jurnal marina

8
PENGARUH TEKANAN TERHADAP HASIL REFINERY MINYAK NILAM DENGAN METODE EKSTRAKSI FLUIDA SUPERKRITIK EFFECT OF PRESSURE ON THE YIELD OF THE REFINERY OF PATCHOULI OIL EXTRACTED BY SUPERCRITICAL FLUID EXTRACTION METHOD Marina 1)* , Nur Hidayat 2) , Edi Priyo Utomo 3) , dan Egi Agustian 4) 1 Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 2 Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Univ. Brawijaya 3 Pengajar Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univ. Brawijaya 4 Staff Peneliti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia * email [email protected] Abstrak Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun nilam (Pogostemon cablin Benth). Pada umumnya minyak nilam hasil penyulingan rakyat belum memenuhi kriteria standar SNI, sehingga dapat menurunkan nilai jualnya. Oleh karena itu dengan penelitian ini akan dilakukan ekstraksi fluida superkritik untuk memperbaiki (refinery) penampilan dan komposisinya. Selain itu adanya penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas komponen yang dihasilkan. Penggunaan metode ini dipilih karena tidak memerlukan temperatur tinggi dan tanpa pelarut cair yang dapat menyebabkan kerusakan senyawa yang ada dalam minyak nilam. Selain itu pelarut CO 2 dipilih karena bersifat inert, mudah didapatkan, aman, dan ramah lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan variasi tekanan 81,65 atm, 115,6 atm, dan 149,7 atm pada suhu tetap 35 o C selama 5 jam. Hasil refinery terbaik terdapat pada kondisi ekstraksi dengan tekanan Adanya faktor tekanan mempengaruhi kualitas dan kuantitas komponen yang dihasilkan dari proses ekstraksi fluida superkritik minyak nilam. Semakin besar tekanan ekstraksi maka semakin besar rendemen yang dihasilkan dan menyebabkan adanya kenaikan dan penurunan persentase area komponen minor. Hasil terbaik berada pada kondisi tekanan 149,7 atm dengan suhu 35 o C selama 5 jam berdasarkan jumlah rendemen terbesar yaitu 92,76%. Kata Kunci: komponen minyak nilam, tekanan, pelarut CO 2 , ekstraksi fluida superkritik Abstract Patchouli oil is an essential oil obtained from the distillation of leaves of Patchouli (Pogostemon cablin Benth). In general, patchouli oil distillates people do not meet the criteria of SNI , so as to lower the resale value. So with this research will be done to fix the supercritical fluid extraction (refinery) appearance and composition. In addition the study also aims to analyze the factors that affect the quality and quantity of the resulting components . The use of this method was chosen because it requires high temperatures and without the liquid solvent that can cause damage to the existing compounds in patchouli oil . Besides CO 2 solvent chosen because it is inert , readily available , safe , and environmentally friendly . In this research, variations of pressure at 81,65 atm, 115,6 atm, and 149,7 atm at a constant temperature of 35 o C for 5 hours. Results are best refinery in existence pressure extraction conditions with pressure factors affect the quality and quantity of the components resulting from the supercritical fluid extraction of patchouli oil. The greater the pressure, the greater the extraction yield is generated and leads to an increase and a decrease in the percentage area of minor components. The best results are at 149.7 atm pressure conditions with a temperature of 35 o C for 5 hours based on the largest amount of yield is 92,76 % . Keywords: patchouli oil components , pressure , CO 2 solvent , supercritical fluid extraction

Upload: ihwan-rahmadi

Post on 16-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ekstraksi nilam

TRANSCRIPT

  • PENGARUH TEKANAN TERHADAP HASIL REFINERY

    MINYAK NILAM DENGAN METODE EKSTRAKSI FLUIDA

    SUPERKRITIK

    EFFECT OF PRESSURE ON THE YIELD OF THE REFINERY OF

    PATCHOULI OIL EXTRACTED BY SUPERCRITICAL FLUID

    EXTRACTION METHOD

    Marina1)*

    , Nur Hidayat2)

    , Edi Priyo Utomo3)

    , dan Egi Agustian4)

    1Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

    2Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Univ. Brawijaya 3Pengajar Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univ. Brawijaya

    4Staff Peneliti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

    *email [email protected]

