan 1 liter
etanol diperlukan 15 liter nira
jadi per tahun dapat dihasilkan
21.466.666 liter etanol setara de-
ngan Rp 18.247.000.000,- de-
ngan harga etanol dalam negeri
Rp 8.500,-.
Nira lontar diproses menjadi
etanol dengan menggunakan
metode penyulingan dan dapat
digunakan sebagai bahan bakar
aditif pada kendaraan bermotor,
dimana bensin premium memiliki
oktan 88 dan etanol 177 bila
campur dengan perbandingan
etanol: premium = 1 : 9, maka
oktannya menjadi 90,9 mendekati
pertamax yang merupakan standar
bahan bakar bensin yang digunakan
di Eropa. Prospek lontar di masa
depan sangat baik karena dapat
meningkatkan perdapatan petani
dan devisa negara.
Kendala Tanaman Lontar
Tanaman lontar pada umumnya
belum dibudidayakan dan mulai
berbunga pada umur 20 tahun
walaupun kehidupannya dapat
mencapai umur 100 tahun sehingga
lambat produksi niranya dibanding-
kan dengan kelapa Dalam yang
berumur 4 - 6 tahun sudah berbunga.
Tanaman lontar sudah berumur
lebih dari 50 tahun kemungkinan
tingginya sudah lebih dari 10 m
sama dengan kelapa Dalam se-
hingga berpengaruh terhadap pro-
duksi nira yang dihasilkan karena
waktu yang diperlukan lebih lama
dan jumlah tanaman yang disadap
menjadi berkurang, biaya menyadap
menjadi lebih tinggi dan resiko
terhadap keselamatan kerja menjadi
tinggi seperti jatuh dari pohon yang
dapat menyebabkan kematian.
Observasi dan seleksi tanaman
lontar perlu dilakukan untuk
mendapatkan tanaman lontar yang
cepat berbunga misalnya umur 10
tahun sudah berbunga maupun
dengan pemuliaan menggunakan
radiasi untuk mendapatkan varietas
baru yang cepat berbunga dan
lambat pertambahan tingginya.
Penutup
Lontar merupakan salah satu
tanaman palma yang bermanfaat
bagi kesehatan dan kesejahteraan
manusia, semua bagian tanaman
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Produksi utama
tanaman lontar adalah nira yang
dapat diproses menjadi etanol
dengan menggunakan metode
penyulingan dan dapat digunakan
dalam industri farmasi maupun
campuran bahan bakar untuk
kendaraan. Etanol yang dihasil-
kan dari nira lontar dapat dieks-
por sehingga dapat membantu me-
ningkatkan devisa negara dan
kesejahteraan masyarakat.
Budi Santosa, Balit Palma
Keragaman karakter kualitatif dan kuantitatif daun 37 aksesi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 19
POTENSI TANAMAN PUTRI MALU TIDAK BERDURI SEBAGAI LEGUM PENUTUP TANAH PADA LAHAN
TANAMAN PERKEBUNAN TAHUNAN
Upaya untuk menjaga kesubur- an tanah pada lahan tanaman perkebunan tahunan dapat di-lakukan dengan menanam le-gum penutup tanah yang dapat mengatasi kerusakan tanah seperti erosi di saat musim hujan dan evaporasi tinggi saat musim kemarau. Karakteristik putri malu tidak berduri (Mimosa hybrid) sangat mendukung untuk dikembangkan sebagai legum penutup tanah karena pertum-buhannya cepat; dapat ber- tahan hidup pada kondisi kering musim kemarau; menghasil- kan biomassa yang dapat me-ningkatkan C-organik tanah dan memperbaiki struktur tanah.
anaman perkebunan tahunan
seperti kapuk, kelapa dan
kelapa sawit (pada saat belum
produksi) mempunyai jarak tanam
lebar sehingga menyisakan tanah
yang tidak ditanami di bawah
kanopinya. Tanah kosong tersebut
berpotensi mengalami erosi di saat
musim hujan dan laju evaporasi
akan tinggi saat musim kemarau.
Perbandingan antara lahan tanaman
perkebunan tahunan (kapuk) yang
tidak dan ditanami penutup tanah
dapat dilihat pada Gambar 1
Legume penutup tanah atau
lebih dikenal sebagai tanaman
penutup tanah sangat penting dalam
menjaga kesuburan tanah. Tanam-
an putri malu yang tidak berduri
merupakan salah satu alternatif-
nya di lahan perkebunan yang
berpotensi untuk dikembangkan.
Tanaman putri malu tersebut dapat
diperbanyak dengan dua cara
yaitu setek batang (vegetatif) dan
biji (generatif); tumbuh cepat dan
baik di bawah naungan maupun
lahan terbuka.
Putri malu tidak berduri me-
rupakan hasil persilangan dari
Mimosa diplotricha yang dilakukan
oleh perkebunan di Jawa pada tahun
1942. Mimosa diplotricha berasal
dari daerah subtropis dan tropis
Amerika. Tanaman tanpa duri
tersebut dikembangkan pada
perkebunan-perkebunan di Jawa,
kemudian dengan cepat meluas di
sebagian besar negara-negara Asia
Selatan dan Tenggara hingga ke
sebagian kecil negara-negara Afrika
(PROHATI, 2015).
Putri malu tidak berduri ter-
masuk famili Fabaceae (polong-
polongan), secara sekilas mirip
dengan putri malu berduri tetapi
bila diperhatikan secara seksama
mempunyai perbedaan (Tabel 1).
Tanaman ini merupakan tanam-
an perdu pendek yang merambat
atau memanjat, daun menyirip
ganda atau berpasangan, yang
tersusun berhadapan, sensitif ter-
hadap sentuhan.
Potensi tanaman putri malu yang
tidak berduri sebagai tanaman
penutup tanah didukung oleh
karakteristik (1) pertumbuhannya
yang cepat, (2) tahan kekeringan
(bertahan hidup pada musim
kemarau) dan (3) mampu mem-
perbaiki struktur tanah.
1). Pertumbuhannya Cepat
Tanaman putri malu tidak ber-
duri tumbuh dan berkembang
secara cepat yang didukung
simbiosis mutualisme antara akar
dengan bakteri Rhizobium se-
hingga kebutuhan hara Nitrogen
dapat terpenuhi. Salah satu me-
kanisme ketersediaan hara adalah
dengan fiksasi N udara. Selanjutnya
perkembangan akar lebih luas yang
dipacu IAA yang dihasilkan oleh
Rhizobium.
Pada akarnya terdapat bintil
akibat terinfeksi Rhizobium. Rhi-
zobium mempunyai kemampuan
antara lain: (a) menambat N bebas
dari udara, (b) meningkatkan ke-
T
Gambar 1. a) Kebun kapuk yang tidak ditanami penutup tanah dan b) kebun
kapuk yang ditanami penutup tanah
a b
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 20
tersediaan hara P dan hara lainnya
di tanah, (c) menghasilkan IAA
dan (d) menghasilkan senyawa
eksopolisakarida.
Rhizobium mempunyai ke-
mampuan melarutkan P yang di-
tandai dengan terbentuknya zona
bening di sekeliling lingkaran
koloni (Gambar 2). Dari hasil
pengamatan pertumbuhannya pada
media MNBRIP (National Botanical
Research Institute’s Phosphate),
diketahui kemampuan rhizobium
melarutkan P secara langsung
(visual) sehingga berpotensi juga
dapat meningkatkan P-tersedia
tanah. Rhizobium melarutkan P
disebabkan kemampuannya meng-
hasilkan asam-asam organik dan
enzim fosfatase.
Suharyanto et al. (2009) me-
laporkan, rhizobium mampu meng-
hasilkan IAA pada media latek.
Dari koleksi isolat Rhizobium
Balittas yang telah diuji, isolat
Rhizobium ternyata juga mampu
menghasilkan IAA sehingga ber-
potensi memacu pertumbuhan
akar tanaman perkebunan di
sekitarnya dan akar tanaman
inangnya sendiri.
Oleh karena dapat tumbuh
cepat, tanaman putri malu tidak
berduri ini perlu dipangkas secara
teratur ketika biomassa sudah
banyak. Intensitas pemangkasan
dapat dilakukan 2 - 3 kali/tahun.
Biomassa putri malu tidak ber-
duri ini bisa dijadikan mulsa or-
ganik yang bermanfaat untuk
mengurangi evaporasi.
2) Bertahan hidup pada musim
kemarau
Tanaman putri malu tidak ber-
duri terlihat tetap segar dan hijau
Tabel 1. Perbedaan antara tanaman putri malu berduri dengan putri malu
tidak berduri
Karakteristik Putri malu
(Mimosa pudica)
Putri malu tidak berduri
(Mimosa hybrid)
Batang
Berduri, berbulu lebih panjang
Tidak berduri, berbulu lebih pendek
Daun
Berwarna hijau kemerahan, pada
tulang daun berbulu lebih panjang
Berwarna hijau, pada tulang daun
berbulu lebih pendek
Bunga
Berbentuk bulat seperti bola
berambut dan tidak mempunya
mahkota dengan kelopak bunga kecil
Bunganya bertipe kupu-kupu,
mempunyai mahkota bunga dengan
kelopak bunga besar
Buah
Buah bergerombol pada satu tangkai
dengan kedua sisi bergelombang dan
berbulu
Buah berbentuk seperti pedang
melengkung dengan salah satu tepi
bergelombang dan tidak berbulu
Biji
Berbentuk bulat agak sedikit pipih
Berbentuk seperti ginjal
Gambar 2. a) Rhizobium sebagai pelarut P pada media NBRIP dan b) tana-
man putri malu yang tidak berduri pada musim kemarau
a b
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
21
pada musim kemarau, selama 70
hari tidak hujan (Gambar 2),
sedangkan rerumputan sudah layu,
kering dan menguning. Hal ini
merupakan salah satu indikator
tanaman ini bisa bertahan dalam
kondisi kekurangan air. Batang
tanaman putri malu tidak berduri,
berbulu dan daunnya yang bisa
menutup dan membuka sehingga
mengurangi transpirasi. Kondisi
tersebut merupakan cara adaptasi
yang baik terhadap kekeringan.
