jurnal

12

Click here to load reader

Upload: wildawo

Post on 14-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

klxl

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL

1

PENGALAMAN PERAWAT DALAM MERAWAT PASIEN DENGAN RISIKOPERILAKU KEKERASAN (RPK)

1Mona Lisa, 2Jumaini, 3Ganis Indriati

Email: [email protected]

Abstract

This research is qualitative study with descriptive phenomenology approach. The purposeis to described various experience of nurses in taken care of patients with violencebehaviour. Five participants were selected by purposive sampling method. Data werecollected by in-depth interview which completed by field note and analyzed by Colaizzimethod. This research identifed six main themes: first experience, the management ofpatients with violent behaviour, type of violence experienced (verbal & physic), impact ofviolence experienced, therapeutic environment, and the way to overcome resistance intreatment. This research recomends that nurses need special attention related to theimpact of violence behaviour, so nurses can give the best attention to the patients withviolence behaviour.

Key words: nurses’ experience, taken care, patient with risk violence behavior

PENDAHULUANKesehatan jiwa adalah suatu

kondisi perasaan sejahtera secarasubyektif. Masing-masing individumemaknai kesehatan jiwa yang berbedatergantung pada bagaimana individu itusendiri menilai tentang perasaan yangmencangkup aspek konsep diri,kebugaran, dan kemampuan pengendaliandiri (Riyadi & Purwanto, 2009).Gangguan jiwa merupakan lawan darikesehatan jiwa. Nasir dan Muhith (2011)mendefinisikan gangguan jiwa sebagaisebuah kekacauan fungsi mental akibatproses krisis mental dari sebuah proseskoping mekanisme yang melampauistandar. Dalam penentuan gangguan jiwatelah diterbitkan kriteria yang spesifikdari Diagnostic and Statistical Manual ofmental Disorder Text Revision (DSM-IV-TR), yang digunakan oleh semua disiplinkesehatan jiwa untuk diagnosis gangguanpsikiatri. Skizofrenia menurut DSM-IV-TR (2006, dalam Nasir & Muhith, 2011)termasuk dalam jenis gangguan jiwaParanoid Disorder.

Isaacs (2004) mengatakanskizofenia adalah sekelompok reaksipsikotik yang mempengaruhi berbagaiarea fungsi individu, termasuk berpikirdan berkomunikasi, menerima, danmenginterpretasikan realitas, merasakandan menunjukkan emosi, dan berperilakudengan sikap yang dapat diterima secarasosial. Beberapa gejala dari skizofreniadapat dihubungkan dengan perilakukekerasan (misalnya waham kejar danlain sebagainya) meskipun risikokekerasan pada pasien skizofrenia masihsedikit (NIMH, 2011).

Beban Penyakit dalam SkalaGlobal tahun 2004 terbaru mencatatbahwa dari jumlah populasi pendudukdunia sebanyak 6.437 juta orang yangmengalami kematian sepanjang tahun2004 ada sebanyak 58.772 orang, dimanapersentase penyebab kematian olehskizofrenia yaitu sebesar 0,1% (WHO,2008). Prevalensi nasional gangguan jiwaberat menurut Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas, 2007) mencapai 0,5% dari

Page 2: JURNAL

2

jumlah penduduk, dimana sebanyak 7provinsi mempunyai prevalensi gangguanjiwa berat diatas prevalensi nasional,yaitu prevalensi gangguan jiwa berattertinggi di Indonesia terdapat di ProvinsiDaerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta(2,03%), diikuti Nanggroe AcehDarussalam (1,85%), Sumatera Barat(1,67%), Nusa Tenggara Barat (0,99%),Sumatera Selatan (0,92%), BangkaBelitung (0,87%), dan Kepulauan Riau(0,74%). Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas, 2007) mencatat prevalensigangguan jiwa berat untuk Provinsi Riauada sebesar 0,10% dari jumlah penduduk.

Rumah Sakit Jiwa TampanPekanbaru merupakan rumah sakit jiwayang ada di Provinsi Riau. Data dokumenrekam medik Rumah Sakit Jiwa TampanPekanbaru tahun 2011 mencatat bahwadari 1.069 pasien dengan status rawatinap (Januari – Desember 2011),skizofrenia merupakan penyakit ataudiagnosa medis tertinggi dan terbagidalam berbagai jenis skizofrenia.Persentase pasien rawat inap pada tahun2011 yang menderita skizofrenia adalahsebesar 78,02% (RSJ Tampan, 2011).

Data dokumen rekam medikRumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbarutahun 2010 juga mencatat ada sebanyak1.310 pasien dengan alasan dirawat dirumah sakit jiwa pada tahun 2010 adalahdengan masalah gangguan persepsisensori: halusinasi sebesar 49,77%,gangguan proses pikir: waham sebesar4,66%, perilaku kekerasan sebesar20,92%, isolasi sosial sebesar 8,70%,gangguan konsep diri: harga diri rendahsebesar 7,02%, defisit perawatan dirisebesar 3,66%, dan risiko bunuh dirisebesar 5,27% (RSJ Tampan, 2010).Berdasarkan data dokumen rekam mediktersebut dapat disimpulkan bahwapersentase gangguan jiwa khususnyaperilaku kekerasan memiliki persentasetertinggi kedua setelah halusinasi, yaitusebesar 20,92%.

