jurnal das tanralili 2009 (1) ok
TRANSCRIPT
ANALISIS POLA PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TANRALILI
(Analysis On Land Use Pattern of Tanralili Watershed Area)
Oleh / By:LAODE ASIR.
Balai Penelitian Kehutanan Manadod/a : Jl. Raya Adipura, Kel.Kima Atas, Kec.Mapanget – Manado. Tep.0431 - 3666683
e-mail : [email protected] , [email protected]
ABSTRACT
This research aimed to find out (1) to know the influence of change of pattern of land use to fluctuation charge the water, dam Lekopancing in Tanralili Watershed and (2) suggestions for land use pattern which can sustain the bearing capacity of an watershed environment. This research was carried out in Tanralili watershed, as one of the sub catchment of Maros watershed, including a part of Maros and Gowa Regency area of South Sulawesi. The data consisted of primary and secondary data. The methods used were desccriptive qualitative and quantitative methods. In addition, to conducted. The data were analized by overlying thematic maps trough Geographical Information System (GIS) to obtain data and spatial spatial information on the change of land use happening for ten years in Tanralili Watershed. It was then followed by quantifying the score value according to Regulation of Forestry Ministry No. 837/KPTS/Um/11/1980, No.683/KPTS/Um 8/1981 and Regulation of Forestry Ministry No. 353/KPTS-II/1986 and Regulation of Forestry Ministry No. 52/KPTS-II/2001 on recommendation for management of watershed, Besides, the ecological consideration (conservation, and water ecosystem sustainability) in Tanralili watershed is not ignored in order to determine area zoning based on current actual condition. The results show that decrease of quality of Tanralili watershed due to the changes of land use pattern for ten years which then cause various damages in upstream area so it affects a high level of erosion every year, 74.72 ton/ha/year. For ten years (1996-2005) forest area volume has degraded as much as 5.795 Ha or it has a damaged at a rate of 1.58 ha/day. The results of analysis indicated that the needed area of protection region in Tanralili watershed is 18.754,41 Ha or 71,19%, buffer area is 3.112,18 Ha or 11.81%, and development of annual plant cultivation or seasonal plant was 4.476.91 Ha or 16.98% of total Tanralili watershed.
Key Words : Land use , fluctuation, charge the water, bearing cappacity, watershed quality
RINGKASAN
Penelitian in bertujuan mengetahui (1) untuk mengetahui pengaruh perubahan pola penggunaan lahan terhadap fluktuasi debit air bendung lekopancing di DAS Tanralili, (2) arahan pola penggunaan lahan yang dapat mempertahankan daya dukung lingkungan DAS. Penelitian in dilaksanakan di DAS Tanralili merupakan salah satu Sub DAS dari DAS Maros yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Maros dan Gowa Sulawesi Selatan. Metode yang dipergunakan dalam penelitian in adalah menganalisis data sekunder dan primer dengan cara deskriptif kualitatif dan kuantitatif terhadap data yang diperoleh. Di samping itu untuk mempertahankan keakuratan data dilakukan pula pengamatan di lapangan (ground check). Data dianalisis dengan melakukan overlay peta-peta tematik melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk menghasilkan data dan informasi spasial tentang perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam kurun waktu selama sepuluh tahun pada DAS Tanralili. Kemudian ditindak lanjuti dengan menghitung jumlah skoring sesuai ketentuan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/KPTS/Um/11/1980, No.683/KPTS/Um/ 8/1981 serta Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 353/KPTS-II/1986 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/KPTS-II/2001 tentang pedoman penyelenggaraan Daerah Aliran Sungai, juga tidak mengabaikan pertimbangan ekologi
(konservasi, dan kelestarian tata air) di DAS Tanralili untuk menentukan pembahagian zona kawasan sesuai dengan kondisi aktual saat ini. Hasil penelitian menujukkan bahwa penurunan kualitas DAS Tanralili akibat perubahan pola penggunaan selama sepuluh tahun menimbulkan berbagai kerusakan di daerah hulu sehingga menyebabkan tingginya tingkat erosi yang terjadi setiap tahunnya yaitu sebesar 74,72 ton/ha/tahun. Luas areal hutan selama sepuluh tahun (1996-2005) telah terdegradasi seluas 5.795 Ha atau mengalami kerusakan dengan laju 1,58 ha/hari. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa luas kawasan lindung yang diperlukan di DAS Tanralili adalah 18.754,41 Ha atau 71,19 %, kawasan penyangga seluas 3.112,18 Ha atau 11,81%, dan pembangunan kawasan budidaya tanaman tahunan maupun tanaman semusim seluas 4476,91 Ha atau 16,98 % dari luas wilayah DAS Tanralli.
Kata Kunci : Penggunaan lahan, fluktuasi,debit air, daya dukung, kualitas DAS
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) bertujuan mewujudkan
kondisi yang optimal dari sumber daya vegetasi, tanah dan air sehingga
mampu memberi manfaat yang maksimal dan berkesinambungan bagi
kesejahteraan manusia.
Dalam kenyataannya system pengelolaannya memiliki
permasalahan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Permasalahan
kerusakan DAS yang semakin meningkat, merupakan rangkuman
kejadian-kejadian sebelumnya yang hingga saat in belum menyentuh ke
akar masalah. Permasalahan kerusakan DAS sesungguhnya sudah ada
sejak lama, namun intensitas dan frekuensinya semakin meningkat dari
waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk,
industry, penggunaan lahan yang meningkat untuk pertanian,
pemukiman, pengembangan kawasan budaya dan sebagainya.
Dampaknya adalah muncul masalah-masalah lingkungan seperti banjir,
kekeringan, sedimentasi, erosi, eutrofikasi, penurunan kualitas air dan
lain sebagainya.
Sub DAS Tanralili – DAS Maros Sulawesi Selatan yang merupakan
salah satu sumber pasokan air bersih untuk air minum bagi masyarakat
kota Makassar timur dan utara, juga termasuk sumber air bagi
pengembangan sektor pertanian dan perikanan masyarakat di daerah
pengelolaan hulu, tengah, dan hilir. Masalah erosi, sedimentasi, banjir
dan kekeringan merupakan masalah yang telah berlangsung sejak lama
2
dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini
diindikasikan dengan adanya perbedaan debit maximum dan debit
minimum yang ekstrim, erosi yang menyebabkan terjadinya
pendangkalan dan terhadap fasilitas publik/infrastruktur (Bendungan
PDAM Lekopancing) secara luas baik kuantitas maupun kualitas nya.
Selain itu bahwa, menurut SK Menteri HUT dan BUN No. 284/KPTS-II/99,
tentang proritas penanganan DAS Kritis di Indonesia, sungai Tanralili
adalah bagian dari DAS Maros yang merupakan DAS kritis proritas II
dalam proritas penanganan, disebabkan oleh karena erosi yang tinggi.
Namun kondisi ini perlu mendapat perhatian yang serius dari pihak
terkait oleh karena adanya pertambahan penduduk utamanya di daerah
hulu.
Menurut BTPDAS Makassar (1997) luas hutan telah mengalami
penurunan dari 1990/1991 adalah 9.582 ha dan pada tahun 1994/1995
adalah 5.330, sedangkan luas lahan yang didominasi oleh jenis belukar
mengalami peningkatan pada tahun yang sama dari 10.732 ha menjadi
14.673 ha dan pada tahun 2003 mengalami peningkatan hingga
20.187,35 Ha (Dishut Prop Sulsel,2003). Dari pengaruh perubahan
tersebut telah terjadi kesulitan air bersih disebabkan debit air
Lekopancing turun hingga 80 persen atau dari 1.000 liter per detik
(kondisi normal) menjadi 200 liter per detik.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penelitian in bertujuan
untuk mengetahui informasi pengaruh perubahan pola penggunaan
lahan terhadap fluktuasi debit air bendung Lekopancing dan arahan pola
penggunaan lahan dalam rangka mempertahankan daya dukung
lingkungan DAS Tanralili.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam upaya
menyusun perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan, khususnya pada
aspek konservasi tanah dan air.
II. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
3
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Maros (Kec
Tompobulu dan Kec. Tanralili) dan Kabupaten Gowa (Kec. Tombolo Pao)
Provinsi Sulawesi Selatan. Menurut satuan pengelolaan DAS, lokasi
penelitian termasuk dalam wilayah DAS Tanralili yang merupakan Sub
dari DAS Maros. Secara geografis DAS Tanralili terletak antara 5º 0’ s/d
5º 12’ LS dan 119º 34’ s/d 119º 56’ BT, dengan luas 26.343,4 ha.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2007.
Gambar (Figure) 1. Lokasi Penelitian (Research area)
4
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Rupa
Bumi, Skala 1:50.000, Peta Wilayah Hujan, Peta Jenis Tanah, Peta
Erodibilitas, Peta Lereng, Peta Penutupan Lahan, Peta Rencana Tata
Ruang Wilayah (Konsep, Bappeda Maros,2005), dan Peta Administrasi
Kabupaten Maros.
Sedangkan alat yang digunakan adalah : GPS (Global Positioning
System), altimeter, sample tanah, perangkat komputer, perangkat lunak
berupa program pengelola data dan interpretasi peta, perlengkapan
ATK, kamera digital, dan perangkat lunak program GIS.
C. Pengumpulan Data
Data diperoleh melalui analisis perubahan penggunaan lahan di
DAS Tanralili dengan pendekatan klasifikasi penggunaan lahan dengan
menggunakan peta penggunaan tanah selama sepuluh tahun (1996 –
2005).
