judul : metodologi penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/buku...kriteria kebenran...

113

Upload: others

Post on 15-May-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika
Page 2: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Judul : Metodologi Penelitian

Code : 001.42 GUL m

Author : Gulo, W.

Publisher : Gramedia Widiasarana Indonesia

Kota : Jakarta

Year : 2002

ISBN : 978979696456

Indeks Page : eks.

Information : viii, 262 hlm. : il. 24 cm eks.

Page 3: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

DAFTAR ISI Kata Pengantar ………………………………………………………………………….

Bab I Hakikat Ilmu dan Penelitian ………………………………………….

Bab II Penelitian sebagai Proses Ilmiah ……………………………………

Bab III Konseptualisasi Masalah Penelitian ………………………………...

Bab IV Hipotesis ……………………………………………………………….

Bab V Penarikan Sampel …………………………………………………….

Bab VI Desain Penelitian ……………………………………………………..

Bab VII Metode Pengumpulan Data ………………………………………….

Bab VIII Analisis Pendahuluan …………………………………………………

Bab IX Analisis Uji Hipotesis ………………………………………………….

Bab X Penulisan Laporan Penelitian ………………………………………..

Lampiran ………………………………………………………………………………….

Daftar Pustaka …………………………………………………………………… …….

Page 4: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

KATA PENGANTAR

Orang belajar karena ingin mengetahui sesuatu. Keinginan untuk mengetahui itu dilakukan dalam suatu proses yang sistematis, analitis, empiris, dan terkendali. Proses yang demikian inilah yang dimaksud dengan Metodologi Penelitian dalam buku ini.

Dalam dunia perguruan tinggi, penelitian merupakan fungsi penting yang tidak bisa dipisahkan dari fungsi pengajaran dan pengabdian kepada masyarakat. Ilmu pengetahuan tidak akan berkembang tanpa dukungan penelitian. Pengalaman belajar yang diberikan kepada mahasiswa selama beberapa tahun diperguruan tinggi tidak hanya mengkaji berbagai sumber tertulis yang berkaitan dengan ilmu yang dipelajarinya, tetapi juga pengalaman dalam bidang penelitian yang berhubungan dengan bidang kajiannya. Pada akhir program studinya, mahasiswa mempresentasikan hasil penelitiannya sendiri dibawah bimbingan seorang atau lebih dosen. Namun, penelitian itu sendiri sering menjadi suatu tantangan yang sulit untuk diatasi. Tidak sedikit mahasiswa yang gagal menyelesaikan studinya karena terbentur pada tugas penelitian ini.

Buku ini disusun pertama-tama untuk membantu mahasiswa mengerjakan tugas akhir mereka. Semula tulisan ini merupakan bahan kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan bagi mahasiswa FKIP Universitas Kristen Satya Wacana sejak tahun 1979 sampai 1995 dengan bobot 4 sks, yang disusun dalam 10 modul. Salah satu syarat dalam kontrak perkuliahan ini adalah pada akhir kuliah, mahasiswa menyerahkan sebuah makalah sebagai laporan hasil penelitian sendiri setelah berlatih selama satu semester. Pengalaman satu semester ini memungkinkan mahasiswa untuk menyelesaikan tugas penelitiannya pada akhir program studi tanpa kesulitan yang berarti.

Metodologi Penelitian yang dikembangkan dalam buku ini lebih bersifat kuantitatif sehingga bantuan dari analisis statistik sangat dibutuhkan. Sehubungan dengan itu, kami telah menyediakan buku Dasar-Dasar Statistik Sosial yang dapat dipergunakan untuk mendampingi buku ini terutama pada bagian analisis hasil penelitian.

Bertitik tolak pada pemikiran bahwa penelitian merupakan sarana pengembangan ilmu, maka buku ini pada bab I dan II diawali dengan pembicaraan singkat tentang Hakikat Ilmu dan Penelitian, disusul dengan Penelitian sebagai Proses Ilmiah. Bab III dan IV berbicara tentang Konseptualisasi masalah, mulai dari merumuskan latar belakang masalahnya sampai mengungkapkan tujuan serta hipotesis-hipotesis yang berhubungan dengan itu. Bab V berbicara tentang Penarikan Sampel, dan bab VI tentang Desaian Penelitian. Metode Pengumpulan Data dengan penyusunan instrumen penelitian diuraikan di bab VII. Data-data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dalam dua tahap, yang diuraikan di bab VII tentang Analisisa

Page 5: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Pendahuluan atau analisis deskriftif, dan bab IX tentang Analisis Uji Hipotesis. Bab X merupakan bab penutup yang membahas Penulisan Laporan Penelitian.

Tersusunnya semua bahan ini dalam satu buku tidak terlepas dari bantuan banyak pihak terutama teman-teman di FKIP Universitas Kristen Satya Wacana sendiri, khususnya di Program Studi Ekonomi. Kami mengucapkan terima kasih kepada Drs. Siliwoloe Djoeroemana, M. S. , yang telah memberikan dorongan sejak awal kepada kami, dan kepada Drs. Kusyadi M. B. A. , Drs. Alex Mirakaho, Drs. Harbangan Siagian, M. Ed. , Drs. Bambang Ismanto, Drs. Agus Santoso, Drs. Cornelis Sutikno, dan Dra. Entri Sulastri G. , yang telah memberikan masukan melalui diskusi-diskusi dan seminar-seminar di dalam kampus. Pengalaman bersama mahasiswa FKIP khususnya Jurusan Ekonomi (d/h PDU) telah memberikan banyak masukan dalam penulisan buku ini, dan untuk itu kami mengucapkan terima kasih. Kepada staf Kantor Yayasan Badab Koordinasi Lembaga Pendidikan Kristen di Indonesia (Bakor LPKI) yang telah membantu kami untuk menyunting kembali tulisan ini, tak lupa juga kami mengucapkan terima kasih.

Kami sendiri berpendapat bahwa lebih baik ada daripada tidak ada, dan kalau ada, maka jadilah yang baik daripada yang jelek, dan seterusnya jadilah yang paling baik daripada sekedar baik. Buku ini baru pada tahap pertama, yaitu sudah ada. Kami yakin ada banyak kelemahan yang menyertai keadaan buku ini, dan untuk itu perlu diberi kritik yang konstruktif supaya bisa jadi lebih baik lagi.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada para pembaca dan mereka yang menggunakan buku ini dalam berbagai tugas penelitian.

Awal Mei 2000 Penulis

Page 6: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Bab I Hakikat Ilmu Pengetahuan

A. PENDAHULUAN Ketika saya lulus SMA. Kepala Sekolah memberi nasehat demikian. “Barang siapa yang merasa dirinya merasa dirinya pintas, itulah kebodohan, tetapi barang siapa merasa dirinya bodoh, itulah kepintaran.” Nasihat ini kemudian saya pahami dalam suatu pernyataan filsafat yang berbunyi : Ada orang yang tahu di tahunya. Ada orang yang tahu di tidak tahunya. Ada orang yang tidak tahu di tahunya. Ada orang yang tidak tahu di tidak tahunya. Sedikit yang kita ketahui dari alam alam semesta ini. Paulus dalam kitab Roma mengatakan, “ alangkah dalamnya hikmah Allah tidak terselidiki oleh manusia.” Mengetahui bahwa masih banyak yang belum diketahui menimbulkan keinginan untuk mengetahuinya. Pengetahuan yang diperoleh dari proses mengetahui itu akan mengembangkan kemampuan kita dalam berinteraksi dengan dunia sekitar kita. Proses mengetahui ini berjalan terus sepanjang hayat, sejak bayi sampai akhir hayat.

Masalah pengetahuan ini berkisar pada tiga hal, yaitu apa pengetahuan, bangaimana mengetahui, dan untuk apa pengetahuan itu. Masalah – masalah yang berhubungan dengan pertanyaan yang pertama (apa pengetahuan) disebut ontologis, sedangkan masalah – masalah yang berhubungan dengan pertanyaan kedua (bagaimana mengetahui) termasuk dalam epistemologis, dan masalah – masalah yang berhubungan dengan pertanyan ketiga (untuk apa pengetahuan) termasuk dalam aksiologis.1 Ketiga al ini tidak bisa lepas dari bagaimana mengetahui dan untuk apa pengetahuan itu, dan sebaliknya.

Pengetahuan itu pada hakikatnya meliputi semua yang diketahui oleh seseorang tentang obyek tertentu. Seseorang tentang obyek tertentu. Seseorang mengetahui apa yang dimaksud dengan dosa, mengetahui apa yang baik dan buruk, mengetahui cara memainkan apa gitar, mengetahui mengapa tanaman menjadi subur jika diberi pupuk, dan sebagainya. Seorang nelayan yang tinggal di pinggir pantai mengetahui bahwa pasang naik setiap bulan purnama, dan pasang surut setiap bulan mati. Ia memperoleh pengetahuan ini dari pengalamannya. Pengetahuan seperti ini oleh M. Hatta disebut pengetahuan pengalaman.2 Tetapi, ia tidak mengetahui mengapa pasang naik pada bulan purnam dan surut pada bulan mati. Dengan kata lain, ia tidak mempunyai pengetahuan (kmowledge) tentang ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang menerangkan pengetahuan pengalaman ini. Pengetahuan ini mencakup baik knowledge maupun science, seni, dan teknologi.

Masalah pengetahuan bukan hanya mengetahui, tetapi mengetahui yang benar. Banyak dari pengalaman pengetahuan itu kita peroleh dari orang lain. Kalau kita bertanya kepada seseorang di mana jalan ke rumah si A, dan ia memberi tahu kita, maka kita bisa percaya informasi yang diberikannya itu kita adalah informasi yang benar atau salah. Dengan kata lain, seberapa jauh kita menerimanya sebagai suatu kebenaran. Kebenaran adalah suayu pernyataan tanpa keraguan.

Pada dasarnya ada dua cara yang dipergunakan oleh manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah manusia dengan mendasarkan diri pada rasio, dan yang kedua mendasarkan diri pada pengalaman. Kaum rasionalis

Page 7: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

mengembanghkan faham rasionalisme, sedangkan yang kedua mengembangkan faham empirisme. Sesuatu yang bebar menurutr idealisme didapatkan oleh manusia dengan cara memikirkannya. Ide bagi kaum rasionalisme itu bersifat apriori yang mendahului pengalaman.

Bagi kaum empiris, pengetauan manusia tidak didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak, tetapi melalui pengalaman konkret. Dengan mengamati gejala – gejala alam dan gejala-gejala sosial, manusia dapat menemukan pengetahuan yang megikuti metode induktif, dapat dissun pengetahuan yang berlaku secara umum.

Selain dari rasio dan pengalaman, pengetahuan yang benar dapat pula diperoleh melalui intuisi ata wahyu. Namun intusisi ini bersifat personal dan tidak bisa diramalkan, sehingga tidak dapat dipergunkan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur. Masalah pengetahuan tidak hanya mendapatkan pengetahuan, tetapi mendapatkan pengetahuan yang benar. Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika Galileo Galilei menyatakan pada abad ke – 12 bahwa bumi ini bulat dan berputar mengelilingi matahari, para penguasa menganggapnya sebagai ajaran sesat yang harus cepat – cepat dihilangkan agar tidak menyesatkan masyarakat. Tetapi, beberapa abad kemudian, orang yang mengatakan bahwa bumi ini tidak bulat dan tidak mengelilingi matahari dianggap sebagai orang yang paling bodoh. Contoh ini menunjukkan bahwa kebenaran itu bersifat tentative.

Pernyataan tentang apa yang dianggap sebagai suatu kebenatan itu dilakukan melalui suatu proses penalaran. Proses ini bertitik tolak pada postulat – postulat tertentu tentang ap yang diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian. Penaran silogisme, misal, bertitik tolak pada suatu premis mayor dan suatu premis minor. Premis mayor adalah suatu pernyataan yang berlaku umum dengan kebenaran yang tidak perlu dibuktikan. Contohnya :

Premis Moyor : Manusi mati. Premis minor : Suharti adalah manusia Kesimpulan : Suharto Mati Pernyataan “Suharto mati” adalah benar, jika kita dapat membuktikan bahwa

suharto adalah manusia dan bahwa manusi mati adalah benar. Kecuali postulat sologisme, dikenal pula postulat – postulat lain sperti postulat

keajengan, postulat sebab akibat. Matahari terbit di sebelah timur adalah postulat keajengan karena kita meyaksikan bahwa di sepanjang hidup kita matahari selalu terbit disebelah timur. B. Teori, Proposisi dan Konsep 1. Teori Ilmu pengetahuan terdiri atas seperangkat teori dalam bidang tertentu. Dengan teori, itu kita dapat “membaca” kenyataan – kenyataan empiris yang terjadi di sekitar kita. Fakta empiris yang sama dapat diceritakan oleh beberapa orang dengan cara yang berbeda -beda sesuai dengan “kacamat” teori yng mereka pergunakan. Tanpa teori, kita menjadi “buta” tentang peristiwa – peristiwa empiris yang terjadi di sekitar kita. Sebaliknya, tanpa dipweradapakan dengan peristiwa – peristiwa empiris, suatu teori akan menjadi lumpuh. Karena teori sangat penting dalam kaitannya dengan penelitian empiris, maka perlu kita mempunyai pemahaman yang sama tentang teori. Teori menurut nan Lin adalah :

Page 8: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

A set of interrelated propositions, some of which can be empirically test.3

Teori pertama–tama terdiri atas seperangkat proposisi, yaitu pernyataan–

pernyataan tentang hubungan di antara dua konsep atau lebih. Apabila seseorang

diberi stimulus, maka ia akan memberikan reaksi dengan cara tertentu. Stimulus dan

reaksi adalah dua konsep yang dihubungkan menjadi satu proposisi. Misalnya konsep

hukuman yang dihubungkan dengan konsep perilaku akan menjadi : ”Jika anak diberi

hukuman, maka perilakunya berubah ke arah yang positif.” Pernyataan ini disebut

proposisi.

Suatu teori terdiri dari atas seperangkat proposisi yang saling berkaitan. Keterkaitan

tersebut tersusun dalam suatu sistem yang memungkinkan kita mempunyai

pengetahuan yang sistematis tentang suatu peristiwa. Dalam hubungan ini Kerlinger

menyatakan bahwa :

A theory is a of interrelated constructs (concepts) definitions, and propositions that

present a systematic view of phenomena by specify relations among variables, with

the purpose of explaining and predicting the phenomena.”4

Masing–masing proposisi atau definisi atau konsep saling menerangkan sehingga

kita memperoleh gambaran yang bulat dan utuh tentang suatu peristiwa.

Ciri ketiga dari teori adalah beberapa di antaranya dapat diuji secara empiris.

Pengujian secara empiris inilah yang menjadi tugas metodologi penelitian.

Teori yang tersusun secara sistematis mempunyai beberapa fungsi tertentu, fungsi

pertama adalah fungsi eksplanatif. Fungsi menjelaskan. Suatu teori harus mampu

menjelaskan hubungan antara peristiwa yang satu dengan peristiwa lain yang terdapat

dalam pengalaman empiris. Jika peristiwa yang satu adalah menurunnya nilai rupiah

dibandingkan dengan valuta asing, dan peristiwa lainnya adalah menurunnya

permintaan terhadap saham di pasar bursa, maka teori berusaha mencari dan

menjelaskan hubungan di antara dua peristiwa ini. Eksplanasi adalah pernyataan

tentang hubungan tertentu utnuk menggambarkan sejumlah kegiatan (fenomena) yang

teramati.

Page 9: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Teori Durkheim tenang hubungan antara keterisolasian sosial dengan tekanan

psikologis dapat dipergunakan untuk menjelaskan tingginya angka bunuh diri di antara

berbagai kelompok agama yang berbeda–beda tingkat partisipasi sosial anggotanya.

Kemampuan ekspalanatif suatu teori ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain (1)

kesederhanaan strukturnya, (2) kecermatan penjelasannya, dan (3) relevansinya

terhadap fenomena sosial yang berbeda–beda.

Fungsi kedua dari suatu teori adalah fungsi prediktif atau fungsi peramalan atau

prakiraan. Jika suatu teori dapat menjelaskan hubungan antara pendidikan dengan

pendapatan masyarakat, maka ia dapat pula memperkirakan tingkat pendapatan suatu

masyarakat dengan perkembangan pendidikan tertentu. Eksplanasi bersifat positif,

tetapi prediksi bersifat probabilitas. Jika langit mendung dengan awan hitam yang

menutupinya, maka akan turun hujan. Langit mendung adalah fakta, kenyataan yang

dapat diukur, sesuatu yang positif karena adalah sudah terjadi. Tetapi hujan turun

masih bersifat kemungkinan, belum tentu terjadi.

Prediksi dengan sifat yang probabilitas itu dapat diterapkan dalam tiga jenis situasi.

Yang pertama untuk waktu yang akan datang. Pengetahuan kita terhadap waktu yang

lampau dan waktu sekarang dapat diterapkan untuk waktu yang akan datang. Pada

waktu–waktu yang telah kita lampaui, kita ketahui bahwa matahari selalu terbit di

sebelah timur. Karena itu, kita mengatakan bahwa besok (belum kita masuki) suatu

kepastian, melainkan pernyataan yang probailitas. Kepastiannya baru ada setelah kita

menyaksikannya besok. Penerapan yang kedua adalah untuk tempat yang berbeda.

Apabila pendidikan dapat menaikkan pendapatan suatu masyarakat lain yang belum

pernah kita amati. Tetapi, bahwa pada masyarakat yang lain itu berlaku pernyataan

tersebut, itu adalah suatu yang probalistis. Penerapan yang ketiga adalah di dalam

kelompok sosial yang lebih besar. Jika pernyataan itu kita ketahui dalam kelompok

masyarakat yang kecil, maka dapat juga kita berlakukan pada kelompok yang lebih

besar. Tetapi, penerapannya dalam kelompok yang lebih besar itu bersifat probabilitis.

Fungsi ketiga dari suatu teori adalah fungsi control. Teori tidak hanya menjelaskan

dan memperkirakan, tetapi juga tidak hanya mengendalikan peristiwa supaya tidak

mengarah pada hal–hal yang negatif5.

2. Proposisi

Page 10: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

proposisi adalah pernyataan tentang hubungan antara dua konsep atau lebih. Jika

harga suatu barang naik, maka permintaan berkurang. Harga dan permintaan adalah

dua konsep yang dihubungakan dengan jika … maka … Pernyataan ini adalah

proposisi, atau dalam ilmu ekonomi disebut hukum ekonomi. Hubungan di antara kedua

konsep itu bermacam–macam, ada hubungan kausal (sebab akibat), ada hubungan

korelasional (positif dan negatif), ada hubungan fungsional.

Proposisi merupakan bahan untuk membentuk teori, dan membutuhkan konsep

sebagai bahan bakunya. Suatu proposisi mempunyai makna teoritis jika ia dibentuk

dari konsep-konsep kunci suatu disiplin ilmu pengetahuan. Setiap disiplin ilmu memiliki

konsep kunci. Di dalam ilmu pendidikan misalnya, kita mengenal konsep-konsep:

belajar, minat, stimulus, motivasi, dan sebagainya. Dalam ilmu ekonomi kita mengenal

konsep-konsep: kebutuhan, produksi, komsumsi, distribusi, investasi, dan sebagainya.

3. Konsep

konsep merupakan bahan baku ilmu pengetahuan. Dari konsep dibentuk proposisi, dan

proposisi itu membentuk teori, Nan lin merumuskan konsep sebagai :

… a term which has been assigned some specific semantic meaning … “6

konsep adalah istilah atau simbol yang membentuk pada suatu pengertian tertentu.

Rambu-rambu lalu lintas adalah simbol, dan simbol itu menunjuk pada suatu pengertian

tertentu yang perlu dipahami dan dipatuhi sebagai suatu peraturan. “Sekolah adalah

istilah ini mengingatkan kita pada sesuatu yang konkret seperti gedung, guru, murid,

pelajaran, dan sebagainya. “Wawewo” juga sebuah istilah, tetapi istilah ini tidak

mengandung makna, tidak menunjuk pada suatu pengertian, karena itu ia bukan

konsep.

Konsep adalah sesuatu yang abstrak tetapi menunjuk pada sesuatu yang konkret.

Abtraksi suatu konsep itu bertingkat-tingkat, ada yang abtraksinya sangat tinggi, ada

yang rendah. Misalnya, “minat” adalah suatu konsep yang sukar dicarikan hal-hal

konkret sebagai penunjuknya, tetapi “kursi” adalah konsep yang sangat mudah

dihubungkan dengan hal-hal yang konkret. Konsep-konsep yang dimiliki oleh ilmu

pengetahuan mempunyai sifat abtraksi yang sangat tinggi. Konsep seperti ini oleh

kerlinger construct7 atau konsep nominal/

Page 11: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Construct atau konsep nominal adalah konsep yang bersifat umum, yang

pengertiannya tidak terikat pada waktu dan tempat. Arti dari konsep seperti itu dapat

ditemukan dalam buku teks, kamus, atau eksiklopedia. Tetapi, ada juga konsep yang

pengertiannya dibatasi dalam suatu populasi tertentu di suatu tempat tertentu, misalnya

“motivasi belajar mahasiswa di Indonesia.” Motivasi adalah konsep yang bersifat

umum, tetapi motivasi belajar mahasiswa di Indonesia adalah konsep yang hanya

berlaku pada populasi mahasiswa di Indonesia. Kerlinger menamakan motivasi itu

denan construct, sedangkan motivasi belajar mahasiswa dinamakan konsep.

Hubungan anatara konsep, proposisi, dan teori ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Fungsi : Eksplanatif

Prediktif

Kontrol

Gambar 1.1

C. Berbagai Cara memperoleh Pengetahuan Penelitian atau riset pada hakikatnya bertujuan untuk memperoleh pengetahuan

tentang sesuatu yang dianggap benar melalui proses bertanya dan menjawab.

Penenlitian bertitik tolak dari pertanyaan yang muncul karena adanya keraguan,8 dan

keraguan ini yang menjadi dasar permulaan ilmu pengetahuan. Dari pertanyaan muncul

suatu proses sebagau kebenaran walaupun sifa kebenarannya sementara. Jawaban

yang diperoleh melalui proses penelitian. Demikianlah penelitian itu tidak pernah

berakhir sehingga ilmu pengetahuan bisa berkembang terus tanpa penelitian, ilmu

pengetahuan tidak akan berkembang ( lihat Gambar 1.2 )

Teori

Proposisi

Konsep

Page 12: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Penelitian Bertolak dari Pertanyaan

Gambar 1.2

Jadi, hakikat metodologi penelitian tidak terletak pada apa yang kita ketahui (atau

pengetahuan), tetapi pada bagaimana kita mengetahui, walaupun pengetahuan dan

cara mengetahui adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kalau kepada Anda

ditanyakan bagaimana bentuk planet bumi kita ini, tentu Anda menjawab bahwa bumi

ini bentuknya bulat. Itu adalah pengetahuan Anda tentang bumi. Tetapi, kalau ditanya

bagaimana Anda mengetahu bahwa bumi ini bulat, maka masalahnya menjadi lain. Ini

adalah masalah metodologi. Cara menegtahui inilah yang menjadi pokok pembicaraan

dalam metodologi penelitian.

Berbicara tentang bagaimana kita mengetahui sesuatu yang dianggap benar.

Babbie menyatakan bahwa:

Part of what you know could be called your agreement reality: things you concide to

be real because you’ve been told they are real. Another part is what could be called

experiential reality: the things you know as a function of your direct experience. The

first is a product of what people have told you, the second a product of your own

experience.9

Kita memperoleh pengetahuan dengan dua cara :

? ! ? !

Page 13: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

1. Melalui orang lain. Orang lain memberitahukan kepada kita, baik secara langsung

maupun media, dan apa yang diberitahukan itu kita sebagai sesuatu yang kita

anggap benar. Di keluarga, kita banyak memeproleh pengetahuan dari orang tua,

sejak bayi hingga dewasa. Di sekolah, kita memperoleh pengetahuan dari guru dan

bacaan-bacaan yang ada diperpustakaan. Dalam pergaulan di masyarakat, kita

banyak memperoleh pengetahuan dari teman atau orang-orang lain yang kita

jumpai. Melalui buku-buku, kita mendapat banyak pengetahuan yang memperkaya

diri kita. Pengetahuan yang diperoleh dengan cara disebut agreement reality.

2. Pengalaman diri sendiri secara langsung. Orang mengatakan bahwa pengalaman

adalah guru yang baik. Pengetahuan dari pengalaman diperoleh dengan

mempelajari pengalaman kita sendiri. Pengalaman kita setiap hari, jika direnungkan

kembali, akan memberikan banyak pegetahuan. Oleh karena itu, janganlah Anda

langsung tidur pada malam hari sebelum merenungkan kembali pengalaman hari

itu untuk mensyukuri dalam doa. Pengetahuan yang diperoleh dengan cara ini

disenut experiental reality.

Metodologi penelitian tidak hanya berhubungan dengan pengetahuan, tetapi juga

dengan ilmu pengetahuan. Karena itu metedologi pengetahuan termasuk dalam apa

yang disebut epistemology. Tentang ini Babbie menjelaskan bahwa :

…epistemology is the science of knowing, methodology (a subfield of epistemology)

might be called “the science of finding out.”10

Epistemology adalah ilmu mengetahui, sedangkan metodologi (bagian dari

epistemology) dapat dikatakan sebagai ilmu menemukan. Sehubungan dengan itu,

metodologi penelitian perlu dilihat apa yang ingin ditemukan di dalam kerangka teoritis

tertentu, agar apa yang akan ditemukan itu mendapatkan maknanya.

Ada beberapa cara yang dipergunakan oleh manusia untuk memperoleh

pengetahuan, antara lain :

1. Metode keteguhan (tenacity). Dengan metode ini orang menerima suatu kebenaran

karena merasa yakin akan kebenarannya. Unsur keyakinan berperan dalam

metode ini. Bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah, dan bukan berasal dari

monyet, diterima sebagai kebenaran karena keyakinan agama.

Page 14: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

2. Metode otoris. Sesuatu sebagau kebenaran karena sumbernya mempunyai otoritas

untuk itu. Bahwa alam semesta adalah ciptaan Allah diterima sebagai suatu

kebenaran karena sumbernya adalah Alkitab. Pernyataan dari seorang tokoh

tertentu diterima sebagai kebenaran karena ia mempunyai keahlian di bidang itu.

3. Metode a priori atau intuisi. Sesuatu diterima sebagai kebenaran semata-mata

berdasarkan intuisi.

4. Metode tradisi. Seseorang menerima suatu kebenaran dari tradisi yang berlaku di

dalam lingkungannya.

5. Metode trial and error. Pengetahuan dengan cara ini diperoleh melalui pengalaman

langsung. Sesuatu yang dianggap benar diperoleh sebagai hasil dari serangkain

percobaan yang tidak sistematis. Mula-mula dicoba, hasilnya salah, dicoba lagi,

dicoba lagi sampai akhirnya ditemukan yang benar.

6. Metode metafisik. Suatu pengetahuan yang dianggap benar diperoleh secara

metafisik. Jawaban terhadap masalah yang ditemukan dalam dunia empiris dicari di

dalam dunia supernatural, di dalam dunia transenden. Pengetahuan yang diperoleh

dari ajaran agama atau kepercayaan atau mistik termasuk dalam golongan ini.

7. Metode ilmiah. Metode ini dilakukan proses deduksi dan induksi. Permasalahan

ditemukan di dalam dunia empiris, dan jawabannya juga dicari di dalam dunia

empiris melalui proses deduksi dan induksi yang dilakukan secara sistematis.

Moh.Nazir menyebutkan 6 kriteria pada metode ini, yaitu (1) berdasarkan fakta, (2)

bebas dari prasangka, (3) menggunakan prinsip-prinsip analisis, (4) menggunakan

hipotesis, (5) menggunakan ukuran obyektif, dan (6) menggunakan teknik

kuantitatif.

Tanpa mengabaikan cara-cara lain, perhatian kita terpusat pada metode ilmiah ini,

yang sering dikacaukan dengan apa yang disebut metode akal sehat. Oleh karena itu,

perlu dijelaskan dahulu perbedaan metode ilmiah dengan metode akal sehat.

D. Metode ilmiah dan Metode Akal sehat. Metode penelitian ilmiah sering dibedakan dengan metode akal sehat (common

sense) terutama dalam proses penelitiannya. Proses penelitian ilmiah bersifat empiris,

terkendali, analitis, dan sistematis. Ciri-ciri ini secara terpadu tidak terdapat pada

Page 15: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

metode akal sehat. Kerlinger membedakan metode ilmiah dengan metode akal sehat

dalam lima hal, yaitu :

1. Pertama-tama pada penggunaan pola konseptual dan struktur teoritis dalam

menjelaskan gejala. Pendekatan dengan metode akal sehat menggunakan teori

dan konsep secara longgar, sedangkan pendekatan ilmiah menggunakan teori dan

konsep secara ketat dan terkendali. Pada pendekatan akal sehat, penjelasan

tentang gejala atau fenomena tertentu sering diterima begitu saja tanpa

mempertanyankannya lebih mendalam. Sejenis penyakit misalnya dipandang

sebagai hukuman atas dosa. Para ilmuwan tidak dapat menerima hal ini sebagai

kebenaran. Merela perlu memeriksanya secara realitis dan menguji kebenarannya

secara empiris.

2. Dalam pendekatan ilmiah, teori dan hipotesis diuji secara sistematis dan empiris.

Pada pendekatan akal sehat, teori dan hipotesis diuji juga, tetapi secara efektif, dan

tidak obyektif. Misalkan mereka memiliki pandangan tertentu terhadap orang-orang

dari kelompok atau suku X. Pandangan tertentu itu menghasilkan suatu stereotip

tertentu terhadap kelompok atau suku X. Misalnya mereka memandang

berinteligasi tinggi. Untuk membenarkan pandangan ini, dipilih sejumlah orang

tertentu saja dari kelompok X yang pintar-pintar. Cara sperti ini tidak dapat diterima

dalam pendekatan ilmiah. Pembenaran teori dan pengujian hipotesis harus

dilakukan secara sistematis dan empiris.

