issn 2599 - 0993
TRANSCRIPT
ISSN 2599 - 0993
Journal of Parasite Science
Vol. 3, No. 2, September 2019
Journal of Parasite Science memuat tulisan ilmiah dalam bidang Parasitologi
Frekuensi terbit dua kali satu tahun pada bulan Maret dan September
SUSUNAN DEWAN REDAKSI
Ketua Penyunting:
Kusnoto
Sekretaris:
Poedji Hastutiek
Bendahara:
Endang Suprihati
Iklan dan Langganan:
Agus Sunarso
Penyunting Pelaksana:
Setiawan Koesdarto
Nunuk Dyah Retno Lastuti
Lucia Tri Suwanti
Muchammad Yunus
Mufasirin
Penyunting Penyelia:
Moch Arifudin
Alamat: Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga; Kampus “C” Jl. Mulyorejo Surabaya 60115 Telp. (031) 5992785; 5993016; Fax. (031) 5993015 e‐mail: [email protected] ; [email protected] Rekening: BNI No. 0112443130 (a.n. Endang Suprihati)
Journal of Parasite Science diterbitkan oleh Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya.
ISSN 2599 - 0993
ii
Journal of Parasite Science
Ketentuan untuk Penulisan Naskah 1. Ketentuan Umum 2. Ketentuan Umum
a. Journal of Parasite Science memuat tulisan ilmiah dalam bidang Parasitologi, berupa hasil penelitian, artikel ulas balik (review) dan laporan kasus baik dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris.
b. Naskah/makalah harus orisinal dan belum pernah diterbitkan. Apabila diterima untuk dimuat dalam Journal of Parasite Science, maka tidak boleh diterbitkan dalam majalah atau media yang lain.
3. Standar Penulisan a. Makalah diketik dengan jarak 1 spasi, kecuali Judul, Abstrak, Judul tabel dan tabel, Judul gambar, Daftar
Pustaka, dan Lampiran diketik menurut ketentuan tersendiri. b. Alinea baru dimulai 3 (tiga) ketukan ke dalam atau (First line 0.76 cm) dari format paragraf. c. Huruf standar untuk penulisan adalah Constantia 10. d. Memakai kertas HVS ukuran A4 (8,27 x 11,69”). e. Menggunakan Bahasa Indonesia atau Inggris. f. Tabel/Ilustrasi/Gambar harus amat kontras, juga menyertakan file scanning (foto) terpisah dengan makalah
dengan format file JPG. Keterangan Tabel, Gambar atau Penjelasan lain dalam Lampiran diketik 1 (satu) spasi. 4. Tata cara penulisan naskah / makalah ilmiah
a. Tebal seluruh makalah sejak awal sampai akhir minimal 18 halaman. b. Penulisan topik (Judul, Nama Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Metode dst.) tidak menggunakan huruf kapital
tetapi menggunakan Title Case (Capitalize Each Word) dan diletakkan di pinggir (sebelah kiri). c. Sistematika penulisan makalah adalah Judul (Bahasa Indonesia dan Inggris), Nama Penulis dan Identitas,
Abstract dengan Key words, Pendahuluan, Metode Penelitian, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Ucapan Terima Kasih (bila ada), Daftar Pustaka dan Lampiran (bila ada).
d. Judul harus pendek, spesifik, tidak boleh disingkat dan informatif, yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
e. Nama penulis di bawah judul, identitas dan instansi penulis harus jelas, tidak boleh disingkat dan ditulis di bawah nama penulis.
f. Abstrak maksimal terdiri dari 200 (dua ratus) kata, diketik 1 (satu) spasi dalam bahasa Indonesia dan Inggris. g. Kata kunci (key words) maksimum 5 (lima) kata setelah abstrak. h. Metode Penelitian memuat peralatan/bahan yang digunakan (terutama yang spesifik), prosedur penelitian dan
analisis statistik (bila ada). i. Daftar Pustaka disusun secara alfabetik tanpa nomor urut. Singkatan majalah/jurnal berdasarkan tata cara yang
dipakai oleh masing-masing jurnal. Diketik 1 (satu) spasi dengan paragraf hanging 0.3” dan before 3.6 pt. Proporsi daftar pustaka, Jurnal/Majalah Ilmiah (60%), dan Text Book (40%). Berikut contoh penulisan daftar pustaka berturut-turut untuk Text Book dan Jurnal.
Roitt I, Brostoff J, and Male D. 1996. Immunology. 4th Ed. Black Well Scientific Pub. Oxford. pp. 23-41
Staropoli I, Clement JM, Frenkiel MP, Hofnung M, and Deuble V. 1996. Dengue-1 virus envelope glycoprotein gene expressed in recombinant baculovirus elicits virus neutralization antibody in mice and protects them from virus challenge. Am. J. Trop. Med. Hygi. 45: 159-167.
