jurusan pendidikan sejarah fakultas ilmu sosial...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN AKHIR
PROGRAM P2M DANA DIPA
Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Instrumen
Asesmen Otentik Berdasarkan Kurikulum 2013
Pada Guru-Guru IPS di Kecamatan Kintamani
Oleh
Dra. Desak Made Purnawati, M.Hum./ 00175056804 (Ketua)
Dewa Gede Sudika Mangku, SH., LL.M./ 0027128401 (Anggota)
Dr. I Nengah Suastika, M.Pd/ 0020078003 (Anggota
Dibiayai Dari DIPA Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2015 Nomor:
023.04.2.552581/2015 Revisi 1 Tanggal 5 Pebruari 2015
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANSEHA
OKTOBER 2015
2
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan segala hormat dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
Kasih dan karunia-Nya sehingga laporan akhir program pengabdian kepada
masyarakat dengan judul “Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Instrumen
Asesmen Otentik Berdasarkan Kurikulum 2013 Pada Guru-Guru IPS di Kecamatan
Kintamani” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Pada kesempatan yang berbahagia ini ijinkan kami mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya terhadap Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi
dan Pendidikan Tinggi yang telah mempercayai program ini untuk dibiayai dan
Kepala Sekolah SD Negeri Bonyoh yang telah menjadi mitra yang sangat baik bagi
terlaksananya program ini, dan semua pihak yang telah membantu pelaksanaan
program ini.
Kami meyakini, bahwa laporan akhir ini masih jauh dari kesempurnaan dan
belum dapat mewakili apa yang telah kami lakukan dalam pelaksanaan program
pengabdian kepada masyarakat di Kecamatan Kintamani. Namun besar harapan kami
kegiatan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya guru-guru di wilayah
Kecamatan Kintamani.
Tim Penyusun
4
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ............................................................................................... i
Halaman Pengesahan .................................................................................... ii
Kata Pengatar ……………………………………………………………… iii
Prakata ........................................................................................................... iv
Daftar Isi ......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Analisis Situasi ........................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah ....................................... 5
C. Tujuan Kegiatan ...........………………………………………………… 6
D. Manfaat ………………………………………………………………… 8
BAB II METODE KEGIATAN .................................................................... 10
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 14
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 26
A. Kesimpulan ............................................................................................ 37
B. Saran ....................................................................................................... 28
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Analisis Situas
Kabupaten Bangli terdiri dari empat kecamatan, yaitu Susut, Bangli,
Tembuku dan Kintamani. Secara geografis Kecamatan Kintamani merupakan
Kecamatan terluas dari empat kecamatan yang ada di Kabupaten Bangli. Kondisi
daerah yang berbukit-bukit dan jarak yang berjauhan antara desa yang satu dengan
desa lainnya, membuat daerah Kintamani mengalami angka putus sekolah yang
paling tinggi di Kabupaten Bangli. Di sisi lain, dari 68 sekolah dasar yang tersebar di
Kecamatan Kintamani hanya dilayani oleh 7 SMP Negeri dan tidak ada SMP Swasta.
Kondisi ini menyebabkan beberapa desa jaraknya sangat jauh dengan lokasi SMP,
sehingga menyebabkan siswa malas untuk melanjutkan sekolah sekolah, khsusunya
anak-anak yang kondisi ekonomi orang tuanya kurang mampu. Demikian juga
dengan jumlah SMA di Kecamatan Kintamani, hanya ada tiga yaitu, satu SMA dan
dua SMK yang memfokuskan pendidikan kejuruan bidang kerajinan dan perikanan.
Untuk tenaga pendidik secara keseluruhan untuk SMP dan SMA di wilayah
Kecamatan Kintamani adalah sebanyak 472 orang. Sedangkan untuk guru yang
mengajar IPS (guru geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi, PKn, sosiologi, dan IPS)
sebanyak 59 orang (Bangli dalam angka, 2012). Sebenarnya secara ideal jumlah guru
IPS di Kecamatan Kintamani masih belum mencukupi. Untuk mengatasi persoalan
kekuarangan tenaga pengajar di wilayah Kecamatan Kintamani telah dilakukan
berbagai cara, yaitu dengan mengintensifkan pembelajaran tem teaching sehingga
kelas tetap terisi secara penuh dan mengangkat guru bantu atau guru honorer untuk
tetap memberikan proses pembelajaran pada siswa.