3. Pada pendekatan ilmiah, pengamatan terhadap fenomena dilakukan secara

terkendali (terkontrol). Cara sperti ini tidak terdapat pada pendekatan akal sehat.

Untuk mengetahui sebab-sebab suatu peristiwa melalui pendekatan ilmiah,

dikumpulkan seperangkat variabel yang diangkat sebagai variabel kontrol terhadap

peristiwa yang dipelajari. Semua variabel yang tidak termasuk dalam variabel

control ini dikesampingkan. Cara ini seperti ini tidak dilakukan dalam pendekatan

akal sehat. Apabila mereka percaya bahwa lingkungan pemukiman yang kumuh

mengakibatkan kenakalan remaja, maka kenakalan anak remaja di luar lingkungan

permukiman kumuh itu tidak lagi diperhatikan.

4. Pada pendekatan dengan akal sehat, dua fenomena yang muncul sering langsung

dihubungkan dalam satu hubungan sebab akibat tanpa melalui penelitian yang

dilakukan secara sistematis. Misalkan sejumlah anak yang menunjukkan prestasi

belajar yang tinggi. Di pihak lain diketahui pula bahwa anak-anak itu pada

Page 16: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

umumnya berasal dari golongan ekonomi kuat. Dari kedua fenomena ini ditarik

kesimpulan bahwa keadaan ekonomi yang kuat menyebabkan prestasi belajar yang

tinggi. Cara seperti ini tidak bisa diterima dalam pendekatan secara ilmiah.

5. Pendekatan ilmiah selalui bersifat empiris, dalam arti harus ada penjelasan tentang

hubungan di antara fenomena-fenomena, yang dilakukan berdasarkan kenyataan-

kenyataan yang realities dan mengesampingkan semua hal yang bersifat metafisik.

Sebagai contoh, hama tikus merajalela di sawah dan merusak tanaman karena

Dewi Sri marah atas ulah manusia yang serkah. Penyebab dari merajalelal hama

tikus tidak dicari dalam dunia metafisik seperti itu, tetapi di dalam dunia empiris.12

E. Pengertian Penelitian Ilmiah Penelitian ilmiah sebagai proses bertanya–menjawab memperhatikan peristiwa–

peristiwa empiris dalam kerangka berpikir teoritis tertentu. Peristiwa–peristiwa empiris

sebagai pusat perhatian data disebabkan atas gejala–gejala alam dan gejala–gejala

sosial. Gejala alam adalah peristiwa–peristiwa yang berlangsung di alam bukan karena

perbuatan manusia secara langsung, misalnya gempa bumi, meletusnya gunung

berapi, dan banjir. Fenomena social adalah peristiwa–peristiwa yang terjadi di antara

dan oleh manusia, baik secara individu maupun secara kelompok. Penelitian terhadap

gejala–gejala seperti itu disebut penelitian social. Nan Lin menjelaskan penelitian social

sebagai berikut :

Social research is conducted, first of all, to detect regulations in various social

relations. It is also conducted to provide clues to possible solutions to social

problems. The frits reason is conceptual or theoretical one, and the second a

pragmatic or applied one.13

Sasaran penelitian social adalah gejala-gejala social yang terdapat di dalam

berbagai relasi sosial. Terhadap gejala-gejala itu akan diteliti apakah ada keteraturan di

dalamnya. Dengan kata lain apakah gejala-gejala tersebut bekerja menurut aturan atau

hukum tertentu. Kalau gejala-gejala itu kita umpakan dengan seperangkat bilangan,

misalnya 2, 4, 8,16, maka segera kita ketahui bahwa di antara keempat bilangan

tersebut ada suatu aturan yang menghubungkannya, yaitu hukum penggandaan.

Bilangan 2 digandakan menjadi 4, bilangan 4 digandakan menjadi 8, dan seterusnya.

Page 17: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Dengan ditemukannya hukum seperti itu, maka kita dapat memberi penjelasan tentang

sifat hubungan yang bekerja di dalam fenomena tersebut. Selain itu dapat pula

dilakukan prediksi terhadap bilangan yang diperkirakan akan keluar, yaitu 32, 64, dan

seterusnya.

Oleh karena itu, tujuan penelitian yang pertama menurut Nan Lin adalah untuk

menentukan hukum atau keteraturan yang bekerja di dalm gejala-gejala itu, dan tujuan

yang kedua adalah untuk memecahkan masalah yang terdapat dalam relasi-relasi

sosial. Dengan kata lain, suatu penelitian mempunyai dua macam signifikansi

(pentingnya manfaatnya), yaitu signifikansi teoritis karena ia dapat mengembangkan

teori, dan signifikansi praktis karena ia dapat memberi bantuan dalam memecahkan

masalah.

Pada definisi Nan Lin tersebut tidak ada penjelasan tentang bagaimana penelitian

itu dilakukan secara ilmiah. Definisi tersebut bersifat finalis karena hanya

menggambarkan tujuan dari penelitian itu sendiri. Pengertian dilihat dari segi

prosesnya, kita temukan dalam definisi yang diberikan oleh Karlinger sebagai berikut :

Scienfic research is systematic, controlled, empirical, and critica invegations of the

propositions about the presumed relations among natural phenomena.14

Definisi ini menjelaskan bahwa proses penelitian itu pertama-tama adalah

menyusun hipotesis tentang hubungan-hubungan yang diperkirakan terdapat di antara

fenomena-fenomena itu. Penelitian dilakukan untuk menguji hipotesis tersebut. Ada

empat kriteria yang perlu dalam suatu penelitian ilmiah, yaitu :

1. Penelitian dilakukan secara sitematis. Prosesnya dilakukan dari suatu ke tahap

berikutnya. Setiap tahap harus dilakukan secara berturut, tidak boleh melangkahi

tahap sebelumnya untuk langsung pada tahap terakhir atau tahap yang jauh di

atasnya.

2. penelitian dilakukan secara terkendali. Perumusan konsep dan hipotesis secara

operasional merupakan kendali dalam mengarhakan seluruh kegiatan penelitian.

3. Penelitian dilakukan secara empiris. Masalah-masalah yang bersifat empiris.

Semua konsep yang tercakup dalam penelitian harus terhubung secara operasional

dalam dunia nyata.

Page 18: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

4. Penelitian bersifat kritis. Kritis di sini berarti ada tolak ukur (kritetria) yang dipakai

untuk menentukan sesuatu yang dapat diterima, baik secara ekspilisit. Tolak ukur

dalam menetapkan hipotesis, tolak ukur dalam menetapkan besarnya sampel

penelitian, tolak ukur dalam menetapkan besarnya sampel penelitian, tolak ukur

dalam metode pengumpulan data, tolak ukur dalam memilih alat analisis, dan

sebagainya.

E. Tipe Penelitian Seperti telah disebutkan sebelumnya, penelitian bertitik tolak pada pertanyaan, bukan

pernyataan. Jawaban dari suatu pertanyaan akan dipertanyakan lagi sehingga kita

sampai pada pertanyaan yang paling mendasar. Pertanyaan dasar tersebut

menentukan tipe penelitian yang hendak dilaksanakan. Ada 3 pertanyaan dasar yang

menentukan tipe penelitian secara empiris, yaitu (1) apa, (2) bagaimana, dan (3)

mengapa.

1. Penelitian Eksploratif Tipe penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan dasar yang pertama, yaitu apa.

Pertanyaan ini ingin mengetahui suatu gejala atau peristiwa dengan melakukan

penjajakan terhadap gejala tersebut. Penjajakan ini dilakukan tidak secara sistematis,

dalam arti tidak didasarkan pada hipotesis, dan tidak ditarik sampel. Penjajakan dapat

dilakukan dengan metode “bola salju”, yaitu dengan bertanya kepada satu orang

kemudian diteruskan kepada orang lain, dan kalau belum puas diteruskan lagi kepada

orang lain lagi, sampai diperoleh informasi yang lebih lengkap tentang masalah yang

diteliti.

Sebagai contoh, jika kita pada suatu waktu melihat ada banyak orang berkumpul di

suatu tempat, dan karena gejala itu tidak biasa terjadi, maka timbul keinginan kita untuk

mengetahuinya. Oleh karena itu, kita mendekati kerumunan orang banyak itu dan

bertanya kepada seseorang yang ada disitu. Kalau informasi yang diperoleh dari orang

tersebut kurang memuaskan atau kurang dapat dipercaya, maka kita melanjutkan

pertanyaan sehingga informasi itu menjadi lengkap. Dari informasi-informasi itu

akhirnya diketahui bahwa peristiwa itu adalah tabrakan kendaraan bermotor.

Page 19: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

2. Penelitian Deskriptif Tipe penelitian ini berdasarkan pada pertanyaan dasar yang kedua, yaitu bagaimana.

Kita tidak puas bila hanya mengetahui apa masalahnya secara eksploratif, tetapi ingin

mengetahui juga bagaimana peristiwa tersebut terjadi. Dari contoh di atas, dapat kita

mengetahui lagi bagaimana tabrakan itu terjadi. Dengan demikian, temuan-temuan dari

penelitian deskriptif lebih luas dan lebih terperinci daripada penelitian eksploratif.

Dikatakan lebih luas karena kita meneliti tidak hanya masalahnya sendiri, tetapi juga

variabel-variabel lain yang berhubungan dengan masalah itu. Lebih terperinci karena

variabel-variabel lain yang berhubungan dengan masalah itu. Lebih terperinci karena

variabel-variabel tersebut diuraikan atas faktor-faktornya. Untuk mendapatkan hasil

yang lebih baik, penelitian dilakukan dengan menarik sampel.

3. Penelitian Ekspanatif Tipe penelitian ini bertitik tolak pada pertanyaan dasar mengapa. Kita tidak puas bila

hanya mengetahui yang terjadi dan bagaimana terjadinya, tetapi ingin juga mengetahui

mengapa peristiwa itu terjadi. Dengan kata lain, kita ingin menjelaskan terjadinya suatu

peristiwa. Sebagai contoh, kalau dari penelitian ekspolaratif kita mengetahui bahwa

masalahnya adalah krisis monoter, dana melalui penelitian deskriptif diketahui

bagaimana krisis moneter itu terjadi, maka penelitian eksplanatif menjelaskan mangapa

krisis monoter yang diperkirakan dapat memberi penjelasan terhadap masalah itu.

Variabel-variabel tersebut tidak terbatas apa variabel ekonomi, tetapi jga variabel

politik, hukum, sosiologi, dan sebagainya. Penelitian seperti ini didasarkan pada

hipotesis-hipotesis yang datanya dikumpulkan dengan metode sampling.

4. Penelitian Eksperiman Ketiga tipe penelitian yang disebutkan di atas disebut juga expost fact research.

Disebut demikian karena peristiwa yang diteliti sudah terjadi sehingga data-datanya

dapat dilacak kembali melalui kuesioner atau dokumen-dokumen yang relevan. Tetapi,

ada juga penelitian di mana datanya belum pernah ada, sehingga harus diciptakan

terlebih dahulu. Penemuan-penemuan baru, seperti metode mengajar yang baru atau

bibit unggul suatu tanaman, memerlukan suatu pembuktian bahwa metode baru atau

bibit unggul itu memang lebih efektif. Misalnya pengajaran dengan menggunakan

studio visual (AVA) di suatu daerah terperinci, di mana metode itu belum pernah

Page 20: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

digunakan sebelumnya. Untuk maksud tersebut kita melakukan pengajaran dengan

metide AVA itu kepada sekelompok murid di daerah tersebut. Dengan demikian kita

mendapatkan data tentang seberapa jauh kefektifan pengajaran dengan metode lain.

Kelompok murid yang dijadikan praktik metode AVA itu disebut kelompok

eksperimen. Untuk mengetahui apakah hasilnya lebih efektif, maka kepada kelompok

murid yang sama, atau kelompok murid sama, atau kelompok murid yang lain yang

hampir sama dengan metode yang biasa dipergunakan. Kelompok ini disebut kelompok

control. Hasil dari kelompok control menjadi perbandingandari kelompok eksperimen

untuk mengetahui apakah hasil kelompok eksperimen itu lebih efektif daripada hasil

kelompok control. Tipe penelitian seperti ini disebut penelitian eksperimen. Tipe

penelitian ini sangat berguna untuk mengembangkan inovasi-inovasi yang berguna

dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.

G. Manfaat Penelitian Pengertian penelitian Nan Lin (lihat bagian E : pengertian Penelitian Ilmiah

mangandung 2 manfaat penelitian, yaitu (1) manfaat teoritis dan (2) manfaat prakttis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian yang bertitik tolak dari meragukan suatu teori tertentu disebut penelitian

verifikastif. Keraguan terhadap terhadap suatu teori yang bersangkutan tidak bisa lagi

menjelaskan peristiwa-peristiwa aktual yang dihadapi. Pengujian terhadap teori

tersebut dilakukan melalui penelitian empiris, dan hasilnya bisa menolak, atau

mengukuhkan, atau merivisi yang bersangkutan. Demikianlah teori berkembang terus melalui penelitian, dan dengan demikian ilmu

pengetahuan berkembang terus tanpa batas. Itulah sebabnya penelitian ditempatkan

sebagai darma kedua pada tridarma perguruan tinggi sebagai lembaga yang mengelola

ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Teoritis Pada sisi lain, penelitian bermanfaat pula untuk memecahkan masalah-masalah

praktis. Mengubah lahan kering menjadi lahan yang subur, mengubah cara kerja lebih

efisien. Dan mengubah kurikulum supaya cara kerja lebih efisien, dan mengubah

kurikulum supaya lebih berdaya guna bagi pembangunan sumber daya manusia

Page 21: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

merupakan contoh-contoh permasalahan yang dapat dibantu pemecahannya melalui

penelitian ilmiah. Hampir semua lembaga yang ada di masyarakat, baik lembaga

pemerintahan maupun lembaga swasta, menyadari manfaat ini dengan menepatkan

penelitian dan pengembangan sebagai bagian integral dalam organisasi mereka.

Kedua manfaat penelitian tersebut merupakan syarat-syarat dilakukannya suatu

penelitian sebagaimana dinyatakan dalam rancangan (desain) penelitian.

Catatan 1. Suriasumantri, Jujun S. 1985. Filsafat ilmu: Sebuah pengantar Populer. Jakarta:

Penerbit Sinar Harapan, hlm. 35

2. M, Hatta. 1960. Pengantar ke dalam Ilmu Pengetahuan. Jakarta PT.

Pembangunan, hlm.5.

3. Nan Lin. 1976. Foundations of Social Research. New York McGraw – Hill Book

Company, hlm. 17.

4. Kerlinger, Fred N. 1973. Foundations of Behavioral research. New york: Holt

Rinehart and Winston, hlm 9.

5. Hadi, Sutrisno. 1978. Metodologi research, Jilid I. Yogyakarta: Yayasan Penerbit

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, hlm 14.

6. Nan Lin, op cit., hlm.19.

Kerlinger, loc cit.

7. Suriasumatri, op cit., hlm.50.

8. Babbie, Earl. 1992. The Practice of Social Research. Belmont Wadsworth

Publishing Company, hlm .9.

9. Ibid, hlm .7.

10. Nazir, Moh. 1995. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Kerlinger, op cit., hlm. 3.

11. Nan Lin, op cit., hlm.5.

12. Lerlinger, op cit., hlm.11

Lembar Kerja

1. Jelaskan perbedaan suatu antologi, epistemology, dan aksiologi dalam filsafat

ilmu pengetahun.

Page 22: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

2. Apa yang dimaksud dengan teori? Jelaskan ketiga jenis fungsinya.

3. Apa perbedaan antara teori, proposisi, dan konsep ?

4. Jelaskan paling sedikit 5 cara untuk memperoleh pengetahuan.

5. Sebutkan paling sedikit 4 perbedaan antara metode ilmiah dan metode akal

sehat dalam memperoleh pengetahuan yang benar.

6. Jelaskan hakikat penelitian ilmiah.

7. Jelaskan perbedaan pengertian penelitian menurut Nan Lin dan menurut

Kerlinger.

8. Jelaskan perbedaan antara expost fact research dan penelitian eksperimen.

9. Jelaskan dua macam manfaat penenlitian.

Page 23: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Bab II Penelitian sebagai Proses Ilmiah

Setelah mempelajari bab ini, Anda dapat : 1. Menjelaskan hubungan interaksi di antara logika dan empiris dalam metode berpikir

illmiah 2. Menjelaskan sepuluh tahap dalam proses penelitian. 3. Menjelaskan ciri-ciri pokok dalam proses penelitian 4. Menjelaskan proses penelitian ilmiah menurut Wallace 5. Menjelaskan proses pembentukan konsep dan proposisi

A. Dua Pilar Ilmu Pengetahuan

Telah disebutkan sebelumnya bahwa penelitian itu pada akikatnya adalah proses “bertanya-menjawab”. Bermula pada mempertanyakan dan berakhir pada menjawab. Tetapi, antara bertanya dan menjawab terdapat suatu proses yang menentukan mutu jawaban yang diperoleh. Proses itu dilakukan secara deduksi dan induksi, sistematis, terkendali, empiris dan kritis. Jawaban yang akan diperoleh melalui proses penelitian harus mampu memberikan penjelasan terhadap peristiwa-peristiwa empiris yang dipertanyakan. Jika seorang ilmuwan berhadapan dengan masalah-masalah sosial dalam dunia nyata, maka masalah-masalah tersebut langsung berhubungan dengan ilmu yang dikuasainya dalam dunia abstrak dari dunia keilmuwan itu dia dapat memberikan penjelasan terhadap masalah-masalah yang bersangkutan. Sebaliknya, jika ia menyusun suatu teori yang sifatnya sangat abstrak, maka teori itu harus berhubungan dengan realita dimana teori itu digunakan. Dengan kata lain, teori itu harus disusun secara logis rasional, dan di pihak lain harus aktual. Ciri ilmu yang demikian dinyatakan oleh Babbie sebagai berikut : Science is sometimes characterized as logico-empirical. This ugly term carries an important massage : two pillars of science are (1) logic or rationality and (2) the observation of empirical facts1. Menurut Babbie, ilmu pengetahuan itu berdiri di atas dua pilar (lihat gambar 2.1)

Dua Pilar Ilmu Pengetahuan

deduksi

Logika

Empiris

Page 24: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

induksi Gambar 2.1

Pilar yang pertama adalah logika atau rasionalitas, dan pilar yang kedua adalah pengamatan empiris. Karena ditopang oleh kedua pilar tersebut, maka ciri ilmu pengetahuan adalah logic-empirical. Hubungan di antara kedua pilar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Apabila kita berhadapan dengan teori ilmu pengetahuan, maka pikiran kita berantisipasi pada kenyataan-kenyataan empiris di lapangan. Misalnya, jika kita mempelajari pengangguran tersembunyi (salah satu bentuk pengangguran dan untuk pengangguran yang dikemukakan oleh Duesenberry), maka teori tersebut membawa pikiran kita kepada petani-petani dipedesaan yang pernah kita kenal. Pikiran kita tidak berhenti pada definisi, atau pada kalimat-kalimat yang ada dalam buku teks. Kenaikan produksi beras yang mereka hasilkan tidak proporsional dengan kenaikan jumlah petani dilingkungan itu, sehingga produk per-kapita bahkan menurun. Dengan kata lain, cara berfikir kita tidak verbal, tetapi praktis – deduktif.

Sebaliknya, apabila kita berhadapan dengan peristiwa-peristiwa factual dalam dunia empiris, maka pikiran kita tidak berhenti pada masalah-masala praktis, tetapi terarah pada teori-teori yang pernah kta pelajari. Cara berfikir kita dala teoritis – induktif. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan timbal balik antara teori dan peristiwa-peristiwa empiris. Teori dengan cara berfikir deduktif mengarakan pada kenyataan empiris, dan kenyataan empiris dengan cara berfikir induktif mengarahkan kita pada teori.

Hubungan timbal balik antara teori dan praktek, antara berfikir deduksi dan induksi, tidak boleh terputus, tetapi harus selalu dikembangkan. Itulah sebabnya perkuliahan di perguruan tinggi sebagai lembaga pengelola ilmu selalu berhubungan dengan penelitian (teaching-research). B. Tahap-Tahap dalam Proses Penelitian Penelitian sebagai suatu proses deduksi dan induksi dilakukan secara sistematis, ketat, analitis, dan terkendali. Tahap-tahap dalam proses itu teratur secara sistematis. Kita tidak boleh langsung melakukan tahap tertentu sebelum melewati tahap sebelumnya yang merupakan persyaratan bagi tahap tersebut. Konsep-konsep yang merupakan sasaran penelitian diuraikan secara oprasional atas indikator-indikator empiris. Dengan indicator-indikator tersebut, konsep yang abstrak itu terhubungkan dengan kenyataan-kenyataan empiris.

Penelitian selalu dikendalikan oleh hipotesis-hipotesis sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Dibawah ini dikemukakan sepuluh tahap yang harus dilalui secara sistematis dalam suatu penelitian empiris.2 1. Konseptualisasi Masalah Sesuai dengan ciri ilmu yang demikian, maka proses penelitian ilmiah diawali dengan merumuskan pertanyaan penelitian atau apa yang disebut konseptualisasi masalah. Ada dua hal yang berhubungan dengan ini, yaitu masalah (substansi) yang dipertanyakan, dan pertanyaan dasar serta cara menjawab pertanyaan itu (metodologi). Konseptualisasi masalah ini menentukan tahap-tahap berikutnya. Jika terjadi kekeliruan pada tahap ini, maka seluruh tahap berikutnya akan mengalami kekeliruan. Oleh karena itu, tahap ini harus dilakukan dengan teliti. 2. Tujuan dan Hipotesis

Page 25: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Pada waktu kita mengajukan pertanyaan penelitian, maka sebenarnya pada waktu itu juga jawabannya sudah ada dalam pikiran kita. Jawaban tersebut memang masih diragukan, namun dapat dipakai sebagai jawaban sementara yang mengarakan kita untuk mencari jawaban sebenarnya. Pernyataan yang dirumuskan sebagai jawaban (sementara) teradap pertanyan itu disebut hipotesis penelitian. Oleh karena itu tahap selanjutnya setelah konseptualisasi masalah adalah perumusan tujuan dan hipotesis. Tujuan dan hipotesis inilah yang mengendalikan semua kegiatan penelitian. 3. Kerangka Dasar Penelitian Masalah-masalah yang dihadapai oleh peneliti memerlukan suatu penjelasan yang disusun dalam kerangka teoritis tertentu. Masalah pengangguran, misalnya, memerlukan penjelasan dengan menggunakan konsep-konsep yang berhubungan dengan pengangguran tersebut, seperti inventasi, tabungan masyarakat, pertumbuan penduduk, urbanisasi dan sebagainya. Konsep-konsep itu saling berhubungan membentuk beberapa proposisi. Hubungan–hubungan yang terbentuk disusun dalam suatu kerangka dasar, sehingga kita memperoleh penjelasan secara teoritis terhadap masalah pengangguran sebagai masalah penelitian. Konsep-konsep yang disusun dalam kerangka dasar penelitian itu adalah konsep-konsep yang tercakup dalam hipotesis-hipoteis yang telah dirumuskan sebelumnya. Karena itu, kerangka dasar tersebut disebut juga kerangka hipotesis. Dengan dirumuskannya secara operasional konsep-konsep dalam kerangka hipotesis itu, maka diperoleh kejelasan tentang data apa yang akan dikumpulkan untuk membuktikan hipotesis penelitian. 4. Penarikan Sampel Supaya data yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis itu dapat dikumpulkan, maka harus jelas dimana data tersebut dikumpulkan dan strategi apa yang digunakan untuk mengumpulkannya. Tahap ini disebut rumusan populasi dan sampel penelitian. Hasil dari proses penarikan sample ini adalah suatu daftar responden sebagai sample dari populasi penelitian. 5. Konstruksi Instrumen Selanjutnya perlu ditetapkan bagaimana mengumpulkan data dari sample yang ditetapkan itu. Hal ini berhubungan dengan metode pengumpulan data dan alat-alat (instrumen) yang digunakan untuk mengumpulkannya. Tahap ini disebut pengumpulan data dan konstruksi instrumen. Istrumen penelitiannya disusun sesuai dengan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data, seperti pedoman wawancara, daftar kuesioner, pedoman pengamatan, dan sebagainya. 6. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dalam rangka pembuktian hipotesis. Untuk itu perlu ditentukan metode pengumpulan data yang sesuai dengan setiap variabel, supaya diperoleh informasi yang valid dan dapat dipercaya. Pengumpulan data dilakukan terhadap responden yang menjadi sampel penelitian. 7. Pengolahan Data

Page 26: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Data yang telah dikumpulkan itu masih berupa data mentah, sehingga perlu diolah supaya dapat dianalisis. Pengolahan ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu editing (penyuntingan), coding (pemberian kode), dan menyusunnya dalam master sheet (tabel induk). 8. Analisis Pendahuluan Untuk menguji hipotesis, data yang telah diolah itu akan dianalisis dengan cara-cara tertentu. Analisis data penelitian itu sendiri dilakukan dalam dua tahap, yaitu analisis pendahuluan dan analisis lanjut. Analisis pendahuluan bersifat deskriptif dan terbatas pada data sampel. Maksud dari analisis ini adalah untuk mendeskripsikan setiap variabel pada sampel penelitian, dan untuk menentukan alat analisis yang akan dipakai pada analisis selanjutnya. 9. Analisis Lanjut Analisis selanjutnya setelah analisis pendahuluan adalah analisis inferensial yang diarahkan pada pengujian hipotesis. Alat-alat analisis yang dipakai untuk ini disesuaikan dengan hipotesis oprasional yang telah dirumuskan sebelumnya. Kalau hipotesis yang diuji hanya mencakup satu variable maka dipergunakan Uni Variate Analisys. Kalau hipotesis mencakup dua variable, maka dipergunakan Bivariate Analisys. Dan kalau mencakup lebih dari dua variable, maka dipergunakan Multivariate Analisys. 10. Interprestasi Hasil analisis ini kemudian diinterprestasikan melalui proses pembahasan. Tahap ini disebut analisis dan interpretase hasil penelitian. Tahap terakhir adalah melaporkan hasil penelitian itu ddalam bentuk tertulis. Proses penelitian seperti ini disusun seperti pada Gambar 2.2 Dalam gambar itu tampak ada 10 tahap, yaitu: (1) konseptualisasi masalah, (2) tujuan dan hipotesis, (3) kerangka dasar penelitian, (4) penarikan sampel atau sampling, (5) konstruksi instrumen, (6) pengumpulan data, (7) pengolahan data, (8) analisis pendahuluan, (9) analaisis lanjut, dan (10) interpretasi.

Page 27: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Tahap-Tahap dalam Proses Penelitian

Konseptualisasi masalah 1

Interpretasi Masalah Tujuan & Hipotesis 10 2 Analisis Masalah Kerangka Dasar

9 3 Analisis Pendahuluan Sampling

8 4 Pengolahan Data Instrumen

7 5 Pengumpulan Data 6

Gambar 2.2

Kesepuluh tahap itu dapat digolongkan dalam dua tingkat, yaitu tingkat pertama

dari tahap (1) samapai (6) sampai (1) di sebelah kiri. Tingkat pertama berjalan dalam proses deduksi yang bercirikan diferensiasi. Disebut deduksi karena proses deduksi yang bercirikan diferensiasi. Disebut deduksi karena proses itu berjalan dari teori-teori dan konsep-konsep yang sangat abstrak menuju pada evidensi-evidensi empiris yang sangat konkret, suatu proses untuk mendaratkan konsep yang abstrak di dalam dunia empiris yang konkret. Proses ini mempunyai ciri diferensiasi.

Dikatakan demikian karena satu konsep yang akan ditelitti membutuhkan banyak data, sehingga prosesnya berjalan dari satu ke banyak. Misalnya istilah “komunikasi” hanya terdiri atas satu kata. Tetapi, untuk menemukannya di dalam dunia nyata tidak dapat dibayangkan berapa banyak data yang diperlukan untuk itu: data tentang jenis komunikasi yang ada, keefektifan komunikasi pada setiap jenis komunnikasi yang ada, jangkauan masing-masing jenis komunikasi, dan sebagainya. Peribahasa Cina Kuno yang mngatakan “satu fakta, seribu gambar; satu gambar, seribu kata” dapat juga diubah menjadi “satu kata, seribu data.”

Tingkat kedua di sebelah kiri, yang mulai dari tahap (6) sampai kembali lagi ke tahap (1), berjalan dalam proses induksi yang bercirikan integrasi. Dikatakan induksi karena proses itu di mulai dari kenyataan-kenyataan konkret dengan seperangkat data sampai pada konsep-konsep yang abstrak melalui penyederhanaan. Ciri integrasi tampak pada proses perangkuman data, dari banyak menjadi sederhana , menjadi konsep yang bermakna.