5. Pengiriman makalah dapat dilakukan setiap saat dalam bentuk cetakan (print out) sebanyak 3 (tiga) eksemplar. Setelah ditelaah oleh Tim Penyuting, makalah yang telah direvisi penulis segera dikembalikan ke redaksi dalam bentuk cetakan 1 (satu) eksemplar dengan menyertakan makalah yang telah direvisi dan 1 (satu) Compac Disk (Progam MS Word/IBM Compatible) dikirim ke alamat redaksi: Journal of Parasite Science, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Kampus C Unair, Jalan Mulyorejo, Surabaya 60115, Telepon 031-599.2785; 599.3016; Fax. 031-599.3015; e-mail : [email protected], [email protected]
6. Ketentuan akhir Terhadap naskah/makalah yang dikirim, redaksi berhak untuk: a. memuat naskah/makalah tanpa perubahan
b. memuat naskah/makalah dengan perubahan c. menolak naskah/makalah
7. Redaksi tidak bertanggung jawab atas isi naskah/makalah. 8. Makalah yang telah dimuat dikenai biaya penerbitan dan biaya pengiriman. 9. Penulis/pelanggan dapat mengirimkan biaya pemuatan makalah/langganan lewat transfer-bank pada Journal of
Parasite Science Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR, dengan nomor rekening BNI No. 0112443130 (a.n. Endang Suprihati).
10. Semua keputusan redaksi tidak dapat diganggu gugat dan tidak diadakan surat menyurat untuk keperluan itu.
ISSN 2599 - 0993
iii
Journal of Parasite Science
Vol. 3, No. 2, September 2019
Terbit tiap 6 bulan sekali, pada bulan Maret dan September
UCAPAN TERIMA KASIH
Redaksi, penulis dan pembaca Journal of Parasite Science memberikan
penghargaan dan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada para pakar di bawah ini,
selaku mitra bestari yang telah menelaah semua tulisan baik yang dimuat maupun yang
ditolak sesuai rekomendasi yang disampaikan pada redaksi dalam Volume 3 No. 2, edisi
September 2019
Prof. Dr. Sri Subekti, drh., DEA. (P4I Cabang Surabaya)
Prof. Dr. Upiek Kesumawati Hadi, drh., MS. (FKH IPB)
April Hari Wardhana, SKH, M.Si, Ph.D. (Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor)
Dr. Raden Wisnu Nurcahyo, drh. (FKH UGM)
Dr. Dwi Priyowidodo, drh., MP. (FKH UGM)
Dr. Nyoman Adi Suratma, drh., MP. (FKH UDAYANA)
ISSN 2599 - 0993
iv
0215-8
Journal of Parasite Science
Vol. 3, No. 2, September 2019
Terbit tiap 6 bulan sekali, pada bulan Maret dan September
DAFTAR ISI
Halaman
1 Prevalensi Parasit Saluran Pencernaan pada Kucing yang Terdapat di Shelter Surabaya Timur (Akbar Wijaya Putra Purnama, Lucia Tri Suwanti, Hani Plumeriastuti, Endang Suprihati, Kusnoto, Agus Sunarso)............................................
47 – 52
2
Identifikasi Jenis‐Jenis Endoparasit yang Terdapat pada Saluran Pencernaan Rusa Bawean (Axis kuhlii) dan Rusa Tutul (Axis axis) di Taman Flora Bratang – Surabaya (Hartono, Endang Suprihati, Erma Safitri, Nunuk Dyah Retno Lastuti, Mufasirin, Kusnoto).............................................................................................................................. 53 – 58
3 Sebaran Telur Cacing Saluran Pencernaan Kambing di Kecamatan Rambon Kabupaten Nganjuk (Arum Puspitasari, Boedi Setiawan, Setiawan Koesdarto, Kusnoto, Soeharsono, Poedji Hastutiek).......................................................................... 59 – 66
4
Potensi Ekstrak Daun Anting‐Anting (Acalypha indica L) sebagai Anti‐Skabies terhadap Sarcoptes scabiei var. cuniculi secara in vitro (Luluk Tri Astuti, Rahmi Sugihartuti, Lianny Nagoi, Nunuk Dyah Retno Lastuti, Dewa Ketut Meles, Agus Sunarso).............................................................................................................................. 67 – 72
5 Helminthiasis pada Tikus Liar (Rattus sp.) di Surabaya (Hemasayu Nirmala Putri, Budiarto, Arimbi, Lucia Tri Suwanti, Kusnoto, Soeharsono)......................................... 73 – 76
6
Identifikasi Parasit Darah pada Sapi Kurban yang Disembelih Saat Idul Adha 1438 H di Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo (Dhimar Maulud Dyahningrum, Mufasirin, Nenny Harijani, Poedji Hastutiek, Setiawan Koesdarto, Muchammad Yunus)................................................................................................................................. 77 – 82