    Abstrak Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun nilam (Pogostemon

    cablin Benth). Pada umumnya minyak nilam hasil penyulingan rakyat belum memenuhi kriteria standar

    SNI, sehingga dapat menurunkan nilai jualnya. Oleh karena itu dengan penelitian ini akan dilakukan

    ekstraksi fluida superkritik untuk memperbaiki (refinery) penampilan dan komposisinya. Selain itu

    adanya penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa faktor yang mempengaruhi kualitas dan

    kuantitas komponen yang dihasilkan. Penggunaan metode ini dipilih karena tidak memerlukan

    temperatur tinggi dan tanpa pelarut cair yang dapat menyebabkan kerusakan senyawa yang ada dalam

    minyak nilam. Selain itu pelarut CO2 dipilih karena bersifat inert, mudah didapatkan, aman, dan ramah

    lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan variasi tekanan 81,65 atm, 115,6 atm, dan 149,7 atm pada

    suhu tetap 35oC selama 5 jam. Hasil refinery terbaik terdapat pada kondisi ekstraksi dengan tekanan

    Adanya faktor tekanan mempengaruhi kualitas dan kuantitas komponen yang dihasilkan dari proses

    ekstraksi fluida superkritik minyak nilam. Semakin besar tekanan ekstraksi maka semakin besar

    rendemen yang dihasilkan dan menyebabkan adanya kenaikan dan penurunan persentase area

    komponen minor. Hasil terbaik berada pada kondisi tekanan 149,7 atm dengan suhu 35oC selama 5 jam

    berdasarkan jumlah rendemen terbesar yaitu 92,76%.

    Kata Kunci: komponen minyak nilam, tekanan, pelarut CO2, ekstraksi fluida superkritik

    Abstract Patchouli oil is an essential oil obtained from the distillation of leaves of Patchouli (Pogostemon

    cablin Benth). In general, patchouli oil distillates people do not meet the criteria of SNI , so as to

    lower the resale value. So with this research will be done to fix the supercritical fluid extraction

    (refinery) appearance and composition. In addition the study also aims to analyze the factors that

    affect the quality and quantity of the resulting components . The use of this method was chosen because

    it requires high temperatures and without the liquid solvent that can cause damage to the existing

    compounds in patchouli oil . Besides CO2 solvent chosen because it is inert , readily available , safe ,

    and environmentally friendly . In this research, variations of pressure at 81,65 atm, 115,6 atm, and

    149,7 atm at a constant temperature of 35oC for 5 hours. Results are best refinery in existence pressure

    extraction conditions with pressure factors affect the quality and quantity of the components resulting

    from the supercritical fluid extraction of patchouli oil. The greater the pressure, the greater the

    extraction yield is generated and leads to an increase and a decrease in the percentage area of minor

    components. The best results are at 149.7 atm pressure conditions with a temperature of 35oC for 5

    hours based on the largest amount of yield is 92,76 % .

    Keywords: patchouli oil components , pressure , CO2 solvent , supercritical fluid extraction

  • PENDAHULUAN

    Minyak atsiri yang diperdagangkan di

    dunia saat ini mencapai 80 jenis dan 40

    jenis diantaranya berasal dari Indonesia.

    Minyak atsiri yang dapat diperdagangkan

    dan salah satunya adalah minyak nilam

    (Direktorat Tanaman Semusim, 2002).

    Minyak nilam merupakan minyak atsiri

    yang diperoleh dari daun nilam

    (Pogostemon cablin benth) dengan cara

    penyulingan. Minyak tersebut merupakan

    komoditas ekspor non migas paling besar

    diantara ekspor minyak atsiri di Indonesia.

    Tahun 2004 ekspor minyak nilam sebesar

    1.295 ton, sedangkan ekspor minyak atsiri

    keseluruhan adalah 2.633 ton (BPS, 2006).

    Luas area pertanaman nilam pada tahun

    2002 sekitar 21.602 ha yang banyak

    tersebar di daerah Bengkulu, Aceh,

    Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat,

    Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Dirjen Bina

    Produksi Perkebunan, 2004). Saat ini

    kebutuhan minyak nilam dunia sebanyak

    1.500 ton per tahun, dari jumlah itu

    sebanyak 70 persen dipasok oleh Indonesia

    yang 30-45 persen merupakan nilam yang

    dihasilkan petani Aceh. Tahun 2013

    kebutuhan minyak nilam dunia pun

    meningkat hingga 90 persen. Selain itu,

    data terakhir tahun 2012 menunjukkan

    bahwa harga minyak nilam mencapai Rp

    500.000/kg (DAI, 2013).