Dilihat dari kualifikasi akademik guru IPS yang ada di wilayah Kecamatan
Kintamani rata-rata telah bergelar S1 (sarjana), hanya beberapa saja yang DIII dan
bahkan beberapa guru IPS telah memiliki kualifikasi akademik S2 (magister). Untuk
meningkatkan kualifikasi akademik guru dan keterampilannya, Pemerintah Daerah
Kabupaten Bangli telah melakukan berbagai upaya, seperti membantu studi lanjut
pada guru yang belum sarjana dan mendorong guru untuk melanjutkan ke S2,
mengadakan pelatihan, seminar, lokakarya, dan kegiatan ilmiah lainnya. Hal ini
disebabkan karena secara nyata guru merupakan instrumen utama penggerak
6
kemajuan pendidikan. Kualitas pedidikan, termasuk keberhasilan inovasi kurikulum
akan ditentuan oleh kemampuan dan keterampilan gurunya sebagai pelaksana
kurikulum secara praksis (life curriculum). Dalam kurikulum 2013, guru memegang
peran yang sangat strategis, sebagai perancang, pelaksana dan sebagai evaluator bagi
kemajuan siswa. Surapranata (2004 : 1) yang mengatakan bahwa kurikulum, proses
pembelajaran dan evaluasi merupakan tiga dimensi dari sekian dimensi yang sangat
penting dalam pendidikan yang harus dilaksanakan oleh guru. Kurikulum merupakan
penjabaran tujuan pendidikan yang menjadi landasan program pembelajaran yang
mesti diterjemahkan oleh guru, sehingga guru disebut sebagai life curriculum. Proses
pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru untuk mencapai tujuan yang
dirumuskan dalam kurikulum. Sedangkan evaluasi merupakan salah satu kegiatan
yang dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapai kurikulum dan
berhasil tidaknya proses pembelajaran. Selain itu evaluasi juga dijadikan dasar untuk
mengetahui kelemahan dan kekuatan yang ada dalam proses pembelajaran, sehingga
dijadikan dasar dalam mengambil keputusan. Evaluasi merupakan sebuah proses
pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dana bagaimana
tujuan pendidikan sudah tercapai (Arikunto, 2002 : 3). Sedangkan Stufflebeam
(dalam Tayibnapis, 2000) menyampaikan fungsi evaluasi selain bertujuan untuk
mengukur sejauh mana tujuan telah tercapai juga dapat digunakan untuk mengambil
keputusan tentang diri siswa mapun program. Sedangkan Mardapi, (2005 : 4)
mengungkapkan asesmen dapat menentukan kualitas pembelajaran, menentukan
karir peserta didik, dan menentukan kualitas pendidikan. Melalui evaluasilah produk
pendidikan dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah kepada peserta warga sekolah,
orang tua siswa dan masyarakat
Akan tetapi para guru IPS yang mengajar di Kecamatan Kintamani mengaku
masih menerapkan pola evaluasi yang masih bersifat “tradisional” dengan hanya
menerapkan instrumen evaluasi objektif/pilihan ganda. Masih banyak/sebagian besar
guru IPS yang mengeluhkan, sulitnya mengembangkan instrumen evaluasi yang
dapat dijadikan sebagai sarana dalam mengukur dan menilai kawasan afektif dan
psikomotorik yang menyangkut sikap dan prilaku peserta didik yang sangat dinamis.
Hal ini semakin diperparah dengan asumsi “keliru” pelaku pendidikan yang
mendewakan alat penilaian obyektif sebagai satu-satunya instrumen yang valid.
7
Kondisi empirik ini terekam dalam pelatihan pengembangan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang dilaksnakan oleh Tim P2M Undiksha. Seyogyanya
evaluasi merupakan pengungkapan kemampuan siswa yang otentik (nyata, riil seperti
kehidupan sehari-hari) faktual, dan lengkap yang dilakukan mulai dari proses sampai
pada produk pembelajaran, sehingga dapat memantau perkembangan dan kemajuan
siswa dari awal hingga akhir program (Dantes, 2007 : 3). Berdasarkan hasil
penelitian yang di lakukan Lasmawan, (2003) menunjukkan kondisi yang berbeda,
sampai saat ini di beberapa sekolah dasar, guru-gurunya masih melakukan evaluasi
yang terfokus pada produk belajar, tanpa melakukan penilaian terhadap proses
pembelajaran. Hal ini, disebabkan karena ujian akir nasianal (UAN) yang masih
terfokus pada produk belajar, di samping pengetahuan dan pemahaman guru yang
masih terbatas berkenaan dengan asesmen otentik. Di sisi lain, Ujian Nasional dan
ujian untuk masuk sekolah unggul masih menggunakan tes evaluasi yang berfokus
pada hasil belajar, ikut memberikan konstrubusi pengabaian terhadap penilaian
terhadap proses belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Dantes (2007 : 43) juga
menemukan bahwa model penilaian (evaluasi) yang dilakukan selama ini lebih
cenderung pada penilaian produk. Artinya guru lebih sering hanya melakukan
evaluasi pada saat selesainya sebuah topik materi dibahas, atau pada saat beberapa
topik telah selesai dibelajarkan (ulangan blok). Hal ini didukung oleh hasil analisis
terhadap silabus dan RPP guru yang dilakukan, di mana diperoleh data bahwa guru
hanya melakukan evaluasi pada saat mereka telah selesai membelajarkan satu atau
dua topik materi. Instrumen evaluasi yang digunakan juga hanya berupa tes hasil
belajar dalam bentuk uraian atau menjawab singkat. Mengingat sedemikian urgennya
permasalahan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik untuk menilai
kemampuan otentik siswa, maka dalam pengabdian masyarakat ini akan dilakukan
pelatihan pengembangan isntrumen asesmen otentik pada guru-guru IPS yang ada di
Kecamatan Kintamani.
Perubahan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) menuju kurikulum
2013 membawa perubahan secara fundamental terhadap perencanaan pembelajaran,
proses pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Secara teroritik perubahan yang
paling tampak adalah pergeseran dari standar kompetensi menuju pada kompetensi
inti, penegasan pendekatan scientific dalam pembelajaran, model-model
8
pembelajaran yang berbasis konstruktivisme yang sejalan dengan pendekatan
scientific, proses pengintegrasian karakter dalam setiap mata pelajaran yang
dituangkan dalam Kopetensi Dasar (KD) dan indikator KI-1 dan KI-2,
pengembangan media pembelajaran yang sejalan dengan pendekatan scientific dan
pola evaluasi yang menekankan pada penilaian proses yang bersifat konferhensif dan
berkesinambungan. Kondisi ini berimplikasi pada kemampuan dan keterampilan
guru dalam memahami, merancang dan mengimplementasikan kurikulum 2013
dalam proses pembelajaran. Artinya perubahan kurikulum tingkat satuan pendidikan
menuju kurikulum 2013 mesti disertai dengan perubahan kemampuan dan
keterampilan guru untuk merancang, melaksanakan dan melakukan evaluasi
pembelajaran sesuai dengan ruh kurikulum 2013, sehingga istilah perubahan
kurikukulum hanyalah “perubahan bunglon” tidak menjadi nyata. Hal ini sejalan
dengan apa yang disampaiakan Hasan, (1996: ) yang mengatakan kurkulum hanyalah
sebuah “dokumen” yang tidak akan hidup dan teraplikasi sesuai dengan pitrahnya
bila tidak dipahami dengan baik oleh guru sebagai life curriculum (kurikulum hidup).
