jurnal das tanralili 2009 (1) ok

56
ANALISIS POLA PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TANRALILI (Analysis On Land Use Pattern of Tanralili Watershed Area) Oleh / By: LAODE ASIR. Balai Penelitian Kehutanan Manado d/a : Jl. Raya Adipura, Kel.Kima Atas, Kec.Mapanget – Manado. Tep.0431 - 3666683 e-mail : [email protected] , [email protected] ABSTRACT This research aimed to find out (1) to know the influence of change of pattern of land use to fluctuation charge the water, dam Lekopancing in Tanralili Watershed and (2) suggestions for land use pattern which can sustain the bearing capacity of an watershed environment. This research was carried out in Tanralili watershed, as one of the sub catchment of Maros watershed, including a part of Maros and Gowa Regency area of South Sulawesi. The data consisted of primary and secondary data. The methods used were desccriptive qualitative and quantitative methods. In addition, to conducted. The data were analized by overlying thematic maps trough Geographical Information System (GIS) to obtain data and spatial spatial information on the change of land use happening for ten years in Tanralili Watershed. It was then followed by quantifying the score value according to Regulation of Forestry Ministry No. 837/KPTS/Um/11/1980, No.683/KPTS/Um 8/1981 and Regulation of Forestry Ministry No. 353/KPTS-II/1986 and Regulation of Forestry Ministry No. 52/KPTS-II/2001 on recommendation for management of watershed, Besides, the ecological consideration (conservation, and water ecosystem sustainability) in Tanralili watershed is not ignored in order to determine area zoning based on current actual condition. The results show that decrease of quality of Tanralili watershed due to the changes of land use pattern for ten years which then cause various damages in upstream area so it affects a high level of erosion every year, 74.72 ton/ha/year. For ten years (1996- 2005) forest area volume has degraded as much as 5.795 Ha or it has a damaged at a rate of 1.58 ha/day. The results of analysis indicated that the needed area of protection region in Tanralili watershed is 18.754,41 Ha or 71,19%, buffer area is 3.112,18 Ha or 11.81%, and development of annual plant cultivation or seasonal plant was 4.476.91 Ha or 16.98% of total Tanralili watershed. Key Words : Land use , fluctuation, charge the water, bearing cappacity, watershed quality RINGKASAN Penelitian in bertujuan mengetahui (1) untuk mengetahui pengaruh perubahan pola penggunaan lahan terhadap fluktuasi debit air bendung lekopancing di DAS Tanralili, (2) arahan pola penggunaan lahan yang dapat mempertahankan daya dukung lingkungan DAS. Penelitian in dilaksanakan di DAS Tanralili merupakan salah satu Sub DAS dari DAS Maros yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Maros dan Gowa Sulawesi Selatan. Metode yang dipergunakan dalam penelitian in adalah menganalisis data sekunder dan primer dengan cara deskriptif kualitatif dan kuantitatif terhadap data yang diperoleh. Di samping itu untuk mempertahankan keakuratan data dilakukan pula pengamatan di lapangan (ground check). Data dianalisis dengan melakukan overlay peta-peta tematik melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk menghasilkan data dan informasi spasial tentang perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam

Upload: asierlaode

Post on 24-Jun-2015

623 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

ANALISIS POLA PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TANRALILI

(Analysis On Land Use Pattern of Tanralili Watershed Area)

Oleh / By:LAODE ASIR.

Balai Penelitian Kehutanan Manadod/a : Jl. Raya Adipura, Kel.Kima Atas, Kec.Mapanget – Manado. Tep.0431 - 3666683

e-mail : [email protected] , [email protected]

ABSTRACT

This research aimed to find out (1) to know the influence of change of pattern of land use to fluctuation charge the water, dam Lekopancing in Tanralili Watershed and (2) suggestions for land use pattern which can sustain the bearing capacity of an watershed environment. This research was carried out in Tanralili watershed, as one of the sub catchment of Maros watershed, including a part of Maros and Gowa Regency area of South Sulawesi. The data consisted of primary and secondary data. The methods used were desccriptive qualitative and quantitative methods. In addition, to conducted. The data were analized by overlying thematic maps trough Geographical Information System (GIS) to obtain data and spatial spatial information on the change of land use happening for ten years in Tanralili Watershed. It was then followed by quantifying the score value according to Regulation of Forestry Ministry No. 837/KPTS/Um/11/1980, No.683/KPTS/Um 8/1981 and Regulation of Forestry Ministry No. 353/KPTS-II/1986 and Regulation of Forestry Ministry No. 52/KPTS-II/2001 on recommendation for management of watershed, Besides, the ecological consideration (conservation, and water ecosystem sustainability) in Tanralili watershed is not ignored in order to determine area zoning based on current actual condition. The results show that decrease of quality of Tanralili watershed due to the changes of land use pattern for ten years which then cause various damages in upstream area so it affects a high level of erosion every year, 74.72 ton/ha/year. For ten years (1996-2005) forest area volume has degraded as much as 5.795 Ha or it has a damaged at a rate of 1.58 ha/day. The results of analysis indicated that the needed area of protection region in Tanralili watershed is 18.754,41 Ha or 71,19%, buffer area is 3.112,18 Ha or 11.81%, and development of annual plant cultivation or seasonal plant was 4.476.91 Ha or 16.98% of total Tanralili watershed.

Key Words : Land use , fluctuation, charge the water, bearing cappacity, watershed quality

RINGKASAN

Penelitian in bertujuan mengetahui (1) untuk mengetahui pengaruh perubahan pola penggunaan lahan terhadap fluktuasi debit air bendung lekopancing di DAS Tanralili, (2) arahan pola penggunaan lahan yang dapat mempertahankan daya dukung lingkungan DAS. Penelitian in dilaksanakan di DAS Tanralili merupakan salah satu Sub DAS dari DAS Maros yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Maros dan Gowa Sulawesi Selatan. Metode yang dipergunakan dalam penelitian in adalah menganalisis data sekunder dan primer dengan cara deskriptif kualitatif dan kuantitatif terhadap data yang diperoleh. Di samping itu untuk mempertahankan keakuratan data dilakukan pula pengamatan di lapangan (ground check). Data dianalisis dengan melakukan overlay peta-peta tematik melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk menghasilkan data dan informasi spasial tentang perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam kurun waktu selama sepuluh tahun pada DAS Tanralili. Kemudian ditindak lanjuti dengan menghitung jumlah skoring sesuai ketentuan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/KPTS/Um/11/1980, No.683/KPTS/Um/ 8/1981 serta Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 353/KPTS-II/1986 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/KPTS-II/2001 tentang pedoman penyelenggaraan Daerah Aliran Sungai, juga tidak mengabaikan pertimbangan ekologi

Page 2: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

(konservasi, dan kelestarian tata air) di DAS Tanralili untuk menentukan pembahagian zona kawasan sesuai dengan kondisi aktual saat ini. Hasil penelitian menujukkan bahwa penurunan kualitas DAS Tanralili akibat perubahan pola penggunaan selama sepuluh tahun menimbulkan berbagai kerusakan di daerah hulu sehingga menyebabkan tingginya tingkat erosi yang terjadi setiap tahunnya yaitu sebesar 74,72 ton/ha/tahun. Luas areal hutan selama sepuluh tahun (1996-2005) telah terdegradasi seluas 5.795 Ha atau mengalami kerusakan dengan laju 1,58 ha/hari. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa luas kawasan lindung yang diperlukan di DAS Tanralili adalah 18.754,41 Ha atau 71,19 %, kawasan penyangga seluas 3.112,18 Ha atau 11,81%, dan pembangunan kawasan budidaya tanaman tahunan maupun tanaman semusim seluas 4476,91 Ha atau 16,98 % dari luas wilayah DAS Tanralli.

Kata Kunci : Penggunaan lahan, fluktuasi,debit air, daya dukung, kualitas DAS

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) bertujuan mewujudkan

kondisi yang optimal dari sumber daya vegetasi, tanah dan air sehingga

mampu memberi manfaat yang maksimal dan berkesinambungan bagi

kesejahteraan manusia.

Dalam kenyataannya system pengelolaannya memiliki

permasalahan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Permasalahan

kerusakan DAS yang semakin meningkat, merupakan rangkuman

kejadian-kejadian sebelumnya yang hingga saat in belum menyentuh ke

akar masalah. Permasalahan kerusakan DAS sesungguhnya sudah ada

sejak lama, namun intensitas dan frekuensinya semakin meningkat dari

waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk,

industry, penggunaan lahan yang meningkat untuk pertanian,

pemukiman, pengembangan kawasan budaya dan sebagainya.

Dampaknya adalah muncul masalah-masalah lingkungan seperti banjir,

kekeringan, sedimentasi, erosi, eutrofikasi, penurunan kualitas air dan

lain sebagainya.

Sub DAS Tanralili – DAS Maros Sulawesi Selatan yang merupakan

salah satu sumber pasokan air bersih untuk air minum bagi masyarakat

kota Makassar timur dan utara, juga termasuk sumber air bagi

pengembangan sektor pertanian dan perikanan masyarakat di daerah

pengelolaan hulu, tengah, dan hilir. Masalah erosi, sedimentasi, banjir

dan kekeringan merupakan masalah yang telah berlangsung sejak lama

2

Page 3: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini

diindikasikan dengan adanya perbedaan debit maximum dan debit

minimum yang ekstrim, erosi yang menyebabkan terjadinya

pendangkalan dan terhadap fasilitas publik/infrastruktur (Bendungan

PDAM Lekopancing) secara luas baik kuantitas maupun kualitas nya.

Selain itu bahwa, menurut SK Menteri HUT dan BUN No. 284/KPTS-II/99,

tentang proritas penanganan DAS Kritis di Indonesia, sungai Tanralili

adalah bagian dari DAS Maros yang merupakan DAS kritis proritas II

dalam proritas penanganan, disebabkan oleh karena erosi yang tinggi.