    Pada umumnya minyak nilam hasil

    penyulingan rakyat belum memenuhi

    kriteria standar SNI, sehingga dapat

    menurunkan nilai jualnya. Minyak nilam

    memiliki berbagai komponen yang banyak

    dimanfaatkan dalam industri kosmetik dan

    farmasi, seperti -guaiene atau -bulnesene

    diketahui mempunyai aktivitas anti-

    inflamasi (Hsu et. al., 2006), -guaiene dan

    -patchoulene mempunyai aktivitas biologi

    dan dimanfaatkan sebagai antijamur

    (Donelian, 2009), -caryophillene dan -

    elemen sebagai agen antikanker (Huang,

    2006), pogostol yang menunjukkan

    aktivitas antimikroba terhadap bakteri dan

    fungi periodontopatik (Van, 2001), -

    cadinene yang berfungsi sebagai anti-

    serangga dan antimikroba, serta seychellene

    berfungsi sebagai antiseptik (Lopez et al.,

    2012).

    Perbaikan (refinery) penampilan minyak

    nilam dapat dilakukan dengan cara ektraksi

    fluida superkritik (SCF) dengan pelarut

    CO2. Penggunaan ekstraksi dengan fluida

    superkritik merupakan metode yang tepat,

    oleh karena estraksi ini menggunakan

    pelarut CO2 yang mudah menguap.

    Penggunaan sistem ekstraksi konvensional

    akan meninggalkan sisa pelarut yang tidak

    diinginkan dan sulit untuk dipisahkan

    sehingga nantinya akan mengganggu dalam

    uji kualitas ekstrak. Pelarut CO2 dipilih

    karena CO2 bersifat inert, keadaan kritis di

    suhu rendah, dan mudah menguap di suhu

    ruang. Pada teknologi ekstraksi fluida

    superkritik dilakukan variasi tekanan agar

    CO2 berada di kondisi kritik sehingga

    mampu melakukan penetrasi ke dalam

    bahan lebih sempurna sehingga dapat

    meningkatkan rendemen ekstrak dan

    tekanan ini pula yang berpengaruh terhadap

    penetrasi fluida superkritik ke dalam bahan

    karena densitas yang dihasilkan berbeda

    pada tiap tekanan.

    Maka berdasarkan latar belakang

    tersebut penelitian ini bertujuan untuk

    mengetahui hasil refinery dari minyak

    nilam dengan menggunakan metode

    ektraksi fluida superkritik dan untuk

    menganalisa faktor yang mempengaruhi

    kualitas dan kuantitas komponen yang

    dihasilkan. Sehingga nantinya dapat

    memberikan informasi tentang refinery

    minyak nilam dengan metode ekstraksi

  • fluida superkritik dan mampu

    meningkatkan kualitas minyak nilaim.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian dilaksanakan di Pusat

    Penelitian Kimia Lembaga Ilmu

    Pengetahuan Indonesia (LIPI), Serpong,

    Tangerang dan Laboratorium Kimia

    Organik, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA,

    Universitas Brawijaya, Malang. Waktu

    penelitian dimulai pada tanggal 16 Mei

    2013 sampai 28 Juli 2013.

    Alat yang digunakan dalam penelitian

    adalah serangkaian alat ekstraksi fluida

    superkritik model 46-19360 buatan

    Newport Scientific, Inc yang dilengkapi

    dengan tabung gas CO2, kompresor,

    ekstraktor, separator, pemanas, dan chiller.

    Alat yang digunakan untuk analisa adalah

    timbangan, pipet, botol, refraktometer, dan

    GC- MS (Gas Cromatography-Mass

    Spectrum) merk Shimadzu.

    Bahan yang digunakan adalah minyak

    nilam hasil penyulingan rakyat desa

    Kesamben, Blitar dan pelarut gas

    karbondioksida (CO2), serta etanol. Gambar

    1 berikut ini adalah diagram alir penelitian :

    Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan variasi

    tekanan yaitu 81,65 atm, 115,6 atm, dan

    149,7 atm pada suhu tetap 35oC selama 5

    jam dengan laju alir CO2 5,5 liter/menit.