Penafsiran jenis penggunaan lahan dalam penelitian ini tidak
membedakan antara penggunaan (use) dan penutupan (cover) lahan.
Pengklasifikasian peta citra satelit dengan teknik interpretasi visual
yang dikombinasikan dengan analisis digital dan survei lapangan
berdasarkan ground check position (GCP).
Untuk mendapatkan data yang sesuai untuk kebutuhan penelitian
maka dilakukan Interpretasi citra Landsat tahun 1996 serta citra satelit
SPOT 4 dan 5 tahun 2005 kemudian ditumpangsusunkan (overlay)
dengan peta-peta yang tersedia dengan menggunakan program
Software komputer lalu disesuaikan dengan sistim klasifikasi penggunaan
lahan. Penyajian data kemudian dilakukan dalam bentuk-bentuk tabel-tabel. Data-data
lainnya seperti jenis tanah, batas DAS, topografi, penggunaan lahan, maka gambaran
umum penggunaan lahan dan berbagai permasalahan di daerah penelitian dapat
dipetakan.
D. Analisis Data
Data hasil interpretasi peta disesuaikan dengan hasil pengecekan
di lapangan (ground check) agar diperoleh data yang akurat. Analisis
data baik data primer maupun sekunder lalu ditabulasi dan selanjutnya
dianalisis secara kuantitatif. Hasil analisis ini mengungkap keadaan
berupa fakta, variabel-variabel dan berbagai fenomena yang
berlangsung selama sepuluh tahun.
2
1) E r o s i
Untuk menghasilkan informasi serta data tentang erosi yang
merupakan terangkutnya tanah yang terjadi pada setiap unit lahan
hasil perkalian dari erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan
kemiringan lereng, faktor penutupan vegetasi dan konservasi tanah
dalam ton/tahun, maka digunakan persamaan matematis seperti
yang dkemukakan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dalam Asdak
(1995) sebagai berikut :
A = R x K x LS x C x P
dimana :
A = jumlah tanah tererosi dalam ton per hektar pertahun
R = erosivitas curah hujan, tahunan rata-rata biasanya dihitung
dengan menggunakan formulasi Lenvain dalam Asdak, (1995).
R = 2,21 p1,36
dimana : R = erosivitas curah hujan bulanan
p = curah hujan bulanan (cm)
12 R = (p) = jumlah p selama 12 bulan
m=1
K = faktor erodibilitas tanah menunjukkan resistensi partikel tanah
terhadap daya pengelupasan dan transportasi partikel-partikel
tanah tersebut oleh adanya energi kinetik air hujan. K dapat
dihitung dengan rumus Wischmeier et al (1971) dalam Asdak
(1995).
K = {(2.713 x 10-4 x (12 – OM) x M1,14 + 3,25 x (S-2) + 2,5 x (p-3)/100}
dimana :
K = erodibilitas tanah
OM = presentase bahan oganik
S = kode klasifikasi struktur tanah (granular,platy,
massive, dll)
P = klas permeabilitas tanah
M = presentase ukuran partikel (% debu + % pasir
sangat halus) x 100% liat)
LS = faktor panjang dan kemiringan lereng
3
Dalam perhitungan besarnya kemiringan lereng (S) digunakan
rumus (petunjuk penyusunan RTL - RKLT Ditjen RRL, 1986)
sebagai berikut;
(n –1) x C1S = ------------------ x 100%
2a2
dimana:
S = kemiringan lereng (%)
N = jumlah garis kontur yang memotong diagonal
C1 = kontur interval
a = panjang jaringan-jaring sebenarnya
C = faktor penggunaan lahan adalah merupakan perbandingan
antara besarnya erosi atau tanah yang hilang dari lahan yang
ditanami dengan jenis tertentu dengan besarnya erosi tanah
yang terkaji pada lahan yang sama tanpa adanya tanaman,
dimana panjang dan kemiringan lereng sama (Syarif, 1985).
Nilai C bervariasi antara 0,001 – 1,0. Dalam penelitian ini
informasi kondisi penutupan lahan dianalisis dengan
pendekatan Peta Penggunaan Lahan DAS Bila 1 : 100.000
(BPDAS JW, 2001).
P = Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah lebih ditujukan pada
teknik konservasi tanah yang diterapkan di lapangan seperti
mengatasi kondisi topografi, panjang dan kecuraman lereng
(penerapan strip cropping, penanaman searah kontour, dan
pembuatan teras). Nilai P dapat diestimasi dari formula yang
dikemukakan oleh Williams and Berndt (1972) sebagai berikut :
P = 1,0 x SR + 0,3 SRWW + PT x T
dimana :
P = faktor konservasi tanah
SR = bagian DAS dengan sistem straight rows
SRWW = bagian DAS dengan sistem straight rows dan grassed
waterways
PT = faktor kontrol erosi dengan teras
T = bagian DAS dengan system teras
2) Debit
4
Debit aliran merupakan laju aliran air (dalam bentuk volume air)
yang melewati penampang melintang sungai per satuan waktu.
Besarnya debit maksimum (Q maks m3/dt) merupakan jumlah dari
data debit tahunan dalam sepuluh tahunan sedangkan debit
minimum (Q min m3/dt) dipilih jumlah debit yang terendah pada satu
kejadian dalam sepuluh tahun.
3) Koefisien Limpasan
Angka koefisien air larian (C) merupakan salah satu indikator
untuk mengetahui besarnya tingkat kerusakan fisik suatu DAS. Nilai
C yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang
menjadi air limpasan. Angka C berkisar antara 0 sampai 1. Angka 0
menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air
intersepsi dan terutama infiltrasi. Sedang angka C = 1 menunjukkan
bahwa semua air hujan mengalir sebagai air limpasan. Cara
sederhana untuk menghitung besarnya C seperti yang ditunjukkan
oleh Ambar et.al (1985) dalam Asdak (1995) di bawah ini :
C = (d x 86400 x Q) / (P/1000) (A)
dimana : C = koefisien air limpasan
Q = debit rata-rata bulanan (m3 / dt)
P = curah hujan rata-rata setahun (mm / th)
A = luas DAS (m2).
4) Penyusunan Arahan Pola Penggunaan Lahan
Dalam arahan ini mencakup pemilihan alternatif kegiatan
dengan mempertimbangkan rencana umum tata ruang wilayah
Kabupaten Maros dan penentuan kawasan hutan negara
berdasarkan Penunjukan Hutan dan Wilayah Pengairan Surat
Keputusan Gubernur Prop. Sul-Sel No. 890/KPTS-II/1999, kriteria dan
tata cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi sebagaimana
yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
5
837/KPTS/Um/11/1980, No.683/KPTS/Um/8/1981 serta Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No. 353/KPTS-II/1986.
Kriteria dan tata cara penentuan arahan penggunaan lahan
dalam suatu kawasan dilakukan berdasarkan tiga faktor utama yaitu
: a). kelerengan. b). kepekaan jenis tanah terhadap erosi dan c).
intensitas curah hujan rata-rata. Untuk penentuan masing-masing
kawasan dalam suatu wilayah DAS selain menggunakan faktor-
faktor tersebut di atas juga dipertimbangkan faktor ekologi, oleh
karena faktor ini menjadi pertimbangan mendasar dalam penelitian
ini.
Berdasarkan pada besarnya nilai skore (yang telah ditentukan)
lalu ditetapkan arahan penggunaan lahan secara rinci pada setiap
bidang tanah dalam wilayah penelitian. Masing-masing nilai skore
pada tabel-tabel tersebut di atas kemudian dimasukkan ke peta
dasar yang telah dipersiapkan sesuai dengan kriteria yang ada.
Khusus untuk faktor curah hujan dilakukan analisis Polygon Thiessen
untuk menentukan daerah-daerah yang berpengaruh dari masing -
masing stasiun yang terdapat di DAS Tanralili.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Pengaruh Pola Penggunaan Lahan
1. Kondisi Aktual Penutupan lahan
Permasalahan yang terjadi dalam wilayah penelitian dapat
diketahui melalui pendekatan sistem analisis perubahan jenis
penggunaan lahan yang terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun.
Hasil klasifikasi teknik interpretasi visual berdasarkan ground check
position (GCP) yang dikombinasi dengan analisis digital berdasarkan
interpretasi citra Landsat tahun 1996 serta citra satelit SPOT 4 dan 5
tahun 2005. maka diperoleh gambaran umum jenis penggunaan
lahan DAS Tanralili seperti disajikan pada tabel 1 dibawah ini :
Tabel (Table) 1. Tipe penggunaan lahan DAS Tanralili pada tahun 1996 dan 2005 (Analisis SIG, 2007). (Land use type in Tanralili watershed at 1996 and 2005) ( Analysis SIG, 2007).