Namun kondisi ini perlu mendapat perhatian yang serius dari pihak

terkait oleh karena adanya pertambahan penduduk utamanya di daerah

hulu.

Menurut BTPDAS Makassar (1997) luas hutan telah mengalami

penurunan dari 1990/1991 adalah 9.582 ha dan pada tahun 1994/1995

adalah 5.330, sedangkan luas lahan yang didominasi oleh jenis belukar

mengalami peningkatan pada tahun yang sama dari 10.732 ha menjadi

14.673 ha dan pada tahun 2003 mengalami peningkatan hingga

20.187,35 Ha (Dishut Prop Sulsel,2003). Dari pengaruh perubahan

tersebut telah terjadi kesulitan air bersih disebabkan debit air

Lekopancing turun hingga 80 persen atau dari 1.000 liter per detik

(kondisi normal) menjadi 200 liter per detik.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka penelitian in bertujuan

untuk mengetahui informasi pengaruh perubahan pola penggunaan

lahan terhadap fluktuasi debit air bendung Lekopancing dan arahan pola

penggunaan lahan dalam rangka mempertahankan daya dukung

lingkungan DAS Tanralili.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam upaya

menyusun perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan, khususnya pada

aspek konservasi tanah dan air.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Asir, 12/22/09,
LITERATUR
Page 4: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Maros (Kec

Tompobulu dan Kec. Tanralili) dan Kabupaten Gowa (Kec. Tombolo Pao)

Provinsi Sulawesi Selatan. Menurut satuan pengelolaan DAS, lokasi

penelitian termasuk dalam wilayah DAS Tanralili yang merupakan Sub

dari DAS Maros. Secara geografis DAS Tanralili terletak antara 5º 0’ s/d

5º 12’ LS dan 119º 34’ s/d 119º 56’ BT, dengan luas 26.343,4 ha.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2007.

Gambar (Figure) 1. Lokasi Penelitian (Research area)

4

Page 5: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok
Page 6: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Rupa

Bumi, Skala 1:50.000, Peta Wilayah Hujan, Peta Jenis Tanah, Peta

Erodibilitas, Peta Lereng, Peta Penutupan Lahan, Peta Rencana Tata

Ruang Wilayah (Konsep, Bappeda Maros,2005), dan Peta Administrasi

Kabupaten Maros.

Sedangkan alat yang digunakan adalah : GPS (Global Positioning

System), altimeter, sample tanah, perangkat komputer, perangkat lunak

berupa program pengelola data dan interpretasi peta, perlengkapan

ATK, kamera digital, dan perangkat lunak program GIS.

C. Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui analisis perubahan penggunaan lahan di

DAS Tanralili dengan pendekatan klasifikasi penggunaan lahan dengan

menggunakan peta penggunaan tanah selama sepuluh tahun (1996 –

2005).

Penafsiran jenis penggunaan lahan dalam penelitian ini tidak

membedakan antara penggunaan (use) dan penutupan (cover) lahan.

Pengklasifikasian peta citra satelit dengan teknik interpretasi visual

yang dikombinasikan dengan analisis digital dan survei lapangan

berdasarkan ground check position (GCP).

Untuk mendapatkan data yang sesuai untuk kebutuhan penelitian

maka dilakukan Interpretasi citra Landsat tahun 1996 serta citra satelit

SPOT 4 dan 5 tahun 2005 kemudian ditumpangsusunkan (overlay)

dengan peta-peta yang tersedia dengan menggunakan program

Software komputer lalu disesuaikan dengan sistim klasifikasi penggunaan

lahan. Penyajian data kemudian dilakukan dalam bentuk-bentuk tabel-tabel. Data-data

lainnya seperti jenis tanah, batas DAS, topografi, penggunaan lahan, maka gambaran

umum penggunaan lahan dan berbagai permasalahan di daerah penelitian dapat

dipetakan.

D. Analisis Data

Page 7: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Data hasil interpretasi peta disesuaikan dengan hasil pengecekan

di lapangan (ground check) agar diperoleh data yang akurat. Analisis

data baik data primer maupun sekunder lalu ditabulasi dan selanjutnya

dianalisis secara kuantitatif. Hasil analisis ini mengungkap keadaan

berupa fakta, variabel-variabel dan berbagai fenomena yang

berlangsung selama sepuluh tahun.

2

Page 8: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

1) E r o s i

Untuk menghasilkan informasi serta data tentang erosi yang

merupakan terangkutnya tanah yang terjadi pada setiap unit lahan

hasil perkalian dari erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan

kemiringan lereng, faktor penutupan vegetasi dan konservasi tanah

dalam ton/tahun, maka digunakan persamaan matematis seperti

yang dkemukakan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dalam Asdak

(1995) sebagai berikut :

A = R x K x LS x C x P

dimana :

A = jumlah tanah tererosi dalam ton per hektar pertahun

R = erosivitas curah hujan, tahunan rata-rata biasanya dihitung

dengan menggunakan formulasi Lenvain dalam Asdak, (1995).

R = 2,21 p1,36

dimana : R = erosivitas curah hujan bulanan

p = curah hujan bulanan (cm)

12 R = (p) = jumlah p selama 12 bulan

m=1

K = faktor erodibilitas tanah menunjukkan resistensi partikel tanah

terhadap daya pengelupasan dan transportasi partikel-partikel

tanah tersebut oleh adanya energi kinetik air hujan. K dapat

dihitung dengan rumus Wischmeier et al (1971) dalam Asdak

(1995).

K = {(2.713 x 10-4 x (12 – OM) x M1,14 + 3,25 x (S-2) + 2,5 x (p-3)/100}

dimana :

K = erodibilitas tanah

OM = presentase bahan oganik

S = kode klasifikasi struktur tanah (granular,platy,

massive, dll)

P = klas permeabilitas tanah

M = presentase ukuran partikel (% debu + % pasir

sangat halus) x 100% liat)

LS = faktor panjang dan kemiringan lereng

3

Page 9: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Dalam perhitungan besarnya kemiringan lereng (S) digunakan

rumus (petunjuk penyusunan RTL - RKLT Ditjen RRL, 1986)

sebagai berikut;

(n –1) x C1S = ------------------ x 100%

2a2

dimana:

S = kemiringan lereng (%)

N = jumlah garis kontur yang memotong diagonal

C1 = kontur interval

a = panjang jaringan-jaring sebenarnya

C = faktor penggunaan lahan adalah merupakan perbandingan

antara besarnya erosi atau tanah yang hilang dari lahan yang

ditanami dengan jenis tertentu dengan besarnya erosi tanah

yang terkaji pada lahan yang sama tanpa adanya tanaman,

dimana panjang dan kemiringan lereng sama (Syarif, 1985).

Nilai C bervariasi antara 0,001 – 1,0. Dalam penelitian ini

informasi kondisi penutupan lahan dianalisis dengan

pendekatan Peta Penggunaan Lahan DAS Bila 1 : 100.000

(BPDAS JW, 2001).

P = Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah lebih ditujukan pada

teknik konservasi tanah yang diterapkan di lapangan seperti

mengatasi kondisi topografi, panjang dan kecuraman lereng

(penerapan strip cropping, penanaman searah kontour, dan

pembuatan teras). Nilai P dapat diestimasi dari formula yang

dikemukakan oleh Williams and Berndt (1972) sebagai berikut :

P = 1,0 x SR + 0,3 SRWW + PT x T

dimana :

P = faktor konservasi tanah

SR = bagian DAS dengan sistem straight rows

SRWW = bagian DAS dengan sistem straight rows dan grassed

waterways

PT = faktor kontrol erosi dengan teras

T = bagian DAS dengan system teras

2) Debit

4

Page 10: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Debit aliran merupakan laju aliran air (dalam bentuk volume air)

yang melewati penampang melintang sungai per satuan waktu.

Besarnya debit maksimum (Q maks m3/dt) merupakan jumlah dari

data debit tahunan dalam sepuluh tahunan sedangkan debit

minimum (Q min m3/dt) dipilih jumlah debit yang terendah pada satu

kejadian dalam sepuluh tahun.

3) Koefisien Limpasan

Angka koefisien air larian (C) merupakan salah satu indikator

untuk mengetahui besarnya tingkat kerusakan fisik suatu DAS. Nilai

C yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang

menjadi air limpasan. Angka C berkisar antara 0 sampai 1. Angka 0

menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air

intersepsi dan terutama infiltrasi. Sedang angka C = 1 menunjukkan

bahwa semua air hujan mengalir sebagai air limpasan. Cara

sederhana untuk menghitung besarnya C seperti yang ditunjukkan

oleh Ambar et.al (1985) dalam Asdak (1995) di bawah ini :

C = (d x 86400 x Q) / (P/1000) (A)

dimana : C = koefisien air limpasan

Q = debit rata-rata bulanan (m3 / dt)

P = curah hujan rata-rata setahun (mm / th)

A = luas DAS (m2).

4) Penyusunan Arahan Pola Penggunaan Lahan

Dalam arahan ini mencakup pemilihan alternatif kegiatan

dengan mempertimbangkan rencana umum tata ruang wilayah

Kabupaten Maros dan penentuan kawasan hutan negara

berdasarkan Penunjukan Hutan dan Wilayah Pengairan Surat

Keputusan Gubernur Prop. Sul-Sel No. 890/KPTS-II/1999, kriteria dan

tata cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi sebagaimana

yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

5

Page 11: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

837/KPTS/Um/11/1980, No.683/KPTS/Um/8/1981 serta Surat

Keputusan Menteri Kehutanan No. 353/KPTS-II/1986.

