jurnal6 penentuan kondisi proses produksi surfak tan mes untuk aplikasi eor pada batuan karbonan

Upload: maris-karisma-ginting

Post on 16-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • AGROINTEK Volume 1, No. 1 Maret 2011 45

    PENENTUAN KONDISI PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES UNTUK APLIKASIEOR PADA BATUAN KARBONAT

    Mira Rivai1, Tun Tedja Irawadi2, Ani Suryani3, Dwi Setyaningsih41 Mahasiswa Program Doktor Sekolah Pascasarjana IPB PS Teknologi Industri Pertanian

    2 Ketua Komisi Pembimbing, Guru Besar dan Staf Pengajar PS TIP3 Anggota Komisi Pembimbing, Guru Besar dan Staf Pengajar PS TIP

    4 Anggota Komisi Pembimbing, Staf Pengajar PS TIP

    ABSTRACT

    Surfactant injection is one of the ways to lessen oil remains left in reservoir. This isdone by injecting an active surface substance into reservoir until the tension of water-oilinterface can be degraded. Reducing interfacial tension results in a reduced capillary pressureon pore stricture area of reservoir rocks until the oil caught in the pores can be pushed andproduced. In order to make this process function optimally, an appropriate surfactant that fitsthe condition and formation of water and reservoir is needed. This study was conducted to getthe best time of sulfonation process for producing MES surfactant with lower interfacial tensionfor EOR application at carbonate rock and to determine purification process of MES surfactant.Results showed that the best time of sulphonation to produce MES surfactant was from the thirdhour to the fourth hour. The selected purification process was conducted without methanoladdition.

    Keyword: MES surfactant, sulfonation time,methanol concentration, interfacial tension,EOR.

    PENDAHULUANSisa minyak bumi di dalam reservoir

    pada proses produksi dengan menggunakantenaga pendorong alamiah (primary recovery)yang tidak dapat diproduksikan berkisarantara 60-70 % dari volume minyak mula-mula. Setelah reservoir dengan tenagapendorong alamiah (primary recovery) dansecondary recovery sudah tidak dapatmendorong minyak untuk naik ke permukaan,maka untuk memproduksikan sisa minyakyang tertinggal perlu diterapkan metodepeningkatan perolehan minyak tahap lanjutyang dikenal dengan istilah Enhanced OilRecovery (EOR) (Lake, 1987). Salah satumetode EOR yang digunakan yaitu injeksikimia dengan menggunakan surfaktan (Taberet al, 1997). Injeksi surfaktan merupakansalah satu cara untuk mengurangi sisa minyakyang masih tertinggal di dalam reservoirdengan cara menginjeksikan suatu zat aktifpermukaan ke dalam reservoir sehinggategangan antarmuka minyak-air dapatditurunkan. Dengan turunnya teganganantarmuka maka tekanan kapiler pada daerah

    penyempitan pori-pori batuan reservoir dapatdikurangi sehingga minyak yang terperangkapdalam pori-pori dapat didesak dandiproduksikan. Agar dapat menguras minyakyang masih tersisa secara optimal makadiperlukan jenis surfaktan yang sesuai dengankondisi air formasi dan reservoir tersebut.

    Selama ini surfaktan yang umumdigunakan pada industri perminyakanmerupakan surfaktan berbasis petroleum.Sifat beberapa surfaktan berbasis petroleumadalah tidak tahan pada air formasi dengantingkat kesadahan dan salinitas tinggi,sehingga surfaktan jenis ini mengalamikendala (menggumpal) saat diaplikasikanpada sumur-sumur minyak Indonesia yangsebagian besar memiliki karakteristik salinitas(5.000 30.000 ppm) dan kesadahan (> 500ppm) yang tinggi sehingga dikhawatirkanakan merusak batuan formasi. Hal inimerupakan peluang yang sangat baik untukmengembangkan jenis surfaktan lokalberbasis minyak sawit yang dimiliki. Salahsatu jenis surfaktan yang potensial untukdikembangkan yaitu surfaktan metil estersulfonat (MES). Pemanfaatan minyak sawit