3) Memperbaiki struktur tanah
Biomassa tanaman putri malu
tidak berduri yang dipangkas
kemudian dijadikan mulsa organik
atau dibenamkan di dalam tanah
akan meningkatkan kadar C-organik
tanah disamping itu, memperbaiki
struktur tanah. Rhizobium yang
perakarannya menghasilkan polisa-
karida ekstraseluler berpotensi
dimanfaatkan untuk memperbaiki
sifat fisik tanah seperti struktur tanah
terutama pada tanah berpasir.
Penutup
Karakteristik tanaman putri
malu tidak berduri berpotensi
untuk dikembangkan sebagai
legum penutup tanah di lahan
perkebunan tahunan dengan
tipe lahan kering iklim kering.
Kesuburan dan kesehatan tanah
yang terjaga akan meningkatkan
produksi tanaman perkebunan yang
ada di lahan tersebut.
PANEN KELAPA YANG AMAN DENGAN ALAT PANJAT DAN ROBOT PEMANEN KELAPA: COCOBOT
Keamanan merupakan isu kru-
sial dalam bidang pemanenan
kelapa. Hal ini disebabkan ada-
nya risiko pemanjat kelapa
mengalami kecelakaan dalam
pemanenan kelapa secara tra-
disional sehingga sekarang ini
sangat sulit mencari orang yang
mau memanjat kelapa dan jika
ada biaya yang dikeluarkan cukup
besar. Teknologi yang memper-
mudah pekerjaan petani kelapa
dalam memanen kelapa yang
mudah dan aman sangat di-
perlukan di antaranya alat panjat
kelapa yang ergonomis. Alat
panjat kelapa dengan meng-
gunakan penjepit pohon, sabuk
pengait, dan kursi duduk.
Teknologi lainnya selain alat
panjat kelapa yaitu pengem-
bangan Coconut Harvesting
Robot (Cocobot) yang merupa-
kan salah satu solusi untuk panjat
dan panen kelapa dengan lebih
aman. Cocobot telah dikem-
bangkan di India dan Indo-
nesia. Robot dilengkapi dengan
bluetooth, wireless, remote control
dengan joystick, roda dari spon
yang bermanfaat untuk memanjat
ke atas, sensor, kamera, lengan
robot, dan pisau sebagai pemotong
untuk pemanenan kelapa.
ndonesia merupakan negara
yang memiliki area kelapa
terluas di dunia dan memberikan
kontribusi sebesar 27% terhadap
produksi kelapa di dunia. Luas area
perkebunan kelapa di Indonesia
menurut Direktorat Jenderal
Perkebunan dari tahun 2012 hingga
2014 yaitu 3,78 ; 3,65 dan 3,60 juta
ha, tetapi dari luas area perkebunan
kelapa tersebut, Indonesia hanya
menghasilkan produksi sebesar
3,18 ; 3,05, dan 3,00 juta ton,
menunjukkan bahwa produktivitas
perkebunan kelapa di Indonesia
masih rendah berkisar 0,84 ton/ha
dan produktivitasnya masih kalah
dengan negara pesaing seperti
Filipina dan India (Ditjenbun, 2015).
Pemanenan kelapa dewasa ini
dilakukan dengan berbagai cara di
antaranya secara manual yaitu
dengan dipanjat oleh manusia,
bantuan binatang kera, dengan
bantuan alat pemanjat seperti tali
pemanjat dan teknologi yang
canggih seperti robotik. Umumnya,
pekerja terampil memanjat untuk
memanen kelapa dari pohon tanpa
perangkat pengaman. Kecelakaan
saat memanjat kelapa tanpa
perangkat pengaman menyebabkan
korban dan menderita cedera
musculoskeletal atau kerusakan otot
rangka sehingga dewasa ini untuk
menemukan pemanjat kelapa sangat
sulit sekali dan apabila ada biaya
panjatnya kurang ekonomis. Ke-
celakaan pemanjat kelapa di
Kabupaten Banyumas memakan
korban jiwa hingga 100 orang/tahun,
I
Roni Syahputra, Balittas
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 22
bahwa total 35,5% (78 kasus dari
220 pemanjat) jatuh dari pohon
kelapa. Pemanjat pohon kelapa
sebanyak 7,9% (19/240) keluar dari
profesi tradisional mereka dan tetap
menganggur, hanya 5,3% (1/19)
yang berhenti memanjat pohon
karena masalah kesehatan dan 94,7%
(18/19) mengundurkan diri karena
menjadi korban.
Masalah panjat dan pemanenan
kelapa bisa saja diatasi dengan
menggunakan suatu teknologi,
dengan mengubah cara panen
kelapa secara tradisional menjadi
lebih modern, misalnya pemanen-
an kelapa dengan bantuan alat
panjat kelapa maupun secara
robotik. Pemanenan komoditi
pertanian dengan menggunakan
teknologi robotik telah umum
digunakan oleh negara maju
seperti Jepang dan Amerika seperti
robot pemanen buah strawberry,
mesin pemanen jeruk dan robot
pemanen paprika, tetapi untuk
pengembangan robot pemanjat dan
pemetik kelapa masih sangat terbatas
sekali.
Robot pemanjat pohon kelapa
merupakan alat memanjat pohon
kelapa dan memetik buah kelapa
sehingga petani tidak perlu
memanjat pohon secara manual.
Pengembangan robot pemanjat
dan pemanen kelapa telah di-
lakukan di negara India, termasuk
juga di Indonesia. Pengembang-
an coconut harvesting robot
(Cocobot) di India hampir mirip
seperti di Indonesia. Konsepnya
yaitu chassis berbentuk segi delapan,
terdapat roda, wireless, kamera,
lengan robot, pisau pemotong. Robot
pemanjat dan pemanen kelapa ini
merupakan cara panen kelapa
yang aman.
Pemanenan Kelapa Secara Tra-
disional, dengan Alat Bantu dan
Robot
Pemanenan secara Tradisional
Pemanenan kelapa secara
tradisional dengan dipanjat secara
manual. Pemanjat pohon kelapa
naik ke pohon dengan membawa
sabit di bagian pinggangnya (Gam-
bar 1) yang terlebih dahulu bagian
pohon kelapa di potong sedikit
dengan sabit sebagai pijakan kaki
maupun tangan. Luka-luka bekas
pemotongan sedikit pohon kelapa
sebagai pijakan harus sering
dibersihkan supaya tidak mem-
busuk sehingga batang kelapa
tidak lekas menjadi keropos atau
menjadi sarang hama kwangwung.
Pemetikan buah kelapa juga
dapat dilakukan dengan meng-
gunakan galah bambu. Biasanya
pada ujung bambu tersebut di-
kaitkan sabit yang tajam, pemetik-
an dengan cara ini biasanya
dilakukan pada pohon kelapa yang
masih muda dengan batang yang
tidak terlalu tinggi. Balai Penelitian
Tanaman Palma (Balit Palma)
Manado telah mengembangkan
dan melepas beberapa kelapa gen-
jah seperti Genjah Kuning Nias,
Genjah Bali, Genjah Raja dan
Genjah Salak yang dapat diman-
faatkan sebagai minuman segar dan
nira. Pemanenan kelapa pendek
(genjah) lebih mudah karena tanpa
memanjat langsung dipanen dengan
sabit, sedangkan apabila kelapa
genjah sudah agak tinggi dipanjat
dengan menggunakan tangga.
Pemanenan kelapa secara
tradisional ini sangat berbahaya
karena tidak adanya pengaman.
Solusi yang dikedepankan dari
pemanenan secara tradisional yaitu
diadakannya pelatihan yang me-
libatkan komunitas panjat tebing
dengan menggunakan tali pengaman
untuk melatih para pemanjat dan
pemanen kelapa. Di beberapa da-
erah di Sumatera dan Kalimantan,
pemetikan buah kelapa dilakukan
oleh kera yang sudah terlatih.
Kera tersebut diperintahkan untuk
memanjat pohon kelapa dan
memetik buah yang sudah masak.
Pemanenan dengan Alat Bantu
Pemanenan kelapa dengan alat
bantu panjat telah banyak di-
kembangkan. Alat dijepitkan ke
pohon kelapa dan orang yang
memanennya menaikinya dengan
alat panjat tersebut. Mohankumar
et al., (2013) mengembangkan alat
pemanjat kelapa memiliki dua
rangka (kiri dan kanan). Tali besi
dipasang di sekitar pohon men-
cengkeram alas karet. Dua bingkai
utama dipasang dan memungkin-
kan operator mengangkatnya. Frame
nyaman menggunakan sliding
member. Laborde (2006) mengem-
bangkan sebuah pemanjat pohon,
alat dengan platform atas dan
bawah yang ada bergerak bebas dari
bawah pohon. Thiyagarajan et al.,
(2013) melakukan studi ergonomis
dari perangkat sederhana yang dibuat
dari perangkat yang aman dan
mudah digunakan untuk memanjat
pohon kelapa, yang bahkan bisa
dioperasikan oleh orang yang tidak
terampil.
Mohankumar et al. (2013)
mengembangkan alat panjat kelapa
yang lebih ergonomis (Gambar 2b),
alat panjat dirancang dengan mem-
perhitungkan aspek kenyamanan
pada manusia dengan adanya tali
pengikat dan alat dirancang me-
nyerupai kursi duduk sehingga
pemanjat dan pemanen kelapa tidak
mudah kelelahan dan banyak
menghabiskan energi (Gambar 2a).
