jlr11_02 rahmawan-komposisi warna

10

Click here to load reader

Upload: -rahmawan-deprazz-

Post on 26-Jul-2015

235 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PENGARUH KOMPOSISI WARNA PADA RUANG KERJA TERHADAP STRES KERJA

TRANSCRIPT

Page 1: JLR11_02 Rahmawan-KOMPOSISI WARNA

PENGARUH KOMPOSISI WARNAPADA RUANG KERJA

TERHADAP STRES KERJA

Dalam sebuah seminar bertema“ 2005” di Yogyakarta,2 Pebruari 2005, Naning Adiwoso, seorangdesainer interior terkemuka di Indonesia,mengemukakan bahwa untuk mengimbangikecepatan beker ja dalam berbagaiperubahan yang begitu cepat dan dinamisd ipe r lukan l ingkungan ker ja yangmemberikan dukungan psikologis bagipekerja dalam melaksanakan tugas-tugasnya, yang menjauhkannya dari dampak-dampak negatif seperti kelelahan, penyakit,dan stres. Di samping itu secara eksplisitperanan warna ruang kerja menjadi sangatmenentukan.

Pada sisi yang lain, merambahnyaaliran Posmodern ke dalam bidang industrikhususnya menarik pula untuk dicermatiapabila dikaitkan dengan warna. DesainPosmodern selalu mencoba menghadirkan

Design and Color Trend

07

This study is the result of an investigation of the influence of physical work environmenttoward stress at work place, particularly the color composition used. The research subjectswere thirty students of ASMI (Secretary and Management Academy) who were divided intothree groups, namely the Harmonious group, The Disharmonious group, and the Controlledgroup. The Work Stress Scale was used in the measurement process. The measurement wasdone three times: before the experiment, in the middle of the experiment (first 2 hours), and afterthe experiment (last 2 hours). The result was analysed using the Analysis of Variance (ANAVA)A-Mix-B model of SPS-2000 software application. The result of this study illustrated that therewas a significant difference on work stress level impacted by color composition applied at workspace (F = 4.149, p = 0.026). The graphic of work stress average of the Harmonious groupshowed that Harmonious color composition did not affect the work stress significantly (t =0.520, p = 0.306). The dominantly white color composition that played a role as the Controlledgroup was in fact able to reduce the work stress. The graphic showed that the Controlled grouptended to decrease significantly with these values t = 1.825, p = 0.035, and the initial work stressaverage was (0.000) higher than the final one (- 22.800). The Disharmonious group showed thatthe color composition increased the work stress level (t = 3.177, p = 0.001). It was concluded thatHarmonious color composition at work space did not influence the work stress level, dominantlywhite color composition could reduce the work stress level, and inharmonious (Disharmonious)color composition application had chances to elevate the work stress level.

: color composition, work space, work stressKeywords

| VOL.1 | EDISI 1 | 2007

ISSN 1978-0702Pengaruh Komposisi Warna pada Ruang Kerja

terhadap Stres Kerja | hal 07 -16

Rahmawan Dwi Prasetya*Program Studi Desain Interior, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta

keberagaman warna ( ) ,ornamentasi, metafora, simbolisme, dananeka ragam konvensi (Fuller, dalamSumartono, 2004). Secara ekstrim bahkandikatakan bahwa gaya desain Posmodern inimemberikan peluang kepada perancanguntuk mencampuradukkan apa saja yangberbeda dan dari mana saja apa yangberbeda itu berasal (Sumartono, 2004).Dewasa ini gaya Posmodern semakin banyakdiaplikasikan pada penataan ruang-ruanginterior baik bangunan pribadi maupunbangunan publik, seperti pertokoan, industri,perkantoran, dan sebagainya. Sekalipundemikian, dampak psikologis yang timbul dari

po lychromy

*Korespondensi penulis dialamatkan ke Program StudiDesain Interior, Fakultas Seni Rupa, Institut SeniIndonesia Yogyakarta, Tel/Fax: +62 274 417219

e-mail: [email protected]

Page 2: JLR11_02 Rahmawan-KOMPOSISI WARNA

08 | VOL.1 | EDISI 1 | 2007

ISSN 1978-0702

rancangan beraliran Posmodern tersebut,khususnya komposisi warna yang diterapkanpada ruang kerja, menjadi pertanyaan yangmenarik untuk dicermati. Apalagi jikadikaitkan dengan produktivitas dan kinerjaindividu yang beraktivitas di dalamnya.

Tulisan ini adalah ringkasan dariseb u ah p en e l i t i an ya ng m e nco bamengkaitkan antara penerapan komposisiwarna pada ruang kerja dengan stres kerja.Pertanyaan yang kemudian muncul adalahapakah komposisi warna yang diterapkanpada ruang kerja mempengaruhi stres kerja?Jika ya, apakah komposisi warna harmonisdapat mengurangi stres kerja yang munculdan apakah komposisi warna disharmonisdapat meningkatkan stres kerja? Tujuanpenelitian adalah untuk mendapatkan buktisecara empiris yang menyatakan ada-tidaknya pengaruh komposisi warna ruangkerja terhadap stres kerja, dan bukti empirisyang menyatakan bahwa komposisi warnaharmonis dapat mengurangi stres kerja, dansebaliknya komposisi warna disharmonisdapat meningkatkan stres kerja.