  • 46 Penentuan Kondisi Proses Produksi.......(Mira)

    menjadi surfaktan MES dapat dilakukanmengingat kandungan asam lemak C16 dan C18yang terkandung pada asam palmitat, asamstearat, dan asam oleat mempunyai sifatdeterjensi yang sangat baik (Watkins, 2001).Surfaktan MES ini telah dimanfaatkan padaindustri pembersih, sabun, dan deterjen untukmenghasilkan produk yang lebih ramahlingkungan karena sifat surfaktan MES yangbiodegradable (Roberts et al., 2008). Aplikasisurfaktan MES memungkinkan untukdilakukan pada industri perminyakanmengingat surfaktan MES memiliki kelebihandibandingkan surfaktan berbasis petrokimia(LAS) diantaranya: bersifat terbarukan,mudah didegradasi (good biodegradability),biaya produksi lebih rendah (sekitar 57% daribiaya produksi surfaktan dari petrokimia yaitulinier alkilbenzen sulfonat (LAS)),karakteristik dispersi yang baik, sifatdetergensi yang baik terutama pada air dengantingkat kesadahan yang tinggi (hard water)dan tidak adanya fosfat, pada konsentrasiMES yang lebih rendah daya deterjensinyasama dengan petroleum sulfonat, dapatmempertahankan aktivitas enzim yang lebihbaik pada formula deterjen, dan memilikitoleransi yang lebih baik terhadap keberadaankalsium (Matheson, 1996). Selama inisurfaktan MES yang sudah diteliti ataupundiproduksi secara komersial hanyadiperuntukkan bagi formulasi deterjen danbahan pembersih (US Patent No.2003/0119702A1, 2004/0127384A1,2008/0280805A1, 7820612B2, 7772176B2).Untuk keperluan EOR pada industriperminyakan diperlukan persyaratan yanglebih khusus meliputi: memiliki ultralowinterfacial tension (

  • AGROINTEK Volume 1, No. 1 Maret 2011 47

    analitik Precisa XT220A, viskosimeterBrookfield DV-III Ultra, hotplate stirrer,buret, core standard, pompa injector, KarlFischer titrator, alat sentrifuse dan tabung,pH-meter, mixer vortexer, pipet, tabung ulir,stopwatch, gelas ukur tutup asah, dan hotplatestirrer buret, serta alat-alat gelas dan alat-alatuntuk analisis lainnya.

    Metodologi PenelitianTahapan penelitian dilakukan sebagai

    berikut: penyiapan bahan baku metil ester dariolein minyak sawit, penentuan lama prosessulfonasi metil ester olein menggunakanreaktor STFR sistem kontinyu dan reaktan gasSO3 dengan melakukan sampling setiap 60menit, dan pengaruh penambahan metanolpada proses pemurnian surfaktan.

    a. Persiapan Bahan Baku Metil EsterOlein

    Pada proses transesterifikasi,metanol ditambahkan sebanyak 15% (v/v)dari total bahan baku olein sawit yang hendakdiproses dan dicampurkan dengan KOH 1%hingga membentuk larutan metoksida.Kemudian minyak sawit dan larutanmetoksida dicampurkan pada reaktortransesterifikasi. Proses transesterifikasiberlangsung selama 1 jam, pada suhu 60 oCdengan pengadukan, proses settling untukmemisahkan antara crude metil ester dangliserol yang dihasilkan, proses pencucianmenggunakan air hangat 30% (v/v) dari totalcrude metil ester yang hendak dimurnikan,sebanyak tiga kali, dan terakhir dilakukanpengeringan. Metil ester yang dihasilkandianalisis sifat fisiko kimianya, meliputi :bilangan asam, bilangan iod, bilanganpenyabunan, kadar ester, fraksi taktersabunkan, kadar gliserol total, kadar air,dan densitas.