Guru sebagi kurikulum hidup merupakan faktor dominan yang akan menentukan
berhasil tidaknya kurikulum 2013.
Berdasarkan pada studi pendahuluan yang dilakukan pada guru-guru IPS
(guru geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi, PKn, sosiologi, dan IPS) di wilayah
Kecamatan Kintamani (tanggal 5 dan 6 September 2014) guru-guru IPS mengakui
belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadi dalam mengembangkan
perangkat evaluasi pembelajaran sesuai kurikulum 2013. Hal ini disebabkan karena
sampai saat ini belum semua guru mendapatkan pelatihan yang memadai dalam
mengimplementasikan kurikulum 2013 dan yang paling menyulitkan bagi guru-guru
IPS adalah pengembangan model evaluasinya. Walaupun beberapa guru mengakui
telah mendapatkan pelatihan, namun pelatihan yang diberikan masih bersifat terbatas
dan baru pada persiapan administratif yang belum mampu mereka implementasikan
dalam proses pembelajaran. Secara faktual permasalahan prinsip yang dialami oleh
guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani adalah yang berkaitan dengan kemampuan
untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 sesuai dengan pitrahnya, khususnya
yang menyangkut proses evaluasinya. Sejalan dengan temuan penelitian Lasmawan,
(2008) yang menemukan bahwa model penilaian (evaluasi) yang digunakan selama
9
ini oleh guru-guru IPS lebih cenderung pada penilaian produk. Guru lebih sering
hanya melakukan evaluasi pada saat selesainya sebuah topik materi dibahas, atau
pada saat beberapa topik materi telah selesai dibelajarkan (ulangan blok). Instrumen
evaluasi yang digunakan juga hanya berupa tes hasil belajar dalam bentuk tes
obyektif, uraian atau menjawab singkat. Untuk itu diperlukan upaya terstruktur
dalam memperbaiki parktek evaluasi yang dilakukan dalam pendidikan, khususnya
dalam paktek evaluasi pembelajaran IPS melalui pelatihan dan pendampingan
penyusunan instrumen evaluasi asesmen otentik untuk menggambarkan keterampilan
siswa secara holistik, realistik dan konstektual sebagaimana kebutuhan Kurikulum
2013. Secara teoritik, evaluasi adalah suatu proses pengumpulan data-data/fakta-
fakta/ dokumen-dokumen belajar peserta didik yang dapat dipercaya untuk
melakukan perbaikan program. Karena penilaian membantu guru dalam
pembelajaran di kelas, maka kegiatan penilaian memerlukan informasi yang
bervarasi dari setiap individu peserta didik (Tayibnafis, 2000).
Melalui evaluasi guru sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum
semestinya dapat melakukan refleksi dan perbaikan terhadap program pembelajaran
yang dilaksanakan. Oleh karena itu, penyusunan dan pengembangan instrumen
evaluasi mesti benar-benar dapat mengukur apa yang hendak diukur (objektif, valid
dan reliabel) (Saifudin Aswar, 1998 : 173). Penilain yang tepat bagi peserta didik
tidak hanya menunjukkan prilaku peserta didik yang lengkap, tetapi juga prilaku
peserta didik yang hidup dan nyata sesuai dengan harapan orang tua (Surapranata,
2004 : 3). Terlebih dalam pembelajaran IPS yang mesti dapat mengukur dan menilai
secara tepat pengetahuan, keterampilan dan moral siswa, implementasi instrumen
asesment otentik merupakan sebuah keharusan. Namun dalam prakteknya, evalusi
yang dilakukan oleh guru IPS di Kecamatan Kintamani belum menggunakan
instrumen otentik sebagai alat evaluasinya. Jika kondisi ini terus terpelihara dalam
proses evaluasi pembelajaran IPS, sudah pasti target dan tujuan pembelajaran IPS
tidak akan tercapai secara maksimal dan ikut melegitimasi persepsi siswa yang
menganggap evaluasi hanya bersifat hapalan atau kognitif belaka dan tidak sesuai
dengan kondisi empirik yang ada pada diri mereka. Senada dengan Dantes (2007 : 3)
yang mengungkapkan pemebentukan kompetensi mensyaratkan dilakukannya
asesmen yang bersifat komperhensif, dalam arti asesmen dilakukan terhadap proses
10
dan produk belajar. Kondisi ini tidak terlepas dari pola evaluasi yang berfokus pada
hasil belajar, yang sampai saat ini masih banyak dipraktekkan oleh guru. Secara
rasional semestinya proses dan produk mendapat perhatian yang seimbang. Hal ini
didasari oleh asumsi bahwa suatu produk yang baik seyogyanya didahului oleh
proses yang baik. Untuk meyakinkan hal tersebut perlu dilakukan pemantauan
terhadap proses. Di samping itu, dengan dilkukannya pemantauan selama proses,
terbuka peluang bagi peserta didik untuk mendapatkan umpan balik yang dapat
digunakannya untuk menghasilkan produk terbaik. Terlebih kurikulum 2013 yang
mensyaratkan penguatan aspek sikap dan keterampilan untuk jenjang sekolah dasar
sampai sekolah menengah. Hal ini didasarkan pada pola internalisasi nilai-nilai
karakter yang mesti dilalui dari proses contoh dan tauladan, pelatihan, pembiasaan
dan pembudayaan. Jika pada jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah para siswa
telah memiliki kebiasaan berkarakter sebagaimana tujuan kurikulum 2013, maka
untuk tahap berikutnya tinggal membudayakan pada setiap aspek kehidupan.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan analisis situasi dan kondisi empiris di atas, maka permasalahan
yang dialami oleh guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani berkaitan dengan
implementasi kurikulum 2013 adalah: kurangnya kemampuan dan keterampilan guru
dalam menterjemahkan visi dan misi kurikulum 2013 dalam praktek pembelajaran,
kurangnya keterampilan guru-guru IPS dalam mengaplikasikan pendekatan scientific