Hasil penelitian diharapkan dapatmenambah khasanah kajian bidang ilmudesain interior terutama yang berkaitandengan interior kantor dan ruang kerja padaumumnya dan diharapkan penelitian ini jugadapat menjadi sumber bacaan untukpenelitian lain yang relevan. Selain itu, hasilp e n e l i t i a n i n i d i h a r a p k a n d a p a tmenumbuhkan kesadaran bahwa mengikuti

yang sedang berkembang memangpenting untuk menunjukkan bahwa desainyang diciptakan selalu , namunkehadiran suasana nyaman yang dicapaimelalui komposisi warna pada ruang kerjamerupakan salah satu pertimbangan pentinguntuk meningkatkan kinerja.

Ruang kerja di dalam bangunansebuah kantor memiliki spesifikasi khususpada fungsinya, yaitu untuk aktivitas bekerja.Dalam konteks ini, ruang kerja merupakanbagian dari lingkungan kerja yang bersifatfisik. Sukmana (2003) menegaskan bahwalingkungan kerja fisik lebih banyakb e r h u b u n g a n d e n g a n P s i k o l o g iKerekayasaan, di mana kondisi fisik ruangkerja diharapkan dapat menciptakankenyamanan bekerja bagi karyawan. Inisangat berbeda dengan lingkungan kerja

trend

up to date

non-fisik yang lebih berorientasi padainteraksi sosial dan dinamika psikologipekerja. Dengan kata lain kondisi fisiksebaiknya dibuat sedemikian rupa sehinggakondisi fisik di lingkungan kerja dapatmeningkatkan produktivitas kerja karyawan.Munandar (2001) menjelaskan bahwakondisi-kondisi fisik di lingkungan kerja yangdapat mempengaruhi kepuasan dankenyamanan kerja adalah: (1) Rancanganruang kerja ( ). (2)Rancangan pekerjaan (termasuk: peralatankerja dan prosedur kerja). (3) Sistempenerangan ( ). (4) Sistem ventilasi. (5)Tingkat “ ” serta “

”.Pada rancangan ruang kerja, unsur

warna, sebagai sifat dasar yang dimiliki olehsemua bentuk, memegang peranan yangsangat penting dalam hubungannya denganaktivitas dalam ruang kerja tersebut. Risettelah membuktikan adanya reaksi tubuhmanusia terhadap warna baik secarapsikologis maupun fisiologis (Allen danStimpson, 1994). Riset tersebut membuktikanbahwa warna mempengaruhi suasana hati( ) dan perasaan seseorang dalamhubungannya dengan . Oleh karena itu,warna suatu ruang tertentu dapat dipilihsesuai dengan aktivitas yang dilakukan didalam ruang tersebut. Warna mempengaruhipersepsi mata pada berat/bobot dan ukuran.Warna mempengaruhi persepsi seseorangpada suhu. Studi mengindikasikan bahwasuhu tubuh betul-betul naik-turun padarespon terhadap warna yang berbeda-beda.Sebagai contoh, merah, orange, dan kuningdapat meningkatkan suhu seseorang sekitar5 sampai 7 derajat; warna dingin memilikireaksi yang berlawanan. Warna juga dapatmenyebabkan perasaan bosan danketenangan, atau stimulasi dan kelincahan.Warna menyebabkan sistem syaraf menjaditerangsang, dan tubuh bereaksi dengan carayang negatif pada stimulus. Warna bahkandapat mempengaruhi reaksi tubuh terhadappersepsi suara, rasa, bau badan, dan waktu.

Berdasarkan pertimbangan respon-respon tubuh manusia terhadap warnatersebut, maka diperlukan kehati-hatiandalam memilih dan menggunakan warnapada ruang kerja. Meskipun demikian, warnatersebut tidak hanya berdiri sendiri. Warna

workspace design

lightingvisual privacy acoustical

privacy

moodspace

Page 3: JLR11_02 Rahmawan-KOMPOSISI WARNA

09RAHMAWAN DWI PRASETYA

Pengaruh Komposisi Warna pada Ruang Kerjaterhadap Stres Kerja | hal 07 -16

dapat pula dilihat sebagai satu bagian darisebuah komposisi warna apabila disusunbersama dengan warna-warna yang lain.Sehingga dengan demikian pengaruh warnatertentu terhadap tubuh manusia dapatdiperlemah atau justru diperkuat denganmenyusunnya bersama-sama dengan warna-warna yang la in. Oleh karena i tupertimbangan penyusunan komposisi warnamenjadi begitu penting.

Ruang kerja, seperti halnya ruang-ruang dalam bangunan yang lain, secaraarsitektural mempunyai batas-batas fisik yangmeliputi lantai, dinding, pintu, jendela, danlangit-langit (Ching, 1996: 14). Gilliat(2001:50) menyebut unsur-unsur ruang itu,dinding, lantai, dan jendela, sebagai

, yaitu bagian ruang yangmemiliki area warna yang utama, yangmampu memberikan efek visual warnadominan bagi pemakai ruang itu.

P enga tu ra n komp os i s i warnamerupakan pertimbangan utama dalammengaplikasikan warna ke dalam ruang kerja.Komposisi warna ruang kerja merupakanpenerapan warna dengan komposisi tertentupada ruang kerja. Aplikasi warna tersebutmeliputi semua unsur ruang (lantai, dinding,dan langit-langit).

Komposisi warna harmonis berartipaduan dua buah warna atau lebih, yangselaras sehingga membentuk paduan warnayang sempurna dan merupakan satukesatuan, Komposisi warna harmonis dibuatberdasarkan skema warna yang mengacupada yang ditemukan olehSir David Brewster (Levenson, 1980) dandisempurnakan oleh Albert Munsel l(Darmaprawira, 2002) yang kemudiandisebut Sistem Munsell. Konsep inimenghasilkan beberapa komposisi warnah a r m o n i s , y a i t u M o n o k r o m a t i k( ), Analog ( ), danbeberapa komposisi Komplementer (

,dan

) (Allen & Stimpson, 1994; Ching, 1996;Levenson, 1980).