    Variasi tekanan dimulai pada 81,65 atm

    karena pelarut CO2 berada pada kondisi

    kritis pada tekanan 80 atm dan suhu 31oC.

    Penetapan laju alir CO2 dilakukan

    berdasarkan penelitian terdahulu milik

    Sulaswatty, dkk (2003) yang melakukan

    ekstraksi fluida superkritik pada minyak

    nilam untuk mengisolasi patchouli alcohol.

    Ekstraksi fluida superkritik dilakukan

    sebanyak tiga kali, dengan variasi tekanan.

    Minyak nilam diekstraksi sebanyak 300

    gram pada setiap perlakuan dan masing-

    masing perlakuan menghasilkan 20 ekstrak

    dalam 5 jam.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Perbandingan Kromatogram Minyak

    Nilam Sebelum dan Sesudah Ektraksi

    Fluida Superkritik

    Hasil ekstraksi fluida superkritik ini

    dilakukan uji kromatografi Gas

    Chromatography (GC) karena uji ini

    digunakan untuk komponen yang mudah

    menguap dan stabil pada suhu analisis.

    Kromatografi yang digunakan untuk

    menganalisis minyak atsiri adalah jenis

    kromatograf gas dengan spectrophotometer

    massa sebagai detektor (GC-MS) sehingga

    dapat teridentifikasi apa saja komponen

    minor yang terdapat dalam ekstrak

    (Purwati, 2011). Uji GC-MS awalnya

    dilakukan pada bahan baku minyak nilam

    yang digunakan dan hasil percobaan

    pendahuluan (kondisi suhu 350C, tekanan

    81,65 atm selama 5 jam) pada ekstrak menit

    ke-60, ekstrak menit ke-120, ekstrak menit

    ke-180, dan ekstrak menit ke-240.

    Perbandingan hasil uji GC-MS dapat dilihat

    pada Gambar 2 dan Gambar 3.

  • Gambar 2. GC-MS Bahan Baku Minyak Nilam

    Gambar 3. GC-MS Ekstrak Minyak Nilam pada Menit ke-180

    Hasil GC-MS menunjukkan bahwa hasil

    ekstraksi fluida superkritik minyak nilam

    ini menampilkan profil yang lebih baik

    dibandingkan dengan bahan baku.

    Komponen-komponen yang terdeteksi

    semakin jelas dan dominan. Hal ini

    membuktikan refinery minyak nilam

    dengan metode ini dapat meningkatkan

    kualitas minyak nilam. Adapun tabulasi

    hasil GC-MS dari bahan baku dan hasil

    ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Komponen Bahan Baku Minyak Nilam

    No Nama

    Komponen

    Persentase Komponen (%)

    Bahan Baku Ekstrak

    menit ke-60

    Ekstrak

    menit ke-120

    Ekstrak

    menit ke-180

    Ekstrak

    menit ke-240

    1 -patchoulene - 7,92 7,30 6,78 6,83

    2 Caryophyllene 6,87 6,11 5,90 4,86 5,48

    3 -guaiene 11,63 15,95 16,15 17,21 16,50

    4 seychellene 11,45 11,22 10,79 9,83 10,31

    5 -pathoulene 12,38 11,36 10,27 10,08 10,43

    6 -guaiene 4,08 16,09 17,30 18,87 17,98

    7 Patchouli alcohol 15,48 15,49 17,50 19,18 18,82

    Dengan memperhatikan pola munculnya

    peak dari masing-masing komponen maka

    selanjutnya uji yang dilakukan cukup uji

    GC, yang mana cara kerjanya sama dengan

    GC-MS hanya saja pada GC tidak ada

    pengenalan komponen yang teridentifikasi

    dengan literatur, berat molekul dan struktur

    kimia.

