issn 2599 - 0993

11

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISSN 2599 - 0993
Page 2: ISSN 2599 - 0993

ISSN 2599 - 0993

Journal of Parasite Science

Vol. 3, No. 2, September 2019  

Journal of Parasite Science memuat tulisan ilmiah dalam bidang Parasitologi 

Frekuensi terbit dua kali satu tahun pada bulan Maret dan September 

  

SUSUNAN DEWAN REDAKSI

 

Ketua Penyunting: 

Kusnoto  

Sekretaris: 

Poedji Hastutiek  

Bendahara: 

Endang Suprihati   

Iklan dan Langganan: 

Agus Sunarso   

Penyunting Pelaksana: 

Setiawan Koesdarto 

Nunuk Dyah Retno Lastuti 

Lucia Tri Suwanti 

Muchammad Yunus 

Mufasirin   

Penyunting Penyelia: 

Moch Arifudin   

  Alamat:  Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan         Universitas Airlangga; Kampus “C” Jl. Mulyorejo Surabaya 60115       Telp. (031) 5992785; 5993016; Fax. (031) 5993015       e‐mail: [email protected] ; [email protected]    Rekening:  BNI No. 0112443130 (a.n. Endang Suprihati)    

Journal of Parasite Science diterbitkan oleh Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya.  

  

Page 3: ISSN 2599 - 0993

ISSN 2599 - 0993

ii

Journal of Parasite Science

Ketentuan untuk Penulisan Naskah  1. Ketentuan Umum 2. Ketentuan Umum

a. Journal of Parasite Science memuat tulisan ilmiah dalam bidang Parasitologi, berupa hasil penelitian, artikel ulas balik (review) dan laporan kasus baik dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris.

b. Naskah/makalah harus orisinal dan belum pernah diterbitkan. Apabila diterima untuk dimuat dalam Journal of Parasite Science, maka tidak boleh diterbitkan dalam majalah atau media yang lain.

3. Standar Penulisan a. Makalah diketik dengan jarak 1 spasi, kecuali Judul, Abstrak, Judul tabel dan tabel, Judul gambar, Daftar

Pustaka, dan Lampiran diketik menurut ketentuan tersendiri. b. Alinea baru dimulai 3 (tiga) ketukan ke dalam atau (First line 0.76 cm) dari format paragraf. c. Huruf standar untuk penulisan adalah Constantia 10. d. Memakai kertas HVS ukuran A4 (8,27 x 11,69”). e. Menggunakan Bahasa Indonesia atau Inggris. f. Tabel/Ilustrasi/Gambar harus amat kontras, juga menyertakan file scanning (foto) terpisah dengan makalah

dengan format file JPG. Keterangan Tabel, Gambar atau Penjelasan lain dalam Lampiran diketik 1 (satu) spasi. 4. Tata cara penulisan naskah / makalah ilmiah

a. Tebal seluruh makalah sejak awal sampai akhir minimal 18 halaman. b. Penulisan topik (Judul, Nama Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Metode dst.) tidak menggunakan huruf kapital

tetapi menggunakan Title Case (Capitalize Each Word) dan diletakkan di pinggir (sebelah kiri). c. Sistematika penulisan makalah adalah Judul (Bahasa Indonesia dan Inggris), Nama Penulis dan Identitas,

Abstract dengan Key words, Pendahuluan, Metode Penelitian, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Ucapan Terima Kasih (bila ada), Daftar Pustaka dan Lampiran (bila ada).

d. Judul harus pendek, spesifik, tidak boleh disingkat dan informatif, yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

e. Nama penulis di bawah judul, identitas dan instansi penulis harus jelas, tidak boleh disingkat dan ditulis di bawah nama penulis.

f. Abstrak maksimal terdiri dari 200 (dua ratus) kata, diketik 1 (satu) spasi dalam bahasa Indonesia dan Inggris. g. Kata kunci (key words) maksimum 5 (lima) kata setelah abstrak. h. Metode Penelitian memuat peralatan/bahan yang digunakan (terutama yang spesifik), prosedur penelitian dan

analisis statistik (bila ada). i. Daftar Pustaka disusun secara alfabetik tanpa nomor urut. Singkatan majalah/jurnal berdasarkan tata cara yang

dipakai oleh masing-masing jurnal. Diketik 1 (satu) spasi dengan paragraf hanging 0.3” dan before 3.6 pt. Proporsi daftar pustaka, Jurnal/Majalah Ilmiah (60%), dan Text Book (40%). Berikut contoh penulisan daftar pustaka berturut-turut untuk Text Book dan Jurnal.

Roitt I, Brostoff J, and Male D. 1996. Immunology. 4th Ed. Black Well Scientific Pub. Oxford. pp. 23-41

Staropoli I, Clement JM, Frenkiel MP, Hofnung M, and Deuble V. 1996. Dengue-1 virus envelope glycoprotein gene expressed in recombinant baculovirus elicits virus neutralization antibody in mice and protects them from virus challenge. Am. J. Trop. Med. Hygi. 45: 159-167.