Page 28: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

C. Komponen Informasi dan Komponen Metodologi Tahap-tahap yang ditempuh dalam proses di atas tidak membedakan tahap yang bersifat hasil temuan dengan tahap yang bersifat cara atau proses menemukan. Wallace membedakan kedua jenis sifat tersebut dalam dua macam komponen. Hasil temuan itu disebut komponen informasi, dan cara menemukannya disebut komponen metodologi. Dengan pembedaan seperti itu maka keseluruhan proses penelitian terdiri atas 5 komponen informasi dan 6 komponen metodologi. Wallace selanjutnya mengatakan :

Individual observations are higly specific and essentially unique items of information whose synthesis into the more general form denoted by empirical generelations is accomplished by measurement, sample summarazisation and parameter estimation. Empirical generaletions, in turn, are items of information that can be synthesized into theory via concept formation, proposition formation and proposition arrangement. A theory, the most general type of information, is traformable into new hypotheses through the method of logical deduction. An empirical hypotheses is an information item that be comes transformed into new observation via interpretation of hypothesis into observables, instrumation, scalling and sampling. These new observation are transformable into new empirical generalitions and parameter estimation, and hypothesis that occasioned their construction may then be tested for conformity to them. Suchtest may relyst in a new informational outcome: named a decision to accept or reject the truth of the tested hypothesis. Finally, it is inferred that the latter gives conration, modification or rejected of theory. 3

Kelima komponen informasi dalam tahap-tahap penelitian sebagaimana dikatakan

di atas adalah : 1. teori; 2. hippotesis 3. pengamatan ; 4. generalisasi empiris; 5. penerimaan atau penolakan hipoptesis

Informasi-informasi tersebut ditemukan melalui 6 komponen metodologi, yaitu : a. deduksi logis ; b. interpretasi hipotesis, instrumentasi, skala penggukuran, sampling, c. penyederhanaan (dengan statistik, estimasi parameter), d. pembentukan teori dan proposisi, e. pengujian hipotesis f. inferensial logis

Kalau kita mulai dengan mempermasaahkan suatu teori (1), maka dari itu teersebut kita menurunkan hipotesis (2). Cara menurunkan hipotesis dari teori itu dilakukan dengan deduksi logis (a). Selanjutnya, untuk membuktikan hipotesis dibutuhkan data sebagai pengamatan (3). Informasi ini diperoleh dengan cara melakukan interpretasi terhadap hipotesis, menyusun instrumen, menarik sampel, dan menetapkan pengukuran variabel (b). Berdasarkan data hasil pengamatan (3) ini ingin diketahui

Page 29: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak (5), dan pihak lain ingin diperoleh informasi berupa generalisasi empiris (4). Penerimaan atau penolkan hipotesis berdasarkan data pengamatan itu dilakukan dengan analisis uji hipotesis (e), dan generalisasi empiris diperoleh melaluui penyederhanaan data secara statisttik, antara lain dengan tehnik estimasi parameter (c). Dari hasil uji hipotesis (5) kemudian disimpulkan sejauh mana teori yang dipermasalahkan itu dapat diterima. Proses ini dilakukan dengan cara inferensial atau induksi logis (f). Dipihak lain, dari generelisasi empiris dibentuk konsep atau proposisi dengan cara pembentukan konsep, proposisi, dan teori (d). Seluruh proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Komponen Informasi dan Komponen Metodologi

(Wallace)

Keterangan: : Komponen informasi : Komponen metodologis

Gambar 2.3

Teori

Terima/tolak hipotesis

Generalisasi empirik hipotesis

Uji hipotesis

Pembentukan Konsep proposal

Deduksi Logis

Pengamatan

Perangkuman Estimasi parameter

Operasionalisasi Pengukuran

instrumentasi

Induksi logis

Page 30: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Proses dengan 11 komponen ini dapat pula diliat dalam dua bagian, masing-masing dengan cara berbeda, yaitu :

Cara pertama : bagian kanan dan bagian kiri. Kedua bagian ini dipisahkan oleh garis yang ditarik dari komponen teori *1) ke komponen pengamatan (3). Bagian kanan ini terdiri atas teori - deduksi logis-interpretasi hipotesis, sampling skala pengukuran, instrumen-pengamatan yang dapat juga disebut sebagai proses menerapkan teori. Bagian sebelah kiri dimulai dari pengamatan – rangkuman – generalisasi empiris – pembentukan teori-teori, yang disebut sebagai proses pembentukan teori.

Cara kedua : Bagian atas, dan bagian bawah . Kedua bagian ini dipisahkan oleh garis mendatar yang ditarik dari komponen generelisasi empiris (4) ke komponen hipotesis (2). Bagian atas disebut proses berteori dengan metode logika, dan bagian bawah disebut proses melakukan penelitian empiris. Catatan 1. Babbie, Earl. 1992. The Practice of Social Research. Belmont : Wadsworth

Publishing Company, hlm. 27 2. Bandingkan dengan Nan Lin. 1976. Fondations of Social Research. New York:

McGraw-Hill Book Company, hlm.9 3. Wallace, Walter. 1979.:An Overview of Elements in the Scientific Process” dalam

Jhon Bynner dan Keith M. Striblyy (ed.), Social Recearch: Princeples and Prosedures. New York: Longman in association with the Open University Press, hlm.4

Page 31: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Bab III Konseptualisasi Masalah Penelitian

A. Perumusan Masalah Konseptualisasi adalah proses pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan. Proses ini berjalan secara induktif, dengan mengamati sejumlah gejala secara individual, kemudian merumuskannya dalam bentuk konsep. Konsep bersifat abstrak, sedangkan gejala bersifat konkret (lihat Gambar 3.1).

dunia abstrak (konsep)

RUMAH

Dunia nyata

Gambar 3.1

Konsep berada dalam bidang logika (teoritis), sedangkan gejala berada dalam dunia empiris (faktual). Memberikan konsep pada gejala itulah yang disebut konseptualisasi. Konsep bersifat abstrak dan dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal yang khusus. Babbie mengatakannya sebagai the process through which we specify precisely what we mean we use particular terms (proses dengan mana kita memberi nama yang khusus secara tepat yang menggambarkan apa yang kita maksudkan).

Proses ini diawali dengan mengungkapkan permasalahan penelitian, latar belakangnya, perumusannya, dn signifikansinya. Masalah sebagai kesenjangan yang ada di antara kenyataan dan harapan perlu dirumuskan secara ekspilisit. Masalah tersebut dapat ditangkap dari keluhan-keluhan yang ada dalam lingkungan social yang bersangkutan. Gejala-gejala khusus ini diungkap secara jelas, untuk kemudian konsepnya dirumuskan secara operasional. Akhirnya, perlu juga diungkapkan mengapa masalah itu penting untuk diteliti, baik dari segi akademis, suatu penelitian bisa mengukuhkan teori yang ada, atau menyangkalnya, atau merevisinya. Sedangkan kepentingan praktis berhubungan dengan penelitian itu dalam pengembangan program atau pekerjaan tertentu.

Konseptualisai penelitian tidak hanya merumuskan masalah, tetapi juga mengungkapkan cara-cara tentang bagaimana masalah tersebut akan teliti. Dengan demikian terdapat dua masalah pokok yang akan dijelaskan dalam konseptualisasi

Page 32: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

penelitian itu, yaitu penjelasan tentang operasional penelitiannya (aspek metodolgi). Kedua aspek ini akan dibicarakan secara khusus dalam perencanaan penelitian (reseach design).

Suatu masalah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek empiris dan aspek logis atau rasional. Suatu peristiwa bisa disebut sebagai masalah jika terdapat kesenjangan antara apa yang ada dan apa yang seharusnya, antara kenyataan yang ada dan apa yang diharapkan. Dilihat dari apa yang diharapkan itu, masalah dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu :

1. masalah filosofis; 2. masalah kebijakan, dan 3. masalah ilmiah

suatu masalah dikatakan filosofis jika gejala-gejala empirisnya tidak sesuai dengan

pandangan hidup yang ada dalam masyarakat. Gejala-gejala hubungan seks sebelum nikah di kalangan remaja termasuk dalam kategori remaja itu tidak sesuai dengan norma-norma etis dan norma-norma keagamaan yang dianut oleh masyarakat.

Masalah yang tegolong dalam masyarakat kebijakan adalah perilaku-perilaku atau kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh si pembuat kebijakan. Bantuna Inpres IDT yang tidak mencapai sasaran, kualitas pendidikan yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan, adalah contoh-contoh yang termasuk dalam kategori masalah.

Masalah yang tergolong dalam kategori masalah ilmiah adalah kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan teori ilmu pengetahuan. Salah satu teori dalam ilmu pendidikan yang dikenal dengan ”teori hukuman” mengatakan bahwa hukuman ynag diberikan kepada anak akan mengubah perilakunya ke arah yang positif. Tetapi, dalam kenyataannya, anak-anak yang diberi hukuman itu perilakunya justru semakin mengarah pada hal-hal yang negatif, bahkan hukuman itu menanamkan dendan kepada gurunya. Masalah seperti ini termasuk masalah ilmiah.

Masalah sosial menampakkan diri pada conflict issue yang dapat ditangkap dari peristiwa-peristiwa yang ada dalam masyarakat. Isu-isu seperti itu dapat ditangkap melalui pengamatan langsung, atau dari surat kabar atau media massa lainnya, atau dari pokok-pokok pembicaraan yang berkembang dalam masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan membantu kita mengetahui pokok permasalahan dari isu tersebut. Seperangkat gejala umum perlu dipelajari untuk bisa menemukan isu seperti “demokrasi,” “kualitas sumber daya manusia,” “pengangguran di kalangan generasi muda,” “kualitas pendidikan,” “relevansi pendidikan,” dan sebagainya.

Bertitik tolak dari isu tersebut kita beerusaha merumuskan masalah yang menjadi focus penelitian kita. Perlu pula disadari bahwa dari suatu isu yang pragmatis itu dapat ditarik berbagai masalah, tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Di sinilah pentingnya teori sebagai acuan kita dalam melihat masalah. Dari seperangkat proposisi yang ada dalam teori tersebut kita memilih yang sesuai dengan isu dan yang cukup menarik minat itu. Bagan pada Gambar 3.2 memperlihatkan bagaimana merumuskan masalah dari isu yang ada dengan mempertemukan gejala-gejala faktual dengan teori.

Page 33: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Gambar 3.2

Untuk merumuskan masalah dengan cara sperti itu, perlu diperhatikan dua pertanyaan pokok yang membantu memperjelas masalah. Yang pertama adalah pertanyaan tentang mengapa masalah itu penting. Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diungkapkan latar belakang permasalahannya. Sumber-sumber bacaan yang relevan bisa membantu kita memperjelaskan latar belakangnya. Perlu dijajaki pula berbagai penelitian yang pernah dilakukan menyangkut masalah tersebut. Dari penjajakan ini kita mengungkapakan signifikansinya atau pentingnya penelitian yang akan dilakukan.

Pertanyaan yang kedua adalah apa masalahnya. Untuk menjawab pertanyaan kedua ini dilakukan penjajakan di sekitar lokasi penelitian, dan dari penjajakan ini kita mengungkapkan gejala-gejala khusus dari setiap individu yang bermasalah. Dengan metode induksi akhirnya kita merumuskan konsep yang merupakan fokus penelitian kita. Selanjutnya, dengan konsep tersebut kita merumuskan masalah penelitian secara ekspilist. Biasanya masalah itu dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, tetapi ada juga yang merumuskannya dalam kalimat deklaratif. Contoh-contoh perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan: (1) Mengapa mutu pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan semakin merosot? (2) Mengapa lulusan perguruan tinggi di Wilayah X sukar mendapat pekerjaan? (3) Apa kesulitan guru muda dalam melaksanakan profesinya sebagai guru di kelas?

B. Variabel Sebelumnya telah disebutkan bahwa konseptualisasi adalah proses memberi konsep pada gejala-gejala yang dipermasalahkan. Konsep yang bersifat abstrak, tetapi menunjuk pada obyek-obyek tertentu yang konkret. Obyek yang konkret itu bersifat individual, yang berbeda satu dengan yang lain. Jika kita mengamati orang-orang yang kita jumpai, maka tidak ada dua orang yang sama persis dari antar mereka. Setiap orang berbeda dengan yang lain. Mereka dapat dibedakan dengan nama masing-masing. Ada yang bernama Emanuel, ada yang bernama Hasan, ada bernama Frank, dan sebagainya. Jadi, “manusia” adalh konsep, dan konsep itu tidak hanya menunjuk pada Emanuel, Hasan, dan Frank, tetapi juga pada orang lain yang mempunyai kemiripan dengan mereka. Sifat dari obyek-obyek yang berbeda-beda adalah : 1. Mempunyai ciri umum yang sama, yang membuat mereka mirip satu sama lain,

sehingga semuanya dapat ditampung dalam satu definisi.

GEJALA EMPIRIS

TEORI ISU

MASALAH

Page 34: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

2. Setiap obyek berbeda, masing-masing mempunyai cirri tersendiri yang membedakannya dengan obyek lain. Perbedaan-perbedaan itulah yang membuat obyek-obyek itu bervariasi, karena itu disebut variabel.

3. Perbedaan-perbedaan pada setiap obyek terletak pada ukuran masing-masing, baik ukuran yang bersifat kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif. Karena ukuran yang berbeda-beda itulah maka konsep itu disebut variabel, seperti yang dikatakan oleh Karlinger, “variable is a property that takes on different valuea. … A variable is a symbol numerals or values are assigned.” Misalnya, kerajinan belajar mahasiswa dapat kita lihat pada banyaknya waktu yang dipakai oleh mahasiswa setiap minggunya untuk mempelajari bidang studinya. Apabila tolak ukur ini ditetapkan pada setiap mahasiswa, akan tampak keragaman dalam penggunaan waktu setiap mahasiswa. Si A memeprgunakan 20 jam, si B mempergunakan 24 jam, si C mempergunakan 28 jam, dan seterusnya. Karena itu, kerajinan belajar adalah variabel. Contoh variabel yang lain adalah pekerjaan pokok penduduk di suatu desa. Ada petani, ada eternak, ada buruh, bangunan, ada pedagang, dan sebaginya. Karena ada berbagai macam pekerjaan, maka pekerjaan penduduk adalah variabel.

Suatu konsep disebut variabel jika ia menampakkan variasi pada obyek-obyek yang

ditunjuknya. Jadi, konsep bukan variabel jika tidak tampak variasi pada obyek-obyek itu. Misalnya, almamater mahasiswa UKSW bukanlah variabel, karena semua mahasiswa mempunyai almamater yang sama, yaitu UKSW.

Di antara konsep yang abstrak dan obyek-obyek individual yang konkret terdapat suatu penghubung yang menunjukkan obyek-obyek mana yang dapat dimasukkan ke dalam konsep yang bersangkutan. Konsep “mahasiswa,” contohnya. Siapa saja yang dapat di SMU termasuk dalam konsep ini, atau si B yang bekerja di sebuah kantor, si C yang mengajar di sebuah SD? Kita membutuhkan suatu petunjuk untuk dapat melakukan tugas tersebut. Misalnya, orang yang telah terdaftar untuk mengikuti peljaran di suatu Perguruan Tunggi dapat diketahui dari kartu yang masih berlaku. Dengan kartu mahasiswa itu dapat diketahui siapa yang disebut dengan mahasiswa. Dalam hal ini kartu mahasiswa itu disebut indikator empiris terhadap konsep mahasiswa.

Indikator empiris ini bersifat dapat diamati. Suatu indikator empiris belum tentu dapat menunjukkan seluruh makna yang terkandung dalam konsep tertentu. Misalnya. “sepeda” dengan indikaotornya adalah “kendaraan roda dua.” Tetapi, bukanlah ada juga sepeda roda tiga, dan ada juga kendaraan roda dua juga yang bukan sepeda? Jadi, indikator tersebut belum seluruhnya menangkap konsep “sepeda”. Oleh karena itu, suatu konsep bisa memiliki lebih dari satu indikator empiris. Pada Gambar 3.3 konsep A hanya memiliki satu indikator, sedangkan konsep B memilki tiga indicator. Konsep C memilki dua indikator, tetapi kedua indikator tersebut kurag valid karena sebagian indikator tidak menunjuk pada mana konsep yang dikehendaki. Pada konsep D terdapat dua indikator yang sama sekali tidak valid, yang tidak berhubungan dengan makna yang dimaksud oleh konsep.

Hubungan antara konsep dan indicator iu disebut korelasi epistemic. Korelasi epistemik bergerak dari 0 ke 1,00. Pada konsep D, korelasi itu adalah 0 (nol), sedangkan pada konsep C korelasinya > 0 namun tidak signifikan. Pada konsep A dan B korelasinya juga > 0 tetapi signifikan.

Page 35: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

A B C D Keterangan : Konsep Indikator empiris

Gambar 3.3

Dengan indikator empiris itu kita merumuskan variabel secra operasional. Definisi operasional dirumuskan sedemikian rupa sehingga ia bisa berfungsi sebagai petunjuk untuk menemukan data yang tepat dalam dunia empiris. Misalnya, kita melihat empat buah bilangan, yaitu 2, 4, 6, dan 8. Sekarang kita rumuskan dalam satu istilah keempat bilangan itu. Istilah apa yang bisa kita pergunakan untuk menerangkan seluruh bilangan itu? Kalau disimpulkan bahwa keempat bilangan itu adalah bilangan genap dengan definisi bilangan yang habis dibagi dua, maka apakah dengan definisi tersebut dapat kita temukan kembali bilangan itu? Contoh lain: 4, 6, 10, 18, 20. Semua bilangan ini adalah bilangan genap, jadi memenuhi definisi tadi. Tetapi, bilangan yang kita lihat tadi bukanlah 4, 6, 10, 18, dan 20, melainkan 2, 4, 6, dan 8 adalah “bilangan kelipatan dua di bawah 10.” Dengan definisi ini, maka tidak ada yang lain kecuali 2, 4, 6 dan 8. Bukan 2, 4, 10, dan 12, karena ada bilangan yang tidak memenuhi definisi.

Definisi operasional suatu variabel tidak boleh dirumuskan dalam bentuk sinonim. Kalau definisi variabel kerajinan belajar dirumuskan sebagai “kerajinan belajar adalah ketekunan siswa untuk mempelajari bahan pelajara,” maka di sisni terdapat dua istilah yang setara, yaitu kerajinan dan ketekunan. Seharusnya istilah ketekunan berfungsi sebagai penjelas bagi kerajinan, karena itu seharusnya ia bukan konsep, tetapi indikator. Namun, dalam definisi ini ketekunan adalah konsep, sama dengan kerajinan yang juga adalah konsep. Jadi, ketekunan sinonim dengan kerajinan.

Istilah kerajinan harus diterangkan dengan indikator. Ciri dari indikator adalah teramati dan terukur. Dengan menggunakan indikator tersebut, kita merumuskan variabel kerajinan belajar sebagai berikut: “Kerajinan belajar mahasiswa adalah banyaknya waktu yang diukur dalam jam per minggu yang dipergunakan oleh mahasiswa untuk membaca bahan-bahan yang relevan dengan program studinya.” Di sini kegiatan membaca adalah indikator, dan jumlah adalah pengukuran. Tampak bahwa definisi operasional terhadap variabel atau konsep ini berbeda dengan definisi yang kita temukan dalam buku teks atau dalam kamus. Definisi dalam buku-buku teks atau kamus itu disebut perbedaan di antara bentuk definisi itu, perhatikan definisi dari konsep-konsep berikut.

Page 36: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Konsep Definisi Nominal Definisi Operasional Motivasi

Motivasi adalah kekuatan dorongan dari dalam yang ada pada diri sesorang dengan cara – cara tertentu.2

Motivasi adalah derajat kesungguhan kerja pada seseorang dalam suatu oraganisasi3.

Kenakalan Remaja

Setiap orang yang berumur antara 7 dan 16 sampai 18 yang melanggar ketentuan, peraturan, atau undang – undang.

Setiap orang yang dijatuhi putusan oleh pengadilan sebagai pelaku kenakalan remaja.

Atau : Setiap orang yang berusia 7 sampai 18 tahun yang dalam daftar diri menyatakan bahwa ia telah melakukan satu atau lebih tindak yang tercantum dalam daftar itu.

Kepuasan kerja

Perasan – persaan positif seorang pekerja mengenai pekerjaannya.

Dengan lima dimensi kerja, supervise, gaji, promosi, dan kawan sekerja, Smith menyusun sekumplan pertanyaan untuk setiap dari lima dimensi tersebut yang dijawab dengan ya atau tidak.

1. Variabel Dependen dan Variabel Indenpenden Variabel dependen disebut juga variabel tidak bebas, dan variabel indenpenden disebut variabel bebas. Suatu variabel disebut dependen atau tidak bebas jika nilai atau harganya ditentukan oleh satu atau beberapa variabel lain. Dalam hubungan ini variabel bebas. Sebagai contoh, hubungan antara permintaan dan harga dalam hukun permintaan berbunyi: “Jika harga suatu barang naik (atau turun), mkaa permintaan terhadap barang itu akan turun (atau naik).” Di sini permintaan merupakan variabel dependen, dan harga merupakan variabel indenpenden. Sering juga variabel dependen itu disebut variabel indogen, dan variabel indenpenden disebut eksogen. 2. Variabel Kontinu dan Variabel Deskrit Kedua jenis variabel ini berbeda dalam cara pengukurannya. Variabel kontinu dapat diukur dengan bilangan kontinu, sedangkan variabel deskrit hanya bisa diukur dengan bilangan deskrit. Variabel-variabel berat, panjang, dan umur termasuk variabel kontinu karena dapat diukur dengan bilangan real seperti1,12; 2,045; 5,00569 dan sebagainya. Sedangkan jumlah orang adalah variabel deskrit yang hanya dapat diukur dengan bilangan bulat seperti 1, 2, 4, dan seterusnya.

C. Skala Pengkuran Selain bisa diamati, sifat kedua dari indicator empiris adalah dapat diukur pada skala tertentu. Pengukuran itu paling sedikit bertujuan untuk membedakan yang satu dengan yang lain, misanya bahwa yang satu lebih besar atau lebih kecil daripada yang lain, bahwa yang satu itu merah dan yang lain putih, bahwa yang satu itu 10 Kg dan yang

Page 37: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

lain itu 8 Kg. Untuk malakukan tugas pengukuran dibutuhkan alat, dan pada alat itu terdapat skala yang dapat diterapkan pada setiap obyek yang akan diukur. Alat ukur dipakai untuk mangukur obyek haruslah konsisten sehingga hasilnya dapat dipercaya. Kalau kita mengukur panjang suatu obyek tertentu dangan jengkal orang dewasa, maka tidak konsisten jika untuk mengukur obyek lain dipergunakan jengkal anak-anak. Selain itu, alat ukur yang dipakai haruslah valid, jangan misalnya mengukur panjang dengan luter, atau mengukur panas dengan timbangan berat.

Dengan syarat-syarat sperti ini maka pengukuran adalah suatu proses pemberian angka pada setiap obyek dalam skala tertentu. Mengukur suatu variabel dapat dilakukan pada salah satu dari 4 skala pengukuran, yaitu (1) skala nominal, (2) skala ordinal, (3) skala interval, (4) skala ratio (lihat Gambar 3.4)

Skala Pengukuran

D I

J A B A R K A N

Gambar 3.4

1. Skala Nominal Skala nominal ini dapat diterapkan pada stiap variabel karena skala ini berfungsi untuk membedakan. Setiap obyek pada variabel yang diukur adalah setara, namun berbeda satu dengan yang lain. Status seks adalah suatu variabel yang apabila setiap obyek maka ada dua macam jenis seks yang mempunyai derajat yang sama, yaitu laki-laki dan perempuan. Membedakan antara laki-laki dan perempuan adalah skalanominal. Tolok ukur yang dipakai untuk mengukurnya adalah indicator empiris dari variabel yang bersangkutan. Variabel ini mempunyai dua kategori (atau kelas) yang sama derajatnya. Untuk itu disediakan dua angka, yaitu angka 1 untuk laki-laki , dan angka 2 untuk perempuan, atau sebaliknya 1 untuk perempuan dan 2 untuk laki-laki. Angka ini tidak menunjukkan bahwa 2 lebih besar daripada 1, atau 1 lebih utama daripada 2, daripada 2. Angka 1 dan 2 hanyalah symbol untuk membedakan dua hal yang sama. Angka-angka sperti itu kita temukan juga pada kamar-kamar dihotel. Ada kamar 102. dan ada kamar 221, dan seterusnya. Contoh-contoh ini menjelaskan cirri-ciri dari skala nominal, yaitu (1) bersifat deskriminatif (membedakan), (2) bersifat ekualitas dalam arti bahwa kategori-kategori dalam variabel itu adalah sama, (3) simetris dalam arti bahwa angka 1 dapat ditukar dengan angka 2, dan (4) pengategoriannya bersifat tuntas. Yang terakhir ini perlu dijelaskan sebagai berikut. Pertama, setiap obyek hanya bisa dimasukkan ke dalam salah satu kategori (kelas) sehingga tidak ada overlapping. Untuk variabel status seks tadi, maka seseorang hanya bisa masuk ke dalam salah satu kategori, laki-laki atau perempuan. Tidak ada seorangpun yang masuk ke dalam kedua kategori itu. Kedua, semua obyek harus bisa dimasukkan ke dalam salah satu kategori. Misalnya, untuk variabel pekerjaan disediakan 4 kategori, yaitu (1) petani, (2) pedagang, (3) buruh, dan (4) pengrajin. Kemudian kita menemukan ikan di laut, mengolah dan

NOMINAL

ORDINAL

INTERVAL

RATIO

Page 38: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

menjual hasilnya sebagai sumber pendapatannya. Lalu, kita masukkan orang ini ke kategori yang sama? Tidak ada kelas yang tersedia baginya. Oleh karena itu, perlu ditambahkan satu kategori lagi, yaitu (5) nelayan.

2. Skala Ordinal Seperti halnya skala nominal, skala nominal juga menunjukkan perbedaan antara kategori yang satu dengan kategori lainnya. Namun, perbedaan itu bukan perbedaan yang selatar, tetapi perbedaan jenjang atau singkat. Kalau variabelnya adalah “status ekonomi,” maka kategori – kategorinya adalah: (1) kelas ekonomi lemah, diberi angka 1; (2) kelas ekonomi menengah, diberi angka 2; (3) kelas ekonomi tinggi, diberi angka 3. Angka 1, 2, dan 3 bukan membedakan hal yang sama, tetapi perbedaan jenjang. Bahwa 1 = 2 = 3 adalah tidak benar. Selisih antara 3 dan 2 tidaks elalu sam dengan selisih antara 2 dan 1. Oleh karena itu, bilangan-bilangan itu tidak bisa dijumlahkan atau dikurangkan. 3. Skala Interval Skala pengukuran ini menunjukkan pula perbedaan seperti pada skala nominal dan skala ordinal. Perbedaannya adalah bahwa interval antara 1 dan 2, antara 2 dan 3, dan seterusnya adalah sama. Misalnya, variabel “umur” yang dapat diukur dalam 1 tahun. Kalau dalam obyek pengamatan kita ada yang berumur 21 tahun, ada yang 22 tahun, ada yang 23 tahun, dan seterusnya, maka perbedaan antara 21 dan 22 itu sama dengan perbedaan antara 22 dan 23. karena itu, terhadap bilangan-bilangan itu dapat dilakukan pekerjaan penambahan atau pengurangan. Ciri lain dari skala ini adalah titik nolnya bersifat arbitrer. Umur ayah dan umur anaknya diukur dari titik nol yang berbeda, yaitu pada tahun kelahiran masing-masing. Karena sifatnya yang demikian ini maka angka-angka ini tidak multiplier . 4. Skala Ratio Skala ini sama dengan skala interval, kecuali bahwa titik nolnya bersifat mutlak. Berat yang diukur dengan gram mempunyai titik nol yang sama di mana saja dan kapan saja. Karena itu sifatnya multiplier. Dilihat dari segi kehalusan pengukuran, skala ratio adalah yang paling tinggi, disusul dengan skala interval, kemudian skala ordinal, dan yang terakhir skala nominal. Oleh karena itu, skala ratio dapat diubah pada skala interval, skala interval dapat diubah pada skala ordinal, dan skala ordinal dapat diubah pada skala nominal. Akan tetapi, pada umumnya, skala nominal tidak bisa diubah pada skala ordinal, skala ordinal tidak bisa diubah pada skala interval, dan skala interval tidak bisa diubah pada skala ratio.

Page 39: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Ciri-ciri Skala Pengukuran

Skala Pengukuran Ciri Operasi

Matematis Contoh

Nominal Klasifikasi Pembedaan Setara Tuntas

Simetri A = B B = A

1. Agama : Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Buddha 2. Nomor kamar

dikamar Ordinal Klasifikasi

Pembedaan Berjenjang Interval tidak sama Tuntas

Asimetri A > B > C C < B < A C – B ≠ B - A

1. Status sosial 2. Pendidikan

Interval Pembedaan Interval sama Titik nol : Arbitrer

N’ = cN = K C : koefisien K : bilangan konstan

Skor : 45, 75. 80

Ratio Sama dengan Interval + titik Nol mutlak

N’ = cN Berat : 7 kg, 8 kg, 10 kg

Page 40: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Catatan 1. Kerlinger, Fred N. 1973. Foundation of Behavioral Research. New York : Holt

Rinehart and Winston. 2. Bandingkan Yelon, Stephen L. et al . 1977. A Teachers World Psychology in

Classroom. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha, hlm. 294. 3. Price, James L. 1972. Handbook of Organizational Measurement. Toronto : D.

C. Heath and Company, hlm. 138.

Page 41: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Lembar Kerja 1. Apa yang dimaksud dengan masalah dalam penelitian? 2. Jelaskan tiga jenis masalah dalam bidang social. 3. Apa perbedaan antara konsep dan variabel? 4. Berikan dua buah contoh tentang definisi operasional suatu variabel. 5. Jelaskan fungsi indicator pada sebuah konsep. 6. Jelaskan perbedaan antara variabel depensen dan variabel indenpenden dengan

sebuah contoh. 7. Apa perbedaan pengukuran pada skala ordinal dengan skala nominal? 8. Apa perbedaan pengukuran pada skala interval dengan skala ratio? 9. Berikan sebuah contoh di mana sebuah variabel interval dijabarkan pada skala

ordinal dan skala nominal. 10. Klasifikasikan konsep – konsep berikut menurut disiplin ilmu:

a. Raja k. Penjara b. Menteri l. Gunung c. Investasi m. Perbankan d. Rakyat n. Hakim e. Masyarakat o. Pelanggaran f. Urbanisasi p. Pedesaan g. Harga q. Iklim h. Lautan r. Valuta i. Transmigrasi s. Angin j. Perjanjian t. Pemilu

11. Lima orang anak remaja melakukan perbuatan – perbuatan berikut : ♦ A menggunakan narkotika selama 3 bulan terakhir. ♦ B suka mengumpulkan teman – temannya untuk berkelahi. ♦ C sering mengganggu orang yang lewat di jalan. ♦ D suka melempar rumah orang tidak disenanginya. ♦ E memaksa orang untuk memberi uang kepadanya dengan mengamen. Apa konsep dari kelima perbuatan itu? Definisikan konsepnya.