Rumah Sakit Jiwa TampanPekanbaru untuk ruang rawat inap pasienmemiliki 3 klasifikasi ruang. Klasifikasiruang rawat inap pertama adalah RuangIntensive, yaitu Unit Perawatan IntensifPsikiatri (UPIP). Klasifikasi ruang rawatinap kedua adalah Ruang Intermediate,yaitu Ruang Rokan, Kuantan, Siak, danIndragiri. Klasifikasi ruang rawat inapketiga adalah Ruang Tenang yang terdiridari Ruang Pra Mandiri, yaitu RuangSebayang dan Ruang Mandiri, yaituRuang Kampar (RSJ Tampan, 2011).

Pasien yang di rawat di RuangIntermediate seringkali memperlihatkanperilaku kekerasan. Perawat dalammemberikan asuhan keperawatan dituntutselalu siap kapan saja untuk memberikanintervensi keperawatan pada pasiendengan perilaku kekerasan, bila pasienmemperlihatkan tanda dan gejala.Perawat yang bekerja di Ruang Tenangsedikit berbeda, disebabkan risikoperilaku kekerasan yang muncul padapasien lebih sedikit. Berbeda halnyadengan perawat yang bekerja di RuangUPIP, yang sudah terbiasa untukmemberikan intervensi keperawatan padapasien dengan perilaku kekerasan yangterus-menerus muncul pada pasien.

Pasien yang di rawat di RuangIntermediate, memiliki risiko perilakukekerasan yang sering terjadi terutamapada pasien di Ruang Kuantan. Hal inididukung oleh keterangan dari kepalaruangan Ruang Kuantan melaluiwawancara pada tanggal 23 Januari 2013yang menyatakan bahwa Ruang Kuantanmerupakan ruang awal pemindahanpasien dengan penilaian GlobalAssessment of Functional (GAF) > 30 –50 dibanding dengan ketiga ruanglainnya. Kepala ruangan jugamenambahkan berdasarkan diagnosakeperawatan, perilaku kekerasan yangdialami pasien Ruang Kuantan dalam tigabulan terakhir, yaitu pada bulan Oktober2012 ada sebanyak 30 orang (26,31%)dari total pasien 114 orang. Pada bulan

Page 3: JURNAL

3

November 2012 ada sebanyak 24 orang(26,08%) dari total pasien 92 orang danpada bulan Desember 2012 ada sebanyak31 orang (26,31%) dari total pasien 84orang. Berdasarkan data sekunder diataspeneliti menarik kesimpulan bahwapasien dengan perilaku kekerasan cukupbanyak dirawat di Ruang Kuantan.

Perilaku kekerasan adalahkeadaan dimana seseorang melakukantindakan yang dapat membahayakansecara fisik, baik pada diri sendirimaupun orang lain, disertai dengan amukdan gaduh yang tak terkontrol(Kusumawati & Hartono, 2010). NorthAmerican Nursing Diagnosis Association(NANDA, 2005) mengatakan perilakukekerasan adalah tingkah laku individudimana dia berisiko memperlihatkansecara psikologis, emosional, dan atauseksual melukai orang lain maupun dirisendiri.

Tindakan kekerasan yangdilakukan pasien bisa dialami oleh siapasaja terutama mereka yang terlibat dalamperistiwa kekerasan di ruang rawat inappasien baik itu perawat, staf lain (dokter,psikiater, dan semua yang bertugasdiruangan rawat inap), keluarga yangberkunjung, dan pasien lain yang dirawatdalam satu ruangan. Bahkan bisa merusaklingkungan disekitarnya (Nijman,Bowers, Oud, & Jansen, 2005).

Penelitian Nijman, Foster, danBowers (2007) dengan judul “Aggressivebehaviour on acute psychiatric wards:prevalence, severity and management”menunjukkan hasil bahwa dari 254peristiwa agresi yang direkam, perawatadalah orang yang paling seringditargetkan dan dilibatkan dalamperistiwa perilaku agresif, yaitu sebesar57,1%. Berdasarkan hasil penelitiandiatas peneliti menarik kesimpulan bahwaperawat berisiko mengalami tindakankekerasan dari pasien disebabkan perawatadalah orang yang paling seringdilibatkan dalam peristiwa perilakuagresif pasien.

Perawat sebagai pemberi asuhankeperawatan pada pasien menjadikannyasebagai orang yang paling seringditargetkan dan dilibatkan dalamperistiwa perilaku agresif pasien (Nijman,Foster, & Bowers, 2007) sehinggaperawat berisiko memiliki pengalamankekerasan baik verbal maupun fisik. Halini didukung oleh penelitian Nijman,Bowers, Oud dan Jansen (2005) yangjudul “Psychiatric nurses’ experienceswith inpatient aggression” yangmenyatakan bahwa 80 – 90% perawatmengalami ancaman lisan dan merupakanpengalaman yang paling sering dialamioleh kebanyakan perawat dalam waktusatu tahun. Pengalaman godaan seksualatau gertakan juga sering dialamiterutama oleh perawat wanita dananggota staf muda, yaitu sebesar 68%.Staf anggota yang mengalami cederaakibat kekerasan fisik yang dilakukanpasien dilaporkan sebesar 16%.