Penggunaan Lahan (Land Use)
Tahun (year)1996 Tahun (year)2005 ∆ ( Ha ) % Luas(%Area)
Luas (Ha) % Luas (Ha) (%)
6
(Area)Luas
(%Area)(%Area)
Luas (%Area)
Hutan(Forestry)
11.815,96 44,85 6.021,84 22.86 - 5.794,12 - 21,99
Perkebunan(Planting)
107,92 0,41 10.800,30 40,99 + 10.692,38 +40,59
Ladang/Tegalan(Farming)
4.764,84 18,09 223,07 0.85 - 4.541,77 - 17,24
Permukiman(Settlement)
11,24 0,04 149,16 0,57 + 137,92 + 0,52
Sawah(Rice Fild)
15,49 0,06 3.844,92 14.59 + 3.829,43 +14,54
Semak Belukar(Scrub)
9.628,00 36,55 5.304,18 20.14 - 4.323,82 - 16,41
Luas Total(Total Area)
26.343,45 100,00 26.343,45 100,00
Keterangan (Remarks) :
∆ = perubahan (change)
- = penurunan luas (decsending area)
+ = peningkatan luas (increasing area))
Gambar 2. Keadaan Penutupan Lahan 1996 dan 2005 DAS Tanralili(Fig.2. Land Cover Condition 1996 and 2005 in Tanralili watershed)
Lua
s (
ha)
0,00
2.000,00
4.000,00
6.000,00
8.000,00
10.000,00
12.000,00
14.000,00
1 2 3 4 5 6
Jenis penggunaan lahan (Land use type)
Hutan
Perkebunan
Ladang/Tegalan
Permukiman
Sawah
Semak/Belukar
1996 2005 1996 2005 1996 2005 1996 2005 1996 2005 1996 2005
7
Dari tabel 1 dan gambar 2 di atas menunjukkan perubahan
penutupan lahan selama sepuluh tahun (1996 – 2005). Hasil
perhitungan luas kawasan hutan yang ditemukan di DAS Tanralili telah
mengalami degradasi atau penurunan yang signifikan. Dari luas
11.815,96 ha menjadi 6.021,839 ha, dengan tingkat penyebaran yang
tidak merata. Jika dibandingkan dengan luas areal hutan pada tahun
1996 telah terjadi degradasi seluas 5.795 Ha atau mengalami laju
kerusakan sebesar 1,58 ha/hari. Konsentrasi penyebarannya terluas
hanya terdapat di wilayah perbatasan Bantimurung dan kab. Gowa.
Sudah dapat dipastikan bahwa dengan pengurangan ini akan
menimbulkan dampak lingkungan DAS yang negatif, utamanya daerah-
daerah hilir secara luas.
Pada daerah dengan kemiringan 25 - 40% luas hutan adalah
2.430 ha atau 9,22% dari luas wilayah DAS sedangkan pada wilayah
dengan kemiringan >40% luas hutan adalah 1.155 ha atau hanya 4,38
% dari luas wilayah DAS. Dari luasan ini masih jauh dari luas yang
diharapkan, dalam perannya sebagai daerah peresapan air. Dengan
demikian keberadaan hutan di DAS Tanralili perlu mendapat perhatian
untuk dilakukan upaya penambahan luas serta pemilihan jenis tanaman
yang dapat mendukung sistem pengatur tata air dan pengendalian
erosi.
Luas areal perkebunan dari 107,92 ha pada tahun 1996, menjadi
10.800,30 ha pada tahun 2005 hal ini berarti terjadi peningkatan seluas
10.692,38 ha atau 40,59 % dari luas wilayah DAS. Dilihat dari
penyebarannya, perkebunan ini dominan berada pada daerah
kemiringan > 25% hingga > 40% (curam hingga sangat curam). Adapun
jenis tanaman yang ada didominasi dengan tanaman Bambu, jenis kayu
rimba, tanaman Aren, Pinus dll; dan pada daerah-daerah pemukiman
terdapat aktivitas usahatani dengan jenis komoditi tertentu (umbi-
umbian), di lahan-lahan miring yang dilakukan dengan cara intensif,
sehingga dapat menyebabkan timbulnya erosi maupun longsoran.
Perincian luas masing-masing penggunaan lahan menurut kelas
8
kelerengan berdasarkan Analisis SIG, 2007 dapat dilihat seperti pada
lampiran 1.
Menurut Peta Padu Serasi Tata Guna Hutan Kesepakatan dalam
Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan No. 276/II/1999,
wilayah yang seharusnya disepakati sebagai hutan lindung di daerah
hulu adalah seluas ± 13.000 ha. Sedangkan menurut hasil analisis SIG
2007, luas hutan di DAS Tanralili pada tahun 2005, hanya mencapai
6.021 Ha, jika dibandingkan dengan luas areal hutan selama 10 tahun
(1996-2005) telah terjadi degradasi seluas 5.795 Ha. Penurunan luas
areal hutan ini mendorong terjadinya fluktuasi antara debit minimum
dan maksimum pada musim penghujan dan musim kemarau yang
sangat tajam yaitu antara 1 : 80 demikian pula dengan kesulitan air
bersih disebabkan debit air Lekopancing turun hingga 80 persen atau
dari 1.000 liter per detik (kondisi normal) menjadi 200 liter per detik.
Menurut pembahagian luas wilayah administrasi menurut
penunjukan status kawasan hutan negara di daerah DAS Tanralili secara
rinci dapat dilihat seperti pada tabel 2 di bawah ini :
Tabel. 2 Kondisi Vegetasi Hutan Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Keadaan Pentupan Lahan Tahun 2005 dalam Wilayah Administrasi di DAS Tanralili, (Analisis Data GIS, 2007). (Forest Vegetation Condition Based Forest Area Designation Map and State Land Cover in 2005 in the Watershed Area Tanralili Administration),(GIS Data Analysis, 2007).
No
Kabupaten/ district
Kecamatan/sub district
FungsiK H(Forest area
fungtion)
Berhutan (Forested)
(ha)
Tidak Berhutan(Barr
en)
Jumlah(Total)(ha)
1 M a r o sTompobulu
H L (Protectioan Forest) 1.588,37 5.479,55 7.067,92
H P (Production forest) 713,93 10.248,73 10.962,66
H P T (Limited production forest) 138,20 1.043,92 1.182,12
Tanralili H P (Production forest) 0,00 543,66 543,66
2 G o w a Tombolopao
H L(Protectioan Forest) 416,36 1.360,53 1.776,89
H P T (Limited production forest) 664,60 465,87 1.330,46
J u m l a h (Total) 3.521,46 19.142,26 22.863,71
9
Gambar 3 . Luas Kawasan Berhutan dan Tidak Berhutan Dalam Kawasan Hutan Negara Menurut Peta Penunjukan Kawasan Versus Penutupan Lahan 2005. (Plains forested and barren area in the state forest area Designation map of regions according land cover versus 2005)
Dari tabel 2 di atas menunjukkan bahwa perubahan penutupan
lahan selama sepuluh tahun, telah terdegradasi hingga mencapai angka
19.141,26 ha dari luas hutan yang telah di tentukan berdasarkan peta
Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan, yaitu 22.863,71 ha 86,79 %
dari luas DAS. Untuk mengetahui penentuan Kawasan Hutan Negara
berdasarkan peta penunjukan kawasan Prop.Sulawesi Selatan dapat
dilihat seperti pada lampiran 2.
2. Karakter Hidrologis
Berdasarkan data yang diperoleh dari empat stasiun penakar
curah hujan di daerah penelitian antara lain stasiun curah hujan Bonto-
bonto/Lekopancing, Stasiun Metereologi Hasanuddin, Stasiun
Metereologi Malino, dan Stasiun Pengamat Curah hujan Aska bahwa
curah hujan tahunan dan curah hujan bulanan rata-rata di daerah
penelitian selama sepuluh tahun (1996-2005) berkisar antara 1.683 mm
sampai dengan 6.047 mm, sedangkan curah hujan bulanan rata-rata
HPT HP HL HPTHPHL
416,36664,6
5.479,55
10.248,73
1.043,92543,66
1.360,53
465,870138,2
713,93
1.588,37
0,00
2.000,00
4.000,00
6.000,00
8.000,00
10.000,00
12.000,00
Jenis Hutan Negara (State forest types)
L u a s (Area) (ha)
10
diketahui pada bulan Januari, Februari, dan Desember terjadi presipetasi
yang tinggi. Pada bulan Juli, Agustus, dan September terjadi sebaliknya.
Perhitungan curah hujan rerata di daerah penelitian (DAS
Tanralili) dapat dilihat seperti pada tabel 3 di bawah ini
Tabel 3 (Table 3). Perhitungan Curah Hujan Rerata di DAS Tanralili (Analisis Data, 2007) (Calculation of Average Rainfall in the watershed Tanralili (Data Analysis, 2007)
Tahun (Year)Stasiun Meteorologi (Meteorological Station) (mm)
AskaBonto-bonto
Hasanuddin MalinoJumlah (Total)
1996 126,85 198,87 73,11 206,38 605,21
1997 104,55 107,88 103,62 354,84 670,89
1998 130,02 144,3 155,6 199,73 629,65
1999 151,41 221,84 171,67 213,11 758,03
2000 235,85 285,51 219,97 118,14 859,47
2001 262,34 346,52 148,32 137,88 895,06
2002 139,72 317,95 188,67 217,88 864,22
2003 226,63 190,58 160,71 118,14 696,06
2004 275,69 112,14 132,06 161,84 681,73
2005 127,82 190,07 161,05 161,84 640,78
Nilai rerata ini merupakan salah satu syarat dalam menghitung
nilai indeks erosi dengan metode USLE disuatu wilayah. Jumlah volume
curah hujan total di daerah penelitian merupakan hasil perkalian antara
curah hujan tahunan dengan faktor luas poligon Thiessen pada masing-
masing stasiun penakar curah hujan yang mewakili. Secara rinci volume
curah hujan total di DAS Tanralili dapat dilihat seperti tebel 4 di bawah
ini :
Tabel 4. (Table 4). Perhitungan Volume Curah Hujan Rerata di DAS Tanralili (Analisis Data, 2007) (Calculation of Average Rainfall Volume in Tanralili DAS (Data Analysis, 2007).