7 Prevalensi dan Tingkat Infeksi Nematoda pada Saluran Gastrointestinal Kuda (Equus caballus) di Kabupaten Bangkalan Madura (Elok Apriliawati, Mufasirin, Wurlina, Poedji Hastutiek, Lucia Tri Suwanti, Benjamin Christoffel Tehupuring)...... 83 – 88
8
Prevalensi Cacing Trematoda Rumen dan Retikulum pada Kambing yang dipotong di Rumah Potong Hewan Pegirian Surabaya dengan Metode Bedah Saluran Pencernaan (Novia Intan Kurnia, Setiawan Koesdarto, Herry Agoes Hermadi, Kusnoto, Hardany Primarizky, Agus Sunarso)................................................................ 89 – 94
9 Prevalensi dan Identifikasi Protozoa Saluran Pencernaan pada Kambing di Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan (Warda Nafalizza Efendi, Lucia Tri Suwanti, Abdul Samik, Poedji Hastutiek, Mufasirin, Kusnoto)..................................... 95 – 100
Journal of Parasite Science Vol.3 No.2 September 2019 eISSN : 2656‐5331 , pISSN : 2599‐0993
Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse.. 83
Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse (Equus caballus) in Bangkalan Madura
Prevalensi dan Tingkat Infeksi Nematoda pada Saluran Gastrointestinal Kuda (Equus caballus) di Kabupaten Bangkalan Madura
1)Elok Apriliawati, 2)Mufasirin, 3)Wurlina, 2)Poedji Hastutiek, 2)Lucia Tri Suwanti, 4)Benjamin Christoffel Tehupuring
1)Student, Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Airlangga 2)Department of Veterinary Parasitology, Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Airlangga 3)Department of Veterinary Reproduction, Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Airlangga 4)Department of Veterinary Anatomy, Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Airlangga
Received: 06‐08‐2019, Accepted: 13‐08‐2019, Published Online: 16‐08‐2019
Abstract The purpose of this study is to determine the prevalence, infection level, sex and age effect
on the infection level of GIT Nematode parasite in a horse. The fecal samples analyzed using the methods of native, sedimentation, floatation, and worm eggs count per gram of feces. Sample examination found 54 positive infected gastrointestinal nematode parasite with prevalence rate of 87% (54 from 62). The prevalence of Trichonema sp., Strongylus sp., and Parascaris equorum are 37.1%, 16.1%, and 1.6%. There were also mixed infestation like Strongylus sp. and Trichonema sp; Strongylus sp. and Parascaris equorum; Trichonema sp. and Parascaris equorum with total prevalence 27.4%, 1.6%, and 3.2%. Sex and age of horse had a very significant and significant effect in prevalence and infection level of Nematode parasite.
Keywords : prevalence, infection level, Nematode, and gastrointestinal tract Pendahuluan
Di Indonesia, kuda memegang peranan penting untuk manusia, baik untuk diambil tenaga pada kuda delman, kecepatan dalam berlari pada kuda pacu, daging maupun limbah yang dihasilkan (Soedarto, 1991). Menurut data populasi ternak 2016 dari Dinas Peternakan daerah Bangkalan Madura, Kabupaten Bangkalan memiliki populasi kuda sebanyak 601 ekor, kuda dipelihara untuk dimanfaatkan sebagai kuda delman dan kuda pacu.
Kuda pacu di Kabupaten Bangkalan Madura memiliki sanitasi, sistem pemeliharaan dan pakan yang baik, serta diberikan obat cacing secara rutin yang diawasi oleh dokter hewan. Berbeda dengan kondisi kesehatan kuda delman yang terlihat memprihatinkan karena banyak kuda yang kurus, tidak terawat, dan tenaga kuda yang dieksploitasi tanpa ditunjang dengan kebutuhan nutrisi yang cukup dan perawatan yang baik. Salah satu faktor pendukung kondisi tersebut antara lain yaitu adanya infeksi cacing. Penelitian tentang infeksi cacing pada kuda di Kabupaten Bangkalan pernah dilaporkan oleh Hastutiek dkk. (2001) tetapi setelah itu belum pernah dilaporkan kembali.
Masalah utama di sebagian besar negara maju dan negara berkembang adalah infeksi cacing yang menyebabkan penurunan kesehatan dan performa kuda. Infeksi cacing ringan sampai sedang tidak selalu menampakkan gejala klinis yang nyata, sedangkan infeksi berat cacing dewasa dapat menyebabkan gangguan pencer‐naan dan terhambatnya pertumbuhan pada kuda (Subekti dkk., 2010). Infeksi cacing pada kuda dewasa memiliki prevalensi yang lebih rendah, hal tersebut dikarenakan sistem imun pada kuda dewasa sudah berkembang dengan baik dibandingkan kuda yang masih muda (Love, 2003).