Komposisi warna analog adalahpenyusunan beberapa warna yang seiring, didalam Lingkaran Warna Munsell yang terletak

majorareas of color

lingkaran warna

monochromatic analogousdirect

complement triad complement, splitcomplement, alternate complement,tetrad

Komposisi Warna Harmonis

berdekatan dan memiliki nilai kekuatanwarnanya tidak jauh berbeda. Komposisiwarna komplementer, atau disebut jugawarna kontras merupakan perpaduan duawarna atau lebih yang memiliki posisi/letakyang berseberangan dalam Lingkaran WarnaMunsell. Komposisi ataukontras langsung terdiri dari 2 warna yangberseberangan. Apabila satu warnadipertentangkan dengan dua warnadisebelah warna komplemennya, susunanwarna demikian disebutatau kontras terpisah. Kontras ganda (

), adalah kombinasi warna yangterdiri dari dua warna yang dipertentangkandengan dua warna diseberangnya. Ketigakontras tersebut di atas adalah kontras yangmerupakan 'adu kekuatan' warna, karenaintensitasnya masing-masing sama. Kontrasdiantara warna-warna kuarsier tidak memilikikekuatan yang tinggi, karena kemurniannyatelah diperhalus melalui pencampuran.

Komposisi warna monokrom adalahkomposisi warna yang paling sederhana.Jumlah warna yang terlibat hanya satu,namun dipadukan dengan campuran warnaitu dengan warna netral putih atau hitam.Kombinasinya bisa saja terdiri dari merah,merah muda, merah pucat/pastel, maroonatau kombinasi warna biru, yang terdiri daribiru muda, biru tua, biru laut, dan biru pastel.

Komposisi warna disharmonis dapatdiartikan sebagai paduan dua warna ataulebih, yang t idak selaras sehinggamembentuk paduan warna yang tidaksempurna dan tidak mempunyai satu-kesatuan (Lomelaars, 1968). Komposisiwarna disharmonis merupakan komposisiyang disusun tidak dengan menggunakanskema warna yang didasarkan atasLingkaran Warna Munsell. Ching (1996)berpendapat bahwa cocok atau tidaknyasuatu warna dengan warna yang lain padaakhirnya tergantung pada bagaimana dan dimana warna tersebut digunakan, danbagaimana warna tadi cocok dalam skemawarna. Durret dan Trezone (1982, dalamBridger, 1995) berpendapat bahwa komposisiwarna yang sebaiknya dihindari dalamkaitannya dengan respon visual manusiaadalah penggunaan pasangan warna dalam

direct complement

split complementdouble

complement

Komposisi Warna Disharmonis

Page 4: JLR11_02 Rahmawan-KOMPOSISI WARNA

10 | VOL.1 | EDISI 1 | 2007

ISSN 1978-0702

skema warna komplementer (,

dan) dan pengaturan komposisi yang

menggunakan lebih dari 7 warna.Kriteria komposisi warna harmonis

dalam hal ini mengacu pada skema warnayang didasarkan atas Lingkaran WarnaMunsell. Dalam eksperimen, komposisiwarna harmonis menggunakan skema warnamonokrom biru, dengan pertimbangankesederhanaan dan kemudahan dalamaplikasinya. Skema warna monokrom adalahskema yang efektif dan paling seringdigunakan pada ruang-ruang interiorbangunan publik. Warna tunggal dapatmemberi variasi diantara gradasi warna, dariwarna terang sampai yang tergelap, dan dariintensitas tinggi sampai ke netral. Masing-m a s i n g w a r n a d e n g a n r a g a m n y amenciptakan cita rasa kesatuan dankeselarasan. Penerapan skema warnamonokromatik adalah cara yang paling amandan efektif (Levenson, 1980).

Warna biru dipilih sebagai warnamonokrom dengan pertimbangan yangdidasarkan atas hasil studi Fisher (2005) yangmengungkapkan bahwa warna abu-abukebiruan merupakan satu-satunya warnatanpa “ ” yang tertinggal di otakkita, abu-abu muda kebiruan menghasilkanlatar belakang yang besar untuk keseriusanberfikir. Secara keseluruhan efisiensi dapatditingkatkan dengan menggunakan warnabiru langit dan biru laut. Dalam eksperimen,k o m p o s i s i w a r n a d i s h a r m o n i smempergunakan 8 jenis warna yangdiaplikasikan pada dinding, lantai, dan

seperti halnya padakomposisi monokrom.

Stres adalah tanggapan atau reaksifisiologis dan psikologis seseorang terhadap

. Reaksi ini muncul sebagai akibatadanya kebutuhan-kebutuhan yang ingindipenuhi baik yang berhubungan denganlingkungan maupun tujuan-tujuan pribadi(Selye dalam Berry, 1998). Pengalaman stresdimulai pada saat seseorang berhadapandengan stresor dan berusaha untuk bertahan.Pertahanan diri yang melemah karena stresoryang datang terus menerus mengakibatkan

directcomplement triad complement, splitcomplement, alternate complement,tetrad

after image

window treatment

stressor

Stres Kerja

munculnya gejala-gejala stres pada orang itu.Stres kerja adalah stres yang muncul di

lingkungan pekerjaan. Stres kerja yangberkepanjangan menimbulkan gangguankesehatan fisik dan psikologis. Sebagaicontoh, stres dapat mengakibatkan timbulnyapenyakit fisik, perilaku psikotik, dan(Berry, 1998). , istilah yang seringmuncul dalam pembicaraan mengenai streskerja, adalah sebuah pola yang teridentifikasipada perilaku dari seseorang yang terindikasimelalui munculnya kelelahan yang ekstrim.Ketegangan ( ) adalah suatu akibat daristres yang sering didiskusikan pada beberapapenelitian tentang stres kerja. Ketegangandapat berupa tanda-tanda kesehatanfisiologis, psikologis, dan perilaku yang buruk.