5. Pengiriman makalah dapat dilakukan setiap saat dalam bentuk cetakan (print out) sebanyak 3 (tiga) eksemplar. Setelah ditelaah oleh Tim Penyuting, makalah yang telah direvisi penulis segera dikembalikan ke redaksi dalam bentuk cetakan 1 (satu) eksemplar dengan menyertakan makalah yang telah direvisi dan 1 (satu) Compac Disk (Progam MS Word/IBM Compatible) dikirim ke alamat redaksi: Journal of Parasite Science, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Kampus C Unair, Jalan Mulyorejo, Surabaya 60115, Telepon 031-599.2785; 599.3016; Fax. 031-599.3015; e-mail : [email protected], [email protected]

6. Ketentuan akhir Terhadap naskah/makalah yang dikirim, redaksi berhak untuk: a. memuat naskah/makalah tanpa perubahan

b. memuat naskah/makalah dengan perubahan c. menolak naskah/makalah

7. Redaksi tidak bertanggung jawab atas isi naskah/makalah. 8. Makalah yang telah dimuat dikenai biaya penerbitan dan biaya pengiriman. 9. Penulis/pelanggan dapat mengirimkan biaya pemuatan makalah/langganan lewat transfer-bank pada Journal of

Parasite Science Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR, dengan nomor rekening BNI No. 0112443130 (a.n. Endang Suprihati).

10. Semua keputusan redaksi tidak dapat diganggu gugat dan tidak diadakan surat menyurat untuk keperluan itu.

Page 4: ISSN 2599 - 0993

ISSN 2599 - 0993

iii

Journal of Parasite Science

Vol. 3, No. 2, September 2019  

Terbit tiap 6 bulan sekali, pada bulan Maret dan September 

   

UCAPAN TERIMA KASIH

Redaksi, penulis dan pembaca Journal of Parasite Science memberikan

penghargaan dan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada para pakar di bawah ini,

selaku mitra bestari yang telah menelaah semua tulisan baik yang dimuat maupun yang

ditolak sesuai rekomendasi yang disampaikan pada redaksi dalam Volume 3 No. 2, edisi

September 2019

Prof. Dr. Sri Subekti, drh., DEA. (P4I Cabang Surabaya)

Prof. Dr. Upiek Kesumawati Hadi, drh., MS. (FKH IPB)

April Hari Wardhana, SKH, M.Si, Ph.D. (Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor)

Dr. Raden Wisnu Nurcahyo, drh. (FKH UGM)

Dr. Dwi Priyowidodo, drh., MP. (FKH UGM)

Dr. Nyoman Adi Suratma, drh., MP. (FKH UDAYANA)

Page 5: ISSN 2599 - 0993

ISSN 2599 - 0993

iv

0215-8

Journal of Parasite Science

Vol. 3, No. 2, September 2019  

Terbit tiap 6 bulan sekali, pada bulan Maret dan September  

DAFTAR ISI 

    Halaman 

1 Prevalensi  Parasit  Saluran  Pencernaan  pada  Kucing  yang  Terdapat  di  Shelter Surabaya  Timur  (Akbar  Wijaya  Putra  Purnama,  Lucia  Tri  Suwanti,  Hani Plumeriastuti, Endang Suprihati, Kusnoto, Agus Sunarso)............................................ 

 

47 – 52 

Identifikasi  Jenis‐Jenis Endoparasit yang Terdapat pada Saluran Pencernaan Rusa Bawean (Axis kuhlii) dan Rusa Tutul (Axis axis) di Taman Flora Bratang – Surabaya (Hartono, Endang  Suprihati, Erma  Safitri, Nunuk Dyah Retno Lastuti, Mufasirin, Kusnoto)..............................................................................................................................  53 – 58  

3 Sebaran  Telur  Cacing  Saluran  Pencernaan  Kambing  di  Kecamatan  Rambon Kabupaten  Nganjuk  (Arum  Puspitasari,  Boedi  Setiawan,  Setiawan  Koesdarto, Kusnoto, Soeharsono, Poedji Hastutiek)..........................................................................  59 – 66  

Potensi  Ekstrak  Daun  Anting‐Anting  (Acalypha  indica  L)  sebagai  Anti‐Skabies terhadap  Sarcoptes  scabiei  var.  cuniculi  secara  in  vitro  (Luluk  Tri Astuti,  Rahmi Sugihartuti,  Lianny Nagoi, Nunuk Dyah Retno  Lastuti, Dewa Ketut Meles, Agus Sunarso)..............................................................................................................................  67 – 72   

5 Helminthiasis pada Tikus Liar  (Rattus sp.) di Surabaya (Hemasayu Nirmala Putri, Budiarto, Arimbi, Lucia Tri Suwanti, Kusnoto, Soeharsono).........................................  73 – 76  

Identifikasi Parasit Darah pada Sapi Kurban yang Disembelih Saat Idul Adha 1438 H di  Kota  Surabaya  dan  Kabupaten  Sidoarjo  (Dhimar  Maulud  Dyahningrum, Mufasirin,  Nenny  Harijani,  Poedji  Hastutiek,  Setiawan  Koesdarto, Muchammad Yunus).................................................................................................................................  77 – 82  

7 Prevalensi  dan  Tingkat  Infeksi  Nematoda  pada  Saluran  Gastrointestinal  Kuda (Equus  caballus)  di  Kabupaten  Bangkalan Madura  (Elok  Apriliawati, Mufasirin, Wurlina, Poedji Hastutiek, Lucia Tri Suwanti, Benjamin Christoffel Tehupuring)......  83 – 88  

Prevalensi Cacing Trematoda Rumen dan Retikulum pada Kambing yang dipotong di  Rumah  Potong  Hewan  Pegirian  Surabaya  dengan  Metode  Bedah  Saluran Pencernaan  (Novia  Intan  Kurnia,  Setiawan  Koesdarto,  Herry  Agoes  Hermadi, Kusnoto, Hardany Primarizky, Agus Sunarso)................................................................  89 – 94 

