journal analisis kluster kasongan
TRANSCRIPT
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
1/20
JURNAL EMPIRIKA
Volume 16, No.1, Juni 2003
ANALISIS FORMASI KETERKAITAN, POLA KLUSTER
DAN ORIENTASI PASAR :
STUDI KASUS SENTRA INDUSTRI KERAMIK
DI KASONGAN, KABUPATEN BANTUL, D.I.YOGYAKARTA
Mudrajad Kuncoro
Irwan Adimaschandra Supomo
Abstract
The objective of this research was to examine small and cottage industries in Kasongan,
one of the prominent ceramic clusters in Yogyakarta province. Primary data were collected
through field research and 49 enterpreneurs had been deeply interviewed. We will show
that ceramic industry, undoubtedly, had played an important role in developing small and
cottage establishments in Kasongan.
Interestingly, when economic crisis negatively affected almost all sectors in
Indonesia, Kasongan showed a remarkable performance. This is demonstrated by not only
unprecendented growth of export values but also a rapid increase in terms of employment
and number of establishments.
Based on Markusens cluster typology, this study found that Kasongan cluster is a
mixture between Marshallian and Hub and Spoke. Using regression logistic model, we
analyzed the market orientation of this industry, either domestic or internatioanl, using
some predictors. The result indicated that there are four variables that significantly and
positively affect the export market oriented, namely promotion activity, technology
application, employees and age of industry. This paper suggests that it is necessary tocreate a strong and an effective network that includes Kasongan cluster and other entities
such as government, financial institutions, NGOs, major companies, trade associations,
suppliers and universities.
Key words : small and medium enterprise, household industries,Kasongan, cluster, binarylogistic regression
PENDAHULUAN
Fenomena kluster telah menarik perhatian para ekonom untuk terjun dalam studi
masalah lokasi sehingga memunculkan paradigma baru yang disebut geografi ekonomi
baru (new economic geography atau geographical economics) (Fujita & Thisse, 1996;
Krugman, 1995; Kuncoro, 2002; Lucas, 1988). Argumentasi ini dikuatkan kembali oleh
Porter, bahwa peta ekonomi dewasa ini didominasi oleh apa yang dinamakannya kluster
(cluster)(Porter, 1998). Hal senada juga ditegaskan oleh Kuncoro bahwa industri cenderung
1
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
2/20
beraglomerasi di daerah-daerah di mana potensi mereka mendapat manfaat akibat lokasi
perusahaan yang saling berdekatan (Kuncoro, 2002).
Definisi kluster menurut Porter, adalah konsentrasi geografi dari perusahaan-
perusahaan dan institusi-institusi yang saling berhubungan dalam wilayah tertentu.
Kuncoro lebih lanjut menguraikan bahwa kluster industri (industrial cluster) pada dasarnya
merupakan kelompok produksi yang amat terkonsentrasi secara spasial dan biasanya
berspesialisasi pada hanya satu atau dua industri utama saja.
Dalam kaitannya dengan UKM, pertumbuhan UKM mulai menjadi topik yang
cukup hangat sejak munculnya tesis flexible specialization pada tahun 1980-an, yang
didasari oleh pengalaman dari sentra-sentra Industri Skala Kecil (ISK) dan Industri Skala
Menengah (ISM) di beberapa negara di Eropa Barat, khususnya Italia (Becattini, 1990;
Tambunan, 1999). Sebagai contoh kasus, bahwa pada tahun 1970-80an, pada saat Industri
Skala Besar di Inggris, Jerman dan Italia mengalami staknasi atau kelesuan, ternyata
Industri Skala Kecil (terkonsentrasi di lokasi tertentu membentuk sentra-sentra) yang
membuat produk-produk tradisional mengalami pertumbuhan yang pesat dan bahkan
mengembangkan pasar ekspor untuk barang-barang tersebut dan menyerap banyak tenaga
kerja (Rabellotti, 1994). Menurut Tambunan, pengalaman ini menunjukkan bahwa industri
kecil di sentra-sentra dapat berkembang lebih pesat, lebih fleksibel dalam menghadapi
perubahan pasar, dan dapat meningkatkan produksinya daripada industri kecil secara
individu di luar sentra.
