journal of innovative counseling : theory, practice
TRANSCRIPT
70
Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research (2020), 4 (2), pp. 70-85 Program Studi Bimbingan dan Konseling | Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan |
Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (UMTAS) ISSN (Print): 2548-1738 |ISSN (Online): 2580-7153
INNOVATIVE COUNSELING
Strength Based Skill Training Untuk Peningkatan Kekuatan Harapan Siswa
Asti Siti Aminah1), Ilfiandra2), Ipah Saripah3) *) Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
(Email) : [email protected]
Abstract : Strength of hope defineted as a positive motivational state that obtained
from an interactive derived sense of successful agency (goal-directed energy), and
pathways (planning to meet goals). The study used a qualitative aproach with
narrative methods and One Project before-and-after design. The result of the
research finds that strength based skill training can result in increased strength of
hope from students through the characteristics of high agency and pathway thinking
in participants. In general, strength of hope in student has greater aspect on agency
or the motivation to achieve happiness in family and social support.
Keywords: Strength Based Skill Training, Character Strength, Strength of hope,
Students
Rcekomendasi Citasi: Aminah, Ilfiandra, Saripah. (2020. Strength Based Skill Training Untuk Peningkatan
Kekuatan Harapan Siswa. Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research, 4 (2): pp. 70-85
Article History: Received on 11/07/2020; Revised on 18/07/2020; Accepted on 27/07/2020; Published Online:
02/08/2020. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution License, which
permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly
cited. © 2019 Journal of Innovative Counseling : Theory, Practice & Research
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
71
A. Pendahuluan
Harapan merupakan salah satu
dimensi dari kekuatan karakter (Character
Strength) yang diperlukan pada
pengembangan pribadi siswa. Harapan
sebagai kekuatan hidup dinamis telah
menarik perhatian para peneliti dan
profesional dari berbagai disiplin ilmu
selama lebih dari tiga dekade (Farran,
Herth, & Popovich, 1995; Chamodraka,
2008). Lebih dari 50 penelitian telah
meneliti kekuatan harapan dalam
memprediksi kinerja sekolah dasar,
sekolah menengah, sekolah menengah
atas, dan mahasiswa (Shane J Lopez,
2013). Pada banyak penelitian, harapan
merupakan prediktor keberhasilan individu
yang signifikan untuk mengendalikan
prestasi, kecerdasan, dan variabel
psikologis seperti engagement, optimisme,
dan self-efficacy khususnya siswa di
sekolah (Shane J Lopez, 2013).
Kekuatan harapan atau disebut
(Strength of hope) terbukti memiliki
kekuatan postif dalam meningkatkan
performa hasil kerja yang luar biasa
(Shorey, 2007). Kekuatan harapan
memiliki konstruksi psikologis yang telah
membantu kelangsungan hidup dan
kesejahteraan individu selama ratusan
tahun. Implikasinya, kekuatan harapan
mampu memberikan manfaat pada
kesehatan mental serta menjadi kekuatan
dalam kehidupan sehari-hari (Krystle
Martin, 2009). Lebih lanjut, Paul Tillich
(Sahaya G. Selvam dan Martin Poulsom,
2012) mengatakan, “Tanpa harapan
ketegangan hidup menuju masa depan
akan lenyap, dengan harapan kehidupan
dapat terus berlanjut”.
Fenomena rendahnya kekuatan
harapan pada siswa merupakan salah satu
contoh dari munculnya keputusasaan
(Hopelessness) yang berdampak luas pada
dimensi hidup siswa. Studi yang dilakukan
di Minesota sebanyak 36.549 siswa pada
tingkat kelas enam, sembilan, dan dua
belas menunjukkan hubungan antara
harapan (hope) dan kekerasan
beradasarkan etnis dan jenis kelamin
(Hartanto, 2017). Hasil penelitian Gallup
Student Poll kemudian dilanjutkan oleh
Lopez et al (Callina, 2014) melalui metode
survey kepada 240.000 anak di tingkat 5
sampai tingkat 12 menunjukkan kekuatan
harapan berkorelasi kuat dengan indikator
self efficacy, self-regulation, dan well-
being. Kekuatan harapan juga dapat
meningkatkan kesuksesan akademik,
kemampuan akademik dan prestasi di
bidang olah raga remaja di sekolah.
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di SMAN 1 Majalaya mencatat
minat melanjutkan studi siswa untuk
melanjutkan studi ke perguruan tinggi
dinilai masih rendah. Salah satu faktor
rendahnya minat melanjutkan studi adalah
kondisi ekonomi disertai rendahnya
motivasi akademik. Kondisi dan status
ekonomi merupakan salah satu prevalensi
stres psikososial pada remaja (Winayaka,
2017). Lebih lanjut, Folkman (2010)
menyebutkan terdapat hubungan antara
kondisi stress dengan harapan (Hope).
Harapan (Hope) dan stres memiliki sifat
dinamis dalam mempengaruhi
kesejahteraan individu untuk menghadapi
keadaan yang sulit. Artinya, kekuatan
harapan memiliki dimensi penting bagi
individu yang menghadapi kondisi stres.
Adapun rendahnya motivasi akademik,
Diener & Dweck (1980) mengemukakan
individu yang tidak berhasil mencapai
level yang konsisten dalam kemampuan
potensi akademik akan memiliki kekuatan
harapan lebih rendah pada hasil akademik.
Berdasarkan hasil studi lapangan,
Guru BK mencatat fenomena siswa
dropout atau keluar yang cukup besar.
Tercatat pada tahun 2019, terdapat sebelas
orang siswa yang keluar karena merasa
putus asa ketika sekolah. Ditandai dengan
adanya kasus mogok dari sekolah dan
maraknya siswa yang lebih memilih
berhenti sekolah dengan bekerja
dibandingkan melanjutkan studi. Selaras
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
72
dengan Hanson (1994) menyatakan bahwa
individu dengan kekuatan level harapan
yang rendah akan sulit dalam melanjutkan
studi ke perguruan tinggi atau mengalami
drop out sebelum lulus. Fenomena tersebut
menunjukkan kebutuhan pemenuhan
strength of hope (kekuatan harapan) pada
siswa masih kurang.