    b. Penentuan Lama Proses SulfonasiMetil Ester Olein MenggunakanReaktor STFR

    Pada tahapan ini akan dikajipengaruh lama sulfonasi menggunakanSingletube falling film sulfonation reactor(STFR) dengan sistem kontinyu, yang didisainberupa tube tunggal dengan tinggi 6 meter dandiameter 25 mm. Laju alir ME olein 100ml/menit. Gas SO3 yang digunakanmerupakan produk antara yang dihasilkan

    pada tahapan proses produksi di PT MahkotaIndonesia. Produk antara ini memilikikonsentrasi 26 %, sehingga dilakukanpencampuran gas SO3 dengan udara kering(dry air) untuk menghasilkan campuran gasSO3/ udara kering sekitar 5-7% (v/v). GasSO3 dengan konsentrasi 5-7 % gas SO3/udarakering kemudian diinputkan ke dalam reaktor.Proses sulfonasi dilakukan dengan rasio molmetil ester dan gas SO3 yaitu 1:1,3 padakecepatan alir metil ester yang masuk kedalam reaktor adalah 100 ml/menit, dan suhusulfonasi 100oC (Hambali et al., 2009).Variabel yang diujikan yaitu waktu samplingpada proses sulfonasi berkisar 1 6 jamdengan interval 1 jam. Dilanjutkan denganproses aging pada suhu 90oC selama 60 menitdan pengadukan 150 rpm hingga diperolehMESA. MESA kemudian dinetralisasi denganNaOH 50% hingga dihasilkan MES denganpH netral. Pengujian dilakukan terhadapproduk MESA dan MES. Parameter yangdiuji meliputi warna 5% Klett, pH, viskositas,bilangan iod, kestabilan emulsi, kandunganbahan aktif, dan tegangan antarmuka. Disaineksperimen variabel proses yang berpengaruhdilakukan dengan menggunakan RancanganAcak Lengkap faktor tunggal dengan dua kalipengulangan.

    c. Pengaruh Penambahan Metanol padaProses Pemurnian Surfaktan MES

    Tahapan ini dilakukan untukmenentukan kondisi proses pemurnian yangakan diterapkan pada tahap kajian selanjutnya.Proses pemurnian dimodifikasi dari Sherry etal. (1995), dengan variabel konsentrasimetanol 0 - 15%, dengan interval 5% padasuhu sekitar 55oC dengan pengadukan selama45 menit, dan dilanjutkan dengan netralisasimenggunakan NaOH 50% hingga dicapai pHnetral. Parameter yang diuji adalah teganganantarmuka. Disain eksperimen variabel prosesyang berpengaruh dilakukan denganmenggunakan Rancangan Acak Lengkapfaktor tunggal dengan dua kali pengulangan.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    a. Persiapan Bahan Baku Metil EsterBahan baku minyak sawit yang

    digunakan pada penelitian ini adalah fraksiolein sawit. Pemilihan olein sawit berdasarkanpada pertimbangan ketersediaan pasokan

  • 48 Penentuan Kondisi Proses Produksi.......(Mira)