Pengalaman Taiwan, sebagai perbandingan, justru menunjukkan perekonomiannya
dapat tumbuh pesat karena ditopang oleh sejumlah usaha kecil dan menengah yang disebut
community based industri {Kuncoro, 2000: 310} (lihat gambar 1). Lebih lanjut Kuncoro
menjelaskan bahwa perkembangan industri di Taiwan yang sukses menembus pasar global,
ternyata ditopang oleh kontribusi UKM yang dinamik (Kuncoro, 2002).
2
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
3/20
Gambar 1Peranan IKM dalam Ekspor di Beberapa Negara Asia, 1996 ( dalam prosentase)
0
10
20
30
40
50
60
70
Taiwan Cina Thailand Vietnam Hong
Kong
Singapura Indonesia
Sumber: Tambunan (1999)
Di Indonesia, peranan Industri Kecil dan Rumahtangga (IKRT) mempunyai peranan
yang cukup penting terutama bila ditilik dari segi jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang
diserapnya (lihat Gambar 2).
Gambar 2Kontribusi IKRT dan IB/S terhadap Unit Usaha dan Tenaga Kerja (dalam prosentase)
3
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
4/20
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Usaha TK Usaha TK Usaha TK Usaha TK
IB/S
IKKR
1995 1996 1998 1999
Sumber: BPS (2001)
Berdasarkan dari penjelasan di atas, maka sudah sepantasnya bila pemerintah tidak
menyampingkan peran IKRT sebagai salah satu penggerak kegiatan ekonomi di Indonesia.
Sebaliknya, pemerintah harus turut berperan serta dalam memberdayakan IKRT di
antaranya dengan menciptakan kebijaksanaan yang berpihak pada IKRT.
Usaha pemerintah dalam memberdayakan IKRT sebagai salah satu pondasi
perekonomian Indonesia sudah sepantasnya tidak hanya dikonsentrasikan di pulau Jawa,
tetapi selayaknya juga menumbuhkembangkan IKRT di luar Jawa. Hal ini sangatlah
penting dalam rangka mengurangi tingkat ketimpangan ekonomi antar propinsi. Beberapa
penelitian tentang ketimpangan ekonomi daerah di Indonesia menunjukkan adanya tendensi
peningkatan disparitas yang terus menerus sejak awal dekade 1970-an sampai 1997
(Penelitian Syafrizal dalam Tambunan, 1999; (Garcia, 2000). Ini sejalan dengan penelitian
Kuncoro yang menemukan trend peningkatan konsentrasi geografis industri manufaktur
setelah diluncurkan berbagai paket deregulasi perdagangan sejak pertengahan 1980-an
(Kuncoro, 2002).
Upaya lain pemerintah Indonesia dalam menanggulangi permasalahan di atas salah
satunya adalah dengan penyelenggaraan otonomi daerah yang dimulai sejak 1 Januari
4
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
5/20
2001. Penyelenggaraan otonomi daerah ini mengacu pada UU No.22 tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah dan UU No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat
dan Daerah. Bila pada masa Orde Baru pemerintah pusat sangat dominan dalam mengatur
pemerintah daerah (top-down approach), maka dengan penyelenggaraan otonomi daerah
ini pemerintah daerah, dalam hal ini Dati II, diharapkan mampu menyusun kebijakan
perekonomiannya yang sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing (bottom-
up approach).
Artikel ini menitikberatkan analisis IKRT di desa wisata sentra industri keramik
Kasongan, Kabupaten Bantul, DIY. Objek wilayah Kasongan dipilih karena tiga faktor
berikut. Pertama, faktor usia sentra Industri Kasongan yang cukup tua ditilik dari
sejarahnya sehingga amatlah menarik menganalisis pola perkembangan klusternya. Kedua,
kontribusinya yang cukup besar baik dari segi finansial, unit usaha, dan penyerapan tenaga
kerja terhadap Kabupaten Bantul. Ketiga, faktor stuktur unit usaha Sentra Industri Keramik
Kasongan yang didominasi oleh industri kecil dan rumah tangga.
Penelitian ini terutama bertujuan untuk menganalisis tesis pola kluster yang
diajukan oleh (Markusen, 1996) berdasarkan studinya di Amerika Serikat. Selain itu
penelitian ini juga menganalisis bagaimana formasi keterkaitan pasar sentra industri
keramik Kasongan dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi pasar domestik
atau luar negeri.