Kriteria dan tata cara penentuan arahan penggunaan lahan

dalam suatu kawasan dilakukan berdasarkan tiga faktor utama yaitu

: a). kelerengan. b). kepekaan jenis tanah terhadap erosi dan c).

intensitas curah hujan rata-rata. Untuk penentuan masing-masing

kawasan dalam suatu wilayah DAS selain menggunakan faktor-

faktor tersebut di atas juga dipertimbangkan faktor ekologi, oleh

karena faktor ini menjadi pertimbangan mendasar dalam penelitian

ini.

Berdasarkan pada besarnya nilai skore (yang telah ditentukan)

lalu ditetapkan arahan penggunaan lahan secara rinci pada setiap

bidang tanah dalam wilayah penelitian. Masing-masing nilai skore

pada tabel-tabel tersebut di atas kemudian dimasukkan ke peta

dasar yang telah dipersiapkan sesuai dengan kriteria yang ada.

Khusus untuk faktor curah hujan dilakukan analisis Polygon Thiessen

untuk menentukan daerah-daerah yang berpengaruh dari masing -

masing stasiun yang terdapat di DAS Tanralili.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Pengaruh Pola Penggunaan Lahan

1. Kondisi Aktual Penutupan lahan

Permasalahan yang terjadi dalam wilayah penelitian dapat

diketahui melalui pendekatan sistem analisis perubahan jenis

penggunaan lahan yang terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun.

Hasil klasifikasi teknik interpretasi visual berdasarkan ground check

position (GCP) yang dikombinasi dengan analisis digital berdasarkan

interpretasi citra Landsat tahun 1996 serta citra satelit SPOT 4 dan 5

tahun 2005. maka diperoleh gambaran umum jenis penggunaan

lahan DAS Tanralili seperti disajikan pada tabel 1 dibawah ini :

Tabel (Table) 1. Tipe penggunaan lahan DAS Tanralili pada tahun 1996 dan 2005 (Analisis SIG, 2007). (Land use type in Tanralili watershed at 1996 and 2005) ( Analysis SIG, 2007).

Penggunaan Lahan (Land Use)

Tahun (year)1996 Tahun (year)2005 ∆ ( Ha ) % Luas(%Area)

Luas (Ha) % Luas (Ha) (%)

6

Page 12: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

(Area)Luas

(%Area)(%Area)

Luas (%Area)

Hutan(Forestry)

11.815,96 44,85 6.021,84 22.86 - 5.794,12 - 21,99

Perkebunan(Planting)

107,92 0,41 10.800,30 40,99 + 10.692,38 +40,59

Ladang/Tegalan(Farming)

4.764,84 18,09 223,07 0.85 - 4.541,77 - 17,24

Permukiman(Settlement)

11,24 0,04 149,16 0,57 + 137,92 + 0,52

Sawah(Rice Fild)

15,49 0,06 3.844,92 14.59 + 3.829,43 +14,54

Semak Belukar(Scrub)

9.628,00 36,55 5.304,18 20.14 - 4.323,82 - 16,41

Luas Total(Total Area)

26.343,45 100,00 26.343,45 100,00

Keterangan (Remarks) :

∆ = perubahan (change)

- = penurunan luas (decsending area)

+ = peningkatan luas (increasing area))

Gambar 2. Keadaan Penutupan Lahan 1996 dan 2005 DAS Tanralili(Fig.2. Land Cover Condition 1996 and 2005 in Tanralili watershed)

Lua

s (

ha)

0,00

2.000,00

4.000,00

6.000,00

8.000,00

10.000,00

12.000,00

14.000,00

1 2 3 4 5 6

Jenis penggunaan lahan (Land use type)

Hutan

Perkebunan

Ladang/Tegalan

Permukiman

Sawah

Semak/Belukar

1996 2005 1996 2005 1996 2005 1996 2005 1996 2005 1996 2005

7

Page 13: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Dari tabel 1 dan gambar 2 di atas menunjukkan perubahan

penutupan lahan selama sepuluh tahun (1996 – 2005). Hasil

perhitungan luas kawasan hutan yang ditemukan di DAS Tanralili telah

mengalami degradasi atau penurunan yang signifikan. Dari luas

11.815,96 ha menjadi 6.021,839 ha, dengan tingkat penyebaran yang

tidak merata. Jika dibandingkan dengan luas areal hutan pada tahun

1996 telah terjadi degradasi seluas 5.795 Ha atau mengalami laju

kerusakan sebesar 1,58 ha/hari. Konsentrasi penyebarannya terluas

hanya terdapat di wilayah perbatasan Bantimurung dan kab. Gowa.

Sudah dapat dipastikan bahwa dengan pengurangan ini akan

menimbulkan dampak lingkungan DAS yang negatif, utamanya daerah-

daerah hilir secara luas.

Pada daerah dengan kemiringan 25 - 40% luas hutan adalah

2.430 ha atau 9,22% dari luas wilayah DAS sedangkan pada wilayah

dengan kemiringan >40% luas hutan adalah 1.155 ha atau hanya 4,38

% dari luas wilayah DAS. Dari luasan ini masih jauh dari luas yang

diharapkan, dalam perannya sebagai daerah peresapan air. Dengan

demikian keberadaan hutan di DAS Tanralili perlu mendapat perhatian

untuk dilakukan upaya penambahan luas serta pemilihan jenis tanaman

yang dapat mendukung sistem pengatur tata air dan pengendalian

erosi.

Luas areal perkebunan dari 107,92 ha pada tahun 1996, menjadi

10.800,30 ha pada tahun 2005 hal ini berarti terjadi peningkatan seluas

10.692,38 ha atau 40,59 % dari luas wilayah DAS. Dilihat dari

penyebarannya, perkebunan ini dominan berada pada daerah

kemiringan > 25% hingga > 40% (curam hingga sangat curam). Adapun

jenis tanaman yang ada didominasi dengan tanaman Bambu, jenis kayu

rimba, tanaman Aren, Pinus dll; dan pada daerah-daerah pemukiman

terdapat aktivitas usahatani dengan jenis komoditi tertentu (umbi-

umbian), di lahan-lahan miring yang dilakukan dengan cara intensif,

sehingga dapat menyebabkan timbulnya erosi maupun longsoran.

Perincian luas masing-masing penggunaan lahan menurut kelas

8

Asir, 12/22/09,
SEBAGAI BAHAN KESIMPULAN
Asir, 12/22/09,
SEBAGAI BAHAN KESIMPULAN
Page 14: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

kelerengan berdasarkan Analisis SIG, 2007 dapat dilihat seperti pada

lampiran 1.

Menurut Peta Padu Serasi Tata Guna Hutan Kesepakatan dalam

Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan No. 276/II/1999,

wilayah yang seharusnya disepakati sebagai hutan lindung di daerah

hulu adalah seluas ± 13.000 ha. Sedangkan menurut hasil analisis SIG

2007, luas hutan di DAS Tanralili pada tahun 2005, hanya mencapai

6.021 Ha, jika dibandingkan dengan luas areal hutan selama 10 tahun

(1996-2005) telah terjadi degradasi seluas 5.795 Ha. Penurunan luas

areal hutan ini mendorong terjadinya fluktuasi antara debit minimum

dan maksimum pada musim penghujan dan musim kemarau yang

sangat tajam yaitu antara 1 : 80 demikian pula dengan kesulitan air

bersih disebabkan debit air Lekopancing turun hingga 80 persen atau

dari 1.000 liter per detik (kondisi normal) menjadi 200 liter per detik.

Menurut pembahagian luas wilayah administrasi menurut

penunjukan status kawasan hutan negara di daerah DAS Tanralili secara

rinci dapat dilihat seperti pada tabel 2 di bawah ini :

Tabel. 2 Kondisi Vegetasi Hutan Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Keadaan Pentupan Lahan Tahun 2005 dalam Wilayah Administrasi di DAS Tanralili, (Analisis Data GIS, 2007). (Forest Vegetation Condition Based Forest Area Designation Map and State Land Cover in 2005 in the Watershed Area Tanralili Administration),(GIS Data Analysis, 2007).

No

Kabupaten/ district

Kecamatan/sub district

FungsiK H(Forest area

fungtion)

Berhutan (Forested)

(ha)

Tidak Berhutan(Barr

en)

Jumlah(Total)(ha)

1 M a r o sTompobulu

H L (Protectioan Forest) 1.588,37 5.479,55 7.067,92

H P (Production forest) 713,93 10.248,73 10.962,66

H P T (Limited production forest) 138,20 1.043,92 1.182,12

Tanralili H P (Production forest) 0,00 543,66 543,66

2 G o w a Tombolopao

H L(Protectioan Forest) 416,36 1.360,53 1.776,89

H P T (Limited production forest) 664,60 465,87 1.330,46

J u m l a h (Total) 3.521,46 19.142,26 22.863,71

9

Asir, 12/22/09,
LITERATUR
Page 15: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Gambar 3 . Luas Kawasan Berhutan dan Tidak Berhutan Dalam Kawasan Hutan Negara Menurut Peta Penunjukan Kawasan Versus Penutupan Lahan 2005. (Plains forested and barren area in the state forest area Designation map of regions according land cover versus 2005)

Dari tabel 2 di atas menunjukkan bahwa perubahan penutupan

lahan selama sepuluh tahun, telah terdegradasi hingga mencapai angka

19.141,26 ha dari luas hutan yang telah di tentukan berdasarkan peta

Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan, yaitu 22.863,71 ha 86,79 %

dari luas DAS. Untuk mengetahui penentuan Kawasan Hutan Negara

berdasarkan peta penunjukan kawasan Prop.Sulawesi Selatan dapat

dilihat seperti pada lampiran 2.