    bahan baku di pasaran sehingga akanmemudahkan perolehan bahan baku yangdiperlukan dalam pelaksanaan penelitian, dankemudahan perolehan bahan baku nantinyaapabila peningkatan skala produksi dilakukanuntuk tujuan komersialisasi skala industri.Pertimbangan lainnya adalah karena asamlemak penyusun olein sawit dominan asampalmitat (C16) dan asam oleat (C18) dengankomposisi masing-masing 40,21% dan43,90%. Asam lemak C16 dan C18 memilikisifat deterjensi yang baik sehingga sesuaiuntuk dimanfaatkan sebagai bahan baku padaproses produksi surfaktan. Menurut Watkins(2001), untuk pemanfaatan sebagai bahanbaku surfaktan, asam palmitat (C16) akanmemberikan sifat deterjensi paling baik, yangkemudian diikuti oleh asam miristat (C14) danasam oleat (C18). Berdasarkan hasil analisisyang telah dilakukan diketahui bahwa bahanbaku olein yang digunakan memiliki asamlemak bebas 0,19%, bilangan asam 0,41 mgKOH/g, bilangan iod 61,33 mg Iod/g,bilangan penyabunan 208,40 mg KOH/g,densitas 0,906 g/L, viskositas 61,5 (29oC),kadar air 0,103 %, cloud point 15 oC, pourpoint 9 oC, dan fraksi tak tersabunkan 0,38%.

    Berdasarkan hasil analisis asamlemak bebas yang telah dilakukan diketahuibahwa kandungan asam lemak bebas bahanbaku olein sawit yang digunakan kurang dari2%, berdasarkan hal tersebut maka untukkonversi olein sawit menjadi metil ester hanyaditerapkan satu tahapan reaksi, yaitu prosestransesterifikasi. Proses transesterifikasiminyak sawit menjadi metil ester dilakukanpada skala produksi 100 L/batch. Prosestransesterifikasi olein sawit yang dilakukanmenghasilkan metil ester olein dengankarakteristik bilangan asam 0,94 mg KOH/g,bilangan iod 63,74 mg Iod/g, bilanganpenyabunan 27,63 mg KOH/g, kadar gliseroltotal 0,06 %, kadar ester 95,55 %, kadar air0,13%, fraksi tak tersabunkan 0,14% dandensitas 0,8718 g/cm3.

    b. Penentuan Lama Proses SulfonasiMetil Ester Olein MenggunakanReaktor STFR

    Proses sulfonasi yang dilakukanMenurut Foster (1996), proses sulfonasimenggunakan gas SO3 dilakukan denganmelarutkan SO3 yang bersifat reaktif dengan

    udara yang sangat kering dan direaksikansecara langsung dengan bahan baku organikyang digunakan. Sifat reaktif gas SO3 initerlihat pada produk MESA olein hasilsulfonasi yang dihasilkan berwarna gelap.Selama ini surfaktan MES diproduksi untukaplikasi pada produk sabun dan deterjen,sehingga umumnya produksi surfaktan MESdilakukan dengan menerapkan prosespemucatan warna (Robert et al., 2008;MacArthur et al., 2002; Watkins, 2001;Baker, 1995). Namun untuk aplikasi EORtidak disyaratkan warna surfaktan yang pucat,sehingga pada tahapan pemurnian surfaktanMES yang dihasilkan tidak perlu dilakukanproses pemucatan untuk menghilangkanwarna gelapnya. Proses sulfonasi ME belummenghasilkan MES, namun berupa produkantara Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA)(MacArthur et al., 2002) yang bersifat asamsehingga perlu dinetralkan.

    Secara umum, produk MESA danMES yang dihasilkan berwarna gelapkehitaman sebagaimana terlihat pada Gambar1. Menurut Yamada dan Matsutani (1996),ikatan rangkap terkonjugasi berperan sebagaikromofor, yaitu gugus fungsi yang dapatmenyerap gelombang elektromagnetik padasenyawa pemberi warna yang menyebabkanperubahan warna ME dari kuning menjadimerah. Warna surfaktan MES yang gelapdiduga disebabkan karena reaksi ion SO3 yangterikat pada ikatan rangkap pada rantaikarbon. Bahan baku metil ester olein yangdigunakan dominan asam lemak oleatsehingga terdapat ikatan rangkap terkonjugasi.Proses sulfonasi mendorong terbentuknyareaksi antara ion SO3 dengan ikatan rangkapterkonjugasi tersebut hingga membentuksenyawa polisulfonat yang kemudianmenimbulkan perubahan warna menjadigelap.

