issn 1693 - 315x - unud

22

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISSN 1693 - 315X - UNUD
Page 2: ISSN 1693 - 315X - UNUD

ISSN 1693 - 315X

JJUU RRNN AALL PP EERRMMUU KKIIMMAANN

NN AA TT AA HH VOLUME 8 NOMOR 2 AGUSTUS 2010

Pelindung : Rektor Universitas Udayana

Penanggung Jawab : Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana

Ketua Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Udayana Penasehat :

Ir. I Ketut Alit, MT Ketua Dewan Redaksi :

Ir. Ida Bagus Gede Wirawibawa Mantra, MT Mitra Bestari :

Prof. Dr. Helmut Bott (Urban Planning and Design Specialist, Stuttgart-Germany) Prof. Hans Steerling, PhD. (Housing and Settlement Specialist, HIS-Erasmus Univesity-Netherlands)

Prof. Dr. Joesron Alisyahbana (Planolog, UNDIP – Semarang) Prof. Dr. Tommy Firman, MT (Planolog, ITB-Bandung)

Dewan Editor :

Ni Ketut Pande Dewi Jayanti, ST, MEng Sc, PhD Prof. Ir. I Made Sukadana, MT, Ph.D

Prof. Ir. Ngakan Putu Sueca, MT, Ph.D

Redaktur Pelaksana : Ngakan Ketut Acwin Dwijendra, ST, MA

Ni Made Yudantini, ST, MSc. I Dewa Gede Agung Diasana Putra, ST, MT

Ir. I Made Suarya, MT I Wayan Wiryawan, ST, MT

Alamat Redaksi :

Laboratorium Perumahan dan Permukiman Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

Jl. P. B. Sudirman, Denpasar-Bali Phone (0361) 246163, 703384 Fax: (0361) 701806, 242661

E-mail: [email protected]

Foto Depan: Angkul-angkul di Desa Penglipuran Bangli oleh I Dewa Gede Agung Diasana P ST.,MT Foto Belakang: Digitasi foto struktur atap tradisional Bali oleh I Dewa Gede Agung Diasana Putra ST.,MT

JURNAL PERMUKIMAN “NATAH” yang terbit pertama kali Pebruari Tahun 2003 adalah wadah informasi bidang perumahan permukiman dan arsitektur berupa hasil penelit ian, studi kepustakaan maupun tulisan ilmiah terkait. Dewan Redaksi menerima artikel terpilih untuk dimuat, dengan frekuensi terbit secara berkala 2 (dua) kali setahun yaitu Pebruari dan Agustus. Naskah yang dimuat merupakan pandangan dari penulis dan Dewan Redaksi hanya menyunting naskah sesuai format dan aturan yang berlaku tanpa mengubah substansi naskah.

Page 3: ISSN 1693 - 315X - UNUD

ISSN 1693 - 315X

JJUU RRNN AALL PP EERRMMUU KKIIMMAANN

NN AA TT AA HH VOLUME 8 NOMOR 2 AGUSTUS 2010

PPEETTUUNNJJUUKK PPEENNGGIIRRIIMMAANN NNAASSKKAAHH TATA TULIS NASKAH : 1. Kategori naskah ilmiah hasil penelit ian (laboratorium, lapangan, kepustakaan), ilmiah populer (aplikasi, ulasan,

opini) dan diskusi. 2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris diketik pada kertas ukuran A-4, spasi ganda, dengan

batas atas, kanan dan bawah masing-masing 3cm, sedangkan batas kiri 4 cm dari tepi kertas. 3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman. 4. Judul harus singkat, jelas tidak lebih dari 10 kata, cetak tebal, huruf kapital, ditengah-tengah kertas. Untuk

diskusi, judul mengacu pada naskah yang dibahas (nama penulis naskah yang dibahas ditulis sebagai catatan kaki).

5. Nama penulis/pembahas ditulis lengkap tanpa gelar, di bawah judul, disertai institusi asal penulis dan alamat email dibawah nama.

6. Harus ada kata kunci (keyword) dari naskah yang bersangkutan minimal 2 kata kunci. Daftar kata kunci (keyword) diletakkan setelah abstrak.

7. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris maksimum 150 kata, dicetak miring, 1 spasi. Abstrak tidak perlu untuk naskah diskusi.

8. Judul bab ditulis di tengah-tengah ketikan, cetak tebal huruf kapital. 9. Gambar, grafik, tabel dan foto harus disajikan dengan jelas. Tulisan dalam gambar, grafik, dan tabel tidak boleh

lebih kecil dari 6 point (tinggi huruf rata-rata 1,6 mm). Gambar, grafik, dan tabel dicetak di atas kertas putih atau kalkir dengan tinta hitam. Foto dicetak pada kertas foto yang tidak mengkilat dan sedapatnya berwarna hitam putih.

10. Nomor dan judul untuk gambar, grafik, tabel dan foto ditulis di tengah-tengah kertas dengan huruf kapital di awal kata. Untuk nomor dan judul tabel diletakkan di atas tabel, sedangkan untuk nomor dan judul gambar, grafik dan foto diletakkan di bawah gambar, grafik dan foto yang bersangkutan.

11. Untuk segala bentuk kutipan, pada akhir kutipan diberi nomor kutipan sesuai dengan catatan kaki yang berisi referensi kutipan (nama, judul, kota, penerbit, tahun dan halaman yang dikutip). Rumus-rumus hendaknya ditulis sederhana mungkin untuk menghindari kesalahan pengetikan. Ukuran huruf dalam rumus paling kecil 6 point (tinggi huruf rata-rata 1,6 mm).

12. Definisi notasi dan satuan yang dipakai dalam rumus disatukan dalam daftar notasi. Daftar notasi diletakkan sebelum daftar pustaka.

13. Kepustakaan diketik 1 spasi. Jarak antar judul 2 spasi dan diurutkan menurut abjad. Penulisannya harus jelas dan lengkap dengan susunan : nama pengarang. tahun. judul. kota: penerbit. Judul dicetak miring.

KETERA NGA N UMUM : 1. Naskah yang dikirim sebanyak satu eksemplar dan menyerahkan disket naskah dalam program pengolahan kata

M.S. Word atau format teks/ASCII. 2. Naskah belum pernah dipublikasikan oleh media cetak lain. 3. Redaksi berhak menolak atau pengedit naskah yang diterima. Naskah yang tidak memenuhi kriteria yang

ditetapkan akan dikembalikan. Naskah diskusi yang ditolak akan diteruskan kepada penulis naskah untuk ditanggapi.

Page 4: ISSN 1693 - 315X - UNUD

ISSN 1693 - 315X

JJ UURR NN AALL PPEERR MMUUKK IIMMAANN

NN AA TT AA HH

VOLUME 8 NOMOR 2 AGUSTUS 2010

di atas nun jauh di langit ada akasa

di bawah, dalam sarang bumi ada pertiwi

maka, di tengah adalah pertemuan

mencipta ruang kosong penuh makna mendendangkan kidung semesta dan insani

keselarasan nan abadi

natah, diantara tautan ruang meruang

diantara tautan ruang menghuni dan,

diantara tautan ruang mengkota membumikan manusia

dalam religi dan duniawi

JURNAL PERMUKIMAN NATAH

Natah dalam arsitektur tradisional Bali adalah suatu ruang kosong di tengah-tengah lingkungan terbangun, seperti rumah, desa, ataupun kota. Natah di dalam rumah terbentuk oleh bangunan yang mengelilinginya,

natah di dalam desa terbentuk oleh sederetan rumah penduduk dengan fasilitasnya, dan natah di dalam kota terbentuk oleh pusat kota dengan fasilitasnya. Natah merupakan suatu pusat orientasi bangunan dan jalur

sirkulasi manusia. Natah berfungsi sebagai aktivitas profan dan ritual keagamaan. Natah memiliki makna kekosongan, keselarasan antara mikrokosmos dan makrokosmos serta makna pertemuan antara

akasa-alam atas dan pertiwi-alam bawah (purusa dan pradana).