2. Karakter Hidrologis

Berdasarkan data yang diperoleh dari empat stasiun penakar

curah hujan di daerah penelitian antara lain stasiun curah hujan Bonto-

bonto/Lekopancing, Stasiun Metereologi Hasanuddin, Stasiun

Metereologi Malino, dan Stasiun Pengamat Curah hujan Aska bahwa

curah hujan tahunan dan curah hujan bulanan rata-rata di daerah

penelitian selama sepuluh tahun (1996-2005) berkisar antara 1.683 mm

sampai dengan 6.047 mm, sedangkan curah hujan bulanan rata-rata

HPT HP HL HPTHPHL

416,36664,6

5.479,55

10.248,73

1.043,92543,66

1.360,53

465,870138,2

713,93

1.588,37

0,00

2.000,00

4.000,00

6.000,00

8.000,00

10.000,00

12.000,00

Jenis Hutan Negara (State forest types)

L u a s (Area) (ha)

10

Page 16: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

diketahui pada bulan Januari, Februari, dan Desember terjadi presipetasi

yang tinggi. Pada bulan Juli, Agustus, dan September terjadi sebaliknya.

Perhitungan curah hujan rerata di daerah penelitian (DAS

Tanralili) dapat dilihat seperti pada tabel 3 di bawah ini

Tabel 3 (Table 3). Perhitungan Curah Hujan Rerata di DAS Tanralili (Analisis Data, 2007) (Calculation of Average Rainfall in the watershed Tanralili (Data Analysis, 2007)

Tahun (Year)Stasiun Meteorologi (Meteorological Station) (mm)

AskaBonto-bonto

Hasanuddin MalinoJumlah (Total)

1996 126,85 198,87 73,11 206,38 605,21

1997 104,55 107,88 103,62 354,84 670,89

1998 130,02 144,3 155,6 199,73 629,65

1999 151,41 221,84 171,67 213,11 758,03

2000 235,85 285,51 219,97 118,14 859,47

2001 262,34 346,52 148,32 137,88 895,06

2002 139,72 317,95 188,67 217,88 864,22

2003 226,63 190,58 160,71 118,14 696,06

2004 275,69 112,14 132,06 161,84 681,73

2005 127,82 190,07 161,05 161,84 640,78

Nilai rerata ini merupakan salah satu syarat dalam menghitung

nilai indeks erosi dengan metode USLE disuatu wilayah. Jumlah volume

curah hujan total di daerah penelitian merupakan hasil perkalian antara

curah hujan tahunan dengan faktor luas poligon Thiessen pada masing-

masing stasiun penakar curah hujan yang mewakili. Secara rinci volume

curah hujan total di DAS Tanralili dapat dilihat seperti tebel 4 di bawah

ini :

Tabel 4. (Table 4). Perhitungan Volume Curah Hujan Rerata di DAS Tanralili (Analisis Data, 2007) (Calculation of Average Rainfall Volume in Tanralili DAS (Data Analysis, 2007).

Tahun (Year)

CH rata-

rata (rainfall average)

Luas Poligon Thiessen (Thiessen Poligon area) (ha)

Stasion Meteorologi (Meteorological Station)

Aska

Stasion Meteorologi (Meteorological Station

Bonto-bonto

Stasion Meteorologi

(Meteorological Station

Hasanuddin

Stasion Meteorologi

(Meteorological Station

Malino

Vol.CH. (Rainfall volume)(106m3)

1996 605,21 856.796 13.504.057 53.052,71 1.529.414 15,943 1997 670,89 949.779 14.969.575 58.810,22 1.695.393 17,673 1998 629,65 891.396 14.049.387 55.195,12 1.591.176 16,587 1999 758,03 1.073.143 16.913.931 66.448,91 1.915.602 19,969 2000 859,47 1.216.752 19.177.363 75.341,14 2.171.949 22,641 2001 895,06 1.267.136 19.971.483 78.460,96 2.261.888 23,578 2002 864,22 1.223.476 19.283.350 75.757,53 2.183.953 22,766

11

Page 17: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

2003 696,06 985.412 15.531.194 61.016,62 1.758.999 18,336 2004 681,73 965.119 15.211.356 59.760,09 1.722.776 17,959 2005 640,78 907.146 14.297.638 56.170,41 1.619.292 16,880

Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa volume curah

hujan total di daerah peneltian untuk tahun 1996 adalah 15,943 x 106m3

dan untuk tahun 2005 adalah 16,88 x 106m3. Dari besarnya jumlah

volume curah hujan yang mengalir dipermukaan terdapat air yang

teresap ke dalam tanah (infiltrasi), hal ini akan berbeda sangat

tergantung pada masing-masing jenis penggunaan lahan. Adanya

perubahan penggunaan lahan pada tahap awal, akan meningkatkan aliran permukaan,

kondisi ini menyebabkan penurunan recharge air tanah.

3. Debit Air

Debit aliran merupakan laju aliran air (dalam bentuk volume air)

yang melewati penampang melintang sungai per satuan waktu. Hasil

analisis menunjukkan volume debit total aliran sungai pada outlet

Tompobulu sebesar 776 x 106 m3 pada tahun 1997 dan 1.036 x 106 m3

pada tahun 2000. Secara rinci besarnya volume debit aliran total yang

melewati outlet di pos duga air Lekopancing dapat dilihat seperti pada

tabel di bawah ini :

Tabel 5. (Table 5). Volume debit aliran total pada pos duga air Tompobulu (Analisis Data,2007)

(Total flow discharge volume on water estimate in Tompobulu post) (Data Analysis, 2007)

Bulan (Month)

Volume debit total (Discharge volume) ( X 106M3)

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Januari 150,34 208,7 32,33 101,91 107,06 125,91 155,43 - - 37,36

Pebr 140,36 266,86 31,4 125,29 92,44 20,27 90,82 - - 36,8

Maret 111,31 178,52 32,73 99,53 95,35 126,66 95,89 - - 12,27

April 54,22 32,66 56,79 70,94 93,21 37,69 70,27 3,6 - 11,87

M e i - 16,39 35,62 31,58 47,73 21,16 34,69 1,87 18,27 13,02

Juni 17,52 9,41 21,8 19,96 62,99 33,07 16,61 3,08 3,42 7,18

Juli 11,73 3,37 29,19 28,36 31,15 18,94 10,95 2,25 - 5,46

Agust 3,59 1,71 24,08 9,51 17,49 - 6,75 4,07 - 2,44

Sept 5,99 0,49 12,39 4,48 6,95 - - - 11,53 1,53

Okto 19,74 0,11 23,76 4,87 95,59 - - 12,86 4,02 14,52

Nov 54,15 3,42 105,8 85,64 90,69 321,1 - 15,16 4,15 58,76

Des 198,38 54,67 118,4 218,1 295,72 152,32 - - - -Juml 767,33 776,31 524,23 800,17 1036,37 857,12 481,41 42,89 41,39 201,21

12

Page 18: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Gambar 4. (figure 4). Hidrograf aliran pada Pos Duga Air Tompobulu tahun 1996 dan 2005 (hidrograf expected flow of water in the postal Tompobulu years 1996 –

2005)

Berdasarkan hasil analisis, seperti gambar hidrograf 4 di atas

menunjukkan bahwa debit total pada tahun 1996 dan 2005 terjadi

penurunan volume debit aliran total pada outlet Lekopancing. Hal tersebut

diduga sangat dipengaruhi oleh sebaran curah hujan dan perubahan penutupan

lahan di daeah hulu yang merupakan daerah resapan.

Secara rinci antara debit maksimimum dan minimum pada outlet di daerah

penelitian dapat dilihat seperti tabel 6 di bawah ini :

Tabel 6 (Table 6). Debit maksimum dan minimum pada Pos Duga Air Tompobulu.( Maximum and Minimum discharge on water estimate in Tompobulu post)

Tahun Debit Maksimum (m3/dt) Debit Minimum (m3/dt)

1997 110,31 0,04

2000 110,41 2,68

Perubahan ( Δ) + 0,10 + 2,64

Perubahan seperti pada tabel 6 di atas di duga adanya sebaran

intensitas curah hujan yang melebihi kemampuan infiltrasi dimusim

kemarau pada tahun 2000. Hal ini diasumsikan bahwa adanya

konsentrasi aliran bawah tanah yang muncul kepermukaan dan

melewati outlet saat dilakukan pencatatan. Dari data-data tersebut di

atas diketahui bahwa Nilai Koefisien Rejim (KRS) yang merupakan

perbandingan debit maksimum dan debit maksimum yang ektrim (> 50)

13

Page 19: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

memberi arti bahwa kondisi DAS Tanralili adalah buruk (Dir.RLKT,2001),

Kriteria ini dapat dilihat seperti pada lampiran 3.

4. Limpasan Permukaan

Pembukaan lahan budidaya pertanian dan bertambahnya areal

pemukiman menyebabkan meningkatnya aliran permukaan yang akan

menimbulkan erosi dan akhirnya meningkatkan laju sedimentasi . Untuk

mengetahui secara rinci besarnya limpasan di DAS Tanralili dapat dilihat

pada tabel 7 di bawah ini :

Tabel 7. Perhitungan Volume limpasan di DAS Tanralili (Analisis Data, 2007)

Penutupan LahanKoef.Run-

off

Th. 1996 Th. 2005CH

(mm)Luas

(Km2)Run – off

(m3)CH

(mm)Luas

(Km2)Run – off

(m3)

Hutan 0,001 15.866 118,16 1.875 10.791 60,22 650

Perkebunan 0,1 15.866 1,08 171.22

6 10.791 109,00 117.625

Ladang/Tegalan 0,8 15.866 47,65 604.79

2 10.791 2,23 19.259

Permukiman 0,4 15.866 0,11 71.33

4 10.791 0,49 2.122

Sawah 0,01 15.866 0,15 2.45

8 10.791 38,45 4.149

Semak Belukar 0,3 15.866 96,28 458.27

4 10.791 53,04 171.711

Total CH (m3) 15,943 x 106m3 16,88 x 106m3  

Total Run - Off (m3)1.309.957

  315.516

Dari tabel 7 menunjukkan bahwa aliran permukaan yang terjadi

sangat dipengaruhi oleh tingginya total curah hujan dan perubahan

penggunaan lahan. Pada tahun 1996 besarnya volume curah hujan

15,943 x 106m3 menghasilkan aliran permukaan sebesar 1.309.957 m3 ,

dan pada tahun 2005 besarnya volume curah hujan 16,88 x 106m3

menghasilkan aliran permukaan sebesar 315.516 m3.