Kekuatan harapan merupakan
emosi positif yang menghasilkan
keberhasilan studi serta memiliki peran
penting dalam peningkatan kesejahteraan
emosi (Jembarwati, 2011). Individu
dengan emosi positif mampu menganggap
kesulitan sebagai tantangan, menunjukkan
sikap antusias, dan percaya diri. Kekuatan
harapan mendorong keberhasilan studi
individu untuk mampu menyelesaikan
tugas akademik, mendapatkan skor lebih
tinggi pada tes akademik, memiliki
keyakinan akan kemampuannya dalam
mengatasi masalah, serta memperoleh
kepuasan hidup saat mengalami stres atau
tekanan akademik (Chang dalam Snyder,
Shorey, dkk, 2002).
Sebaliknya, individu dengan
kekuatan harapan yang rendah sulit dalam
menggunakan umpan balik sebagai
pengalaman kegagalan dalam
memperbaiki kinerjanya di masa depan,
mengalami keraguan diri, perenungan
negatif, dan agresif saat menanggapi kritik,
sehingga menambah tekanan psikologis
yang dialami (Greenberg, Collins, Bell, &
Michael, dalam Snyder, Feldman, Shorey
& Rand, 2002).
Terdapat beberapa alasan mendasar
terkait urgensi penanaman kekuatan
harapan pada masa remaja. Pertama,
remaja merupakan tahap transisi dengan
kondisi antisipasi dan refleksi yang
dihasilkan dari lingkungan keluarga,
teman, dan masyarakat. Kedua, kekuatan
harapan mengajarkan komponen tujuan
pengajaran yang berbeda dengan konstruk
psikologi positif lainnya. Ketiga, masa
remaja merupakan waktu perkembangan
kognitif yang cepat. Dengan demikian,
pada masa remaja memungkinkan individu
untuk berfikir dan bernalar dalam
perspektif yang lebih luas (Egan, 2011,
hlm. 32).
Bantuan yang dapat digunakan
konselor dalam meningkatkan kekuatan
harapan siswa adalah Strength Based Skill
Training. Pada dasarnya pendekatan
proses bimbingan telah mengalami
perubahan dari perspektif berfokus pada
masalah menuju perspektif berfokus pada
kekuatan (Cohler, 1987; Rapp, 1998,
dalam Smith, 2006). Srength based Skill
Training berasal dari tema psikologi
positif yang mempelajari kekuatan dan
kebajikan yang digunakan sebagai sarana
aktualisasi diri maupun pertumbuhan bagi
kehidupan yang positif (Seligman &
Csikszentmihalyi, 2000).
Strength Based Skill Training
merupakan pendekatan positif yang
menciptakan lingkungan untuk
memfasilitasi peningkatan kekuatan
karakter (Character Strength) dan
pengembangan masa depan (Snyder &
Lopez, 2007). Model harapan dari Snyder
dengan menggunakan pemikiran agency
dan pathway dikembangkan untuk
penerapan di sekolah (Jennifer, 2008).
Strength Based Skill Training
dilakukan untuk memfasilitasi siswa
mengerahkan kekuatannya dalam
membangun konstruk kekuatan harapan.
Strength Based Skill Training memiliki
tahapan dalam menanamkan proses
harapan yang disinergikan melalui proses
layanan bimbingan dan konseling.
Berdasarkan pemaparan, fokus penelitian
ialah upaya meningkatkan kekuatan
harapan melalui strength based skill
training. Ouput strength based skill
training diharapkan siswa dapat memiliki
pathways atau rencana untuk mencapai
tujuan dan agency atau energi untuk
mencapai tujuan yang kuat. Agency dan
pathways ditujukan agar siswa dapat
mengembangkan karakter serta kondisi
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
73
psikologis yang berdampak positif dan
luas terhadap seluruh dimensi kehidupan.
Berdasarkan uraian yang telah
dipaparkan, maka penelitian bermaksud
meningkatan kekuatan harapan siswa.
B. Metode
Metode penelitian dilakukan
dengan menggunakan Metode Riset
Evaluasi. Metode Riset evaluasi
merupakan aplikasi sistematis dari
prosedur riset sosial untuk menilai dan
mengevaluasi suatu program intervensi.
Riset evaluasi bermakna sebagai proses
memproduksi informasi mengenai nilai
atau manfaat hasil program (Dunn, 1999,
dalam Mutrofin, dkk, 2011). Pendekatan
riset evaluasi yang dipilih menggunakan
Pendekatan Kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang tidak dapat
dibatasi serta menjadi bagian yang penting
dalam penelitian untuk memahami gejala
yang terjadi dalam proses penelitian.
Metode riset evaluasi dengan
pendekatan kualitatif disebut juga dengan
riset evaluasi naturalistik, yakni
menggunakan latar alamiah program
sebagai penemuan pola untuk menjawab
berbagai permasalahan (Patton, 1991,
dalam Mutrofin, dkk, 2011). Pada riset
evaluasi yang menggunakan pendekatan
kualitatif, periset evaluatif menjadi alat
ukur utama sebagai instrumen kunci
(researcher as key instrument), periset
evaluatif mengumpulkan sendiri data
melalui studi dokumentasi, observasi
perilaku, atau wawancara dengan
partisipan/subjek penelitian. Lebih lanjut,
interpretasi data dilakukan dengan
menggali makna dari partisipan/subjek
penelitian (participant’s meaning) dalam
keseluruhan penelitian kualitatif.
Adapun metode riset evaluasi dari
pendeketan kualitatif yang dipilih yakni
menggunakan Naratif. Lebih lanjut, naratif
merupakan metode riset dengan
mengevaluasi dan menyelidiki individu
atau sekelompok individu. Informasi yang
didapatkan kemudian diceritakan kembali
oleh periset evaluasi dalam kronologi
naratif. Pada akhir tahap, riset, periset
evaluasi menggabungkan berbagai hasil
temuan dengan gaya naratif terkait
pandangannya tentang partispan
(Clandinin & Connelly, dalam Tayibnapis,
2000).