Tahun (Year)
CH rata-
rata (rainfall average)
Luas Poligon Thiessen (Thiessen Poligon area) (ha)
Stasion Meteorologi (Meteorological Station)
Aska
Stasion Meteorologi (Meteorological Station
Bonto-bonto
Stasion Meteorologi
(Meteorological Station
Hasanuddin
Stasion Meteorologi
(Meteorological Station
Malino
Vol.CH. (Rainfall volume)(106m3)
1996 605,21 856.796 13.504.057 53.052,71 1.529.414 15,943 1997 670,89 949.779 14.969.575 58.810,22 1.695.393 17,673 1998 629,65 891.396 14.049.387 55.195,12 1.591.176 16,587 1999 758,03 1.073.143 16.913.931 66.448,91 1.915.602 19,969 2000 859,47 1.216.752 19.177.363 75.341,14 2.171.949 22,641 2001 895,06 1.267.136 19.971.483 78.460,96 2.261.888 23,578 2002 864,22 1.223.476 19.283.350 75.757,53 2.183.953 22,766
11
2003 696,06 985.412 15.531.194 61.016,62 1.758.999 18,336 2004 681,73 965.119 15.211.356 59.760,09 1.722.776 17,959 2005 640,78 907.146 14.297.638 56.170,41 1.619.292 16,880
Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa volume curah
hujan total di daerah peneltian untuk tahun 1996 adalah 15,943 x 106m3
dan untuk tahun 2005 adalah 16,88 x 106m3. Dari besarnya jumlah
volume curah hujan yang mengalir dipermukaan terdapat air yang
teresap ke dalam tanah (infiltrasi), hal ini akan berbeda sangat
tergantung pada masing-masing jenis penggunaan lahan. Adanya
perubahan penggunaan lahan pada tahap awal, akan meningkatkan aliran permukaan,
kondisi ini menyebabkan penurunan recharge air tanah.
3. Debit Air
Debit aliran merupakan laju aliran air (dalam bentuk volume air)
yang melewati penampang melintang sungai per satuan waktu. Hasil
analisis menunjukkan volume debit total aliran sungai pada outlet
Tompobulu sebesar 776 x 106 m3 pada tahun 1997 dan 1.036 x 106 m3
pada tahun 2000. Secara rinci besarnya volume debit aliran total yang
melewati outlet di pos duga air Lekopancing dapat dilihat seperti pada
tabel di bawah ini :
Tabel 5. (Table 5). Volume debit aliran total pada pos duga air Tompobulu (Analisis Data,2007)
(Total flow discharge volume on water estimate in Tompobulu post) (Data Analysis, 2007)
Bulan (Month)
Volume debit total (Discharge volume) ( X 106M3)
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Januari 150,34 208,7 32,33 101,91 107,06 125,91 155,43 - - 37,36
Pebr 140,36 266,86 31,4 125,29 92,44 20,27 90,82 - - 36,8
Maret 111,31 178,52 32,73 99,53 95,35 126,66 95,89 - - 12,27
April 54,22 32,66 56,79 70,94 93,21 37,69 70,27 3,6 - 11,87
M e i - 16,39 35,62 31,58 47,73 21,16 34,69 1,87 18,27 13,02
Juni 17,52 9,41 21,8 19,96 62,99 33,07 16,61 3,08 3,42 7,18
Juli 11,73 3,37 29,19 28,36 31,15 18,94 10,95 2,25 - 5,46
Agust 3,59 1,71 24,08 9,51 17,49 - 6,75 4,07 - 2,44
Sept 5,99 0,49 12,39 4,48 6,95 - - - 11,53 1,53
Okto 19,74 0,11 23,76 4,87 95,59 - - 12,86 4,02 14,52
Nov 54,15 3,42 105,8 85,64 90,69 321,1 - 15,16 4,15 58,76
Des 198,38 54,67 118,4 218,1 295,72 152,32 - - - -Juml 767,33 776,31 524,23 800,17 1036,37 857,12 481,41 42,89 41,39 201,21
12
Gambar 4. (figure 4). Hidrograf aliran pada Pos Duga Air Tompobulu tahun 1996 dan 2005 (hidrograf expected flow of water in the postal Tompobulu years 1996 –
2005)
Berdasarkan hasil analisis, seperti gambar hidrograf 4 di atas
menunjukkan bahwa debit total pada tahun 1996 dan 2005 terjadi
penurunan volume debit aliran total pada outlet Lekopancing. Hal tersebut
diduga sangat dipengaruhi oleh sebaran curah hujan dan perubahan penutupan
lahan di daeah hulu yang merupakan daerah resapan.
Secara rinci antara debit maksimimum dan minimum pada outlet di daerah
penelitian dapat dilihat seperti tabel 6 di bawah ini :
Tabel 6 (Table 6). Debit maksimum dan minimum pada Pos Duga Air Tompobulu.( Maximum and Minimum discharge on water estimate in Tompobulu post)
Tahun Debit Maksimum (m3/dt) Debit Minimum (m3/dt)
1997 110,31 0,04
2000 110,41 2,68
Perubahan ( Δ) + 0,10 + 2,64
Perubahan seperti pada tabel 6 di atas di duga adanya sebaran
intensitas curah hujan yang melebihi kemampuan infiltrasi dimusim
kemarau pada tahun 2000. Hal ini diasumsikan bahwa adanya
konsentrasi aliran bawah tanah yang muncul kepermukaan dan
melewati outlet saat dilakukan pencatatan. Dari data-data tersebut di
atas diketahui bahwa Nilai Koefisien Rejim (KRS) yang merupakan
perbandingan debit maksimum dan debit maksimum yang ektrim (> 50)
13
memberi arti bahwa kondisi DAS Tanralili adalah buruk (Dir.RLKT,2001),
Kriteria ini dapat dilihat seperti pada lampiran 3.
4. Limpasan Permukaan
Pembukaan lahan budidaya pertanian dan bertambahnya areal
pemukiman menyebabkan meningkatnya aliran permukaan yang akan
menimbulkan erosi dan akhirnya meningkatkan laju sedimentasi . Untuk
mengetahui secara rinci besarnya limpasan di DAS Tanralili dapat dilihat
pada tabel 7 di bawah ini :
Tabel 7. Perhitungan Volume limpasan di DAS Tanralili (Analisis Data, 2007)
Penutupan LahanKoef.Run-
off
Th. 1996 Th. 2005CH
(mm)Luas
(Km2)Run – off
(m3)CH
(mm)Luas
(Km2)Run – off
(m3)
Hutan 0,001 15.866 118,16 1.875 10.791 60,22 650
Perkebunan 0,1 15.866 1,08 171.22
6 10.791 109,00 117.625
Ladang/Tegalan 0,8 15.866 47,65 604.79
2 10.791 2,23 19.259
Permukiman 0,4 15.866 0,11 71.33
4 10.791 0,49 2.122
Sawah 0,01 15.866 0,15 2.45
8 10.791 38,45 4.149
Semak Belukar 0,3 15.866 96,28 458.27
4 10.791 53,04 171.711
Total CH (m3) 15,943 x 106m3 16,88 x 106m3
Total Run - Off (m3)1.309.957
315.516
Dari tabel 7 menunjukkan bahwa aliran permukaan yang terjadi
sangat dipengaruhi oleh tingginya total curah hujan dan perubahan
penggunaan lahan. Pada tahun 1996 besarnya volume curah hujan
15,943 x 106m3 menghasilkan aliran permukaan sebesar 1.309.957 m3 ,
dan pada tahun 2005 besarnya volume curah hujan 16,88 x 106m3
menghasilkan aliran permukaan sebesar 315.516 m3.
Dengan menggunakan formula matematis sederhana
(Asdak,1995) ditemukan bahwa pada tahun 1996 koefisien limpasan di
daerah penelitian adalah sebesar 0,60 dan pada tahun 2005 koefisien
limpasan meningkat hingga menjadi 0,64.
Hal ini memberikan pengertian bahwa di daerah penelitian,
selama sepuluh tahun terjadi peningkatan koefisien limpasan sebesar
14
0,04 atau akibat dari perubahan pola penggunaan lahan terhadap
koefisien limpasan, yang berarti bahwa lahan yang menerima curah
hujan mengalami penurunan kualitas dalam menahan air, sehingga
terjadi aliran permukaan.
5. Erosi
Tingkat kerusakan lahan di DAS Tanralili beberapa tahun terakhir
ini mengalami peningkatan disebabkan pengalihan fungsi kawasan-
kawasan lindung sebagai pengatur sistem tata air menjadi areal
perkebunan masyarakat secara luas, dengan jenis tanah yang peka
terhadap erosi, terbentuknya lahan kritis, bertambah luasnya lahan-
lahan terbuka yang tidak produktif seperti bekas ladang, dan sistem
usahatani yang tidak menerapkan teknik konservasi tanah yang baik.