12. Sebutkan variabel dan skala pengukurannya : a. Banyak orang yang dating ke pesta itu dengan pakaian yang warna – warni.

Variabel :…………………………………….. Pengukuran :……………………………………..

b. Mahasiswa yang mendaftar di universitas itu dating dari berbagai suku dan golongan. Variabel :…………………………………….. Pengukuran :……………………………………..

c. Hasil tes pada UMPTN tahun ini meningkat secara berarti: Variabel :…………………………………….. Pengukuran :……………………………………..

d. Gaji guru pada lembaga pendidikan swasta cukup memperihatikan. Variabel :…………………………………….. Pengukuran :……………………………………..

e. Baik yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, maupun Buddha dan lain- lainnya diperlakukan secara sama dalam demokrasi. Variabel :…………………………………….. Pengukuran :……………………………………..

Page 42: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

f. Bermacam-macam tingkat pendidikan penduduk yang ada di desa itu. Variabel :…………………………………….. Pengukuran :……………………………………..

g. Ada yang berasal dari keturunan bangsawan, ada para gelandangan, ada pula dari kelas menengah, semuanya tidak dibeda-bedakan dalam pelayanan gereja. Variabel :…………………………………….. Pengukuran :……………………………………..

h. Semua bayi yang lahir di rumah sakit itu mempunyai berat antara 2,8 – 4,2 Kg. Variabel :…………………………………….. Pengukuran :……………………………………..

i. Ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju terhadap pandapat itu. Variabel :…………………………………….. Pengukuran :……………………………………..

Page 43: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Bab IV Hipotesis

A. Pengertian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahi sesuatu yang ada pada tingkat tertentu dipercaya sebagai sesuatu yang benar. Ia bertitik tolak dari pertanyaan yang disusun dalam bentuk masalah penelitian. Untuk menjawab pertanyaan itu disusun suatu jawaban semantara yang kemudian dibuktikan melalui penelitian empiris. Jawaban-jawaban seperti itu banyak kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, jika sepeda motor kita tidak mau hidup mesinnya, maka kita menduga mungkin businya kotor, atau bahan bakarnya habis, atau ada yang tidak beres pada platinanya kotor. Tetapi pernyataan ini masih bersifat dugaan. Atas dasar dugaan itu kita mulai memeriksa businya, bensinnya, ada platinanya. Pada tahap ini kita mengumpulkan data untuk menguji hipotesisi kita.

Hipotesis (hypo = sebelum =; thesis = pernyataan, pendapat) adalah suuatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum mengetahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, “pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubungan-hubungan antara variabel-variabel di dalam persoalan.” Sebagai contoh dapat dimulai dengan sebuah pernyataan; apakah tamatan SMU yang dimiliki nilai EBTA tinggi akan mampu menyelesaikan studi di perguruan tinggi dalam waktu relative lebih cepat? Pertanyaan ini dapat kita ubah menjadi pertanyaan sebagai berikut: ada hubungan positif antara nilai EBTA di SMU dan prestasi belajar mahasiswa di perguruan tinggi. Kalimat yang terakhir ini adalah bentuk suatu hipotesis yang menghubungkan dua variabel, yang nilai EBTA dan prestasi belajar. Dengan demikian hipotesis ini mengarahkan arah pada penelitian yang harus dilakukan oleh peneliti. Fungsi hipotesis yang seperti ini menurut Ary Donald adalah :

1. Memberi penjelasan tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.

2. Mengemukakan pertanyaan tentang hubungan dua konsep yang secra langsung dapat diuji dalam penelitian.

3. Memberi arah pada penelitian. 4. Memberi kerangka pada penyususnan kesimpulan penelitian. Supaya fungsi-fungsi tersebut dapat berjalan secara efektif, maka ada faktor-faktor

yang perlu diperhatikan pada penyusunan hipotesis (lihat Gambar 4.1): 1. Hipotesis disusun dalam kalimat deklaratif. Kalimat itu bersifat positif dan tidak

normative. Istilah-istilah seperti seharusnya atau sebaiknya tidak terdapat dalam kalimat hipotesis. Contoh : Anak-anak harus hormat kepada orang tua. Kalimat ini bukan hipotesis. Lain halnya jika dikatakan demikian. Kepatuhan anak-anak kepada orang tua mereka makin menurun.

2. Variabel (variabel-variabel) yang dinyatakan dalam hipotesis adalah variabel yang operasional, dalam arti diamati dan diukur.

3. Hipotesisi menunjukkan hubungan tertentu di antara variabel-variabel.

Page 44: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Syarat Penyusunan Hipotesis

Gambar 4.1

B. Menyusun Hipotesis Hipotesis dapat disusun dengan dua pendekatan, yang pertama secara deduktif ditarik dari teori. Suatu teori terdiri atas proposisi-proposisi, sedangkan proposisi menunjukkan hubungan antara dua konsep. Proposisi ini merupakan postulat-postulat yang dari padanya disusun hipotesis. Penyusunan hipotesis secara induktif bertolak dari pengamatan empiris.

Pada model Wallace tentang proses penelitian ilmiah dalam Bab II “Penelitian Sebagai Proses Ilmiah” telah dijelaskan penjabaran hipotesis dari teori dengan metode deduksi logis. Teori terdiri atas seperangkat proposisi, sedangkan proposisi menunjukkan hubungan diantara dua konsep. Misalnya. Teori A terdiri atas proposisi-proposisi X – Y, Y – Z, dan X – Z. Dari ketga konsep proposisi itu dipilih proposisi yang diminati dan relevan dengan peristiwa pengamatan, misalnya proposisi X – Y. Bertitik tolak dari proposisi itu diturunkan hipotesis secra deduksi. Konsep-konsep yang terdapat dalam proposisi diturunkan dalam pengamatan menjadi variabel-variabel sebagaimana ditunjukkan pada skema dan contoh di Gambar 4.2.

Penjabaran Hipotesis dari Teori

Proposisi Teori

Pengatamatan Hipotesis

Gambar 4.2

Bentuk : Kalimat deklaratif

postif

Sifat : operasional

Susunan : Menyatakan hubungan

Hipotesis

Y X

X X

Page 45: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Contoh ; Proposisi : Makin cepat berkembang komunikasi, makin tinggi kecerdasan penduduk.

Dalam proposisi tersebuy ada dua konsep, yaitu X = komunikasi dan Y = kecerdasan. Kemudian kita lihat di suatu permukiman penduduk (x) terdapat alat komunikasi apa saja dan bagaimana tingkat pemakaiannya. Misalnya, alat komunikasi yang ditemukan adalah surat kabar (x1), pesawat radio(x2) dan pesawat TV (x3). Pemanfaatan alat – alat komunikasi ini berbeda-beda pada setiap penduduk, karena itu disebut variabel (bervariasi, beragam), yaitu variabel x. Kemudian kita mengamati tingkat oengetahuan umum mereka, misalnya dalam bidang politik, hokum, dan ekonomi. Variabel ini kita namakan y, karena berbeda-beda pada setiap penduduk. Karena x beragam, dan juga beragam, maka hipotesis dapat disusun: Ada hubungan positif antara x dan y. Karena disusun secar deduktif , maka hipotesis seperti ini disebut hipotesis deduktif.

Hipotesis dapat juga disusun secara induktif. Dari pengalaman kita di masa lampau, kita mengetahui bahwa kecelakaan-kecelakaan kendaraan bermotor di jalan raya kebanyakan disebabkan oleh supir yang menjalankan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Bertolak dari pengalaman ini kita menyusun hipotesis: Ada hubungan positif antara kecepatan laju kendaraan dengan kecelakaan lalu lintas.

Sehubungan dengan penyususnan hipotesis ini, Deobold B. Van Dallen mengemukakan postulat-postulat yang diturunkan dari dua jenis asumsi, yaitu postulat-postulat yang disusun berdasarkan asumsi darialam, dan postulat-postulat berdasarkan asumsi proses psikologis. Postulat-postulat yang bersumber dari kenyataan-kenyataan alam adalah : 1. Postulat Jenis (Natural Kinds).

Ada kemiringan di antara obyek-obyek individual tertentu yang memungkinkan mereka untuk dikelompokkan ke dalam satu kelas tertentu. Ada kelompok orang berkulit putih, ada kelompok orang berkulit hitam, dan ada kelompok yang berkulit warna lain. Ada juga kelompok binatang melata, kelompok binatang berkaki empat, kelompok binatang berkaki dua, dan sebagainya. Dengan postulat ini kita dapat menyusun hipotesis terhadap objek pengamatan tertentu, apakah ia termasuk dalam kelompok x atau y.

2. Porstulat Keajekan (Constancy). Di alam ini ada hal-hal yang menurut pengamatan kita selalu berulang dengan pola yang sama. Misalnya, pada waktu-waktu yang lalu kita menyaksikan bahwa matahari selalu terbit di sebelah timur dan terbenam di sebelah barat. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman ini kita mempunyai alasan untuk menduga bahwa besok matahari terbit di sebelah timur.

3. Postulat Determinisme

Suatu kejadian tidak terjadi secara kebetulan, tetapi ada penyebabnya. Sebuah benda jatuh ke bawah kalau dilepaskan dari suatu ketinggian karena ia ditarik oleh gravitasi bumi. Gunung meletus bukanlah suatu kebetulan, tetapi merupakan akibat dari suatu proses geologis yang bekerja di dalam bumi. Demikian juga kecelakaan lalu lintas di jalan raya tidak terjadi secara kebetulan, tetapi ada penyebabnya. Ada postulat sebab akibat yang menyatakan bahwa suatu peristiwa terjadi karena

Page 46: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

sesuatu atau beberapa sebab. Postulat ini dipakai untuk menyusun suatu hipotesis untuk menerangkan peristiwa tertentu. C. Kerangka Hipotesa Jumlah variabel yang tercakup dalam suatu hipotesis dan bentuk hubungan di antara variabel-variabel itu sangat menentukan dalam menentukan alat uji hipotesis. Hipotesis yang hanya terdiri atas satu variabel akan diuji dengan univariate analysis. Contoh-contoh hipotesis seperti itu adalah : 1. Persepsi remaja terhadap kepemimpinan yang demokratis cukup tinggi. 2. Prestasi studi mahasiswa di tahun pertama cukup rendah.

Variabel persepsi remaja pada contoh pertama adalah variabel ordinal,

sedangkan variabel prestasi studi pada contoh kedua adalah variabel interval. Pengukuran variabel ini menetukan pemilihan alat uji hipotesis.

Ada juga hipotesis yang mencakup dua variabel, yang akan diuji melalui bivariate analysis. Contoh : 1. Ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan dengan

pola asuh dalam keluarga di kalangan remaja. 2. Ada hubungan positif antara motifasi belajar dan prestasi studi di kalangan

mahasiswa.

Contoh pertama menghubungkan dua variabel yang sama-sama diukur pada skala nominal, sedangkan contoh kedua menghubungkan dua variabel di mana variabel yang satu di ukur pada skala interval dan yang satunya pada skala ordinal.

Salah satu variabel pada hipotesis dengan bivariate analysis itu berfungsi sebagai variabel yang dijelaskan atau variabel tidak bebas, dan yang satunya berfungsi sebagai variabel yang menerangkan atau variabel bebas. Satu variabel dapat dijelaskan oleh seperangkat variabel bebas secara bivariate. Misalkan variabel y dapat diterangkan oleh variabel x1 tetapi juga dapat diterangkan oleh x2 terlepas dari x1, dan dapat juga dijelaskan oleh variabel x3 terlepas dari x1 dan x2. ketiga variabel bebas yang menerangkan variabel tidak bebas (y) itu terdiri atas 3 hipotesis, yaitu : Hipotesis 1 : Ada hubungan antara x1 dan y. Hipotesis 2 : Ada hubungan antara x2 dan y. Hipotesis 3 : Ada hubungan antara x3 dan y.

Kerangkanya dapat disusun dalam bagan seperti pada Gambar 4.3.

X1

X2

X3

Y

Page 47: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Hipotesis dengan analisis bivariate didasarkan pada asumsi cateris paribus, yaitu asumsi y kecuali variabel yang bersangkutan. Karena itu tidak dilihat hubungan di antara x1 – x2 – x3. Kalau ketiga variabel itu secara bersama – sama dilihat sebagai variabel variabel – variabel yang menjelaskan y, maka hipotesis itu mencakup lebih dari dua variabel dan akan diuji melalui multivariate analysis. Hubungan itu secara matematis dapat ditulis y = F (x1 – x2 – x3). Pola hubungan itu berbeda – beda. Pada gambar 4.4 diperlihatkan dua macam pola hubungan, yaitu A dan B.

Gambar 4.4

D. Model Relasi

Hubungan variabel dengan variabel dalam suatu hipotesis mempunyai model yang berbeda-beda. Pengertian hubungan di sini tidak sama dengan pengertian hubungan dalam pembicaraan sehari-hari. Hubungan di sini diartikan sebagai relasi, yaitu himpunan dengan elemen yang terdiri pasangan urut. Himpunan yang demikian di bentuk dari dua himpunan yang berbeda. Misalkan himpunan yang satu adalah A yang terdiri atas nama-nama mahasiswa: Joseph (Y), Maria (M), Ruben (R), Emanuel (E), dan Agape (A). Himpunan yang lain adalah B, yang terdiri atas elemen – elemen nilai: 8, 7, 5, 6, dan 7. Dari kedua himpunan ini disusun himpunan baru sebagai hasil relasi dari A ® B. Himpunan ini kita namakan C dimana terdiri dari pasangan elemen A dan B. Pasangan itu disebut pasangan urut karena yang pertama selalu diambil dari elemen A dan yang kedua selalu diambil dari B. Pasangan-pasangan itu ditentukan oleg definisi relasi. Misalnya, A mempunyai nilai tes ekonomi pada B. Dengan definisi itu A dipasangkan dengan B menurut anak panah seperti pada gambar 4.5.

X1

X3

Y X2

X1

X1

X1 X1

Page 48: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

A B

Gambar 4.5

Himpunan C tampak sebagai berikut : C = {(Y,7), (M,8), (R,6), (E,7), (A,5)}.

Himpunan C inilah yang dimaksud dengan relasi, yaitu relasi A ke B. kalau kita katakan “Baju si A merah,” maka pernyataan ini hanyalah salah satu elemen dari relasi variabel “mahasiswa” terhadap variabel “warna baju,” yaitu (A, merah). Masih ada elemen lain lagi dalam himpunan itu, misalnya (B, putih) dan (C, hijau). Relasi tersebut dapat ditulis : M = {(A, merah), (B, putih), (C, hijau), (D, putih), (E, kuning)}.

Hubungan variabel-variabel pada hipotesis dapat digolongkan 3 model, yaitu : 1. Model Kontingensi ; 2. Model Asosiatif ; 3. Model Fungsional.

Ketiga model ini akan berkembang lagi menjadi 10 jika dihubungkan dengan skala

pengukuran sebagai berikut :

Model

Skala Pengukuran

Variabel Kontingensi Asosiatif Fungsional Nominal Ordinal Interval Ratio

v v v v

v v v

v v

1. Model KontingensiI

Hubungan dengan model kontingensi dinyatakan dalam bentuk tabel silang. Misalnya hubungan di antara variabel “agama” dan variabel “partai politik” pada pemilu 1997. kita ingin mengetahui hubungan antara agama dan politik pada 500 orang pemilih pada tahun 1997 di daerah tertentu. Hubungan tersebut tampak pada tabel hipotesis berikut :

R

Y

M

R

E

A

8

7

5

6

7

Page 49: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

A g a m a Jumlah Partai Politik Islam Kristen Katolik Hindhu Buddha

PPP GOLKAR PDI

89 291 45

3 30 2

3 20 2

4 6 0

1 3 1

100 350 50

Jumlah 425 35 25 10 5 500

Variabel “Partai Politik” dengan ketiga kategorinya adalah variabel nominal, dan variabel “Agama” dengan kelima kategorinya juga nominal. Dengan menyilangkan kedua variabel, maka didapat 3 x 5 = 15 kontingen dalam hubungan itu. Isi masing-masing kontingen dapat juga dibuat dalam bentuk persentase atau proporsi. Model kontingensi ini mempunyai bentuk umum : b x k (baris x kolom). Tabel 3 x 2 misalnya adalah tabel yang terdiri atas 3 baris dan 2 kolom.

2. Model Asosiatif Model ini terdapat di antara dua variabel yang sama-sama ordinal, atau sama-sama interval, atau sama-sama ratio, atau salah satu adalah ordinal atau interval. Variabel-variabel itu mempunyai pola monoton linear. Artinya, perubahan dari variabel yang bersangkutan bergerak naik terus tanpa turun kembali, atau sebaliknya turun terus tanpa naik kembali.

Hubungan kedua variabel tersebut disebut juga hubungan konvariasional, artinya berubah bersama. Jika variabel x berubah menjadi makin naik, maka variabel y juga berubah makin naik atau makin turun. Jika kedua variabel berubah kearah yang sama, maka hubungan itu disebut hubungan positif. Keduanya bisa sama-sama naik, artinya jika x naik, bersamaan dengan itu y juga naik; atau keduanya sama-sama turun, jika x turun, y juga turun. Hubungan itu dikatakan negative jika kedua variabel berubah pada arah yang berlawanan. Jika x naik, y turun, atau sebaliknya, jika x turun, y naik (lihat Gambar 4.6).

Pola Variabel Monoton Linier

Monoton Linier Nail Monoton Linier Turun Y

Hubungan positif (r>0) X

Page 50: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Y

Hubungan negative (r < 0) X

Y

Tidak ada hubungan (r = 0) X

Gambar 4.6

Hubungan asosiatif atau kovariasinal atau hubungan koreksi bukanlah hubungan

sebab akibat, tetapi hanya menunjukkan bahwa keduanya sama-sama berubah. Misalnya hubungan antara “kodok ngorek” dan “hujan turun.” Kalau hujan turun, kodok ngorek. Tetapi, bukan turunnya hujan yang menyebabkan ngoreknya kodok, dan bukan pula ngoreknya kodokyang menyebabkan hujan turun. Kedua variabel itu hanya terjadi bersamaan. Contoh lain, dalam 100 kali saya bertemu John, 70 kali saya menemukan John bersama-sama dengan Siti. Tetapi, dalam 100 kali saya bertemu dengan Siti, saya menemukan 50 kali ia bersama-sama dengan John. Lalu, apakah saya bertemu dengan John itu karena Siti? Dan apa hubungan John dengan Siti? Apakah Siti itu pacar John karena ia sering bersama-sama dengan John? Kesimpulan semacam ini tidak bisa dilakukan, walaupun ada kemungkinan ke arah itu. Yang dapat disimpulkan hanyalah John dan Siti sering tampil bersama. 3. Hubungan Fungsional Hubungan fungsional adalah hubungan antara suatu variabel ang berfungsi di dalam variabel lain. Misalnya hubungan antara “obat” dan “penyakit.” Obat dikatakan fungsional jika ia bisa menyembuhkan penyakit. Berbeda dengan hubungan asosiatif di mana kedua variabel berdampingan satu dengan yang lain, pada hubungan fungsional variabel yang satu (independent) berfungsi di dalam variabel yang lain (dependent), sehingga variabel dependent itu mengalami perubahan. Misalnya hubungan antara produktivitas kerja dan usia. Variabel usia mempunyai pola monoton linier, tetapi tidak demikian halnya dengan produktivtas kerja. Katakanlah sampai usia 40 tahun, produktivitas kerja tu naik, tetapi sesudah 40 tahun mulai menurun (lihat Gambar 4.7).

Page 51: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Model Hubungan 1. Hubungan Kontigensial

X X

Y X - 1 X – 2 X - 3 y – 1 x1y1 x2y1 x3y1 y – 2 x1y2 x2y2 x3y2 y – 3 x1y3 x2y3 x3y3

2. Hubungan Asosiatif

Y Positif

Negative X

3. Hubungan Fungsional Produktivitas

Usia

Gambar 4.7

Hubungan fungsional adalah hubungan korelasional, tetapi hubungan koreasional belum tentu hubungan fungsional. Jika hubungan korelasi itu cukup tinggi (erat), maka dapat diduga bahwa ada hubungan fungsional di antara kedua variabel. E. Hipotesis Nol Pembuktian hipotesis dilakukan dengan mengumpulkan data yang relevan dengan variabel-variabel yang bersangkutan. Proses pengujian hipotesis itu dapat disamakan dengan pengadilan suatu perkarapidana. Di sana ada jaksa sebagai penuntut umum yang membawa terdakwa ke depan hakim dengan bukti-bukti berupa data yang telah dikumpulkannya. Data tersebut dikumpulkan dengan bertitik tolak pada hipotesis jaksa inilah yang mirip dengan hipotesis yang disusun oleh peneliti, tetapi data tersebut harus diuji oleh hakim. Untuk itu hakim harus bertolak dari sikap praduga tak bersalah. Artinya, hakim tidak memihak kepada jaksa atau pun terdakwa. Sikap seperti ini juga

Page 52: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

merupakan syarat bagi wasit dalam memimpin suatu pertandingan. Asas praduga tak bersalah inilah yang dimaksud dengan hipotesis nol dalam penelitian ilmiah.

Hipotesis seperti ini kita temukan pula pada hubungan antara dua bilangan, misalnya a dan b. Hubungan itu bisa a > b, dan a < b, atau a = b. Kalau hipotesis menyatakan bahwa a > b, maka hipotesis nol adalah negasinya, dan pernyataan yang mengatakan a > b (a lebih besar daripada b) adalah benar. Ini berarti a> b atau a = b. Kalau hipotesisnya berbunyi a lebih besar atau nama dengan b, mka hiptesis nolnya adalah a < b. Dengan demikian demikian jika a < b itu tidak benar, maka yang nol itu ditolak, maka alternatifnya adalah hipotesis penelitian harus diterima.

Dengan demikan kita mempuntyai dua macam hipotesis. Yaitu hipotesis operasional yang diharapkan oleh peneliti dan hipotesis nol. Hipotesis operasional disebut juga hipotesis aternatif dari hipotesis nol. Dalam proses pengujian hipotesis, yang akn diuji adalah hipotesis nol. Kalau hipotesis nol itu diterima, maka hipotesis alternatif harus ditolak. Sebaliknya, jika hipotesis nol ditolak, maka hipotesis alternatif harus diterima. Hipotesis nol diberi H0 dan hipotesis alternatif diberi H1. Contoh : Hipotesis 1 : Prestasi studi mahasiswa tahun pertama rendah. Hipotesis 2 : Ada hubungan positif antara prestasi belajar dan motivasi belajar

dikalangan mahasiswa tahun pertama. Hipotesis 3 : Ada hubungan antara prestasi belajar dan kebiasaan belajar

mahasiswa tahun pertama.

Ketiga contoh tersebut dapat diubah ke dalam stastik sebagai berikut : Hipotesis 1 : H0 : µx >2,00 H1 : µy>2,00 H1 adalah hipotesis operasional dengan sedikit perubahan. Prestasi studi rendah

jika indeks prestasi studi komulatif rata-rata dalam satu tahun pertama rata-rata (µ) sama atau lebih kecil daripada 2,00 H0 negasi H1, yaitu prestasi studi komulatif rata-rata >2.

Hipotesis 2 : H0 : ρx.1.y = 0 H1 : ρx.1.y > 0 Hipotesis operasional menyatakan bahwa ada hubungan positif (korelasi dengan

notasi ρ) antara prestasi studi (y) dan motivasi belajar (x). Dari sini disusun H0, yang menyatakan tidak ada hubungan antara prestasi studi dan motivasi belajar.

Hipotesis 3 : H0 : µa = µb = µe H1 : µa ≠ µb ≠ µe Hipotesis ini menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan belajar dengan

prestasi studi. Misalkan ada 3 kategori (macam) kebiasaan belajar di kalangan mahasisw, yaitu a, b , dan c. Model hubungan di antara kedua variabel itu adalah kontigensi. Prestasi belajar itu dinyatakan dengan ma, mb, dan mc. Kalau prestasi belajar kumulatif rata-rata dari ketiga kebiasaab belajar itu berbeda, berarti perbedaan

Page 53: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

itu disebabkan oleh perbedaan kebiasaan belajar. Tetapi, kalau ketiganya sama, berarti perbedaan belajar itu tidak mempengaruhi prestasi studi mahasiswa (H0). Catatan : 1. Ary, Donald. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, terjemahan Arief

Furchan dari judul asli Introduction to Research in Education. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, hlm. 120.

2. Ibid, hlm. 121 – 122.

Page 54: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Lembar Kerja 1. Yang dimaksud dengan hipotesisi adalah :

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

2. Fungsi hipotesisi dalam penelitian ilmiah adalah : a. ……………………………………………………………………………………………. b. ……………………………………………………………………………………………. c. ……………………………………………………………………………………………. d. …………………………………………………………………………………………….

3. Syarat – syarat bagi hipotesis yang baik adalah : a. ……………………………………………………………………………………………. b. ……………………………………………………………………………………………. c. ……………………………………………………………………………………………. d. …………………………………………………………………………………….………

4. Susunlah suatu hipotesisi penelitian secara deduktif.

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

5. Susunlah suatu hipotesisi penelitian secara induktif. ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

6. Tuliskan K untk hubungan kontingensi, atau A untuk hubungan asosiatif, atau F untuk hubungan fungsional. a. ….. Ada hubungan antara status social dan pendidikan di kalangan penduduk di

daerah X. b. ….. Ada hubungan antara jenis kelamin dan fakultas yang menjadi pilihan

mahasiswa. c. ….. Ada hubungan antara biaya promosi dan hasil penjualan pada perusahaan

– perusahaan besar di daerah A. d. ….. Ada hubungan antara tontonan tayangan TV dengan prestasi belajar di

kalangan murid SD.

e. 7. Susunlah hipotesis nol dan hipotesisi alternative pada pertanyaan nomor 6 di atas.

a. H0 :…….. H1 :……..

b. H0 :…….. H1 :……..

c. H0 :…….. H1 :……..

d. H0 :…….. H1 :……..

Page 55: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Bab V Penarikan Sampel

A. Populasi dan Sampel Sebelumnya telah diuraikan bahwa hipotesis mempertajam tujuan penelitian. Untuk menetukan apakah hipotesis tersebut dapat diterima, perlu diuji dalam kenyataan empiris dengan mengumpulkan data yang relevan dengan variabel-variabel yang disebutkan dalam hipotesis. Jenis data yang akan dikumpulkan itu dijelaskan pula dalam hipotesis. Jenis data yang akan dikumpulkan itu dijelaskan pula dalam perumusan hipoteis tersebut. Masalah selanjutnya adalah dimana data tersebut diperoleh dan bagaimana mendaptkannya. Dalam hubungan ini kita berbicara tentang populasi dan sample penelitian.

Populasi terdiri atas sekumpulan objek yang menjadi pusat perhaatian, yang dari padanya terkandung informasi yang ingin diketahui. Obyek tersebut disebut satuan analisis.Yang dimaksud dengan satuan analis adalah :

Thoses units that we initially describe for the ultimate purpose of aggregating their characteristicics in order to describe some larger group or explain some abstract phenomenon. 1

Satuan analisis ini mengandung perilaku atau karekteristik yang diteliti. Misalkan kita ingin meneliti pengaruh gizi terhadap anak balita. Anak balita secara individual merupakan satuan analisis. Satuan analisis ini dibedakan dengan satuan pengamatan. Satuan pengamatan adalah satuan tempat informasi diperoleh tentang satuan analisis. Jika perilaku anak balita diketahui melalui ibunya, maka ibu tersebut merupakan satuan pengamatan, sedangkan anak balita adalah satuan analisis. Dapat juga satuan analisis sekaligus merupakan atuan pengamatan. Penelitian tentang motivasi belajar mahasiswa misalnya, mahasiswa adalah satuan analisis, dan karena informasi tentang motivasi belajar itu diketahui dari mahasiswa yang bersangkutan, maka mahasiswa tersebut sekaligus menjadi satuan-satuan pengamatannya. Satuan analisisnya bisa berupa individu atau lembaga. Penelitian tentang kesejahteraan keluarga misalnya, satuan analisisnya adalah keluarga, yaitu suatu lembaga yang terdiri atas bapak, ibu, dan anak-anaknya. Keseluruhan satuan analisis yang merupakan sasaran penelitian disebut populasi. Berdasarkan banyaknya satuan analisis dalam suatu populasi, maka populasi dapat dibedakan atas populasi terbatas (definite population) dan populasi tidak terbatas (indefinite population ). Secara teoretis, suatu populasi dikatakan terbatas jika jumlah satuan analisis sebagai anggotanya dapat dihitung, maka perhitungan dapat berakhir. Jika kita meneliti mutu pendidikan di SMU di Jawa Tengah pada tahun 1996, maka setiap SMU di daerah Jawa Tengah merupakan satuan analisis dari penelitian itu. Jumlahnya dapat dihitung, dan kalau dihitung, maka perhitungan dapat selesai. Lain halnya jika penelitian itu dilakukan terhadap prestasi belajar mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana. Satuan analisisnya adalah mahasiswa yang pernah, yang sedang, dan yang akan belajar di universitas tersebut. Jumlah mahasiswa yang pernah dan yang sedang belajar di universitas itu dapat dihitung, Tetapi jumlah mahasiswa yang akan belajar tidak dapat dihitung. Kalaupun dapat dihitung, maka perhitungan tidak dapat di selesaikan. Oleh karena itu, populasi seperti itu disebut populasi tidak

Page 56: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

terbatas. Dalam praktik populasi yang sangat besar, sekalipun dapat dihitung dan perhitungan dapat diselesaikan, namun sering diperlakukan sebagai populasi tidak terbatas. Penelitian teradap anak balita di Indonesia misalnya, dianggap populasi tak terbatas.