9 Prevalensi  dan  Identifikasi  Protozoa  Saluran  Pencernaan  pada  Kambing  di Kecamatan  Labang  Kabupaten  Bangkalan  (Warda  Nafalizza  Efendi,  Lucia  Tri Suwanti, Abdul Samik, Poedji Hastutiek, Mufasirin, Kusnoto).....................................  95 – 100  

Page 6: ISSN 2599 - 0993

Journal of Parasite Science                                                                                   Vol.3 No.2 September 2019 eISSN : 2656‐5331 , pISSN : 2599‐0993   

Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse..                                         83 

Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse (Equus caballus) in Bangkalan Madura 

Prevalensi dan Tingkat Infeksi Nematoda pada Saluran Gastrointestinal Kuda (Equus caballus) di Kabupaten Bangkalan Madura 

1)Elok Apriliawati, 2)Mufasirin, 3)Wurlina, 2)Poedji Hastutiek, 2)Lucia Tri Suwanti, 4)Benjamin Christoffel Tehupuring  

1)Student, Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Airlangga  2)Department of Veterinary Parasitology, Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Airlangga  3)Department of Veterinary Reproduction, Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Airlangga  4)Department of Veterinary Anatomy, Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Airlangga 

Received: 06‐08‐2019, Accepted: 13‐08‐2019, Published Online: 16‐08‐2019 

Abstract The purpose of this study is to determine the prevalence, infection level, sex and age effect 

on the infection level of GIT Nematode parasite in a horse. The fecal samples analyzed using the methods of native, sedimentation,  floatation, and worm eggs count per gram of  feces. Sample  examination  found  54  positive  infected  gastrointestinal  nematode  parasite  with prevalence rate of 87% (54 from 62). The prevalence of Trichonema sp., Strongylus sp., and Parascaris  equorum  are  37.1%,  16.1%,  and  1.6%.  There  were  also  mixed  infestation  like Strongylus sp. and Trichonema sp; Strongylus sp. and Parascaris equorum; Trichonema sp. and Parascaris equorum with total prevalence 27.4%, 1.6%, and 3.2%. Sex and age of horse had a very significant and significant effect in prevalence and infection level of Nematode parasite. 

Keywords : prevalence, infection level, Nematode, and gastrointestinal tract  Pendahuluan 

Di  Indonesia,  kuda  memegang  peranan penting  untuk  manusia,  baik  untuk  diambil tenaga  pada  kuda  delman,  kecepatan  dalam berlari pada kuda pacu, daging maupun limbah yang dihasilkan  (Soedarto,  1991). Menurut data populasi  ternak  2016  dari  Dinas  Peternakan daerah  Bangkalan  Madura,  Kabupaten Bangkalan memiliki populasi kuda sebanyak 601 ekor,  kuda  dipelihara  untuk  dimanfaatkan sebagai kuda delman dan kuda pacu.  

Kuda pacu di Kabupaten Bangkalan Madura memiliki  sanitasi,  sistem  pemeliharaan  dan pakan  yang  baik,  serta  diberikan  obat  cacing secara  rutin  yang  diawasi  oleh  dokter  hewan. Berbeda dengan kondisi kesehatan kuda delman yang  terlihat  memprihatinkan  karena  banyak kuda yang kurus, tidak terawat, dan tenaga kuda yang  dieksploitasi  tanpa  ditunjang  dengan kebutuhan  nutrisi  yang  cukup  dan  perawatan yang baik. Salah satu faktor pendukung kondisi tersebut antara lain yaitu adanya infeksi cacing. Penelitian  tentang  infeksi cacing pada  kuda di Kabupaten  Bangkalan  pernah  dilaporkan  oleh Hastutiek dkk.  (2001)  tetapi  setelah  itu  belum pernah dilaporkan kembali.  

 

Masalah  utama  di  sebagian  besar  negara maju  dan  negara  berkembang  adalah  infeksi cacing yang menyebabkan penurunan kesehatan dan performa kuda. Infeksi cacing ringan sampai sedang tidak selalu menampakkan gejala klinis yang  nyata,  sedangkan  infeksi  berat  cacing dewasa  dapat menyebabkan  gangguan  pencer‐naan  dan  terhambatnya  pertumbuhan  pada kuda  (Subekti dkk.,  2010).  Infeksi  cacing pada kuda  dewasa  memiliki  prevalensi  yang  lebih rendah,  hal  tersebut dikarenakan  sistem  imun pada  kuda  dewasa  sudah  berkembang  dengan baik  dibandingkan  kuda  yang  masih  muda (Love, 2003).  

Penurunan  kesehatan  kuda  dapat dipengaruhi  oleh  kondisi  lingkungan  yang buruk,  iklim  yang  sesuai  untuk  perkembang‐biakan  cacing  dan  pakan  yang  terkontaminasi larva  infektif,  terdapat parasit  cacing  (Soulsby, 1986;  Levine,  1990;  Koesdarto  dkk.,  2007). Penurunan  kekebalan  terhadap  parasit  pada kuda disebabkan oleh perubahan kadar hormon, stress  dan  kebuntingan,  pada  kuda  betina memiliki  prevalensi  infeksi  cacing  yang  tinggi dibanding kuda jantan (Kuchai dkk., 2011).  