Hasil analisis sebaran erosi menurut unit lahan di dalam wilayah
DAS Tanralili dapat dilihat seperti pada tabel 8 di bawah ini :
Tabel 8. (Table 8 Kontribusi Erosi Setiap Penggunaan Lahan pada DAS Tanralili (Analisis GIS, 2007). (Erosion Every contribution to the Watershed Land Use Tanralili) (GIS Analysis, 2007)
No Penggunaan Lahan (Land use) Erosi (Erosion) (ton/ha/thn)
1 Hutan 2,442 Perkebunan 32,013 Sawah 0,094 Semak belukar 38,485 Tegalan 1,97
Jumlah Total 74,99
Dari tabel 8 di atas menunjukkan bahwa di DAS Tanralili erosi
yang terbesar terjadi di daerah semak belukar dan pada ereal
pekebunan atau sebesar 38,48 ton/ha/thn dan 32,01 ton/ha/thn.
Sedangkan jumlah total erosi yang terjadi di DAS Tanralili adalah
sebesar 74,99 ton/ha/thn. Hal ini merupakan pemberi kontribusi
terbesar terhadap proses pendangkalan bendung Lekopancing.
B. Arahan Pola Penggunaan Lahan.
Berdasarkan pada hasil analisis sesuai dengan tata cara
penentuan arahan penggunaan lahan dengan menggunakan scoring
(Mentan,1980) serta berbagai pertimbangan ekologis (konservasi tanah
15
dan air) maka diperoleh data arahan penggunaan lahan di DAS Tanralili
seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 9. Jenis Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisis Arahan Penggunaan Lahan DAS
Tanralili (Analisis, SIG 2007)
NoArahan Penggunaan Lahan/
Fungsi KawasanLuas(ha)
Persentase Luas(%)
1 Kawasan Lindung 18.754,41 71,19
2 Kawasan Penyangga 3.112,18 11,81
3 Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan 2.920,30 11,09
4 Kawasan Budidaya Tanaman Semusim 1.556,61 5,89
Total 26.343,50 100,00
Pada tabel 9 di atas terlihat bahwa kawasan lindung yang
diperlukan di DAS Tanralili adalah 18.754 Ha atau 71 %. Jika luas
kawasan lindung yang diperlukan dibandingkan dengan ketersediaan
kawasan hutan pada saat ini yaitu seluas 6.201,839 atau 22,86 %,
dapat dikemukakan bahwa luas hutan yang ada tidak dapat berfungsi
sebagai kawasan pelindung bagi system hidro-orologi di daerah
bawahnya.
Alternatif kegiatan vegetatif yang dapat dilakukan dalam kawasan
ini adalah suksesi alami, reboisasi dan hutan kemasyarakatan,
perlindungan mata-mata air, pengayaan untuk areal yang berada dalam
kawasan hutan lindung. Selain kawasan lindung seperti tersebut di atas
untuk mempertahankan ketersediaan air di DAS Tanralli juga diperlukan
kawasan penyangga seluas 3.112 ha atau 11,81 % dari luas wilayah
DAS. Keberadaan kawasan penyangga ini sebagai area pelindung
(protect area) terhadap kawasan-kawasan lindung agar daerah ini dapat
berfungsi optimal dan lestari. Pengelolaan kawasan ini perlu
memperhatikan aspek-aspek sosial ekonomi masyarakat yang berada
disekitarnya.
Untuk mendukung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
di DAS Tanralili maka diperlukan pembangunan kawasan budidaya
seluas 4.485,91 ha, atau 16,98 %. Luasan ini di harapkan dapat
16
mendukung usaha tani masyarakat di sekitar DAS baik usahatani lahan
kering, maupun usahatani lahan basah.
C. Arahan Klasifikasi Fungsi Kawasan
Berdasarkan hasil analisis arahan penggunaan lahan seperti di
atas maka diperlukan rekomendasi penggunaan lahan berdasarkan
fungsi kawasan untuk wilayah DAS Tanralili menurut pembahagian
wilayah administrasi. Untuk lebih jelasnya arahan penggunaan lahan di
DAS Tanralili dapat dilihat seperti tabel 10 di bawah ini :
Tabel 10. Rekomendasi Penggunaan Lahan Berdasarkan fungsi kawasan di DAS Tanralili (Analisis Data GIS, 2007)
No Kabupaten Kecamatan Rekomendasi Penggunaan Lahan
1 Maros Tompobulu A, B, C, D
2 Maros Tanralili B, C
3 Gowa Tombolopao A
Keterangan : A = Kawasan Lindung
B = Kawasan Penyangga
C = Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
D = Kawasan Budidaya Tanaman Semusim
Dari rekomendasi tersebut di atas terdapat beberapa tempat
tertentu di wilayah DAS Tanralili telah mengalami banyak perubahan
pola penggunaan lahan atau tidak sesuai dengan penggunaan lahan
yang disarankan. Di beberapa tempat di daerah hulu, seperti di
Kecamatan Tombolopao (Kabupaten Gowa) dan Kecamatan Tompobulu
(Kabupaten Maros) penggunaan lahan saat ini tidak sesuai dengan
arahan fungsi baik menurut Peta Tataguna Hutan Kesepakatan maupun
rekomendasi yang disarankan. Hasil analisis pemanfaatan kawasan
lindung di DAS Tanralili disajikan pada tabel 11 di bawah ini :
Tabel 11. Perincian Penggunaan Kawasan Lindung di DAS Tanralili (Hasil Analisis SIG, 2007)
No Arahan Kawasan Penggunaan Lahan Saat ini Luas (Ha)
1 Kawasan Lindung Hutan 3.619,103
17
Perkebunan 6.081,063
Semak Belukar 3.876,116
Sawah 1.231,416
Tegalan/Ladang 3197,232
J u m l a h T o t a l 18.004,93*)
2 Kawasan Penyangga
Hutan 2.282,621
Perkebunan 2.356,897
Sawah 828,509
Semak Belukar 858,444
Tegalan/Ladang 125,855
J u m l a h T o t a l 6.452,326*)
Keterangan : *) belum termasuk kawasan budidaya dan pemukiman
Sesuai dengan keadaan saat ini seperti pada tabel 11 di atas,
penggunaan lahan seperti perkebunan, terbentuknya semak belukar,
sawah, tegalan/ladang yang termasuk di dalamnya pemukiman yang
terletak dalam kawasan lindung maupun kawasan penyangga telah
menimbulkan pengaruh terhadap sistem tata air, dan pengendali erosi.
Oleh karena itu, untuk kepentingan konservasi dan menjamin peranan
dari masing-masing arahan pola pengunaan lahan maka semua praktek
penggunaan lahan yang tidak termasuk dalam sistem perlindungan
harus diarahkan sebagai penggunaan lahan yang bersifat perlindungan.
Kawasan lindung yang telah dialih fungsikan menjadi kawasan
lainnya agar dapat di arahkan untuk mendukung tercapainya arahan
penggunaan lahan yang dapat menjamin sistem tata air yang optimal
dan lestari diperlukan beberapa arahan-arahan sebagai berikut :
a. Pengalihan Fungsi
Pengalihan fungsi suatu areal menjadi fungsi lindung dilakukan
apabila areal tersebut merupakan tanah negara (kawasan hutan
produksi/dapat dikonversi. Demikian pula jika lahan yang dimiliki
oleh masyarakat adat atau hak milik jika termasuk dalam fungsi
lindung, maka dapat dipertimbangkan melalui kesepakatan
pemerintah otonomi, dan tokoh masyarakat (adat, agama,
18
lembaga mayarakat dll), untuk dialih fungsikan menjadi kawasan
lindung berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku.
b. Pola Tanam
Jika suatu lahan seharusnya menjadi areal yang
direkomendasikan sebagai kawasan lindung, tetapi sulit untuk
dialih fungsikan maka yang dapat dilakukan adalah mengatur pola
tanam yang berfungsi sebagai konservasi tanah maupun air.
Pengaturan pola tanam yang dilakukan adalah menciptakan suatu
kondisi pola tanam yang membentuk tegakan multi strata
(berlapis-lapis) dengan jenis tanaman kayu-kayuan/buah-buahan
dan atau tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Sedangkan kawasan yang telah direkomendasikan sebagai
kawasan produksi, namun pada kondisi aktualnya masih termasuk
dalam kawasan lindung, maka kegiatan yang dapat dilakukan
sebagai alternatif penanganannya adalah melakukan penanaman
di daerah-daerah tersebut dengan jenis tanaman yang dapat
berfungsi sebagai pengatur tata air dan bernilai ekonomis
(menghasilkan buah, getah, dan hasil ikutan lainnya). Sedangkan
pola tanamnya harus mengikuti ketentuan pola tanam pada hutan
lindung yang lebih fokus diarahkan kepada kepentingan konservasi
tanah dan air, namun tidak meninggal kepentingan sosial ekonomi.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Perubahan kondisi penggunaan lahan di DAS Tanralili, merupakan
akumulasi dari kejadian sepuluh tahunan. Adanya perubahan
tersebut menyebabkan tingginya tingkat erosi yang terjadi yaitu
sebesar 74,72 ton/ha/tahun.
2. Luas areal hutan selama 10 tahun (1996-2005) telah terdegradasi
seluas 5.795 Ha atau mengalami kerusakan dengan laju 1,58
ha/hari. Luas areal perkebunan dari 107,92 ha pada tahun 1996,
menjadi 10.900 ha pada tahun 2005, merupakan hal yang cukup
19
berpengaruh terhadap terjadinya penurunan kualitas DAS Tanralili.