Natah juga diartikan sebagai suatu elemen arsitektur yang memiliki makna universal sebagai media aktivitas bagi insan arsitektur untuk berkarya. Melalui Jurnal Permukiman “Natah” yang dikonotasikan dengan “Nucleus

Articles of Truth Architecture Human Settlement” dapat dijadikan sebagai media kumpulan karya tulis arsitektur dan permukiman oleh para pelaku arsitektur untuk membangun dan menumbuhkembangkan kreativitas dalam

bidang pendidikan, penelitian maupun pengembangan profesi.

Page 5: ISSN 1693 - 315X - UNUD

ISSN 1693 - 315X

JJ UURR NN AALL PPEERR MMUUKK IIMMAANN

NN AA TT AA HH

VOLUME 8 NOMOR 2 AGUSTUS 2010

PENGANTAR REDAKSI Jurnal Permukiman “Natah” Volume 8 Nomor 2 Agustus 2010 merupakan edisi

keenambelas yang bertemakan “Eko Arsitektur”.

Edisi ini diawali dengan artikel yang berjudul Ruang Terbuka Hijau Kota, Ruang yang Dibutuhkan, Ruang yang semakin Pudar oleh Ni Made Yudantini. Artikel kedua berjudul Teknologi Iklim Pada Rumah Tinggal Kolonial Di Kota Malang Sebagai Upaya Mencapai Kenyamanan Thermal Bangunan oleh Lalu Mulyadi, Agung Murti Nugroho dan Irawan Setyabudi. Artikel ketiga dengan judul Pengukuran Daya Dukung Pada Perencanaan Kawasan Wisata Alam Yang Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan; Suatu Telaah Dasar Menuju Arsitektur Hijau. Oleh A.A. Gde Djaja Bharuna S. Artikel ke 4 dan 5 masing-masing berjudul Eko-Arsitektur: Antara “Tumpek Wariga”, Pemanasan Global dan Pembangunan Berkelanjutan (I Ketut Mudra); dan Rehabilitasi Jalan Yang ‘Serakah” Material Di Kawasan Permukiman Kota; Kajian Dalam Perspektif Sustainable Street – Dalam Kawasan Permukiman Kota (I Gusti Ngurah Anom Rajendra). Artikel ke 6 berjudul Arsitektur Bambu, Sebuah Alternatif Untuk Menyelamatkan Lingkungan oleh Ni Ketut Ayu Siwalatri. Artikel ke 7 dengan judul Beberapa Kendala dalam Mewujudkan Eko Arsitektur pada Bangunan Akomodasi Pariwisata oleh Nengah Keddy Setiada. Artikel ke 8 dan 9 berjudul Melestarikan Lingkungan Hidup di Bali Bertumpu Pada Pelestarian Subak (Ida Ayu Armeli) dan Pemaknaan Figur Sepasang Makara, Sepasang Naga Dan Sepasang Gajah Sebagai Ornamen Pengapit Tangga Di Depan Pintu Masuk Bangunan Kuil Hindu Dan Buddha Di Asia (Nyoman Widya Paramadhyaksa) dan artikel terakhir adalah dari Tri Anggraini Prajnawrdhi dengan judul Modern Architecture Principles on Vernacular Architecture in Some Developing Countries.

Redaksi sangat bersyukur kepada Tuhan karena edisi keenamtbelas ini bisa terbit dengan lancar. Redaksi mengucapkan terimakasih kepada Ketua Jurusan Teknik Arsitektur atas motivasi dan masukannya untuk kesempurnaan jurnal ini serta seluruh anggota Laboratorium Perumahan dan Permukiman, Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Udayana atas kekompakan dan semangatnya. Terakhir, kritik dan saran guna kesempurnaan selanjutnya sangat kami harapkan dan kepada semua yang telah membantu penerbitan jurnal ini dan para pembaca yang budiman kami ucapkan terimakasih.

Redaksi

Alamat Redaksi Jl. P. B. Sudirman, Denpasar-Bali

Phone (0361) 246163, 703384 Fax: (0361) 701806, 242661 E-mail: [email protected]

Page 6: ISSN 1693 - 315X - UNUD

ISSN 1693 - 315X

JJ UURR NN AALL PPEERR MMUUKK IIMMAANN

NN AA TT AA HH

VOLUME 8 NOMOR 2 AGUSTUS 2010

DAFTAR ISI Ruang Terbuka Hijau Kota, Ruang yang Dibutuhkan, Ruang yang Semakin Memudar Ni Made Yudantini (Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana) 55 – 69 Teknologi Iklim pada Rumah Tinggal Kolonial di Kota Malang sebagai Upaya Mencapai Kenyamanan Thermal Bangunan Lalu Mulyadi, Agung Murti Nugroho, Irawan Setyabudi (ITN, Malang dan Brawijaya, Malang)

70- 81

Pengukuran Daya Dukung pada Perencanaan Kawasan Wisata Alam yang Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan; Suatu Telaah Dasar Menuju Arsitektur Hijau. A.A. Gde Djaja Bharuna S. (Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana)

82 – 94

Eko-Arsitektur: Antara “Tumpek Wariga”, Pemanasan Global dan Pembangunan Berkelanjutan I Ketut Mudra (Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana)

95- 103

Rehabilitasi Jalan yang ‘Serakah” Material Di Kawasan Permukiman Kota; Kajian dalam Perspektif Sustainable Street – dalam Kawasan Permukiman Kota I Gusti Ngurah Anom Rajendra (Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana)

104 - 111

Arsitektur Bambu, Sebuah Alternatif untuk Menyelamatkan Lingkungan Ni Ketut Ayu Siwalatri (Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana) 112 - 117 Beberapa Kendala dalam Mewujudkan Eko Arsitektur pada Bangunan Akomodasi Pariwisata Nengah Keddy Setiada (Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana)

118 - 126

Melestarikan Lingkungan Hidup di Bali Bertumpu Pada Pelestarian Subak Ida Ayu Armeli (Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana) 127 - 133 Pemaknaan Figur Sepasang Makara, Sepasang Naga dan Sepasang Gajah Sebagai Ornamen Pengapit Tangga di Depan Pintu Masuk Bangunan Kuil Hindu dan Buddha Di Asia Nyoman Widya Paramadhyaksa (Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana)

134 - 141

Modern Architecture Princ iples on Vernacular Architecture in Some Developing Countries Tri Anggraini Prajnawrdhi (Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana)

142 - 146

Page 7: ISSN 1693 - 315X - UNUD
Page 8: ISSN 1693 - 315X - UNUD

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA, RUANG YANG DIBUTUHKAN, RUANG YANG SEMAKIN PUDAR (NI MADE YUDANTINI)

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA: RUANG YANG DIBUTUHKAN DAN RUANG MEMUDAR

Ni Made Yudantini Dosen Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Udayana

Email: [email protected]

ABSTRAK Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah

perkotaan yang terisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi guna mendukung fungsi ekologis, sosial budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Ruang terbuka hijau di Provinsi Bali khususnya kawasan perkotaan, seperti Kota Denpasar, perkembangannya sudah mulai mengkhawatirkan. Pembangunan kota yang pesat merupakan suatu penyebab berkurangnya keberadan RTH kota. Hal lain adalah alih fungsi lahan yang cepat, keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH dan belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka di kota untuk RTH yang fungsional dan ekonomis. Kesadaran dan pengertian masyarakat dan stakeholder dalam menjaga dan meningkatkan fungsi RTH sangat diperlukan.

Kata Kunci: ruang terbuka hijau kota, perkembangan ruang terbuka hijau

CITY’S GREEN OPEN SPACE: BETWEEN INDISPENSABLE AND DISSAPEARING

ABSTRACT Green area is an integral part of city’s open space, which includes plantations and

vegetations. City’s green space provides ecological function of the region and supports the socio-cultural as well as architectural necessities, benefitting to the city’s prosperity and comfort. In Bali province, particularly in the urban area such as Denpasar; the availability of green open space has been coming to a critical concern, where the urban rapid development has become one factor to blame for the lost of city’s green area. Some other factors impacted the green city degradation include; the change of land use; limited space for green use and neglected existing open space. Concerning the above problems, it is necessary to engage all layers of community and stakeholders in order to preserve and improve the quality of the city’s green area. Keyword: the city green open space, urban development.