Penurunan kesehatan kuda dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang buruk, iklim yang sesuai untuk perkembang‐biakan cacing dan pakan yang terkontaminasi larva infektif, terdapat parasit cacing (Soulsby, 1986; Levine, 1990; Koesdarto dkk., 2007). Penurunan kekebalan terhadap parasit pada kuda disebabkan oleh perubahan kadar hormon, stress dan kebuntingan, pada kuda betina memiliki prevalensi infeksi cacing yang tinggi dibanding kuda jantan (Kuchai dkk., 2011).
Penelitian tentang cacing Nematoda gastrointestinal pada kuda dilaporkan oleh
Available at : https://e‐journal.unair.ac.id/JoPS
84 Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse..
Ratnawati (2004), jenis cacing Nematoda pada kuda delman di Kota Bogor ditemukan Strongyloid dengan prevalensi 70%, Ascarid 46,6% dan Oxyurid 30%. Pradana (2012) melakukan penelitian pada kuda pacu di PT. KTS Pohsarang, Kediri, dengan prevalensi Strongylus sp. 34,78% dan Trichonema sp. 8,70%. Siregar (2016) melaporkan bahwa Strongylus sp. 32%, Trichonema sp. 2%, dan Parascaris equorum 2% ditemukan pada kuda di Kota Batu, Jawa Timur.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang nematoda pada kuda, karena belum ada laporan kembali mengenai prevalensi cacing Nematoda pada saluran gastrointestinal kuda di Kabupaten Bangkalan Madura. Data yang diperoleh, diharapkan dapat digunakan sebagai usaha dalam pencegahan nematodosis pada kuda.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan 62 sampel feses kuda delman dan beberapa spesies kuda pacu yang diambil dari Kecamatan Socah, Burneh, dan Tanah Merah Kabupaten Bangkalan Madura. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah feses kuda, formalin 10%, aquadest, dan gula jenuh. Alat yang digunakan adalah: plastik, kertas label, tabung sentrifuse, sentrifuse, coolbox, saringan teh, pengaduk, gelas ukur, gelas plastik, pipet Pasteur, object glass, cover glass, mortar, kamar hitung Mc Master, mikroskop, timbangan analitik, optilab, dan kamera. Sampel diperiksa menggunakan metode natif, sedimentasi, pengapungan dan sampel positif dilanjutkan dengan perhitungan telur cacing per gram tinja kemudian difoto dan diukur menggunakan Optilab.
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan rumus prevalensi sebagai berikut (Fuentes dkk., 2004). Prevalensi dihitung berdasarkan sampel +/ total sampel dinyatakan dalam %.
Pengaruh perbedaan jenis kelamin dan umur kuda terhadap prevalensi dan tingkat infeksi dianalisis menggunakan Chi Square Test. Seluruh proses analisis menggunakan sistem SPSS Statistic 23 for windows. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan pada 62 feses kuda yang diambil dari Kabupaten Bangkalan Madura, diketahui terdapat 54 sampel positif terinfeksi cacing
Nematoda pada saluran gastrointestinal dengan prevalensi sebesar 87%. Jenis telur cacing yang ditemukan pada saluran gastrointestinal kuda delman dan kuda pacu adalah Strongylus sp., Trichonema sp., dan Parascaris equorum. Prevalensi cacing Nematoda kuda delman dan kuda pacu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Prevalensi Cacing Nematoda Saluran Gastrointestinal Kuda di Kabupaten Bangkalan Madura
Jenis Cacing Nematoda
Kuda Delman (%)
Kuda Pacu (%)
Jumlah Persentase
(%)
Strongylus sp. 8,1 8,1 16,1 Trichonema sp. 22,6 14,5 37,1
Parascaris equorum
1,6 ‐ 1,6
Strongylus sp. Trichonema sp.
19,4 8,1 27,4
Strongylus sp. Parascaris equorum
1,6 ‐ 1,6
Trichonema sp. Parascaris equorum
1,6 1,6 3,2
Total 87
Berdasarkan pemeriksaan feses kuda
delman dan kuda pacu persentase terbesar adalah infeksi tunggal dari Trichonema sp. dengan prevalensi sebesar 37,1%. Telur cacing Trichonema sp. ditemukan baik dengan metode natif, sedimentasi dan pengapungan. Pada metode apung lebih banyak telur cacing Trichonema sp., hal tersebut dikarenakan pada metode apung berat jenis cacing Trichonema sp., lebih ringan dari berat jenis gula jenuh. Telur berbentuk oval dengan ukuran 96,88 µm x 51,78 µm, mengandung morula kecil dan blastomer besar, dinding sel berlapis, cangkang tipis dan permukaan tidak rata. Telur cacing Trichonema sp. dapat dilihat pada Gambar 1.