Hasil studi pendahuluan yangdilakukan pada tanggal 30 Oktober 2012dan 10 November 2012 kepada duaperawat UGD melalui wawancaradidapatkan data bahwa selama perawatmenangani pasien dengan risiko perilakukekerasan sering mengalami tindakankekerasan secara verbal. Perawat jugamenambahkan bahwa tindakan kekerasansecara fisik juga pernah dialami olehrekan-rekannya yang lain, tetapi tidakterlalu serius sehingga tidak sampaimembutuhkan perawatan. Peneliti jugamelakukan wawancara kepada kepalaruangan UPIP tanggal 2 November 2012dan didapatkan data bahwa perawatdalam merawat pasien dengan risikoperilaku kekerasan sering mendapatkantindakan kekerasan baik secara verbalmaupun fisik.

Perawat yang mengalami tindakkekerasan akan berdampak negatif dalamjangka panjang terhadap kualitaspelayanan yang diberikannya. Hal inijuga didukung oleh penelitian Arnetz danArnetz (2001) yang berjudul “Violence

Page 4: JURNAL

4

towards health care staff and possibleeffects on the quality of patient care”yang mengatakan bahwa pengalamankekerasan pada staf kesehatan akanberdampak negatif terhadap kualitaspelayanan yang diberikan beruparendahnya kualitas kepedulian terhadappasien.

Dampak yang dirasakan olehperawat atas tindakan kekerasan yangdialami dalam jangka panjang adalahmenimbulkan reaksi dari kekerasan itusendiri, seperti rasa marah, sedih, danmeningkatnya ketakutan pada saatbekerja sehingga perawat akan lebihsedikit memberikan waktunya untukpasien dan juga lebih sedikitbertanggungjawab terhadap keperluanpasien, serta akhirnya berujung padarendahnya kualitas kepedulian yangdirasakan pasien (Arnetz & Arnetz,2001). Selain itu, tindak kekerasan yangalami juga dapat mempengaruhi hasratperawat untuk meninggalkan profesiperawat dan mencari pekerjaan lain yanglebih aman (Kindy, Petersen, &Parkhurst, 2005).

Studi pendahuluan selanjutnyadilakukan pada tanggal 5 April 2013kepada seorang perawat RuanganKuantan yang memiliki pengalamantindakan kekerasan, melalui wawancaradidapatkan data bahwa perawatmengalami rasa ketakutan pada saatbekerja setelah tindakan kekerasan yangdialami sebelumnya, sehingga perawatlebih sering menghindar untukmelakukan asuhan keperawatan kepadapasien tersebut. Berdasarkan fenomenatersebut maka peneliti tertarik melakukanpenelitian yang berjudul “PengalamanPerawat dalam Merawat Pasiendengan Risiko Perilaku Kekerasan(RPK)”.

TUJUAN PENELITIANMengidentifikasi pengetahuan,

kesulitan atau hambatan, dan pengalamanperawat dalam mengatasi kesulitan atau

hambatan dalam merawat pasien denganrisiko perilaku kekerasan.

METODEDesain Penelitian: penelitian ini

menggunakan metode penelitiankualitatif dengan pendekatanfenomenologi. Sugiyono (2005)menyatakan bahwa metode penelitiankualitatif adalah metode penelitian yangdigunakan untuk meneliti pada kondisiobyek yang alamiah (sebagai lawannyaadalah eksperimen) dimana penelitiadalah sebagai instrumen kunci, teknikpengumpulan data dilakukan secaratriangulasi (gabungan), analisis databersifat induktif, dan hasil penelitiankualitatif lebih menekankan maknadaripada generalisasi. Penelitian kualitatifini menggunakan desain fenomenologi.Wood dan Haber (2006) mengatakandesain fenomenologi lebih menekankanpada eksplorasi arti dan maknapengalaman seseorang secara individu.Penelitian kualitatif ini dengan desainfenomenologi berfokus pada penemuanfakta mengenai pengalaman perawatdalam merawat pasien dengan risikoperilaku kekerasan.

Partisipan: pemilihan partisipandilakukan dengan menggunakan teknikpurposive sampling yaitu suatu teknikpenetapan sampel dengan cara memilihsampel di antara populasi sesuai denganyang dikehendaki peneliti(tujuan/masalah dalam penelitian),sehingga sampel tersebut dapat mewakilikarakteristik populasi yang telah dikenalsebelumnya (Nursalam, 2008). Partisipanyang dilibatkan dalam penelitian iniadalah perawat yang bekerja di RumahSakit Jiwa Tampan Pekanbaru khususnyaRuang Rawat Inap Kuantan dengankriteria inklusi yaitu, sebagai perawatpelaksana, memiliki pengalaman masakerja minimal 1 tahun, dan bersedia ikutatau berpartisipasi dalam penelitiandengan menandatangi surat pernyataanpersetujuan penelitian.

Page 5: JURNAL

5

Instrumen: alat yang digunakanuntuk mengumpulkan data adalah denganpedoman wawancara ditambah alatpenunjang seperti: alat perekam berupahandphone, field note (catatan lapangan),yaitu untuk mencatat hal-hal yangdiamati peneliti selama proses wawancaraatau apapun yang dianggap penting olehpeneliti (Poerwandari, 2005).