Tipe desain riset evaluasi dilakukan
dengan desain One Project before-and-
after. Desain One Project before-and-after
dilakukan berupa serangkaian pengukuran
/ pengamatan terhadap partisipan / subjek
penelitian selama sepanjang pelaksanaan
program. Pengukuran / Pengamatan
dilakukan dengan mencermati seberapa
tinggi tingkat capaian partisipan/subjek
penelitian berdasarkan urutan langkah
yang telah dihipotesiskan. Analisis Data
kualitatif dilakukan secara intensif
mengenai segala kejadian dalam
pelaksanaan program agar dapat
memahami hubungan antara layanan
program dengan kemajuan
partisipan/subjek penelitian (Mutrofin,
dkk, 2011).
Desain One Project before-and-
after dilakukan pada suatu kelompok yang
diberi intervensi program, dan selanjutnya
dilakukan proses mengkaji implementasi
program dengan mencermati tingkat
kuantitas, kualitas, dan cakupan layanan
yang dihasilkan atau diharapkan dari
program. Data yang tersaji dapat
dihubungkan berdasarkan luaran
(outcomes) yang bersumber dari
peserta/Subjek penelitian (Mutrofin, dkk,
2011). Desain One Project before-and-
after bertujuan untuk melihat hasil temuan
kekuatan harapan pada siswa dalam
kondisi yang diberikan program intervensi
dengan menggunakan Strength Based Skill
Training secara kualitatif hingga dapat
merekam subjek penelitian secara
menyeluruh dan naturalistik.
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
74
Lebih lanjut, pada tiap proses
pelaksanaan intervensi program melalui
desain One Project before-and-after,
dilakukan pengukuran melalui narrative
records (Shaughnessy, 2007, hlm. 126)
dengan langkah pengisian dokumen
lembar observasi aktivitas, angket, dan
jurnal kegiatan layanan. Adapun pola
desain penelitian adalah sebagai berikut.
Gambar 2.1
Pola Desain One Project before-and-after
Keterangan :
X = Program intervensi yang
diberikan (variabel Independen)
O = Pengukuran/ Pengamatan
(Variabel Dependen)
Pada kelompok diberikan
perlakuan berupa pelaksanaan program
intervensi Strength Based Skill Training
untuk peningkatan kekuatan harapan
siswa, lalu selanjutnya proses pemberian
program intervensi dilakukan proses
observasi sebagai pengukuran dengan
menggunakan metode dokumentasi dan
narrative records.
Partisipan penelitian adalah siswa
Kelas XI SMAN 1 Majalaya, Tahun
Ajaran 2019/2020. Subjek dipilih
berdasarkan kategori usia remaja disertai
pertimbangan yang dilakukan melalui hasil
wawancara dan observasi di SMAN 1
Majalaya.
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara didapatkan sumber
hopelesness yang ditunjukan dengan
fenomena: 1) rendahnya prestasi dan
motivasi akademik di sekolah; 2)
rendahnya tujuan (goal) untuk melanjutkan
studi ke Perguruan Tinggi (PT).; 3)
rendahnya agency thinking atau motivasi
dalam mencapai tujuan, ditandai dengan
minimnya antusias dan motivasi belajar
dikarenakan minimnya tujuan dalam
sekolah. Salah satu faktor yang
mempengaruhi adalah kondisi ekonomi
yang mayoritas menengah ke bawah. Serta
4) rendahnya pathway thinking atau
rencana dalam mencapai tujuan, ditandai
dengan kebingungan terhadap masa depan,
minimnya usaha atau tekad dalam
mengupayakan untuk mencapai cita-cita
dan minimnya kemampuan siswa dalam
merencanakan kehdiupan siswa di masa
depan. Subjek penelitian dipilih pada
empat orang subjek, yakni MF, HMY, TN,
WN.
Instrumen riset evaluasi yang
dikembangkan terdiri dari pedoman
observasi serta instrumen pengungkap
kekuatan harapan. Lebih rinci
pengembangan instrumen riset evaluasi
disajikan pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1
Pengembangan Instrumen Riset
Evaluasi
Tujuan Riset
Evaluasi
Data Riset
Evaluasi
Alat
Pengumpul
Data Riset
Evaluasi
Mendeskripsikan
implementasi
Strength Based
Skill Training
untuk
meningkatkan
kekuatan
harapan siswa
Data hasil
observasi tentang
pelaksanaan
implementasi
Strength Based
Skill Training
untuk
meningkatkan
kekuatan
harapan siswa
Pedoman/
Lembar
Observasi
Mengukur
kondisi kekuatan
harapan siswa
melalui
intervensi
Strength based
skill training
Data kondisi
kekuatan
harapan siswa
setelah intervensi
Strength Based
Skill Training
Intrument
the hope
future scale
Mengukur
proses
pelaksanaan
Data kuantitatif
terhadap
keberhasilan
Kuesioner
Evaluasi
Strength
X O
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
75
Tujuan Riset
Evaluasi
Data Riset
Evaluasi
Alat
Pengumpul
Data Riset
Evaluasi
intervensi
Strength Based
Skill Training
untuk
meningkatkan
kekuatan
harapan siswa
pelaksanaan
proses intervensi
Strength Based
Skill Training
Based Skill
Training
Analisis data dilakukan dengan
mendeskripsikan hasil pengamatan dan
penilaian terhadap implementasi program
yang dilaksanakan. Analisis data
ditafsirkan berdasarkan hasil temuan
secara sistematik pada perolehan data
selama proses intervensi.
Teknik analisis data dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut.
1) Reduksi Data, yaitu proses
mengkuantifikasikan data
observasional, merangkum data
penelitian, dan
mengkategorisasikan perilaku
yang muncul.
2) Analisis Narrative Records, yaitu
proses analisis berupa rangkuman
verbal berupa rangkuman
informasi, identifikasi, serta
kategorisasi dari hasil observasi
serta menjelaskan perilaku
tentang rekaman naratif.
3) Menarik kesimpulan dari hasil
penelitian
4) Mengajukan saran dan
rekomendasi hasil penelitian.