Luas Ladang/Tegalan dari 4.764 Ha, mengalami penurunan hingga
223 Ha namun kenyataannya areal ini telah menjadi areal
perkebunan yang dimiliki oleh masyarakat. Selain itu areal
persawahan dari 15 Ha, menjadi 3.844 Ha, yang umumnya berada
pada kawasan lindung, hal ini berarti sistem drainase di daerah
tersebut menjadi buruk. Semak belukar yang luasnya pada tahun
1996, adalah 9.628 Ha, menjadi 5.304 Ha. mengalami penurunan
akibat tejadinya alih fungsi menjadi lahan perkebunan.
3. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa luas kawasan lindung yang
diperlukan di DAS Tanralili adalah 18.754,41 Ha atau 71,19 %.
Untuk mempertahankan ketersediaan air di DAS Tanralili juga
diperlukan kawasan penyangga seluas 3.112,18 Ha atau 11,81.
Untuk mendukung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
DAS Tanralili maka diperlukan pembangunan kawasan budidaya
tanaman tahunan maupun tanaman semusim seluas 4476,91 Ha
atau 16,98 % dari luas wilayah DAS Tanralli.
B. Saran
1. Perlunya analisis lebih lanjut untuk mengetahui dampak nilai sosial
ekonomi dari penggunaan lahan sehingga upaya rehabilitasi hutan
dan lahan dapat lebih terpadu, terencana, efektif dan efisien.
2. Untuk menghindari perubahan penggunaan lahan yang dilakukan
oleh masyarakat pada kawasan lindung, secara terus menerus
maka perlu dilakukan penyuluhan, penerapan sistem teknik
konservasi tanah pada daerah-daerah bertopografi berat, pemilihan
jenis tanaman kayu-kayuan yang memiliki nilai ekonomi tinggi,
serta keseriusan dari berbagai pihak untuk melakukan perbaikan
agar dapat tercapai kelestarian hutan yang dapat memberikan
pengaruh positip terhadap sistem tata air di DAS Tanralili.
DAFTAR PUSTAKA
20
Arsyad, S. 1989. Pengawetan tanah dan air. Departemen Ilmu-ilmu tanah Institut Pertanian Bogor, Bogor (189).
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (618).
Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan. 2003. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konserasi Tanah Sub DAS Tanralili. Makassar
Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan RTL Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Foth, H.D. 1984. Fundamentals of soil science. John Wiley and Sons.Inc., New York (435).
Hakim, N., Nyakpa, M.Y., Lubis, A.M., Nugroho, S., Saul, R., Diha, M.A., Go ban Hong, dan Balley, H.H. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung (488).
Hamilton, S.L. dan King, P.N. 1997. Tropical Forested Watersheds (terjemahan) Krisnawati Suryanata. Daerah Aliran Sungai hutan tropika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (248).
Hillel, D. 1977. Computer Simulation of Soil-Water Dynamics : A Compendium of Recent Work. International Development R;, search Centre, Ottawa.
Harian Fajar, 2006. Debit Air Lekopancing Turun 80%. Kumpulan Berita (Klipping Air Minum). (http://www.fajar.co.id/news , di akses 29 Maret 2007)
Linsley, R.K.M.A.Kohler and Paulus J.L.H. 1980. Applied Hydrology. McGraw Hill Publ.Co.Ltd., New Delhi (1065).
Manan, S. 1979. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Departemen Manajemen Hutan. IPB, Bogor (132).
Mangundikoro, A. 1985. Dasar-dasar pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Proseding lokakarya kerjasama departemen Kehutanan dan UGM, Yogyakarta (67).
Martopo, S. 1985. Peranan Hidrolgi dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Proseding lokakarya kerjasama departemen Kehutanan dan UGM, Yogyakarta (49).
Paembonan, S. 1982. Analisis Sistem Biofisik Daerah Aliran Sungai : studi kasus Daerah aliran sungai Saddang di Sulawesi Selatan. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor (173).
Sandi, I.M. 1977. Penggunaan tanah (land use). Direktorat Jenderal Agraria, Jakarta (89).
Sarief, S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung (74).
21
Seta, A.K. 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia, Jakarta (129).
Silalahi, S.B. 1983. Penggunaan lahan dan factor-faktor yang mempengaruhinya di daerah pedesaan Sumatera Utara. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor (171).
Syahril. 1996. Kajian Tata Ruang DAS Implikasinya Terhadap Ketersediaan Air Kota Sub DAS Jompi, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara.Tesis S2 Program Pasca Sarjana Universitas Gajamada. Yokyakarta (tidak diterbitkan).
Soekardi, Badaruddin, M., Kuswara, K. Indrawan, D. 1990. Kualitas Lingkungan di Indonesia 1990. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta (288).
Soerianegara, I. 1978. Pengelolaan Sumberdaya Alam, Bagian II. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sosrodarsono, S., dan K. Takeda. 1999. Hidrologi untuk pengairan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta (226).
Sub BRLKT Bila Walanae. 1996. Rencana Teknik Lapangan - Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub DAS Tanralili DAS Maros, Buku III. Bagian Proyek Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS Bila Walanae. Watansoppeng.
Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu rekaman analisa. Rajawali, Jakarta (176).
Wiersum, K.F. 1979. Introduction to Principles of Forest Hydrology and Erosion. With special reference to Indonesia. Institute of Ekologi. Pajajaran University, Bandung (875).
22
23
Lampiran 4 :
No STASIUN JENIS TANAH
KELAS LERENG LAND USE LS C P R K L U A S EROSI
1 Aska Andosol 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 277 0.25 13.34 0.122 Aska Andosol 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 277 0.25 57.68 0.013 Aska Andosol 15 - 25 % Hutan 6.35 0.005 0.900 277 0.25 101.28 1.984 Aska Andosol 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 277 0.25 319.62 26.385 Aska Andosol 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 277 0.25 8.72 26.386 Aska Andosol 15 - 25 % Sawah 6.35 0.010 0.04 277 0.25 16.69 0.187 Aska Andosol 15 - 25 % Sawah 6.35 0.010 0.04 277 0.25 8.00 0.188 Aska Andosol 15 - 25 % Sawah 6.35 0.010 0.04 277 0.25 12.45 0.189 Aska Andosol 15 - 25 % Sawah 6.35 0.010 0.04 277 0.25 91.75 0.1810 Aska Andosol 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 277 0.25 1.64 6.6511 Aska Andosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 277 0.25 89.79 88.6312 Aska Andosol 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 277 0.25 24.76 0.5913 Aska Andosol 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 277 0.25 6.34 0.5914 Aska Andosol 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 277 0.25 0.03 0.5915 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 18.66 6.68
16 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 0.14 6.68
17 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 0.95 6.68
18 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 0.16 6.68
19 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 46.60 6.68
20 Aska Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 0.19 6.68
21 Aska Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 1.17 6.68
22 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 4.10 6.68
23 Aska Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 23.54 6.68
24 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 3.52 6.68
25 Aska Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 0.00 6.68
26 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 1.46 6.68
27 Aska Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 277 0.25 33.49 6.6828 Aska Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 277 0.25 0.57 89.0829 Aska Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 277 0.25 37.10 89.08
30 Aska Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 277 0.25 1.81 89.081 Aska Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 277 0.25 24.79 89.0832 Aska Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 277 0.25 8.56 89.0833 Aska Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 277 0.25 386.01 0.5934 Aska Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 277 0.25 66.19 0.5935 Aska Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 277 0.25 2.69 0.5936 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.01 0.600 324.00 0.25 0.00 0.1937 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 0.60 1.9038 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 - 1.9039 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 0.54 1.9040 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 1.33 1.9041 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 0.11 1.9042 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 346.71 1.9043 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 128.99 1.9044 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 47.76 1.9045 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 79.82 1.9046 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 1.23 1.9047 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Perkebunan 0.39 0.100 0.600 324.00 0.25 232.32 1.9048 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 3.45 0.0149 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 5.13 0.0150 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 1.38 0.0151 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 0.02 0.01
52 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 1.67 0.0153 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 10.87 0.0154 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 137.87 0.0155 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 60.96 0.0156 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 13.37 0.0157 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 32.07 0.0158 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 324.00 0.25 391.70 0.0159 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Semak Belukar 0.39 0.300 0.900 324.00 0.25 4.01 8.5360 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Semak Belukar 0.39 0.300 0.900 324.00 0.25 1.01 8.5361 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Semak Belukar 0.39 0.300 0.900 324.00 0.25 0.12 8.5362 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Semak Belukar 0.39 0.300 0.900 324.00 0.25 1.45 8.5363 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Semak Belukar 0.39 0.300 0.900 324.00 0.25 19.32 8.5364 Puca/Lekopancing Laterik 0 - 8 % Semak Belukar 0.39 0.300 0.900 324.00 0.25 17.79 8.5365 Puca/Lekopancing Andosol 15 - 25 % Hutan 6.35 0.005 0.900 324.00 0.25 152.79 2.3166 Puca/Lekopancing Andosol 15 - 25 % Hutan 6.35 0.005 0.900 324.00 0.25 - 2.3167 Puca/Lekopancing Andosol 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 324.00 0.25 148.16 30.8668 Puca/Lekopancing Andosol 15 - 25 % Sawah 6.35 0.010 0.04 324.00 0.25 98.02 0.2169 Puca/Lekopancing Laterik 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 324.00 0.25 8.41 30.8670 Puca/Lekopancing Laterik 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 324.00 0.25 19.68 30.8671 Puca/Lekopancing Laterik 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 324.00 0.25 0.13 30.8672 Puca/Lekopancing Laterik 15 - 25 % Perkebunan 6.35 0.100 0.600 324.00 0.25 43.75 30.8673 Puca/Lekopancing Laterik 15 - 25 % Sawah 6.35 0.010 0.04 324.00 0.25 1.77 0.2174 Puca/Lekopancing Laterik 15 - 25 % Semak Belukar 6.35 0.300 0.900 324.00 0.25 313.16 138.8775 Puca/Lekopancing Andosol 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 717.65 7.7776 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 659.90 7.7777 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 75.38 7.7778 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 0.37 7.7779 Puca/Lekopancing Andosol 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 11.23 7.7780 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 133.02 7.7781 Puca/Lekopancing Andosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 189.41 103.6682 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 69.12 103.6683 Puca/Lekopancing Andosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 0.05 103.6684 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 67.27 103.6685 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 18.95 103.6686 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 120.58 103.6687 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 6.09 103.6688 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 0.37 103.6689 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 0.86 103.6690 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 0.39 103.6691 Puca/Lekopancing Andosol 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 324.00 0.25 46.35 0.6992 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.30 37.34 9.3393 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 1.06 7.7794 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 0.82 7.7795 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.30 30.67 124.4096 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.20 12.62 82.9397 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 5.72 103.6698 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.30 7.57 124.4099 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.20 150.82 82.93100 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 390.58 103.66
101 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.20 273.06 82.93
2
102 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 324.00 0.20 0.04 0.55
103 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.30 0.14 559.78
104 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.30 0.79 559.78
105 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 11.21 466.49
106 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.30 119.52 559.78
107 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 48.17 466.49
108 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.20 479.07 373.19
109 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.20 6.44 373.19
110 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 6.11 466.49
111 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 0.13 466.49
112 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 1.37 466.49
113 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 0.90 466.49
114 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.25 0.18 466.49
115 Puca/Lekopancing Litosol 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.30 7.20 559.78
116 Puca/Lekopancing Mediteran 25 - 40 % Semak Belukar 21.33 0.300 0.900 324.00 0.20 13.16 373.19
117 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 46.57 7.77
118 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 0.76 7.77
119 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 3.42 7.77
120 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 324.00 0.25 126.30 7.77
121 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 47.73 103.66