Penelitian  tentang  cacing  Nematoda gastrointestinal  pada  kuda  dilaporkan  oleh 

Page 7: ISSN 2599 - 0993

Available at : https://e‐journal.unair.ac.id/JoPS 

84                                                  Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse.. 

Ratnawati  (2004),  jenis cacing Nematoda pada kuda  delman  di  Kota  Bogor  ditemukan Strongyloid  dengan  prevalensi  70%,  Ascarid 46,6%  dan  Oxyurid  30%.  Pradana  (2012) melakukan penelitian pada kuda pacu di PT. KTS Pohsarang, Kediri, dengan prevalensi Strongylus sp.  34,78%  dan  Trichonema  sp.  8,70%.  Siregar (2016) melaporkan  bahwa  Strongylus  sp.  32%, Trichonema sp. 2%, dan Parascaris equorum 2% ditemukan pada kuda di Kota Batu, Jawa Timur. 

Berdasarkan  latar belakang  tersebut maka perlu  dilakukan  penelitian  tentang  nematoda pada kuda, karena belum ada  laporan kembali mengenai  prevalensi  cacing  Nematoda  pada saluran  gastrointestinal  kuda  di  Kabupaten Bangkalan  Madura.  Data  yang  diperoleh, diharapkan  dapat  digunakan  sebagai  usaha dalam pencegahan nematodosis pada kuda. 

 Metode Penelitian 

Penelitian  ini  menggunakan  62  sampel feses  kuda  delman dan  beberapa  spesies  kuda pacu  yang  diambil  dari  Kecamatan  Socah, Burneh, dan Tanah Merah Kabupaten Bangkalan Madura.  Bahan  yang  digunakan  dalam penelitian  ini adalah  feses kuda,  formalin  10%, aquadest, dan gula  jenuh. Alat yang digunakan adalah: plastik, kertas  label,  tabung  sentrifuse, sentrifuse,  coolbox,  saringan  teh,  pengaduk, gelas  ukur,  gelas  plastik,  pipet  Pasteur,  object glass,  cover  glass,  mortar,  kamar  hitung  Mc Master, mikroskop, timbangan analitik, optilab, dan  kamera.  Sampel  diperiksa  menggunakan metode  natif,  sedimentasi,  pengapungan  dan sampel positif dilanjutkan dengan perhitungan telur cacing per gram tinja kemudian difoto dan diukur menggunakan Optilab. 

 Analisis Data 

Data  yang  diperoleh  diolah  dengan menggunakan rumus prevalensi sebagai berikut (Fuentes  dkk.,  2004).  Prevalensi  dihitung berdasarkan sampel +/ total sampel dinyatakan dalam %. 

Pengaruh  perbedaan  jenis  kelamin  dan umur  kuda  terhadap  prevalensi  dan  tingkat infeksi dianalisis menggunakan Chi Square Test. Seluruh  proses  analisis  menggunakan  sistem SPSS Statistic 23 for windows.  Hasil dan Pembahasan 

Berdasarkan  hasil  penelitian  yang  sudah dilakukan pada 62 feses kuda yang diambil dari Kabupaten  Bangkalan  Madura,  diketahui terdapat  54  sampel  positif  terinfeksi  cacing 

Nematoda pada saluran gastrointestinal dengan prevalensi sebesar 87%.  Jenis  telur cacing yang ditemukan  pada  saluran  gastrointestinal  kuda delman  dan  kuda  pacu  adalah  Strongylus  sp., Trichonema  sp.,  dan  Parascaris  equorum. Prevalensi  cacing Nematoda  kuda delman dan kuda pacu dapat dilihat pada Tabel 1.  Tabel  1.  Prevalensi  Cacing  Nematoda  Saluran Gastrointestinal Kuda di Kabupaten Bangkalan Madura 

Jenis Cacing Nematoda 

Kuda Delman  (%) 

Kuda Pacu  (%) 

Jumlah Persentase 

(%) 

Strongylus sp.  8,1  8,1  16,1 Trichonema sp.  22,6  14,5  37,1 

Parascaris equorum 

1,6  ‐  1,6 

Strongylus sp. Trichonema sp. 

19,4  8,1  27,4  

Strongylus sp. Parascaris equorum 

1,6  ‐  1,6 

Trichonema sp. Parascaris equorum 

1,6  1,6  3,2 

Total      87 

 Berdasarkan  pemeriksaan  feses  kuda 

delman  dan  kuda  pacu  persentase  terbesar adalah  infeksi  tunggal  dari  Trichonema  sp. dengan  prevalensi  sebesar  37,1%.  Telur  cacing Trichonema sp. ditemukan baik dengan metode natif,  sedimentasi  dan  pengapungan.  Pada metode  apung  lebih  banyak  telur  cacing Trichonema  sp., hal  tersebut dikarenakan pada metode apung berat jenis cacing Trichonema sp., lebih  ringan  dari  berat  jenis  gula  jenuh. Telur berbentuk oval dengan ukuran 96,88 µm x 51,78 µm, mengandung morula  kecil  dan  blastomer besar, dinding  sel  berlapis,  cangkang  tipis dan permukaan tidak rata. Telur cacing Trichonema sp. dapat dilihat pada Gambar 1. 