C. Hasil dan Pembahasan
1) Kecenderungan Kekuatan
Harapan Siswa
Kekuatan harapan sebagai
kekuatan positif pada siswa memiliki
kecenderungan pandangan atau paradigma
yang cukup menarik. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan pada empat
siswa kelas XI SMAN 1 Majalaya Kab.
Bandung Tahun Pelajaran 2019/2020, hasil
narrative records tentang makna harapan
yang muncul pada awal pertemuan
didapatkan profil pemahaman harapan
sebagai definisi berikut.
Tabel 3.1
Narrative Records Makna Harapan
NAMA NARRATIVE RECORDS
HMY Sesuatu yang ingin dicapai
MF Sesuatu yang diinginkan
tercapai,
TN Sesuatu yang ingin dicapai tapi
perlu ikhtiar lagi biar bisa
kecapai
WN Sesuatu yang ingin dicapai tapi
belum terlalu pasti
Berdasarkan Tabel 3.1 tentang
makna harapan, siswa memiliki
kecenderungan kesamaan dalam
memaknai harapan. Profil yang dihasilkan
tentang makna harapan muncul sebagai
suatu hal yang ingin dicapai namun
belum pasti. Kata “ingin dicapai” pada
ungkapan siswa menggambarkan sebagai
tujuan (goal) serta dorongan motivasi
dalam pencapaian tujuan (Agency
thinking). Lebih lanjut, siswa
menggambarkan perlunya usaha maupun
ikhtiar untuk dapat mewujudkan tujuan
yang ingin dicapai. Dengan kata lain,
makna harapan pada siswa
menggambarkan harapan sebagai
komponen Agency saja, tanpa disertai
Pathway.
Makna harapan pada siswa menjadi
hal menarik, terutama stimulus terhadap
makna harapan itu sendiri telah mengalami
banyak pengaruh yang cukup kuat
berdasarkan dampak Social Media. Pada
lingkungan remaja terdapat ungkapan
menarik yang dikenal dengan istilah PHP
atau “Pemberi harapan palsu”.
Berdasarkan ungkapan tersebut, makna
harapan sering dikaitkan dengan istilah hal
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
76
yang palsu, tidak menjanjikan atau tidak
pasti, serta kurang realistis.
Berdasarkan teori Snyder (2000),
makna harapan digambarkan sebagai suatu
kondisi motivasi individu untuk mencapai
sukses yang terdiri dari dua komponen,
yakni 1) agency thinking, atau energi dan
dorongan untuk mencapai tujuan, serta 2)
Pathway thinking, atau jalur (rute) dan
jalan dalam mencapai tujuan. Dengan
demikian, Komponen pathway thinking
dan agency thinking merupakan komponen
yang saling melengkapi, bersifat timbal
balik, dan berkorelasi positif, tetapi bukan
komponen yang sama (Lindley, Joseph,
2004).
Pada konsep psikologi positif, teori
tujuan, optimisme, self effcacy, dan
problem solving memiliki pertimbangan
yang berbeda dalam mendefinisikan
tujuan. Pathway thinking dan agency
thinking pada konsep harapan berorientasi
terkait masa depan (Lindley, Joseph,
2004). Kekuatan Harapan, optimisme,
pikiran masa depan, dan orintasi masa
depan mewakili sikap kognitif, emosional,
dan motivasi dalam menuju masa depan
(Peterson dan Seligman, 2004, hlm. 570).
Lebih lanjut, kekuatan harapan
diekspresikan dalam optimisme dan
pandangan positif tentang kehidupan dan
individu (Sahaya G. Selvam dan Martin
Poulsom, 2012). Artinya, kekuatan
harapan bersumber dari kemampuan
individu dalam memandang positif
terhadap kehidupan.
Kekuatan harapan sebagai
“fenomena kosmik dan peristiwa
spiritual”. Kekuatan harapan diyakini
menjadi kekuatan provokatif yang
mendorong individu untuk bergerak
melalui masalah psikologis (Shane J
Lopez, Snyder, 2004). Lebih lanjut,
Kekuatan harapan merupakan salah satu
nilai dalam konsep kekuatan karakter
(Character Strength) yang tercantum
dalam kebajikan transendensi (virtue of
transcendence). Kekuatan harapan
berdampak pada keyakinan individu
terhadap kekuatan yang lebih besar dan
bersifat spiritualitas (Peterson dan
Seligman, 2004).
Dengan merujuk terhadap beberapa
pemahaman serta pengaruh pada
lingkungan remaja, istilah harapan dinilai
belum memiliki urgensi yang sangat
berpengaruh bagi siswa. Pada pandangan
siswa, trend harapan lebih dominan
digambarkan sebagai Agency yakni
motivasi dalam mencapai tujuan atau
(suatu hal yang diinginkan terjadi).
Harapan belum dipahami lebih dalam
sebagai rencana atau jalur untuk
mencapainya (Pathway). Hal berbeda
ditemukan pada hasil penelitian harapan
remaja di Amerika (Mahon, Yarcheski,
2014) menyebutkan pandangan teoritis
harapan baru-baru ini menunjukkan bahwa
makna kekuatan harapan pada remaja
berfokus pada kemungkinan, refleksi dari
peluang kehidupan, dan orientasi masa
depan. Lebih lanjut, kekuatan harapan juga
berkembang pada remaja dengan
komunitas yang mengembangkan harapan
(Nalkur, 2009; te Riele, 2010).
Lebih lanjut, kecenderungan
harapan siswa lebih besar berada pada
aspek Agency atau dorongan pada siswa
dengan kecenderungan pada pencapaian
melanjutkan studi atau orientasi masa
depan. Selaras dengan Aro, Aunola &
Nurmi (1991) Orientasi masa depan
berkaitan erat dengan harapan, tujuan,
standar, rencana, dan strategi pencapaian
tujuan dimasa akan datang. Orientasi masa
depan yang jelas akan berdampak pada
harapan akan keberhasilan studi yang
tinggi. Harapan akan keberhasilan studi
memungkinkan siswa tetap menyelesaikan
tugas akademik dengan kinerja yang baik
dan memiliki skor yang lebih tinggi pada
saat ujian. Siswa dengan harapan
keberhasilan tinggi mengalami kecemasan
lebih rendah saat ujian dan memiliki
kemampuan penyelesaian masalah lebih
besar pada situasi stress akademik
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
77
(Onwuegbuzie, Snyder, & Chang dalam
Snyder, Feldman, Shorey & Rand, 2002).
