jurnal fisika dan terapannya

119

Upload: raju-pratama

Post on 04-Feb-2016

92 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

jurnal fisika dan etrapannya

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Fisika Dan Terapannya
Page 2: Jurnal Fisika Dan Terapannya

JURNAL FISIKA DAN TERAPANNYA VOLUME 1, NOMOR 4, DESEMBER 2013 Penanggung Jawab Prof.,Drs., Win Darmanto, M.Si,Ph.D. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Indonesia Dewan Redaksi (Editorial Board): Ketua : Drs. Siswanto, M.Si. Wakil Ketua: Dr. Retna Apsari, M.Si. Anggota : Dr. Suryani Dyah Astuti, M.Si.

Mohammad Faried, ST.

Page 3: Jurnal Fisika Dan Terapannya

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah yang Maha Esa, berkat rahmat dan hidayahNya

semata jurnal online edisi pertama ini dapat diterbitkan.

E-jurnal “Fisika dan Terapannya” ini merupakan media publikasi bagi sivitas di

lingkungan departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Selain

itu melalui media ini diharapkan dapat mencegah terjadinya praktek plagiasi dalam penelitian.

Pada edisi pertama ini, diterbitkan sepuluh makalah hasil penelitian mahasiswa dari program

studi S1 Fisika dan program studi Teknobiomedik, masing-masing memberikan sumbangan

lima makalah. Topik makalah dari prodi S1 Fisika meliputi bidang biofisika, fisika material,

fotonik dan komputasi, sedangkan topik makalah dari prodi teknobiomedik meliputi bidang

biomaterial dan instrumentasi medis . Hal ini sesuai dengan kelompok bidang keahlian (KBK)

yang dikembangkan pada kedua program studi tersebut.

Semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua.

Ketua Departemen Fisika

FST Universitas Airlangga

Drs. S i s w a n t o, M.Si.

Page 4: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika dan Terapannya (Journal of Physics and Application)

DAFTAR ISI

Aditta Putri Aulia H. Analisis Profil Potensial Listrik Pada Titik 1 Welina Ratnayanti Akupuntur Untuk Diagnosis Diabetes Mellitus Tri Anggono P Ahmad Zaini Arif Aplikasi Serat Optik Sebagai Indikator 18 Samian Ketinggian Cairan Dengan Metode Deteksi Daya Supadi Rugi Optis Akibat Pelengkungan Dan Pemolesan Aziza Anggi Maiyanti Sintesis dan Karakterisasi Sifat Mikroskopik 26 Jan Ady Keramik Batako dengan Variasi Penambahan Djoni Izak R Sekam Tebu Cicilia Maya Christanti Pengaruh Variasi Holding Time Pada Proses 36 Dyah Hikmawati Laku Panas Terhadap Sifat Fisis Material Djoni Izak R Baja 2436 Fita Fitria Penentuan Respon Optimal Fungsi 41 Wellina Ratnayanti K Penglihatan Ikan Terhadap Panjang Gelombang Tri Anggono P. Dan Intensitas Cahaya Tampak Aditya Iman Rizqy Studi Infiltrasi Tubulus Dentin Berbasis 47 Aminatun Hidroksiapatit yang Berpotensi untuk Terapi Prihartini Widiyanti Dentin Hipersensitif Agnes Krisanti W. Sintesis dan Karakterisasi Kolagen dari 58 Adri Supardi Tendon Sapi (Bos Sondaicus ) sebagai Bahan Prihartini Widiyanti Bone Filler Komposit Kolagen – Hidroksiapatit Sabrina Ifahdini S Perancangan Aplikasi Audiometer Nada 70 Adri Supardi Murni Dan Tutur untuk Diagnosis Pendengaran Franky Chandra S.A. Thieara Ramadanika Rancang Bangun Heart Rate Monitoring- 88 Delima Ayu S Device (HRMD) Sebagai Pemantau Bradikardi Retna Apsari Dan Takikardi Berbasis Mikrokontroller Wida Dinar Tri Meylani Sintesis Dan Karakterisasi Hidroksiapatit 98 Djoni Izak R Makropori Untuk Aplikasi Bone Filler Siswanto

Volume 1, Nomor 4, DESEMBER 2013

Page 5: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 1

Analisis Profil Potensial Listrik Pada Titik Akupuntur Untuk

Diagnosis Diabetes Mellitus

Aditta Putri Aulia Haqque, Welina Ratnayanti, Tri Anggono P

Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Airlangga, Surabaya 60115

Abstract

The aim of this research is to analyze electrical potential profile on the acupoint betwen

healty people and the patient of diabetes mellitus type II. Administering data have done

by recording electrical potential profile on the acupoints: Feishu, Xinshu, Ganshu, Pishu,

and Shenshu to the 10 healthy people and the 10 people with diabetes mellitus based on

the second data observation at the Local Government Clinic Mulyorejo, Surabaya.

Potential profile of the organs has the electrical signals form. It was achieved by the

result of electrical potential which is based time recording. Recording time was done

during 100 second. The results couldn't be differentiated significantly, so it needs the

other signals processing with FFT analyze method with cutting as the data frames. It was

done every 3,29 second. Based on the result of analyzing the amplitude each frequency

group, the significant differences are on the acupoint Feishu: 348-352 Hz, on the acupoint

Xinshu 1-5 Hz, on the acupoint Ganshu 248-252 Hz. According to the preference, it was

found that the electrical potential profile on the acupoints of the healthy people has lower

amplitude than the people with diabetic mellitus. So, analyze of electrical potential profile

on the acupoints can be used for diabetes mellitus diagnose.

Keywords : electrical biopotential, acupoint, diabetes mellitus, FFT.

Page 6: Jurnal Fisika Dan Terapannya

2 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus baru disadari oleh penderitanya ketika kadar gula darah meningkat

hingga ≥ 200 mg/dl. Setiap tahun jumlah penderita diabetes mellitus semakin meningkat.

Menurut laporan WHO, jumlah penderita diabetes mellitus di dunia pada tahun 1987

kurang lebih 30 juta. Pada bulan November 1993, jumlah penderita diabetes mellitus di

dunia meningkat hingga menjadi 100 juta lebih dengan prevalensi 6%. Pada tahun 1994,

jumlah penderitanya di dunia mencapai 110,4 juta, pada tahun 2000 meningkat kurang

lebih 1,5 kali lipat menjadi sekitar 175,4 juta, pada tahun 2010 meningkat kurang lebih 2

kali lipat menjadi sekitar 239,3 juta, dan hingga tahun 2020 diperkirakan menjadi 300 juta

(Tjokroprawiro dkk, 2007).

Pengertian diabetes mellitus adalah suatu kelainan metabolisme yang ditandai

dengan kadar gula darah yang tinggi akibat pankreas yang tidak dapat menghasilkan

insulin. Metode diagnosis yang umum digunakan untuk mendeteksi kadar gula dalam

darah seperti tes kuantitatif laboratorium glukosa urin, tes kuantitatif kadar glukosa darah

puasa, serta uji toleransi memerlukan waktu dan biaya yang dirasakan oleh sebagian

masyarakat menjadi salah satu masalah sehingga sebagian masyarakat terlambat

mendeteksi dini kenaikan kadar glukosa dalam darah. Sehingga pada akhirnya

menyebabkan penderita diabetes mellitus semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Akupunktur merupakan cara pengobatan tradisional dengan memasukkan atau

memanipulasi jarum ke dalam titik akupunktur tubuh. Titik akupunktur adalah titik yang

mempunyai sifat aktif listrik dengan karakteristik “High Voltage Low Resistance”.

Permukaan tubuh tempat titik akupunktur memiliki resistansi yang rendah sehingga dapat

mengalirkan beda potensial yang lebih tinggi dibangdingkan dengan permukaan tubuh

yang bukan titik akupunktur. Rangsangan dari titik akupunktur lebih didasarkan pada

kenyataan biofisika bahwa dasar aktif listrik antar sel ke arah organ sasaran. Titik

akupunktur sebagai model reseptor fungsional dua arah dimana salah satu bioinformasi

tubuh dapat dimanfaatkan untuk kepentingan terapi dan diagnosis dalam bidang

kedokteran (Saputra, 2002). Sedangkan meridian sebagai jalur spesifik menuju ke organ

target dari suatu titik akupunktur yang terdapat pada permukaan kulit.

Dengan adanya hubungan antara titik akupunktur dengan organ yang dituju, maka

akan dapat diketahui aktivitas kelistrikan organ tersebut dari analisis sinyal yang

dihasilkan di titik akupunktur. Telah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai analisis

profil potensial listrik pada titik akupunktur untuk diagnosis fungsional organ. Analisis

profil potensial listrik pada titik akupunktur untuk mengetahui kelainan fungsi organ telah

Page 7: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 3

dilakukan oleh Puspa Erawati (2004). Penelitian ini memanfaatkan aktifitas kelistrikan

dari organ melalui titik akupunktur untuk diamati kemudian profil potensial listriknya

dijadikan sebagai indikator kelainan fungsional organ. Sedangkan pada penelitian yang

akan dilakukan menggunakan titik akupunktur sebagai titik yang menghubungkan sifat

aktif listrik organ yang ingin diketahui aktivitas listrik dari organ-organ yang terkait

dengan penyakit diabetes mellitus (melalui meridian kandung kemih) sehingga profil

kelistrikannya dapat digunakan untuk diagnosis dini penderita diabetes mellitus. Dalam

penelitian ini akan digunakan titik akupunktur yang spesifik ke organ meridian Shu

belakang, yaitu titik Feishu (Paru), Xinshu (Jantung), Ganshu (Hati), Pishu (Limpa), dan

Shenshu (Ginjal). Profil potensial listrik pada titik akupunktur yang diperoleh akan

dianalisis sinyal hingga dapat diperoleh hasil yang dapat memperlihatkan perbedaan

secara nyata profil potensial listrik pada kondisi sehat dan pada kondisi diabetes mellitus.

Dengan dapat dibedakannya profil potensial listrik kedua kondisi ini diharapkan dapat

menjadi suatu metode diagnosis baru menggunakan prinsip fisika dan dapat mengetahui

implementasi serta pentingnya prinsip fisika dalam metode penelitian khususnya analisis

sinyal.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian primer, observasional, dan bersifat analitik

dengan pendekatan yang dilakukan bersifat transversal atau cross sectional yaitu sekali

pengambilan data pada saat tertentu dan tidak simultan. Variabel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas : kadar gula darah testi

2. Variabel terikat : profil potensial listrik testi (dalam frekuensi dan amplitudo)

3. Variabel terkendali : titik akupuntur yang terkait dengan penyakit diabetes dan

gejalanya serta waktu perekaman profil potensial listrik.

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 orang testi sehat yang

dibuktikan dengan tes kadar gula darah dan penelusuran riwayat kesehatan dengan

metode wawancara, dan 10 orang testi testi penderita diabetes mellitus yang

direkomendasikan oleh Puskesmas Mulyorejo dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya serta

dibuktikan dengan tes kadar gula darah. Alur penelitian yang dilakukan digambarkan

dalam bagan diagram berikut :

Page 8: Jurnal Fisika Dan Terapannya

4 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Gambar 1. Alur Penelitian

Tanpa memberikan perlakuan apapun kepada kedua kelompok testi, masing-masing

anggota kelompok kedua testi diuji kadar gula darahnya kemudian dilakukan pemasangan

elektrode untuk perekaman biopotensial pada titik-titik akupunktur yang berhubungan

dengan organ yang terkait dengan penyakit diabetes mellitus. Titik-titik yang digunakan

adalah titik Feishu (terkait organ paru), Xinshu (terkait organ jantung), Ganshu (terkait

organ Hati), Pishu (terkait organ Limpa), dan Shenshu (terkait organ Ginjal).

Gambar 2. Letak titik-titik akupuntur meridian Shu belakang.

Page 9: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 5

Alat perekam biopotensial yang digunakan bekerja dengan prinsip perekaman

biopotensial dengan EMG. Perekaman biopotensial menggunakan prinsip dari EMG

(Electromyography). EMG (Electromyography) merupakan pemeriksaan syaraf tepi dan

otot (Widjaja, 2012). Sinyal EMG mempunyai sifat random karena sangat bergantung

kepada ukuran, bentuk, dan penempatan elektroda pada permukaan dari bagian yang akan

diuji. Sinyal EMG mempunyai rentang amplitudo sebesar 0,10 mV, dengan dominan

pada 200-400 mikrovolt. Sinyal EMG mempunyai rentang frekuensi yang lebar antara

20-500 Hz, sehingga untuk proses perekaman diperlukan rangkaian penguat yang besar.

Frekuensi cut off high 500 Hz digunakan untuk menapis frekuensi tinggi. Sinyal

bioelektrik sangat rentan terhadap derau (noise), yang muncul dari interfrensi jala-jala

listrik, gerakan tubuh dan frekuensi radio (Cromwell L., dkk, 1976).

Sinyal dideteksi pada dua sisi dari elektrode positif dan negatif yang dipasang,

rangkaian elektrik mendapatkan beda tegangan antara kedua sisi kemudian dikuatkan

beda tegangannya. Sebagai hasilnya, sinyal manapun yang common pada kedua sisi akan

dihilangkan, dan sinyal yang berbeda pada kedua sisi akan memiliki differensial yang

kemudian dikuatkan. Sinyal yang munculnya jauh dari organ yang dideteksi akan tampak

sebagai sinyal biasa, dimana sinyal yang berada disekitar area akan berbeda pada

konfigurasi ini (Carlo dan Deluca, 2000). Sinyal yang diperoleh rentan terhadap derau

(noise). Hal tersebut dikarenakan, elektrode yang digunakan merupakan elektrode non-

invasif sehingga sangat mudah terjadi gangguan yang berasal dari adanya gangguan

inheren komponen elektronik, gangguan dari sumber radiasi seperti transmisi,

ketidakstabilan sinyal yang bersifat inheren karena sinyal EMG bersifat random,

ketidakstabilan penempatan selama masa perekaman, atau masuknya sinyal dari

komponen tubuh lain di dekat penempatan elektrode yang terkena ransang listrik kecil

sehingga mengganggu sinyal dari target yang ingin dideteksi (Wijayanto dan Hastuti,

2006). Pada perangkat Iworx, sinyal yang dikeluarkan merupakan hasil dari penguatan

sinyal yang dilakukan 1000x dari sinyal bioelektrik masukan.

Setting alat yang digunakan adalah :

Page 10: Jurnal Fisika Dan Terapannya

6 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Gambar 3. Setting Alat

Tahap-tahap perekaman biopotensial organ menggunakan perangkat ini adalah :

1. Arus bioelektrik organ dikeluarkan melalui titik akupunktur kemudian diterima

elektrode non-invasif ditempatkan kemudian mengalir ke bioamplifier.

2. Sinyal yang dihasilkan tubuh sangat kecil berorde mikrovolt, sehingga dilakukan

penguatan pada bioamplifier sebesar 1000 kali agar sinyal dapat terlihat pada layar

komputer pada program Labscribe. Tampilan sinyal dari perekaman biopotensial

dapat ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 4. Tampilan sinyal perekaman biopotensial pada titik akupuntur.

Sinyal hasil perekaman merupakan gelombang yang dipancarkan dari aktivitas organ

yang dapat dipresentasikan oleh fungsi gelombang :

=

=

+++=

+++=

n

iii

n

ii

tAAtAt

tttt

12211

121

sin......sinsin)(

.)(..........)()()(

ωωωψ

ψψψψ (2.0)

Dengan :

Ψ(t) : fungsi gelombang sebagai fungsi waktu

Ai : Amplitudo

Page 11: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 7

ω : frekuensi penyusun gelombang

t : waktu penjalaran

Setiap fungsi gelombang penyusunnya dapat dijabarkan menggunakan deret Fourier

jika fungsi gelombang tersebut periodik. Deret Fourier memperlihatkan bahwa semua

fungsi periodik dapat diekspresikan sebagai suatu kombinasi dari suku-suku

pembentuknya. Fourier menunjukan bahwa sebuah fungsi dengan periode T dapat

diperlihatkan dengan deret trigonometri dengan bentuk :

tnbtnaatf nn

n ωω sincos)(1

0 ∑∞

=

++= (2.1)

Dengan 𝝎𝝎 = 2π/T adalah frekuensi perulangan fungsi (rad/s).

Untuk fungsi genap, koefisien Fourier dalam deret Fourier dapat dihitung dengan

persamaan :

dttntfT

b

dttntfT

a

dttfT

a

T

Tn

T

Tn

T

T

=

=

=

ω

ω

sin)(1

cos)(1

)(10

(2.2)

Titik awal dari integral dapat diubah. Pada titik awal manapun harus dan pasti

menghasilkan nilai yang sama untuk integral dari fungsi yang periodenya lebih dari satu.

Deret Fourier memiliki beberapa sifat yang penting, yaitu : frekuensi dari bentuk sinus

dan cosinus pertama adalah suatu fungsi frekuensi, dan kenaikan frekuensi antara

pembentuk-pembentuknya kenaikan n yang sebanding dengan fungsi frekuensi. Periode

pembentuk sinus dan cosinus pertama adalah sebuah fungsi, dan setiap pembentuk dalam

deret tersebut memperlihatkan sebuah bilangan bulat dari gelombang sinus dan cosinus

yang sesuai dengan periode fungsi tersebut.

Suatu fungsi f(t) dengan variasi waktu dapat ditulis sebagai sebuah persamaan

dengan parameter waktu. Fungsi tersebut juga digambarkan dalam bentuk grafik terhadap

waktu. Kedua ekspresi fungsi, yaitu grafik waktu dan persamaan fungsi waktu disebut

dengan representasi domain waktu. Deret Fourier menawarkan sebuah representasi

alternative untuk fungsi dalam domain frekuensi. Meskipun penggambaran fungsi

terhadap waktu sebuah histogram yang dapatdiperbaiki dengan sumbu x sebagai

frekuensi dan sumbu y sebagai amplitude tiap frekuensi. Bentuk tersebut merupakan

representasi domain frekuensi. Dengan menggunakan identitas Euler,

Page 12: Jurnal Fisika Dan Terapannya

8 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

cos 𝑥𝑥 =12�𝑒𝑒𝑖𝑖𝑥𝑥 + 𝑒𝑒−𝑖𝑖𝑥𝑥 �

sin𝑥𝑥 = 12𝑖𝑖

(𝑒𝑒𝑖𝑖𝑥𝑥 + 𝑒𝑒−𝑖𝑖𝑥𝑥 )

deret Fourier dapat ditulis dalam bentuk kompleks sebagai berikut :

𝑓𝑓(𝑡𝑡) = � �𝑐𝑐𝑛𝑛𝑒𝑒𝑖𝑖𝑛𝑛𝑖𝑖𝑡𝑡 �∞

𝑛𝑛=−∞

𝑐𝑐𝑛𝑛 = 1𝑇𝑇

∫ 𝑓𝑓(𝑡𝑡)𝑒𝑒−𝑖𝑖𝑛𝑛𝑖𝑖𝑡𝑡 𝑑𝑑𝑡𝑡𝑇𝑇𝑇𝑇

Dalam kelistrikan, deret Fourier dapat memperlihatkan suatu tegangan periodik. Jika

kita mengingat sebuah integral merupakan sebuah batas dari penjumlahan, deret Fourier

berubah menjadi integral Fourier. Fourier yang telah ditransformasi dapat digunakan

untuk memperlihatkan fungsi non periodic menjadi fungsi periodik dengan periode

menuju tak hingga, contohnya satu pulsa tegangan tidak berulang. Deret Fourier hanya

berlaku untuk sinyal periodik. Sedangkan transformasi Fourier digunakan untuk sinyal

aperiodik yang dianggap sebagai sinyal periodik orde tak hingga. Jika sinyal aperiodik

dianggap sebagai sinyal periodik orde tak hingga maka periodenya diperbesar menuju tak

hingga, sehingga spectrum sinyal menjadi spektrum kontinyu. Dengan demikian

penjumlahan pada deret Fourier berubah menjadi integral dengan variabel kontinyu 𝝎𝝎,

bentuknya menjadi :

∫∞

∞−

∞−

=

=

dtetfF

deFtf

ti

ti

ω

ω

ω

ωωπ

)()(

)(21)(

(2.5)

Gambar 5. Kurva fungsi waktu yang akan ditransformasi (sebelah kiri) dan kurva

yang menunjukkan hasil Fourier Transform (sebelah kanan). Dicuplik dari

www.certif.com

f(t) F(ω)

t (ms) ω(Hz)

Page 13: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 9

Gambar 5 menunjukkan contoh sinyal sebagai fungsi waktu yang sulit

dideskripsikan bentuk deret Fourier atau fungsi waktunya (sebelah kiri). Sumbu ordinat

menyatakan tegangan sebagai fungsi waktu f(t) dan sumbu absis sebagai waktu t.

Amplitudo pada tegangan fungsi waktu bergantung pada koefisien Fourier (a0, an, dan bn),

sedangkan yang mempengaruhi rapat dan renggangnya sinyal adalah frekuensi-frekuensi

(ω) penyusun sinyal tersebut. Setelah dilakukan transformasi Fourier, diperoleh kurva

berubah pada sumbu absis merupakan frekuensi (ω), sedangkan sumbu ordinat

merupakan Amplitudo yang ternormalisasi sebagai fungsi frekuensi F(ω).

Fast Fourier Transform merupakan suatu bentuk analisis data dengan memanfaatkan

operasi matematika yang digunakan dalam pemrosesan sinyal untuk mengubah data dari

domain waktu kontinyu menjadi domain frekuensi dengan cepat.

Konvolusi pada transformasi Fourier menunjukkan bahwa,

2)]([1)(*)()( tfFFFπ

ωωω =−= (2.6)

Teorema Parseval menunjukkan bahwa,

∫∫∞

∞−

∞−

== dttfdFF 22 )(1)()(π

ωωω (2.7)

Rata-rata dari adalahtf 2)]([ ∫∞

∞−

dttf 2)(1π

Teorema Parseval secara fisis menunjukkan hubungan antara rata-rata dari kuadrat

f(t) dan koefisien Fourier (a0, an, dan bn) seperti pada persamaan berikut:

∑∑

∞−

∞∞

∞−

=

++

=

=

22

1

2

1

22

02

22

)]([

21

21)]([

)(1)]([

n

nn

ctf

batf

dttftf

a

π

Dalam analisis sinyal ini, perangkat lunak yang digunakan adalah program

Labscribe. Pada tampilan terdapat nilai T2-T1 merupakan fasilitas untuk memudahkan

membaca rentang skala yang memiliki satuan format jam:menit:detik. Display time

menunjukkan kurun waktu perekaman.

Setelah hasil perekaman ditampilkan, selanjutnya mengklik icon analisis FFT pada

program Labscribe, yaitu fungsi analisis yang mengubah sinyal profil potensial listrik

Page 14: Jurnal Fisika Dan Terapannya

10 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

domain waktu ke domain frekuensi. Hasil yang muncul adalah pulsa-pulsa yang

menunjukkan frekuensi (sumbu-x) dari fungsi gelombang pada sinyal listrik hasil

perekaman mulai dari 1 Hz sampai 499 Hz dengan masing-masing amplitudo mulai dari 0

sampai 1 (sumbu-y). Data diolah dengan mencuplik pada rentang waktu yang sama, yaitu

3,29 sekon kemudian klik menu FFT lalu menempatkan dua kursor sampai mendapatkan

beberapa nilai frekuensi dan amplitudonya.

Gambar 6. Cuplikan Hasil Analisis Transformasi Fourier Profil Potensial Domain

Waktu menjadi Domain Frekuensi

Kemudian dilakukan pencatatan frekuensi dan amplitudo profil potensial listrik

masing-masing testi pada tiap-tiap titik dengan pencuplikan data hingga 20 bingkai.

Perhitungan uji beda dilakukan dengan menggunakan uji T sampel bebas pada rata-rata

amplitudo dari 20 bingkai data yang diambil untuk tiap kelompok frekuensi pada masing-

masing kelompok testi. Uji T sampel bebas merupakan uji beda untuk data rasio yang

terdistribusi normal atau mendekati normal. Penarikan kesimpulan dari Uji T sampel

bebas dilakukan dengan menghitung nilai t tabel dan t hitung. Jika nilai t hitung > t tabel

dengan taraf signifikansi 0,05, maka H0 diterima. Namun, jika nilai t hitung < t tabel

dengan taraf signifikansi 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Untuk t tabel :

ns

xt µ−=

Untuk t hitung :

Amplitudo Frekuensi

Waktu

Page 15: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 11

( ) ( )

12

2

2

2

11

1

2

2

22).(

∑−∑

=

∑−∑

=

+

−=

−=

n

nBB

Bs

n

nAA

As

ss

BA

s

BAt

BABA

Keterangan :

x = rata-rata dari sampel yang diambil

µ = rata-rata dari populasi yang diambil

n = jumlah sampel yang diambil

s =standar deviasi data

A = rata-rata sampel jenis A

B = rata-rata sampel jenis B

sBA ).(

= standar error yang diperoleh dari standar error masing-masing jenis perlakuan

Uji beda antara data dari testi sehat dengan data dari testi sakit menggunakan uji T

sampel bebas pada perangkat lunak SPSS 13.0. Cara penarikan kesimpulan dari hasil Uji

T sampel bebas menggunakan SPSS adalah dengan memperhatikan nilai signifikansi 2-

tail yang disebut sebagai p. Jika p > 0,05, maka H0 diterima dan H1. Namun, jika p < 0,05,

maka H0 ditolak dan H1 diterima (Kusriningrum, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam persiapan penelitian, testi diabetes mellitus diperiksa kadar gula darahnya

menggunakan alat cek kadar gula darah digital untuk meyakinkan bahwa pada testi

diabetes mempunyai kadar gula darah yang tinggi atau pada testi sehat mempunyai kadar

gula darah yang rendah dan diminta untuk menyampaikan keluhan-keluhan yang terjadi

setelah pasien menderita diabetes mellitus. Pada testi sehat dilakukan juga wawancara

untuk riwayat kesehatan testi. Kemudian dilakukan uji beda untuk membandingkan kadar

gula darah pada testi sehat dan testi diabetes mellitus. Testi sehat sebanyak 10 orang

diberi kode n1 hingga n10 dan testi diabetes sebanyak s1 hingga s10. Berdasarkan hasil

SPSS uji beda kadar gula darah pada testi sehat dan testi diabetes, diperoleh hasil bahwa

terdapat perbedaan signifikan antara kadar gula darah testi sehat dengan testi diabetes

Page 16: Jurnal Fisika Dan Terapannya

12 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

mellitus, yaitu nilai p= 0,0003. Nilai rata-rata kadar gula darah pada testi sehat adalah

(100,0±9,1) mg/dl dan pada testi sakit adalah (297,0±43,1) mg/dl.

Profil potensial listrik pada titik akupunktur dihasilkan dari perekaman potensial

listrik pada titik-titik akupunktur Feishu (BL 13) terkait organ paru, Xinshu (BL 15)

terkait organ jantung, Ganshu (BL 18) terkait organ hati, Pishu (BL 20) terkait organ

limpa, dan Shenshu (BL 23) terkait dengan organ ginjal selama 100 detik. Hasil cuplikan

perekaman profil potensial listrik domain waktu untuk orang sehat yaitu pada gambar 7

dan penderita diabetes mellitus dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 7. Profil Potensial Listrik Domain Waktu pada orang sehat.

Gambar 8. Profil Potensial Listrik Domain Waktu pada penderita diabetes mellitus.

Dengan absis menyatakan rentang waktu pencuplikan data (ms), dan ordinat

merupakan tegangan sebagai fungsi waktu (V/ms).

Profil potensial listrik domain waktu pada titik akupunktur belum dapat dibedakan

secara langsung sehingga diperlukan analisis sinyal untuk dapat membadakan keduanya.

Oleh karena itu, diperlukan analisis FFT (Fast Fourier Transform) pada perangkat lunak

Labscribe untuk mengubah profil potensial listrik domain waktu menjadi profil potensial

listrik domain frekuensi. Profil potensial listrik yang terekam dapat dicuplik menjadi

bingkai-bingkai data dalam selang waktu pencuplikan yang sama. Dari setiap bingkai

yang dicuplik, frekuensi dan masing-masing amplitudo diamati dengan kursor, dicatat ke

Page 17: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 13

dalam tabel sehingga menghasilkan data yang rapi dan dapat dianalisis secara statistik.