Telur cacing Strongylus sp., ditemukan pada 5 sampel kuda delman dan 5 sampel kuda pacu. Infeksi campuran telur cacing Strongylus sp., lebih dominan dengan cacing Trichonema sp., (27,4%). Telur cacing Strongylus sp., ditemukan dengan metode natif, sedimentasi dan pengapungan. Telur cacing berbentuk oval, terdapat morula, berdinding tipis, barrel‐shaped pada dindingnya dan berukuran 82,31µm x 51,00 µm. Telur cacing Strongylus sp., dapat dilihat pada Gambar 1.
Telur cacing Parascaris equorum ditemukan pada 1 sampel infeksi tunggal dan 3 sampel infeksi campuran. Telur cacing Parascaris
Journal of Parasite Science Vol.3 No.2 September 2019 eISSN : 2656‐5331 , pISSN : 2599‐0993
Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse.. 85
equorum ditemukan dengan metode natif, sedimentasi dan pengapungan. Telur cacing hampir bulat dengan ukuran 84,88 µm x 77,18 µm, terdapat lapisan albumin, berwarna kuning kecoklatan. Telur cacing Parascaris equorum dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Telur cacing a) Trichonema sp., b) Strongylus sp., c) Parascaris equorum (perbesaran 400x).
Jumlah telur cacing per gram tinja (TCPGT) berbeda pada setiap sampel. Terdapat 54 sampel positif terinfeksi cacing Nematoda tergolong menjadi dua tingkat infeksi, infeksi ringan 45 sampel dengan rata‐rata tingkat infeksi per gram tinja 241,5 dan infeksi sedang 9 sampel dengan rata‐rata tingkat infeksi per gram tinja 620. Hasil rata‐rata TCPGT cacing Nematoda dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata‐rata Telur Cacing Per Gram Tinja Cacing Nematoda pada Saluran Gastrointestinal Kuda
Prevalensi cacing Nematoda pada saluran
gastrointestinal kuda delman dan kuda pacu menghasilkan nilai signifikan yaitu 0,036 (p>0,01), sehingga terdapat pengaruh jenis kuda terhadap prevalensi. Rata‐rata telur cacing per gram tinja menghasilkan nilai tidak signifikan yaitu 0,065 (p>0,05). Prevalensi dan rata‐rata telur cacing per gram tinja dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan analisis Chi Square Test menunjukan hasil prevalensi (0,002) dan tingkat infeksi (0,000) sangat signifikan (p<0,01) pada faktor jenis kelamin, sehingga, prevalensi kuda betina (100%) lebih besar dari kuda jantan (74,1%). Rata‐rata telur cacing per gram tinja kuda betina (425,44) lebih besar dari kuda jantan (195,65). Prevalensi dan tingkat infeksi cacing Nematoda berdasarkan pengaruh jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Prevalensi dan Rata‐rata Telur Cacing Per Gram Tinja pada Kuda Delman dan Kuda Pacu
Jenis Kuda Jumlah Sampel
Sampel Positif
Persentase (%) Nilai p prevalensi
Rata‐rata TCPGT
Nilai p TCPGT
Delman 42 34 80,9 0,036
308,82 0,065
Pacu 20 20 100 276,78
Total 62 54
Tabel 4. Prevalensi dan Tingkat Infeksi Cacing Nematoda Kuda Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah Sampel
Sampel Positif
Persentase (%) Nilai p prevalensi
Rata‐rata TCPGT
Nilai p TCPGT
Betina 31 31 100 0,002
425,44 0,000
Jantan 31 23 74,1 195,65
Total 62 54
Jumlah Sampel Positif
Kategori Infeksi
TCPGT Hasil
rata‐rata TCPGT
45 Infeksi ringan
0‐500 241,5
9 Infeksi sedang
501‐1000 620
51,78 µm
96,88 µm
a
82,31 µm
51,00 µm
b
84,88 µm
77,18 µm
c
Available at : https://e‐journal.unair.ac.id/JoPS
86 Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse..
Tingkat infeksi per gram tinja kuda delman betina (216,17) lebih besar dari kuda pacu betina (164,8). Prevalensi kuda delman jantan (72%) lebih rendah dari kuda pacu (100%). Rata‐rata telur cacing per gram tinja kuda delman jantan (92,5) lebih rendah dari kuda pacu jantan (112,5).