Berdasarkan bahasan tentang
Agency dan Pathway thinking, ditemukan
temuan menarik pada siswa yang berkaitan
antara jenis kelamin dengan kondisi
harapan siswa. Pada siswa jenis kelamin
perempuan, yakni WN dan TN ditemukan
lebih mengedepankan unsur agency
terhadap harapan yang dimilikinya.
Adapun pada siswa jenis kelamin laki-laki,
yakni MF dan HMY ditemukan beberapa
point pathway thinking pada harapannya.
Akan tetapi, hal tersebut belum
dapat menggambarkan adanya perbedaan
harapan antara anak perempuan dan laki-
laki secara jelas. Dibutuhkan penelitian
lebih lanjut dalam penyelidikan data yang
lebih luas dan komprehensif. Hal tersebut
selaras diungkap Snyder, Feldman, Shorey
& Rand (2002) menyatakan belum
ditemukannya temuan yang sangat
konsisten dalam menunjukkan tidak ada
perbedaan harapan di antara anak
perempuan dan anak laki-laki. Memang,
tidak ada satu studi yang dilaporkan
menunjukkan perbedaan jenis kelamin
dalam tingkat harapan, sehingga pada
dasarnya tidak terdapat perbedaan antara
laki-laki dengan perempuan dalam kondisi
harapan (Snyder, 1994).
Weil (2000) mengemukakan
terdapat tiga faktor yang dapat
mempengaruhi kekuatan harapan, yaitu;
dukungan sosial, keluarga, dan kontrol.
Adapun latar belakang pemilihan siswa
dilakukan berdasar kondisi faktor-faktor
yang melatari kondisi kekuatan harapan
siswa. Kondisi harapan siswa tersebut
dikaji berdasarkan kondisi aspek dukungan
sosial, keluarga, mapun kontrol.
Pertama, aspek dukungan sosial
(Social Support). Kondisi dukungan sosial
pada siswa memiliki kesamaan kurangnya
keterikatan serta dukungan yang dimiliki.
Kekuatan harapan memiliki korelasi yang
positif dengan sifat sosial dan positive self-
presentation (Snyder, Hoza, 1997).
Dengan demikian, kekuatan harapan
memiliki korelasi positif dengan
kompetensi sosial yang dimiliki oleh
seseorang, sehingga makin baik
kompetensi sosial individu, maka makin
tinggi harapan yang dimilikinya (Hoza,
1997).
Kedua, aspek dukungan keluarga.
Kondisi bonding atau ikatan keluarga
merupakan kekuatan utama yang
diperlukan dalam harapan, kebahagiaan,
bahkan keberhasilan individu. Pada
keempat siswa tersebut, ditemukan adanya
pola didikan yang berbeda hingga
memunculkan efek kerenggangan atau
kurangnya bonding dengan keluarga.
Selaras dengan penelitian Hinton-Nelson,
Roberts, & Snyder (1996) menemukan
masalah interpersonal yang terjadi dalam
keluarga dapat menurunkan harapan bagi
anak-anak.
Ketiga, aspek kontrol diri Snyder,
Hoza (1997) mengungkapkan individu
melakukan penilaian secara independen
dan coping tentang masa depan, orang-
orang dengan kekuatan harapan tinggi
biasanya lebih optimis; mereka fokus pada
kesuksesan daripada kegagalan ketika
mengejar tujuan; mengembangkan banyak
tujuan hidup; dan mereka memandang diri
mereka sendiri sebagai mampu
memecahkan masalah yang mungkin
timbul.
2) Rancangan Strength Based Skill
Training untuk Peningkatan
Kekuatan Harapan Siswa
Strength Based Skill Training
merupakan rancangan program intervensi
yang disusun untuk dapat meningkatkan
kekuatan harapan pada siswa. Strength
Based Skill Training merupakan program
berorientasi kekuatan dengan
menggunakan kerangka konstruk-konstruk
positif melalui pendekatan pathways
technique dan agency technique. Strength
Based Skill Training memiliki strategi
dalam memberikan stimulus kekuatan
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
78
harapan yang didasarkan pada remaja.
Secara khusus, Strength based skill
training disusun untuk mengembangkan
kekuatan harapan dalam lingkup
penerapan di dalam setting pendidikan
sekolah.
Adapun struktur isi Strength Based
Skill Training untuk peningkatan kekuatan
siswa disusun berdasarkan model pada
premis dasar comprehensive school
guidance and counseling menurut Gysbers
& Henderson. Elemen yang mencakup
pada program dikembangkan melalui
serangkaian proses sistematis sejak dari
perencanaan, desain, implementasi,
evaluasi, dan keberlanjutan. Melalui
tahapan tersebut diharapkan penerapan
fungsi‐fungsi manajemen kegiatan dan
layanan program dapat diselenggarakan
secara tepat sasaran dan terukur (Gysbers
& Henderson, 2006).
Strength based skill training secara
umum merupakan program untuk
menumbuhkan kekuatan karakter
(Character Strength) dan pengembangan
masa depan. Program Strength Based Skill
Training berikut disusun lebih spesifik
dalam rangka peningkatan kekuatan
harapan pada siswa di SMAN 1 Majalaya
Kab. Bandung, Tahun pelajaran
2019/2020. Program Strength based skill
training merupakan program
pengembangan kekuatan dengan
menggunakan kerangka konstruk-konstruk
positif pada siswa melalui pendekatan
pathways technique, dan agency technique.
Strength based skill training
merupakan program intervensi yang
dilakukan berkisar selama tujuh hingga
delapan (7 hingga 8) minggu yang disusun
pada remaja. Deskripsi kegiatan berisi tiga
tahap, yang terdiri dari : 1) Tahap awal
berisi salam, doa, review, ice breaking. 2)
Tahap inti berisi strategi Strength Based
Skill Training terdiri dari brainstorming,
diskusi, bibliotherapy, games, simulasi,
menulis naratif (writting), dan Self Talk.