    Analisis warna pada sampel MESmenunjukkan nilai berkisar antara 194,5hingga 379,3 klett. Hasil analisis keragamanmenunjukkan bahwa lama sulfonasi tidakberpengaruh nyata terhadap warna MES.Hingga lama sulfonasi 3 jam, terlihatkecenderungan peningkatan nilai, namunkemudian mengalami penurunan hingga lamasulfonasi 6 jam. Semakin lama waktusulfonasi, warna MES yang dihasilkancenderung makin gelap yang dilihat dari

  • AGROINTEK Volume 1, No. 1 Maret 2011 49

    Gambar 1. Tampilan produk surfaktan MES yang dihasilkan

    0.0

    50.0

    100.0

    150.0

    200.0

    250.0

    1 2 3 4 5 6

    Lama sulfonasi (jam)

    Visk

    osita

    s(cP

    Gambar 2. Histogram Hasil Analisa Viskositas MES

    makin tingginya nilai absorbansi. Hal inididuga karena makin lama waktu sulfonasimaka kemungkinan terbentuknya senyawapolisulfonat yang memiliki ikatan rangkapterkonjugasi semakin besar, sehingga makinbanyak pembentukan senyawa polisulfonat inimaka warna gelap pada produk hasil sulfonasijuga semakin meningkat. Namun melewatijam ke-4, terjadi pengurangan warna yangdiduga disebabkan karena ikatan rangkapterkonjugasi pada senyawa polisulfonattersebut mengalami pemecahan menjadirantai-rantai lebih pendek.

    Nilai pH atau derajat keasamanmenyatakan tingkat keasaman atau kebasaanyang dimiliki oleh suatu bahan. pHdidefinisikan sebagai ko-logaritma aktivitasion hidrogen (H+) yang terlarut, dimanakoefisien aktivitas ion hidrogen ini tidak dapatdiukur secara eksperimental, melainkanberdasarkan pada perhitungan teoritis. SkalapH bukanlah skala absolut, namun bersifatrelatif terhadap sekumpulan larutan standaryang pH-nya ditentukan berdasarkan

    persetujuan internasional. Hasil analisis nilaipH MES memberikan kisaran nilai pH 6,85hingga 8,68.

    Pada sampel MES diperoleh nilaiviskositas dengan kisaran 89,5 hingga 236,5cP. Hasil analisis keragaman menunjukkanbahwa lama sulfonasi berpengaruh nyataterhadap viskositas MES. Nilai viskositastertinggi dimiliki MES dengan lama sulfonasi4 jam dan terendah pada lama sulfonasi 1 jam.Dimulai dari lama sulfonasi 1 jam terlihatnilai viskositas mengalami kecenderunganmeningkat. Pada Gambar 2 disajikanhistogram hasil analisa viskositas MES.

    Bilangan iod adalah ukuran rata-ratajumlah komponen tak jenuh dari minyak ataulemak yang dinyatakan dalam bobot iod, yaitujumlah sentigram iodin yang diserap per gramsampel (AOCS, 1998). Prinsip pengukuranberupa penambahan larutan iodiummonoklorida dalam campuran asam asetatglasial dan karbon tetraklorida atau kloroformke dalam contoh. Setelah melewati waktutertentu dilakukan penetapan iod yang

  • 50 Penentuan Kondisi Proses Produksi.......(Mira)