    Pengaruh Tekanan terhadap Persentase

    Area Komponen Minor Minyak Nilam

    Ekstraksi fluida superkritik dilakukan

    dengan kondisi suhu 350C, laju alir 5,5

    liter/menit, dan waktu ekstraksi 5 jam

    dengan variasi tekanan 81,65 atm, 115,6

    atm, dan 149,7 atm. Hasil uji GC bahan

  • baku nilam dan ekstrak dengan adanya variasi tekanan dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Hasil GC Bahan Baku dan Ekstrak Variasi Tekanan

    No Komponen Rata-rata Area Komponen (%)

    Bahan Baku 81,65 atm 115,6 atm 149,7 atm

    1 -patchoulene 3,06 4,49 2,16 3,61

    2 Caryophyllene 3,42 4,99 4,43 4,18

    3 -guaiene 25,53 29,93 28,72 28,73

    4 Seychellene 10,24 8,80 9,86 10,00

    5 -pathoulene 1,49 0,88 0,74 0,89

    6 -guaiene 24,42 27,79 27,36 27,47

    7 Patchouli alcohol 24,76 18,15 20,76 20,44

    Adanya tekanan yang semakin

    meningkat menyebabkan terjadinya

    kenaikan dan penurunan beberapa senyawa.

    Rata-rata senyawa -patchoulene,

    Caryophyllene, dan Patchouli alcohol

    mengalami penurunan seiring dengan

    peningkatan tekanan. Penurunan ini dapat

    disebabkan daya selektivitas CO2 yang

    menurun (Donelian, 2009). Rata-rata

    Patchouli alcohol mengalami penurunan

    karena komponen ini bersifat polar

    sedangkan pelarut CO2 bersifat non polar,

    sehingga proses difusi yang terjadi dalam

    ekstraksi tidak sempurna. Rata-rata

    senyawa seychellene, dan -pathoulene

    mengalami kenaikan setelah dilakukan

    pemurnian dibanding dengan kandungan

    awal bahan baku. Semakin besar tekanan

    ekstraksi juga menyebabkan area komponen

    senyawa-senyawa ini meningkat. Hal ini

    terjadi karena senyawa seychellene, dan -

    pathoulene ini terdifusi lebih banyak seiring

    dengan adanya peningkatan tekanan.

    Kenaikan tekanan akan meningkatkan

    densitas CO2 sehingga akan memudahkan

    penetrasi fluida superkritik ke dalam bahan

    yang diekstraksi (Sulaswatty, 2003). Selain

    itu, senyawa -guaiene, dan -guaiene

    cenderung stabil dan menghasilkan area

    komponen yang lebih besar dari bahan

    baku. Berdasarkan data pada Tabel 2, maka

    dapat diperoleh hubungan antara tekanan

    dan persentase area komponen dalam

    ekstrak. Dari 20 ekstrak yang dihasilkan

    dari satu kali proses, hanya enam ekstrak

    yang diuji GC, yaitu ekstrak ke-1 (menit

    ke- 15), ekstrak ke-4 (menit ke-60), ekstrak

    ke- 8 (menit ke-120), ekstrak ke-12 (menit

    ke-180), ekstrak ke-16 (menit ke-240), dan

    ekstrak ke-20 (menit ke-300). Hubungan

    tekanan dan rata-rata jumlah ekstrak yang

    dihasilkan dalam waktu 5 jam pada suhu

    35oC dapat dilihat pada Gambar 4.

    Gambar 4. Hubungan Tekanan terhadap

    persentase Area Komponen Minor

    Senyawa -guaiene mengalami

    penurunan pada tekanan 115,68 atm lalu

    kembali naik pada tekanan 149,7 atm,

    begitupun dengan senyawa -guaiene.

    Senyawa -patchoulene dan caryophyllene

    mengalami penurunan seiring dengan

  • peningkatan tekanan, sedangkan senyawa

    seychellene dan -patchoulene cenderung

    meningkat seiring dengan peningkatan

    tekanan. Adanya beberapa senyawa yang

    meningkat dan menurun dalam variasi

    tekanan ini disebabkan perbedaan kepolaran

    dari masing-masing senyawa sehingga pada

    proses ekstraksi ada beberapa komponen

    yang tidak dapat terdifusi dengan

    sempurna. Peningkatan tekanan juga

    menyebabkan densitas CO2 yang lebih

    tinggi dan solubilitas yang lebih besar

    sehingga terjadi peningkatan hasil ekstrak

    namun kecenderungan mengurangi daya

    selektivitas. Akibatnya ada komponen yang

    meningkat, ada pula yang menurun (Utami,

    2009).