HASILGambaran Karakteristik PartisipanGambaran karakteristik lima partisipandalam penelitian ini adalah sebagaiberikut:Partisipan 1:Partisipan seorang laki-laki yang berusia27 tahun. Agama yang dianut partisipanadalah Kristen protestan dan bersukuBatak. Pendidikan terakhir partisipanadalah Diploma III Keperawatan denganmasa kerja selama 1 tahun.Partisipan 2:Partisipan seorang perempuan yangberusia 36 tahun. Agama yang dianutpartisipan adalah Islam dan bersukuMelayu. Pendidikan terakhir partisipanadalah Diploma III Keperawatan denganmasa kerja selama 10 tahun.Partisipan 3:Partisipan seorang perempuan yangberusia 35 tahun. Agama yang dianutpartisipan adalah Islam dan bersukuMelayu. Pendidikan terakhir partisipanadalah Ners Keperawatan dengan masakerja selama 15 tahun.Partisipan 4:Partisipan seorang perempuan yangberusia 47 tahun. Agama yang dianutpartisipan adalah Kristen dan bersukuBatak. Pendidikan terakhir partisipanadalah Diploma III Keperawatan denganmasa kerja selama 17 tahun.Partisipan 5:Partisipan seorang laki – laki yangberusia 25 tahun. Agama yang dianutpartisipan adalah Islam dan bersukuMelayu. Pendidikan terakhir partisipan

adalah Ners Keperawatan dengan masakerja selama 1 tahun.

Analisis TematikHasil analisa terhadap verbatim danfieldnote dari kelima partisipan tersebutpeneliti mendapatkan 6 tema utama yaitu:pengalaman pertama, penatalaksanaanpasien dengan perilaku kekerasan,tindakan kekerasan yang dialami, dampaktindakan kekerasan yang dialami,lingkungan terapeutik, dan caramengatasi kesulitan/hambatan.

PEMBAHASAN1. Pengalaman pertama

Perilaku kekerasan adalahkeadaan dimana seseorang melakukantindakan yang dapat membahayakansecara fisik, baik pada diri sendirimaupun orang lain, disertai denganamuk dan gaduh yang tak terkontrol(Kusumawati & Hartono, 2010).Pasien dengan perilaku kekerasandapat melakukan tindakan kekerasankepada siapa saja tak terkecualiperawat bahkan dapat merusaklingkungan sekitar (Nijman, Bowers,Oud, & Jansen, 2005).

Perawat dalam merawatpasien dengan risiko perilakukekerasan memiliki risiko besar untukmengalami tindakan kekerasan daripasien, disebabkan pasien adalahorang yang paling sering ditargetkandan dilibatkan dalam peristiwaperilaku agresif pasien (Nijman,Foster, & Bowers, 2007). Pengalamanpertama perawat dalam merawatpasien dengan risiko perilakukekerasan mengungkapkan tentangberbagai perasaan yang dialaminya.Berbagai macam perasaan yangtimbul pada saat perawat memberikanasuhan keperawatan pada pasienrisiko perilaku kekerasan, sebagianbesar dipengaruhi oleh bagaimanaperilaku yang berkaitan dengan

Page 6: JURNAL

6

perilaku kekerasan yang diperlihatkanpasien.

Tema ini muncul dari subtemayakni perasaan yang timbul saatpertama kali merawat pasien denganrisiko perilaku kekerasan. Hasil studiini menemukan, kelima partisipanmemiliki berbagai macam perasaanyang timbul saat merawat pasienrisiko perilaku kekerasan yang dapatditerjemahkan ke dalam pengalamannegatif dan positif. Pengalaman itusendiri menurut Potter dan Perry(2006) adalah suatu aspek yangmembentuk pola koping seseorangterhadap segala stimulus yangmengancam kehidupan.

Empat dari lima partisipandalam penelitian ini memilikipengalaman negatif berupa timbulnyareaksi – reaksi kecemasan atastindakan – tindakan yang mungkindialami perawat selama merawatpasien dengan risiko perilakukekerasan. Menurut Kaplan, Sadock,dan Grebb (2010) kecemasan itusendiri adalah suatu sinyal yangmenyadarkan adanya peringatanbahaya yang mengancam danmemungkinkan seseorang mengambiltindakan untuk mengatasi ancaman.

Dua partisipanmengungkapkan bahwa pengalamannegatif yang dimiliki berupa perasaantakut dan cemas, satu partisipanmemiliki pengalaman negatif berupaperasaan takut dan was – was, dansatu partisipan memiliki pengalamannegatif berupa perasaan takut dankuatir. Perasaan perawat saat pertamakali merawat pasien dengan risikoperilaku kekerasan sebagian besarberupa timbulnya rasa takut terhadappasien. Hal ini serupa denganpenelitian yang dilakukan olehHanida (2009) dengan judulpenelitian “Pengalaman perawatdalam merawat pasien HIV/AIDS diRumah Sakit Mardi Rahayu Kudus”

dimana hasil penelitian tersebutmenyatakan bahwa sebagian besarperawat dalam merawat pasienHIV/AIDS memiliki perasaan takutterhadap pasien meskipun perawatmengetahui akan prinsip – prinsipdasar yang dilakukan dalam merawatpasien HIV/AIDS.

Sedangkan terdapat satupartisipan lagi dalam penelitian inimemiliki pengalaman positif dalammerawat pasien dengan risikoperilaku kekerasan. Hal ini tergambardari ungkapan partisipan yangmenyatakan bahwa partisipansebelumnya diajarkan untuk tidaktakut terhadap pasien.