    dibebaskan dengan penambahan kaliumiodida (KI). Banyaknya iod yang dibebaskandititrasi dengan larutan standar natriumthiosulfat dengan indikator kanji (SNI 01-3555-1998). Bilangan iod merupakan salahsatu parameter yang dapat digunakan sebagaiindikator untuk mengetahui keberhasilan adisigugus sulfonat ke dalam rantai metil ester.Bahan baku minyak yang memiliki ikatanrangkap yang lebih banyak akan memilikibilangan iod yang lebih tinggi dibandingbahan baku yang memiliki ikatan rangkapsedikit. Oleh karena itu, keberhasilan adisigugus sulfonat ke dalam rantai metil esteruntuk membentuk gugus sulfonat akanditandai dengan makin rendahnya bilanganiod pada sampel metil ester tersulfonasi.Dengan kata lain, bilangan iod metil estersulfonat harus lebih rendah dari bilangan iodbahan baku metil ester karena beberapa ikatantak jenuh telah diadisi oleh gugus sulfatsehingga tidak dapat diadisi oleh molekul I2.Bahan baku metil ester memiliki bilangan iod63 gram iod/100 gram sampel. Hasil analisisbilangan iod yang dilakukan terhadap sampelmetil ester tersulfonasi menunjukkanterjadinya penurunan bilangan iod pada semuasampel MES. Rata-rata bilangan iod MESberkisar 22,61 28,62 gram iod/100 gramsampel. Hasil analisis keragamanmenunjukkan bahwa lama sulfonasi tidakberpengaruh nyata terhadap nilai bilangan iodMES.

    Emulsi terbentuk ketika suatu cairanyang tidak saling melarut (immiscible)terpecah menjadi tetesan (droplet) danterdispersi ke cairan immiscible lainnyadengan bantuan surfaktan (Hasenhuettl,1997). Menurut Williams dan Simons (1992)penambahan emulsifier ke suatu sistem koloidbertujuan untuk mempertinggi kestabilandispersi fasa-fasa (dengan cara mengurangitegangan antar permukaan) dan meningkatkanstabilitas produk terdispersi (emulsi) lebihlama. Emulsifier membentuk lapisan tipisyang akan menyelimuti partikel-partikelteremulsi dan mencegah partikel tersebutbergabung dengan partikel sejenisnya.Walaupun demikian, suatu sistem emulsimemiliki kecenderungan untuk salingmemisah. Hal ini disebabkan karena fasaterdispersi dan pendispersinya merupakanbahan-bahan yang saling tidak melarut akibat

    adanya perbedaan polaritas. Pada sampelMES stabilitas emulsi terlihat stabil dikiasaran nilai 98,68 hingga 99,22. Hasilanalisis keragaman menunjukkan bahwa lamasulfonasi tidak berpengaruh nyata terhadapnilai stabilitas emulsi produk MESA danMES.

    Bahan aktif merupakan salah satuparameter yang digunakan untuk menilaiapakah suatu jenis surfaktan memiliki kinerjayang baik ataukah tidak, dimana makin tingginilai bahan aktif suatu jenis surfaktan makakinerjanya akan semakin baik pula. Sehinggaumumnya surfaktan komersial ditandaidengan kandungan bahan aktifnya. Proseduryang digunakan untuk menguji kadar bahanaktif adalah metode titrasi dua fasa, dikenaldengan metode epton. Prinsip dasar dari uji iniadalah titrasi bahan aktif anionikmenggunakan cetylpiridinium bromide, yangmerupakan salah satu jenis surfaktan kationikdengan menggunakan indikator methylenblue. Campuran surfaktan dan indikatorditambahi kloroform sehingga tercipta larutandua fasa yaitu fasa kloroform di bagian bawahdan fasa larutan surfaktan dan methylen blueyang berada di bagian atas. Bahan aktif yanglarut pada methylen blue akan memberikanwarna biru pekat pada larutan surfaktan.Dititrasi yang dilakukan dengan surfaktankationik menyebabkan warna biru padalarutan surfaktan akan berpindah ke fasakloroform hingga warna dua fasa tersebutseragam, selanjutnya bila diteruskan makafasa kloroform akan menjadi lebih pucat lalulama-kelamaan akan menjadi bening. Hasilanalisis kandungan bahan aktif MES memilikikisaran 6,19 hingga 9,73 persen.