Telur cacing Strongylus sp., ditemukan pada 5 sampel kuda delman dan 5 sampel kuda pacu. Infeksi  campuran  telur  cacing  Strongylus  sp., lebih  dominan  dengan  cacing  Trichonema  sp., (27,4%). Telur cacing Strongylus sp., ditemukan dengan  metode  natif,  sedimentasi  dan pengapungan.  Telur  cacing  berbentuk  oval, terdapat morula, berdinding tipis, barrel‐shaped pada dindingnya dan berukuran 82,31µm x 51,00 µm.  Telur  cacing  Strongylus  sp.,  dapat  dilihat pada Gambar 1. 

Telur cacing Parascaris equorum ditemukan pada  1  sampel  infeksi  tunggal  dan  3  sampel infeksi  campuran.  Telur  cacing  Parascaris 

Page 8: ISSN 2599 - 0993

Journal of Parasite Science                                                                                   Vol.3 No.2 September 2019 eISSN : 2656‐5331 , pISSN : 2599‐0993   

Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse..                                         85 

equorum  ditemukan  dengan  metode  natif, sedimentasi  dan  pengapungan.  Telur  cacing hampir  bulat dengan ukuran  84,88  µm x  77,18 µm, terdapat lapisan albumin, berwarna kuning kecoklatan.  Telur  cacing  Parascaris  equorum dapat dilihat pada Gambar 1.   

 

 Gambar  1. Telur cacing   a) Trichonema  sp., b) Strongylus  sp.,  c)  Parascaris  equorum (perbesaran 400x). 

Jumlah telur cacing per gram tinja (TCPGT) berbeda pada setiap sampel. Terdapat 54 sampel positif  terinfeksi  cacing  Nematoda  tergolong menjadi  dua  tingkat  infeksi,  infeksi  ringan  45 sampel dengan rata‐rata tingkat infeksi per gram tinja 241,5 dan  infeksi sedang 9 sampel dengan rata‐rata tingkat infeksi per gram tinja 620. Hasil rata‐rata TCPGT cacing Nematoda dapat dilihat pada Tabel 2. 

 Tabel 2. Rata‐rata Telur Cacing Per Gram Tinja Cacing Nematoda pada Saluran Gastrointestinal Kuda 

 Prevalensi  cacing Nematoda  pada  saluran 

gastrointestinal  kuda  delman  dan  kuda  pacu menghasilkan  nilai  signifikan  yaitu  0,036 (p>0,01), sehingga terdapat pengaruh jenis kuda terhadap  prevalensi.  Rata‐rata  telur  cacing  per gram  tinja menghasilkan  nilai  tidak  signifikan yaitu  0,065  (p>0,05).  Prevalensi  dan  rata‐rata telur  cacing  per  gram  tinja  dapat  dilihat  pada Tabel 3.  

Berdasarkan  analisis  Chi  Square  Test menunjukan hasil prevalensi (0,002) dan tingkat infeksi  (0,000)  sangat  signifikan  (p<0,01)  pada faktor  jenis kelamin, sehingga, prevalensi kuda betina  (100%)  lebih  besar  dari  kuda  jantan (74,1%).  Rata‐rata  telur  cacing  per  gram  tinja kuda betina (425,44) lebih besar dari kuda jantan (195,65).  Prevalensi  dan  tingkat  infeksi  cacing Nematoda berdasarkan pengaruh  jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4. 

 Tabel 3. Prevalensi dan Rata‐rata Telur Cacing Per Gram Tinja pada Kuda Delman dan Kuda Pacu 

Jenis Kuda  Jumlah Sampel 

Sampel Positif 

Persentase (%)  Nilai p prevalensi 

Rata‐rata TCPGT 

Nilai p TCPGT 

Delman  42  34  80,9 0,036 

308,82 0,065 

Pacu  20  20  100  276,78 

Total  62  54          

Tabel 4. Prevalensi dan Tingkat Infeksi Cacing Nematoda Kuda Berdasarkan Jenis Kelamin 

Jenis Kelamin 

Jumlah Sampel 

Sampel Positif 

Persentase (%)  Nilai p prevalensi 

Rata‐rata TCPGT 

Nilai p TCPGT 

Betina  31  31  100 0,002 

425,44 0,000 

Jantan  31  23  74,1  195,65 

Total  62  54         

Jumlah Sampel Positif 

Kategori Infeksi 

TCPGT Hasil 

rata‐rata TCPGT 

45 Infeksi ringan 

0‐500  241,5 

9 Infeksi sedang 

501‐1000  620 

51,78 µm 

96,88 µm 

82,31 µm 

51,00 µm  

84,88 µm 

77,18 µm 

Page 9: ISSN 2599 - 0993

Available at : https://e‐journal.unair.ac.id/JoPS 

86                                                  Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse.. 

Tingkat infeksi per gram tinja kuda delman betina (216,17) lebih besar dari kuda pacu betina (164,8).  Prevalensi  kuda  delman  jantan  (72%) lebih  rendah dari  kuda pacu  (100%). Rata‐rata telur cacing per gram tinja kuda delman  jantan (92,5) lebih rendah dari kuda pacu jantan (112,5).  

Berdasarkan analisis Chi Square Test sampel kuda  delman  betina  dan  kuda  pacu  betina menunjukkan  nilai  tidak  signifikan,  semua positif  terdapat  cacing  Nematoda,  sehingga tidak terdapat pengaruh antara kuda delman dan kuda pacu  betina    terhadap prevalensi  (0,590) dan  tingkat  infeksi  (0,106)  cacing  Nematoda. Kuda  delman  jantan  dan  kuda  pacu  jantan memiliki nilai prevalensi (0,022) yang signifikan dan  tingkat  infeksi  (0,000)  sangat  signifikan, sehingga terdapat pengaruh antara kuda delman dan  kuda pacu  jantan  terhadap prevalensi dan tingkat infeksi cacing Nematoda. Prevalensi dan tingkat  infeksi  cacing  Nematoda  pada  kuda delman  dan  kuda  pacu  berdasarkan  pengaruh jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5. 