2. Penatalaksanaan pasien perilakukekerasan

Tema ini muncul dari subtemayakni pasien yang agresif. Riyadi danPurwanto (2009) menyatakan pasienyang berperilaku agresif biasanyamemperlihatkan suatu bentukperilaku yang bertujuan untukmelukai seseorang, baik secara fisikmaupun psikologis. Penatalaksanaanyang diberikan meliputi pengobatanmedik dan penanganan keperawatan.

Penatalaksanaan pertamaberupa pengobatan medik yangdilakukan dengan memberikanantipsikotik kepada pasien yangberguna untuk menurunkan perilakukacau dan destruktif (gejala positif)dan memfasilitasi intervensiterapeutik lain yang membatasigangguan rasa diri dan kurangnyahubungan dengan orang lain (gejalanegatif) (Copel, 2007).Penatalaksanan kedua berupatindakan keperawatan yangmenggunakan pendekatan rentangintervensi keperawatan mulai daristrategi preventif sampai denganstrategi pembatasan gerak (Riyadi &Purwanto, 2009).

Lima partisipan dalampenelitian ini juga mengungkapkan

Page 7: JURNAL

7

hal yang sama terhadappenatalaksanaan yang diberikankepada pasien perilaku kekerasan/agresif. Pengobatan medik yangdilakukan berupa pemberian obatinjeksi dan intervensi keperawatanyang sering dilakukan adalah strategipembatasan gerak berupapengekangan/restrain.

3. Tindakan kekerasan yang dialamiTindakan kekerasan yang

dilakukan pasien dengan gangguanperilaku kekerasan bisa terjadi padasiapa saja, tidak mengenal siapa danapa objeknya. Pasien yang melakukantindakan kekerasan tidak akanmempedulikan hak orang lain lagi.Siapapun individu yang terlibat dalamperistiwa kekerasan di ruang rawatinap dapat mengalami tindakantersebut baik itu perawat, staf lain(dokter, psikiater, dan semua yangbertugas diruangan rawat inap),keluarga yang berkunjung, pasien lainyang dirawat dalam satu ruangan danbahkan bisa merusak lingkungandisekitarnya (Nijman, Bowers, Oud,& Jansen, 2005).

Nijman, Foster, dan Bowers(2007) menyatakan perawatmerupakan orang yang paling seringditargetkan dan dilibatkan dalamperistiwa perilaku agresif pasien,sehingga perawat berisiko besar untukmengalami tindakan kekerasan daripasien. Tindakan kekerasan daripasien dapat dilakukan secara fisikdan verbal (Riyadi & Purwanto,2009).

Tema ini muncul dari subtemayakni bentuk kekerasan yang dialami.Hasil studi ini menemukan tiga darilima partisipan dalam penelitian inimengungkapkan pernah mendapatkantindak kekerasan secara fisik daripasien dan tindak kekerasan secaraverbal dialami oleh semua partisipan.

4. Dampak tindakan kekerasan yangdialami

Pengalaman perawat dalammerawat pasien dengan risikoperilaku kekerasan mengungkapkantentang berbagai macam dampaktindakan kekerasan yang pernahdialami perawat. Tema ini munculdari 4 subtema yakni reaksiindividual, dampak terhadappelayanan keperawatan, dampakterhadap psikologis, dan dampak diluar pekerjaan/efek sisa.

Hasil studi ini menemukan,tiga dari lima partisipan dalampenelitian ini mengungkapkantindakan kekerasan yang dialamimenimbulkan reaksi dari kekerasanitu sendiri berupa reaksi emosi,marah, dan takut. Hal ini sejalandengan pendapat Arnetz dan Arnetz(2001) yang menyatakan dampaktindakan kekerasan yang dialamiperawat dalam jangka panjang adalahtimbulnya reaksi dari kekerasan itusendiri, seperti rasa marah, sedih, danmeningkatnya ketakutan pada saatbekerja. Sedangkan terdapat dua darilima partisipan dalam penelitian inimengungkapkan tindakan kekerasanyang dialami tidak menimbulkanreaksi dari kekerasan itu sendiri atautidak ada pengaruh.

Dampak yang dirasakan olehperawat tersebut jika dibiarkan dalamjangka panjang, akan berpengaruhterhadap kualitas pelayanan yangdiberikannya. Hal ini dapat terlihatdari sikap perawat yang akan lebihsedikit memberikan waktunya untukpasien dan juga akan lebih sedikitbertanggungjawab terhadap keperluanpasien, serta akhirnya berujung padarendahnya kualitas kepedulian yangdirasakan oleh pasien (Arnetz &Arnetz, 2001). Satu dari limapartisipan dalam penelitian inimengungkapakan mengalami halyang serupa. Tindakan kekerasanyang dialami perawat ternyatamemberikan dampak negatif terhadap

Page 8: JURNAL

8

pelayanan keperawatan yang merekadiberikan. Perawat dalammemberikan asuhan keperawatankepada pasien akan timbul reaksimalas dan sikap cuek yangdisebabkan perawat masih ingat akantindakan kekerasan yang dilakukanpasien terhadapnya. Sedangkanterdapat empat dari lima partisipandalam penelitian ini mengungkapkantindakan kekerasan yang dialamitidak berdampak/berpengaruhterhadap pelayanan keperawatan yangdiberikan.