ALAT ANALISIS
Model Regresi Logistik dirancang untuk melakukan prediksi keanggotaan grup
dalam rangka menganalisis seberapa jauh model yang digunakan mampu memprediksi
secara benar kategori (grup) dari sejumlah individu (Kuncoro, 2001).
Dalam penelitian ini analisis regresi logistik dipakai untuk menjawab apakah
kategori sektor industri keramik Kasongan yang berorientasi pasar lokal (inward) dan yang
5
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
6/20
berorientasi pasar luar negeri (outward) mampu diprediksi dengan sejumlah variabel
bebas.
Variabel variabel yang diduga mempengaruhi keanggotaan grup antara yang
berorientasi pasar dalam negeri dan pasar luar negeri adalah sebagai berikut :
Dori = bo + b1 BH1 + b2 TK2 + b3 TPT3 + b4 JTKT4 + b5 TPP5 +
b6 PEL6 + b7 UMUR7 + b8 BA8 + b9 TEK9 + b10 JBB10 +
b11JPT11 + b12AKT12 + eori
Tabel 1Keterangan Variabel Regresi Logistik
Dori Dummy orientasi pasar 0=orientasi pasar domestik, 1=ekspor
Bo KonstantaBH Stataus Badan Hukum 0=tidak berbadan hukum,
1=berbadan hukum
TK Tenaga Kerja / unit Variabel kontinyu
TPT Tingkat Pendidikan TK 0=sebagian besar TK belum lulus SMP,1=sebagian besar TK sudah lulus SMP
JTKT Jumlah TK tidak dibayar / unit Variabel kontinyu
TPP Tingkat Pendidikan Pengusaha 0=belum lulus SD, 1=lulus SD,2=lulus SMP, 3=lulus SMU,4=lulus DI/DII, 5=lulus DIII,6=lulus S1 atau tingkatan yang lebih tinggi
PEL Pelatihan pengusaha 0=belum pernah mengikuti pelatihan1=sudah pernah mengikuti pelatihan
UMUR Umur perusahaan Variabel kontinyuBA Bapak Angkat 0=punya bapak angkat
1=tidak punya bapak angkat
TEK Teknologi pembakaran Dari tradisional ke modern :0=tungku ladang,1 = tungku bak terbuka, 2=tungkulistrik, 4= tungku elpiji
JPT Jaringan dengan pembeli terbesar 0=sangat lemah, 1=lemah, 2=sedang, 3=kuat,4=sangat kuat
JBB Jaringan dengan pemasok bahanbaku
0=sangat lemah, 1=lemah, 2=sedang, 3=kuat,4=sangat kuat
AKT Keaktifan promosi 0=tidak aktif berpromosi1=aktif berpromosi
6
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
7/20
DATA
Untuk memperoleh data primer sebagai input utama dalam penelitian ini, maka
metodefield research merupakan cara yang paling tepat bagi studi kasus ini yang meliputi
Sentra Industri Kasongan, Kab.Bantul, Propinsi D.I.Yogyakarta.
Definisi sampel dalam penelitian ini adalah unit usaha yang langsung menjual
produk akhirnya langsung ke tangan konsumen (baik pedagang besar, pedagang kecil atau
konsumen eceran). Pengambilan sampel dilakukan berdasarkanpurposive sampling method
karena keterbatasan dana dan waktu. Adapun sampel yang terkumpul sebanyak 49 sampel.
Khusus Industri Kerajinan Keramik di Kasongan, dari tahun 1996 sampai tahun
2000 menunjukkan hal yang meningkat dalam beberapa sisi (tabel 2). Pertama, jumlah unit
usaha meningkat dari 322 unit menjadi 358 unit; kedua, penyerapan tenaga kerja menaik
dari 1200 orang menjadi 1600; ketiga, omset memperlihatkan trend yang menaik dari Rp
1,9 milyar pada tahun 1996 menjadi Rp 8,6 milyar; dan ekspor meningkat dari US$ 196
ribu menjadi US$ 385 ribu. Karena kontribusinya yang cukup besar dalam perekonomian
Kabupaten Bantul, Industri Kerajinan Keramik di Kasongan menjadi salah satu komoditi
unggulan.
Tabel 2Perkembangan Usaha Kerajinan Keramik Kasongan
Tahun UnitUsaha
TenagaKerja
Omset(juta Rp)
Ekpor(US$)
1996 322 1200 1.900.000 196.276,15
1997 326 1469 1.740.000 235.068,231998 333 1497 4.511.250 290.538,16
1999 338 1549 6.500.000 384.911,25
2000 358 1600 8.600.000 385.485,09
Sumber: UPT Sentra Industri Keramik Kasongan 2000
Kategori dan definisi yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti definisi BPS.