Berdasarkan analisis Chi Square Test sampel kuda delman betina dan kuda pacu betina menunjukkan nilai tidak signifikan, semua positif terdapat cacing Nematoda, sehingga tidak terdapat pengaruh antara kuda delman dan kuda pacu betina terhadap prevalensi (0,590) dan tingkat infeksi (0,106) cacing Nematoda. Kuda delman jantan dan kuda pacu jantan memiliki nilai prevalensi (0,022) yang signifikan dan tingkat infeksi (0,000) sangat signifikan, sehingga terdapat pengaruh antara kuda delman dan kuda pacu jantan terhadap prevalensi dan tingkat infeksi cacing Nematoda. Prevalensi dan tingkat infeksi cacing Nematoda pada kuda delman dan kuda pacu berdasarkan pengaruh jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.
Berdasarkan analisis Chi Square Test menunjukkan nilai signifikan, sehingga terdapat pengaruh umur kuda terhadap prevalensi (0,016) dan tingkat infeksi (0,018) cacing Nematoda.
Prevalensi kuda dewasa (78,9%) lebih rendah dari kuda muda (100%). Rata‐rata telur cacing per gram tinja kuda muda sebesar 385,22 dan lebih besar dari kuda dewasa (257). Prevalensi dan tingkat infeksi telur cacing Nematoda dapat dilihat pada Tabel 6.
Prevalensi kuda delman dewasa (76,6%) lebih tinggi dari kuda pacu dewasa (100%). Rata‐rata telur cacing per gram tinja pada kuda delman muda (216,17) lebih tinggi dari kuda pacu muda (164,28), sedangkan rata‐rata telur cacing per gram tinja kuda delman dewasa (92,5) lebih rendah dari kuda pacu dewasa (112,5).
Berdasarkan analisis Chi Square Test kuda delman dan kuda pacu muda menunjukkan hasil tidak signifikan terhadap prevalensi (0,693) dan tingkat infeksi (0,896) cacing Nematoda. Kuda delman dan kuda pacu dewasa menunjukkan nilai signifikan terhadap prevalensi (0,028) cacing Nematoda, sedangkan tingkat infeksi cacing Nematoda menunjukkan nilai tidak signifikan yaitu 0,105. Prevalensi dan tingkat infeksi cacing Nematoda pada kuda delman dan kuda pacu berdasarkan pengaruh umur dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 5. Prevalensi dan Tingkat Infeksi Cacing Nematoda Kuda Delman dan Kuda Pacu Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jenis Kuda
Jumlah Sampel
Sampel Positif
Persentase (%)
Nilai p prevalensi
Rata‐rata TCPGT
Nilai p TCPGT
Betina Delman Pacu
17 14
17 14
100 100
0,590 216,17 164,28
0,106
Jantan Delman Pacu
25 6
17 6
68 100
0,022 92,5 112,5
0,000
Total 62 54
Tabel 6. Prevalensi dan Tingkat Infeksi Telur Cacing Nematoda Kuda Berdasarkan Umur
Umur Kuda Jumlah Sampel
Sampel Positif
Persentase (%)
Nilai p prevalensi
Rata‐rata TCPGT
Nilai p TCPGT
<8 tahun 24 24 100 0,016
385,22 0,018
≥8 tahun 38 30 78,9 257
Total 62 54
Tabel 7. Prevalensi dan Tingkat Infeksi Cacing Nematoda Kuda Delman dan Kuda Pacu Berdasarkan Umur
Umur Kuda
Jenis Kuda
Jumlah Sampel
Sampel Positif
Persentase (%)
Nilai p prevalensi
Rata‐rata TCPGT
Nilai p TCPGT
<8 tahun Delman Pacu
13 11
13 11
100 100
0,693 216,17 164,28
0,896
≥8 tahun Delman Pacu
29 9
21 9
72,4 100
0,028 92,5 112,5
0,105
Total 62 54
Journal of Parasite Science Vol.3 No.2 September 2019 eISSN : 2656‐5331 , pISSN : 2599‐0993
Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse.. 87
Prevalensi cacing Nematoda pada kuda di Kabupaten Bangkalan Madura sebesar 87%. Hasil tersebut lebih besar dari penelitian Siregar (2016) pada kuda di Kota Batu dengan prevalensi 54%. Hal tersebut kemungkinan karena keadaan kuda delman di Kabupaten Bangkalan Madura kurang mendapat nutrisi yang cukup, pakan dan air minum terkontaminasi larva infektif, pembuangan feses tidak jauh dari kandang, dan kurangnya pengetahuan dari peternak. Menurut Subronto (2007) sanitasi, sistem pemeliharaan, kualitas pakan, dan pengobatan mempengaruhi infeksi cacing Nematoda.