Dampak tindakan kekerasanyang dialami perawat selainberdampak terhadap pelayanankeperawatan yang mereka berikanjuga berdampak terhadap kejiwaanatau psikologis perawatnya sendiri.Caldwell (1992 dalam Arnetz &Arnetz, 2001) menyatakan hal yangsama bahwa perawat yang mengalamitindak kekerasan dalam jangkapanjang juga akan dampak terhadapkejiwaan atau psikologisnya. Akantetapi dalam penelitian ini tidakditemukan partisipan yangmengungkapkan tindakan kekerasanyang mereka dialami berdampak/berpengaruh terhadap psikologismereka.

Tindakan kekerasan yangdilakukan pasien juga dapatmenyebabkan perawat tidakmenjalankan tugasnya sebagaipemberi kepedulian kepada pasien,adanya perasaan bersalah, dan ataukeduanya (Holden, 1985 dalamArnetz & Arnetz, 2001). Hasil studiini menemukan, dua dari limapartisipan dalam penelitian inimengungkapkan tindakan kekerasanyang dialami juga berdampak/berpengaruh di luar pekerjaan.

Partisipan pertamamengungkapkan dampak yangdirasakan atas tindakan kekerasanyang dialami adalah adanya rasa

penyesalan atau rasa bersalah danrasa takut akibat partisipan tidakmenjalankan tugasnya sebagaipemberi kepedulian kepada pasien.Saat pasien sedang dalam keadaangelisah atau agresif dan melakukantindakan kekerasan terhadappartisipan, partisipan melakukanperlawanan atau membalasperlakukan yang sama terhadappasien sedangkan partisipan keempatmengungkapkan dampak yangdirasakan atas tindakan kekerasanyang dialami adalah timbulnya rasasimpati/kasihan.

5. Lingkungan terapeutikFaktor pencetus perilaku

kekerasan lain adalah lingkungan.Lingkungan yang tidak kondusifseperti panas, padat, dan bising dapatmenyebabkan seseorang berperilakukekerasan (Direja, 2011). Sehinggapenting untuk melakukanpemeliharaan lingkungan yang baikterutama pada pasien rawat inapdikarenakan seluruh waktu pasiendihabiskan dalam lingkungantersebut.

Hal ini diperkuat olehpenelitian Kindy, Petersen, danParkhurst (2005) dengan judul“Perilous work: nurses’ experiencesin psychiatric units with high risks ofassault” yang menyatakan satu aspekpenting dari penyembuhan pasienjiwa yang dirawat di rumah sakit jiwaadalah terletak pada bagaimanapemeliharaan lingkungan terapeutikrumah sakit jiwa yang dapatmenurunkan risiko kekerasan yangdilakukan pasien terhadap perawatyang bekerja didalamnya.Lingkungan yang terapeutik dapatmenurunkan ansietas danmemperkecil kemungkinan terjadinyaperilaku kekerasan (Riyadi &Purwanto, 2009) sehingga hal initentunya dapat pula memperkecilkemungkinan pasien melakukan

Page 9: JURNAL

9

tindakan kekerasan terutama kepadaperawat yang merupakan orang yangpaling sering dilibatkan dalamperistiwa perilaku agresif pasien(Nijman, Foster, & Bowers, 2007).Chou, Lu, dan Chang (2001, dalamKindy, Petersen, & Parkhurst, 2005)menambahkan pemeliharaanlingkungan terapeutik dipengaruhioleh faktor – faktor lingkunganseperti perbandingan pasien atauperawat, kepadatan ruangan, danfaktor – faktor yang berasal dariperawat sendiri seperti pengalamandan latihan dalam pencegahan danmanajemen penyerangan.

Tema ini muncul dari subtemayakni kesulitan/hambatan yangdialami. Perawat dalam merawatpasien dengan risiko perilakukekerasan tersandung berbagaimacam kesulitan/hambatan dalammelakukan pemeliharaan lingkunganterapeutik, baik dari faktor – faktoryang berasal dari perawat maupundari lingkungan itu sendiri. Hasilstudi ini menemukan satu dari limapartisipan mengalami kesulitan/hambatan yang dipengaruhi olehfaktor – faktor yang berasal dariperawat sendiri berupa belummampunya perawat dalam melakukanasuhan keperawatan kepada pasiendengan gangguan perilaku kekerasan,sehingga perawat mengalamikesulitan dalam melakukan intervensiyang tepat berdasarkan situasi dankondisi pasien saat itu.

Sedangkan semua partisipandalam penelitian ini yangmengungkapkan kesulitan/hambatanyang dialami lebih dipengaruhi olehfaktor – faktor yang berasal darilingkungan dibanding faktor – faktoryang berasal dari perawatnya sendiri.Dua dari lima partisipan dalampenelitian ini mengungkapkankesulitan/hambatan yang dipengaruhioleh faktor lingkungan yang berasal

dari pasien berupa (1) pasien lebihpatuh dan takut pada perawat laki –laki dan (2) pasien sulit untukberkomunikasi dalam bahasaIndonesia, sulit untuk membinahubungan saling percaya, dan adanyarasa tidak suka terhadap perawat,serta adanya rasa malas untukberkomunikasi disebabkan pasientidak hanya terdiagnosa perilakukekerasan tetapi juga isolasi sosial.