dalam proses pembelajaran, kurangnya inovasi guru dalam mengembangkan dan
menerapkan model-model pembelajaran inovatif yang mampu meningkatkan potensi
dan kemampuan siswa sejalan dengan kurikulum 2013, para guru IPS di Kecamatan
Kintamani masih “mendewakan” tes obyektif sebagai satu-satunya instrumen yang
digunakan untuk mengevaluasi pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa,
kurangnya keterampilan dan kemampuan guru untuk mengembangkan instrumen
evaluasi yang bersifat otentik sebagaimana tuntutan kurikum 2013, dan proses
evaluasi dalam pembelajaran menekankan pada evaluasi produk belajar, bukan pada
proses belajar, padahal yang menjadi tagihan kurikulum 2013 adalah evaluasi proses
dan produks. Berdasarkan identifikasi tersebut, maka permasalahan pokok yang
hendak dicarikan solusi dalam pengabdian masyarakat ini adalah: “bagaimanakah
caranya meningkatkan wawasan dan keterampilan guru-guru IPS dalam
11
mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik sehingga kualitas proses dan
produk pembelajaran dapat ditingkatkan?”. Dengan demikian, maka program ini
akan difokuskan pada upaya peningkatan keterampilan guru dalam menyusun
instrumen evaluasi asesmen otentik.
C. Tujuan Kegiatan
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah meningkatkan wawasan dan
keterampilan guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani dalam menyusun dan
mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik. Sehingga, evaluasi yang
berorientasi hasil (produk) yang selama ini diterapkan oleh guru IPS mampu
disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan kurikulum 2013, yaitu dengan evaluasi
yang berorientasi proses dan produks. Kondisi ini disinyalir akan mampu merekam
secara komperhensip ketiga domain siswa (kognitif, afektif dan psikomotorik) dalam
proses pembelajaran. Sehingga, para guru IPS yang ada di Kecamatan Kintamani
memiliki kesiapan dan kemampuan yang memadai dalam mengimplementasikan
proses evaluasi kurikulum tahun 2013 sesuai dengan fitrahnya.
D. Manfaat Kegiatan
Berdasarkan tujuan program pengabdian masyarakat di atas, maka secara
realistik implementasi pelatihan dan pendampingan menyusun dan mengembangkan
instrument asesmen otentik sesuai kurikulum 2013 bagi guru-guru IPS di Kecamatan
Kintamani ini akan bermanfaat dalam meningkatkan wawasan dan keterampilan guru
IPS untuk melakukan evaluasi secara visible. Secara rinci pelatihan dan
pendampingan peyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik
sesuai kurikulum 2013 diharapkan dapat bermanfaat bagi :
(a) Pemerintah Kabupaten Bangli, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten
Bangli, bahwa program ini dapat membantu merealisasikan salah satu
program yang telah disusun dalam rencana pembangunan pendidikan
Kabupaten Bangli, khususnya pada jenjang sekolah menengah, yaitu
peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam menyusun dan
mengembangkan instrumen asesmen otentik sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan kurikulum 2013 yang diberlakukan secara nasional sejak tahun
2014.
12
(b) Bagi Kepala Sekolah Sekolah Menengah, selaku manajer dan evaluator
program pembelajaran program pelatihan dan pendampingan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan guru IPS dalam menyusun dan
mengembangkan instrumen asesmen otentik sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan kurikulum 2013 ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk
meningkatkan kualitas proses dan evaluasi pembelajaran di sekolahnya.
(c) Guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani, program ini sangat bermanfaat
dalam meningkatkan wawasan dan keterampilan mereka dalam menyusun
dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik, sehingga dapat
dijadikan pedoman dalam melakukan evaluasi terhadap kemampuan siswa.
(d) Bagi siswa sekolah menengah di Kecamatan Kintamani, program menyusun
dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik ini dapat lebih
meningkatkan kompetensi guru yang pada akhirnya dapat mempermudah
siswa dalam proses pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran sebagai
mana yang telah ditetapkan.
13
BAB II
METODE PELAKSANAAN
A. Kerangka Pemecahan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan di lokasi rencana
program ini akan dilaksanakan, diperoleh kesimpulan bahwa ada seperangkat
permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Bangli,
khususnya menyangkut rendahnya kemapuan guru IPS dalam menyusun dan
mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik yang berimplikasi kualitas
proses dan produk dari pembelajaran IPS di Kecamatan Kintamani. Hal ini diduga
salah satunya disebabkan oleh belum meratanya pemahaman dan keterampilan guru
dalam menterjemahkan misi dan target operasional dari kurikulum 2013 dan masih
dipolakannya instrumen evaluasi objektif sebagai satu-satunya instrumen dalam
menilai proses dan hasil belajar siswa. Salah satu alternatif yang dipandang cukup
visibel untuk dilakukan adalah melaksanakan pelatihan dan pendampingan
penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik, sehingga guru
IPS di Kecamatan Kintamani lebih memahami potensi dan perkebangan siswa, serta
kemampuan otenik yang dicapai siswa. Melalui program ini, guru diharapkan
memperoleh “sesuatu” yang baru dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menilai
proses pembelajaran IPS.