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
23
Sistem panjat alat ini bertumpu pada
berat badan yang mengakibatkan
berlawanan dengan gaya gravitasi
sehingga pemanjat kelapa dapat naik
ke atas dengan bantuan alat panjat
ini.
Pemanenan dengan Robot
Robot pemanjat dan pemanen
kelapa (Cocobot) dilengkapi dengan
lengan robot beserta pisau pemotong
untuk memetik buah kelapa dan
kamera yang berguna untuk mem-
bantu petani kelapa atau pekerja
melihat buah kelapa dari kejauhan.
Khususnya pada saat memanen,
harus mengetahui posisi dan jumlah
buah kelapa yang akan dipetik secara
tepat di atas pohon. Kamera pada
lengan robot pemanjat pohon kelapa
hanya digunakan untuk membantu
melihat posisi buah kelapa dan
tingkat kematangan buah kelapa dari
kejauhan. Peningkatan teknologi
pada kamera di lengan robot
pemanjat pohon kelapa diperlukan,
dengan cara menambah sistem
kecerdasan buatan menggunakan
pengolahan citra yang dapat
membuat robot menentukan sendiri
posisi dan jumlah buah kelapa
melalui deteksi obyek.
Pada Gambar 3 menjelaskan
mengenai sistem panjat dan
panen kelapa secara robotik, hal
ini lebih aman jika panen dilaku-
kan dengan robot dibandingkan
secara manual. Robot ini dapat
mencari kelapa, sampai ke puncak
pohon dan memanennya dengan
pisau yang dirancang khusus.
Pengguna dapat melihat aksinya
menggunakan layar ponsel.
Robot pemanjat pohon kelapa
akan sangat membantu masyarakat
terutama bagi petani kelapa untuk
melakukan panen buah kelapa de-
ngan cepat, mudah dan aman. Panen
dapat dilakukan secara rutin di
daerah penghasil buah kelapa yang
ada di Indonesia karena pengguna
hanya melakukan kendali meng-
gunakan remote control dari ke-
jauhan untuk menggerakkan robot.
Resiko kecelakaan akibat kelalaian
manusia ataupun kondisi lingkungan
saat melakukan panen buah kelapa
dapat diminimalisir. Pengguna akan
lebih aman dan terhindar dari resiko
kecelakaan karena hanya robot yang
memanjat.
Robot dilengkapi dengan remote
control sehingga pengguna hanya
perlu melakukan kendali dari jarak
jauh. Remote control mengguna-
kan joystick, dimana masih mem-
butuhkan lagi pengendali untuk
membaca dan menerjemahkan data
yang dihasilkan dari dalam joystick.
Data tersebut selanjutnya digunakan
untuk mengirimkan suatu karakter
ke kontroler utama pada robot.
Pengiriman yang dilakukan meng-
gunakan komunikasi bluetooth
antara modul bluetooth hc-05
sebagai transmitter dan modul
bluetooth hc-06 sebagai receiver.
Data hasil pengiriman bluetooth
akan diolah lagi untuk dikonversikan
Sumber : (Wibowo et al., 2016) Gambar 1. Cara panen kelapa a) memanjat dan memanen kelapa secara
tradisional, b) alat panjat pohon kelapa, c) alat panjat (lebih
ergonomis), d) sistem panjat dan panen kelapa dengan robot, e)
desain Cocobot, f) rangkaian kumpulan robot, g) sirkuit elektronik
dari robot dan h) aksi robot memanjat dan memanen kelapa di
Blitar, Jawa Timur
Sum
ber
: W
ibow
o e
t al.
, 2016
Mohan
kum
ar e
t a
l., 2013
Sumber : Desain Prasad et al., 2016
Sum
ber
: W
ibow
o e
t al.
, 2016
a b c d
e f
g
h
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 24
ke gerak robot yang akan dikom-
binasikan dengan sensor keseim-
bangan untuk mengatur putaran roda
pada badan utama agar posisi robot
tetap seimbang dan tidak miring
saat memanjat pohon kelapa.
Badan Utama Robot
Pada robot mekanik, rangka
utama berbentuk segi enam dengan
tiga buah roda yang terdiri dari
bagian poros, pembatas spon dan
permukaan roda padat berwarna
gelap yang dilengkapi pegas (Gam-
bar 2a). Pemilihan spon sebagai
bahan utama permukaan roda robot
karena karakteristik material spon
yang dapat menyesuaikan bentuk
permukaan pohon sehingga luas
permukaan roda yang menyentuh
pohon menjadi lebih banyak. Roda
ini terpasang pada tiga bagian
sisi dari rangka utama yang di-
hubungkan menggunakan engsel
sehingga robot dapat memberikan
cengkraman yang melingkari batang
pohon kelapa. Pada salah satu sisi
badan robot terdapat sebuah lock
sederhana yang dapat dibuka dan
dikunci untuk dapat memasangkan
robot ke batang pohon kelapa
dengan cepat dan mudah.
Di Indonesia pengembangan
teknologi robotik pemanen kelapa
telah dikembangkan oleh Teguh
Satrio Wibowo dari Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya (PENS
ITS) (Gambar 2a), sedangkan di
India telah dikembangkan oleh
Prasad, mahasiswa Saintgits College
of Engineering (Gambar 2b).
Persamaannya chassis berbentuk
segi enam. Perbedaan desain dapat
dilihat pada Gambar 2. Desain dari
Indonesia lebih simpel dengan 3
roda, sedangkan desain dari India
menggunakan 6 roda.
Cocobot juga memiliki lengan
yang berfungsi memetik buah
kelapa. Bagian lengan robot ter-
dapat pisau pemotong yang meng-
gunakan mata pisau gerinda dan
terdapat kamera untuk membantu
melihat buah kelapa yang akan
dipetik dari kejauhan (Gambar 2 b).
Kontrol Elektronik
Kontrol utama robot meng-
gunakan Arduino Mega 2560,
sedangkan untuk pengolahan citra
menggunakan sophisticated Rasp-
berry Pi 2 untuk komputasi, portable,
dan OS berbasis platform yang
mengandung banyak informasi
seperti pengolahan citra. Konek-
tivitas nirkabel dilakukan dengan
menggunakan HC- modul bluetooth
05 sebagai pengirim (transmitter)
dan modul bluetooth hc-06 sebagai
penerima (receiver). Data akan
dibaca dan diakui sebagai karakter
ASCII (American Standard Code for
Information Interchange). Data
yang diterima oleh bluetooth akan
kembali diproses untuk dikonversi
menjadi gerakan robot dengan
kombinasi data dari balance sensor.
Aksi Cocobot
Aksi Cocobot dapat dilihat pada
Gambar 4. Bluetooth digunakan
sebagai wireless/nirkabel yang bisa
mengirim data sampai ke puncak
pohon kelapa yang bisa mencapai
jarak maksimum 30 m, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1. Selain itu
lebih mudah untuk pengaturan
hardware.
Robot menunjukkan pergerakan
yang relatif baik untuk ke atas
dan ke bawah pohon. Pegas untuk
Auto-fastening cukup baik da-
lam beradaptasi dengan berbagai
diameter batang pohon kelapa
sehingga robot bisa memanjat
pohon kelapa dengan cepat.
Ketinggian rata-rata pohon ke-
lapa sekitar 20 meter sehingga
kecepatan robot maksimum untuk
memanjat ke atas pohon kelapa
dalam waktu 22 detik.
Cocobot telah diuji untuk
memotong tandan kelapa, tubuh
robot terkena kelapa yang berat-
nya sekitar 10 kg, tapi robot
tidak jatuh ke bawah bila ter-
kena banyak kelapa, salah satunya
karena sistem pegas mekanik
yang telah bekerja dengan baik
untuk menekan pohon kelapa.
Pada sistem pemotongan pisau
secara mekanik. menggunakan pisau
fine grinding, pisau dapat me-
motong tandan kelapa, tetapi pro-
ses pemotongan memakan waktu
lama. Kelemahannya yaitu warna
kelapa dan daun yang hampir
mirip.
Penutup
Alat pemanjat kelapa dan
Cocobot merupakan solusi bagi
petani dan pengusaha kelapa untuk
memanen buah kelapa dengan lebih
cepat, mudah dan lebih aman diban-
dingkan panen secara tradisional.
Alat pemanjat kelapa yang dileng-
kapi dengan penjepit pohon, tali, dan
tempat duduk mempermudah pe-
manjat dan pemanen kelapa untuk
naik ke atas pohon. Cocobot dileng-
kapi dengan bluetooth, wireless,
remote control, roda untuk me-
manjat, sensor, kamera, lengan
robot, dan pisau sebagai pemotong.
Pengembangan cocobot selanjutnya
diharapkan dapat memanen buah
sesuai dengan tingkat kematangan
kelapa dan dapat memilah antara
kelapa muda, tua, maupun kelapa
kopyor. Perlu dilakukan pengem-
bangan dan penyempurnaan cocobot
secara massal oleh institusi maupun
industri agar suatu saat bisa dipro-
duksi dan dijual secara massal.