    Menurut Yamada dan Matsusani(1996), senyawa polisulfonat yang memilikiikatan rangkap terkonjugasi selainmenimbulkan warna gelap pada produk jugasenyawa ini bersifat sangat anionik. Hal iniberarti semakin banyak gugus sulfonat yangterbentuk maka sifatnya sebagai penuruntegangan antarmuka akan semakin besar yangditunjukkan dengan semakin rendahnya nilaitegangan antarmuka. Berdasarkan analisawarna sebelumnya, diketahui bahwa makinbanyak senyawa polisulfonat yang terbentuk,diindikasikan dengan semakin gelapnya warnasurfaktan yang dihasilkan, yang berkorelasidengan semakin bersifat anioniknya produk

  • AGROINTEK Volume 1, No. 1 Maret 2011 51

    0.0000

    0.0500

    0.1000

    0.1500

    0.2000

    0.2500

    0 5 10 15

    Konsentrasi metanol (%)

    Tega

    ngan

    Ant

    arm

    uka

    (Dyn

    e/cm

    )

    Gambar 3. Grafik Pengaruh Penambahan Metanol terhadap Nilai TeganganAntarmuka Surfaktan MES

    surfaktan yang dihasilkan. Korelasi antarawarna dan nilai tegangan antarmuka terlihatpada hasil analisa nilai tegangan antarmukaMESA dan MES. Hasil analisis teganganantarmuka MES memiliki kisaran 7,87x10-2hingga 2,48x10-2 dyne/cm. Hasil analisiskeragaman menunjukkan bahwa lamasulfonasi tidak berpengaruh nyata terhadapnilai tegangan antarmuka produk MES.

    c. Pengaruh Penambahan Metanol padaProses Pemurnian Surfaktan MES

    Hasil analisis tegangan antarmukasurfaktan MES hasil pemurnian memberikankisaran nilai 1,98x10-1 hingga 4,25x10-2dyne/cm. Hasil analisa keragaman padatingkat kepercayaan 95% ( = 0,05)menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasimetanol tidak berpengaruh nyata terhadapnilai tegangan antarmuka surfaktan MES.Grafik pengaruh penambahan metanolterhadap nilai tegangan antarmuka surfaktanMES pada proses pemurnian disajikan padaGambar 3.

    Pada Gambar 2 terlihat bahwapeningkatan konsentrasi metanol yangditambahkan pada proses pemurnianmenyebabkan terjadinya penurunankemampuan surfaktan MES dalammenurunkan tegangan antarmuka. Hal inididuga disebabkan karena peningkatankonsentrasi metanol dan panas selama prosespemurnian menyebabkan peningkatanterbentuknya sulfon, sebagaimana disebutkan

    oleh Moreno et al., 1988 bahwa selama prosessulfonasi produk sulfon akan terbentuk.Sebagai akibatnya kelarutan surfaktanmenjadi rendah sehingga terjadi penurunankinerja surfaktan sebagai surface active agentyang ditandai dengan makin meningkatnyanilai tegangan antarmuka surfaktan MES.Berdasarkan pertimbangan nilai teganganantarmuka terendah, maka proses pemurniansurfaktan MES dilakukan tanpa penambahanmetanol, dimana setelah proses sulfonasi danaging, produk MESA yang dihasilkanlangsung dinetralisasi.

    KESIMPULANMengingat proses produksi

    surfaktan MES ini bersifat kontinyu, denganmelihat pada nilai tegangan antarmukasurfaktan MES, maka lama sulfonasi terbaikuntuk menghasilkan surfaktan MES terendahadalah dimulai dari jam ketiga hingga jamkeempat. Berdasarkan perbandingan nilaiterhadap parameter yang diuji, terlihat bahwaparamater bilangan iod dan teganganantarmuka MES memiliki kecenderunganyang sama yaitu memiliki nilai yang lebihrendah pada lama sulfonasi tiga dan empatjam dibanding lama sulfonasi yang lainnya.Untuk proses pemurnian selanjutnyadilakukan tanpa penambahan metanol.Berdasarkan nilai tegangan antarmukasurfaktan MES yang mencapai 10-2 dyne/cmpada pengujian menggunakan air formasi danminyak dari reservoir batuan karbonat, maka

  • 52 Penentuan Kondisi Proses Produksi.......(Mira)

    surfaktan MES yang dihasilkan memilikipeluang untuk diaplikasikan pada EOR.