PENDAHULUAN

Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang terisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi guna mendukung fungsi ekologis, sosial budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dalam fungsi ekologis,

RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara dan pengaturan iklim mikro. Fungsi sosial budaya, keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan sebagai tetengger (landmark) kota. Untuk fungsi arsitektural, RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota dan jalur hijau jalan kota.

55

Page 9: ISSN 1693 - 315X - UNUD

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 8 NO. 2 AGUSTUS 2010: 55-146

Sedangkan fungsi ekonomi, RTH sebagai pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan.

Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Jeneiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan 10 Tahun kemudian (2002), disepakati bersama bahwa sebuah kota idelalnya memiliki luas RTH minimal 30 % dari total luas kota. Namun bagi kota-kota di Indonesia pada umumnya hal ini akan sulit terealisasi akibat terus adanya tekanan pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana kota, seperti pembangunan bangunan gedung, pengembangan dan panambahan jalur jalan yang terus meningkat serta peningkatan jumlah penduduk. Melihat uraian di atas, Indonesia melaksanakan hasil KTT tersebut dengan adanya Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang termuat pada pasal 29 yaitu bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota (ayat 2). RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN

PERKOTAAN Tujuan tata ruang berdasarkan

Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: • Terwujudnya keharmonisan antara

lingkungan alam dan lingkungan buatan. • Terwujudnya keterpaduan dalam

penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia.

• Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Lebih lanjut undang-undang di atas mengatur tentang ruang terbuka hijau yang terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Ruang terbuka

dipersyaratkan sebanyak 30% dari luas wilayah kota, dimana 20% dari luas wilayah kota merupakan ruang terbuka hijau publik.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP), merupakan bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

Tujuan penataan RTHKP adalah : a. menjaga keserasian dan keseimbangan

ekosistem lingkungan perkotaan; b. mewujudkan kesimbangan antara

lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan; dan

c. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.

Fungsi RTHKP adalah : a. pengamanan keberadaan kawasan

lindung perkotaan; b. pengendali pencemaran dan kerusakan

tanah, air dan udara; c. tempat perlindungan plasma nuftah dan

keanekaragaman hayati; d. pengendali tata air; dan

Pedesatrian sebagai Ruang

Terbuka Hijau Kota

56

Page 10: ISSN 1693 - 315X - UNUD

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA, RUANG YANG DIBUTUHKAN, RUANG YANG SEMAKIN PUDAR (NI MADE YUDANTINI)

e. sarana estetika kota.

Manfaat RTHKP adalah : a. sarana untuk mencerminkan identitas

daerah; b. sarana penelitian, pendidikan dan

penyuluhan; c. sarana rekreasi aktif dan pasif serta

interkasi sosial; d. meningkatkan nilai ekonomi lahan

perkotaan; e. menumbuhkan rasa bangga dan

meningkatkan prestise daerah; f. sarana aktivitas sosial bagi anak-anak,

remaja, dewasa dan manula; g. sarana ruang evakuasi untuk keadaan

darurat; h. memperbaiki iklim mikro; dan i. meningkatkan cadangan oksigen di

perkotaan. TIPOLOGI RUANG TERBUKA HIJAU

DALAM RUANG PUBLIK KOTA Ruang terbuka hijau dalam

kaitannya dengan ruang publik kota berkembang sejalan dengan perkembangan kebutuhan manusia di dalam melakukan aktivitasnya baik aktivitas sosial, ekonomi, dan budaya. Tipologi ruang publik kota juga dipengaruhi oleh sikap, prilaku manusia serta perkembangan teknologi.

Menurut Stephen Car (1992) tipologi ruang publik dibagi menjadi beberapa tipe dan karakter, yaitu:

A. Taman Umum (Public Park) Taman Umum terdiri dari beberapa

jenis, yaitu:

1. Taman Nasional (National Park) Taman nasional dikembangkan

untuk umum dengan skala pelayanan taman adalah tingkat nasional dan berada di pusat kota. Taman nasional merupakan zone ruang terbuka kota yang penting peranannya, memiliki luasan yang lebih dibandingkan dengan taman lingkungan kota.

2. Taman Pusat Kota (Downtown Park) Taman ini berada pada kawasan

pusat kota, berbentuk lapangan hijau yang

dikelilingi pohon-pohon peneduh atau berupa hutan kota dengan pola tadisional atau dapat pula dengan disain pengembangan baru. 3. Taman Lingkungan (Neighborhood

Park) Merupakan ruang terbuka yang

dikembangkan di lingkungan perumahan untuk kegiatan umum seperti bermain anak-anak, olahraga dan bersantai bagi masyarakat sekitarnya.

4. Taman Kecil (Mini Park) Taman kota kecil dikelilingi oleh

bangunan-bangunan, termasuk air mancur.

B. Lapangan dan Plaza (Squares and Plazas)

1. Lapangan pusat Kota (Central Square) Merupakan bagian dari

pengembangan sejarah pusat kota. Sering dipakai kegiatan formal atau tempat pertemuan jalan-jalan utama kota dan sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan umum.

2. Plaza Pengikat (Coorporate Plaza) Plaza ini merupakan pengikat dari

bangunan-bangunan komersial atau perkantoran, berada di pusat kota dan pengelolaannya dilakukan oleh pemilik kantor secara mandiri.

C. Peringatan (Memorial) Ruang publik yang digunakan untuk

memperingati kejadian penting bagi umat manusia atau masyarakat.

D. Pasar (Markets) Pasar Hasil Bumi (Farmers’

Markets) merupakan ruang terbuka atau ruas jalan yang digunakan untuk pasar hasil pertanian atau pasar loak, bersifat temporer, berlokasi di ruang yang tersedia, jalan, plaza atau lapangan parkir.

E. Jalan (Street) Jalan terdiri dari pedestrian sisi

jalan(pedestrian sidewalk), mal pedestrian (pedestrian mall), Mal transit (Transit Mall), jalur lambat (Traffic restricted streets) dan gang kecil kota (town trail).

57

Page 11: ISSN 1693 - 315X - UNUD

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 8 NO. 2 AGUSTUS 2010: 55-146

F. Tempat Bermain (Plygrounds) Ruang publik yang berlokasi di

lingkungan perumahan dengan peralatan tradisional, serta juga termasuk ruang publik halaman sekolah yang dilengkapi fasilitas untuk pendidikan lingkungan atau ruang berkomunikasi.

G. Ruang Komunitas (Community Open Space)

Taman untuk masyarakat (community garden/park), merupakan ruang kosong di lingkungan perumahan termasuk areal bermain, taman masyarakat, dikembangan dan dibangun di atas tanah-tanah milik pribadi.

H. Jalan Hijau dan Jalan Taman (Greenways & Parkways)

Merupakan jalan pedestrian yang menghubungkan antar tempat rekreasi dan ruang terbuka.

I. Atrium/Pasar di dalam Ruang (Atrium/Indoor Market Place)

Ruang dalam suatu bangunan berfungsi sebagai atrium sebagai pengikat ruang-ruang di sekitarnya untuk kegiatan komersial dan merupakan pedestrian area. J. Ruang di Lingkungan Rumah

(Found/Neighborhood Spaces) Ruang terbuka yang mudah dicapai

seperti sudut jalan, tangga menuju bangunan dsb. Berlokasi di tanah kosong atau tapak bangunan di lingkungan perumahan.