Tabel 1. Jarak maksimum dari penerima data
Transmisi Penerima Jarak maksimum (m)
HC-05 HC-06 30
Android HC-06 25 - 30
Wireless Wireless Receiver 10
Sumber Data : Wibowo et al., 2016
Adhitya Yudha Pradhana dan
Linda Trivana, Balit Palma
Keragaman karakter kualitatif dan kuantitatif daun 37 aksesi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 25
KERAGAMAN KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF DAUN 37 AKSESI LADA
HASIL PERSILANGAN
Lada merupakan tanaman tahun-an dengan tipe memanjat dari keluarga Piperaceae. Tanaman ini memiliki akar tunggang dengan akar utama dapat menembus tanah sampai kedalaman 1 - 2 m. Batang tanaman berbuku-buku dan berbentuk sulur yang dapat dikelompokkan menjadi empat macam sulur. Tanaman ini per-tama kali ditemukan di daerah Western Ghast, India. Karakter kuantitatif seperti karakter tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, panjang tangkai daun, panjang ruas batang, jumlah daun, jumlah akar lekat dan diameter batang bervariasi antara 42,45 - 98,51% dengan tingkat kedekatan antara 2,5 - 89,7 dan terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok I dan II yang dipisahkan oleh karakter tinggi tanaman dan jumlah akar lekat. Pada karakter kualitatif tidak bervariasi pada karakter bentuk daun yaitu ovatus. Sedang-kan pada karakter bentuk pang- kal daun, warna daun seludang, warna daun pucuk, warna daun tua dan warna tangkai daun bervariasi, dengan tingkat ke-ragaman antara 34, 36 - 100% dengan tingkat kedekatan antara 0,1 - 0,9 yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok I dan II. Kelompok I dipisahkan oleh karakter bentuk pangkal daun membulat dan warna daun pucuk green group 131 dan warna daun tua green group 143. Pada ke-lompok II bentuk pangkal daun membulat, warna daun pucuk yellow green 139 dan warna daun tua green gorup 135.
ada merupakan tanaman
rempah yang pertama kali
ditemukan di daerah Western
Ghast, India. Tanaman ini kemudian
menyebar dari Malabar (India) ke
Eropa dan Asia termasuk Indonesia,
yang dibawa oleh masyarakat Hindu
ke daerah Jawa (Purseglove, 1981).
Daerah sentra produksi lada di
Indonesia adalah Provinsi Lampung,
Sumatera Selatan dan Kepulauan
Bangka Belitung yang memproduksi
kurang lebih 90% lada. Provinsi
penghasil lada lainnya adalah
Bengkulu, Aceh, Sumatera Barat,
Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan dan
Sulawesi Selatan (Mustika, 1990).
Pada tahun 2015 luas areal per-
tanaman lada di Indonesia men-
capai 163.990 ha dengan jumlah
produksi 89.302 ton dan produk-
tivitas 544,86 kg/ha. Volume ekspor
lada pada tahun 2015 mencapai
33.645 ton kg dengan nilai eks-
por mencapai 319.824.000 US$
(Statistik Perkebunan Indonesia,
2015).
Lada merupakan tanaman
tahunan dengan tipe memanjat dari
keluarga Piperaceae. Tanaman ini
memiliki akar tunggang dengan
akar utama dapat menembus tanah
sampai kedalaman 1 - 2 m. Batang
tanaman berbuku-buku dan ber-
bentuk sulur yang dikelompok-
kan menjadi empat macam sulur,
yaitu sulur gantung, sulur panjat,
sulur buah dan sulur tanah. Daun
lada merupakan daun tunggal
dengan duduk daun berseling
dan tumbuh pada setiap buku.
Warna daun hijau muda dan hijau
mengkilat pada permukaan atas.
Pertulangan daun melengkung
dengan tepi daun bergelombang atau
rata.
Balai Penelitian Tanaman Rem-
pah dan Obat (Balittro) sudah
memiliki beberapa varietas lada yang
mempunyai produksi tinggi yaitu:
Natar 1, Natar 2, Petaling 1, Petaling
2, Lampung Daun Kecil, Bengka-
yang, Chunuk, Ciinten dan Malonan
1. Di samping itu itu terdapat
beberapa koleksi lada lainnya hasil
eksplorasi maupun hasil persilangan,
diantaranya hasil persilangan antara
lada Paniur dengan P. colubrinum
sebanyak 37 aksesi. Tujuan per-
silangan ini untuk meningkatkan
keragaman genetik tanaman lada
baik secara morfologi maupun
produksi. Karakterisasi dan identi-
fikasi 37 aksesi ini baru dapat di-
lakukan terhadap karakter kuantitatif
dan kualitatif.
Persilangan Lada
Pada bulan September tahun
2015, telah dilakukan persilangan
antara lada Paniur dengan lada liar
P. colubrinum. Hasil persilangan
diperoleh 37 individu dan disemai di
bak persemaian dengan media
kokopit (Gambar a). Setelah tumbuh,
bibit dipindahkan ke polibeg ber-
ukuran 15 x 10 cm, mengunakan
media tanah dan pupuk kandang
kotoran sapi dengan perbandingan
2 : 1 (Gambar b). Setelah berumur
5 - 6 bulan dan tumbuh dengan sem-
purna, masing-masing individu lada
kemudian diperbanyak menjadi 15
setek dengan setek satu ruas
(Gambar c, d dan e). Setiap setek
lada satu ruas dimasukan ke lubang
tutup gelas plastik dan menutup
gelas plastik yang berisi air bersih
(Gambar f dan g). Setek akan me-
ngeluarkan akar setelah kurang lebih
satu bulan dengan panjang 10 - 15
cm sampai siap tanam (Gambar h).
Setek berakar tersebut dipindahkan
ke polibeg yang ukuran 10 x 15 cm
sampai tanaman berumur 6 - 7 bulan.
Pada umur tersebut karakter kuan-
L
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 26
titatif dan kualitatif lada sudah
dapat diamati (Gambar 1.)
Parameter karakter kuantitatif
terdiri dari tinggi tanaman, pan-
jang daun, lebar daun, panjang
tangkai daun, panjang ruas batang,
jumlah daun, jumlah akar lekat
dan diameter batang. Sedangkan
karakter kualitatif terdiri dari
bentuk daun, bentuk pangkal
daun, warna daun seludang, warna
daun pucuk, warna daun tua dan
warna tangkai daun.
Karakter Kuantitatif Lada Hasil
Persilangan
Tiga puluh tujuh aksesi lada
hasil persilangan antara Paniur
dengan P. colubrinum mempunyai
karakter kuantitatif yang ber-
variasi, terutama pada karakter
tinggi tanaman, panjang daun,
lebar daun, panjang tangkai
daun, panjang ruang batang,
jumlah daun, jumlah akar lekat
dan diameter batang. Pada karakter
jumlah akar lekat terdapat be-
berapa nomor yang akar lekatnya
belum muncul yaitu nomor 2 hasil
persilangan antara Paniur dengan
P. colubrinum 34 nomor, nomor
3 hasil persilangan Paniur dengan
P. colubrinum 58 nomor, nomor
10 hasil persilangan Paniur dengan
P. colubrinum 42 nomor, nomor 12
hasil persilangan Paniur dengan
P. colubrinum 41 nomor, nomor 14
hasil persilangan Paniur dengan
P. colubrinum 58 nomor dan nomor
31 hasil persilangan Paniur dengan
P. colubrinum 52.
Karakter tinggi tanaman antara
11,2 - 178,3 cm, panjang daun antara
7,5 - 15,1 cm, lebar daun antara 4,5 -
11 cm, panjang tangkai daun 3 - 8,3
cm, panjang ruas daun antara 1,8 -
9,3 cm, jumlah daun antara 3 - 25
helai, jumlah akar lekat antara 1 - 34
dan diameter batang antara 3,46 -
8,65 mm (Tabel 1).
Tingkat Keragaman Karakter
Kuantitatif Lada Hasil Per-
silangan
Karakter kuantitatif lada hasil
persilangan mempunyai tingkat
keragaman yang bervariasi antara
42,45 - 98,51% dengan tingkat ke-
dekatan antara 2,5 - 89,7 dan terbagi
menjadi dua kelompok besar yaitu
kelompok I dan II (Tabel 2).
Kelompok I terbagi menjadi
dua sub kelompok yaitu kelompok
sub 1 dan sub 2. Pada kelompok
sub 1 terbagi lagi menjadi sub-sub
kelompok yang lebih kecil yaitu
kelompok sub-sub 1 yang terdiri dari
12 nomor aksesi yaitu 1, 4, 19, 31, 5,
9, 11, 13, 27, 23, 36, dan 24,
sedangkan pada kelompok sub-
sub 2 terdiri dari 8 nomor aksesi
yaitu 7, 25, 37, 16, 17, 29, 21 dan
28. Keadaan yang sama pada
kelompok sub 2 terbagi lagi menjadi
dua sub-sub kelompok yaitu sub-sub
1 terdiri 7 nomor aksesi yaitu 2, 3, 6,
10, 14 dan 34, serta sub-sub 2 terdiri
dari 2 nomor aksesi yaitu 12 dan 22.
Kelompok II hanya terbagi
menjadi dua sub kelompok yaitu
kelompok sub 1 dan sub 2 yang
terdiri dari 8 nomor aksesi. Pada
kelompok sub 1 terdiri dari 7 nomor
aksesi yaitu 15, 18, 30, 33, 26, 32
dan 20, serta kelompok sub 2 terdiri
dari 1 nomor aksesi yaitu 25
(Gambar 2).
Analisa Klaster Karakter Kuan-
titatif Lada Hasil Persilangan
Analisis Klaster dilakukan
berdasarkan karakter tinggi tanam-
an, panjang daun, lebar daun,
panjang tangkai daun, panjang ruas
batang, jumlah daun, jumlah akar
lekat dan diameter batang. Ber-
dasarkan hasil analisis, kelom-
pok I dan II yang terdiri dari 37
aksesi dipisahkan oleh karakter
tinggi tanaman dan jumlah akar
lekat. Kelompok I dipisahkan oleh
karakter tinggi tanaman teren-
dah antara 11,2 - 106,5 cm dan
jumlah akar lekat terkecil antara 1 -
15, sedangkan kelompok II di-
pisahkan oleh karakter tinggi
tanaman tertinggi antara 119 - 178,3
cm dan jumlah akar lekat ter-
tinggi 17,34.