Frekuensi-frekuensi yang muncul sebagai frekuensi dominan pada setiap pencuplikan

adalah frekuensi-frekuensi dengan interval 1-5 Hz, 98-102 Hz, 148-152 Hz, 198-202 Hz,

248-252 Hz, 298-302 Hz, 348-352 Hz. Hasil pencatatan amplitudo yang telah disusun

secara rapi dari 20 pencuplikan setiap kelompok frekuensi dihitung nilai rata-rata

amplitudonya.

Hasil perhitungan rata-rata amplitudo tiap kelompok frekuensi pada profil potensial

listrik titik akupunktur domain frekuensi kemudian diuji beda menggunakan uji T sampel

bebas. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil uji T sampel bebas untuk rata-rata

amplitudo adalah :

1. Terdapat perbedaan signifikan pada kelompok frekuensi 1-5 Hz dengan p=0,032 pada

titik Xinshu, 248-252 Hz dengan p=0,035 pada titik Ganshu, dan 348-352 Hz dengan

p=0,020 pada titik Feishu.

2. Tidak terdapat perbedaan signifikan pada frekuensi lainnya dan pada titik akupunktur

lainnya.

Pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak perekam biopotensial yang telah

diatur secara otomatis sebagai perekam sinyal EMG. Sinyal EMG yang dihasilkan

berorde hingga mikrovolt, sehingga diperlukan penguatan agar dapat diperlihatkan pada

layar komputer. Sinyal EMG dari permukaan tubuh yang direkam berasal dari beda

potensial yang terjadi antara dua elektrode yang dipasang pada titik akupunktur secara

lateral sebagai pintu masuk dan keluarnya energi yang memiliki arah positif dan negatif.

Antara titik akupunktur dan kelistrikannya pada organ dihubungkan oleh meridian

sebagai jalur aliran energi. Sehingga organ diamati kelistrikannya melewati meridian

menuju titik akupunktur. Elektrode positif dan negatif yang dipasang secara lateral,

menerima beda potensial pada kedua titik akupunktur lateral kemudian

mentransmisikannya ke dalam bioamplifier. Perekaman sinyal EMG menggunakan

perangkat Iworx yang dapat melakukan penguatan 1000 kali dari sinyal masukannya

sehingga dapat teramati pada layar komputer. Sinyal yang teramati pada layar komputer

merupakan sinyal sebagai fungsi waktu yang belum dapat dibedakan secara nyata.

Sehingga belum dapat dijadikan sebagai metode analisis profil potensial listrik untuk

diagnosis diabetes mellitus.

Dengan menggunakan transformasi Fourier, sinyal dalam fungsi waktu yang

sebelumnya tidak dapat dibedakan kini dapat terlihat perbedaannya yang nyata secara

statistik. Kecederungan yang timbul pada profil potensial listrik untuk kondisi sehat

Page 18: Jurnal Fisika Dan Terapannya

14 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

dengan kondisi diabetes adalah amplitudo yang dihasilkan cenderung lebih tinggi pada

kondisi diabetes. Hal ini menunjukkan bahwa metode pengolahan sinyal untuk persiapan

data sangat diperlukan untuk mengetahui perbedaan profil potensial listrik yang

sebelumnya merupakan fungsi waktu. Dengan dapat terbedakannya profil potensial listrik

pada titik akupunktur untuk kondisi orang sehat dengan kondisi orang sakit, maka metode

analisis ini dapat dijadikan sebagai metode diagnosis untuk penyakit diabetes mellitus.

Faktor-faktor yang menyebabkan tidak ditemukannya perbedaan signifikan pada

titik-titik akupunktur yang lain dan frekuensi yang lain karena profil kesehatan dari testi

yang tidak homogen serta terdapatnya kemungkinan adanya arus listrik yang bukan

berasal dari organ yang ditransmisikan oleh elektrode. Profil potensial listrik yang

terekam merupakan profil potensial untuk keadaan pada waktu tertentu saat perekaman.

Keadaan testi yang tidak homogen akibat faktor psikologis maupun fisik menyebabkan

perubahan profil potensial listrik secara seketika. Penentuan letak elektrode pada titik

akupunktur yang kurang tepat atau terjadinya pergeseran elektrode juga dapat menjadi

salah satu penyebab hilangnya sinyal yang harusnya terekam. Pola profil potensial listrik

fungsi frekuensi pada testi sehat terdapat kecenderungan frekuensi dominannya memiliki

amplitudo yang lebih kecil dibandingkan dengan pada testi sakit. Frekuensi yang muncul

merupakan representasi dari aktivitas kelistrikan organ. Perbedaan ini dapat disebabkan

karena adanya kecenderungan perubahan aktivitas listrik pada orang sakit dan orang

sehat, dimana organ pada orang sakit lebih banyak melakukan aktivitas untuk

menyeimbangkan kondisi tubuh.

Dalam pembahasan secara akupunktur, apabila terdapat salah satu unsur dalam

hukum lima unsur yang memberikan energi yang berlebihan, maka akan menyebabkan

unsur lain menjadi tidak seimbang. Dengan menggunakan kajian akupunktur pada organ

dalam hukum lima unsur, terdapat hubungan ibu dan anak yang merupakan pengibaratan

saling menghidupi, serta saling membatasi atau saling menindas. Dalam hubungan saling

menghidupi, unsur hati menghidupi jantung, jantung menghidupi limpa, limpa

menghidupi paru, paru menghidupi ginjal, dan ginjal menghidupi hati. Sedangkan dalam

hubungan saling membatasi, unsur hati membatasi limpa,unsur limpa membatasi ginjal,

ginjal membatasi jantung, jantung membatasi paru, dan paru membatasi hati. Dari hasil

penelitian, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada titik Feishu

(terkait organ paru) di frekuensi tinggi yaitu 348-252 Hz, titik Xinshu (terkait organ

jantung) di frekuensi rendah yaitu 1-5 Hz, titik Ganshu (terkait organ hati) di frekuensi

248-252 Hz. Penjelasan untuk hasil tersebut berdasarkan kajian akupunktur, hati

Page 19: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 15

merupakan representasi dari unsur kayu menunjukkan dominasi pada frekuensi 248-252

Hz. Frekuensi tersebut menunjukkan energi tinggi dari hati yang kemudian membatasi

limpa sebagai unsur tanah sehingga menyebabkan limpa lemah (lebih lemah dibanding

pada orang sehat) pada frekuensi tinggi yaitu 348-352 Hz. Limpa yang mengalami

defisiensi tidak cukup kuat untuk menghidupi paru, sedangkan jantung tidak cukup

dihidupi oleh hati sehingga menyebabkan dominasi frekuensi kecil, yaitu 1-5 Hz.

Sehingga akibatnya jantung tidak dapat membatasi paru. Dengan demikian, efek

selanjutnya yaitu paru menunjukkan frekuensi dominan yang tinggi atau energi tinggi

pada frekuensi 348-352 Hz. Dengan tingginya energi pada paru menyebabkan gejala-

gejala awal penyakit yang sering terjadi terkait dengan ketidaknormalan fungsi kerja

organ paru, seperti : rasa gatal pada kulit, kulit yang kering, dan lain-lain. Hal ini dapat

diduga sebagai akibat dari ketidaknormalan kerja organ pada kondisi diabetes sehingga

menyebabkan diperlukannya energi yang lebih untuk menyeimbangkan kondisi tubuhnya.

Energi yang berlebihan ini dapat dianggap sebagai sinyal yang dipancarkan oleh organ

tersebut.

Dalam kajian akupunktur dan kedokteran konvensional, perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut untuk mengetahui penyebab dari munculnya kecenderungan yang menjadikan

perbedaan pada profil potensial listrik pada titik akupunktur untuk kondisi sehat dan

kondisi diabetes mellitus. Pada penelitian ini belum dapat diketahui penyebab secara pasti

alasan dari timbulnya kecenderungan tersebut. Perlu dilakukan penelitian yang lebih

lanjut dan lebih serius dengan melibatkan pakar di bidang kedokteran konvensional

maupun kedokteran akupunktur untuk menelusuri hal-hal yang terjadi pada organ-organ

yang diamati dari penelitian ini. Namun yang dapat dicermati adalah organ-organ yang

terhubung pada titik-titik akupunktur ini merupakan organ-organ yang rentan terganggu

atau rentan terjadi komplikasi diabetes melitus.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Profil potensial

listrik pada titik akupuntur untuk orang sehat memiliki pola kecenderungan amplitudo

pada masing-masing kelompok frekuensi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan

profil potensial listrik pada titik akupuntur untuk penderita diabetes mellitus tipe II.

Berdasarkan analisis statistik, terdapat perbedaan signifikan antara profil potensial listrik

fungsi frekuensi untuk orang sehat dan orang sakit yaitu pada frekuensi 1-5 Hz pada titik

Xinshu, frekuensi 248-252 Hz pada titik Ganshu, frekuensi 348-352 Hz pada titik Feishu,

sedangkan pada frekuensi lainnya pada titik akupunktur lainnya tidak terdapat perbedaan

Page 20: Jurnal Fisika Dan Terapannya

16 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

signifikan. Dengan dapat terbedakannya profil potensial listrik pada titik akupunktur

untuk orang sehat dan penderita diabetes mellitus, metode ini dapat digunakan untuk

diagnosis dini diabetes mellitus. Namun perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk

meyakinkan analisis profil potensial listrik pada titik akupunktur dapat dijadikan sebagai

metode diagnosis baru diabetes mellitus.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari dan Santosa, B. P., 2005, Analisis Statistik dengan Microsoft Excell & SPSS,

Penerbit ANDI, Yogyakarta

Aston, R, 1990, Principles of Biomedical Instrumentation and Measurement, Merril

Publishing Company

Boas, Mary L., 1983, Mathematical Methods in the Physical Sciences Second Edition,

John Wiley & Son, Inc, Canada

Erawati, P., Astuti, S. D., dan Prijo, T. A., 2003, Analisis Profil Potensial Untuk Kelainan

Fungsional Organ, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, Surabaya

Cameron, J.R, 1978, Fisika Tubuh Manusia, Diterjemahkan Oleh Brahm U. Pendit, Edisi

2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Carlo J, Deluca, 1976, The use of Surface EMG in Biomechanics,

http://www.delesys.com.09/19/2000

Cromwell L., Arditi M. Weibel F.J., Pfeiffer E.A, Steele B., Labok J., 1976, Medical

Instrumentation for Health Care, Prentice Hall Inc

Gabriel, J. F, 1996, Fisika Kedokteran, EGC, Fisika Universitas Udayana, Bali

Griffiths, D. J., 1999, Introduction to Electrodynamics, 3rd Edition, Prentice-Hall, Inc.,

New Jersey

Hobbie, R. K. and Roth, B. J., 2007, Intermediate Physics For Medicine and Biology, 4th

Edition, Springer Science+Bussines Media, New York

Hall, Guyton A., 1997, Bahan Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical

Physiology), Diterjemahkan oleh Irawati Setiawan, Edisi 1, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta

Istikomah, 2006, Pengaruh Stimulasi Listrik Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah

Mencit (Mus musculus), Fisika Universitas Airlangga, Surabaya

Kusriningrum, 2008, Perancangan Percobaan, Airlangga University Press, Surabaya

Labscribe Data Acquisition Software Manual.iWorx/ CB Sciences, Inc, Washington.

http://www.iworx.com.

Page 21: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 17

Rahayu, N. E., 2011, Analisis FFT (Fast Fourier Transform) Untuk Respon Otak Terkait

Fungsi Penglihatan Akibat Pengaruh Intensitas Dan Panjang Gelombang

Cahaya, Fisika Universitas Airlangga, Surabaya

Papoulis, A., 1984, Signal Analysis, McGraw Hill. Inc, Singapore

Saputra, K., 2002, Akpunktur Klinik, Airlangga University Press, Surabaya

Saputra, K., Idayanti, A., 2005, Akupunktur Dasar, Airlangga University Press, Surabaya

Setioningsih, 2010, Analisa Efek Terapi Panas Terhadap Kelelahan Otot, ITS Library,

Surabaya

Tjia, M. O., 1994, Gelombang, Dabara Publishers, Solo

Tjokroprawiro, Askandar, dkk, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Airlangga

University Press, Surabaya

Widhiarso, Wahyu, Cara Membaca SPSS, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta

Widjaya, Witjahyakarta, 2012, EEG dan EMG: Teknik Pemeriksaan Syaraf, RS Pondok

Indah Group, Jakarta

Wijayanto, Y. Nur. dan Hastuti, D., 2006, Rangkaian Bioamplifier untuk Mendeteksi

Sifat Elektris Otot, Jurnal Elektronika No. 2 Juli-Desember 2006, Volume 6

Website :

http://compassionatedragon.com

http://certif.com

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/

http://digilib.its.ac.id/analisa-efek-terapi-panas-terhadap-kelelahan-otot-10406.html

Page 22: Jurnal Fisika Dan Terapannya

18 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

APLIKASI SERAT OPTIK SEBAGAI INDIKATOR

KETINGGIAN CAIRAN DENGAN METODE DETEKSI RUGI

DAYA OPTIS AKIBAT PELENGKUNGAN DAN PEMOLESAN

A Zaini Arif, Samian, Supadi

Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

Kampus C Unair Jl. Mulyorejo, Surabaya 61113

ABSTRAK

Telah dikembangkan indikator ketinggian cairan dengan prinsip modulasi intensitas yaitu

dengan memanfaatkan perubahan rugi daya optis pada lengkungan(macro-bending) serat

optik yang dipoles. Serat optik plastik dengan diameter 1 mm dilengkungkan menyerupai

huruf U dengan jari-jari 4,4 mm kemudian disebut dengan probe. Ujung probe dipoles

dengan kedalaman 175,6 μm agar dapat kontak langsung dengan media luar yang diukur.

Dibuat 9 buah probe dengan jarak 70 mm. Didapat hubungan antara rugi daya optis

dengan jumlah probenya adalah berupa grafik ekponesial dan didapat hubungan yang

linear antara rugi daya optis dalam satuan desibel (dB) dengan jumlah probe. Dalam

pengukuran ketinggian cairan, tegangan yang terukur oleh detektor mengalami kenaikan

jika jumlah probe yang tercelup bertambah sehingga ketinggian cairan dapat terdeteksi

dengan baik pada setiap periode ketinggian 70 mm. Total rentang ketinggian yang diukur

adalah 0 mm sampai 700 mm.

Kata kunci : Probe, Rugi daya optis

Page 23: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 19

1. PENDAHULUAN

Pengukuran ketinggian cairan sa-ngatlah penting diantaranya pada dunia industri.

Dalam pengukuran ketinggian cairan tersebut diantaranya dibutuhkan sistem yang bekerja

secara otomatis, mem-punyai respon yang baik, akurat, dan mudah pengaplikasiannya.

Pengembangan pengukuran ketinggi-an zat cair sangatlah menarik karena banyak

metode pengukuran ketinggian cairan yang telah berhasil dikembangkan. Beberapa

metode untuk mengukur ketinggian zat cair telah banyak dilakukan diantaranya adalah

dengan menggunakan prinsip hidrostatis, kapasitif, ultrasonik, gelombang mikro,

inframerah, elektro-mekanik, radiometri, dan metode optik.

Penggunaan dan pengembangan se-rat optik (fiber optic) sebagai sensor telah

banyak dilakukan. Serat optik menjadi salah satu pilihan pengembangan sensor yang

menjanjikan karena memiliki ke-unggulan diantaranya yaitu tidak kontak langsung

dengan obyek pengukuran, tidak menggunakan sinyal listrik, akurasi pe-ngukuran yang

tinggi, tahan terhadap in-duksi listrik maupun magnet, dapat di-monitor dari jarak jauh,

dapat dihubung-kan dengan sistem komunikasi data, serta dimensinya yang kecil dan

ringan me-mudahkan penginstalannya (Krohn, 2000).

Ada banyak aplikasi sensor serat optik untuk pengukuran ketinggian zat cair,

diantaranya yang berhasil diteliti adalah sensor ketinggian zat cair meng-gunakan serat

optik dengan probe berupa prisma (Hossein, 2004) maupun elemen sensitif berbentuk

kerucut (Pekka, 1997), deteksi ketinggian zat cair melalui per-geseran panjang

gelombang Bragg yang dihasilkan dari Fiber Bragg Grating (FBG) (Kyung-Rak. dkk,

2009). Deteksi ketinggian cairan juga telah dilakukan dengan menggunakan dua buah

serat op-tik sebagai pemancar dan penerima berkas cahaya melalui sebuah cermin (head

sensor) sebagai collimator (C. Vazquez dkk, 2004). Kemudian, dengan teknik yang

sederhana telah dikembangkan juga sensor ketinggian air berdasarkan sensor pergeseran

berbasis modulasi intensitas menggunakan fiber coupler serta meng-gunakan prinsip

hidrostatis yaitu tekanan hidrostatis (Samian dan Supadi, 2010).

Salah satu rugi daya optis yang dialami oleh serat optik adalah disebabkan karena

adanya lengkungan (macro-bending) pada serat optik. Rugi daya ini tergantung pada

karakteristik serat optik, pada jari-jari kelengkungan, dan pada media eksternal yang

kontak langsung dengan bagian lengkungan tersebut.

Dengan memanfaatkan rugi daya karena adanya lengkungan dapat dibuat indikator

ketinggian cairan dengan prinsip modulasi intensitas. Tekniknya relarif sederhana yaitu

dengan melengkungkan serat optik dengan jari-jari tertentu dipoles pada ujung

Page 24: Jurnal Fisika Dan Terapannya

20 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

lengkungnya (probe). Karena bagian teras serat optik dapat kontak langsung dengan

cairan akibat pemolesan tersebut, sehingga diharapkan dapat meningkatkan respon

penurunan rugi daya optis karena ujung probe tercelup cairan.

Pada penelitian ini dibuat beberapa probe dengan jarak tertentu, sehingga akan

mengukur ketinggian cairan pada level-level tertentu. Oleh karena itu proses pengukuran

sensor ini akan bersifat diskontinu.

Serat optik yang digunakan adalah serat optik plastik karena jika dibanding dengan

jenis lain serat optik jenis plastik harganya relatif lebih murah, fleksibel, mudah

memanipulasinya, aperture nu-meriknya besar, diameternya lebih besar, dan dapat

dilengkungkan dengan mudah dengan jari-jari yang kecil. Keuntungan metode ini adalah

relatif mudah dan murah dalam pembuatannya, jangkauan pengu-kuran level dapat dibuat

cukup lebar.

2. METODE PENELITIAN

Pembuatan Probe

Serat optik dilengkungkan menyeru-pai bentuk U. Lengkungan tersebut ditahan

dengan sebuah penyangga sehingga bentuknya tidak berubah. Kemudian di-lakukan

pemolesan (diamplas) sehingga terdapat goresan berbentuk elips (2x) pada ujung probe

tersebut dengan panjang 2x sebesar 2,6 mm. Proses pemolesan di-lakukan pada ujung

probe dengan meng-gunakan ampelas waterproof no 1200. Ampelas dicelupkan pada air

terlebih dahulu agar permuakaan ampelas lebih halus. Ujung probe dipoles pelan-pelan

agar panjang 2x tidak melebihi 2,6 mm. Jika nilai 2x belum 2,6 mm dilakukan pemolesan

lagi hingga nilai 2x mencapai 2,6 mm.

Saat proses pemolesan berkas laser He-Ne dimasukkan dari salah satu ujung serat

optik tujuannya adalah untuk mem-perjelas goresan ellips diujung probe sehingga

mempermudah pengukurannya. Pengukuran 2x menggunakan jangka sorong dengan

ketelitian 0,05 mm dan di-lihat dengan bantuan lup/kaca pembesar untuk memperjelas

pengukuran.

Ilustrasi Pemolesan pada bagian ujung probe dapat dilihat pada Gambar 1. Pada

Gambar 1 menunjukkan serat optik yang yang dilengkungkan dan dipoles pada ujungnya.

Jika diperhatikan maka pada bagian muka polesan tersebut terdapat goresan pada ujung

probe yang berbentuk elips. Kedalaman polesan (d) dapat dihitung sebagai fungsi dari

panjang sumbu mayor elips (2x), jika jari-jari lengkungan R dan jari-jari serat optik

adalah r, maka persamaan yang menyata-kan kedalaman polesan (d) adalah,

Page 25: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 21

𝑑𝑑 = (𝑟𝑟 + 𝑅𝑅) −�(𝑟𝑟 + 𝑅𝑅)2 − 𝑥𝑥2 (1)

Penggunaan persamaan (1) secara geometri memudahkan dalam mengetahui

kedalamam inti(core) yang terpoles karena nilai 2x relatif lebih mudah untuk diukur

panjangnya.

Gambar 1. Gambar salah satu probe dan ilustrasi pemolesannya

Dari pengukuran nilai jari-jari probe (R) adalah 4,4 mm, jari-jari serat optik adalah

0,5 mm, dan nilai 2x adalah 2,6 mm. Maka berdasarkan perhitungan de-ngan

menggunakan persamaan (1) didapat kedalaman polesan sebesar 175,6 μm.

Adapun tujuan pemolesan adalah agar bagian teras (core) serat optik dapat kontak

langsung dengan cairan yang diukur. Sehingga terjadi respon perubahan tegangan yang

terukur akibat perubahan probe yang tercelup. Kemudian Rugi daya tiap probe diukur

dengan detektor cahaya sehingga diketahui hubungan antara rugi daya dengan jumlah

probenya. Langkah selanjutnya adalah mengaplikasikan probe yang telah dibuat untuk

mendeteksi ketinggian cairan.

Set up Eksperimen

Rancangan pemanfaatan rugi daya optis karena lengkungan dan pemolesan

sebagai indikator ketinggian cairan secara sederhana dapat di ilustrasikan pada gambar 2.

Laser sebagai sumber cahaya dipancarkan dan dipandu olah serat optik. Ketika sinar laser

melewati probe maka akan terjadi rugi daya atau terdapat sinar yang diloloskan. Ketika

probe tersebut hanya berinteraksi dengan media luar berupa udara maka rugi daya

optisnya akan berbeda dengan jika ada bagian probe yang terendam dengan cairan. Oleh

karena dengan mengubah-ubah ketinggian cairan secara teratur maka probe yang

Page 26: Jurnal Fisika Dan Terapannya

22 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

terendam dengan cairan juga akan berubah. Dapat diperkirakan jumlah probe yang

terendam dengan cairan akan mempunyai hubungan dengan perubahan rugi daya optis

pada serat optik tersebut. Detektor pada ujung serat optik yang lain akan mendeteksi daya

optis yang masih terpandu oleh serat optik. Detektor ini akan mengubah cahaya yang

mengenainya menjadi tegangan listrik. Dengan demikian perubahan ketinggian zat cair

dapat dideteksi melalui tegangan listrik yang terbaca pada detektor optis tersebut.

Gambar.2 Rancangan indikator ketinggian

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hubungan antara tegangan keluaran detektor terhadap jumlah probe dan dapat

dilihat pada gambar 3. Detektor yang digunakan adalah detektor OPT 101 dan sumber

cahayanya adalah laser He-Ne 632,8 nm uniphase dengan daya 0,95 mW.

Gambar 3. Hubungan tegangan keluaran detektor dengan jumlah probe

Gambar 3 grafiknya mempunyai persamaan eksponesial y = 44.83e-0.97x artinya

bahwa pola hubungan antara tegangan keluaran terhadap jumlah probe adalah

eksponensial. Tegangan keluaran yang diterima oleh detektor optik me-ngalami

16.3440

8.4560

3.2540

0.63380.28990.0965

0.03760.0215

0.0094

y = 44.83e-0.97x

R² = 0.989

-10123456789

101112131415161718

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tega

ngan

(Vol

t)

Probe

Page 27: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 23

pelemahan secara eksponensial ketika jumlah probe bertambah. Hal ini sesuai dengan

attenuasi atau rugi daya pada serat optik yang secara fisis di rumuskan

𝑃𝑃𝑜𝑜𝑜𝑜𝑡𝑡 = 𝑃𝑃𝑖𝑖𝑛𝑛 𝑒𝑒−𝛼𝛼𝛼𝛼 (2)

Nilai R2 dari grafik 4.1 adalah 0,989 menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan

grafik hubungan keluaran dengan jumlah probe berupa grafik eksponen adalah 98,9 %

atau mengalami error sebesar 1,1 %.

Rugi daya biasanya dinyatakan dalam satuan Desibel, sehingga untuk mengetahui

bahwa tiap probe mengalami rugi daya. Serta untuk mengetahui hubungan rugi daya

dengan jumlah probe maka dapat dihitung rugi daya dalam satuan desibel (dB).

Desibel berkaitan dengan rasio dua kuantitas elektrik seperti daya(watt),

Tegangan(volt), dan Arus(ampere). Jika kita melewatkan sinyal pada suatu pe-rangkat,

tentunya akan mengalami pe-nurunan atau penguatan daya. Sinyal input dan Output dapat

berupa satuan daya(W), arus (A), atau tegangan(V). Desibel sangat berguna untuk

membandingkan level ma-sukan ke keluaran. Jika level keluaran lebih besar daripada

level masukan, ja-ringan menunjukkan penguatan, sebalik-nya jika level keluaran lebih

kecil maka jaringan tadi menunjukkan peredaman. (Fremann, Roger L. 2005).

Secara matematis rugi daya dalam Desibel adalah perbandingan logaritmik antara

daya masukan ( Pout ) dengan daya keluaran ( Pin ). Dan dapat di tulis

𝑅𝑅𝑜𝑜𝑔𝑔𝑖𝑖 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = −10 log 𝑃𝑃𝑜𝑜𝑜𝑜𝑡𝑡𝑃𝑃𝑖𝑖𝑛𝑛

(3)

Karena yang terukur oleh detektor adalah tegangan (V) dan P ≈ V2 maka persamaan 3

menjadi

𝑅𝑅𝑜𝑜𝑔𝑔𝑖𝑖 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = −20 log 𝑉𝑉𝑜𝑜𝑜𝑜𝑡𝑡𝑉𝑉𝑖𝑖𝑛𝑛

(4)

Vin adalah tegangan keluaran detektor dengan jumlah probe 0 atau serat optik

belum dilengkungkan dan dipoles berdasarkan pengukuran nilainya 17,23 Volt.

Sedangkan Vout adalah tegangan keluaran detektor dengan jumlah probe 1, 2, sampai 9

buah. Berdasarkan hasil per-hitungan dengan menggunakan persamaan 4 maka dapat

dibuat grafik hubungan antara rugi daya yang terjadi karena kenaikan jumlah probe

(gambar 4)

Page 28: Jurnal Fisika Dan Terapannya

24 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Gambar 4. Grafik Rugi daya terhadap jumlah probe

Dari Gambar 4 nampak terjadi kenaikan rugi daya secara linear karena

penambahan jumlah probe. persamaan linearitas adalah y = 8.481x - 8.305 dengan nilai

koefisien korelasi (R2) sebesar 0.989. Nilai R2 artinya Hubungan rugi daya dengan jumlah

probe adalah linear dengan tingkat kepercayaan sebesar 98,9 atau error sebesar 1,1 %.

Karena rugi daya mengalami kenaikan secara linear akibat pertambahan jumlah probe

maka dapat dipastikan tiap probe mengalami rugi daya.

Pengaplikasian serat optik yang di-lengkungkan (probe) sebagai indikator

ketinggian cairan hasil datanya dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Grafik kenaikan tegangan terhadap jumlah probe yang tercelup

Pada gambar 5 nampak bahwa te-gangan yang terukur oleh detektor mengalami

kenaikan jika jumlah probe yang tercelup bertambah. Kenaikan tegangan terjadi karena

cladding yang terpoles semula digantikan oleh udara dengan indek bias 1 terisi oleh air

dengan indek bias 1,33 sehingga terjadi kenaikan pantulan sinar didalam core serat optik.