K. Waterfront Ruang ini bisa berupa pelabuhan,

pantai, bantaran sungai, bantaran danau, atau dermaga. Ruang terbuka ini berada di sepanjang rute aliran air di dalam kota. Terdapat jalan umum menuju waterfronts areal, serta dikembangkan sebagai taman untuk waterfront. KRITERIA DISAIN RUANG TERBUKA

HIJAU KOTA Dalam perancangan kota dikenal

ada tiga kriteria disain, yang terdiri dari:

kriteria terukur, kriteria tak terukur dan kriteria generik (Darmawan, 2005). Kriteria terukur secara kuantitatif dapat diukur dan biasanya berhubungan dengan ketinggan, besar, rasio ukuran luas lantai, setback, building coverage dan ebagainya. Kriteria terukur dibagi dua, yaitu 1) kriteria lingkungan alam; dan 2). bentuk dan massa bangunan serta intensitas. Kriteria tak terukur lebih menekankan pada aspek kualitatif di lapangan. Antara kriteria terukur dan tak terukur seharusnya dijaga keseimbangannya dan bekerja dalam kerangka kerja dari kriteria generik.

Dalam mendisain ruang terbuka hijau dipakai kriteria tak terukur, yang terdapat di dalam beberapa konsep seperti kriteria dari Urban Design Plan of San Fransisco (1970), Urban System Research and Engineering, Inc (1977), dan Kevin Lynch (1981).

Kriteria disain menurut Urban Design Plan of San Fransisco menekankan pada visual dan fungsional yang terdiri dari sepuluh prinsip, yaitu:

1. Kenyamanan (amenity comfort) 2. Tampak yang menarik (visual

interest) 3. Kegiatan (activity) 4. Kejelasan dan kenikmatan (clarity

and convenience) 5. Karakter khusus (character

distinctiveness) 6. Ketajaman (definition) 7. Prinsip-prinsip pemandangan

kawasan (the principle of views encompasses)

8. Variasi/kontras (variety/contrast) 9. Harmoni/kecocokan (harmony

compatibility) 10. Integrasi skala dan bentuk (scale

and pattern integrated)

Kriteria disain menurut Urban System Research and Engineering, Inc (1977) juga menekankan pada kualitas visual dan fungsional, terdiri dari delapan katagori, yaitu:

1. Kelayakan hubungan (fit with setting)

58

Page 12: ISSN 1693 - 315X - UNUD

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA, RUANG YANG DIBUTUHKAN, RUANG YANG SEMAKIN PUDAR (NI MADE YUDANTINI)

2. Ekpresi dari identitas (expression of

identity) 3. Pencapaian dan orientasi (access

and orientation) 4. Pendukung aktivitas (activity

support) 5. Pemandangan (views) 6. Elemen-elemen alam (natural

elements) 7. Tampak yang nyaman (visual

comfort) 8. Kepedulian dan perawatan (care

and maintenance) Sementara Kevin Lynch (1981),

menitik beratkan kriteria disain pada masalah fungsional, yang terdiri dari lima dimensi tampilan, yaitu:

1. Vitalitas (vitality) 2. Kepekaan (sense) 3. Kelayakan (fit) 4. Pencapaian (access) 5. Pemeriksaan (control)

PERKEMBANGAN RUANG TERBUKA

HIJAU KOTA DI BALI

Ruang Terbuka Hijau Propinsi Bali Ruang terbuka hijau di Bali terdiri

dari ruang terbuka di kawasan lindung dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan seperti kuburan, kawasan pertanian, taman , hutan kota dan lain-lain.

Dalam Rencana Tata Ruang Provinsi, kawasan lindung disusun dalam bentuk arahan pengelolaan kawasan lindung. Pokok-pokok kebijaksanaan perlindungan kawasan lindung telah tercakup di dalam PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Nasional dan Keppres No. 32/90 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, kawasan lindung dibagi atas 14 jenis kawasan yang dikelompokkan atas empat kelompok. Pengelompokan kawasan-kawasan yang termasuk dalam pengelolaan kawasan lindung diuraikan sebagai berikut:

1. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya, terdiri atas: Kawasan hutan lindung; Kawasan bergambut; dan Kawasan resapan air.

2. Kawasan Perlindungan Setempat, terdiri atas: Sempadan pantai; Sempadan sungai; Kawasan sekitar danau/waduk; dan Kawasan sekitar mata air.

3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya: Kawasan suaka alam; Kawasan pantai berhutan bakau; Kawasan suaka alam laut dan

perairan lainnya; Kawasan pelestarian alam taman

nasional, taman hutan raya, taman wisata alam;

Kawasan pelestarian alam taman buru, cagar biosfer, daerah pengungsian satwa, daerah perlindungan plasma nutfah;

Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

4. Kawasan Rawan Bencana, seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, longsor dan lain-lainnya.

Dalam arsitektur tradisional Bali, ruang terbuka hijau telah tercakup di dalam konsep-konsep secara tradisional. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Propinsi Bali dan Universitas Udayana (1989) mengenai pertamanan tradisonal Bali yang menyangkut ruang terbuka hijau, landscape Bali dikategorikan dalam 5 macam, yaitu terdiri dari: Lanscape wilayah, Lanscape Desa, Landscape Kota, Landscape Jalan Raya dan Landscape Warisan Nenek Moyang/Konservasi. Philosophy terpenting yang mendasari ruang terbuka hijau adalah konsep Tri Hita Karana yaitu adanya hubungan antara manusia dengan Tuhanya (Parahyangan), hubungan antara manusia dengan umatnya (Pawongan) dan hubungan

59

Page 13: ISSN 1693 - 315X - UNUD

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 8 NO. 2 AGUSTUS 2010: 55-146

antara manusia dengan alam lingkungannya (Palemahan).

Landscape wilayah terdiri dari pertamanan tepi pantai, pertamanan dataran rendah dan pertamanan pegunungan. Ruang terbuka hijau pada Landscape perdesaan terdiri dari area pertanian dengan pemandangan yang alami, ruang terbuka yang terbentuk dari pola-pola permukiman desa seperti plaza, pedestrian, dan lapangan kecil yang berfungsi untuk olahraga, pameran, tempat upacara adat, pertemuan desa. Landscape kota dapat dibagi dua kategori, yaitu visual dan phisik. Secara visual landscape kota merupakan kombinasi dari beberapa komponen baik secara struktur maupun alami. Dalam hal ini city-scape, town-scape dan streetscape merupakan bentuk-bentuk visual dari lanscape perkotaan. Secara phisik landscape perkotaan merupakan suatu ruang terbuka untuk pedestrian, tempat bermain anak-anak serta termasuk elemen-elemen pembentuknya seperti perbukitan, batu alam, pohon, air dan lain-lain.

Dalam landscape perkotaan, perumahan merupakan salah satu unsur pembentuk daerah perkotaan dengan salah satu elemen pembentuk ruang terbuka secara tradisional adalah telajakan. Telajakan merupakan bagian dari taman perumahan maupun landscape tradisional perdesaan. Telajakan terletak sepanjang jalan antara drainase dan pagar dengan lebar sekitar 1m sampai dengan 2,2 m. Adapun fungsi dari telajakan ini disamping untuk pertamanan adalah juga untuk membuat pemandangan visual sebuah ruang menjadi lebih leluasa.

Jalan raya sebagai jalur penghubung dari satu tempat ke tempat lainnya dengan landscapenya memiliki fungsi secara visual untuk kualitas dari ruang jalan raya itu sendiri, juga memiliki fungsi sebagai ciri dari sebuah kota.

Pulau Bali disamping terkenal dengan pemandangan alamnya juga terkenal dengan obyek-obyek wisatanya salah satunya adalah obyek wisata warisan leluhur. Landscape warisan nenek

moyang di Bali, secara ritual karakteristik terdiri dari pura-pura dan secara non ritual terdiri dari tempat-tempat peninggalan jaman kerajaan. Beberapa pura yang terkenal di Bali memiliki nilai Utama-Mandala yaitu seperti Pura Besakih, Pura Taman Ayun dll. Sedangkan tempat-tempat peninggalan jaman kerajaan seperti Taman Ujung Karangasem dan Puri Karangasem serta Taman Tirta Gangga di Karangasem.