Kuda delman di Kabupaten Bangkalan Madura tidak dilengkapi dengan penampung feses sehingga kuda defekasi sembarangan di pinggir jalan dan kebanyakan kuda waktu sore hari sering dilepaskan di lapangan rumput. Kuda pacu terinfeksi cacing Nematoda mungkin karena kuda sudah terinfeksi cacing saat perpin‐dahan kandang, saat kuda diajak jalan‐jalan kemungkinan melewati jalan yang biasa dilewati oleh kuda delman, dan waktu sore hari dilepas‐kan di lapangan rumput di belakang kandang. Kuda delman dan kuda pacu memungkinkan menelan telur infektif yang ada pada rumput dan menyebabkan kuda mengalami infeksi saluran gastrointestinal. Sesuai dengan pernyataan Levine (1990) pada spesies Strongylus sp. larva rabditiform hidup dari mikroorganisme di dalam feses dan pada stadium ketiga larva berselubung lalu meninggalkan feses dan berada di rumput, sehingga larva infektif bisa menginfeksi kuda yang memakan rumput.
Hasil identifikasi pada kuda delman dan kuda pacu ditemukan beberapa spesies cacing Nematoda yaitu Strongylus sp., Trichonema sp., dan Parascaris equorum. Melalui metode natif, sedimentasi, dan pengapungan. Hasil ini berbeda dari penelitian Chemeda dkk. (2016) di Kota Ambo, Ethiopia Tengah menunjukkan jenis cacing Nematoda yang menginfeksi kuda antara lain Thiodontophorus, Strongyles, Oxyuris equi, dan Parascaris equorum. Faktor intrinsik dari tubuh hewan mempengaruhi kepekaan hewan terhadap tingkat infeksi, antara lain spesies hewan, jenis kelamin, umur, dan imunitas hewan (Koesdarto dkk., 2007; Levine, 1990). Perbedaan cacing Nematoda yang ditemukan pada kuda di Kabupaten Bangkalan Madura dengan kuda di Kota Ambo Ethiopia mungkin bisa disebabkan karena tingkat kekebalan dari kuda terhadap penyakit cacingan.
Secara umum infeksi cacing Trichonema sp. terjadi infeksi campuran dengan cacing Strongylus sp. mungkin karena kedua cacing ini
memiliki siklus hidup yang sama yaitu secara langsung. Telur dikeluarkan bersama feses, dengan kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkembangbiakan cacing lalu telur segera menetas menjadi larva infektif dalam waktu 7 hari, larva infektif tertelan oleh kuda saat memakan rumput yang terinfeksi larva kemudian menyebabkan kegagalan partum‐buhan (Subronto, 2007).
Cacing Parascaris equorum positif pada kuda berusia kurang dari 2 tahun. Hal tersebut kemungkinan karena cacing Parascaris equorum hanya menginfeksi kuda dibawah umur 2 tahun. Menurut Rosdalle dan Ricketts (1974) cacing Parascaris equorum lebih banyak menyerang anak kuda, habitatnya berada di usus halus kuda berumur kurang dari 3 tahun dan tidak menyerang kuda tua, selain itu cacing Parascaris equorum dewasa berkembang pada kuda berusia kurang dari 3 tahun, sedangkan pada kuda berumur lebih dari 3 tahun, cacing Parascaris equorum siklus hidupnya tidak berkembang menjadi cacing dewasa.
Semua sampel kuda pacu terinfeksi cacing Nematoda kemungkinan karena lingkungan kuda dan tempat pelepasan kuda sudah terkon‐taminasi oleh cacing Nematoda sehingga kuda bisa terinfeksi melalui rumput dan air minum. Menurut Soulsby (1982) siklus hidup cacing Nematoda tidak memerlukan inang perantara, sehingga telur cacing bisa menetas pada lingkungan yang sesuai dengan siklus hidup cacing sehingga kuda bisa terinfeksi larva infektif yang tertelan melalui pakan dan air yang terkontaminasi. Sedangkan pada kuda delman terdapat 8 sampel negatif cacing Nematoda kemungkinan karena sampel kuda yang negatif berusia 10 tahun keatas. Semakin dewasa usia kuda tingkat infeksi yang dihasilkan lebih rendah, karena sistim imun dari kuda sudah terbentuk dengan baik dan untuk membentuk sistem imun yang baik diperlukan waktu yang cukup lama (Love, 2003).