Stres kerja banyak dipengaruhi olehlingkungan kerja yang tidak nyaman (Evan &Johnson, 2000). Ini sejalan dengan Berry(1998) yang menyebutkan bahwa stresorlingkungan lebih mudah mempengaruhiseseorang dari pada stresor yang lain.Sekalipun demikian, lingkungan menjadistresor tergantung pada bagaimanaseseorang menanggapi lingkungannya.Lingkungan kerja itu sendiri adalahlingkungan yang berada di sekitar pekerja,yang terbagi menjadi dua, yaitu lingkunganfisik dan lingkungan non-fisik. Ruang kerjamerupakan bagian dari lingkungan kerja fisikyang melingkupi karyawan dalam melakukanpekerjaannya. Beberapa aspek lain sepertiperalatan, pencahayaan, penghawaan,akustikal, tata letak perabot juga termasukdalam lingkungan kerja fisik (Berry, 1998).Sedangkan lingkungan kerja yang bersifatnon-fisik, tidak saja berkaitan dengan aspekpsikologis, namun juga aspek sosial.

Munculnya stres kerja dapat ditengaraimelalui beberapa indikator, yaitu denganmengukur tekanan darah, pernafasan, denyutnadi, , aktivitas fokal,aktivitas elektrik otak, kadar glukosa dalamdarah, dan kadar dan

dalam urine (Selye dalamBerry, 1998; Brunning & Frew, 1987).Pengukuran stres juga dilakukan denganSkala Stres Kerja dengan menggunakan 7faktor yang mengindikasikan tingkatan stresyang dirasakan, meliputi gangguan,kecemasan, t idak-santa i ( ) ,keputusasaan, kesedihan, ketidakpuasan,

burnoutBurnout

strain

galvanic skin response

epinephr inenorepinephrine

unre lax

Page 5: JLR11_02 Rahmawan-KOMPOSISI WARNA

11

dan ketegangan (Evan & Johnson, 2000)Stres kerja banyak dibicarakan dalam

berbagai penelitian sebagai faktor yangmemiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerjakaryawan. Stres kerja yang terjadi secaraterus menerus dalam waktu yang panjangmenimbulkan gangguan psikologis sepertiperilaku psikotik, dan (Berry, 1998).Stres kerja dapat pula menyebabkantimbulnya gangguan-gangguan pada fisikyang berimplikasi pada masalah kesehatanseperti timbulnya penyakit lambung, paru-paru, jantung, tekanan darah tinggi, dansebagainya. Karyawan yang mengalami streskerja yang berkepanjangan berpotensimengalami gangguan-gangguan kesehatantersebut. Akibatnya produktifitas dankinerjanya akan menurun drastis dan terlepasdari posisinya dalam organisasi, hal itu akanmempengaruhi kinerja organisasi secarakeseluruhan, langsung maupun tidaklangsung.

Beberapa stresor memiliki peluangyang hampir setara dalam mempengaruhitimbulnya stres. Bahkan kadang-kadangstresor tersebut muncul bersamaan, tidaksatu demi satu. Kondisi mental yang rapuhakan semakin mempercepat timbulnya stres.Beban kerja yang berat, baik dari segi kualitasmaupun kuantitas, dapat menimbulkanperasaan putus asa dan rasa cemas. Iniadalah sebagian indikasi timbulnya streskerja. Konflik peran dan hubungan yang tidakharmonis antar karyawan juga dapatmenimbulkan stres kerja.

Lingkungan kerja yang bersifat fisikseringkali juga dituding sebagai penyebabtimbulnya stres kerja. Lingkungan kerja fisikdapat direspon secara langsung olehkaryawan melalui alat inderanya. Suarabising, temperatur panas, kurangnyapencahayaan, atau sempitnya area bekerja,berpotensi menimbulkan stres kerja. Unsurruang kerja sebagai bagian dari lingkungankerja, yang meliputi lantai, dinding, dan langit-langit beserta aksesorisnya memilikipengaruh yang besar terhadap stres yangdirasakan oleh karyawan pengguna ruang.Oleh karena itu, perancangan ruang kerjasemestinya mempertimbangkan aspekpsikologis karyawan penggunanya disampingaspek-aspek yang bersifat fisiologis. Warnaseb ag a i sa l ah sa tu aspe k d a l am

burnout

perancangan ruang kerja seharusnya jugadipertimbangkan penerapannya sebab risettelah membuktikan adanya reaksi tubuhmanusia terhadap warna baik secarapsikologis maupun fisiologis (Allen danStimpson, 1994).