Gambar 1. Benih lada hasil persilangan a) dan b) : Persemaian benih lada hasil persilangan, c) : tanaman individu, d), e), dan f) : setek panjang 5 - 7 ruas, setek buku berdaun tunggal, g) dan h) : Setek akan mengeluarkan akar setelah kurang lebih satu bulan dengan panjang 10 - 15 cm sampai siap tanam, setek lada pada media cair dan i) : tanaman lada umur 6 bulan.
.
a b c
d e f
g h i
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
27
Kelompok sub 1 dan sub 2 pada
kelompok I dipisahkan oleh karakter
tinggi tanaman. Kelompok sub 1
dipisahkan oleh karakter tinggi
tanaman tertinggi ( 45,8 - 106,5 cm),
kelompok sub 2 dipisahkan oleh
karakter tinggi tanaman terendah
(11,2 - 35,4 cm). Kelompok sub 1
terbagi menjadi dua sub-sub
kelompok yaitu sub-sub 1 yang
dipisahkan oleh karakter tinggi
tanaman terendah (45,8 - 73,4 cm),
kelompok sub-sub 2 dipisahkan oleh
karakter tinggi tanaman tertinggi
(82,6 - 106,5 cm). Pada kelompok
sub 2 terdiri dari dua sub-sub
kelompok yaitu sub-sub 1 yang
dipisahkan oleh karakter tinggi
tanaman tertinggi (22,3 - 35,4 cm),
kelompok sub-sub 2 dipisahkan oleh
karakter tinggi tanaman terendah
(11,2 - 16,1 cm).
Kelompok II terdiri dari dua sub
kelompok yaitu kelompok sub 1 dan
sub 2. Pada sub 2 dipisahkan oleh
karakter tinggi tanaman terendah
(119 - 141,3 cm), panjang tangkai
daun terpendek antara 4 - 7 cm dan
jumlah daun terkecil antara 18 - 34
helai. Pada kelompok sub 2
dipisahkan oleh karakter tinggi
tanaman tertinggi (178, 3 cm), pan-
jang tangkai daun tertinggi 8,3 cm
dan jumlah daun terbanyak 25 helai
(Tabel 2).
Karakter Kualitatif Lada Hasil
Persilangan
Karakter kualitatif 37 aksesi
tidak terlalu bervariasi pada karakter
bentuk daun yaitu bentuk ovatus.
Pada karakter bentuk pangkal daun,
warna daun seludang, warna daun
pucuk, warna daun tua dan warna
tangkai daun bervariasi. Bentuk
pangkal daun cordatus dan mem-
bulat. Warna daun seludang hijau
muda, hijau dan merah. Warna daun
muda atau pucuk hijau yang terbagi
menjadi beberapa kelompok dari
“green group” sampai “yellow
green”. Warna pada daun tua terdiri
dari “green” group yang terbagi
menjadi beberapa nomor yaitu 135,
136, 137, 139 dan 141. Karakter
warna tangkai daun terdiri dari
hijau muda dan hijau (Tabel 3).
Tingkat Keragaman Karakter Kualitatif Lada Hasil Pesilangan
Karakter kualitatif tanaman lada
hasil persilangan mempunyai tingkat
keragaman antara 34, 36 - 100%
dengan tingkat kedekatan antara
0,1 - 0,9 dan terbagi menjadi dua
kelompok besar yaitu kelompok I
dan II. Kelompok I terbagi menjadi
dua sub kelompok yaitu kelompok
sub 1 dan sub 2. Pada kelompok sub
1 terbagi lagi menjadi sub-sub
kelompok yang lebih kecil yaitu
kelompok sub-sub 1 yang terdiri
dari 23 nomor aksesi yaitu: 1, 2, 3,
14, 15, 16, 23, 24, 25, 4,7, 5, 6, 31,
37, 34, 35, 27, 12, 13, 36, 22, dan
30, sedangkan pada kelompok sub-
sub 2 terdiri dari 3 nomor aksesi
yaitu: nomor 8, 9 dan 20. Begitu
juga kelompok sub 2 pada kelompok
I terdiri 3 nomor aksesi yaitu 10, 11
dan 19.
Tabel 1. Karakter kuantitatif 37 nomor aksesi lada hasil persilangan
Persilangan Tinggi tanaman (Cm)
Panjang daun (cm)
Lebar daun (cm)
Panjang tangkai daun (cm)
Panjang ruas batang (cm)
Jumlah daun
Jumlah akar lekat
Diemeter batang (mm)
PC x Colubrinum59 51,3 10 9,7 4,4 5 14 4 6,3 PC x Colubrinum 34 25,4 13 11 6 4 8 0 5,66 PC x Colubrinum 58 26,2 12 8,6 7,1 3,6 7 0 4,05 PC x Colubrinum 14 49,2 11,3 8,6 4,8 4,6 11 4 4,39 PC x Colubrinum 56 70,2 13,4 10,3 6 6,3 11 5 6,02 PC x Colubrinum 47 28,2 15,1 9,3 5,4 3 8 1 3,46 PC x Colubrinum 55 82,8 8,7 8,2 3,4 6,2 13 10 5,79 PC x Colubrinum 54 35,4 11,1 7,9 6,8 6,4 7 2 5,06 PC x Colubrinum 24 62,4 8,7 6,2 4,1 5,3 14 7 4,21 PC x Colubrinum 42 28,3 12 10,5 6 4,5 9 0 4,39 PC x Colubrinum 49 64,3 8,9 6,7 4,2 5 13 8 3,56 PC x Colubrinum 41 11,2 8,3 6,3 3 1,8 3 0 3,99 PC x Colubrinum 32 65,3 10,8 7,6 4,6 5 13 11 5,56 PC x Colubrinum 58 22,3 11,6 8,4 4,3 2,7 7 0 4,21 PC x Colubrinum 1 139 14,2 9,1 5 7,3 20 34 5,5 PC x Colubrinum 2 94,5 10,2 7,5 4,9 6 16 15 3,55 PC x Colubrinum 3 94 12 9,2 5 7 17 13 5,07 PC x Colubrinum 17 128,4 8,3 6,4 4 5 20 21 8,65 PC x Colubrinum 7 45,8 9,2 7,8 3,5 6,2 11 7 5,65 PC x Colubrinum 15 119 7,5 4,5 4 5 23 21 4,86 PC x Colubrinum 63 103 10,5 8,6 6,2 6 17 13 5,83 PC x Colubrinum 16 16,1 11,4 8,6 5,2 8,9 19 15 6,25 PC x Colubrinum 31 73 9,8 8 4 5,2 15 14 7,1 PC x Colubrinum 38 69,4 10,2 7,8 4,6 7 18 15 4,24 PC x Colubrinum 64 82,6 10,2 7,2 5 4,3 18 13 5,69 PC x Colubrinum 22 141,2 10,8 8,5 6,5 8,5 23 18 4,63 PC x Colubrinum 29 63 12,6 10,2 7,6 5,7 12 9 5,64 PC x Colubrinum 23 106,5 10,6 8 3,6 5 18 15 4,47 PC x Colubrinum 16 93,6 13,6 6,9 6,5 6,5 22 15 5,38 PC x Colubrinum 21 132,5 11,8 8,1 6 6,3 18 17 4,87 PC x Colubrinum 52 56,2 11, 3 8,9 5,9 4 8 0 3,81 PC x Colubrinum 22 137,2 11,3 8,8 7 8,3 24 19 4,79 PC x Colubrinum 11 127,4 12,1 8,4 5 6,9 20 18 4,46 PC x Colubrinum 57 33,8 9,3 6,7 4,1 3,9 11 2 3,47 PC x Colubrinum 25 178,3 11,6 7,9 8,3 9,3 25 18 4,17 PC x Colubrinum 20 73,4 11 7,2 4,6 5 15 12 4,55 PC x Colubrinum 39 88,2 9,7 7,1 5 5,2 18 12 3,58
Minimal 11,2 7,5 4,5 3 1,8 3 1 3,46
Maksimal 178,3 15,1 11 8,3 9,3 25 34 8,65
Gambar 2. Dendrogram 37 aksesi lada berdasarkan karakter kuantitatif
35203226333018152212348141063228212917163725724362327131195311941
0,00
33,33
66,67
100,00
A K S E S I
Ker
agam
an
I II
Sub 1 Sub 1
Sub 1 Sub 2
1
Sub-sub Sub-sub 2
Sub-sub 1 Sub-sub 2
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 28
Kelompok II terdiri dari dua sub
kelompok yaitu kempok sub 1 dan
sub 2. Kelompok sub 2 terdiri dari 7
nomor aksesi yaitu 17, 21, 32, 18,
26, 29 dan 33, dan kelompok sub 2
terdiri dari 1 aksesi yaitu nomor 28
(Gambar 3).
Analisis Karakter Kualitatif Lada
Hasil Persilangan
Hasil analisis cluster karakter
kualitatif yaitu: kelompok I di-
pisahkan oleh karakter bentuk
pangkal daun membulat dan warna
daun pucuk Green Group 131 dan
warna daun tua Green Group 143.
Pada kelompok II Bentuk pangkal
daun membulat, warna daun pucuk
Yellow Green 139 dan warna daun
tua Green Gorup 135.