Terakhir pemberian insight dan penguatan
harapan terhadap strategi kegiatan yang
telah dilaksanakan disertai stimulus positif
terhadap keseluruhan kegiatan. 3) Tahap
akhir berisi review, menarik kesimpulan,
dan evaluasi kegiatan. Lebih lanjut,
rancangan strength based skill training
untuk peningkatan kekuatan harapan siswa
tersaji pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2
Rencana Kegiatan
Materi Tujuan Indikator
Whats
your
Hope?
-Siswa mampu
memahami
makna kekuatan
harapan
-Siswa mampu
mengeksplorasi
kekuatan harapan
yang dimilikinya
-Siswa dapat
menuliskan
karakteristik
tujuan serta
harapan secara
spesifik dan
positif
Siswa
dapat
memiliki
dorongan
untuk
mencapai
tujuan
(energetic
goals).
Hope &
The
Future
-Siswa mampu
mengeksplorasi
pengalaman
masa lalu yang
dimiliki
-Siswa mampu
memandang
pengalaman
masa lalu dalam
perspektif positif
-Siswa mampu
membuat frame
pengalaman
masa lalu sebagai
pelajaran bagi
masa depan
Siswa
dapat
menjadik
an
pengalam
an masa
lalu (past
experienc
e) sebagai
persiapan
masa
depan
yang baik
Hope
and
Success
-Siswa mampu
memahami
intisari
kesuksesan
dalam hidup
Siswa
dapat
memiliki
kemampu
an untuk
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
79
Materi Tujuan Indikator
- Siswa mampu
menganalisis
makna cerita dari
kisah kesuksesan
tokoh inspiratif
- Siswa mampu
memahami
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kesuksesan
dalam hidup
- Siswa mampu
menginternalisasi
kan nilai-nilai
kesuksesan
dalam hidup
meraih
kesuksesa
n dalam
hidup
(succes in
life)
Pandor
a
Games
- Siswa mampu
memahami
urgensi dalam
memenuhi tujuan
(meet goal)
- Siswa mampu
membangun
fokus untuk
memenuhi tujuan
melalui
permainan
- Siswa mampu
menggeneralisasi
kan nilai-nilai
permainan
terhadap
kemampuan
dalam memenuhi
tujuan
Siswa
dapat
memiliki
kemampu
an untuk
memenuh
i tujuan
(meet
goal)
Materi Tujuan Indikator
Hope
Model
- Siswa mampu
mengidentifikasi
tindakan untuk
keluar dari
hambatan
- Siswa mampu
memahami cara
untuk keluar dari
hambatan
melalui simulasi
- Siswa mampu
membangun
keterampilan
untuk keluar dari
hambatan
Siswa
dapat
memiliki
keterampi
lan untuk
keluar
dari
hambatan
(Out of a
jam)
Hope
Story
- Siswa mampu
mengidentifikasi
makna harapan
dalam
mendapatkan
seseuatu
- Siswa mampu
menuliskan
cerita harapan
untuk meraih /
mendapatkan
seseuatu
- Siswa mampu
memiliki
motivasi harapan
Siswa
dapat
memiliki
kemampu
an untuk
mendapat
kan
seseuatu
(get
things)
Hope
Talk
- Siswa mampu
mengidentifikasi
cara berpikir
positif untuk
menyelesaikan
masalah
- Siswa mampu
melakukan Self
Talk untuk
memiliki
keyakinan dalam
menyelesaikan
masalah
- Siswa mampu
mengninternalisa
sikan cara
berpikir positif
Siswa
dapat
memiliki
keyakinan
untuk
menyeles
aikan
masalah
(solve
problem)
dengan
positif.
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
80
Materi Tujuan Indikator
dalam kehidupan
sehari-hari
3) Implementasi dan Evaluasi
Strength Based Skill Training
untuk Peningkatan Kekuatan
Harapan Siswa
Implementasi Strength Based Skill
Training untuk peningkatan kekuatan
harapan siswa disajikan berdasarkan
komponen Pelaksanaan intervensi yang
meliputi deskripsi kegiatan terkait dengan
temuan dan proses berlangsungnya
kegiatan serta evaluasi pelaksanaan yang
meliputi hasil evaluasi dengan
menggunakan rating scale pada setiap
akhir intervensi, serta hasil analisis pada
tabel pengamatan / observasi setiap sesi,
dan hambatan yang dialami.
Pada kegiatan intervensi Strength
Based Skill Training, dilakukan sebanyak
tujuh kali pertemuan yang mencakup pada
indikator kompetensi kekuatan harapan.
Pada setiap indikator kompetensi yang
disusun berlandaskan pada strategi dan
pendekatan berbasis kekuatan.
Pada sesi pertama dan kedua,
dilakukan melalui pendekatan diskusi dan
brainstorming. Kegiatan dilakukan dengan
menggunakan media video beserta lembar
kerja (handout) harapan terkait. Menurut
(Roberts, Brown, Johnson & Reinke, 2002,
hlm. 668) Diskusi dan brainstorming
mengarah pada proses intervensi kekuatan
harapan yang dilakukan dengan latihan
yang terstruktur, diskusi yang berorientasi
pada tujuan, dan tugas-tugas untuk
membahas cara mendapatkan tujuan, serta
cara memilih arah ketika ada hambatan.
Hal tersebut dinilai sesuai dalam
peningkatan kekuatan harapan pada usia
remaja.
Berdasarkan evaluasi pasca
intervensi, diperlukan adanya latihan yang
lebih terstruktur pada program intervensi,
khususnya menganalisis terkait
kematangan berfikir siswa sehingga dapat
menemukan pola diskusi serta topik
harapan yang efektif dan mudah
dieksplorasi pada seluruh siswa.
Pada sesi ketiga dilakukan strategi
bibliotherapy yakni menggunakan bahan
bacaan inspiratif yang sesuai dengan
kondisi siswa. Bibliothrapy dilakukan
dengan menggunakan metode story telling.