Ruang Terbuka Hijau Di Masing - Masing Kota Propinsi Bali Wilayah kota masing-masing

kabupaten dan kota di Propinsi Bali merupakan kawasan yang cepat berkembang baik dari segi fisik maupun non fisiknya. Seperti halnya Kota Denpasar dengan luas wilayah kota sebesar 127,8 km2 memiliki jumlah penduduk sebesar 636.166 jiwa (49,7%) paling besar diantara kota-kota lainnya di Propinsi Bali. Kepadatan penduduknya juga cukup tinggi (32,8 %) dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 4.979 per km2.

Kota berikut yang cukup padat penduduknya adalah Kota Negara (9,6%) dan Kota Singaraja (8,9%) dengan masing-masing jumlah penduduknya adalah 123.101 jiwa dan 113.942 jiwa. Baik kota Denpasar, Negara dan Singaraja memiliki komunitas penduduk yang heterogen dengan berbagai macam aktivitas sosialnya yang membutuhkan berbagai macam fasilitas/sarana dan prasarana.

Kondisi ruang terbuka hijau kota masing-masing kabupaten Propinsi Bali terkait dengan pola penggunaan lahannya yang terdiri dari persawahan, tegalan, perkebunan, tambak/kolam, hutan, fungsi pekarangan, kuburan dan fungsi lainnya.

Dari tabel 2 dapat dilihat pola penggunaan lahan masing-masing kota di masing-masing kabupaten di Bali, dimana penggunaan lahan yang paling banyak adalah untuk fungsi persawahan (25,8%) sebesar 19.574,9 Ha dan pekarangan(24,78%) sebesar 18.803,4 Ha. Adapun kota yang cukup tinggi

60

Page 14: ISSN 1693 - 315X - UNUD

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA, RUANG YANG DIBUTUHKAN, RUANG YANG SEMAKIN PUDAR (NI MADE YUDANTINI)

penggunaannya sebagai fungsi pekarangan adalah Kota Denpasar, Kota Negara dan Kota Mengwi dengan luas masing-masing pekarangan adalah sebesar 7.944,3 Ha, 3.432 Ha dan 1.590,5 Ha. Kota Negara memiliki luas hutan yang cukup luas dibandingkan daerah lainnya yaitu seluas 5.504 Ha dan Kota Bangli hanya 175 Ha.

Semua kota di masing-masing kabupaten masih mempertahankan daerah persawahan, tegalan dan perkebunan. Daerah sawah yang masih luas terdapat di Kota Mengwi dengan luas 4.586 Ha, kemudian Kota Denpasar seluas 2.717 Ha dan Kota Negara seluas 2.515 Ha. Tegalan dan perkebunan terluas terdapat di Kota Negara masing-masing sebesar 3.526 Ha dan 5.538 Ha.

Keberadaan ruang terbuka hijau kota sangat mendukung fungsi kota secara kualitas. Namun tidak semua kota memiliki ruang terbuka yang memadai. Walaupun

tingginya penggunaan lahan sebagai pekarangan, Kota Denpasar masih memiliki beberapa tempat-tempat rekreasi untuk umum seperti Lapangan Puputan Badung, Lapangan dan Monumen Perjuangan Rakyat Bali (Lapangan Renon), Lapangan Kapten Sujana (Lapangan Buyung), Lapangan GOR Ngurah Rai dan Lapangan/taman Eks Puspem Badung.

Demikian juga halnya kota Singaraja, di beberapa tempat masih bisa kita lihat ruang terbuka yang memiliki fungsi sosial, estetika maupun fungsional. Seperti di Singaraja, daerah kota pelabuhan sebagai ruang terbuka hijau dapat dinikmati masyarakat sebagai tempat rekreasi, fungsi estetika kota serta fungsi ekonomi kota. Keberadaan ruang terbuka di masing-masing kota perlu dipertahankan dan dioptimalkan fungsinya sebagai ruang terbuka hijau kota sesuai dengan fungsinya yaitu ekologis, estetika, fungsional dan ekonomi.

Tabel 1

Jumlah Penduduk di Kota Masing-Masing Kabupaten/Kota Prop. Bali

No Kawasan Perkotaa

n

LUAS (km2) JML PDDK % JML

PDDK KEPADA

TAN PDDK

% KEPADA

TAN PDDK

1 Negara 220.5 123,101.0 9.6 558.3 3.7

2 Tabanan 51.4 58,076.0 4.5 1,129.9 7.4

3 Mengwi 82.0 104,238.0 8.1 1,271.2 8.4

4 Gianyar 50.6 73,277.0 5.7 1,448.2 9.5

5 Semarapura 29.1 52,442.0 4.1 1,802.1 11.9

6 Bangli 56.3 44,244.0 3.5 785.9 5.2

7 Amlapura 94.2 74,195.0 5.8 787.6 5.2

8 Singaraja 46.9 113,942.0 8.9 2,429.5 16.0

9 Denpasar 127.8 636,166.0 49.7 4,977.8 32.8

Jumah 758.8 1,279,681.0 100.0 1,686.5 100.0

Sumber: Data Kecamatan Dalam Angka 2004 dan 2007 dan diolah

61

Page 15: ISSN 1693 - 315X - UNUD

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 8 NO. 2 AGUSTUS 2010: 55-146

Tabel 2 Pola Penggunaan Lahan Kota Masing-Masing Kabupaten Prop. Bali

No

Kawasan Perkotaan

Penggunaan Lahan 2006 (Ha) Jml

(km2) Data Thn Sawah Tegalan Perkebun-

an Tambk /Kolam

Hutan Pekarang-an

Kuburan Lain nya

1 Kota Negara 2,515.0 3,526.0 5,538.0 250.0 5,504.0 3,432.0 1,282.0 220.5 2007

2 Kota Tabanan 1,983.0 283.0 646.0 1,462.1 0.0 765.9 51.4 2007

3 Kota Mengwi 4,586.0 1,132.5 796.0 6.0 1,590.5 89.0 82.0 2007

4 Kota Gianyar 2,422.1 978.7 0.0 0.0 0.0 1,213.8 32.9 428.1 50.6 2007

5 Kota Semarapura 1,265.0 382.0 25.0 0.0 0.0 414.0 10.8 808.3 29.1 2007

6 Kota Bangli 730.8 2,258.9 1,346.0 0.0 175.0 740.8 16.5 333.7 56.3 2007

7 Kota Amlapura 1,556.1 1,153.9 3,834.0 0.0 0.0 557.9 31.0 2,290.1 94.2 2007

8 Kota Singaraja 1,800.0 1,061.0 181.0 0.0 0.0 1,448.0 13.0 191.0 46.9 2004

9 Kota Denpasar 2,717.0 396.0 33.1 0.0 0.0 7,944.3 22.7 1,711.0 127.8 2007

JUMLAH 19,574.9 11,172.0 12,399.1 256.0 5,679.0 18,803.4 126.8 7,899.1 758.7

% 25.80 14.73 16.34 0.34 7.49 24.78 0.17 10.41 100.00

Sumber: Data Kecamatan Dalam Angka 2004 dan 2007 dan diolah

Dengan melihat pola penggunaan lahan masing-masing kota di masing-masing kabupaten di Bali, dapat dihitung persentase keberadaan ruang terbuka di masing-masing kota, yang terdiri dari kawasan persawahan, tegalan, perkebunan, hutan, tambak/kolam, kuburan dan fungsi lainnya. Dari diagram 1 dapat dilihat persentase ruang terbuka hijau dimana Kota Denpasar memiliki ruang terbuka hijau paling kecil diantara kota-kota lainnya yaitu sebesar 38,19%. Sementara Kota Amlapura memiliki 94,08% ruang terbuka hijau.

Diagram 1.