Kelompok I terbagi lagi menjadi
dua kelompok yaitu kelompok sub
1 dan sub 2. Kelompok sub 1
dipisahkan oleh karakter warna daun
pucuk Green Group 143 dan Green
Group 139, Kelompok sub 2
dipisahkan oleh karakter warna daun
pucuk Green Group 135 dan Green
Group 131. Kelompok sub 1 terbagi
lagi menjadi kelompok yang lebih
kecil yaitu kelompok sub-sub 1 dan
sub-sub 2. Kelompok sub-sub 1
dipisahkan oleh karakter warna daun
pucuk Green Group 143 dan warna
daun tua Green Group 139 dan 141.
Kelompok sub-sub 2 dipisahkan oleh
karakter warna daun pucuk Green
Group 141 dan warna daun tua
Green Group 136 dan 143.
Kelompok II terbagi menjadi dua
sub kelompok yaitu kelompok sub 1
dan sub 2. Kelompok sub 1 di
pisahkan oleh karakter warna daun
pucuk yaitu Green Group 143 dan
139, Kelompok sub 2 dipisahkan
oleh warna daun pucuk Yellow
Group 139 (Tabel 4).
Tabel 3. Karakter kualitatif/morfologi daun pada 37 aksesi lada hasil
persilangan
Hasil Persilangan Bentuk Seludang Warna daun Warna
tangkai daun Daun Pangkal daun Pucuk Tua
PC x Colubrinum 59 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 143 A GG 139 B Hijau
PC x Colubrinum 34 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 143 A GG 139 A Hijau
PC x Colubrinum 58 Ovatus Cordatus Hijau muda YG 144 A GG 139 A Hijau
PC x Colubrinum 14 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 141 A GG 137 A Hijau
PC x Colubrinum 56 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 137 A GG 139 A Hijau
PC x Colubrinum 47 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 137 A GG 139 B Hijau
PC x Colubrinum 55 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 141 B GG 141 A Hijau
PC x Colubrinum 54 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 137 A GG 136 B Hijau
PC x Colubrinum 24 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 139 A GG 136 B Hijau
PC x Colubrinum 2 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 135 A GG 137 A Hijau
PC x Colubrinum 49 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 147 A GG 137 A Hijau
PC x Colubrinum 41 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 137 A GG 137 B Hijau
PC x Colubrinum 32 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 139 A GG 137 A Hijau
PC x Colubrinum 58 Ovatus Cordatus Hijau muda YG 144 B GG 139 A Hijau
PC x Colubrinum 1 Ovatus Membulat Merah GG 143 B GG 137 A Hijau Muda
PC x Colubrinum 2 Ovatus Membulat Hijau muda GG 143 A GG 137 A Hijau Muda
PC x Colubrinum 3 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 139 A GG 137 A Hijau Muda
PC x Colubrinum 17 Ovatus Cordatus Merah GG 143 A GG 139 A Hijau Muda
PC x Colubrinum 7 Ovatus Membulat Merah GG 131 A GG 139 A Hijau Muda
PC x Colubrinum 15 Ovatus Membulat Merah GG 141 A GG 143 B Hijau Muda
PC x Colubrinum 63 Ovatus Cordatus Hijau GG 141 A GG 137 A Hijau Muda
PC x Colubrinum 16 Ovatus Membulat Hijau GG 137 A GG 139 A Hijau Muda
PC x Colubrinum 31 Ovatus Membulat Hijau muda GG 143 A GG 137 A Hijau Muda
PC x Colubrinum 38 Ovatus Membulat Hijau muda GG 143 A GG 137 A Hijau
PC x Colubrinum 64 Ovatus Membulat Hijau muda GG 143 A GG 137 A Hijau
PC x Colubrinum 22 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 143 A GG 139 A Hijau
PC x Colubrinum 29 Ovatus Membulat Hijau muda GG 139 A GG 139 A Hijau Muda
PC x Collibinum 23 Ovatus Cordatus Hijau muda YG 139 B GG 139 A Hijau
PC x Colubrinum 16 Ovatus Cordatus Merah GG 143 A GG 143 A Hijau
PC x Colubrinum 21 Ovatus Membulat Hijau GG 137 A GG 139 A Hijau
PC x Colubrinum 52 Ovatus Membulat Hijau muda GG 137 A GG 139 A Hijau
PC x Colubrinum 22 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 141 A GG 139 B Hijau
PC x Colubrinum 11 Ovatus Cordatus Hijau muda GG 137 A GG 135 A Hijau
PC x Colubrinum 57 Ovatus Membulat Hijau muda GG 139 B GG 139 A Hijau
PC x Colubrinum 25 Ovatus Membulat Hijau muda GG 139 A GG 139 A Hijau
PC x Colubrinum 20 Ovatus Membulat Hijau muda GG 139 B GG 137 B Hijau
PC x Colubrinum 39 Ovatus Membulat Hijau muda GG 137 A GG 139 A Hijau
28332926183221171911102098302236131227353437316574252423161514321
0,00
33,33
66,67
100,00
A K S E S I
Kera
gam
an
I II
Sub 1 Sub 2
Sub-sub 1
Sub 2
Sub-sub 2
Sub 1
Gambar 3. Dendrogram 37 aksesi lada berdasarkan karakter kualitatif
Tabel 2. Pemisahan 37 aksesi lada hasil persilangan pada karakter kuantitatif
Kelompok Kelompok Sub Kelompok sub-sub Nomor Aksesi Karakter yang memisahkan
I Tinggi tanaman terrendah 11,2 – 106,5 cm dan jumlah akar lekat terkecil 1-15
Sub 1 Tinggi tanaman tertiggi 45,8 – 106,5 cm
Sub-sub 1 1, 4, 19, 31, 5, 9, 11, 13, 27, 23, 36 dan 24 Tinggi tanaman terrendah 45,8 – 73,4 cm
Sub-sub 2 7, 25, 37, 16, 17, 29, 21 dan 28 Tinggi tanaman tertinggi 82,6 – 106,5 cm
Sub 2 Tinggi tanaman terrendah 11,2 – 35,4 cm
Sub-sub 1 2, 3, 6, 10, 14, 8 dan 34 Tinggi taaman tertinggi 22,3 – 35,4 cm
Sub-sub 2 12 dan 22 Tinggi tanaman terrendah 11,2 – 16,1 cm
II Tinggi tanaman tertinggi 119 – 178,3 cm dan jumlah akar lekat tertinggi 17,34
Sub 1 15, 18, 30, 33, 26, 33, 26 dan 20 Tinggi tanaman terrendah 119 – 141,2, panjang tangkai daun terpendek 4 – 7 cm
dan jumlah daun 18 – 34 helai
Sub 2 35 Tinggi tanaman tertinggi 178,3 cm, panjang tangkai daun tertinggi 8,3cm dan
jumlah daun terbanyak 25 helai
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
29
Penutup
Karakter kuantitatif seperti tinggi
tanaman, panjang daun, lebar daun,
panjang tangkai daun, panjang
ruas batang, jumlah daun, jumlah
akar lekat dan diameter batang
bervariasi antara 42,45 - 98,51%
dengan tingkat kedekatan antara
2,5 - 89,7 yang terbagi menjadi
dua kelompok besar yaitu kelom-
pok I dan II dan dipisahkan oleh
karakter tinggi tanaman dan jumlah
akar lekat. Pada karakter kualitatif
tidak begitu bervariasi pada karakter
bentuk daun yaitu bentuk ovatus.
Sedangkan pada karakter bentuk
pangkal daun, warna daun seludang,
warna daun pucuk, warna daun tua
dan warna tangkai daun bervariasi,
dengan tingkat keragaman antara
34,36 - 100% dengan tingkat ke-
dekatan antara 0,1 - 0,9 dan ter-
bagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok I dan II. Kelompok I
dipisahkan oleh karakter bentuk
pangkal daun membulat dan warna
daun pucuk Green Group 131 dan
warna daun tua Green Group 143.
Pada kelompok II, bentuk pangkal
daun membulat, warna daun pucuk
Yellow Green 139 dan warna daun
tua Green Group 135.
TEKNOLOGI EKSTRAKSI TANAMAN OBAT
Ekstrak merupakan suatu pro-duk olahan primer dari tanaman obat yang dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan pelarut organik. Pemanfaatan ekstrak umumnya dalam industri kos-metik, farmasi, makanan, minum-an dan obat. Keuntungan meng-gunakan ekstrak bila dibanding-kan dengan bahan tanaman adalah ekstrak lebih mudah distandarisasi, bahan aktifnya cukup stabil dan bisa disimpan dalam waktu yang cukup lama. Teknologi ekstraksi tanaman obat sudah mengalami perkembangan sangat pesat dengan alat yang cukup modern, meskipun alat konvensional masih tetap di-gunakan. Akan tetapi ada 2 metode ekstraksi yang dikenal, yaitu ekstraksi panas pada suhu tertentu dan ekstraksi dingin tanpa pemanasan. Biasanya eks-traksi tanpa pemanasan akan lebih baik karena senyawa-senyawa yang ada tidak akan terdegradasi, kekurangannya karena membutuhkan waktu ekstraksi yang lama dan pelarut yang banyak.
kstraksi merupakan istilah
yang digunakan untuk
pemisahan bahan aktif dari
tanaman atau jaringan hewan
menggunakan pelarut organik yang
selektif. Tanaman obat mengandung
berbagai senyawa bioaktif seperti
lemak, fitokimia, aroma dan zat
warna. Teknik ekstraksi juga telah
berkembang dengan pesat dalam
upaya mendapatkan senyawa alami
yang sangat berharga dari tanaman
dan bisa dikomersialisasi.
Dalam proses ekstraksi yang
paling sederhana sangat erat
hubungannya dengan pelarut organik
yaitu adanya polaritas yang berbeda
antar jenis pelarut yang digunakan
(Seidel, 2012; Ghisalberti, 2007).