Jumlah probe yang tercelup mewakili rentang ketinggian cairan tertentu. Misal-nya

jumlah probe yang tercelup 0 maka ketinggian cairannya adalah 0 s/d 70 mm. Jika 1

probe yang tercelup maka ketinggi-an cairannya adalah 70 s/d 140 mm dan seterusnya.

Sehingga total ketinggian cair-an yang terukur adalah 700 mm. rentang ini dapat

0.45856.1824

14.4774

28.686735.4807

45.031653.2312

58.076965.3002

y = 8.481x - 8.305R² = 0.989

05

10152025303540455055606570

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Rug

i Day

a (d

B)

Jumlah Probe

Page 29: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 25

dimungkinkan bertambah dengan mengatur jarak antar probe serta mencari jari-jari dan

kedalaman polesan probe yang sesuai sehingga rugi daya optis yang terjadi pada probe

tidak terlalu besar.

4. KESIMPULAN

Rugi daya akibat pelengkungan (macro-bending) serat optik yang dipoles ujung

lengkungnya dapat dimanfaatkan sebagai indikator ketinggian cairan dengan prinsip

pendeteksian secara diskontinu dan dapat bekerja dengan baik. Rentang ketinggian yang

terukur adalah 0 sampi 700 mm.

5. DAFTAR PUSTAKA

Binu, S. V.P. Mahadevan Pillai, N. Chandrasekaran, 2007, Fiber Optic Displacement

Sensor for Measure-ment Amplitude and Frequency of Vibration, Optic & Laser

Tech-nology, 39:1537 – 1543 . University of Kerala, Kariavattom, Thiruvanan-

thapuram 695 581, Kerala, India

Freeman, Roger L., 2005, Fundamentals of telecommunications, John Weley & Sons, Inc,

Hoboken, New Jersey.

Hossein Golnabi, 2004, Design and Operation of A Fiber Optic Sensor For Liquid Level

Detection, Optics and Lasers in Engineering, 41: 801–812. Sharif University of

Tech-nology, Tehran, Iran

Krohn, D.A, 2000, Fiber Optic Sensor, Fundamental and Application, 3rd, ISA, New

York.

M. Lomer, J. Arrue , C. Jauregui, P. Aiestaran, J. Zubia, J.M. L´opez-Higuera, 2007,

Lateral Polishing of Bends In Plastic Optical Fibres Applied to A Multipoint

Liquid-Level measurement sensor, A 137: 68–73, Spain.

Samian dan Supadi, 2010, Sensor Ketinggian Air Menggunakan Multi-mode Fiber

Coupler, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Airlangga, Surabaya

Samian, Yono Hadi Pramono, Ali Yunus Rohedi, Febdian Rusydi, AH Zaidan, 2009,

Theoretical and Experimental Study of Fiber-Optic Displacement Sensor Using

Multimode Fiber Coupler. Journal of Optoelectronics and Biomedical Materials,

1 (3): 303– 308 . Universitas Airlangga, Surabaya

Page 30: Jurnal Fisika Dan Terapannya

26 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Sintesis dan Karakterisasi Sifat Mikroskopik Keramik Batako

dengan Variasi Penambahan Sekam Tebu

Aziza Anggi Maiyanti, Jan Ady dan Djony Izak

Departemen Fisika,Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya

Kampus C Mulyorejo, Surabaya 60115

e-mail :[email protected]

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan sekam tebu

pada sifat mikroskopis batako sehingga dapat diketahui komposisi sekam tebu paling baik

untuk bahan pengikat dari batako tersebut. Sampel yang digunakan batako dengan

penambahan sekam tebu diayak dan tanpa diayak dengan persentase masing – masing

0wt%, 3wt%, 6wt%, 9wt%, 12wt% ,15wt%. Variasi optimum terlihat pada variasi

12wt% untuk penambahan sekam tebu tanpa diayak dan 15wt% untuk penambahan

sekam tebu diayak. Nilai porositas batako rata-rata normal yaitu sebesar (8,119 ±

3,866)% dan nilai densitas rata-rata (2,343 ± 0,211) gr/cm3, setelah penambahan sekam

tebu maka terjadi perbaikan sifat porositas dan densitas yaitu (7,692 ± 2,492)% dan

(2,387 ± 0,087) gr/cm3 untuk variasi penambahan sekam tebu tanpa pengayakan,

sedangkan nilai porositas dan densitas untuk penambahan variasi sekam tebu dengan

pengayakan adalah (3,846 ± 0,427)% dan (2,674 ± 0,125) gr/cm3. Setelah melalui uji

XRD terlihat pembentukan fasa baru yaitu Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97 (Enstatite) yang

diidentifikasikan memiliki pengaruh perbaikan sifat densitas batako. Berdasarkan nilai

porositas dan nilai densitas diatas maka batako dengan variasi penambahan sekam tebu

telah berhasil memperbaiki sifat mikroskopis batako meskipun pada penambahan sekam

tebu tanpa pengayakan memiliki nilai porositas dan densitas tidak stabil.

Kata Kunci : Keramik Batako, Sekam Tebu, Porositas, Densitas, XRD

Page 31: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 27

PENDAHULUAN

Definisi keramik mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang

berbentuk padat.Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan

kimia dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah

felspard, ball clay, kwarsa, kaolin, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur

kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya.Klasifikasi keramik meliputi keramik

modern dan keramik tradisional.Dalam penelitian ini bahan keramik yang digunakan

masuk dalam kategori keramik modern yaitu batako.Batako merupakan keramik modern

yang biasa digunakan untuk bahan dasar bangunan sebagai pengganti batu bata. Hasil

penelitian laboratorium yang pernah dilakukan untuk batako berumur 28 hari diperoleh :

berat fisik rata-rata sebesar 12,138 kg, densitas rata-rata sebesar 2,118 gr/c, penyerapan

air sebesar 12,876% dan kuat tekan rata-rata sebesar 1,97 MPa (Darmono, 2009).

Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, sekam tebu yang

dahulunya hanya digunakan sebagai abu gosok, sudah mulai dimanfaatkan dalam industri

bahan bangunan, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Hidayati pada tahun 2010

dengan judul Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis

Batako. Pada penelitian ini digunakan variasi penambahan sekam tebu dengan persentase

10wt%, 20wt%, 30wt%, 40wt%, 50wt%. Peneliti menggunakan perbandingan semen,

pasir, air sebesar 1:4:0,5. Penelitian ini menambahkan sekam tebu pada proses pembuatan

sehingga diharapkan memperbaiki sifat fisis dan mekanis batako meliputi penyerapan air,

densitas, kuat pukul, kuat tekan dan kekerasan. Selain itu terdapat juga penelitian yang

dilakukan oleh Emelda Sihotang pada tahun 2010 dengan judul Pemanfaatan Abu Ampas

Tebu pada Pembuatan Mortar. Penelitian ini menggunakan variasi penmabahan sekam

tebu 3%, 6%, 9%, 12% dan 15%. Penelitian Sihotang mendapatkan hasil porositas

semakin baik tetapi tidak menghitung nilai densitas sedangkan pada penelitian Hayati

diketahui nilai densitas. Kedua penelitian diatas tidak meneliti tentang pengaruh

penambahan sekam tebu dengan sifat mikroskopik sebuah bahan.

Ulasan di atas memberikan inspirasi untuk mengkarakterisasi material keramik

batako baik yang sudah ditambahkan dengan variasi sekam tebu ataupun yang belum

ditambahkan sekam tebu terkait dengan sifat mikroskopik yang dikandung oleh material

keramik batako sehingga dapat menjadikan material keramik batako yang telah disintesis

dengan sekam tebu mempunyai kelebihan dibandingkan dengan material keramik batako

tanpa variasi apapun.

Page 32: Jurnal Fisika Dan Terapannya

28 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

METODE PENELITIAN

Pembuatan Sampel

Pencampuran material dilakukan dengan menggunakan mixer sesuai dengan

proporsi dalam rancangan percobaan di atas.Pertama, agregat halus dicampur dengan

sekam tebu sampai merata pencampurannya.Kedua, semen Portland tipe-1 ditaburkan

pada permukaan pencampuran tersebut.Setelah ketiganya merata, dilubangi bagian

tengahnya seperti sebuah kawah untuk ditaburi air PDAM lalu diaduk hingga campuran

tersebut saling mengikat dan homogen menjadi sebuah adonan pasta.

Pencetakan material dilakukan setelah pencampuran dan pengadukan

material.Adonan batako basah dimasukkan di dalam cetakan balok (10x5x5) cm.

Sebelum dimasukkan ke dalam cetakan, terlebih dahulu cetakan diolesi dengan

vaselin.Setelah dimasukkan ke cetakan, adonan pasta dipress hingga padat dan ditutup

dengan kain basah selama 24 jam.

Pengeringan material dilakukan setelah batako dicetak dan dibiarkan

selama 24 jam lalu dikeluarkan dari cetakannya. Selanjutnya diletakkan di rendam di bak

perendaman selama 27 hari. Pada hari ke 28 dilakukan proses pengeringan atau

pengangkatan material selama 24 jam dilanjutkan dengan pengujian mikroskopik,

porositas dan densitas pada mortar tersebut.

Pengujian Porositas

Setelah melalui proses perendaman dan pengeringan maka dilakukan uji porositas

menggunakan persamaan :

Porositas (%) = 𝑚𝑚𝑏𝑏 − 𝑚𝑚𝑘𝑘𝑣𝑣𝑏𝑏

x 1𝜌𝜌𝑑𝑑𝑖𝑖𝑟𝑟

x 100%

Dimana :

mb = Massa basah dari benda uji (gram)

mk= massa kering dari benda uji (gram)

vb = Volume benda uji

Page 33: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 29

Gambar 1. Grafik Hasil Uji Porositas Batako dengan variasi Sekam Tebu

Pengujian Densitas

Untuk pengukuran densitas batako mengacu pada standard ASTM C 134-95 dan

dihitungdengan persamaan (Juwairiah,2009):

ρpc = m sm b−(m s−m k )

x ρair

Dimana :

ρpc= densitas (gr/cm3)

ms= massa sample kering (gr)

mb= massa sample setelah di rendam (gr)

mg= massa sample digantung didalam air (gr)

mk= massa kawat penggantung (gr)

ρair= densitas air = 1(gr/cm3)

Hasil penelitian laboratorium yang pernah dilakukan untuk batako berumur 28

hari diperoleh: berat fisik rata-rata sebesar 12,138 kg, densitas rata-rata sebesar 2,118

gr/cm3, penyerapan air sebesar 12,876%, dan kuat tekan rata-rata sebesar 1,97 MPa

(Darmono, 2009).

Uji XRD

Pengujian XRD dilakukan setelah melewati uji porositas dan uji densitas. Uji XRD

dilakukan untuk mengetahui pengaruh sifat mikroskopik batako dengan variasi

penambahan sekam tebu dengan perbaikan nilai porositas dan nilai densitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sekam tebu yang digunakan untuk variasi penambahan pada batako harus

merupakan silika amorf dikarenakan bentuk silika amorf akan memberi pengaruh

peningkatan kekuatan keramik yang lebih besar dibanding dengan bentuk fase

kristalnya.Berdasarkanpenelitian Hanafi dan Nandang (2010), memaparkan bahwa kuat

patah maksimum diberikan oleh bentuk amorf sebesar 940 dyne/cm2 yang lebih tinggi

dari kuat patah keramik Indonesia dalam literatur. Silika amorf diperoleh dengan cara

membakar sekam tebu dengan suhu antara 5000C-6000C dan setelah melalui uji XRD

maka akan terlihat hasil seperti pada Gambar 2.

Page 34: Jurnal Fisika Dan Terapannya

30 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Gambar 2. Hasil Uji XRD Sekam Tebu

Hasil XRD batako dengan variasi penambahan sekam tebu disajikan pada

Gambar 3, 4 dan 5.

Gambar 3. Hasil Uji XRD Variasi 0 wt%

Gambar 4. Hasil Uji XRD Variasi 12wt% dengan pengayakan

Gambar 5. Hasil Uji XRD Variasi 15wt% tanpa pengayakan

Page 35: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 31

Berdasarkan analisis XRD pada Gambar 3 menunjukkan bahwa batako sebelum

penambahan sekam tebu didominasi oleh dua fasa yaitu SiO2 sebanyak 62,5 % dan

Al2ClF25Sr10(Strontium Hexafluoroaluminate fluoride chloride) sebanyak 37,5%. Hasil

XRD pada Gambar 4 mengandung 3 fasa dominan

yakniSiO2sebanyak1,8%,Al2ClF25Sr10sebanyak3,0%danAl0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97

(Enstatite)sebanyak 95,2%. Hasil Grafik XRD pada Gambar 4.4 mengandung 3 fasa

dominan yaitu SiO2sebanyak 17,3 %, Al2ClF25Sr10sebanyak 10,6 % dan

Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97(Enstatite) sebanyak 72,1 %. Fasa enstatite terlihat mulai

muncul pada variasi penambahan sekam tebu 12 wt%.

Perbedaan dari ke tiga sampel yang di uji adalah persentase kedua fasa dominan

tersebut dan terlihat juga terdapat fasa baru yang terbentuk pada hasil pengujian XRD

batako yang telah divariasikan dengan sekam tebu yaitu fasa Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97

(Enstatite). Pembentukan fasa enstatite disajikan dalam lampiran 3 point B dan C .

Munculnya senyawa enstatite di duga berperan dalam perbaikan sifat densitas batako.

Berdasarkan(Dana,E.S,1892) dijelaskan juga bahwa Enstatite tersusun atas

senyawa pada Tabel 1.

Tabel 1. Senyawa penyusun Enstatite

Berdasarkan Tabel1 terlihat penyusun dari enstatite hampir sama dengan

penyusun sekam tebu, pasir dan semen yang terdiri dari SiO2,Al2O3 dan Fe2O3 sedangkan

setelah mengalami pencampuran maka terjadi perubahan pada senyawa TiO3 menjadi

TiO2 hal ini diduga terjadi karena pada saat pencampuran bahan terjadi suatu reaksi

penggantian atom sehingga terbentuk juga senyawa-senyawa yang lain. Dikarenakan

pasir, sekam tebu dan semen mempunyai senyawa pembentuk yang identik maka jika

ketiga bahan tersebut dicampurkan maka terdapat kemungkinan terbentuk fasa enstatite.

Karakterisasi perbaikan sifat porositas ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 6.

Sebagai pembanding terdapat variasi 0wt% dengan nilai porositas adalah 8,119± 3,866 %

dan nilai densitas sebesar 2,343 ± 0,211 gr/cm3.

No Senyawa

1 SiO2

2 TiO2

3 Al2O3

4 Fe2O3

5 Cr2O3

6 FeO

Page 36: Jurnal Fisika Dan Terapannya

32 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Tabel 2. Hasil Uji Porositas Batako

No Variasi

(%)

Porositas Rata – Rata (%)

Tidak diayak Diayak

1 3 wt 9,402 ± 3,140 7,692 ±0,855

2 6 wt 12,820±0,457 6,838 ± 1,298

3 9 wt 11,111±2,898 5,128 ± 1,047

4 12 wt 7,692 ± 2,492 4,273± 4,472 x 10-4

5 15 wt 12,820±1,788 3,846 ± 0,427

Gambar 6. Grafik Hasil Uji Porositas Batako

Porositas yang stabil dihasilkan pada penambahan variasi sekam tebu yang telah

melalui pengayakan yaitu mengalami perbaikan disetiap persentase sekam tebu yang

ditambahkan sehingga didapatkan hasil yang optimum pada variasi penambahan sekam

tebu sebanyak 15%. Sekam tebu dapat berperan sebagai pengisi antara partikel partikel

pembentuk batako sehingga kedapan batako akan menjadi bertambah sehingga

permeabilitas semakin kecil.

Partikel-partikel SiO2 pada sekam tebu yang sangat halus memiliki luas permukaan

interaksi yang tinggi. Partikel-partikel tersebut berinteraksi dengan campuran pasir dan

semen yang merupakan bahan baku utama dari batako. Semakin banyak partikel yang

berinteraksi, semakin kuat pula batako. Semakin kuat batako maka semakin berkurang

juga nilai porositas batako sehingga didapatkan nilai porositas batako yang

optimum.(Mulyati, 2010)

Menurut penelitian Mulyati pada tahun 2010 dengan penambahan sekam tebu

melalui pengayakan 200 mess atau setara dengan 75 mikron maka sekam tebu memiliki

ukuran lebih kecil dibandingkan ukuran partikel semen yaitu 120 mess atau setara dengan

125 mikron sehingga sekam tebu dapat memasuki pori-pori yang ditinggalkan oleh air

tetapi tidak dapat dimasuki oleh ukuran partikel semen. Sehingga saat sekam tebu dapat

mengisi pori-pori yang ditinggalkan oleh air maka rongga-rongga pori dalam batako akan

semakin sedikit perbandingannya dengan volum batako tersebut sehingga nilai

0

5

10

15

0 10 20Poro

sitas

(%)

Variasi (%)

Tidak Diayak

diayak

Page 37: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 33

porositasnya mengalami perbaikan di setiap penambahan persentase sekam tebu yang

melalui proses pengayakan. Hasil Karakterisasi perbaikan nilai densitas ditunjukkan pada

Tabel 3 dan Gambar 7.

Tabel 2. Hasil Uji Densitas Batako

Jika diperhatikan pada hasil Grafik uji XRD yakni Gambar 4 dan 5terlihat

terdapat fasa baru yang diindikasikan menjadi salah satu penyebab perbaikan sifat yakni

fasa Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97 (Enstatite).

Gambar 7. Hasil uji Densitas Batako

Gambar 3 menunjukkan terdapat dua fasa dominan yakni SiO2dan

Al2ClF25Sr10(Strontium Hexafluoroaluminate fluoride chloride) dengan nilai persentase

yang berbeda. Berdasarkan penelitian (Brownel, L.E dan Young, E.H, 1993) didapatkan

nilai densitas dari SiO2 (Quartz) adalah 2,648 gr/cm3 sedangkan menurut penelitian (N.N.

Greenwood,1997) terlihat bahwa nilai densitas Al2ClF25Sr10 (Strontium

Hexafluoroaluminate fluoride chloride) yakni 3,69 gr/cm3. Gambar 4 dan 5 masih

terdapat dua fasa yang sama tetapi terlihat terbentuk fasa baruyaitu

Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97 (Enstatite) dengan persentase yang sangat tinggi.

Berdasarkan Morimoto,N dan Koto,K,1969diketahui Enstatitememiliki nilai

densitas 3,9 gr/cm3. Berdasarkan data densitas masing-masing fasa yang telah didapatkan

dan persentase masing-masing fasa yang telah di ketahui maka terlihat bahwa fasa

Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97(Enstatite) memiliki nilai densitas paling tinggi sehingga

dengan nilai densitas tersebut serta persentase yang ditunjukkan pada Gambar 4 dan

0123

0 10 20

Den

sitas

(g

r/cm

3 )

Variasi (%)

Tidak diayak

Diayak

No Variasi

(%)

Densitas Rata – Rata (gr/cm3)

Tidak diayak Diayak

1 3 wt 1,745 ± 0,145 2,399 ± 0,049

2 6 wt 1,897 ± 0,079 2,452 ± 0,044

3 9 wt 2,060 ± 0,145 2,516 ± 0,123

4 12 wt 2,387 ± 0,087 2,631 ± 0.079

5 15 wt 1,879 ± 0,129 2,674 ± 0,125

Page 38: Jurnal Fisika Dan Terapannya

34 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Gambar 5 yang tinggi pula dapat disimpulkan bahwa Enstatite mempunyai pengaruh

pada perbaikan nilai densitas batako.

KESIMPULAN

1. Metode Penambahan Silika Amorf Sekam Tebu dapat digunakan untuk mensintesis

material keramik batako dengan nilai porositas dan densitas yang lebih baik

dibandingkan dengan batako murni. Porositas batako murni memiliki nilai rata-

rata(8,119 ± 3,866)% dan Densitas batako murni memiliki nilai (2,343 ± 0,211)

gr/cm3. Sedangkan nilai porositas setelah penambahan sekam tebu adalah (7,692 ±

2,492) % untuk yang tidak diayak dan (3,846± 4,472 x 104)% untuk batako dengan

variasi penambahan sekam tebu diayak, sedangkan densitas batako yang dihasilkan

setelah mendapatkan penambahan silika amorf sekam tebu adalah (2,387 ± 0,087)

gr/cm3 untuk penambahann variasi sekam tebu tanpa pengayakan dan penambahan

sekam tebu yang mengalami pengayakan didapatkan nilai (2,674 ± 0,125) gr/cm3.

2. Hasil dari uji XRD menggambarkan penambahan silika amorf sekam tebu dapat

memperbaiki sifat mikroskopis batako dengan adanya pembentukan fasa baru yaitu

Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97 (Enstatite) yang berperan dalam memperbaiki nilai densitas

batako dikarenakan Enstatite memiliki nilai densitas yang cukup tinggi dibandingkan

dengan fasa SiO2 (Quartz) dan Al2ClF25Sr10 (Strontium Hexafluoroaluminate

fluoride chloride).

DAFTAR PUSTAKA

Brownell,L.E. Young, E.H. 1993. Precipitation chemystry.New York.

Dana, E.S. (1892) .Dana’s System of Mineralogy 6th edition. 346-348.

Darmono.2009.Penerapan Teknologi Produksi Bahan Bangunan Berbahan Pasir Bagi

Korban Gempa Di Kulonprogo Serta Analisis Mutu dan

Ekonominya.Yogyakarta:Universitas Negeri Yogyakarta.

Hayati, E.K. 2007.Buku Ajar Dasar-Dasar AnalisaSpektroskopi. Malang: UINpress.

Herdianita.2000.Pengukuran Kristalinitas Silika Berdasarkan Metode Difraktometer

Sinar-X.Bandung:Institut Teknologi Bandung

Hidayati,Nurwahyu.2010.Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu Terhadap Sifat Fisis

dan Mekanis Batako. Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Jaturapitakkul,Chai.2009.Utilization of Bagase Ash a Pozzolanic Material in

Concrete.Thailand:University of Technology Thonbury.

Joelianingsih.2004. Peningkatan Kualitas Genteng Keramik Dengan Penambahan Sekam

Page 39: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 35

Padi Dan Daun Bambu (Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah

Pasca Sarjana / S3). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Juwairiah, 2009.Efek Komposisi Agregat Batu Apung dan Epoxy Resin Dalam

Pembuatan Polymer Concrete Terahadap Karakteristiknya.Medan:Universitas

Sumatera Utara.

Morimoto,N. Koto,K. 1969. The Crystal Structure of Orthoenstatite.Zeitschrift fur

kristallographie.

Mulyati, Sri. 2010. Pengaruh Persen Massa Hasil Pembakaran Serbuk Kayu dan Ampas

Tebu Pada Mortar Terhadap Sifat Mekanik dan Sifat Fisisnya. Universitas

Andalas.

Nawy,Tavio dan Kusuma.Beton Bertulang : Sebuah Pendekatan Mendasar. Surabaya:ITS

Press.

N.N. Greenwood.1997. Chemistry of the element. Butterwort-Heinemann. United

Kingdom:Oxford..

Ratnasari,D.2009. Tugas Kimia Fisik X-Ray Diffraction (XRD).Surakarta:Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

S.A.Hanafi dan R.A. Nandang.2008.Studi Pengaruh Bentuk Silika dari Sekam tebu

terhadap Kekuatan Produk Keramik.Serpong : Pusat Penelitian Kimia LIPI

Sihotang,Emelda.2010.Pemanfaatan Sekam tebu pada Pembuatan

Mortar.Medan:Universitas Sumatera Utara

Sitorus, T.K. 2009.Pengaruh Penambahan Silika Amorf Dari Sekam Padi Terhadap Sifat

Mekanis Dan Sifat Fisis Mortar. Medan: Universitas Sumatra Utara.

Simbolon, T, 2009. Pembuatan dan Karaterisasi Batako Ringan Yang Terbuat dari

Styoform Semen.Medan:Uuniversitas Sumatera Utara

Sukmawati,Rahman.2010.Kajian Eksperimental Pengaruh Aspek Lekatan Agregat Kasar

Terhadap Mortar pada Kuat Tekan Beton.Semarang:Universitas Diponegoro

Umah,Saiyidatul.2010.Penambahan Abu Sekam Padi dari Berbagai Suhu Pengabuan

Terhadap Plastisitas Kaolin.Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim

Wiboweo.FX. Nurwadji, John Tri Hatmoko, Haryanto Yoso Wigroho.2006.

Pengembangan Alat Pengolah Limbah Sekam tebu Menjadi Pozolan.

Yogyakarta:Universitas Atma Jaya

Wijanarko W.,2008, Analisis Bahan Jerami Padi Dalam Bentuk Block atau Kotak

Sebagai Bahan Pengisi Batako.Surakarta:Universitas Sebelas Maret

Page 40: Jurnal Fisika Dan Terapannya

36 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

PENGARUH VARIASI HOLDING TIME PADA PROSES

LAKU PANAS TERHADAP SIFAT FISIS

MATERIAL BAJA 2436

Cicilia Maya Christanti[1], Dyah Hikmawati., M.Si[1], Drs. Djoni Izak R., S.Si., M.Si.

Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya

Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laku panas pada variasi Holding Time

terhadap komposisi, struktur mikro dan kekerasan baja 2436. Perlakuan panas austenit

dengan suhu 950oC dengan variasi waktu penahanan dari 20 menit sampai 90 menit dan

tempering. Pengujian menggunakan uji kekerasan Rockwell, spektrometer, serta

mikroskop optik. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kekerasan baja bora 2436 yang

dapat di aplikasikan sebagai produk pendukung adalah yang diproses dengan waktu

penahanan 30 menit sampai 50 menit sekitar 57,25 HRC sampai 59,25 HRC. Hal ini

terjadi dengan adanya komposisi unsur-unsur penting yaitu Fe sebagai unsur utama dan

unsur yang sengaja ditambahkan untuk meningkatkan sifatnya baja bora 2436 dan unsur

C, Cr, V, dan W yang masih teridentifikasi. Hasil pengujian struktur mikro dengan waktu

penahanan dari 30 menit sampai 50 menit terlihat struktur perlit yang bersifat lebih keras

lebih banyak dibandingkan ferit yang lebih rapuh.

Kata kunci : perlakuan panas, kekerasan, komposisi, struktur mikro.

Page 41: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 37

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Baja adalah bahan utama yang banyak digunakan oleh dunia industri, biasanya

banyak digunakan terutama untuk membuat alat-alat perkakas. Salah satu baja yang

digunakan baja bora 2436, baja tersebut digunakan sebagai produk pendukung dari

produk utama yaitu stempel merk. Keunggulan dari baja 2436 adalah memiliki kekerasan

yang tinggi (baik) yang dapat digunakan untuk stempel merk. Kelemahannya adalah baja

2436 hanya perusahaan tertentu saja yang memproduksi baja tersebut. Selain unsur besi

sebagai unsur utamanya, baja bora 2436 mengandung unsur-unsur Fe, C, Si, Mn, P, S,

Cr, W dan V yang memiliki persentase tertentu. Persentase masing-masing unsur tersebut

berpengaruh terhadap sifat-sifat fisis dari baja 2436, diantaranya sifat kekerasannya.

Sebagai industri yang banyak memanfaatkan bahan baku baja pada produk-produknya,

maka banyak proses perlakuan dilakukan untuk mendapatkan sifat baja yang sesuai

dengan aplikasinya. Salah satu aplikasinya adalah sebagai bahan pembuatan alat untuk

stemple merk. Produk ini memiliki kekerasan tertentu sehingga diperlukan baja dengan

karakteristik kekerasan tertentu pula untuk membuat stemple merknya. Sifat tersebut

dapat diperoleh melalui lama waktu proses perlakuan panas (heat treatment). Variasi

yang berbeda pada perlakuan ini diharapkan akan diperoleh baja bahan baku stempel

merk yang memiliki kekerasan yang melebihi atau paling tidak sama dengan sifat

kekerasan produk utama.

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai dengan bulan

Juni 2011 dan dilaksanakan di Laboratorium Logam, Bengkel Perkakas, dan

Laboratorium Heat Treatment, Turen-Malang dan Laboratorium Fisika Material jurusan

Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

3.3.1 Perlakuan Panas Austenit (Heat Treatment)

Spesimen yang digunakan sebanyak 8 dilakukan proses heat treatment secara

bersamaan dengan suhu 950oC selama satu jam.