Kesulitan/hambatan yangdialami perawat selain dipengaruhioleh faktor lingkungan yang berasaldari pasien dapat juga dipengaruhioleh faktor lingkungan yang berasaldari rekan kerja. Terdapat dua darilima partisipan dalam penelitian inimengungkapkan kesulitan/hambatanyang dipengaruhi oleh faktorlingkungan yang berasal dari rekankerja berupa (1) rekan kerja yangberlawanan jenis dan adanya rasacanggung dan (2) rekan kerja yangsesama jenis. Faktor lingkunganlainnya yang juga merupakankesulitan/hambatan yang dialamiperawat dalam penelitinan ini adalahkesulitan/hambatan yang berasal darilokasi rekan kerja yang tempatnyaberjauhan.

6. Cara mengatasi kesulitan/hambatan

Pemeliharaan lingkunganterapeutik rumah sakit jiwa yang baik,tentunya dapat menurunkan risikokekerasan yang dilakukan pasienterhadap perawat (Kindy, Petersen, &Parkhurst, 2005) yang merupakanorang yang paling sering terlibatdalam peristiwa perilaku agresifpasien (Nijman, Foster, & Bowers,2007). Perawat berupaya melakukanpemeliharan lingkungan terapeutikyang baik kepada pasien gunamengurangi risiko tindakan kekerasantersebut, akan tetapi dalampelaksanaannya perawat banyakmenemukan kesulitan/hambatan.

Page 10: JURNAL

10

Chou, Lu, dan Chang (2001, dalamKindy, Petersen, & Parkhurst, 2005)menyatakan bahwa pemeliharaanlingkungan terapeutik dipengaruhioleh faktor – faktor lingkunganseperti perbandingan pasien atauperawat, kepadatan ruangan, danfaktor – faktor yang berasal dariperawat sendiri seperti pengalamandan latihan dalam pencegahan danmanajemen penyerangan.

Bila kesulitan/hambatantersebut tidak dapat diatasi tentunyaakan semakin meningkatkan risikoperawat mengalami tindakankekerasan dari pasien. Perawat yangmengalami tindak kekerasan dalamjangka panjang akan berdampaknegatif dan akhirnya berujung padarendahnya kualitas pelayanan yangdiberikan, berupa rendahnya kualitaskepedulian terhadap pasien (Arnetz &Arnetz, 2001).

Dampak ini tidak serta –merta diikuti dengan menurunnyatingkat efisiensi perawat dalambekerja. Arnetz dan Arnetz (2001)menyatakan bahwa tingkat perawatuntuk efisien dalam bekerjaberbanding terbalik dengan tingkatkepedulian yang dirasakan pasien.Pandangan positif perawat dalammenerapkan efisiensi dalam bekerja,tidak sama dengan pandangan pasienterhadap kualitas kepedulian yangdirasakannya. Perawat hanyamenganggap efisien dari pandanganmereka sendiri dengan sangat sedikitrasa sensitivitas yang diberikanterhadap keperluan pasien danharapan yang kondusif untuk perilakupasien yang agresif. Efisiensi kerjayang perawat lakukan terlihat dalammerencanakan pekerjaan, bekerjaterhadap sebuah tujuan umum,penempatan waktu untuk tetapbelajar, dan proses membuatkeputusan (Arnetz & Arnetz, 2001).

Tema ini muncul dari subtemayakni pandangan positif perawat.Terdapat lima partisipan dalampenelitian ini mengungkapkan caramengatasi kesulitan/hambatan yangdialami berdasarkan sudut pandangpositif perawat adalah denganmelakukan efisiensi dalam bekerjaberupa (1) tetap mempelajaribagaimana asuhan keperawatanpasien dengan perilaku kekerasan danmemberikan pelayanan keperawatanyang tidak mengalami hambatan baikkepada pasien maupun keluarga, (2)tetap mencoba menghadapinya danbila kendala tidak dapat diatasisendiri maka akan meminta bantuansatpam dan pasien yang sudah dalamkondisi baik yang berada diluar, (3)melakukan antisipasi sesuaikemampuan dan meminta bantuansatpam bila dirasakan kurang mampudalam mengatasinya, (4) berbagitugas dengan sesama rekan kerja saatpasien gelisah atau agresif, dimanasatu rekan kerja berupaya memanggilsatpam dan yang lainnya mengawasipasien, dan (5) tetap berkomunikasiterhadap pasien yang sedang gelisahatau agresif, dengan tetapmempertahankan jarak aman dantidak mudah menyerah dan putus asauntuk selalu berkomunikasi terhadappasien yang mengalami masalahdalam komunikasi.

Akan tetapi, masih terdapattiga dari lima partisipan dalampenelitian ini mengungkapkan caramengatasi kesulitan/hambatan yangdialami berdasarkan sudut pandangpositif perawat adalah dengan tetapmeningkatkan rasa kepedulian kepadapasien berupa (1) dalam melakukanperawatan juga memberikan kekuatankepada pasien, (2) melakukanpendekatan tanpa membeda –bedakan pasien, dan (3) tetap bersikapprofesional dan tidak memilih – milihpasien.