Berdasarkan  analisis  Chi  Square  Test menunjukkan nilai signifikan, sehingga terdapat pengaruh umur kuda terhadap prevalensi (0,016) dan  tingkat  infeksi  (0,018)  cacing  Nematoda. 

Prevalensi  kuda  dewasa  (78,9%)  lebih  rendah dari  kuda muda  (100%). Rata‐rata  telur  cacing per  gram  tinja  kuda muda  sebesar  385,22  dan lebih  besar dari  kuda dewasa  (257).  Prevalensi dan tingkat infeksi telur cacing Nematoda dapat dilihat pada Tabel 6. 

Prevalensi  kuda  delman  dewasa  (76,6%) lebih tinggi dari kuda pacu dewasa (100%). Rata‐rata  telur  cacing  per  gram  tinja  pada  kuda delman muda (216,17) lebih tinggi dari kuda pacu muda (164,28), sedangkan rata‐rata telur cacing per gram tinja kuda delman dewasa (92,5) lebih rendah dari kuda pacu dewasa (112,5). 

Berdasarkan analisis Chi Square Test kuda delman dan kuda pacu muda menunjukkan hasil tidak signifikan terhadap prevalensi (0,693) dan tingkat  infeksi  (0,896) cacing Nematoda. Kuda delman  dan  kuda  pacu  dewasa  menunjukkan nilai  signifikan  terhadap  prevalensi  (0,028) cacing  Nematoda,  sedangkan  tingkat  infeksi cacing  Nematoda  menunjukkan  nilai  tidak signifikan  yaitu  0,105.    Prevalensi  dan  tingkat infeksi cacing Nematoda pada kuda delman dan kuda  pacu  berdasarkan  pengaruh  umur  dapat dilihat pada Tabel 7. 

 Tabel 5. Prevalensi dan Tingkat Infeksi Cacing Nematoda Kuda Delman dan Kuda Pacu Berdasarkan Jenis Kelamin 

Jenis Kelamin 

Jenis Kuda 

Jumlah Sampel 

Sampel Positif 

Persentase (%) 

Nilai p prevalensi 

Rata‐rata TCPGT 

Nilai p TCPGT 

Betina  Delman Pacu 

17 14 

17 14 

100 100 

0,590 216,17 164,28 

0,106 

Jantan  Delman Pacu 

25 6 

17 6 

68 100 

0,022 92,5 112,5 

0,000 

Total    62  54          

Tabel 6. Prevalensi dan Tingkat Infeksi Telur Cacing Nematoda Kuda Berdasarkan Umur 

Umur Kuda  Jumlah Sampel 

Sampel Positif 

Persentase (%) 

Nilai p prevalensi 

Rata‐rata TCPGT 

Nilai p TCPGT 

<8 tahun  24  24  100 0,016 

385,22 0,018 

≥8 tahun  38  30  78,9  257 

Total  62  54          

Tabel 7. Prevalensi dan Tingkat Infeksi Cacing Nematoda Kuda Delman dan Kuda Pacu Berdasarkan Umur 

Umur Kuda 

Jenis Kuda 

Jumlah Sampel 

Sampel Positif 

Persentase (%) 

Nilai p prevalensi 

Rata‐rata TCPGT 

Nilai p TCPGT 

<8 tahun  Delman Pacu 

13 11 

13 11 

100 100 

0,693 216,17 164,28 

0,896 

≥8 tahun  Delman Pacu 

29 9 

21 9 

72,4 100 

0,028 92,5 112,5 

0,105 

Total    62  54           

Page 10: ISSN 2599 - 0993

Journal of Parasite Science                                                                                   Vol.3 No.2 September 2019 eISSN : 2656‐5331 , pISSN : 2599‐0993   

Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse..                                         87 

Prevalensi cacing Nematoda pada kuda di Kabupaten  Bangkalan  Madura  sebesar  87%. Hasil tersebut lebih besar dari penelitian Siregar (2016) pada kuda di Kota Batu dengan prevalensi 54%. Hal tersebut kemungkinan karena keadaan kuda delman di Kabupaten Bangkalan Madura kurang mendapat nutrisi yang cukup, pakan dan air  minum  terkontaminasi  larva  infektif, pembuangan feses tidak jauh dari kandang, dan kurangnya pengetahuan dari peternak. Menurut Subronto  (2007) sanitasi, sistem pemeliharaan, kualitas pakan, dan pengobatan mempengaruhi infeksi cacing Nematoda. 