Hasil prevalensi dan tingkat infeksi sangat signifikan (p<0,01) pada faktor jenis kelamin, sehingga mempengaruhi prevalensi dan tingkat infeksi cacing Nematoda pada kuda. Prevalensi dan rata‐rata telur cacing per gram tinja lebih besar kuda betina dari kuda jantan. Hal tersebut bisa disebabkan karena beberapa sampel yang diambil berasal dari kuda betina yang bunting dan menyusui. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Hariadi dkk. (2011) dan Kuchai dkk. (2011) bahwa penurunan kekebalan terhadap parasit pada kuda juga bisa disebabkan oleh penurunan kadar hormon estrogen yang
Available at : https://e‐journal.unair.ac.id/JoPS
88 Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse..
menyebabkan kuda menjadi stress, hormon LTH (Luteotrophic Hormone) yang menurunkan sintesis susu dan faktor kebuntingan sehingga pada kuda betina memiliki prevalensi infeksi cacing yang lebih tinggi dari kuda jantan.
Hasil prevalensi dan tingkat infeksi signifikan (p>0,01) pada faktor umur, sehingga terdapat pengaruh umur dari kuda terhadap prevalensi dan tingkat infeksi cacing Nematoda. Prevalensi kuda dewasa lebih rendah dari kuda muda. Rata‐rata telur cacing per gram tinja kuda muda lebih besar dari kuda dewasa. Hasil ini sesuai dengan pendapat Levine (1990) bahwa infeksi pada kuda dewasa lebih rendah dari kuda muda, dikarenakan sistim kekebalan tubuh pada kuda dewasa sudah berkembang dengan baik.
Hasil dari perhitungan TCPGT pada kuda di Kabupaten Bangkalan Madura menunjukkan infeksi cacing Nematoda pada saluran gastroin‐testinal kuda tergolong infeksi ringan dan infeksi sedang, tidak menunjukkan gelala klinis seperti lemas, bulu kusam, kekurusan, depresi, kolik, dan diare. Kuda dewasa harus diberi antihel‐mintik secara rutin setiap 6 bulan sekali dan pada anak kuda pada umur 6 bulan, setelah itu setiap 2 bulan sesudahnya selama satu tahun (Subronto, 2007).
Kesimpulan Jenis cacing Nematoda yang ditemukan di
saluran gastrointestinal kuda delman dan kuda pacu adalah Trichonema sp., Strongylus sp., dan Parascaris equorum. Prevalensi cacing Nema‐toda saluran gastrointestinal kuda di Kabupaten Bangkalan Madura sebesar 87%. Nematodosis saluran gastrointestinal kuda di Kabupaten Bangkalan Madura dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin dan umur.
Daftar Pustaka Fuentes SV, Saez M, Trelis M, Munos‐atoli C and
Esteban GJ. 2004. The Helmint Community of Apodemus Sylvaticus (Rodentia, Muridae) in The Sierra de Gredos (Spain). Arxius de Miscellania Zoologica 2:1‐6
Hariadi M, Hardjopranyoto S, Wurlina, Hermadi HA, Utomo B, Rimayanti, Triana IN dan Ratnani H. 2011. Buku Ajar Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya. Hal:52‐55
Hastutiek P, Sasmita R dan Mahasri G. 2001. Prevalensi Infeksi Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi, Kerbau dan Kuda di Kabupaten Bangkalan Madura. Media
Kedokteran Hewan 17(1): 67‐72
Koesdarto S, Subekti S, Sosiawati SM, Puspitawati H dan Kusnoto. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Nematoda Veteriner. Departemen Pendidikan Nasional Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Hal: 1‐5
Kuchai JA, Chishti MZ, Zaki MM, Ahmad J, Rasool M, Dar SA and Tak. 2011. Epidemology of Helminth Parasites In Small Ruminant of Ladakh, India. Pnline J. Anim. Feed Res. 1(5) : 239‐242
Levine ND. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal: 171‐458
Love S. 2003. Treatment and prevention of intestinal parasite associated disease. Vet. Clin. Equine. 19: 791 ‐ 806
Pradana FHA. 2012. Tingkat Kejadian Helminthiasis Gastrointestinal pada Kuda Pacu di PT. KTS Pohsarang, Kediri. [Skripsi] Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya.
Ratnawati EW. 2004. Kejadian Infeksi Cacing Parasit Saluran Pencernaan pada Kuda Delman di Kota Bogor. [Skripsi] Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Siregar DO. 2016. Prevalensi Cacing Nematoda dan Derajad Infeksi Nematodiasis Kuda di Kota Batu. [Skripsi] Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya.
Soedarto. 1991. Helmintologi Kedokteran. Cetakan I EGC. Jakarta.
Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods and
Protozoa of Domesticated Animals, 7 Ed., Bailliere, Tindal and Cassell Ltd. London.
Soulsby EJL. 1986. Helminths, Arthropods and
Protozoa of Domesticated Animals, 7 Ed., Bailliere, Tindal and Cassell Ltd. London.
Subekti S, Mumpuni S, Koesdarto S, Puspitawati H dan Kusnoto. 2010. Buku Ajar Parasitologi Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.
Subronto. 2007. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal: 64‐109