122 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 52.72 103.66
123 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 11.07 103.66
124 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 2.27 103.66
125 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 0.37 103.66
126 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 26.54 103.66
127 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 23.54 103.66
128 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 0.85 103.66
129 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 324.00 0.25 26.33 103.66
130 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Tegalan/Ladang 21.33 0.400 0.150 324.00 0.25 18.93 103.66
131 Puca/Lekopancing Laterik 25 - 40 % Tegalan/Ladang 21.33 0.400 0.150 324.00 0.25 6.93 103.66
132 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Hutan 2.20 0.005 0.900 324.00 0.30 30.25 0.96
3
133 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Hutan 2.20 0.005 0.900 324.00 0.30 135.23 0.96
134 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Hutan 2.20 0.005 0.900 324.00 0.25 5.84 0.80
135 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 2.88 10.69
136 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 261.91 10.69
137 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 2.81 10.69
138 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 601.03 10.69
139 Puca/Lekopancing Mediteran 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.20 219.45 8.55
140 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.30 10.13 12.83
141 Puca/Lekopancing Mediteran 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.20 0.81 8.55
142 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 18.52 10.69
143 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.30 119.37 12.83
144 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 609.02 10.69
145 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 14.81 10.69
146 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 3.33 10.69
147 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 324.00 0.25 0.66 10.69
148 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 0.54 0.07
149 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.30 470.96 0.09
150 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 520.47 0.07
151 Puca/Lekopancing Mediteran 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.20 10.14 0.06
152 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 0.95 0.07
153 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 66.77 0.07
154 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 5.79 0.07
155 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 52.52 0.07
156 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Sawah 2.20 0.010 0.04 324.00 0.25 237.21 0.07
157 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.25 51.74 48.11
158 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.25 69.61 48.11
159 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.30 0.19 57.74
160 Puca/Lekopancing Laterik 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.25 42.87 48.11
161 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.30 1.81 57.74
162 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.30 2.63 57.74
163 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.30 327.86 57.74
4
164 Puca/Lekopancing Mediteran 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.20 6.85 38.49
165 Puca/Lekopancing Mediteran 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.20 0.91 38.49
166 Puca/Lekopancing Litosol 8 - 15 % Semak Belukar 2.20 0.300 0.900 324.00 0.30 0.03 57.74
167 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 26.18 7.81
168 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 29.30 7.81
169 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 82.71 7.81
170 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 77.61 7.81
171 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 77.46 7.81
172 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 87.40 7.81
173 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 28.63 7.81
174 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 31.86 7.81
175 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 589.94 7.81
176 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 2.05 7.81
177 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 117.62 7.81
178 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 0.45 7.81
179 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 2.79 7.81
180 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 322.51 7.81
181 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 49.79 7.81
182 Puca/Lekopancing Mediteran > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.20 69.02 6.25
183 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 285.23 7.81
184 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 25.64 7.81
185 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 84.57 7.81
186 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 75.88 7.81
187 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 5.45 7.81
188 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 6.61 7.81
189 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 11.41 7.81
190 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 452.42 7.81
191 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 80.18 7.81
192 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 35.32 7.81
193 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 75.88 104.20
194 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 65.45 104.20
5
195 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 30.96 104.20
196 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 61.15 104.20
197 Puca/Lekopancing Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 38.93 104.20
198 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 4,840.21 104.20
199 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 85.08 104.20
200 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 2.57 104.20
201 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 35.53 104.20
202 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 4.72 104.20
203 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 0.28 104.20
204 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 57.26 104.20
205 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 49.24 104.20
206 Puca/Lekopancing Mediteran > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.20 7.92 83.36
207 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 0.26 104.20
208 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 3.80 104.20
209 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 0.01 104.20
210 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 61.42 104.20
211 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 1.62 104.20
212 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 98.35 104.20
213 Puca/Lekopancing Mediteran > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.20 20.65 83.36
214 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 0.33 104.20
215 Puca/Lekopancing Mediteran > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.20 0.75 83.36
216 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 3.57 104.20
217 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 0.08 104.20
218 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 324.00 0.25 272.17 0.69
219 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 324.00 0.25 100.37 0.69
220 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 324.00 0.25 4.73 0.69
221 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 324.00 0.25 3.38 0.69
222 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Semak Belukar 21.44 0.300 0.900 324.00 0.25 133.16 468.89
223 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Semak Belukar 21.44 0.300 0.900 324.00 0.25 1,655.76 468.89
224 Puca/Lekopancing Mediteran > 40 % Semak Belukar 21.44 0.300 0.900 324.00 0.20 215.77 375.11
225 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Semak Belukar 21.44 0.300 0.900 324.00 0.25 1,702.85 468.89
6
226 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Semak Belukar 21.44 0.300 0.900 324.00 0.25 0.01 468.89
227 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Tegalan/Ladang 21.44 0.400 0.150 324.00 0.25 103.06 104.20
228 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Tegalan/Ladang 21.44 0.400 0.150 324.00 0.25 93.98 104.20
229 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 1.58 7.81
230 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 1.08 104.20
231 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 0.13 104.20
232 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 2.79 7.81
233 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 6.15 7.81
234 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 0.12 7.81
235 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 324.00 0.25 0.01 7.81
236 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 324.00 0.25 104.23 104.20
237 Puca/Lekopancing Laterik > 40 % Tegalan/Ladang 21.44 0.400 0.150 324.00 0.25 0.20 104.20
238 Puca/Lekopancing Litosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 324.00 0.30 0.22 0.83
239 Puca/Lekopancing Litosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 324.00 0.30 21.69 0.83
240 Puca/Lekopancing Litosol > 40 % Semak Belukar 21.44 0.300 0.900 324.00 0.30 40.88 562.67
241 Stamet Malino Andosol 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 2.89 0.17
242 Stamet Malino Laterik 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 0.76 0.17
243 Stamet Malino Laterik 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 1.45 0.17
244 Stamet Malino Andosol 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 0.11 0.17
245 Stamet Malino Laterik 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 0.74 0.17
246 Stamet Malino Andosol 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 0.32 0.17
247 Stamet Malino Laterik 0 - 8 % Hutan 0.39 0.005 0.900 388.00 0.25 3.79 0.17
248 Stamet Malino Andosol 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 388.00 0.25 90.54 0.02
249 Stamet Malino Laterik 0 - 8 % Sawah 0.39 0.010 0.04 388.00 0.25 91.79 0.02
250 Stamet Malino Andosol 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 158.87 9.31
251 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 94.01 9.31
252 Stamet Malino Andosol 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 20.39 9.31
253 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 72.61 9.31
254 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 4.72 9.31
255 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 4.50 9.31
256 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 3.30 9.31
7
257 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Hutan 21.33 0.005 0.900 388.00 0.25 0.01 9.31
258 Stamet Malino Andosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 388.00 0.25 40.82 124.14
259 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 388.00 0.25 20.20 124.14
260 Stamet Malino Andosol 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 388.00 0.25 4.98 124.14
261 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 388.00 0.25 35.10 124.14
262 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 388.00 0.25 4.44 124.14
263 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Perkebunan 21.33 0.100 0.600 388.00 0.25 0.80 124.14
264 Stamet Malino Andosol 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 388.00 0.25 17.39 0.83
265 Stamet Malino Laterik 25 - 40 % Sawah 21.33 0.010 0.04 388.00 0.25 74.57 0.83
266 Stamet Malino Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 63.30 9.36
267 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 356.16 9.36
268 Stamet Malino Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 41.30 9.36
269 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 1.63 9.36
270 Stamet Malino Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 23.85 9.36
271 Stamet Malino Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 2.85 9.36
272 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 24.11 9.36
273 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 1.37 9.36
274 Stamet Malino Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 25.12 124.78
275 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 1.52 124.78
276 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 3.10 124.78
277 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 1.94 0.83
278 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 0.65 0.83
279 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 6.25 0.83
280 Stamet Malino Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 10.96 0.83
281 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 0.25 0.83
282 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 92.27 0.83
283 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 7.56 0.83
284 Stamet Malino Andosol > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 0.84 0.83
285 Stamet Malino Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 0.74 0.83
286 Stamet Malino Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 52.32 0.83
287 Stamet Malino Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 142.97 0.83
8
288 Stamet Malino Laterik > 40 % Sawah 21.44 0.010 0.04 388.00 0.25 8.72 0.83
289 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 0.52 9.36
290 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 49.64 9.36
291 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 0.03 124.78
292 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 1.00 124.78
293 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 13.37 124.78
294 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 13.52 124.78
295 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 0.26 124.78
296 Stamet Malino Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 6.39 9.36
297 Stamet Malino Laterik > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 21.77 9.36
298 Stamet Malino Andosol > 40 % Hutan 21.44 0.005 0.900 388.00 0.25 3.71 9.36
299 Stamet Malino Andosol > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 71.88 124.78
300 Stamet Malino Laterik > 40 % Perkebunan 21.44 0.100 0.600 388.00 0.25 23.47 124.78
301
Stamet Hasanuddin Laterik 8 - 15 % Perkebunan 2.20 0.100 0.600 247.00 0.25 87.67 8.15
26,343.45
749,917.00
9
Slope-Effect Chart (Topographic Factor, LS). LS = ( /72.6)’’’ (65.41 Sin 0 + 4.56 Sin 0 + 0.065) W here = Slope Length in Feet; 0 = Angle of Slope; and m = 0.2 forGradienth < 1 Percent, 0.3 for 1 to 3 Percent Slopes, 0.4 for 3.5 to 4.5 Percent Slopes of 5 Percen t or Steeper.