Industri yaitu suatu usaha yang melakukan kegiatan mengolah barang dasar jadi/setengah
jadi, barang setengah jadi menjadi barang jadi, atau dari yang kurang nilainya menjadi
7
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
8/20
barang yang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual, dengan jumlah pekerja
paling sedikit 1 orang dan paling banyak 4 orang termasuk pengusaha untuk industri rumah
tangga , untuk industri kecil 5 19 orang, untuk industri menengah, 20-99 orang, dan untuk
industri besar di atas 100 orang.
HASIL PEMBAHASAN
Analisis Formasi Keterkaitan
Mengacu pada hasil wawancara terhadap beberapa pengusaha, bahwa toko-toko
keramik di Kasongan biasanya mempunyai unit produksi di bagian dalam kampung
tersebut. Menurut observasi di lapangan , didapat bahwa terdapat dua tipe unit produksi di
Kasongan. Yang pertama adalah unit produksi yang memang dimiliki oleh pengusaha toko.
Sedangkan yang kedua adalah unit produksi independen yang menyetor produknya ke
toko-toko di Kasongan. Tipe yang kedua ini dapat juga berupa subkontrak yang menerima
pesanan dari toko.
Salah satu hal yang cukup menarik adalah bahwa pengusaha keramik Kasongan
juga mengadakan kerjasama dengan sentra industri keramik di Pundong (masih dalam
wilayah Kabupaten Bantul). Jadi para pengusaha tersebut memandang industri keramik di
Pundong bukan sebagai rival bisnis, melainkan sebagai mitra usaha kerja. Namun demikian
terdapat perbedaan yang siginfikan antara pembuatan keramik di Kasongan dan Pundong.
Sentra keramik Kasongan ditekankan pada sistem Lelet, yaitu menempelkan ornamen
atau aksesoris tertentu pada keramik agar lebih terlihat menarik. Sedangkan sentra keramik
Pundong ditekankan pada sistem putar (cara pembuatan keramik yang diputar dengan
kemiringan tertentu) sehingga produk yang dihasilkan mempunyai corak yang berbeda dan
dapat saling mendukung untuk pasarnya (UPT, 2002). Gambar 3 merupakan formasi
keterkaitan sentra industri keramik antara penyedia bahan baku, pembeli maupun di
lingkungan Kasongan sendiri.
Gambar 3.
8
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
9/20
Formasi Keterkaitan / Pola Sentra Industri Keramik Kasongan
Dari segi bahan baku, pemasok tanah liat merah ( body carthenware ) berasal dari
luar kluster Kasongan, di antaranya adalah pemasok yang masih berasal dari satu Desa
Bangunjiwo, Pundong, Godean, Pacitan dan Kebumen. Sedangkan pemasok tanah liat
putih ( koolinet ) didatangkan dari luar Propinsi D.I.Y, yaitu dari Malang dan Jakarta (lihat
tabel 3).
Tabel 3Asal Bahan Baku Keramik
Desa Bangunjiwo Kec. Kasihan Kabupaten Bantul Propinsi D.I.Y.
Pundong Luar Kec. Kasihan
Godean Luar Kab.Bantul Luar Propinsi D.I.Y.
Pacitan, Kebumen, Malang, Jakarta
Sumber : data primer dan UPT 2002, diolah
Persaingan sesama pengusaha keramik di Kasongan cenderung ketat. Sebagian
besar pengusaha merasa saingan utama mereka adalah pengusaha besar. Hal ini dapat
dilihat secara sepintas dari ukuran tokonya yang cukup besar pula sehingga dapat
memajang produknya sebanyak mungkin. Hal inilah yang dapat menarik perhatian
9
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
10/20
konsumen yang datang ke Kasongan karena pilihan barang pajangannya yang lebih
beragam. Selain itu dengan tidak adanya asosiasi dagang antar sesama pengusaha, maka
tidak ada kesepakatan harga produk, sehingga masing-masing pengusaha menentukan
sendiri harga produknya dalam rangka menggaet konsumen sebesar-besarnya.