B. Metode Pelaksanaan Kegiatan
Program ini merupakan program yang bersifat terminal dalam rangka
peningkatan wawasan dan keterampilan guru-guru IPS di Kecamaan Kintamani
dalam menyusun dan mengembangkan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai
kebutuhan kurikulum tahun 2013 dengan sistim jemput bola. Untuk kepentingan
pencapaian tujuan program ini, maka metode yang pandang sesuai adalah Diklat dan
Pendamingan/Supervisi Kelas. Diklat diberikan pada guru-guru IPS untuk
meningkatkan pengetahun dan wawasan tentang hakekat penilaian dalam kurikulum
kurikulum 2013 dan cara pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik dalam
pembelajaran IPS sesuai dengan kurikulum 2013. Jadwal pelaksanaan diklat akan
diberikan berdasarkan kesepakatan bersama antara guru IPS yang ada di Kecamatan
Kintamani dengan tim pelaksana. Tahap berikutnya adalah melakukan supervisi
kelas dan pembinaan implementasi instrumen evaluasi asesmen otentik dalam
14
pembelajaran IPS sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum 2013. Pada
proses ini tim pakar Undiksha Singaraja akan melakukan pendampingan pada guru-
guru IPS dalam mengimplementasikan instrumen evaluasi asesmen otentik, sehingga
dapat dilakukan perbaikan secara langsung sampai para guru IPS dinilai memiliki
keterampilan yang memadai. Di sisi lain, program ini juga diarahkan pada
terciptanya iklim kerjasama yag kolaboratif dan demokratis dalam dimensi mutualis
antara dunia perguruan tinggi dengan masyarakat secara luas di bawah koordinasi
pemerintah Kabupaten setempat, khususnya dalam rangka peningkatan kinerja dan
profesionalisme guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani secara cepat namun
berkualitas bagi kepentingan pembangunan pendidikan di Kabupaten Bangli.
Berdasarkan rasional tersebut, maka program ini merupakan sebuah langkah inovatif
dalam kaitannya dengan dharma ketiga perguruan tinggi, yaitu pengabdian kepada
masyarakat.
Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai
permasalahan menyangkut kualitas dan kinerja guru IPS di Kecamatan Kintamani,
yang saat ini tengah berkonsentrasi pada pembangunan berbagai institusi pendidikan
dan tenaga kependidikan di berbagai pelosok wilayahnya. Berangkat dari rasional
tersebut, maka program ini akan dilaksanakan dengan sistim jemput bola, dimana tim
pelaksana akan menyelenggarakan program pelatihan dan pendampingan
peningkatan wawasan dan keterampilan guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani
dalam memahami instrumen evaluasi asesmen otentik dan cara implementasinya
dalam proses pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum tahun
2013 dengan mendatangkan para pakar dan praktisi pendidikan yang berkualifikasi
secara standar di bidang evaluasi pendidikan IPS. Model pelaksanaan kegiatan ini
akan dilakukan secara langsung (tatap muka) sebagaimana layaknya sistim
perkualiahan. Lama pelaksanaan kegiatan adalah 8 (delapan) bulan yang dimulai
dari tahap pengajuan proposal, perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi
dengan melibatkan tiga puluh orang guru Sekolah Menengah yang mengajar di
Kecamatan Kintamani, dimana setiap sekolah (7 Sekolah Menengah Pertama dan 3
Sekolah Menengah Atas/SMK) akan diwakili oleh 3 (tiga) orang guru, sehingga
pesertanya sebanyak 30 orang guru. Pada akhir program setiap peserta akan
diberikan sertifikat sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini.
15
Melalui program ini, diharapkan para guru IPS memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang memadai tentang instrumen evaluasi asesmen otentik dan cara
implementasinya sesuai tuntutan dan kebutuhan kurikulum tahun 2013.
C. Rancangan Evaluasi
Keberhasilan program P2M ini ditentukan oleh tingkat pemahaman, sikap
positif, dan keterampilan profesional guru IPS dalam mengimplementasikan
instrumen evaluasi asesmen otentik yang sejalan dengan kurikulum 2013 di
sekolahnya masing-masing. Untuk itu, maka evaluasi tingkat keberhasilan kegiatan
yang telah dilakukan minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan
evaluasi tindak lanjut. Kegiatan evaluasi ini akan melibatkan tutor/pakar dari
Undiksha Singaraja. Instrumen evaluasi yang digunakan untuk mengukur
keberhasilan pelatihan dan pendampingan ini adalah tes obyektif, pedoman observasi
dan pedoman wawancara yang dikembangkan sendiri oleh tim pelaksana pengabdian
masyarakat. Kriteria dan indikator pencapaian tujuan dan tolak ukur yang digunakan
untuk menjastifikasi tingkat keberhasilan kegiatan dapat diuraikan pada tabel berikut
(halaman berikut).