Hal tersebut dilakukan untuk
meminimalisir adanya kesulitan membaca
yang dihadapi siswa. Snyder dan
Mc.Dermott, 1997 (dalam Roberts, Brown,
Johnson & Reinke, 2002) menyebutkan
bahan bacaan pada pelatihan harapan dapat
diberikan melalui proses bercerita.
menjelaskan cerita penuh harapan penting
untuk membangun dan mempertahankan
sense of hope. Lebih lanjut, penggunaan
Bibliotherapy dilakukan untuk
mengembangkan insight terhadap
kekuatan harapan yang dimiliki siswa.
Bibliotherapy membantu siswa memahami
konsep agency (tujuan yang akan dicapai)
dan pathway (jalur untuk mencapai tujuan)
melalui proses membaca.
Berdasarkan evaluasi pasca
intervensi, kegiatan pemilihan bacaan
dapat dilakukan dengan lebih kaya dan
efektif apabila melalui pengamatan kondisi
siswa terlebih dahulu. Bahan bacaan yang
efektif cenderung memiliki
kesamaan/kemiripan dengan kondisi atau
permasalahan yang dialami siswa. Lebih
lanjut, rekomendasi bahan bacaan juga
disesuaikan dengan tren remaja dan
perkembangannya.
Lebih lanjut, penggunaan metode
story telling lebih efektif dilakukan apabila
kondisi dan kemampuan membaca siswa
mengalami hambatan. Dengan demikian,
siswa dapat lebih mendapatkan insight
terhadap bahan bacaan yang disajikan.
Pada sesi keempat dan kelima
dilakukan melalui pendekatan permainan
dan simulasi. Permainan / Game dan
simulasi dilakukan untuk memperkokoh
agency (tujuan yang akan dicapai) dan
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
81
pathway (jalur untuk mencapai tujuan)
yang dimiliki siswa. Selanjutnya, game
dan simulasi dikembangkan untuk
memfasilitasi dan memfokuskan siswa
dalam pencapaian sasaran (Snyder &
Lopez, 2007).
Berdasarkan evaluasi pasca
intervensi, games ular tangga dan uno
stacko dapat menjadi pilihan yang cukup
efektif dalam merangsang stimulus
harapan pada siswa. Akan tetapi,
penggunaan waktu pada permainan tidak
dapat diprediksi karena menyesuaikan goal
atau tujuan masing-masing permainan
tersebut. Dengan demikian, pembatasan
waktu pada permainan sangat dianjurkan
dan diikuti oleh aturan permainan seperti
mengucapkan kalimat harapan saat peserta
terjatuh, dsb.
Pada sesi keenam, dilakukan
melalui pendekatan menulis naratif.
Kegiatan menulis naratif ditujukan untuk
menyusun agency (tujuan yang akan
dicapai) dan pathway (jalur untuk
mencapai tujuan) secara lebih jelas dan
spesifik. Selain itu, writing dilakukan
untuk mengevaluasi tujuan dan saasaran
lebih lanjut disertai umpan balik. Lebih
lanjut, menulis buku cerita pribadi tentang
pembicaraan dan harapan dapat menjadi
alat yang berguna dalam pemantauan diri
(Snyder, 2002).
Berdasarkan evaluasi pasca
intervensi, kemampuan menulis pada
seluruh siswa memiliki perbedaan masing-
masing. Dengan demikian teknik menulis
diary serta pengalaman siswa dapat
dilakukan dalam home assigment,
sehingga dapat mengungkap harapan siswa
lebih natural dan menyeluruh.
Pada sesi ketujuh dilakukan
melalui strategi Self Talk. Self Talk
diketahui sebagai teknik untuk
meningkatkan kekuatan harapan yang
berhubungan dengan motivasi siswa atau
agency thinking (Snyder, Michael, &
Cheavens, 1999). Agency tercermin dalam
hal ungkapan yang positif, yakni melalui
pendekatan self-talk. Self Talk dapat
digunakan oleh individu dengan
menggunakan ungkapan harapan positif.
Pada tahap ini, siswa dilatih untuk
memantau self-talk negatif dan
menggantinya menjadi self talk positif.
Berdasarkan hasil evaluasi
terhadap keseluruhan program, dapat
disimpulkan intervensi program Strength
Based Skill Training untuk peningkatan
kekuatan harapan siswa dapat digunakan
dengan memiliki feasibility program yang
sesuai sebagai intervensi pengembangan
kekuatan harapan siswa.
D. Simpulan
Kecenderungan harapan siswa
lebih dominan pada aspek Agency
Thinking, atau dorongan untuk mencapai
sesuatu. Sedangkan, aspek Pathways
Thinking, atau jalan (jalur) untuk mencapai
tujuannya masih minim ditemukan.
Agency atau dorongan pada siswa
mayoritas memiliki kecenderungan pada
pencapaian melanjutkan studi atau
orientasi masa depan. Kecenderungan
kekuatan harapan pada siswa memiliki
aspek yang lebih besar diluar kondisi
pribadi siswa. Hal tersebut mencakup
agency atau dorogan untuk meraih
kebahagiaan keluarga dan dukungan sosial
(social support).
Strength Based Skill Training
untuk peningkatan kekuatan harapan
menghasilkan karakteristik agency dan
pathway thinking yang tinggi pada empat
subjek penelitian. Artinya, siswa secara
keseluruhan dapat memiliki fokus terhadap
tujuan serta memiliki jalan dalam
menemukan ide untuk mencapai
tujuannya.
Berdasarkan Hasil Evaluasi
pelaksanaan intervensi Strength Based
Skill Training melalui hasil kuesioner dan
observasi partisipan riset evaluasi dengan
menggunakan (rating scale 1 s.d 10),
menghasilkan kecenderungan indikator
tingkat kemenarikan layanan, tingkat
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
82
urgensi, dan tingkat keberhasilan layanan
berada pada tingkat sedang atas hingga
tinggi (Skor rerata 8 s.d 10). Artinya
Strength Based Skill Training dapat
diimplementasikan dengan menarik dalam
memunculkan insight / output kekuatan
harapan siswa. Dengan demikian,
disimpulkan intervensi program Strength
Based Skill Training untuk peningkatan
kekuatan harapan siswa dapat digunakan
dengan memiliki feasibility program yang
sesuai sebagai intervensi pengembangan
kekuatan harapan siswa.