Persentase Ruang Terbuka Hijau Kota di Prop. Bali

0

20

40

60

80

100

Prosentase RTH Kota di Prop. Bali

% RTH Kota 84.43 71.55 80.6 76.33 85.75 86.4 94.08 69.15 38.19

Negara Tabanan Mengw i Giany arSemarapu

raBangli Amlapura Singaraja Denpasar

Sumber: Analisa 2008

ISU DAN PERMASALAHAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA DI BALI

Sebagian besar ruang terbuka hijau di kota-kota Propinsi Bali digunakan sebagi ruang terbuka dengan fungsi seperti untuk taman dan tempat bermain anak-anak, lapangan olah raga, tempat pemakaman umum, jalur hijau/persawahan tengah kota, median pembatas jalan raya, kebun binatang, sempadan sungai, taman-taman di lingkungan perumahan dan tempat-tempat

Ruang Terbuka Hijau Kota yang terdapat di Kota Pelabuhan, Singaraja.

62

Page 16: ISSN 1693 - 315X - UNUD

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA, RUANG YANG DIBUTUHKAN, RUANG YANG SEMAKIN PUDAR (NI MADE YUDANTINI)

publik, dan telajakan baik telajakan masing-masing permukiman, telajakan tempat suci maupun telajakan pada bangunan publik. Telajakan Sementara secara arsitektur tradisional, disamping berfungsi sebagai telajakan, ruang terbuka hijau juga berupa karang tuang, karang embang, dan ambal-ambal. Namun keberadaan karang embang maupun karang tuang sekarang ini sudah semakin jarang ditemukan.

a. Lapangan Olahraga dan Taman Rekreasi Umum

Ruang terbuka hijau kota lain yang banyak diminati masyarakat adalah lapangan terbuka. Beberapa lapangan yang terdapat dibeberapa tempat seperti Kota Denpasar adalah Lapangan Perjuangan Rakyat Bali, di daerah Renon yang lebih sering dikenal dengan nama Lapangan Renon dengan monumennya Bajra Sandi. Lapangan ini sering dipakai masyarakat sebagai tempat olahraga baik pagi maupun sore hari, apalagi pada hari-hari libur, aktivitas yang terdapat di lapangan tersebut beragam. Mulai dari olahraga, rekreasi anak-anak, tempat berjualan bagi masyarakat kecil yang mengadu nasib, tempat eksebisi produk, tempat perayaan ulang tahun institusi, serta perlombaan-perlombaan. Beberapa fasilitas yang terdapat di Lapangan Renon ini terdiri dari lintasan atau pedestrian untuk lari maupun jogging, lapangan terbuka untuk olahraga seperti bulutangkis, sepak bola, senam. Fasilitas pendukung seperti toilet umum dan beberapa tempat duduk. Disamping lapangan yang cukup luas, terdapat Monumen Bajra Sandi dengan museum yang ada di dalamnya sebagai daya tarik wisatawan. Monumen ini juga sebagai landmark bagi Kota Denpasar. Lapangan ini ditumbuhi beberapa jenis tanaman sebagai penghijauan dan estetika kota.

Lapangan lain yang diminati di Kota Denpasar adalah Lapangan Puputan Badung yang terletak di pusat kota. Lapangan dengan pepohonan yang cukup rindang di sekeliling lapangan, dengan patung perjuangan di sisi utara, lapangan ini juga menjadi tempat ajang eksebisi/pentas bagi

anak-anak sekolah setiap sore hari. Selain berfungsi sebagai lapangan olahraga dengan lintasan joggingnya, lapangan ini juga dekat dengan Pura Jagadnatha yang terletak di sebelah Timur lapangan. Dalam hal ini lapangan juga dipakai untuk tempat persembahyangan ketika ada upacara-upacara tertentu yang menampung banyak masyarakat seperti Tawur Agung ataupun tempat sembahyang umat Muslim pada saat Idul Fitri. Aktivitas-aktivitas pendukung pun muncul seiring masyarakat menggunakan lapangan ini untuk memenuhi kebutuhannya akan rekreasi, seperti pedagang. Fasilitas penunjang yang terdapat di lapangan ini adalah toilet umum yang keberadaannya kurang terawat.

Ruang terbuka lain seperti Lapangan Pegok di Desa Sesetan, Denpasar Selatan yang lebih berfungsi sebagai lapangan olahraga. Aktivitas rekreasi seperti tempat bermain anak-anak jarang diminati masyarakat. Kondisi lapangan ini kurang terbuka dimana pada sisi jalan, lapangan ini dipagari tembok yang cukup tinggi sehingga terkesan tertutup. Lapangan olahraga lain yang terdapat di Kota Denpasar seperti Lapangan Ngurah Rai dan Lapangan Kapten Made Sudjana (Lapangan Buyung). Kedua lapangan ini adalah sarana olahraga seperti sepakbola dan berbagai even perlombaan sering dilakukan pada lapangan ini. Lapangan yang sama juga fungsinya terdapat di Kabupaten Gianyar yaitu Lapangan Astina. Lapangan-lapangan ini dilengkapi dengan beberapa gedung (olahraga indoor) dan fasilitas-fasilitas pendukungnya seperi parkir. Lapangan lain juga terdapat di Ubud sebagai lapangan olahraga, yang sering dipakai masyarakat sekitar maupun anak-anak sekolah.

Ruang Terbuka Hijau yang telah dilakukan pengembangan saat ini adalah lapangan/taman eks Pusat Pemerintahan (Puspem) Kabupaten Badung yang terletak di kawasan Lumintang, Denpasar Utara. Adapun pekerjaan Percontohan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau ini adalah berupa .penyediaan sarana jogging

63

Page 17: ISSN 1693 - 315X - UNUD

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 8 NO. 2 AGUSTUS 2010: 55-146

track dan penyediaan tempat parkir di kawasan ruang terbuka hijau kota.

b. Persawahan Di Tengah Kota Selain lapangan terbuka dan taman

rekreasi umum, tipologi ruang terbuka hijau kota yang lain yang terdapat di kota-kota Propinsi Bali adalah jalur hijau yang berupa persawahan di kota. Dari data BPS 2007, sebagian besar kota-kota kabupaten di Propinsi Bali masih memiliki daerah persawahan. Seperti Kota Denpasar masih memiliki beberapa daerah dengan persawahannya. Namun keberadaan jalur hijau ini semakin hari semakin terjepit oleh perkembangan perumahan yang tiap tahunnya selalu meningkat. Dengan desakan ekonomi yang kian meningkat, masyarakat mau tidak mau mereka menjual lahannya, yang kemudian oleh pengembang dibangun sebagai kawasan perumahan ataupun kawasan bisnis lainnya. Hal inilah yang menyebabkan semakin berkurangnya kawasan/ruang hijau kota. Kota semakin sesak oleh bangunan-bangunan beton,

dimana dalam proses pembangunannya pun seringkali mengabaikan ketentuan-ketentuan akan KDB maupun KLB. Pembangunan perumahan ataupun komersil seringkali menerapkan konsep efisiensi dan optimalisme dalam penggunaan lahan, sehingga tidak jarang hampir semua lahannya dibeton tanpa menyisakan sedikitpun ruang terbuka untuk kita bernafas.

Perubahan-perubahan fungsi seperti inilah yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan kota khususnya terhadap keberadaan ruang terbuka hijau kota, yang tidak hanya berfungsi rekreasi ataupun estetika, namun secara ekologi juga berfungsi sebagai daya resap air, menjaga keseimbangan air tanah. Tidak jarang kota-kota besar yang penuh sesak dengan bangunan seringkali terkena bencana banjir. Kota-kota di Bali untuk sekian tahun ke depan jika tidak memperhatikan kelestarian dan keberadaan RTH, kemungkinan banjir ataupun bencana yang lainnya tidak dapat dihindari. Bahaya banjir di Kota Denpasar seringkali ditemui dibeberapa tempat. Disamping kondisi drainage yang kurang diperhatikan, keberadaan RTH yang semakin menipis juga ikut ambil andil dalam bencana banjir ini. Kesadaran masyarakat dan perhatian pemerintah akan pentingnya RTH perlu ditingkatkan. Pengawasan pembangunan juga sangat penting untuk mengurangi optimalisasi pemanfaatan lahan. Kajian-kajian atau nilai-nilai arsitektur

Lapangan olahraga di Ubud dan Monumen Bajra Sandi di Lapangan Renon.