Mayoritas pengusaha keramik Kasongan merasa bahwa barang substitusi (seperti
produk dari logam dan glasiran) tidak terlalu mengancam keberadaan produk mereka. Hal
ini dikarenakan ciri khas produk keramik Kasongan yang unik dibandingkan dengan
produk lain , yaitu pada sistem Lelet, menempelkan tanah liat/benda lain sebagai
aksesoris yang memperindah produk keramik tersebut. Perusahaan yang menjalin
kerjasama dengan bapak angkat/kemitraan sangatlah terbatas (16,3%). Menurut Kuncoro
(2000), minimnya kemitraan menunjukkan bahwa program kemitraan masih sebatas
retorika politis semata.
Dari hasil kuesioner, dapat dinyatakan bahwa 61,2% pengusaha keramik mengaku
bahwa orientasi pasarnya cenderung untuk ekspor sedangkan sisanya 38,8% berorientasi
pasar domestik. Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa pengusaha, penjualan
untuk tahun 2002 dirasakan menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Salah satu
yang paling signifikan adalah jarang sekali wisatawan mancanegara yang tampak di
Kasongan sejak terjadinya tragedi WTC (World Trade Center) 11 September 2001.
Berkaitan dengan dengan tragedi pengeboman di Ligitan Bali 12 September 2002, pada
umumnya tidak mengganggu aktivitas ekspor ke luar negeri yang melalui Singapura karena
jalinan kerjasama yang kuat dengan pelanggan tetap di luar negeri.
Analisis Pola Kluster Ala Markusen
Dalam penelitian ini, identifikasi pola kluster mengacu kepada variabel dalam
model Markusen. Berdasarkan hasil studinya di Amerika, Markusen (1996) menyebutkan
setidaknya ada empat pola kluster yaitu Distrik Industri Marshallian Distrik Hub and
Spoke , Distrik Satelit danDistrikState-anchored.
10
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
11/20
Gambar 4.Identifikasi Pola Kluster Menurut Markusen
Variabel
Struktur bisnis dan skala ekonomi Distrik MarshallianKeputusan Investasi
Jalinan Kerjasama dengan pemasok
Jalinan Kerjasama sesama pengusaha dalam kluster Distrik Hub & SpokeJalinan Kerjasama dengan perusahaan di luar kluster
Pasar dan Migrasi Tenaga KerjaKeterkaitan identitas budaya lokal Distrik Satelit
Patient CapitalPeranan Pemerintah Lokal
Peranan Asosiasi Distrik State-anchoredSumber : Markusen (1996), diolah
Tabel 4 berikut ini mengidentifikasi profil kluster Kasongan berdasarkan variabel-
variabel kunci yang telah ditemukan oleh Markusen.
Tabel 4.Tabel Identifikasi Pola Kluster Industri Keramik Kasongan
VARIABEL KETERANGANStruktur Bisnis dan Skala Ekonomi Didominasi oleh industri kecil dan industri rumah
tangga
Keputusan Investasi Lokal
Kontrak dan Komitmen antara Pembeli danPenyedia Bahan Baku
Relatif Kuat
Tingkat Kerjasama dan Keterkaitan Antar SesamaPengusaha di Dalam Kluster
Relatif Kuat
Tingkat Kerjasama dan Keterkaitan AntarPengusaha di Luar Kluster
Relatif Kuat
Pasar dan Migrasi Tenaga Kerja Berlimpah dan migrasi tenaga kerja ke dalamkluster Kasongan cukup tinggi.
Keterkaitan Identitas Budaya Lokal Hampir seluruh pengusaha menampilkan ciri khaspada produknya, yaitu yang dikenal dengansistem Lelet.
Unit/Tempat Meminjam Dana( Patient Local )
Tidak Ada .
Peranan Pemerintah Lokal Relatif Lemah.Peranan Asosiasi Dagang Tidak ada asosiasi dagang.
sumber : data primer 2002, diolah
11
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
12/20
Dari hasil identifikasi variabel pola kluster Markusen di atas, maka dapat disusun
sebuah gambar pola kluster industri keramik Kasongan (gambar 5). Dalam kluster
Kasongan (ditandai dengan lingkaran besar), industri kecil mendominasi struktur bisnis.