    DAFTAR PUSTAKAAkzo Nobel Surfactants. 2006. Enhanced Oil

    Recovery (EOR) Chemicals andFormulations. Akzo Nobel SurfaceChemistry LLC.www.surfactants.akzonobel.com. [14Februari 2011].

    Baker, J. 1995. Process for MakingSulfonated Fatty Acid Alkyl EsterSurfactant. US Patent No. 5.475.134.

    Hambali, E., P. Suarsana, Sugihardjo, M.Rivai, E. Zulchaidir. 2009.Peningkatan Nilai Tambah MinyakSawit Melalui PengembanganTeknologi Proses Produksi SurfaktanMES dan Aplikasinya UntukMeningkatkan Produksi Minyak BumiMenggunakan Metode Huff and Puff.Laporan Hibah Kompetitif PenelitianUnggulan Strategis Nasional Batch I,Dikti, Jakarta.

    Hasenhuettl, G.L. 1997. Overview of FoodEmulsifier. In : Food Emulsifier andTheir Applications. G.L. Hasenhuettldan R.W. Hartel (Eds.). Chapman &Hall, New York.

    Lake, L.W. 1987. Enhanced Oil Recovery.Prentice Hall, Englewood Cliffs, NewJersey.

    MacArthur, B.W., B. Brooks, W.B. Sheats,dan N.C. Foster. 2002. Meeting TheChallenge of Methylester Sulfonation.www.chemithon.com.

    Matheson, K.L. 1996. Formulation ofHousehold and Industrial Detergents. In: Soap and Detergents : A Theoreticaland Practical Review. Spitz, L. (Ed).AOCS Press, Champaign, Illinois.

    Moreno, J.B., J. Bravo dan J.L. Berna. 1988.Influence of sulfonated material and itssulfone content on the physicalproperties of linier alkyl benzenesulfonates. J. Am. Oil Chem. Soc. 65(6) : 1000 1006.

    Pithapurwala, Y.K., A.K. Sharma, and D.O.Shah. 1986. Effect of salinity andalcohol partitioning on phase behaviorand oil displacement efficiency insurfactant-polymer flooding. JAOCS63 (6) : 804-813.

    Roberts, D.W., L. Giusti dan A. Forcella.2008. Chemistry of Methyl EsterSulfonates. Biorenewable Resources 5: 2-19.

    Sherry, A.E., B.E. Chapman, M.T. Creedon,J.M. Jordan, dan R.L. Moese. 1995.Nonbleach process for the purificationof palm C16-18 methyl ester sulfonates.J. Am. Oil Chem. Soc. 72 (7) : 835-841.

    Taber, J.J., F.D. Martin, dan R.S. Seright.1997. EOR Screening CriteriaRevisited Part I : Introduction toScreening Criteria and Enhanced OilRecovery Field Project. SPE ReservoirEngineering Paper, Mexico, August1997.

    Watkins, C. 2001. All eyes are on Texas.Inform 12 : 1152-1159.

    Williams, R.A. dan S.J.R. Simons. 1992.Handling Colloidal Materials. In :Colloid and Surface Engineering :Applications in the Process Industries.Williams, R.A. (Ed.). Butterworth-Heinemann Ltd., Oxford.

    Yamada, K. dan S. Matsutani. 1996. Analysisof the dark-colored impurities insulfonated fatty acid methyl ester.JAOCS 73 (1) :121-125.