Tabel. 01. Indikator Pencapaian Program
No Jenis Data Sumber
Data
Indikator Kriteria
Keberhasilan
Instrumen
1. Pengetahuan guru
dalam memahami
hakekat instrumen
evaluasi asesmen
otentik sesuai
dengan tuntutan
dan kebutuhan
kurikulum tahun
2013
Guru-Guru
IPS di
Kecamatan
Kintamani
Pengetahuan
dan
keterampilan
guru
Terjadi
perubahan yang
positif terhadap
pengetahuan
dan
keterampilan
guru
Tes
Obyektif
2. Keterampilan guru
dalam
mengembangkan
dan mengemas
instrumen evaluasi
asesmen otentik
sesuai dengan
tuntutan
kurikulum tahun
2013
Guru-Guru
IPS di
Kecamatan
Kintamani
Pengetahuan
dan
keterampilan
guru
Terjadi
perubahan yang
positif terhadap
keterampilan
guru
Pedoman
wawancara
dan format
observasi
16
3. Kemampuan dan
keterampilan guru
dalam
mempraktekkan
instrumen evaluasi
asesmen otentik
sesuai dengan
tuntutan dan
kebutuhan
kurikulum tahun
2013
Guru-Guru
IPS di
Kecamatan
Kintamani
Pengetahuan
dan
keterampilan
guru
Terjadi
perubahan yang
positif terhadap
kemampuan
dan
keterampilan
guru
Pedoman
wawancara
dan format
observasi
Pada kegiatan pelatihan ini, guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani akan
dilibatkan secara kolaboratif dari awal sampai akhir kegiatan. Guru-guru IPS akan
dilibatkan dalam merencanakan program, penjadwalan kegiatan, ikut serta dalam
pelatihan dan implementasi produk pelatihan. Pedampingan/supervise kelas produk
hasil pelatihan ini akan dilakukan pada 3 sekolah (1 SMA dan 2 SMP) yang ada di
wilayah Kintamani.
17
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para guru IPS di Kecamatan
Kintamani, maka program pengabdian masyarakat ini dilakukan dalam bentuk
pelatihan pengembangan dan pengemasan perangkat pembelajaran Berdasarkan
Kurikulum 2013 Pada Guru-Guru IPS di Kecamatan. Pelatihan pengembangan dan
pengemasan perangkat pembelajaran sesuai sesuai kurikulum 2013 dilakukan pada
bulan Mei di SMP Negeri 1 Kintamani mendatangkan tim pakar dari Undiksha
Singraja khususnya pakar pendidikan IPS. Pelatihan pengembangan dan pengemasan
perangkat pembelajaran, sangat membantu guru-guru IPS dalam membuat dalam
mengembangan dan mengemas perangkat pembelajaran yang akan digunakan di
sekolah-sekolah mereka.
Pelaksanaan pelatihan pengembangan dan pengemasan perangkat
pembelajaran sesuai kurikulum 2013 pada guru-guru IPS di Kecamatan Kintamani
dimulai dari: (1) rasional kurikulum 2013, (2) elemen perubahan kurikulum 2013, (3)
pendekatan dan model evaluasi dalam kurikulum 2013, dan (4) pengembangan dan
pengemasan perangkat pembelajaran sesuai kurikulum 2013. Rasional kurikulum
2013 adalah tantangan yang bersifat internal dan tantangan yang bersifat eksternal
yang akan dihadapi bangsa Indonesia di masa mendatang. Tantangan internal, dilihat
dari angka pertumbuhan penduduk Indonesia yang akan mencapai puncaknya pada
angka penduduk produktif di tahun 2045, sehingga mesti dipersiapkan dari saat ini.
Tantangan berikutnya secara internal adalah masalah semakin menurunnya moralitas
masyarakat yang ditunjukkan dengan berbagai pristiwa dan penyimpangan terhadap
nilai-nilai Pancancasil. Kondisi ini perlu direspon dengan menyesuaikan kurikulum
agar siap menghadapi tantangan di masa yang akan dating. Secara prinsip perubahan
kurikulum 2013 terletak pada: (1) kompetensi lulusan, yaitu adanya upaya
peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek
kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan, (2) kedudukan mata pelajaran
yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran
dikembangkan dari kompetensi, (3) pendekatan, yaitu untuk SD tematik terpadu
dalam semua mata pelajaran, SMP mata pelajaran, SMA mata pelajaran dan SMK
vokasional, (4) struktur kurikulum (mata pelajaran dan alokasi waktu (isi), untuk SD
18
bersifat holistik berbasis sains (alam, sosial, dan budaya), untuk SMP TIK menjadi
media semua mata pelajaran, pengembangan diri terintegrasi pada setiap
matapelajaran dan ekstrakurikuler, untuk SMA ada matapelajaran wajib dan ada
mata pelajaran pilihan, untuk SMK terjadi penambahan jenis keahlian berdasarkan
spektrum kebutuhan (6 program keahlian, 40 bidang keahlian, 121 kompetensi
keahlian), (5) proses pembelajaran, yaitu standar proses yang semula terfokus pada
Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi dilengkapi dengan Mengamati, Menanya,
Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta, belajar tidak hanya terjadi di
ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat, guru bukan satu-
satunya sumber belajar, sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan
teladan, (6) penilaian hasil belajar menggunakan penilaian berbasis kompetensi,
pergeseran dari penilain melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan
hasil saja), menuju penilaian otentik [mengukur semua kompetensi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil], memperkuat PAP
(Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor
yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal), penilaian tidak hanya pada level
KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL, dan mendorong pemanfaatan portofolio
yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian, dan (7) ekstrakurikuler yaitu
adanta ekstra wajib dan pilihan (Badan Pengembangan SDM dan Penjamin Mutu
Pendidikan, 2013).