Polaritas adalah kemampuan
molekul untuk ikut berinteraksi
dengan semua jenis molekul dan
polaritas relatif adalah jumlah
kemungkinan interaksi antar
molekul. Pelarut yang ideal untuk
ekstraksi bahan aktif antara lain
harus mempunyai kriteria sangat
selektif untuk senyawa yang akan
diekstrak, tidak bereaksi dengan
senyawa yang akan diekstraksi,
harganya murah, tidak berbahaya
bagi manusia dan lingkungan dan
bersifat volatil. Di dalam farma-
kope disebutkan bahwa etanol
adalah pelarut terbaik untuk
ekstraksi, dan dicampur dengan
air untuk meningkatkan porositas
dinding sel agar terjadi difusi
pelarut. Perbandingan etanol dan
air untuk ekstraksi kulit kayu,
akar, kayu dan biji adalah 7 : 3 atau
8 : 2, sedangkan untuk daun atau
bagian material tanaman yang ter-
baik adalah 1 : 1 karena menghindari
terekstraknya klorofil.
Ekstrak biasanya digunakan
sebagai bahan dasar pembuatan
produk-produk obat, kosmetik,
makanan dan minuman (Vasu et al.,
2010). Dalam formulasi obat,
ekstrak lebih disukai, karena
aromanya lebih tajam dan
E
Jajat Darajat dan
Wawan Haryudin, Balittro
Tabel 4. Pemisahan 37 aksesi lada hasil persilangan berdasarkan karakter kualitatif
Kelompok Kelompok sub Kelompok sub-sub Nomor aksesi Karakter yang memisahkan
I Bentuk pangkal daun membulat dan warna daun pucuk Green Group 131
dan warna daun tua Green Group 143
Sub 1 Warna daun pucuk Green Group 143 dan Green Group 139
Sub-sub 1 1,2, 3, 14, 15, 16, 23, 24, 25, 4, 7, 5, 6, 31, 37, 34, 35, 27,
12, 13,36, 22, 30
Warna daun pucuk Green Group 143 dan warna daun tua Green Group
139 dan Green Group 141
Sub-sub 2 8, 9 dan 20 Warna daun pucuk Green Group 141 , dan warna daun tua Green Group
136 dan Green Group 143
Sub 2 10, 11 dan 19 Warna daun pucuk Green Group Green Group 135 dan Green Group 131
II Bentuk pangkal daun membulat, warna daun pucuk Yellow Green 139
dan warna daun tua Green Gorup 135
Sub 1 17, 21, 32, 18, 26, 29 dan 33 Warna daun pucuk Green Group 143 dan Green Group 139
Sub 2 28 Warna daun pucuk Yellow Group 139
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 30
konsentrasi bahan aktifnya lebih
terukur, biasanya untuk pembuatan
tablet, kaplet ataupun kapsul.
Keuntungan menggunakan ekstrak
adalah semua kandungan senyawa
bioaktif masih dalam bentuk
konsentrat, senyawa aktif masih
dalam bentuk alami, resiko efek
samping juga dilaporkan sangat
kecil. Dalam tulisan ini akan
dikemukan tentang ekstrak, metode
ekstraksi, senyawa aktif, standarisasi
dan pemurnian ekstrak.
Ekstrak
Ekstrak memiliki ciri yang sangat
spesifik dan kompleks baik dari
aspek fisik atau kimianya,
mengandung senyawa aktif dan tidak
aktif dari berbagai golongan yang
terlarut (Hernani dan Rostiana,
2004). Tanaman obat bisa berasal
dari daun, akar, biji, bunga, buah dan
kulit kayu, mengandung berbagai
jenis molekul dengan gugus
fungsional lebih dari satu. Untuk
itu, sangat sulit sekali dalam
memprediksi kelarutannya dalam
pelarut yang sesuai.
Ekstrak dapat dibagi dalam 2
kelompok, yaitu ekstrak kasar dan
ekstrak murni. Ekstrak kasar artinya
ekstrak yang mengandung semua
bahan atau komponen yang tersari
oleh pelarut, sedangkan ekstrak
murni adalah ekstrak yang telah
dimurnikan dari senyawa-senyawa
inert, antara lain penghilangan
lemak, penyaringan resin. Ekstrak
murni lebih disukai karena mem-
punyai kandungan bahan aktif jauh
lebih tinggi dibandingkan ekstrak
kasar. Sebagai contoh, kandungan
senyawa aktif dalam ekstrak kasar
adalah 20%, setelah ekstrak di-
murnikan, maka senyawa aktif akan
meningkat menjadi 60%. Faktor-
faktor yang memengaruhi mutu
ekstrak antara lain, kualitas bahan
baku yang digunakan, jenis pelarut,
metode ekstraksi, ukuran partikel
bahan dan suhu.
Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi telah ber-
kembang secara pesat, tetapi se-
cara umum dikenal ekstraksi secara
panas dan dingin. Ekstraksi secara
dingin di antaranya perkolasi,
maserasi, dan secara panas sokletasi,
microwave assisted extraction
(MAE), Ultrasonic extraction (UE),
dan superkritis. Dari kedua metode
tersebut, ekstraksi secara dingin-
kan lebih baik, karena dapat men-
cegah rusaknya senyawa akibat
pemanasanan.
Beberapa faktor yang mem-
pengaruhi proses ekstraksi, antara
lain waktu ekstraksi, suhu,
perbandingan pelarut dan bahan,
ukuran partikel, dan polaritas
pelarut. Dalam proses ekstraksi,
sebaiknya bahan dikeringkan
terlebih dahulu untuk mematikan
aktivitas enzim agar tidak terjadi
oksidasi atau hidrolisa. Kemudian
dilakukan pengecilan ukuran de-
ngan penggilingan sebelum di-
masukkan ke dalam pelarut.
Pemilihan sistem pelarut sangat
tergantung pada sifat khusus dari
senyawa bioaktif yang ditargetkan.
Ekstraksi senyawa hidrofilik
menggunakan pelarut polar seperti
metanol, etanol atau etil asetat.
Untuk senyawa lipofilik sebaiknya
digunakan pelarut dikhlorometan
atau campuran dikhlorometan-
metanol (1 : 1). Dalam beberapa
kasus, ekstraksi dengan heksan
digunakan untuk menghilangkan
khlorofil.
- Ekstraksi dingin
Maserasi
Metode ini merupakan me-
tode konvensional yang cukup
sederhana. Bahan yang kering
ditaruh dalam wadah, lalu di-
tambahkan sejumlah pelarut dan
didiamkan pada suhu kamar
selama 2 - 3 hari. Penggunaan
pelarut organik seperti aseton,
etilen dikhlorida, dan etanol
hanya membutuhkan waktu 4 - 5
jam. Rendemen ekstrak yang
dihasilkan sangat dipengaruhi
oleh ukuran partikel bahan,
semakin halus ukuran partikel,
maka rendemen akan semakin
tinggi.
Perkolasi
Perkolasi adalah proses ekstraksi
dengan menggunakan pelarut
yang selalu baru sampai
sempurna, dan dilakukan pada
suhu ruang terhadap zat
berkhasiat yang tahan ataupun
tidak tahan pemanasan. Proses
dihentikan apabila tetesan
perkolat sudah tidak berwarna
lagi, berarti perkolat sudah tidak
mengandung senyawa aktif
lagi. Dalam proses perkolasi,
laju di saat pelarut berkontak
dengan permukaan bahan selalu
tinggi dan pelarut mengalir
dengan cepat membasahi bahan
karena pengaruh gravitasi.
- Ekstraksi panas
Ekstraksi sokletasi
Ekstraksi ini merupakan me-
tode semi kontinyu dengan
menggunakan pelarut organik
secara berulang, dengan cara
pemanasan, sehingga uap yang
timbul setelah dingin secara
kontinyu akan membasahi
sampel, secara teratur pelarut
tersebut dimasukkan kembali ke
dalam labu dengan membawa
senyawa kimia yang ada di-
dalam bahan. Sampel kering
ditempatkan di wadah timble
cellulosa atau kertas saring.
Sokletasi merupakan ekstraksi
yang cukup popular karena
pelarut yang digunakan tidak
banyak, akan tetapi apabila
senyawa bersifat termolabil maka
akan terdegradasi selama proses
ekstraksi tersebut. Kelemahan-
nya pada waktu ekstraksi yang
cukup lama. Selain itu, tidak
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
31
cocok digunakan untuk senyawa
yang sensitif terhadap panas
karena kemungkinan terjadi
dekomposisi terhadap senyawa
target.
Ultrasonic extraction
Metode ultrasonik menggunakan
gelombang akustik dengan
frekuensi lebih besar dari 16 - 20
kHz. Proses ini menggunakan
ultrasonic bath dengan energi
300 W. Bahan ditaruh dalam
erlenmeyer dengan sejumlah
pelarut dan diatur suhunya hanya
250C selama waktu tertentu pada
amplitudo 50, 80 dan 100%
tanpa pengadukan. Waktu eks-
traksi dengan ultrasonik lebih
singkat dibandingkan dengan
metode sokletasi. Salah satu
kelebihan metode ekstraksi
ultrasonik adalah bisa memper-
cepat proses ekstraksi, dibanding-
kan dengan ekstraksi termal atau
ekstraksi konvensional, lebih
aman, lebih singkat, dan dapat
meningkatkan jumlah rendemen.
Ultrasonik bisa diterapkan pada
ekstraksi senyawa bioaktif tidak
tahan panas.