Sampel sering juga disebut sebagai “contoh,” yaitu himpunan bagian (subset) dari suatu populasi (lihat Gambar 5.1). Sebagai bagian dari populasi, sample memberikan gambaran yang benar tentang populasi. Pengambilan sampel dari suatu populasi disebut penarikan sampel atau sampling. Populasi yang ditarik sampelnya pada waktu merencanakan suatu penelitian di sebut target population, sedangkan populasi yang diteliti pada waktu melakukan penelitian disebut sampling population. Daftar nama satuan analisis pada sampling population ini sering disebut dengan sample frame. Target population dan samping population dapat berbeda sebagai konsekuensi dari perbedaan waktu antara perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam jarak waktu tersebut populasinya bisa berubah, bertambah atau berkurang karena berbagai sebab. Oleh karena itu, jarak waktu antara perencanaan dan pelaksanaan jangan terlalu lama.

Gambar 5.1

Masalah yang dihadapi dalam penarikan sampel adalah cara penarikan sampel dan ukuran besar sample. Hal ini sangat tergantung pada sifat populasi, terutama pada ketersebaran anggota dalam wilayah penelitian atau dalam kategori-kategori tertentu. Atau, dengan kata lain tergantung pada variasi populasi. Oleh karena itu, sebelum sample ditentukan, perlu digambarkan terlebih dahulu karekteristik populasi yang diteliti, terutama untuk mengetahui sejauh mana keragaman atau variasi diantara satuan-satuan analisis dalam populasi yang bersangkutan. B. Prinsip dan Cara Penarikan Sampel Penarikan sampel sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita mau membeli buah salak di pasar, terlebih dahulu dicicipi satu atau dua buah salak yang akan dibeli itu untuk memastikan enak atau tidaknya. Mengambil satu atau dua buah salak disebut penarikan sampel atau contoh, mencicipi salak disebut analisis sample, dan memastikan enak atau tidak adalah tugas inferensi atau kesimpulan yang ditarik

Sampel

Sampling population

Target population

Satuan Analisis

Page 57: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

terhadap seluruh buah salak dalam karung tempat diambilnya sampel. Melakukukan inferensi inilah tujuan akhir dari penarikan sampel. Jika sampel yang ditarik tidak mewakili atau menggambarkan seluruh populasi, maka walaupun analisis sampelnya dilakukan dengan cermat, tetapi inferensi yang dilakukan terhadap seluruh populasi tidak dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu seluruh prinsip keterwakilan (representif) merupakan prinsip dasar penarikan sample.

Jika sebiji buah salak yang akan dicicipi tidak mewakili semua buah salak di dalam karung tempat contoh itu diambil, maka tidak dapat ditarik kesimpulan yang berlaku umum terhadap populasi buah salak. Sebenarnya, untuk mengetahui karakteristik seluruh anggota pada populasi, setiap anggota pada anggota populasi itu harus diamati satu per satu. Cara ini disebut metode sensus. Metode ini jarang dipakai dalam penelitian ilmiah, pertama-tama karena memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Dengan kata lain kurang praktis dan tidak ekonomis. Alasan kedua, sering metode itu bersifat destruktif (merusak). Jika setiap buah salak dijual dicicipi satu persatu sampai habis, maka si penjual dirugikan. Karena alasan-alasan seperti itulah metode sampling banyak dipakai.

Masalahnya adalah bagaimana kita menarik sample yang mewakiili itu. Sering kita menganggap bahwa sampel yang kita tarik sudah menggambarkan karekteristik populasinya, padahal sample tersebut bias terhadap populasi. Misalkan kita meneliti keefektifan pengalaman belajar mahasiswa di kampus Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga. Dari 6.000 mahasiswa pada populasi itu kita ingin menarik sample sebanyak 200 orang. Untuk memperoleh jumlah terssebut, peneliti menunggu mahasiswa didepan kendaraan pada pukul 7.00-8.30 pagi. Setiap mahasiswa yang datang ke tempat parkiir itu dicatat dan diperlakukan sebagai sampel sampai ditemukan jumlah 200 orang. Kedua ratus mahasiswa yang susdah dicatat itu adalah bagian dari populasi sebanyak 6.000 orang. Selanjutnya 200 orang mahasiswa itu diteliti keefektifan pengalaman belajarnya, dan ternyata rata-rata memiliki 80% keefektifan pengalaman belajar, dihitung atas dasar jumlah pengalaman belajar minimal yang dituntut oleh kurikulum. Untuk mengenarisasikan kesimpulan ini terhadap seluruh populasi tampaknya kurang bijaksana. Kedua ratus mahasiswa yang diambil dari 6.000 orang itu hanyalah mahasiswa yang datang ke kampus dengan kendaraan bermotor, dan mahasiswa yang kuliah pagi hari. Padahal, banyak mahasiswa yang datang ke kampus dengan berjalan kaki, dan banyak juga yang hanya kuliah siang atau sore. Golongan ini tidak terwakili dalam sample tersebut. Walaupun sample itu merupakan bagian dari 6.000 maasiswa dalam populasi, namun kesimpulan yang ditarik menjadi biasa dan karena itu tidak dapat dipercaya.

Supaya penarikan sampel tidak bisa, setiap satuan analisis dalam populasi harus mendapatkan peluang yang sama untuk ditarik menjadi anggota sampel. Pada contoh di atas, mahasiswa yang datang ke kampus dengan berjalan kaki dan mereka yang masuk siang tidak mempunyai peluang yang sama sekali untuk menarik sampel. Oleh karena itu, untuk memenuhi prinsip keterwakilan, penarikan sampel harus dilakukan secara random (acak). Penarikan sampel dengan cara ini disebut random sampling. Penarikan sampling dikatakan random jika setiap anggotanya pada populasi mempunyai peluang yang sama untuk ditarik sebagai anggota sample. Menarik undian pada arisan adalah satu contoh penarikan sampel seperti itu.

Besarnya sampel yang ditarik dari populasinya tergantung pada variasi yang ada di kalangan anggota populasi. Apabila anggota populasinya homogen, maka sampel yang kecil dapat mewakili seluruh populasi. Butir-butir darah tubuh kita homogen, karena setiap butir mempunyai karakteristik yang sama. Tidak menjadi soal apakah darah itu

Page 58: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

diambil dari bagian tangan, atau kaki, atau kepala, semua sama. Tetapi, apabila kita meneliti perilaku mahasiswa terhadap politik, maka variasinya di kalangan seluruh mahasiswa cukup besar, baik dilihat dari segi etnografi, atau bidang studi yang ditekuninya, atau almamater, atau agamanya. Supaya semua variasi terwakili, maka dibutuhkan sample yang relatif besar. Makin homogen suatu populasi, makin kecil sampelnya. Dan makin tinggi variasinya, maka makin besar sample yang dibutuhkan.

Dalam penaarikan sample, umumnya dikenal dua cara, yaitu : 1. Probability sampling, dan 2. non probability sampling

Pada probability sampling, derajat keterwakilan dapat diperhitungkan pada peluang

tertentu. Oleh karena itu, sampel yang ditarik dengan cara ini dapat dipergunakan untuk melakukan generalisasi terhadap populasi. Ada banyak cara penarikan sampel yang tergolong dalam probability sampling ini, antara lain simple random sampling, stratified random smpling, cluster random sampling, dan multistage random sampling.

Penarikan dalam satuan analisis (anggota) dari populasi uunutuk dijadikan sampel dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1. dengan pemulihan, dan 2. tanpa pemulihan Misalkan kita menarik sampel sebanyak sebesar 5 dari populasi beranggotakan 15

satuan. Pengambilan kelima anggota itu dilakukan satu per satu, tidak lima sekaligus. Setiap kali kita mengambil 1 satuan, kita catat anggota tersebut untuk mendaftarkannya. Selanjutnya kita menghadapi dua cara, yaitu apakah satuan yang sudah terambil itu dikembalikan ke dalam populasinya, atau disimpan dulu sampai semua terambil 5 satuan. Jika cara pertama yang dilakukan, artinya anggota yang sudah terambil dan dicatatat dikembalikan lagi kedalam populasi, sehingga ia berpeluang diambil untuk kedua kalinya, maka pengambilan sample dilakukan dengan pemulihan (replacement) . Setiap kali diambil, dikembalikan lagi, sampai kita memperoleh 5 anggota sebagai sample. Tetapi, jika yang sduah terambil tidak dikembalikan sampai diperoleh 5 anggota sebagai sample, maka cara itu disebut pengambilan sample tanpa pemulihan.

Penarikan sample dengan nonprobability sampling pada umumya dilakukan untuk suatu penelitian yang populasinya tidak diketahui, sehingga tidak dapat ditarik kesimpulan yang beralaku umum teradap populasi.. Karena itu istilah “sampling” pada metode ini sebenarnya tidak tepat karena kita tidak menarik samel. Penelitian terhadap pemakaian narkotika, atau yang berpenyakit jiwa, merupakan contoh penarikan sample seperti itu karena batas-batasnya tidak diketahui.

Salah satu bentuk nonprobability sampling yang banyak dipergunakan adalah metode bola salju (snowing ball) . Bola salju yang berguling di lereng gunung mula-mula kecil, tetapi lama-kelamaa menjadi besar karena dalam proses berguling, butir-butir salju melekat pada dirinya. Demikian pula jika kita mempelajari gejala-gejala sosial di suatu tempaat. Di lokasi ini kita mencatat ciri-ciri sosial yang kita teliti. Kemudian kita pindah ke tempat lain. Di tempat iini ditemukan ciri-ciri yang sebelumnya tidak ada di tempat yang pertama. Demikian seterusnya sehingga makin lengkaplah pengetahuan kita tentang ciri-ciri sosial dari topik yang diteliti. Terhadap penelitian seperti ini (dan seluruh nonprobbility sampling) tidak dapat dilakukan analisis statistik inferensial.

Berikut ini akan dibahas teknik penarikan sample pada probability sampling seperti yang telah disebut di atas.

Page 59: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

C. Probability Sampling 1. Penarikan Sampel secara Acak Sederhana (Simple Random Sampling)

Random Sampling

Populasi Sampel

Gambar 5.2

Penarikan sampel secara acak sederhana dipergunakan jjika populasi penelitian bersifat homogen (lihat Gambar 5.2). Pengambilan darah di Laboratorium untuk memeriksa penyakit adalah salah satu contoh penarikan sampel seperti ini. Karena anggota populasinya sama (atau hampir sama), maka tidak begitu menjadi persoalan dimana sampel diambil dan berapa besar sampel yang dibutuhkan. Prinsip dasarnya adalah bahwa setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk ditarik sebagai anggota sampel. Ada banyak cara untuk menarik sampel seperti ini, yaitu : 1. Sistem lotre

a. Daftarkan setiap anggota populasi menurut nomor urut, mulai nomor satu sampai habis. Jangan ada anggota yang terlewatkan atau yang didaftarkan lebih dari satu kali.

b. Nomor setiap anggota ditulis di atas sepotong kertas kecil, kemudian digulung.

Dengan demikian terdapat sejumlah gulungan kertas yang sama dengan jumlah

populasi.

c. Seluruh kertas gulungan dikocok, kemudian ditarik satu per satu sebagai anggota

sampel sebanyak besar sampel yang dibutuhkan. Penarikan dapat dilakukan tanpa

pengembalian atau dengan pengembalian

Page 60: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

d. Baik dengan cara pengembalian maupun tanpa pengembalian, setiap kertas gulungan

yang didaftarkan nama-nama yang sesuai dengan nomor gulungan kertas yang

terambil. Dengan demikian kita sudah memiliki daftar ini disebut sampel frame.

2. Acak sistematis

Penarikan sampel dapat pula dilakukan dengan cara sistematis. Jika jumlah angngota dalam populasi adalah N = 100, dan jika dari jumlah ini akan ditarik sampel sebanyak n = 20, berarti setiap 5 anggota dari populasi diambil satu sampel. Keseratus nama dari anggota populasi itu disusun dalam 20 daftar, masing-masing terdiri atas 5 satuan yang diberi nomor 1-5. Dengan demikian, penarikan sampel, dilakukan sebagai berikut : a. Daftarkan semua anggota dalam populasi dalam 20 daftar dengan nomor urut

seperti di atas. b. Ambil 5 potong kertas kecil, di atasnya ditulis berturut-turut angka 1,2,3,4 dan 5.

Kelima potong kertas yang sudah mempunyai angka masing-masing itu kemudian digulung, setelah itu di kocok, lalu ditarik satu di antaranya. Kalau yang tertarik adalah angka 3, maka setiap nomor 3 pada 20 daftar itu terambil sebagai sampel (liat contoh di bawah). Kalau anggota populasi tidak didaftar dalam 20 daftar, tetapi satu daftar saja dengan nomor urut 001-1.00, maka yang terambil sebagai anggota sample adalah setiap nomor dengan angka terakhir 3 dan 8, yaitu 3, 8,13,18,23,28 dan seterusnya.

Penarikan Sampel secara Sistematis

Populasi Sampel

01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 03 08 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 13 18 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 23 28 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 33 38 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 43 48 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 53 58 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 63 68 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 73 78 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 84 88 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 93 96

3. Sistem bilangan random Cara ketiga yang lebih terjamin keacakannya dan karena itu banyak dipakai dalam penelitian-penelitian adalah penarikan sample dengan pertolongan daftar bilangan random. Daftar bilangan random ini dapat kita temukan sebagai lempiran pada buku-

Page 61: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

buku tentang statistik atau metodologi penelitian. Daftar itu terdiri atas beberapa halaman, dan dapat kkita mulai dari halaman mana saja. Artinya, pemilihan halaman itu dilakuakn secara acak. Katakanlah kita mulai dari halaman 2 (dari daftar bilangan random pada lampiran 1 buku ini). Jika besarnya populasi adalah puluhan, artinya hanya terdiri atas bilangan puluhan dan satuan, seperti 35, atau 42, atau 50, maka kita memerlukan dua digit. Tetapi, kalau besarnya sampel adalah ratusan, misalnya 350, maka kita memerlukan tiga digit. Contoh selanjutnya dengan mengambil tiga digit karena populasi kita lebih dari seratus tetapi di bawah seribu. Jumlah sample yang kita tarik adalah 35. Pada alaman 2 daftar bilangan random tadi kita dapat menunjuk salah satu bilangnan secara acak, ditengah, dipinggir atas, atau di mana saja.

Sebagai dari bilangan random dalam daftar halaman 2 itu tampak seperti berikut ini. 98 08 63 48 26 33 18 51 52 32 80 95 10 04 06 79 75 24 91 40 18 63 33 25 37 74 02 94 39 02 54 17 84 56 11 11 66 44 98 83 48 32 47 79 28 69 07 49 41 38

Kita mulai dari bilangan pertama kiri atas ( boleh mulai dari sembarang bilangan). Kita ambil 3 bilangan berurutan ke kanan karena kita membutuhkan tiga digit. Dari antara bilangan-bilangan itu ada yang memenuhhi syarat dan adapula tidak memenuhi syarat sebagai anggota sampel, yaitu :

Bilangan random

Diambil sebagai anggota sample no.:

Keterangan

980 Tidak terambil karena 980 > 250 (populasi) 331 01 Terambil, karena 331 < 350 809 Tidak terambil karena 809 > 350 (populasi) 795 Tidak terambil karena 795 > 350 (populasi) 186 02 Terambil, karena 186 < 350 740 Tidak terambil karena 740 > 350 (populasi) 541 Tidak terambil karena 541 > 350 (populasi) 116 03 Terambil, karena 116 < 350 483 Tidak terambil karena 483 > 350 (populasi) 690 Tidak terambil karena 690 > 350 (populasi) 662 Diteruskan ke atas pada deretan berikut 851 Tidak terambil karena 851 > 350 (populasi) 510 Tidak terambil karena 510 > 350 (populasi) 524 Tidak terambil karena 524 > 350 (populasi) 333 04 Terambil 294 05 Terambil Dst.

Page 62: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Pengambilan diteruskan sampai kita dapatkan nol sample yang ke-35 (sesuai besarnya sampel). Jika ada bilangan random yang sudah pernah terambil, maka bilangan itu dilewatkan. Nomor-nomor sampel yang sudah dicatat dari kolom 2 disesuaikan dengan nomor yang ada dalam daftar populasi. Menurut bilangan random yang terambil. Sampel nomor 05 misalnya adalah nomor 294 pada daftar populasi. 2. Penarikan Sampel secara Acak Berlapis (Strarifed Random Sampling) Populasi yang homogen jarang ditemukan dalam kehidupan sosial. Tidak ada dua satuan analisis yang persis sama. Keragaman diantara anggota populasi dinyatakan dengan ukuran stastistik variance atau standard deviasi dengan notasi s. Makin besar nilai s, makin tinggi variasinya, dan makin kecil nilai s, makin kecil variasi diatara anggota populasi apabila variasinya cukup besar maka pengambilan sampel secara acak tidak bisa diambil secara langsung. Kita perlu mengklasifikasikannya terlebih dahulu menurut keragamannya. Perhatikan Gambar 5.3 Stratifikasi Sampel Populasi

Gambar 5.3

Dengan mengkalsifikasikan populasi itu dalam 3 lapis (strata) pada Gambar 5.3, maka kita mendapatkan 3 strata yang masing-masing anggotanya lebih homogen. Baru kemudian dilakukan penarikan sampel secara acak dari masing-masing strata itu. Ketiga strata tersebut adala tiga macam daftar populasi (sample Frame) tempat sampel ditarik secara acak. Masalah selanjutnya adalah berapa banyak anggota sampel diambil dari setiap strata. Kalau banyaknya anggota dalam populasi adalah N, dan dari jumlah itu ditarik sampel sebesar n, maka n ini adalah jumlah anggota sampel yang ditarik dari ketiga strata. Untuk itu perlu ditentukan berapa dari masing-masing strata (sample frame) tersebut diambil secara random. Ada 3 cara yang dapat dijadikan pedoman untuk maksud ini, yaitu secara proporsional, secara kuota, dan secara purposif. 1. Pengambilan sampel secara random proporsiional berlapis (stratified

proportionate random sampling) Kalau besarnya populasi adalah N, dan besarnya sampel yang ditarik dari populasi tersebut adalah n, berarti proporsinya adalah n/N. Dari setiap strata ditarik sebanyak

Page 63: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

n/N dari jumlah anggota sebagai anggota sampel. Misalkan ada 3 strata dari N, masing-masing N1. N2. N3 :

Strata Jumlah Anggota Banyaknya Sampel I N1 n/N x N1 II N2 n/N x N2 III N3 n/N x N3 Jumlah n/N(N1=N2=N3) = n/N x N Contoh : Populasi :1.600 mahasiswa di universitas X yang terdiri dari 5 angkatan. Angkatan I : 100 Angkatan II : 250 Angkatan III : 350 Angkatan IV : 400 Angkatan V : 600

Ditarik sampel sebanyak 400 orang atau ¼ (25%) dari populasi. Penarikan sampel dilakukan sebagai berikut : Strata Jumlah Anggota Banyaknya Sampel I N1 = 100 400/1.600 x 100 = 25 II N2 = 150 400/1.600 x 150 = 37 III N3 = 350 400/1.600 x 350 = 88 IV N4 = 400 400/1.600 x 400 = 100 V N5 = 600 400/1.600 x 600 = 150 Jumlah 400 2. Pengambilan Sampel secara random kuoto berlapis Dari setiap strata yang diambil jumlah yang sama sebagai sampel. Kalau dari N populasi

diambil n sampel dari 5 strata, maka dari masing-masing strata diambil n/5. Dengan

contoh di atas, maka pengambilan sampel tampak sebagai berikut :

Strata Jumlah Anggota Banyaknya Sampel

I N1 = 100 400/5 = 80 II N2 = 150 400/5 = 80 III N3 = 350 400/5 = 80 IV N4 = 400 400/5 = 80 V N5 = 600 400/5 = 80 Jumlah 400

Page 64: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

3. Pengambilan sampel random secara purposif berlapis Pengambilan sample seperti ini sering dipakai pada strata yang (a) perbedaan anggota stratanya cukup mencolok, dan (b) salah satu atau beberapa strata mempunyai sifat yang dianggap penting. Misalnya kita meneliti masalah kriminalitas di sebuah kota. Dari kantor polisi ditemukan data (populasi) tentang angka kriminal dalam salah tahun terakhir sebagai berikut: Jenis Kejahatan Jumlah Kasus Pencurian 600 Penipuan 300 Perkosaan 80 Pembunuhan 20 Jumlah 1000

Kalau dari populasi ini ditarik sampel sebesar 200 atau 25% dengan cara proporsional berlapis atau kuota, maka sampelnya tampak sebagai berikut : Proporsional Kuota Pencurian 150 50 Penipuan 75 50 Perkosaan 20 50 Pembunuhan 5 50 Jumlah 250 250

Akan tetapi, kasus pembunuhan tidak bisa disamakan dengan kasus pencurian, dan kasus perkosaan tidak bisa disamakan dengan kasus pencurian atau penipuan. Bobot dari masing-masing kejahatan itu tidak sama. Karena itu penarikan sampel secara proporsional atau kuoto kurang tepat untuk dipergunakan di sini. Penarikan sample dilakukan sebagai berikut : Populasi Kuota Pencurian 600 75 Penipuan 300 75 Perkosaan 80 80 Pembunuhan 20 20 Jumlah 1000 250 3. Penarikan Sampel secara Acak Cluster Jika populasi tersebar dalam beberapa wilayah (cluster) yang masing-masing mempunyai ciri yang sama mirip), maka salah satu atau beberapa wilayah dapat diambil secara acak sebagai sampel (lihat Gambar 5.4). Misalnya kita meneliti masalah kemiskinan di pedesaan dalam satu kecamatan. Di kecamatan itu terdapat 20 desa sebagai populasinya. Penduduk disetiap desa mempunyai keragaman yang sama dalam banyak hal. Keragaman dalam bidang pekerjaan, variasi dalam bidang penghasilan, dan sebagainya. Karena setiap desa (sebagai cluster) mempunyai karakteristik yang (hampir) sama, maka salah satu di antaranya dapat ditarik sebagai

Page 65: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

sampel. Berbeda dengan penarikan secara berlapis di mana keacakan dilakukan pada penarikan anggota strata, maka pada cluster sampling keacakan dilakukan pada pemilihan cluster bukan pada anggota cluster.

Cluster Sampling

Populasi Sampel A B C

Gambar 5.4

4. Penarikan Sampel secara Bertahap Berganda Penarikan sampel dengan cara ini biasanya dilakukan pada populasi yang anggotanya tersebar pada wilayah yang luas, Misalnya kita meneliti masalah kemiskinan di kalangan penduduk di propinsi X. Propinsi ini terdiri atas 5 kabupaten/kotamadya, masing-masing kabupaten terdiri atas sejumlah kecamatan, dan setiap kecamatan terdiri atas sejumlah desa. Desa inipun bisa disusun dalam beberapa strata, misalnya desa kota, desa pinggir kota, desa pedalaman, dan desa pantai. Anggota sampel dilakukan sebagai berikut : Tahap I : Memilih secara purposif atau acak kabupaten sampel Tahap II : Memilih secara purposif atau acak kecamatan sampel dalam

kabupaten sampel. Tahap III : Memilih secara purposif atau acak desa sampel dalam kecamatan

sampel. Tahap IV : Memilih secara acak penduduk dalam desa sampel. Prosedur ini dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Page 66: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Multistage Random Sampling

Propinsi

Sampel

Gambar 5.5

Page 67: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Catatan 1. Babble, Earl. 1992. The Practice of Social Research. Belmont : Wadsworth

Publishing Company, hlm. 883. Lembar Kerja 1. Tujuan Penarikan sampel adalah : …………………………………………………………………………………………… 2. Perbedaan antara satuan analisis dan satuan pengamatan adalah :

…………………………………………………………………………..…………………

3. Perbedaan antara metode sensus dan metode sampel adalah : ………………………………………………………………………..……………………

4. Prinsip dasar penarikan sampel adalah :

…………………………………………………………………………………………… 5. Yang dimaksud dengan penarikan sampel secara acak adalah :

……………………………………………………………………………………………

6. Perbedaan antara penarikan sampel dengan pemulihan dan penarikan sampel tanpa pemulihan adalah :

…………………………………………………………………………………………

7. Kita tidak dapat membuat generalisasi dari penarikan sample secara probability sampling dan nonprobability sampling. Penjelasannya sebagai berikut : ……………………………………………………………………………………………...

8. Dari suatu populasi beranggota 500 orang ditarik sample sebanyak 30 orang secara acak sederhana. Tariklah sampel tersebut dengan menggunakan daftar bilangan acak.

……………………………………………………………………………………………

9. Berikanlah sebuah contoh penarikan sample secara berlapis proporsional. ……………………………………………………………………………………………..

10. Perbedaan anatara cluster sampling random dan stratified proportionate random sampling dapat dijelaskan sebagai berikut :

……………………………………………………………………………………………

11. Contoh penggunaan multistage random sampling adalah :

…………………..…………………………………………………………………

Page 68: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Bab VI Desain Penelitian

Setelah mempelajari bab ini, Anda dapat menyusun sebuah desain peneltian tentang topik yang diminati.

A. Pendahuluan Kita sudah membahas hakikat ilmu dan penelitian (Bab I), penelitian sebagai proses ilmiah (Bab II), Kenseptualisasi masalah penelitian (Bab III), hipotesis (Bab IV), dan penarikan sampel (Bab V). Kelima bab tersebut memberi gambaran kepada kita tentang hubungan antara ilmu, penelitian dan pemecahan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan proses penelitian itu sendiri dimulai dari konseptualisasi masalah, hipotesis, dan pengujian hipotesis melalui data empiris. Pekerjaan penelitian dimulai dengan menyusun rancangan penelitin atau desain penelitian, kemudian menarik sample, menyusun instrumen analisis dan penulisan laporan penelitian. Bab ini akan membahas Desain Penelitian (lihat Gambar 6.1).

Proses Penelitian

DESAIAN PENELITIAN PENYUSUN INSTRUMEN PENARIKAN SAMPEL UJI COBA PENGUMPULAN DATA ANALISIS DATA PEMBAHASAN HASIL ANALISIS

PENULISAN LAPORAN Gambar 6.1

Page 69: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Desain penelitian merupakan cetak biru yang menentukan pelaksanaan selanjutnya. Penyusunan desain ini dilakukan setelah kita menetepkan topik (judul) penelitian yang akan dilaksanakan. Desain penelitian memaparkan apa, mengapa, dan bagaimana masalah tersebut diteliti dengan menggunakan prinsip-prinsip metodologi yang telah dibicarakan sebelumnya. Pada umumnya suatu penelitian mengandung dua aspek yang saling berhubungan dan merupakan persyaratan untuk suatu penelitian yaitu : 1. Substansi Penelitian Suatu penelitian menunjuk pada substansi tertentu yang akan diteliti. Masalah yang akan diteliti harus jelaas substansinya. Pada penelitian ilmiah, substansi ini mengacu kepada teori tertentu yang berada dalam lingkup suatu ilmu pengetahuan. Suatu penelitian dikatakan memiliki signifikansi teoritis jika penelitian tersebut berfungsi mengembangkan teori-teori dari ilmu pengetahuan yang menjadi substansinya. Selain memiliki signifikasi teoretis, suatu penelitian juga harus memiliki signifikasi praktis. Suatu penelitian memiliki signifikasi praktis jika penelitian tersebut mendukung kepentingan-kepentingan praktis sehingga memberikan manfaat kepada masyarakat terkait. 2. Metodologi Penelitian Penelitian terhadap substansi tertentu itu harus memenuhi persyaratan metodologi penelitian sebagai suatu proses yang sistematis, terkendalil, krirtis, dan analitis seperti telah diuraikan sebelumnya.

Berkaitan dengan keda syarat tersebut, maka desain penelitian pada umumnya dapat dibagi dalam dua pokok, yaitu konseptualisasi masalah dan operasionalisasi. Kedua pokok tersebut dapat disusun dalam pokok-pokok sebagai berikut :

1. Latar Belakang Penelitian 2. Tujuan dan Hipotesis 3. Kerangka Dasar Penelitian 4. Penarikan Sampel 5. Metode Pengumpulan Data 6. Analisis Data.

Konseptulisasi masalah dipaparkan di bagian (1) dan (2), sedangkan operasionalisasi atau aspek-aspek metodologisnya akan dipaparkan dalam bagian (3) sampai (6) (lihat Gambar 6.2)

Page 70: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Unsur-Unsur Pokok Desain Penelitian

LATAR BELAKANG MASALAH

Latar Belakang Masalah Gejala-gejala Umum dan Khusus

Perumusan Masalah Signifikasi Penelitian

Konseptualisasi Masalah TUJUAN

Tujun Hipotesis

KERANGKA HIPOTESIS Definisi Operasional Indikator Empiris

Pengukuran Kerangka Hubungan

PENARIKAN SAMPEL Satuan Analisis Metodologi Populasi

Sampel METODE PENGUMPULAN

DATA

ANALISIS DATA Analisis Pendahuluan

Analisis Lanjut

Gambar 6. 2

Page 71: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

B. Latar Belakang Penelitian Bagian ini merupakan fondasi dari seluruh proses penelitian karena semua konsep dasar dijelaskan di sini. Sering juga bagian ini diberi judul Pendahuluan. Karena pentingnya bagian ini, maka paling sedikit ada tiga bagian yang perlu diungkapkan di sini.