Page 11: JURNAL

11

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa pengalaman perawatRumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riaudalam merawat pasien dengan risikoperilaku kekerasan dapat diwakili oleh 6tema utama. Enam tema utama tersebutadalah (1) pengalaman pertama, (2)penatalaksanaan pasien dengan perilakukekerasan, (3) tindakan kekerasan yangdialami, (4) dampak tindakan kekerasanyang dialami, (5) lingkungan terapeutik,dan (6) cara mengatasi kesulitan/hambatan. Selain itu, hasil penelitian inidapat berguna bagi peneliti lainnya untukmelakukan penelitian lebih lanjut untukmenggali lebih dalam perbedaanpengalaman perawat dalam merawatpasien laki – laki dan perempuan denganrisiko perilaku kekerasan, kemudianmenggali pengalaman tindakan kekerasanyang pernah dialami dan bagaimanadampaknya terhadap pelayanankeperawatan yang diberikan.

1. Mona Lisa S.Kep. MahasiswaProgram Studi Ilmu KeperawatanUniversitas Riau.

2. Jumaini, M.Kep, Sp.Kep.J DosenDepartemen Keperawatan Jiwa -Komunitas Program Studi IlmuKeperawatan Universitas Riau

3. Ganis Indriati, M.Kep, Sp.Kep.AnDosen Departemen KeperawatanMaternitas - Anak Program StudiIlmu Keperawatan Universitas Riau.

DAFTAR PUSTAKAArnetz, J.E., & Arnetz, B.B. (2001).

Violence towards health care staffand possible effects on the qualityof patient care. Social Science andMedicine, 52, 417-427. Diperolehtanggal 19 Maret 2013 darihttp://www.elsevier.com/locate/socscimed.

Copel, L.C. (2007). Kesehatan jiwa danpsikiatrik. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC.

Direja, A. (2011). Buku ajar asuhankeperawatan jiwa. Yogyakarta:Nuha Medika.

Hanida, V.S. (2010). Pengalamanperawat dalam merawat pasienHIV/AIDS di Rumah Sakit MardiRahayu Kudus. InstitutionalRepository. Diperoleh tanggal 8Juli 2013 darihttp://keperawatan.undip.ac.id.

Isaacs, A. (2004). Panduan belajar:keperawatan kesehatan jiwa danpsikiatrik. (3th ed.). Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kaplan, H.I, Sadock, B.J, & Grebb, J.A.(ed.). (2010). Sinopsis psikiatri-ilmu pengetahuan perilakupsikiatri klinis. Vol. 1. Jakarta:Binarupa Aksara Publisher.

Kindy, D., Petersen, S., & Parkhurst, D.(2005). Perilous work: nurses’experiences in psychiatric unitswith high risks of assault.Archives of Psychiatric Nursing,19, 169-175. Diperoleh tanggal 19Maret 2013 darihttp://www.elsevier.com/locate/socscimed.

Kusumawati, F., & Hartono, Y. (2010).Buku ajar keperawatan jiwa.Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC.

NANDA International. (2005). Nursingdiagnoses: definiton andclassification 2003-2005.Philadelphia: Author.

Nasir, A., & Muhith, A. (2011). Dasar-dasar keperawatan jiwa:

Page 12: JURNAL

12

pengantar dan teori. Jakarta:Salemba Medika.

Nijman, H., Bowers, L., Oud, N., &Jansen, G. (2005). Psychiatricnurses’ experiences with inpatientaggression. Netherlands WileyInterscience, 31, 217-227.Diperoleh tanggal 27 Oktober2012 darihttp://www.interscience.wiley.com.

Nijman, H., Foster, C., & Bowers, L.(2007). Aggressive behaviour onacute psychiatric wards:prevalence, severity andmanagement. Journal ofAdvanced Nursing, 58, 140-149.Diperoleh tanggal 27 Oktober2012 darihttp://onlinelibrary.wiley.com.

NIMH. (2011). Schizophrenia. Diperolehtanggal 4 November 2012 darihttp://www.nimh.nih.gov.

Nursalam. (2008). Konsep danpenerapan metodologi penelitianilmu keperawatan: pedomanskripsi, tesis, dan instrumenpenelitian keperawatan (ed.2).Jakarta: Salemba Medika.

Perry, A.G., & Potter, P.A. (2006). Bukuajar fundamental keperawatan.Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC.

Poerwandari, E.K. (2005). Pendekatankualitatif dalam penelitianpsikologi. Depok: FakultasPsikologi Gunadarma.

Riskesdas. (2007). Laporan nasional2007. Diperoleh tanggal 30 Oktober 2012dari http://www.depkes.go.id.

Riyadi, S., & Purwanto, T. (2009).Asuhan keperawatan jiwa.Yogyakarta: Graha Ilmu.

RSJ Tampan. (2010). Laporanakuntabilitas kinerja rumah sakitjiwa Tampan tahun anggaran2010. Pekanbaru: RM RSJTampan. Tidak dipublikasi.

RSJ Tampan. (2011). Laporanakuntabilitas kinerja instansipemerintahan rumah sakit jiwaTampan provinsi Riau tahun2011. Pekanbaru: RM RSJTampan. Tidak dipublikasi.

Sugiyono. (2005). Memahami penelitiankualitatif. Bandung: Alfabeta.

WHO. (2008). The global burden ofdisease 2004 update. Diperolehtanggal 15 Februari 2013 darihttp://www.who.or.id.

Wood, G.I., & Haber, J. (2006). Nursingresearch methods and criticalappraisal for evidence – basedpractice. Philadelphia: Elsevier.