Dengan diterapkannya kurikulum 2013, maka setiap sekolah mesti mampu
merancang dan menggunakan perangkat pembelajaran. Sementara menurut Standar
Nasional Pendidikan (2013: 3) pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana
diamanatkan UU No. 20 Tahun 2003 yaitu Berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab dapat tercapai melalui pencapaian empat
kompetensi inti. Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi
Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki oleh
peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama
yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
19
harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian
hard skills dan soft skills. Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur
pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur
pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan
organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar
adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang
pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu
terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari
peserta didik. Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling
terkait, yaitu: (1) sikap spiritual yang mencakup beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, (2) sikap sosial yang mencakup berakhlak mulia, sehat, mandiri,
dan demokratis, (3) berilmua, dan (4) yang mencakup kecakapan dan keterampilan.
Keempat kelompok itu menjadi acuan dari kompetensi dasar dan harus
dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi
yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak
langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang
pengetahuan(Kompetensi Inti 3) dan penerapan pengetahuan (Kompetensi Inti 4).
Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: (1)
mengamati; (2) menanya; (3) mengumpulkan informasi; (4) mengasosiasi; dan (5)
mengkomunikasikan. Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam
berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
LANGKAH
PEMBELAJARAN
KEGIATAN BELAJAR KOMPETENSI YANG
DIKEMBANGKAN
Mengamati Membaca, mendengar,
menyimak, melihat (tanpa
atau dengan alat)
Melatih kesungguhan,
ketelitian, mencari
informasi
Menanya Mengajukan pertanyaan
tentang informasi yang
tidak dipahami dari apa
yang diamati atau
pertanyaan untuk
mendapatkan informasi
tambahan tentang apa yang
diamati
Mengembangkan
kreativitas, rasa ingin
tahu, kemampuan
merumuskan pertanyaan
untuk membentuk pikiran
kritis yang perlu
20
Mengumpulkan
informasi/ eksperimen
- melakukan eksperimen
- membaca sumber lain
selain buku teks
- mengamati objek/
kejadian/
- aktivitas
- wawancara dengan nara
sumber
Mengembangkan sikap
teliti, jujur,sopan,
menghargai pendapat
orang lain, kemampuan
berkomunikasi,
menerapkan kemampuan
mengumpulkan informasi
melalui berbagai cara
yang dipelajari,
mengembangkan
kebiasaan belajar dan
belajar sepanjang hayat.
Mengasosiasikan/
mengolah informasi
- mengolah informasi yang
sudah dikumpulkan baik
terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen
mau pun hasil dari kegiatan
mengamati dan kegiatan
mengumpulkan informasi.
- Pengolahan informasi
yang dikumpulkan dari
yang bersifat menambah
keluasan dan kedalaman
sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat
mencari solusi dari
berbagai sumber yang
memiliki pendapat yang
berbeda sampai kepada
yang bertentangan
Mengembangkan sikap
jujur, teliti, disiplin, taat
aturan, kerja keras,
kemampuan menerapkan
prosedur dan kemampuan
berpikir induktif serta
deduktif dalam
menyimpulkan .
Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil
pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis
secara lisan, tertulis, atau
media lainnya
Mengembangkan sikap
jujur, teliti, toleransi,
kemampuan berpikir
sistematis,
mengungkapkan pendapat
dengan
Tahap pertama dalam pembelajaran menurut standar proses yaitu
perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana
pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema
tertentu yang mengacu pada silabus. RPP mencakup: (1) data sekolah, matapelajaran,
dan kelas/semester; (2) materi pokok; (3) alokasi waktu; (4) tujuan pembelajaran,
21
KD dan indikator pencapaian kompetensi; (5) materi pembelajaran; metode
pembelajaran; (6) media, alat dan sumber belajar; (6) langkah-langkah kegiatan
pembelajaran; dan (7) penilaian. Setiap guru di setiap satuan pendidikan
berkewajiban menyusun RPP untuk kelas di mana guru tersebut mengajar (guru
kelas) di SD dan untuk guru matapelajaran yang diampunya untuk guru SMP/MTs,
SMA/MA, dan SMK/MAK. Pengembangan RPP dapat dilakukan pada setiap awal
semester atau awal tahun pelajaran, dengan maksud agar RPP telah tersedia terlebih
dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Pengembangan RPP dapat
dilakukan secara mandiri atau secara berkelompok. Pengembangan RPP yang
dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau secara bersama-sama melalui
musyawarah guru MATA pelajaran (MGMP) di dalam suatu sekolah tertentu
difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh kepala
sekolah. Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara berkelompok melalui
MGMP antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasikan dan disupervisi oleh
pengawas atau dinas pendidikan.