Dengan menggunakan formula matematis sederhana

(Asdak,1995) ditemukan bahwa pada tahun 1996 koefisien limpasan di

daerah penelitian adalah sebesar 0,60 dan pada tahun 2005 koefisien

limpasan meningkat hingga menjadi 0,64.

Hal ini memberikan pengertian bahwa di daerah penelitian,

selama sepuluh tahun terjadi peningkatan koefisien limpasan sebesar

14

Page 20: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

0,04 atau akibat dari perubahan pola penggunaan lahan terhadap

koefisien limpasan, yang berarti bahwa lahan yang menerima curah

hujan mengalami penurunan kualitas dalam menahan air, sehingga

terjadi aliran permukaan.

5. Erosi

Tingkat kerusakan lahan di DAS Tanralili beberapa tahun terakhir

ini mengalami peningkatan disebabkan pengalihan fungsi kawasan-

kawasan lindung sebagai pengatur sistem tata air menjadi areal

perkebunan masyarakat secara luas, dengan jenis tanah yang peka

terhadap erosi, terbentuknya lahan kritis, bertambah luasnya lahan-

lahan terbuka yang tidak produktif seperti bekas ladang, dan sistem

usahatani yang tidak menerapkan teknik konservasi tanah yang baik.

Hasil analisis sebaran erosi menurut unit lahan di dalam wilayah

DAS Tanralili dapat dilihat seperti pada tabel 8 di bawah ini :

Tabel 8. (Table 8 Kontribusi Erosi Setiap Penggunaan Lahan pada DAS Tanralili (Analisis GIS, 2007). (Erosion Every contribution to the Watershed Land Use Tanralili) (GIS Analysis, 2007)

No Penggunaan Lahan (Land use) Erosi (Erosion) (ton/ha/thn)

1 Hutan 2,442 Perkebunan 32,013 Sawah 0,094 Semak belukar 38,485 Tegalan 1,97

Jumlah Total 74,99

Dari tabel 8 di atas menunjukkan bahwa di DAS Tanralili erosi

yang terbesar terjadi di daerah semak belukar dan pada ereal

pekebunan atau sebesar 38,48 ton/ha/thn dan 32,01 ton/ha/thn.

Sedangkan jumlah total erosi yang terjadi di DAS Tanralili adalah

sebesar 74,99 ton/ha/thn. Hal ini merupakan pemberi kontribusi

terbesar terhadap proses pendangkalan bendung Lekopancing.

B. Arahan Pola Penggunaan Lahan.

Berdasarkan pada hasil analisis sesuai dengan tata cara

penentuan arahan penggunaan lahan dengan menggunakan scoring

(Mentan,1980) serta berbagai pertimbangan ekologis (konservasi tanah

15

Page 21: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

dan air) maka diperoleh data arahan penggunaan lahan di DAS Tanralili

seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 9. Jenis Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisis Arahan Penggunaan Lahan DAS

Tanralili (Analisis, SIG 2007)

NoArahan Penggunaan Lahan/

Fungsi KawasanLuas(ha)

Persentase Luas(%)

1 Kawasan Lindung 18.754,41 71,19

2 Kawasan Penyangga 3.112,18 11,81

3 Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan 2.920,30 11,09

4 Kawasan Budidaya Tanaman Semusim 1.556,61 5,89

Total 26.343,50 100,00

Pada tabel 9 di atas terlihat bahwa kawasan lindung yang

diperlukan di DAS Tanralili adalah 18.754 Ha atau 71 %. Jika luas

kawasan lindung yang diperlukan dibandingkan dengan ketersediaan

kawasan hutan pada saat ini yaitu seluas 6.201,839 atau 22,86 %,

dapat dikemukakan bahwa luas hutan yang ada tidak dapat berfungsi

sebagai kawasan pelindung bagi system hidro-orologi di daerah

bawahnya.

Alternatif kegiatan vegetatif yang dapat dilakukan dalam kawasan

ini adalah suksesi alami, reboisasi dan hutan kemasyarakatan,

perlindungan mata-mata air, pengayaan untuk areal yang berada dalam

kawasan hutan lindung. Selain kawasan lindung seperti tersebut di atas

untuk mempertahankan ketersediaan air di DAS Tanralli juga diperlukan

kawasan penyangga seluas 3.112 ha atau 11,81 % dari luas wilayah

DAS. Keberadaan kawasan penyangga ini sebagai area pelindung

(protect area) terhadap kawasan-kawasan lindung agar daerah ini dapat

berfungsi optimal dan lestari. Pengelolaan kawasan ini perlu

memperhatikan aspek-aspek sosial ekonomi masyarakat yang berada

disekitarnya.

Untuk mendukung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

di DAS Tanralili maka diperlukan pembangunan kawasan budidaya

seluas 4.485,91 ha, atau 16,98 %. Luasan ini di harapkan dapat

16

Asir, 12/22/09,
Bahasa Ingeris
Page 22: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

mendukung usaha tani masyarakat di sekitar DAS baik usahatani lahan

kering, maupun usahatani lahan basah.

C. Arahan Klasifikasi Fungsi Kawasan

Berdasarkan hasil analisis arahan penggunaan lahan seperti di

atas maka diperlukan rekomendasi penggunaan lahan berdasarkan

fungsi kawasan untuk wilayah DAS Tanralili menurut pembahagian

wilayah administrasi. Untuk lebih jelasnya arahan penggunaan lahan di

DAS Tanralili dapat dilihat seperti tabel 10 di bawah ini :

Tabel 10. Rekomendasi Penggunaan Lahan Berdasarkan fungsi kawasan di DAS Tanralili (Analisis Data GIS, 2007)

No Kabupaten Kecamatan Rekomendasi Penggunaan Lahan

1 Maros Tompobulu A, B, C, D

2 Maros Tanralili B, C

3 Gowa Tombolopao A

Keterangan : A = Kawasan Lindung

B = Kawasan Penyangga

C = Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan

D = Kawasan Budidaya Tanaman Semusim

Dari rekomendasi tersebut di atas terdapat beberapa tempat

tertentu di wilayah DAS Tanralili telah mengalami banyak perubahan

pola penggunaan lahan atau tidak sesuai dengan penggunaan lahan

yang disarankan. Di beberapa tempat di daerah hulu, seperti di

Kecamatan Tombolopao (Kabupaten Gowa) dan Kecamatan Tompobulu

(Kabupaten Maros) penggunaan lahan saat ini tidak sesuai dengan

arahan fungsi baik menurut Peta Tataguna Hutan Kesepakatan maupun

rekomendasi yang disarankan. Hasil analisis pemanfaatan kawasan

lindung di DAS Tanralili disajikan pada tabel 11 di bawah ini :

Tabel 11. Perincian Penggunaan Kawasan Lindung di DAS Tanralili (Hasil Analisis SIG, 2007)

No Arahan Kawasan Penggunaan Lahan Saat ini Luas (Ha)

1 Kawasan Lindung Hutan 3.619,103

17

Asir, 12/22/09,
Bahasa Inggeris
Page 23: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Perkebunan 6.081,063

Semak Belukar 3.876,116

Sawah 1.231,416

Tegalan/Ladang 3197,232

J u m l a h T o t a l 18.004,93*)

2 Kawasan Penyangga

Hutan 2.282,621

Perkebunan 2.356,897

Sawah 828,509

Semak Belukar 858,444

Tegalan/Ladang 125,855

J u m l a h T o t a l 6.452,326*)

Keterangan : *) belum termasuk kawasan budidaya dan pemukiman

Sesuai dengan keadaan saat ini seperti pada tabel 11 di atas,

penggunaan lahan seperti perkebunan, terbentuknya semak belukar,

sawah, tegalan/ladang yang termasuk di dalamnya pemukiman yang

terletak dalam kawasan lindung maupun kawasan penyangga telah

menimbulkan pengaruh terhadap sistem tata air, dan pengendali erosi.

Oleh karena itu, untuk kepentingan konservasi dan menjamin peranan

dari masing-masing arahan pola pengunaan lahan maka semua praktek

penggunaan lahan yang tidak termasuk dalam sistem perlindungan

harus diarahkan sebagai penggunaan lahan yang bersifat perlindungan.

Kawasan lindung yang telah dialih fungsikan menjadi kawasan

lainnya agar dapat di arahkan untuk mendukung tercapainya arahan

penggunaan lahan yang dapat menjamin sistem tata air yang optimal

dan lestari diperlukan beberapa arahan-arahan sebagai berikut :

a. Pengalihan Fungsi

Pengalihan fungsi suatu areal menjadi fungsi lindung dilakukan

apabila areal tersebut merupakan tanah negara (kawasan hutan

produksi/dapat dikonversi. Demikian pula jika lahan yang dimiliki

oleh masyarakat adat atau hak milik jika termasuk dalam fungsi

lindung, maka dapat dipertimbangkan melalui kesepakatan

pemerintah otonomi, dan tokoh masyarakat (adat, agama,

18

Asir, 12/22/09,
Bahasa Inggeris
Page 24: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

lembaga mayarakat dll), untuk dialih fungsikan menjadi kawasan

lindung berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku.

b. Pola Tanam

Jika suatu lahan seharusnya menjadi areal yang

direkomendasikan sebagai kawasan lindung, tetapi sulit untuk

dialih fungsikan maka yang dapat dilakukan adalah mengatur pola

tanam yang berfungsi sebagai konservasi tanah maupun air.