Kuda  delman  di  Kabupaten  Bangkalan Madura  tidak  dilengkapi  dengan  penampung feses  sehingga  kuda  defekasi  sembarangan  di pinggir  jalan dan kebanyakan kuda waktu sore hari sering dilepaskan di lapangan rumput. Kuda pacu  terinfeksi  cacing  Nematoda  mungkin karena kuda sudah terinfeksi cacing saat perpin‐dahan  kandang,  saat  kuda  diajak  jalan‐jalan kemungkinan melewati jalan yang biasa dilewati oleh kuda delman, dan waktu sore hari dilepas‐kan di  lapangan  rumput di belakang  kandang. Kuda  delman  dan  kuda  pacu  memungkinkan menelan telur infektif yang ada pada rumput dan menyebabkan  kuda mengalami  infeksi  saluran gastrointestinal.  Sesuai  dengan  pernyataan Levine  (1990) pada spesies Strongylus  sp.  larva rabditiform hidup dari mikroorganisme di dalam feses dan pada stadium ketiga larva berselubung lalu meninggalkan  feses dan berada di rumput, sehingga  larva  infektif  bisa  menginfeksi  kuda yang memakan rumput. 

Hasil  identifikasi  pada  kuda  delman  dan kuda  pacu ditemukan  beberapa  spesies  cacing Nematoda yaitu Strongylus sp., Trichonema sp., dan Parascaris equorum. Melalui metode natif, sedimentasi,  dan  pengapungan.  Hasil  ini berbeda dari penelitian Chemeda dkk. (2016) di Kota Ambo, Ethiopia Tengah menunjukkan jenis cacing Nematoda yang menginfeksi kuda antara lain Thiodontophorus, Strongyles, Oxyuris equi, dan  Parascaris  equorum.  Faktor  intrinsik  dari tubuh  hewan mempengaruhi  kepekaan  hewan terhadap  tingkat  infeksi,  antara  lain  spesies hewan, jenis kelamin, umur, dan imunitas hewan (Koesdarto dkk., 2007; Levine, 1990). Perbedaan cacing Nematoda yang ditemukan pada kuda di Kabupaten Bangkalan Madura dengan  kuda di Kota Ambo Ethiopia mungkin bisa disebabkan karena  tingkat  kekebalan  dari  kuda  terhadap penyakit cacingan.  

Secara umum infeksi cacing Trichonema sp. terjadi  infeksi  campuran  dengan  cacing Strongylus sp. mungkin karena kedua cacing ini 

memiliki  siklus  hidup  yang  sama  yaitu  secara langsung.  Telur  dikeluarkan  bersama  feses, dengan  kondisi  lingkungan  yang  sesuai  untuk perkembangbiakan  cacing  lalu  telur  segera menetas menjadi  larva  infektif dalam waktu  7 hari,  larva  infektif  tertelan  oleh  kuda  saat memakan  rumput  yang  terinfeksi  larva kemudian  menyebabkan  kegagalan  partum‐buhan (Subronto, 2007). 

Cacing  Parascaris  equorum  positif  pada kuda berusia kurang dari 2 tahun. Hal tersebut kemungkinan karena cacing Parascaris equorum hanya menginfeksi kuda dibawah umur 2 tahun. Menurut  Rosdalle  dan  Ricketts  (1974)  cacing Parascaris  equorum  lebih  banyak  menyerang anak kuda, habitatnya berada di usus halus kuda berumur  kurang  dari  3  tahun  dan  tidak menyerang kuda tua, selain itu cacing Parascaris equorum dewasa berkembang pada kuda berusia kurang  dari  3  tahun,  sedangkan  pada  kuda berumur  lebih  dari  3  tahun,  cacing  Parascaris equorum  siklus  hidupnya  tidak  berkembang menjadi cacing dewasa. 

Semua sampel kuda pacu terinfeksi cacing Nematoda  kemungkinan  karena  lingkungan kuda dan tempat pelepasan kuda sudah terkon‐taminasi oleh cacing Nematoda  sehingga kuda bisa  terinfeksi melalui  rumput dan air minum. Menurut  Soulsby  (1982)  siklus  hidup  cacing Nematoda  tidak memerlukan  inang  perantara, sehingga  telur  cacing  bisa  menetas  pada lingkungan  yang  sesuai  dengan  siklus  hidup cacing  sehingga  kuda  bisa  terinfeksi  larva infektif yang tertelan melalui pakan dan air yang terkontaminasi.  Sedangkan  pada  kuda  delman terdapat  8  sampel  negatif  cacing  Nematoda kemungkinan karena sampel kuda yang negatif berusia  10  tahun  keatas.  Semakin  dewasa  usia kuda  tingkat  infeksi  yang  dihasilkan  lebih rendah,  karena  sistim  imun  dari  kuda  sudah terbentuk dengan baik dan untuk membentuk sistem  imun yang  baik diperlukan waktu yang cukup lama (Love, 2003). 

Hasil prevalensi dan tingkat  infeksi sangat signifikan  (p<0,01)  pada  faktor  jenis  kelamin, sehingga mempengaruhi prevalensi dan tingkat infeksi cacing Nematoda pada kuda. Prevalensi dan  rata‐rata  telur  cacing  per gram  tinja  lebih besar kuda betina dari kuda jantan. Hal tersebut bisa  disebabkan  karena  beberapa  sampel  yang diambil berasal dari kuda betina yang bunting dan  menyusui.  Pernyataan  tersebut  didukung oleh pernyataan Hariadi dkk. (2011) dan Kuchai dkk.  (2011)  bahwa  penurunan  kekebalan terhadap parasit pada kuda juga bisa disebabkan oleh  penurunan  kadar  hormon  estrogen  yang 

Page 11: ISSN 2599 - 0993

Available at : https://e‐journal.unair.ac.id/JoPS 

88                                                  Prevalence and Nematode Infection Level on Gastrointestinal Tract at Horse.. 

menyebabkan kuda menjadi stress, hormon LTH (Luteotrophic  Hormone)  yang  menurunkan sintesis  susu  dan  faktor  kebuntingan  sehingga pada  kuda  betina  memiliki  prevalensi  infeksi cacing yang lebih tinggi dari kuda jantan. 