Yang pertama adalah dasar-dasar pemikiran tentang pentingnya masalah yang akan diteliti. Hal ini diungkapkan dari dua pendekatan, yaitu secara teoritis dan empiris seperti diuraikan dalam Bab III Konseptualisasi Masalah. Secara teoritis berarti kita bertitik tolak dari suatu teori yang menarik minat kita, mempelajari berbagai penelitian yang pernah dilakukan tentang itu dan beberapa sumber yang relevan. Kemudian kita berusaha untuk melihat masalah itu kedalam kenyataan empiris, mengungkapkan kesenjangan-kesenjangan yang ada dan usaha-usaha yang pernah dilakukan untuk menanggulangginya. Bagian ini mengantar kita kedalam perumusan masalah dalam bagian kedua.

Bagian terakhir dalam latar belakang adalah mengungkapkan pentingnya (signifikansi) penelitian yang akan dilakukan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa suatu penelitian mempunyai dampak pada pengembangan, baik pengembangan ilmu pengetahuan maupun pengembangan dalam salah satu pengembangan kehidupan praktis sehari-hari. Sehubungan dengan itu perlu diungkapkan signifikansi teoritis dan signifikansi praktis dari penelitian yang bersangkutan. C. Tujuan dan Hipotesis Bertitik tolak dari latar belakang yang telah kita diuraikan sebelumnya, kita menyatakan secara eksplisit tujuan yang akan dicapai oleh penelitian yang bersangkutan. Tujuan penelitian yang dimaksud adalah jawaban terhadap pertanyaan dasar penelitian yang telah diungkapkan dalam latar belakang desin penelitian. Kalau pertanyaan penelitian adalah “Apa yang mempengaruhi prestasi studi mahasiswa?”, maka pertanyaan ini menunjukkan bahwa masalah pokok penelitian berfokus pada prestasi studi mahasiswa. Seperti seorang dokter yang berhadapan dengan pasiennya, pertama-tama ia perlu mengetahui lebih dahulu apa penyakkitnya, dan kalau sudah diketahui maka selanjutnya perlu mengeetahui apa menyebabkan penyakit itu, apakah virus apa basil. Pertanyaan penelitian tersebut di atas sama halnya dengan pasien seorang dokter. Pertama-tama ingin diketahui apakah “penyakitnya” pada prestasi studi, dan kalau benar maka factor-faktor apa yang memepngaruhinya. Karena itu tujuan penelitian yang pertama adalah “Mengetahui prestasi studi mahasiswa,” dan kedua adalah “Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi prestasi studi mahasiswa.

Tujuan penelitian tersebut akan dipertajam dengan menyusun dalam bentuk hipotesis. Tujuan pertama disusun dalam hippotesis pertama: ”Prestasi studi mahasiswa rendah.” Sebab kalau tidak rendah, maka tidak akan ada masalah (penyakit), dan karena itu tidak perlu dicari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tetapi, karena dalam pengamatan eksploratif telah tampak gejala-gejala yang mengarah pada “prestasi studi rendah”, maka tinggal kita membuktikannya melalui penelitian. Tujuan penelitian yang keduda dipertajam dengan sejumlah hippotesis sesuai dengan banyaknya faktor yang diduga akan mempengaruhi prestasi studi itu menurut pengamatan kita, yaitu :

2. motivasi belajar 3. latar belakang ekonomi, dan 4. lingkungan belajar.

Page 72: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Untuk itu disusun 3 hipotesis, yaitu : 1. Ada hubungan yang positif antara prestasi studi danmotivasi belajar di kalangan

mahasiswa. 2. Ada hubungan yang signifikansi antara prestasi studi dan latar belakang ekonomi

mahasiswa. 3. Ada hubungan yang signifikansi antara prestasi studi dan lingkungan belajar

mahasiswa.

Jadi jelaslah bahwa hipotesis penelitian ini tidak lain dari jawaban tentative terhadap pertanyaan penelitian.

D. Kerangka Dasar Penelitian Dalam kerangka dasar penelitia ini diungkapkan semua variable yang akan diteliti rumusan operasionalnya, yang dilengkapi dengan indikator empiris dan pengukurannya. Kemudian semua variabel tersebut disusun dalam suatu kerangka hipotesis yang memperlihatkan pola hubungan antar variabel yang satu dengan variabel yang lain. Pada contoh “prestasi studi mahasiswa” diatas ada 4 variabel yang akan diteliti, yaitu : 1. Prestasi studi 2. Motivasi belajar 3. Latar belakang ekonomi 4. Lingkungan belajar Terhadap masing-masing variabel ini disusun defenisi operasional karena definisi tersebut menuntun kita pada pengumpulan data yang relevan dan valid. Misalnya prestasi studi adalah indeks prestasi (IP) studi kumulatif yang telah diperoleh oleh mahasiswa selama dua tahun berturut-turut menurut catatan yang ada pada kantor fakultas yang bersangkutan. Indikatornya adalah IP kumulatif, dan pengukurannya dilakukan pada skala interval. Definisi yang salah misalnya prestasi studi adalah perubahan perilaku mahaiswa setelah belajar diperguruan tinggi selama dua tahun berturut-turut. Definisi ini tidak operasional karena tidak menuntun kita ke data yang dibutuhkan untuk itu. Semua variabel yang akan diteliti didefinisikan secara demikian pula. Semua variabel yang telah didefinisikan itu ditempatkan dalam suatu kerangka hipotesis sesuai dengan tipe penelitian yang ingin kita lakukan. Pada tipe penelitian eksplanatif, ada variabel yang diterangkan dan ada variabel yang menerangkan. Variabel yang diterangkan diperlakukan sebagai varabel dependen, dan variabel-variabel yang menerangkan diperlakukan sebagai varabel independen. Selain itu, banyaknya variabel dalam suatu hipotesis juga tampak dalam kerangka dasar ini. Kerangka dasar untuk hipotesis dengan multivariate (lihat Gambar 6.3). Kerangka dasar ini menjadai acuan bagi analisis data terutama dalam pengujian hipotesis.

Page 73: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Berbagai Model Hipotesis

Gambar 6.3

E. Penarikan Sampel Bagian kedua yang perlu diungkapkan dalam desain penelitian ini adalah perencanaan tentang bagaimana sampel ditarik . Untuk maksud ini terlebih dahulu perlu digambarkan besar, batas-batas, dan ciri-ciri populasi penelitian. Apakah populasi penelitian ini tersebar dalam wilayah luas, atau terbatas dalam wilayah setempat. Besarnya populasi dinyatakan dalam jumlah anggota (satuan analisis) yang tercakup dalam populasi itu (target population) Kemudian digambarkan juga sebarapa besar variasi di antara anggota-anggota populasi. Setelah itu barulah ditentukan sebarapa besar sampel yang akan ditarik, dan bagaimana cara menariknya.

Kalau kita kembali pada contoh di atas tentang “prestasi studi mahasiswa,” maka populasi kita misalnya adalah mahasiswa perguruan tinggi X semester kelima sebanyak 2.000 orang. Mahasiswa sebanyak ini bervariasi menurut fakultasnya (misalnya ada 3 fakultas), dan dari jumlah ini akan ditarik sampel sebanyak 10% (200 orang). Sampel ditarik secara berlapis proporsional, sebagai berikut :

Strata Populasi Sampel Fakultas A 750 75 Fakultas B 600 60 Fakultas C 650 65

Jumlah 2000 200

X1

X3

X2

X1

X3

X2

X1

X3

X2

X1

X3

X2 Y

Y

Y

Y

Page 74: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

F. Metode Pengumpulan Data Bagian ini menunjukkan bahwa bagaimana data dari masing-masing variabel yang telah disebutkan di atas dikumpulkan dari sampel penelitian. Dari antara berbagai metode yang ada dipilih yang sesuai sehingga kita mendapatkan data yang valid dan dapat dipercaya. Beberapa dari metode itu adalah wawancara, kuesioner, angket, observasi dan dokumenter (lihat Bab VII : Metode Pengumpulan Data). Untuk setiap variabel dapat dipilih dua atau lebih metode, salah satunya adalah metode yang diutamakan, dan yang lainnya dipakai untuk mengontrol atau melengkapi metode utama. Pengungkapan metode tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk tabel seperti berikut ini :

Variabel Wawancara Kuesioner Observasi Dokumenter 1.Prestasi Studi - - - X

2.Motivasi belajar x - v -

3.Latar belakang ekonomi

- x - V

4. Lingkungan belajar x - v -

Keterangan : x : Utama

V : Pelengkap/kontrol G. Analisis Data Dalam rangka mencapai tujuan penelitian, data yang akan dikumpulkan perlu dianalisis. Rancangan tentang analisis ini perlu diungkappkan balam bagian ini. Supaya lebih sistematis, maka analisis ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama disebut analisis pendahuluan, dan t ahap kedua analasis lanjut.

Analisis pendahuluan terbatas pada analisis deskriptif untuk setiap variabel pada sampel. Tujuannya untuk mengetahui karakteristiik setiap variable pada sample, dan menentukan alat analisis pada analisis selanjutnya. Alat-alat analisis yang dipakai untuk ini adalah (1) tabel distribusi frekuensi sederhana, (2) diagram statistik, (3) ukukran tendensi pusat, (4) dispersi yang menggambarkan variasi, dan (5) estimasi parameter.

Analisis lanjut bertujuan untuk mengnuji hipotesis. Alat-alat analisis dipakai untuk ini pertama-tama tergantung pada model hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Ada nalisis uji hipotesis multivariate. Masing-masing alat analisis terdiri atas sejumlah alat analisis, tergantung pada pengukuran variabel-variabel yang bersangkutan (lihat Bab IX : Analisis Uji Hipotesis) Contoh desain penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6 di bagian buku ini.

Page 75: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Lembar Kerja Susunlah sebuah desain penelitian tentang topik yang cukup menarik minat Anda. Sala satu salinan desainnya dikirim kepada penyelenggara program ini untuk ditanggapi dalam rangka peningkatan kompetensi Anda dalam bidang ini.

Page 76: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Bab VII Metode Pengumpulan Data

Setelah mempelajari bab ini, Anda dapat : 1. Menjelaskan tujuan pengumpulan data 2. Menjelaskan perbedaan data dan informasi, 3. Menjelaskan tahap-tahap proses penngumpulan data, 4. Menjelaskan keunggulan dan kelemahan metode pengamatan dalam pengumpulan

data, 5. Menjelaskan keunggulan dan kelemahan wawancara sebagai metode pengumpulan

data, 6. Menjelaskan keunggulan dan kelemahan kuesioner debagai metode pengumpulan

data, 7. Menjelaskan pengertian validitas dan reliabilitas sebagai syarat dalam penyusunan

instrumen penelitian, 8. Menyusun butir-butir pertanyaan untuk variable penelitian

A. Proses Pengumpulan Data Pengertian data perlu dibedakkan dengan informasi. Kalau kita bertanya kepada seorang di mana jalan ke kantor Gubernur, maka ia akan memberi tahu : terus saja, lalu di lampu merah pertama belok ke kanan masuk ke Jl. Jend. Sudirman. Di perempatan kedua belok ke kiri masuk ke Jl. A. Yani, dan di ujung jalan itulah letak kantor Gubernur. Kata-kata yang diungkapkan kepada kita itu disebut informasi, tetapi “lampu merah, Jl. Jend. Sudirman, dan Jl. A. Yani” bukan informasi melainkan data. Dari contoh ini jelaslah bahwa informasi dibangun daari data.

Pengumpulan data dilakukan untuk memperole informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian . Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis mmerupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian. Jawaban itu masih perlu diuji secara empiris, dan untuk maksud inilah dibutuuhkan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis. Data itu dikumpulkan oleh sample yang telah ditentukan sebelumnya. Sampel tersebut terdiri atas sekumpulan unit analisis sebagai sasaran penelitian (lihat Gambar 7.1)

Page 77: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Proses Pengumpulan Data

Sampel DATA Pengamatan Satuan

Gambar 7.1

Variabel-variabel yang diteliti terdapat pada unit analisis yang bersangkutan dalam sampel penelitian. Data yang dikumpulkan dari setiap variabel yang bersangkutan. Definisi operasional itu menunjuk pada dua hal yang penting dalam hubungannya dengan pengumpulan data, yaitu indikator empiris dan pengukuran (lihat Gambar 7.2)

Pengumpulan Data dalam Proses Penelitian

TUJUAN

HIPOTESIS

VARIABEL

INDIKATOR

DATA

Gambar 7. 2

Page 78: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Indikator empiris menunjuk pada apa yang diamati dari variabel yang bersangkutan, dan pengukuran menunjuk pada kualitas yang diamati. Misalnya variabel “keefektifan pengalaman belajar” mahasiswa yang dirumuskan sebagai “derajat penggunaan waktu untuk belajar menurut beban belajar yang diambil oleh mahasiswa dalam satu semester terakhir.” Indikatornya adalah waktu yang digunakan untuk mempelajari mata kuliah yang merupakan beban belajar yang telah direncanakan oleh setiap mahasiswa pada sampel. Istilah derajat menunjuk pada pengukuran, yaitu kualitas penggunaan waktu. Jika beban studi yang direncanakan 18 sks, maka waktuyang dipergunakan minimal 3 x 18 = 58 jam/minggu selama semester. Waktu ini dialokasi untuk 18 jam kuliah/minggu, dan 36 jam kegiatan terstruktur dan mandiri. Tetapi, jika dari 54 jm ini yang dignakan hanya 27 jam, maka derajat penggunaan adalah 27/54 x 100% = 50%.

Sehubungan dengan masalah pengukuran ini, harus disadari bahwa kita mengadapi obyek yang berbeda-beda yang mengakibatkan adanya variasi dalam pengukuran. Prof. Dr. Sutrisno Hadi, M.A, menyebutkan 5 sumber variasi pada pengukuran, yaitu :

1. Perbedaan yang terdapat dalam obyek-obyek yang diukur ; 2. Perbedaan situasi pada saat pengukuran dilakukan ; 3. Perbedaan alat pengukuran yang digunakan ; 4. Perbedaan penyelenggaraan atau administrasinya 5. Perbedaan pembacaan dan atau penilaian hasil pengukurannya.1

Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan dalam melakukan pengumpulan data.

Masalah Validitas dan reliabitas merupakan factor yang perlu diperhatikan dalam masalah pengukuran ini. Alat ukur dikatakan valid apabila alat itu mengukukr yang diukurnya dengan teliti. Meter adalah alat pengukur panjang bukan berat. Tes kecerdasan adalah alat alat pengukuran inteligensi, bukan kerajinan. Pengukurnya valid jika alat ukur mengukur yang diukurnya dengan teliti. Jika suhu udara 33o C, maka hasil pengukurannya dikatakan reliable (andal) jjika alat ukur itu dipakai berulang-ulang pada obyek yang sama, maka hasilnya tetap.

Proses pengumpulan data itu sendiri menurut Nan Lin pada umumnya terdiri atas 8 tahap sebagai berikut:2 1. Tinjauan lilteratur dan konsultasi dengan ahli

Pengnumpulan data biasanya diawali dengan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian. Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh melalui peninjauan literature yang relevan dan konsultasi dengan para ahli. Melalui usaha-usaha ini peneliti berusaha memahami benar-benar isu penelitian, konsep, dan variable-variabel yang dipergunakan peneliti lain dalam mempelajari hal yang serupa di masa lalu, dan hipotesis-hipotesis yang pernah diteliti pada waktu lalu. Perlu juga dipahami ciri-ciri orang yang menjadi responden kita dalam penelitian.

2. Mempelajari dan melakukan pendekatan terhadap kelompok masyarakat di mana data akan dikumpulkan. Maksudnya supaya peneliti yang bersangkutan dapat berterima di dalam kelompok masyarakat itu dan memahami berbagai kebiasan yang berlaku di dalamnya. Untuk itu perlu dilakukan pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat yang bersangkutan.

3. Membina dan memanfaatkan hubungan yang baik dengan responden dan lingkungannya. Untuk maksud tersebut peneliti perlu mempelajari kebiasan-kebiasaan respopndennya termasuk cara mereka melakukan sesuatu, bahasa yang dipergunakan, waktu luang mereka, dan sebagainya.

Page 79: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

4. Uji coba atau pilot studi . Pengumpulan data didahului dengan uji coba instrumen penelitian pada sekelompok masyarakat yang merupakan bagian dari populasi yang bukan sampel. Maksudnya untuk mengetahui apakah instrumen tersebut cukup andal atau tidak, komunikatif, dapat dipaami, dan sebagainya.

5. Merumuskan menyusun pertanyaan. Setelah hasil uji coba itu dipelajari, disusunlah instrumen penelitian dalam bentuknya yang terakhir berupa pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Pertanyaan itu harus diirumuskan sedemikian rupa sehingga ia mengandung makna yang signifikan dan substansif.

6. Mencatat dan memberi kode (recording dan coding). Melalui instrumen penelitian yang telah dipersiapkan, dilakukan pencatatan terhadap data yang dibutuhkan dari setiap responden. Informasi-informasi yang diperoleh dari pencatatan ini diberi kode guna memudahkan proses analisis.

7. Cross cheking, validitas, dan reliabilitas. Tahap ini terdiri atas cross cheking terhadap data yang masih diragukan kebenarannya, serta memeriksa validitas dan reliabilitasnya.

8. Pengorganisasian dan kode ulang data yang telah terkumpul supaya dapat dianalisis.

B. Metode Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dari sampel penelitian, dilakukan dengan metode tertentu sesuai dengan tujuannya.. Ada berbagai metode yang telah kita kenal antara lain wawancara, pengamatan (observasi), kuesioner atau angket, dan dokumenter. Metode yang dipilih dalam setiap variable responden. Untuk data histories misalnya tidak bisa ditemukan dengan observasi, tetapi dimungkinkan dengan dokumenter pada wawancara. Kalau kebanyakan responden merasa asing paa konikasi media tulis, maka wawancara merupakan salah satu cara perlu dipertimbangkan.3 Karena metode pengumpulan data terganntung pada karekteristik data variabel. Suatu variabel juga dapat mempergunakan dua metode yang dipergunakan tidak selalu sama untuk setiap variabel. Suatu variabel juga dapat mempergunakan dua metode atau lebih, yang pertama adalah metode utama, dan yang lain untuk kontrol silang. Berikut ini adalah contoh metode pengumpulan data pada suatu penelitian.

Variabel Wawancara Kuesioner Pengamatan Dokumenter X1 v - - x X2 - v x - X3 - V x - X4 X v - -

Keterangan: v : Metode utama X : Metode pelengkap I. Pengamatan ( Observasi) Pengamatan observasi adalah metode pengumpulan data di mana peneliti atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian.4 Penyaksian terhadap peritiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat seobyektif mungkin. Peranan

Page 80: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

pengamat dapat dibedakan berdasarkan hubungan partisipatifnya dengan kelompok yang diamatinya, yaitu : a. Partisipan penuh

Menyamankan diri dengan yang diteliti. Dengan demikian pengamat dapat merasakan dan menghayati apa yang diamati oleh responden. Tidak jarang seorang pengamat tinggal bersama kelompok masyarakat yang diamatinya dalam waktu yang cukup lama sehingga ia dianggap sebagai bagian dari masyarakat yang bersangkutan.

b. Partisipan sebagai pengamat Masing-masing pihak, baik pengamat mauupun yang diamati, menyadari peranannya. Peneliti sebagai pengamat membatasi diri dalam berpartisipasi sebagai pengamat, dan responden meyadari bahwa dirinya adalah objek pengamatan. Oleh karena itu, pengamat membatasi aktivitasnya dalam kelompok responden.

c. Pengamat sebagai partisipan. Peneliti hanya berpartisipasi sepanjang yang dibutuhkan dalam penelitiannya.

d. Pengamat sempurna (complete abserver). Peneliti menjadi pengamat tanpa partispasi dengan yang diamatinya. Ia mempunyai jarak dengan responden yang diamatinya.

Proses pengamatan itu sendiri terdiri dari :

a. Persiapan termasuk latihan (training); b. Memasuki lingkungan penelitian ; c. Memulai interaksi ; d. Pengamatan dan pencatatan ; e. Menyelesaikan tugas lapangan.

Persoalan-persoalan yang perlu diperhatikan pada pengamatan terutuma disebabkan metode ini sangat mengandalkan “penglihatan” (mata) dan “pendengaran” (telinga). Dari kedua alat indera itu, mata punya perananan yang lebih dominan. Oleh karena itu, perlu disadari keterbatasan-keterbatasan dari alat penglihat ini :

a. Harus dipercaya bahwa alat indra penglihatannya baik dan dapat menangkap fakta dengan benar;

b. Penglihatan orang mempunyai kelemahan dan keterbatasan, misalnya tidak mampu melihat jarak yang jauh, atau terjadi bias penglihatan;

c. Berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut. 2. Survei Nan Lin merumuskan pengertian survei sebagai berikukt :

The survei is data-collection method in which an instrumen is used to solicit responses from a sample of respondents. 5 Survei adalah metode pengumpulan data dengan menggunakan instrmen untuk

meminta tanggapan dari responden tentang sampel. Ciri-cirinya adalah : a. Dipakai pada sampel yang mewakili populasi, khususnya probabilistic sampling. b. Tanggapan (respons) diadapatkan secara langsung dari responden c. Karena biasanya survei dipakai pada sampel mewakili populasi, maka metode

itu lebih disukai jika ingin ditarik kesimpulan dari sampel. Penggunaan survei

Page 81: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

melibatkan banyak responden, dan mencakup area yang lebih luas dibandingkan dengan metode lainnya.

d. Survei dilaksanakan dalam situasi yang alamiah. Biasanya responden dikunjungi di kantor atau dirumah untuk dimita informasi. Responden tidak perlu direpotkan dengan keharusan untuk menghadiri acara tertentu.

Pada dasarnya survei terdiri dari : wawancara dan kuesioner. Wawancara biasanya

dilakukan dalam hubungan langsnung atau bentuk tatap muka antara pewawancara dan responden, mengajukan pertanyaan, meminta tanggapan, dan melaporkan tanggapan itu secara tertulis. Instrumennya disebut schedule. Bentuk yang paling umumnya dari kuisioner tertulis yang dikirim langsung kepada responden. Didalamnya terdapat pedoman untuk membimbing responden memberikan tanggapannya. Instrumen disebut kuesioner.

Keuntungan dari kuesioner terutama pada kebakuan dan biayanya yang rendah, sedangkan keuntungan wawancara terletak pada fleksibilitasnya dan tingkat ketergantungan pada responden. Untuk menentukan tipe survei yang dipergunakan, wawancara atau kuesioner, faktor ekonomi barangkali merupakan faktor yang menentukan. Tetapi jika faktor ekonomi tidak dipertiimbangkan, pemilihan pada umumnya tergantung pada : a. Sifat respons

Jika diharapkan respons yang tinggi, misalnya 80%, wawancara lebih baik daripada kuesioner. Jika kita ingin mengetahui aspirasi seseorang, maka di samping pernyataan-pernyataannya secara variabel, dapat jugua diketahui dari ekspresinya ketika bicara. Dengan demikian wawancara lebih baik daripada kueisioner. Di pihak lain, jika tingkat respons lebih rendah daripada 65%, maka kuesioner lebih baik.

b. Kepekaan pertanyaan Jika informasi yang diinginkan sanat berhubungan dengan fakta yang diketahui oleh publik, seperti seks, dan kegiatan yang dianggap “normal” dalam masyarakat tertentu, maka lebih baik kuesioner, karena responden tidak akan merasa ditekan.

3. Wawancara wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan bola media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Karena itu, wawancara tidak hanya menangkap pemahaman atau ide, tetapi juga dapat menangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif yang dimiliki oleh responden yang bersangkutan. Di sinilah terletak keunggulan dari metode wawancara. Menurut Mohammad Ali, keunggulan wawancara sebagai alat peneliti adalah :6

2. Wawancara dapat dilaksanakan pada setiap individu tanpa dibatasi oleh faktor usia maupuun kemampuan membaca.

3. Data yang diperoleh dapat langsung diketahui obyektivitasnya karena dilaksanakan secara tatap muka.

4. Wawancara dapat dilaksanakan langsung kepada responden yang diduga sebagai sumber data (dibandingkan dengan angket yang mempunyai kemungkinan diisi oleh orang lain)

5. Wawancara dapat dilaksanakan dengan tujuan untuk memperbaiki hasil yang diperoleh baik melalui observasi terhadap obyek manusia maupun bkan manusia; juga hasil yang diperoleh melalui angket.

Page 82: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

6. Pelaksanaan wawancara dapat lebih fleksibel dan dinamis karena dilaksanakan dengan hubungan langsung, sehingga memungkinkan diberikannya penjelasan kepada responden bila suatu pertanyaan kurang dapat dimengerti.

Meskipun wawancara mempunyai banyak manfaat, namun terdapat pula beberapa

kelemahan, diantaranya : 1. Oleh karena wawancara biasanya dilakukan secara perseorangan, maka

pelaksanaannya menuntut banyak waktu, tenaga, dan biaya, terutama bila ukuran sampel cukup besar.

2. Faktor bahasa, baik dari pewawancara maupun responden sangat mempengaruhi hasil atau data yang diperoleh.

3. Sering terjadi wawancara dilakukan secara bertele-tele. 4. Wawancara menuntut kerelaan dan kesediaan responden untuk menerima secara

baik dan bekerja sama dengan pewawancara. 5. Wawancara menuntut penyusuaian diri secara emosional atau mental-psikis antara

pewawancara dan responden. 6. Hasil wawancara banyak tergantung kepada kemampuan pewawancara dalam

menggali, mencatat, dan menafsirkan setiap jawaban.

Wawancara dilihat dari bentuk pertanyaan dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu : a. Wawaancara berstruktur

Pertanyaan-pertanyaan mengarahkan jawaban dalam pola pertanyaan yang dikemukakan. Misalnya: “Bentuk tes apakah yang paling sering Anda lakukan dalam mengadakan evaluasi?” Bentuk tes ada beberapa macam (objektivee test, essay test, written test dan sebagainya), dan responden diarahkan pada salah satu dari bentuk itu.

b. Wawancara tak berstruktur Pertanyaan-pertanyaan dapat dijawab secara bebas oleh responden tanpa terikat pada pola-pola tertentu. Misalnya : “Mengapa memilih guru sebagai profesi anda?” Pertanyaan seperti ini tidak terikat pada struktur jawaban tertentu, dan karena itu disebut pertanyaan bebas.

c. Campuran Bentuk ini merupakan campuran antara wawancara berstruktur dan tak berstruktur. Misalnya :”Dalam melaksanakan evaluasi tertulis, tes apakah sering Anda pergunakan dan mengapa?” Apa pun bentuk wawancara yang dipergunakan, perlu dipersiapkan daftar

pertanyaan (instrumen) dalam bentuk Pedoman Wawancara. Wawancara dengan responden dilakukan dengan situasi yang santai. Untuk itu perlu di cari waktu yang sesuai supaya tidak mengganggu kesibukan responden. Wawancara dibuka dengan perkenalan dan penciptaan situai yang kondusif. Kemudian pertanyaan-pertanyaan diajukan, baik berstruktur maupun tidak berstruktur. Dalam proses Tanya-jawab responden, pewawancara selain bertanya dan menyimak jawabannya, juga mencatat jawaban-jawaban dari responden. Biasanya catatan dibuat singkat suapaya proses wawancara tidak terputus. Berdasarkan catatan singkat itu, disusunlah catatan yang lengkap dan terperinci. Karena faktor lupa terdapat pada setiap orang, maka setelah wawancara selesai, catatan lengkap itu segera disusun (biasanya pada malam pertama wawancara dilakukan)

Page 83: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

4. Kuesioner (Angket) Kuesioener atau angket hanya berbeda bentuknya. Pada kuesioner, pertanyaan disusun dalam bentuk kalimat Tanya, sedangkan angket, pertanyaan disusun dalam kalimat pernyataan dengan opsi jawaban yang tersedia. Kalau metode pengamatan dan metode wawancara menempatkan peneliti dalam hubungan langsung dengan responden, maka dalam metode angket hubungan itu dilakukan melalui media, yaitu daftar pertanyaan yang dikirim dari responden. Dalam hal ini maka peneliti mendatangi sendiri responden dan menyampaikan kepada daftar pertanyaan untuk di isi. Ini berarti di samping angket dipakai, pengamatan dan wawancara juga digunakan. Keunggulannya : a. Angket dapat dipergunakan untuk mengumpulkan data dari sejumlah besar

responden yang menjadi sample b. Dalam menjawab pertanyaan melalui angket, responden dapat lebih leluasa karena

tidak dipengaruhi oleh sikapp mental hubungan anatara peneliti dan responden. c. Setiap jawaban dapat dipikirkan masak-masak terlebih dhulu, karena tidak terikat

oleh cepatnya waktu yang diberikan kepada responden untuk menjawab pertanyaan sebagaimana dalam wawancara.

d. Data yang dikumpulkan dapat lebih muda dianalisis, karena pertanyaan yang diajukan kepada setiap responden sama.

Kelemahannya : 1. Pemakaian angket terbatas pada pengumpulan pendapat atau fakta yang diketahui

respnden, yang tidak dapat diperoleh dengan jalan lain. 2. Sering terjadi angket di isi oleh orang lain (bukan responden yang sebenarnya),

karena dilakukan secara tidak langsung berhadapan muka antara peneliti dan responden.