Pengaturan pola tanam yang dilakukan adalah menciptakan suatu

kondisi pola tanam yang membentuk tegakan multi strata

(berlapis-lapis) dengan jenis tanaman kayu-kayuan/buah-buahan

dan atau tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Sedangkan kawasan yang telah direkomendasikan sebagai

kawasan produksi, namun pada kondisi aktualnya masih termasuk

dalam kawasan lindung, maka kegiatan yang dapat dilakukan

sebagai alternatif penanganannya adalah melakukan penanaman

di daerah-daerah tersebut dengan jenis tanaman yang dapat

berfungsi sebagai pengatur tata air dan bernilai ekonomis

(menghasilkan buah, getah, dan hasil ikutan lainnya). Sedangkan

pola tanamnya harus mengikuti ketentuan pola tanam pada hutan

lindung yang lebih fokus diarahkan kepada kepentingan konservasi

tanah dan air, namun tidak meninggal kepentingan sosial ekonomi.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perubahan kondisi penggunaan lahan di DAS Tanralili, merupakan

akumulasi dari kejadian sepuluh tahunan. Adanya perubahan

tersebut menyebabkan tingginya tingkat erosi yang terjadi yaitu

sebesar 74,72 ton/ha/tahun.

2. Luas areal hutan selama 10 tahun (1996-2005) telah terdegradasi

seluas 5.795 Ha atau mengalami kerusakan dengan laju 1,58

ha/hari. Luas areal perkebunan dari 107,92 ha pada tahun 1996,

menjadi 10.900 ha pada tahun 2005, merupakan hal yang cukup

19

Page 25: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

berpengaruh terhadap terjadinya penurunan kualitas DAS Tanralili.

Luas Ladang/Tegalan dari 4.764 Ha, mengalami penurunan hingga

223 Ha namun kenyataannya areal ini telah menjadi areal

perkebunan yang dimiliki oleh masyarakat. Selain itu areal

persawahan dari 15 Ha, menjadi 3.844 Ha, yang umumnya berada

pada kawasan lindung, hal ini berarti sistem drainase di daerah

tersebut menjadi buruk. Semak belukar yang luasnya pada tahun

1996, adalah 9.628 Ha, menjadi 5.304 Ha. mengalami penurunan

akibat tejadinya alih fungsi menjadi lahan perkebunan.

3. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa luas kawasan lindung yang

diperlukan di DAS Tanralili adalah 18.754,41 Ha atau 71,19 %.

Untuk mempertahankan ketersediaan air di DAS Tanralili juga

diperlukan kawasan penyangga seluas 3.112,18 Ha atau 11,81.

Untuk mendukung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

DAS Tanralili maka diperlukan pembangunan kawasan budidaya

tanaman tahunan maupun tanaman semusim seluas 4476,91 Ha

atau 16,98 % dari luas wilayah DAS Tanralli.

B. Saran

1. Perlunya analisis lebih lanjut untuk mengetahui dampak nilai sosial

ekonomi dari penggunaan lahan sehingga upaya rehabilitasi hutan

dan lahan dapat lebih terpadu, terencana, efektif dan efisien.

2. Untuk menghindari perubahan penggunaan lahan yang dilakukan

oleh masyarakat pada kawasan lindung, secara terus menerus

maka perlu dilakukan penyuluhan, penerapan sistem teknik

konservasi tanah pada daerah-daerah bertopografi berat, pemilihan

jenis tanaman kayu-kayuan yang memiliki nilai ekonomi tinggi,

serta keseriusan dari berbagai pihak untuk melakukan perbaikan

agar dapat tercapai kelestarian hutan yang dapat memberikan

pengaruh positip terhadap sistem tata air di DAS Tanralili.

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 26: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Arsyad, S. 1989. Pengawetan tanah dan air. Departemen Ilmu-ilmu tanah Institut Pertanian Bogor, Bogor (189).

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (618).

Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan. 2003. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konserasi Tanah Sub DAS Tanralili. Makassar

Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan RTL Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Foth, H.D. 1984. Fundamentals of soil science. John Wiley and Sons.Inc., New York (435).

Hakim, N., Nyakpa, M.Y., Lubis, A.M., Nugroho, S., Saul, R., Diha, M.A., Go ban Hong, dan Balley, H.H. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung (488).

Hamilton, S.L. dan King, P.N. 1997. Tropical Forested Watersheds (terjemahan) Krisnawati Suryanata. Daerah Aliran Sungai hutan tropika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (248).

Hillel, D. 1977. Computer Simulation of Soil-Water Dynamics : A Compendium of Recent Work. International Development R;, search Centre, Ottawa.

Harian Fajar, 2006. Debit Air Lekopancing Turun 80%. Kumpulan Berita (Klipping Air Minum). (http://www.fajar.co.id/news , di akses 29 Maret 2007)

Linsley, R.K.M.A.Kohler and Paulus J.L.H. 1980. Applied Hydrology. McGraw Hill Publ.Co.Ltd., New Delhi (1065).

Manan, S. 1979. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Departemen Manajemen Hutan. IPB, Bogor (132).

Mangundikoro, A. 1985. Dasar-dasar pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Proseding lokakarya kerjasama departemen Kehutanan dan UGM, Yogyakarta (67).

Martopo, S. 1985. Peranan Hidrolgi dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Proseding lokakarya kerjasama departemen Kehutanan dan UGM, Yogyakarta (49).

Paembonan, S. 1982. Analisis Sistem Biofisik Daerah Aliran Sungai : studi kasus Daerah aliran sungai Saddang di Sulawesi Selatan. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor (173).

Sandi, I.M. 1977. Penggunaan tanah (land use). Direktorat Jenderal Agraria, Jakarta (89).

Sarief, S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung (74).

21

Page 27: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Seta, A.K. 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia, Jakarta (129).

Silalahi, S.B. 1983. Penggunaan lahan dan factor-faktor yang mempengaruhinya di daerah pedesaan Sumatera Utara. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor (171).

Syahril. 1996. Kajian Tata Ruang DAS Implikasinya Terhadap Ketersediaan Air Kota Sub DAS Jompi, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara.Tesis S2 Program Pasca Sarjana Universitas Gajamada. Yokyakarta (tidak diterbitkan).

Soekardi, Badaruddin, M., Kuswara, K. Indrawan, D. 1990. Kualitas Lingkungan di Indonesia 1990. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta (288).

Soerianegara, I. 1978. Pengelolaan Sumberdaya Alam, Bagian II. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sosrodarsono, S., dan K. Takeda. 1999. Hidrologi untuk pengairan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta (226).

Sub BRLKT Bila Walanae. 1996. Rencana Teknik Lapangan - Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub DAS Tanralili DAS Maros, Buku III. Bagian Proyek Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS Bila Walanae. Watansoppeng.

Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu rekaman analisa. Rajawali, Jakarta (176).

Wiersum, K.F. 1979. Introduction to Principles of Forest Hydrology and Erosion. With special reference to Indonesia. Institute of Ekologi. Pajajaran University, Bandung (875).

22

Page 28: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

23

Page 29: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Lampiran 4 :

No STASIUN JENIS TANAH

KELAS LERENG LAND USE LS C P R K L U A S EROSI

1 Aska Andosol 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 277 0.25 13.34 0.122 Aska Andosol 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 277 0.25 57.68 0.013 Aska Andosol 15 - 25 % Hutan 6.35 0.005 0.900 277 0.25 101.28 1.984 Aska Andosol 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 277 0.25 319.62 26.385 Aska Andosol 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 277 0.25 8.72 26.386 Aska Andosol 15 - 25 % Sawah 6.35 0.010 0.04 277 0.25 16.69 0.187 Aska Andosol 15 - 25 % Sawah 6.35 0.010 0.04 277 0.25 8.00 0.188 Aska Andosol 15 - 25 % Sawah 6.35 0.010 0.04 277 0.25 12.45 0.189 Aska Andosol 15 - 25 % Sawah 6.35 0.010 0.04 277 0.25 91.75 0.1810 Aska Andosol 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 277 0.25 1.64 6.6511 Aska Andosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 277 0.25 89.79 88.6312 Aska Andosol 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 277 0.25 24.76 0.5913 Aska Andosol 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 277 0.25 6.34 0.5914 Aska Andosol 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 277 0.25 0.03 0.5915 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 18.66 6.68

16 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 0.14 6.68

17 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 0.95 6.68

18 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 0.16 6.68

19 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 46.60 6.68

20 Aska Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 0.19 6.68

21 Aska Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 1.17 6.68

22 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 4.10 6.68

23 Aska Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 23.54 6.68

24 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 3.52 6.68

25 Aska Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 0.00 6.68

26 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 1.46 6.68

27 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 33.49 6.6828 Aska Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 277 0.25 0.57 89.0829 Aska Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 277 0.25 37.10 89.08

30 Aska Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 277 0.25 1.81 89.081 Aska Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 277 0.25 24.79 89.0832 Aska Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 277 0.25 8.56 89.0833 Aska Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 277 0.25 386.01 0.5934 Aska Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 277 0.25 66.19 0.5935 Aska Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 277 0.25 2.69 0.5936 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.01 0.600 324.00 0.25 0.00 0.1937 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 0.60 1.9038 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 - 1.9039 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 0.54 1.9040 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 1.33 1.9041 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 0.11 1.9042 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 346.71 1.9043 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 128.99 1.9044 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 47.76 1.9045 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 79.82 1.9046 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 1.23 1.9047 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 232.32 1.9048 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 3.45 0.0149 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 5.13 0.0150 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 1.38 0.0151 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 0.02 0.01