Berdasarkan uraian di atas, makahipotesis yang diajukan adalah bahwa adaperbedaan tingkat stres kerja ditinjau daripenerapan komposisi warna pada ruangkerja, penggunaan warna pada ruang kerjadengan kompos is i yang harmon ismengurangi stres ker ja, sedangkanpenggunaan warna ruang kerja dengankomposisi yang tidak harmonis (disharmonis)menyebabkan peningkatan stres kerja.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dariStres Kerja sebagai variabel terikat sertaKomposisi warna Harmonis dan komposisiwarna Disharmonis sebagai variabel bebas.Tingkat stres kerja diukur dengan Skala StresKerja yang terdiri dari 7 dimensi stres, yaitugangguan, kecemasan, t idak-santai,keputusasaan, kesedihan, ketidakpuasan,dan ketegangan (Evan & Johnson, 2000).D imens i -d imens i s t res ker ja yangdikemukakan Evan dan Johnson (2000)disusun dan dikembangkan dalam bentukskala perbedaan semantik (

). Dua kutub ekstrim yangdigunakan adalah Sangat Tidak Sesuai (STS)dan Sangat Sesuai (SS) dengan sebelaspilihan jawaban ( ), yaituantara 0 10. Semakin tinggi skor skala streskerja, semakin tinggi tingkat stres yangdirasakan subjek. Pengukuran stres kerjadilakukan 3 kali selama pelaksanaaneksperimen berlangsung, yaitu sebelum sesieksperimen, ditengah sesi eksperimen (2 jampertama), dan di akhir eksperimen (2 jamterakhir).

Eksperimen diselenggarakan dikampus Program Studi Desain Interior InstitutSeni Indonesia (ISI) Yogyakarta, dalam ruangyang berukuran 9 x 9 meter. Kondisiaklimatisasi dan pencahayaan setiap ruanguntuk 3 kondisi eksperimen tersebut dikontrolsecara cermat dengan menggunakan alat-alat Anemometer, Luxmeter/Lightmeter, danSound-levelmeter. Ketiga kondisi perlakuan

BAHAN DAN METODE

semanticdifferential scale

standard eleven score

RAHMAWAN DWI PRASETYAPengaruh Komposisi Warna pada Ruang Kerja

terhadap Stres Kerja | hal 07 -16

Page 6: JLR11_02 Rahmawan-KOMPOSISI WARNA

12 | VOL.1 | EDISI 1 | 2007

ISSN 1978-0702

kedirgantaraan). Selanjutnya, subjek dimintauntuk bekerja dengan santai, sepertikebiasaan mereka bekerja, dan secaraeksplisit diberitahu bahwa tidak ada yangmengawasi selama mereka bekerja. Hal inidilakukan untuk menghindari dampak yangdit imbulkan oleh pengawasan ataumonitoring terhadap kinerja karyawan(Larson & Callahan, 1990), sehinggadikhawatirkan akan mempengaruhi hasileksperimen ini. Pada akhir 2 jam pertama,subjek diminta mengisi kuesioner untukmengukur tingkat stres yang dialaminya.Pengukuran ini digunakan sebagai

(amatan antara). Setelah pengukurankedua, subjek diminta melanjutkan tugasmenyalinnya.

Dua jam kemudian, setelah sesieksperimen berakhir, subjek diminta untukmengisi kuesioner lagi sebagai(amatan akhir) Pengukuran stres kerja yangdilakukan 3 kali selama berlangsungnyaeksperimen bertujuan untuk memastikanbahwa pengukuran tersebut mencerminkanaktivitas hanya selama periode eksperimen.Da ta h a s i l pe ng uku ra n d i a na l i s i smenggunakan teknik Analisis Variansidengan bantuan SPS-2000 modul ANAVA A-Mx-B edis i Sutr isno Hadi (Hadi &Pamardiningsih, 2000).

Hipotesis yang diajukan, yaitu adaperbedaan tingkat stres kerja ditinjau daripenerapan komposisi warna pada ruangkerja, penerapan komposisi warna Harmonismengurangi stres kerja, penerapan komposisiwarna Disharmoni meningkatkan stres kerjadiuji dengan teknik analisis variansi A-Gabung-B (ANAVA1-Jalur Gabung 1-Faktor).

Berdasarkan pengujian Uji-F yangdilakukan, diperoleh nilai = 4.149, = 0.026(signifikan). Ini menunjukkan bahwaberdasarkan uji-F, hipotesis yang diajukandinyatakan diterima, bahwa ada perbedaanstres kerja ditinjau dari penerapan komposisiwarna ruang kerja.

Uji-t yang dilakukan terhadap streskerja dalam kelompok Harmonis dengan streskerja dalam kelompok Disharmonismenghasilkan nilai = 1.818, = 0.039(signifikan). Rerata stres kerja pada kelompok

middle-test

post-test

F p

t p

HASIL DAN PEMBAHASAN

berada dalam level yang sama, baik suhu(26,7°C), kebisingan suara (54,8 dB) maupunkuat pencahayaan (502 lux).

Subjek yang diikutsertakan dalameksperimen ini berjumlah 30 orang mahasiswiAkademi Sekretari dan Manajemen (ASMI)jurusan sekretari. Pemilihan subjek yangberasal dari ASMI jurusan sekretari inidilakukan dengan pertimbangan bahwa tugasseorang sekretaris adalah berhubungandengan surat-menyurat dan diasumsikansetiap subjek mampu mengoperasikanprogram (tugas eksperimen)

Su b jek d i be r i honor sebaga ikompensasi atas keikutsertaannya. Seluruhsubjek dinyatakan berada dalam kondisinormal penglihatannya melalui test butawarna yang dilakukan sebelum eksperimenberlangsung. Ada dua alasan mengapasubjek yang diambil berjenis kelamin wanita.Pertama, sebagian besar karyawan yangbertugas pada bagian administrasi dankesekretariatan adalah wanita. Yang kedua,menurut Stoney, dkk (Evans & Johnson,2000) ditemukan perbedaan gender dalamrespon psikologis terhadap stresor. subjekyang berjumlah 30 orang tersebut dibagidalam 2 kelompok perlakuan dan 1 kelompokkontrol, masing-masing berjumlah 10 orang.