Persawahan tengah kota yang sudah terkepung fungsi-fungsi lain untuk memenuhi tuntutan akan kebutuhan perumahan, bisnis dan lain-lain.

64

Page 18: ISSN 1693 - 315X - UNUD

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA, RUANG YANG DIBUTUHKAN, RUANG YANG SEMAKIN PUDAR (NI MADE YUDANTINI)

tradisional perlu diterapkan dalam pembangunan, terutamanya menyangkut ruang terbuka.

c. Hutan Mangrove Hutan mangrove yang terletak di

sisi Selatan Pulau Bali, merupakan kawasan penyangga/buffer dari instrusi air laut. Keberadaan hutan mangrove ini sangat penting artinya untuk kelestarian dan keharmonisan alam. Selain sebagai buffer, hutan mangrove juga sebagai penyedia udara segar bagi kehidupan kota. Namun akhir-akhir ini, keberadaan hutan mangrove pun tidak luput dari incaran pengembang. Tidak jarang kita melihat di beberapa tempat, hutan mangrove yang berada di sisi jalan raya/Jl. Bypass Ngurah Rai, secara perlahan dan pasti, masrayakat mulai menimbun sedikit demi sedikit mangrove dengan urugan tanah yang kemudian dibangun dengan fungsi bisnis. Penimbunan ini juga mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau kota dengan fungsi ekologis tersebut. Kesadaran masyarakat dalam hal ini perlu ditingkatkan akan pentingnya keberadaan hutan mangrove.

d. Radius Kesucian Pura Ruang terbuka hijau kota juga

terdiri dari ruang terbuka bagian dari tempat-tempat bersejarah maupun tempat suci seperti pura, dimana pura yang ada di Bali menerapkan konsep tradisional yaitu sistem Mandala yang terdiri dari Utama Mandala/Jeroan (ruang utama tempat bangunan-bangunan suci/ pelinggih-pelinggih); Madya Mandala/ Jaba Tengah sebagai tempat bangunan-bangunan penunjang dengan nilai sedang; serta Nista Mandala/Jaba Sisi yang lebih banyak berupa ruang terbuka dengan nilai nista. Tempat-tempat suci (pura) di Bali selain dengan konsep Mandala tersebut, juga memiliki radius kesucian dengan jarak yang beragam sesuai dengan tingkatan masing-masing tempat suci. Radius kesucian pura ini berupa jalur hijau tanpa fungsi-fungsi yang dapat merusak citra kesucian tempat suci. Namun tempat suci yang ada di kota-

kota Propinsi Bali, radius kesucian yang berupa jalur hijau ini sangat sulit di dapat. Hal ini disebabkan karena tingginya tuntutan kebutuhan akan lahan. Perlu menjadi perhatian bagi kita semua untuk tetap menjaga kelesatarian khususnya radius kesucian pura terutama pura-pura yang bersifat Sad Kahyangan, seperti Pura Besakih, Pura Uluwatu, Pura Tanah Lot dan pura yang lainnya.

e. Tempat Pemakaman Umum Pola-pola permukiman tradisional di

Bali memiliki nilai Utama, Madya dan Nista. Bagian Utama biasanya adalah sebagai cerminan hubungan antara manusia dengan Tuhannya (Parahyangan) yaitu berupa tempa-tempat suci dengan kawasan desa/lingkungan permukiman itu sendiri. Bagian Madya (Pawongan), biasanya adalah untuk fungsi permukiman itu sendiri, sedangkan bagian Nistanya (Palemahan) adalah untuk fungsi pelayanan yang bersifat umum, dalam hal ini pemakaman atau kuburan desa. Hampir sebagian besar pola-pola permukiman tradisional Bali menerapkan pola ini (Pola Linear) dengan konsep Tri Hita Karana-nya.

Tempat pemakaman/kuburan di Bali bersifat statis, tidak berkembang karena adanya sistem adat bagi orang yang meninggal setelah dikubur harus dikremasi sering disebut Ngaben. Keberadaan kuburan juga merupakan suatu bentuk ruang terbuka hijau yang bersifat ekological, dimana

Kuburan/Setra Badung yang berada di tengah Kota Denpasar, perlu penangan dalam penataan

agar terlihat lebih asri

65

Page 19: ISSN 1693 - 315X - UNUD

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 8 NO. 2 AGUSTUS 2010: 55-146

banyak kita jumpai pohon-pohon besar yang sudah tentu berfungsi ekologis. Di beberapa tempat pemakaman umum kondisinya dapat dikatakan apa adanya, dengan pepohonan besar dan tumbuhan lainnya yang tumb.uh dengan sendirinya tanpa adanya sentuhan untuk menambah estetika kawasan, kota khususnya.

f. Taman-taman di Perumahan dan Fasilitas Publik

Taman-taman di perumahan maupun yang berada di fasilitas publik seperti supermarket, perkantoran, bank dan lain-lain juga sangat berperan di dalam menunjang keberadaan ruang terbuka hijau kota. Bagi masyarakat yang membangun rumahnya sendiri sudah tentu akan melakukan penghijauan bagi rumahnya dengan mengadakan taman-taman kecil. Demikian juga di kantor-kantor pemerintahan, taman-taman sangat mendukung aktivitas kerja kesehariannya. Namun di beberapa fasilitas publik kota sekarang ini jarang memperhatikan untuk membuat taman-taman di sekeliling mereka. Ini dikarenakan optimalisali penggunaan lahan untuk fungsi bisnis tersebut dan untuk fasilitas penunjang, dalam hal ini penyediaan parkir. Hal ini juga menyebabkan wajah kota semakin terasa sesak. Para pengembang perumahan/ developer juga seringkali tidak menyediakan ruang untuk keberadaan taman. Semua lahan yang dikapling dibangun untuk perumahan, sehingga terlihatlah deretan bangunan rumah saja, tanpa ada fasilitas lain yang dapat menimbulkan suasana ruang yang nyaman.

g. Kebun Binatang Kebun binatang juga membawa

andil dalam penyediaan ruang terbuka hijau kota. Beberapa tempat dapat kita lihat seperti kebun binatang Zoo Park di Singapadu, kebun binatang khusus burung Bali Bird Park di Gianyar. Alam terbuka dan pepohonan adalah habitat dari binatang. Dengan adanya pepohonan ini sudah tentu proses pergantian udara bagi lingkungan sekitar juga sangat terasa.

h. Median Jalan Jalan-jalan besar seperti By Pass

Ngurah Rai merupakan jalan arteri dengan tingkat kesibukan dan kepadatan kendaraan cukup tinggi. Untuk mengantisipasi dan mengurangi terjadinya kecelakaan maka dibuatlah median-median jalan, untuk membedakan arus kiri dan kanan. Median jalan yang dibuat memiliki lebar yang cukup untuk membatasi pandangan dan menjaga dari rasa aman. Hampir semua median jalan ditanami dengan pepohonan untuk penghijauan juga untuk pengarah dari lalu lintas. Jenis tanaman yang ditanam juga berfariasi, mulai dari tanaman perindang juga pohon kelapa. Namun yang tidak kalah penting di dalam memberikan penghijauan kota ini adalah cara penanaman pohon tersebut apakah akar pohon ditanam langsung ke dalam tanah, karena di beberapa median jalan tanaman yang ditanam hanya pada tanah yang terdapat di dalam box median itu sendiri tanpa melakukan penggalian langsung menyentuh tanah. Hal ini sangat dikhawatirkan akan kekuatan dari batang pohon tersebut jika musim hujan tiba, dengan tiupun angin yang cukup kencang. Hal ini juga akan menjadi tidak aman bagi masyarakat yang melalui jalan tersebut jika tiba-tiba pohon tumbang dan menimpa mereka.

i. Sempadan Sungai Sungai/Tukad Badung yang ada di

Kota Denpasar khususnya di pusat kota, dapat kita lihat banyak rumah kumuh berdiri di samping bibir sungai. Ini sudah tentu tidak memperhatikan sempadan sungai dan tentunya sangat berakibat fatal bagi mereka. Dimana jika musim hujan, tidak jarang banjir akan melanda mereka.

