jurnal metabolit sekunder

8

Click here to load reader

Upload: abd-lathif-al-basyir

Post on 29-Sep-2015

18 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Metabolit sekunder

TRANSCRIPT

Metabolit Sekunder dari Kultur Tunas Morus macroura dengan Penambahan Elisitor CuCl2

Metabolit Sekunder dari Kultur Tunas Morus macroura dengan Penambahan Elisitor CuCl2 Christian Gunawan (20504026)Pembimbing : Prof. Dr. Euis Holisotan Hakim

Abstrak

Dari kultur tunas Morus macroura telah berhasil diisolasi lima senyawa yaitu dua senyawa calkon yaitu Dari kultur tunas Morus macroura dengan penambahan elisitor CuCl2 150 (M berhasil diisolasi lima senyawa kimia yaitu dua senyawa turunan calkon yaitu isobavacalkon (1) dan moracalkon A (2), satu senyawa 2-arilbenzofuran yaitu morasin P (3), dan dua senyawa adduct Diels-Alder yaitu mulberofuran K (4) dan kuwanon R (5). Hasil analisa HPLC terhadap ekstrak metanol kultur tunas dengan elisitor CuCl2 ternyata produksi kuwanon R (5) meningkat, dan muncul enam puncak baru yaitu moracalkon A (2), mulberofuran K (4), dan empat puncak yang belum diidentifikasi.

Kata kunci : kultur tunas, Morus macroura, elisitor, isobavacalkon, moracalkon A, morasin P, mulberofuran K, kuwanon R

1. Pendahuluan

Morus merupakan salah satu genus dari famili tumbuhan Moracea. Beberapa spesies tumbuhan Morus seperti M. alba, M. lhou, dan M. multicaulis, telah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit asma, batuk, hipertensi, influenza, dan rematik.1 Disamping itu, beberapa spesies Morus mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, contoh daunnya untuk makanan ulat sutera dan kayunya sebagai bahan bangunan.2

Di Indonesia, hanya terdapat dua spesies Morus yaitu M. alba, dan M. macroura, dimana tumbuhan M. Macroura merupakan spesies yang langka dan endemik untuk Indonesia, yang ditemukan di daearah Sumatera Barat dan Jawa Barat; dan dikenal dengan nama pohon Andalas.3 Penelitian mengenai kandungan senyawa kimianya dilaporkan mengandung senyawa golongan stilben, arilbenzofuran, flavonoid, dan adduct Diels-Alder. Dengan sistem kultur jaringan sebagai sistem pembudidayaan tumbuhan langka yang didasari oleh sifat totipotensi tumbuhan yaitu sifat dimana setiap sel tumbuhan mempunyai informasi genetik yang sama sehingga dapat mengatur pertumbuhannya, perkembangan sehingga sesuai dengan keadaan sekitarnya. Sebagai penghasil senyawa kimia, pada sistem kultur jaringan digunakan elisitor. Elisitor adalah suatu molekul yang dapat menstimulus terbentuknya metabolit sekunder.4 Pada penelitian ini digunakan elisitor CuCl2 dengan konsentrasi 150 (M. Dari kultur tunas Morus macroura dengan penambahan elisitor CuCl2 berhasil diisolasi lima senyawa kimia yaitu isobavacalkon (1) dan moracalkon A (2), satu senyawa 2-arilbenzofuran yaitu morasin P (3), dan dua senyawa adduct Diels-Alder yaitu mulberofuran K (4) dan kuwanon R (5). Struktur senyawa-senyawa tersebut ditetapkan berdasarkan data spektroskopi UV, IR, MS, dan NMR. Hasil analisis dengan menggunakan HPLC, terlihat bahwa pada ekstrak metanol kultur tunas dengan elisitor CuCl2 ternyata produksi kuwanon R (5) meningkat sebanyak 189%, dan muncul enam puncak baru yaitu moracalkon A (2), mulberofuran K (4), dan empat puncak yang belum diidentifikasi.