Pada kondisi perlakuan 1 warna ruangkerja dengan komposisi Harmonis digunakankomposisi warna Monokrom dengan satuwarna primer dalam skema warna yangmengacu pada Lingkaran Warna SistemMunsell, yaitu biru. Pada ruang yang lain(kondisi perlakuan 2, yaitu warna ruang kerjadengan komposisi Disharmonis) digunakanwarna merah yang dikombinasikan denganwarna hijau, biru, kuning, jingga, coklat, ungu,dan krem, yang disusun secara acak padadinding, lantai, jendela, dan pintu. Padakondisi kontrol, komposisi warna ruang kerjayang didominasi warna putih diaplikasikanpada ruang yang lain.

Sebelum eksperimen dimulai, subjekdiminta untuk mengisi kuesioner yang telahdisediakan. Hasil pengukuran ini digunakansebagai data (amatan awal). Seluruhsubjek kemudian diminta untuk menyalintulisan dengan program padakomputer yang telah disediakan dari artikelyang isinya tidak ada hubungannya denganeksperimen ini sama sekali (tentang

Microsoft Word

pre-test

Microsoft Word

,,

Page 7: JLR11_02 Rahmawan-KOMPOSISI WARNA

13

Harmonis (-0.067) lebih kecil dari pada reratastres kerja kelompok Disharmonis (21.500).Hasil Uji-t ini menunjukkan bahwa adaperbedaan yang signifikan pada tingkat streskerja ditinjau dari komposisi warna ruangkerja, stres kerja pada kelompok Disharmonislebih tinggi dari pada stres kerja padakelompok Harmonis. Uji-t antara stres kerjadalam kelompok Disharmonis dengan streskerja dalam kelompok Kontrol menunjukkanperolehan nilai = 2.844, = 0.004 (sangatsignifikan). Selanjutnya rerata stres kerjadalam kelompok Disharmonis (21.000) lebihbesar dari pada rerata stres kerja kerja dalamkelompok Kontrol (-12.233). ini berarti adaperbedaan yang signifikan antara stres kerjadalam kelompok Disharmonis dan stres kerjadalam kelompok Kontrol. Dengan demikian,melalui Uji-t tersebut dapat disimpulkanbahwa hipotesis diterima, ada perbedaantingkat stres kerja ditinjau dari penerapankomposisi warna ruang kerja, komposisiwarna Disharmonis meningkatkan stres kerja.

Uji-t antara stres kerja dalam kelompokHarmonis dengan stres kerja dalam kelompokKontrol menunjukkan perolehan nilai =0.518, = 0.158 (nirsignifikan). Inimenunjukkan bahwa tidak ada perbedaanyang signifikan antara stres kerja dalamkelompok Harmonis dan stres kerja dalamkelompok Kontrol. Sekalipun demikian, pada2 jam terakhir atau pengukuran terakhir, hasilUji-t 2-jalan AB yang membandingkan antarastres kerja akhir pada kondisi Harmonisdengan stres kerja akhir pada kondisi Kontrolmenunjukkan perolehan nilai = 2.345, =0.011 (signifikan). Rerata stres kerja akhirpada kondisi Harmonis (6.500) lebih besardari pada stres kerja akhir pada kondisiKontrol (-22.800). Hal ini menunjukkan bahwastres kerja akhir pada kondisi Harmonis lebihtinggi dari pada stres kerja akhir pada kondisiKontrol. Dengan demikian hipotesis ditolak,bahwa walaupun ada perbedaan tingkat streskerja ditinjau dari penerapan komposisi warnaruang kerja, tingkat stres kerja padakomposisi warna Harmonis ternyata justrulebih tinggi dari pada tingkat stres kerja pada

t p

tp

t p

komposisi warna Kontrol.Hasil analisis data menunjukkan

adanya perbedaan yang signifikan antarastres kerja pada kelompok Disharmonisdengan kelompok Kontrol. Perbedaan itudinyatakan dengan lebih tingginya tingkatstres kerja kelompok Disharmonis dari padatingkat stres kerja kelompok Kontrol ( =2.844, < 0.010). Rerata kelompokDisharmonis (21.000) lebih tinggi dari padakelompok Kontrol (-12.233). Hasil inimenunjukkan bahwa komposisi warnaDisharmonis pada ruang kerja mendukungpeningkatan stres kerja orang yangberaktivitas di dalamnya.

Berbeda halnya dengan penggunaankomposisi warna Harmonis pada ruang kerja,yang dalam eksperimen menggunakankomposisi monokrom biru. Diluar dugaan,tingkat stres kerja pada kelompok Harmonisternyata tidak berbeda secara signifikandengan tingkat stres kerja pada kelompokKontrol ( = 1.026, > 0.050, nirsignifikan). Iniberarti dapat dikatakan bahwa penggunaankomposisi warna Harmonis pada ruang kerjatidak ada bedanya dengan penggunaankomposisi warna yang digunakan dalamkelompok Kontrol, yakni dominan putih dalamkaitannya dengan stres kerja yangditimbulkannya. Dugaan semula adalahbahwa komposis i warna Harmonismenurunkan tingkat stres kerja. Oleh karenaitu, hipotesis yang menyatakan bahwakomposisi warna Harmonis pada ruang kerjamengurangi peningkatan stres kerja dengandemikian ditolak. Komposisi warna Harmonispada ruang kerja tidak berpengaruh terhadapstres kerja.