3. Angket diberikan terbatas kepada orang yang melek huruf. 5. Metode Dokumenter Dokemen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu yang lalu. Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) misalnya adalah dokumen politik yang mencatat peristiwa pentibng yang terjadi pada 11 Maret 1966. Data Statistik adalah dokumen yang mencatat berbagai perkembangan yang terjadi Indonesia dalam kurun waktu tertentu. Jurnal dalam bidang keilmuan tertentuu termasuk dokumen penting yang merupakan acuan bagi peneliti dalam memahami obyek penelitiannya. Bahkan, literature-literatur yang relevan dimaksukkan pula dalam kategori dokumen yang mendukung penelitian. Semua dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang bersangkutan perlu dicatat sebagai sumber informasi. C. Instrumen Penelitian Selanjutnya, untuk menggunakan cara yang telah ditentukan (pengamatan, wawancara, kuesioner, dokumenter) dibutuhkan alat yang dipakai untuk mengumpulkan data. Alat itulah yang kita sebut instrumen penelitian. Supaya instrumen ini dapat berfungsi secara efektif, maka syarat validitas dan reliabilitas harus diperhatikan sungguh-sungguh. Instrumen penelitian adalah pedoman tertulis tentang wawancara, atau pengamatan, atau daftar pertanyaan, yang dipersiapkan untuk mendapatkan Informasi dari responden. Instrumen itu disebut sebagai Pedoman Pengahayatan atau Pedoman wawancara atau Kuesioner atau Pedoman Dokumenter,

Page 84: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

sesuai dengan metode yang dipergunakan. Pada suatu proyek penelitian dapat dipergunakan lebih dari satu metode pengumpulan data. Ini berarti ada satu atau beberapa variabel yang diteliti melalui dua metode, misalnya kuesioner dan pengamatan. Untuk itu perlu disusun dua instrumen. Kedua instrumen itu dibedakan dengan formolir yang berbeda Formulir 01 untuk Pedoman Pengamatan dan Formulir 02 untuk Pedoman Wawancara.

Pada umumnya bentuk instrumen penelitian itu adalah sebagai berikut : 1. Halaman Judul

Pada halaman ini ditulis judul instrumen, misalnya Pedoman wawaancara pada Penelitian X. Pada susut kanan atas diberikan nomor formulir dan nomor responden. Kemungkinan kita menggunakan 3 bentukk instrumen, yaitu Formulir 01 : Pedoman Wawancara, Formulir 02 : pedoman Pengamatan, Formulir 03 : Daftar Angket. Nama responden yang memberikan informasi melalui instrumen, tetapi dicatat pada daftar tersendiri yang tidak boleh dipublikasikan. Karena itu nomor responden merupakan penngganti dari nama-nama mereka. Di bawah judul sering dicantumkan pula tanggal pengisian instrumen tersebut (lihat contohnya pada Lampiran 7 di bagian belakang buku ini).

2. Halaman Pengantar

Di sini dikemukakan maksud dan tujuan intrumen itu supaya tidak ada keraguan responden dalam mengisi. Kemudian dijelaskan cara mengisi jawaban, kalau perlu dengan contoh. Akhirnya kemukakan harapan-harapan Anda dan jangan lupa ucapkan terima kasih kepada responden.

3. Halam Isi

Halaman-halaman ini terdiri dari butir-butir pertanyaan yang diperlukan untuk memperoleh data yang relevan. Dimulai dari identitas respoonden, kemudian variable-variabel yang sesuai dengan desain penelitian. Butir-butir pertanyaan itu disusun dalam 3 kolom, yaitu : a. Pertanyaan atau pernyataan (klau angket) b. Jawaban ; c. Kode (hanya diisi oleh peneliti)

Perhatikan contoh berikut ini; Pertanyaan : 1. Setiap kali mengikuti kuliah Metodologi Penelitian seberapa lamakah Anda

merasakan waktu yang satu kali tatap muka itu pada umumnya? (kuesioner);atau Setiap kali mengikti kliah metodologi Penelitian, Anda merasakan bahwa waktu yang

satu kali tatap muka itu adalah : (angket) Jawaban : a. Rasanya terlalu lama b. Rasanya cukup lama c. Biasa, sama saja dengan mata kuliah lain

Page 85: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

d. Agak cepat e. Rasanya terlalu cepat

Penulisan butir-butir pertanyaan selalu mengacu pada definisi operasional konsep yang ingin diteliti adalah motivasi belajar , maka ada tiga indikator yang dapat dirumuskan untuk konsep itu, yaitu : Indikator Pengukuran 1. Kebosanan belajar ordinal: tingkat 1-5 2. Pengadaan Sumber ordinat: tingkat 1-5 3. Keterlibatan belajar ordinat: tingkat 1-5

Karena indikatornya ada tiga, maka disusun 3 butir peertanyaan sebagai berikut: 1. Kebosanan belajar

Setiap belajar sendiri di ruang belajar Anda selama dua jam, Anda merasakan bahwa waktu tersebut: a. Terlalu lama

b. Cukup lama c. Tidak lama dan tidak juga cepat d. Agak cepat e. Terlalu cepat 2. Kelengkapan sumber balajar

Untuk melengkapi sumber belajar yang diperlukan, Anda atas inisiatif sendiri membeli atau meminjam atau memfotokopi buku-buku dan bahan-bahan belajar :

Page 86: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

a. Rata-rata dari satu judul tiap mata kuliah

b. Rata-rata satu judul tiap mata kuliah

c. Rata-rata dua judul tiap mata kuliah

d. Rata-rata tiga judul tiap mata kuliah

e. Rata-rata lebih dari tiga judul tiap mata kuliah 3. Keterlibatan belajar

Selama semester terakhir ini, kecuali mengikuti kuliah, Anda melakukan kegiatan belajar rata-rata setiap hari sebanyak : a. Kurang dari 2 jam/hari

b. Antara 2 sampel 5 jam/hari

c. Antara 5 sampai 8 jam/hari

d. Antara 8 sampai 10 jam/hari

e. Di atas 10 jam/hari Jika dari tiga pertanyaan itu, satu pertanyaan dijawab c dan dua pertanyaan

dijawab d, maka motivasi belajar diambil pada modus (yang terbanyak), yaitu d (agak tinggi).

Dengan indikator tersebut responden tidak perlu membuat tafsiran sendiri untuk jawaban yang diberikannya. Perhatikan contoh pertanyaan berikut ini :

Sejauh manakah Anda turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial di desa ini? a. Sangat tinggi b. Agak tinggi c. Biasa d. Agak kurang e. Kurang sekali.

Page 87: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Jawaban apapun yang dipili dari kelima pilihan tersebut, partisipasi dalam kegiatan

sosial itu tidak jelas. Partisipasi adalah konsep, dan bkan indikator dari sebuah konsep. Konsep tidak bisa ditanyakan kepada responden karena dapat ditafsirkan secara berbeda-beda oleh setiap responden. Seorang reponden bisa menafsirkannya sebagai sumbangan uang untuk kepentingan sosial, yang lain menafsirkan sebagai kerja gotong royong, yang lain menafsirkan sebagai keikutsertaan dalam pertemuan-pertemuan. Demikian juga tentang pengukurannya, kapan dikatakan partisipasi itu tinggi, dan kapan dikatakan kurang. 1. Jawaban untuk Variabel Nominal Jawaban yang akan diberikan oleh responden mengandung pengukuran. Untuk variabel nominal, pengukurannya dinyatakan dalam bentuk kategori yang setara. Jumlah kategori pada umumnya tertutup jika kita mengetahui jumlahnya. Misalnya bersifat tertutup jika kita mengetahui jumlahnya. Misalnya variabel gender atau jenis kelamin. Variabel ini hanya terdiri atas dua kategori, yaitu pria dan wannita. Demikian juga jenis sekolah menengah, kategorinya ada 5, yaitu SMU, SMK, SLB, Sekolah Menengah Keagamaan, dan Sekolah Kedinasan. Untuk pertanyaan-pertanyan terhadap variabel seperti itu dapat disediakan pilihan jawaban sesuai kategorinya, misalnya jika tamat SLTP, maka Anda akan meneruskan sekolah di (1) SMU, (2) SMK, (3) SLB, (4) SMKeagamaan atau (5) Sekolah kedinasan. Tetapi, jika jumlah kategorinya tidak diketahui dengan jelas, atau tidak tertentu, maka jawabannya bersifat terbuka. Misalnya variabel tentang suku (etnis). Karena kurang mengetahui jumlahnya, atau jumlahnya banyak sekali, maka pilihan jawaban dibuat terbuka. Contoh : Anda termasuk suku (1) Jawa, (2) Sunda, (3) Madura, (4) Batak, (5) Minangkabau, (6)… 2.Jawaban Untuk Variabel Ordinal jawaban untuk variabel ordinal dapat disusun dalam berbagai bentuk pengukuran. Yang pertama adalah bentuk skala. Bentuk skala yang banyak dipakai adalah skala Likert. Skala ini terdiri atas 5 jenjang mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi atau sebaliknya. Motivasi belajar pada contoh di atas adalah salah satu contoh. Pengukuran dapat juga ditandai oleh responden pada garis yang telah disediakan dalam butir pertanyaan. Contoh : Sejauh manakah demokrasi telah berjalan dii Indonesia menurut pandangan Anda? Berikan tanda centang (V) pada garis jawaban di bawah. Berjalan sempurna di ujung kanan, dan belum tampak di ujung kiri. Belum tampak berjalan sempurna

Untuk variabel yang bersifat psikis-emosional, pengukuran dapat dilakukan dengan apa yang disebut certain method Untuk data yang menggambarkan gejolak emosional (seperti tingkat kesenangan, tingkat kesetujuan, dan lain-lain), pengukurannya dapat

Page 88: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

ditingkatkan sampai tingkat interval. Metode pengukuran ini disebut Certain Method . Misalnya kita ingin mengetahui tingkat kesetujuan responden terhadap free sex. Pertama-tama kesetujuan ini dapat diukur dalam skala nominal dikotomi, yaitu (a) setuju dan (b) tidak setuju. Kita sediakan pula jawaban bagi mereka yang tidak mempunyai pendapat, yaitu (c) tidak mempunyai pendapat. Kemudian masing-masing kategori jawaban dari a dan b itu dapat dikembangkan pada skala ordinal, yaitu (a.1.) kurang setuju, (a.2.) agak kurang setuju, (a.3.) agak setuju, (a.4.) dapat dikembangkan menjadi (b.1) agak tidak setuju, (b.2.) tidak begitu setuju, (b.3.) tidak setuju, (b.4.) benar-benar tidak setuju, dan (b.5.) sangat tidak setuju.

Jawaban-jawaban itu dapat disusun sebagai berikut : a a.1 a.2 a.3 a.4 a.5

c

b b.1 b.2 b.3 b.4 b.5

Untuk jawaban-jawaban itu diberi kode ranking, yaitu : C ; 0 a.1 :1 b.1 : -1 a.2 :2 b.2 : -2 a.3 :3 b.3 : -3 a.4 :4 b.4 : -4 a.5 :5 b.5 : -5

Dari a.1 sampai dengan a.3, tingkat-tingkat kesetujuan itu diberi jarak yang sama. Demikian pula dari b.1 sampai dengan b.3. Tetapi, jarak a.3 ke a.4 tidak sama, tetapi semakin besar. Antara a.3 ke a.4 jaraknya adalah dua kali jarak a.1 ke a.2 atau a.2 ke a.3. Antara a.4 ke a.5 jaraknya tiga kali jarak a.1 ke a.2 atau a.2 ke a.3. Hal serupa berupa pula pada jarak antara b.3 ke b.4 dan b.4 ke b.5. Artinya mulai tingkat a.3 loncatan menjadi lebih tinggi. Bayangkan seorang gelandangan menang lotre Rp. 10 juta dibandingkan dengan kalau ia mendapat hadiah tambahan Rp. 1.000,00 ke Rp. 2.000,00. Dengan demikian skala setuju dari 1 sampai 8, dan skala tidak setuju dimulai dari –1 sampai –8.

-8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Page 89: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Jika titik nol (0) dipindahkan ke-_8, maka titik nol semula menjadi 8 dan titik 1 menjadi 9 seperti tampak berikut ini : 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Jadi skala itu terentang antara sangat tidak setuju pada titik 0 dan sangat setuju pada 16. Butir pertanyaannya pada instrumen dapat disusun seperti berikut ini :

Nyatakanlah kesetujuan Anda tentang free sex dengan memberi tanda tentang (V) pada a jika setuju, b jika tidak setuju, dan c jika tidak punya pendapat. Kemudian jika Anda setuju, maka centangkanlah angka +1 atau +2 atau +3 atau +4 atau +5 sesuai dengan tingkat kesetujuan Anda; sebaliknya jika Anda tidak setuju, maka centangkanlah angka –1 atau –2 atau –3 atau –4 atau –5 sesuai dengan tingkat ketidak sertujuan.

Jawaban : a +1 +2 +3 +4 +5 b c -1 -2 -3 -4 -5 3. Jawaban untuk Variabel Interval atau Ratio Jawaban untuk variabel ini berbentuk bilangan sesungguhnya. Satuannya harus jelas dan pembulatannya harus dinyatakan secara tegas. Misalnya : Tulislah usia Anda saat ini dinyatakan dalam tahun (>0,5 tahun dibulatkan ke atas, dan <0,5 tahun dibulatkan ke bawah): Untuk bilangan yang memakai desimal, harus ditegaskan pembulatan pada desimalnya. Misalnya : Indeks Prestasi Kumulatif studi Anda pada akhir semester yang baru lalu, jika dibulatkan pada dua desimal adalah : 4. Kode pada data Penelitian Pada bagian paling kanan dari butir-butir pertanyaan disediakan tempat untuk memberi kode pada jawaban-jawaban responden. Tempat ini tidak diisi oleh responden, tetapi oleh peneliti sendiri. Setiap bitir pertanyaan disediakan satu tempat kode. Tempat kode ini terdiri atas kotak yang dibagi atas dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah.

Page 90: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Bagian atas dibagi lagi dalam dua bagian, yaitu (1) kode variabel dan (2) nomor kolom pada master sheet di mana data ini akan dipindahkan dalam proses pengolahan. Bagian bawah disediakan untuk kode jawaban. Untuk itu, sebelum diolah jawaban-jawaban itu diberi kode dalam bentuk angka. Contoh : Variabel: X3 : Indeks Prestasi Belajar Kumulatif (IPK)

Kolom 3 s.d 5 pada Master Sheet Tabel induk

3 1 4 data variabel : 3 Master Sheet

(1)

(2)

(3)

3

(4) 1

(5)

4

(6)

(7)

Catatan 2. Hadi, Sutrisno. 1987. Metodologi Research. Jilid II. Yogyakarta. Yayasan Penerbit

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada hlm. 97. 3. Nan Lin. 1976. Fondation of Sosial Research. New York : McGraw-Hill Book

Company, hlm, 197 4. Hadi, op cit., hlm. 205. 5. Nan Lin, op cit., hlm. 220. 6. Ali, Mohamad. 1987. Penelitian Kependidikan: Prosedur & Strategi. Bandung:

Penerbit Angkasa, hlm.83

x.3

3-5

Page 91: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Lembar Kerja 1. Jelaskan Perbedaan antara informasi dan data. Berikan satu contohnya. 2. Apa tujuan dari pengumpulan data ? 3. Sebutkan dengan kata-kata Anda sendiri tahap-tahap pengumpulan data menurut

Nan Lin 4. Apa perbedaan antara satuan pengamatan dan satuan analisis? 5. Darimana diketahui data yang akan dikumpulkan? Jelaskan. 6. Jelaskan keunggulan dan kelemahan metode pengamatan. 7. Jelaskan perbedaan antara “partisipasi sebagai pengamat” dan “pengamat

sebagai partisipan.” 8. Jelaskan keunggulan dan kelemhan metode wawancara. 9. Jelaskan keunggulan dan kelemahan metode kuesioner. 10. Dalam keadaan yang bagaimana metode dokumenter itu lebih unggul ? 11. Jelaskan paling sedikit lima factor yang menjadi dasar pertimbangan untuk

memilih metode yang tepat pada penngumpulan data. 12. Jelaskan pengertian “Validitas” dan reliabililtas” dalam hubungannya dengan

instrumen penelitian. 13. Pada modul no. 43/L/MPI Anda telah megerjakan Lembar Kerja tentang desain

Penelitian. Untuk desain Penelitian yang telah Anda susun itu, sekarang lanjutkan dengan menyusun Instrumen Penelitiannya.

Page 92: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Bab VIII Analisis Pendahuluan

A. Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan melalui instrumen penelitian dimaksudkan untuk menguji sejauh mana hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya dapat diterima. Dalam hubungan ini data tersebut perlu dianalisis agar dapat dipergunakan untuk pengujian hipotesis tersebut. Data yang masih ada dalam lembar-lembar instrumen itu masih berupa data mentah, memerlukan pengolahan supaya dapat digunakan dalam proses analisis selanjutnya. Analisis itu sendiri diproses dalam dua tahap, yaitu analisis pendahuluan dan analisis uji hipotesis. Sebelum analisis pendahuluan, data mentah perlu diolah terlebih dahulu supaya dapat dimasukkan dalam proses analisis. Seperti bahan-bahan makanan yang akan dimasak, sebelum dimasak perlu dibersihkan terlebih dahulu, dipotong-potong, sampai siap untuk dimasak. Demikian juga data yang akan dianalisis perlu diolah terlebih dahulu.

Bahan-bahan yang menjadi obyek pada pengolahan data ini adalah lembar-lembar instrumen yang sudah diisi oleh pengumpul data. Proses pengolahan ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu : 1. editing, 2. coding, dan 3. master sheet 1. Editing (Penyuntingan) Setiap lembar instrumen yang sudah diisi adalah dokumen tentang data setiap responden pada sampel penelitian. Jumlah lembaran itu sama dengan jumlah satuan analisis pada sampel. Oleh karena itu, dalam proses editing ini pertama-tama dihitung jumlah semuan instrumen yang sudah terkumpul, yang seharusnya sama dengan besarnya sampel. Jika jumlah responden pada sampel adalah n, dan jumlah instrumen yang terkumpul adalah n’, maka selisih n – n’ adalah lembar instrumen yang belum terisi atau belum dikembalikan, dan karena itu perlu diusahakan agar (n – n’) itu dapat dikumpulkan. Setelah itu setiap lembar instrumen yang sudah diisi diteliti apakah seluruh item sudah diisi (dijawab) secara benar (valid). Lembar-lembar instrumen yang tidak diisi lengkap atau ada ietm yang diisi tapi tidak valid, dipisahkan dari yang lainnya untuk sedapat mungkin dibetulkan kembali dengan menghubungi responden yang bersangkutan. Mungkin item-item yang tidak diisi atau tidak valid itu kurang dipahami oleh responden yang bersangkutan, karena itu perlu dilacak kembali dengan metode wawancara. Contoh-contoh jawaban yang tidak valid adalah : Pertanyaan: Usia anda pada tahun 1999 ini adalah …... (dijawab : 150 tahun).

Jawaban ini disangsikan kebenarannya, karena tidak ada manusia zaman sekarang yang mencapai usia setinggi itu.

Pertanyaan: Jika dalam melakukan pekerjaan sehari-hari ada pekerjaan yang tidak selesai pada hari itu, maka yang anda lakukan adalah : a. Menunda penyelesaiannya sampai besok b. Menyelesaikannya diluar jam tugas jika diberi uang lelah

V

Page 93: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

c. Menyelesaikannya diluar jam tugas meskipun tidak disediakan uang lelah

Jawaban ini tidak valid karena ada dua jawaban yang dipilih dan kedua jawaban itu berlawanan satu dengan yang lain.

Proses editing berakhir jika sudah dipastikan bahwa semua lembar instrumen telah terkumpul dan diisi secara valid.

2. Coding (Pemberian Kode) Tahap selanjutnya setelah editing adalah pemberian kode (sandi) pada variable dan data yang telah terkumpul melalui lembar instrumen. Biasanya untuk setiap variabel diberi kode dengan huruf, dan data diberi kode dengan angka. Indikator untuk setiap variabel diberi indeks sesuai dengan variabel yang bersangkutan. Contoh: Variabel: motivasi kerja Kode: y Indikatornya: Keasyikan bekerja y1 Kebanggaan kerja y2

Data untuk setiap variabel/indikator diberi kode angka dengan memperhatikan skala pengukuran pada variabel yang bersangkutan. Karena itu angka-angka yang dipakai sebagai kode perlu diberi penjelasan. Misalnya variabel “jenis kelamin” yang diukur pada skala nominal menghasilkan data dengan dua kategori, yaitu pria dan wanita. Untuk pria diberi kode dengan angka 1 dan wanita dengan angka 2. makna dari angka itu berbeda jika diukur pada skala ordinal, misalnya variabel “pendidikan”. Data tentang variabel pendidikan ini terdiri dari: tidak pernah sekolah, tamat SD, tamat SLTP, tamat sekolah menengah, tamat perguruan tinggi. Data ini diberi kode:

Tidak pernah sekolah : 1 tamat SD : 2 tamat SLTP : 3 tamat sekolah menengah : 4 tamat perguruan tinggi : 5 Angka-angka tersebut menunjukkan jenjang dengan interval yang tidak sama.

Angka-angka dengan interval yang sama itu kita temukan dalam skala interval dan ratio.

Setelah semuanya diberi kode dengan angka, maka kita hitung jumlah kolom yang terpakai untuk setiap variabel. Untuk variabel “jenis kelamin” misalnya dipergunakan satu kolom yang diisi dengan angka 1 atau 2. variabel “pendidikan” juga hanya memerlukan satu kolom yang diisi dengan angka 1 atau 2 atau 3 atau 4 atau 5. Tetapi, variabel “usia” memerlukan dua kolom karena usianya berada dalam rentangan 0-99 tahun. Kolom pertama untuk angka puluhan dan kolom kedua dengan angka satuan. Yang berusia 8 tahun misalnya diberi kode 08. Variabel “indeks prestasi studi“ mahasiswa memerlukan tiga kolom, kolom pertama untuk angka satuan, kolom kedua untuk angka perpuluhan dan kolom ketiga untuk angka peratusan dalam dua desimal). Kalau IP-nya 3,45, maka kodenya adalah 345. Jika semua variabel memerlukan 30 kolom, maka untuk setiap variabel ditentukan dalam kolom keberapa ia ditempatkan,

V

Page 94: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

dengan catatan bahwa kolom pertama dan kedua disediakan untuk nomor responden (kalau besarnya sampel hanya puluhan).

Kode variabel/indikator, data, dan kolom yang dipakai oleh variabel yang bersangkutan disediakan tempatnya pada lajur paling kanan dalam setiap instrumen seperti contoh berikut : 1. Jenis kelamin anda adalah:

a. Pria b. Wanita

2. Indeks Prestasi komulatif anda pada semester terakhir diperguruan tinggi tempat anda belajar adalah:

Keterangan tentang kode : Variabel kolom diisi: data

keterangan kode perlu disusun dalam satu daftar tersendiri seperti berikut ini: Daftar Kode

Variabel Data

Nama Kode Kode Keterangan

Kolom

1. Jenis Kelamin

X1 1 2

pria wanita

3

2. Prestasi studi

X2 angka pertama angka kedua angka ketiga

satuan perpuluhan peratusan

4-6

dst.

Pertanyaan Jawaban Kode

1

3X1

Page 95: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

3. Master Sheet (Tabel Induk) Tahap terakhir dari pengolahan data ini adalah memasukan semua data kedalam table induk atau master sheet. Table ini terdiri atas baris dan kolom. Jumlah baris sama dengan banyaknya responden pada sampel penelitian. Jumlah kolom disesuaikan dengan data disetiap variabel termasuk kolom untuk nomor responden. Jika banyaknya responden ratusan orang, maka tiga kolom pertama adalah untuk responden. Kolom selanjutnya disediakan untuk variabel-variabel (lihat pada contoh pada lampiran 8 di bagian belakann buku ini). Jika anda mempunyai computer, maka sebaiknya master sheet ini dimasukan ke komputer (entry data). B. Analisis Deskriptif Analisis pendahuluan bertujuan untuk mengetahui karakteristik setiap variabel pada sampel penelitian melalui analisis statistika deskriptif. Dari hasil analisis ini pula dapat dipastikan alat analisis yang akan dipakai pada analisis uji hipotesis nanti. Alat-alat analisis yang dipakai pada analisis pendahuluan adalah: 1. Tabel disteribusi frekuensi sederhana; 2. diagram statistik; 3. perhitungan ukuran tendensi pusat dan ukuran dispersi; 4. estimasi parameter.

Penggunaan keempat alat analisis ini tergantung pada jenis variabel. Variabel-variabel itu dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu variabel nominal, variabel ordinal, dan variabel interval/ratio. Dalam banyak hal, analisis untuk variabel nominal dan variabel ordinal adalah sama karena data pada kedua variabel itu disebut juga data kualitatif.

1. Variabel Nominal dan Ordinal a. Distribusi Frekuensi

Tabel distribusi frekuensi untuk Variabel nominal adalah distribusi frekuensi kategorik, karena variabel ini diklasifikasikan menurut kategori. Contohnya adalah variabel jenis kelamin atau x4 pada Lampiran 8:

Tabel Distribusi Frekuensi untuk Variabel Jenis Kelamin Mahasiswa Sampel

Jenis Kelamin Jumlah

1. Pria 15

2. Wanita 20

Jumlah 35

Page 96: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Dari tabel tersebut tampak bahwa responden pada sampel cenderung menumpuk pada kategori wanita.

b. Diagram Statistik Hal ini diperjelas dengan diagram. Diagram yang sesuai untuk variabel nominal adalah diagram batang seperti berikut ini: pria wanita

Diagram untuk Variabel Jenis Kelamin pada Mahasiswa Sampel

c. Ukuran Tendensi Pusat Untuk lebih mempertajam analisis ini perlu dihitung tendensi pusat dan disperse dari variabel itu. Ukuran tendensi pusat adalah nilai yang mewakili seluruh anggota di dalam kelompok sampel. Biasanya ukuran rata-rata yang dipakai untuk itu. Pada variabel nominal, ukuran itu diwakili oleh yang terbanyak, yang disebut modus. Pada contoh diatas, modusnya adalah wanita, karena ada 57,1% jumlah wanita pada sampel. Dalam bahasa sehari-hari, dikatakan bahwa mahasiswa FKIP pada umumnya terdiri dari wanita. Istilah “pada umumnyaa” itu adalah modus. Pada variabel interval dan ratio, ukuran dan tendensi pusat yang lebih tepat adalah mean hitung (x).

d. Ukuran Dispersi Ukuran tendensi pusat itu selalu disertai dengan dispersi yang menunjukkan variasi didalam kelompok sampel. Ambillah missal dua kelompok yang modusnya sama-sama wanita. Kelompok A jumlah kelompok wanitanya 60% dan kelompok B wanitanya 90%. Kedua kelompok ini sama-sama mempunyai modus, yaitu wanita. Tetapi, keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda. Perbedaan itu ditunjukkan oleh ukuran dispersi. Pada variabel nominal, ukuran dispersinya Indeks Variabel Komulatif (IVK) yang dapat dihitung dengan rumus: 1 ∑ ni nj IVK = P(n/k)2 ni: jumlah frekuensi kategori tertentu nj: jumlah frekuensi kategori-kategori lain p: jumlah pasangan ni dan nj

20

15

Page 97: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

n: jumlah seluruh frekuensi k: banyaknya kategori Contoh: Warna balon pada suatu pesta

Warna Jumlah

Kuning 70

Merah muda 80

Jingga 100

Hijau 250

Jumlah 500

(70 x 80) + (70 x 100) + (70 x 250) + (80 x 100) + (80 x 250) + (100 x 250) IVK = x 100

6(500/4)2 = 88,84

IVK untuk distribusi frekuensi variabel “jenis kelamin” diatas adalah:

15 x 20 IVK = x 100 1(35/2)2

= 82

Angka ini menunjukkan tingkat pemerataan frekuensi pada masing-masing kategori pada variabel tersebut. Batas tertinggi adalah 100 (%), dan terendah adalah 0. makin tinggi angka itu, makin merata frekuensinya, dan makin rendah angkanya, makin tidak merata frekuensinya. Kalau angka = 0, berarti seluruh frekuensi terkonsentrasi pada salah satu kategori, frekuensi pada kategori lainnya adalah 0.

Pada variabel interval dan ratio, ukuran dispersinya adalah standar deviasi (s). ukuran dispersi lainnya adalah simpangan rata-rata, range, dan variance.

e. Estimasi Parameter

Modus adalah statistic karena merupakan salah satu ukuran pada sampel. Semua ukuran itu dipakai pada populasi, maka namanya bukan statistic tetapi parameter. Pada contoh diatas, 57% atau 0,57 dari anggota sampel adalah wanita. Di sini statistiknya adalah proporsi (p), yaitu p = 0,57. tetapi, bahwa hal ini berlaku juga pada populasi, tidak diketahui. Artinya, parameter itu tidak diketahui. Kalau parameter itu ditulis b, maka b perlu perlu diestimasi berdasarkan statistik p. Estimasi proporsi itu dihitung dengan rumus: 2

Page 98: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

(p – z α/2;n-1’ σp) ≤ b ≤ (p + z α/2;n-1’ σp)

z α/2;n-1’ : batas konfidensi p : statistik proporsi σp : standard error distribusi sampling proporsi Kalau kita ambil tingkat konfidensi pada 0,95 (1 – α), maka harga z = 1,96 (dilihat

pada tabel luas kurva normal)3 seperti pada Lampiran 2 dibagian belakang buku ini. σp untuk variabel jenis kelamin pada tabel diatas dihitung dengan rumus:

p(1 – p) σp = n

0,57 (1 – 0,57) σp = 35

= 0,027

Interval estimasi: [0,57 – (1,96)(0,027)] ≤ b ≤ [0,57 + (1,96)(0,027)] [0,57 – 0,053)] ≤ b ≤ [0,57 + (0,053)] 0,517 ≤ b ≤ 0,623 Artinya: proporsi wanita pada populasi berada diantara 0,517 ke 0,623 pada tingkat

konfidensi 95%. Pada variabel interval dan ratio, estimasi dilakukan terhadap mean (µ).