2. Percobaan

2.1 Umum

Pada tahap perbanyakan tunas dengan teknik kultur jaringan, alat-alat yang digunakan adalah laminar airflow, cawan petri, pinset, pisau, gunting yang sudah disterilkan, magnetic stirrer, autoklaf, pH meter, shaker, dan alat-alat gelas yang umum digunakan. Pada tahap isolasi, alat-alat yang digunakan antara lain adalah alat-alat gelas umum digunakan di laboratorium Kimia Organik Bahan Alam, peralatan destilasi, rotary evaporator, peralatan kromatografi radial (kromatotron), kolom untuk kromatografi cair vakum, dan kolom untuk kromatografi tekan. Pada tahap karakterisasi, peralatan yang digunakan adalah alat penentuan titik leleh mikro Fisher John, spektrofotometer UV/VIS Varian Cary 100 Conc., spektrofotometer FTIR ONE Perkin-Elmer, spektrum 1H dan 13 NMR diukur menggunakan Bruker AM 500, yang bekerja pada 600 MHz (1H-NMR) dan 500 MHz (13C-NMR), spektrum massa FABMS diperoleh menggunakan spektrofotometer massa JEOL-AM20, dan HPLC Hitachi pump L-7100 dengan detektor UV-Vis Hitachi L-7420, dan kolom yang digunakan untuk analisa HPLC adalah Simetry C18 150 x 4,6 mm.

2.2 Persiapan sampel2.2.1 Perbanyakan kultur tunas pada media padatKultur tunas Morus macroura didapatkan dari kultur tunas Morus macroura yang berasal dari tumbuhan aslinya yang sebelumnya sudah disiapkan di laboratorium Kimia Organik Bahan Alam. Media padat Murashige and Skoog (MS) 0 steril disiapkan dengan menggunakan bahan-bahan dari larutan induk (komposisi dari pembuatan media dapat dilihat pada lampiran). Selanjutnya dilakukan subkultur tunas pada media padat MS 0 yang baru, kemudian diinkubasi selama kurang lebih 4-6 minggu dibawah cahaya lampu. Kultur tunas pada media padat MS 0 yang berusia 6 minggu disubkultur pada media padat MS yang sudah ditambahkan hormon BA (2.5(M) kemudian diinkubasi dibawah cahaya lampu selama kurang lebih 4-6 minggu.

2.2.2 Penentuan konsentrasi elisitor CuCl2Kultur tunas pada media padat MS + BA yang sudah berusia 6 minggu disubkultur pada media cair MS + BA 2,5 (M + CuCl2 dengan konsentrasi 100, 150, 200, 250 (M, kemudian diinkubasi selama kurang lebih 8 minggu. Pertumbuhan dari variasi konsentrasi CuCl2 ini dapat dilihat pada gambar 3.3 -3.6. Berdasarkan pengamatan kultur tunas M. macroura yang masih bertahan hidup dengan baik pada konsentrasi CuCl2 100 dan 150 (M. Perbanyakan kultur tunas selain dari subkultur kultur tunas media cair MS + BA + CuCl2, dapat juga disubkultur dari kultur tunas pada media padat MS + BA; dimana perbanyakan kultur tunas ini kurang lebih dilakukan selama 8 bulan dengan jumlah subkultur sebanyak 200 labu. Kultur tunas dapat dipanen kira-kira pada usia kultur mencapai 6 8 minggu.