Industri kecil tersebut ada yang menyetor produk keramiknya ke industri kecil lainnya
untuk langsung dijual ke konsumen. Ada juga industri kecil yang mempunyai unit produksi
sendiri sehingga tidak memesan/order produk ke industri lain. Produk keramik tidak saja
didapatkan dari antar sesama industri kecil di dalam Kasongan, tetapi juga didapat dari
sentra industri keramik di Pundong (ditandai dengan bentuk segiempat). Sedangkan bahan
baku didapat dari luar kluster Kasongan yang menyetor tanah liat ke industri keramik di
Kasongan (lihat tabel 3). Dari sisi pemasaran, pembeli terdiri atas tiga macam, yaitu
konsumen eceran, pedagang kecil dan pedagang besar. Pada umumnya industri kecil yang
melakukan ekspor dapat digolongkan sebagai eksportir karena mereka sendiri yang
mengurus prosedur ekspor antara lain pengepakan barang ke kotak kontainer yang terdapat
di Kasongan. Selain itu, biasanya kuantitas ekspor dilakukan dalam jumlah yang besar.
Sedangkan pedagang kecil hanya membeli produk keramik dalam partai kecil. Contohnya
adalah pedagang produk keramik di Alun-alun Utara Yogyakarta.
Gambar 5Pola Kluster Industri Keramik Kasongan
12
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
13/20
sumber : diolah dari data primer 2002Keterangan :
Dari penjelasan pola kluster Kasongan di atas, maka dapat ditentukan termasuk pola
manakah dari keempat pola kluster yang diajukan Markusen.
Tabel 5.Tabel Penggolongan Variabel Pola Kluster Kasongan
Variabel Marshallian Hub and SpokeStruktur Bisnis danSkala Ekonomi X
Keputusan Investasi X
Jalinan Kerjasamadengan Pemasok XJalinan Kerjasamaantar SesamaPengusaha Kasongan
X
Jalinan Kerjasamadengan perusahaanlain di luar Kluster
X
13
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
14/20
Pasar dan MigrasiTenaga Kerja X
Keterkaitan IdentitasBudaya Lokal X XPatient LocalPeranan PemerintahLokalPeranan asosiasi X
Dari tabel di atas, maka dapat ditentukan bahwa pada variabel tertentu, pola kluster
Kasongan mengikuti sebagian pola klusterMarhallian dan Hub andSpoke Variabel yang
mengikuti pola Kluster Marshallian adalah struktur bisnis dan skala ekonomi yang
didominasi oleh industri kecil, keputusan investasi bersifat lokal, jalinan kerjasama dengan
pemasok yang relatif kuat, pasar tenaga kerja yang berlimpah dan migrasi tenaga kerja ke
dalam kluster yang cukup tinggi, serta keterkaitan identitas budaya lokal berupa
penampilan produk keramik yang menerapkan sistem Lelet. Sedangkan yang mengikui
kluster Hub andSpoke adalah jalinan kerjasama antarasesama pengusaha Kasongan yang
relatif kuat, jalinan kerjsama dengan perusahaan lain diluar kluster yang juga relatif kuat,
ikatan budaya lokal, dan tidak adanya asosiasi pengusaha keramik Kasongan. Dengan
demikian, pola kluster Kasongan mengikuti pola klusterMarshallian danHub and Spoke.
Analisis Regresi Logistik
Model Regresi Logistik yang digunakan dalam penelitian ini mencoba semua
metode yang ada dalam SPSS dan akhirnya dipilih metode terbaik yaitu Forward LR
(berdasarkan skor statistik tertentu). Metode ini menghasilkan empat variabel yang
signifikan (lihat tabel 7).
Menurut Gujarati (1995 : 335) dan Kuncoro (2001 :114), gejala multikolinearitas
menjadi serius bila korelasi antara dua variabel bebas melebihi 0,8.
Berdasarkan tabel matrik korelasi di bawah (tabel 6) , maka metode tersebut tidak
mempunyai gejala multikolinearitas yang serius karena nilainya diatas 0,8.