3.3.2 Waktu Penahanan (Holding Time)

Spesimen sebanyak 8 buah tersebut diberi waktu penahanan dari 20 menit sampai 90

menit dengan interval waktu 10 menit.

Page 42: Jurnal Fisika Dan Terapannya

38 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Tempering

Suhu tempering 180 oC dan lama waktu tempering adalan satu jam dengan pendinginan di

udara.

Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Page 43: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 39

HASIL DAN PEMBAHASAN

Baja bora sebelum proses perlakuan belum siap untuk di aplikasikan sebagai

produk pendukung sehingga diperlukan proses perlakuan panas austenit yang dapat

meningkatkan nilai kekerasannya. Meskipun proses ini mengakibatkan nilai kekerasan

yang tinggi sebesar 58,98 HRc sampai 62,50 HRc, tapi menyebabkan baja bersifat yang

getas. Hal ini terjadi karena tegangan sisa yang dapat mengakibatkan bahan menjadi

patah. Oleh karena itu, diperlukan proses tempering untuk menghilangkan tegangan sisa.

Meskipun tingkat kekerasan sedikit menurun dari semula 57,25 HRc sampai 59,25 HRc

tapi nilai kekerasan tersebut cukup tinggi bagi baja bora 2436 sehingga siap di aplikasikan

sebagai produk pendukung. Pada penelitian ini waktu penahanan 30 menit sampai 50

menit terbukti memberikan nilai tingkat kekerasan yang cukup untuk spesifikasi produk

pendukung.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian, pengamatan, serta hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dalam

penelitian ini, dapat diambil kesimpulan :

1. Hasil uji kekerasan menunjukkan peningkatan dari sekitar 16,13 sampai 19,75

menjadi sekitar 57,25 sampai 59,25 untuk seluruh perlakuan. Peningkatan kekerasan

tersebut adanya unsur-unsur C, Cr, V, dan W yang ada dalam kandungan baja bora

2436 dan hasil struktur mikro mendukung hal tersebut dimana nampak pada

penahanan 30 menit sampai 50 menit memiliki struktur perlit yang keras lebih

dominan dan struktur ferit yang lebih rapuh.

2. Pengaruh variasi waktu penahanan 20 menit belum tepat karena nilai kekerasannya

belum layak untuk digunaka sebagai produk pendukung. Waktu penahanan 30 menit

sampai 50 menit merupakan pilihan yang terbaik untuk memproses baja 2436 karena

nilai kekerasan mencapai sekitar 57,25 sampai 59,25 yang paling tinggi, adapun

waktu penahanan 60 menit sampai 90 menit kurang menjadi pilihan karena waktu

penahanan lebih dari 60 menit cenderung menurunkan nilai kekerasannya

5.1. Saran

Pada waktu proses perlakuan panas sebaiknya oven furnace tidak terlalu sering di buka

sehingga hasil yang di peroleh dapat lebih baik

Page 44: Jurnal Fisika Dan Terapannya

40 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

DAFTAR PUSTAKA

Cain Tubal, 1984, “Hardening, Tempering and Heat Treatment”, First edition, Argus

Book.

Dalil, M, 1999, ”Pengaruh Perbedaan Waktu Penahanan Suhu Stabil (Holding Time)

Terhadap Kekerasan Logam”, Jurnal Natur Indonesia II, Fakultas Teknik

Universitas Riau

Djafri, Sriati, 1987, Terjemahan dari Mechanical Metallurgy. Jakarta, Erlangga :

Metalurgi Mekanik

Hariyanto, Agus, 2006, “Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Peningkatan Nilai

Kekerasan dan Perubahan Struktur Mikro Pada Alat Pemindah Gigi Isuzu Diesel

“ Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

R. Koekoeh K Wibowo, SENTA (2007) “Pengaruh Proses Perlakuan Panas Pada Baja

AISI 304 Terhadap Kekerasan Dan Laju Korosi Dalam Media HCl (35%)”.

Low R. Samuel, 2001, “Rockwell Hardness Measurement of Metallic Materials”,

National Institute of Standards and Technology, America.

Mubarok, Fahmi, St., MSc, 2008, “Metallurgy I”, Jurusan Teknik Mesin, ITS

Sofiyyudin Ahmad Aniq, 2007, “Pengaruh Suhu Carburizing Menggunakan Media Arang

Batok Kelapa Terhadap Kekerasan Dan Ketahanan Aus Roda Gigi Baja AISI

4140”, Jurusan Teknik Mesin, Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

Suherman Wahid Ir, “Pengetahuan Bahan”, Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS, Surabaya,

1988.

Wibowo, Bambang Tri, 2006, “Pengaruh Temper Dengan Quenching Median Pendingin

Oli Mesran SAE 40 Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Baja ST 60” Jurusan

Teknik Mesin, Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

Van Vlack, Lawrence H., 1992, Ilmu Dan Teknologi Bahan, Terjemahan : Sriati Djapire,

Edisi Kelima, PT. Erlangga, Jakarta

Page 45: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 41

PENENTUAN RESPON OPTIMAL FUNGSI PENGLIHATAN

IKAN TERHADAP PANJANG GELOMBANG DAN

INTENSITAS CAHAYA TAMPAK

Fita Fitria, Welina Ratnayanti K, Tri Anggono P

Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Airlangga, Surabaya 60115

ABSTRAK

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh panjang

gelombang dan intensitas cahaya tampak terhadap respon ikan dan mengetahui panjang

gelombang dan intensitas cahaya tampak yang paling berpengaruh terhadap respon ikan.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Prosedurnya

adalah rangkaian lampu LED yang telah diisolasi dipasangkan ke dalam tambak ± 30 cm

dari permukaan perairan tambak dan jaring angkat dipasangkan ke dalam tambak,

selanjutnya rangkaian lampu LED dinyalakan selama 10 menit, setelah 10 menit jaring

angkat diangkat dari tambak dan dihitung jumlah ikan liar yang telah masuk ke dalam

jaring angkat. Berdasarkan analisis data menggunakan Anova yang dilanjutkan dengan uji

Tukey. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa panjang gelombang dan intensitas

cahaya tampak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perilaku ikan liar,

menunjukkan bahwa pada perlakuan selama 10 menit dengan pemaparan cahaya LED

hijau dengan panjang gelombang 548 nm menunjukkan respon optimum penglihatan ikan

terhadap warna cahaya Led hijau dengan rata-rata jumlah ikan liar yang berkumpul pada

jaring angkat adalah 23,8 dan intensitas cahaya tampak sebesar 296,4 k Lux memberikan

respon optimal penglihatan ikan dengan rata-rata jumlah ikan liar yang berkumpul pada

jaring angkat adalah 27,8.

Kata kunci: Panjang gelombang, Intensitas Cahaya, Penglihatan ikan

Page 46: Jurnal Fisika Dan Terapannya

42 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

PENDAHULUAN

Perkembangan Teknologi saat ini memudahkan manusia untuk melakukan

aktivitasnya di segala bidang, salah satu yang terkena imbasnya adalah kemajuan

teknologi dalam bidang perikanan yaitu mengembangkan alat penangkap ikan yang

ramah lingkungan. Perkembangan teknologi penangkapan ikan yang saat ini sedang

sukses dan berkembang pesat adalah penggunaan sumber cahaya untuk menarik perhatian

ikan dalam proses penangkapan ikan (Nikonorov, 1975).

Penggunaan alat bantu penangkap ikan dengan menggunakan sumber cahaya sudah

banyak dilakukan di perairan laut oleh nelayan dengan tujuan untuk mengumpulkan ikan

di suatu areal penangkapan ikan sehingga nelayan dapat meningkatkan hasil

tangkapannya, Pemanfaatan sumber cahaya sebagai alat bantu penangkap ikan adalah

dengan memanfaatkan tingkah laku ikan terhadap cahaya.

Ada beberapa factor ikan dapat berkumpul pada area tertentu oleh suatu cahaya

diantaranya ikan tertarik cahaya karena adanya sifat phototaksis .

Secara umum respon ikan terhadap sumber cahaya dapat dibedakan menjadi dua

kelompok, yaitu bersifat phototaksis positif (ikan yang mendekati datangnya arah sumber

cahaya) dan bersifat phototaksis negatif (ikan yang menjauhi datangnya arah sumber

cahaya). Identik dengan penangkapan ikan di perairan laut, penangkapan

ikan di perairan darat yaitu di tambak juga perlu dilakukan dengan tujuan yang berbeda

dari perairan laut, dalam perairan darat tujuannya lebih pada menangkap ikan liar yang

ada di dalam tambak.

Pada umumnya dalam suatu tambak terdapat ikan liar yang tidak di inginkan

berkembang, ikan liar ini dapat menggangu pertumbuhan ikan yang diproduksi dalam

suatu tambak ikan, sehingga dapat menurunkan hasil panen petani tambak. Diharapkan

penggunaan sumber cahaya dalam menangkap ikan di perairan tambak dapat membantu

petani tambak dalam upaya mengurangi ikan liar di dalam tambak sehingga hasil panen

yang dihasilkan dapat optimal.

Pada penelitian yang dilakukan oleh utami dengan menggunakan cahaya yang

berbeda – beda yaitu cahaya hijau , merah, biru, kuning, dengan intensitas yang berbeda-

beda yaitu antara 1 lux-19 lux dengan interval 2 lux. Ikan yang di gunakan adalah ikan

pepetek yang merupakan ikan demersal yang hidup di laut tropis Hasil penelitian tersebut

menghasilkan ikan yang paling banyak berkumpul pada cahaya berwarna hijau dan ikan

yang paling sedikit berkumpul pada cahaya berwarna merah dengan intensitas 19 lux.

Page 47: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 43

Sedangkan menurut Najamuddin dkk, 1994 Ikan-ikan pelagis seperti ikan layang,

tembang dan kembung sangat peka terhadap warna merah dan kuning. Selanjutnya

penelitian yang dilakukan oleh Masyahoro 1998 ikan kembung lelaki (Rastraligger

Kanagurta) tertarik oleh cahaya warna biru dengan intensitas 3500 lux. Menurut Fujaya

(2002) Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ikan terhadap cahaya antara lain

intensitas, komposisi spektrum warna cahaya dan lama penyinaran.

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa intensitas cahaya dan panjang

gelombang sangat menentukan jenis ikan yang tertangkap. Oleh karena itu dalam

penelitian ini akan menentukan kesukaan ikan terhadap warna cahaya tertentu dengan

intensitas yang berbeda –beda. Sehingga petani tambak dapat menangkap ikan liar yang

dapat menggangu perkembangan ikan budidaya yang di produksinya.

Sumber cahaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah cahaya LED.

Penggunaan cahaya LED ini dimaksudkan untuk memanfaatkan respon ikan terhadap

cahaya. Untuk meminimalkan masuknya cahaya dalam air peletakkan sumber cahaya

dinyalakan di dalam air. Diharapkan peletakan sumber cahaya di dalam air memberikan

pengaruh terhadap ikan agar dapat berkumpul di dalam jebakan atau jaring ikan.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian mencakup tahap persiapan dan tahap penelitian .Alur kegiatan

disajikan pada bagan alir di bawah ini (Gambar 1).

Gambar 3.1. diagram blok langkah – langkah penelitian

Page 48: Jurnal Fisika Dan Terapannya

44 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian Jumlah ikan liar yang masuk ke dalam jaring angkat terhadap

panjang gelombang cahaya LED

Tabel 1.Rata-rata jumlah ikan gatul yang masuk ke dalam jaring angkat terhadap variasi

cahaya LED

Warna

LED

Jumlah ikan pada pengulangan

ke - Rata -

rata 1 2 3 4 5

Hijau 27 24 26 27 15 23.8

Biru 26 27 23 24 10 22

Merah 10 14 10 11 9 10.8

Kuning 16 18 10 6 8 11.6

Putih 26 16 14 12 9 15.4

Dari data yang diperoleh pada Tabel 1. dapat disajikan Histogram Rata-rata

jumlah ikan gatul yang masuk ke dalam jaring angkat terhadap panjang gelombang

cahaya LED

Gambar 2. Histogram Rata-rata jumlah ikan gatul yang masuk ke dalam jaring angkat

terhadap panjang gelombang cahaya LED

Dari gambar 2 diatas memperlihatkan bahwa Lampu LED warna hijau lebih disukai

daripada Lampu LED warna lainnya, kemudian Lampu LED warna biru, lalu lampu

Lampu LED warna putih, Lampu LED warna merah dan paling sedikit warna kuning,

maka dapat diketahui bahwa ikan gatul lebih adaptif dengan panjang gelombang yang

pendek yaitu warna hijau sepanjang 548 nm dan warna biru dengan panjang 465 nm

dibandingkan dengan panjang gelombang yang panjang seperti yang dimiliki oleh warna

putih sepanjang 440-700 nm, warna merah sepanjang 653 nm dan kuning sepanjang 595

nm.

Page 49: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 45

Hal tersebut disebabkan karena intensitas cahaya yang di pancarkan LED kuning

paling kecil dibandingkan dengan lampu LED lainnya (ditunjukkan pada Lampiran ).

Sehingga intensitas cahaya yang diterima oleh ikan kurang optimal. Sedangkan warna

LED hijau dan biru memiliki intensitas cahaya yang besar dan diperkuat oleh Panjang

gelombang hijau dan biru yang memiliki panjang gelombang yang pendek sehingga daya

tembus ke dalam perairan semakin besar. Dan juga berdasarkan habitatnya ikan gatul

lebih terbiasa dengan warna hijau yaitu warna cahaya LED hijau yang menyerupai

kondisi dari lingkungan (air tambak) pemeliharaan oleh karena itu ikan gatul lebih adaptif

terhadap warna hijau.

Menurut Ayodhyoa, 1981 ikan tertarik oleh cahaya disebabkan oleh kekuatan dan

warna lampu yang digunakan. Ikan dapat membedakan warna cahaya asalkan cukup

terang dan masing-masing jenis ikan menyukai warna terang yang berbeda-beda.

Tabel 2 Rata-rata jumlah ikan gatul yang masuk ke dalam jaring angkat terhadap variasi

intensitas cahaya LED warna Hijau

Intensitas Cahaya LED Jumlah ikan pada pengulangan ke -

Rata-rata 1 2 3 4 5

265,2 kLux 25 27 28 28 20 25.6

296,4 kLux 23 30 26 23 37 27.8

327,6 kLux 28 13 29 14 25 21.8

358,8 kLux 30 27 23 21 12 20.6

390 kLux 24 17 15 13 11 16

Dari data yang diperoleh pada Tabel 2. dapat disajikan Histogram Rata-rata

jumlah ikan gatul yang masuk ke dalam jaring angkat terhadap variasi intensitas cahaya

LED warna Hijau

Gambar 3 Histogram Rata-rata jumlah ikan Gatul yang masuk ke dalam jaring angkat

terhadap Intensitas Cahaya.

Page 50: Jurnal Fisika Dan Terapannya

46 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Dari gambar 3 dapat diketahui bahwa intensitas cahaya 296.2 kLux mengumpulkan

ikan paling banyak sedangkan ikan paling sedikit berkumpul pada intensitas cahaya 296.2

kLux. Pada intensitas cahaya sebesar 327.6 kLux terjadi penurunan jumlah ikan gatul

yang masuk ke dalam jaring angkat. Hal ini disebabkan karena ikan juga memiliki

intensitas cahaya optimum, yaitu intensitas cahaya maksimum (paling kuat atau besar)

yang dapat diterima oleh sel indra penglihatan ikan. Apabila cahaya yang diberikan sudah

melebihi intensitas maksimum yang dapat diterima oleh ikan, maka ikan akan cenderung

menjauhi cahaya tersebut. Dapat disimpulkan bahwa intensitas cahaya sebesar 296.2

kLux adalah intensitas maksimum yang dapat diterima oleh penglihatan ikan gatul.

Menurut Woodhead (1963) menyatakan bahwa tiap spesies ikan mempunyai intensitas

cahaya optimum yang berbeda-beda, tergantung susunan organ-organ tubuhnya.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Panjang gelombang dan intensitas cahaya tampak dengan menggunakan Lampu LED

memberikan pengaruh terhadap perilaku ikan liar dalam penelitian ini ikan liarnya

adalah ikan gatul.

2. Kesukaan warna cahaya LED ikan gatul adalah warna cahaya LED hijau dengan

panjang gelombang cahaya 548 nm dan intensitas cahaya optimum yang dapat

diterima oleh penglihatan ikan gatul sebesar 296,4 kLux.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Universitas Airlangga Surabaya dan

Laboratorium biofisika telah memfasilitasi penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ayodhyoa. 1976. Teknik Penangkapan Ikan. Bagian Teknik Penangkapan Ikan. Institut

Pertanian Bogor.

Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan.Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Proyek

Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. 146

hlm.

Fujaya, Y . 2004. Fisiologi Ikan . Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Jakarta:

PT Asdi Mahasatya.

Woodhead PMJ. 1966. The Behavior of Fish Relation to the Light in The Sea.

Eceanografy Marine Biology: Horald Barnes Edition. Rev. 4: 337-403.

Page 51: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 47

Studi Infiltrasi Tubulus Dentin Berbasis Hidroksiapatit yang

Berpotensi untuk Terapi Dentin Hipersensitif

Aditya Iman Rizqy1, Aminatun 2, Prihartini Widiyanti 3 1,2,3 Program Studi Teknobiomedik, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga

E-mail : [email protected]

Abstract

Dentin hypersensitivity is pain that lasts shortly and sharp due to stimuli to an

open dentin which is caused by gingival recession. When the open dentin is exposed to a

stimuli from outside, fluid in the dentinal tubules experiences in and out mechanical

movements which may trigger the pain. This study aimed to infiltrate the dentin tubules

so that the open dentin tubules could be sealed back. Hydroxyapatite (HA) was chosen as

the infiltration base material since it is the largest component (70%) of dentin and also

biocompatible. Calcium phosphate precipitation method was used in this study.

Variations of HA concentration (0.133 M: 0.113 M: 0.093 M: 0.073 M: 0.053 M) were

conducted to observe the effect of HA addition to the microstructure and the

biocompatibility of the obtained precipitate. The SEM test result showed that the addition

of HA concentration resulted in denser and thicker precipitate, of which the

concentration of 0.133 M yielded the best precipitate. ANOVA test on the results of MTT

assay showed that increasing the HA concentration of the solution showed no significant

difference in the number of cells with the condition that the percentage of the living cells

is still below the toxicity threshold. Based on the SEM result, hydroxyapatite has the

potential as a material for dentine hypersensitivity therapy, yet an optimization to the

solutions’ concentrations would be necessary to obtain biocompatible solutions.

Keywords: hydroxyapatite, dentin hypersensitivity, dentin tubules, infiltration,

precipitation, calcium phosphate.

Page 52: Jurnal Fisika Dan Terapannya

48 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Abstrak

Hipersensitivitas dentin adalah rasa sakit yang berlangsung singkat dan tajam

akibat rangsangan terhadap dentin yang terbuka karena gusi yang menurun. Ketika dentin

yang terbuka terpapar rangsangan dari luar, cairan dalam tubulus dentin mengalami

pergerakan mekanis ke dalam dan ke luar yang memicu timbulnya rasa nyeri. Penelitian

ini bertujuan untuk melakukan infiltrasi tubulus dentin sehingga tubulus dentin yang

terbuka dapat tertutup kembali. Hidroksiapatit (HA) dipilih menjadi bahan dasar infiltrasi

karena merupakan komponen terbesar (70%) penyusun dentin gigi serta sifatnya yang

biokompatibel. Metode presipitasi kalsium fosfat digunakan dalam penelitian ini.

Dilakukan variasi konsentrasi HA (0,133 M ; 0,113 M ; 0,093 M ; 0,073 M ; 0,053 M)

untuk diamati perbedaan struktur mikro dan biokompatibilitas tumpatan yang terbentuk.

Hasil Uji SEM menunjukkan bahwa seiring penambahan konsentrasi HA, presipitat yang

dihasilkan semakin padat dan tebal, dimana konsentrasi 0,133 M menghasilkan tumpatan

terbaik. Uji ANOVA pada hasil MTT Assay menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi

HA pada larutan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada jumlah sel hidupnya

dengan kondisi masih dibawah batas ambang toksisitas. Berdasarkan hasil SEM,

hidroksiapatit berpotensi sebagai bahan terapi dentin hipersensitif, namun perlu dilakukan

optimasi konsentrasi larutan untuk memperoleh larutan yang biokompatibel.

Kata kunci : hidroksiapatit, hipersensitivitas dentin, infiltrasi tubulus dentin, presipitasi,

kalsium fosfat.

Page 53: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 49

PENDAHULUAN

Salah satu masalah gigi sehubungan dengan rasa sakit yang banyak terjadi dan

sulit diatasi oleh dokter gigi adalah dentin hipersensitif (Orchardson et al., 2006) atau

yang lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah gigi sensitif saja. Pada tahun 2007,

sekitar 30 % penduduk dunia mengalami hipersensitivitas dentin (Carini dkk., 2007)

dengan tidak menutup kemungkinan terjadinya peningkatan prevalensi hingga saat ini.

Hipersensitivitas dentin didefinisikan sebagai rasa sakit yang berlangsung singkat

dan tajam akibat adanya rangsangan terhadap dentin yang terbuka (terpapar lingkungan

oral) (Kielbassa et al., 2002). Walaupun rasa sakit yang timbul hanya berlangsung

singkat, namun hal ini dapat mengakibatkan proses makan menjadi sulit (Aldo et al.,

2002). Rasa sakit tersebut akan mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan rongga mulut

dan bila tidak diatasi akan menimbulkan defisiensi nutrisi pada penderitanya (Camila

dkk., 2006).

Salah satu cara perawatan dentin hipersensitif adalah dengan menutup tubulus

dentin (saluran penghubung permukaan dentin dengan saraf pada pangkal dentin) untuk

mencegah rangsangan dari luar memicu rasa nyeri (Chu et al., 2010). Calcium oxalate,

contohnya, telah direkomendasikan sebagai perawatan efektif untuk dentin hipersensitif

berdasarkan presipitasi (penggumpalan) calcium oxalate dalam tubulus dentin. Perawatan

ini secara efektif menghilangkan hipersensitivitas pada tahap awal, namun ternyata hanya

bertahan sebentar saja dikarenakan larut/terkikisnya calcium oxalate itu sendiri (Kerns et

al., 1991).

Fazrina (2011) telah melakukan penelitian infiltrasi tubulus dentin dengan pasta

desensitasi pro-Argin yang mengandung arginin, asam amino, dan kalsium karbonat

sebagai sumber kalsium dalam pasta ini, dan diperoleh kedalaman tumpatan sedalam 2

µm saja. Tumpatan yang hanya 2 µm ini rentan terkikis oleh berbagai gerakan mekanis

cairan dalam mulut seperti halnya kocokan air ketika berkumur, sehingga banyak dokter

gigi menghimbau pada pasien untuk tidak berkumur terlalu lama setelah penyikatan gigi

dengan pasta desensitasi.

Penelitian oleh Bedi (2011) juga mendukung fenomena ini, dimana percobaannya

yang menggunakan bahan potassium nitrate juga menunjukkan pengikisan total pada

tumpatan setelah pembilasan langsung dengan aquades. Saat ini, telah ada pasta

desensitasi komersial yang mengandung kristal hidroksiapatit, namun bagaimanapun

penggunaan tumpatan dari pasta desensitasi masih memberikan kekhawatiran akan

Page 54: Jurnal Fisika Dan Terapannya

50 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

hilangnya tumpatan setelah berkumur sehingga tumpatan dari pasta desensitasi tidak bisa

bertahan terlalu lama dalam dentin.

Ishikawa et al. (1995) melakukan antisipasi terhadap kasus serupa sebelumnya

dengan menginfiltrasi (menutup) tubulus dentin dengan metode presipitasi

(penggumpalan) kalsium fosfat dalam tubulus dentin yang menghasilkan tumpatan

(presipitat) sedalam ± 10-15 µm sehingga semua kekhawatiran di atas dikatakan dapat

teratasi.

Berdasarkan konsep di atas, perlu dilakukan upaya infiltrasi tubulus dentin

dengan kalsium fosfat seperti yang dilakukan Ishikawa et al. (1995). Kalsium fosfat

berjenis hidroksiapatit (HA) dipilih karena hidroksiapatit merupakan komponen terbesar

dari dentin (70 %) (Ismiawati, 2009) dan memiliki sifat biokompatibel, yakni tidak

menimbulkan reaksi inflamasi atau efek kerusakan hingga kematian sel jaringan sekitar

(Dainti, 2010). Presipitat HA yang dihasilkan akan dibandingkan dengan tumpatan yang

dihasilkan dari pasta desensitasi HA komersial terhadap pengaruh pengocokan dengan

aquades (simulasi proses kumur) untuk melihat perbedaan struktur mikro yang terjadi.

Upaya infiltrasi tubulus dentin berbasis hidroksiapatit dalam penelitian ini

diprediksikan akan menghasilkan tumpatan yang cukup dalam (lebih dari kedalaman

yang dihasilkan dari pasta desensitasi komersial) dan bisa menjawab kebutuhan akan

tumpatan yang lebih tahan pengaruh kumur yang berakibat pada kembalinya rasa nyeri

tajam karena hilangnya tumpatan.

BAHAN DAN METODE

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk hidroksiapatit

(Ca10(PO4)6(OH)2), aquades, H3PO4 2 M, NaOH 1 M ; 1,5 M ; 2 M ; 2,5 M dan 3 M, HCl

0,6 M, serta 7 buah gigi molar manusia berusia 16-35 tahun (kondisi sehat/normal) yang

diperoleh dari Unit Bedah Mulut FKG Universitas Airlangga.

2. Metode

Metode dalam penelitian ini adalah presipitasi kalsium fosfat yang digunakan

Ishikawa et al. (1994) untuk menginfiltrasi tubulus dentin dengan bahan kalsium fosfat.

Ada 2 macam larutan yang digunakan dalam metode ini, yakni larutan HA dan NaOH

sebagai netralisator. Larutan HA disiapkan dengan melarutkan bubuk hidroksiapatit

dalam larutan H3PO4 2 M. Setelah larutan HA diaplikasikan pada sampel, larutan NaOH

diaplikasikan pada sampel yang sama. Larutan HA yang bersifat asam akan mengalami

Page 55: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 51

kenaikan nilai pH setelah bercampur dengan larutan NaOH yang bersifat basa. Campuran

kedua larutan akan menghasilkan larutan dengan suasana netral sehingga hidroksiapatit

yang sebelumnya terlarut dalam H3PO4 akan terpresipitasi kembali membentuk gumpalan

yang dapat menyumbat saluran tubulus dentin pada sampel.

Perolehan nilai konsentrasi larutan HA jenuh yang dijadikan angka patokan

variasi dilakukan dengan menghitung jumlah bubuk HA maksimal yang dapat larut dalam

H3PO4 2 M. Eksperimen dilakukan dengan membuat larutan HA keruh terlebih dahulu.

Untuk memperoleh HA yang tak larut, digunakan alat centrifuge (Beckman tipe TJ-R

Refrigeration Unit) dengan memisahkan bubuk HA tak larut (endapan) dari larutan

jenuhnya (supernatan). Pemusingan dengan centrifuge dilakukan terhadap larutan HA

awal yang masih keruh selama 15 menit dengan kecepatan 2200 rpm sampai diperoleh

endapan pada dasar tabung centrifuge. Endapan yang diperoleh dicuci berulang kali

dengan aquades hingga kondisi netral kemudian dipisahkan dari aquades yang tersisa.

Endapan lembab dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100° C selama 1 jam untuk

menguapkan semua aquades yang masih tercampur. Jumlah endapan HA ini digunakan

untuk menentukan jumlah HA maksimal yang larut.

Tabung Durham sebanyak 5 buah disiapkan untuk mensimulasikan presipitasi

yang terjadi pada 5 variasi larutan HA yang ditentukan. Larutan HA diteteskan pada

kelima tabung masing-masing 1 tetes sesuai urutan variasinya. Kemudian NaOH 1 M

diteteskan masing-masing juga 1 tetes pada kelima tabung yang sebelumnya sudah berisi

larutan HA untuk menetralisasi larutan. Kondisi presipitat yang terbentuk diamati satu per

satu selama 6 jam.