Page 30: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

52 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 1.67 0.0153 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 10.87 0.0154 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 137.87 0.0155 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 60.96 0.0156 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 13.37 0.0157 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 32.07 0.0158 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 391.70 0.0159 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Semak Belukar 0.39 0.300 0.900 324.00 0.25 4.01 8.5360 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Semak Belukar 0.39 0.300 0.900 324.00 0.25 1.01 8.5361 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Semak Belukar 0.39 0.300 0.900 324.00 0.25 0.12 8.5362 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Semak Belukar 0.39 0.300 0.900 324.00 0.25 1.45 8.5363 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Semak Belukar 0.39 0.300 0.900 324.00 0.25 19.32 8.5364 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Semak Belukar 0.39 0.300 0.900 324.00 0.25 17.79 8.5365 Puca/Lekopancing Andosol 15 - 25 % Hutan 6.35 0.005 0.900 324.00 0.25 152.79 2.3166 Puca/Lekopancing Andosol 15 - 25 % Hutan 6.35 0.005 0.900 324.00 0.25 - 2.3167 Puca/Lekopancing Andosol 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 324.00 0.25 148.16 30.8668 Puca/Lekopancing Andosol 15 - 25 % Sawah 6.35 0.010 0.04 324.00 0.25 98.02 0.2169 Puca/Lekopancing Laterik 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 324.00 0.25 8.41 30.8670 Puca/Lekopancing Laterik 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 324.00 0.25 19.68 30.8671 Puca/Lekopancing Laterik 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 324.00 0.25 0.13 30.8672 Puca/Lekopancing Laterik 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 324.00 0.25 43.75 30.8673 Puca/Lekopancing Laterik 15 - 25 % Sawah 6.35 0.010 0.04 324.00 0.25 1.77 0.2174 Puca/Lekopancing Laterik 15 - 25 % Semak Belukar 6.35 0.300 0.900 324.00 0.25 313.16 138.8775 Puca/Lekopancing Andosol 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 717.65 7.7776 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 659.90 7.7777 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 75.38 7.7778 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 0.37 7.7779 Puca/Lekopancing Andosol 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 11.23 7.7780 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 133.02 7.7781 Puca/Lekopancing Andosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 189.41 103.6682 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 69.12 103.6683 Puca/Lekopancing Andosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 0.05 103.6684 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 67.27 103.6685 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 18.95 103.6686 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 120.58 103.6687 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 6.09 103.6688 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 0.37 103.6689 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 0.86 103.6690 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 0.39 103.6691 Puca/Lekopancing Andosol 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 324.00 0.25 46.35 0.6992 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.30 37.34 9.3393 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 1.06 7.7794 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 0.82 7.7795 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.30 30.67 124.4096 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.20 12.62 82.9397 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 5.72 103.6698 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.30 7.57 124.4099 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.20 150.82 82.93100 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 390.58 103.66

101 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.20 273.06 82.93

2

Page 31: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

102 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 324.00 0.20 0.04 0.55

103 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.30 0.14 559.78

104 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.30 0.79 559.78

105 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 11.21 466.49

106 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.30 119.52 559.78

107 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 48.17 466.49

108 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.20 479.07 373.19

109 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.20 6.44 373.19

110 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 6.11 466.49

111 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 0.13 466.49

112 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 1.37 466.49

113 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 0.90 466.49

114 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 0.18 466.49

115 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.30 7.20 559.78

116 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.20 13.16 373.19

117 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 46.57 7.77

118 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 0.76 7.77

119 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 3.42 7.77

120 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 126.30 7.77

121 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 47.73 103.66

122 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 52.72 103.66

123 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 11.07 103.66

124 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 2.27 103.66

125 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 0.37 103.66

126 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 26.54 103.66

127 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 23.54 103.66

128 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 0.85 103.66

129 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 26.33 103.66

130 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Tegalan/Ladang 21.33 0.400 0.150 324.00 0.25 18.93 103.66

131 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Tegalan/Ladang 21.33 0.400 0.150 324.00 0.25 6.93 103.66

132 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Hutan 2.20 0.005 0.900 324.00 0.30 30.25 0.96

3

Page 32: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

133 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Hutan 2.20 0.005 0.900 324.00 0.30 135.23 0.96

134 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Hutan 2.20 0.005 0.900 324.00 0.25 5.84 0.80

135 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 2.88 10.69

136 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 261.91 10.69

137 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 2.81 10.69

138 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 601.03 10.69

139 Puca/Lekopancing Mediteran 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.20 219.45 8.55

140 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.30 10.13 12.83

141 Puca/Lekopancing Mediteran 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.20 0.81 8.55

142 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 18.52 10.69

143 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.30 119.37 12.83

144 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 609.02 10.69

145 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 14.81 10.69

146 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 3.33 10.69

147 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 0.66 10.69

148 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 0.54 0.07

149 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.30 470.96 0.09

150 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 520.47 0.07

151 Puca/Lekopancing Mediteran 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.20 10.14 0.06

152 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 0.95 0.07

153 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 66.77 0.07

154 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 5.79 0.07

155 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 52.52 0.07

156 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 237.21 0.07

157 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.25 51.74 48.11

158 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.25 69.61 48.11

159 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.30 0.19 57.74

160 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.25 42.87 48.11

161 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.30 1.81 57.74

162 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.30 2.63 57.74

163 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.30 327.86 57.74

4

Page 33: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

164 Puca/Lekopancing Mediteran 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.20 6.85 38.49

165 Puca/Lekopancing Mediteran 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.20 0.91 38.49

166 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.30 0.03 57.74

167 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 26.18 7.81

168 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 29.30 7.81

169 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 82.71 7.81

170 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 77.61 7.81

171 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 77.46 7.81

172 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 87.40 7.81

173 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 28.63 7.81

174 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 31.86 7.81

175 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 589.94 7.81

176 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 2.05 7.81

177 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 117.62 7.81

178 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 0.45 7.81

179 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 2.79 7.81

180 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 322.51 7.81

181 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 49.79 7.81

182 Puca/Lekopancing Mediteran > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.20 69.02 6.25

183 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 285.23 7.81

184 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 25.64 7.81

185 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 84.57 7.81

186 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 75.88 7.81

187 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 5.45 7.81

188 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 6.61 7.81

189 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 11.41 7.81

190 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 452.42 7.81

191 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 80.18 7.81

192 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 35.32 7.81

193 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 75.88 104.20

194 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 65.45 104.20

5

Page 34: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

195 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 30.96 104.20

196 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 61.15 104.20

197 Puca/Lekopancing Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 38.93 104.20

198 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 4,840.21 104.20

199 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 85.08 104.20

200 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 2.57 104.20

201 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 35.53 104.20

202 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 4.72 104.20

203 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 0.28 104.20

204 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 57.26 104.20

205 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 49.24 104.20

206 Puca/Lekopancing Mediteran > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.20 7.92 83.36

207 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 0.26 104.20

208 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 3.80 104.20

209 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 0.01 104.20

210 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 61.42 104.20

211 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 1.62 104.20

212 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 98.35 104.20

213 Puca/Lekopancing Mediteran > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.20 20.65 83.36

214 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 0.33 104.20

215 Puca/Lekopancing Mediteran > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.20 0.75 83.36

216 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 3.57 104.20

217 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 0.08 104.20

218 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 324.00 0.25 272.17 0.69

219 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 324.00 0.25 100.37 0.69

220 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 324.00 0.25 4.73 0.69

221 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 324.00 0.25 3.38 0.69

222 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Semak Belukar 21.44 0.300 0.900 324.00 0.25 133.16 468.89

223 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Semak Belukar 21.44 0.300 0.900 324.00 0.25 1,655.76 468.89

224 Puca/Lekopancing Mediteran > 40 % Semak Belukar 21.44 0.300 0.900 324.00 0.20 215.77 375.11

225 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Semak Belukar 21.44 0.300 0.900 324.00 0.25 1,702.85 468.89

6

Page 35: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

226 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Semak Belukar 21.44 0.300 0.900 324.00 0.25 0.01 468.89

227 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Tegalan/Ladang 21.44 0.400 0.150 324.00 0.25 103.06 104.20

228 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Tegalan/Ladang 21.44 0.400 0.150 324.00 0.25 93.98 104.20

229 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 1.58 7.81

230 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 1.08 104.20

231 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 0.13 104.20

232 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 2.79 7.81

233 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 6.15 7.81

234 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 0.12 7.81

235 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 0.01 7.81

236 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 104.23 104.20

237 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Tegalan/Ladang 21.44 0.400 0.150 324.00 0.25 0.20 104.20

238 Puca/Lekopancing Litosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 324.00 0.30 0.22 0.83

239 Puca/Lekopancing Litosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 324.00 0.30 21.69 0.83

240 Puca/Lekopancing Litosol > 40 % Semak Belukar 21.44 0.300 0.900 324.00 0.30 40.88 562.67

241 Stamet Malino Andosol 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 2.89 0.17

242 Stamet Malino Laterik 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 0.76 0.17

243 Stamet Malino Laterik 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 1.45 0.17

244 Stamet Malino Andosol 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 0.11 0.17

245 Stamet Malino Laterik 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 0.74 0.17

246 Stamet Malino Andosol 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 0.32 0.17

247 Stamet Malino Laterik 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 3.79 0.17

248 Stamet Malino Andosol 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 388.00 0.25 90.54 0.02

249 Stamet Malino Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 388.00 0.25 91.79 0.02

250 Stamet Malino Andosol 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 158.87 9.31

251 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 94.01 9.31

252 Stamet Malino Andosol 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 20.39 9.31

253 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 72.61 9.31

254 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 4.72 9.31

255 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 4.50 9.31

256 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 3.30 9.31

7

Page 36: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

257 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 0.01 9.31

258 Stamet Malino Andosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 388.00 0.25 40.82 124.14

259 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 388.00 0.25 20.20 124.14