Berkenaan dengan kewenangan tersebut, maka guru dapat melakukan
pengembangan RPP. Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP
adalah sebagai berikut: (1) RPP disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum
dan berdasarkan silabus yang telah dikembangkan di tingkat nasional ke dalam
bentuk rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran, (2)
RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus
dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat,
motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan
khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan
peserta didik, (3) mendorong partisipasi aktif peserta didik, (4) sesuai dengan tujuan
Kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik sebagai manusia yang mandiri
dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang dengan berpusat
pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu,
kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar
dan kebiasaan belajar, (5) mengembangkan budaya membaca dan menulis, (6) proses
pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca,
pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan, (7)
22
memberikan umpan balik dan tindak lanjut, (8) RPP memuat rancangan program
pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. Pemberian
pembelajaran remedi dilakukan setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian
dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta didik dapat
teridentifikasi. Pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta
didik, (9) keterkaitan dan keterpaduan, (10) RPP disusun dengan memperhatikan
keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman
belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan
lintas matapelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya, (11)
menerapkan teknologi informasi dan komunikasi, dan (12) RPP disusun dengan
mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara
terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Berdasarkan pada rasional pengembangan RPP tersbut maka RPP paling
sedikit memuat: (i) tujuan pembelajaran, (ii) materi pembelajaran, (iii) metode
pembelajaran, (iv) sumber belajar, dan (v) penilaian. Komponen-komponen tersebut
secara oprasional diwujudkan dalam bentuk format berikut:
Sekolah :
Matapelajaran :
Kelas/Semester :
Materi Pokok :
Alokasi Waktu :
Kompetensi Inti (KI)
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
1. _____________ (KD pada KI-1)
2. _____________ (KD pada KI-2)
3. _____________ (KD pada KI-3)
Indikator: __________________
4. _____________ (KD pada KI-4)
Indikator: __________________
C. Tujuan Pembelajaran
D. Materi Pembelajaran (rincian dari Materi Pokok)
23
E. Metode Pembelajaran (Rincian dari Kegiatan Pembelajaran)
F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
1. Media
2. Alat/Bahan
3. Sumber Belajar
G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
1. Pertemuan Kesatu:
a. Pendahuluan/Kegiatan Awal (…menit)
b. Kegiatan Inti (...menit)
c. Penutup (…menit)
2. Pertemuan Kedua:
a. Pendahuluan/Kegiatan Awal (…menit)
b. Kegiatan Inti (...menit)
c. Penutup (…menit), dan seterusnya.
H. Penilaian
1. Jenis/teknik penilaian
2. Bentuk instrumen dan instrumen
3. Pedoman penskoran
24
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pelaksanaan pengabdian masyarakat pada guru-guru IPS
yang ada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dapat ditarik beberapa
konsklusi, yaitu :
1. Beberapa guru IPS yang ada di Kecamatan Kintamani belum
menggunakan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan tuntutan
kurikulum berbasis kompetensi dalam melakukan penilain, akan tetapi
masih menggunakan intrumen evaluasi yang bersifat obyekyif.
2. Setelah diberikan pelatihan oleh tim pakar dari Undiksha Singaraja, para
guru IPS yang mengajar di Kecamatan Kintamani bisa menyususn
instrumen asesmen otentik sesuai dengan kurikulum tingkat satuan
pendidikan. Hal ini dapat diketahui dari hasil pelatihan penyusunan dan
pengembangan instrumen asesmen otentik yang mereka buat.
Berdasarkan evaluasi tindak lanjut yang dilakukan, ditemukan bahwa
guru-guru yang mengikuti pelatihan penyusunan dan pengembangan
instrumen asesmen otentik sesuai dengan yang diberikan oleh tim pakar
Undiksha Singaraja. Ada beberapa manfaat yang diperoleh oleh guru
dalam mengikuti pelatihan penyusunan dan pengembangan intrumen
asesmen otentik di Kecamatan Kintamani, yaitu (1) mereka mendapatkan
informasi yang jelas dan utuh mengenai hakekat instrumen evaluasi
asesmen otentik, karena selama ini mereka belum mengetahui secara
pasti apa hakekat evaluasi asesmen otentik, dan (2) para guru
memperoleh gambaran yang jelas bagaimana cara dan strategi
pengembangan instrumen evaluasi asesmen otentik sesuai dengan
tuntutan kompetensi dasar, materi ajar, indikator pencapaian dan
keterampilan siswa.
25
5.1. SARAN
Berdasarkan pelatihan yang telah dilaksanakan pada guru-guru IPS yang
mengajar di Kecamatan Kintamani, ada beberapa saran yang layak dipertimbangkan,
yaitu :
1. Bagi guru IPS yang mengajar di Kecamatan Kintamani, hendaknya terus
melatih diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya dalam mengembangkan instrumen evaluasi agar
mampu mengevaluasi keterampilan otentik yang dimiliki oleh siswa.
2. Bagi Dinas pendidikan setempat, semestinya mengusahakan program-
program pelatihan bagi para guru, sehingga kemampuan dan
keterampilan yang mereka miliki memadai sesuai tuntutan kurikulum
2013.
Daftar Pustaka Budiningsih, A. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta
Pemerintah Kabupaten Bangli. (2011). Bangli dalam Angka. Bangli: Pemda Bangli
Dantes, Nyoman, dkk. (2008). Pengembangan Perangkat Evaluasi Proses dan Hasil
Belajar IPS dan PKn (laporan penelitian) Singaraja: IKIP Negeri
Singaraja.
Djohar. (2003). Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah
Kejuruan. (Disertasi, tidak diterbitkan). Bandung: PPS UPI.
Hasan. (1992). An Evaluation of the 1975 General Senior Secondary Social Studies
Curriculum Implementation in Bandung Municipality. Disertasi Doctor
dari Macquary University. Tidak diterbitkan.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta: BPP
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Materi Pelatihan Kurikulum
2013. Jakarta: Kemendiknas
Lasmawan, W. (2010). Menelisik Pendidikan IPS dalam Perspektif Kontekstual-
Empirik. Singaraja: Mediakom Indonesia Press Bali.
MaLaughin. (1987). Implementing of ESEA Title I. New York: Columbia University.
Nana, S. (2005). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek Tahun: Bandung:
Rosdakarya
Surapranata. (2006). Penilaian Portofolio. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
Suastika. (2006). Strategi Kebijakan Mewujudkan Singaraja Sebagai Kota
Pendidikan (Laporan Penelitian). Singaraja: Undiksha
Tayibnapis. (2000). Evaluasi Program. Jakarta : Rineka Cipta