3. Karakterisasi

Beberapa uji dilakukan, antara lain uji karakterisasi SEM, uji sitotoksisitas MTT

Assaydan uji ANOVA satu arah. Hasil dari masing-masing uji kemudian dianalisis

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penentuan variasi konsentrasi HA

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa nilai konsentrasi larutan HA jenuh yakni

sebesar 0,133 M. Eksperimen ini dilakukan hanya dengan sekali percobaan, sehingga

peneliti menyatakan bahwa konsentrasi larutan HA sebesar 0,133 M ini menggambarkan

kondisi larutan yang mendekati tepat jenuh. Angka 0,133 M inilah yang kemudian

menjadi patokan dalam penentuan angka konsentrasi yang lain, sehingga diperoleh

Page 56: Jurnal Fisika Dan Terapannya

52 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

deretan variasi konsentrasi 0,133 M ; 0,113 M ; 0,093 M ; 0,073 M dan 0,053 M untuk 5

larutan HA yang digunakan dalam penelitian ini.

2. Simulasi presipitasi dengan tabung Durham

Simulasi ini dilakukan untuk sedikit memberikan gambaran proses presipitasi

yang terjadi di dalam tubulus dentin secara kasat mata sebelum diaplikasikan langsung

pada sampel dentin serta untuk memastikan keberhasilan proses karakterisasi SEM. Hasil

simulasi ini ditunjukkan oleh Tabel 1.

Tabel. 1. Kondisi presipitat dalam tabung Durham

Berdasarkan Tabel 1, NaOH 3 M pada akhirnya dipilih untuk digunakan sebagai

netralisator dalam penelitian ini karena menghasilkan presipitat yang mampu bertahan

(kuat) dan tidak rontok kembali ke dasar tabung hingga jam ke-6 bahkan pada seluruh

variasi larutan HA.

3. Hasil SEM

Karakterisasi SEM terhadap tumpatan juga dilakukan untuk menunjukkan bahwa

HA dapat digunakan untuk menginfiltrasi tubulus dentin, serta memberikan gambaran

pengaruh penambahan konsentrasi HA dalam metode presipitasi kalsium fosfat terhadap

mikrostruktur tumpatan yang dihasilkan. Struktur mikro dari presipitat (tumpatan)

sebelum dan sesudah pengocokan dengan aquades dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

Page 57: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 53

Gambar 1. Dentin sebelum perlakuan (A) ; tumpatan pasta HAP komersial (B) ; dan

tumpatan HAP 0,133 M (C) ; 0,113 M (D) ; 0,093 M (E) ; 0,073 M (F) dan 0,053 M (G)

(Magnifikasi 2500X untuk semua sampel)

A

D C

E F

B

G

Page 58: Jurnal Fisika Dan Terapannya

54 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Gambar 1 menunjukkan bahwa larutan HA dengan konsentrasi 0,133 M (C)

menghasilkan tumpatan yang paling padat (kompak) dan menutup seluruh permukaan

dentin secara merata dibandingkan dengan keempat konsentrasi lainnya (D-G). Pasta HA

komersial (B) pun terlihat tidak menutup permukaan dentin secara merata dan masih

menyisakan tubulus dentin yang terbuka.

Gambar 2. Tumpatan HA setelah pengocokan dengan aquades : pasta HA komersial (A) ;

0,133M (B) ; 0,113M (C) ; 0,093M (D) ; 0,073M (E) dan 0,053M (F) (Magnifikasi

2500X)

A B

C D

E F

Page 59: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 55

Gambar 2 menunjukkan bahwa bahkan setelah pengocokan dengan aquades,

tumpatan dengan konsentrasi HA 0,133 M (B) masih meninggalkan tumpatan hingga ke

dalam tubulus dentin, tidak hanya di permukaan saja seperti yang dihasilkan dari larutan

HA konsentrasi 0,073 M (E) yang berupa lapisan presipitat tipis sehingga banyak bagian

yang retak akibat pengocokan. Pada bagian bawah lapisan yang hilang pun (tanda panah),

tidak terlihat presipitat yang masih mengisi bagian dalam tubulus dentin. Sedangkan

tumpatan yang dihasilkan pasta HA komersial menunjukkan tubulus dentin yang makin

terbuka lebar setelah pengocokan dengan aquades (A). Hal ini relevan dengan pernyataan

Strassler (2008) bahwa efektivitas penggunaan pasta desensitasi memang baru bisa

ditunjukkan setelah penggunaan rutin selama ± 2 minggu.

3. Hasil Uji MTT Assay

Hasil uji MTT Assay menunjukkan bahwa larutan HA 0,093 M ; 0,113 M dan

0,133 M secara berurutan menyisakan sel hidup sebanyak 34,49 % ; 34,75 % dan 36,48

%. Sebelum dilakukan uji untuk menganalisis hasil OD formazan antar kelompok

konsentrasi, pengujian distribusi dan homogenitas sampel dilakukan terlebih dahulu. Uji

normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test menunjukkan p = 0,997 yang berarti bahwa

semua kelompok konsentrasi memiliki distribusi normal (p > 0,05). Uji homogenitas

dengan Levene Statistic menunjukkan p = 0,604 yang berarti bahwa semua kelompok

konsentrasi memiliki varians yang homogen (p > 0,05). Setelah diketahui semua

kelompok konsentrasi berdistribusi normal dan homogen, dilakukan uji parametrik

ANOVA satu arah dengan taraf kemaknaan 5% untuk mengetahui perbedaan nilai OD

formazan antar kelompok konsentrasi. Probabilitas yang diperoleh adalah sebesar 0,456

(p > 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah sel hidup yang

bermakna antar kelompok konsentrasi yang diuji.

Berdasarkan prosentase sel yang hidup, baik larutan HA 0,093 M ; 0,113 M

maupun 0,133 M, semuanya masih bersifat toksik dikarenakan menyisakan sel hidup

kurang dari 60 %. Hal ini diduga karena sifat asam larutan HA 0,093 M ; 0,113 M dan

0,133 M yang masih terlalu kuat dengan nilai pH masing-masing 1,40 ; 1,43 dan 1,49

(hasil pengukuran dengan pH meter).

Page 60: Jurnal Fisika Dan Terapannya

56 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

KESIMPULAN

1. Karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscopy) menunjukkan bahwa HA dapat

digunakan untuk infiltrasi tubulus dentin.

2. Penambahan konsentrasi HA pada larutan, menghasilkan presipitat yang lebih padat

dan tebal, dimana konsentrasi 0,133 M menghasilkan tumpatan terbaik.

3. Peningkatan konsentrasi HA pada larutan tidak menunjukkan perbedaan yang

bermakna pada jumlah sel hidupnya dengan kondisi masih dibawah batas ambang

toksisitas.

SARAN

1. Semua larutan HA maupun NaOH dari metode yang digunakan dalam penelitian ini

masih bersifat toksik, karena itu perlu dilakukan optimasi lebih lanjut pada H3PO4

(pelarut hidroksiapatit) menggunakan pH yang lebih tinggi (konsentrasi di bawah 2

M), serta NaOH dengan pH yang lebih rendah (konsentrasi di bawah 3 M) hingga

diperoleh larutan HA dan NaOH yang aman/non-toksik.

2. Uji in vivo perlu dilakukan setelah diperoleh larutan HA dan NaOH yang aman/non-

toksik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Ibu Aminatun, Ibu Prihartini Widiyanti, Ibu

Retna Apsari dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya fullpaper ini.

DAFTAR PUSTAKA

Addy, M., 2002. Dentine hypersensitivity: new perspectives on an old problem. Int Dent

J

Aldo, B., 2002. Jr. Laser therapy in the treatment of Dental hypersensitivity.

http://www.walt.nu

Bedi, G., 2011. Clinical and Scanning Electron Microscopic Evaluation of Various

Concentrations of Potassium Nitrate as a Desensitizing Agent. Volume 6, Smile

Dental Journal

Camila, 2006. Efficacy of Gluma Desensitizer® on dentin hypersensitivity in

periodontally treated patients. Braz Oral Res 2006

Carini, F., 2007. Effects of a ferric oxalate dentin desensitizier: SEM analysis. Research

Journal of Biological Sciences

Chu, C., 2010. Management of dentine hypersensitivity. Dental Bulletin Maret

Page 61: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 57

Dainti, E.A., 2010. Pengaruh Penambahan Hydroxyapatite Terhadap Karakteristik

Amalgam High Copper Tipe Blended Alloy. Skripsi Program Sarjana. Surabaya :

UNAIR.

Fazrina, N., 2011. Perawatan Non-Invasif Hipersensitivitas Dentin dengan Pro-Argin.

Skripsi Program Sarjana. Medan : USU.

Imai, Y., 1990. A New Method of Treatment for Dentin Hypersensitivity by Precipitation

of Calcium Phosphate in situ. Japan : Tokyo Medical and Dental University.

Ishikawa, K., 1994. Occlusion of Dentinal Tubules with Calcium Phosphate Solution

Followed by Neutralization. Japan : Tokushima University.

Ismiawati, I.D., 2009. Analisis Sifat Mekanik dan Struktur Kristal Hidroksiapatit pada

Enamel Gigi Akibat Paparan Laser Nd-YAG. Skripsi Program Sarjana. Surabaya

: UNAIR.

Kerns, D.G., 1991. Dentinal Tubule Occlusion and Root Hypersensitivity. Journal

Periodontal.

Kielbassa, A.M., 2002. Dentine hypersensitivity: Simple steps for everyday diagnosis and

management. International Dental Journal

Muchtaridi, 2006. Kimia 2. Indonesia : Yudhistira.

Orchardson, R., 2006. Managing dentin hypersensitivity. J Am Dent Assoc

Strassler, H. dan Serio, F., 2008. Dentinal Hypersensitivity : Etiology, Diagnosis, and

Management. USA : The Academy of Dental Therapeutics and Stomatology.

Page 62: Jurnal Fisika Dan Terapannya

58 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Sintesis dan Karakterisasi Kolagen dari Tendon Sapi (Bos

Sondaicus ) sebagai Bahan Bone Filler Komposit

Kolagen – Hidroksiapatit

Agnes Krisanti Widyaning, Adri Supardi2, Prihartini Widiyanti2

1Program Studi S1 Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

2Staf Pengajar Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

Email : [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis komposit

kolagen – hidroksiapatit dengan memanfaatkan tendon sapi, mengetahui karakteristik

mikro dan biologis komposit kolagen – hidroksiapatit, serta mengetahui variasi

komposisi komposit kolagen – hidroksiapatit yang terbaik untuk dapat diaplikasikan

sebagai bahan implant. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah mensintesis kolagen

dari tendon sapi dengan cara merendam 70 gram tendon dalam 5% HCl selama 24

jam pada suhu 4ºC. Perendaman dilakukan dengan perbandingan b:v 1:20. Setelah masa

perendaman, filtrat hasil perendaman ditambahkan 1N NaOH. Akan terbentuk gumpalan

putih, yang kemudian disaring menggunaka kertas saring. Kolagen basah yang terbentuk

sebanyak 13,86%, kemudian dikompositkan dengan hidroksiapatit dengan 7

variasi komposit kolagen - hidroksiapatit yaitu 100:0; 0:100; 30:70; 40:60; 50:50; 60:40

dan 70:30. Produk hidroksiapatit yang digunakan berasal dari Instalasi Pusat

Bioamaterial dan Bank Jaringan Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya. Hasil FTIR

komposit terdeteksi adanya pita serapan vibrasi asimetri streching (υ3) fosfat

(PO43-), pita serapan υ3 karbonat (CO3-2), pita serapan NH dan pita serapan OH.

Hasil uji toksisitas menunjukkan sel dapat hidup semua lingkungan sampel. Hasil

karakteristik biologi sampel menunjukkan bahwa sampel pada perbandingan kolagen :

hidroksiapatit 40 : 60 memiliki potensi besar untuk dijadikan bone filler dengan nilai uji

MTT Assay 108,1%.

Kata Kunci : Kolagen Tendon, Hidroksiapatit, Komposit kolagen

–hidroksiapatit, bone filler.

Page 63: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 59

Abstract

This study aims to synthesize the composite collagen - hydroxyapatite by using

bovine tendon, Knowing and biological characteristics of the micro- composite collagen -

hydroxyapatite, and Knowing the composition variation of the composite collagen -

hydroxyapatite is best to be applied as an implant material. The procedure is to synthesize

research conducted collagen from bovine tendon by soaking 70 grams of tendon in 5%

HCl for 24 h at 4 º C. Soaking is done by comparison wv 1:20. After the immersion,

the filtrate was added 1N NaOH immersion results. Will form white lumps, which make

use of filter paper and then filtered. The results of this white blob is wet collagen.

Collagen is formed and then wet yag dikompositkan with hydroxyapatite with 7

variations of hydroxyapatite collagen composite is 100:0; 0:100; 30:70: 40:60: 50:50:

60:40 and 70:30. Products derived from hydroxyapatite used Bioamterial Central Bank

Network Installation General Hospital Dr. Soetomo Surabaya. FTIR results

weredetected composite asymmetric stretching vibration absorption band (υ3) phosphate

(PO43-), υ3 absorption band of carbonate (CO3-2), NH absorption band and the OH

absorption band. For the toxicity test results indicate the cell can survive all

environmental samples. The results of the biological characteristics of the samples

showed that the samples on a comparison of collagen: hydroxyapatite-40: 60 has

great potential to be used as bone filler by the MTT test Assay108, 1%.

Key word : Tendon bovine, Hydroxyapatite, Collagen–Hydroxyapatite

Composite, Bone Filler.

Page 64: Jurnal Fisika Dan Terapannya

60 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

PENDAHULUAN

Kualitas hidup manusia bergantung pada kesehatan organ dan

jaringan.Terganggunya fungsi organ atau jaringan dapat menyebabkan kerusakan

yang fatal bagi tubuh. Bila suatu organ telah mengalami kerusakan yang cukup fatal,

maka perlu dilakukan tindakan untuk mengganti organ atau jaringan yang rusak

tersebut. Penggantian organ atau jaringan inilah yang disebut sebagai implant. Ketika

autograft dan allograft sudah tidak memungkinkan untuk digunakan, maka solusi yang

tepat adalah penggunaan biomaterial sebagai implant.

Tendon sapi banyak ditemukan dipasaran, mudah didapat dan harga cukup

terjangkau. Tendon sapi juga memiliki kandungan kolagen yang cukup tinggi. Kolagen

secara luas diaplikasikan dalam bidang medis karena sifatnya yang biokompatibel dengan

tubuh dan biodegradable. Protein kolagen telah banyak digunakan untuk perbaikan

jaringan tulang karena protein ini mampu untuk merangsang pertumbuhan sel – sel tulang

baru (Lee et al, 2001).

Hidroksiapatit ( Ca10(PO4)6(OH)2) adalah salah satu biomineral paling penting

yang ditemukan alami pada jaringan keras. Hidroksiapatit memiliki biokompatibilitas

yang sangat baik dengan jaringan keras, osteokondutivitas tinggi dan bioaktivitas

meskipun laju degradasi rendah, serta kekuatan mekanik dan potensi osteoinduktif yang

baik ( Rodrigues et al, 2003 ). Hidroksiapatit digunakan dalam rekonstruksi tulang karena

struktur kimia yang mirip dengan komposisi anorganik tulang manusia.Tulang

merupakan bagian tubuh kompleks yang terdiri dari protein, terutama kolagen dan

mineral hidroksiapatit. Oleh karena itu, penelitian sekarang banyak difokuskan pada

biomaterial hidroksiapatit dengan protein dan polimer sintetis lainnya yaitu kolagen .

Komposit kolagen – hidroksiapatit berbentuk scaffold banyak dimanfaatkan

untuk memperbaiki jaringan tulang rusak. Namun dalam aplikasinya, tidak semua

scaffold dapat memenuhi kebutuhan untuk menutupi bagian tulang yang rusak.

Diperlukan suatu bone filler untuk mengisi ruang kosong antar scaffold.

Menurut pendapat ahli dalam bidang ortopedi, untuk aplikasi bone filler banyak

digunakan untuk keperluan bedah mulut, perbaikan struktur wajah dan perbaikan

jaringan tulang rawan. Untuk tulang panjang (long bone), sangat jarang bone filler

diaplikasikan karena kurang memberikan sifat mekanik yang diharapkan.

Page 65: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 61

MATERIAL DAN METODE Material

Bahan yang digunakan untuk pembuatan sampel adalah 37% asam klorida

(HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH4OH, 5% asam asetat (CH3COOH), 1M

Na2HPO4.2H2O, akuades, 70 gram tendon sapi, serta 10 gram hidroksiapatit tulang sapi

bubuk. Untuk karakterisasi sampel, bahan yang diperlukan antara lain sel fibroblast,

larutan PBS, EMS 5%, tripsin 0,25%, pewarna MTT, DMSO, serum sapi 10%.

Preparasi Tendon Sapi

Tendon sapi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari rumah

potong hewan (RPH) Pegirikan Surabaya. Langkah pertama proses sintesis

kolagen adalah mencuci bersih tendon sapi dengan air mengalir. Kemudian tendon

dipotong kecil dan dihancurkan. Pemotongan dan penghancuran tendon berguna untuk

memperluas permukaan tendon sehingga mengoptimalkan interaksi molekul kolagen

dengan larutan pada saat perendaman maupun ekstraksi. Ekstraksi Kolagen

Tendon yang sudah dipotong, dihancurkan dan ditimbang seberat 70 gram,

kemudian direndam dalam 5% HCl dengan perbandingan berat tendon dan volume

HCl adalah 1 : 20 agar tendon terendam sempurna pada suhu 4ºC. Setelah mencapai 24

jam waktu perendaman, cairan dipisah melalui penyaringan dengan kain. Filtrat hasil

perendaman ditambahkan dengan larutan NaOH 1 N sampai pH mencapai Ketika pH

netral, terbentuk gumpalan putih yang berkumpul ditengah filtrat, kemudian didiamkan

selama 30 menit hingga gumpalan putih tersebut mengendap dan selanjutnya disaring.

Komposit Kolagen Hidroksiapatit.

Hidroksiapatit yang digunakan berasal dari tulang sapi produk Instalasi Pusat

Bioamterial dan Bank Jaringan Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya. Dilakukan 7

variasi komposit kolagen – hidroksiapatit yaitu 100:0; 0:100; 30:70; 40:60; 50:50;

60;40 dan 70:30. Metode pembuatan komposit mengacu pada metode Wenpo et al

(2009) dengan modifikasi.

Kolagen dilarutkan dalam 1M asam asetat kemudian ditambahkan

Na2HPO4.2H2O dengan perbandingan 1:1:1. Larutan yang masih bersifat asam ini

dinetralkan dengan menambahkan 1M NaOH. Hidroksiapatit dilarutkan dalam asam

fosfat dengan perbandingan 1:4. Dinetralkan dengan NH4OH. Larutan kolagen dan

larutan hidroksiapatit kemudian dicampurkan dan diaduk selama 15 menit. Larutan

Page 66: Jurnal Fisika Dan Terapannya

62 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

diendapkan ± 6 jam. Cairan diatas endapan dibuang, dan endapan dituang dalam cetakan

untuk selanjutnya di- freeze drying. Komposit yang didapat berbentuk bubuk. Fourier

Transform Infra Red (FTIR) Karakterisasi sampel kolagen dan sampel omposit

kolagen – hidroksiapatit menggunakan FTIR Jasco – 4200.

MTT Assay

Kultur sel fibroblast dilakukan dengan mengambil sel BHK-21 (baby hamster

kidney). Uji menggunakan wadah microwell plate 96. Satu baris plate diisi oleh

kontrol media, satu baris lainya untuk kontrol sel, dan sisanya untuk pengujian sampel.

Sebagai kontrol sel dibuat dengan cara menambahkan bovine serume dan medium

eagle kedalam satu baris plate. Kemudian kontrol media dibuat dengan menambahkan

medium eagle dan sel fibroblast kedalam satu baris plate lainya. Sampel yang akan

diuji berbentuk serbuk. Sampel dilarutkan kedalam medium eagle dan bovinne

serume sampai mencapai 50cc. Sebanyak 50µl larutan sampel diambil, untuk kemudian

dilakukan uji.

Setelah sampel diteteskan kedalam plete dengan 8 kali perulangan, semua

sampel termasuk kontrol sel dan kontrol media diberi pewarna MTT stock solution

((3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide). Jumlah sel hidup

kemudian dihitung dengan menggunakan Elisa Reader.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perendaman 70 gram kolagen dengan HCl 5% menghasilkan kolagen basah

sebesar 9,7 gram dengan prosentase :

9.7 𝑔𝑔𝑟𝑟𝑑𝑑𝑚𝑚 70 𝑔𝑔𝑟𝑟𝑑𝑑𝑚𝑚 𝑥𝑥 100% = 13.86%

Menurut Li (2003), ikatan antar molekul kolagen dalam otot bagian kulit dan

atau tulang akan meregang ( melunak ) pada kondisi pH dibawah 4 atau diatas 10. Wang

(1994) menyatakan bahwa rantai protein kolagen apabila dipotong (dipecah) dengan

HCl akan dihasilkan asam amino dan rantai polipeptida.

Hasil spekstroskopi kolagen tendon sapi pada Gambar 1 menunjukkan adanya

daerah serapan amida A pada 3438,46 cm-1 (titik no.7). Daerah serapan amida A

merupakan daerah dimana terdapat ikatan NH streching yang berasosiasi dengan ikatan

hidrogen dan OH dari hidroksiprolin ( Puspawati et al, 2012 ). Daerah serapan 1421,28

Page 67: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 63

cm-1 dan 1449,24 cm-1 (titik no.12 dan no.13) menunjukkan adanya bending OH

yang terdapat pada daerah sekitar 1300 – 1550 cm-1. Daerah ini teridentifikasi sebagai

serapan amida II. Adanya gugus OH dimungkinkan karena masih ada senyawa OH

dari air yang digunakan untuk mengekstraksi kolagen.

Gambar 1. Spektrum FTIR kolagen tendon sapi

Terlihat pula daerah serapan amida I pada bilangan gelombang 1638,23 cm-1

(titik no. 11) . Daerah serapan ini menunjukkan adanya ikatan C=O streching

dengan kontribusi dari NH bending (Puspawati et al, 2012) dan O-H yang berpasangan

dengan gugus karboksil ( Suwardi et al, 2010). Serapan amida III kolagen tendon sapi

teridentifikasi didaerah 1125,26 cm-1 (titik no. 14 ) yang merupakan gugus dari NH

bending.

Sedangkakan hasil FTIR hidroksiapatit pada gambar 2 menunjukkan

adanya pita serapan vibrasi asimetri streching (υ3) fosfat (PO4) pada b ilangan

gelombang 1049,31 cm -1 dengan puncak yang sangat tajam. Terlihat juga adanya pita

serapan υ3 karbonat (CO3-2) pada bilangan gelombang 1461,05 cm-1 dan 1416,31

cm-1 dengan intensitas sangat lemah. Adanya kandungan karbonat mengurangi

tingkat kristalinitas hidroksiapatit (Mulyaningsih, 2007).

Page 68: Jurnal Fisika Dan Terapannya

64 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Gambar 2. Spektrum FTIR hidroksiapatit tulang sapi

Pada daerah panjang gelombang 3571,42 cm-1 dan 632,19 cm-1 terdeteksi

daerah serapan gugus hidroksil (OH) dengan intensitas yang lemah. Kristal hidroksiapatit

ditandai oleh pita vibrasi asimetri bending (υ4) dalam bentuk pita

belah dengan maksimum pada 570,52 cm-1 dan 602,43 cm-1. Sedangkan daerah

serapan maksimum kristal hidroksiapatit yang tampak menyatu dengan pita υ4 pada

daerah 632,19 cm-1 bukan berasal dari PO43-, melainkan dari gugus OH. Selain

menunjukkan kehadiran kristal apatit, kadar belah pita serapan υ4 menunjukkan

kandungan fase kristal apatit dalam sampel ( Djawarni dan Wahyuni, 2002).

Ketika dikompositkan, hasil FTIR komposit terlihat pada gambar 3 yang

menunjukkan adanya serapan amida A dan amida I yang mengalami pergeseran dari hasil

FTIR kolagen murni (gambar 1). Amida A bergeser dari posisi spektrum awal 3438,46

cm-1 ke titik 3112,55 cm-1 (titik no. 3) Pergeseran spektrum amida A dipengaruhi oleh

kehadiran gugus OH dari penambahan hidroksiapatit. Daerah amida I mengalami

pergeseran dari spektrum awal pada daerah 1638,23 cm-1 ke titik 1675,84 cm-1 (titik

no. 9) dan 1716,34 cm-1 (titik no.8). Demikian pula daerah amida II, terjadi pergeseran

dari spektrum awal pada titik 1421,28 cm-1 dan 1449,24 cm-1 ke titik 1461,78

cm-1 (titik 11), yang merupakan gugus deformasi NH dan di titik 1402 cm-1 (titik 12),

yang merupakan gugus CH2 dari prolin. Spektrum amida III tidak tampak akibat

adanya interaksi antara kolagen dan hidroksiapatit.

Page 69: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 65

Gugus fosfat (PO43-) milik hidroksiapatit juga terlihat mengalami

pergeseran di daerah 1072,23 cm-1 (titik no. 15). Sedangkan kristal hidroksiapatit

mengalami pergeseran dari spektrum awal pada 570,52 cm-1 dan 602,43 cm-1 ke titik

di daerah 552,506 cm-1 (titk no.23 Gambar 4.3) dan 536,114 cm-1 (titik no.24).

Gambar 3. Spektrum FTIR komposit kolagen – hidroksiapatit

Hasil dari pergeseran spektrum ikatan amida antara spektrum kolagen dan

spektrum komposit kolagen – hidroksiapatit, menunjukkan bahwa terjadi ikatan

hidrogen yang terbentuk antara gugus OH dari hidroksiapatit dan gugus NH dari kolagen.

Hilangnya pita amida III pada daerah sekitar 1229 – 1301 cm-1, memperkuat indikasi

adanya ikatan hidrogen. Sedangan atom Ca2+ dari hidroksiapatit dengan gugus –COO-

dari kolagen membentuk ikatan koordinasi atom anorganik – organik sperti pada Gambar

4.4 (Sionkowska et al, 2010).

Gambar 4. Sketsa struktur ikatan komposit kolagen – hidroksiapatit

( ikatan koordinasi, ----- ikatan hidrogen )

Page 70: Jurnal Fisika Dan Terapannya

66 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Hasil pengujian selanjutnya adalah uji toksisitas dengan metode MTT Assay.

Prosentase jumlah sel hidup untuk uji MTT dapat dihitung dengan persamaan :

Hasil analisis perhitungan uji MTT Assay dapat dilihat pada tabel 1. Pada

uji MTT Assay, suatu bahan dikatakan tidak toksik apabila prosentase sel hidup

masih diatas 60% (Wijayanti,2010). Dibawah 60% menunjukkan bahwa sampel

tersebut bersifat toksik dan berbahaya bila diaplikasikan dalam tubuh.

Sampel A dan sampel B merupakan sampel kontrol. Sampel A adalah sampel

kolagen tanpa perlakuan, sedangkan sampel B adalah sampel hidroksiapatit tanpa

perlakuan. Pada sampel A, hasil uji MTT Assay mencapai lebih dari 100%, yaitu

119,4%. Hal ini menunjukkan bahwa sampel kolagen tidak toksik dan mampu

menumbuhkan sel fibroblast. Kolagen merupakan suatu protein bioresorbable alami, yang

umum digunakan sebagai perancah atau filler untuk regenerasi jaringan. Kolagen tipe

1 digunakan sebagai perancah atau filler jaringan tulang. Dalam aplikasi perbaikan

jaringan tulang, umumnya kolagen dipakai dalam bentuk komposit, karena jaringan

tulang bukan merupakan jaringan lunak, melainkan jaringan keras. Sedangkan sifat

kolagen adalah lentur dan lunak, sehingga perlu penambahan bahan lain. Dalam

penelitian ini, kolagen dijadikan sebagai matriks dari komposit kolagen –

hidroksiapatit yang bisa dijadikan sebagai bone filler.