Tabel 6Matriks Multikolinearitas
14
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
15/20
Umur
(UMUR)
Tenaga Kerja
(TK)
Teknologi
(TEK)
Keaktifan
Promosi
(AKT)
Umur (UMUR) 1,000
Tenaga Kerja (TK) 0,374 1,000
Teknologi (TEK) 0,402 0,473 1,000
Keaktifan Promosi (AKT) 0,443 0,366 0,476 1,000
Tabel 7.Hasil Persamaan Regresi Logistik ( metode Forward LR)
Variabel Koefisien Wald
AKTTEKTKUMURConstant
4,58642,51050,35820,2040-10,172
9,0285 *5,6573 **2,9824 ***2,6105 ****
Sumber : data primer 2002, diolah
Catatan : * signifikan pada =1%
** signifikan pada =5%
*** signifikan pada =10%
**** signifikan pada =15%
Pengujian model regresi logistik orientasi dengan dengan 4 variabel independen
terbukti secara statistik dapat dipercaya. Hal ini dibuktikan dengan nilai Chi-Square (4,
N=49) = 46,734 yang signifikan dengan p
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
16/20
Kemampuan prediksi model terbukti sangat meyakinkan dengan tingkat sukses total
93,9%, dengan prosentase 93,3% untuk orientasi pasar domestik dan 94,7% untuk
orientasi pasar luar negeri. Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa kemampuan orientasi
pasar dalam negeri adalah sebesar 28 industri, sedangkan kesalahan dalam
mengklasifikasikan data ke orientasi pasar luar negeri sebanyak 2 industri. Di samping itu,
kemampuan dalam mengklasifikasikan orientasi pasar luar negeri secara benar adalah 18
industri, sedangkan kesalahan dalam mengklasifikasikan orientasi pasar dalam negeri
adalah sebesar 1 industri.
Dari hasil tabel output (tabel 8), dapat dilihat bahwa hanya 4 variabel independen
yang signifikan secara statistik yaitu berturut-turut dari yang paling berpengaruh yaitu
keaktifan berpromosi (AKT), teknologi (TEK), jumlah tenaga kerja (TK), umur (UMUR).
Koefisien keaktifan pengusaha untuk berpromosi (AKT) positif dan signifikan pada
= 1%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin aktif pengusaha untuk berpromosi akan
menyebabkan probabilitas perusahaan untuk berorientasi pasar ekspor semakin besar.
Koefisien penggunaan teknologi (TEK) positif dan signifikan pada = 5%. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin modern tingkat penerapan teknologi pada industri keramik,
maka semakin besar probabilitas industri keramik berorientasi pasar ekspor.
Koefisien jumlah tenaga kerja (TK) positif dan signifikan pada = 10%. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar jumlah tenaga kerja yang dipakai, maka semakin besar
probabilitas industri keramik berorientasi pasar ekspor.
Koefisien umur perusahaan (UMUR) positif dan signifikan pada = 15%. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tua umur industri keramik, maka semakin besar pula
probabilitas industri keramik berorientasi pasar ekspor.
KESIMPULAN
16
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
17/20
Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut
ini :
a. Dengan mengacu kepada identifikasi pola kluster model Markusen, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pola kluster Kasongan mengikuti pola kluster Marshallian
danHub and Spoke.
b. Berdasarkan analisis regresi logistik, maka dapat disimpulkan bahwa variabel
aktifitas berpromosi, teknologi, jumlah tenaga kerja dan umur perusahaan sangat
berpengaruh dalam menentukan orientasi pasar industri keramik Kasongan. Semakin
aktif pengusaha berpromosi maka semakin besar probabilitas berorientasi pasar ke luar
negeri. Semakin modern penerapan teknologi pembakaran keramik, semakin besar
kemungkinan pengusaha untuk berorientasi pasar luar negeri. Semakin besar jumlah
tenaga kerja pada suatu perusahaan, semakin besar pula probabilitas berorientasi pasar
ke luar negeri dan semakin tua usia perusahaan, semakin tinggi pula probabilitas
perusahaan untuk berorientasi ke luar negeri.
c. Dari hasil formasi keterkaitan / pola sentra industri keramik Kasongan, maka dapat
disimpulkan bahwa pada umumnya industri keramik di Kasongan menjalin kerjasama
baik dengan pihak-pihak di dalam kluster maupun di luar kluster . Hampir seluruh
pengusaha keramik berpendapat bahwa tidak ada barang pengganti yang mengancam
keberadaan produk keramik mereka karena produk mereka yang unik berupa sistem
Lelet pada penampilan produk keramiknya.