2. Variabel Interval dan Ratio a. Distribusi Frekuensi

Distribusi frekuensi untuk variabel interval atau ratio adalah distribusi frekuensi numerik atau distribusi frekuensi kontinu. Untuk lebih menjelaskan hal ini kita bekerja dengan sebuah contoh, yaitu variabel x2 (Indeks Prestasi Studi Kumulatif) pada Lampiran 8. Data pada tabel induk menunjukkan IP minimum 1,00 (No. 34) dan tertinggi 3,60 (No. 02). Rentangan (Rg) adalah 3,60 – 1,00 = 2,60. Responden yang berjumlah 35 orang akan kita klasifikasikan menjadi 5 kelas. Interval kelas (i) adalah Rg/k = 2,60/5 = 0,52. Supaya ada sedikit kelonggaran, maka I dibulatkan keatas menjadi 0,6. Dengan demikian distribusi frekuensi tampak sebagai berikut:

Page 99: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Distribusi Frekuensi IP Mahasiswa Sampel

IP Jumlah

1,00 – 1,59 1

1,60 – 2,19 8

2,20 – 2,79 18

2,80 – 3,39 7

3,40 – 3,99 1

Jumlah 35

b. Diagram Statistik Diagram statistik yang paling tepat untuk melukiskan data ini adalah poligon. Poligon frekuensi untuk variabel IP pada mahasiswa sampel Dari tabel dan poligon tersebut tampak bahwa IP untuk mehasiswa sampel cenderung menumpuk dikelas tengah, yaitu 2,20 – 2,80. Pola distribusinya simetris, cenderung ke pola distribusi normal. Kecenderungan ini dipertajam dengan ukuran tendensi sentral dan ukuran dispersi dibawah.

c. Ukuran Tendensi Pusat Pada variabel yang diukur pada skala interval atau ratio, ukuran tendensi sentral adalah modus atau medan atau mean. Pada skala nominal, satu-satunya ukuran tendensi ukuran sentralnya bisa modus atau median. Dari ketiga ukuran tendensi sentral untuk skala interval/ratio, kita memilih mean sebgai ukuran yang paling tepat. Ukuran ini tidak bisa dipergunakan bagi skala nominal dan ordinal. Perhitungan statistik mean itu (x) dilakukan dengan rumus:

Jumlah

IP

1

8

18

7

1

Page 100: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

∑ xi

x = n

∑ xi : Jumlah seluruh data

n : Banyaknya data

Perhitungan dapat dilakukan secara manual, dengan scientific calculator, atau

dengan komputer dengan program excel, atau mikrostat atau SPSS. Untuk variabel IP di atas:

x = 2,42

IP kumulatif rata-rata untuk 35 orang mahasiswa sampel diatas adalah 2,42 (diukur pada skala 0,00 – 4,00). d. Ukuran Dispersi

dispersi yang menunjukkan variasi pada variabel interval dapat diukur dengan statistik (a) rentangan atau range (selisih maksimum dengan minimum), atau (b) simpangan rata-rata, atau (c) standar deviasi. Yang paling tepat dari ketiga ukuran itu adalah standar deviasi dengan notasi statistiknya s yang dihitung dengan rumus:

∑ (x1 – x)2 s = n – 1

= 0,49 Perhitungan ini dapat dilakukan secara manual, atau dengan scientific calculator, atau dengan komputer dengan program excel, atau mikrostat atau SPSS. Makin besar angka ini dibandingkan dengan nilai rata-rata, berarti makin kecil variasi, atau keragaman, dan makin rendah berarti makin kecil variasi, simpangan setiap data terhadap nilai rata-ratanya makin kecil. Ukuran variasi itu sendiri diukur dengan statistic variance (v), yaitu v = s/x x 100%. Untuk data diatas, v = 0,42/2,42 x 100% = 17%. Makin besar v, makin tinggi variasi, dan sebaliknya

e. Estimasi Parameter Parameter yang diestimasi pada variabel interval ini adalah nilai rata-rata pada populasi atau µ (baca: myu). Alat yang dipakai untuk mengistemasi ini adalah statistik x dari sampel yang bersangkutan sebagai estimatornya. Estimasi ini dilakukan pada tingkat konfidensi (notasinya: 1 - α) yang kita pilih sendiri. Ada tiga tingkat yang biasa dipilih, yaitu 0,99 atau 0,95 atau 0,90. Kita ambil yang sedang, yaitu 0,95. Kalau angka ini dinyatakan dalam persen, maka tingkat konfidensi adalah 95%. Estimasi dilakukan dalam interval tertentu yang disebut interval konfidensi, antara batas bawah dan batas atas. Dalam istilah sehari-hari disebut ±. Artinya ada batas atasnya +, dan ada batas bawahnya –. Kalau dikatakan jumlahnya ± 5 km, berarti boleh lebih dan boleh kurang dari 5 km. berapa lebihnya dan berapa kurangnya

Page 101: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

perlu ditentukan. Kalau tidak ditentukan batas-batasnya, maka 15 km termasuk dalam pengertian ± 5 km itu. Tetapi, kalau batas bawahnya ditentukan 4,5 km dan batas atasnya 5,5 km, maka 4,7 km dan 5,3 km termasuk dalam interval ± 5 km itu. Kalau statistik x = 2,42 sebagai estimator bagi parameter µ, maka parameter µ adalah ± 2,42. Tetapi, masih perlu ditentukan batas bawah dan batas atas dari ± itu. Interval antara batas bawah dan batas atas itulah yang disebut dengan interval konfidensi. Kalau ditentukan tingkat konfidensi = 1 - α, maka interval konvidensi dihitung dengan rumus: 4 ( x – z α/2 σ/√n ) ≤ µ ≤ ( x + z α/2 σ/√n ) x : statistik mean (nilai rata-rata sampel) z α/2 : harga z pada luas kurva normal yang sesuai dengan tingkat konfidensi σ : parameter standar deviasi yang diduga = s n : besarnya sampel Dengan rumus ini, perhitungan estimasi untuk parameter µ adalah sebagai berikut: ( x – z α/2 σ/√n ) ≤ µ ≤ ( x + z α/2 σ/√n ) (2,42 – (1,96)(0,49/√35) ≤ µ ≤ (2,42 + (1,96)(0,49/√35) (2,42 – 0,16) ≤ µ ≤ (2,42 + 0,16) 2,26 ≤ µ ≤ 2,58 atau P (2,26 ≤ µ ≤ 2,58) = 0,95 Dibaca: Peluang bahwa IP rata-rata mahasiswa dalam populasi berada diantara minimum 2,26 dan 2,58 adalah 0,95. Artinya, mahasiswa yang IP-nya berada diatas atau dibawah batas-batas itu diperkirakan hanya 5%. Kesimpulan Alat-alat analisis deskiftif pada analisis pendhuluan tergantung pada jenis variabel seperti tampak pada tabel di bawah.

hubungan antara analisis dan Variabel

Variabel Analisis

Nominal Ordinal Interval/Ratio

Distribusi frekuensi Kategorik Kategorik Numerik

Diagram statistik bar chart bar chart, histogram

Poligon

Ukuran tendensi pusat

modus Modus, median

Mean ( x )

Dispersi IVK IVK standar deviasi

Estimasi proporsi proporsi Mean (µ)

Page 102: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Catatan 1. Gulo, W. 1998. Dasar-dasar Statistika Sosial. Salatiga: Yayasan Bakor LPKI, hlm.

66. 2. Ibid., hlm. 179. 3. Tabel ini dapat ditemukan pada buku-buku statistik 4. Gulo, op cit., hlm. 176. lembar Kerja Perhatikan kembali Tabel Induk pada Lampiran 8. Kerjakanlah analisis pendahuluan untuk variabel-variabel: 1. x3 : Jurusan studi 2. x5 : SMTA asal 3. x6 : Usia 4. x7 : Status perkawinan 5. x8 : Persentase bacaan 6. x9 : Alat transportasi 7. x10 : Penerimaan bulanan Analisis pendahuluan untuk masing-masing variabel meliputi: a. Tabel distribusi frekuensi sederhana b. Diagram statistik c. Ukuran Tendensi pusat d. Ukuran Dispersi e. Estimasi parameter

Page 103: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Bab IX Analisis Uji Hipotesis

A. Pendahuluan Analisis uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh hipotesis penelitian yang telah disusun semula dapat diterima berdasarkan data yang telah dikumpulkan untuk maksud itu. Analisa uji hipotesis tidak menguji kebenaran hipotesis, tetapi menguji dapat diterima atau ditolaknya hipotesis yang bersangkutan. Misalkan ditemukan satu orang mahasiswa dikampus A yang mencuri sepeda motor mahasiswa. Kemudian disusun suatu pernyataan yang menyatakan bahwa mahasiswa dikampus A adalah pencuri. Tetapi kalau pernyataan ini ditolak, berarti ditolak bahwa ada mahasiswa pencuri sepeda motor dikampus itu dalam bahasa penelitian dikatakan bahwa satu orang mahasiswa mencuri dari antara sekian mahasiswa tidaklah signifikan.

Alat analisis yang dipergunakan untuk uji hipotesis ini tergantung pada factor-faktor berikut ini: 1. jumlah variabel dalam pernyataan hipotesis; 2. model hubungan antar variabel; 3. skala pengukuran variabel 1. Jumlah Variabel Dilihat dari banyaknya variabel yang terlibat dalam satu hipotesis, uji hipotesis dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu: a. Univariate, jika hanya satu variabel dalam satu hipotesis.

Contoh: Prestasi belajar mahasiswa rendah. b. Bivariate, jika terdapat dua variabel dalam satu hipotesis.

Contoh: ada hubungan positif antara prestasi belajar dan motivasi belajar dikalangan mahasiswa.

c. Multivariate, jika terdapat tiga variabel dalam satu hipotesis. Contoh: prestasi belajar mahasiswa dipengaruhi oleh motivasi belajar, kondisi social ekonomi, dan lingkungan mahasiswa.

2. Model Hubungan Keciali banyaknya variabel, analisis uji hipotesis juga tergantung pada model hubungan diantara variabel dengan variabel. Nan Lin menyebutkan lima macam model hubungan sebagai berikut: a. Klasifikasi

Model ini menunjukkan hubungan antar kategori pada suatu variabel. Kalu hipotesis berbunyi, “motivasi belajar mahasiswa rendah,” berarti motivasi belajar itu mempunyai bebrapa kategori, ada yang sangat rendah, agak rendah, sedang, agak tinggi, dan tinggi. Kategori rendah termasuk sangat rendah dan agak rendah.

b. Tipelogi Model ini menunjukkan tipe atau taksonomi dari setiap kelompok dalam satu variabel. Kompeteni misalnya dapat digolongkan dalm tiga tipe atau taksonom, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiganya tidak bisa dipisahkan walaupun dapat dibedakan.

Page 104: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

c. Kontingensi Model ini menghubungkan paling sedikit dua variabel, masing-masing dengan beberapa kategori. Hubungan dinyatakan dalam tabel silang, dengan satu variabel pada satu baris dan lainnya pada kolom. Hubungan antar “program studi” dan “pekerjaan orang tua” mahasiswa dapat disusun dalam tabel kontingensi seperti berikut:

Pekerjaan Orang Tua Program Studi

Guru Wiraswasta Buruh

Jumlah

Pendidikan 60 25 15 100

Ekonomi 40 150 60 250

Hukum 25 100 25 150

Jumlah 125 275 100 500

Tabel dari dua variabel ini, masing-masing dengan tiga kategori, disebut tabel kontingensi 3 x 3. Terdapat 9 kontingen, dan kontingen menunjuk pada dua variabel. Model ini sering dipakai untuk menguji ketergantungan diantara kedua variabel itu.

d. Asosiasif Model ini menunjukkan hubungan antara dua variabel yang masing-masing monoton linier. Variabel yang monoton linier ini mempunyai gerak yang konstan, yaitu naik terus atau turun terus. Contoh: usia. Usia naik terus dan tidak pernah turun. Kalau dua variabel yang mempunyai arah yang sama dihubungkan dalam model ini, maka hubungannya dikatakan positif. Artinya, keduanya sama-sama naik atau sama-sama turun. Sebaliknya, jikakeduanya berlawanan arah, yang satu naik dan lainnya turun, maka hubungannya dikatakan negative. Hubungan ini dikatakan asosiasif karena kedua variabel, y dan x, hadir bersama-sama. Dimana ada y, disitu juga ada x. kehadiran bersama itu tidak selalu sama, ada kalanya y hadir tetapi x

Y

X

Y

X

Page 105: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

tidak hadir. Dalam sejumlah kehadiran y, hanya beberapa x hadir. Hubungan ini disebut juga kovariasional karena sama-sama bervariasi, sama-sama berubah. Jika y berubah naik, maka x berubah naik (positif) atau berubah turun (negatif). Hubungan asosiasif atau kovariasional ini bukan hubungan sebab akibat, tetapi hanya menunjukkan perubahan bersama kedua variabel. Misalnya “kodok ngorek, hujan turun.” Artinya, peristiwa kodok ngorek terjadi bersamaan dengan turunnya hujan. Turunnya hujan bukan disebabkan oleh kodok ngorek atau sebaliknya. Keeratan hubungan asosoasif ini dinyatakan dalam angka korelasi antara 0,0 ke1,0.

e. Fungsional

Hubungan fungsional menunjukkan bahwa salah satu variabel berfungsi untuk membuat perubahan pada variabel lain. Hubungan antara kesehatan dan makanan, antara usia dan produktivitas kerja, antara gizi makanan dan intelektual, adalah contoh-contoh hobungan fungsional seperti itu. Pada umumnya analisis regresi dipakai untuk hubungan seperti ini.

3. Skala Pengukuran Skala pengukuran variabel menentukan pemilihan alat uji hipotesis. Misalkan kita menguji hipotesis untuk satu variabel (univariate). Kalau variabel itu diukur pada skala interval, maka parameter yang akan diuji adalah mean. Tetapi, kalau variabel itu diukur pada skala nominal atau ordinal, maka parameter yang akan diuji adalah proporsi. Alat-alat uji hipotesis yang dapat dipergunakan untuk dua variabel pada berbagai skala pengukuran dapat dilihat pada tabel barikut.

Analisis Uji Hipotesis untuk Dua Variabel

Variabel y Variabel x

Bivariate (k > 2)

Pengukuran Universitas Statistik Uji

Dikitomi (k = 2)

Nominal Ordinal Interval/ ratio

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Nominal p Beda p;χ2 χ2; V.C.χ Kruskall-Wallis

Anova

Ordinal p Beda p; beda Md; Mann-Whitney U-test; run test

Kruskall-Wallis

Spearman rs; Kendal τa; τb; τc

Kendal τa; τb; τc

Interval/Ratio µ Beda µ Anova Kendal

τa; τb; τc

Korelasi moment product- rxy; regresi

Page 106: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Untuk analisis uji hipotesis dengan satu variabel, kita hanya mampergunakan kolom (1) dan (2). Untuk dua variabel, yaitu variabel y dan x, terdapat dua jenis analisis sesuai dengan jumlah kategori dari salah satu variabel (dalam hal ini x). kalau variabel x hanya dua kategori, misalnya jenis kelamin dengan kategori pria dan wanita, maka kita menggunakan kolom (3), yaitu analisis dikotomi. Tatapi, kalau variabel x terdiri atas lebih dari dua kategori, maka kita menggunakan kolom 4-6 tergantung skala pengukurannya.

Proses pengujian hipotesis ini dapat disusun dengan tahap-tahap sebagai berikut: a. Perumusan hipotesis nol b. Penetapan statistik uji c. Penetapan kriteria penerimaan hipotesis d. Perhitungan statistik e. Penarikan kesimpulan

B. Analisis Satu Variabel 1. Variabel Interval atau Ratio Karakteristik sekelompok data ditunjukkan oleh ukuran tendensi pusat dari kelompok data yang bersangkutan. Bagi variabel interval atau ratio, ukuran itu dinyatakan dalam mean hitung (µ). Penduga yang baik bagi parameter ini adalah x. distribusi sampling diperlukan dalam proses pengujian hipotesis adalah distribusi sampling-x. kalau sampel yang ditarik dari populasi cukup besar (n > 30), maka distribusi sampling-x mendekati distribusi normal, dimana: µX = µ σ σx = √n

Statistik uji adalah z. Tetapi, apabila sampelnya kecil, distribusi sampling-x tidak mendekati kurva normal, melainkan kurva distribusi-t. Distribusi-t ini ditemukan oleh W.S. Gossett dengan nama samaran Student. Huruf terakhir dari namanya dijadikan nama untuk distribusi tersebut , yaitu distribusi-t. makin besar sampel (n), distribusi-t makin mendekati distribusi normal. Pada sampel berukuran besar, harga t sama dengan z. perbandingan kedua distribusi ini dapat dilihat pada gambar 9.1.

Pada tabel distribusi-t dapat dilihat berbagai harga t untuk derajat kebebasan (degree of freedom, disingkat d.f.) tertentu. Besarnya d.f. adalah: d.f = n – m

1,96 2,57

n = 8

n = ∼

n = 6

α = 0,05 α = 0,05

Gambar 9.1

Page 107: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

n : besarnya sampel m : banyaknya variabel

kalau banyaknya variabel hanya satu, dan besarnya sampel = 30, maka d.f adalah 30 – 1 = 29.

Selanjutnya prosedur pengujian hipotesis dengan statistik z dilakukan sebagai berikut:

a. Perumusan hipotesis nol

Asumsi: populasi berbentuk distribusi normal Skala pengukuran: satu variabel interval atau ratio Hipotesis: H0 : µ = µ0 H1 : (1) µ ≠ µ0 (2) µ > µ0 (1) µ < µ0

H1 dapat dirumuskan dalam tiga bentuk seperti diatas sesuai dengan perumusan

hipotesis operasional pada rancangan penelitian yang bersangkutan. Apabila hipotesis tidak cendrung kearah positif atau arah negatif, maka H1 dalam bentuk (1) adalah bentuk yang sesuai. Tetapi jika hipotesis cenderung kearah positif, maka bentuk (2) adalah bentuk H1 yang sesuai. Sebaliknya jika hipotesis cenderung kearah negative, maka bentuk (3) adalah bentuk hipotesis yang sesuai.

Gambar 9.2

d. Statistik Uji Bergantung pada distribusi sampling. Untuk sampel besar, distribusi sampling-x berbentuk distribusi normal, dan karena itu statistik ujinya adalah z. tetapi, untuk sampel kecil, berbentuk distribusi-t, statistik ujinya adalah-t. e. Kriteria Kriteria penerimaan H0 ditentukan oleh derajat signifikan yang dapat dipilih oleh arbitrer. Namun, secara konvensional derajat signifikan dipilih salah satu dari tiga tingkat:

α = 0,10 α = 0,05 α = 0,01

1,64 2,16 1,28 1,96

H0 α

z

Page 108: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

f. Perhitungan Statistik Kalau satistik uji adalah z, maka perhitungan z dari data penelitian dilakukan sebagai berikut: x - µx z = σ√n σ adalah simpangan baku populasi. Akan tetapi, biasanya populasi tidak diketahui, karena itu harga ini diduga sama dengan s (simpangan baku sampel) g. Kesimpulan

daerah kritis daerah kritis Gambar 9.3

Pengujian dengan dua sisi (lihat Gambar 9.3). H0 : µ = µ0 H1 : µ ≠ µ0 Apabila z < +zα/2 dan z > -zα/2’ maka H0 diterima, atau H1 ditolak. Sebaliknya, apabila

z > +zα/2 dan z < -zα/2’ maka H0 ditolak, atau H1 diterima.

Contoh: Suatu pernyataan menyatakan bahwa pendapatan perkeluarga rata-rata diwilayah “X” adalah Rp250.000,00/bulan. Untuk menguji apakah pernyataan itu dapat diterima, dilakukan suatu penelitian diwilayah X dengan menarik sampel sebesar 500 keluarga. Hasil analisis pendahuluan menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata keluarga pada sampel adalah Rp257.000,00 dengan simpangan baku s = Rp85.000,00. karena sampelnya cukup besar, maka uji hipotesis dilakukan dengan statistik uji z (distribusi normal).

H0 : µ = 250.000 H1 : µ ≠ 250.000

Distribusi sampling: Distribusi sampling x mempunyai bentuk distribusi normal, dimana µx = µ dan σx = σ√n.

terima H0 α/2

z-zα/2 +zα/2

(terima H0) +zhitung +zhitung

(tolak H0)

α/2

Page 109: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Tingkat signifikan: Diilih 3 tingkat, yaitu:

α = 0,10 α = 0,05 α = 0,01

Criteria penerimaan H0 : H0 diterima jika: -zα/2 < z < +zα/2 Perhitungan statistik: x - µ z = σx x - µ = s √n karena σ (simpangan baku populasi) tidak diketahui, maka harganya diduga sama dengan σ (simpangan baku sampel), sehingga: x - µ z = σx 257.500 – 250.000 = 85.000 √500

= 1,97

Kesimpulan: 1) Untuk α = 0,10 dengan uji dua sisi terlihat bahwa (lihat Tabel Luas Kurva Normal

pada Lampiran 2):

-z0,10/2 = +1,64 -z0,10/2 = -1,64 Karena z = 1,97 lebih besar dari pada 1,64, maka untuk α = 0,10 H0 ditolak. Alternatifnya: H1 diterima. Artinya, pernyataan bahwa pendapatan rata-rata keluarga adalah Rp250.000,00/bulan harus ditolak. Dengan kata lain, pendapatan rata-rata lebig besar atau lebih kecil daripada Rp250.000,00/

Gambar 9.4 bulan.

2) Untuk α = 0,05 dengan uji dua sisi terlihat bahwa (lihat Tabel Luas Kurva Normal) -z 0,05/2 = +1,96 dan -z 0,05/2 = -1,96. Sedangkan harga z dari hasil perhitungan

-1,64 +1,64

zhitung = 1,97

zH0

Page 110: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

statistik adalah 1,97 lebih besar daripada 1,96. pada gambar 9.5, z = 1,97 terletak disebelah kanan z = 1,96, tidak terletak dalam daerah penerimaan H0.

karena itu pada α = 0,05 ini H0 tetap ditolak, dan alternatifnya H1 harus diterima.

Gambar 9.5 3) Untuk α = 0,01 dengan uji dua sisi terlihat bahwa -z 0,01/2 = 2,57 lebih besar dari

pada harga z hitung 1,97. Oleh karena itu, H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, pada tingkat signifikan α = 0,01, pendapatan rata-rata keluarga sebesar Rp250.000,00/ bulan tidak dapat diterima.

Untuk uji hipotesis satu sisi (sisi kanan) pada data diatas, hipotesis operasionalnya

barbunyi: “Pendapatan rata-rata keluarga lebih besar daripada Rp.250.000,00/bulan.” Hipotesis nol menjadi:

H0 : µ = 250.000 H1 : µ > 250.000

Distribusi sampling: Distribusi sampling x mempunyai bentuk Distribusi normal dimana µx = µ dan σx = σ√n.

Tingkat signifikan:

α = 0,05

Kriteria penerimaan H0: H0 Jika: -zα/2 < z < +zα/2 Perhitungan statistik: x - µ z = σx x - µ = s √n

-1,64 +1,64 zhitung = 1,97 z

H0

Page 111: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

karena σ (simpangan baku populasi) tidak diketahui, maka harganya diduga sama dengan σ (simpangan baku sampel), sehingga: x - µ z = σx 257.500 – 250.000 = 85.000 √500

= 1,97

Kesimpulan: 1) Untuk α = 0,05 dengan uji satu sisi terlihat bahwa (lihat Tabel Luas Kurva Normal):

-z0,10/2 = +1,64 Karena z = 1,97 lebih besar dari pada 1,64, maka untuk α = 0,10 H0 ditolak. Alternatifnya: H1 diterima. Artinya, pernyataan bahwa pendapatan rata-rata keluarga lebih besar daripada adalah Rp250.000,00/bulan harus diterima

Gambar 9.6 C. Analisis Beda Mean Analisis ini dipakai untuk uji hipotesis dua variabel, dimana salah satu diantaranya adalah variabel nominal dengan dua kategori yang dikotomik. Apabila variabel yang lain adalah variabel interval, maka analisis ini disebut uji hipotesis beda mean. Kalau variabel yang lain itu adalah variabel ordinal atau variabel nominal, maka analisis ini dapat dilakukan dengan uji hipotesis beda proporsi, atau uji hipotesis beda median, atau uji hipotesis beda pasangan, atau uji U dari Mann Whitney. Pada dasarnya semua uji hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui apakah harga-harga statistik yang didapat dari dua sampel yang ditarik dari populasi secara acak dan independent mempunyai perbedaan yang signifikan atau tidak. Dengan kata lain, apakah perbedaan statistik dari dua sampel itu disebabkan oleh perbedaan parameter pada populasinya atau tidak. Berikut ini akan dibahas jenis-jenis uji hipotesis tersebut.

Uji hipotesis beda mean berlaku untuk dua variabel, yang satu adalah variabel nominal dengan dua kategori (k = 2) dan yang lainnya adalah variabel interval atau variabel ratio. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah variasi nilai pada variabel interval mempunyai hubungan yang signifikan dengan variasi nilai pada variabel nominal. Dengan kata lain, apakah perbedaan nilai pada skala interval berhubungan dengan perbedaan kategori pada variabel nominal. Statistik sampel yang diperhatikan di sini adalah beda mean, x1 - x2’ pada kedua kategori variabel nominal.

+1,64

zhitung = 1,97

zH0

H1

Page 112: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Statistik ( x1 - x2’ ) merupakan statistik penduga bagi parameter (µ1 - µ2). Aoabila dari populasi sebesar N ditarik sampel berukuran n (n > 30) dan dari sampel itu dihitung statistik ( x1 - x2’ ), maka distribusi sampling ( x1 - x2’ ) berbentuk distribusi normal. Tetapi kalau sampelnya (n) kecil, maka distribusi samplingnya berbentuk distribusi-t. kalau distribusi sampling itu berbentuk distribusi normal, berlaku:

Kalau statistiknya ( x1 - x2’ ) diubah menjadi statistik z, maka:

Dalam hal ini σ12 dan σ2

2, yaitu varians dari populasi masing-masing kategori, perlu diketahui. Jika hal ini tidak diketahui (umumnya demikian), maka sebaliknya uji hipotesis dilakukan dengan statistik t. Karena σ1

2 dan σ22 tidak diketahui, maka perlu

statistik penduga untuk σ(x1- x2)2. Statistik ini tergantung pada asumsi tentang σ1

dan σ2. Untuk itu terdapat dua model, yaitu (1) statistik penduga yang didasarkan pada asumsi bahwa σ1

= σ2 ’ dan (2) statistik penduga jika σ1 ≠ σ2’

2.

Contoh: Didaerah Kotamadya Salatiga terdapat sekelompok penduduk golongan ekonomi

lemah dengan mata pencarian pokok menjual bakso keliling kota. Diantara mereka ada yang hanya bekerja sebagai penjual bakso keliling, dan ada pula yang mempunyai pekerjaan lain disamping sebagai penjual bakso keliling. Untuk mengetahui apakah perbedaan dalam kerangkapan dalam pekerjaan ini tampak pada perbedaan pendapatan mereka sebagai penjual bakso, maka diambil sampel sebanyak 30 orang penjual bakso keliling, diantaranya ada yang mempunyai pekerjaan lain disamping sebagai penjual bakso. Penghasilan (dalam rupiah) mereka rata-rata perbulan menurut penelitian tahun 1981 adalah sebagai berikut:

A n1 23 B n2 14 x1 5.098 x2 4.138 s1 720 s2 1.091

(sumber: Gideon Triwuyanto. 1981. Pendapatan Pedagang Bakso Keliling di Desa Kutowinangun,

salatiga. Skripsi Sarjana Muda FKIP/Ekonomi)

µ(x1- x2) = µ1 - µ σ1

2 σ22

σ(x1- x2) = + N1 N2

(x1 - x2) - µ(x1- x2) z = σ (x1- x2) (x1 - x2) - µ(x1- x2) = σ1

2 σ22

+ N1 N2

Page 113: Judul : Metodologi Penelitianmkm.helvetia.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku...Kriteria kebenran itu sendiri tidak mutlak, berbeda – beda menurut waktu, tempat, dan orang. Ketika

Pada contoh tersebut peneliti mempunyai kecenderungan bahwa mereka yang tidak mempunyai pekerjaan sampingan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi (uji hipotesis satu sisi). Pengujian hipotesisnya sebagai berikut:

H0 : µ1 - µ2 = 0 H1 : µ1 - α = 0,05 > 0

Asumsi: Asumsi pendapatan diukur pada skala interval, dan variabel kerangkapan pekerjaan diukur pada skala nominal.

σ1 = σ2 = σ

Statistik uji:

Karena harga s tidak diketahui dan sampel cukup kecil, maka distribusi sampling x1 - x2 berbentuk distribusi-t. Dengan demikian statistik uji adalah t.

Criteria: Dipilih 3 tingkat signifikan, yaitu: a) α = 0,10

H0 Diterima jika t ≤ t 0,10;n-2 b) α = 0,05

H0 Diterima jika t ≤ t 0,05;n-2 c) α = 0,01

H0 Diterima jika t ≤ t 0,01;n-2 Perhitungan statistik: σ1

2 σ22

σ(x1- x2) = + N1 N2

(x1 - x2) - µ(x1- x2) t = σ (x1- x2) (x1 - x2) - µ(x1- x2) = σ (x1- x2)

(x1 - x2) - 0 t = σ (x1- x2)