Page 71: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 67

TABEL 1 Hasil Uji MTT Assay

Nama Sampel

Rata rata sel hidup Kontrol Sel Kontrol Media % Sel Hidup

Sampel A 0,127 0,091 0,093 119,4

Sampel B 0,080 0,091 0,093 94,3

Sampel C 0,084 0,091 0,093 96,1

Sampel D 0,106 0,091 0,093 108,1

Sampel E 0,079 0,091 0,093 93,9

Sampel F 0,073 0,091 0,093 90.2

Sampel G 0,861 0,091 0,093 97,4

Sampel B merupakan hidroksiapatit menujukkan hasil uji 94,3% yang

menunjukkan sampel ini tidak toksik. Hidroksiapatit memiliki biokompatibilitas yang

baik terhadap kontak langsung dengan tulang. Untuk sampel C, sampel D, sampel E,

sampel F dan sampel G berturut – turut memiliki prosentase hasil uji sebesar 96,1% ;

108,1% ; 93,9% ; 90,2% dan 97,4%.

Kelima variasi sampel ini juga menunjukkan bahwa sampel tidak toksik. Namun

pada sampel D, hasil MTT Assay mencapai 108,1%. Hal ini menunjukkan bahwa ada sel

yang tumbuh pada sampel (proliferasi). Sampel D merupakan sampel dengan variasi

kolagen : hidroksiapatit 40 : 60. Hasil uji MTT 5 variasi sampel dapat disajikan dalam

bentuk grafik.

Gambar 5. Diagram Hasil Uji MTT Assay 5 Sampel Variasi

Page 72: Jurnal Fisika Dan Terapannya

68 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Secara keseluruhan hasil uji MTT Assay pada semua variasi sampel

menunjukkan hasil yang baik dan tidak toksik. Variasi sampel yang terbaik

adalah pada sampel D, yaitu variasi kolagen : hidroksiapatit 40 : 60, karena

mampu menunjukkan adanya aktivitas pertumbuhan sel.

KESIMPULAN

Hasil spekstroskopi FTIR komposit kolagen - hidroksiapatit terdeteksi adanya

gugus N-H dari amida A di serapan 3112,55 cm-1, gugus N-H dari amida I terdeteksi

didaerah 1675,84 cm-1 dan 1675,84 cm-1, gugus N-H dari amida II 1240,97 cm-1,

gugus N-H dari amida III pada serapan 1461,78 cm-1 gugus O-H pada daerah

serapan 607,467 cm-1, gugus PO43- pada 1072,23 cm-1 dan gugus karboksil C=O

streching pada titik 1716,34 cm-1 .

Hasil karakteristik biologi sampel menunjukkan bahwa sampel pada

perbandingan kolagen : hidroksiapatit 40 : 60 memiliki potensi besar untuk dijadikan

bone filler dengan nilai uji MTT Assay 108,1%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Bapak Drs. Adri Supardi, M.Sc, Ibu Dr.

Prihartini Widiyanti, drg., M.kes, Ibu Dyah Hikmawati S.Si M.Si serta pihak pihak yang

terlibat dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Lee, C.H (a),. Singla, A (a),. Lee, Y(b). 2001. Biomedical Application of Collagen .

(a)Department of Pharmaceutics, College of Pharmacy, The University of

Missouri-Kansas City, (b) School of Interdisciplinary Computing and

Engineering, The Uni_ersity of Missouri-Kansas City, Kansas City,

MO64110, USA

Li, Shu-Thung. 1993. Collagen Biotechnology and it’s Medical Application.

Biomed. Eng. ppl.Baia Comm. 5 : 646-657

Mulyaningsih, N.N. 2007. Karakterisasi Hidroksiapatit Sintetik dan Alami pada

Suhu 1400ºC. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Page 73: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 69

Mulyaningsih, Neng Nenden. 2007. Karakterisasi Hidroksiapatit Sintetik dan

Alami pada Suhu 1400ºC. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Puspawati ,N.M., Simpen, I.N., Sumerta Miwada, I.N.. 2012. Isolasi Gelatin dari Kulit

Kaki Ayam Broiler dan Karakterisasi Gugus Fungsinya dengan Spektrofotometri

FTIR. Universitas Udayana. Bali.

Rodrigues ,C.V.M., Serricella, P., Linhares, ABR., Guerdes, RM., Duarte, MEL., Farina,

M. 2003. Characterization of a Bovine Collagen–Hydroxyapatite Composite

Scaffold for Bone Tissue Engineering. Brazil.

Sionkowska, A., Kowslowska, J. 2010. Characterization of Collagen/Hydroxyapatite

Composite Sponges as a Potential Bone Subtitute.Faculty of Chemistry.

Copernicus University. Torun. Polandia

Suwardi, Yuniarto., Atmaja, Lukman., Martak, Fahimah. 2010. Pengaruh Variasi

Larutan Asam pada Isolasi Gelatin Kulit Ikan Patin (Pangasius hypothalmus)

terhadap Sifat – Sifat Kimia dan Fisik. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Wang, D. 1994. Studies on Manufacturing a Functional Ingredient from Porcine skin

Collagen by Enzyme Hidroyst. Tungai University, Taichung. Taiwan.

Wenpo Feng, Keyong Tang, Xuejing Zheng, Yuanming Qi, Jie Liu. 2009.

Preparation and Characterization of Porous Collagen / Hydroxyapatite / Gum arabic

Composite. China.

Wijayanti, Fitria. 2010. Variasi Komposisi Cobalt Chromium pada Komposit Co- Cr-

HAP sebagai Bahan implan. Departemen Fisika. Fakultas Sains dan Teknologi.

Universitas. Surabaya

Page 74: Jurnal Fisika Dan Terapannya

70 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Perancangan Aplikasi Audiometer Nada Murni dan Tutur

untuk Diagnosis Pendengaran

Sabrina Ifahdini S1, Adri Supardi2, Franky Chandra3

1,2,3Program Studi Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan tujuan merancang suatu perangkat lunak

Audiometer nada murni maupun tutur yang lebih praktis, efektif, dan efisien dan mampu

menampilkan audiogram nada murni maupun tutur serta hasil diagnosis gangguan

pendengaran pasien pada frekuensi 250 Hz hingga 8 kHz secara langsung dan disimpan

dalam database. Dalam penelitian ini, sistem aplikasi perangkat lunak audiometer telah

diprogram menggunakan Delphi untuk dapat menghasilkan nada murni dengan

memanfaatkan soundcard dari komputer/laptop. Dalam proses pembangkitan nada murni

ini dibutuhkan suatu komponen audio bernama Tonegen. Sedangkan untuk audiometer

tutur, dibutuhkan suatu rekaman kata-kata yang telah dibakukan yakni PB List yang untuk

selanjutnya diujikan pada pasien. Variabel frekuensi memiliki tingkat akurasi sebesar

100% dan tingkat presisi sebesar 100%. Variabel taraf intensitas untuk headphone kanan

memiliki tingkat akurasi sebesar 99,4% dan tingkat presisi sebesar 99,85%, sedangkan

untuk headphone kiri memiliki tingkat akurasi sebesar 99,45% dan tingkat presisi sebesar

99,84%.

Kata kunci : audiometer nada murni, audiometer tutur, perangkat lunak, gangguan

pendengaran, diagnosis pendengaran.

Page 75: Jurnal Fisika Dan Terapannya

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013 71

ABSTRACT

It has been conducted a research with the goal of designing a pure tone and

speech audiometer software that is more practical, effective, efficient and capable of

displaying pure tone and speech audiogram as well as the diagnosis of hearing loss

patients at a frequency 250 Hz to 8 kHz and stored directly in to database. In this study,

the application system audiometer software was programmed using Delphi to be able

producing pure tones using soundcard of computer / laptop. In this pure tone generation

process needs an audio component called Tonegen. As for the speech audiometer, it needs

some recordings of words that have been standardized (PB List) then subsequently tested

on patients. Variable of frequency has accuracy percentage of 100% and precision

percentage of 100%. Variable of sound level for the right headphone has accuracy

percentage of 99,4% and precision percentage of 99,85%, whereas for the left headphone

has accuracy percentage of 99,45% and precision percentage of 99,84%.

Keyword : pure tone audiometer, speech audiometer, software, hearing loss,

hearing level diagnosis.

Page 76: Jurnal Fisika Dan Terapannya

72 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

PENDAHULUAN

Damayanti (2010) mengatakan bahwa angka ketulian telah mencapai 16,8% dari

jumlah penduduk Indonesia dan 0,4% untuk ketulian dengan kelompok tertinggi di usia

sekolah (7-9 tahun). Disamping itu diperkirakan setiap tahunnya akan ada sekitar 5200

bayi lahir tuli. Angka tersebut yang menempatkan Indonesia termasuk negara yang

memiliki angka ketulian yang tinggi di Asia Tenggara. Tingkat penurunan kemampuan

pendengaran (ambang pendengaran) pada individu dapat diketahui dengan berbagai jenis

tes pendengaran diantaranya tes bisik, tes garputala, tes audiometri (Miyoso, 1985).

Hingga saat ini telah berkembang audiometer dengan berbagai jenis, diantaranya adalah

Audiometer nada murni dan Audiometer tutur.

Namun dari pemeriksaan ketulian dengan menggunakan audiometer tersebut masih

terdapat beberapa kekurangan dan keterbatasan. Audiometer pada umumnya hanya

menyediakan tampilan hasil data yang mentah sehingga hanya orang yang ahli dalam

bidang audiologi yang mampu mendiagnosa secara penuh. Tampilan data tersebut berupa

audiogram yang menunjukkan berapa tingkat taraf intensitas yang menunjukkan ambang

pendengaran pasien. Selain itu, audiometer umumnya berupa audiometer dengan

rangkaian yang rumit dan berbentuk hardware analog audiometer dan tidak praktis untuk

dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain.

METODE PENELITIAN

1. Perancangan

Dalam penelitian ini perancangan sistem dari perangkat lunak audiometer diprogram

melalui PC/Laptop. Adapun blok diagram perancangan sistem secara lengkap dapat

dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Blok diagram perancangan sistem

Page 77: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 73

1. Komputer Pribadi (PC)

Komputer pribadi adalah suatu sistem yang berfungsi untuk mengontrol kerja dan

pengolah data yang kemudian ditampilkan pada layar monitor dengan hasil

audiogram berserta diagnosis ambang pendengaran pasien. Selain itu fungsi dari

komputer pribadi ini adalah untuk membuat suatu program (perangkat lunak) uji

ambang pendengaran dan diagnosis pendengaran dengan menggunakan software

Delphi 6.0.

2. Soundcard

Dalam penelitian ini soundcard berfungsi untuk mengolah sinyal dari berbagai taraf

intensitas dan frekuensi. Komponen untama dari soundcard adalah ADC (Analog to

Digital Converter) dan DAC (Digital to Analog Converter).

3. Rekaman kata

Rekaman kata-kata ini terdiri dari beberapa kata yang telah dibakukan dan

digunakan untuk menguji kemampuan pasien dalam menirukan kata-kata dengan

benar.

4. Headphone

Headphone adalah suatu priranti yang berfungsi untuk mengubah besaran listrik

menjadi suara/bunyi dari berbagai taraf intensitas dan frekuensi yang dapat

didengar manusia. Dengan headphone ini, pasien akan mendengarkan beberapa

nada murni (Audiometri nada murni) maupun kata-kata yang terekam (Audiometri

tutur).

5. Pasien

Pasien adalah objek yang diuji ambang pendengarannya dengan cara mendengar

bunyi dari berbagai taraf intensitas dan frekuensi.

Perancangan software meliputi proses interupsi pasien, penampilan grafik Audiogram

program melalui monitor, pengaturan frekuensi dan taraf intensitas (dB), serta

penyimpanan data pasien melalui memori komputer. Adapun diagram alir rancangan

program audiometer nada murni dan tutur dibagi menjadi 3 yakni diagram alir menu

utama, diagram alir menu audiometer nada murni dan diagram alir menu audiometer

tutur.

Page 78: Jurnal Fisika Dan Terapannya

74 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

Gambar 3. Diagram alir menu utama program

Page 79: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 75

Gambar 4. Diagram alir menu audiometer nada murni

Page 80: Jurnal Fisika Dan Terapannya

76 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

Gambar 5. Diagram alir menu audiometer tutur

2. Kalibrasi

Kalibrasi pada umumnya merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran atau

indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang

digunakan dalam akurasi tertentu. Kalibrasi dimaksudkan sebagai tindakan untuk

Page 81: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 77

menyesuaikan bunyi yang dibangkitkan oleh audiometer, sehingga sesuai dengan

ketentuan atau kebutuhan pemeriksaan. Pada audiometer nada murni, bunyi yang

dibangkitkan terdiri atas dua parameter, yaitu taraf intensitas dan frekuensi. Sedangkan

pada audiometer tutur, suara yang dibangkitkan juga terdiri dari dua parameter, yaitu taraf

intensitas dan jenis kata. Untuk mengetahui seberapa besar penyimpangan bunyi/suara

dalam taraf intensitas yang dibangkitkan oleh audiometer adalah dengan melakukan

pengukuran dengan menggunakan sound level meter. Selain mengkalibrasi variabel taraf

intensitas, variabel frekuensi juga akan dikalibrasi. Pada kalibrasi frekuensi, dibutuhkan

suatu osiloskop yang akan disambungkan pada PC.

3. Pengujian

Pengujian dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian perangkat lunak yang

dirancang dengan soundcard pada komputer pribadi dengan audiometer yang telah

berstandar dan digunakan di pasaran. Pengujian ini dilakukan dengan cara mengujikan

program perangkat lunak audiometer yang telah dibuat pada penelitian ini ke beberapa

sampel pasien yang diambil secara acak.

Setelah dilakukan pengujian ke beberapa pasien, maka tahap berikutnya adalah

membandingkan kedua hasil dari pemeriksaan pasien. Diharapkan, bahwa kedua

pemeriksaan tersebut memiliki hasil yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa

program yang dibuat dari penelitian telah memenuhi standar alat medis pada umumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Perancangan

Perancangan sistem yang berhasil dibuat dalam penelitian ini adalah perancangan

perangkat lunak (software) aplikasi beserta rancangan pendukungnya yang telah mampu

menghasilkan gelombang sinus dalam bentuk nada-nada murni dari berbagai frekuensi

dan taraf intensitas (dB) untuk audiometer nada murni. Selain nada murni, telah dibuat

suatu rekaman tutur yang dapat diubah taraf intensitasnya (dB) untuk audiometer tutur.

Selanjutnya nada-nada murni dan rekaman tutur tersebut akan digunakan sebagai

parameter diagnosis gangguan pendengaran pasien.

Perancangan program aplikasi audiometer nada murni maupun tutur pada penelitian

ini telah berhasil dibuat dengan bahasa Pascal menggunakan software Delphi 6.0.

Program audiometer ini terdiri dari empat form menu yakni form tampilan depan dan

menu utama, form pengisian data pasien, form tampilan audiometer nada murni, dan form

tampilan audiometer tutur.

Page 82: Jurnal Fisika Dan Terapannya

78 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

1.1 Tampilan Data Pasien

Fungsi dari form ini adalah untuk menyimpan data identitas pasien serta hasil

diagnosis pendengaran sehingga akan memudahkan pemeriksa untuk mencari hasil rekam

medis saat dibutuhkan kembali. Tampilan data pasien ini dapat diperlihatkan pada

Gambar 6.

Gambar 6. Tampilan data pasien

1.2 Tampilan Audiometer Nada Murni

Tampilan/form ini digunakan untuk memeriksa pendengaran pasien dengan cara

pasien akan mendengarkan beberapa nada murni dari berbagai frekuensi maupun taraf

intensitas. Fungsi dari audiometer nada murni adalah untuk mendiagnosis ambang dengar

pasien sehingga dapat diketahui apakah pasien memiliki gangguan pendengaran tertentu

atau tidak. Tampilan Audiometer nada murni ini dapat diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Tampilan Menu Audiometer Nada Murni

1.3 Tampilan Audiometer Tutur

Pemeriksaan dengan audiometer tutur ini perlu dilakukan karena kelemahan

audiometer nada murni yang hanya memeriksa berupa nada-nada saja, tidak bahasa. Oleh

karena itu, pada audiometer tutur ini disajikan beberapa kata-kata. Kata-kata yang

digunakan adalah kata-kata yang biasa diucapkan pada percakapan. Kata-kata ini berupa

kata-kata baku dari UGM atau biasa disebut UGM PB List (Phonetically Balanced List).

Namun dalam penelitian ini, rekaman kata tidak diambil dari rekaman asli UGM

Page 83: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 79

melainkan rekaman yang dibuat sendiri namun tetap menggunakan kata-kata yang telah

dibakukan. Tampilan Audiometer tutur ini dapat diperlihatkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Tampilan Menu Audiometer Tutur

2. Hasil Uji Kinerja Program dan Analisis Data

Pengujian dilakukan untuk mengetahui kesesuaian perangkat lunak audiometer nada

murni dan tutur yang telah dirancang dengan Komputer Pribadi. Terdapat dua parameter

yang harus diuji kalibrasi yakni parameter frekuensi dan parameter taraf intensitas (dB).

2.1 Hasil Uji Frekuensi

Parameter frekuensi yang telah dibangkitkan oleh program Delphi diuji dengan

menggunakan osiloskop untuk mengetahui ketepatan nilai frekuensi yang telah dihasilkan

dengan cara melihat dari bentuk gelombang pada layar osiloskop. Nilai frekuensi yang

dihasilkan oleh program diharapkan sama dan sesuai dengan frekuensi pada umumnya.

Pengukuran frekuensi dengan osiloskop ini dilakukan sebanyak lima kali yang

selanjutnya diambil rata-rata dan nilai error seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengukuran frekuensi

Frek (Hz) Osiloskop (Hz) Rata

(Hz) Error (%)

250 250 250 250 250 250 250 0

500 500 500 500 500 500 500 0

1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 0

2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 0

4000 4000 4000 4000 4000 4000 4000 0

8000 8000 8000 8000 8000 8000 8000 0

Rata-rata kesalahan/error 0

2.2 Hasil Uji Taraf Intensitas (TI)

Pada pengujian taraf intensitas, program dijalankan pada nilai dB mulai dari 30

hingga maksimal dB di tiap frekuensi yang berbeda-beda dengan penambahan kelipatan

sebesar 5 dB dan diukur dengan menggunakan sound level meter untuk mengetahui

kesesuaian nilai taraf intensitas yang dihasilkan program dengan nilai yang diharapkan.

Pengujian ini harus dilakukan dalam kondisi tenang dan tidak ada suara (noise).

Page 84: Jurnal Fisika Dan Terapannya

80 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

Data hasil uji taraf intensitas dapat dilihat pada Tabel 2 untuk keluaran headphone

sebelah kiri sedangkan Tabel 3 untuk keluaran headphone sebalah kanan.

Tabel 2. Hasil pengukuran taraf intensitas Headphone kanan Frekuensi (Hz) TI Audiometer (dB) TI Sound level meter (dB) Error (%)

250

30 30.7 30.7 30.6 2.22

35 35 34.9 35 0.10

40 40.1 40 40 0.08

45 45.2 45.1 45.1 0.30

50 47.6 48 47.8 4.40

500

30 30.9 30.8 30.8 2.78

35 35.3 35.3 35.3 0.86

40 40 40 40 0.00

45 45.2 45 45.2 0.30

50 50 50 50.1 0.07

1000

30 31 30.9 31 3.22

35 35.3 35.3 35.3 0.86

40 40.1 40. 40 0.08

45 45.3 45.3 45.2 0.59

50 50.2 50.2 50.2 0.40

55 55.1 55.1 55.1 0.18

2000

30 30.9 31 31 3.22

35 35 35 35 0.00

40 39.7 39.8 39.8 0.58

45 44.9 44.9 45 0.15

50 50.2 50.2 50.1 0.33

55 55.2 55.2 55.1 0.30

4000

30 31 31 30.9 3.22

35 34.5 34.7 34.8 0.95

40 40.3 40.2 40.2 0.58

45 45.5 45.4 45.4 0.96

50 49.9 50 49.9 0.13

55 54.8 55 55 0.12

60 60.3 60.3 60.2 0.44

8000

30 30.8 31 30.8 2.89

35 34.5 34.7 34.8 0.95

40 40.8 40.8 40.7 1.92

45 45.6 45.6 45.6 1.33

50 50.5 50.4 50.3 0.80

55 55.5 55.5 55.4 0.85

60 60.4 60.4 60.3 0.61

65 65.4 65.4 65.4 0.62

Rata-rata error (%) 0.60

Page 85: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 81

Tabel 3. Hasil pengukuran taraf intensitas Headphone kiri Frekuensi

(Hz)

TI Audiometer (dB) TI Sound level meter (dB) Error (%)

250

30 31 30.8 30.9 3.00

35 35.1 35 35 0.10

40 40.2 40.2 40.1 0.42

45 45.2 45 45.2 0.30

50 48.1 48.3 48.2 3.60

500

30 31 31 30.9 3.22

35 35.2 35.2 35 0.38

40 39.8 39.9 40 0.25

45 44.8 44.8 44.9 0.37

50 50.2 50 50.2 0.27

1000

30 31 31 31 3.33

35 35.1 35 35.1 0.19

40 40 40 40 0.00

45 45 45 45 0.00

50 49.9 50 50.1 0.00

55 54.9 54.9 55 0.12

2000

30 31 31 30.9 3.22

35 35 34.9 35 0.10

40 39.9 40 40 0.08

45 44.9 44.9 45 0.15

50 50.2 50.2 50.1 0.33

55 55.2 55 55.1 0.18

4000

30 30.9 31 31 3.22

35 35.5 35.4 35.3 1.14

40 39.9 39.9 40 0.17

45 45.4 45.4 45.4 0.89

50 49.8 50 49.8 0.27

55 55.2 55.2 55.2 0.36

60 60.2 60.2 60.1 0.28

8000

30 31 30.9 30.9 3.11

35 34.9 35 35 0.10

40 40.6 40.4 40.4 1.17

45 45.2 45.1 45.2 0.37

50 50.1 50.1 50 0.13

55 55 55 55.1 0.06

60 60 60 60 0.00

65 65 65 65 0.00

Rata-rata error (%) 0.55

Tingkat ketepatan audiometer dalam menentukan nilai Taraf Intensitas (TI) dihitung

dengan persamaan:

Page 86: Jurnal Fisika Dan Terapannya

82 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

Ketepatan alat = 100% - % error

Ketepatan headphone kanan = 100% - 0.60%

= 99.40%

Ketepatan headphone kiri = 100% - 0.55%

= 99.45%

Selain tingkat ketepatan alat, perlu dihitung pula Standar Deviasi (SD).

Perhitungan standar deviasi (SD) ditentukan dari persamaan :

1)( 2

−= ∑

nxx

SD i

sedangkan perhitungan nilai koefisien variasi (KV) ditentukan dari persamaan :

%100×=x

SDKV

Sehingga didapat tingkat presisi alat adalah sebesar 99.85% untuk headphone

kanan dan 99.84 % untuk headphone kiri.

2.3 Hasil Uji Pasien

Pengujian yang dilakukan disini bersifat simulatif dalam arti pasien diambil secara

acak sehingga tidak semua pasien yang diuji benar-benar pasien yang mengalami

gangguan pendengaran tertentu. Namun pengujian ini dilakukan dengan tujuan

menghasilkan hasil pemeriksaan audiogram yang sesuai dengan gangguan pendengaran

yang diharapkan. Alasan dilakukan pengujian secara simulatif ini karena sulitnya

menemui pasien dengan gangguan pendengaran yang sesuai dengan yang dibutuhkan.

Setelah dilakukan pemeriksaan ambang dengar dengan audiometer nada murni

konvensional kemudian dibuat grafik audiogram secara manual. Sedangkan pemeriksaan

ambang dengar dengan perangkat lunak audiometer, grafik secara otomatis. Selanjutnya

pasien tersebut diperiksa dengan audiometer tutur dan pasien diharuskan dapat menebak

kata-kata yang muncul. Kemudian dari kata-kata yang benar diambil persentasenya

sehingga dapat diambil audiogram tutur.

Pada penelitian ini diambil tujuh pasien secara acak dengan hasil audiogram

konvensional dan audiogram aplikasi dari pemeriksaan menggunakan audiometer nada

murni dapat dilihat pada Tabel 4. Sedangkan audiogram dari pasien dengan pemeriksaan

audiometer tutur dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 87: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 83

Tabel 4. Perbandingan hasil diagnosis antara audiometer nada murni standar dan aplikasi

audiometer nada murni

No Pasie

n

Audiometer Nada Murni

Standar Aplikasi Audiometer Nada Murni

Audiogram Diagno

sis

Audiogram Diagnos

is

1 A

Tuli

Ringan

Tuli

Ringan

2 B

Tuli

Sedang

Tuli

Sedang

3 C

Tuli

Sedang

Tuli

Sedang

4 D

Normal

Normal

Page 88: Jurnal Fisika Dan Terapannya

84 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

5 E

Normal

Normal

6 F

Normal

Normal

7 G

Normal

Normal

Tabel 5. Perbandingan hasil diagnosis dengan audiometer tutur

No Pasien Diagnosis sebelumnya Audiometer Tutur

Persentase Diagnosis

1 A Tuli Konduktif 100% Tuli Konduktif

2 B Tuli Konduktif 90% Tuli Konduktif

3 C Tuli Konduktif 90% Tuli Konduktif

4 D Normal 100% Normal

5 E Normal 100% Normal

6 F Normal 100% Normal

7 G Normal 100% Normal

Dari kedua hasil tersebut dapat diketahui bahwa dari uji pasien, perangkat lunak

audiometer nada murni dan tutur tersebut dapat mendiagnosis sesuai dengan yang

diharapkan. Meskipun pada pemeriksaan dengan audiometer nada murni, bentuk

audiogram dan nilai ambang dengar di tiap frekuensinya tidak mutlak sesuai, namun

perangkat lunak audiometer telah dapat mendiagnosis sesuai dengan hasil diagnosis

dengan alat audiometer yang standar.

Page 89: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 85

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari analisis data dan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat

diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Perangkat lunak audiometer nada murni dan tutur memiliki kemampuan

menampilkan dan mencetak hasil pemeriksaan dalam bentuk grafik audiogram serta

menampilkan hasil diagnosis pendengarannya dengan pembangkitan frekuensi pada

perangkat lunak audiometer nada murni sebesar 250 Hz, 500 Hz, 1 kHz, 2 kHz, 4

kHz, dan 8 kHz.

2. Variabel frekuensi memiliki tingkat akurasi sebesar 100% dan tingkat presisi sebesar

100%. Variabel taraf intensitas untuk headphone kanan memiliki tingkat akurasi

sebesar 99,4% dan tingkat presisi sebesar 99,85%, sedangkan untuk headphone kiri

memiliki tingkat akurasi sebesar 99,45% dan tingkat presisi sebesar 99,84%.

2. Saran

Berikut adalah beberapa saran yang dapat dipertimbangkan untuk penyempurnaan

penelitian lebih lanjut :

1. Pengembangan berikutnya diharapkan rentang nilai taraf intensitas maksimal yang

dapat dibangkitkan mencapai 120 dB sehingga audiometer dapat digunakan untuk

mendiagnosis segala jenis gangguan pendengaran/ketulian.

2. Pengujian pada pasien dilakukan menggunakan pasien yang memiliki gangguan

pendengaran yang sebenarnya dan lebih bervariasi.

3. Pengembangan untuk penelitian dengan audiometer nada murni diantara seperti

mengarah ke yang lebih spesifik misal pasien dengan pengaruh lingkungan yang

bising (biasa pada industri) dan sebagainya.

4. Pengembangan untuk penelitian dengan audiometer tutur diantaranya sepertipada

pembuatan rekaman kata yang dapat diatur frekuensinya sehingga parameter yang

diukur dapat bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Andi. 2003. Seri Panduan Pemrograman Borland Delphi 7 (Jilid 1). Andi Offset.

Yogyakarta.

Andriani, Dina. 2011. Perancangan Perangkat Lunak Pelayanan Rawat Inap Rumah

Sakit Adam Malik Dengan Menggunakan Visual Basic 6.0. Universitas Sumatra

Utara. Medan.