Implikasi Kebijakan
Sentra industri keramik Kasongan sudah tidak dapat dipungkiri lagi memberi
kontribusi yang besar tidak saja dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut
tetapi juga proses pembangunan Kabupaten Bantul sebagai daerah otonom. Industri
keramik Kasongan yang notabene didominasi oleh perusahaan kecil terbukti mampu
17
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
18/20
bertahan hidup dari badai krisis ekonomi, bahkan menurut statistik UPT (2002) kegiatan
ekspor malah meningkat. Hal ini dapat dipahami karena dengan melemahnya kurs Rupiah
terhadap US Dolar, maka produk ekspor menjadi lebih murah di luar negeri atau
mempunyai daya saing yang tinggi.
Gambar 6Jaringan Bisnis Sentra Industri Keramik Kasongan
Dalam upaya pengembangan kluster Kasongan dan perdagangan bebas terutama
AFTA 2003 ini, maka sudah sepatutnya pemerintah daerah mengembangkan sentra industri
keramik Kasongan menjadi lebih efektif dan global market oriented, bukan lagi social and
political orienteddengan tujuan semata-mata untuk mengurangi kesenjangan (meminjam
istilah Tambunan, 1999). Lemahnya peranan pemerintah daerah Kabupaten Bantul dalam
membantu perkembangan usaha industri keramik di Kasongan, misalnya seperti bantuan
modal dan bantuan promosi, dirasakan oleh mayoritas pengusaha keramik tersebut. Namun
demikian, kunci utama untuk membuat UKM menjadi efisien dan dinamik adalah
menciptakan iklim bisnis yang kondusif tanpa harus membuat UKM terus bergantung pada
18
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
19/20
bantuan-bantuan khusus pemerintah (Hill, 1995). Peranan pemerintah dalam mendukung
perkembangan industri skala kecil hanyalah sebagai fasilitator, stimulator, regulator dan
stabilisator (Tambunan, 1999). Misalnya sebagai mediator adalah dalam pembentukan
asosiasi/paguyuban pengusaha keramik Kasongan yang dapat menjadi sarana tukar
menukar informasi baik pemasaran maupun trend selera konsumen. Sedangkan sebagai
fasilitator, misalnya dengan mengadakan promosi di Jogja Expo Center (JEC) berskala
nasional atau internasional. Sebab perlu dicatat, bahwa dalam penelitian ini keaktifan
promosi menjadi kunci utama industri keramik Kasongan yang berorientasi pasar luar
negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Becattini, G. (1990). The Marshallian Industrial District as a Socioeconomic Notion. In F.Pyke, G. Becattini & W. Sengenberger (Eds.),Industrial Districts and Inter-FirmCooperation in Italy. Geneva: ILO.
BPS, (2001), Profil Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga: Tahun 1999, Jakarta.
Fujita, M., & Thisse, J.-F. (1996). The Economics of Agglomeration. Journal of Japaneseand International Economics, 10, 339-378.
Garcia, J. G. (2000). Indonesia's Trade and Price Interventions: Pro-Java and Pro-Urban.Bulletin of Indonesian Economic Studies, 36(3), 93-112.
Gujarati,D, (1995),Basic Econometrics . (3rd edition ed.), New York, Mc-Graw Hill Inc.
Hill, Hall, (2000),Ekonomi Indonesia , Jakarta, PT Rajagrafindo Persada.
Krugman, P. (1995).Development, Geography, and Economic Theory . Cambridge andLondon: The MIT Press.
Kuncoro, M. (2001).Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi.Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.
Kuncoro, M. (2002).Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi dan Kluster IndustriIndonesia. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.
Lucas, R. E. (1988). On the Mechanics of Economic Development.Journal of MonetaryEconomics, 22, 3-22.
Markusen, A. (1996). Sticky places in slippery space: A typology of industrial districts.Economic Geography, 72(3), 293-.
19
-
8/4/2019 Journal Analisis Kluster Kasongan
20/20
Porter, M. E. (1998). Clusters and the New Economics of Competition.Harvard Business
Review, November-December(6), 77-91.Rabellotti, R. (1994). Industrial Districts in Mexico: the case of the footwear industry in
Guadalajara and Leon. In P. O. Pedersen, A. Sverrisson & M. P. v. Dijk (Eds.),Flexible Specialization: The dynamics of small-scale industries in the South (pp.131-146). London: Intermediate Terhnology Publications.
Tambunan, T. (1999). Perkembangan Industri Skala Kecil Di Indonesia. Jakarta: PT.Mutiara Sumber Widya.
UPT Sentra Kerajinan Keramik, (2002), Sekilas Tentang Sentra Keramik KasonganBangujiwo, Kasihan, Kabupaten Bantul .