EMBED ChemDraw.Document.5.0

EMBED ChemDraw.Document.5.0

2.3 Isolasi metabolit sekunder dari kultur tunas

Dari 200 labu kultur tunas didapatkan sebanyak 86 gram tunas kering yang kemudian dihaluskan lalu dimaserasi dengan MeOH kira-kira sebanyak tiga kali maserasi, lalu ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan evaporator sehingga diperoleh 12,42 gram ekstrak MeOH kering. Ekstrak ini kemudian difraksinasi dengan KCV menggunakan sistem eluen n-heksan-EtOAc (8:2, 7:3, 6:4, 1:1, 4:6, 0:1), EtOAC : MeOH (9:1) dan MeOH sehingga didapatkan duapuluh fraksi. Berdasarkan pola kromatogram pada KLT, duapuluh fraksi ini dikelompokkan menjadi 9 fraksi utama (fraksi A = 330 mg, B = 230 mg, C = 97 mg, D = 140 mg, E = 243 mg, F = 253 mg, G = 187 mg, H = 1243 mg, I = 578 mg). Fraksi D (140 mg) dipisahkan dengan menggunakan kromatografi radial dengan sistem eluen CHCl3 sehingga didapatkan enam fraksi utama dimana fraksi D4 (48 mg) dipisahkan lebih lanjut dengan kromatografi radial dengan eluen n-heksan-aseton (8:2) sehingga didapatkan senyawa 1 (D44) yang berupa serbuk berwarna kuning (27 mg) yang merupakan senyawa turunan calkon yaitu isobavacalkon (48). Fraksi F (253 mg) dipisahkan lebih lanjut dengan menggunakan kromatografi radial dengan sistem eluen CHCl3 : MeOH (1:0, 9.75:0.25, 9.5:0.5, 9:1) sehingga didapatkan empat fraksi gabungan, dimana fraksi F3 (58 mg) dipisahkan lebih lanjut dengan kromatografi radial dengan sistem eluen n-heksan-EtOAc (7:3, 6.5:3.5, 6:4) sehingga didapatkan dua fraksi gabungan yaitu F31 (21 mg) dan F32 (18 mg). Lalu fraksi F2 dipisahkan dengan kromatografi radial dengan sistem eluen CHCl3-MeOH (9.75:0.25) sehingga didapatkan empat fraksi gabungan, dimana berdasarkan analisis KLT fraksi F24 (45 mg) dengan F31 digabungkan untuk dipisahkan lebih lanjut dengan kromatografi radial dengan sistem eluen n-heksan-eter-MeOH (6:3.5:0.5) sehingga didapatkan padatan berwarna kuning jingga (senyawa 2) yang merupakan senyawa turunan calkon yaitu moracalkon A (176) (18mg) dan senyawa 3 yang berupa serbuk yang berwarna putih kecoklatan (F232) (6 mg). Berdasarkan analisis data spektroskopi, padatan tersebut merupakan senyawa turunan 2-arilbenzofuran (F232) yaitu morasin P (35). Fraksi F32 (18 mg) dipisahkan lebih lanjut dengan menggunakan kromatografi radial dengan sistem eluen n-heksan-aseton (7:3) sehingga didapatkan fraksi F321 (9 mg) dan F322 (7 mg), dimana fraksi F322 merupakan senyawa 4 yang berupa serbuk berwarna putih kecoklatan. Dari data spektroskopi senyawa 4 ini merupakan senyawa adduct Diels-Alder yaitu mulberofuran K (158).

Fraksi G (187 mg) dipisahkan lebih lanjut dengan menggunakan kromatografi radial dengan sistem eluen n-heksan-aseton (6.5 : 3.5) sehingga didapatkan 3 fraksi gabungan yaitu G3 (53 mg), G4 (9 mg), dan G5 (17 mg). Fraksi G3 (53 mg) dipisahkan dengan kromatografi radial dengan menggunakan sistem eluen CHCl3-MeOH (9.5:0.5) sehingga didapatkan dua fraksi gabungan yaitu G31 (15 mg) dan G32 (15 mg) dimana fraksi G32 merupakan senyawa 5 yang berupa serbuk kuning, berdasarkan data spektroskopi senyawa 5 ini merupakan senyawa adduct Diels-Alder yaitu kuwanon R (172).3. Data hasil percobaan

Isobavacalkon (48) diperoleh sebagai serbuk berwarna kuning. UV (MeOH) (maks (log () 368 (2.64) nm, UV (MeOH+NaOH) (maks (log () 434 (2.57) nm. IR (KBr) (maks 3391, 2956, 2913, 2840, 1627, 1605, 1552, 1513, 1486, 1444, 1373, 1321, 1292, 1240, 1169, 1109, 1042, 825, 623, 537 cm-1 .Moracalkon A (176) diperoleh sebagai serbuk berwarna kuning jingga. UV (MeOH) (maks (log () 312 (3.35) 389 (2.93) nm, UV (MeOH+NaOH) (maks (log () 436 (3.17) nm. IR (KBr) (maks 3436, 2956, 2913, 2855, 1620, 1606, 1548, 1486, 1450, 1372, 1302, 1240, 1201, 1166, 1112, 1026, 984, 792, 625 cm-1.