    Pengaruh Tekanan dan Waktu Ekstraksi

    terhadap Rendemen

    Perolehan ekstrak berbeda-beda dari tiap

    komponen minor yang dipisahkan seiring

    dengan penambahan tekanan. Hasil ekstrak

    dari perlakuan yaitu ekstraksi dengan

    variasi tekanan dan variasi suhu dalam

    waktu 5 jam memperoleh 20 ekstrak, dan

    enam diantaranya digunakan sebagai

    sampel acak untuk diuji lebih lanjut tertera

    pada Tabel 3.

    Tabel 3. Data Sampel Ekstrak Minyak Nilam Variasi Tekanan

    No Ekstrak

    Berat

    Ekstrak

    (gram)

    Rendemen

    (%)

    Indeks

    bias (nD)

    Massa

    yang hilang

    (%)

    Waktu

    Ekstraksi

    (menit)

    1 SFE 1.1

    (350C/81,65 atm)

    149,58 56,87 1,494 0,60 300

    2 SFE 1.2

    (350C/115,68 atm)

    247,87 88,79 1,496 3,35 300

    3 SFE 1.3

    (350C/149,7 atm)

    255,04 92,76 1,496 2,71 300

    Peralatan ekstraksi fluida superkritik

    yang kurang fleksibel dan masih manual

    terhadap pengambilan ekstrak maupun

    rafinat mempengaruhi besarnya tingkat

    massa yang hilang. Nilai massa yang hilang

    diperoleh dari berat umpan dikurangi berat

    ekstrak secara keseluruhan (20 ekstrak).

    Semakin besar suhu dapat menyebabkan

    penguapan ekatrak oleh CO2 terjadi

    sehingga nilai massa yang hilang paling

    besar ada pada suhu 45 o

    C. Nilai indeks bias

    rata-rata dari semua perlakuan adalah 1,494

    hingga 1,496, dimana nilai indeks bias rata-

    rata komponen minor adalah 1,492 hingga

    1,5 dan nilai indeks bias ini digunakan

    untuk pengenalan unsur kimia dan

    pengujian kemurnian minyak nilam

    (Sulaswatty, 2003).

    Semakin besar tekanan saat ekstraksi

    akan meningkatkan kelarutan minyak nilam

    sehingga ekstrak yang dihasilkan juga

    semakin meningkat. Rendemen yang

    dihasilkan proses ekstraksi mengalami

    peningkatan pada menit ke 60 hingga menit

    ke 180. Menit-menit pertama merupakan

    awal proses, kondisi prosesnya belum

    mencapai keseimbangan dan gas

    karbondioksida belum optimal memasuki

    tabung ekstraktor sehingga kemampuan

    untuk melarutkan komponen minyak relatif

    rendah. Setelah satu jam proses, jumlah

    karbondioksida yang dipakai semakin

    banyak sehingga komponen minyak nilam

    yang terekstrak semakin banyak pula.

  • Semakin lama waktu proses maka jumlah

    bahan awal atau umpan akan semakin

    berkurang dan karbondioksida akan

    menemukan titik kejenuhan untuk

    mengekstrak komponen dalam minyak

    sehingga rendemen ekstrak di menit ke 240

    dan menit ke 300 menjadi menurun (Utami,

    2009). Hubungan antara rendemen dan

    waktu ekstraksi terdapat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Hubungan Tekanan dan Waktu

    Ekstraksi terhadap Rendemen

    Adanya perubahan tekanan yang

    semakin tinggi menyebabkan persentase

    area dan rendemen semakin meningkat.

    Tekanan dalam proses ekstraksi fluida

    superkritik akan mengkompres gas CO2

    untuk menguapkan komponen dalam

    minyak sehingga terjadi kontak dari

    keduanya. Molekul minyak nilam terdifusi

    ke dalam CO2 akibat tekanan sistem. Fraksi

    ringan dalam minyak nilam akan lebih

    mudah larut dalam CO2 sehingga

    memperbesar nilai kelarutan dan perolehan

    ekstrak. Semakin tinggi tekanan

    menyebabkan semakin banyaknya

    komponen minyak yang teruapkan dan ikut

    terdifusi oleh CO2 superkritik (Arai et al.,

    2002). Oleh sebab itu jumlah ekstrak yang

    dihasilkan akan semakin meningkat.

    Namun peningkatan suhu membuat jumlah

    ekstrak naik di menit ke 60 dan ke 120 lalu

    mengalami penurunan. Hal ini dapat

    disebabkan setelah sampai di puncak,

    terjadi kejenuhan sehingga kemampuan

    CO2 mengekstraksi menjadi menurun.