260 Stamet Malino Andosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 388.00 0.25 4.98 124.14

261 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 388.00 0.25 35.10 124.14

262 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 388.00 0.25 4.44 124.14

263 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 388.00 0.25 0.80 124.14

264 Stamet Malino Andosol 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 388.00 0.25 17.39 0.83

265 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 388.00 0.25 74.57 0.83

266 Stamet Malino Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 63.30 9.36

267 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 356.16 9.36

268 Stamet Malino Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 41.30 9.36

269 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 1.63 9.36

270 Stamet Malino Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 23.85 9.36

271 Stamet Malino Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 2.85 9.36

272 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 24.11 9.36

273 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 1.37 9.36

274 Stamet Malino Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 25.12 124.78

275 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 1.52 124.78

276 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 3.10 124.78

277 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 1.94 0.83

278 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 0.65 0.83

279 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 6.25 0.83

280 Stamet Malino Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 10.96 0.83

281 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 0.25 0.83

282 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 92.27 0.83

283 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 7.56 0.83

284 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 0.84 0.83

285 Stamet Malino Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 0.74 0.83

286 Stamet Malino Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 52.32 0.83

287 Stamet Malino Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 142.97 0.83

8

Page 37: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

288 Stamet Malino Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 8.72 0.83

289 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 0.52 9.36

290 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 49.64 9.36

291 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 0.03 124.78

292 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 1.00 124.78

293 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 13.37 124.78

294 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 13.52 124.78

295 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 0.26 124.78

296 Stamet Malino Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 6.39 9.36

297 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 21.77 9.36

298 Stamet Malino Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 3.71 9.36

299 Stamet Malino Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 71.88 124.78

300 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 23.47 124.78

301

Stamet Hasanuddin Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 247.00 0.25 87.67 8.15

26,343.45

749,917.00

9

Page 38: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Slope-Effect Chart (Topographic Factor, LS). LS = ( /72.6)’’’ (65.41 Sin 0 + 4.56 Sin 0 + 0.065) W here = Slope Length in Feet; 0 = Angle of Slope; and m = 0.2 forGradienth < 1 Percent, 0.3 for 1 to 3 Percent Slopes, 0.4 for 3.5 to 4.5 Percent Slopes of 5 Percen t or Steeper.

2l l

20.0

10.0

8.0

10.0

6.0

4.0

2.0

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.1 20 40 60 80 100 200 400 600 800 1000

SLOPE LENGTH (FEET)

TO

PO

GR

AP

HIC

FA

CT

OR

- L

S

PR

ED

ICT

ING

RA

INF

AL

L ER

OS

ION

LO

SS

ES

-A G

UID

E T

O C

ON

SE

RV

AT

ION

PL

AN

NIN

G50%

SLOPE

40%

30%

25%

20%

16%

14%

12%

10%

8%

6%

5% 4%

3%

2%

1%

0.5%

La

mp

iran

2.

10

Page 39: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Lampiran 3 :

Nilai Faktor Penutupan dan Pengelolaan Tanaman

No. Macam Penggunaan Faktor C1. Hutan alam serasah banyak 0.0012. Hutan Alam serasah kurang 0.0053. Hutan produksi tebang habis 0.54. Hutan produksi tebang pilih 0.25. Semak belukar/padang rumput 0.36. Semak tak terganggu 0.017. Semak terganggu 0.108. Perkebunan, permukaan cukup tertutup 0.019. Perkebunan, permukaan tertutup sebagian 0.07

10. Jagung 0.711. Kedelai 0.39912. Kentang 0.413. Kacang tanah 0.214. Rumput bede (tahun pertama) 0.28715. Rumput bede (tahun kedua) 0.00216. Kebun campuran kerapatan tinggi 0.117. Kebun campuran kerapatan sedang 0.218. Kebun campuran kerapatan rendah 0.519. Ubikayu + kedelai 0.18120. Ubikayu + kacang tanah 0.19521. Padi + sorgum 0.34522. Padi + kedelai 0.41723. Kacang tanah + gude 0.49524. Kacang tanah + kacang tunggak 0.57125. Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0.04926. Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha 0.12827. Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0.25928. Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha 0.37729. Pola tanam tumpang gilir (Jagung-Padi-

Ubikayu) 0.58830. Pola tanam tumpang gilir (Jagung-Padi-

Ubikayu) + Mulsa sisa tanaman 0.35731. Pola tanam berurutan (Padi-Jagung-

Kac.Tanah) 0.49632. Pola tanam berurutan (Padi-Jagung-

Kac.Tanah) + Mulsa sisa tanaman 0.347 Sumber:: Arsyad, 1989

11

Page 40: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Lanjutan Lampiran 3 :

Nilai Faktor Tindakan Konservasi Tanah

No. Tindakan Khusus Konservasi TanahNilai

Faktor1. Teras bangku

- konstruksi baik - konstruksi sedang - konsruksi kurang baik - teras tradisional

0.040.150.350.40

2. Strip tanaman rumput 0.403. Pengelolaan tanah dan penanaman

menurut kontour- kemiringan 0 - 8 %- kemiringan 9 - 20 %- kemiringan > 20 %

0.500.750.90

4. Tanpa tindakan konservasi 1.00 Sumber: Arsyad, 1989

12

Page 41: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Conservation Protection Factor (P)

No. Conservation Practices Value ofP or CP

1.

2.3.

4.5.6.

7.

8.

9.

10.

11.12.13.

14.

15.16.17.18.19.20.

Bench terracesBench terraces- high standard

design/construction- medium standard

design/construction- low standard

design/constructionTraditional terracesCooluvial terraces on grass stringps or bamboo on permanent grass strips e.g. Bahia grass;- high standard design and

establishment- low standard design and

establishmentHillside trenches (slit pits)Crotalaria sp. (legume) in rotationMulch retention (litter or straw 6 ton/ha/year)litter or straw 3/ton/ha/year)litter or straw 1 ton/ha/year)Contour cropping, slope gradient 0 – 8 %slope gradient 9 – 20 %slope gradient > 20 %Bench terraces planted to ground nuts –ground nutsBench terraces, cropped to maize with straw mulch 4 ton/haBench terraces, cropped to sorghum-sorghumBench terraces, cropped to maizeBench terraces, ground nuts – cow peaStrips cropping Bahia grass (3 years)in CitonelloStrip cropping Brachiaria grass (3 years)in intercropping of maize – upland rice –cassava, maize was in rotation with sorghumStrip cropping of Bahia 1 year in soybeanStrip cropping of crotalaria in soybeanStrip cropping of crotalaria in upland rice

0.037

0.040.150.350.40

0.500.040.40.30.6

0.30.50.80.50.750.9

0.009

0.006

0.0120.0480.053

0.0

0.00.020.1110.3400.398

0.050.50

13

Page 42: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Strip cropping of crotalaria in ground nutsStrip cropping of maize and ground nuts, mulches of crop residuesGuludan terrace, grass stibilized risers

21.

22.23.24.

25.

26.

27.

28.29.30.31.

32.

33.

34.

Guludan terrace , cropped to upland riceand maize in rotationGuludan terrace; sorghum-sorghumGuludan terrace; cassavaGuludan terrace; maize-ground nuts, in rotation, mulches of crop residuesGuludan terrace; ground nuts – soybeanin rotationGuludan terrace; upland rice – maize cow pea in rotation, with 2 ton/ha limeBench terrace; maize – cassava/soybean in rotationBench terrace; sorghum-sorghumBench terrace; ground nuts-ground nutsBench terrace; without cropStrip cropping of crotalaria in sorghum-sorghumStrip cropping of crotalaria in ground nuts/cassavaStrip cropping of crotalaria in uplandrice/cassavaStrip cropping of grass in upland rice

0.0130.0410.063

0.006

0.105

0.012

0.0560.0240.0090.039

0.264

0.405

0.1930.841

14

Page 43: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

Acceptable Minimum Soil Depth and Land Use Factor

for Various Crop/Land Use (after Wood and Dent, 1983).

No. Crop Name/Land Use Land UseFaktor C

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.16.17.18.19.20.21.22.23.24.25.26.27.28.29.30.31.32.33.34.35.36.37.38.39.40.

41.

Rice, sawah TransplantedRice, UplandRice, sawah, Direct SeededMaizeSorghum

Irish PotatoSweet PotatoCassavaYamsTaroPhaseolus Bean, Mung BeanSugar caneSugar Cane (est)Ground nutsSoybeanCottonTobaccoTobacco (est)ChilliPasture (Open grassland)BananasPineapplesCashew nutsCoffeeCoffee (est)CocoaCocoa (est)TeaTea (est)CoconutOilpalmOilpalm (est)ClovesKapokRubberQuinineRice, Sawah, - Cassava, BordercropRice, Upland--MaizeMaize--Sweet PotatoMaize--Beans

0.010.560.010.640.240.450.40.650.70.70.350.30.20.450.40.850.160.160.80.10.550.40.50.60.60.80.80.350.350.70.550.550.50.70.850.90.010.50.450.45

0.35

15

Page 44: Jurnal DAS Tanralili 2009 (1) ok

42.43.44.45.46.47.48.49.

Maize--GroundnutsMaize--SoybeansMaize--CassavaRice, Upland--CassavaGroundnuts--CassavaSoybeans-CassavaRice, Upland--BeansRice, Upland--GroundnutsRice, Upland--soybeans

0.450.550.50.20.180.450.450.42

Sumber : Sinukaban, 1989

Lanjutan Lampiran 3

16