Page 90: Jurnal Fisika Dan Terapannya

86 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

Anggraeni, Dya. 2011. Fisika Medik. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas

Sriwijaya. Palembang.

Anonim, 2011. Bafo USB to Parallel Printer Adapter (USB-A/Cent36-M). (online)

(http://hellotrade.com diakses pada tanggal 17 November 2011)

Aras, Vineet P. 2003. Audiometry techniques, circuits, and systems. M. Tech. Credit

Seminar Report, Electronic Systems Group, EE Dept, IIT Bombay.

Aritmoyo, Dullah. 1985. Pengertian Umum Tentang Audiometri. Cermin Dunia

Kedokteran No 39. International Standard Serial Number: 0125-913x. Penerbit:

Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma.

Asroel, Harry. 2009. Audiologi. Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra

Utara. Medan.

Bachtiar, Syaiful. 2011. Audiometer Berbasis Soundcard Pada Komputer Pribadi.

Program Studi Teknik Elektro. Universitas Diponegoro. Semarang.

Cameron, John R, Skofronik, James G., Grant, Roderick M. 2006 Fisika Tubuh Manusia.

Edisi Kedua. EGC. Jakarta.

Damayanti, Soetjipto. 2010. Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran

Dan Ketulian, (Online). (http://www.ketulian .com, diakses 17 November 2011).

Davis, Don, Eugene, Patronis. 2006. Sound System Engineering. Edisi Ketiga. Focal

Press. Burlington, USA.

Estu, Devy. 2011. Borland Delphi. Materi Delphi Grafik. Modul TIK SMA Negeri 3

Yogyakarta.

Gabriel, J. F. 1988. Fisika Kedokteran. Edisi Pertama. EGC. Denpasar.

Gatot, Wempy. 2011. Rancang Bangun Audiometer Dengan Tampilan Audiogram Digital

Berbasis Mikrokontroler AVR Atmega 8535. Program Studi Fisika. Universitas

Airlangga Surabaya.

Handajadi, Wiwik. 2009. Pembacaan Output Timbangan Digital Jarak Jauh Dengan

Menggunakan Pemprograman Visual Basic 6.0. Jurnal Teknologi 2(1) : 96-107.

Harahap. 2011. Sistem Pengontrolan Level Ketinggian Air Secara Otomatis

Menggunakan Mikrokontroler ATMega8535 Dengan Sensor Ultrasonik. Program

Studi Teknik Elektro. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hermanto. 2010. Membangun Kesadaran Bunyi Anak Tunarungu Melalui Pembelajaran

Bina Persepsi Bunyi Dan Irama Di Sekolah. Universitas Negeri Yogyakarta.

Page 91: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 87

Latifah, Melly. 2010. Implikasi Assessment Dan Diagnosis Pada Anak Penderita

Gangguan Pendengaran Terhadap Treatment Dan Pendidikannya. Program

Studi Ilmu Keluarga dan Pangan. IPB Bandung.

Marcus, Teddy. 2003. Pemrograman Delphi untuk Pemula : IDE dan Struktur

Pemrograman. (Online) (http:/maranatha.edu diakses pada tanggal 17 November

2011)

Miyoso, Dwi Priyo. 1985. Diagnosis Kekurangan Pendengaran. Cermin Dunia

Kedokteran No 39. International Standard Serial Number: 0125-913x. Penerbit:

Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma.

Utami, Ema. 2005. 10 Langkah Belajar Logika Dan Algoritma. Menggunakan Bahasa C

Dan C++ Di Gnu/Linux. Penerbit CV Andi Offset. Yogyakarta.

Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisologi untuk Paramedis. Penerbit PT. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Prasetina, Retna, Catur. 2004. Teori dan Praktek interfacing Port Paralel dan Port Serial

Komputer dengan Visual Basic 6.0. Andi. Yokyakarta.

Riantiningsih, Wahyu. 2009. Pengamanan Rumah Berbasis Microcontroller Atmega 8535

Dengan Sistem Informasi Dengan Menggunakan Pc. Program Studi Teknik

Elektro. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Saladin. 2003. Anatomy and Physiology. The unity of form third edition. Mcgrawhill.

New York.

Solihat, Muthiah, Choirina, Halimah. 2008. Port Paralel. Program Studi Matematika.

Universitas Islam Bandung.

Suhardiyana. 2010. Peningkatan Kemampuan Kognitif Anak Melalui Permainan Kartu

Angka Dan Gambar Siswa Kelas Persiapan Tunarungu Wicara SLBN Kendal

Tahun 2009 / 2010. Universitas Negeri Semarang.

Syaiffudin. 2004. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi ketiga. EGC.

Jakarta.

Syndhuwardhana, Felisiano. 2010. Pengendalian ATCS Dengan CCTV Dinamis Melalui

Port Paralel. Program Studi Teknik Elektro. Universitas Katolik Soegijapranata.

Semarang.

Page 92: Jurnal Fisika Dan Terapannya

88 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

RANCANG BANGUN HEART RATE MONITORING DEVICE

(HRMD) SEBAGAI PEMANTAU BRADIKARDI DAN

TAKIKARDI BERBASIS MIKROKONTROLER

Thieara Ramadanika1, Retna Apsari 2, Delima Ayu S 3 ,

,1,2,3 Program Studi S1 Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Airlangga

Email : [email protected]

ABSTRACT

A research has been conducted entitled “Design of Microcontroller Based-Heart

Rate Monitoring Device. It aimed to design a Heart Rate Monitoring device that would be

equipped with a heart condition display such as bradycardia, tachycardia, or normal as

well as with an additional wireless so that when it was used at hospitals, the heart rate of

the hospitalized patients could be monitored by doctors or nurses from a distance, which

would simplify doctors or nurses to control their patients. The sensor used in this study

applied a plethysmograph method of which is a technique to detect or measure changes in

blood volume within the patients’ fingers. The technique used was “reflection” in which

the LED and the LDR were placed side by side. Microcontroller programming was done

in this study to calculate the number of heartbeats per minute as well as information of

heart rate condition such as bradycardia (heart rate less than 60 Bpm), tachycardia

(heart rate over 100 Bpm) or normal (heart rate between 60-100 BPM), which was then

transmitted by using wireless communication and then displayed on LCDs or PC. A test

using ECG calibrator was conducted to patients with a heart disease, which showed that

it had an accuracy rate of 94%. Besides, this tool also have a high accuracy, mobile,

competitive, and productive.

Keywords: Heart Rate, Heart, plethysmograph, LDR, LED

Page 93: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 89

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul Rancang Bangun Heart Rate Monitoring

Device Berbasis Mikrokontroler, dengan tujuan merancang Heart Rate Monitoring yang

dilengkapi dengan tampilan kondisi jantung saat itu yaitu bradikardi, takikardi, atau

normal, serta terdapat tambahan berupa wireless agar jika digunakan di Rumah Sakit,

pasien opname dapat dipantau denyut jantungnya oleh dokter jaga atau perawat secara

jarak jauh, sehingga memudahkan dokter jaga atau perawat dalam mengontrol pasien.

Sensor yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode plethysmograph, yaitu

mendeteksi atau mengukur perubahan volume darah di dalam jari, dengan mode yang

dipakai adalah refleksi dimana LED dan LDR diletakkan bersampingan. Pemrograman

mikrokontroler dilakukan untuk menghitung jumlah denyut jantung permenit serta

informasi kondisi denyut jantung yaitu bradikardi (denyut jantung kurang dari 60 Bpm),

takikardi(denyut jantung lebih dari 100 Bpm) atau normal (denyut jantung antara 60-100

Bpm), kemudian dikirim menggunakan komunikasi wireless dan ditampilkan pada LCD

maupun PC. Alat ini mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi dalam mengukur denyut

jantung. Uji yang dilakukan kepada penderita penyakit jantung dengan kalibrator ECG

mempunyai tingkat akurasi sebesar 94%. Di samping mempunyai tingkat akurasi tinggi,

alat yang dihasilkan peneliti ini bersifat mobile, kompetitif, dan produktif.

Kata Kunci : Heart Rate, Jantung, plethysmograph, LDR, LED

Page 94: Jurnal Fisika Dan Terapannya

90 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

PENDAHULUAN

Penggunaan alat medis sangat diperlukan sebagai alat bantu diagnosa kesehatan

seseorang sebagai indikasi ada tidaknya suatu penyakit. Salah satu penyakit yang paling

banyak dijumpai adalah penyakit jantung. Berdasarkan data yang disampaikan WHO

(World Health Organization) dalam laporan mengenai beban penyakit global bahwa

angka kematian karena jantung sangat tinggi yaitu sebesar 29% kematian global setiap

tahun, perhitungan ini didasarkan catatan kematian dari 112 negara pada 2004 (Rusciano,

2004). Kemajuan teknologi terutama dalam bidang pemeriksaan jantung terus dilakukan,

namun beberapa kendala yang dihadapi salah satunya yaitu pasien yang diharuskan selalu

bertemu dengan dokter, hal ini tentu tidak efektif sehingga penulis memiliki inovasi

supaya pasien tetap dapat berkomunikasi dengan dokter tanpa harus bertatap muka. Alat

medis yang dikembangkan tersebut berupa heartrate monitoring device (HRMD).

Heart rate monitoring digunakan untuk pengukuran jumlah denyut jantung.

Perubahan denyut jantung yang tidak normal sering dialami oleh penderita penyakit

jantung yang mana variabel ketidak normalannya terjadi saat bradikardi (denyut jantung

kurang dari 60 kali per menit) dan takikardi (denyut jantung lebih dari 100 kali per

menit). Monitoring denyut jantung ini berfungsi sebagai informasi awal agar lebih berhati

– hati dalam beraktifitas sehingga perubahan denyut jantung yang tidak normal dapat

diminimalisir.

Perancangan HRMD terdiri dari sensor, mikrokontroler, wireless, dan display.

Pengukuran yang dilakukan untuk menentukan jumlah heartrate menggunakan metode

Plethysmografi, dengan mengukur perubahan volume darah di suatu organ akibat dari

pemompaan darah oleh jantung. Photoplethysmograph (PPG) merupakan instrumen

plethysmograph yang bekerja menggunakan sensor optik (Mascaro dkk, 2001).

Diharapkan dengan adanya alat ini maka penderita penyakit jantung akan lebih

terkontrol, karena dalam alat akan dilakukan pengukuran secara realtime untuk

mendapatkan BPM dan didapat hasil kondisi denyut jantung yaitu bradikardi, takikardi,

atau normal.

Jantung

Jantung adalah salah satu organ tubuh yang paling vital fungsinya dibandingkan

dengan organ tubuh vital lainnya. Apabila fungsi jantung mengalami gangguan maka

besar pengaruhnya terhadap organ-organ tubuh lainnya terutama ginjal dan otak. Fungsi

utama jantung adalah sebagai single pompa yang memompakan darah ke seluruh tubuh

Page 95: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 91

untuk kepentingan metabolisme sel - sel demi kelangsungan hidup.

Kerja jantung dikatakan normal jika atrium berkontraksi kira-kira seper enam

detik mendahului kontraksi ventrikel, sehingga memungkinkan pengisian ventrikel

sebelum ventrikel memompa darah menuju paru-paru dan tubuh. Kontraksi jantung

bekerja secara otomatis hingga dihasilkan arus listrik dalam bentuk potensial aksi atau

konduksi jantung dan ritme jantung dapat dikontrol (Kurachi, 2001).

Gambar 2.1 Jantung

Sensor Pletyhsmograph

Plethysmograph merupakan suatu teknik untuk mendeteksi/mengukur perubahan

volume di dalam suatu organ. Informasi dari sinyal perubahan volume darah ini dapat

digunakan untuk menghitung detak jantung per menit karena setiap puncak gelombang

yang terjadi korelasi dengan satu denyut jantung. Photoplethysmograph (PPG)

merupakan instrumen plethysmograph yang bekerja menggunakan sensor optik (Huang,

2011).

Gambar 1. Skema Rangkaian Sensor

Page 96: Jurnal Fisika Dan Terapannya

92 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

Heart Rate Monitor

Sistem monitoring heart rate telah menjadi suatu alat yang umum pada medis

karena sensitif terhadap adanya gangguan fisiologis dan psikologis. Penggunaan awal

adanya heart rate monitor adalah untuk aplikasi klinis sebagai alat diagnosis, prognosis

dan manajemen pasien yang memiliki masalah kesehatan (Ramli, 2011).

Wireless

Wireless adalah teknologi yang menghubungkan 2 buah komputer atau lebih

dengan menggunakan media transmisi gelombang radio. Teknologi radio menggabungkan

sinyal frekuensi rendah dan gelombang pembawa yang frekuensi tinggi ke dalam

modulator untuk kemudian di konversi ke gelombang elektromagnet dan dipancarkan ke

udara (Evolution Education, 2010).

Gambar 2. Skema Rangkaian Modul Wireless XBee

Arduino

Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat open-source,

diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk memudahkan penggunaan elektronik

dalam berbagai bidang. Hardware arduino memiliki prosesor Atmel AVR dan software

arduino memiliki bahasa pemrograman sendiri (Mike Mc Roberts, 2010).

Gambar 3. Board Arduin

Page 97: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 93

METODE PENELITIAN

Prosedur proses ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu, persiapan desain

diagram blok alat, perancangan hardware, perancangan software. Diagram blok alat

dijelaskan pada Gambar 4.

Gambar 4. Proses Pembuatan Alat

Penjelasan untuk Gambar 4, dalam penelitian ini desain sensor yang digunakan

adalah Plethysmograph mode refleksi seperti pada Gambar 5, dimana menunjukkan

pemasangan LED dan LDR pada jari yang digunakan sebagai sensor pendeteksi denyut

jantung.

Gambar 5. Pemasangan Sensor Plethsymograph

Input (Sensor)

Output (LCD dan

buzzer)

Transmitter

Wireless transmitter

Mikrokontroler

Catu daya

Receiver

Wireless receiver

Mikrokontroler

Catu daya

Page 98: Jurnal Fisika Dan Terapannya

94 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

Mikrokontroler dalam penelitian ini ada 2 yaitu difungsikan untuk transmitter

dan receiver. Rangkaian transmitter terdiri dari sensor, catu daya, modul wireless dan

Arduino Duemilanove, proses kerja pada transmitter yang pertama yaitu sensor

mendeteksi adanya denyut jantung pada jari kemudian data tersebut dikirimkan dengan

modul wireless yang difungsikan sebagai transmitter yang dikontrol oleh mikrokontroler.

Rangkaian receiver terdiri dari modul wireless yang difungsikan sebagai receiver yang

akan menerima data dari transmiter dan diproses oleh mikrokontroler yang kemudian

akan ditampilkan ke LCD dengan keluaran berupa kondisi denyut jantung. Adapun

perancangan software HRMD dapat disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Perancangan Software HRMD

Page 99: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 95

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahapan selanjutnya yang dilakukan ada pengujian alat. Alat ini telah diuji di

klinik dokter spesialis jantung dengan pasien yang memiliki beragam kondisi penyakit

jantung. Proses pengujian alat juga disertai proses pembanding dengan alat yang telah

terkalibrasi yaitu ECG yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Uji Coba HRMD Dengan Pembanding ECG

Rata-rata % eror HRMD :

(4,13% + 10,15% + 1,33% + 7,71%)4

= 6%

Prosentase akurasi HRMD 100% − 6% = 94%

Berdasarkan hasil perhitungan akurasi didapati nilai jika HRMD memiliki tingkat

akurasi sebesar 94% setelah dilakukan kalibrasi dengan ECG. Hasil ini menunjukkan jika

HRMD telah berhasil dibuat dengan baik dan dapat diaplikasikan pada penderita penyakit

jantung.

Dari hasil perhitungan denyut jantung pada masing-masing penderita penyakit

jantung selama perhitungan, kondisi jantung mereka menunjukkan aktivitas yang stabil

dan tidak terjadi kelainan bradikardi maupun takikardi. Namun hal ini tidak berarti

penderita dinyatakan sembuh, karena selama pengukuran mereka dalam kondisi

beristirahat. Ketika sedang beraktivitas sehari-hari, kemungkinan terjadinya kelainan

secara tiba-tiba sangat besar, sehingga peran HRMD sangat dibutuhkan untuk

mengantisipasi terjadinya penyakit jantung yang lebih parah.

Pengujian selanjutnya yaitu uji aktivitas fisik dimana bertujuan untuk menguji

alat HRMD bahwa alat HRMD dapat digunakan untuk monitoring denyut jantung dengan

optimal, hasil pengujian dapat disajikan pada Tabel 2.

Page 100: Jurnal Fisika Dan Terapannya

96 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

Tabel 2. Data Uji Aktivitas Fisik

Data uji perlakuan fisik pada Tabel 2 menunjukkan bahwa alat HRMD dapat

bekerja secara optimal, dibuktikan pada saat beristirahat kondisi denyut jantung terlihat

normal, dan setelah melakukan aktifitas fisik kondisi denyut jantung terlihat cepat. Dari

perbedaan inilah alat HRMD dapat digunakan untuk mendeteksi deyut jantung, serta

dapat membedakan antara kondisi jantung beristirahat dan kondisi denyut jantung setelah

melakukan aktivitas fisik

Analisis secara medis dari hasil uji pada Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa denyut

jantung dipengaruhi oleh aktifitas yang dilakukan. Ketika seseorang melakukan olah raga

maka denyut jantung permenitnya akan lebih cepat dibandingkan sebelum beraktifitas

(istirahat), hal ini disebabkan ketika seseorang melakukan aktifitas olah raga maka akan

meningkatkan kebutuhan oksigen, sehingga jantung akan meningkat kerjanya untuk

memenuhi kebutuhan oksigen tersebut.

UCAPAN TERIMAKASIH

Kepada DIKTI yang telah menghibahkan dana untuk penelitian ini, serta teman-

teman 1 tim PKM-T Tyas, Keke, Fifin dan dosen pembimbing kami yaitu ibu Delima

Ayu Saraswati. Saya ucapkan juga banyak terimakasih kepada dosen monevin dari

UNAIR yang juga dosen pembimbing skripsi saya yaitu ibu Retna Apsari yang telah

banyak memberikan masukan dalam penelitian ini.

Page 101: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 97

DAFTAR PUSTAKA

Evolution Education. 2010. XBee-Pro Basic, (Online) ( http://www.rev-

ed.co.uk/docs/xbe001.pdf ) , diakses 29 Juni 2012

Huang, Fu-Hsuan. et,al, 2011. Analysis of Reflectance Photoplethysmograph Sensors.

United Kingdom: World Academy of Science, Engineering and Technology.

Kurachi, Yoshihisa., 2001, Heart Physiology and Pathophysiology, Boston,

Massachusetts :9-10.

Mascaro, stephen A dan H. Harry Asada. 2001. Photoplethysmograph Fingernall sensor

for measuring Forces Without Haptic Obstruction. IEEE Transactions On Robotics

And Automation, Vol 17, No. 5.

Mike Mc Roberts. 2010. Arduino Starter Kit Manual: Earthshine Design

Ramli, NI . 2011. Design and Fabrication of a Low Cost Heart Monitor using Reflectance

Photoplethysmogram. United Kingdom: World Academy of Science, Engineering

and Technology.

Rusciano, Florence. 2004. Global Burden of Disease. Switzerland : WHO (World Health

Organization).

Page 102: Jurnal Fisika Dan Terapannya

98 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT

MAKROPORI UNTUK APLIKASI BONE FILLER

Wida Dinar Tri Meylani, Djoni Izak R., Siswanto

Program Studi Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Airlangga

Email : [email protected]

Abstract

In this study, macroporous hydroxyapatite has been done by foam immersion

method. Materials used in this study include hydroxyapatite, PVA and foams. Synthesis

carried out by immersing the foam in the slurry which mixture of 40 wt% hydroxyapatite

and PVA solution (50 wt%). Sample is dried and heated at 650 º C to remove PVA and

foam. The next stage is the process of sintering the sample at 1000 º C with variation in

sintering duration about 4 hours, 5 hours and 6 hours. Based on SEM test, porosity test,

and compressive strength test, the best results shown by the samples with 6 hours of

sintering because it has a pore diameter of 184-571 μm with a porosity of 87.565%,

compressive strength value of 7.1395 x 10-3 MPa and not give toxic effects.

Key words: macroporous hydroxyapatite, foam immersion method, sintering, pore

diameter, porosity, compressive strength, non toxic.

Page 103: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 99

Abstrak

Telah dilakukan sintesis hidroksiapatit makropori dengan metode perendaman

busa. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi hidroksiapatit, PVA dan busa.

Sintesis dilakukan dengan cara merendam busa dalam slurry yang merupakan campuran

40 wt% hidroksiapatit dan larutan PVA (50 wt%). Selanjutnya sampel dikeringkan dan

dipanaskan pada temperatur 650º C untuk menghilangkan busa dan PVA. Tahap

selanjutnya adalah proses sintering sampel pada temperatur 1000º C dengan variasi lama

waktu sintering 4 jam, 5 jam dan 6 jam. Berdasarkan uji SEM, uji porositas, dan uji

compressive strength, hasil terbaik ditunjukkan oleh sampel yang disintering 6 jam karena

memiliki diameter pori sebesar 184 – 571 µm dengan porositas 87,565 %, nilai

compressive strength 7,1395 x 10-3 MPa dan tidak toksik.

Kata kunci : hidroksiapatit makropori, metode perendaman busa, sintering, diameter

pori, porositas, compressive strength, tidak toksik.

Page 104: Jurnal Fisika Dan Terapannya

100 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

PENDAHULUAN

Transplantasi sangat terbatas oleh ketersediaan organ dan masalah kompatibilitas

imun. Perkembangan yang menarik perhatian saat ini adalah regenerasi atau penumbuhan

kembali jaringan yang sakit atau rusak. Teknik jaringan mengacu pada penumbuhan

jaringan baru menggunakan sel hidup yang dikendalikan oleh struktur substrat dari

material sintetis (Park et al, 2007).Bone filler telah banyak digunakan dalam rekonstruksi

tulang akibat kecelakaan, tumor jinak, tumor ganas dan cacat tulang bawaan. Rongga

tulang yang rusak diisi dengan bone filler sehingga memungkinkan tumbuhnya sel tulang

yang baru. Bone filler akan menghilang saat sel tulang yang baru telah tumbuh (Phillips,

2005).

Dalam rangka untuk mendorong pertumbuhan sel tulang di dalam bone filler

sangat diperlukan kontrol karakteristik fisik porositas (Descamps et al, 2008). Parameter

penting untuk bone filler antara lain porositas, ukuran diameter pori, serta interkoneksi

pori. Saat ukuran pori hidroksiapatit melebihi 100 µm, tulang akan tumbuh di dalam pori

yang saling terkoneksi dan mempertahankan vaskularitas (Ratner, 2004). Pada tulang,

porositas bone filler yang dibutuhkan ± 70% (Keaveny, 2004) dengan ukuran pori

minimum untuk pertumbuhan sel tulang adalah sebesar 100 µm (Swain, 2009). Ukuran

pori yang paling cocok atau efektif untuk pertumbuhan sel tulang adalah pada kisaran

ukuran 100 – 400 µm (Swain, 2009).

Hidroksiapatit adalah salah satu biokeramik yang digunakan sebagai bahan

pembuatan bone filler. Bone filler dari hidroksiapatit dapat ditempati oleh jaringan tulang

karena hidroksiapatit memiliki kemiripan dengan komposisi tulang. Hidroksiapatit

memiliki biokompatibilitas yang tinggi dengan jaringan hidup disekelilingnya serta

bersifat osteokonduktif yaitu dapat merangsang pertumbuhan tulang (Descamp et al,

2008).Swain (2009) menggunakan metode perendaman busa polimer untuk mensintesis

hidroksiapatit makropori. Hidroksiapatit dibuat dalam bentuk slurry dengan cara

dicampurkan dalam larutan PVA (Polyvinyl Alcohol) kemudian busa direndam dalam

slurry tersebut. Setelah sampel dikeringkan, pembakaran sampel di dalam furnace

dilakukan untuk menghilangkan busa dan PVA kemudian dilanjutkan ke tahap akhir yaitu

tahap sintering. Pada penelitian tersebut hidroksiapatit makropori yang dihasilkan

memiliki ukuran diameter pori 400 – 500 µm dan terdapat interkoneksi. Kelemahan dari

penelitian ini adalah ukuran pori yang dihasilkan kurang sesuai untuk pertumbuhan tulang

karena ukuran pori yang efektif untuk pertumbuhan tulang adalah 100-400 µm.

Page 105: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 101

Selama proses pembakaran material atau proses sintering, terjadi suatu

penyusutan dimana porositas menurun dan terjadi peningkatan integritas mekanik.

Perubahan ini terjadi akibat penggabungan butiran-butiran atau partikel sehingga material

menjadi lebih padat (Callister, 2001). Semakin lama waktu yang diberikan pada proses

sintering, maka porositas dari material tersebut semakin menurun (Smith, 1990). Selama

proses sintering tersebut berlangsung, semakin lama waktu sinteringnya maka ukuran

pori-pori akan menjadi lebih kecil (Callister, 2001).

Pada penelitian ini, telah dilakukan sintesis hidroksiapatit makropori

menggunakan metode perendaman busa dimana pada proses sintesisnya digunakan busa

sebagai media atau agen pembuat pori. Penelitian Swain (2009) memiliki kelemahan

yaitu pori-pori yang dihasilkan sebesar 400-500 µm kurang efektif untuk pertumbuhan

tulang karena ukuran pori yang efektif adalah sebesar 100-400 µm. Variasi pada lama

waktu proses sintering pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan yang

terjadi pada ukuran pori dan porositas hidroksiapatit makropori sebagai akibat dari

perbedaan lama waktu sintering. Selain itu dengan mengetahui lama waktu sintering yang

tepat maka akan dapat dihasilkan hidroksiapatit makropori yang memiliki porositas dan

diameter pori yang efektif untuk pertumbuhan sel tulang.

METODE PENELITIAN

Penelitian tentang “Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit Makropori untuk

Aplikasi Bone Filler” ini dilakukan dalam dua tahap pelaksanaan yaitu tahap pembuatan

sampel dan tahap pengujian sampel. Tahap pembuatan sampel meliputi proses pembuatan

slurry, perendaman busa Polyurethane, pengeringan, penghilangan busa dan PVA serta

proses sintering.

Pembuatan sampel hidroksiapatit makropori dilakukan dengan menggunakan metode

perendaman busa. Pada pembuatan sampel tersebut dilakukan variasi pada lama waktu

sintering dengan temperatur sintering yang tetap yaitu 1000º C. Tahap-tahap pembuatan

sampel hidroksiapatit makropori adalah sebagai berikut.

Hidroksiapatit slurry dibuat dengan mencampurkan 40 wt% serbuk hidroksiapatit

dengan larutan Polyvinyl Alcohol (PVA) 5 wt%. Busa yang terbuat dari polyurethane

dipotong berbentuk kubus dengan ukuran kurang lebih 1x1x1 cm. Busa yang telah

dipotong kemudian direndam dalam slurry. Sampel kemudian dikeringkan dalam furnace

selama 2 jam pada temperatur 80º C kemudian temperatur ditingkatkan menjadi 650º C

selama 1 jam untuk menghilangkan busa serta PVA. Tahap terakhir adalah sintering

Page 106: Jurnal Fisika Dan Terapannya

102 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

sampel I, II dan III pada temperatur 1000º C dengan variasi lama waktu masing-masing

sampel adalah 4 jam, 5 jam dan 6 jam.

Tahap pengujian ketiga sampel hidroksiapatit makropori meliputi pengujian

porositas, pengujian SEM, pengujian compressive strength, pengujian FTIR dan

pengujian MTT assay sebagai berikut.

Pengujian FTIR

Pengujian FTIR dilakukan Laboratorium Polimer dan Membran Teknik Kimia

UBAYA. Sejumlah sampel digerus bersama KBr dengan perbandingan 1:20 (w/w).