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
83
Referensi
Aro, Aunola & Nurmi. (1991). Personal
Goals During Emerging
Adulthood, A 10-Year Follow-
Up. Journal of Adolescent
Research. Vol, X, No 10.
Chamodraka. (2008). Hope development in
psychotherapy: a grounded
theory analysis of client
experiences. Dissertation:
McGill University.
Cresswell. (2013). Research Design:
Qualitative, Quantitative, And
Mixed Methods Approaches.
USA: SAGE Publications, Inc.
Diener & Dweck. (1980). An analysis of
learned helplessness: Continous
changes in performance,
strategy, and achievement
cognitions following failure.
Journal of Personality and
Social Psychology, 36.
Egan. (2011). Promoting Hope and Well
Being in Adolescents following
Transition to Secondary School.
Dissertation: school of
psychology: University of east
london.
Farran, Herth, & Popovich. (1995). Hope
and Hopelessness clinical
critical construct. California:
SAGE.
Folkman. (2010). Stress, Coping, adn
Hope. Journal John Wiley &
Sons, Psycho-Oncology, 19:
901-908.
Gysbers & Henderson. (2006). Developing
& Managing Your School
Guidance and Counseling
Program. Alexandria: American
Counseling Association.
Hanson. (1994). Lost talent: Unrealized
educational aspirations and
expectations among U.S. youths.
Jurnal Sociology of Education,
64, 263–277.
Hartanto. (2017). Profil Strength Of Hope
Mahasiswa Calon Guru Bk
Berdasarkan Faktor Budaya.
Journal of multicultural studies i
guidence and counseling. Vol 1
No. 1.
Jembarwati. (2011). Pelatihan Orientasi
Masa Depan Dan Harapan
Keberhasilan Studi pada siswa
di SMA. Jurnal Humanitas, Vol.
12, No. 1 (45-51).
Jennifer. (2008). Promoting Hope:
Suggestions for School
Counselors. Journal
Professional School Counseling,
Vol. 12, No. 2
Krystel Martin. (2009). Measuring Hope.
International Journal of
offender therapy and
comparative criminology. Vol
XX.
Lindley, Joseph. (2004). Positive
Psychology in practice. United
States of America: Willey.
Mahon, Yarcheski. (2014). Meta-Analyses
of Predictors of Hope in
Adolescents. Jurnal SAGE Pub,
2016, Vol. 38 (3) 345-368.
Mutrofin, dkk. (2011). Metode Riset
Evaluasi. Yogyakarta: Lakbang
Grafika.
Nalkur. (2009). Adolescent hopefulness in
Tanzania. Journal of Adolescent
Research, 24, 668-690.
Roberts, Brown, Johnson & Reinke.
(2002). Positive Psychology for
Children, Development,
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
84
Prevention and Promotion :
(Handbook of Positive
Psychology). New York: Oxford
University Press.
Sahaya G. Selvam and Martin Poulsom.
(2012). Now And Hereafter The
Psychology of Hope from the
Perspective of Religion. Journal
OF Dharma Vol. 37, 4, hlm.
393-410.
Shane J Lopez, Snyder, (2004). Positive
Psycholgy in Practice:
(Strategies for accentuating
hope). Hoboken, NJ: John Wiley
& Sons.
Shane J Lopez. (2013). Making Hope
Happen in the Classroom.
English: Amazon.
Shaughnessy dkk. (2007). Metodologi
Penelitian Psikologi.
Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Shorey. (2007). Theories of intelligence,
academic hope, and effort
exerted after a failure
experience. Unpublished
Master’s Thesis, University of
Kansas, Lawrence.
Smith. (2006). The Strength Based
Counseling Model. Journal The
Counseling Psychologist, Vol.
34. No. 1.
Snyder. (1994). The psychology of hope:
You can get there from here.
New York: Free.
Snyder. (2000). Handbook of hope: Theory
measures and applications: San
Diego, CA: Academic Press
Snyder. (2002). Hope Theory: Rainbows
in the mind. Jurnal
Psychological Inquiry, 13, 249-
275
Snyder & Lopez. (2007). Positive
Psychology: The Scientific and
Practial Explorations of Human
Strengths. USA: Sage
Publications, Inc.
Snyder, Feldman, Shorey & Rand. (2002).
Hopeful Choices: A School
Counselor's Guide to Hope
Theory. Professional School
Counseling, 5(5), 298.
Snyder, Hoza. (1997). The development
and validation of the Children’s
Hope Scale. Journal of
Pediatric Psychology, 22, 399–
421.
Snyder, Michael, & Cheavens. (1999).
Hope as a psychotherapeutic
foundation of nonspecific
factors, placebos and
expectancies. Washington, DC:
American Psychological
Association.
Snyder, Shorey, dkk. (2002). Hope and
academic success in college.
Journal of Educational
Psychology, 4(94).
Tayibnapis. (2000). Evaluasi Program.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Te Riele. (2010). Philosophy of hope:
Concepts and applications for
working with marginalized
youth. Journal of Youth Studies,
1, 35-46.
Peterson dan Seligman. (2004). Character
Strength and Virtues: A
Handbook and Classification.
New York: Oxford University
Press.
JOURNAL OF INNOVATIVE COUNSELING : THEORY, PRACTICE & RESEARCHVol.4, No.2, Agustus 2020 Available online: http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_counseling Aminah, Ilfiandra & Saripah
85
Weil (2000). Exploring hope in patients
with end stage renal disease on
chronic hemodialysis. Journal
ANNA, Vol. 27 219-223.
Winayaka. (2017). Prevalensi stres psikososial
dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pada siswa-siswi kelas XII Studi
Pendidikan IPA dan IPS SMAN 6
Denpasar. Jurnal. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, 11945-1-22062-1