Stres kerja pada kelompok Harmonisberbeda secara signifikan dengan stres kerjadalam kelompok Disharmonis ( = 1.818, <0.050), dengan rerata kelompok Harmonis (-0.067) lebih rendah dari pada reratakelompok Disharmonis (21.500). Artinyapenerapan komposisi warna Harmonismemiliki pengaruh yang cenderung negatifterhadap stres kerja dari pada penerapan

tp

t p

t p

RAHMAWAN DWI PRASETYAPengaruh Komposisi Warna pada Ruang Kerja

terhadap Stres Kerja | hal 07 -16

Page 8: JLR11_02 Rahmawan-KOMPOSISI WARNA

14 | VOL.1 | EDISI 1 | 2007

ISSN 1978-0702

komposisi warna Disharmonis pada ruangkerja. Hal ini sejalan dengan hasil-hasil diatas. Jadi jika disederhanakan, hasilpenelitian ini adalah

Disharmonis > KontrolDisharmonis > HarmonisHarmonis = KontrolTidak adanya perbedaan yang

signifikan antara Harmonis dan Kontrol,tampaknya menarik untuk dicermati. Adakemungkinan bahwa komposisi warnamonokrom yang diterapkan untuk kondisiHarmonis secara visual tampak serupadengan kondisi Kontrol yang menggunakandominasi putih pada ruang kerja, sehinggarespon yang diperlihatkan oleh para subjekdari kedua kelompok tersebut menjadi relatifhampir sama.

Sekalipun demikian, jika dikaitkandengan waktu, maka terdapat perbedaandengan hasil di atas. Pada 2 jam pertama,kondisi stres kerja pada kelompok Harmonisberbeda secara signifikan dengan kondisistres kerja pada kelompok Disharmonis,namun tidak ada perbedaan yang signifikandengan kelompok Kontrol (lihat grafik). Barupada 2 jam kedua (setelah bekerja selama 4jam) muncul perbedaan yang signifikan baikantara kondisi stres kerja kelompok Harmonisdengan kelompok Disharmonis maupunantara kelompok Harmonis dengan kelompokKontrol.

Temuan ini dapat dijelaskan denganteori Tsal dan Lavie (1993) yang menyatakan

bahwa pada dasarnya orang lebih mudahmemproses beberapa atribut (warna, bentuk,dan lokasi) dari suatu objek tunggal dari padamemproses atribut-atribut yang dimiliki olehbeberapa objek yang berbeda. Artinya,komposisi warna monokrom tentunya lebihmudah diproses sebabwarna pada masing-masing objek menjaditersamar, sehingga objek-objek tersebutmenjadi tampak tunggal. Demikian pula,bahwa komposisi warna dominan putih padakondisi Kontrol menjadi lebih mudah diprosesdari pada komposisi warna monokrom.Kesulitan dalam memproses atribut-atributtersebut menimbulkan gangguan bagiindividu yang mengalaminya.

Gambar grafik menunjukkan bahwapada 2 jam kedua (amatan akhir) terjadiperbedaan tingkat stres yang signifikanantara kondisi Harmonis dan Kontrol. Streskerja pada kondisi Harmonis meningkat tajamsetelah 4 jam subjek bekerja. Ini berarti teoriTsal dan Lavie (1993) tersebut berlakusetelah 4 jam bekerja dalam suatu ruangan.Hasil ini juga menunjukkan bahwa setelah 4jam bekerja, komposisi warna ruang kerjayang didominasi warna putih, yang dalam halini berlaku sebagai kondisi Kontrol ternyatamemiliki pengaruh negatif yang signifikanterhadap stres kerja. Komposisi warna putihini mampu mengurangi stres kerja yangdialami oleh para subjek seperti yang terlihatpada gambar grafik.

Dari hasil analisis di atas dapatdisimpulkan bahwa ada perbedaan tingkatstres kerja ditinjau dari komposisi warnaruang kerja. Adanya perbedaan itumemperlihatkan bahwa komposisi warnaruang kerja memiliki pengaruh yang signifikanterhadap pemunculan stres kerja. Komposisiwarna Harmonis pada ruang kerja tidakmengurangi tetapi juga tidak meningkatkanstres kerja. Apabila dibandingkan dengankomposisi warna putih yang difungsikansebagai Kontrol maka ada perbedaan yangcukup signifikan ( = 0.576, > 0.050 pada 2jam pertama, dan = 1.173, < 0.050 pada 2jam terakhir). Rerata stres kerja akhir padakondisi Harmonis (6.500) lebih besardaripada stres kerja akhir pada kondisiKontrol (-22.800).

Berbeda halnya dengan stres kerjapada kondisi Kontrol yang memiliki

kehampirsamaan

t pt p

0.000

10.000

20.000

30.000

40.000

-10.000

-20.000

-30.000

-40.000

AMATANAWAL

AMATANANTARA

AMATANAKHIR

DISHARMONIS

HARMONIS

KONTROL

24.800

-6.700

-18.900-22.800

-6.500

-39.700

RERATASTRES KERJA

Gb.1. Grafik Rerata Stres Kerja

Page 9: JLR11_02 Rahmawan-KOMPOSISI WARNA

15

kecenderungan menurun secara signifikandengan = 1.825, < 0.050, rerata akhir (-22.800) lebih rendah dari pada rerata awal(0.000).. Dengan demikian, apabila dikaitkandengan pemunculan stres kerja, maka dapatdisimpulkan bahwa penggunaan komposisiwarna dengan dominasi putih pada ruangkerja lebih mampu menurunkan stres kerjadibandingkan dengan komposisi warnaHarmonis monokrom. Komposisi warnadengan dominasi putih dapat mengurangistres kerja. Berdasarkan hasil penelitian,dapat pula disimpulkan bahwa penggunaankomposisi warna yang tidak harmonis(Disharmonis) pada ruang kerja berpotensimeningkatkan stres kerja.