Morasin P (35) diperoleh sebagai serbuk putih. UV (MeOH) (maks (log () 295 (3.29) 321(2.58) 336 (2.63) nm. IR (KBr) (maks 3401, 2971, 2926, 2855, 1622, 1580, 1461, 1354, 1306, 1145, 1108, 1053, 1002, 946, 844, 796, 688 cm-1. 1H-NMR (aseton-d6, 600 MHz) ( : 1.37 (3H, s), 1.26 (3H, s), 3.81(1H,s), 2.8 -3.1 (2H, br), 6.83 (2H, d, J = 2.1 Hz), 6.35 (1H, t, J = 2.1 Hz), 6.86 (1H, s), 6.98 (1H, s), 7.25 (1H, s). 13C-HMR (aseton-d6, 500 MHz) ( : 20.45, 26.23, 32.37, 69.95, 78.09, 99.34, 101.78, 103.71, 103.78 (2C), 117.95, 121.61, 123.48, 133.16, 152.36, 155.32, 156.01, 159.9 (2C). FAB m/z [M]+ 326 (36).

Mulberofuran K (158) diperoleh sebagai serbuk berwarna putih kecoklatan. UV (MeOH) (maks (log () 287 (3.24) 320 (2.99) 334 (3.07) nm . IR (KBr) (maks 3403, 2963, 2924, 2855, 1621, 1598, 1508, 1486, 1434, 1360, 1299, 1260, 1205, 1143, 1118, 1075, 1046, 1020, 970, 912, 887, 817 cm-1.Kuwanon R (172) diperoleh sebagai serbuk berwarna kuning. UV (MeOH) (maks (log () 293 (3.06) 320 (2.95) 334 (2.99) 368 (3.30) nm, UV (MeOH+NaOH) (maks (log () 342 (2.91) 432 (3.27)nm. IR (KBr) (maks 3401, 2956, 2920, 2847, 1620, 1513, 1486, 1440, 1367, 1270, 1227, 1165, 1112, 1028, 970, 829, 802, 623, 533 cm-1.4. Analisa HPLCAnalisis HPLC dilakukan dengan sistem eluen MeOH : Asetonitril : air (15% : 50% : 35%) dibuat dengan kondisi isokratik. Analisis dilakukan terlebih dahulu dengan senyawa-senyawa hasil isolasi yaitu isobavacalkon (1), moracalkon A (2), mulberofuran K (4), dan kuwanon R (5) dengan tujuan untuk mengetahui waktu retensi dari masing-masing senyawa. Maka didapat untuk waktu retensi senyawa isobavacalkon (1) adalah 8.368 menit, moracalkon A (2) 5.133 menit, mulberofuran K (4) 6.998 menit, dan kuwanon R (5) 26.722 menit. Setelah itu analisis dilanjutkan dengan ekstrak MeOH tunas yang diberi elisitor CuCl2 dan ekstrak MeOH tunas tanpa perlakuan elisitor CuCl2 selama 30 menit. Dari hasil perbandingan ekstrak MeOH tunas dengan elisitor CuCl2 dengan tanpa elisitor menunjukkan produksi senyawa kuwanon R (5) meningkat 189% disertai munculnya enam puncak baru yaitu moracalkon A (2), mulberofuran K (4), dan empat puncak baru yang belum diidentifikasi. 5. KesimpulanDari kultur tunas Morus macroura dengan penambahan elisitor CuCl2 telah berhasil diisolasi moracalkon, isobavacalkon, morasin P, mulberofuran K, dan kuwanon R. Senyawa morasin P, mulberofuran K, kuwanon R pertama kali diisolasi dari kultur tunas M. macroura. Dari analisis HPLC, adanya elisitor CuCl2 produksi kuwanon R meningkat 89%, disertai 6 puncak baru yaitu moracalkon A, mulberofuran K, dan 4 puncak yang belum diidentifikasi.Daftar pustaka

1. Kimura, T., International Collation of Traditional and Folk Medicine, part 1 : Northeast Asia, World Scientific, Singapore. 12-13. 1996.

2. Venkataraman, K., Phytochemistry, 1971, 11, 1571-1586

3. Heyne, K., Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid I-IV, Badan Litbang Kehutanan. Jakarta, 19874. Endress, R. Plant Cell Biotechnology. 1994. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Germany.5. Agustina, Ryana. Skripsi. 2003. Program studi kimia. Institut Teknologi Bandung.

_1220125408.cdx

_1220125445.cdx

_1220125474.cdx

_1220125428.cdx

_1220125388.cdx