Microwave assisted extraction (MAE)
Prinsip ekstraksi MAE adalah
dengan memanfaatkan radiasi
gelombang mikro untuk mem-
percepat ekstraksi selektif me-
lalui pemanasan pelarut secara
cepat dan efisien. Metode ini bisa
diterapkan dalam berbagai jenis
rempah-rempah, tanaman herbal,
dan buah-buahan. Gelombang
mikro mengurangi aktivitas
enzimatis yang merusak senyawa
target. Pemilihan pelarut adalah
mudah menguap, tidak mudah
terbakar, tidak beracun, dan
harga yang murah. MAE me-
miliki beberapa kelebihan, di
antaranya adalah waktu ekstraksi
yang lebih singkat, konsumsi
energi dan pelarut yang lebih
sedikit, rendemen yang lebih
tinggi, akurasi dan presisi yang
lebih tinggi, adanya proses
pengadukan sehingga mening-
katkan transfer massa.
Standarisasi Ekstrak
Ekstrak yang akan dibuat sebagai
sediaan obat, harus dikontrol atau
distandarisasi terlebih dahulu.
Kontrol yang dilakukan meliputi,
kontrol fisik, kimiawi, kotoran dan
jumlah bakteri. Kontrol fisik ekstrak
meliputi uji organoleptik (warna, bau
dan rasa), pH, kelarutan dalam air,
kadar abu dan kelengketan. Kontrol
kimia dapat dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif terhadap
kandungan bahan aktif. Uji kotoran
seperti pestisida dan insektisida.
Ekstrak terstandar merupakan
ekstrak yang telah memenuhi kua-
litas yang dipersyaratkan, biasanya
mengandung senyawa aktif yang
sesuai dengan bahan asalnya.
Standarisasi dilakukan dengan
sidik jari senyawa kimia atau
profil melalui fraksinasi bioakti-
vitas. Senyawa sidik jari melalui
teknik kromatografi dengan satu
atau lebih senyawa marker. Se-
lanjutnya ekstrak tanaman juga
distandarisasi berdasarkan golong-
an senyawanya, seperti ginsenosida
dari ginseng, kava lakton dari kava
atau oksindol alkaloid dari kumis
kucing.
Pemurnian Ekstrak
Ekstrak bisa dimurnikan dan
difraksinasi untuk mendapatkan
senyawa fitokimia yang lebih
murni. Proses pemurnian ekstrak
merupakan salah satu upaya untuk
menghilangkan senyawa-senyawa
inert seperti lemak, resin, gula,
karbohidrat, serat dan pati sebagai
komposisi utama. Senyawa-senyawa
tersebut bersifat sangat higros-
kopis, lengket akan memberikan
masalah dalam proses formulasi
obat. Pemilihan metode pemurnian
tergantung pada kelompok senyawa
fitokimia, yaitu dengan ekstraksi
pelarut, pengendapan, filtrasi mem-
bran, distilasi fraksinasi dan kro-
matografi. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dengan adanya proses
pemurnian, yaitu rendemen, mutu
dan kadar bahan aktif akan
meningkat. Dalam proses pemurnian
secara ekstraksi ternyata pelarut
heksan cukup mampu menarik resin,
gula dan gum, sedangkan pelarut
toluen kemungkinan bisa menarik
pati, karbohidrat dan kotoran lainnya
atau senyawa makromolekul, hal ini
terlihat dari kotoran yang dihasilkan.
Dalam proses ekstraksi, pigmen juga
akan terbebaskan dari sebagian
lemak, air, resin, enzim, asam dan
partikel-partikel pengotor lainnya
sehingga pigmen akan terdegradasi.
Secara umum telah diketahui bahwa
pemilihan pelarut untuk ekstraksi
komponen bahan aktif sepert fenolat
termasuk flavonoid adalah etanol
70%.
Penutup
Teknologi ekstraksi yang tepat
dalam mengekstraksi tanaman obat
dapat menghasilkan rendemen
ekstrak yang berkualitas dan mem-
punyai bahan aktif yang tinggi.
Untuk menjaga agar bahan aktif
tidak terdegradasi, ekstraksi dingin
akan lebih baik dibandingkan
dengan ekstraksi panas yang
membutuhkan pemakaian energi.
Ekstrak untuk sediaan obat di-
inginkan mempunyai kandungan
bahan aktif yang tinggi, dan bisa
dicapai apabila ekstrak tersebut
sudah dimurnikan dari senyawa-
senyawa inert.
Hernani, BB Pengembangan
Pasca Panen Pertanian
Keragaman karakter kualitatif dan kuantitatif daun 37 aksesi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017 32
usat Penelitian dan Pengem-
bangan Perkebunan (Puslit-
bangbun) mengadakan Forum
Group Discussion (FGD) tentang
“Memasyarakatkan Inovasi Pro-
duk Pestisida Alami Mendukung
Pertanian Berkelanjutan”, Rabu
(23/8/2017). Kegiatan FGD dibuka
oleh Kepala Bidang Kerjasama dan
Pendayagunaan Hasil Penelitian
(KSPHP) Jelfina C. Alouw, Ph.D
mewakili Kepala Puslitbangbun.
Dalam sambutannya, Jelfina C.
Alaow. Ph.D mengatakan bahwa
FGD ini bertujuan untuk merumus-
kan kebijakan dan menyamakan
persepsi dalam memasyarakatkan
pesitisida alami untuk mendukung
pertanian berkelanjutan. Disamping
itu produk pesitisida nabati yang
merupakan hasil inovasi Badan
Litbang Pertanian harus didisemi-
nasikan secara progresif. Untuk itu
dalam FGD ini dengan narasumber
Prof. Dr. Deciyanto Soetopo dan
Dr. Wiratno memaparkan penting-
nya kedua topik tersebut.
Prof. Deciyanto dalam pema-
parannya tentang “Memasyarakat-
kan Inovasi Produk Pestisida Alami
Mendukung Pertanian Berkelan-
jutan” menyatakan perlunya lang-
kah penguatan kebijakan yang
lebih nyata, antara lain: pem-
berian insentif bagi pengembang/
pengguna pestisida alami, ke-
mudahan perijinan, mendorong dan
memfasilitasi penelitian, dan meng-
alokasikan anggaran untuk peng-
adaan pestisida alami terstandar
dalam program pertanian.
Lebih lanjut Prof. Deciyanto
mengutarakan langkah tindak lanjut
yang diperlukan yaitu mendise-
minasikan inovasi pestisida alami
terstandar secara progresif, mem-
persiapkan kebutuhan jenis dan
volume pesitisida alami hasil inovasi
teknologi untuk program 1000 Desa
Organik, Jarwo Super, Bawang
merah, Padi Organik, Sayur organik,
LPBE, dan lain-lain, serta membuat
pilot proyek penyediaan pestisida
alami bersumber alam berdasarkan
wilayah produksi untuk perbanyakan
masal.
Dr. Wiratno yang juga Kepala
Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat (Balittro) memapar-
kan tentang “Program dan Rencana
Diseminasi Inovasi Teknologi Pes-
tisida Nabati”. Dalam paparan yang
disampaikan antara lain tentang
persentase keberhasilan aplikasi
pestisida alami “Smartz” pada
beberapa tanaman perkebunan
seperti kakao, lada, juga pada
tanaman hortikultura, dan tanaman
pangan.
Pengendalian OPT sudah saatnya
memperhatikan kepentingan ber-
sama, karena pestisida nabati sangat
menjanjikan sehingga dibutuhkan
kesamaan persepsi oleh pemang-
ku kebijakan. Diseminasi harus
melibatkan semua kepentingan
dan dilakukan secara terus menerus
tanpa mengenal lelah, harap
Wiratno.
Peserta FGD dari Direktorat
Hortikultura, Tanaman Pangan,
Tanaman Perkebunan, Pusat
Perlindungan Varietas Tanaman dan
Perizinan Pertanian, Balai Besar
Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan Medan, Ambon,
Surabaya, Kepala Balai Penelitian
dan Profesor Riset serta peneliti
lingkup Puslitbangbun.
PEDOMAN BAGI PENULIS
Pengertian : Warta merupakan in-formasi teknologi, prospek komo-ditas yang dirangkum dari sejumlah hasil penelitian yang telah diter-bitkan.
Bahasa : Warta memuat tulisan dalam Bahasa Indonesia. Struktur : Naskah disusun dalam urutan : judul tulisan (15 kata), ringkasan, pendahuluan, topik-topik yang dibahas, penutup dan saran,
serta daftar pustaka maksimal 5 serta nama penulis dengan alamat ins-tansinya.
Bentuk Naskah : Naskah diketik di
kertas A4 pada satu permukaan saja,
dua spasi huruf Times New Roman-
ce ukuran 12 pt dengan jarak 1,5
spasi. Tepi kiri kanan tulisan dise-
diakan ruang kosong minimal 3,5
cm dari tepi kertas. Panjang naskah
sebaiknya tidak melebihi 15 halam-
an termasuk tabel dan gambar.
Judul Naskah : Judul tulisan me-
rupakan ungkapan yang menggam-
barkan fokus masalah yang dibahas
dalam tulisan tersebut.
Pendahuluan : Berisi poin-poin
penting dari isi naskah, suatu peng-
antar atau paparan tentang latar
belakang topik, ruang lingkup ba-
hasan dan tujuan tulisan. Jika diper-
lukan disajikan pengertian-penger-
tian dan cakupan bahasan.
Topik bahasan : Informasi tentang
topik yang dibahas disusun dengan
urutan logika secara sistematis.
Penutup dan Saran : Berisi inti sari
pembahasan himbauan atau saran
tergantung dari materi bahasan.
MEMASYARAKATKAN INOVASI PRODUK PESTISIDA ALAMI MENDUKUNG PERTANIAN
BERKELANJUTAN
P BERITA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN
Bursatriannyo, Staf Puslitbang
Perkebunan
Teknologi ekstraksi tanaman obat
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 2, Agustus 2017
33