Beberapa saran yang didasarkan atashasil penelitian adalah sebagai berikut:1. Dalam perancangan suatu ruang kerja,

a s p e k k o m p o s i s i w a r n a p e r l udipertimbangkan secara lebih berhati-hatidengan tujuan untuk dapat semaksimalmungkin mereduksi tingkat stres kerja.

2. Penggunaan warna Disharmonissebaiknya dihindari. Aliran Posmodernyang salah satunya bersifat dekonstruktifdan mencampuradukkan apa saja yangb e r b e d a p e r l u u n t u k d i h i n d a r ipenerapannya dalam hal komposisi warnapada ruang kerja karena memilikikecenderungan untuk mendukungpeningkatan stres kerja.

3. Aplikasi komposisi warna Harmonismonokrom pada ruang kerja sebaiknyadilakukan secara berhati-hati, sekalipunkomposisi warna Harmonis ini tidakmemiliki pengaruh apapun terhadappemunculan stres kerja.

4. Dominasi putih pada ruang kerja justrumemiliki efek yang positif, yaitu memilikikemampuan mereduksi peningkatan streskerja dibandingkan dengan komposisiwarna Harmonis dan Disharmonis.Berdasarkan hal itu, maka sebaiknyaruang kerja menggunakan komposisiwarna yang didominasi putih agar dapatlebih mendukung kinerja.

5. Untuk penelitian selanjutnya, diperlukan

t p

replikasi eksperimen yang sejenis untuklebih memantapkan teori yang dihasilkan.Terbuka juga kemungkinan untukmelakukan penelitian komposisi warnayang melibatkan warna lain dan

pengaruhnya terhadap aspek-aspekperilaku dan kondisi psikologis manusiayang lain.

Penelitian ini didanai oleh dana HibahPenellitian Proyek DUE-Like Batch IV tahun2005 Program Studi Desain Interior FakultasSeni Rupa, Inst i tut Seni IndonesiaYogya kar ta . Te r im a kas i h kepadaProf.Drs.Sutrisno Hadi,MA, Drs. Sumartono,MA, Phd., CV.Mowilex, dan semua pihak yangmembantu pelaksanaan penelitian ini.

Adiwoso, N. 2005. .Makalah dipresentasikan padaSeminar Design and Color Trend 2005,Pebruari 2005, Yogyakart

Allen, P.S. & Stimpson, M.E.1994.. New Jersey:

Macmi l lan Col lege Publ ish ingCompany, Inc.

Berry, L. M.1998.

. Boston:McGraw-Hill Book Co.

Bridger, R.S. 1995., Singapore: McGraw-Hill,

Inc.

Bruning, N. S., & Frew, D. R. 1987. Effects ofE x e r c i s e , R e l a x a t i o n , a n dManagement Skills Training onPhysiological Stress Indicators: A FieldExperiment.

515-521.

Ching, F. D. K. 1996.Jakarta: Penerbit Erlangga.

Darmaprawira, S. 2002..

Bandung: Penerbit ITB.

Evans, G. W., & Johnson, D. 2000. Stres andOpen-Office Noise.

, 85, 779-783.

UCAPAN TERIMAKASIH

DAFTAR PUSTAKA

Color Forecast 2004-2005

Beginningsof Interior Environment

Psychology at work: AnIntroduct ion to Industr ia l andOrganizational Psychology

Introduction toErgonomics

Journal of AppliedPsychology, 72,

Ilustrasi Desain Interior.

Warna danK r e a t i v i t a s P e n g g u n a a n n y a

Journal of AppliedPsychology

RAHMAWAN DWI PRASETYAPengaruh Komposisi Warna pada Ruang Kerja

terhadap Stres Kerja | hal 07 -16

Page 10: JLR11_02 Rahmawan-KOMPOSISI WARNA

16 | VOL.1 | EDISI 1 | 2007

ISSN 1978-0702

Fisher, J.J. 2005. .California: Ted Blake Publisher

Gawron, V. 1982. Performance Effects ofNoise Intensity, Psychologycal Set,and Task Type and Complexity.

, 24, 225-243

Gilliat, M. 2001. .London: Conran-Octopus Limited.

Hadi, S. 2000.. Yogyakarta:UGM

Larson, J.R., & Callahan, C. 1990.Performance Monitoring: How ItAffects Work Productivity.

, 75, 530-538.

Levenson, H. 1980. .London: Prentice Hall International Inc.

Lomelaars, H.C.A 1968.. Yogyakarta: Penerbit ASRI.

Munandar, A.S. 2001. .Jakarta: Pusat Penerbitan UniversitasTerbuka.

Sukmana, O. 2003.. Malang: Bayu Media.

Sumartono 2004. Merenungkan KembaliGerakan Anti-Desain.

, 01, 37-43

Tsal, Y., & Lavie, N. 1993. LocationDominance in Attending to Color andShape.

, 19, 131-139.

Design Psychology

HumanFactors

Interior Design Course

Seri Program Statistik-versi2000

Journal ofApplied Psychology

Creating An Interior

Pengantar IlmuWarna

Psikologi Industri

Dasar-dasar PsikologiLingkungan

Jurnal SeniRupa dan Desain

Journal of ExperimentalPsychology