    KESIMPULAN

    Hasil penelitian dari refinery minyak

    nilam dengan metode ekstraksi fluida

    superkritik yang dilakukan maka diperoleh

    bahwa:

    1. Penampilan dan profil komponen

    minyak nilam menjadi lebih baik

    daripada bahan baku .

    2. Adanya faktor tekanan dan waktu

    ekstraksi mempengaruhi kualitas dan

    kuantitas komponen minyak nilam yang

    dihasilkan dari proses ekstraksi fluida

    superkritik minyak nilam, dimana hasil

    terbaik berada pada kondisi tekanan

    149,7 atm dengan suhu 35oC selama 5

    jam berdasarkan jumlah rendemen

    terbesar yaitu 92,76%.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Terima kasih kepada semua pihak: LIPI

    (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

    yang membantu berlangsungnya penelitian

    ini, dan GUREAA (Grup Riset dan

    Entrepreneurial Agroindustri Atsiri) yang

    telah mendanai penelitian ini.

    DAFTAR PUSTAKA

    Arai, Y., T. Sako, dan Y. Takebayashi.

    2002. Supercritical Fluids Molecular

    Interactions, Physical Properties, and

    New Applications. Springer. Heideberg.

    Dewan Atsiri Indonesia (DAI). 2013. Atsiri

    Indonesia. www.atsiri-indonesia.com.

    Diakses tanggal 18 April 2013

    Direktorat Tanaman Semusim 2002.

    Peluang Peningkatan Produksi dan

    Produktivitas Minyak Atsiri, Diskusi

    Minyak Atsiri. Departemen Pertanian.

    Jakarta

  • Donelian, A., Carlsonb, L.H.C., Lopesa,

    T.J., Machadoa, R.A.F., 2009.

    Comparison Of Extraction Of

    Patchouli (Pogostemon cablin)

    Essential Oil With Supercritical

    CO2 And By Steam Distillation, J. Of

    Supercritical Fluids 48: 1520

    Hsu, H., Wen-Chia Y., Wei-Jern T., Chien-

    Chih C., Hui-Yu H., Ying-Chieh T.,

    2006. -Bulnesene, A Novel PAF

    Receptor Antagonist Isolated From

    pogostemon cablin, Biochemical And

    Biophysical Research

    Communications 345: 10331038

    Huang, L. 2006. Synthesis of (-)-Beta

    Elemen, (-)-Beta-Elemenal, (-)-Beta

    Elemenol, (-)-Beta Elemene Fluoride

    anf Their Analouges, Intermedietes and

    Composition and Uses Thereof.

    International Application Published

    Under The Patent Coorperation Treaty

    (PCT). New York.

    Lopez, S., Beatriz L., Liliana A., Luis A.

    E., Alejandro T., Susana Z., Julio Z.,

    Gabrieta E. F., Maria L. 2012. Essential

    Oil Of Azorella Cryptantha Collected In

    Two Different Ocations From San Juan

    Province, Argentina: Chemical

    Variability And Anti-Insect And

    Antimicrobial Activities Chemistry And

    Biodiversity 9 (8): 1452-1464

    Purwati, Y. 2011. Komposisi Aroma

    Minyak Nilam Komersial dari

    Beberapa Daerah di Indonesia.

    Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Sulaswatty, A., Wuryaningsih dan Sri H.

    2003. Pemurnian Minyak Nilam

    (Pogostemon cablin Benth)

    Menggunakan Teknik Ekstraksi

    Fluida Superkritik. Pemaparan Hasil

    Litbang. Pusat Penelitian Kimia-

    Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

    (LIPI). Tangerang

    Utami, P.D. 2004. Kajian Proses

    Pemisahan Fraksi Minyak Akar

    Wangi Garut (Java Vetiver Oil)

    dengan Ekstraksi Fluiuda

    Karbondioksida Superkritik. Skripsi.

    Jurusan Teknologi Industri Pertanian.

    Fakultas Teknologi Pertanian. Institut

    Pertanian Bogor. Bogor

    Van, V.J.L.C.H. 2001. Plant Resources Of

    South-East Asia 12.(2) Medicinal And

    Poisonous Plant 2. Netherlands

    Backhuys. Leiden.