Komposisi sampel dan KBr masing-masing adalah 0,025 gr dan 0,5. Digunakan KBr

karena sel tempat cuplikan dari sampel harus terbuat dari bahan-bahan yang tembus

terhadap sinar infra merah, seperti NaCl dan KBr. Campuran kemudian di press dengan

menggunakan alat pengepres pada tekanan 10 torr sehingga menjadi pellet yang padat,

pellet ini yang kemudian dianalisa dengan menggunakan alat spektrokopi FTIR tipe

Bruker Tensor 27.

Pengujian SEM

Sampel diuji menggunakan SEM tipe INSPECT S50 dan dilakukan di

Laboratorium Sentral Universitas Negeri Malang. Sampel yang akan dipotret disiapkan

terlebih dahulu. Sampel direkatkan dengan karbon pada tempat (stub) yang terbuat dari

logam dan dilapisi palladium. Lalu sampel dimasukkan dalam ruang spesimen dan

disinari dengan pancaran elektron (20 kV). Elektron yang dipantulkan lalu dideteksi

dengan detektor sintilator yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang dapat

mengakibatkan timbulnya gambar layar CRT (Catode Ray Tube). Lalu dilakukan

pemotretan setelah memilih bagian tertentu dari objek dengan pembesaran yang

diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.bagian bawah halaman.

Pengujian Porositas

Porositas hidroksiapatit makropori dihitung dengan menghitung persen volume

ruang kosong yang terdapat pada sampel. Sebelum ditimbang massanya, sampel dihitung

volumenya kemudian sampel dalam keadaan kering ditimbang massanya. Selanjutnya

sampel dimasukkan dalam gelas beaker yang berisi air. Massa sampel setelah direndam

kemudian ditimbang. Porositas dari sampel dihitung berdasarkan persamaan berikut.

Page 107: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 103

Dimana,

mb = massa basah dari benda uji (gram)

mk = massa kering dari benda uji (gram)

Vb = volume benda uji (cm3)

ρair = massa jenis air (1 gr/cm3)

Pengujian Compressive Strength

Pengujian compressive strength dilakukan di Laboratorium Korosi dan

Kegagalan Material Jurusan Material Metalurgi ITS. Sisi sampel diukur dengan

menggunakan jangka sorong (panjang p, lebar l). Sampel ditempatkan pada tempat

spesimen alat uji tekan, kemudian sampel ditekan dengan alat penekan sehingga penekan

dapat menekan permukaan sampel sampai hancur. Besarnya beban (F) yang digunakan

untuk menekan sampel hingga hancur dapat dilihat pada alat. Dari data yang telah

diperoleh kemudian dimasukkan dalam persamaan sebagai berikut.

Dimana F merupakan gaya tekan sampel dalam satuan Newton (N) dan A

merupakan luas penampang sampel yang dikenai gaya tekan.

Pengujian MTT assay

Pengujian MTT assay yang dilaksanakan di Pusat Veterinaria Farma dilakukan

dalam beberapa tahap antara lain persiapan kultur sel fibroblas, pengerjaan sampel dan

tahap pengujian sampel. Tahap persiapan kultur sel fibroblas akan dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut. Persiapan dilakukan dalam laminar flow. Kultur sel

BHK-21 dalam bentuk monolayer dengan media Eagle’s dan FBS 10% ditanam dalam

botol kultur Roux kemudian diinkubasi pada suhu 37° C selama 48 jam menggunakan

inkubator. Kultur sel lalu dicuci dengan PBS sebanyak 5 kali yang bertujuan untuk

membuang sisa serum yang tersisa. Kemudian ditambahkan tripsin versene untuk

melepaskan sel dari dinding botol dan memisahkan ikatan antar sel agar tidak

menggerombol. Sel dengan kepadatan 2 x 105 dimasukkan dalam 100 µL media Eagle’s

(media eagle’s 86%, penstrep 1%, fungizone 100 unit/mL) kedalam mikroplate 96-sumur

sesuai dengan jumlah sampel dan kontrol.

Tahap kedua adalah pengerjaan sampel yang akan dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut. Sampel disterilkan dalam autoklaf selama 1 jam pada suhu 120º

C. Dalam laminar flow, sampel diencerkan dengan media eagle’s dan FBS. Sampel yang

Page 108: Jurnal Fisika Dan Terapannya

104 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

telah diencerkan dimasukkan dalam mikroplate 96-sumur sebanyak 50 µL lalu diinkubasi

24 jam pada suhu 37° C.

Tahap ketiga adalah pengujian sampel yang akan dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut. 10 µL pereaksi MTT 5 mg/mL yang telah dilarutkan dalam PBS

ditambahkan ke media untuk setiap sumuran kemudian diinkubasi selama 4 jam dalam

suhu 37° C. Pelarut DMSO ditambahkan ke setiap sumuran sebanyak 50 µL lalu

disentrifuse 30 rpm selama 5 menit. Nilai densitas optik formazan dihitung dengan Elisa

reader pada panjang gelombang 630 nm. Penghitungan persentase sel hidup dapat

dihitung sesuai dengan persamaan sebagai berikut.

Dimana % sel hidup = persen jumlah sel setelah perlakuan, OD perlakuan = nilai

densitas optik sampel setelah perlakuan, OD kontrol media = nilai densitas optik kontrol

media, OD kontrol sel = nilai densitas optik kontrol sel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil FTIR diperoleh dalam bentuk spektrum yang menggambarkan besarnya

nilai % transmitan dan bilangan gelombang untuk sampel hidroksiapatit makropori. Hasil

pengujian FTIR dari ketiga sampel hidroksiapatit makropori dengan variasi lama waktu

sintering 4 jam, 5 jam dan 6 jam dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 1. Hasil pengujian FTIR dari sampel Hidroksiapatit makropori yang disintering 4

jam.

3572

.10

3433

.59

2360

.81

2002

.06

1446

.64

1032

.06

962.

0987

5.72

632.

9660

3.04

569.

5647

3.72

5001000150020002500300035004000Wavenumber cm-1

020

4060

8010

012

014

0Tr

ansm

ittan

ce [%

]

Page 109: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 105

Gambar 2. Hasil pengujian FTIR dari sampel Hidroksiapatit makropori yang disintering 5

jam.

Gambar 3. Hasil pengujian FTIR dari sampel Hidroksiapatit makropori yang disintering 6

jam.

Selama proses pembuatan, Polyvinyl Alcohol (PVA) dan busa jenis Polyurethane

(PU) digunakan bersama dengan hidroksiapatit sampai terbentuk makropori. Sisa-sisa

dari PVA dan PU akan semakin berkurang sesuai dengan meningkatnya lama waktu

sintering. Dalam hal ini proses sintering selain berfungsi sebagai proses penggabungan

partikel-partikel material, proses sintering juga berfungsi sebagai tahap akhir untuk

menghilangkan bahan-bahan sisa yang sudah tidak diperlukan.

Untuk mengetahui apakah PVA dan PU masih tersisa dalam sampel

hidroksiapatit makropori, maka dilakukan analisis pada ketiga spektrum FTIR sampel.

Jika pada sampel masih terdapat PVA, maka pada spektrum FTIR akan muncul puncak

gugus vinil (C=C) yang terletak pada bilangan gelombang 1600-1700 cm-1. Adanya

polyurethane akan ditunjukkan oleh adanya puncak milik gugus ester (R-COO-R) pada

bilangan gelombang (1735-1750 cm-1) dan gugus amina (NH) pada bilangan gelombang

(3000-3700 cm-1).

3572

.35

3435

.01

2360

.71

2002

.14

1429

.96

1050

.08

962.

0887

5.91

633.

2060

3.20

569.

5447

4.27

5001000150020002500300035004000Wavenumber cm-1

020

4060

8010

012

014

0Tr

ansm

ittan

ce [%

]

3642

.38

3572

.38

3495

.68

2361

.38

2002

.15

1423

.84

1046

.32

961.

78

633.

0560

2.97

569.

2247

4.10

5001000150020002500300035004000Wavenumber cm-1

020

4060

8010

012

014

0Tr

ansm

ittan

ce [%

]

Page 110: Jurnal Fisika Dan Terapannya

106 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

Dari spektrum FTIR hasil pengujian ketiga sampel pada Gambar 1, Gambar 2 dan

Gambar 3 dapat diketahui bahwa tidak ada gugus fungsi vinil milik PVA (C=C) dan

gugus ester dan amina dari busa polyurethane (NH dan R–COO-R). Dalam spektrum

FTIR tersebut hanya terdapat gugus-gugus fungsi milik hidroksiapatit yaitu hidroksil dan

fosfat (OH dan PO43-). Sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga sampel hidroksiapatit

makropori yang terbentuk tidak mengandung PVA dan polyurethane.

Pengujian dengan SEM dilakukan untuk mengetahui struktur permukaan dan

diameter pori sampel. Hasil pengujian SEM yang menunjukkan struktur permukaan dari

sampel hidroksiapatit makropori dengan variasi lama waktu sintering 4 jam, 5 jam dan 6

jam dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil pengujian SEM dari sampel Hidroksiapatit makropori dengan variasi

lama waktu sintering (a) 4 jam, (b) 5 jam, dan (c) 6 jam.

Lama waktu sintering berpengaruh pada ukuran diameter pori dari sampel

hidroksiapatit makropori. Ukuran diameter pori sampel hidroksiapatit makropori dapat

diukur menggunakan garis skala yang terdapat pada gambar hasil SEM. Setelah dilakukan

pengukuran diameter pori pada ketiga sampel tersebut berdasarkan Gambar 4, untuk

masing-masing sampel diperoleh ukuran diameter pori yang berbeda-beda. Pengaruh dari

variasi lama waktu sintering terhadap ukuran diameter pori pada sampel hidroksiapatit

makropori diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengukuran diameter pori dari sampel hidroksiapatit makropori dengan

variasi lama waktu sintering 4 jam, 5 jam, 6 jam.

Page 111: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 107

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada sampel hidroksiapatit makropori, ukuran

diameter pori menurun sesuai dengan kenaikan lama waktu sintering. Hal ini terjadi

karena selama proses sintering berlangsung, terjadi penggabungan butiran atau partikel

sehingga material menjadi lebih padat. Semakin lama waktu yang diberikan pada proses

sintering maka ukuran pori-pori akan menjadi lebih kecil.

Pada penelitian ini meskipun telah terjadi penurunan ukuran diameter pori

sampel terhadap kenaikan lama waktu sintering, namun sampel III yang disintering 6 jam

dan memiliki diameter pori terkecil yaitu 184 – 571 µm belum dapat diaplikasikan untuk

bone filler. Hal ini dikarenakan ukuran diameter pori pada sampel tersebut lebih besar

dari ukuran diameter bone filler yang efektif untuk pertumbuhan sel tulang, yaitu 100 –

400 µm. Untuk mendapatkan diameter pori hidroksiapatit makropori yang efektif untuk

pertumbuhan tulang, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu dengan meningkatkan

pada lama waktu sintering agar diperoleh diameter pori sebesar 100 – 400 µm.

Selain ukuran diameter pori, lama waktu sintering juga berpengaruh terhadap

porositas dari sampel hidroksiapatit makropori. Hasil pengujian porositas sampel

hidroksiapatit makropori dengan variasi lama waktu sintering 4 jam, 5 jam dan 6 jam

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian porositas dari sampel hidroksiapatit makropori dengan variasi

lama waktu sintering 4 jam, 5 jam, 6 jam.

Setelah dilakukan pengukuran porositas, maka berdasarkan Tabel 2 diperoleh

porositas yang berbeda-beda untuk ketiga sampel dengan lama waktu sintering yang

berbeda. Pengaruh dari variasi lama waktu sintering terhadap porositas sampel

hidroksiapatit makropori ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 5.

Page 112: Jurnal Fisika Dan Terapannya

108 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

Gambar 5. Grafik hubungan antara variasi waktu sintering dengan porositas (%)

Hidroksiapatit makropori.

Porositas dipengaruhi oleh proses sintering dimana porositas akan menurun

ketika lama waktu proses sintering ditingkatkan. Grafik pada gambar 5 menunjukkan

bahwa pada sampel hidroksiapatit makropori, porositas menurun sesuai dengan kenaikan

lama waktu sintering. Sampel III yang disintering selama 6 jam memiliki porositas lebih

kecil jika dibandingkan dengan sampel I dan II. Hal ini disebabkan karena selama proses

sintering berlangsung terjadi penyusutan akibat penggabungan partikel-partikel yang

menyebabkan material menjadi lebih padat. Semakin lama waktu untuk proses sintering,

maka penggabungan partikel material menjadi semakin efektif sehingga porositas makin

menurun.

Meskipun telah dihasilkan tiga sampel hidroksiapatit makropori dengan

porositas sebesar 95,447%, 90,886% dan 87,565% untuk sampel I, II dan III, namun

ketiga sampel tersebut masih belum sesuai untuk diaplikasikan sebagai bone filler.

Menurut Keaveny (2004), hidroksiapatit makropori yang akan diaplikasikan sebagai bone

filler pada tulang spongious femur membutuhkan porositas sebesar ±70%. Pada penelitian

ini, ketiga sampel hidroksiapatit makropori yang dihasilkan memiliki porositas lebih dari

70% sehingga belum dapat diaplikasikan untuk bone filler. Untuk mendapatkan

hidroksiapatit makropori yang memiliki porositas ±70% dapat dilakukan penelitian lebih

lanjut dengan cara menambah lama waktu sinteringnya yaitu lebih dari 6 jam.

Lama waktu sintering akan berpengaruh terhadap compressive strength dari

sampel hidroksiapatit makropori. Hasil pengujian compressive strength sampel

Page 113: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 109

hidroksiapatit makropori dengan variasi lama waktu sintering 4 jam, 5 jam dan 6 jam

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengujian compressive strength dari sampel hidroksiapatit makropori

dengan variasi lama waktu sintering 4 jam, 5 jam, 6 jam.

Setelah dilakukan pengukuran compressive strength, maka berdasarkan Tabel 3

diperoleh nilai compressive strength yang berbeda-beda untuk ketiga sampel dengan lama

waktu sintering yang berbeda. Pengaruh dari variasi lama waktu sintering terhadap sifat

mekanik compressive strength sampel hidroksiapatit makropori ditunjukkan oleh grafik

pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik hubungan antara variasi waktu sintering dengan compressive strength

hidroksiapatit makropori.

Lama waktu sintering mempengaruhi sifat mekanik sampel dimana nilai

compressive strength sampel akan meningkat sesuai dengan kenaikan lama waktu

sintering. Grafik pada Gambar 6 menunjukkan bahwa pada sampel hidroksiapatit

makropori, compressive strength meningkat sesuai dengan kenaikan lama waktu

Page 114: Jurnal Fisika Dan Terapannya

110 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

sintering. Sampel III yang disintering selama 6 jam memiliki nilai compressive strength

lebih besar jika dibandingkan dengan sampel I dan II. Hal ini disebabkan karena selama

proses sintering, terjadi penggabungan partikel-partikel atau butir material sehingga

terjadi ikatan yang kuat antara masing-masing butir. Peristiwa ini dapat terjadi karena

adanya suatu mekanisme gerakan material diantara butir (proses difusi) dan sumber

energi untuk mengaktifkan gerakan tersebut. Semakin lama waktu yang diberikan pada

proses sintering, semakin banyak partikel-partikel yang berikatan sehingga material

menjadi lebih kuat. Dalam hal ini lama waktu sintering akan berpengaruh pada sifat

mekanik bahan termasuk compressive strength.

Nilai compressive strength dari hidroksiapatit makropori yang akan

diaplikasikan sebagai bone filler adalah sebesar 7,5 – 41 MPa. Nilai compressive strength

dari ketiga sampel hidroksiapatit makropori pada penelitian ini belum memenuhi nilai

compressive strength yang sesuai untuk aplikasi bone filler. Nilai compressive strength

sampel dapat ditingkatkan dengan cara menambah lama waktu sintering sampai

didapatkan nilai yang sesuai untuk aplikasi bone filler.

Ketiga sampel hidroksiapatit makropori menggunakan PVA dan PU dalam

proses pembuatannya. Setelah ketiga sampel hidroksiapatit telah terbukti tidak

mengandung PVA dan PU berdasarkan hasil pengujian FTIR, maka perlu dibuktikan

apakah ketiga sampel tersebut tidak bersifat toksik. Oleh karena itu dilakukan tahap

pengujian toksisitas yaitu uji MTT assay.

Hasil pengujian MTT assay yang menunjukkan persen sel hidup dari sampel

hidroksiapatit makropori yang disintesis dengan variasi lama waktu sintering 4 jam, 5 jam

dan 6 jam dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengujian MTT assay dari sampel hidroksiapatit makropori yang disintesis

dengan variasi temperatur sintering 4 jam, 5 jam, 6 jam.

Tabel 4 merupakan hasil perhitungan nilai densitas optik dari setiap sampel

yang diuji. Densitas optik dapat diartikan kemampuan suatu material untuk menyerap

Page 115: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 111

suatu cahaya. Nilai dari densitas optik (OD) setara dengan banyaknya sel hidup. Makin

tinggi nilai OD maka sel yang hidup semakin banyak.

Setelah dilakukan pengujian MTT assay, maka berdasarkan tabel 4 yang

diperoleh dari hasil pembacaan Elisa Reader menunjukkan bahwa ketiga sampel

hidroksiapatit makropori tidak bersifat toksik pada sel. Hal ini ditunjukkan oleh

persentase sel yang hidup masih diatas 60 % pada pengujian ketiga sampel tersebut.

Ketiga sampel hidroksiapatit makropori tersebut tidak bersifat toksik karena selama

proses sinteringnya, PVA dan PU sudah dihilangkan sehingga yang tertinggal hanya

hidroksiapatit. Hal tersebut dikuatkan oleh pengujian pada ketiga sampel hidroksiapatit

yang telah diuji FTIR dimana pada spektrum FTIR ketiga sampel hanya terdapat gugus-

gugus fungsi hidroksil dan fosfat (OH dan PO43-) atau dengan kata lain tidak ada gugus-

gugus fungsi milik PVA dan PU.

Hasil pengujian FTIR memperlihatkan bahwa PVA dan busa telah berhasil

dihilangkan melalui proses pemanasan 650º C dan sintering 1000º C dengan lama waktu

sintering berbeda. Berdasarkan hasil pengujian SEM dan porositas, ukuran diameter pori

dan porositas sampel hidroksiapatit makropori menurun sesuai dengan kenaikan lama

waktu sintering. Penurunan porositas tersebut akan menyebabkan kenaikan pada

compressive strength sampel. Dalam hal ini perubahan pada ukuran pori sampel akan

menyebabkan perubahan pada porositas dan compressive strength sampel. Hasil

pengujian MTT assay juga memperlihatkan bahwa sampel hidroksiapatit makropori yang

disintesis menggunakan metode perendaman busa tidak memberikan efek toksik karena

PVA dan busa yang telah hilang.

Dari beberapa hasil uji yang telah dilakukan pada ketiga sampel hidroksiapatit

makropori, diperoleh karakteristik terbaik yaitu pada sampel III yang disintering pada

temperatur 1000º C selama 6 jam. Pada sampel tersebut ukuran diameter pori yang

dihasilkan adalah sebesar 184 – 571 µm dengan porositas 87,565 % dan nilai compressive

strength 7,1395 x 10-3 MPa. Pada sampel tersebut juga tidak ditemukan adanya sisa PVA

dan busa. Pengujian MTT assay menunjukkan bahwa sampel tersebut tidak memberikan

efek toksik karena persen sel hidup yang diperoleh dari pengujian sampel tersebut adalah

sebesar 96,472%.

Hidroksiapatit makropori dapat diaplikasikan sebagai bone filler jika memenuhi

syarat antara lain ukuran pori 100-400 µm, porositas kurang lebih 70%, memiliki

compressive strength 7,5 – 41 MPa dan tidak bersifat toksik. Dari beberapa pengujian

yang telah dilakukan, sampel III memiliki sifat terbaik jika dibandingkan dengan kedua

Page 116: Jurnal Fisika Dan Terapannya

112 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

sampel lainnya. Meskipun hasil uji MTT assay menunjukkan bahwa sampel III tidak

toksik, namun sampel III tersebut belum dapat diaplikasikan sebagai bone filler karena

ukuran diameter pori, porositas serta nilai compressive strengthnya tidak memenuhi

syarat sebagai bone filler. Untuk mendapatkan sampel hidroksiapatit makropori yang

diameter pori, porositas dan sifat mekanik compressive strengthnya sesuai untuk aplikasi

bone filler maka perlu dilakukan penambahan pada lama waktu sinteringnya.

KESIMPULAN

1. Variasi lama waktu sintering berpengaruh pada ukuran pori, porositas dan sifat

mekanik compressive strength sampel hidroksiapatit makropori. Semakin lama

waktu sintering yang digunakan, maka ukuran pori dan porositas sampel akan

menurun. Semakin lama waktu sinteringnya akan membuat nilai compressive

strength sampel meningkat.

2. Sampel III yang disintering selama 6 jam memiliki kandidat untuk aplikasi bone

filler karena ukuran pori yang dimiliki adalah sebesar 184-571 µm, mendekati

ukuran pori yang efektif untuk pertumbuhan sel tulang (100-400 µm).

DAFTAR PUSTAKA

Ananto, S., 2008, Analisis Mikrostruktur, Sifat Mekanik dan Sifat Kimia Logam SS-904L,

Skripsi Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Surabaya.

Chou, J., et al., 2007, Conversion of Coral Sand to Calcium Phosphate for Biomedical

Application, Department of Chemistry Materials and Forensic Science,

University of Technology Sydney, Australia.

Callister, W. D., 2001, Fundamentals of Materials Science and Engineering, John Wiley

and Sons, Inc, New York.

Demirkol, et al., Mechanical and Microstructural Properties of Sheep Hydroxyapatite

(SHA) of Nanocrystalline Hydroxyapatite Composites, Technical Prog. Dept.,

Vocational School of Degirmendere Ali Ozbay, Kocaeli University. Golcuk,

Turkey.

Descamps, M., et al., 2007, Manufacture of macroporous β - Tricalcium Phosphate

Bioceramics, Laboratoire des Mate riaux et Proce´de´s (LMP), Universite de

Valenciennes et du Hainaut-Cambre´sis, EA 2443, Zl du champ de l’Abbesse,

59600 Maubeuge, France.

Page 117: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 113

Descamps, M., et al., 2008, Synthesis of Macroporous β – Tricalcium Phosphate with

Controlled Porous Architectural, Laboratoire des Mate´riaux et Proce´de´s

(LMP), Universite de Valenciennes et du Hainaut-Cambre´sis, EA 2443, Zl du champ de

l’Abbesse, 59600 Maubeuge, France.

Gross, K. A., et al., 1997, Thermal Processing of Hydroxyapatite for Coating Production,

Thermal Spray Laboratory, Department of Materials Science and Engineering,

State University of New York at Stony Brook, New York.

Heimann, R. B., 2001, Modern Bioceramic Materials : Design, Testing, and Clinical

Application, Department of Mineralogy Freiberg University of Mining and

Technology Brennhausgasse 14, 09596 Freiberg, Germany.

Kalita, S., et al., 2006, Fabrication of 3-D Porous Mg/Zn doped Tricalcium Phosphate

Bone-Scaffolds via the Fused Deposition Modelling, Department of Mechanical,

Materials and Aerospace Engineering, University of Central Florida, Orlando,

Florida.

Keaveny, T. M., 2004, Standard Handbook of Biomedical Engineering and Design,

McGraw Hill.

Kurniawan, S. B., 2012, Sintesis dan Karakterisasi Sifat Mekanik Mortar Berbasis

Material Komposit Silika Amorf dengan Variasi Penambahan Sekam Tebu,

Skripsi Jurusan Fisika, Universitas Airlangga, Surabaya.

Li, S., et al., 2003, Macroporous Biphasic Calcium Phosphate Scaffold with High

Permeability / Porosity Ratio, 1IsoTis NV, Bilthoven, The Netherlands.

Liebschner, M. A. K., et al., 2003, Optimization of Bone Scaffold Engineering for Load

Bearing Applications, Department of Bioengineering, Rice University, Texas,

USA.

Miao, X., et al., 2010, Graded/Gradient Porous Biomaterials, Institute of Health and

Biomedical Innovation, Queensland University of Technology, 60 Musk Avenue,

Kelvin Grove, QLD 4059, Australia.

Mooney, D. J., et al., 2000, Engineering Biomaterials for Tissue Engineering: The 10–

100 Micron Size Scale, The Biomedical Engineering Handbook, Second Edition,

Boca Raton: CRC Press LLC.

Muzzarelli, R. A. A., et al., 1978. Enchanced Capacity of Chitosan for Transition Metal

Ions in Sulphate – Sulphuric Acid Solution.Talanta. Vol 21. Pp. 1137-1143.

Nath, S., et al., 2006, A Comparative Study of Conventional Sintering with Microwave

Sintering of Hydroxyapatite Synthesized by Chemical Route, Laboratory for

Page 118: Jurnal Fisika Dan Terapannya

114 Jurnal Fisika Dan Terapannya | No.1, Vol.4, Desember 2013

Advanced Ceramics, Department of Materials & Metallurgical Engineering, IIT-

Kanpur National Metallurgical Laboratories, Jamshedpur.

Oktar, et al., 2007, Mechanical Properties of Bovine Hydroxyapatite (BHA) Composites

Doped with SiO2, MgO, Al2O3, and ZrO2, School of Engineering, Industrial

Engineering Department, Marmara University, Goztepe Campus, Ziverbey,

Kadikoy, Istanbul, Turkey.

Park, J., et al., 2007, Biomaterials an Introduction, 3rd Edition, Springer, New York.

Phillips, G. O., 2005, Clinical Application of Bone Allografts and Substitutes Biology and

Clinical Application, World Scientific, London.

Rachadini, N., 2007, Uji Sitotoksisitas Ekstrak Serbuk Kayu Siwak (Salvadora persica)

pada Kultur Sel dengan Menggunakan Esei MTT. Skripsi Fakultas Kedokteran

Gigi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Ratner, B. D., et al., 2004, Biomaterial Science, Second Edition, Elsevier Scademic Press,

San Diego.

Sahin, E., 2006, Shynthesis and Characterization of Hydroxyapatite – Alumina – Zirconia

Biocomposit, Izmir Institute of Technology, Izmir.

Sari, N. A. W., 2005, Pengaruh Suhu dan Waktu Sintering pada Pembentukan Paduan

PbS, Skripsi Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Airlangga, Surabaya.

Sloane, E., 2003, Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, EGC, Jakarta.

Swain, S. K., 2009, Processing of Porous Hydroxyapatite Scaffold, Thesis Department of

Ceramic Engineering, National Institute of Technology, Rourkela.

Syafrudin, H., 2011, Analisis Mikrostrukutr, Sifat Fisis dan Sifat Mekanik Keramik Jenis

Refraktori, Skripsi Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Airlangga, Surabaya.

Sedyono, J., 2008, Proses Sintesis dan Karakterisasi FTIR Hidroksiapatit dari Gipsum

Alam Kulon Progo, Teknik Mesin UGM, Yogyakarta.

Smith, W. F., 1990, Principles of Material Science and Engineering, Second Edition,

Mc Graw-Hill Publishing Company, New York.

Thermo Nicolet. 2002. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry. Thermo

Nicolet Corporation All rights reserver, Worldwide.

Viswanath, et al., 2004, Synthesis, Sintering and Microstructural Characterization of

Nanocrystalline Hydroxyapatite Composites, Materials Research Centre, Indian

Institute of Science, Bangalore, India.

Page 119: Jurnal Fisika Dan Terapannya

No.1, Vol.4, Desember 2013 |No. 1, Vol. 4, Desember2013 115

Wijayanti, F., 2010, Variasi Komposisi Cobalt - Chromium Pada Komposit Co-Cr-HAP

Sebagai Bahan Implan, Skripsi Departemen Fisika, Fakultas Sains dan

Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Yeo, W. H., 2008, Improvement in Sinterability of Hydroxyapatite by Addition of

Magnesium Oxide, Universiti Tenaga Nasional, Malaysia.

Ylinen, P., 2006, Applications of Coralline Hydroxyapatite with Bioabsorbable

Containment and Reinforcement as Bone Graft Substitute, Academic dissertation

Department of Orthopaedics and Traumatology, Helsinki University Central

Hospital and University of Helsinki, Helsinki.