2l l
20.0
10.0
8.0
10.0
6.0
4.0
2.0
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.1 20 40 60 80 100 200 400 600 800 1000
SLOPE LENGTH (FEET)
TO
PO
GR
AP
HIC
FA
CT
OR
- L
S
PR
ED
ICT
ING
RA
INF
AL
L ER
OS
ION
LO
SS
ES
-A G
UID
E T
O C
ON
SE
RV
AT
ION
PL
AN
NIN
G50%
SLOPE
40%
30%
25%
20%
16%
14%
12%
10%
8%
6%
5% 4%
3%
2%
1%
0.5%
La
mp
iran
2.
10
Lampiran 3 :
Nilai Faktor Penutupan dan Pengelolaan Tanaman
No. Macam Penggunaan Faktor C1. Hutan alam serasah banyak 0.0012. Hutan Alam serasah kurang 0.0053. Hutan produksi tebang habis 0.54. Hutan produksi tebang pilih 0.25. Semak belukar/padang rumput 0.36. Semak tak terganggu 0.017. Semak terganggu 0.108. Perkebunan, permukaan cukup tertutup 0.019. Perkebunan, permukaan tertutup sebagian 0.07
10. Jagung 0.711. Kedelai 0.39912. Kentang 0.413. Kacang tanah 0.214. Rumput bede (tahun pertama) 0.28715. Rumput bede (tahun kedua) 0.00216. Kebun campuran kerapatan tinggi 0.117. Kebun campuran kerapatan sedang 0.218. Kebun campuran kerapatan rendah 0.519. Ubikayu + kedelai 0.18120. Ubikayu + kacang tanah 0.19521. Padi + sorgum 0.34522. Padi + kedelai 0.41723. Kacang tanah + gude 0.49524. Kacang tanah + kacang tunggak 0.57125. Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0.04926. Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha 0.12827. Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 0.25928. Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha 0.37729. Pola tanam tumpang gilir (Jagung-Padi-
Ubikayu) 0.58830. Pola tanam tumpang gilir (Jagung-Padi-
Ubikayu) + Mulsa sisa tanaman 0.35731. Pola tanam berurutan (Padi-Jagung-
Kac.Tanah) 0.49632. Pola tanam berurutan (Padi-Jagung-
Kac.Tanah) + Mulsa sisa tanaman 0.347 Sumber:: Arsyad, 1989
11
Lanjutan Lampiran 3 :
Nilai Faktor Tindakan Konservasi Tanah
No. Tindakan Khusus Konservasi TanahNilai
Faktor1. Teras bangku
- konstruksi baik - konstruksi sedang - konsruksi kurang baik - teras tradisional
0.040.150.350.40
2. Strip tanaman rumput 0.403. Pengelolaan tanah dan penanaman
menurut kontour- kemiringan 0 - 8 %- kemiringan 9 - 20 %- kemiringan > 20 %
0.500.750.90
4. Tanpa tindakan konservasi 1.00 Sumber: Arsyad, 1989
12
Conservation Protection Factor (P)
No. Conservation Practices Value ofP or CP
1.
2.3.
4.5.6.
7.
8.
9.
10.
11.12.13.
14.
15.16.17.18.19.20.
Bench terracesBench terraces- high standard
design/construction- medium standard
design/construction- low standard
design/constructionTraditional terracesCooluvial terraces on grass stringps or bamboo on permanent grass strips e.g. Bahia grass;- high standard design and
establishment- low standard design and
establishmentHillside trenches (slit pits)Crotalaria sp. (legume) in rotationMulch retention (litter or straw 6 ton/ha/year)litter or straw 3/ton/ha/year)litter or straw 1 ton/ha/year)Contour cropping, slope gradient 0 – 8 %slope gradient 9 – 20 %slope gradient > 20 %Bench terraces planted to ground nuts –ground nutsBench terraces, cropped to maize with straw mulch 4 ton/haBench terraces, cropped to sorghum-sorghumBench terraces, cropped to maizeBench terraces, ground nuts – cow peaStrips cropping Bahia grass (3 years)in CitonelloStrip cropping Brachiaria grass (3 years)in intercropping of maize – upland rice –cassava, maize was in rotation with sorghumStrip cropping of Bahia 1 year in soybeanStrip cropping of crotalaria in soybeanStrip cropping of crotalaria in upland rice
0.037
0.040.150.350.40
0.500.040.40.30.6
0.30.50.80.50.750.9
0.009
0.006
0.0120.0480.053
0.0
0.00.020.1110.3400.398
0.050.50
13
Strip cropping of crotalaria in ground nutsStrip cropping of maize and ground nuts, mulches of crop residuesGuludan terrace, grass stibilized risers
21.
22.23.24.
25.
26.
27.
28.29.30.31.
32.
33.
34.
Guludan terrace , cropped to upland riceand maize in rotationGuludan terrace; sorghum-sorghumGuludan terrace; cassavaGuludan terrace; maize-ground nuts, in rotation, mulches of crop residuesGuludan terrace; ground nuts – soybeanin rotationGuludan terrace; upland rice – maize cow pea in rotation, with 2 ton/ha limeBench terrace; maize – cassava/soybean in rotationBench terrace; sorghum-sorghumBench terrace; ground nuts-ground nutsBench terrace; without cropStrip cropping of crotalaria in sorghum-sorghumStrip cropping of crotalaria in ground nuts/cassavaStrip cropping of crotalaria in uplandrice/cassavaStrip cropping of grass in upland rice
0.0130.0410.063
0.006
0.105
0.012
0.0560.0240.0090.039
0.264
0.405
0.1930.841
14
Acceptable Minimum Soil Depth and Land Use Factor
for Various Crop/Land Use (after Wood and Dent, 1983).
No. Crop Name/Land Use Land UseFaktor C
1.2.3.4.5.6.7.8.9.
10.11.12.13.14.15.16.17.18.19.20.21.22.23.24.25.26.27.28.29.30.31.32.33.34.35.36.37.38.39.40.
41.
Rice, sawah TransplantedRice, UplandRice, sawah, Direct SeededMaizeSorghum
Irish PotatoSweet PotatoCassavaYamsTaroPhaseolus Bean, Mung BeanSugar caneSugar Cane (est)Ground nutsSoybeanCottonTobaccoTobacco (est)ChilliPasture (Open grassland)BananasPineapplesCashew nutsCoffeeCoffee (est)CocoaCocoa (est)TeaTea (est)CoconutOilpalmOilpalm (est)ClovesKapokRubberQuinineRice, Sawah, - Cassava, BordercropRice, Upland--MaizeMaize--Sweet PotatoMaize--Beans
0.010.560.010.640.240.450.40.650.70.70.350.30.20.450.40.850.160.160.80.10.550.40.50.60.60.80.80.350.350.70.550.550.50.70.850.90.010.50.450.45
0.35
15
42.43.44.45.46.47.48.49.
Maize--GroundnutsMaize--SoybeansMaize--CassavaRice, Upland--CassavaGroundnuts--CassavaSoybeans-CassavaRice, Upland--BeansRice, Upland--GroundnutsRice, Upland--soybeans
0.450.550.50.20.180.450.450.42
Sumber : Sinukaban, 1989
Lanjutan Lampiran 3
16