Ilustrasi tersebut mengingatkan kita betapa pentingnya kita memperhatikan sempadan sungai. Seharusnya sempadan sungai tidak dibangun untuk permukiman dan sebaiknya dibiarkan alami dengan pepohonannya yang berfungsi ekologis, sebagai daya serap air, serta penghijauan kota. Tingkat kesadaran masyarakat dalam hal ini juga perlu ditingkatkan akan

66

Page 20: ISSN 1693 - 315X - UNUD

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA, RUANG YANG DIBUTUHKAN, RUANG YANG SEMAKIN PUDAR (NI MADE YUDANTINI)

pentingnya sempadan sungai dan bahaya yang mengancam kehidupan mereka.

j. Telajakan Ruang yang berada antara tepi pagar

pekarangan dan drainage adalah berupa telajakan. Telajakan secara arsitektur tradisional Bali berfungsi penghijauan pekarangan maupun untuk menambah keleluasaan ruang. Telajakan memiliki lebar antara 1 - 2 meteran. Keberadaan telajakan banyak berubah fungsi, hal ini disebabkan kebutuhan akan lahan semakin meningkat. Telajakan yang seharusnya sebagai penghijauan atau sebagai pembentuk suasana ruang yang lebih terbuka, sekarang ini tidak jarang difungsikan oleh fungsi lain seperti tempat berjualan (PKL). Tidak jarang juga penduduk dalam hal pembangunan

tidak memakai sistem telajakan justru mengoptimalkan lahan mereka untuk fungsi ruang yang diinginkan.

Beberapa permasalahan terkait dengan Ruang Terbuka Hijau Kota di Bali antara lain:

a. Dampak negatif dari suboptimalisasi RTH dimana RTH kota tersebut tidak memenuhi persyaratan kualitas RTH tidak fungsional, fragmentasi lahan yang menurunkan kapasitas lahan dan selanjutnya menurunkan kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi lahan) terjadi terutama dalam bentuk/kejadian: • Menurunkan kenyamanan kota:

penurunan kapasitas dan daya dukung wilayah (pencemaran meningkat, ketersediaan air tanah menurun, suhu kota meningkat, dll)

• Menurunkan keamanan kota • Menurunkan keindahan alami kota

(natural amenities) dan artifak alami sejarah yang bernilai kultural tinggi

• Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya kesehatan masyarakat secara fisik dn psikis)

b. Ruang terbuka hijau Kota di Bali cenderung dimanfaatkan sebagai pemanfaatan fungsi tunggal, yaitu penghijauan atau estetika kota saja. Seharusnya RTH memenuhi fungsi-

Penghijauan di tengah jalan sebagai pembatas/median jalan

Telajakan yang perlu penangan lebih serius untuk menunjang keindahan kota

Sempadan sungai yang telah hilang oleh keberadaan bangunan. Pemandangan ini tentunya

sangat merusak citra kota

67

Page 21: ISSN 1693 - 315X - UNUD

JURNAL PERMUKIMAN NATAH VOL. 8 NO. 2 AGUSTUS 2010: 55-146

fungsi bagi kehidupan masyarakat dan kota seperti fungsi ekologis, social-cultural dan ekonomis. Sementara itu di sisi lain masyarakat terutama di kawasan perkotaan sangat memerlukan ruang terbuka hijau sebagai sarana rekreasi aktif, dimana mereka dapat menikamati suasana sekaligus beraktifitas seperti olah raga, jalan-jalan, bermain bagi anak-anak, dan rekreasi aktif lainnya.

c. Lemahnya lembaga pengelola RTH sehingga terkesan kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap upaya mempertahankan ruang terbuka hijau kota, dimana dalam proses ijin pembangunan ketentuan KLB dan KDB sering tidak memenuhi peraturan yang ada. • Belum terdapatnya aturan hukum

dan perundangan yang tepat • Belum optimalnya penegakan aturan

main pengelolaan RTH • Belum jelasnya bentuk kelembagaan

pengelola RTH • Belum terdapatnya tata kerja

pengelolaan RTH yang jelas

c. Adanya alih fungsi lahan yang cepat ketika sebuah jalan baru dibangun. Dalam hal ini peran regulasi dan pelaksanaan dilapangan memegang peranan penting untuk tetap mempertahan ruang terbuka yang ada.

d. Keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH dan belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka yang ada di kota untuk RTH yang fungsional dan ekonomis.

e. Keberadaan RTH sering kali dikalahkan oleh berbagai kepentingan lain yang menguntungkan dan cenderung berorientsi pada pembangunan fisik untuk kepentingan ekonomi. Akibatnya, kebutuhan ruang (khususnya RTH) untuk berlangsungnya fungsi ekologis menjadi kurang terakomodasi, dan berdampak pada permasalahan manajemen pengelolaan RTH.

f. Adanya optimalisasi RTH kota dimana RTH yang tidak memenuhi persyaratan kualitas, selanjutnya akan menyebabkan menurunkan kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi lahan, seperti menurunnya kenyamanan kota, pencemaran, daya dukung tanah menurun, menurunkan estetika kota serta menurunkan kesejahteraan masysrakat baik secara fisik dan psikis. Dalam hal ini perlu dilakukan optimalisasi peanfaatan lahan terbuka yang ada sehingga menjadi RTH yang fungsional.

g. Lemahnya peran stakeholders termasuk kesadaran dan pengertian masyarakat akan pentingnya ruang terbuka hijau kota. • Lemahnya persepsi masyarakat

tentang ruang terbuka hijau, dimana sebagian masyarakat beranggapan bahwa ruang tebruka hiaju haruslah berupa lahan pertanian yang tidak boleh dimanfaatkan untuk fungsi lainnya.

• Lemahnya pengertian masyarakat akan keberadaan ruang terbuka hijau yang ada. Tidak jarang ruang terbuka hijau yang ada dirusak baik secara sengaja maupun tidak terhadap keberadaan ruang terbuka hijau yang telah dibangun. Disamping itu rasa memiliki terhadap ruang terbuka hijau yang ada perlu ditingkatkan sehingga timbul kecintaan terhadap ruang terbuka hijau yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, Edy, Teori dan Kajian Ruang Publik Kota. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2006.

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Propinsi Daerah Tingkat I Bali dan Universitas Udayana, Hasil Penelitian: Penyusunan Rencana Umum Pertamanan, Propinsi Daerah

68

Page 22: ISSN 1693 - 315X - UNUD

RUANG TERBUKA HIJAU KOTA, RUANG YANG DIBUTUHKAN, RUANG YANG SEMAKIN PUDAR (NI MADE YUDANTINI)

Tingkat I Bali, Denpasar, Indonesia, 1998.

Eckbo, Garret, The Landscape We See, McGraw-Hill Book Company, New York, Toronto, London, Sidney, 1969.

Edward, Relph, The Modern Urban Landscape, The Johns Hopkins University Press, Baltlmore, 1987.

Lab Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian,IPB. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Makalah Lokakarya: Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan; dalam rangka acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum.

Laurie, M, An Introduction to Landscape Architecture, Elsevier, New York and London, 1975.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.

Sharp, Thomas, Town and Townscape, John Murray, London, 1968.

Widiastuti dan Yudantini, Ni Made, Balinese Traditional Architecture Learning Module, GDLN, Udayana University, 2007.

Yudantini, Ni Made, Landscape Planning To Encourage Tourism Development in Bali; Study Case: Landscape Planning in Denpasar City, Master Thesis, The Center for Urban Environment, Institute for Housing and Urban Studies- Rotterdam and Wageningen University, The Netherlands, 2001.

69