Hasil  prevalensi  dan  tingkat  infeksi signifikan  (p>0,01) pada  faktor umur, sehingga terdapat  pengaruh  umur  dari  kuda  terhadap prevalensi dan tingkat infeksi cacing Nematoda. Prevalensi kuda dewasa  lebih rendah dari kuda muda. Rata‐rata telur cacing per gram tinja kuda muda  lebih  besar  dari  kuda  dewasa. Hasil  ini sesuai  dengan  pendapat  Levine  (1990)  bahwa infeksi pada kuda dewasa lebih rendah dari kuda muda, dikarenakan sistim kekebalan tubuh pada kuda dewasa sudah berkembang dengan baik.  

Hasil dari perhitungan TCPGT pada kuda di Kabupaten  Bangkalan  Madura  menunjukkan infeksi cacing Nematoda pada saluran gastroin‐testinal kuda tergolong infeksi ringan dan infeksi sedang, tidak menunjukkan gelala klinis seperti lemas,  bulu  kusam,  kekurusan,  depresi,  kolik, dan  diare.  Kuda  dewasa  harus  diberi  antihel‐mintik  secara  rutin  setiap  6  bulan  sekali  dan pada anak kuda pada umur 6 bulan, setelah itu setiap  2  bulan  sesudahnya  selama  satu  tahun (Subronto, 2007).  

Kesimpulan Jenis cacing Nematoda yang ditemukan di 

saluran gastrointestinal kuda delman dan kuda pacu adalah Trichonema sp., Strongylus sp., dan Parascaris  equorum.  Prevalensi  cacing  Nema‐toda saluran gastrointestinal kuda di Kabupaten Bangkalan Madura  sebesar  87%.  Nematodosis saluran  gastrointestinal  kuda  di  Kabupaten Bangkalan Madura dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin dan umur. 

 

Daftar Pustaka Fuentes SV, Saez M, Trelis M, Munos‐atoli C and 

Esteban GJ. 2004. The Helmint Community of  Apodemus  Sylvaticus  (Rodentia, Muridae)  in The Sierra de Gredos  (Spain). Arxius de Miscellania Zoologica 2:1‐6 

Hariadi M, Hardjopranyoto S, Wurlina, Hermadi HA,  Utomo  B,  Rimayanti,  Triana  IN  dan Ratnani H. 2011. Buku Ajar Ilmu Kemajiran pada  Ternak.  Airlangga  University  Press. Surabaya. Hal:52‐55 

Hastutiek  P,  Sasmita  R  dan Mahasri  G.  2001. Prevalensi  Infeksi  Cacing  Saluran Pencernaan pada Sapi, Kerbau dan Kuda di Kabupaten  Bangkalan  Madura.  Media 

Kedokteran Hewan 17(1): 67‐72 

Koesdarto  S,  Subekti  S,  Sosiawati  SM, Puspitawati  H  dan  Kusnoto.  2007.  Buku Ajar  Ilmu  Penyakit  Nematoda  Veteriner. Departemen Pendidikan Nasional Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Hal: 1‐5 

Kuchai  JA,  Chishti  MZ,  Zaki  MM,  Ahmad  J, Rasool  M,  Dar  SA  and  Tak.  2011. Epidemology  of  Helminth  Parasites  In Small Ruminant of Ladakh, India. Pnline  J. Anim. Feed Res. 1(5) : 239‐242 

Levine  ND.  1990.  Buku  Pelajaran  Parasitologi Veteriner.  Gadjah  Mada  University  Press. Yogyakarta. Hal: 171‐458 

Love  S.  2003.  Treatment  and  prevention  of intestinal  parasite  associated  disease. Vet. Clin. Equine. 19: 791 ‐ 806 

Pradana  FHA.  2012.  Tingkat  Kejadian Helminthiasis Gastrointestinal  pada  Kuda Pacu di PT. KTS Pohsarang, Kediri. [Skripsi] Fakultas  Kedokteran  Hewan,  Universitas Airlangga. Surabaya. 

Ratnawati  EW.  2004.  Kejadian  Infeksi  Cacing Parasit  Saluran  Pencernaan  pada  Kuda Delman  di  Kota  Bogor.  [Skripsi]  Fakultas Kedokteran  Hewan  Institut  Pertanian Bogor. Bogor. 

Siregar DO.  2016. Prevalensi Cacing Nematoda dan Derajad  Infeksi Nematodiasis Kuda di Kota  Batu.  [Skripsi]  Fakultas  Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya. 

Soedarto.  1991.  Helmintologi  Kedokteran. Cetakan I EGC. Jakarta. 

Soulsby  EJL.  1982. Helminths, Arthropods  and 

Protozoa of Domesticated Animals, 7  Ed., Bailliere, Tindal and Cassell Ltd. London. 

Soulsby  EJL.  1986. Helminths, Arthropods and 

Protozoa  of  Domesticated  Animals, 7   Ed.,  Bailliere,  Tindal  and  Cassell  Ltd. London.  

Subekti S, Mumpuni S, Koesdarto S, Puspitawati H dan Kusnoto. 2010. Buku Ajar Parasitologi Veteriner.  Fakultas  Kedokteran  Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. 

Subronto. 2007. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal: 64‐109